Page 1
Analisis Ketahanan Energi Oleh Low Energy Adaptive
Clustering Hierarchy (LEACH) Pada Cluster Head
Wireless Sensor Network (WSN)
Artikel Ilmiah
Peneliti :
Jhon Rinto Tonapa (672010155)
Indrastanti Ratna Widiasari, M.T.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
April 2016
Page 2
Analisis Ketahanan Energi Oleh Low Energy Adaptive
Clustering Hierarchy (LEACH) Pada Cluster Head
Wireless Sensor Network (WSN)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Peneliti :
Jhon Rinto Tonapa (672010155)
Indrastanti Ratna Widiasari, M.T.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Aprill 2016
Page 3
Lembar Pernyataan Tidak Plagiat
Page 4
Lembar Pernyataan Persetujuan Akses
Page 5
Lembar Persetujuan
Page 7
Analisis Ketahanan Energi Oleh Low Energy Adaptive
Clustering Hierarchy (LEACH) Pada Cluster Head
Wireless Sensor Network (WSN)
1) Jhon Rinto Tonapa
2) Indrastanti Ratna Widiasari
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)
[email protected] , 2)
[email protected]
Abstract
Wireless Sensor Network (WSN) is a wireless network that uses a sensor to
monitor physical or environmental conditions, such as temperature, vibration,
noise, electromagnetic waves, pressure, movement, and others. However, the
limitations of the existing power and the factors that affect the operation of a
sensor should be a consideration in the design of routing protocols in WSN. One
of the protocols that improve the energy efficiency of WSN technology is Low
Energy Adaptive Clustering Hierarchy (LEACH). Thus, in this research, a
comparison protocol in WSN using Network Simulator 2 (NS-2). Measured
Indicators are the energy consumption and the number of nodes that are still
active. The simulation results show that LEACH more efficient, and have a longer
working time.
Keywords: WSN, LEACH, routing
Abstrak
Wireless Sensor Network (WSN) merupakan sensor yang menggunakan
jaringan wireless untuk melakukan monitoring fisik atau kondisi lingkungan
sekitar, seperti suhu, getaran, suara, gelombang elektromagnetik, tekanan,
gerakan, dan lain-lain. Namun demikian keterbatasan daya yang ada dan faktor-
faktor yang memengaruhi bekerjanya suatu sensor harus menjadi pertimbangan
dalam melakukan perancangan protokol routing pada WSN. Salah satu protokol
yang meningkatkan efisiensi energi dari teknologi WSN adalah Low Energy
Adaptive Clustering Hierarchy (LEACH). Sehingga dalam penelitian ini
dilakukan perbandingan protokol dalam WSN menggunakan Network Simulator 2
(NS-2). Indikator yang diukur adalah konsumsi energi dan jumlah node yang
masih aktif. Hasil simulasi menunjukkan bahwa LEACH lebih efisien, dan
memiliki masa waktu kerja yang lebih lama.
Kata Kunci: WSN, LEACH, routing _________________________________________________________________________________________________________
1)Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,
Universitas Kristen Satya Wacana
2)Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana
Page 8
1
1. Pendahuluan
Kemajuan terbaru dalam teknologi sensor, komunikasi wireless dan
komputasi digital telah menghasilkan pengembangan yang lebih lanjut, yaitu
Wireless Sensor Network (WSN). Sebuah Wireless Sensor Network dapat
dijelaskan sebagai jaringan sebuah node-node yang saling berkolaborasi dalam
melakukan penginderaan di daerah sekitarnya. Teknologi ini terdiri dari node
sensor, sebuah head node atau cluster node serta base station. Berbagai macam
aplikasi dari teknologi WSN adalah teknologi ini mampu melakukan monitoring
fisik atau kondisi lingkungan sekitar seperti suhu, suara, tekanan, getaran, gerakan
dan lain-lain [1].
Cara kerja dari WSN adalah dengan melakukan penginderaan lingkungan
sekitarnya yang dilakukan oleh node-node yang tersebar yaitu dengan kemampuan
tiap-tiap node yaitu mengirim, menerima dan merasakan. Kolaborasi atau kerja
sama antar node-node memiliki peran penting dalam sistem.
