Top Banner
Analisa Resep LIMFADENOMA + ULKUS Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran Oleh : Haris Winanda I1A006077 Pembimbing Dra. Sulistianingtyas, Apt
29

Analisis Resep

Jan 21, 2016

Download

Documents

Haris Winanda
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Resep

Analisa Resep

LIMFADENOMA + ULKUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

Haris Winanda

I1A006077

Pembimbing

Dra. Sulistianingtyas, Apt

Laboratorium Farmasi

Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Banjarbaru

Juni, 2010

Page 2: Analisis Resep

BAB I

PENDAHULUAN

Prosedur penatalaksanaan seorang pasien dilakukan secara simultan

mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang bila

diperlukan. Setelah melalui prosedur tersebut, seorang dokter sebagai praktisi

medis akan menentukan diagnosis yang tepat berdasarkan keluhan utama dan

gejala penyerta lainnya. Selanjutnya akan dilakukan upaya penyembuhan terhadap

diagnosis yang telah ditegakkan dengan berbagai cara misalnya melalui upaya

pembedahan, fisioterapi, penyinaran, dengan obat dan lain-lain. Namun secara

umum, terapi awal dilakukan dengan menggunakan obat.1

Bertambahnya jenis obat tunggal dan kombinasi, membuat para dokter

kesulitan dalam memilih obat yang tepat untuk suatu keadaan penyakit tertentu.

Saat ini pabrik obat telah memasarkan obat-obat tunggal baru dengan khasiat yang

baru, dan juga obat-obat kombinasi yang jarang dibuktikan manfaatnya serta tidak

selalu mudah untuk menyesuaikan dosisnya untuk setiap pasien.2

Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan

menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu

penderita. Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter

harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu

tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan sifat-sifat fisika kimia obat yang

diberikan. Oleh karena itu dokter memainkan peranan penting dalam proses

pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui

Page 3: Analisis Resep

pemberian obat kepada pasien. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara

dokter, apoteker dan penderita.1,2,3

A. Definisi, Arti dan Fungsi Resep

Definisi

Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep

adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada

Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat

serta memberikan informasi mengenai obat yang akan diberikan kepada penderita

sesuai peraturan perundangan yang berlaku.4

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,

dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam

bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.2

Arti Resep

Sebuah resep mempunyai arti sebagai berikut:1

1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi

profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat

obat), dan penderita (yang menggunakan obat).

2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi

resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar

pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional .

Fungsi Resep

Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi 4 :

Page 4: Analisis Resep

1. Sebagai perwujudan cara terapi

Artinya terapi seorang dokter itu rasional atau tidak, dapat dilihat dari

resep yang dituliskan. Karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti

dia akan menuliskan sebuah resep, baik itu pasien rawat jalan ataupun rawat inap.

Dari obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terapi yang diberikan

oleh dokter tersebut.4

2. Merupakan dokumen legal

Sebuah resep merupakan dokumen yang diakui keabsahannya untuk

mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter. Baik obat bebas, obat bebas

terbatas, obat keras, narkotik maupun psikotropik. Jadi seorang pasien akan

dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan resep. Karena begitu

pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka diharapkan seorang dokter

tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan karena dikhawatirkan

dipergunakan oleh orang untuk mendapatkan obat yang seharusnya dia tidak

gunakan.4

3. Sebagai catatan terapi

Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua, dimana yang

pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang

kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi

dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut.4

4. Merupakan media komunikasi

Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker-

pasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa

Page 5: Analisis Resep

jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus

meminumkannya.4

B. Pedoman Penulisan Resep

Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar

10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada

penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon

hendaknya dihindarkan.3

Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman

untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak

bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat

bius.3

Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor

urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah

lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat

berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI

no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek.3

C. Kelengkapan Resep

Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk

dibuatkan obatnya di Apotek. Adapun resep yang lengkap terdiri atas:4

1. Superscriptio, yang terdiri :

a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula

dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.

Page 6: Analisis Resep

b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti “harap diambil”.

2. Inscriptio

Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya

a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :

Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat

pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari

beberapa bahan.

Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;

adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.

Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna

atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)

Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep

berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya

konstituens obat minum air.

b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk

bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan

(tetes, milimeter, liter).

Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang

dimaksud ialah “gram”

3. Subscriptio

a. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.

pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.

Page 7: Analisis Resep

4. Signatura

a. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan

bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya

disingkat S.

5. Identitas Pasien

- Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita,

dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan

penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

6. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang

menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat

suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh

dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan

paraf saja.

D. Resep yang Tepat dan Rasional

Penulisan resep adalah “tindakan terakhir” dari dokter untuk penderitanya,

yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang

akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep

yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu

banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat

dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara

individual.1

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis

secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini

Page 8: Analisis Resep

perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya

hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.3

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima

tepat, ialah sebagai berikut : 5

1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,

rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.

2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan

toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), factor

penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,

sensitivitas individu dan patofisiologi).

3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek

terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,

dan harga murah.

4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya

kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,

defekasi, dan lain-lain).

5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi,

anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.

Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan

hal-hal sebagai berikut : 3

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

Page 9: Analisis Resep

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat

dihindarkan.

Page 10: Analisis Resep

BAB II

ANALISA RESEP

2.1. Resep

Page 11: Analisis Resep

Kelengkapan resep

Klinik : Bedah Onkologi

Tanggal : 11 Januari 2012

Nama Pasien : Tn. Tovik Molnardi

Umur : 31 tahun

No. RMK : 0-81-19-31

Diagnosa : Limfadenoma + Ulkus

2.2. Analisa Resep

2.2.1. Penulisan Resep

Untuk penulisan resep yang perlu diperhatikan antara lain tulisan yang

mudah dibaca, sesuai dengan aturan baku penulisan resep. Untuk resep ini tulisan

cukup mudah dibaca, sehingga menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Penulisan resep sudah menggunakan sudah menggunakan bahasa latin,

namun untuk aturan pakai nya ditulis dengan bahasa Indonesia. Bahasa latin

sebagai bahasa baku agar tidak terjadi kesalahpahaman antar dokter dan apoteker.

Page 12: Analisis Resep

2.2.2. Kelengkapan resep

1. Nama dan Alamat Dokter

Pada bagian atas tidak tercantum alamat rumah sakit, nama dokter, nomor

telpon, nomor SIP. Instansi rumah sakit sudah tercantum. Namun nama dokter

dari stempel yang ada pada resep..

2. Nama kota serta tanggal dibuat dan tanda tangan resep

Tanda tangan, tempat pembuatan resep, dan tanggal pembuatan resep sudah

dicantumkan.

3. Tanda R/ (superscriptio).

Superscriptio berupa tanda R/ pada resep ini sudah dicantumkan. Penulisan

tanda R/ seharusnya dicantumkan pada tiap nama obat yang diresepkan.

4. Inscriptio

a. Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :

o Remedium cardinale atau obat pokok yang digunakan dalam resep ini

adalah Metronidazol tablet

o Tidak terdapat sediaan berupa Corrigens dan Constituens atau

vehikulum.

b. Pada resep ini disebutkan sediaan dan jumlah obat yang diberikan.

5. Subscriptio

Pada subscription sudah dicantumkan cara pembuatan obat “pro pulvis “.Disini

dokter ingin membuat metronidazol dibuat menjadi serbuk. Namun tidak

mengikuti kaidah penulisan resep magistralis.

6. Signatura

Page 13: Analisis Resep

a. Signatura tidak dicantumkan.

b. Waktu pemberian obat tidak dicantumkan.

c. Pada resep ini sudah dituliskan cara pemakaiannya namun tidak

menggunakan bahasa latin. Hanya tertulis tabur luka. Tidak dicantumkan

juga frekuensi pemakaian obatnya, dan seberapa banyak digunakan.

7. Nama pasien tercantum pada bagian atas resep sedangkan umur pasien, berat

badan dan alamat tidak dicantumkan. Berat badan seharusnya ditulis lengkap

terutama pada pasien anak-anak karena sangat penting untuk perancangan

dosis yang rasional. Alamat penderita juga harus ditulis lengkap sehingga

mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.

8. Keabsahan resep berupa paraf dokter yang menuliskan resep sudah dituliskan.

9. Tanda penutup resep ada, namun tidak ada garis penutup pada akhir resep.

2.2.3. Keabsahan resep

Resep ini adalah resep umum. Untuk sahnya suatu resep harus tercantum

hal-hal sebagai berikut :

Nama dan tanda tangan dokter penulis resep sudah tercantum, begitu juga

bagian/unit pelayanan Rumah Sakit tersebut.

