Top Banner
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. . Hal. 1 ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER PETROFISIKA DARI 7 SUMUR DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Fernando Siallagan * , Ordas Dewanto, Bagus Sapto Mulyatno Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 Jurusan Teknik Geofisika, FT UNILA *e-mail: [email protected] ABSTRAK Pada suatu pemboran eksplorasi, tahapan yang sangat penting adalah menganalisa kejenuhan fluida pada reservoar. Sistem fluida yang ada pada suatu reservoir biasanya multi fasa (air dan hidrokarbon). Saturasi hidrokarbon (minyak atau gas bumi) dapat diketahui dengan terlebih dahulu menghitung saturasi airnya, dengan demikian penentuan nilai saturasi air (Sw = water saturation) menjadi kunci untuk mengetahui suatu interval reservoir apakah dominan mengandung air atau hidrokarbon. Perkembangan teknologi eksplorasi khususnya teknologi logging serta kondisi reservoir yang beragam mempengaruhi konsep penentuan saturasi air dari waktu ke waktu. Penelitian ini berusaha mengkompilasi jenis-jenis metode penentuan saturasi air pada 7 data sumur “ARA”. Menentukan properti petrofisika sebagai langkah melakukan karakterisasi data sumur yakni menentukan volume shale menggunakan metode gamma ray indeks, menentukan resistivitas air menggunakan metode picket plot, menentukan porositas menggunakan korelasi log density & neutron, dan untuk menentukan saturasi air menggunakan metode archie dan simandoux. Berdasarkan analisis 7 data sumur “ARA” memiliki fluida berupa gas, minyak dan air. Nilai porositas rata-rata pada sumur “ARA” adalah 16.2% dan nilai rata-rata saturasi air sebesar 21.8%. ABSTRACT In an exploratory drilling, it is a very important step to analyze the saturation of the fluid in the reservoir. The fluid system present in a reservoir is usually multi-phase (water and hydrocarbon). The hydrocarbon saturation (oil or gas) can be determined by calculating the water saturation, thereby determining the value water saturation (Sw = water saturation) being the key to know a reservoir interval whether the dominant contains water or hydrocarbons. The development of exploration technology, especially logging technology and various reservoir conditions affect the concept of water saturation determination over time. This study attempted to compile the types of water saturation determination methods in 7 wells data "ARA". Determine the petrophysical property as a step to characterize the well data is determine shale volume using the gamma ray index method, determine water resistivity using pickett plot method, determine porosity using density and neutron log correlation, and to determine water saturation using archie and simandoux methods. Based on analysis 7 wells data "ARA" has a fluid of gas, oil and water. The average porosity value of "ARA" is 16.2% and the average water saturation is 21.8%. Keywords : Logging, Hydrocarbon, Porosity, Water Saturation
13

ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Apr 03, 2019

Download

Documents

vanthuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 1

ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER PETROFISIKA

DARI 7 SUMUR DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Fernando Siallagan*, Ordas Dewanto, Bagus Sapto Mulyatno Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

Jurusan Teknik Geofisika, FT UNILA

*e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pada suatu pemboran eksplorasi, tahapan yang sangat penting adalah menganalisa kejenuhan fluida pada

reservoar. Sistem fluida yang ada pada suatu reservoir biasanya multi fasa (air dan hidrokarbon).

Saturasi hidrokarbon (minyak atau gas bumi) dapat diketahui dengan terlebih dahulu menghitung

saturasi airnya, dengan demikian penentuan nilai saturasi air (Sw = water saturation) menjadi kunci

untuk mengetahui suatu interval reservoir apakah dominan mengandung air atau hidrokarbon.

Perkembangan teknologi eksplorasi khususnya teknologi logging serta kondisi reservoir yang beragam

mempengaruhi konsep penentuan saturasi air dari waktu ke waktu. Penelitian ini berusaha

mengkompilasi jenis-jenis metode penentuan saturasi air pada 7 data sumur “ARA”. Menentukan

properti petrofisika sebagai langkah melakukan karakterisasi data sumur yakni menentukan volume

shale menggunakan metode gamma ray indeks, menentukan resistivitas air menggunakan metode picket

plot, menentukan porositas menggunakan korelasi log density & neutron, dan untuk menentukan

saturasi air menggunakan metode archie dan simandoux. Berdasarkan analisis 7 data sumur “ARA”

memiliki fluida berupa gas, minyak dan air. Nilai porositas rata-rata pada sumur “ARA” adalah 16.2%

dan nilai rata-rata saturasi air sebesar 21.8%.

ABSTRACT

In an exploratory drilling, it is a very important step to analyze the saturation of the fluid in the reservoir.

The fluid system present in a reservoir is usually multi-phase (water and hydrocarbon). The hydrocarbon

saturation (oil or gas) can be determined by calculating the water saturation, thereby determining the

value water saturation (Sw = water saturation) being the key to know a reservoir interval whether the

dominant contains water or hydrocarbons. The development of exploration technology, especially

logging technology and various reservoir conditions affect the concept of water saturation determination

over time. This study attempted to compile the types of water saturation determination methods in 7

wells data "ARA". Determine the petrophysical property as a step to characterize the well data is

determine shale volume using the gamma ray index method, determine water resistivity using pickett

plot method, determine porosity using density and neutron log correlation, and to determine water

saturation using archie and simandoux methods. Based on analysis 7 wells data "ARA" has a fluid of

gas, oil and water. The average porosity value of "ARA" is 16.2% and the average water saturation is

21.8%.