Di dalam implementasi perangkat lunak dan perangkat keras komputer
dalam kaitannya dengan komputerisasi dan digitalisasi, faktor sumber daya energi
dan tingkat konsumsinya perlu diperhatikan dengan baik. Beberapa faktor yang
memengaruhi penggunaan energi WSN adalah kondisi implementasi dilapangan
yang terbatas, setiap node sensor memiliki sumber daya yang kecil setara dengan
daya yang biasa dihasilkan oleh sebuah baterai biasa. Hal ini menjadikan node-
node sensor harus mampu bekerja dengan cepat dan maksimal, tanpa harus
kehabisan sumber energi di tengah-tengah pekerjaannya. Hal ini menyebabkan
Penggunaan energi menjadi masalah yang penting dalam penggunaan Wireless
Sensor Network [2].
Namun yang menjadi masalah adalah apabila ada node sensor yang tidak
berfungsi karena sudah kehabisan energi atau karena terjadinya kerusakan pada
node sensor dalam hal ini cluster head, sehingga jalur routing perlu dibenahi
kembali agar node-node yang masih aktif dapat terus bekerja [3].
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukannya penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa ketahanan energi dalam WSN pada saat node sudah tidak
berfungsi, sehingga meskipun ada cluster head yang telah kehabisan energi atau
tidak berfungsi, tidak akan mengurangi efektifitas monitoring yang dilakukan
oleh sensor. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan agar didapatkan informasi
mengenai penggunaan energi yang lebih efisien dalam wireless sensor network,
sehingga node-node masih dapat melakukan transmisi data meskipun ada cluster
node yang tidak berfungsi atau kehabisan energi.
Low Energy Adaptive Clustering Hierarchy (LEACH) protocol
merupakan hierarchical clustering algorithm untuk sensor network. Kemampuan
LEACH protocol dalam melakukan distribusi energi yang digunakan menjadi
salah satu keunggulan metode ini, dimana penentuan jumlah cluster head dan
anggota cluster menjadi hal yang memengaruhi performa Wireless sensor
network, sehingga pada saat ada cluster head yang akan kehabisan energi maka
akan dibuat jalur alternatif yang akan menjadi cadangan dan transmisi data tetap
berjalan tanpa terjadi hambatan.
Page 9
2
2. Tinjauan Pustaka
Adapun penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian yang
dilakukan adalah penelitian yang menjelaskan bahwa wireless sensor network
terdiri dari atas sejumlah sensor node yang bebas. Setiap node memiliki
kemampuan untuk mengirim, menerima, dan mendeteksi. Selain itu sensor juga
dilengkapi peralatan pemrosesan, peralatan komunikasi dan power supply atau
baterai. Melalui pendekatan berbasis geographical based, maka dibuat sebuah
simulasi yang nantinya diharapkan dapat memberikan jalur routing terpendek
namun juga efisiensi energi yang digunakan oleh node sehingga terjadinya
penghematan jarak sebesar 10%-20% [4].
Penelitian lain yang menjadi acuan dalam penelitian yang dilakukan
adalah penelitian tentang pembuatan simulasi dengan yang menggunakan LEACH
protocol. Pada penelitian tersebut dijelaskan tentang bagaimana melakukan
analisa dalam melakukan routing dan isu-isu desain jaringan pada WSN dengan
menggunakan LEACH protocol [5].
Penelitian lain yang juga dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini
adalah penelitian yang menjelaskan tentang bagaimana membentuk suatu routing
alternatif dengan menggunakan gradient based sebagai algoritma yang rute
pengiriman data. Dengan menggunakan pendekatan secara gradient atau jarak
relatif dan tidak menggunakan jarak absolut, nantinya akan dihasilkan sebuah rute
terbaik yang bisa dihasilkan agar sistem tetap dapat berjalan meskipun terjadi
kerusakan dan kekurangan daya [6].
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai efisiensi energi dan
jarak yang menjadi rute dengan menggunakan metode Gradient Based dan
Georaphical Based, yang mampu memberikan efisiensi terhadap penggunaan
energi, maka dilakukan penelitian yang membahas tentang penggunaan energi
node dengan memanfaatkan LEACH Protocol (Low Energy Adaptive Clustering
Hierarchy), yaitu dengan membuat sebuah simulasi agar dapat mempelajari
ketahanan energi terbaik meskipun terdapat node yang akan kehabisan energi.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan 2 protokol cluster pada WSN, yaitu
protokol LEACH dan Static-Clustering dengan menggunakan Network-Simulator
2.
