BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati, yang keterjadiannya disebabkan oleh proses-proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu mineral logam, mineral industri, serta batubara dan gambut. Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda, sehingga metode eksplorasi yang dilakukan juga berbeda. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam metode untuk mengetahui keterpadatan, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya (Rachimoellah, 2002). Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batu bara sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk ekspor. Sejalan dengan itu pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan
110
Embed
Analisis Proksimat Nilai Kalori, Kadar Sulfur Batubara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati,
yang keterjadiannya disebabkan oleh proses-proses geologi. Berdasarkan
keterjadian dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu mineral logam, mineral industri, serta batubara dan gambut.
Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda, sehingga metode
eksplorasi yang dilakukan juga berbeda. Oleh karena itu diperlukan berbagai
macam metode untuk mengetahui keterpadatan, sebaran, kuantitas, dan
kualitasnya (Rachimoellah, 2002).
Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batu bara
sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor
industri dan pembangkit tenaga listrik, maupun untuk ekspor. Sejalan
dengan itu pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan
pengembangan batu bara. Propinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi
yang besar dalam pengusahaan pertambangan bahan galian khususnya
batubara. Batubara merupakan salah satu komoditi yang diunggulkan
propinsi ini. Batubara juga merupakan produk pertambangan andalan yang
menarik bagi investor dan akan berkembang pada tahun-tahun mendatang
seiring dengan harga batubara yang bagus. Eksplorasi mineral bijih besi
telah dilakukan di Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru dan
Balangan dan akan mulai dieksploitasi saat kondisinya memungkinkan.
Masih banyak jenis mineral lainnya seperti intan, emas, marmer, lempung,
serpentinit yang terbuka bagi eksploitasi. Produk turunan dari mineral
tersebut akan memberikan nilai tambah ekonomi dibanding memasarkan
langsung mineral tersebut (Tim Kajian Batubara Nasional, 2006).
Analisis terhadap mutu dari bahan galian tentu manjadi pilihan
utama agar para pengusaha dapat memilah dapat dijadikan apa sekiranya
bahan galian tersebut sesuai dengan kualitas yang dimilki oleh bahan galian
tersebut. Oleh karena itu diperlukan analisis terlebih dahulu sebelum bahan
galian tersebut digunakan atau diproses. Sampai sekarang ini telah banyak
berdiri penyedia layanan untuk analisis bahan galian baik itu milik
pemerintah maupun swasta.
Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan adalah
salah satunya yang merupakan Instansi Pemerintah yang meneliti serta
memberikan informasi mengenai kualitas dan kuantitas hasil pertambangan
yang ada di Kalimantan Selatan, salah satunya adalah analisis kandungan
bahan galian, analisis kandungan air serta mekanika tanah.
Dengan mengikuti kegiatan magang di Dinas Pertambangan dan
Energi ini diharapkan dapat menjadi batu loncatan dan sebagai tolak ukur
bagi mahasiswa untuk menghadapi dunia kerja. Sehingga diharapkan
mahasiswa dapat lebih terampil dan profesional dalam menjalankan
pekerjaannya. Karena untuk menjadi tenaga kerja yang terampil dan
profesional tidak hanya menguasai teori belaka namun juga dapat
menerapkan ilmu tersebut secara efektif pada bidang pekerjaan yang
ditekuni. Sebagai mahasiswa yang mempelajari disiplin ilmu kimia,
tentunya dituntut untuk dapat mengaplikasikan keilmuannya ketika
memasuki dunia kerja.
1.2 Tujuan
Tujuan umum dilaksanakannya kerja praktik adalah untuk :
1. Membuka wawasan mahasiswa agar lebih mengenal dunia kerja.
2. Mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan teori-teori
yang diperoleh diperkuliahan.
3. Membina mahasiswa agar berhasil menjadi sarjana yang berkualitas, dan
4. Menyiapkan mahasiswa agar lebih familiar dengan lingkungan dunia
kerja.
Tujuan khusus dilaksanakannya kerja praktik adalah untuk:
1. Mempelajari metode-metode analisa seperti analisis kandungan kimia
pada air dan analisis bahan galian terutama batubara dan bijih besi.
2. Untuk memenuhi persyaratan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
1.3 Manfaat
Kegiatan ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :
1. Menunjang program link and match antara pihak perguruan tinggi dan
instansi.
2. Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
bagaimana cara menganalisis kandungan bahan galian khususnya yang
terdapat di Kalimantan Selatan.
