Page 1
ANALISIS PENGARUH INFLASI, KURS, DAN TINGKAT
SUKU BUNGA SBI TERHADAP JUMLAH DANA PIHAK
KETIGA BANK SYARIAH BUKOPIN PERIODE 2016-2019
SKRIPSI
Oleh:
ALIMATUR ROOSYIDAH
NIM: 210816139
Pembimbing:
MAULIDA NURHIDAYATI, M.Si.
NIP.198910222018012001
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2020
Page 2
vi
ABSTRAK
Roosyidah, Alimatur. 2020. “Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku
Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah Bukopin
Periode 2016-2019”. Skripsi. Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Pembimbing Maulida Nurhidayati, M.Si.
Kata Kunci: DPK, Faktor Makroekonomi, ECM.
Keberhasilan suatu bank dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat
dilihat dari seberapa besar DPK yang berhasil dihimpun oleh bank tersebut.
Pengalokasian DPK mempunyai tujuan diantaranya mendapat profitabilitas yang
diharapkan serta menjaga kepercayaan masyarakat dengan menjaga resiko
likuiditas bank tetap aman. Penurunan DPK sangat mempengaruhi kinerja bank
dalam hal pemberian pembiayaan. Berdasarkan data yang dikumpulkan Bank
Syariah Bukopin memiliki rata-rata penghimpunan DPK yang rendah. Karena
pentingnya DPK bagi kinerja suatu bank, maka Bank Syariah Bukopin perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan DPK pada bank
tersebut. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
makroekonomi inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah dana
pihak ketiga pada Bank Syariah Bukopin.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data
sekunder yakni data bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Syariah Bukopin dan
BI. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi, kurs,
dan tingkat suku bunga SBI. Sedangkan variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah DPK. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Error Correction Model (ECM) dengan tingkat signifikansi 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi dalam jangka pendek
maupun jangka panjang tidak berpengaruh signifikan terhadap DPK. Kurs dalam
jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap DPK, namun dalam jangka
panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPK. Artinya ketika kurs
mengalami kenaikan 1 rupiah (melemah 1 rupiah) maka DPK akan mengalami
penurunan sebesar 431,4712 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
Tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek maupun jangka panjang
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPK. Artinya dalam jangka pendek
ketika tingkat suku bunga SBI ditingkatkan sebesar 1% maka DPK akan
mengalami penurunan sebesar 223.642,4 juta rupiah, sedangkan dalam jangka
panjang sebesar 190.732,8 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
Secara simultan dalam jangka pendek inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga sebesar 35,6336%.
Sedangkan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan sebesar 72,1033%.
Berdasarkan hasil penelitian, kurs dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh
terhadap DPK. Oleh karena itu Bank Syariah Bukopin harus terus memperhatikan
perubahan kurs dan tingkat suku bunga SBI. Dengan begitu diharapkan bank
dapat menjaga kestabilan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun.
Page 5
SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Alimatur Roosyidah
NIM : 210816139
Jurusan : Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga SBI
Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah Bukopin
Periode 2016-2019.
Menyatakan bahwa naskah skripsi telah diperiksa dan disahkan oleh dosen
pembimbing. Selanjutnya saya bersedia naskah skripsi tersebut dipublikasikan
oleh perpustakaan IAIN Ponorogo yang dapat diakses di
etheses.iainponorogo.ac.id. Adapun isi dari keseluruhan tulisan tersebut,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari penulis.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan semestinya.
Ponorogo, 17 Juni 2020
Page 7
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam pada saat ini mengalami perkembangan yang
sangat signifikan, yang ditandai dengan berkembangnya lembaga
keuangan bank dan non-bank yang berprinsip syariah Islam. Ekonomi
Islam berorientasi pada tujuan (goal oriented) prinsip-prinsip yang
mengarahkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan ekonomi pada tingkat
individu dan kolektif bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan menyeluruh
dalam tata sosial Islam.1 Ekonomi Islam lebih mengutamakan
kesejahteraan masyarakat dibandingkan mencari keuntungan.
Perbankan sebagai lembaga keuangan merupakan faktor penggerak
perekonomian masyarakat. Hal tersebut dikarenakan perbankan memiliki
peran dalam mendorong peningkatan dan pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan kinerja perbankan sebagai lembaga keuangan yang bertugas
dalam pembangunan perekonomian suatu negara.2 Bentuk peran
perbankan tersebut salah satunya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
suatu masyarakat dengan cara menghimpun dana yang berasal dari
1 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 18. 2 Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2011), 3.
Page 8
2
masyarakat yang sedang kelebihan dana, dan menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya.3
Perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh pesat mulai tahun
2006 menunjukkan tren pertumbuhan yang terus meningkat. Dalam
delapan tahun terakhir aset tumbuh rata-rata sebesar 37,6% per tahun.
Pertumbuhan aset yang pesat tersebut diiringi dengan pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan yang pesat pula dengan rata-rata
sebesar 37,2% dan 37,8% dalam tujuh tahun terakhir. Pada akhir 2012 aset
perbankan syariah Indonesia tumbuh 34,1% sehingga mencapai Rp 195,01
trilliun, DPK tumbuh 27,8% sehingga mencapai Rp 147,5 trilliun, dan
pembiayaan tumbuh 43,7% sehingga mencapai Rp 147,5 trilliun. Pesatnya
pertumbuhan perbankan di Indonesia tersebut jauh melebihi rata-rata
pertumbuhan keuangan syariah global yang rata-rata tumbuh 15%-20%
per tahun.4
Meskipun tumbuh pesat, ukuran perbankan syariah Indonesia
masih terbilang kecil dalam sistem perbankan Indonesia. Besar
keseluruhan perbankan syariah pada tahun 2013 yang mencapai Rp 227,7
trilliun sedikit lebih besar dari bank terbesar kelima, CIMB Niaga yang
memiliki aset mencapai Rp 211,0 trilliun.5
Bank syariah adalah lembaga investasi dan perbankan yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sumber dana yang
3 Ismail, 3. 4 Iskandar Simorangkir, Pengantar Kebanksentralan: Teori Dan Praktik Di Indonesia
(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 377. 5 Simorangkir, 378.
Page 9
3
didapatkan harus sesuai dengan syariah, alokasi investasi yang dilakukan
bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan sosial masyarakat, dan jasa-
jasa perbankan yang dilakukan harus sesuai dengan nilai-nilai syariah.6
Bank syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya.
Dalam sistem operasional bank syariah, pembayaran dan penarikan bunga
dilarang dalam semua bentuk transaksi. Bank syariah tidak mengenal
sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam
uang atau bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah.7
Definisi tersebut menjelaskan bahwa perbankan syariah tidak hanya
semata-mata mencari keuntungan dalam operasionalnya, tetapi terdapat
nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan spiritualisme yang ingin dicapai.8
Bank syariah menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS).9
Bank umum syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip syariah dan
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah
disebut juga dengan full branch, karena tidak di bawah koordinasi bank
konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan konvensional. Bank
umum syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan tetapi aktivitas
6 Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2007), 143. 7 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 31–32. 8 Marthon, Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, 144. 9 Ismail, Perbankan Syariah, 33.
Page 10
4
serta pelaporannya terpisah dengan induk banknya.10 Beberapa bank
umum syariah antara lain Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri, Bank Syariah Mega, Bank Syariah Bukopin, Bank BCA Syariah,
Bank BRI Syariah, Bank BNI Syariah, Bank Aceh, Bank BJB Syariah,
Maybank Syariah, Panin Dubai Syariah Bank, Bank Victoria Syariah,
Bank BPD NTB Syariah, dan BTPN Syariah.11
Bank Umum Syariah saat ini mengalami kemajuan yang sangat
signifikan. Kemajuan tersebut ditandai dengan perkembangan aset Bank
Umum Syariah yang ditunjukkan oleh Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Perkembangan Aset Bank Umum Syariah
Tahun Aset Bank Umum Syariah (dalam Miliar Rupiah)
2014 204.961
2015 213.423
2016 254.184
2017 288.027
2018 316.691
Sumber: Statistika Perbankan Syariah, diolah 2020
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa aset Bank Umum Syariah
mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut bukan
tidak mungkin dikarenakan tujuan dari perbankan syariah sendiri yang
selain memperoleh keuntungan maksimal juga mempertimbangkan
kesejahteraan bagi masyarakat luas.
10 Ismail, 51. 11 Ismail, 33.
Page 11
5
Bank syariah yang terdiri dari BUS, UUS, dan BPRS pada
dasarnya melakukan kegiatan usaha yang sama dengan bank konvensional,
yaitu penghimpunan, penyaluran dana masyarakat serta penyediaan jasa
keuangan lainnya. Perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan
usahanya juga mengalami kendala. Kendala yang dialami perbankan
syariah salah satunya dikarenakan perbankan syariah hadir di tengah-
tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang
sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang
dihadapi perbankan syariah tidak lepas dari belum tersedianya sumber
daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan.12
Keberhasilan suatu bank dapat dilihat dari seberapa besar dana
pihak ketiga yang dihimpun oleh bank tersebut. Dana Pihak Ketiga atau
DPK merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan.
Umumnya dana dari masyarakat memegang peran yang sangat besar
dalam menopang usaha bank.13 Modal merupakan faktor yang penting
bagi bank dalam rangka membangun dan menampung risiko kerugian.
Pengalokasian DPK mempunyai beberapa tujuan diantaranya
mendapatkan profitabilitas yang diharapkan, serta menjaga kepercayaan
masyarakat dengan menjaga tingkat resiko likuiditas bank tetap aman.
Penurunan DPK sangat mempengaruhi kinerja bank dalam hal pemberian
pembiayaan. Dengan demikian, perkembangan suatu bank sangat
12 Muhammad Sholahuddin, Lembaga Keuangan Dan Ekonomi Islam (Yogyakarta:
Ombak, 2014), 91. 13 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 217.
Page 12
6
dipengaruhi oleh kemampuan bank tersebut untuk menghimpun dana dari
masyarakat.14
Produk penghimpunan dana (funding) yang ada dalam sistem
perbankan syariah terdiri dari giro wadi’ah, giro mudharabah, tabungan
wadi’ah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah.15 Simpanan
giro (demand deposit) adalah simpanan pada bank yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat, artinya uang yang disimpan direkening giro
dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi berbagai persyaratan yang
ditetapkan, misalnya pada jam kantor kas buka, keabsahan dan
kesempurnaan cek serta saldonya masih tersedia.16
Tabungan (saving deposit) dalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.17
Penarikan dapat dilakukan dengan datang langsung membawa buku
tabungan, slip penarikan atau melalui sarana Authomated Teller
Machine/Anjungan Tunai Mandiri (ATM).18
Deposito (time deposit) adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah
14 Frianto Pandia, Manajemen Dana Dan Kesehatan Bank (Jakarta: Rineka Cipta, 2012),
31. 15 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan Dinamika Perkembangannya
Di Indonesia, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 79. 16 Umam, 80. 17 Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 18 Umam, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan Dinamika Perkembangannya Di
Indonesia, 80.
Page 13
7
penyimpan dengan bank.19 Jangka waktu penarikan biasanya berkisar
antara satu bulan, tiga bulan, enam bulan dan seterusnya. Dengan kata lain
penarikannya dapat dilakukan setelah tanggal jatuh tempo.20
Data pada tahun 2000 hingga 2007 menunjukkan bahwa jenis
simpanan yang paling digemari oleh para penyimpan di Bank Syariah
adalah deposito mudharabah yaitu 46%, kemudian diikuti oleh tabungan
mudharabah 33% dan giro wadi’ah 21%. Hal itu menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki kecenderungan menyimpan uang untuk mendapatkan
return yang lebih tinggi, walaupun mereka masih menempatkan dalam
jangka waktu relatif pendek, mudah diperpanjang dan dicairkan.21
Hasil perhitungan rata-rata laju penghimpunan dana pihak ketiga
Bank Umum Syariah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai
berikut:
Tabel 1.2
Rata-Rata Laju Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Syariah di Indonesia
No. Nama Bank
Rata-Rata Laju Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Syariah Indonesia (%)
2012-
2013
2013-
2014
2014-
2015
2015-
2016
2016-
2017
2017-
2018 Rata-Rata
1 Bank BNI
Syariah 27,65 42,23 18,94 25,41 21,24 20,82 26,05
2 Bank BRI
Syariah 15,45 21,15 17,57 17,02 14,71 9,43 15,89
3 Bank Syariah
Mandiri 19,09 5,95 3,83 12,62 11,37 12,28 10,86
19 Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 20 Umam, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan Dinamika Perkembangannya Di
Indonesia, 80. 21 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 160.
Page 14
8
No. Nama Bank
Rata-Rata Laju Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
Syariah Indonesia (%)
2012-
2013
2013-
2014
2014-
2015
2015-
2016
2016-
2017
2017-
2018 Rata-Rata
4 Bank Aceh 10,09 2,39 17,64 1,96 28,21 -0,59 9,95
5 Bank BCA
Syariah 34,94 37,35 39,16 18,03 23,27 16,26 28,17
6 Bank Mega
Syariah 8,82 -23,98 -25,95 14,19 2,61 12,15 -2,03
7
Bank
Muamalat
Indonesia
19,73 22,53 -11,97 -7,01 16,14 -6,26 5,53
8 Bank Syariah
Bukopin 14,77 22,10 19,05 14,44 1,01 -17,35 9,00
9 Panin Dubai
Syariah Bank 134,67 76,86 16,78 16,38 9,07 -8,23 40,92
10
Bank
Victoria
Syariah
57,28 11,42 -0,27 6,73 25,48 -1,39 16,54
11 Bank BPD
NTB Syariah 11,36 29,81 11,30 14,25 38,00 -32,19 12,09
12 Bank BJB
Syariah - - -1,46 13,86 6,25 -21,40 -0,69
13 Bank BTPN
Syariah - 121,97 40,69 41,42 21,49 16,28 48,37
14 Maybank
Syariah 36,07 6,76 -9,97 -23,86 -21,4 - -2,48
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, diolah 2020
Berdasarkan Tabel 1.2 yang menunjukkan rata-rata laju
penghimpunan dana pihak ketiga Bank Umum Syariah Indonesia tahun
2012 hingga 2018 diketahui bahwa terdapat tiga bank yang data dari dana
pihak ketiga tidak ditemukan di laporan keuangan tahunan dari masing-
masing bank. Sementara dari 11 Bank Umum Syariah Indonesia yang
memiliki data dana pihak ketiga tahun 2012 hingga 2018, terdapat tiga
bank yang memiliki rata-rata laju penghimpunan dana pihak ketiga
terrendah, yaitu Bank Mega Syariah dengan rata-rata laju penghimpunan
dana pihak ketiga sebesar -2,03%, Bank Muamalat Indonesia dengan rata-
rata laju penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 5,53%, dan Bank
Syariah Bukopin dengan rata-rata laju penghimpunan dana pihak ketiga
Page 15
9
sebesar 9,00%. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh ketiga
Bank tersebut mulai tahun 2012 hingga 2018 ditunjukkan oleh Tabel 1.3
sebagai berikut:
Tabel 1.3
Rata-Rata Jumlah Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Nama Bank
Jumlah Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (dalam Miliar Rupiah)
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rata-
Rata
Bank Mega
Syariah 7109 7736 5881 4355 4973 5103 5723 5840,00
Bank
Muamalat
Indonesia
34904 41790 51206 45078 41920 48686 45636 44174,29
Bank Syariah
Bukopin 2851 3272 3995 4756 5443 5498 4544 4337,00
Sumber: Laporan Tahunan Bank Umum Syariah, diolah 2020
Berdasarkan Tabel 1.3 dapat diketahui dari ketiga Bank Umum
Syariah di atas, ternyata Bank Syariah Bukopin memiliki rata-rata
penghimpunan dana pihak ketiga yang lebih rendah dibandingkan dengan
Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia. Selain itu, laju
penghimpunan DPK pada tahun 2017 hingga 2018 mengalami penurunan
sebesar 17,35% membuat Bank Syariah Bukopin perlu menerapkan
langkah agar penurunan yang besar tidak terjadi dikemudian hari.
Berdasarkan paparan data tersebut selanjutnya Bank Syariah Bukopin
menjadi fokus dalam penelitian ini.
Bank Syariah Bukopin merupakan Bank Umum Syariah yang
beroperasi dengan prinsip syariah. Bank Syariah Bukopin secara resmi
mulai efektif beroperasi pada tanggal 9 Desember 2008. Berdasarkan
laporan keuangan tahunan Bank Syariah Bukopin perkembangan dana
Page 16
10
pihak ketiga yang berhasil dihimpun terus menunjukkan perkembangan
namun di tahun 2018 mengalami penurunan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik perkembangan
jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Bukopin periode 2012 hingga
2018:
2,800,000
3,200,000
3,600,000
4,000,000
4,400,000
4,800,000
5,200,000
5,600,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Dana Pihak Ketiga
Sumber: Laporan Tahunan Bank Syariah Bukopin, diolah 2020
Gambar 1.1
Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga Bank Syariah Bukopin
Periode 2012-2018 (dalam Jutaan Rupiah)
Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah
dana pihak ketiga dari tahun 2012 terus mengalami peningkatan namun di
tahun 2018 mengalami penurunan. Menurut Veithzal Rivai dan Arviyan
Arifin, usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor ekstern dan faktor intern.
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar bank yang terdiri
Page 17
11
dari kondisi perekonomian, kegiatan dan kondisi pemerintah, kondisi atau
perkembangan pasar uang dan pasar modal, kebijakan pemerintah, dan
peraturan Bank Indonesia. Sedangkan faktor intern merupakan faktor yang
berasal dari dalam bank, yang meliputi produk bank, kebijakan bagi hasil,
kualitas layanan, suasana kantor bank, lokasi kantor, dan reputasi bank.22
Faktor ekstern yang dapat mempengaruhi penghimpunan dana
adalah kondisi perekonomian. Kondisi perekonomian suatu negara yang
mengalami kemajuan berdampak positif bagi dunia usaha dan pendapatan
masyarakat akan tumbuh sehingga akan meningkatkan minat masyarakat
atau perusahaan untuk menabung dan dampaknya tabungan masyarakat
akan meningkat. Sebaliknya jika kondisi perekonomian menurun, akan
berdampak pada perkembangan dunia usaha yang akan lesu, tingkat
pendapatan masyarakat tidak bertambah atau bahkan menurun. Hal
tersebut dapat berdampak pada minat masyarakat atau perusahaan untuk
menyimpan uang akan menurun, sehingga berakibat penghimpunan dana
bank cenderung akan menurun.23
Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus
merupakan kondisi perekonomian suatu negara yang tidak baik. Inflasi
memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Menurut M. Umer Chapra, inflasi mengandung implikasi bahwa uang
tidak berfungsi sebagai satuan hitungan yang adil dan benar. Hal itu
22 Veithzal Rivai and Arviyan Arifin, Islamic Banking (Jakarta: PT Bumi Askara, 2010),
572. 23 Rivai and Arifin, 573.
Page 18
12
menyebabkan uang menjadi standar pembayaran tertunda yang tidak adil
dan suatu alat penyimpanan nilai yang tidak dapat dipercaya. Inflasi
menyebabkan orang berlaku tidak adil terhadap orang lain, meskipun
disadarinya, dengan merosotnya daya beli aset-aset moneter secara tidak
diketahui. Hal itu merusak efisiensi sistem moneter dan menimbulkan
ongkos kesejahteraan pada masyarakat. Hal itu meningkatkan konsumsi
dan mengurangi tabungan.24
Menurut Nurul Huda, dkk. inflasi telah menimbulkan beberapa
dampak buruk kepada individu dan masyarakat, para penabung,
kreditur/debitur dan produsen, ataupun pada kegiatan perekonomian secara
keseluruhan. Dampak inflasi bagi para penabung ini menyebabkan orang
enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun.
Tabungan memang menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas
bunga, tetap saja nilai mata uang akan menurun. Jika orang sudah enggan
menabung, maka dunia usaha dan investasi akan sulit untuk berkembang,
karena berkembangnya dunia usaha membutuhkan dana dari masyarakat
yang disimpan di bank.25
Variabel kondisi perekonomian selanjutnya adalah kurs atau nilai
tukar. Nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dengan jumlah dana
pihak ketiga. Menurut Veithzal Rivai, dkk. nilai tukar uang di dunia
perekonomian makro suatu negara juga menjadi acuan pertumbuhan
24 M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 5. 25 Nurul Huda et al., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), 180–81.
Page 19
13
ekonominya, semakin kuat nilai tukar uang negara bisa dikategorikan
semakin sehat juga perekonomiannya. Dengan demikian akan berdampak
pada simpanan masyarakat pada bank umum ataupun bank syariah yang
juga akan meningkat.26
Pengolahan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup
rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha sebagaimana yang terjadi
pada beberapa waktu terakhir merupakan suatu hal yang penting dalam
peningkatan investasi maupun kegiatan yang berorientasi pada ekspor.
