Top Banner
ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
195

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

Mar 08, 2019

Download

Documents

vanquynh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN

DI KABUPATEN ALOR

YUNUS ADIFA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 2: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

ABSTRAK

YUNUS ADIFA. Analisis Kesenjangan Pembangunan antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor. (ERNAN RUSTIADI sebagai Ketua dan SETIA HADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Strategi perencanaan yang berspektif keterpaduan dan keterkaitan antar sektor dan antar spasial yang mendasari penyusunan tata ruang wilayah sebagai induk dari proses pembangunan suatu wilayah yang efisien, adil dan berkelanjutan, sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat kesenjangan pembangunan antar wilayah. Tujuan penelitian ini adalah: menganalisis besarnya kesenjangan pembangunan antar satuan Wilayah Pengembangan (SWP), dan menentukan sektor-sektor basis/komoditi unggulan yang mendukung satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Alor guna memperkuat struktur ekonomi wilayah dan pendapatan masyarakat. Metode analisis yang digunakan adalah, Indeks Williamson, Indeks Skalogram, Indeks Entropy dan Entropy Interaksi Spasial tanpa Kendala (Unconstrained Entropy Model) dan analisis deskriptif, Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share (SSA).

Hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan Pembangunan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor. Dari ketiga Satuan Wilayah Pengembangan yang ada, SWP-B memperlihatkan tingkat perkembangan wilayah yang lebih baik. Tingkat kesenjangan pembangunan yang paling lebar ditemukan pada SWP-C. Ini terjadi karena lemahnya keterkaitan/keterpaduan antar sektor dan spasial dalam kinerja pembangunan wilayah, terutama berkaitan dengan pendistribusian sumberdaya yang bersifat asimetrik. Kata Kunci : Kesenjangan pembangunan, Sektor/komoditi basis, Wilayah

pembangunan, Interaksi spasial.

Page 3: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis “ Analisis Kesenjangan Pembangunan

antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur “

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun

kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka.

Bogor, Mei 2007

Yunus Adifa Nrp.A155030121

Page 4: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

YUNUS ADIFA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

Page 5: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

Judul Tesis : Analisis Kesenjangan Pembangunan antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor - Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama : Yunus Adifa Nomor Pokok : A155030121 Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Dr. Ir. Setia Hadi, MSi Ketua Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor, Wilayah dan Perdesaan Prof.Ir. Isang Gonarsyah,Ph.D Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS Tanggal Ujian : 05 Mei 2007 Tanggal Lulus :.........................

Page 6: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

@ hak cipta milik Yunus Adifa, Tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.

Page 7: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

hanya atas tuntunan dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Tesis yang berjudul

“Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten

Alor” dapat diselesaikan.

Pengambilan Judul penelitian sebagaimana tersebut di atas, didasari pada

suatu kerangka pemikiran Penulis, bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang

sementara bergulir, akan dapat lebih efektif, jika setiap daerah otonom lebih dahulu

memahami apa yang menjadi kesenjangan pembangunan selama ini, seberapa

besar kesenjangan itu dapat terjadi dan apa yang sebenarnya harus dilakukan untuk

mereduksi kesenjangan pembangunan dimaksud. Setiap daerah otonom yang selalu

membuka diri dan berupaya memahami dan menyadari berbagai kesenjangan

pembagunan di daerahnya, dipastikan akan menekan tingkat ketidakpastian

(uncertainty) dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya pembangunan

wilayah yang cenderung asimetrik dan stagnan.

Salah satu tolok ukur untuk mereduksi tingkat kesenjangan pembangunan

adalah bagaimana membangun suatu keterpaduan dan keterkaitan antar sektor dan

antar spasial yang mendasari pada Tata ruang wilayah sebagai Induk dari proses

pembangunan suatu wilayah yang lebih efisien, adil dan berkelanjutan. Namun

demikian kelangkaan sumber daya manusia pada berbagai wilayah otonom,

terutama wilayah wilayah marjinal, sering menjadi tantangan untuk menemukan

berbagai kesenjangan pembangunan baik antar sektor maupun antar wilayah

pembangunan sebagai dasar pengambilan keputusan alokasi sumber daya

pembangunan yang simetrik dan dinamik.

Sehubungan dengan itu penelitian ini, selain sebagai syarat akademik bagi

Penulis dalam mengakhiri proses Studi Pascasarjana pada Program Studi Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan – IPB, diharapkan sedikitnya

bisa menjawab berbagai tantangan daerah otonom khususnya Kabupaten Alor

dalam upaya menemukan informasi yang lebih konsisten sebagai acuan

transformasi perencanaan pembangunan wilayah ke depan.

Disadari bahwa penulisan Tesis ini dapat terselesaikan, karena kontribusi

setiap pihak, sehingga tiada sesuatu yang lebih berharga, kecuali ungkapan

terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada :

Page 8: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

1. Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, dan Dr. Ir. Setia Hadi, MSi selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran dan Literatur

sejak proses penelitian hingga terselesaikannya penulisan Tesis ini.

2. Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D, Selaku Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, dan Prof.Dr.Ir.Khairil

Anwar Notodiputro,MS, selaku Dekan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

bersama civitas Akedemiknya yang telah meluangkan waktu, pikiran dan legalitas

administrasi selama proses studi hingga terselesaikannya Tesis ini.

3. Para Dosen dan Karyawan Program Study Ilmu-Ilmu Perencanaan dan

Perdesaan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan Ilmu

dan dukungan administrasi selama dalam proses study.

4. Prof.Dr.W.H.Limbong, Msc selaku Moderator Kolokium II dan Dr.Hedi.M.Idris,

selaku Dosen Penguji Luar Komisi dari Bappenas, atas masukan perbaikan Draft

selama dalam proses Seminar dan ujian Tesis.

5. Rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2003, Angkatan 2004, Angkatan 2005,

Senior S3 PWD dan teman-teman bimbingan Pak Ernan yang berkenan

meluangkan waktu menghadiri kolokium dan berbagai kesempatan diskusi yang

cukup memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi

terselesaikannya penulisan Tesis ini.

6. Pemerintah Kabupaten Alor dan DPRD, yang telah merekomendasikan dan

memfasilitasi Penulis selama dalam proses studi di PWD-IPB dan kegiatan

penelitian. Termasuk Pimpinan dan staf seunit kerja Bappeda dan unit kerja

terkait, yang cukup memberikan dukungan data, tenaga dan moril dalam proses

Studi dan proses penelitian di Kabupaten Alor, hingga terselesaikannya Tesis ini.

7. Istri dan anak-anak serta keluarga, yang dalam segala ketabahan memberikan

dukungan doa dan materi, sehingga Penulisan Tesis ini dapat terselesai.

Kendatipun berbagai pihak telah ada andil di dalamnya, namun demikian

Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh

karenanya Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dari setiap pihak yang

peduli bagi penyempurnaan tulisan ini, dihaturkan terimakasih.

Bogor, Mei 2007

Penulis,

Page 9: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Weman - Alor Selatan Kabupaten Alor Provinsi Nusa

Tenggara Timur pada tanggal 12 Nopember 1965. Merupakan anak kedua dari dua

bersaudara kandung dari pasangan suami istri Karel Adifa dan Juliana Letsibuda

dan 7 saudara tiri. Namun sejak balita Penulis diasuh, dibesarkan dan disekolahkan

sebagai anak asuh dari 6 bersaudara pasangan ayah dan ibu asuh Anderias

Letsibuda dan Sarci Lakatina.

Penulis mengawali Pendidikan Dasar (SD) pada SD GMIT Kabola Kalabahi Alor

Tahun 1971-1974 dan menamatkannya Tahun 1976 pada SD GMIT Silaipui Alor

Selatan, setelah itu tamat pada SMP Negeri Kalabahi Alor Tahun 1980 dan pada

SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan

Tahun 1990 pada Fakultas Peternakan Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada Tahun 2003 Penulis melanjutkan Pendidikan

pada Program Magister Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan, Institut Pertanian Bogor.

Sebelum melanjutkan Pendidikan pada Program Magister Ilmu-ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor,

Penulis bekerja sebagai Asisten Manager Koperasi Unit Desa di Alor Selatan dan

Alor Timur Laut Tahun 1992 – 1994. Kemudian bekerja sebagai Pegawai Negeri

Sipil pada Kantor Camat Pembantu Alor Timur Tahun 1994 -1996 dalam jabatan Plt.

Sekertaris wilayah Kecamatan. Setelah itu bekerja dalam jabatan Kepala Sub bidang

Pertanian pada Bagian Ekonomi Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kabupaten Alor Tahun 1996 - 2003. Disamping itu sebagai Dosen

pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas Sosial Politik Universitas

Muhamadyah Kupang kelas Khusus Kalabahi Tahun 2000-2003.