Keywords : Logging, Hydrocarbon, Porosity, Water Saturation

Page 2: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 2

1. PENDAHULUAN

Kegiatan eksplorasi sangat diperlukan

untuk memprediksi kondisi bawah

permukaan, sehingga dapat mengurangi

resiko kegagalan dalam melakukan

eksploitasi hidrokarbon. Secara umum

kegiatan eksplorasi dapat menghasilkan

data seismik, data log sumur, dan data

geologi. Data seismik mampu memberikan

informasi spasial yang luas, tetapi tidak

mampu memberikan resolusi yang baik

secara vertikal. Sebaliknya data log sumur

mampu memberikan resolusi yang baik

secara vertikal.

Data log sumur sangat berperan

penting dalam perkembangan eksplorasi

hidrokarbon. Hasil data log sumur adalah

gambaran bawah permukaan yang lebih

detail berupa kurva-kurva nilai parameter

fisika secara kontinu. Metode logging dapat

memberitahukan gambaran yang lengkap

dari lingkungan bawah permukaan tanah,

tepatnya dapat mengetahui dan menilai

batuan-batuan yang mengelilingi lubang

bor tersebut. Metode ini juga dapat

memberikan keterangan kedalaman lapisan

yang mengandung hidrokarbon serta sejauh

mana penyebarannya.

Menentukan nilai saturasi air perlu

dilakukan penelitian secara bertahap.

Dimulai dari penentuan jenis formasi,

apakah berupa shaly-sand formation atau

berupa clean sand formation. Jika yang

dijumpai berupa clean sand formation maka

penentuan metode saturasi air akan menjadi

lebih mudah karena pada formasi jenis ini

tidak terdapat kandungan shale yang dapat

menganggu nilai perhitungan. Apabila

reservoar yang kita teliti memiliki

kandungan shale atau bahkan terdiri dari

batuan karbonat, maka penelitian masih

harus berlanjut hingga dapat diketahui

bagaimana dampak dari kehadiran shale

ataupun rongga-rongga yang terbentuk pada

batuan karbonat terhadap nilai saturasi air

yang akan dicari. Pada reservoar yang

mengandung shale, perlu dilakukan

berbagai penelitian lanjutan seperti

menentukan volume shale yang ada pada

suatu reservoar. Setelah itu barulah kita bias

mengetahui metode water saturation

manakah yang akan cocok pada reservoar

yang akan kita teliti.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Cekungan Sumatera Selatan (South

Sumatera Basin) dibatasi oleh Paparan

Sunda di sebelah timurlaut, daerah Tinggian

Lampung (Lampung High) di sebelah

tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di

sebelah baratdaya serta Pegunungan Dua

Belas dan Pegunungan Tiga Puluh (Tiga

Puluh High) di sebelah baratlaut. Evolusi

cekungan ini diawali sejak Mesozoik

(Pulunggono, 1992) dan merupakan

cekungan busur belakang (back arc basin).

Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi

oleh pergerakan konvergen antara Lempeng

Hindia-Australia dengan Lempeng Paparan

Sunda (Heidrick, 1993).

Di dalam daerah Cekungan Sumatera

Selatan terdapat daerah peninggian batuan

dasar para tersier dan berbagai depresi.

Perbedaan relief dalam batuan dasar ini

diperkirakan karena pematahan dasar dalam

bongkah-bongkah. Hal ini sangat

ditentukan oleh adanya Depresi Lematang

di Cekungan Palembang, yang jelas dibatasi

oleh jalur patahan dari Pendopo-

Antiklinorium dan Patahan Lahat di sebelah

baratlaut dari Paparan Kikim.

Cekungan Sumatera Selatan dan

Cekungan Sumatera Tengah merupakan

satu cekungan besar yang dipisahkan oleh

Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini

terbentuk akibat adanya pergerakan ulang

sesar bongkah pada batuan pra-tersier serta

diikuti oleh kegiatan vulkanik seperti tertera

pada Gambar 1.

2.2. Fisiologi

Sejarah pembentukan cekungan

Sumatera Selatan memiliki beberapa

kesamaan dengan sejarah pembentukan

cekungan Sumatera Tengah. Batas antara

kedua cekungan tersebut merupakan

kawasan yang membujur dari timurlaut-

Page 3: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 3

baratdaya melalui bagian utara Pegunungan

Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut

mempunyai bentuk asimetrik dan di sebelah

baratdaya dibatasi oleh sesar-sesar dan

singkapan-singkapan batuan Pra-Tersier

yang terangkat sepanjang kawasan kaki

pegunungan Barisan. Di sebelah timur laut

dibatasi oleh formasi-formasi sedimen dari

paparan Sunda. Pada bagian selatan dan

timut, cekungan tersebut dibatasi oleh

tinggian Pegunungan Tigapuluh. Kedua

daerah tinggian tersebut tertutup oleh laut

dangkal saat Miosen awal sampai Miosen

tengah. Cekungan-cekungan tersier tersebut

juga terhampar ke arah barat dan kadang

dihubungkan oleh jalur-jalur laut dengan

Samudera Hindia. Berdasarkan unsur

tektonik, maka fisiografi regional cekungan

Sumatera Selatan mempunyai daerah

tinggian dan depresi, yaitu:

1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dari

Kuang, Tinggian Palembang, Tinggian

Tamiang, Tinggian Palembang bagian

utara dan Tinggian Sembilang.