Keadaan tersebut pada gilirannya akan mendorong meningkatnya
permintaan kredit untuk usaha yang produktif sehingga dapat mendorong
perkembangan perbankan yang sehat.27
Nilai tukar uang yang melemah akan mengakibatkan barang-
barang yang diimpor dari luar negeri menjadi lebih mahal sehingga
industri-industri yang harus mengimpor barang input yang dibutuhkan
dalam proses produksinya dari luar negeri harus membeli lebih mahal,
yang lebih lanjut akan membuat harga produksinya menjadi lebih mahal.28
Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi penghimpunan dana
perbankan adalah kebijakan pemerintah serta peraturan Bank Indonesia.29
Salah satu kebijakan BI tersebut yaitu mengenai bunga acuan BI atau BI
26 Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, and Arifiandy Permata Veithzal, Credit
Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, Dan Aplikasi: Panduan Praktis Mahasiswa,
Bankir, Dan Nasabah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 34. 27 Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), 55. 28 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, 3rd ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
172. 29 Rivai and Arifin, Islamic Banking, 573.
Page 20
14
Rate. Tingkat suku bunga yang berlaku di dunia usaha maupun tingkat
suku bunga perbankan konvensional mengacu pada tingkat suku bunga BI
atau BI Rate.30
Menurut Muhamad, kebijakan otoritas moneter menaikkan
instrumen moneter seperti tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
mengakibatkan bank konvensional juga menaikkan tingkat suku bunganya
sehingga deposan yang memiliki mind-set rasional akan menarik dananya
dari bank syariah dan memindahkannya ke bank konvensional. Bank
konvensional lebih memiliki fleksibilitas dalam menyesuaikan returnnya
(suku bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bisa dipungkiri
bahwa persaingan di dalam menarik dana masyarakat tidak hanya datang
dari bank sejenis (syariah) tetapi juga datang dari bank konvensional,
terutama persaingan di dalam memperebutkan segmen deposan rasional.31
Sedangkan margin bagi hasil dana pihak ketiga perbankan syariah
tidak demikian karena didasarkan pada penyaluran pembiayaan bagi
masyarakat dalam hal ini khususnya pada produk simpanan mudharabah.
Akibatnya, ketika seluruh bank konvensional menaikkan suku bunganya
karena kenaikan BI Rate nasabah lebih memilih menempatkan dana
mereka di bank konvensional, hal ini karena bagi hasil bank syariah tidak
dapat mengimbangi.
30 Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), 134. 31 Manajemen Dana Bank Syariah, 2015, 161–62.
Page 21
15
Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang diperoleh dari Bank
Syariah Bukopin periode 2016 hingga 2019, jumlah dana pihak ketiga
menunjukkan keadaan yang tidak stabil. Secara rinci dapat dilihat pada
Gambar 1.2 sebagai berikut:
4,200,000
4,400,000
4,600,000
4,800,000
5,000,000
5,200,000
5,400,000
5,600,000
5,800,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2019
Dana Pihak Ketiga
Sumber: Laporan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diolah 2020
Gambar 1.2
Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga Perbulan Bank Syariah
Bukopin Periode 2016-2019 (dalam Jutaan Rupiah)
Berdasarkan Gambar 1.2 diketahui bahwa jumlah dana pihak
ketiga bulanan tidak stabil. Bahkan di tahun 2017 hingga 2019 jumlah
dana pihak ketiga cenderung menurun. Selanjutnya laju inflasi pada
periode tersebut juga tidak stabil. Berdasarkan teori, inflasi berpengaruh
negatif terhadap jumlah dana pihak ketiga, di mana ketika tingkat inflasi
mengalami kenaikan maka diikuti oleh penurunan jumlah dana pihak
Page 22
16
ketiga. Namun berdasarkan data inflasi bulanan yang diperoleh, pada
bulan Agustus 2016 hingga Juni 2017 tingkat inflasi mengalami tren
meningkat dari 2,79% ke 4,37% justru diikuti peningkatan jumlah dana
pihak ketiga dari 5.249.606 juta rupiah ke 5.634.192 juta rupiah,
sedangkan pada bulan Juli 2017 hingga Februari 2019 tingkat inflasi
mengalami tren menurun dari 3,88% ke 2,57% justru diikuti penurunan
jumlah dana pihak ketiga dari 5.573.275 juta rupiah ke 4.875.530 juta
rupiah. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh M.
Umer Chapra dan juga teori dari Nurul Huda, dkk.
Nilai tukar atau kurs Rupiah terhadap Dollar AS pada periode
penelitian juga tidak stabil. Berdasarkan teori, kurs berpengaruh negatif
terhadap jumlah dana pihak ketiga, di mana ketika nilai kurs menurun atau
menguat maka diikuti pula oleh kenaikan jumlah dana pihak ketiga. Data
bulanan kurs Rupiah terhadap Dollar AS yang diperoleh mulai tahun 2016
hingga 2019 menunjukkan bahwa pada bulan Oktober 2018 ke bulan Juli
2019 mengalami penurunan atau menguat dari Rp 15.178,87 ke Rp
14.043,91 justru diikuti penurunan jumlah dana pihak ketiga dari
4.671.689 juta rupiah ke 4.322.632 juta rupiah. Hal tersebut tidak sejalan
dengan teori yang dinyatakan oleh Veithzal Rivai, dkk.
Sementara untuk tingkat suku bunga SBI pada periode penelitian
juga tidak stabil. Berdasarkan teori tingkat suku bunga SBI berpengaruh
negatif terhadap jumlah dana pihak ketiga bank syariah, di mana ketika
tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan maka diikuti pula oleh
Page 23
17
penurunan jumlah dana pihak ketiga. Data bualan tingkat suku bunga SBI
yang diperoleh mulai tahun 2016 hingga 2019 menunjukkan bahwa pada
bulan Agustus 2018 ke Maret 2019 mengalami kenaikan dari 5,5% ke 6%,
justru diikuti oleh kenaikan jumlah dana pihak ketiga dari 4.632.697 juta
rupiah ke 5.050.679 juta rupiah, sedangkan pada bulan Maret 2019 hingga
Juli 2019 tingkat suku mengalami tren menurun dari 6% ke 5,75% justru
diikuti penurunan jumlah dana pihak ketiga dari 5.050.679 juta rupiah ke
4.322.632 juta rupiah. Hal tersebut bertentangan dengan teori yang
dinyatakan oleh Muhamad.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sutono dan Batista
Sufa Kefi (2014), yang berjudul “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi
Terhadap Penghimpunan Dana pada Bank Umum di Indonesia”
menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap DPK, kurs berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
DPK, Suku Bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPK.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Bellinda Fatriada Indah (2017),
yang berjudul “Tingkat Bagi Hasil, Inflasi, dan Kurs Dollar Terhadap
Dana Pihak Ketiga (Studi pada Bank Muamalat Indonesia(BMI) Tahun
2011-2015)” menunjukkan bahwa secara bersama-sama (uji F) tingkat
bagi hasil, inflasi, dan kurs dollar berpengaruh terhadap dana pihak ketiga
sedangkan dari hasil uji t tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap dana
pihak ketiga, inflasi berpengaruh terhadap dana pihak ketiga, dan kurs
dollar tidak berpengaruh terhadap dana pihak ketiga.
Page 24
18
Berdasarkan permasalahan di atas dan penelitian terdahulu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana Pihak
Ketiga Bank Syariah Bukopin Periode 2016-2019”, diharapkan untuk
mengetahui besarnya pengaruh inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI
terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Bukopin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah inflasi berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga dalam
jangka pendek dan jangka panjang?
2. Apakah kurs berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga dalam
jangka pendek dan jangka panjang?
3. Apakah tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap jumlah dana
pihak ketiga dalam jangka pendek dan jangka panjang?
4. Apakah inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara simultan
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga dalam jangka pendek
dan jangka panjang?
Page 25
19
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian pada
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh inflasi terhadap jumlah
dana pihak ketiga dalam jangka pendek dan jangka panjang.
2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh kurs terhadap jumlah
dana pihak ketiga dalam jangka pendek dan jangka panjang.
3. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI
terhadap jumlah dana pihak ketiga dalam jangka pendek dan jangka
panjang.
4. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh inflasi, kurs, dan tingkat
suku bunga SBI secara simultan terhadap jumlah dana pihak ketiga
dalam jangka pendek dan jangka panjang.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, manfaat penelitian pada penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
mempertajam dan mengembangkan ilmu perbankan syariah, serta
sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
Page 26
20
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Bank Syariah Bukopin, hasil dari penelitian dapat dijadikan
referensi untuk memahami lebih dalam tentang pengaruh inflasi,
kurs, dan tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah dana pihak
ketiga serta diharapkan dapat berguna dalam pengambilan
keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh untuk
merencanakan strategi baru maupun meningkatkan kinerja dari
bank syariah.
b. Bagi Bank Indonesia, diharapkan dapat berguna dalam menentukan
kebijakan yang akan diambil baik di bidang perekonomian dan
perbankan, sehingga dapat memberikan kemaslahatan bersama.
E. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan kemudahan dalam pemahaman terhadap
penulisan skripsi ini peneliti menyajikan dalam bentuk beberapa bab.
Sistematika pembahasan skripsi ini akan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai judul, latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisi tentang deskripsi teori, yaitu Dana Pihak
Ketiga, Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga SBI, studi penelitian
Page 27
21
terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis. Bab ini berfungsi sebagai
penjelas teori-teori yang akan diuji.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang rancangan penelitian, variabel
penelitian dan definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber
data, metode pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data.
Bab ini berfungsi sebagai penjelas tentang prosedur penelitian, mulai dari
pengumpulan data sampai analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan hasil pengujian deskripsi, hipotesis
menggunakan E-Views 10 dan pembahasan. Bab ini berfungsi sebagai
penguji teori dengan data yang diambil sekaligus pembuktian atas teori-
teori yang telah dipaparkan.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis data
yang berkaitan dengan penelitian. Bab ini berfungsi untuk mengetahui
hasil pembuktian dari teori.
Page 28
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Dana Pihak Ketiga
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga atau yang lebih dikenal dengan dana
masyarakat, merupakan dana yang dihimpun oleh bank yang
berasal dari masyarakat dalam arti luas, meliputi masyarakat
individu, maupun badan usaha. Bank menawarkan produk
simpanan kepada masyarakat dalam menghimpun dananya.1
Produk penghimpunan dana (funding) yang ada dalam
sistem perbankan syariah terdiri dari giro yakni giro wadi’ah dan
giro mudharabah, tabungan yakni tabungan wadi’ah dan tabungan
mudharabah, dan deposito mudharabah.2 Simpanan giro (demand
deposit) adalah simpanan pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat, artinya adalah bahwa uang yang disimpan
direkening giro dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi
berbagai persyaratan yang ditetapkan, misalnya pada jam kantor
1 Ismail, Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi, 1st ed. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), 43. 2 Khotibul Umam, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perkembangannya di
Indonesia, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 79.
Page 29
23
kas buka, keabsahan dan kesempurnaan cek serta saldonya masih
tersedia.3
b. Jenis-Jenis Dana Pihak Ketiga
1) Giro Wadi’ah
a) Pengertian Giro Wadi’ah
Giro wadi’ah adalah titipan pihak ketiga pada bank
syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat
dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Nasabah yang memiliki simpanan giro wadi’ah akan
memperoleh nomor rekening dan disebut juga sebagai
pemegang rekening giro wadi’ah. Pemegang rekening giro,
dalam hal sedang membutuhkan dana tunai atau bila ingin
memindahkan dananya ke rekening lain, maka transaksi
penarikan atau pemindahbukuan dapat dilakukan dengan
menggunakan cek atau bilyet giro.
Pemegang rekening giro wadi’ah dapat mencairkan
dananya berkali-kali dalam sehari dengan catatan dana
yang tersedia masih mencukupi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Simpanan giro wadi’ah merupakan
jenis produk yang dibutuhkan oleh masyarakat luas
3 Umam, 80.
Page 30
24
terutama masyarakat pengusaha baik pengusaha perorangan
maupun badan usaha.4
b) Sarana Penarikan Giro Wadi’ah
Sarana penarikan giro wadi’ah yang terdapat di
bank syariah pada umumnya terdiri dari cek dan bilyet giro.
(1) Cek (Cheque)
Salah satu sarana penarikan rekening giro
wadi’ah yaitu dengan menggunakan cek. Penarikan
menggunakan cek artinya penarikan dana secara tunai,
oleh karena itu cek juga berfungsi sebagai alat
pembayaran. Cek merupakan surat perintah pembayaran
yang diberikan oleh nasabah kepada bank penerbit
rekening giro.5
(2) Biyet Giro
Sarana penarikan rekening giro wadi’ah selain
cek yaitu berupa bilyet giro. Bilyet giro digunakan oleh
pemilik rekening giro apabila akan melakukan
penarikan secara nontunai atau pemindahbukuan.6
2) Giro Mudharabah
Giro mudharabah adalah giro yang operasionalnya
berdasarkan akad mudharabah. Berbeda dengan giro wadi’ah
4 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 65–66. 5 Ismail, 68. 6 Ismail, 72.
Page 31
25
yang bersifat titipan, giro mudharabah bersifat investasi.7
Berdasarkan pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1998, fitur dan mekanisme giro mudharabah adalah
bentuk simpanan yang bersifat investasi yang penarikannya
dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan, dengan pembagian hasil
usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana
atau bank syariah (mudharib) berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya. 8
Giro yang berdasarkan prinsip mudharabah, nasabah
bertindak selaku pemilik dana (shahibul maal), sedangkan bank
syariah bertindak selaku pengelola dana (mudharib). Sebagai
mudharib, bank syariah dapat melakukan pengelolaan dana
yang memungkinkan tercapainya suatu laba tertentu dengan
tingkat keleluasaan yang tinggi selama tidak memasuki wilayah
yang dilarang oleh syariah. Dananya harus dinyatakan secara
jelas sebagai modal dalam bentuk tunai yang dihadirkan dan
bukan piutang. Porsi keuntungan berdasarkan bagi hasil
dinyatakan tegas dan dalam bentuk rasio persentase dalam akad
giro mudharabah. Biaya operasional giro mudharabah menjadi
7 Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia: Implementasi
dan Aspek Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009), 143. 8 Usman, 145.
Page 32
26
tanggung jawab sepenuhnya bank syariah yang bersangkutan
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya. Pengertian biaya operasional di sini adalah biaya
pengoperasian dan pengelolaan dana sesudah dana tersebut
menjadi modal pembiayaan.9
3) Tabungan Wadi’ah
a) Pengertian Tabungan Wadi’ah
Tabungan (saving deposit) merupakan jenis
simpanan yang sangat populer di lapisan masyarakat
Indonesia mulai dari masyarakat kota hingga masyarakat di
pedesaan. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10
1998, tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau
alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan
wadi’ah merupakan jenis simpanan yang menggunakan
akad wadi’ah atau titipan yang penarikannya dapat
dilakukan sesuai perjanjian.10
b) Sarana Penarikan Tabungan Wadi’ah
(1) Buku Tabungan
Buku tabungan ini merupakan salah satu bukti
bahwa nasabah tersebut adalah nasabah penabung di
9 Usman, 145. 10 Ismail, Perbankan Syariah, 74.
Page 33
27
bank syariah.11 Setiap nasabah tabungan akan diberikan
buku tabungan yaitu buku yang menggambarkan mutasi
setoran, penarikan, dan saldo atas setiap transaksi yang
terjadi.
(2) Slip Penarikan
Slip penarikan merupakan formulir yang
disediakan oleh bank syariah untuk kepentingan
nasabah yang ingin melakukan penarikan tabungan
melalui kantor bank syariah yang menerbitkan
tabungan.12
(3) ATM
Sarana lain yang dapat digunakan untuk
rekening tabungan adalah ATM. ATM dalam
perkembangan dunia modern ini merukapan sarana
yang perlu diberikan oleh setiap bank syariah untuk
dapat bersaing dalam menawarkan produk tabungan.13
(4) Sarana Lainnya
Sarana lain yang diberikan oleh bank syariah
ialah adalah formulir transfer.14 Formulir transfer
merupakan sarana pemindahanbukuan yang disediakan
untuk nasabah dalam melakukan transfer baik ke bank
11 Ismail, 75. 12 Ismail, 75. 13 Ismail, 76. 14 Ismail, 76.
Page 34
28
syariah sendiri maupun ke bank syariah lain. Beberapa
bank syariah dapat melayani nasabah yang ingin
menarik atau memindahkan dananya dari rekening
tabungan tanpa harus membawa buku tabungan.
Fasilitas ini diberikan oleh bank syariah kepada nasabah
yang telah dikenal memiliki loyalitas yang tinggi
kepada bank syariah.15
4) Tabungan Mudharabah
a) Pengertian Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan produk
penghimpunan dana oleh bank syariah yang menggunakan
akad mudharabah muthlaqah. Bank syariah bertindak
sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal.
Nasabah menyerahkan pengelolaan dana tabungan
mudharabah secara mutlak kepada mudharib (bank
syariah), tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi,
jangka waktu, maupun sektor usaha, dan tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah Islam.16
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada
nasabah setiap bulan, sebesar sesuai nisbah yang telah
diperjanjikan pada saat pembukaan rekening tabungan
mudharabah. Bagi hasil yang akan diterima nasabah akan
15 Ismail, 76. 16 Ismail, 89.
Page 35
29
selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini
disebabkan karena adanya fluktuasi dana tabungan nasabah.
Bagi hasil tabungan mudharabah sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
(1) Pendapat bank syariah.
(2) Total investasi mudharabah muthlaqah.
(3) Total investasi produk tabungan mudharabah.
(4) Rata-rata saldo tabungan mudharabah.
(5) Nisbah tabungan mudharabah yang ditetapkan sesuai
dengan perjanjian.
(6) Metode perhitungan bagi hasil yang diberlakukan.
(7) Total pembiayaan bank syariah.17
17 Ismail, 89–90.
Page 36
30
b) Skema Tabungan Mudharabah
Gambar 2.1
Skema Tabungan Mudharabah
Keterangan:
(1) Nasabah investor menempatkan dananya dalam bentuk
tabungan mudharabah.
(2) Bank syariah akan menyalurkan seluruh dana nasabah
penabung dalam bentuk pembiayaan.
(3) Bank syariah memperoleh pendapatan atas pembiayaan
yang telah disalurkan.18
(4) Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar
revenue sharing, yaitu pembagian bagi hasil atas dasar
18 Ismail, 90.
Bank Syariah Nasabah
Saldo rata-rata
tabungan
Pembiayaan
Pendapatan
Saldo Tabungan
Akad Tabungan
Mudharabah
1 2
3
4
5
% Nisbah bagi
hasil
% Nisbah bagi
hasil
6
Page 37
31
pendapatan sebelum dikurangi biaya. Jumlahnya
disesuaikan dengan saldo rata-rata tabungan dalam
bulan laporan.
(5) Pada akhir bulan, nasabah penabung akan mendapatkan
bagi hasil dari bank syariah sesuai dengan nisbah yang
telah diperjanjikan.
(6) Pada saat nasabah memerlukan dana, maka dana
nasabah akan dikembalikan sesuai dengan jumlah
penarikannya.19
5) Deposito Mudharabah
a) Pengertian Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah merupakan dana investasi
yang ditempatkan oleh nasabah yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu, sesuai dengan akad
perjanjian yang dilakukan antara bank dan nasabah
investor. Deposito mudharabah diprediksi ketersediaan
dananya karena terdapat jangka waktu dalam
penempatannya. Sifat deposito mudharabah yaitu
penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai jangka
waktunya, sehingga pada umumnya balas jasa yang berupa
19 Ismail, 90–91.
Page 38
32
nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank untuk deposito
lebih tinggi dibandingkan tabungan mudharabah.
Deposito menurut Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan
dan bank syariah ataupun UUS (Unit Usaha Syariah).
Deposito merupakan dana yang dapat diambil sesuai
dengan perjanjian berdasarkan jangka waktu yang
disepakati. Penarikan deposito hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu, misalnya deposito diperjanjikan jangka
waktunya satu bulan, maka deposito dapat dicairkan setelah
satu bulan.
Contoh, deposito ditempatkan pada tanggal 20 Juni
2006, dengan jangka waktu penempatannya satu bulan,
maka jatuh temponya adalah tanggal 20 Juli 2006, satu
bulan setelah deposito ditempatkan. Nasabah pemilik
deposito baru dapat mencairkan dananya pada tanggal 20
Juli 2006, yaitu satu bulan setelah penempatan. 20
20 Ismail, 90-92.
Page 39
33
Jangka waktu deposito berjangka ini bervariasi
antara lain:
(1) Deposito jangka waktu 1 bulan.