BAB II
KEADAAN UMUM DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI
BANJARBARU
2.1 Sejarah dan Perkembangannya
Kantor Wilayah Departemen Pertambangan dan Energi Kalimantan
Selatan mula-mula dengan nama “Kantor Perwakilan Daerah Departemen
Pertambangan Banjarmasin” berdasarkan S.K. Menteri Pertambangan
No.280/Kpts/M/Pertamb/1971 Tanggal 7 Juni 1971 (Dinas Pertambangan
dan Energi, 2005).
Kedudukan kantor tersebut adalah di Banjarbaru lebih kurang 25 km
sebelah tenggara Kota Banjarmasin dan wilayah tugasnya adalah meliputi
Propinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur. Kantor Perwakilan Daerah Departemen Pertambangan
Banjarmasin mempunyai 4 (empat) buah seksi yaitu:
a. Seksi Penyusunan dan Data
b. Seksi Pengawasan
c. Seksi Bimbingan dan Pengembangan
d. Seksi Tata Usaha (Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Dengan surat keputusan memberi pertimbangan No.675/Kpts/
M/Pertamb/1973 tertanggal 7 Desember 1973 Kantor Perwakilan Daerah
Departemen Pertambangan Banjarmasin dirubah namanya menjadi Kantor
Daerah Departemen Pertambangan yang meliputi 2 seksi dan sebuah
sekretariat yaitu:
a. Seksi Pembinaan dan Pengembangan
b. Seksi Pengawasan dan Pertambangan
c. Sekretariat (Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Kemudian dengan S.K. Menteri Pertambangan No.204 tahun 1975
tertanggal 30 April 1975 dengan surat Sekretaris Jenderal Pertambangan
No.1426/S.JP/75 tanggal 8 Juli 1975 Kantor Daerah Pertambangan
Banjarmasin dirubah namanya menjadi Kantor Wilayah Departemen
Pertambangan Kalimantan yang mempunyai 4 (empat) buah seksi dan 1
(satu) sub bagian, yaitu :
a. Seksi Pengembangan Wilayah Pertambangan
b. Seksi Pengembangan Pertambangan
c. Seksi Pengawasan Pertambangan
d. Seksi Penyuluhan dan Dokumentasi
e. Sub Bagian Tata Usaha (Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan No.
149/Kpts/M/Pertamb/1982 Kantor Wilayah Departemen Pertambangan
Kalimantan. Disamping yang semula Kantor Wilayah Pertambangan
Kalimantan masih eselon III maka dengan terbitnya S.K. Menteri
Pertambangan dan Energi eselon II yang mempunyai 4 (empat) bidang,
yaitu:
a. Bidang Geologi
b. Bidang Pertambangan
c. Bidang Minyak dan Gas Bumi
d. Bidang Ketenagaan (Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Untuk memperlancar tugasnya, maka Kantor Wilayah Departemen
Pertambangan Kalimantan, telah menempatkan pejabat-pejabat sebagai
penghubung di tiap ibukota Propinsi yaitu:
1. Penghubung I di Samarinda, Kalimantan Timur dengan Surat Keputusan
Menteri Pertambangan No. 173/Kpts/M/Pertamb/1973 tanggal 23 April
1973.
2. Penghubung II di Palangkaraya, Kalimantan Tengah dengan Surat
Keputusan Menteri Pertambangan No. 172/Kpts/M/Pertamb/1973
tanggal 23 April 1973.
3. Penghubung III di Pontianak, Kalimantan Barat dengan Surat Keputusan
Menteri Pertambangan No. 09/Kpts/M/Pertamb/173 tanggal 23 April
1974 (Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Setelah adanya Surat Keputusan Gubernur Propinsi Kalimantan
Selatan No. 036 tahun 2001 bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi
Daerah No. 8 tahun 2000 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Propinsi Kalimantan Selatan, yang antara lain meliputi organisasi
sehingga sampai sekarang Kantor Wilayah Departemen Pertambangan
dirubah menjadi Dinas Pertambangan Energi Propinsi Kalimantan Selatan
(Dinas Pertambangan dan Energi, 2005).
Gambar 2.1 Kantor Dinas Pertambangan dan Energi
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi Propinsi
Kalimantan Selatan adalah unit kerja pelaksana teknis dinas yang
berkedudukan di bawah Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi
Kalimantan Selatan yang pembentukannya dimaksudkan untuk
mempermudah jangkauan pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten/Kota
khususnya pelayanan analisa laboratorium, penggunaan peralatan eksplorasi,
pengolahan data geologi dan pertambangan serta memberikan pelayanan
informasi wilayah usaha pertambangan dan percetakan peta yang diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Dearah
(PAD) (Dinas Pertambangan dan Energi, 2009).