2. Depresi Lematang (Muaraenim Dalam)

3. Antiklinorium Pendopo Limau dan

Antiklinorium Palembang bagian utara.

Ketiga fisiografi di atas membagi cekungan

Sumatera Selatan menjadi tiga bagian, yaitu

Sub-cekungan Palembang bagian selatan,

Sub-cekungan Palembang bagian tengah

dan Sub-cekungan Jambi.

2.3. Statigrafi

Pada dasarnya stratigrafi Cekungan

Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus

besar sedimentasi yang dimulai dari fase

transgresi pada awal siklus dan fase regresi

pada akhir siklusnya. Awalnya siklus ini

dimulai dengan siklus non-marine, yaitu

proses diendapkannya Formasi Lahat pada

oligosen awal dan setelah itu diikuti oleh

Formasi Talang Akar yang diendapkan

diatasnya secara tidak selaras. Fase

transgresi ini terus berlangsung hingga

miosen awal, dan berkembang formasi

Baturaja yang terdiri dari batuan karbonat

yang diendapkan pada lingkungan back

reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan

untuk fase transgresi maksimum

diendapkan Formasi Gumai bagian bawah

yang terdiri dari shale laut dalam secara

selaras diatas Formasi Baturaja. Fase

regresi terjadi pada saat diendapkannya

Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh

pengendapan Formasi Air Benakat secara

selaras yang didominasi oleh litologi

batupasir pada lingkungan pantai dan delta.

Pada pliosen awal, laut menjadi semakin

dangkal karena terdapat dataran delta dan

non-marine yang terdiri dari perselingan

batupasir dan claystone dengan sisipan

berupa batubara. Pada saat pliosen awal ini

menjadi waktu pembentukan dari formasi

Muara Enim yang berlangsung sampai

pliosen akhir yang terdapat pengendapan

batuan konglomerat, batu apung dan lapisan

batupasir tuffa.

Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

diawali dengan siklus pengendapan darat,

kemudian berangsur menjadi pengendapan

laut, dan kembali kepada pengendapan

darat. Urut-urutan stratigrafi dari tua ke

muda (Koesoemadinata, 1980) seperti pada

Gambar 2.

2.3.1. Batuan Dasar

Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari

batuan kompleks Paleozoikum dan batuan

Mesozoikum, batuan metamorf, batuan

beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar

yang paling tua, terdeformasi paling lemah,

dianggap bagian dari Lempeng-mikro

Malaka, mendasari bagian utara dan timur

cekungan. Lebih ke selatan lagi terdapat

Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi

kuat, kemungkinan merupakan fragmen

kontinental yang lebih lemah. Lempeng-

mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh

fragmen terdeformasi dari material yang

berasal dari selatan dan bertumbukan.

Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf

yang terdeformasi kuat (berumur Kapur

Akhir) mendasari bagian lainnya dari

cekungan Sumatera Selatan. Morfologi

batuan dasar ini dianggap mempengaruhi

morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi

dan luasnya gejala inversi/pensesaran

mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon

dioksida lokal yang tinggi yang

Page 4: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 4

mengandung hidrokarbon gas, serta

rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan

dasar (Ginger, 2005).

2.3.2. Formasi Lahat

Formasi Lahat diperkirakan berumur

oligosen awal (Sardjito dkk, 1991). Formasi

ini merupakan batuan sedimen pertama

yang diendapkan pada Cekungan Sumatera

Selatan. Pembentukannya hanya terdapat

pada bagian terdalam dari cekungan dan

diendapkan secara tidak selaras.

Pengendapannya terdapat dalam

lingkungan darat/aluvial-fluvial sampai

dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat

di bagian bawah, terdiri dari batupasir

kasar, kerikilan, dan konglomerat.

Sedangkan fasies shale terletak di bagian

atas (Benakat Shale) terdiri dari batu serpih

sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa.

Sehingga shale yang berasal dari

lingkungan lacustrine ini merupakan dapat

menjadi batuan induk. Pada bagian tepi

graben ketebalannya sangat tipis dan

bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian

tinggian intra-graben sub cekungan selatan

dan tengah Palembang ketebalannya

mencapai 1000 m (Ginger, 2005).

2.3.3. Formasi Talang Akar

Formasi Talang Akar diperkirakan

berumur oligosen akhir sampai miosen

awal. Formasi ini terbentuk secara tidak

selaras dan kemungkinan paraconformable

di atas Formasi Lahat dan selaras di bawah

Formasi Gumai atau anggota Basal

Telisa/formasi Baturaja. Formasi Talang

Akar pada cekungan Sumatera Selatan

terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan

batubara yangdiendapkan pada lingkungan

laut dangkal hingga transisi. Bagian bawah

formasi ini terdiri dari batupasir kasar,

serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di

bagian atasnya berupa perselingan antara

batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi

Talang Akar berkisar antara 460-610 m di

dalam beberapa area cekungan. Variasi

lingkungan pengendapan formasi ini

merupakan fluvial-deltaic yang berupa

braidded stream dan point bar di sepanjang

paparan (shelf) berangsur berubah menjadi

lingkungan pengendapan delta front,

marginal marine, dan prodelta yang

mengindikasikan perubahan lingkungan

pengendapan ke arah cekungan

(basinward). Sumber sedimen batupasir

Talang Akar Bawah ini berasal dari dua

tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu di

sebelah timur (Wilayah Sunda) dan sebelah

barat (deretan Pegunungan Barisan dan

daerah tinggian dekat Bukit Barisan).