(2) Deposito jangka waktu 3 bulan.
(3) Deposito jangka waktu 6 bulan.
(4) Deposito jangka waktu 12 bulan.
(5) Deposito jangka waktu 24 bulan.
Perbedaan jangka waktu deposito berjangka
merupakan perbedaan masa penyimpanan, juga akan
menimbulkan perbedaan balas jasa berupa besarnya
presentasi nisbah bagi hasil. Pada umumnya, semakin lama
jangka waktu deposito berjangka akan semakin tinggi
presentase nisbah bagi hasil yang diberikan oleh bank
syariah. 21
Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik, atas
nama perorangan maupun atas nama badan hukum. Bukti
kepemilikan deposito berjangka yang diberikan oleh bank
kepada pemegang rekening deposito berjangka berupa
bilyet deposito. Dalam bilyet deposito tertera nama
pemiliknya, nama perorangan maupun nama badan hukum.
Pihak yang dapat mencairkan deposito berjangka hanya
pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito
21 Ismail, 92.
Page 40
34
berjangka. Pemilik deposito berjangka adalah pemegang
hak yang namanya tertera dalam bilyet deposito berjangka.
Deposito berjangka tidak dapat dipindahtangankan atau
diperjualbelikan.22
Bank memberikan imbalan atas penempatan
deposito berjangka berupa bagi hasil yang besarannya
ditentukan pada saat pembukaan sesuai dengan nisbah yang
diperjanjikan. Pembayaran bagi hasil deposito berjangka
dilakukan secara tunai, dipindah bukukan ke rekening lain
yang dimiliki oleh nasabah seperti giro atau tabungan, atau
langsung dikirimkan ke bank lain atau menambah nominal
deposito berjangka.23
22 Ismail, 92. 23 Ismail, 93.
Page 41
35
b) Skema Deposito Mudharabah
Gambar 2.2
Skema Deposito Mudharabah
Keterangan:
(1) Nasabah investor menempatkan dananya dalam bentuk
deposito mudharabah.
(2) Bank syariah menyalurkan dana nasabah investor dalam
bentuk pembiayaan.
(3) Bank syariah memperoleh pendapatan atas penempatan
dananya dalam bentuk pembiayaan. 24
24 Ismail, 94.
Bank
Syariah Nasabah
Nominal
Deposito
Pembiayaan
Pendapatan
Nominal Deposito
Akad Deposito
Mudharabah
1
2
3
4
5
% Nisbah
bagi hasil
% Nisbah
bagi hasil
6
Page 42
36
(4) Bank syariah akan menghitung bagi hasil atas dasar
revenue sharing, yaitu pembagian bagi hasil atas dasar
pendapatan sebelum dikurangi biaya.
(5) Pada tanggal valuta, yaitu tanggal penempatan deposito,
nasabah akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan
nisbah yang diperjanjikan.
(6) Pada saat jatuh tempo, maka dana nasabah akan
dikembalikan seluruhnya.25
c) Bentuk-Bentuk Mudharabah
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
pemilik dana, terdapat dua bentuk mudharabah, yaitu: 26
(1) Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment
Account/URIA)
Pemilik dana dalam deposito mudharabah
mutlaqah (URIA) tidak memberikan batasan atau
persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam
mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan
tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata
lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan
sepenuhnya dalam menginvestasikan dana URIA ini ke
25 Ismail, 94–95. 26 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2006), 304.
Page 43
37
berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan
memperoleh keuntungan.27
(2) Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment
Account/RIA)
Pemilik dana dalam deposito mudharabah
muqayyadah (RIA) memberikan batasan atau
persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam
mengelola investasinya, baik yang ebrkaitan dengan
tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata
lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan
sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke
berbagai sektor bisnis yang diperkirakan memperoleh
keuntungan.28
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dana Pihak Ketiga
Menurut Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, usaha bank
dalam menghimpun dana dari masyarakat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang terdiri dari faktor ekstern dan faktor intern.
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar bank yang
terdiri dari kondisi perekonomian, kegiatan dan kondisi
pemerintah, kondisi atau perkembangan pasar uang dan pasar
modal, kebijakan pemerintah, dan peraturan Bank Indonesia.
Sedangkan faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam
27 Adiwarman Karim, 305. 28 Adiwarman Karim, 307.
Page 44
38
bank, yang meliputi produk bank, kebijakan bagi hasil, kualitas
layanan, suasana kantor bank, lokasi kantor, dan reputasi bank.29
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha bank
syariah dalam menghimpun dana dari masyarakat adalah kondisi
perekonomian suatu negara.30 Kondisi perekonomian suatu negara
yang dimaksud adalah bagaimana perkembangan perekonomian
negara tersebut. Apabila perkembangan perekonomian maju pesat,
berarti dampak positif bagi dunia usaha dan pendapatan
masyarakat akan tumbuh sehingga akan meningkatkan minat
masyarakat atau perusahaan untuk menabung dan dampaknya
tabungan masyarakat akan meningkat. Demikian pula halnya jika
perekonomian menurun, berarti akan berdampak pada
perkembangan dunia usaha yang akan lesu, tingkat pendapatan
masyarakat tidak bertambah dan bahkan menurun, minat
masyarakat atau perusahaan untuk menyimpan uang akan
menurun, yang akan berakibat penghimpunan dana bank cenderung
akan menurun.31
29 Veithzal Rivai and Arviyan Arifin, Islamic Banking (Jakarta: PT Bumi Askara, 2010),
572. 30 Veithzal Rivai and Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 573.
31 Rivai and Arifin, 573.
Page 45
39
2. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara terus menerus.32 Inflasi juga dapat diartikan sebagai
kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena
permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran
barang di pasar.33 Kenaikan dari satu atau dua jenis barang saja dan
tidak menyeret harga barang lain tidak bisa disebut inflasi.
Kenaikan harga-harga secara musiman, misalnya menjelang
lebaran, natal, dan tahun baru hanya sekali saja, serta tidak
memiliki pengaruh lanjutan, tidak bisa disebut inflasi. Kenaikan
harga semacam ini tidak dianggap sebagai suatu penyakit ekonomi
yang memerlukan penanganan khusus untuk menanggulanginya.34
Inflasi juga didefinisikan sebagai gejala atau keadaan
naiknya tingkat biaya dan harga, yaitu naiknya harga-harga roti,
bensin, mobil, naiknya upah, harga tanah, sewa barang-barang
modal dan lain sebagainya. Jadi inflasi merupakan kenaikan secara
umum barang-barang dan jasa serta faktor-faktor produksi.
Kebalikan inflasi adalah deflasi, di mana harga-harga dan biaya
produksi pada umumnya turun.35
32 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta Selatan: Salemba
Empat, 2011), 22. 33 Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 333. 34 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, 22. 35 Masyhuri Machfudz and Nurhadi Sujoni, Teori Ekonomi Makro (Malang: UIN-Maliki
Press, 2016), 181.
Page 46
40
Jika seandainya harga-harga dari sebagian besar barang
diatur oleh pemerintah, maka harga-harga yang disubsidi
pemerintah dan dicatat Biro Pusat Statistik, adalah harga-harga
resmi pemerintah. Tetapi mungkin dalam realita ada
kecenderungan harga untuk terus naik. Keadaaan seperti ini
tercermin dari harga-harga pasar atau harga tidak resmi untuk terus
naik. Celah inflasi (gap inflation) ditutupi atau suppressed inflation
sering juga muncul bila pemerintah terus menerus mensubsidi
harga BBM, bagaimanakah bila harga beras juga mengandung
subsidi. Inflasi yang sesungguhnya akan muncul jika pemerintah
sudah tidak mampu lagi mensubsidi barang-barang penting seperti
disebutkan di atas.36
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu
tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaannya
adalah sebagai berikut:37
Keterangan:
Tingkat harga t = tingkat harga pada tahun t
Tingkat harga t-1 = tingkat harga sebelum tahun t
36 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, 22–23. 37 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, 3rd ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
136.
Rate of Inflation =
Page 47
41
b. Indeks Harga
Tingkat atau laju inflasi dapat diketahui dengan
menggunakan indeks harga. Indeks harga adalah ukuran
statistikyang digunakan untuk mengukur tingkat harga pada suatu
periode tertentu. beberapa angka indeks harga di Indonesia disusun
dan disajikan oleh BPS (Biro Pusat Statistik) meliputi Indeks Biaya
Hidup (IBH) mencangkup sandang pangan, perumahan dan umum
keseluruhan meliputi beberapa puluh kota. Ada pula harga indeks
lainnya yaitu indeks harga konsumsi dan perdagangan besar
berdasarkan harga di beberapa kota besar tertentu, dan ada pula
disajikan untuk daerah pedesaan serta daerah perkotaan.38
c. Macam-Macam Inflasi
Terlepas dari berbagai macam inflasi yang ada, yang jelas
inflasi itu kan mengganggu kehidupan masyarakat banyak, karena
harga terus menerus naik sehingga menggoncangkan kehidupan
ekonomi rakyat. Contoh inflasi parah yang dialami Indonesia
adalah sejak tahun 1963 sebesar 178% yang naik menjadi 194%
pada tahun 1965 dan memuncak menjadi 635% pada tahun 1966.
Pada saat itu, muncullah Orde Baru yang berhasil menekan inflasi
menjadi 112% tahun 1967, 85,1% tahun 1968, turun lagi secara
drastic tahun 1969 menjadi 9,8%, dan 8,9% pada tahun 1970. Sejak
saat itu inflasi dapat terus dikendalikan. Hanya saja di akhir Pelita I
38 Machfudz and Sujoni, Teori Ekonomi Makro, 181–82.
Page 48
42
tahun 1974, oleh karena investasi yang begitu besar dari Pertamina,
terjadilah permintaan uang yang tinggi yang menyebabkan
terjadinya inflasi sebesar 33,3%. Inflasi yang cukup tinggi terjadi
lagi pada tahun 1979 sebagai akibat dari tindakan devaluasi rupiah
pada tanggal 15 November 1978, yang mengakibatkan inflasi
sebesar 21,8%.39
Jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat laju
inflasi dan berdasarkan pada sumber atau penyebab inflasi.
1) Berdasarkan pada tingkat laju inflasi:
a) Moderat Inflation (laju inflasi antara 7-10%) adalah inflasi
yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara
lambat.40
b) Galloping inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasi
antara 20-100%) yang dapat menimbulkan gangguan-
gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya
distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. Hal ini ditandai
dengan uang kehilangan nilai dengan cepat, sehingga orang
tidak suka memegang uang atau lebih suka memegang
barang. Kredit jangka panjang didasarkan pada indeks
harga atau atau menggunakan mata uang asing seperti
dolar. Kegiatan investasi masyarakat lebih banyak di luar
negeri.
39 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, 23. 40 Asfia Murni, Ekonomika Makro, Revisi (Bandung: PT Refika Aditama, 2016), 219.
Page 49
43
c) Hyper inflation, adalah inflasi yang tingkat laju inflasinya
sangat tinggi (di atas 100%), inflasi ini sangat mematikan
kegiatan perekonomian masyarakat. Kondisi hiper inflasi
dapat dinyatakan sebelum inflasi bila ke pasar bawa uang di
saku dapat digunakan untuk membeli barang sekeranjang,
disaat terjadi hiper inflasi untuk membeli barang sesaku
memerlukan uang sekeranjang.
2) Berdasarkan pada sumber atau penyebab inflasi:
a) Demand full inflation
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian
sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi
menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan
selanjutnya daya beli sangat tinggi. Daya beli yang tinggi
akan mendorong permintaan melebihi total produk yang
tersedia. Permintaan aggregate meningkat lebih cepat
dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian,
akibatnya timbul inflasi. 41
b) Cost push inflation
Inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami
kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan biaya produksi
dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan
upah minimum, kenaikan bahan baku, kenaikan tariff
41 Asfia Murni, 220.
Page 50
44
listrik, kenaikan BBM, dan kenaikan-kenaikan input
lainnya yang mungkin semakin langka dan harus diimpor
dari luar negeri.
c) Imported inflation
Inflasi ini dapat bersumber dari kenaikan harga-
harga barang yang diimpor, terutama barang yang diimpor
tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap kegiatan
produksi.42
3) Berdasarkan asas dari inflasi:
a) Domestic Inflation
Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari
dalam negeri. Inflasi yang berasal dari daalam negeri
timbul misalnya dikarenakan defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal,
dan sebagainya.
b) Imported Inflation
Imported inflation adalah inflasi yang berasal dari
luar negeri. Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah
inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (inflasi) di
luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang
negara kita. Kenaikan harga barang yang kita impor
mengakibatkan:
42 Asfia Murni, 220.
Page 51
45
(1) Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena
sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya
berasal dari impor.
(2) Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui
kenaikan ongkos produksi (yang akan diikuti kenaikan
harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan
bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor
(cost inflation).
(3) Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di
dalam negeri karena ada kemungkinan (tetapi ini tidak
harus demikian) kenaikan harga barang-barang impor
mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau
swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga
impor tersebut (demand inflation).
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri
bisa juga melalui kenaikan harga barang-barang ekspor, dan
saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan penularan
melalui kenaikan harga barang- barang.43
(1) Jika harga barang-barang ekspor (seperti kopi dan teh)
naik, maka indeks biaya hidup akan naik pula sebab
barang-barang ini langsung masuk dalam daftar barang-
barang yang tercakup dalam indeks harga.
43 Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, 24.
Page 52
46
(2) Bila harga barang-barang ekspor (seperti kayu, karet,
timah, dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi
dari barang-barang yang menggantikan barang-barang
tersebut dalam proses produksinya (perumahan, sepatu,
kaleng, dan sebagainya) akan naik yang akan diikuti
dengan naiknya haarga jual (cost inflation).
Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti
kenaikan penghasilan eksportir (dan juga para produsen
barang-barang ekspor tersebut) naik. Kenaikan penghasilan
ini kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-
barang (baik dari dalam maupun luar negeri). Bila jumlah
barang yang tersedia di pasar tidak bertambah, akibatnya
harga-harga barang lain akan naik pula (demand
inflation).44
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini
jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang
perekonomiannya terbuka, yaitu yang sektor perdagangan
luar negerinya penting (seperti Indonesia, Korea, Taiwan,
Singapura, Malaysia, dan sebagainya). Namun seberapa
jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada
kebijaksanaan pemerintah yang diambil. Dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan perpajakan
44 Julius R. Latumaerissa, 24.
Page 53
47
tertentu pemerintah dapat menetralisir kecenderungan
inflasi yang berasal dari luar negeri tersebut.45
d. Teori Inflasi
1) Teori Kuantitas
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai
inflasi, namun teori ini masing sangat berguna untuk
menerangkan proses inflasi di zaman modern ini terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menyoroti
peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang beredar,
dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga
(expectations). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:
a) Inflasi hanya dapat terjadi jika ada penambahan volume
uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal
atau penambahan uang giral tidak menjadi soal). Tanpa ada
kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian misalnya
kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk
sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat
bahan bakar bagi api inflasi, bila jumlah uang tidak
ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya apa pun
sebab awal dari kenaikan tersebut.
b) Laju inflasi ditentukan oleh pertambahan jumlah uang yang
beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan
45 Julius R. Latumaerissa, 24–25.
Page 54
48
harga-harga di masa mendatang. Ada tiga kemungkinan
keadaan, yaitu:
(1) Masyarakat tidak atau belum mengharapkan harga-
harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam
hal ini, sebagian dari penambahan jumlah unang yang
beredar akan diterima oleh masyarakat untuk
menambah likuiditasnya (yaitu memperbesar pos kas
dalam buku neraca anggota masyarakat). Ini berarti
bahwa sebagian besar dari kenaikan jumlah uang
tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang.
Selanjutnya, ini berarti bahwa tidak akan ada kenaikan
permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak
ada kenaikan harga barang-barang (atau harga-harga
mungkin naik sedikit sekali). Dalam keadaan ini jumlah
uang yang beredar sebesar 10% diikuti oleh kenaikan
harga-harga sebesar misalnya 1%. Keadaan ini biasanya
dijumpai ketika inflasi masih baru dimulai dan
masyarakat masih belum menyadari bahwa inflasi
sedang berlangsung.
(2) Masyarakat atas dasar pengalaman pada waktu
sebelumnya, mulai sadar akan adanya inflasi. Orang-
orang mulai mengharapkan kenaikan harga.
Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi
Page 55
49
diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kasnya
tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang.
Hal ini dilakukan karena masyarakat berusaha guna
menghindari kerugian yang diakibatkan oleh keinginan
mereka untuk menahan uang tunai.
(3) Terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap
hiperinflasi. Dalam kondisi ini masyarakat sudah
kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang.
Dalam kondisi ini kenaikan jumlah uang dimisalkan
20%, maka kenaikan permintaan barang-barang akan
naik sebesar 20%. Inflasi semacam ini pernah dialami
oleh bangsa Indonesia antara tahun 1961-1966.
Hiperinflasi bukan hanya menghancurkan sendi-sendi
ekonomi, tetapi juga sendi-sendi sosial politik dari suatu
masyarakat.46
e. Dampak Inflasi
Inflasi yang tinggi tingkatannya tidak akan menggalakkan
perkembangan ekonomi suatu negara. Hal-hal yang timbut antara
lain sebagai berikut:
1) Biaya produksi yang naik akibat inflasi akan sangat merugikan
pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih
46 Julius R. Latumaerissa, 27–28.
Page 56
50
pada kegiatan kurang mendorong produk nasional, seperti
tindakan para spekulan yang ingin mencari keuntungan sesaat.
2) Kondisi harga yang tidak menentu (inflasi) mendorong pemilik
modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk
pembelian tanah, rumah, dan bangunan. Pengalihan investasi
seperti ini akan menyebabkan investasi produktif berkurang
dan kegiatan ekonomi menurun.
3) Inflasi menimbulkan efek yang buruk pada perdagangan
mematikan pengusaha dalam negeri. Hal ini dikarenakan
kenaikan harga menyebabkan produk-produk dalam negeri
tidak bersaing dengan produk negara lain sehingga kegiatan
ekspor turun dan impor meningkat.
4) Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca
pembayaran. Hal ini dikarenakan menurunnya ekspor dan
meningkatnya impor menyebabakan ketidakseimbangan
terhadap dana yang masuk dan keluar negeri. Kondisi neraca
pembayaran akan memburuk.47
Dampak buruk dari inflasi dapat pula ditinjau dari tingkat
kesejahteraan masyarakat, yakni sebagai berikut:
1) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima
masyarakat, dan ini sangat merugikan orang-orang yang
berpenghasilan tetap. Inflasi yang terjadi akan menyebabkan
47 Asfia Murni, 221–222.
Page 57
51
kenaikan tingkat upah tidak secepat kenaikan harga barang
yang diperlukan dan dijual di pasar.
2) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Seperti tabungan masyarakat di bank nilai riilnya akan
menurun.
3) Inflasi akan mempeburuk pembagian kekayaan, karena bagi
masyarakat yang berpenghasilan tetap dan mempunyai
kekayaan dalam bentuk uang bisa-bisa jatuh miskin. Tetapi
bagi masyarakat yang menyimpan kekayaan dalam bentuk
tanah dan rumah akan terjadi peningkatan kekayaan, baik
secara riil maupun secara nominal. Demikian pula bagi
pedagang, pendapatan riil mereka akan dapat bertambah dan
mungkin meningkat pada saat terjadi inflasi.48
f. Pengaruh Inflasi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus
menerus telah menimbulkan beberapa dampak buruk kepada
individu dan masyarakat, para penabung, kreditur/debitur dan
produsen, ataupun pada kegiatan perekonomian secara
keseluruhan.49
Menurut M. Umer Chapra inflasi berpengaruh negatif
terhadap inflasi, di mana inflasi mengandung implikasi bahwa
48 Asfia Murni, 222. 49 Nurul Huda et al., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 1st ed. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), 180.
Page 58
52
uang tidak berfungsi sebagai satuan hitungan yang adil dan benar.