Page 10: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................. xiiDAFTAR GAMBAR ........................................................................... xivI PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2. Permasalahan ..................................................................... 4 1.3. Perumusan Masalah .................................................................... 13 1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 14 1.5. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 14II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 15 2.1. Pengertian dan Deskripsi ............................................................. 15 2.1.1. Kerangka teori keterkaitan antar sektor dan spasial ................. 21 2.1.2. Kerangka teori kesenjangan dan keberimbangan pembangunan antar wilayah ................................................... 24 a.Urgensi keberimbangan Pembangunan wilayah ................... 24 b.Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah .................. 24 c. Faktor-faktor penyebab Kesenjangan Pembangunan ............ 27 d. Penataan Ruang .............................................................. 30 e.Teori Pusat Pertumbuhan ......................................................................... 32 f.Teori Interaksi Spasial .......................................................... 36 g.Teori Resource Endowment .................................................... 39 h.Teori Eksport Base ............................................................ 40 i.Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ......................... 43 j.Teori Multiplier effect (dampak Pengganda) ........................ 45 k.Teori Kemiskinan dan Indeks kemiskinan manusia ................. 48 l. Teori Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ......................... 51 2.2. Deskripsi Hasil Penelitian Terdahulu ............................................ 54III METODE PENELITIAN ....................................................................... 56 3.1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 56 3.2. Hipotesis ........................................................................ 61 3.3. Lokasi dan waktu penelitian ......................................................... 63 3.4. Sumber dan Jenis data ........................................................ 63 3.5. Metode pengumpulan data ......................................................... 63 3.6. Metode analisis ........................................................ 64 3.6.1. Analisis kesenjangan antar wilayah pembangunan .................. 64 3.6.2. Analisis Sektor Basis/Komoditi Unggulan Antar Wilayah Pembangunan .......................................................................... 68IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 72 4.1. Profil wilayah Kabupaten Alor ....................................................... 72 4.1.1. Keadaan Fisik .......................................................................... 72 4.1.1.1. Letak geografis dan Administrasi wilayah ........................... 72

Page 11: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

4.1.1.2. Topografi, Iklim, Sumberdaya air, dan Penggunaan lahan .......... 73 4.1.1.3. Sumberdaya Fisik Laut ..................................................... 75 4.1.2. Perkembangan kependudukan dan sosial–ekonomi ................. 76

4.1.2.1. Kependudukan .......................................................... 76 4.1.2.2. Sosial budaya .......................................................... 78 4.1.2.3. Ekonomi wilayah ......................................................... 83

4.1.3. Perkembangan infrastruktur/fasilitas sosial dan ekonomi ........ 87 4.1.3.1. Fasilitas sosial ........................................................... 87 4.1.3.2. Infrastuktur ekonomi ........................................................... 89

4.2. Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar SWP ......................... 93 4.3. Analisis Sektor Basis/Komoditi Unggulan Antar SWP ................... 125 4.4.Sintesa dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah Berimbang ........................................................................................ 134

V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 143 5.1.Simpulan ....................................................................................... 143 5.2.Saran ...................................................................................... 145

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 147LAMPIRAN .................................................................................. 151

Page 12: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data Penyebaran Potensi Komoditi di Kabupaten Alor Tahun 2003 .................................................................................. 3

2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Alor Tahun 1998-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 .................... 5

3 Prosentase Konstribusi Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Alor Tahun 1998 – 2003 Atas Dasar Harga Konsatan Tahun 1993 .................................................................................. 6

4 Data Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Alor Tahun 1998-2003 ................................................. 10

5 Prosentase Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan (IKM) di Kabupaten Alor Tahun 1999 dan 2002 ............ 11

6 Beberapa Indikator Pembangunan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) .................................................................... 12

7 Matriks Analisis Skalogram ............................................................ 66 8 Matriks Rangkuman Kerangka Penelitian Analisis Kesenjangan

Pembangunan Antar Pembangunan Wilayah ................................... 70 9 Penggunaan lahan berdasarkan luas wilayah daratan

Tahun 2003 ........................................................................................ 7410 Penyebaran jumlah penduduk dan mata pencaharian Penduduk

antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003 ......................................... 7811 Perkembangan penduduk Alor berumur 10 tahun ke atas,

berdasarkan tingkatan Ijazah pendidikan yang dimiliki Tahun 2003. ....................................................................................... 79

12 Perkembangan jumlah murid, Guru dan rasio murid terhadap Guru menurut tingkatan sekolah di Kabupaten Alor Tahun 2003 ............. 79

13 Perkembangan beberapa indikator pembangunan kesehatan antar Satuan wilayah pengembangan di Kabupaten Alor Tahun 2003 ...................................................................................... 80

14 Perkembangan jumlah penganut agama antar satuan wilayah pengembangan di Kabupaten Alor Tahun 2003 ................................ 81

15 Ratio pertumbuhan PDRB Per kapita Kabupaten Alor terhadap PDRB Per kapita Provinsi NTT dan PDB Per kapita Indonesia Tahun 2000-2003 ............................................................................... 84

16 Perkembangan perdagangan komoditi Antar pulau/ eksport dan Penerimaan sumbangan Pihak ketiga (SP3) di Kabupaten Alor periode 2002-2004 ............................................................................. 86

17 Perkembangan pembangunan infrastruktur sosial antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003 .............................................................. 88

18 Perkembangan pembangunan infrastruktur Ekonomi antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003 .......................................................... 90

19 Indeks Williamson untuk SWP A, SWP B dan SWP C di Kabupaten Alor pada kurun waktu 1999-2004 .............................. 93

20 Perkembangan desa hirarki Antar SWP berdasarkan indeks Skalogram Tahun 2003 .................................................................... 96

Page 13: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

21 Indeks Perkembangan hirarki Ibu Kota Kecamatan Tahun 2003 ...... 9922 Nilai Entropy penyebaran Alokasi APBD Pembangunan di

Kabupaten Alor TA.1997/1998-2003 ................................................... 10123 Hasil Analisis Entropy Interaksi spasial (Pengiriman dan

Penerimaan Berita melalui Saluran SSB ) di Kabupaten Alor Tahun 2004 ....................................................................................... 105

24 Orientasi Perjalanan/Bepergian Penduduk Pada SWP A, B dan C 11425 Prosentase Kemiskinan Penduduk Antar SWP Di Kabupaten Alor

Tahun 2000 – 2004 ............................................................................ 12426 Hasil Analisis LQ Komoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah

Pengembangan di Kabupaten Alor Keadaan Tahun 2003 ................. 12627 Pergeseran Pertumbuhan komoditi unggulan antar Satuan

Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor Tahun 1998 dan Tahun 2003 ...................................................................... 129

28 Matriks kombinasi hasil analisis LQ dengan SSA terhadap 17 jenis komoditi unggulan daerah di Kabupaten Alor ....................... 133

Page 14: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

DAFTAR GAMBAR Halaman

1 Peta Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor

Tahun 1991 ................................................................................... 92 Peta Kota hirarki antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)

di Kabupaten Alor Tahun 1991 ........................................................... 93 Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Kesenjangan Pembangunan

Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor ......................... 624 Peta Lokasi Penyelaman di Taman laut Selat Pantar ...................... 765 Perkembangan penduduk Kabupaten Alor Tahun 1990-2003 .......... 776 Prosentase Pertumbuhan penduduk kabupaten Alor

Tahun 1990-2003 .......................................................................... 777 Prosentase perkembangan struktur ekonomi Kabupaten Alor

Tahun 1988 dan Tahun 1998-2003 ............................................. 858 Peta Penyebaran jalan di Kabupaten Alor ......................................... 929 Kesenjangan pembangunan antar-inter SWP A, B dan C di

Kabupaten Alor kurun waktu 1999-2004 .......................................... 9410 Peta Perkembangan hirarki wilayah di Kabupaten Alor Atas

dasar Indeks Skalogram Tahun 2003 ............................................ 9611 Nilai Entropy penyebaran APBD Pembangunan

di Kabupaten Alor TA.1997/1998-2003 ............................................. 10112 Prosentase Alokasi APBD Pembangunan antar SWP

TA.1997/1998-2003 ...................................................................... 10213 Entropi Interaksi Spasial (pengiriman berita melalui SSB)

antar hirarki wilayah di Kabupaten Alor Tahun 2004 .................... 10614 Entropi Interaksi Spasial (Penerimaan Berita Melalui SSB )

antar Hirarki Wilayah di Kabupaten Alor Tahun 2004 ................... 10615 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP A ................... 11516 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP B ................... 11517 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP C .................... 11518 Perkembangan jumlah interaksi spasial / pergerakan arus

penumpang, barang dan hewan yang menyinggahi Pelabuhan Kalabahi antar dan inter regional Periode 1998-2003 ................... 118

19 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan arus penumpang, orang dan hewan yang menyinggahi pelabuhan Kalabahi antar dan inter regional Periode 1998-2003 .................... 118

20 Perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di bongkar/masuk melalui pelabuhan Kalabahi .............................. 119

21 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di bongkar/masuk melalui pelabuhan Kalabahi ............ 119

22 Perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di muat/keluar melalui pelabuhan Kalabahi ............................. 120

23 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di muat/keluar melalui pelabuhan Kalabahi ................. 120

24 Jalur interaksi spasial komoditi/barang antar pulau/antar regional Tahun 2003. ....................................................................... 122