Sebuah sensor network adalah infrastuktur yang terdiri dari penginderaan
(sensing), pengukuran (computating), dan elemen komunikasi (communication)
yang memberikan administrator kemampuan untuk melakukan pengamatan dan
memberikan reaksi terhadap suatu peristiwa maupun fenomena dalam suatu
lingkungan [7]. Kumpulan dari beberapa wireless sensor jika masing-masing
diletakkan secara spesial dan diatur konfigurasinya, dapat disebut sebagai WSN
(Wireless Sensor Network). WSN merupakan sensor yang menggunakan jaringan
wireless untuk melakukan monitoring fisik atau kondisi lingkungan sekitar,
seperti suhu, getaran, suara, gelombang elektromagnetik, tekanan, gerakan, dll .
Pada dasarnya jaringan komunikasi wireless sensor ini digunakan pada industri
ataupun aplikasi komersial lainnya yang kesulitan dengan sistem perkabelan. Area
penggunaan dari wireless sensor ini adalah seperti sistem monitor tingkat polusi
atau kontaminasi udara, pengendali reaktor nuklir, sistem deteksi kebakaran atau
Page 10
3
semburan panas bumi, area habitat monitoring, object tracking, traffic monitoring,
ataupun kondisi lainnya [8].
Routing protokol mengijinkan router-router untuk sharing informasi
tentang jaringan dan koneksi antar router. Sebuah jaringan terdiri dari beberapa
node, yang pada umumnya paket data dikirim melewati beberapa node sebelum
akhirnya mencapai tujuan. Berikut merupakan berbagai macam routing yang ada
pada WSN berdasarkan pada struktur jaringanya, routing dalam WSN dibagi
menjadi 3; Flat Routing, Hierarchical Routing, dan Location Based Routing [9].
Flat Routing memungkinkan setiap node biasanya memainkan peranan
yang sama, dan sensor node bersama-sama berkolaborasi untuk melakukan tugas
penginderaan. Karena besarnya jumlah node maka tidak mungkin untuk
memberikan pengenal global ke setiap node, yang menyebabkan flat routing
menjadi data-centric routing. Dimana base station mengirim queri ke daerah
tertentu dan menunggu data dari sensor yang terletak di daerah yang dipilih.
Karena data yang diminta melalui queri tertentu, pemberian atribut dilakukan
untuk menentukan sifat data yang akan diterima dan dikirim.
Hierarchical Routing membuat node dengan energi tinggi dapat digunakan
untuk memproses dan mengirimkan informasi sementara node dengan energi
rendah dapat digunakan untuk melakukan penginderaan. Hal ini menyebabkan
penentuan cluster head memberikan kontribusi untuk skalabilitas, lifetime, dan
kebutuhan energi. Routing ini merupakan cara yang efisien untuk menurunkan
konsumsi energi dalam cluster dan dengan melakukan data aggegation and fusion
untuk mengurangi jumlah data yang ditransmisikan ke base station.
Location Based Routing bekerja dengan cara sensor node ditangani sesuai
dengan lokasi mereka. Jarak antar node diperkirakan atas dasar kekuatan sinyal
yang masuk. Koordinat relatif antar node diperoleh dengan pertukaran informasi
antar tetangga node, maupun dengan koordinat dari Global Positioning System
(GPS)
Protokol yang digunakan dalam penelitian ini adalah Low Energy Adaptive
Clustering Hierarchy (LEACH). LEACH adalah cluster-based protocol. Jumlah
cluster head dan anggota cluster yang dihasilkan oleh LEACH menjadi parameter
penting untuk mencapai kinerja yang lebih baik. LEACH merupakan clustering
adaptif protokol yang menggunakan pengacakan untuk mendistribusikan beban
energi secara merata antara sensor dalam jaringan.
Dalam LEACH, node terorganisir didalam cluster lokal, dengan satu node
yang bertindak sebagai cluster head. Cluster head dipilih secara prioritas dan
tetap didalam seluruh sistem selamanya, seperti dalam algoritma clustering
konvensional, mudah untuk melihat bahwa sensor yang dipilih untuk menjadi
cluster head akan kehabisan energi dengan cepat, dan akibatnya akan mengakhiri
komunikasi dari semua node dalam cluster tersebut. Sensor dipilih untuk menjadi
cluster head pada waktu tertentu dengan probabilitas tertentu. Setiap node
menentukan cluster dengan memilih cluster head yang membutuhkan energi
komunikasi minimum.