Hal itu menyebabkan uang menjadi standar pembayaran tertunda
yang tidak adil dan seuatu alat penyimpanan nilai yang tidak dapat
dipercaya. Inflasi menyebabkan orang berlaku tidak adil terhadap
orang lain, meskipun disadarinya, dengan merosotnya daya beli
asset-aset moneter secara tidak diketahui. Hal itu merusak efisiensi
sistem moneter dan menimbulkan ongkos kesejahteraan pada
masyarakat. Hal itu meningkatkan konsumsi dan mengurangi
tabungan.50
Sementara menurut Nurul Huda, dampak inflasi bagi para
penabung adalah dapat menyebabkan orang enggan untuk
menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Tabungan
memang menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas
bunga, tetap saja nilai mata uang akan menurun. Bila orang enggan
menabung, maka dunia usaha dan investasi akan sulit untuk
berkembang, karena berkembangnya dunia usaha membutuhkan
dana dari masyarakat yang di simpan di bank.51
3. Kurs
a. Pengertian Kurs
Exchange Rate (nilai tukar uang) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga
pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata
50 M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 5. 51 Huda et al., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 180–81.
Page 59
53
uang domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu
harga mata uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang
merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang
yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain
transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi
internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negara yang
melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum.52
b. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Dalam suatu negara, satu-satunya institusi resmi yang dapat
mengubah penawaran mata uangnya adalah Bank Sentral dari
negara tersebut. Bank Sentral dalam kesehariannya acap kali
menjual dan membeli mata uang asing. Setiap Bank Sentral dapat
memilih antara dua rezim kebijakan nilai tukar yang berbeda
yaitu:53
1) Fixed Exchange Rate Regime
Dalam sistem kebijakan ini Bank Sentral suatu negara
cukup mengumumkan suatu nilai tukar tertentu untuk mata
uangnya terhadap mata uang asing tertentu di mana Bank
Sentral bersedia membeli dan dan menjual mata uang asing
dengan kuantitas berapapun. Contohnya adalah Indonesia yang
pada era sebelum pertengahan tahun 1980-an memakai rezim
nilai tukar dipagu. Kita ketahui bahwa setiap beberapa periode
52 Karim, Ekonomi Makro Islami, 157. 53 Karim, 160.
Page 60
54
waktu mata uang Rupiah mengalami penyesuaian nilai tukar
terhadap Dollar AS dan mata uang asing lainnya.54
Dalam resim nilai tukar dipagu Bank Sentral acap kali
dipaksa untuk mencetak uang melebihi apa yang
diinginkannya. Dalam rezim nilai tukar dipagu Bank Sentral
dapat mengendalikan nilai tukar atau penawaran uang, akan
tetapi tidak keduanya sekaligus. Jika Bank Sentral menetapkan
nilai tukar, maka Bank Sentral harus menawarkan berapapun
kuantitas uang yang dibutuhkan oleh pada pedagang atau
dengan kata lain Bank Sentral harus membeli berapapun
kuantitas mata uang asing yang ditawarkan oleh para pedagang
(kehilangan kendali atas penawaran mata uang) yang mana hal
tersebut jika terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan
international reserve erisis, yaitu keadaan di mana sebuah
Bank Sentral kehilangan kemampuannya untuk menjaga nilai
tukar tertentu untuk mata uang negaranya. Ketika Bank Sentral
menyadari bahwa cadangan devisanya telah banyak berkurang,
maka Bank Sentral terpaksa harus menaikkan nilai tukar mata
uang asing terhadap mata uang domestik dengan harapan agar
permintaan terhadap cadangan devisa yang demikian menurun.
Hal tersebut dikenal dengan devaluasi. Jika yang terjadi
sebaliknya, di mana Bank Sentral harus terus membeli devisa,
54 Karim, 160.
Page 61
55
maka Bank Sentral dapat menurunkan nilai tukar mata uang
negaranya terhadap mata uang asing. Hal tersebut dikenal
revaluasi. 55
Pada saat Bank Sentral kehilangan kendali atas
penawaran uang, Bank Sentral juga kehilangan kendali atas
tingkat harga, sehingga jika Bank Sentral harus membiarkan
nilai tukar untuk mengambang bebas.
2) Flexible Exchange Rate Regime
Rezim sistem nilai tukar mengambang ini adalah sistem
yang dipakai oleh hampir sebagian besar negara di dunia pada
saat ini. Jika Bank Sentral ingin menambah penawaran uang,
Bank Sentral dapat mencetak uang dan kemudian membeli
sesuatu asset (biasanya berbentuk obligasi pemerintah). Jika
Bank Sentral ingin mengurangi penawaran uang, maka Bank
Sentral dapat menjual sesuatu asset (biasanya berbentuk
obligasi pemerintah) dan memusnahkan uang yang didapatnya
dari penjualan tersebut.
Bank Sentral di luar negeri juga mengendalikan
penawaran uangnya dengan cara-cara yang secara esensial
sama dengan cara yang dilakukan oleh Bank Sentral domestik.
Jika Bank Sentral membeli atau menjual mata uang negaranya
sendiri, maka akan memengaruhi penawaran uang. Selain itu
55 Karim, 161.
Page 62
56
Bank Sentral juga dapat memperjualbelikan mata uang asing
(mata uang negara lainnya).56
Nilai tukar uang ditentukan oleh permintaan dan
penawaran dari mata uang itu sendiri. Penawaran terhadap IDR
ditentukan oleh Bank Indonesia sedangkan permintaan akan
IDR tergantung pada pendapatan dari warga Indonesia. Orang-
orang dengan pendapatan yang tinggi akan membutuhkan lebih
banyak uang. Begitu juga dengan mata uang asing, ditentukan
dengan cara-cara yang sama. Nilai tukar uang atau kurs karena
mengikut pada ketentuan oleh paritas daya beli mempunyai
persamaan matematis sebagai berikut: 57
Keterangan:
= tingkat harga domestik (domestic price)
= tingkat harga luar negeri (foreign price)
= nilai tukar (exchange rate)
Tingkat harga dan ditentukan melalui interaksi
permintaan dan penawaran uang di masing-masing negara.
Kemudian tawar-menawar dari kesempatan arbitrase akan
memaksa nilai tukar ke tingkat di mana persamaan paritas
daya beli = berlaku.
56 Karim, 161–62. 57 Karim, 163.
Page 63
57
Dalam teori Neoklasikal, tingkat harga dalam suatu
negara dapat berubah karena berubahnya penawaran uang atau
karena factor-faktor yang mendahului perubahan dari output
negara tersebut seperti kebijakan fiskal, teknologi, peperangan,
cuaca, dan lain sebagainya. Kenaikan penawaran IDR akan
mengakibatkan Rupiah mengalami depresiasi, sebaliknya
kenaikan penawaran mata uang asing (missal SGD) akan
mengakibatkan Rupiah mengalami apresiasi. Jika terjadi
kenaikan penawaran uang yang signifikan, maka otoritas akan
terjadi kenaikan harga yang signifikan pula (inflasi). Kita
ketahui bahwa tingkat harga melonjak baik karena terjadi
penurunan permintaan uang, juga lonjakan dari nilai tukar
(depresiasi) uang. Lonjakan ini dinamakan exchange rate
overshooting. Exchange rate overshooting adalah salah satu
fenomena yang penting karena bisa membantu kita dalam
menjelaskan mengapa nilai tukar uang bergerak tajam dari hari
ke hari.58
c. Pengaruh Kurs (Nilai Tukar) Terhadap Jumlah Dana Pihak
Ketiga
Kurs atau nilai tukar merupakan perbandingan harga mata
uang suatu negara dengan mata uang negara asing. Menurut
Veithzal Rivai, dkk. nilai tukar uang di dunia perekonomian makro
58 Karim, 163.
Page 64
58
suatu negara juga menjadi acuan pertumbuhan ekonominya,
semakin kuat nilai tukar uang negara bisa dikategorikan semakin
sehat juga perekonomiannya. Dengan demikian akan berdampak
pada simpanan masyarakat pada bank umum ataupun bank syariah
yang juga akan meningkat.59
4. Tingkat Suku Bunga SBI
a. Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat suku bunga SBI atau BI Rate adalah suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia
setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan
pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui
pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk
mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Umumnya
naiknya suku bunga acuan sebuah negara dikarenakan untuk
mengimbangi besaran inflasi. Suku bunga acuan dikeluarkan untuk
menjaga agar perekonomian tetap berjalan dengan baik.60
Bank Indonesia melakukan penguatan kerangka operasi
moneter dengan mengimplementasikan suku bunga acuan atau
suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day (Reverse) Repo Rate,
59 Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, and Arifiandy Permata Veithzal, Credit
Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi: Panduan Praktis Mahasiswa,
Bankir, dan Nasabah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 34. 60 https://www.bi.go.id (diakses pada 15 Januari 2020, pukul 10.00).
Page 65
59
yang belaku efektif sejak 19 Agustus 2016, menggantikan BI Rate.
penguatan kerangka operasi moneter ini merupakan hal yang lazim
dilakukan di berbagai bank sentral dan merupakan best practice
internasional dalam pelaksanaan operasi moneter. Kerangka
operasi moneter senantiasa disempurnakan untuk memperkuat
efektivitas kebijakan dalam mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan. Instrument BI 7-Day (Reverse) Repo Rate digunakan
sebagai suku bunga kebijakan baru karena dapat secara cepat
mempengaruhi pasar uang, perbankan dan sektor riil. Instrument
BI 7-Day (Reverse) Repo Rate sebagai acuan yang baru memiliki
hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya
transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong
pendalaman pasar keuangan khususnya penggunaan instrument
repo.61
Instrumen BI 7-Day (Reverse) Repo Rate sebagai suku
bunga kebijakan baru terdapat tiga dampak utama yang
diharapkan, yaitu:
1) Menguatnya sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga
(Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar
keuangan.
61 https://www.bi.go.id (diakses pada 15 Januari 2020, pukul 10.00).
Page 66
60
2) Meningkatnya efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui
pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku
bunga perbankan.
3) Terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang
antar bank (PUAB) untuk tenor 3-12 bulan.62
b. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana
Pihak Ketiga
Menurut Muhamad, kebijakan otoritas moneter menaikkan
instrumen moneter seperti tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia mengakibatkan bank konvensional juga menaikkan
tingkat suku bunganya sehingga deposan yang memiliki mind-set
rasional akan menarik dananya dari bank syariah dan
memindahkannya ke bank konvensional. Bank konvensional lebih
memiliki fleksibilitas dalam menyesuaikan returnnya (suku
bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bias
dipungkiri bahwa persaingan di dalam menarik dana masyarakat
tidak hanya dating dari bank sejenis (syariah) tetapi juga datang
dari bank konvensional, terutama persaingan di dalam
memperebutkan segmen seposan rasional.63
62 https://www.bi.go.id (diakses pada 15 Januari 2020, pukul 10.00). 63 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),
161–62.
Page 67
61
B. Studi Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Studi Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti,
Tahun, dan
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
dan Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Abida
Muttaqiena.
2013. Analisis
Pengaruh PDB,
Inflasi, Tingkat
Bunga, dan
Nilai Tukar
Terhadap Dana
Pihak Ketiga
Perbankan
Syariah di
Indonesia
2008-2012.64
Variabel
Independen:
PDB, Inflasi,
Suku Bunga
Deposito 1
Bulan Bank
Umum, dan
Nilai Tukar.
Variabel
Dependen:
Dana Pihak
Ketiga.
Metode
Penelitian:
Analisis
Regresi
Linier
Berganda.
Hasil
Penelitian:
PDB, inflasi
IHK, suku
bunga
deposito 1
bulan bank
umum, dan
nilai tukar
rupiah secara
simultan (Uji
F) maupun
parsial (Uji t)
berpengaru
signifikan
terhadap
DPK.
Terdapat
variabel
independen
yakni
inflasi, nilai
tukar, dan
variabel
dependen
yakni dana
pihak
ketiga.
Terdapat
variabel
independen
PDB dan suku
bunga deposito
1 bulan bank
umum. Metode
yang
digunakan
peneliti yaitu
Error
Correction
Model (ECM).
2. Sutono dan
Batista Sufa
Kefi.
2014. Pengaruh
Faktor Makro
Ekonomi
Terhadap
Penghimpunan
Dana pada
Bank Umum di
Indonesia.65
Variabel
Independen:
Inflasi, Kurs,
Suku Bunga
SBI.
Variabel
Dependen:
DPK.
Metode
Penelitian:
Analisis
Regresi
Linier
Berganda.
Hasil
Penelitian:
Inflasi
berpengaruh
negatif
namun tidak
signifikan
terhadap
Terdapat
variabel
independen
inflasi,
kurs, dan
suku bunga
SBI, serta
variabel
dependen
yakni DPK.
Metode yang
digunakan
peneliti yaitu
Error
Correction
Model (ECM).
64 Abida Muttaqiena, “Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, Dan Nilai Tukar
Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Di Indonesia 2008-2012,” Economics
Development Analysis Journal, 2 (2013). 65 Sutono and Batista Sufa Kefi, “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi Terhadap
Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Manajemen Akuntansi,
2014.
Page 68
62
No.
Nama Peneliti,
Tahun, dan
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
dan Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
DPK, Kurs
berpengaruh
positif
namun tidak
signifikan
terhadap
DPK, Suku
Bunga SBI
berpengaru
negatif dan
signifikan
terhadap
DPK.
3. Bellinda
Fatriada Indah.
2017. Pengaruh
Tingkat Bagi
Hasil, Inflasi,
dan Kurs Dolar
Terhadap Dana
Pihak Ketiga
(Studi pada
Bank
Muamalat
Indonesia
(BMI) Tahun
2011-2015).66
Variabel
Independen:
Tingkat Bagi
Hasil,
Inflasi, Kurs
Dollar.
Variabel
Dependen:
Dana Pihak
Ketiga.
Metode
Penelitian:
Analisis
Regresi
Berganda.
Hasil
Penelitian:
secara
bersama-
sama (uji F)
tingkat bagi
hasil, inflasi,
dan kurs
dollar
berpengaruh
terhadap
dana pihak
ketiga
sedangkan
dari hasil uji
t tingkat bagi
hasil
berpengaruh
terhadap
dana pihak
ketiga, inflasi
berpengaruh
terhadap
dana pihak
ketiga, dan
kurs dollar
tidak
berpengaruh
Terdapat
variabel
independen
inflasi, kurs
dollar, dan
variabel
dependen
dana pihak
ketiga.
Terdapat
variabel
independen
tingkat bagi
hasil. Metode
analisis yang
digunakan
peneliti adalah
Error
Correction
Model (ECM).
66 Bellinda Fatriada Indah, “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil, Inflasi, Dan Kurs Dolar
Terhadap Dana Pihak Ketiga (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Tahun 2011-2015),”
2017.
Page 69
63
No.
Nama Peneliti,
Tahun, dan
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
dan Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
terhadap
dana pihak
ketiga.
4. Yenti Afrida
dan Romi
Iskandar. 2018.
Pengaruh
Inflasi, Kurs,
Tingkat Suku
Bunga,
Pertumbuhan
Ekonomi, dan
Jumlah Uang
Beredar
Terhadap
Jumlah DPK
Bank
Syariah.67
Variabel
Independen:
Inflasi, Kurs,
Tingkat
Suku Bunga,
Pertumbuhan
Ekonomi,
dan Jumlah
Uang
Beredar
Variabel
Dependen:
Jumlah DPK
Metode
penelitian:
analisis jalur.
Hasil
penelitian:
tingkat
inflasi, nilai
tukar, tingkat
bunga,
pertumbuhan
ekonomi, dan
jumlah uang
beredar di
Indonesia
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
tabungan dan
simpanan
perbankan
syariah.
Terdapat
variabel
independen
yakni
inflasi,
kurs,
tingkat
suku
bunga, dan
variabel
dependen
yakni
jumlah
DPK
Terdapat
variabel
independen
yakni
pertumbuhan
ekonomi dan
jumlah uang
beredar.
Metode yang
digunakan
peneliti yaitu
Error
Correction
Model (ECM).
5. Agusti Nia
Aghnawati dan
Malik
Cahyadin.
2019. Faktor-
Faktor Penentu
Dana Pihak
Ketiga Bank
Umum Syariah
di Indonesia
Tahun 2010-
2017.68
Variabel
Independen:
Bagi Hasil,
Biaya
Promosi dan
Jumlah
Kantor
Layanan.
Variabel
Dependen:
Dana Pihak
Ketiga.
Metode
penelitian:
Random
Effect Model
(REM).
Hasil
penelitian:
bagi hasil,
jumlah
kantor
layanan, dan
biaya
promosi
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
DPK BUS.
Selain itu,
Terdapat
variabel
dependen
yakni dana
pihak
ketiga.
Terdapat
variabel
independen
yakni bagi
hasil, biaya
promosi, dan
jumlah kantor
layanan.
Metode yang
digunakan
peneliti yaitu
Error
Correction
Model (ECM).
67 Yenti Afrida and Romi Iskandar, “Pengaruh Inflasi, Kurs, Tingkat Suku Bunga,
Pertumbuhan Ekonomi, Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Jumlah DPK Bank Syariah,” Jurnal
Kajian Ekonomi Islam, 3 (2018). 68 Agusti Nia Aghnawati and Malik Cahyadin, “Faktor-Faktor Penentu Dana Pihak
Ketiga Bank Umum Syariah Di Indonesia Tahun 2010-2017,” Jurnal Penelitian Ekonomi, 4
(2019).
Page 70
64
No.
Nama Peneliti,
Tahun, dan
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Penelitian
dan Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
hasil uji
koefisien
determinasi
(R2) yaitu
sebesar
0,869811.
Hal tersebut
menunjukkan
bahwa
sebesar
86,9811%
variasi
variabel
dependen
dijelaskan
oleh variabel
independen.
Posisi penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini menggunakan Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga SBI
sebagai variabel independen, serta Dana Pihak Ketiga sebagai variabel
dependen. Metode analisis penelitian ini menggunakan metode analisis
Error Correction Model (ECM) dengan alat bantu penelitian
menggunakan EViews versi 10. Data penelitian diperoleh dari website
resmi Bank Indonesia dan Bank Syariah Bukopin yang diinput mulai tahun
periode 2016 hingga 2019.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Veithzal
Rivai dan Arviyan Arifin untuk kondisi perekonomian, sedangkan setiap
variabelnya yakni inflasi menggunakan teori M. Umer Chapra dan juga
teori Nuruh Huda, dkk. Variabel kurs menggunakan teori Veithzal Rivai,
dkk. Sedangkan tingkat suku bunga SBI menggunakan teori Muhamad.
Page 71
65
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan proses memilih aspek-aspek dalam
tinjauan teori yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dibuat dalam
bentuk bagan merupakan satu rangkaian konsep dasar secara sistematis
menggambarkan variabel dan hubungan antar variabel.69 Kerangka yang
terdapat dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel independen atau
bebas yaitu inflasi (X1), kurs (X2), tingkat suku bunga SBI (X3), dan satu
variabel dependen atau terikat yaitu dana pihak ketiga (Y).
Berdasarkan teori yang digunakan, peneliti menyimpulkan bahwa
variabel yang dapat mempengaruhi jumlah dana pihak ketiga adalah
inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI. Untuk itu peneliti ingin
mengetahui pengaruh variabel X tersebut terhadap dana pihak ketiga
dalam jangka panjang dan jangka pendek menggunakan Error Correction
Model (ECM).
Error Correction Model (ECM) merupakan suatu model analisis
ekonometrik yang diperkenalkan Sargan dan dipopulerkan oleh Engel
Granger. Model ini mampu meliputi banyak variabel dalam analisis
fenomena ekonomi jangka panjang dan juga dapat memecahkan masalah
variabel time series yang rentang dengan ketidakstasioneran data.
69 Firdaus and Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2018), 76.
Page 72
66
Gambar 2.3
Gambar 2.3
Kerangka Berfikir Variabel X dan Variabel Y
Berdasarkan Gambar 2.3 ketika dilakukan pengujian secara parsial
diperoleh jika inflasi menurun maka akan berdampak positif terhadap
peningkatan jumlah dana pihak ketiga. Jika kurs Rupiah terhadap Dollar
AS menguat maka akan berdampak positif terhadap peningkatan jumlah
dana pihak ketiga. Begitu pula dengan tingkat suku bunga SBI, jika tingkat
Inflasi (X1) Kurs (X2) Tingkat Suku
Bunga SBI (X3)
Dana Pihak Ketiga (Y)
Uji Stasioneritas, Uji
Kointegrasi, Uji
Jangka Pendek, Uji
Analisis, Uji Jangka
Panjang
ECM
Interpretasi Hasil
Input Data
Page 73
67
suku bunga SBI tidak mengalami kenaikan maka suku bunga bank
konvensional juga tidak mengalami kenaikan, sehingga akan berpengaruh
positif terhadap jumlah dana pihak ketiga perbankan syariah.