Page 15: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

25 Jumlah frekwensi pesawat dan bongkar/muat penumpang dan barang melalui Bandara Mali Tahun 2003 ......................................... 123

26 Proporsi penumpang dan barang yang dibongkar dan di muat melalui Bandara Mali Tahun 2003 .................................................. 123

27 Pergeseran Pertumbuhan Komoditi Unggulan Antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 1998 dan Tahun 2003 ............................ 129

28 Bagan Keterkaitan hasil analisis kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah pengembangan (SWP)di Kabupaten Alor ................. 134

29 Model keterkaitan/keterpaduan didalam Rencana Strategis Pembangunan wilayah berimbang di Kabupaten Alor ..................... 136

30 Stadia Pengembangan Wilayah melalui demand side Strategy di Kabupaten Alor ............................................................................. 139

31 GERBADESTAN sebagai strategi opersional rencana Strategis pembangunan Kabupaten Alor Tahun 2005-2009. ....................... 142

32 Bagan kerangka keterkaitan sintesa hasil analisis kesenjangan pembangunan wilayah dan alternatif Rencana strategi pembangunan wilayah berimbang (Renstrabangwilbang) ................ 142

Page 16: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1 Tabel Analisis Kesenjangan Pendapatan (Penerimaan PBB)

antar SWP Periode 1999-2004 (Model Indeks Williamson) ............. 1512 Tabel Rekapitulasi Analisis Skalogram Perkembangan kota

hirarki antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003 .......................... 1533 Tabel Analisis Kesenjangan Alokasi APBD Antar SWP di Kab. Alor

Periode 1997/1998-2003 (Model Indeks Entropy) ......................... 1564 Tabel Data Interaksi Spasial (Arus informasi berita) melalui SSB

Pemerintah Kabupaten Alor Tahun 2004. ........................................ 158 5 Tabel Rekapitulasi hasil analisis entropi interaksi spasial

(pengiram dan penerimaan berita melalui saluran SSB) di Kabupaten Alor Tahun 2004 ............................................................ 160

6 Analisis Entropy Interaksi spasial (pengiram dan penerimaan berita ) melalui saluran SSB antar kota hirarki di Kabupaten Alor Tahun 2004 ................................................................................... 170

7 Tabel Analisis Location Quoentient (LQ) Sektor/Komoditi unggulan antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003 ...................................... 176

8 Tabel Analisis Shift Share (SSA) Sektor/Komoditi unggulan antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 1998 danTahun 2003 ……………. 177

9 Penyebaran Kota hirarki/pusat aktivitas antar SWP menurut RUTRW Kabupaten Alor Tahun 1991 ............................................ 179

Page 17: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

I. PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang Kabupaten Alor merupakan salah satu daerah otonom dari 16

Kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Kabupaten ini dibentuk seiring dengan Penetapan Undang-

Undang Nomor 69 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah–Daerah Tingkat

II Dalam Wilayah Daerah–Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa

Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor

122, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1655). Dalam konteks Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional Posisi Kabupaten Alor sebagai salah satu

Kabupaten Kepulauan Nusa Tenggara dan juga sebagai Kawasan Perbatasan

Maritim dengan Negara Timor Leste. Sebagai Wilayah Kepulauan, Kabupaten

ini terdiri atas 17 gugusan pulau, dimana 9 pulau dihuni penduduk sedang 8

pulau di antaranya adalah pulau-pulau kecil yang masih merupakan potensi

pengembangan. Kabupaten ini memiliki luas daratan 2.864, 64 Km2 dan luas

wilayah perairan laut seluas 10.973, 62 km2 dengan penduduk yang berjumlah

168.965 jiwa, tersebar pada 9 kecamatan, 158 desa dan 17 kelurahan,

dengan rata-rata kepadatan penduduk 59 orang/km2. Sebahagian besar luas

daratan merupakan gunung dan berbukit-bukit yang dibatasi lembah dan jurang

dalam, dengan kemiringan di atas 40 % seluas 64,25 % (BPS, 2003)*. Posisi Kabupaten Alor sebagai wilayah perbatasan negara, kondisinya tidak

jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Soegijoko (1997), bahwa

wilayah perbatasan sebagai bagian integral dari wilayah nasional pada umumnya

merupakan kawasan penyangga yang memungkinkan terjadinya gangguan

maupun kerja sama dengan wilayah negara tetangga. Untuk itu, daerah perbatasan

semestinya diberikan perhatian yang lebih besar untuk dibangun secara layak

sebagaimana daerah-daerah lain. Wilayah perbatasan merupakan kawasan

khusus karena perbatasan dengan wilayah negara tetangga,sehingga

penanganan pembangunannya memerlukan kekhususan. Pada umumnya

daerah perbatasan nasional merupakan bagian wilayah yang terpencil dan

rendah aksesibilitasnya oleh moda transportasi umum, terbelakang dan

masih belum berkembang secara mantap, kritis dan rawan dalam ketertiban

dan keamanan. Daerah perbatasan pada dasarnya termasuk dalam kategori

daerah rawan, tetapi bersifat strategis. Bila dibandingkan dengan keadaan

Page 18: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

2

wilayah negara tetangga yang berbatasan, pasti tampak adanya kesenjangan

sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Gejala seperti ini mudah menimbulkan

kerawanan, karena penduduk kawasan perbatasan cenderung berorientasi

ke kawasan negara tetangga untuk pemenuhan berbagai kepentingan

mereka. Apabila tidak diwaspadai dan dibina sejak dini, kerawanan itu dapat

tumbuh menjadi ancaman terhadap berbagai aspek kepentingan nasional,

terlebih bila dikaitkan dengan adanya potensi sumberdaya alam strategis di

kawasan perbatasan dan sekitarnya.

Wilayah kepulauan dengan kondisi geofisik dan geostrategis wilayah

perbatasan seperti di atas, umumnya rawan terhadap pertahanan keamanan

teritorial serta rawan bencana seperti gempa, longsoran, banjir, kekeringan dan

kebakaran selalu memperparah laju pertumbuhan pembangunan wilayah yang

cenderung lamban. Sehingga tak dapat dipungkiri bila rata-rata penduduk masih

banyak yang miskin dan hidup terisolasi dari aksesibilitas aktivitas ekonomi dan

pelayanan sosial. Kondisi yang demikian apabila tidak diimbangi dengan suatu

kebijaksanaan perencanaan pembangunan wilayah yang komprehensif dan

akomodatif dalam perspektif keterpaduan dan keterkaitan akan berdampak pada

kemerosotan struktur ekonomi wilayah dan kualitas hidup masyarakat.

Kabupaten Alor sebenarnya memiliki sumberdaya domestik yang beraneka

ragam, baik migas dan non migas, serta panorama alam (sebagai obyek wisata

bahari dan alam) yang apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, tentu

memberikan kontribusi yang signifikan bagi struktur perekonomian wilayah baik

secara domestik, regional maupun nasional. Sumberdaya domestik wilayah

yang sudah atau sedang dan akan dikembangkan sebagai komoditas unggulan

dan andalan untuk memenuhi permintaan domestik, regional, dan nasional

antara lain seperti diperlihatkan dalam Tabel 1.

Dari sejumlah Potensi domestik, yang tertera pada Tabel 1, potensi

pertambangan dan penggalian masih dalam bentuk desain potensi kecuali batu

hitam sudah menjadi komoditi eksport/antar pulau. Khusus potensi minyak dan

gas (migas), serta sumberdaya laut di Selat Ombay merupakan potensi strategis

dalam kawasan perbatasan negara, telah menjadi ajang perebutan antara

negara Timor Leste, Australia dan Indonesia. Berkaitan dengan eksploitasi

migas di Celah Timor, Australia lebih unggul dalam teknologi pengelolaan

sumberdaya dasar laut dibandingkan dengan Indonesia dan Timor Leste.

Page 19: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

3

Tabel 1 Penyebaran Potensi Komoditi di Kabupaten Alor Tahun 2003.