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi tentunya
masih terdapat kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, meskipun demikian beberapa kegiatan sudah mampu
dilaksanakan oleh seksi dan sub bagian di lingkup unit ini. Dasar-dasar
Hukum :
a. Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi berdasarkan
“Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999” tentang Pemerintah Daerah.
Pembentukan Unit Pelayanan Jasa Sumber Mineral dan Energi
berdasarkan “Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan Nomor 12
Tahun 2002” tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Unit
Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi di lingkungan Dinas
Pertambangan Propinsi Kalimantan Selatan.
b. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya
Mineral dan Energi berdasarkan dan berpedoman pada “Keputusan
Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 0246 Tahun 2003, BAB III pasal 3
ayat (3) tantang tata hubungan kerja antara dinas-dinas daerah unit
pelaksana teknis dinas di lingkungan Pemerintah Kalimantan Selatan.
c. Undang-Undang yang dipergunakan oleh Unit Pelayanan Jasa Sumber
Daya Mineral dan Energi dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah berdasarkan “Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah memberikan
keleluasaan bagi daerah dalam meningkatakan pendapatannya sesuai
dengan potensi yang dimiliki serta PP No 25 Tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah pusat propinsi Kalimatan Selatan.
d. Sedangkan untuk landasan hukum yang dijadikan dasar dalam penentuan
Perda tarif “pelayanan jasa” pada Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya
sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2006 tentang retribusi
pelayanan laboratorium dan peralatan eksplorasi (Dinas Pertambangan
dan Energi, 2009).
2.2 Visi dan Misi
2.2.1 Tugas Pokok
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi
mempunyai tugas pokok yaitu memberikan pelayanan sumber daya
mineral dan energi
2.2.2 Fungsi
1. Pelaksanaan analisa laboratorium
2. Penggunaan peralatan dan pelayan eksplorasi
3. Pengolahan data geologi dan pertambangan serta pemberian
informasi pencadangan wilayah dan penyedia peta
4. Pelaksanaan urusan ketatausahaan
2.2.3 Visi
Terciptanya kualitas sistem pelayanan teknis pertambangan
kepada masyarakat secara komprehensif, profesional, efektif dan
efesien.
2.2.4 Misi
Menciptakan kualitas dan kuantitas pelayanan pertambangan
dan energi melalui peningkatan sarana, prasarana dan kualitas SDM.
2.2.5 Maksud dan Tujuan
1. Meningkatkan kegiatan pelayanan jasa laboratorium dan peralatan
eksplorasi dibidang pertambangan dan energi serta lingkungan
pertambangan
2. Meningkatkan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam upaya
pemanfaatan eksplorasi air tanah untuk mengatasi daerah sulit air
dan eksplorasi bahan galian untuk mengetahui potensi daerah.
3. Meningkatkan pemanfaatan jasa perpetaan dalam upaya
pengembangan wilayah dan eksplorasi serta eksploitasi bahan
galian
4. Meningkatkan pelayanan dibidang pertambangan dan energi
melalui pendaya gunaan fasilitas yang ada pada Unit Pelayanan Jasa
Sumber Daya Mineral dan Energi (Dinas Pertambangan dan Energi,
2009).
2.3 Kegiatan Unit Dinas Pertambangan dan Energi Banjarbaru
Pembentukan Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi
berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan No.12 Tahun
2002 tentang pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi di lingkungan Dinas
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan.
2.3.1 Susunan Organisasi
Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi dipimpin
oleh seorang kepala unit (Eselon III) yang berada dibawah kepala
Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan
Kepala Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi
membawahi 1 Kasubag dan 3 Kasi yang bereselon IV.a, yaitu:
a. Kepala Subag Tata Usaha
b. Kepala Seksi Laboratorium
c. Kepala Perpetaan
d. Kepala Pelayanan Eksplorasi (Dinas Pertambangan dan Energi,
2009).
2.3.2 Sub Bagian Tata Usaha
Uraian tugas Sub bagian Tata Usaha adalah menyiapkan
endapan berwarna putih sedikit kekuningan karena terdapatnya sedikit
Fe. Sulfur yang terkandung dalam batubara yang kami analisis dalam
laboratorium dinas pertambangan dan energi umumnya mengandung
sulfur pirit (FeS2), pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur
primer oleh organisme dan air tanah yang mengandung ion besi.
Endapan yang dihasilkan disaring dengan kertas whatman bebas abu
dan dimasukkan ke dalam cawan porselen untuk dibakar pada furnace
700-800oC selama satu jam. Sampel diangkat dan dibiarkan dingin,
kemudian ditimbang.