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang
masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan
dapat diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Hipotesis inflasi terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho1 : Variabel inflasi dalam jangka pendek tidak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha1 : Variabel inflasi dalam jangka pendek berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho2 : Variabel inflasi dalam jangka panjang tidak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha2 : Variabel inflasi dalam jangka panjang berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
2. Hipotesis kurs terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho3 : Variabel kurs dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha3 : Variabel kurs dalam jangka pendek berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Page 74
68
Ho4 : Variabel kurs dalam jangka panjang tidak berpengaruh
signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha4 : Variabel kurs dalam jangka panjang berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
3. Hipotesis tingkat suku bunga terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho5 : Variabel tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha5 : Variabel tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho6 : Variabel tingkat suku bunga SBI dalam jangka panjang tidak
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha6 : Variabel tingkat suku bunga SBI dalam jangka panjang
berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
4. Hipotesis inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara simultan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ho7 : Variabel inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara
simultan dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha7 : Variabel inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara
simultan dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
Page 75
69
Ho8 : Variabel inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara
simultan dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ha8 : Variabel inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara
simultan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
Page 76
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dapat diartikan sebagai pedoman, prosedur,
atau teknik dalam perencanaan penelitian yang berguna sebagai panduan
untuk membangun strategi yang menghasilkan model penelitian.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif yaitu metode yang digunakan untuk meneliti
sampel atau populasi tertentu.
Analisis data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian ini menggunakan angka-angka
yang dijumlahkan sebagai data yang kemudian di analisis. Metode ini
dimaksud untuk menjelaskan fenomena dengan menggunakan data-data
numerik, kemudian dianalisis yang umumnya menggunakan statistik.
Pendekatan kuantitatif memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang
mempunyai karakteristik tertentu di dalam kehidupan manusia yang
dinamakan variabel. Hubungan diantara variabel-variabel dalam
pendekatan hakikat menggunakan teori yang objektif.1 Penelitian ini
1 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan (Bandung:
Refika Aditama, 2012), 49.
Page 77
71
merupakan penelitian asosiatif yang digunakan untuk menemukan
hubungan antara variabel independen yang diobservasi.2
Dalam penelitian ini penulis menggunakan empat variabel yang
pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut. Dengan demikian penelitian ini menggunakan
variabel independen (yang mempengaruhi) berupa variabel X dan variabel
dependen (yang dipengaruhi) berupa variabel Y, yaitu:
1. X1 : Inflasi
2. X2 : Kurs
3. X3 : Tingkat Suku Bunga SBI
4. Y : Dana Pihak Ketiga
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal-hal tersebut.3 Terdapat dua macam variabel dalam penelitian
ini, yakni:
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas yaitu variabel yang
mempengaruhi variabel lain dan sifatnya berdiri sendiri. Variabel
2 Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015),
189. 3 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2009), 35.
Page 78
72
independen dari penelitian ini adalah inflasi yang dilambangkan
dengan X1, kurs yang dilambangkan dengan X2, dan tingkat suku
bunga SBI yang dilambangkan dengan X3.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat yaitu variabel yang
dipengaruhi oleh variabel lain dan sifatnya tidak dapat berdiri sendiri.
Variabel dependen dari penelitian ini adalah dana pihak ketiga yang
dilambangkan dengan Y.
Agar dapat mempermudah dalam pembahasan, maka dapat
didefinisikan operasional variabelnya sebelum dilakukan analisis
instrumen, serta sumber pengukuran berasal dari mana.4 Adapun
definisi operasional variabel dan pengukuran variabel dapat dilihat
sebagai berikut:
4 Wiratna Sujarweni, Metode Penelitian Bisnis Ekonomi (Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS, 2015), 90.
Page 79
73
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional Rumus Sumber
Dana Pihak
Ketiga
Dana pihak
ketiga
biasanya
merupakan
dana yang
dihimpun oleh
bank yang
berasal dari
masyarakat,
meliputi
masyarakat
individu,
maupun badan
usaha.
DPK = Giro Wadi’ah + Giro
Mudharabah + Tabungan
Wadi’ah + Tabungan
Mudharabah + Deposito
Mudharabah
Khotibul
Umam,
Perbankan
Syariah:
Dasar-
Dasar dan
Dinamika
Perkemban
gannya di
Indonesia,
((Jakarta:
Rajawali
Pers, 2016),
79.
Inflasi Inflasi adalah
kecenderungan
dari harga-
harga untuk
menaik secara
terus menerus.
Rate of Inflation =
Tingkat harga t – Tingkat harga t-1
Tingkat harga t
x 100
Keterangan:
Tingkat harga t = tingkat harga
pada tahun t
Tingkat harga t-1 = tingkat
harga sebelum
tahun t
Adiwarman
A. Karim,
Ekonomi
Makro
Islam
(Jakarta:
Rajawali
Pers, 2014),
136.
Kurs Exchange Rate
(nilai tukar
uang) atau
yang lebih
dikenal dengan
Keterangan:
e = nilai tukar (exchange rate)
P = tingkat harga domestik
Adiwarman
A. Karim,
Ekonomi
Makro
Islam
Page 80
74
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional Rumus Sumber
sebutan kurs
mata uang
adalah catatan
(quotation)
harga pasar
dari mata uang
asing (foreign
currency)
dalam harga
mata uang
domestik
(domestic
currency)
begitu pula
sebaliknya,
yaitu harga
mata uang
domestik
dalam mata
uang asing.
(domestic price)
P = tingkat harga luar negeri
(foreign price)
(Jakarta:
Rajawali
Pers, 2014),
67.
Tingkat
Suku
Bunga SBI
Tingkat suku
bunga SBI
adalah suku
bunga
kebijakan yang
mencerminkan
sikap atau
stance
kebijakan
moneter yang
ditetapkan
Laporan Keuangan Bank
Indonesia
https://www.
bi.go.id
Page 81
75
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional Rumus Sumber
oleh Bank
Indonesia dan
diumumkan
kepada publik.
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang
ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.5 Populasi
dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Bank Syariah Bukopin
periode 2016 hingga 2019.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi yang besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta,
2016), 80.
Page 82
76
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Kesimpulan dari
sampel yang telah dipelajari akan dapat diberlakukan untuk populasi.
Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili).6 Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling, yaitu didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap
mempunyai karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Bank
Syariah Bukopin yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Merupakan laporan keuangan bulanan yang terdapat informasi
tentang jumlah dana pihak ketiga.
b. Merupakan laporan keuangan bulanan time series yang
dipublikasikan.
Berdasarkan kriteria di atas, sampel dalam penelitian ini adalah
laporan keuangan bulanan Bank Syariah Bukopin periode 2016 hingga
2019, data bulanan lain yakni inflasi IHK, data kurs Rupiah terhadap
Dollar AS, dan data tingkat suku bunga SBI periode 2016 hingga 2019
yang dipublikasikan secara online oleh Bank Indonesia.
D. Jenis dan Sumber Data
Data yaitu data berbentuk angka atau bilangan yang diolah atau
dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika. Data yang
6 Sugiyono, 81.
Page 83
77
digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang kemudian
diolah oleh peneliti menggunakan perhitungan statistik.7
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder.
Sumber data pada penelitian ini berasal dari laporan keuangan bulanan
Bank Syariah Bukopin periode 2016 hingga 2019 yang berisi jumlah dana
pihak ketiga yang sudah tersedia di website Bank Syariah Bukopin, data
bulanan inflasi IHK, kurs tengah Rupiah terhadap Dollar AS, dan tingkat
suku bunga SBI yang sudah tersedia di website Bank Indonesia.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk
memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan realistis. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi dan metode studi pustaka. Metode dokumentasi yaitu
mempelajari dokumen yang berkaitan dengan seluruh data yang
diperlukan dalam penelitian. Metode dokumentasi dalam penelitian ini
adalah peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti laporan keuangan
Bank Syariah Bukopin, laporan moneter Bank Indonesia, laporan
keuangan Bank Indonesia, serta dokumen lain dalam perusahaan yang
relevan dengan kepentingan penelitian. Sedangkan metode kepustakaan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang diperoleh
dari instansi-instansi terkait, buku referensi, maupun maupun jurnal-jurnal
7 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, 2nd ed. (Jakarta: Kencana, 2005), 132.
Page 84
78
ekonomi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
yaitu data runtun waktu yang merupakan data yang dikumpulkan, dicacat
atau diobservasi sepanjang waktu secara beruntutan dengan jenis data
yang digunakan adalah data sekunder. Data yang dikumpulkan berupa data
laporan keuangan bulanan Bank Syariah Bukopin periode 2016 hingga
2019 yang diambil di website resmi Bank Syariah Bukopin
https://wwwsyariahbukopin.co.id dan website resmi Bank Indonesia
https://www.bi.go.id.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis data kuantitatif. Analisis data yang digunakan adalah
analisis data time series dengan Model Kesalahan Koreksi (Error
Correction Model atau ECM). Error Correction Model adalah suatu
bentuk model yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka pendek
dan jangka panjang variabel bebas terhadap variabel terikat. Selain dapat
mengetahui pengaruh model ekonomi dalam jangka pendek dan jangka
panjang, model ECM juga memiliki kegunaan diantaranya mengatasi data
yang tidak stasioner dan masalah regresi lancung.8
Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengolah
dan menganalisis data-data yang ada adalah software Econometric Views
8 Inung Oni Setiadi, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Di
Indonesia Tahun 1999 : Q1 - 2010 : Q4 Dengan Pendekatan Error Correction Models (ECM),”
Economics Development Analysis Journal, 2 (2013): 3.
Page 85
79
(Eviews) versi 10 dan Microsoft Excel 2013. Terdapat lima tahap
pengujian yang harus dilakukan antara lain Uji Stasioneritas Data, Uji
Kointegrasi, Model Jangka Pendek, Uji Asumsi Klasik, dan Model Jangka
Panjang.
1. Pengujian Stasioneritas Data
Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan
kumpulan dari variabel random atau stokastik dalam urutan waktu.
Setiap data time series yang kita punya merupakan suatu data dari hasil
proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner
jika memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan variannya konstan
sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya
tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. 9
Metode stasioner data telah berkembang pesat seiring dengan
perhatian para ahli ekonometrika terhadap ekonometrika time series.
Metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan oleh ahli ekonometrika
untuk menguji masalah stasioner data adalah uji akar-akar unit (unit
root test). Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller
dan dikenal dengan uji akar unit Dickey-Fuller (DF). Ide dasar uji
stasioneritas data dengan uji akar unit dapat dijelaskan melalui model
berikut ini:
Yt = ρYt-1 + et -1 ≤ ρ ≤ 1 (3.1)
9 Agus Widarjono, Ekonometrika Pengantar Dan Aplikasinya Disertai Panduan EViews
(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017), 320.
Page 86
80
Dimana et adalah variabel gangguan yang bersifat random atau
stakostik dengan rata-rata nol, varian yang konstan dan tidak saling
berhubungan (nonautokorelasi) sebagaimana asumsi metode OLS.
Varian gangguan yang mempunyai sifat tersebut disebut gangguan
yang white noise.10
Jika nilai ρ = 1 maka kita katakana bahwa variabel random
(stokastik) Y mempunyai akar unit (unit root). Jika data time series
mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara
random (random walk) dan data yang mempunyai sifat random walk
dikatakan data tidak stasioner. Oleh karena itu jika kita melakukan
regresi Yt pada lag Yt-1 dan mendapatkan nilai ρ = 1 maka data
dikatakan tidak stasioner. Inilah ide dasar uji akar unit untuk
mengetahui apakah data stasioner atau tidak.
Jika persamaan (3.1) tersebut dikurangi kedua sisinya dengan
Yt-1 maka akan menghasilkan persamaan sebagai berikut:
Yt - Yt-1 = ρYt-1 - Yt-1 + et (3.2)
= (ρ – 1) Yt-1 + et
Persamaan (3.2) dapat ditulis menjadi:
ΔYt = ϕYt-1 + et (3.3)
dimana ϕ = (ρ – 1) dan ΔYt = Yt - Yt-1
Di dalam prakteknya untuk menguji ada tidaknya masalah akar
unit kita mengestimasi persamaan (3.3) dari pada persamaan (3.1)
10 Widarjono, 307.
Page 87
81
dengan menggunakan hipotesis nol ϕ = 0. Jika ϕ = 0 maka ρ = 1
sehingga data Y mengandung akar unit yang berarti data time series Y
adalah tidak stasioner. Tetapi perlu dicatat bahwa jika ϕ = 0 maka
persamaan (3.3) dapat ditulis menjadi:
ΔYt = et (3.4)
karena et adalah variabel gangguan yang mempunyai sifat white noise,
maka perbedaan atau differensi pertama (first difference) dari data time
series random walk adalah stasioner.11
Sebagai alternatifnya Dickey-Fuller telah menunjukkan bahwa dengan
hipotesis nol ϕ = 0, nilai estimasi t dari koefisien Yt-1 di dalam
persamaan (3.3) akan mengikuti distribusi statistik τ (tau). Distribusi
statistik τ kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Mackinnon dan
dikenal dengan distribusi statistik Mackinnon.12
Dickey-Fuller menyarankan di dalam menguji apakah data
mengandung akar unit atau tidak untuk menggunakan regresi model-
model berikut ini:
ΔYt = ϕYt-1 + et (3.5)
ΔYt = β1 + ϕYt-1 + et (3.6)
ΔYt = β1 + β2t + ϕYt-1 + et (3.7)
Dimana t adalah variabel tren waktu.
Persamaan (3.5) merupakan uji tanpa konstanta dan tren waktu.
Persamaan (3.6) uji dengan konstanta tanpa tren waktu. Sedangkan
11 Widarjono, 307-8. 12 Widarjono, 308.
Page 88
82
persamaan (3.7) merupakan uji dengan konstanta dan tren waktu.
Dalam setiap model, jika data time series mengandung unit root yang
berarti data tidak stasioner hipotesis nolnya adalah + ϕ = 0. Sedangkan
hipotesis alternatifnya + ϕ = 0 yang berarti data stasioner.13
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak
dengan cara membandingkan antara nilai statistik DF dengan nilai
kritisnya yakni distribusi statistik τ. Nilai statistik DF ditunjukkan oleh
nilai t statistik koefisien ϕYt-1ϕ. Jika nilai absolut statistik DF lebih
besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nol sehingga
data yang diamati menunjukkan stasioner. Sebaliknya data tidak
stasioner jika nilai absolut nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis
distribusi statistik τ.
Uji akar unit dari Dickey Fuller di persamaan (3.5) – (3.7)
adalah model sederhana dan ini hanya bisa dilakukan jika data time
series hanya mengikuti pola AR(1). Akan tetapi dalam banyak kasus,
data time series mengandung unsur AR yang lebih tinggi sehingga
asumsi tidak adanya autokorelasi variabek gangguan (et) tidak
terpenuhi. Dickey-Fuller kemudian mengembangkan uji akar unit
dengan memasukkan unsur AR yang lebih tinggi dalam modelnya dan
menambahkan kelambanan variabel diferensi di sisi kanan persamaan
yang dikenal dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dalam
13 Widarjono, 309.
Page 89
83
prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk
mendeteksi apakah data stasioner atau tidak.14
Hasil t-Statistic dibandingkan dengan nilai t-MacKinnon
Ceitical Value. Jika t-Statistic lebih kecil dari test critical value berarti
data tidak stasioner. Sebaliknya, jika t-Statistic lebih besar dari Test
Critical Value berarti data stasioner. Dapat juga dengan melihat nilai
Probability hasil uji ADF. Jika nilai probability lebih besar dari tingkat
Level (5%), maka data tidak stasioner. Sebaliknya, jika nilai
probability lebih kecil tingkat Level berarti data stasioner.15
2. Pengujian Kointegrasi
Regresi yang menggunakan data time series yang tidak
stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung
(spurious regression). Regresi lancung terjadi jika koefisien
determinasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena
hubungan keduanya yang merupakan data time series hanya
menunjukkan tren saja. Jadi tingginya koefisien determinasi karena
tren bukan karena hubungan antar keduanya.16
Secara umum bisa dikatakan bahwa jika data time series Y dan
X tidak stasioner pada tingkat level tetapi menjadi stasioner pada
14 Widarjono, 309. 15 Satrio Wijoyo, “Analisis Faktor Makroekonomi Dan Kondisi Spesifik Bank Syariah
Terhadap Non-Performing Financing (Studi Pada Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah
Yang Ada Di Indonesia Periode 2010:1-2015:12),” 2016, 79.
16 Widarjono, Ekonometrika Pengantar Dan Aplikasinya Disertai Panduan EViews, 315.
Page 90
84
diferensi (difference) yang sama yaitu Y adalah I(d) dan X adalah I(d)
di dimana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data adalah
terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan
katika data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat
yang sama.17
Untuk mengetahui apakah residual dalam regresi merupakan
data stasioner maka kita akan regresi persamaan dan kemudian
mendapatkan residualnya. Sedangkan uji akar unit terhadap
residualnya untuk mengetahui stasioneritasnya dilakukan
menggunakan uji kointegrasi Augmented Dickey-Fuller (ADF).18
Metode uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan uji
kointegrasi dari Engle-Granger. Untuk melakukan uji dari EG harus
dilakukan regresi persamaan dan kemudian mendapatkan residualnya.
Dari hasil residual ini kemudian diuji dengan ADF. nilai statistik ADF
kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya. Jika nilai statistikanya
lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamati
saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka panjang.
Data dikatakan ada kointegrasi ketika nilai residualnya yang
dimiliki stasioner pada tingkat level atau signifikansinya nilai
probabilitas nilai residual lebih kecil dari test critical value 1%, 5%,
dan 10%. Selain itu juga dapat dilihat dari nilai t-Statistic yang lebih
17 Widarjono, 316. 18 Widarjono, 316.
Page 91
85
besar dari MacKinnon critical value sehingga data terkointegrasi pada
I (0).19
3. Model Koreksi Kesalahan Engle Granger
Variabel X dan Y yang sebelumnya tidak stasioner pada tingkat
level, tetapi stasioner pada tingkat diferensi dan kedua variabel
terkointegrasi. Adanya kointegrasi antara variabel X dan Y berarti ada
hubungan atau keseimbangan jangka panjang antara variabel X dan Y.
Dalam jangka pendek mungkin saja ada ketidakseimbangan
(disequilibrium). Ketidakseimbangan inilah yang sering kita temui
dalam pelaku ekonomi. Artinya, bahwa apa yang diinginkan pelaku
ekonomi (desired) belum tentu sama dengan apa yang terjadi
sebenarnya. Adanya perbedaan apa yang diinginkan pelaku ekonomi
dan apa yang terjadi maka diperlukan penyesuaian (adjustment).
Model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi
keseimbangan disebut sebagai pendekatan model koreksi kesalahan
(Error Correction Model = ECM).
Pendekatan model ECM mulai timbul sejak perhatian para ahli
ekonometrika membahas secara khusus ekonometrika time series.
Model ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry dan akhirnya dipopulerkan
oleh Engle-Granger. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan,
namun penggunaan yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika
19 Yudhistira Ardana, “Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham
Syariah Di Indonesi: Model ECM,” Jurnal Bisnis dan Manajemen, 6 (2016): 24.
Page 92
86
adalah di dalam mengatasi masalah data time series yang tidak
stasioner dan masalah regresi lancung.20
a. Model Hubungan Jangka Pendek
Uji ECM jangka pendek digunakan untuk melihat apakah
seluruh variabel independen secara individu berpengaruh jangka
pendek terhadap variabel dependen. Model hubungan jangka
pendek ECM adalah sebagai berikut:
ΔY = β0 + β1ΔX1t + β2ΔX2t + β3ΔX3t + β4RESID + ut
Keterangan:
Y : Dana Pihak Ketiga
X1 : Inflasi
X2 : Kurs
X3 : Tingkat Suku Bunga SBI
ut : nilai residual (periode sebelumnya)
b. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah uji persyaratan yang digunakan
untuk uji regresi dengan metode estimasi Ordinal Least Squares
(OLS). Uji asumsi klasik yang hasilnya memenuhi asumsi maka
akan memberikan hasil Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
Sebaliknya, apabila uji asumsi tidak memenuhi kriteria asumsi,
20 Widarjono, 320.
Page 93
87
maka model regresi yang diuji akan memberikan makna bias dan
menjadi sulit untuk diinterpretasikan.21
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki
distribusi normal. Hasil uji normalitas diharuskan terdistribusi
normal, karena untuk uji t dan uji F mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal.22 Uji statistik
normalitas residual dapat dilakukan dengan uji statistik non
parametrik Kolmogorov Smirnov (K-5), dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Ho : nilai sig > 0,05 maka data residual terdistribusi
normal.
b) Ha : nilai sig ≤ 0,05 maka data residual tidak
terdistribusi normal.23
2) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain.24 Uji heteroskedastisitas
dalam penelitian ini menggunakan Uji Glejser yaitu dengan
21 Slamet Riyanto and Aglis Andhita Hatmawan, Metode Riset Penelitian Kuantitatif
Penelitian Di Bidang Manajemen, Teknik, Pendidikan Dan Eksperimen (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2020), 137. 22 Riyanto and Hatmawan, 137. 23 Riyanto and Hatmawan, 138. 24 Riyanto and Hatmawan, 139.