No Jenis Sektor/ Komoditi

Luas Areal/ Panen (Ha)

Kapasitas/ Jumlah

Produksi (Ton)

Kecamatan /Lokasi Basis Pengembangan Keterangan

I Pertambangan & penggalian 1 Minyak Bumi - - Pantar, Panbar,dan abad potensi 2 Emas - - Pantar,abad & Alsel potensi 3 Timah - - Alsel,Altim & Altim Laut potensi 4 Gypsum - - Panbar & Abad potensi 5 Sumber Panas - - Altim & Altim Laut potensi 6 Batu Hitam - 6000.00 Alsel,Altim, Abad ,Panbar eksport/AP II Pertanian Tanaman 7 Kemiri 6268.50 1589.50 9 Kec. eksport/AP 8 Kelapa 4737.84 845.07 9 Kec. eksport/AP 9 Kopi 693.56 18.25 9 Kec. - 10 Jambu Mente 8456.50 507.86 9 Kec. eksport/AP 11 Cengkeh 109.46 17.85 Abal,Alsel,Telmut,Abad, Pantar eksport/AP 12 Pinang 746.50 34.10 8 Kec. kecuali .Panbar eksport/AP 13 Vanili 124.10 15.00 Alsel eksport/AP 14 Kakao 169.64 0.86 Telmut, Abal & Alsel - 15 Lada 20.00 0.15 Abad, Alsel - 16 Asam - 500.00 9 Kec. eksport/AP 17 Sirlack - 59.16 9 Kec. eksport/AP 18 Kacang hijau 261.00 168.30 9 Kec. AP (2001) 19 Kacang tanah 44.00 37.20 7 Kec.kecuali Telmut , Altu - 20 Sawah 183.00 760.60 6 Kec.kecuali Telmut,Pantar - 21 Padi Ladang 3852.00 7991.90 9 Kec. - 22 Jagung 11790.00 18728.10 9 Kecamatan - III Perikanan dan Kelautan 23 Tangkapan Ikan 4164 1761.90 9 Kec (110 desa ) eksport/AP 24 Kerang Mutiara 20 15040 ekor Telmut dan Abad eksport/AP 25 Rumput laut 1200 - Telmut, Panbar, Pantar budidaya 26 Tambak 145 - Telmut, Abal budidaya 27 Ikan kerapu 60 - Pantar, Abad, Altim potensi 28 Teripang 40 - Telmut, Altim laut, Abal,Abad potensi 29 Ikan hias 35 - Abal,Telmut,Altim laut, Abad potensi IV Peternakan 30 Sapi - 1510 ekor 9 Kec. - 31 Kerbau - 13 ekor Pantar, Abad, Altim Laut, Alsel - 32 Kambing - 31138 ekor 9 Kec. - 33 Babi - 69 971 ekor 9 Kec. - 34 Rusa - 244 ekor 7 Kec. kecuali Alsel, Altim Laut -

Sumber : BPS ( Alor Dalam Angka, 2003). Katerangan : AP= Antara Pulau; Kec = Kecamatan: Telmut = Teluk Mutiara; Abal = Alor Barat

laut , Abad = Alor Barat Daya, Alsel = Alor Selatan; Altu =Alor Tengah Utara, Altim = Alor Timur, Altim Laut = Alor Timuir Laut dan Panbar =Pantar Barat.

Di lain sisi, mencermati akan potensi domestik yang dimiliki Kabupaten Alor

sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 1 seharusnya masyarakat Alor tidak

harus miskin, apabila limpahan sumberdaya domestik tersebut dapat dikelola

secara efisien dan efektif. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya domestik

yang belum efisien dan efektif merupakan bias alokasi sumberdaya

pembangunan dari pemerintah pusat maupun provinsi yang sangat tidak

proporsional pada masa lalu, untuk membangun infrastruktur wilayah yang

dapat mendorong investasi sumberdaya manusia (human capital), modal usaha,

Page 20: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

4

teknologi dan informasi untuk mengembangkan sumberdaya domestik

(resources endowment) yang ada menjadi produktif dalam skala ekonomik

(economic scale)

Sehubungan dengan itu Teori Resource endowment menyatakan bahwa

pengembangan ekonomi wilayah bergantung pada sumberdaya alam yang

dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya itu,

dimana dalam jangka pendek, sumberdaya wilayah tersebut merupakan suatu

aset untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan (Perloff and Wingo,

1961). Dengan demikian suatu sumberdaya wilayah akan menjadi berharga jika

dapat dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk produksi dan ada permintaan.

Disamping kesenjangan dalam distribusi alokasi sumberdaya pembangunan

yang tidak proporsional terhadap kondisi spesifik wilayah seperti yang

dipaparkan di atas, kesenjangan tersebut juga terjadi karena pendekatan

perencanaan pembangunan daerah selama ini, juga lebih berbasis sektoral dan

administratif, kurang berbasis pada pengembangan wilayah. Pendekatan

pembangunan yang menekankan pada pembangunan sektoral, kurang

memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan dan lebih memperlihatkan ego

sektor ketimbang keterkaitan sektor, sehingga kesenjangan pembagunan antar

sektor menjadi semakin melebar.

Menurut Rustiadi et al. (2004), salah satu bentuk dari terjadinya kegagalan

pemerintahan (government failure) di masa lalu adalah kegagalan dalam

menciptakan keterpaduan sektoral yang sinergis dalam kerangka pembangunan

wilayah. Lembaga-lembaga (instansi) sektoral di tingkat wilayah/ daerah sering

hanya menjadi berupa perpanjangan lembaga sektoral di tingkat nasional/pusat

dengan sasaran pembangunan, pendekatan dan perilaku yang tidak sinergis

dengan lembaga yang dibutuhkan sektoral di tingkat daerah. Akibatnya lembaga

pemerintah daerah gagal menangkap kompleksitas pembangunan yang ada di

wilayahnya, dan partisipasi masyarakat lokal tidak mendapat tempat

sebagaimana mestinya. Sedangkan wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh

adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input

dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis.

1.2. Permasalahan.

Akibat krisis ekonomi 1997 (wilayah-wilayah di Indonesia mengalami hal

yang sama) pertumbuhan ekonominya lebih lambat pulih dari krisis moneter

1997 hampir selalu dibawah rata-rata proporsi. Hal ini memberikan kesadaran

Page 21: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

5

bahwa dampak krisis yang meluas tidak luput dari kebijaksanaan pembangunan,

termasuk perencanaan wilayah yang tidak tepat masa lalu, sehingga saat krisis

merupakan saat untuk memikirkan kembali arah kebijaksanaan pembangunan

wilayah (Nurzaman, 2002). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Alor mencapai

tingkat minus 2,50% pada tahun 1998, namun mulai berangsur membaik pada

awal otonomi daerah seperti ditunjukkan pada Tabel 2

Tabel 2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Alor Tahun 1998 - 2003 Atas Dasar Harga Konstan (1993)

Tahun Kabupaten Alor Propinsi NTT Nasional 1998 -2,50 -2,73 -13,13 1999 -0,44 2,73 0,85 2000 4,44 4,17 4,84

2001 4,74 5,10 3,45

2002 5,49 5,96 3,69

2003 5,63 5,87 4,10 Sumber: BPS (PDRB Kabupaten Alor 2003 dan PDB Nasional 2003).

Secara makro pertumbuhan ekonomi mulai membaik dalam 4 tahun terakhir

perberlakuan otonomi daerah atau setelah krisis, bahkan berada di atas rata-rata

nasional dan berada sedikit di bawah rata-rata Propinsi NTT. Akan tetapi timbul

pertanyaan: (1) apakah trend pertumbuhan ekonomi yang meningkat tersebut

diikuti oleh semakin kuatnya keterkaitan antar sektor yang memperkokoh struktur

ekonomi wilayah yang lebih dinamik?; (2) apakah pertumbuhan ekonomi yang

cenderung meningkat tersebut masih tergantung pada sektor-setor tertentu yang

hanya memberikan nilai tambah ekonomi yang berkurang (diminishing)?. Hal ini

bisa diperlihatkan dengan perkembangan pangsa (share) masing-masing

sektor terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dalam kurun waktu lima tahun

terakhir seperti pada Tabel 3.

Dari Tabel 3, dapat disimak beberapa hal sebagai berikut: (1) sektor

pertanian pada satu sisi merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Alor, namun kontribusinya menurun dari 42,2% pada tahun

1998 menjadi 34,58% pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan telah terjadi

trasformasi struktur ekonomi dari sektor primer (sektor pertanian) ke sektor

modern (industri dan jasa). Walaupun demikian, sektor pertanian masih menjadi

sektor andalan di dalam penyerapan tenaga kerja 82,79%; (2) Pada sisi yang

lain, sektor industri yang diharapkan dapat menyerap surplus usaha dan tenaga

kerja sektor pertanian justru tidak memperlihatkan kinerja yang meningkat.