2.3.4. Formasi Baturaja

Formasi Baturaja diendapkan secara

selaras di atas formasi Talang Akar pada

kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas

terdiri dari karbonat platforms dengan

ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa

karbonat build-up dan reef dengan

ketebalan 60-120 m. Didalam batuan

karbonatnya terdapat shale dan calcareous

shale yang diendapkan pada laut dalam dan

berkembang di daerah platform dan

tinggian (Bishop, 2001).

2.4.5. Formasi Gumai

Formasi Gumai diendapkan secara

selaras di atas formasi Baturaja pada kala

oligosen sampai dengan tengah miosen.

Formasi ini tersusun oleh fosilliferous

marine shale dan lapisan batugamping yang

mengandung glauconitic (Bishop, 2001).

Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih

yang mengandung calcareous shale dengan

sisipan batugamping, napal dan batulanau.

Sedangkan di bagian atasnya berupa

perselingan antara batupasir dan shale.

Ketebalan formasi Gumai ini diperkirakan

2700 m di tengah-tengah cekungan.

Sedangkan pada batas cekungan dan pada

saat melewati tinggian ketebalannya

cenderung tipis.

2.3.6. Formasi Air Benakat

Formasi Air Benakat diendapkan

selama fase regresi dan akhir dari

pengendapan formasi Gumai pada kala

tengah miosen (Bishop, 2001).

Pengendapan pada fase regresi ini terjadi

pada lingkungan neritik hingga shallow

Page 5: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 5

marine, yang berubah menjadi lingkungan

delta plain dan coastal swamp pada akhir

dari siklus regresi pertama. Formasi ini

terdiri dari batulempung putih kelabu

dengan sisipan batupasir halus, batupasir

abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan

setempat mengandung lignit dan di bagian

atas mengandung tufaan sedangkan bagian

tengah kaya akan fosil foraminifera.

Ketebalan formasi ini diperkirakan antara

1000-1500 m.

2.3.7. Formasi Muara Enim

Formasi ini diendapkan pada kala akhir

miosen sampai pliosen dan merupakan

siklus regresi kedua sebagai pengendapan

laut dangkal sampai continental sands, delta

dan batu lempung. Siklus regresi kedua

dapat dibedakan dari pengendapan siklus

pertama (formasi Air Benakat) dengan

ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan

akumulasi lapisan batubara yang tebal.

Pengendapan awal terjadi di sepanjang

lingkungan rawa-rawa dataran pantai,

sebagian di bagian selatan cekungan

Sumatra Selatan, menghasilkan deposit

batubara yang luas. Pengendapan berlanjut

pada lingkungan delta plain dengan

perkembangan secara lokal sekuen serpih

dan batupasir yang tebal. Siklus regresi

kedua terjadi selama kala Miosen akhir dan

diakhiri dengan tanda-tanda awal tektonik

Plio-Pleistosen yang menghasilkan

penutupan cekungan dan onset

pengendapan lingkungan non marine

Batupasir pada formasi ini dapat

mengandung glaukonit dan debris volkanik.

Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa

konkresi-konkresi dan silisified wood.

Sedangkan batubara yang terdapat pada

formasi ini umumnya berupa lignit.

Ketebalan formasi ini tipis pada bagian

utara dan maksimum berada di sebelah

selatan dengan ketebalan 750 m (Bishop,

2001).

2.3.8. Formasi Kasai

Formasi ini diendapkan pada kala

pliosen sampai dengan pleistosen.

Pengendapannya merupakan hasil dari erosi

dari pengangkatan Bukit Barisan dan

pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya

pengangkatan pelipatan yang terjadi di

cekungan. Pengendapan dimulai setelah

tanda-tanda awal dari pengangkatan

terakhir Pegunungan Barisan yang dimulai

pada miosen akhir. Kontak formasi ini

dengan formasi Muara Enim ditandai

dengan kemunculan pertama dari batupasir

tufaan. Karakteristik utama dari endapan

siklus regresi ketiga ini adalah adanya

kenampakan produk volkanik. Formasi

Kasai tersusun oleh batupasir kontinental

dan lempung serta material piroklastik.

3. TEORI DASAR

3.1. Well Logging

Log adalah suatu grafik kedalaman

(bisa juga waktu), dari satu set data yang

menunjukkan parameter yang diukur secara

berkesinambungan di dalam sebuah sumur

(Harsono, 1997). Kegiatan untuk

mendapatkan data log disebut ‘logging’.

Logging memberikan data yang diperlukan

untuk mengevaluasi secara kuantitatif

banyaknya hidrokarbon di lapisan pada

situasi dan kondisi sesungguhnya. Kurva

log memberikan informasi yang dibutuhkan

untuk mengetahui sifat–sifat batuan dan

cairan.