Page 94
88
melihat nilai sig dari variabel bebasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Apabila pada uji t untuk variabel bebas memiliki nilai sig <
0,05 (5%) maka dapat dipastikan terdapat
heteroskedastisitas.
b) Apabila pada uji t untuk variabel bebas memiliki nilai sig ≥
0,05 (5%) maka dapat dipastikan tidak terdapat
heteroskedastisitas.25
3) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam
metode regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya (t-1). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW
test). Kriteria pengambilan keputusannya adalah:
a) Jika 0 < d < dL, berarti ada autokorelasi positif.
b) Jika 4 – dL < d < 4, berarti ada autokorelasi negatif.
c) Jika dU < d < 4 – dU, berarti tidak ada autokorelasi positif.
d) Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4 – dU ≤ d ≤ 4 – dL, pengujian tidak
meyakinkan.
Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
25 Riyanto and Hatmawan, 140.
Page 95
89
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu)
tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.26
4) Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah korelasi tinggi yang terjadi
antara variabel bebas satu dengan variabel bebas lainnya. Uji
multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Nilai tolerance > 0,10 dan nilai
VIF < 10 maka dikatakan bahwa tidak ada multikolinieritas
antar variabel independen dalam model regresi.27
4. Model Hubungan Jangka Panjang
Uji ECM jangka panjang digunakan untuk melihat apakah
seluruh variabel independen secara individu berpengaruh jangka
panjang terhadap variabel dependen. Model hubungan jangka panjang
ECM adalah sebagai berikut:
Yt = β0 + β1INFL + β2KURS + β3SB + ut
Keterangan:
Y = Dana Pihak Ketiga
INFL = Inflasi
26 Riyanto and Hatmawan, 138. 27 Riyanto and Hatmawan, 139.
Page 96
90
KURS = Kurs
SB = Tingkat Suku Bunga SBI
5. Uji Hipotesis
a. Uji Parsial (Uji t)
Uji statistik t bertujuan untuk menguji signifikan pengaruh
secara parsial antara variabel independen terhadap variabel
dependen. Tingkat signifikansi 5% dengan pengujian yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1) Signifikan thitung < α 0,05 berarti ada pengaruh yang signifikan
antara variabel independen terhadap variabel dependen secara
parsial.
2) Signifikan thitung > α 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang
signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen secara parsial.28
b. Uji Simultan (Uji F)
Pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk mengetahui
sebuah tafsiran parameter secara bersama-sama, yang artinya
seberapa besar pengaruh dari variabel-variabel independen
terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Tingkat
signifikansi 5% dengan pengujian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
28 Riyanto and Hatmawan, 141.
Page 97
91
1) Signifikan Fhitung < α 0,05 berarti ada pengaruh yang signifikan
antara variabel independen terhadap variabel dependen secara
simultan.
2) Signifikan Fhitung > α 0,05 berarti tidak ada pengaruh yang
signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan.29
c. Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen
(variabel terikat). Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar 0 – 1.
Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil menunjukkan
kemampuan variabel-variabel bebas (independen) dalam
menjelaskan variabel terikat (dependen) sangat terbatas.
Sebaliknya, nilai koefisien determinasi (R2) yang besar dan
mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas
(independen) memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat
(dependen).30
29 Riyanto and Hatmawan, 142–43. 30 Riyanto and Hatmawan, 141.
Page 98
92
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Profil Bank Syariah Bukopin
PT Bank Syariah Bukopin (selanjutnya disebut Perseroan)
merupakan bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah.
Perseroan sebelumnya bernama PT Bank Persyarikatan Indonesia yang
menjalankan usaha konvensional. Legalitas Perseroan didasarkan pada
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor
10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang
Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional
menjadi Bank Syariah dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan
Indonesia menjadi PT Bank Syariah Bukopin. SK Gubernur BI
tersebut diterbitkan setelah Perseroan diakusisi oleh PT Bank Bukopin
Tbk secara bertahap sejak 2005 hingga 2008. Perseroan secara resmi
mulai efektif beroperasi pada tanggal 9 Desember 2008. Saat itu,
kegiatan operasional Perseroan secara resmi dibuka oleh Bapak M.
Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009.1
Sebelumnya, PT Persyarikatan Indonesia bernama PT Bank
Swansarindo Internasional yang didirikan di Samarinda, Kalimantan
Timur, berdasarkan Akta nomor 102 tanggal 29 Juli 1990. Melalui
1 Laporan Keuangan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diakses dari
https://www.syariahbukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.23
Page 99
93
Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 1659/KMK.013/1990
tanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian izin peleburan usaha
dua Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum dengan
nama PT Bank Swansarindo Internasional yang memperoleh kegiatan
operasi berdasarkan Surat Bank Indonesia nomor
24/1/UPBD/PBD2/Smr tanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin
Usaha Bank Umum dan Pemindahan kantor bank.
Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 proses akusisi dilakukan
oleh Organisasi Muhammadiyah dan sekaligus perubahan nama PT
Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia
yang memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia nomor
5/4/KEP.DGS/2003 tanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke
dalam akta nomor 109 tanggal 31 Januari 2003.
Pada tahun 2009, penggabungan Unit Usaha Syariah PT Bank
Bukopin Tbk. ke dalam PT Bank Syariah Bukopin disetujui oleh Bank
Indonesia melalui surat No. 11/842/DPbS tanggal 30 Juni 2009.
Pengalihan hak dan kewajibannya dilaksanakan pada tanggal 10 Juli
2009 dan telah dituangkan ke dalam akta pemisahan Unit Usaha
Syariah (UUS) PT Bank Bukopin Tbk. sebagaimana akta nomor 18
tanggal 18 Juni 2009 oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, SH. MH.2
PT Bank Bukopin Tbk. melihat prospek perbankan syariah
untuk terus bertumbuh pada masa mendatang. Hal itu didasarkan pada
2 Laporan Keuangan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diakses dari
https://www.syariahbukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.13
Page 100
94
beberapa faktor antara lain mayoritas penduduk muslim yang
merupakan potensial market, dukungan dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI), political will pemerintah dalam bentuk regulasi dan
kelembagaan, berkembangnya lembaga pendidikan keuangan syariah,
dan masuknya lembaga-lembaga keuangan syariah Internasional.
Untuk lebih memperkuat permodalan Perseroan dan
pengembangan ke depannya, PT Bank Bukopin Tbk. siap dan
berkomitmen untuk menyediakan tambahan setoran modal kepada PT
Bank Syariah Bukopin. Sampai dengan akhir Desember 2018,
Perseroan memiliki jaringan kantor yaitu 1 Kantor Pusat dan
Operasional, 11 Kantor Cabang, 6 Kantor Cabang Pembantu, 4 Kantor
Kas, 6 unit mobil kas keliling, dan 97 Kantor Layanan Syariah, serta
33 mesin ATM BSB dengan jaringan Prima BCA dan ATM Bersama.
Sesuai dengan Perubahan Anggaran Dasar pada Akta No. 28 tanggal
31 Maret 2008, bidang usaha Perseroan yaitu Usaha Perbankan
berdasarkan prinsip syariah.3
2. Visi dan Misi Bank Syariah Bukopin
a. Visi
Menjadi Bank Syariah pilihan dengan pelayanan terbaik.
b. Misi
1) Memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah.
3 Laporan Keuangan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diakses dari
https://www.syariahbukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.23
Page 101
95
2) Memberntuk Sumber Daya Insani yang professional dan
amanah.
3) Memfokuskan pengembangan usaha pada sektor UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah).
4) Meningkatkan nilai tambah kepada stakeholder.
3. Produk-Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah Bukopin
a. Tabungan iB SiAga
Simpanan pada Bank Syariah Bukopin untuk perorangan
dalam bentuk mata uang rupiah yang penarikannya dapat dilakukan
sewaktu-waktu dengan cara tertentu yang telah dipersyaratkan.
b. Tabungan iB Haji
Simpanan untuk perorangan dalam bentuk mata uang
rupiah untuk yang mempunyai rencana berangkat ibadah Haji.
c. Tabungan iB Rencana (iB Rencana Umrah, iB Rencana
Pendidikan dan iB Rencana Multiguna)
Jenis tabungan berjangka dengan potensi bagi hasil yang
kompetitif guna memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang,
sekaligus memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa gratis.4
d. Tabungan iB SiAga Bisnis
Simpanan yang diperuntukkan bagi perorangan dan badan
usaha, yang penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan syarat
dan ketentuan tertentu yang telah disepakati dan tidak dapat ditarik
4 Laporan Keuangan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diakses dari https://www.syariah
bukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.23
Page 102
96
dengan cek, bilyet giro atau media lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
e. TabunganKu iB
Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan
ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di
Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
f. Tabungan SimPel iB
Tabungan untuk siswa yang diterbitkan secara bersama
oleh seluruh bank di Indonesia, dengan persyaratan mudah dan
sederhana serta fitur yang menarik dalam rangka edukasi dan
inklusi keuangan untuk mendorong budaya menabung sejak usia
dini.
g. Tabungan iB SiAga Pensiun
Tabungan dalam mata uang rupiah yang diperuntukkan
untuk penerimaan pembayaran Manfaat Pensiun rutin setiap
bulannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
atau dari instansi lain. 5
h. Deposito iB
Jenis simpanan dalam mata uang rupiah yang penarikannya
hanya dapat dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut
perjanjian antara deposan dengan pihak bank.
5 Laporan Keuangan Bank Syariah Bukopin, diakses dari
https://www.syariahbukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.23
Page 103
97
i. Giro iB
Simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran
dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan Cek atau sarana perintah pembayaran lainnya atau
melalui pemindahbukuan lainnya. Terdapat Giro iB Matic, yaitu
fasilitas pemindahbukuan secara sistem dari Tabungan untuk
memenuhi kekurangan dana pada rekening Giro iB serta
pemindahbukuan dari rekening Giro iB ke rekening Tabunga iB
atau sebaliknya untuk optimalisasi dana nasabah.
Pemindahbukuan secara sistem tersebut hanya dapat
dilaksanakan berdasarkan Standing Instruction (SI)dari nasabah
yang telah ditetapkan oleh Bank Syariah Bukopin dalam bentuk
Formulir Permohonan Giro iB Matic.6
B. Hasil Pengujian Deskripsi
1. Statistik Deskriptif Variabel
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen yaitu dana
pihak ketiga dan tiga variabel independen yaitu inflasi, kurs, dan
tingkat suku bunga SBI. Untuk mengetahui karakteristik data masing-
masing variabel digunakan statistik data. Statistik data digunakan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
6 Laporan Keuangan Bank Syariah Bukopin, diakses dari
https://www.syariahbukopin.co.id, pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 12.23
Page 104
98
terkumpul tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.
Tabel 4.1 menunjukkan statistik data masing-masing variabel
dengan total observasi 48 yang meliputi nilai rata-rata, nilai tengah,
nilai maksimum dan nilai minimum.
Tabel 4.1
Data Mean, Median, Maksimum, dan Minimum dari Masing-
Masing Variabel Penelitian
Nilai
Dana
Pihak
Ketiga (Y)
(Jutaan
Rupiah)
Inflasi
(X1) (%)
Kurs (X2)
(Rp)
Tingkat Suku
Bunga SBI
(X3) (%)
Mean 5057913 3,39 13768,44 5,32
Median 5085010 3,32 13573,13 5,13
Maksimum 5786437 4,45 15178,87 7,25
Minimum 4322632 2,48 13017,24 4,25
Sumber: Data Sekunder, diolah 2020
Berdasarkan statistik data yang telah disajikan pada Tabel 4.1
diperoleh gambaran dari variabel dependen dan masing-masing
variabel independen sebagai berikut:
Page 105
99
a. Dana Pihak Ketiga
4,200,000
4,400,000
4,600,000
4,800,000
5,000,000
5,200,000
5,400,000
5,600,000
5,800,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2019
Dana Pihak Ketiga
Sumber: Laporan Bulanan Bank Syariah Bukopin, diolah 2020
Gambar 4.1
Jumlah Dana Pihak Ketiga Bulanan Bank Syariah Bukopin
Periode 2016-2019 (dalam Jutaan Rupiah)
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dana pihak
ketiga mempunyai nilai rata-rata sebesar 5.057.913 juta rupiah,
nilai tengah sebesar 5.085.010 juta rupiah, nilai maksimum sebesar
5.786.437 juta rupiah, serta nilai minimum sebesar 4.322.632 juta
rupiah. Jumlah dana pihak ketiga tertinggi terjadi pada bulan
September 2017, sedangkan jumlah dana pihak ketiga terrendah
terjadi pada bulan Juli 2019.
Berdasarkan Gambar 4.1 jumlah dana pihak ketiga secara
keseluruhan terus mengalami perubahan yang tidak stabil. Pada
tahun 2016 hingga 2017 terlihat bahwa jumlah dana pihak ketiga
Page 106
100
cenderung meningkat, namun pada tahun 2018 hingga 2019 jumlah
dana pihak ketiga cenderung menurun.
b. Inflasi
2.4
2.8
3.2
3.6
4.0
4.4
4.8
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2019
Inflasi
Sumber: Laporan Bank Indonesia, diolah 2020
Gambar 4.2
Laju Inflasi IHK Periode 2016-2019
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa inflasi
mempunyai nilai rata-rata sebesar 3,39%, nilai tengah sebesar
3,32%, nilai maksimum sebesar 4,45%, serta nilai minimum
sebesar 2,48%. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Maret
2016, sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada bulan Maret
2019.
Secara keseluruhan laju inflasi periode Januari 2016 hingga
Desember 2019 mengalami tren menurun seperti yang terlihat pada
Gambar 4.2. Tingkat inflasi dalam empat tahun terakhir
Page 107
101
menunjukkan angka di bawah 10% artinya inflasi yang terjadi
tergolong dalam inflasi rendah.
c. Kurs
12,800
13,200
13,600
14,000
14,400
14,800
15,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2019
Kurs
Sumber: Laporan Bank Indonesia, diolah 2020
Gambar 4.3
Kurs Tengah Transaksi Rupiah Bulanan Terhadap Dollar AS
Periode 2016-2019
Gambar 4.3 menunjukkan perkembangan kurs atau nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar AS periode Januari 2016 hingga
Desember 2019. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa
secara keseluruhan nilai tukar mengalami tren meningkat atau
penurunan nilai (depresiasi). Berdasarkan Tabel 4.1 dapat
diketahui bahwa nilai tukar/exchange rate mempunyai nilai rata-
rata sebesar Rp 13.768,44, nilai tengah sebesar Rp 13.573,13, nilai
maksimum sebesar Rp 15.178,87, serta nilai minimum sebesar
Page 108
102
sebesar Rp 13.017,24. Nilai tukar tertinggi terjadi pada bulan
Oktober 2018, sedangkan nilai tukar terendah terjadi pada bulan
Oktober 2016.
Berdasarkan Gambar 4.3 secara keseluruhan nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS cenderung meningkat atau melemah.
Perubahan yang sangat drastis terjadi pada bulan Oktober 2018
yang mencapai angka Rp 15.178,87 dan pada bulan November
kembali menguat dengan angka Rp 14.696,86.
d. Tingkat Suku Bunga SBI
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018 2019
Tingkat Suku Bunga SBI
Sumber: Laporan Bank Indonesia, diolah 2020
Gambar 4.4
Tingkat Suku Bunga SBI Periode 2016-2019
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa tingkat suku
bunga SBI mempunyai rata-rata sebesar 5,32%, nilai tengah
sebesar 5,13%, nilai maksimum sebesar 7,25%, serta nilai
Page 109
103
minimum sebesar 4,25%. Tingkat suku bunga SBI tertinggi terjadi
pada bulan Januari 2016, sedangkan tingkat suku bunga SBI
terendah terjadi pada bulan Septeber 2017 hingga April 2018.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa setiap beberapa bulan
tingkat suku bunga SBI cenderung dalam keadaan stabil namun
secara keseluruhan tingkat suku bunga SBI periode Januari 2016
hingga Desember 2019 cenderung menurun.
2. Uji Error Correction Model (ECM)
a. Uji Stasioneritas Data: Uji Akar Unit (Uji Root Test)
Uji stasioneritas pada penelitian ini menggunakan uji akar
unit atau uji root test Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dalam
prakteknya uji ADF seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah
data stasioner atau tidak. Jika hasil uji stasioneritas ADF yang
diperoleh pada tingkat level tidak stasioner maka dapat dilakukan
uji stasioneritas ADF pada tingkat first difference. Langkah
tersebut dilakukan hingga data semua variabel berada pada tingkat
stasioner. Hasil uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller pada
tingkat level ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller pada Tingkat Level
Variabel Nilai ADF
test statistic Probabilitas Keterangan
Inflasi -2,697709 0,2423 Tidak stasioner
Kurs -2,538854 0,3090 Tidak stasioner
Suku Bunga
SBI -2,150542 0,5048 Tidak stasioner
Page 110
104
DPK -3,165195 0,1039 Tidak stasioner
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10, 2020
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa semua
variabel yaitu inflasi, kurs, tingkat suku bunga SBI, dan dana pihak
ketiga tidak stasioner pada tingkat level yakni probabilitas ADF
lebih besar dari 0,05. Karena semua variabel tidak stasioner pada
tingkat level maka dilakukan uji stasioneritas Augmented Dickey-
Fuller pada tingkat first difference. Hasil uji stasioneritas
Augmented Dickey-Fuller pada tingkat first difference dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller pada Tingkat First
Difference
Variabel Nilai ADF
test statistic Probabilitas Keterangan
Inflasi -6,578274 0,0000 Stasioner
Kurs -5,972740 0,0001 Stasioner
Suku Bunga
SBI -4,919408 0,0013 Stasioner
Dana Pihak
Ketiga -8,604944 0,0000 Stasioner
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10, 2020
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai
probabilitas dari semua variabel lebih kecil dari 0,05. Artinya, pada
tingkat first difference semua variabel dinyatakan stasioner.
b. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas maka tahap berikutnya
adalah uji kointegrasi yang bertujuan untuk mengetahui ada atau
Page 111
105
tidaknya kointegrasi pada data variabel yang menunjukkan
hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar variabel. Uji
kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan uji kointegrasi
Augmented Dickey-Fuller. Syarat untuk memenuhi kriteria diantara
variabel-variabel yang diteliti terkointegrasi adalah dengan melihat
perilaku residual dari regresi persamaan yang digunakan, yaitu
residualnya harus stasioner di mana nilai probabilitas kurang dari
0,05. Berikut hasil uji uji stasioneritas residual regresi dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Hasil Uji Stasioner Residual Regresi
Augmented
Dickey-Fuller test
statistic
t-Statistic Probabilitas Keterangan
-4,878287 0,0014 Stasioneritas
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10, 2020
Berdasarkan Tabel 4.4 nilai probabilitas menunjukkan
angka 0,0014. Karena nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka nilai
residualnya stasioner. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
kointegrasi atau hubungan jangka panjang antara variabel inflasi,
kurs, dan tingkat suku bunga SBI terhadap jumlah dana pihak
ketiga.
Page 112
106
c. Model Hubungan Jangka Pandek
1) Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel penggangu atau residual
memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas diharuskan
terdistribusi normal, karena untuk uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Jika nilai probabilitas yang dihasilkan lebih dari
tingkat signifikan α = 5% maka dapat dikatakan bahwa
berdistribusi normal. Namun apabila hasilnya lebih kecil
dari tingkat signifikan α = 5% maka tidak berdistribusi
normal. Pada penelitian ini menggunakan uji normalitas
dengan histogram residual. Hasil uji normalitas dengan
histogram residual dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut:
0
2
4
6
8
10
12
-400000 -200000 1 200001 400001
Series: Residuals
Sample 2016M02 2019M12
Observations 47
Mean 3.10e-12
Median -37801.12
Maximum 428207.5
Minimum -364160.9
Std. Dev. 166953.8
Skewness 0.522987
Kurtosis 3.541566
Jarque-Bera 2.716901
Probability 0.257059
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10,
2020
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas dengan Metode Jarque-Bera
Page 113
107
Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwa nilai
probabilitas yang dihasilkan sebesar 0,257059 > α = 0,05.