Page 22: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

6

Tabel 3 Prosentase kontribusi Sektor terhadap PDRB Kabupaten Alor Tahun 1998-2003 Atas Dasar Harga Konstan (1993)

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1 Pertanian 42.2 39.34 38.34 37.08 35.21 34.58

a.Tanaman bhn makanan 20.75 16.63 15.61 15.00 14.41 13.83 b.Perkebunan 5.25 6.47 6.45 6.21 5.90 6.16 c.Peternakan 9.27 8.94 8.33 7.96 7.58 7.41 d.Kehutanan 1.63 1.44 1.13 1.08 0.98 0.96 e.Perikanan 5.30 5.87 6.81 6.83 6.34 6.22

2 Pertambangan & penggalian 1.38 1.39 1.35 1.30 1.24 1.203 Industri Pengolahan 2.17 2.15 2.10 2.04 1.97 1.91 4 Listrik,Gas dan Air minum 0.61 0.61 0.59 0.57 0.55 0.55

a.Listrik 0.47 0.46 0.45 0.43 0.42 0.41 b.Air minum 0.15 0.15 0.14 0.14 0.13 0.13

5 Bangunan/Konstruksi 5.47 5.69 5.98 5.74 5.59 5.766 Perdagangan, rumah makan

dan hotel 12.81 14.47 13.45 13.01 12.7 12.7

a.Perdagangan besar & eceran 12.29 13.94 12.93 12.5 12.19 12.16 b.Restoran/rmh makan 0.48 0.50 0.50 0.48 0.48 0.51 c.Perhotelan 0.04 0.02 0.03 0.03 0.03 0.03

7 Angkutan & Komunikasi 5.72 5.86 6.09 6.10 6.68 6.57

a.Angkutan 5.27 5.38 5.59 5.58 6.15 6.04 1.Jalan raya 4.36 4.49 4.46 4.39 4.78 4.66 2.Penyeberangan 0.11 0.13 0.15 0.17 0.24 0.28 3.Laut 0.39 0.48 0.67 0.73 0.84 0.83 4.Udara 0.04 0.03 0.04 0.04 0.04 0.03 5.Jasa penunjang 0.37 0.24 0.26 0.25 0.25 0.24 b.Komunikasi 0.45 0.48 0.51 0.51 0.53 0.53

8 Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan

4.67 4.6 4.52 4.41 4.22 4.12

a.Bank 1.48 1.31 1.32 1.30 1.23 1.20 b.Nir Bank 1.31 1.37 1.34 1.32 1.28 1.24 c.Sewa Bangunan 1.77 1.80 1.74 1.68 1.61 1.58 d.Jasa perusahaan 0.11 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11

9 Jasa-jasa 24.97 25.89 27.57 29.76 31.85 32.6

a.Pemerintahan umum 22.98 23.84 25.59 27.86 30.06 30.83 b.Swasta 1.99 2.05 1.98 1.90 1.79 1.76 1.Sosial kemasyarakatan 1.44 1.47 1.42 1.36 1.29 1.27 2.Hiburan dan rekreasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.Perorangan & rumahtangga 0.55 0.59 0.56 0.54 0.51 0.49

Total PDRB 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS (PDRB Kabupaten Alor 2003). Pertumbuhan sektor industri cenderung stagnan bahkan mengalami penurunan

dari 2,17% pada tahun 1998 menjadi 1,91% pada tahun 2003; dan hanya

mampu menyerap tenaga kerja sebesar 1,47% pada tahun 2003; (3) Hal yang

sama terjadi pada sektor perdagangan. Sebagai salah satu sektor modern,

sektor perdagangan juga mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pertumbuhan

sektor perdagangan pada tahun 1998 mencapai 12,81%, kemudian meningkat

naik 14,7% menurun lagi menjadi 12,7% pada tahun 2003, dan hanya mampu

menyerap tenaga kerja 3,58 persen; (4) Sektor jasa-jasa mengalami tingkat

pertumbuhan yang cukup signifikan dari 24,97% meningkat menjadi 32,6% pada

tahun 2003 dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 10,07%. Akan tetapi

Page 23: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

7

prosentase terbesar terdapat pada jasa pemerintahan umum, sehingga perlu

dikritisi apakah surplus tenaga kerja di sektor pertanian terserap di sektor jasa

pemerintahan umum? (5) Pergeseran sektor pertanian dengan pertumbuhan

industri yang stagnan apakah dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi yang

dinamik?

Lima hal yang dikritisi dari tabel tersebut di atas merupakan hal yang

menarik untuk dikaji apakah ada kaitan dengan keterkaitan antar sektor yang

masif atau lemah?, sementara Teori dualisme Lewis menegaskan bahwa

struktur ekonomi yang lebih didominasi hanya oleh satu sektor, perkembangan

wilayah tersebut akan menjadi stagnan. Teori dualisme Lewis tersebut,

mengisyaratkan agar resources endowment wilayah dapat diproduksi kembali

dalam wilayah menjadi barang dan jasa, sehingga dapat menyerap surplus

tenaga kerja subsisten dari sektor pertanian ke sektor industri yang memberikan

nilai tambah domestik yang lebih efisien dan indikasi terjadinya kebocoran

wilayah yang melebar dapat ditekan. Bagaimana dapat memenuhi isyarat teori

Lewis, maka pengenalan akan resources endowment suatu wilayah yang

memiliki kekuatan utama dalam penyediaan bahan baku industri domestik,

merupakan tekanan utama untuk dikaji, karena suatu industri domestik akan

berkembang jika didukung oleh bahan baku industri domestik yang cukup

tersedia secara kontinyu. Di lain sisi pengetahuan akan resources endowment

wilayah, diharapkan dapat menekan inefisiensi dalam alokasi sumber daya

antar pembangunan wilayah.

Secara spasial, perkembangan sektor-sektor ekonomi yang memberikan

nilai tambah yang cenderung menurun (diminishing) dan pergeseran sektor

pertanian yang semakin menurun tanpa diikuti pergeseran tenaga kerja yang

signifikan ke sektor modern seperti yang dikritisi di atas, apakah terkait dengan

pembangunan struktur wilayah yang belum memberikan rangsangan yang

berarti bagi introduksi investasi sektor modern ( industri dan jasa ) pada wilayah-

wilayah pengembangan yang di arahkan dalam Struktur Tata Ruang Wilayah

Kabupaten, adalah hal menarik yang perlu dikaji dalam kaitan dengan

kesenjangan pembangunan antar wilayah pembagunan.

Sehubungan dengan itu Pemerintah Kabupaten Alor secara de facto telah

menyusun Rencana Tata Ruang wilayah pada Tahun 1991, dan secara dejoure

di tetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor: 7 Tahun 1999

Tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) Kabupaten Daerah

Page 24: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

8

Tingkat II Alor. RUTRD tersebut membagi wilayah Kabupaten menjadi tiga

Satuan Wilayah Pengembangan (SWP), yakni SWP A, SWP B dan SWP C.

Setiap SWP ditetapkan beberapa hirarki/pusat aktivitas ekonomi dan sosial yang

terdiri atas Kota Ordo I (kota ordo utama) yang berpusat di Ibu kota Kabupaten

dan Kota Orde II yang berpusat pada beberapa ibu kota kecamatan dan ibu kota

desa yang dapat dikembangkan sebagai wilayah kerja pelabuhan serta kota

Orde III dan IV yang berpusat pada beberapa ibu kota kecamatan dan beberapa

ibu kota desa, seperti pada Gambar 1 dan 2.

RUTRD tersebut, diharapkan menjadi pedoman umum bagi semua

stakeholders dalam berbagai aktivitas pembangunan wilayah, akan tetapi

bagaimana implementasi yang konsisten dan simetrik sesuai dengan hakekat

RUTRD yang sebenarnya, sering menjadi dilema dalam kesenjangan

pembangunan wilayah. Apalagi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang

disusun akhirnya mengalami stagnasi dan mengalami situasi Masterplan

syndrome, dari pada sebagai arahan kebijakan pembangunan wilayah (Rustiadi

et al. 2003 ) karena terkait dengan kebijaksanaan pembangunan yang sentralis

tik yang sangat syarat dengan ego kepentingan, dan sektoral, kemungkinan

besar untuk melakukan investasi sumberdaya pembangunan secara terpadu dan

terkait sesuai hakekat RUTRW untuk menciptakan keseimbangan pembangunan

wilayah menjadi masif atau tidak konsisten.

Pada kenyataannya wilayah-wilayah pengembangan di Kabupaten Alor

yang potensial sebagai sentra-sentra produksi yang seharusnya mendapat

prioritas pembangunan, karena dapat menciptakan multiplier effect bagi

pembangunan wilayah secara utuh selalu saja menjadi bagian kegiatan yang

kurang prioritas, sehingga wilayah–wilayah tersebut masih dililit ketertutupan dari

aksesibilitas jaringan transportasi dan informasi yang mendorong daya tarik

investasi sumberdaya produksi dan pemasaran. Pembangunan hirarki pusat-

pusat aktivitas sosial ekonomi yang mendorong kegiatan interaksi spasial dari

kota hirarki utama ke kota-kota hirarki II, III dan IV yang ditunjukkan dengan

jumlah dan kualitas infrastruktur wilayah, nampaknya belum menunjukkan

interaksi spasial yang memberikan efek sebar bagi wilayah-wilayah hinterland.

Sebagai contoh, transportasi jalan yang berkualifikasi baik hanya 32,34% dari

ruas panjang jalan (1 422,33 km).

Page 25: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

9

Kondisi infrastruktur wilayah yang belum memadai tersebut, apakah ada

hubungannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Alor yang

masih memprihatinkan ?. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator

SEL

TPA

NTA

KEC. ALOR

KEC. ALORTENGAH UTARA

K EC . A LO RT I M U R

BA RAT LA UT

BARAT DAYA

KEC . TELUKM UTIA RAKEC . ALO R

TIMUR LAUTKEC. ALOR

Tg. Delaki

Tg. Margeta

Teluk

Blan

gmerang

Teluk Benlel

ang

Maritaing

Bukapiting

Moru

Mebung

Kokar

Kalabahi

KEC . ALO RSELATAN

R

A

KEC. PANTAR BARAT

P.PANTARBaranusa

Kabir BakalangKEC. PANTAR

0 6.7 13.4

P E T A SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN (SWP)

K A B U P A T E N A L O R

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ALOR

“ B A P P E D A “BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Jl. El Tari No. 19 Telepon (0386) 21378

RENCANA TATA RUANG WILAYAHKABUPATEN ALOR

Ib u ko ta Ka b u p a te nIb u ko ta Ke ca m a ta nBa ta s Ka b u p a te nBa ta s Ke ca m a ta n

Ja la n Asp a lJa la n Ba tuSu n g a i

Ba ta s W P

20.1 26.8 Km

P. A L O RApui

Hirarki I

Hirarki II

Hirarki IIIHirarki IV

B T

U

S

Gambar 1 Peta Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor Tahun 1991.