Tabel 5.1 Data hasil pengamatan kadar sulfur batubara
Sampel
Batubaram sampel (g)
m cawan
(g)
m hasil pembakaran
BaSO4 (g)
Sampel A 1,0172 g 18,5379 g 18,5691 g
Sampel B 1,0389 g 19,0507 g 19,0707 g
Sampel batubara yang digunakan adalah sampel yang berasal dari
klien. Analisis ini menggunakan dua jenis sampel yang berbeda lokasi
asalnya sehingga kemungkinan kandungan sulfurnyapun akan
berbeda. Sesudah dipreparasi masing-masing sampel diambil 1 gram
untuk kemudian dianalisis.
Perhitungan:
Sampel A
Diketahui : BM S = 32 gram/mol
BM BaSO4 = 233 gram/mol
m BaSO4 = 18,5691 - 18,5379 = 0,0312 gram
m sampel = 1,0172 gram
S=W BaSO4
W sampelx
BM SBM BaSO4
x 100 %
Kadar Sulfur=0,03121,0172
x32
233x100 %
= 0,42 %
Sampel B
Diketahui : BM S = 32 gram/mol
BM BaSO4 = 233 gram/mol
m BaSO4 = 19,0707 – 19,0507 = 0,0200 gram
m sampel = 1,0389 gram
S=W BaSO4
W sampelx
BM SBM BaSO4
x 100 %
Kadar Sulfur=0,02001,0389
x32
233x100 %
= 0,26 %
W BaSO4 diatas menunjukkan massa hasil pembakaran dikurang
massa cawan yang digunakan. W sampel adalah massa sampel yang
digunakan, biasanya satu gram koma sekian. BM S dan BM BaSO4
menunjukkan berat molekulnya.
Tabel 5.2 Data hasil perhitungan kadar sulfur batubara
Sampel (batubara) Sulfur yang terkandung / g
Sampel A 0,42 %
Sampel B 0,26 %
Rata-rata 0,37 %
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat dikatakan bahwa kedua
jenis sampel termasuk dalam kategori sulfur yang rendah karena
masih berada dalam kisaran kadar sulfur dibawah 1%. Hubungan
antara kadar sulfur dan nilai kalori biasanya semakin tinggi kadar
sulfur semakin tinggi pula kalorinya namun ketika dalam hal ini
didapatkan kadar sulfur yang kecil sehingga bisa diprediksikan bahwa
nilai kalorinyapun kecil.
5.2.3 Analisa Kadar Abu Contoh Batubara
Prinsip analisa kadar abu batubara ini adalah berdasarkan sisa
dari hasil pembakaran sampel batubara secara sempurna pada kondisi
standar yaitu kondisi yang dianjurkan dan tertera pada aturan SNI 13-
3478-1994. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi pada waktu
pemanasan dalam furnace dimana ada beberapa rentan waktu pada
setiap pemanasan. Pada saat pemanasan awal suhu yang diperlukan
hanya 2500C dan pemanasan ini dilakukan selama ± 30 menit. Tahap
selanjutnya suhu furnace terus ditingkatkan hingga mencapai 5000C.
Pemanasan pada suhu ini juga menggunakan waktu ± 30 menit.
Terakhir adalah menaikkan suhu hingga 8150C. Pemanasan tidak
dilakukan sekaligus pada suhu 8150C untuk menjaga agar hasil
pembakaran benar-benar sempurna. Karena apabila langsung
dipanaskan pada suhu tinggi maka dikhawatirkan tidak seluruh sampel
dapat terbakar. Dan proses pembakarannya tidak merata.
Kemungkinan dibagian luar sudah terbakar semua tetapi pada bagian
dalamnya masih ada yang tidak terbakar. Setelah dikeluarkan dari
furnace dan kemudian ditimbang, maka itulah hasil dari sisa
pembakaran abu. Dihitung dengan menggunakan persamaan sehingga
dapat diketahui kadar abu pada sampel batubara tersebut.
Pengukuran terhadap kualitas batubara juga sangat menentukan
terhadap kualitas batubara. Kandungan abu akan terbawa bersama gas
pembakaran melalui ruang bakar dan daerah konveksi dalam bentuk
abu terbang atau abu dasar. Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan
80% dalam bentuk abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu dan
tergantung komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling),
keausan dan korosi peralatan yang dilalui.