Tujuan dari well logging adalah untuk

mendapatkan informasi litologi,

pengukuran porositas, pengukuran

resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon.

Sedangkan tujuan utama dari penggunaan

log ini adalah untuk menentukan zona, dan

memperkirakan kuantitas minyak dan gas

bumi dalam suatu reservoar (Harsono,

1997). Dari hasil kurva-kurva yang

menunjukkan parameter tersebut dapat

diinterpretasikan jenis-jenis dan urutan-

urutan litologi serta ada tidaknya komposisi

hidrokarbon pada suatu formasi di daerah

penelitian. Dengan kata lain metode well

logging merupakan suatu metode yang

dapat memberikan data yang diperlukan

untuk mengevaluasi secara kualitatif dan

kuantitatif adanya komposisi hidrokarbon.

Ellis & Singer (2008) membagi metode

Page 6: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 6

yang digunakan untuk memperoleh data log

menjadi dua macam, yaitu:

3.1.1. Wireline Logging

Wireline logging sendiri merupakan

perekaman dengan menggunakan kabel

setelah pengeboran dilaksanakan dan pipa

pengeboran telah di angkat. Pelaksanaan

wireline logging merupakan kegiatan yang

dilakukan dari memasukkan alat yang

disebut sonde ke dalam lubang pemboran

sampai ke dasar lubang. Pencacatan

dilakukan dengan menarik sonde tersebut

dari dasar lubang sampai ke kedalaman

yang diinginkan dengan kecepatan yang

tetap dan menerus. Kegiatan ini dilakukan

segera setelah pekerjaan pengeboran

selesai. Hasil pengukuran atau pencatatan

tersebut disajikan dalam kurva log vertikal

yang sebandingdengan kedalamannya

dengan menggunakan skala tertentu sesuai

keperluan pemakainya. Tampilan data hasil

metode tersebut adalah dalam bentuk log

yaitu grafik kedalaman dari satu set kurva

yang menunjukkan parameter yang diukur

secara berkesinambungan di dalam sebuah

sumur (Harsono,1997).

3.1.2. Logging While Drilling

Logging while drilling (LWD)

merupakan suatu metode pengambilan data

log dimana logging dilakukan bersamaan

dengan pemboran. Hal ini dikarenakan alat

logging tersebut ditempatkan di dalam drill

collar. Pada LWD, pengukuran dilakukan

secara real time oleh measurement while

drilling (Harsono, 1997).

Alat LWD terdiri dari tiga bagian, yaitu:

sensor logging bawah lubang bor, sebuah

sistem transmisi data, dan sebuah

penghubung permukaan. Sensor logging

ditempatkan di belakang drill bit, tepatnya

pada drill collars (lengan yang berfungsi

memperkuat drill string) dan aktif selama

pemboran dilakukan (Bateman, 1985).

3.2. Perangkat-Perangkat Well Logging

Masing-masing alat logging memiliki

karakteristik pengukuran sifat formasi yang

berbeda, ada yang mengukur sifat batuan

ada juga yang mengukur sifat fluida untuk

mendapatkan data yang siap

diinterpretasikan. Alat logging tertentu

sangat peka terhadap kehadiran gas,

sedangkan alat lainnya peka terhadap

kandungan fluida lubang bor. Namun dari

semua itu, yang perlu diperhatikan adalah

kenyataannya tidak satupun alat logging

yang mengukur porositas, saturasi,

permeabilitas, atau jenis fluida secara

langsung. Alat logging juga tidak dapat

mengidetifikasi warna batuan atau tekstur

batuan. Namun, memberikan data yang

dapat dikorelasikan dengan sifat-sifat diatas

(Hermansjah, 2008).

Log adalah suatu grafik kedalaman

(dalam waktu) dari satu set yang

menunjukkan parameter fisik, yang diukur

secara berkesinambungan dalam sebuah

sumur (Harsono, 1997). Ada 4 tipe atau

jenis log yang biasanya digunakan dalam

interpretasi, yaitu:

1. Log listrik, terdiri dari log SP

(Spontaneous Potensial) dan log

resistivitas.

2. Log radioaktif, terdiri dari log GR

(Gamma Ray), log porositas (log

densitas dan log neutron).

3. Log akustik berupa log Sonic.

4. Log Caliper.

3.2.1. Log Listrik

Log listrik merupakan suatu jenis log

yang digunakan untuk mengukur sifat

kelistrikan batuan, yaitu resistivitas atau

tahanan jenis batuan dan potensial diri dari

batuan.

3.2.1.1. Log Spontaneous Potential (SP)

Log SP adalah rekaman perbedaan

potensial listrik antara elektroda di

permukaan dengan elektroda yang terdapat

di lubang bor yang bergerak naik-turun.

Supaya SP dapat berfungsi maka lubang

harus diisi oleh lumpur konduktif.

3.2.1.2. Log Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis suatu

batuan adalah suatu kemampuan batuan

untuk menghambat jalannya arus listrik

Page 7: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 7

yang mengalir melalui batuan tersebut

(Thomer, 1984). Nilai resistivitas rendah

apabila batuan mudah untuk mengalirkan

arus listrik, sedangkan nilai resistivitas

tinggi apabila batuan sulit untuk

mengalirkan arus listrik.