SEL

TPA

NTA

KEC. ALOR

KEC. ALORTENGAH UTARA

K EC . A LO RT I M U R

BA RAT LA UT

BARAT DAYA

KEC . TELUKM UTIA RAKEC . ALO R

TIMUR LAUTKEC. ALOR

Tg. Delaki

Tg. Margeta

Teluk

Blan

gmer

ang

Teluk Benlel

ang

Maritaing

Bukapiting

Moru

Mebung

Kokar

Kalabahi

KEC . ALO RSELATAN

R

A

KEC. PANTAR BARAT

P.PANTARBaranusa

Kabir BakalangKEC. PANTAR

0 6.7 13.4

P E T A SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN (SWP)

K A B U P A T E N A L O R

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ALOR

“ B A P P E D A “BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Jl. El Tari No. 19 Telepon (0386) 21378

RENCANA TATA RUANG WILAYAHKABUPATEN ALOR

Ib u ko ta Ka b u p a te nIb u ko ta Ke ca m a ta nBa ta s Ka b u p a te nBa ta s Ke ca m a ta n

Ja la n Asp a lJa la n Ba tuSu n g a i

Ba ta s W P

20.1 26.8 Km

P. A L O RApui

Hirarki I

Hirarki II

Hirarki III

Hirarki IV

B T

U

S

Gambar 2 Peta kota hirarki antar satuan wilayah Pengembangan di Kabupaten Alor Tahun 1991.

Page 26: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

10

kesejahteraan masyarakat antara lain berdasarkan Data Susenas Tahun 2003

bahwa prosentase kemiskinan penduduk Kabupaten Alor berdasarkan indikator

keluarga sejahtera (prasejahtera + sejahtera 1) mencapai 71,52 %; sedangkan

indikator kemiskinan berdasarkan daya beli masyarakat (rata-rata pengeluaran

rumahtangga penduduk), yang kurang dari Rp 500.000 per bulan mencapai

99,79% dan angka pengangguran terbuka mencapai 4,59% (BPS, 2003).

Selain tingkat pendapatan rendah yang ditunjukkan oleh daya beli

masyarakat tersebut di atas, maka secara relatif dapat pula diperlihatkan dari

Data realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah

satu representase penerimaan pendapatan daerah dari berbagai lapangan

usaha. Perkembangan realisasi penerimaan PBB pada kurun waktu Tahun

1999 – 2003 dapat diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data realisasi penerimaan PBB di Kabupaten Alor Tahun 1998-2003.

No

Tahun

Jumlah Wajib Pajak

(RT)

Target Penerimaan

(Rp)

Realisasi Penerimaan

(Rp)

Prosentase

(%)

1 1998 50207 318451149 17474249 5.49

2 1999 50207 318451149 196846046 61.81

3 2000 50147 376192722 209113318 55.59

4 2001 54852 465941157 307024401 65.89

5 2002 54852 465941157 323152418 69.35

6 2003 61106 438883452 415201586 94.60 Sumber : Dispenda Kabupaten Alor, 2004 (Laporan Bulanan Penerimaan PBB Tahun 1998-2003).

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa prosentase realisasi penerimaan

PBB menurun tajam pada Tahun 1998 (masa krisis), kemudian mulai meningkat

di atas 60 persen antara Tahun 1999-2002, walaupun mengalami fluktuasi pada

Tahun 2000 (55,59 %), setelah itu mengalami pergeseran yang cukup

signifikan, yakni mencapai 94,60 persen pada Tahun 2003, namun masih di

bawah realisasi 100 persen.

Dampak lain dari buruknya Infrastruktur wilayah yang terkait dengan

rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat adalah kondisi pendidikan dan

kesehatan yang disinyalir buruk. Kondisi pendidikan dan kesehatan yang buruk

berimplikasi pada indeks pembangunan manusia (IPM) Alor yang rendah dan

Indeks kemiskinan Manusia (IKM) Alor yang tinggi. Secara emperik, dapat dilihat

pada Laporan BPS–BAPPENAS dan UNDP Tahun 2004,seperti tertera pada

Tabel 5.

Page 27: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

11

Tabel 5 Prosentase Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan (IKM ) di Kabupaten Alor Tahun 1999 dan 2002

Nomor Wilyah IPM IKM 1999 2002 1999 2002

1 Kabupaten Alor 55.3 57.1 26.7 28.4 2 Provinsi NTT 60.4 60.3 29.5 28.9 3 Indonesia 64.3 65.8 25.5 22.7

Sumber : Laporan Pembangunan Manusia (HDR. 2004).

Mencermati data pada Tabel 5, memperlihatkan IPM Alor, sedikit membaik

pada Tahun 2002 bila dibanding Tahun 1999, tetapi masih jauh lebih rendah

bila dibandingkan dengan tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Indonesia.

Sedangkan IKM Alor, nampak memburuk pada tahun 2002 bila dibanding

Tahun 1999. Demikian pula bila dibandingkan dengan Tingkat Nasional, IKM

Alor nampak lebih buruk , tapi sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat

Provinsi.

Berdasarkan kondisi umum kesenjangan pembangunan tersebut di atas,

dapat diperlihatkan dengan data kesenjangan antar wilayah pembangunan

berdasarkan beberapa indikator pembangunan wilayah seperti yang ditunjukkan

dalam Tabel 6. Tabel 6, menunjukkan bahwa (1) Dari aspek ekonomi,

memperlihatkan bahwa limpahan sumber daya domestik wilayah (resources

endowment) terbesar berada di wilayah pengembangan C, tetapi pengelolaan

dan pemanfaatan masih jauh dari optimal; bila dibanding dengan wilayah

Pengembangan A dan B; (2) Infrastruktur jalan sebagai sarana aksesibilitas

dalam proses produksi dan pemasaran sumber daya domestik terutama pada

wilayah pengembangan C, jauh lebih rendah bila dibanding dengan wilayah

pengembangan A dan B dan lebih terkonsentrasi pada wilayah pengembangan

B; (3) Dari aspek Kesehatan, antara lain penyebaran Puskesmas /Pustu pada

ketiga wilayah pengembangan rata-rata berada di atas proporsi 1/1000

penduduk, tetapi tidak diimbangi dengan tenaga medis dan para medis secara

proporsional; (4) Dari aspek pendidikan, memperlihatkan bahwa rasio murid

terhadap ruang kelas dan guru hampir proporsional antar wilayah

pengembangan, tetapi dari status pendidikan guru pada wilayah pengembangan

C terlihat lebih rendah dari wilayah pengembangan A dan B, bahkan status

pendidikan guru Diploma/S1 lebih terkonsentrasi pada wilayah pengembangan

B. Begitu pula murid putus Sekolah Dasar, wilayah pengembangan C lebih tinggi

dibanding wilayah pengembangan A dan B (5) Tingkat kemiskinan berdasarkan

indikator Keluarga prasejahtera pada wilayah pengembangan C lebih tinggi,

Page 28: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

12

setelah itu diikuti wilayah pengembangan A dan B; (6) Apakah kesenjangan

yang ditunjukkan dalam Tabel 6 tersebut, terkait dengan lemahnya interaksi dan

keterkaitan atau keterpaduan antar wilayah pembangunan ?

Tabel 6 Beberapa Indikator Pembangunan pada Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor keadaan Tahun 2003.