Karena resep berasal dari Rumah Sakit, maka harus mencantumkan nama,

alamat, bagian/unit pelayanan Rumah sakit tersebut,namun pada resep ini

hanya mencantumkan nama Rumah Sakit tidak mencantumkan alamat Rumah

sakit dan Unit Pelayanan.

Dari penjelasan di atas maka resep ini bisa dikatakan sah.

Page 14: Analisis Resep

2.2.4.Dosis obat, Frekuensi dan Lama pemberian

Pada resep dicantumkan Metronidazol tablet sebanyak 30 tablet digerus

menjadi serbuk, dan digunakan untuk tabor luka. Namun tidak diberitahukan

seberapa banyak pemberian, frekuensi pemakaian, dan lama pemakaiannya.

Pemakaian Metronidazol topikal untuk menangani ulserasi pada tumor

dipercaya lebih efektif dibandingkan dengan secara sistemik. Namun formulasi

Metronidazol topikal yang tepat adalah gel.

Dari studi ditemukan bahwa pemakaian Metronidazole 0,75% gel selama

5-7 hari mengurangi bau tidak sedap sebesar 95%. Sedangkan untuk dosis dari

pemakaian Metronidazol sebagai bubuk tabor luka penulis tidak mendapatkan

sitasi.

2.2.5. Bentuk Sediaan Obat

Bentuk sedian obat yang diminta pada resep ini berupa serbuk ( pulvis )

yang dibuat dari sediaan tablet. Peruntukan serbuk disini yaitu untuk tabur luka

pada daerah yang terkena kanker. Pemberian sediaan ini kurang tepat karena pada

luka pasien dari rekam medis didapatkan adanya luka dengan pus. Diasumsikan

bahwa luka tersebut adalah luka basah. Pemberian serbuk untuk daerah yang

basah tidak efektif karena akan bercampur dengan cairan sehingga menggumpal,

dan dapat mengiritasi kulit.

Untuk Metronidazol di Indonesia sediaan yang ada adalah tablet, infus,

suppositoria, dan suspense, belum ada sediaan topikal. Mungkin inilah yang

Page 15: Analisis Resep

menyebabkan penggunaan alternatif Metronidazol yang digerus sebagai tabur luka

pada tumor dengan ulserasi.

2.2.6. Interaksi Obat

Pemakaian Phenobarbital diketahui meningkatkan metabolism dari

metronidazole dan dapat menyebabkan kegagalan terapi. Phenobarbital dikenal

sebagai inducer enzyme hati yang poten sehingga meningkatkan metabolism dan

clearance metronidazol dari tubuh.6

Pada pemakaian bersamaan dengan disulfiram, dapat menyebabkan

psikosis akut dan konfusi. Pemakaian bersamaan dengan alcohol dapat

menyebabkan reaksi seperti reaksi pada disulfiram.6

Sebuah case control study mengidentifikasi penggunaan metronidazole

dan mebendazole sebagai faktor resiko dari Steven Johnson Syndrome atau Toxic

Epidermal Necrolisis. Penggunaan metronidazole harus dihindari pada

kehamilan.6

2.2.7. Efek samping obat

Metronidazol mempunyai rasa seperti metal, pahit di mulut namun pada

dosis terapeutik jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang sering

dilaporkan yaitu gangguan pencernaan, gejala sistem saraf pusat ( pusing, sakit

kepala ).6

Page 16: Analisis Resep

2.2.8. Analisa Diagnosis

Pasien merupakan rujukan dari spesialis orthopedi dengan post amputasi

humeral kiri et causa ca epidermoid dengan benjolan di ketiak kiri sebesar 6 x 6 x

6 cm, konsistensi keras, dan mobil. Pasien didagnosis oleh dokter bedah onkologi

sebagai limfadenoma dan sudah direncanakan operasi. Pada benjolan pasien

ditemukan luka, dengan pus. Didiagnosis sebagai limfadenoma + ulkus.