Selain kualitas yang akan mempengaruhi penanganannya, baik
sebagai fly ash maupun bottom ash tetapi juga komposisinya yang
akan mempengaruhi pemanfaatannya dan juga terhadap titik leleh yang
dapat menimbulkan fouling pada pipa-pipa. Dalam hal ini kandungan
Na2O dalam abu akan sangat mempengaruhi titik leleh abu. Abu ini
akan dihasilkan dari pengotor bawaan (inherent impurities) maupun
pengotor sebagai hasil penambangan. Komposisi abu seyogyanya
diketahui dengan baik untuk kemungkinan pemanfaatannya sebagai
bahan bangunan atau keramik dan penanggulangannya terhadap
masalah lingkungan yang dapat ditimbulkannya.
Data yang didapatkan dari hasil uji ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3 Data hasil pengamatan kadar abu batubara
No.
Sampelm cawan (g)
m wadah +
sampel (g)
m sampel
(g)
m sesudah
pembakaran (g)
1 16,6194 17,6488 1,0294 16,6610
2 16,7992 17,8365 1,0373 16,8403
Analisis kadar abu ini menggunakan satu jenis sampel saja yaitu
sampel in home Januari 2010. Pecobaan dilakukan secara duplo dan
dicoba apakah hasilnya akan memenuhi nilai repeatibility yang
diizinkan.
Perhitungan:
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 16,6194 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 17,6488 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0294 gram
m3 = berat cawan + tutup + abu = 16,6610 gram
Kadar abu (%) =
m3 − m 1m2 − m 1
x 100%
=
16,6610 − 16 , 619417 ,6488−16 ,6194
x 100 %
= 4,04 %
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 16,7992 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 17,8365 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0373 gram
m3 = berat cawan + tutup + abu = 16,8403 gram
Kadar abu (%) =
m3 − m 1m2 − m 1
x 100 %
=
16,8403 − 16 ,799217 , 8365−16 ,7992
x 100 %
= 3,96 %
Tabel 5.4 Data hasil perhitungan kadar abu batubara
Sampel Batubara Kadar Abu
Sampel 1 4,04 %
Sampel 2 3,96 %
Rata-rata 4,00 %
Berdasarkan hasil yang didapat ternyata sampel ini memiliki
kadar abu rata-rata sebesar 4 %, yaitu 0,04 gram dalam setiap
gramnya. Kadar abu ini tergolong rendah. Selisih data yang dihasilkan
sebesar 0,08 %, nilai ini memenuhi rentang repeatibility yang
ditentukan. Batas maksimal repeatibility yang diizinkan sesuai SNI
yaitu 0,2 % untuk batubara yang mengandung abu < 10 % dan 2,0 %
untuk batubara yang mengandung kadar abu ≥ 10 %.
5.2.4 Analisa Kadar Air Lembab Contoh Batubara Kering Udara
Air lembab merupakan air yang terkandung dalam contoh
batubara yang telah dikeringkan pada suhu tertentu. Kondisi ini adalah
kondisi suhu dan waktu yang sesuai dengan ketentuan SNI 13-3477-
1994. Pada prinsipnya pengukuran kadar air lembab ini adalah dengan
cara menghitung kehilangan berat contoh batubara apabila dipanaskan
pada suhu dan kondisi standar dalam oven.
Proses pemanasan dilakukan dalam oven selama 1 jam pada
suhu 105 – 1100C. Penyusutan volume contoh batubara ditimbang
kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan diatas sehingga
dapat diketahui. Pada saat pemanasan sangat dihindari kontak dengan
udara luar. Sehingga pada saat pemanasan tutup cawan pun juga ikut
disertakan. Pada saat pemanasan cawan tidak ditutup melainkan
dibiarkan terbuka. Sebelum dikeluarkan dari oven cawan ditutup
kemudian baru dikeluarkan. Pendinginan dilakukan dalam desikator.
Setelah dingin maka cawan ditimbang sehingga dapat diketahui
kandungan air pada batubara tersebut. Dari perhitungan diperoleh
kadar air lembab rata-rata yang terdapat pada sampel batubara tersebut
sebesar 12,95 %.
Kandungan air lembab ini juga merupakan salah satu faktor
yang menentukan kualitas suatu batubara. Kualitas disini maksudnya
adalah beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan
bagaimana batubara tersebut, apakah masuk dalam batas standar atau
tidak yang nantinya kan disesuaikan dengan penggunaannya atau tidak
diizinkan penggunaanya karena tidak memenuhi standar. Kandungan
air lembab ini mempengaruhi terhadap jumlah pemakaian udara
primernya, pada batubara dengan kandungan air lembab tinggi akan
membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan batubara
tersebut. Selain itu juga kandungan air ini banyak pengaruhnya pada
pengangkutan, penanganan, penggerusan maupun pada
pembakarannya. Pada proses pembakaran akan sangat merugikan
apabila kandungan air lembabnya tinggi, karena akan mengurangi
panas yang dihasilkan oleh batubara tersebut.