No Potensi dan indikator pembangunan

Proporsi Satuan wilayah pengembangan (SWP) (%) Kabupaten

Alor SWP A SWP B SWP C 1 Proporsi luas wilayah 26.34 34.16 39.50 286 464 000 Ha 2 Proporsi jumlah peduduk 22.27 61.38 16.35 168 965 Jiwa 3 Kepadatan penduduk 50 106 59 58.98 org/km^2 4 Sumberdaya Alam 4.1 Lahan basah (sawah) A.Potensi 0.00 8.56 91.44 3 354.50 Ha B.Luas panen 0.00 25.14 74.86 183 Ha 4.2 Lahan kering A.Potensi 31.39 32.79 35.82 136237.88 Ha B.Luas panen 39.91 42.88 17.21 17892.60 Ha 4.3 Perkebunan A.Potensi 31.27 31.19 37.54 116892.88 Ha B.Luas produksi 38.26 37.47 24.27 24600.46 Ha 4.4 Kehutanan A.Lindung 26.74 18.60 54.66 5 910.62 Ha B.Produksi 61.94 8.39 29.68 28 147.09 Ha C.Konversi 0.00 32.31 67.69 20 657.86 Ha D.Cagar alam 29.71 0.00 70.29 8 751.05 Ha 4.5 Padang rumput 26.55 5.76 67.70 13 561.50 Ha 4.6 Produksi perikanan 48.97 44.82 6.22 1 764.90 Ton 5 Infrastruktur Jalan A.Aspal 31.85 50.00 18.15 463.18 KM B.Telfort 35.62 58.98 5.39 92.72 KM C.Tanah 14.59 42.51 42.90 882.10 KM 6 Kesehatan

A Jumlah Rumah sakit/

Puskesmas/Pustu 22.03 45.76 32.20 59 unit B.Jumlah tenaga medis/paramedis 20.94 52.99 26.07 234 orang

C.Rasio jumlah penduduk terhadap

rumah sakit/puskesmas/ pustu 2895 3841 1454 2864 orang

D.Rasio jumlah penduduk terhadap

tenaga medis/paramedis 768 836 453 722 orang 7 Pendidikan Dasar (SD) A.Jumlah ruang kelas 22.99 53.66 23.35 1379 unit B.Rasio murid-ruang kelas 25.24 24.32 16.14 21.90 % C.Rasio murid-guru 21.8 17.09 16.25 17.91 % D.Proporsi murid putus SD 0.34 1.04 2.98 0.01 % E.Proporsi guru SD menurut

Tingkat Pendidikan 1).SMTA Kejuruan 22.00 56.99 21.01 1 209 orang 2).DIPLOMA/S1 17.65 70.77 11.59 561 orang 8 Proporsi keluarga miskin 76,55 66,66 81.33 71.52 %

Sumber: Diolah dari Data BPS 2003; ( Alor Dalam Angka dan Kecamatan Dalam Angka 2003) dan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Alor Tahun 2003 (Laporan Tahunan).

Tentu saja kesenjangan pembangunan tersebut di atas tidak terlepas dari

bias kebijakan pembangunan nasional masa lalu sebagai wilayah marjinal

dengan alokasi sumberdaya yang jauh di bawah proporsional sehingga untuk

membangun suatu struktur wilayah yang spesifik dan strategis seperti uraian di

Page 29: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

13

atas secara berimbang dan cepat adalah sesuatu yang mustahil (impossible).

Namun yang lebih penting adalah apabila alokasi sumberdaya yang terbatas itu

direncanakan dan diimplementasikan dalam suatu pemahaman bersama, secara

terpadu dan terintegrasi yang berorientasi pada skala prioritas dalam kerangka

pengembangan wilayah, maka kesenjangan pembangunan antar sektor dan

antar wilayah seharusnya tidak terlalu melebar.

Pelaksanaan otonomi daerah akan lebih efektif jika didukung dengan

informasi mengenai kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah

pembangunan yang konsisten sebagai arah berpijak bagi proses pembangunan

yang berimbang. Proses pembangunan yang berimbang tidak selalu berarti

bahwa semua wilayah harus mempunyai perkembangan yang sama, atau

mempunyai tingkat industrialisasi yang sama, atau mempunyai pola ekonomi

yang sama, atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi

yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari

potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan

demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan

merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara

semua wilayah yang terlibat (Murty , 2000 ).

Untuk mengetahui lebih lanjut penyebab dan seberapa besar kesenjangan

pembangunan antar wilayah pembangunan, diperlukan suatu kajian sistematis

dengan penggunaan alat analisis ekonomi wilayah yang lebih memperjelas

adanya kesenjangan wilayah, sehingga menjadi acuan transformasi kebijakan

perencanaan pembangunan wilayah ke depan. Hal inilah yang mendorong

sebagai langkah awal untuk melakukan suatu penelitian yang berjudul “ Analisis

Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor “

1.3. Perumusan Masalah Dari deskripsi latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas,

maka di berikan batasan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar tingkat kesenjangan Pembangunan antar wilayah

Pembangunan, yang berdampak terhadap pendapatan per kapita dan

kesejahteraan masyarakat, yang ditinjau dari aspek :

(1) Kesenjangan pendapatan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)

(2) Kesenjangan perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) antar

Satuan Wilayah Pengembangan

Page 30: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

14

(3) Kesenjangan proporsi alokasi APBD Pembangunan antar Satuan

Wilayah Pengembangan

(4) Kesenjangan interaksi spasial antar Satuan Wilayah Pengembangan.

2. Seberapa besar sektor basis/komoditi unggulan antar Satuan Wilayah

Pengembanga yang memperkuat struktur ekonomi wilayah dan pendapatan

masyarakat.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis seberapa besar kesenjangan Pembangunan antar wilayah

pembangunan, yang berdampak pada pendapatan per kapita dan

kesejahteraan masyarakat; yang ditinjau dari aspek :

(1) Kesenjangan pendapatan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)

(2) Kesenjangan perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) antar

Satuan Wilayah Pengembangan.

(3) Kesenjangan proporsi alokasi APBD Pembangunan antar Satuan

Wilayah Pengembangan.

(4) Kesenjangan interaksi spasial antar Satuan Wilayah Pengembangan.

2. Menganalisis seberapa besar sektor basis/komoditi unggulan antar Satuan

wilayah Pengembangan yang memperkuat struktur ekonomi wilayah dan

pendapatan masyarakat

1.5. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah

Kabupaten Alor dalam rangka perumusan kebijaksanaan perencanaan

pembangunan wilayah kedepan, terutama dalam merumuskan kebijaksanaan

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan wilayah yang

berorientasi pada skala prioritas serta keterpaduan dan keterkaitan antar sektor

dan antar wilayah pembangunan yang konsisten dan simetris.

Page 31: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Deskripsi Menurut Chaniago et al. (2000), bahwa kesenjangan dapat diartikan sebagai

suatu kondisi ketidakseimbangan atau ketidakberimbangan atau

ketidaksemetrisan. Sehingga bila dikaitkan dengan pembangunan sektor dan

wilayah, maka kesenjangan pembangunan tidak lain adalah suatu kondisi

ketidakberimbangan/ketidaksemetrisan pembangunan antar sektor dan antar

wilayah. Ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah

lazim ditunjukkan dengan perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Dimana

kesenjangan pertumbuhan antar wilayah tersebut sangat tergantung pada

perkembangan struktur ekonomi (perkembangan sektor-sektor ekonomi) dan

struktur wilayah (perkembangan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi

seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi

(darat, laut dan udara), telekominikasi, air besih, penerangan) serta keterkaitan

dalam interaksi spasial secara optimal yang didukung dengan perkembangan

peningkatan kualitas sumberdaya manusia (pengetahuan dan ketrampilan) serta

penguatan kelembagaan.

Selanjutnya mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan

definisi yang bermacam-macam. Namun secara umum ada suatu kesepakatan

bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Sehingga

secara sederhana pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan

perubahan menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah 2003). Sedangkan

Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan

yang terencana (terorganisasikan) kearah tersedianya alternatif-alternatif /pilihan-

pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi

sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut

Siagian (1994) yang diacu Riyadi dan Bratakusumah (2003), Pembangunan

sebagai suatu perubahan mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan

bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan

sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk

terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan

sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan. Definisi ini memberikan

suatu pemahaman bahwa pembangunan tidak dapat dipisahkan dari

pertumbuhan, dalam arti pembangunan dapat menyebabkan terjadinya

pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya

Page 32: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

16

pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan atau

perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang

dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat. Sedangkan Wiranto (1997)

mendefinisikan pembangunan dalam konsep pembangunan yang bertumpuh

pada masyarakat adalah untuk mengembangkan kehidupan suatu masyarakat

dan harus dapat dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat.

Selain itu Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu

rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai

aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan

memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan

global. Sedangkan pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan

nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya

nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja

daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan

masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara

merata dan berkeadilan.

Pembangunan sebagai suatu proses perubahan tidak akan bisa lepas dari

perencanaan maka perencanaan pembangunan didefinisikan sebagai suatu

proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang

didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan

untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan,

baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spritual), dalam

rangka mencapai tujuan yang lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah 2003).

Namun demikian suatu perencanaan pembangunan sangat terkait dengan unsur

wilayah atau lokasi dimana suatu aktivitas kegiatan akan dilaksanakan, sehingga

Riyadi dan Bratakusumah (2003) mendefinisikan perencanaan pembangunan

wilayah/daerah sebagai suatu proses perencanaan pembangunan yang

dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang

lebih baik, bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungan dalam

wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai

sumberdaya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh,

lengkap, tapi tetap berpegang pada azas prioritas. Sedangkan Hadi (2001)

mengartikan perencanaan pembangunan wilayah sebagai suatu proses atau

tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang

Page 33: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

17

melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain,

termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui investasi.