Jaringan tumor yang nekrotik akibat aliran darah yang tidak adekuat

adalah media yang baik untuk bacteria anaerob untuk tumbuh. Lemak yang diurai

oleh bakteri aerob dan bakteri fakultatif adalah sumber energy untuk bakteri

anerob. Katabolisme dari lipid menghasilkan asetat, propionate, isobutirat, butirat,

isovalerat, dan asam valerat. Kromatografi gas menunjukkan bahwa asam lemak

yang menguap ini lah yang menghasilkan bau tidak sedap.

Tumor yang ulserasi, seperti juga ulkus dekubitus rentan terhadap infeksi

berbagai macam bakteri dan cenderung menimbulkan bau tidak sedap. Bakteri

anaerob dipercayai sebagai bakteri penyebab dari bau tidak sedap ini. Diantara

berbagai macam agen yang efektif untuk infeksi anaerob, metronidazole telah

digunakan secara luas untuk mengkontrol bau tidak sedap pada ulkus dekubitus,

kanker payudara, tumor kepala dan leher dan kanker lainnya.7

Diantara berbagai bakteri anaerob, Bacteroides sp. telah dideteksi sebagai

bakteri yang paling sering ditemukan pada tumor yang ulserasi dan berbau tidak

sedap. Penyebab lain antara lain Fusobacterium sp., Peptococcus sp. dan

Peptostreptococcus sp.7

Page 17: Analisis Resep

Bau yang tidak sedap yang muncul dari ulserasi tumor sebagai hasil dari

infeksi anaerob adalah masalah serius dalam managemen dari tumor stadium

lanjut dan rekuren. Metronidazole dapat mengontrol bau tidak sedap ini, namun

penggunaan oral dapat menyebabkan efek samping yang tidak diharapkan. 7

Sebelum pemberian metronidazol kompres, sebaiknya pus dan jaringan

mati yang ada dibersihkan terlebih dahulu bias menggunakan larutan NaCl 0,9 %

dengan harapan absorpsi dan kerja dari metronidazol akan lebih efektif.

Page 18: Analisis Resep

2.3. Usulan Resep Untuk Kasus Tersebut

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”BANJARMASIN

Jalan A. Yani Km 2

Nama Dokter : dr. Haris Winanda Tanda Tangan Dokter

NIP : 145 037 204

UPF/Bagian : Bedah

Kelas I/II/III/Utama

Banjarmasin, 11 Januari 2012

R/ Metronidazol infus lag No.I

S epithema

R/ NaCl 0,9% infus lag No.I

S uc

R/ Kassa Steril No.I

S uc

Pro : Tn. Tovik Molnardi

Umur : 31 tahun

Alamat : Kelayan A Gg. Papadaan Rt.4 Banjarmasin

Page 19: Analisis Resep

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa resep diatas dapat diambil kesimpulan bahwa resep

yang dibuat belum rasional, dan berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :

1. Tepat obat

Pemilihan obat dalam kasus ini sudah tepat karena untuk membunuh kuman

anaerob pada ulkus di benjolan pasien.

2. Tepat dosis

Pada resep ini dosis dan frekuensi pemberian obat yang diberikan masih

belum diketahui karena tidak diketahui banyaknya pemakaian dan lama

pemakaiannya.

3. Tepat bentuk sediaan

Bentuk sediaan yang diberikan kurang tepat tidak sesuai dengan keadaan

pasien.

4. Waktu penggunaan obat

Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya digunakan.

5. Tepat penderita

Penggunaan obat telah sesuai dengan keadaan penderita. Kelengkapan lain

yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur, berat badan dan

alamat.

Sehingga penulisan resep ini masih kurang sesuai dengan aturan penulisan

resep dan juga kurang memenuhi syarat untuk menjadi resep rasional.

Page 20: Analisis Resep

DAFTAR PUSTAKA

1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja, Jakarta. 2001

2. Joenoes, NZ. Ars Prescribendi-Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press, Surabaya. 1995

3. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta, 2002.

4. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.

5. Almatsier, M. IMMS edisi 97. Medimedia Indonesia, Jakarta. 2004

6. Mycek MJ. Lippincott’s illustrated review: pharmacology 2nd Edition. Lippincot-Raven.

7. Kuge S, Tokuda Y, Ohta M, et al. Use of metronidazole gel to control malodor in advanced and reccurent breast cancer. Jpn J Clin Oncol 26: 207-210,1996.