Maka dapat diartikan bahwa data yang digunakan dalam
regresi jangka pendek model ECM berdistribusi normal.
b) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah
terdapat atau tidaknya kasus heteroskedastisitas dalam
model regresi menggunakan uji Glejser. Jika Obs*R-
Squared dalam regresi jangka pendek menunjukkan lebih
besar dari α = 5%, maka dapat dikatakan bahwa data yang
digunakan dalam jangka pendek model ECM tidak
memiliki kasus heteroskedastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 0.173507 Prob. F(4,42) 0.9508
Obs*R-squared 0.764025 Prob. Chi-Square(4) 0.9432
Scaled explained SS 0.785551 Prob. Chi-Square(4) 0.9404
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10,
2020
Berdasarkan pengolahan data pada uji
heteroskedastisitas diperoleh probabilitas chi-square dari
Obs*R-Squared sebesar 0,9432, di mana nilai tersebut lebih
Page 114
108
besar dari α = 5% (0,9432 > 0,05), maka dapat dikatakan
bahwa dalam model persamaan regresi jangka pendek ECM
tidak ada masalah heteroskedastisitas.
c) Uji Autokolinieritas
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui tidak
adanya indikasi autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya indikasi autokorelasi digunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM Test. Jika nilai probabilitas
Obs*R-Squared lebih besar dari tingkat signifikasi α = 5%
maka dapat dikatakan bahwa data pada model tersebut tidak
memiliki masalah autokorelasi. Namun jika nilai
probabilitas Obs*R-Squared lebih kecil dari tingkat
signifikasi α = 1%, 5% maka data pada model tersebut
memiliki masalah autokorelasi. Hasil uji autokolinieritas
dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokolinieritas dengan Uji Breusch-Godfrey
Serial Correlation LM Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.036815 Prob. F(2,40) 0.9639
Obs*R-squared 0.086357 Prob. Chi-Square(2) 0.9577
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10,
2020
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa hasil
dari perhitungan persamaan jangka pendek diperoleh nilai
Page 115
109
probabilitas chi-sqeare Obs*R-Squared sebesar 0,9577, di
mana nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikasi α =
5% (0,9577 > 0,05) yang artinya bahwa dalam persamaan
jangka pendek dengan model ECM tidak memiliki masalah
autokorelasi.
d) Uji Multilinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara
variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Deteksi
multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat dari
beberapa hal, yaitu jika Variance Inflation Factor (VIF)
tidak lebih dari 10 dan jika Tolerance tidak kurang dari 0,1,
maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas.
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinieritas
Variance Inflation Factors
Date: 05/08/20 Time: 06:27
Sample: 2016M01 2019M12
Included observations: 47 Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 6.82E+08 1.050035 NA
D(INFLASI) 7.79E+09 1.015551 1.004605
D(KURS) 18611.77 1.025082 1.024868
D(SUKUBUNGA_SBI) 1.10E+10 1.062008 1.023066
RESIDUAL 0.018885 1.005110 1.004871
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10,
2020
Page 116
110
Berdasarkan hasil uji multikolinieritas dapat
diketahui bahwa Centered VIF inflasi sebesar 1,004605,
Centered VIF kurs sebesar 1,024868, dan Centered VIF
sebesar 1,023066 lebih kecil dari 10, sehingga dapat
diartikan bahwa model terbebas dari multikolinieritas.
2) Model Hubungan Jangka Pendek
Tabel 4.8
Hasil Uji Regresi Jangka Pendek
Dependent Variable: D(DPK)
Method: Least Squares
Date: 05/08/20 Time: 06:24
Sample (adjusted): 2016M02 2019M12
Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -275.6815 26115.81 -0.010556 0.9916
D(INFLASI) 7933.543 88252.51 0.089896 0.9288
D(KURS) -88.85884 136.4250 -0.651339 0.5184
D(SUKUBUNGA_SBI) -223642.4 105057.1 -2.128770 0.0392
RESIDUAL 0.673001 0.137423 4.897295 0.0000 R-squared 0.412306 Mean dependent var 11877.77
Adjusted R-squared 0.356336 S.D. dependent var 217781.4
S.E. of regression 174723.2 Akaike info criterion 27.08008
Sum squared resid 1.28E+12 Schwarz criterion 27.27691
Log likelihood -631.3819 Hannan-Quinn criter. 27.15415
F-statistic 7.366453 Durbin-Watson stat 1.859371
Prob(F-statistic) 0.000137
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10,
2020
Dengan demikian diperoleh persamaan dari hasil estimasi
jangka pendek sebagai berikut:
Δ(DPK) = -275,6815 + 7933,543 Δ(INFLASI) –
88,85884Δ(KURS) – 223642,4Δ(SUKUBUNGA_SBI) +
0,673001(RESIDUAL)
Page 117
111
Hasil regresi jangka pendek pada Tabel 4.8 dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Variabel Δ(INFLASI) dengan nilai t-Statistic sebesar
0,089896, hasil pengolahan data penelitian menunjukkan
bahwa untuk variabel inflasi memiliki koefisien bertanda
positif. Kemudian didapat t-kritis pada tabel dengan α = 5%
dan df = n – k (df = 47 – 3 = 44) yaitu sebesar 2,01537, dapat
dilihat bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari t-kritis
(0,089896 < 2,01537), maka menerima Ho1 artinya dalam
jangka pendek inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
Variabel Δ(KURS) dengan nilai t-Statistic sebesar
0,651339, hasil pengolahan data penelitian menunjukkan
bahwa untuk variabel kurs memiliki koefisien bertanda negatif.
Kemudian didapatkan t-kritis pada tabel dengan α = 5% dan df
= n – k (df = 47 – 3 = 44) yaitu sebesar 2,01537, dapat dilihat
bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari t-kritis (0,651339 <
2,01537), maka menerima Ho3 artinya dalam jangka pendek
kurs tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Variabel Δ(SUKUBUNGA_SBI) dengan nilai t-
Stastistic sebesar 2,128770, hasil pengolahan data penelitian
menunjukkan bahwa untuk variabel kurs memiliki koefisien
bertanda negatif. Kemudian didapat t-kritis pada tabel dengan α
Page 118
112
= 5% dan df = n – k (df = 47 – 3 = 44) yaitu sebesar 2,01537,
dapat dilihat bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih besar dari t-kritis
(2,128770 > 2,01537), maka menolak Ho5 artinya dalam
jangka pendek tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap
jumlah dana pihak ketiga. Ketika tingkat suku bunga SBI
mengalami kenaikan, maka jumlah dana pihak ketiga
mengalami penurunan. Ketika perubahan tingkat suku bunga
mengalami kenaikan sebesar 1%, maka jumlah dana pihak
ketiga mengalami penurunan sebesar 223.642,4 juta rupiah
dengan asumsi variabel yang lain tetap.
d. Model Hubungan Jangka Panjang
Tabel 4.9
Hasil Uji Model Hubungan Jangka Panjang
Dependent Variable: DPK
Method: Least Squares
Date: 05/08/20 Time: 06:28
Sample: 2016M01 2019M12
Included observations: 48 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 11898370 968921.4 12.28002 0.0000
INFLASI 34049.42 68526.89 0.496877 0.6217
KURS -431.4712 63.23916 -6.822848 0.0000
SUKUBUNGA_SBI -190732.8 34714.04 -5.494400 0.0000 R-squared 0.738839 Mean dependent var 5057913.
Adjusted R-squared 0.721033 S.D. dependent var 365855.0
S.E. of regression 193234.8 Akaike info criterion 27.26085
Sum squared resid 1.64E+12 Schwarz criterion 27.41679
Log likelihood -650.2605 Hannan-Quinn criter. 27.31978
F-statistic 41.49292 Durbin-Watson stat 1.369094
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data Sekunder Diolah Menggunakan EViews 10, 2020
Page 119
113
Dengan demikian diperoleh persamaan dari hasil estimasi
jangka panjang sebagai berikut:
DPK = 11898370 + 34049,42INFLASI – 431,4712KURS –
190732,8SUKUBUNGA_SBI + ut
Variabel inflasi dengan t-Statistic sebesar 0,496877, hasil
pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa variabel inflasi
memiliki koefisien positif. Kemudian didapat t-kritis pada tabel-t
dengan α = 5% dan df = n – k (df = 48 – 3 = 45) yaitu sebesar
2,01410. Sehingga dapat dilihat bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih
kecil dari t-kritis (0,496877 < 2,01410), maka menerima Ho2
artinya dalam jangka panjang inflasi tidak berpengaruh terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
Variabel kurs dengan t-Statistic sebesar 6,822848, hasil
pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs
memiliki koefisien negatif. Kemudian didapat t-kritis pada tabel-t
dengan α = 5% dan df = n – k (df = 48 - 3 = 45) yaitu sebesar
2,01410. Sehingga dapat dilihat bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih
besar dari t-kritis (6,822848 > 2,01410) maka menolak Ho4 artinya
dalam jangka panjang kurs berpengaruh negatif terhadap jumlah
dana pihak ketiga. Ketika kurs rupiah mengalami kenaikan
(melemah) sebesar 1 maka jumlah dana pihak ketiga mengalami
penurunan sebesar 431,4712 juta rupiah dengan asumsi variabel
yang lain tetap.
Page 120
114
Variabel tingkat suku bunga SBI dengan t-Statistic sebesar
5,494400, hasil pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa
variabel tingkat suku bunga SBI memiliki koefisien negatif.
Kemudian didapat t-kritis pada tabel-t dengan α = 5% dan df = n –
k (df = 48 - 0 = 48) yaitu sebesar 2,01410. Sehingga dapat dilihat
bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih besar dari t-kritis (5,494400 >
2,01410), maka menolak Ho6 artinya dalam jangka panjang tingkat
suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap jumlah dana pihak
ketiga. Ketika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan 1%
maka jumlah dana pihak ketiga mengalami penurunan sebesar
190.732,8 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
C. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Hubungan Jangka Pendek
a. Uji Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dengan tingkat signifikasi
α = 1%, 5%, 10%. Pengujian dalam uji t dilihat dari nilai t-Statistic
dan probabilitas dari masing-masing variabel. Hasil uji t dapat
dilihat pada Tabel 4.10 sebagai berikut:
Page 121
115
Tabel 4.10
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Variabel Independen t-Statistic Probabilitas
INFLASI 0,089896 0,9288
KURS -0,651339 0,5184
SUKUBUNGA_SBI -2,128770 0,0392
Sumber: Data Sekunder, Diolah Menggunakan EViews 10 2020
1) Variabel Inflasi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.10 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar 0,089896 diperoleh nilai probabilitas sebesar
0,9288. Karena nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%
(0,9288 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
inflasi dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
2) Variabel Kurs Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.10 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar -0,651339 diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,5184. Karena nilai probabilitas lebih besar dari α =
5% (0,5184 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
kurs dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
3) Variabel Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana
Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.10 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar -2,128770 diperoleh nilai probabilitas
Page 122
116
sebesar 0,0392. Karena nilai probabilitas lebih kecil dari α =
5% (0,0392 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek berpengaruh
signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga.
b. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
menguji secara menyeluruh dan bersama-sama apakah seluruh
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
secara signifikan dengan ketentuan jika nilai probabilitas F-statistic
lebih kecil dari tingkat signifikasi yaitu α = 1%, 5%, dan 10%
maka secara bersama-sama variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen. Namun, jika nilai probabilitas F-
statistic lebih besar dari tingkat signifikasi yaitu α = 1%, 5%, dan
10% maka secara bersama-sama variabel independen tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.11
Uji Simultan (Uji F)
Nilai F-Statistic Prob (F-Statistic)
7,366453 0,000137
Sumber: Data Sekunder, diolah 2020
Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa nilai F-statistic
sebesar 0,000137 lebih kecil daripada nilai signifikasi α = 5%
(0,000137 < 0,05), maka dapat diartikan bahwa secara simultan
variabel independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI
Page 123
117
dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana
pihak ketiga.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji determinasi digunakan untuk mengukur besarnya
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam
hal ini pengaruh nilai variabel inflasi kurs, dan tingkat suku bunga
SBI terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Bukopin.
Hasil uji determinasi dari regresi jangka pendek
menunjukkan nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,356336 yang
artinya variabel independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga
SBI dalam persamaan jangka pendek mempengaruhi jumlah dana
pihak ketiga sebesar 35,6336% sedangkan sisanya sebesar
64,3664% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
2. Hubungan Jangka Panjang
a. Uji Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dengan tingkat signifikasi
α = 1%, 5%, 10%. Pengujian dalam uji t dilihat dari nilai t-Statistic
dan probabilitas dari masing-masing variabel. Hasil uji t dapat
dilihat pada Tabel 4.12 sebagai berikut:
Page 124
118
Tabel 4.12
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Variabel Independen t-Statistic Probabilitas
INFLASI 0,496877 0,6217
KURS -6,822848 0,0000
SUKUBUNGA_SBI -5,494400 0,0000
Sumber: Data Sekunder, Diolah Menggunakan EViews 10 2020
1) Variabel Inflasi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.12 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar 0,496877 diperoleh nilai probabilitas sebesar
0,6217. Karena nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%
(0,6217 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel
inflasi dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifikan
terhadap jumlah dana pihak ketiga.
2) Variabel Kurs Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.12 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar -6,822848 diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,0000. Karena nilai probabilitas lebih kecil dari α =
5% (0,0000 < 0,05) dan berkoefisien negatif, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel kurs dalam jangka panjang
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah dana pihak
ketiga.
Page 125
119
3) Variabel Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana
Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.12 di atas, diketahui dari
t-Statistic sebesar -5,494400 diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,0000. Karena nilai probabilitas lebih kecil dari α =
5% (0,0000 < 0,05) dan berkoefisien negatif, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI dalam
jangka panjang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
b. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
menguji secara menyeluruh dan bersama-sama apakah seluruh
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen
secara signifikan dengan ketentuan jika nilai probabilitas F-statistic
lebih kecil dari tingkat signifikasi yaitu α = 1%, 5%, dan 10%
maka secara bersama-sama variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen. Namun, jika nilai probabilitas F-
statistic lebih besar dari tingkat signifikasi yaitu α = 1%, 5%, dan
10% maka secara bersama-sama variabel independen tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.13
Hasil Uji Simultan (Uji F)
Nilai F-Statistic Prob (F-Statistic)
41,49292 0,000000
Sumber: Data Sekunder, Diolah 2020
Page 126
120
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa nilai F-statistic
sebesar 0,000000 lebih kecil daripada nilai signifikasi α = 5%
(0,000000 < 0,05), maka dapat diartikan bahwa secara simultan
variabel independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI
dalam jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap jumlah
dana pihak ketiga.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji determinasi digunakan untuk mengukur besarnya
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam
hal ini pengaruh nilai variabel inflasi kurs, dan tingkat suku bunga
SBI terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Bukopin.
Hasil uji determinasi dari regresi jangka panjang
menunjukkan nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,721033 yang
artinya variabel independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga
SBI dalam persamaan jangka panjang mempengaruhi jumlah dana
pihak ketiga sebesar 72,1033% sedangkan sisanya sebesar
27,8967% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
D. Pembahasan
1. Pengaruh Inflasi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa, yang
terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan
Page 127
121
penawaran barang di pasar.7 Inflasi atau kenaikan harga-harga yang
tinggi dan terus menerus telah menimbulkan beberapa dampak buruk
kepada individu dan masyarakat, para penabung, kreditur/debitur dan
produsen, ataupun pada kegiatan perekonomian secara keseluruhan.8
Menurut M. Umer Chapra inflasi berpengaruh negatif terhadap
inflasi, di mana inflasi mengandung implikasi bahwa uang tidak
berfungsi sebagai satuan hitungan yang adil dan benar. Hal itu
menyebabkan uang menjadi standar pembayaran tertunda yang tidak
adil dan seuatu alat penyimpanan nilai yang tidak dapat dipercaya.
Inflasi menyebabkan orang berlaku tidak adil terhadap orang lain,
meskipun disadarinya, dengan merosotnya daya beli aset-aset moneter
secara tidak diketahui. Hal itu merusak efisiensi sistem moneter dan
menimbulkan ongkos kesejahteraan pada masyarakat. Hal itu
meningkatkan konsumsi dan mengurangi tabungan.9
Sementara menurut Nurul Huda, dkk, dampak inflasi bagi para
penabung adalah dapat menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata uang semakin menurun. Tabungan memang
menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi di atas bunga, tetap saja
nilai mata uang akan menurun. Bila orang enggan menabung, maka
dunia usaha dan investasi akan sulit untuk berkembang, karena
7 Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 333. 8 Nurul Huda et al., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 1st ed. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), 180. 9 M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 5.
Page 128
122
berkembangnya dunia usaha membutuhkan dana dari masyarakat yang
di simpan di bank.10
Namun berdasarkan uji jangka pendek dan jangka panjang,
inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga
tahun 2016 hingga tahun 2019. Berdasarkan hasil uji hubungan jangka
pendek variabel inflasi, diperoleh t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari
t-kritis (0,089896 < 2,01537), maka menerima Ho1 yang artinya dalam
jangka pendek inflasi tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak
ketiga. Sementara berdasarkan uji hubungan jangka panjang, variabel
inflasi memperoleh t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari t-kritis
(0,496877 < 2,01410), dan nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%
(0,6217 > 0,05), maka menerima Ho2 yang artinya dalam jangka
panjang inflasi tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka
pendek maupun jangka panjang inflasi tidak berpengaruh terhadap
jumlah dana pihak ketiga. Hal tersebut dikarenakan tingkat inflasi
dalam periode penelitian tergolong inflasi rendah yakni kurang dari
10%, artinya tingkat inflasi tersebut masih tergolong wajar.
Berdasarkan PMK No. 93/PMK.011/2014 tentang sasaran
inflasi tahun 2016, 2017, dan 2018 tanggal 21 Mei 2014 sasaran inflasi
yang ditetapkan oleh pemerintah untuk periode 2016 hingga 2018
masing-masing sebesar 4%, 4%, dan 3,5%, dengan deviasi masing-
10 Huda et al., Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, 180–81.
Page 129
123
masing ± 1%. Sementara sasaran inflasi 2019 hingga 2021 ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2017,
masing-masing sebesar 3,5%, 3,0%, dan 3,0% dengan deviasi masing-
masing ± 1%. Target inflasi dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini:11
Tabel 4.14
Target Inflasi Periode 2016-2019
Tahun Target Inflasi Inflasi Aktual (%,yoy)
2016 4 3,02
2017 4 3,61
2018 3,5 3,13
2019 3,5 2,72
Sumber: Laporan Moneter Bank Indonesia
Berdasarkan data pada Tabel 4.14 diketahui bahwa tingkat
inflasi untuk empat tahun terakhir masih di bawah target inflasi.
Artinya dalam empat tahun terakhir inflasi masih bisa diterima oleh
masyarakat. Dalam artian lain masyarakat masih mampu mencukupi
kebutuhannya. Karena tingkat inflasi tidak menimbulkan efek yang
besar bagi perkonomian masyarakat, hal ini berarti bahwa disamping
untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat masih bisa
mengalokasikan sebagian dananya untuk disimpan di bank.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Levi Septiani (2019) yang berjudul “Pengaruh Faktor Eksternal dan
Internal Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Provinsi
11 “Laporan Moneter Bank Indonesia”, diakses dari https://www.bi.go.id, pada tanggal 21
April 2020 pukul 21.10.
Page 130
124
Lampung Periode 2014-2018”. Hasil penelitian menunjukkan inflasi
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap dana pihak ketiga.
2. Pengaruh Kurs Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Exchange Rate (nilai tukar uang) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar
dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang
domestik (domestic currency) begitu pula sebaliknya, yaitu harga mata
uang domestik dalam mata uang asing. Nilai tukar uang
merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang yang
lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi
perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun
aliran uang jangka pendek antar negara yang melewati batas-batas
geografis ataupun batas-batas hukum.12
Pengolahan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup
rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha sebagaimana yang
terjadi pada beberapa waktu terakhir merupakan suatu hal yang
penting dalam peningkatan investasi maupun kegiatan yang
berorientasi pada ekspor. Keadaan tersebut pada gilirannya akan
mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang
12 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, 3rd ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
157.