Data yang didapatkan dari hasil uji ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.5 Data hasil pengamatan kadar air lembab batubara
No. Sampelm wadah +
tutup (g)
m wadah +
sampel (g)
m sampel
(g)
m sesudah
pemanasan (g)
1 51,3388 52,4004 1,0616 52,2617
2 51,0719 52,0739 1,0020 51,9451
Analisis kadar air lembab ini menggunakan jenis sampel yang
sama yaitu sampel in home Januari 2010. Wadah sampel yang
digunakan untuk analisis ini adalah botol timbang beserta tutup.
Masing-masing botol timbang ditimbang terlebih dahulu karena
massanya yang berbeda-beda tergantung jenis botol timbang yang
digunakan.
Perhitungan :
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 51,3388 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 52,4004 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0616 gram
m3 = berat cawan + tutp + sampel setelah pemanasan =
52,2617 gram
Mad =
m 2 − m3m2 − m1
x 100%
=
52 ,4004 − 52 ,261752 ,4004 − 51 ,3388
x 100 %
= 13,06 %
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 51,0719 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 52,0739 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0794 gram
m3 = berat cawan + tutup + sampel setelah pemanasan =
51,9451 gram
Mad =
m 2 − m3m2 − m1
x 100 %
=
52 ,0739 − 51 ,945152 ,0739 − 51 ,0719
x 100 %
= 12,85 %
Tabel 5.6 Data hasil perhitungan kadar air lembab batubara
Sampel Batubara Kadar Air Lembab
Sampel 1 13,06 %
Sampel 2 12,85 %
Rata-rata 12.96 %
Berdasarkan data hasil analisis didapatkan kandungan air lembab
rata-rata yakni 12,96%. Kadar air lembab ini juga disebut sebagai
inherent moisture yaitu kadar air yang terkandung atau terikat dalam
batubara. Data tersebut di atas bisa dikatakan memenuhi rentang
repeatibility sesuai acuan standar yang digunakan yaitu SNI.
Referensi menyebutkan bahwa repeatibility maksimal untuk batubara
dengan kadar air lembab <5% adalah 0,2 sedangkan untuk jenis
batubara yang memiliki kadar air lembab ≥5% adalah 0,3. Artinya
hasil analisis diatas masih memenuhi standar karena selisih yang
dihasilkan hanya 0,21 untuk batubara yang memiliki kadar air ≥ 5%.
Kadar air yang terkandung dalam batubara ini disimpulkan cukup
besar.
5.2.5 Analisa Kadar Zat Terbang (Volatile Matter) Contoh Batubara
Kadar zat terbang (volatile matter) merupakan jumlah (%)
kehilangan berat apabila batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada
kondisi standar setelah dikoreksi terhadap kadar air lembab. Pada
prinsipnya penentuan terhadap volatile matter ini adalah dengan cara
menghitung kehilangan berat dari contoh yang dipanaskan tanpa
oksidasi pada kondisi standar, kemudian dikoreksi terhadap kadar air
lembab. Kondisi standar ini adalah kondisi yang sesuai dengan
ketentuan SNI 13-3999-1995, yaitu dipanaskan dalam furnace pada
suhu 9000C selama 7 menit.
Cawan yang digunakan pada proses pengukuran volatile matter
ini sangat kecil sehingga untuk mempermudah pada proses peletakan
dan pengangkatannya pada furnace, cawan ditempatkan pada dudukan
logam. Setelah dipanaskan dalam furnace, sampel didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Penyusutan volum yang terjadi dihitung
dengan menggunakan persamaan.
Jumlah volatile matter juga turut mempengaruhi terhadap
kualitas batubara. Karena kandungan volatile matter ini akan
mempengaruhi terhadap kesempurnaan pembakaran dan intensitas api.
Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh:
Fuel ratio =
fixed carbonvolatile matter
Semakin tinggi fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar
semakin banyak. Oleh karena itu, volatile matter sangat erat kaitannya
dengan kelas batubara tersebut. Makin tinggi volatile matter maka
makin rendah kelasnya. Pada pembakaran batubara, maka volatile
matter yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran karbon
padatnya dan sebaliknya volatile matter yang rendah lebih
mempersulit proses pembakaran. Sebaliknya untuk karbon, apabila
kandungannya lebih banyak pada batubara maka akan semakin baik
kualitas batubara tersebut. Jumlah kandungan karbon yang tertambat
terhadap volatile matter disebut fuel ratio.