Page 11
4
Gambar 1 Cluster based mechanism of LEACH in WSN [5].
Gambar 1 menjelaskan bagaimana cara kerja LEACH dalam WSN dimana node-
node akan membentuk sebuah cluster dan memilih cluster head yang nantinya
akan mengirimkan informasi ke base station
Operasi dari LEACH terbagi menjadi putaran-putaran dimana setiap
putaran dibagi menjadi dua tahapan, tiap tahapan dimulai dengan set-up phase,
saat cluster mulai berorganisir diikuti oleh steady-state phase, saat data
ditransmisikan ke base station terjadi yang digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Set-Up Phase dan Steady-state LEACH [9].
Setup phase dibagi lagi menjadi 3 tahapan yaitu Advertisement phase: dimana
algoritma pemilihan Cluster Head dieksekusi yang digambarkan pada Gambar 2,
Cluster setup: node-node bergabung menjadi sebuah cluster, Broadcast schedule:
head melakukan penjadwalan untuk melakukan broadcast ke member clusternya.
(1)
Gambar 3 Selection Algorithm [10]
1 [ *mod(1/ )]( )
0 ,
Pif n G
P r PT n
otherwise
Page 12
5
Identifikasi Masalah dan
Pengumpulan Data
Perancangan Sistem
Analisis Hasil dan Penyimpulan
Hasil
Eksperimen dan Pengumpulan
Data
Gambar 3 menjelaskan tentang tahapan advertisement dimana algoritma akan
memilih cluster head dengan sebuah probabilitas, node N akan memilih random
number antara 0-1, jika m<T(n) untuk node n, maka node akan menjadi cluster
head, dimana P merupakan persentasi dari total jumlah node, r adalah putaran
sementara, dan G adalah node yang belum menjadi cluster head selama 1/P
putaran. Dengan menggunakan batasan ini setiap node akan berkesempatan
menjadi cluster head selama 1/P putaran. Selama putaran 0 (r=0), setiap node
berkesempatan P untuk menjadi cluster head. Pada tahap Steady-state phase ini
semua node akan mengirim data ke cluster headnya masing-masing, kemudian
cluster head melakukan pengumpulan data dan melakukan transmisi untuk
mengirimkan data ke Base Station dengan menggunakan transmisi secara
langsung.
3. Metode dan Perancangan Sistem
Tahapan penelitian pada perancangan simulasi ini melalui beberapa
tahapan yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 4 Tahapan Penelitian [11]
Tahapan penelitian pada Gambar 4 dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap
pertama adalah identifikasi masalah dan pengumpulan data, dilakukan
pengumpulan data berupa informasi-informasi mengenai berbagai masalah yang
terdapat pada wireless sensor network dalam hal ini yang menjadi fokus utama
adalah masalah penggunaan energi yang digunakan. Tahapan kedua adalah
tahapan perancangan sistem, yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
perancangan simulasi dari wireless sensor network. Tahapan ketiga adalah
eksperimen, dimana dilakukan pengimplementasian LEACH protokol pada
lingkungan simulasi untuk mendapatkan data sebagai bahan analisis. Tahap
keempat adalah pengujian serta analisis hasil dari implementasi LEACH protokol
pada simulasi.
Page 13
6
Adapun perangkat keras dan lunak yang dibutuhkan untuk melakukan
simulasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kebutuhan Sistem
Komponen Fungsi Spesifikasi
1 Buah mesin
virtual
Sebagai Host dari
simulasi
- Base Memory 768
MB
- Storage 8 GB
Ubuntu 10.10
32 bit
Sistem Operasi
mesin virtual dari
simulasi yang
dibangun
Network Simulator
2
Sebagai Simulator
yang menjalankan
LEACH protokol
ns-allinone-2.34
Pada tahap perancangan sistem yang dilakukan adalah langkah-langkah
perancangan Network Simulator 2, yang akan dipergunakan untuk mendapatkan
hasil data penggunaan energi setelah menggunakan LEACH protokol.
Perancangan sistem didasarkan pada perencanaan area simulasi, jumlah node
sensor, lama waktu simulasi berjalan, dan sistem komunikasi node. Area simulasi
ditetapkan sebagai luasan yang didefinisikan sebagai sumbu x dan sumbu y.