Page 131
125
produktif sehingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang
sehat.13
Nilai tukar uang yang melemah akan mengakibatkan barang-
barang yang diimpor dari luar negeri menjadi lebih mahal sehingga
industri-industri yang harus mengimpor barang input yang dibutuhkan
dalam proses produksinya dari luar negeri harus membeli lebih mahal,
yang lebih lanjut akan membuat harga produksinya menjadi lebih
mahal.14
Menurut Veithzal Rivai, dkk. nilai tukar uang di dunia
perekonomian makro suatu negara juga menjadi acuan pertumbuhan
ekonominya, semakin kuat nilai tukar uang negara bisa dikategorikan
semakin sehat juga perekonomiannya. Dengan demikian akan
berdampak pada simpanan masyarakat pada bank umum ataupun bank
syariah yang juga akan meningkat.15
Namun berdasarkan hasil uji hubungan jangka pendek kurs
tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Berdasarkan
hasil uji hubungan jangka pendek variabel kurs diperoleh t-Statistic (t-
hitung) lebih kecil dari t-kritis (0,651339 < 2,01537), maka menerima
Ho3 artinya dalam jangka pendek kurs tidak berpengaruh terhadap
jumlah dana pihak ketiga.
13 Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), 55. 14 Karim, Ekonomi Makro Islami, 172. 15 Veithzal Rivai, Andria Permata Veithzal, and Arifiandy Permata Veithzal, Credit
Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, Dan Aplikasi: Panduan Praktis Mahasiswa,
Bankir, Dan Nasabah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 34.
Page 132
126
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dalam jangka pendek kurs
tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Ketua Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
menyebutkan kondisi bank di Indonesia tetap akan tahan banting
meski nilai rupiah melemah. Pihaknya pun sudah melakukan uji
ketahanan (stress test) terhadap perbankan. Di sisi lain, daya tahan
bank yang relatif baik tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) sebesar 22,67 hingga Maret 2018.16
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Belinda Fatriada Indah (2017) yang berjudul “Pengaruh Tingkat Bagi
Hasil, Inflasi, dan Kurs Dollar Terhadap Dana Pihak Ketiga (Studi
pada bank Muamalat Indonesia (BMI) Tahun 2011-2015)”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kurs dollar tidak berpengaruh terhadap
dana pihak ketiga.
Sementara berdasarkan hasil uji hubungan jangka panjang kurs
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Berdasarkan uji
hubungan jangka panjang variabel kurs diperoleh t-Statistic (t-hitung)
lebih besar dari t-kritis (6,822848 > 2,01410), dan nilai probabilitas
lebih kecil dari α = 5% (0,0000 < 0,05) maka tolak Ho4 artinya dalam
jangka panjang kurs berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga.
Ketika kurs mengalami kenaikan (melemah) maka jumlah dana pihak
16 Yuli Yanna Fauzie, “OJK Klaim Bank Tahan Banting Meski Rupiah Melemah”,
diakses dari https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20180430204000-78-294781/ojk-klaim-bank-
tahan -banting-meski-rupiah-melemah, pada tanggal 8 Mei 2020 pukul 11.10
Page 133
127
ketiga mengalami penurunan. Ketika kurs mengalami kenaikan sebesar
1 rupiah maka jumlah dana pihak ketiga mengalami penurunan sebesar
431,4712 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang
berlangsung lama bisa berdampak pada permintaan kredit perbankan.
Dengan adanya pelemahan Rupiah maka perdagangan domestik yang
mengandalkan barang impor otomatis akan membuat daya beli
masyarakat melemah karena harga barangnya naik. Sehingga
kemungkinan omset usaha menurun dan akan mengurangi perputaran
uang. Hal tersebut juga bisa menimbulkan multiplier effect negatif
apabila barang tersebut adalah barang modal yang akan membuat
biaya produksi naik sehingga harga jual barang juga naik.17
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh Abida Muttaqiena (2013), yang berjudul “Analisis Pengaruh
PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Dana Pihak
Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia 2008-2012”. Hasil penelitian
menujukkan bahwa nilai tukar Rupiah secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap DPK Perbankan Syariah.
17 Gita Rossiana, “Pelemahan Rupiah Bikin Seret Kucuran Kredit Bank”, diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180423131606-17-12055/pelemahan-rupiah-bikin-
seret-kucuran-kredit-bank, pada tanggal 8 Mei 2020 pukul 12.30.
Page 134
128
3. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Jumlah Dana Pihak
Ketiga
Tingkat suku bunga SBI atau BI Rate adalah suku bunga
kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap
Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi
moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas
(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter.18
Menurut Muhamad, kebijakan otoritas moneter menaikkan
instrumen moneter seperti tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia mengakibatkan bank konvensional juga menaikkan tingkat
suku bunganya sehingga deposan yang memiliki mind-set rasional
akan menarik dananya dari bank syariah dan memindahkannya ke
bank konvensional. Bank konvensional lebih memiliki fleksibilitas
dalam menyesuaikan returnnya (suku bunganya) dibandingkan dengan
bank syariah. Tidak bias dipungkiri bahwa persaingan di dalam
menarik dana masyarakat tidak hanya dating dari bank sejenis
(syariah) tetapi juga datang dari bank konvensional, terutama
persaingan di dalam memperebutkan segmen seposan rasional.19
18 https://www.bi.go.id (diakses pada 15 Januari 2010, pukul 10.00). 19 Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),
161–62.
Page 135
129
Sedangkan margin bagi hasil dana pihak ketiga perbankan
syariah tidak demikian karena didasarkan pada penyaluran pembiayaan
bagi masyarakat dalam hal ini khususnya pada produk simpanan
mudharabah. Akibatnya, ketika seluruh bank konvensional menaikkan
suku bunganya karena kenaikan BI Rate nasabah lebih memilih
menempatkan dana mereka di bank konvensional, hal ini karena bagi
hasil bank syariah tidak dapat mengimbangi.
Berdasarkan hasil uji hubungan jangka pendek maupun jangka
panjang tingkat suku bunga SBI sesuai dengan teori yang digunakan
oleh peneliti yang menyebutkan bahwa tingkat suku bunga SBI
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Berdasarkan hasil uji
hubungan jangka pendek variabel tingkat suku bunga SBI diperoleh t-
Statistic (t-hitung) lebih besar dari t-kritis (2,128770 > 2,01537), maka
menolak Ho5 yang artinya dalam jangka pendek tingkat suku bunga
SBI berpengaruh terhadap dana pihak ketiga. Ketika tingkat suku
bunga SBI ditingkatkan, maka jumlah dana pihak ketiga mengalami
penurunan. Ketika tingkat suku bunga SBI ditingkatkan sebesar 1%
maka jumlah dana pihak ketiga mengalami penurunan sebesar
223.642,4 juta rupiah. Sementara hasil uji hubungan jangka panjang
diperoleh t-Statistic (t-hitung) lebih besar dari t-kritis (5,494400 >
2,01410), dan nilai probabilitas lebih kecil dari α = 5% (0,0000 < 0,05)
maka menolak Ho6, dan karena koefisien negatif maka dalam jangka
panjang tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan
Page 136
130
terhadap jumlah dana pihak ketiga. Ketika tingkat suku bunga SBI
meningkat sebesar 1% maka jumlah dana pihak ketiga mengalami
penurunan sebesar 190.732,8 juta rupiah dengan asumsi variabel yang
lain tetap.
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sejak BI
mengerek bunga acuannya melambat dari bulan ke bulan, meski bank
turut menaikkan bunga deposito guna menjaga minat nasabah. Tercatat
pertumbuhan DPK pada Januari dan Februari atau sebelum BI
mengerek bunga acuan dinaikkan, pertumbuhan DPK loyo ke kisaran
7,7% pada Maret 2018 walau kemudian naik kembali menjadi 8,1%
pada April 2018. Begitu BI mengerek bunga acuan pada Mei 2018,
pertumbuhan DPK terjun bebas ke kisaran 6,5% hingga akhirnya naik
tipis menjadi 7% pada Juni 2018. Kala itu, BI mengklaim penurunan
DPK terjadi karena kebetulan ada momen Ramadhan dan Lebaran.
Lebaran membuat nasabah menarik dana dari bank besar-besaran
untuk mencukupi kebutuhan hari raya mereka. Tapi klaim BI tersebut
sirna, setelah lebaran usai dana pihak ketiga tetap loyo.
Piter menjelaskan kenaikan bunga acuan BI membuat
pertumbuhan DPK melambat karena kebijakan tersebut turut
mempengaruhi pergerakan imbal hasil (yield) dari instrumen investasi
lain. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan kebijakan BI
yang memicu kenaikan yield SBN memunculkan perebutan dana
Page 137
131
antara pemerintah, swasta, dan bank. Jadi saling memberikan return
yang menarik. Hal selanjutnya membuat instrument investasi yang
ditawarkan oleh bank, yaitu deposito turut terkena imbas hasil. Sebab
tak hanya bersaing dengan pemerintah, bank juga harus berkompetisi
dengan swasta yang menawarkan surat utang jangka pendek dan
penawaran saham ke publik. Selain bertujuan menarik minat nasabah
agar tetap menyimpan dananya, kenaikan bunga deposito yang tinggi
rupanya memunculkan perebutan dana nasabah. Pada akhirnya hanya
bank yang menawarkan bunga deposito paling menarik dan risiko
minim yang akan dilirik nasabah. Hal ini membuat pertumbuhan DPK
merata di setiap bank.20
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Sutono dan Batista Sufa Kefi (2014) yang berjudul “Pengaruh Faktor
Makro Ekonomi Terhadap Penghimpunan Dana pada Bank Umum di
Indonesia”. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Mimin Widaningsih dan Risma Ratna Sanjaya, yang
berjudul “Pengaruh Pergerakan BI Rate Terhadap Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga Bank Syariah”. Hasil penelitian keduanya menunjukkan
bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
dana pihak ketiga. Ketika suku bunga SBI naik maka jumlah dana
20 Yuli Yanna Fauzie, “Likuiditas Ketat Perbankan, Pil Pahit Kenaikan Bunga BI”,
diakses dari https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2018030112319-532-342575/likuiditas-ketat-
perbankan-pil-pahit-kenaikan-bunga-bi, pada tanggal 8 Mei 2020 pukul 12.50.
Page 138
132
pihak ketiga menurun, dan sebaliknya ketika suku bunga SBI menurun
maka jumlah dana pihak ketiga mengalami kenaikan.
4. Pengaruh Inflasi, Kurs, dan Tingkat Suku Bunga SBI Secara
Simultan Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan hasil uji hubungan jangka pendek maupun jangka
panjang inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI berpengaruh
signifikan terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hasil uji determinasi
dari regresi jangka pendek menunjukkan nilai Adjusted R-Squared
sebesar 0,356336, maka menolak Ho7 yang artinya variabel
independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara simultan
dalam persamaan jangka pendek mempengaruhi jumlah dana pihak
ketiga sebesar 35,6336% sedangkan sisanya sebesar 64,3664%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
Sementara hasil uji determinasi dari regresi jangka panjang
menunjukkan nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,721033, maka
menolak Ho8 yang artinya variabel independen inflasi, kurs, dan
tingkat suku bunga SBI secara simultan dalam persamaan jangka
panjang mempengaruhi jumlah dana pihak ketiga sebesar 72,1033%
sedangkan sisanya sebesar 27,8967% dipengaruhi oleh faktor lain
diluar model.
Page 139
133
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hal tersebut
dibuktikan dengan uji jangka pendek dan uji jangka panjang. Hasil uji
jangka pendek menunjukkan bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih kecil
dari pada t-kritis (0,089896 < 2,01537). Sementara hasil uji jangka
panjang menunjukkan bahwa t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari pada
t-kritis (0,496877 < 2,01410), maka pada uji jangka pendek dan uji
jangka panjang menerima Ho1 dan Ho2, artinya dalam jangka pendek
maupun jangka panjang inflasi tidak berpengaruh terhadap jumlah
dana pihak ketiga.
2. Kurs dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap jumlah dana
pihak ketiga. Hal tersebut dibuktikan dengan uji jangka pendek di
mana t-Statistic (t-hitung) lebih kecil dari pada t-kritis (0,651339 <
2,01537), maka menerima Ho3 yang artinya dalam jangka pendek kurs
tidak berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Sementara
dalam jangka panjang, kurs berpengaruh terhadap jumlah dana pihak
ketiga. Hal tersebut dibuktikan dengan t-Statistic (t-hitung) lebih besar
Page 140
134
dari pada t-kritis (6,822848 > 2,01410), maka menolak Ho4 yang
artinya dalam jangka panjang kurs berpengaruh terhadap jumlah dana
pihak ketiga. Ketika kurs mengalami kenaikan (melemah), maka
jumlah dana pihak ketiga mengalami penurunan. Ketika kurs rupiah
melemah 1 rupiah, maka jumlah dana pihak ketiga menurun sebesar
431,4712 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
3. Tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek maupun jangka panjang
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Hal tersebut dibutikan
dengan uji jangka pendek di mana diperoleh nilai t-Statistic (t-hitung)
lebih besar dari t-kritis yaitu sebesar (2,128770 > 2,01537), maka
menolak Ho5 yang artinya dalam jangka pendek tingkat suku bunga
SBI berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Ketika tingkat
suku bunga SBI mengalami kenaikan, maka jumlah dana pihak ketiga
mengalami penurunan. Ketika tingkat suku bunga mengalami kenaikan
sebesar 1%, maka jumlah dana pihak ketiga mengalami penurunan
sebesar 22.3642,4 juta rupiah dengan asumsi variabel yang lain tetap.
Sementara dalam jangka panjang diperoleh t-Statistic (t-hitung) lebih
besar dari t-kritis yaitu sebesar (5,494400 > 2,01410), maka menolak
Ho6 yang artinya dalam jangka panjang tingkat suku bunga SBI
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Ketika tingkat suku
bunga SBI mengalami penurunan sebesar 1%, maka jumlah dana pihak
ketiga mengalami penurunan sebesar 190.732,8 juta rupiah dengan
asumsi variabel yang lain tetap.
Page 141
135
4. Inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI secara simultan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap
jumlah dana pihak ketiga. Hal itu dibuktikan dengan uji jangka pendek
di mana diperoleh nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,356336, maka
menolak Ho7 yang artinya variabel independen inflasi, kurs, dan
tingkat suku bunga SBI secara simultan dalam persamaan jangka
pendek mempengaruhi jumlah dana pihak ketiga sebesar 35,6336%
sedangkan sisanya sebesar 64,3664% dipengaruhi oleh faktor lain
diluar model. Sementara dalam jangka panjang diperoleh nilai
Adjusted R-Squared sebesar 0,721033, maka menolak Ho8 yang
artinya variabel independen inflasi, kurs, dan tingkat suku bunga SBI
simultan dalam persamaan jangka panjang mempengaruhi jumlah dana
pihak ketiga sebesar 72,1033% sedangkan sisanya sebesar 27,8967%
dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.
B. Saran/Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka dapat
disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Diharapkan kedepannya Bank Syariah Bukopin tetap mewaspadai
tingkat inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan tetap
teliti dalam menghimpun dana pihak ketiga dari masyarakat dengan
melihat prospek perekonomian di masa yang akan datang, baik ketika
kondisi ekonomi mengalami kemajuan maupun penurunan.
Page 142
136
2. Diharapkan kedepannya Bank Syariah Bukopin untuk terus
memperhatikan pergerakan kurs dalam jangka pendek maupun jangka
panjang agar ketika nilai tukar Rupiah melemah Bank Syariah
Bukopin tetap dapat mempertahankan jumlah dana pihak ketiga yang
dihimpun dari masyarakat.
3. Diharapkan kedepannya Bank Syariah Bukopin untuk memperhatikan
tingkat suku bunga SBI dalam jangka pendek maupun jangka panjang
berpengaruh terhadap jumlah dana pihak ketiga. Oleh karena itu dapat
dijadikan acuan bank syariah dalam menentukan kebijakan lain untuk
tetap menjaga kestabilan jumlah dana pihak ketiga, dengan begitu
selain dapat bersaing dengan bank syariah lain Bank Syariah Bukopin
juga dapat bersaing dengan bank konvensional, terutama persaingan di
dalam memperebutkan segmen deposan rasional.
Page 143
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. 2nd ed. Jakarta: Kencana,
2005.
Chapra, M. Umer. Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Huda, Nurul, Handi Risza Idris, Mustafa Edwin Nasution, and Ranti Wiliasih.
Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008.
Ismail. Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010.
---------. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islami. 3rd ed. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Karim, Adiwarma. Bank Islam: Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2006.
Firdaus, and Fakhry Zamzam. Aplikasi Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV
Budi Utama, 2018.
Julius R. Latumaerissa. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta Selatan:
Salemba Empat, 2011.
Machfudz, Masyhuri, and Nurhadi Sujoni. Teori Ekonomi Makro. Malang: UIN-
Maliki Press, 2016.
Marthon, Said Sa’ad. Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta:
Zikrul Hakim, 2007.
Muhamad. Manajemen Dana Bank Syariah. 1st ed. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Murni, Asfia. Ekonomika Makro. Revisi. Bandung: PT Refika Aditama, 2016.
Pandia, Frianto. Manajemen Dana Dan Kesehatan Bank. Jakarta: Rineka Cipta,
2012.
Pohan, Aulia. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008.
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Page 144
Rivai, Veithzal, and Arviyan Arifin. Islamic Banking. Jakarta: PT Bumi Askara,
2010.
Rivai, Veithzal, Andria Permata Veithzal, and Arifiandy Permata Veithzal. Credit
Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, Dan Aplikasi: Panduan
Praktis Mahasiswa, Bankir, Dan Nasabah. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006.
Riyanto, Slamet, and Aglis Andhita Hatmawan. Metode Riset Penelitian Kuantitatif
Penelitian Di Bidang Manajemen, Teknik, Pendidikan Dan Eksperimen.
Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020.
Sholahuddin, Muhammad. Lembaga Keuangan Dan Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Ombak, 2014.
Simorangkir, Iskandar. Pengantar Kebanksentralan: Teori Dan Praktik Di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2016.
---------. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2009.
Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan Tindakan.
Bandung: Refika Aditama, 2012.
Sujarweni, Wiratna. Metode Penelitian Bisnis Ekonomi. Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS, 2015.
Sukirno, Sadono. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Suprayitno, Eko. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Umam, Khotibul. Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan Dinamika
Perkembangannya Di Indonesia. 1st ed. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Usman, Rachmadi. Produk Dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia:
Implementasi Dan Aspek Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009.
Widarjono, Agus. Analisis Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN,
2015.
---------. Ekonometrika Pengantar Dan Aplikasinya Disertai Panduan EViews.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Saudi Arabia: Mujamma’ al Malik Fahd li thiba’at al
Mush-haf asy Syarif Madinah Al-Munawwarah, 2004.
Page 145
Jurnal:
Afrida, Yenti, and Romi Iskandar. “Pengaruh Inflasi, Kurs, Tingkat Suku Bunga,
Pertumbuhan Ekonomi, Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Jumlah DPK
Bank Syariah,” Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 3 (2018).
Aghnawati, Agusti Nia, and Malik Cahyadin. “Faktor-Faktor Penentu Dana Pihak
Ketiga Bank Umum Syariah Di Indonesia Tahun 2010-2017,” Jurnal
Penelitian Ekonomi, 4 (2019).
Ardana, Yudhistira. “Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham
Syariah Di Indonesi: Model ECM,” Jurnal Bisnis dan Manajemen, 6 (2016).
Muttaqiena, Abida. “Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, Dan Nilai
Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Di Indonesia 2008-
2012,” Economics Development Analysis Journal, 2 (2013).
Setiadi, Inung Oni. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang
Di Indonesia Tahun 1999 : Q1 - 2010 : Q4 Dengan Pendekatan Error
Correction Models (ECM),” Economics Development Analysis Journal, 2
(2013).
Sutono, and Batista Sufa Kefi. “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi Terhadap
Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Di Indonesia,” Jurnal Ekonomi
Manajemen Akuntansi, 2014.
Skripsi:
Bayu Ayom Gumelar. “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga Deposito, Dan
Jumlah Bagi Hasil Deposito Terhadap Jumlah Deposito Mudharabah (Studi
Kasus PT Bank Syariah Mandiri Tahun 2008-2012).” 2013.
Indah, Bellinda Fatriada. “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil, Inflasi, Dan Kurs Dolar
Terhadap Dana Pihak Ketiga (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Tahun 2011-2015),” 2017.
Internet:
Bank Syariah Bukopin, Laporan Tahunan, https://www.syariahbukopin.co.id
Laporan Keuangan Bank Indonesia, https://www.bi.go.id
Fauzie, Yuli Yanna, “Likuiditas Ketat Perbankan, Pil Pahit Kenaikan Bunga BI”, diakses
dari https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/2018030112319-532-342575/likuiditas-
ketat-perbankan-pil-pahit-kenaikan-bunga-bi, pada tanggal 8 Mei 2020 pukul
12.50.
Page 146
Rossiana, Gita, “Pelemahan Rupiah Bikin Seret Kucuran Kredit Bank”, diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/market/20180423131606-17-12055/pelemahan-
rupiah-bikin-seret-kucuran-kredit-bank, pada tanggal 8 Mei 2020 pukul 12.30.