Data yang didapatkan dari hasil uji ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5.7 Data hasil pengamatan kadar zat terbang batubara
No.
Sampel
m cawan logam
+ tutup (g)
m wadah +
sampel (g)
m sampel
(g)
m sesudah
pemanasan (g)
1 20,2830 21,3311 1,0481 20,7780
2 20,3169 21,3401 1,0232 20,8024
Analisis kadar zat terbang (volatile matter) ini menggunakan jenis
sampel yang sama yaitu sampel in home Januari 2010. Uji ini yaitu
untuk mengetahui jumlah zat terbang yang terkandung dalam
batubara. Untuk analisis digunakan massa sampel sebanyak 1 gram.
Perhitungan :
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 20,2830 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 21,3311 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0481 gram
m3 = cawan + tutup + sampel setelah pemanasan = 20,7780 gram
Mad = kadar air lembab = 12,96 %
Volatile matter =
m2 − m3m2 − m 1
x 100 % − M ad
=
21 , 3311− 20 ,778021 , 3311− 20 ,2830
x 100 % − 12, 96 %
= 45,93%
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = berat cawan kosong + tutup = 20,3169 gram
m2 = berat cawan + tutup + sampel = 21,3401 gram
m2 – m1 = berat sampel = 1,0232 gram
m3 = cawan + tutup + sampel setelah pemanasan = 20,8024 gram
Mad = kadar air lembab = 12,96 %
Volatile matter =
m2 − m3m2 − m 1
x 100 % − M ad
=
21 , 3401 − 20 ,802421 , 3401 − 20 ,3169
x 100 % − 12, 96 %
= 45,75%
Tabel 5.8 Data hasil perhitungan kadar zat terbang batubara
Sampel Batubara Kadar Zat Terbang
Sampel 1 45,93 %
Sampel 2 45,75 %
Rata-rata 45,84 %
Berdasarkan data hasil analisis didapatkan kandungan zat terbang untuk
uji pertama adalah 45,93% dan yang kedua adalah 45,75%. Kandungan rata-
ratanya adalah sebesar 45,84%. Analisis yang dilakukan secara duplo ini
memiliki selisih nilai yang kecil yaitu 0,18. Sesuai dengan acuan standar
yang digunakan yaitu SNI artinya data ini presisi atau memenuhi. SNI
menyatakan bahwa repeatability batubara dengan kadar VM <10% sebesar
0,3% absolute sedangkan untuk batubara dengan kadar VM ≥10% sebesar
3% dari hasil nilai rata-rata.
Hasil yang didapat menunjukkan nili rata-rata yang relative besar yaitu
45,84%, hal ini kemungkinan dikarenakan banyaknya kandungan lain selain
karbon seperti SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O,
dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil.
5.2.6 Analisis Kadar Karbon Tertambat (Fixed Carbon) Contoh Batubara
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan
jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini
semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon
dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai
kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio.
Data yang didapatkan dari hasil uji ini adalah sebagai berikut :
Tabel 5. 9 Data hasil pengamatan kadar karbon tertambat batubara
No.
Sampel
Air lembab
(%)
Abu
(%)
Zat terbang
(%)
1 13,06 4,04 45,93
2 12,85 3,96 45,75
Analisa kadar karbon tertambat (fixed carbon) ini menggunakan jenis
sampel yang sama yaitu sampel in home januari 2010. Metode ini juga
berdasarkan SNI. Untuk menentukan kadar karbon tertambat dalm sampel
batubara tidak perlu percobaan lagi, hanya dihitung dengan sutu rumus
namun memerlukan data analisi sebelumnya yaitu kadar kelembaban, kadar
zat terbang dan kadar abu.