Jumlah node yang telah ditentukan kemudian diposisikan dengan aturan yang
sudah ditentukan, dimana dalam perancangan ini node sensor diposisikan dengan
aturan random. Keseluruhan perencanaan parameter-parameter ini
diinisialisasikan yang kemudian menjadi kebutuhan untuk simulasi. Proses
algoritma pada protokol LEACH terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase setup-state dan
steady-state yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5 Proses setup-phase pada LEACH [5]
Page 14
7
Gambar 5 merupakan flowchart proses setup-phase dimana pada tahapan
ini node akan dipilih untuk menjadi cluster head dengan selection algorithm.
Kemudian setiap node akan dicek kembali apakah node i merupakan cluster head,
node yang menjadi cluster head akan mengirimkan brodcast ADV kepada node-
node disekitarnya, sementara node yang bukan cluster head akan menerima setiap
broadcast ADV dari cluster head, dan memilih akan bergabung dengan cluster
terdekat. Node yang bukan cluster head akan mengirim kembali joint-Req kepada
node yang dia pilih, dan node yang menjadi cluster head akan menerima joint-Req
dari node yang bukan cluster head dan membentuk cluster. Node non Cluster
head menunggu jadwal TDMA yang dibuat oleh cluster head, setelah cluster head
membuat jadwal TDMA, kemudian jadwal dikirimkan ke anggota clusternya, dan
node non cluster head menerima dan proses steady-state selesai yang akan
dilanjutkan dengan setup-phase yang digambarkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Proses steady-state pada LEACH [12]
Pada fase ini node akan diperiksa apakah merupakan sebuah cluster head,
apabila merupakan cluster head maka, cluster head akan menerima data dari
semua anggota cluster. Node yang bukan cluster head hanya akan mengirim data
sesuai dengan jadwal TDMA yang sudah diterima. Node cluster head akan
mengumpulkan dan melakukan kompresi terhadap data dan semua data yang
sudah dikompresi akan dikirimkan ke Base Station, proses steady-state pun
selesai.
Parameter yang menjadi acuan untuk melihat kinerja dari LEACH dapat
dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter Simulasi
Parameter Nilai
Area Simulasi 100 Yard x 100 Yard
Waktu Simulasi 3600 Putaran
Posis Base Station (50, 175)
Energy Awal Node 2 Joule
Page 15
8
Tabel 2 menjelaskan tentang parameter-parameter yang akan digunakan dalam
melakukan eksperimen dari penggunaan LEACH protokol. Penempatan Base
Station pada koordinat x = 50 dan y = 175 yang dimaksudkan untuk
menyesuaikan dengan keadaan aslinya dimana Base Station selalu berada paling
jauh dari node dan tetapi dekat dengan administrator. Penggunaan energi 2
Joule/node merupakan inisiatif dari penulis dikarenakan pada penelitian
sebelumya telah digunakan energi 0.5 – 1 Joule/node [10], sehingga hasil yang
akan didapatkan akan berbeda dari penelitian - penelitian sebelumnya.
4. Hasil dan Pembahasan
Pembentukan cluster untuk simulasi sesuai dengan parameter yang telah
dirancang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Posisi Node Simulasi
Gambar 7 mengilustrasikan posisi dari setiap node , dalam simulasi, misal
terdapat 100 node yang akan melakukan penginderaan terhadap lingkungannya,
dan sebuah node yang menjadi base station dimana semua data akhirnya akan
dikirimkan ke node ini.
Pada tahapan hasil dan pembahasan penerapan dari peracangan simulasi
yang sudah dibangun. Adapan skenario simulasi yang dilakukan yaitu membuat
variasi jumlah node yang akan digunakan pada simulasi yaitu 50, 75, dan 100
node dengan posisi acak. Analisis dari simulasi ini adalah membandingkan antara
dua Hierarchical Routing yaitu protokol LEACH dengan protokol Static-
Clustering, kedua protokol menggunakan parameter simulasi yang terdapat pada
Tabel 2 . Tujuan dari simulasi ini adalah untuk melihat kinerja dari kedua protokol
yang sama-sama berbasis pada cluster.
Base Station
Page 16
9
Hasil simulasi kinerja untuk kedua protokol dapat dilihat pada Gambar 8 dimana
yang menjadi perbandingan antara kedua protokol adalah jumlah node yang masih
bekerja pada iterasi ke-i.