Log Resistivity digunakan untuk

mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona

air, mengindikasikan zona permeabel

dengan mendeteminasi porositas

resistivitas, karena batuan dan matrik tidak

konduktif, maka kemampuan batuan untuk

menghantarkan arus listrik tergantung pada

fluida dan pori.

3.2.2. Log Radioaktif

Log radioaktif pada prinsipnya

menyelidiki intensitas radioaktif mineral

yang mengandung radioaktif dalam suatu

lapisan batuan dengan menggunakan suatu

radioaktif tertentu.

3.2.2.1. Log Gamma Ray

Log Gamma Ray adalah rekaman

radioaktivitas alamiah. Radioaktivitas

alamiah yang ada di formasi timbul dari

elemen-elemen berikut yang ada dalam

batuan (Harsono, 1997):

- Uranium (U)

- Thorium (Th)

- Potasium (K)

Ketiga elemen ini memancarkan

Gamma Rays secara terus menerus, yang

merupakan short bursts of high energy

radiation (ledakan-ledakan radiasi

berenergi tinggi). Elemen tersebut biasanya

banyak dijumpai pada shale/clay, maka log

GR sangat berguna berguna untuk

mengetahui besar kecilnya kandungan shale

dalam lapisan permeable. Dengan menarik

garis GR yang mempunyai harga

maksimum dan minimum pada suatu

penampang log maka kurva log GR yang

jatuh diantara kedua garis tersebut

merupakan indikasi adanya lapisan shaly.

3.2.3. Log Porositas

Log Porositas digunakan untuk

mengetahui karakteristik/ sifat dari litologi

yang memiliki pori, dengan memanfaatkan

sifat–sifat fisika batuan yang didapat dari

sejumlah interaksi fisika di dalam lubang

bor. Hasil interaksi dideteksi dan dikirim

ke permukaan barulah porositas

dideskripsikan.

Ada tiga jenis pengukuran porositas

yang umum digunakan di lapangan saat ini

yaitu: Sonik, Densitas, dan Neutron.

Nama-nama ini berhubungan dengan

besaran fisika yang dipakai dimana

pengukuran itu dibuat sehingga istilah-

istilah “Porositas Sonik”, “Porositas

Densitas”, dan “Porositas Neutron”.

Penting untuk diketahui bahwa porositas-

porositas ini biasanya tidak sama antara

satu dengan yang lain atau tidak bisa

mewakili porositas sebenarnya.

3.2.4. Log Caliper

Alat caliper berfungsi untuk

mengukur ukuran dan bentuk lubang bor.

Alat mekanik sederhana caliper mengukur

profil vertikal diameter lubang. Log kaliper

digunakan sebagai kontributor informasi

untuk keadaan litologi. Selain itu, log ini

juga digunakan sebagai indikator zona

yang memiliki permeabilitas dan porositas

yang bagus (batuan reservoar) dengan

terbentuknya kerak lumpur yang

berasosiasi dengan log gamma ray,

perhitungan tebal kerak lumpur,

pengukuran volume lubang bor dan

pengukuran volume semen yang

dibutuhkan.

4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelian

Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Teknik Geofisika Universitas

Lampung pada bulan November 2016-April

2017 dengan tema “Analisis Reservoar

Migas Berdasarkan Paramater Petrofisika

Dari 7 Sumur di Cekungan Sumatera

Selatan”.

4.2. Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakam dalam

penelitian ini antara lain

peta geologi regional dan Peta Statigrafi,

Page 8: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 8

Data analisis lab antara lain data a (faktor

turtoisitas, m (faktor sementasi) dan

n (saturasi eksponen), Data Log Sumur dan

software yang digunakan adalah Interactive

Petrophysic(IP).

4.3. Pengolahan Data

Pengolahan data tersebut meliputi

beberapa langkah:

1. Identifikasi Zona Permeabel

Data log yang digunakan untuk

mengidentifikasi zona permeable dan

impermeable adalah data log GR.

Respon GR yang rendah

mengindikasikan bahwa pada lapisan

tersebut merupakan lapisan yang

permeable, sedangkan respon GR yang

tinggi mengindikasikan bahwa pada

lapisan tersebut merupakan lapisan

yang impermeable.

2. Identifikasi Zona Hidrokarbon

Untuk lapisan yang terisi hidrokarbon,

log resistivitas menunjukkan respon

yang tinggi, dan ada separasi positif

antara log neutron dan densitas,

sedangkan untuk lapisan yang

mengandung air, log resistivitas

menunjukkan respon yang rendah serta

antara log densitas dan neutron

berhimpitan ataupun menunjukkan

separasi

negatif.

3. Menghitung Porositas

Data log yang digunakan untuk

menghitung porositas adalah

perpaduan antara data log densitas dan

neutron. Nilai porositas dari log

densitas ( d) ditentukan dengan

menggunakan Pers. 1, Sedangkan

untuk log neutron ( n) ditentukan

menggunakan Pers.2 dan dikoreksi

dengan Pers. 3 dan 4, berikut ini:

𝐷𝑠ℎ =𝜌𝑚𝑎−𝜌𝐷𝑠ℎ

𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓

(1)

𝑁 = 1,02( 𝑁𝑙𝑜𝑔) + 0,0425 (2)

𝐷𝑐 = 𝐷 − (𝑉𝑠ℎ × 𝐷𝑠ℎ) (3)

𝑁𝑐 = 𝑁 − (𝑉𝑠ℎ × 𝑁𝑠ℎ) (4)

Nilai dsh didapatkan dari nilai

porositas dari densitas ( d) pada

lapisan lempung. Nilai nsh

didapatkan dari log neutron pada

lapisan lempung, Volume shale (VSH)

dicari dengan menggunakan Pers. 5.