Perhitungan :
Sampel nomor 1
Diketahui : m1 = Kadar air lembab = 13,06 %
m2 = Kadar abu = 4,04 %
m3 = Kadar zat terbang = 45,93 %
Kadar karbon tertambat = 100 (m1 + m2 + m3)
= 100 (13,06 + 4,04 + 45,93)
= 100 – 63,03
= 36,97 %
Sampel nomor 2
Diketahui : m1 = Kadar air lembab = 12,85 %
m2 = Kadar abu = 3,96 %
m3 = Kadar zat terbang = 45,75 %
Kadar karbon tertambat = 100 (m1 + m2 + m3)
= 100 (12,85 + 3,96 + 45,75)
= 100 – 62,56
= 37,44 %
Tabel 5.10 Data hasil perhitungan kadar karbon tertambat batubara
Sampel Batubara Kadar Karbon Tertambat
Sampel 1 36,97 %
Sampel 2 37,44 %
Rata-rata 37,21 %
Berdasarkan data hasil perhitungan dapat kita tentukan kadar karbon
tertambat dalam batubara yaitu sisa padatan yang dapat terbakar setelah
batubara dihilangkan zat terbangnya. Nilai rata-rata karbon tertambat yang
didapatkan sebesar 37,21%. Kadar ini relatif tergolong kecil, faktor
penyebabnya adalah kandungan zat terbang (volatile matter) yang terlalu
besar. Hubungannya dengan kalori, diprediksikan batubara jenis ini
memiliki nilai kalori yang rendah karena jumlah karbon yang terbakar juga
sedikit.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan praktek kerja lapangan ini
adalah:
1. Batubara in home memiliki kadar abu rata-rata sebesar 4,00 % per
gram. Besarnya persen abu dapat mengakibatkan pengotoran pada
mesin yang digunakan.
2. Batubara in home memiliki kadar air lembab batubara adalah sebesar
12.96 % per gram. Kadar air ini mempengaruhi pembakaran dan dapat
menurunkan nilai kalorinya.
3. Batubara in home memiliki kadar zat terbang batubara adalah sebesar
45,84 % per gram. Angka ini menunjukkan nilai yang besar. Hal ini
dipengaruhi oleh kandungan senyawa lain yang cukup banyak dan
pengaruhnya terhadap kalori adalah berbanding terbalik.
4. Batubara in home memiliki kadar kadar karbon tertambat batubara
adalah sebesar 37,21 % per gram. Hubungannya dengan nilai kalori
adalah berbanding lurus. Semakin tinggi kadar fixed carbon semakin
tinggi pula nilai kalorinya.
5. Analisis sampel batubara dari klien yang telah dilakukan didapatkan
nilai kalori sebesar 4962,74 kal/g yang artinya jenis ini termasuk
batubara sub-bituminous atau bitumen menengah.
6. Analisis sampel batubara dari klien yang telah dilakukan didapatkan
kadar total sulfur rata-ratanya sebesar 4,00 % per gram. Angka ini
cukup besar karena batas maksimal batubara yang dapat digunakan
yaitu dengan kadar sulfur maksimal 1%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan kita dapat melihat variasi data
yang dihasilkan. Sangat disayangkan jika kualitas batubara yang didapatkan
kurang bagus, untuk itu semestinya ada cara atau metode bagaimana
meningkatkan kualitas batubara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2010. Batubara.http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_baraDiakses pada tanggal 18 Maret 2010.
Anonim 2. 2009. Proses Pembentukan Batubara.http://www.geofacts.co.cc/2009/04/Diakses pada tanggal 18 Maret 2010.
Anonim 3. 2010. Batubara Sebagai Sedimen Organik.http://ilmubatubara.wordpress.com/Diakses pada tanggal 18 Maret 2010.
Anonim 4. 2009. Industri Batubara. http://sheiladefirays.blogspot.com/2009/12/ Diakses pada tanggal 17 April 2010.
Anonim 5. 2008. Analisis Batubara.http://idhamds.wordpress.com/2008/09/15/ Diakses pada tanggal 17 April 2010.
Bayuseno , A.P. 2009. Pengaruh Sifat Fisik dan Struktur Mineral Batu Bara Lokal terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Dinas Pertambangan dan Energi. 2005. Sejarah dan Perkembangan Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
____. 2009. Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi. Banjarbaru.
Mirmanto. 2007. Nilai Kalor Sampah Hasil Produksi Masyarakat Kota Mataram. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Mataram.
Putrago. 2009. Pengertian Sumber Daya dan Cadangan Batubara.http://putrago.blog.akprind.ac.id/content/ Diakses pada tanggal 18 Maret 2010.
Rachimoellah. 2002. Prospek Pemanfaatan Batubara Dan Gambut Sebagai Bahan Baku Industri Kimia dalam Makalah Simposium Nasional Kimia. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Ratna. 2009. Entalpi dan Perubahan Entalpihttp://id.wikipedia.org/wiki/Entalpi_dan_Perubahan_EntalpiDiakses pada tanggal 29 Maret 2010.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Abu Contoh Batubara. SNI 13-3478-1994.