Gambar 8 Jumlah Node Aktif LEACl vs Static-Clustering Protocol
Dari Gambar 8 terlihat bahwa kemampuan LEACH dalam melakukan
distribusi energi pada cluster lebih baik daripada Static-Clustering sehingga node
yang masih bisa bekerja lebih banyak daripada yang menggunakan protokol
Static-Clustering. Distribusi energi pada yang terjadi pada LEACH adalah dengan
melakukan rotasi pada Cluster Head yang akan kehabisan energi, mengingat
beban kerja pada Cluster Head yang lebih berat daripada node biasa, maka node
yang terpilih menjadi Cluster Head akan lebih cepat kehabisan energi. Sebelum
Cluster Head yang terpilih kehabisan energi, rotasi pada Cluster Head akan
dilakukan, dengan cara kembali melakuan Setup-State untuk memilh Cluster
Head yang baru yang dilanjutkan pembentukan anggota cluster yang memilih
Cluster Head terdekatnya. Mekanisme ini akan terus dilakukan sampai setiap
node sudah tidak lagi mempunyai energi atau kehabisan energi. Berbeda dengan
Static-Clustering protokol yang tidak melakukan perputaran pada Cluster Head,
karena jenis protokol ini meerupakan cluster yang tetap jadi apabila Cluster Head
yang telah terpilih kehabisan energi, maka setiap node anggotanya tidak akan
berfungsi lagi karena hanya bertumpu pada Cluster Head yang sudah ada. Rotasi
yang dilakukan oleh LEACH mampu menjaga ketahanan energi yang
menyebabkan lifetime dari WSN dapat lebih lama. Tabel 3 merupakan
perbandingan dari jumlah node yang masih aktif antara LEACH vs Static-
Clustering
Node
Time
Page 17
10
Tabel 3 Perbandingan Jumlah Node Aktif LEACH vs Static-Clustering
Jumlah Node Protokol Waktu aktif
Node (Round)
50 LEACH 273.4
Static-Clustering 34
75 LEACH 396.6
Static-Clustering 37.3
100 LEACH 387
Static-Clustering 38.4
Tabel 3 merupakan data jumlah node yang masih hidup pada periode waktu
tertentu dimana terlihat bahwa protokol LEACH lebih memiliki waktu yang lebih
lama dari protokol Static-Clustering. Berdsarkan data jumlah node yang masih
aktif atau hidup dapat diambil kesimpulan bahwa LEACH protokol memiliki
ketahanan energi yang kurang lebih 9 kali lebih baik daripada Static-Clustering
protokol dalam keaktifan node pada cluster WSN.
Hasil dari simulasi penggunaan energi kedua protokol dapat dilihat pada
Gambar 9, dimana yang menjadi perbandingan merupakan jumlah energi yang
dipergunakan selama simulasi berlangsung.
Gambar 9 Penggunaan Energi LEACH vs Static-Clustering Protocol
Gambar 9 adalah merupakan gambar grafik penggunaan energi yang digunakan
untuk melakukan pengiriman data hingga ke Base Station. Pada metode cluster
base, ketika suatu node anggota cluster mendapatkan data dan ingin
mengirimkannya ke Base Station, maka data tersebut harus dikirimkan melalui
Energy
Time
Page 18
11
cluster headnya, kemudian setelah itu cluster head mengumpulkan data barulah
kemudian akan dikirimkan data tersebut ke Base Station. Dari grafik
perbandingan penggunaan energi kedua protokol LEACH lebih unggul daripada
Static-Clustering. Protokol Static-Clustering tidak melakukan pergantian pada
cluster headnya, hal ini menyebabkan cluster head cepat kehabisan energi dan
tidak dapat beroperasi kembali, dan akhirnya node anggota dari cluster tidak dapat
mengirim data ke Base Station karena penghubung mereka yaitu cluster head
sudah tidak dapat beroperasi lagi karena kehabisan energi. Ketidakmampuan
distribusi energi yang dilakukan Static-Clustering protokol menyebabkan lifetime
dari WSN menjadi lebih cepat seleasai daripada yang bisa dilakukan oleh protokol
LEACH.
Tabel 4 Perbandingan Penggunaan Energi Node LEACH vs Static-Clustering
Jumlah Node Protokol Energi Yang
Digunakan
(Joule)
50 LEACH 98.4
Static-Clustering 13
75 LEACH 147.8
Static-Clustering 13.7
100 LEACH 198.5
Static-Clustering 14.1
Tabel 4 merupakan perbandingan penggunaan energi dari kedua protokol
dimana energi yang manfaatkan pada LEACH protokol dan dari Static-Clustering.