Nilai porositas efektif ( eff)

didapatkan dengan persamaan :

Vsh = 0.083 [2(3.7 x IGR

) – 1.0] (5)

eff = Dc+ Nc

2

(6)

4. Menghitung Resistivitas Air

Nilai Rw didapatkan dengan mencari

lapisan reservoar yang terisi penuh

dengan air (Sw = 1). Kemudian

digunakan metode Picket plot dalam

perhitungan atau dengan menggunakan

persamaan 7 :

Rw = Rt (7)

Lapisan yang terisi penuh dengan air

ditandai dengan rendahnya respon log

resistivitas.

5. Menghitung Saturasi Air

Nilai Rw dihitung dengan

menggunakan Pers. 7, dan porositas

efektif yang didapatkan dari Pers. 6,

dan dengan menggunakan data analisis

lab berupa nilai a =0.621, m = 2.15 dan

n = 2. Dilihat dari nilai volume

serpihnya maka metode yang

digunakan adalah metode Archie

dengan persamaan sebagai berikut:

𝑆𝑤𝑛 =𝑎.𝑅𝑤

𝑚

.𝑅𝑡 (8)

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Zonasi Reservoar dan Kandungan

Lempung

Pada Gambar 3 Zona potensial pada

sumur Ara-01 berada pada 2 zona yaitu

zona Ara-01-A pada kedalaman 1593.037-

1603.553 dan zona Ara-01-B pada

Page 9: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 9

kedalaman 1633.271-1650.492, dimana

masing-masing zona terdapat perselingan

lempung. Zona Ara-01-A berada pada

formasi Talang Akar yang memiliki besar

kandungan shale 4.7% dan zona Ara-01-B

berada pada formasi Talang Akar dengan

besar kandungan shale 8%.

Pada Gambar 4 Zona Potensial pada

sumur Ara-02 berada pada 2 zona yaitu

zona Ara-02-A pada kedalaman 1769.974-

1780.489 dan zona Ara-02-B pada

kedalaman 1804.204-1810.512, dimana

masing-masing zona terdapat perselingan

lempung. Zona Ara-02-A berada pada

formasi Talang Akar yang memiliki besar

kandungan shale 5% dan zona Ara-02-B

berada pada formasi Talang Akar dengan

besar kandungan shale 13.3%.

5.2. Porositas, Reasistivitas Air dan

Saturasi Air

Pada Gambar 5 dan Gambar 6

Perhitungan resistivitas air menggunakan

metode picket plot dan nilai tersebut tidak

berbeda jauh dari pehitungan menggunakan

metode Rwa, dimana pada Sumur Ara_01

nilai resistivitas air yang didapatkan adalah

0.052 ohmm, Sumur Ara_02 nilai

resistivitas air yang didapatkan adalah

0.047 ohmm.

Untuk menentukan nilai saturasi air

perlu dilakukan penelitian secara bertahap.

Dimulai dari penentuan jenis formasi,

apakah berupa shaly-sand formation atau

berupa clean sand formation. Jika yang

dijumpai berupa clean sand formation

dilihat dari jumlah voume shale-nya dimana

kurang dari 5% maka penentuan metode

saturasi air akan menjadi lebih mudah

karena pada formasi jenis ini dianggap tidak

terdapat kandungan shale yang dapat

menganggu nilai perhitungan. Hal ini

terjadi karena pasir yang berperan sebagai

penyusun utama clean sand zone tidak

menyebabkan perubahan baik porositas,

permeabilitas maupun resistivitas pada saat

dilakukan pengukuran dengan

menggunakan logging pada reservoar.

Dengan kata lain, pasir yang menjadi

penyusun utama clean sand zone akan

menunjukkan kondisi yang sebenarnya jika

dilakukan logging. Pada clean sand zone

digunakan metode Sw Archie, metode ini

memiliki kelebihan jika digunakan pada

clean sand zone karena dapat dengan baik

menghitung nilai saturasi air pada reservoar

yang tidak memiliki kandungan shale.

Pada Gambar 7 Sumur Ara_01

terdapat 2 zona potensial, zona potensial

yang pertama adalah Zona Ara_01-A

dengan nilai Vshale 1.1% maka yang

digunakan adalah Sw bersih (Sw Archie).

Nilai saturasi air yang didapat adalah

sebesar 32% dengan porositas efektif

sebesar 16.1% yang merupakan porositas

yang baik. Pada Zona Ara-01-B juga

menggunakan Sw Archie dikarenakan nilai

Vshalenya sebesar 2%. Nilai saturasi air

yang didapat adalah sebesar 29.9% dengan

porositas efektif sebesar 19.2% yang

merupakan porositas yang baik. Banyaknya

hidrokarbon yang terdesak oleh lumpur

disekitar daerah flushed zone sehingga

dapat dilihat besar hidrokarbon yang

moveable pada kurva porositas.