Total energi dari keseluruhan WSN adalah jumlah node dikalikan dengan energi
awal di tiap-tiap node. Berdasarkan parameter dan skenario simulasi yang ada
maka akan didapatkan total energi dari WSN yang seharusnya dipergunakan
adalah misal 100 node*2 Joule = 200 Joule untuk total energi yang dipergunakan
dalam WSN sesuai dengan eksperimen yang dilakukan. Dari data yang sudah
didapatkan terlihat bahwa LEACH protokol dapat memanfaatkan energi 14 kali
lebih efektif daripada Static-Clustering protokol. Jumlah energi yang digunakan
oleh masing-masing protokol dipengaruhi oleh distribusi energi yang dilakukan
oleh cluster head, pergantian cluster head oleh LEACH protokol yang tidak
dilakukan oleh Static-Clustering menjadi alasan mengapa Static-Clustering hanya
memanfaatkan sedikit energi saja. Perpindahan cluster head oleh LEACH
protokol sebelum cluster head kehabisan energi menjadikan protokol LEACH
memiliki penggunaan energi dan ketahanan energi yang lebih baik daripada
Static-Clustering.
Page 19
12
5. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan ekperimen yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa protokol LEACH mempunyai ketahanan energi
yang lebih efektif kurang lebih 14 kali lebih baik daripada Static-Clustering.
Perbandingan hasil energi menunjukkan LEACH dapat mengurangi energi yang
terbuang sehinggi dapat menambah masa waktu operasi. Perbandingan jumlah
node yang aktif menunjukkan LEACH 10 kali lebih baik daripada Static-
Clustering.
Protokol LEACH dapat bekerja lebih efektif dalam melakukan monitoring
daerah yang menjadi lokasi penginderaannya. LEACH akan memiliki masa waktu
yang lebih lama dalam melakukan monitoring dikarenakan oleh pendistribusian
energi yang dilakukan pada cluster head sebelum kehabisan energi, menyebabkan
jumlah node yang masih dapat bekerja lebih lama dibandingkan Static-Clustering.
6. Daftar Pustaka
[1] Kupwade Patil, Hars dan Szygenda, Stephen A., 2013, Security For
Wireless Sensor Networks Using Identyty-Based Cryptography, New
York: CNC Press
[2] Pratama, I Putu A. E., dan Suakanto, Sinung, 2015, Wireless Sensor
Network : Teori & Praktek Berbasiskan Open Source, Bandung :
Informatika
[3] Karl, Holger, dan Willig, Andres, 2005, Protocols and Architecture for
Wireless Sensor Network, England:John Wiley & Sons.
[4] Ridha, Galih., Santoso, Tri Budi., dan Kristalina, Prima, 2011, Analisa
Simulasi Routing Protokol pada WSN dengan Metode Geographic Based
Approach. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
[5] Kaur, Amrinder, dan Suni, Sainil, 2013, Simulation of Low Energy
Adaptive Clustering Hierarchy Protocol for Wireless sensor network,
IJARCSSE Volume 3: 1316-1320.
[6] Arrossy, Kunpraga Maulana., Santoso, Tri Budi., dan Kristalina, Prima,
2011, Analisa Kinerja Routing Protokol pada Jaringan Sensor Nirkabel.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
[7] Sohraby, Kazem., Minoli, Daniel, dan Znati, Taieb, 2007, Wireless Sensor
Networks Technology, Protocols, and Applications, USA: John Wiley &
Sons
[8] Ratna W., Indrastanti, 2015, Wireless sensor network,
https://www.academia.edu/6606416/Wireless_Sensor_Network. Diakses
tanggal 05 Oktober 2015
[9] Al-karaki, Jamal N., dan Kamal, Ahmed E, Routing Techniques in
Wireless Sensor Networks: A Survey
Page 20
13
[10] Heinzelman, W., Chandrakasan, A., dan Balakrishnan, H., Energy-
Efficient Communication Protocol for Wireless Sensor Networks,
Proceedings of the 33rd Hawaii International Conference on System
Sciences, January 2000.
[11] Hasibuan, Zainal, A., 2007, Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu
Komputer Dan Teknologi Informasi : Konsep, Teknik, dan Aplikasi,
Jakarta: Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
[12] Heinzelman, W., Chandrakasan, A., dan Balakrishnan, H., An Application-
Specific Protocol Architecture for Wireless Sensor Network, 2002.