Pada Gambar 8 Sumur Ara_02

terdapat 2 zona potensial juga, dimana zona

potensial yang pertama adalah Zona

Ara_02-A dengan nilai Vshale 1.2%%

maka yang digunakan adalah Sw bersih (Sw

Archie). Nilai saturasi air yang didapat

adalah sebesar 6.3% dengan porositas

efektif sebesar 19.9%. pada Zona Ara-02-B

juga menggunakan Sw Archie dikarenakan

nilai Vshale-nya sebesar 3.6%. Nilai

saturasi air yang didapat adalah sebesar

14.9% dengan porositas efektif sebesar

19.3% yang merupakan porositas yang

baik.

5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari

penelitian ini antara lain:

1. Litologi daerah penelitian adalah batu

pasir.

2. Model porositas densitas-neutron

sangat efektif dalam menentukan nilai

Porositas, begitu juga dengan model

saturasi air Simandoux untuk

Page 10: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 10

menghitung saturasi air pada litologi

shaly sand dan model satuasi air Archie

untuk menghitung saturasi air pada

litologi clean sand.

3. Dari hasil perhitungan petrofisika, zona

potensial pada setiap sumur merupakan

reservoar yang baik dilihat dari nilai

porositas efektif sebesar 9%-21% dan

saturasi air 6%-42%. Nilai parameter

petrofisika tersebut dapat dilihat dalam

tabel hasil anlisis kuantitatif data log

sumur.

4. Dengan melihat distribusi parameter

petrofisika, akan memudahkan dalam

melakukan interpretasi hingga tahap

pemodelan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2007. Log Gamma Ray.

http://ensiklopediseismik.blogspot.co

m/2007/02/gamma-ray-log.html

(diakses tanggal 28 November 2016).

Asquith dan George, B. 1982. Basic Well

Log Analysis for Geologist. American

Association of Petroleum Geologist.

Tulsa. Oklahoma.

Bateman, R.M. 1985. Open-hole Log

Analysis & Formation Evaluation.

International Human Resources

Development Corporation. Boston.

Bishop dan Michele, G. 2001. South

Sumatera Basin Province, Indonesia.

USGS. Open-file report 99-50-S.

Darling, T. 2005. Well Logging and

Formation Evaluation. Gulf Freeway.

Texas.

Dewanto, O. 2016. Petrofisika Log.

Universitas Lampung. Lampung.

Dwiyono I.F dan Winardi, S. 2014.

Kompilasi Metode Water Saturatin

Dalam Evluasi Formasi. Yogyakarta.

Teknik Geologi, Universitas Gadjah

Mada.

Ellis, D. V dan Singer, J. M. 2008. Well

Logging for Earth Scientist 2nd

Edition. Springer. Netherlands.

Ginger, D dan Fielding, K. 2005, The

Petroleum and Future Potential of The

South Sumatra Basin. Indonesian

Petroleum Assocoation.

Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan

Aplikasi Log Edisi-8. Jakarta;

Schlumberger Oil Field Services.

Heidrick, T.L dan Aulia, K. 1993. A

structural and Tectonic Model of The

Coastal Plain Block, Central Sumatera

Basin, Indonesia. Indonesian

Petroleum Assosiation, Proceeding

22th Annual Convention. Jakarta. Vol.

1,p. 285-316.

Hermansjah. 2008. Analisis Log Sumur.

Jakarta: PT. PERTAMINA Tbk.

Hilchie, D.W. 1982. Advanced Well Log

Interpretation. Douglas W. Hilchie Inc.

Colorado.

Rider, M. 1996. The Geological

Interpretation of Well Logs 2nd

Edition. Interprint Ltd. Malta.

Schlumberger. 1989. Log Interpretation

Principles/Aplication. Schlumberger

Educational Services. Texas.

Sudarno, Y. 2002. Interpretasi Data Log,

Open Hole. PT. Elnusa Geosains.

Winardi, S. 2014. Quantitative Log

Analysis. Departmement Of

Geological Eng Gajah Mada

University.

Zain, R. P. 2012. Analisa Petrofisika dan

Multiatribut Seismik Untuk

Karakterisasi Reservoar Pada

Lapangan Spinel Cekungan Cooper-

Eromanga, Australia Selatan. Depok.

MIPA, Universitas Indonesia.

Page 11: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 11

LAMPIRAN

Gambar 1. Lokasi Cekungan Sumatera

Selatan (Heidrick, 1993).

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera

Selatan (Koesoemadinata, 1980).

Gambar 3. Zona Ara-01-A dan Ara-01-B

sebagai zona potensial sumr Ara-01.

Gambar 4. Zona Ara-02-A dan Ara-02-B

sebagai zona potensial sumr Ara-02.

Gambar 5. Nilai Resistivitas air pada

sumur Ara_01 menggunakan metode Picket

plot.

Gambar 6. Nilai Resistivitas air pada

sumur Ara_02 menggunakan metode Picket

plot.

Page 12: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 12

Gambar 7. Porositas dan Saturasi Air Pada Sumur Ara_01.

Gambar 8. Porositas dan Saturasi Air Pada Sumur Ara_02.

Page 13: ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER …repository.lppm.unila.ac.id/7917/1/Jurnal_fernando.pdf · cekungan ini diawali sejak Mesozoik (Pulunggono, 1992) dan merupakan cekungan

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 13