Selanjutnya Istilah “wilayah“ atau “daerah” sering di pertukarkan

penggunaannya dalam beberapa Literatur, namun berbeda dalam cakupan

ruang, dimana ‘wilayah’ digunakan untuk pengertian ruang secara umum,

sedangkan istilah ‘daerah’ digunakan untuk ruang yang terkait dengan batas

administrasi pemerintahan (Tarigan 2004). Tarigan mendefinisikan wilayah

sebagai satu kesatuan ruang secara geografis yang mempunyai tempat tertentu

tanpa terlalu memperhatikan soal batas dan kondisinya, sedangkan daerah dapat

didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai batas secara jelas berdasarkan

jurisdiksi administratif.

Definisi ini hampir sejalan dengan Murty (2000) yang mendefinisikan wilayah

sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud

sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik dan perdesaan.Tapi suatu

wilayah pada umumnya tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area,

melainkan merupakan satu kesatuan ekonomi, polotik, sosial administrasi, iklim

hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian.

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang,

Wilayah didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administrasi dan atau aspek fungsional. Kemudian menurut Rustiadi et al.

(2003), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas

spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen di dalamnya (sub wilayah) satu

sama lain saling berinteraksi secara fungsional (memiliki keterkaitan dan

hubungan fungsional). Dari definisi ini memperlihatkan bahwa tidak ada batasan

spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat ”meaningful”

untuk perencanaan, pelaksanaan, monotoring dan evaluasi.

Sedangkan pengertian wilayah berdasarkan tipologinya diklasifikasikan atas

bagian (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional; dan (3)

wilayah perencanaan (planning region atau programing region). Ketiga kerangka

konsep wilayah ini dianggap lebih mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah

yang telah dikenal selama ini, dimana dalam pendekatan klasifikasi konsep

wilayah yang terakhir, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari

konsep wilayah sistem, sedangkan dalam kelompok konsep wilayah

Page 34: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

18

perencanaan, terdapat wilayah administratif - politis dan wilayah perencanaan

fungsional (Rustiadi et al. 2003).

Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan

bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen,

sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen).

Secara umum terdapat dua penyebab homogenitas wilayah yakni (1)

homogenitas alamiah (kemampuan lahan, iklim dan berbagai faktor alam

lainnya); dan (2) homogenitas artifisial, penyebab homogenitas yang bukan

berasal dari faktor alam (fisik) tetapi faktor sosial, misalnya wilayah kemiskinan

karena faktor penciri yang menonjol pada wilayah tersebut adalah kemiskinan.

Pemahaman terhadap wilayah homogen ini penting karena bermanfaat dalam

proses perencanaan dan kebijakan yang akan dibuat, karena pembangunan

suatu wilayah harus diprioritaskan pada pengembangan faktor-faktor dominan

yang secara kuat dapat mendorong pertumbuhan suatu wilayah terutama

keunggulan potensi sumberdaya alam dan iklim yang memiliki ”comparative

adventage”.

Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh sumberdaya

alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep

wilayah homogen sangat bermanfaat dalam (1) menentukan sektor basis

perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada

(comparative advantage); (2) pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai

dengan permasalahan masing-masing wilayah. Sehingga wilayah homogen

biasanya berhubungan dengan program perwilayahan komoditas karena

beberapa alasan mendasar diantaranya: (1) budidaya bermacam-macam

komoditas dalam satuan wilayah yang kecil tidak efisien; (2) upaya untuk

menurunkan biaya pendistribusian input dan pendistribusian output; dan (3)

untuk memudahkan manajemen. Sedangkan wilayah fungsional atau wilayah

sistem ditunjukkan oleh adanya saling ketergantungan antar wilayah yang satu

dengan wilayah yang lain, misalnya saling ketergantungan ekonomi (Hoover

1985). Hal ini dilandasi atas pemikiran bahwa suatu wilayah adalah suatu entitas

yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki

keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak

terpisahkan dalam kesatuan (Rustiadi et al. 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa

struktur-komponen-komponen yang membentuk wilayah fungsional dapat dipilah

atas wilayah sistem sederhana (dikotomis) dan sistem kompleks (non dikotomis).

Page 35: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

19

Sistem dikotomis adalah sistem yang bertumpuh atas ketergantungan atau

keterkaitan antara dua komponen wilayah, dimana bentuk wilayah tersebut

mencakup wilayah nodal, wilayah (kawasan) perkotaan dan perdesaan,

kawasan budidaya dan non budidaya. Sedangkan sistem kompleks menunjukkan

suatu deskripsi wilayah sebagai suatu sistem yang bagian-bagiannya

(komponen-komponen) didalamnya bersifat kompleks baik jumlah, jenis serta

keragaman bentuk hubungan yang banyak. Bentuk wilayah sistem kompleks

tersebut mencakup sistem ekologi (ekosistem), sistem sosial dan sistem

ekonomi.

Menurut Hoover (1985) bahwa bentuk wilayah nodal didasarkan pada

hirarki suatu hubungan perdagangan. Struktur pusat wilayah diasumsikan

menyerupai kehidupan sel atau atom yang dikelilingi oleh plasma (nucleus).

Dimana inti (simpul) adalah pusat-pusat pelayanan dan atau permukiman

sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland), yang mempunyai sifat-

sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional (Rustiadi et al. 2003). Lebih

lanjut diutarakan bahwa Inti (pusat) wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat

terkonsentrasinya penduduk (permukiman); (2) sebagai pusat pelayanan

terhadap daerah hinterland; (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian

maupun industri; dan (4) sebagai lokasi pemusatan industri manufaktur

(manufactory) yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor

produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Sedangkan hinterland

berfungsi sebagai: (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah dan atau

bahan baku; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dan commuting

(menglaju); (3) sebagai daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur;

dan (4) penjaga keseimbangan ekologis.

Kemudian Konsep wilayah administratif politis didasarkan pada suatu

kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya

dipimpin oleh suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi

tertentu, sehingga wilayah administratif sering disebut sebagai wilayah otonomi.

artinya suatu wilayah yang mempunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan

kebijaksanaan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya,

misalnya negara, provinsi, kabupaten dan desa/kelurahan.

Berdasarkan deskripsi dan definisi wilayah dan pembagunan wilayah/daerah seperti

di atas, maka wilayah pembangunan dapat didefinisikan sebagai wilayah tertentu yang

secara spasial di tetapkan atau diarahkan untuk perencanaan pembangunan wilayah

Page 36: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

20

yang melibatkan interaksi antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya lain,

termasuk sumberdaya alam dan lingkungan melalui investasi. Dimana wilayah

pembangunan tersebut bisa mencakup kawasan perkotaan, kawasan perdesaan,

kawasan pengembangan ekonomi, kawasan budidaya, dan lain sebagainya.

Lebih spesifik wilayah pembangunan yang dimaksudkan dalam konteks

penelitian ini adalah satuan wilayah pengembangan (SWP) dengan Hirarki/pusat

aktivitasnya, yang diarahkan dalam Struktur Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten merupakan salah satu

wujud Perecanaan Tata Ruang yang diatur dalam pasal 22 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang

wilayah Kabupaten /kota yang berisikan: (1) tujuan pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten/kota untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan

keamanan; (2) rencana struktur ruang dan pola pemanfaatan wilayah kabupaten;

(3) pengelolaan kawasan lindung dan budidaya; (4) pengelolaan kawasan

perdesaan, kawasan perkotaan, kawasan budidaya dan kawasan tertentu; (5)

rencana pengembangan sistem kegiatan pembangunan dan system permukiman

pedesaan dan perkotaan; (6) rencana pengembangan system prasarana

transportasi, telekominikasi, energi, pengairan dan prasarana pengelolaan

lingkungan; penata gunaan tanah, penata gunaan air, penata gunaan udara dan

penataan sumberdaya alam lainnya serta memperhatikan keterpaduan dengan

sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan; (7) pedoman pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan (8) penetapan dan pengelolaan

kawasan prioritas kabupaten.

Selanjutnya RTRW Kabupaten yang disusun, dimaksudkan untuk menjadi

pedoman bagi: (1) perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten; (2) program-program pembangunan daerah kabupaten; (3)

mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar

wilayah didalam wilayah kabupaten serta keserasian antar sektor; (4) penetapan

lokasi investasi di wilayah kabupaten; (5) penyusunan rencana rinci tata ruang di

kabupaten; dan (6) pelaksanaan pembangunan dalam rangka pemanfaatan

ruang.

Page 37: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

21

Sehubungan dengan definisi kesenjangan pembangunan di atas, maka perlu

kelengkapan kerangka teori yang dapat menginspirasi kerangka pemikiran dasar

perlunya penelitian ini antara lain:

2.1.1. Kerangka teori keterkaitan antar sektor dan spasial. Keterkaitan antar sektor dan antar spasial, sebenarnya bertujuan untuk

mencapai suatu perubahan struktur ekonomi dan struktur wilayah yang dapat

bertumbuh secara berimbang. Ada keseimbangan keterkaitan antar sektor untuk

memberikan kontribusi bagi struktur ekonomi wilayah. Perubahan struktur

ekonomi wilayah yang diharapkan dari dampak keterkaitan adalah pergeseran

surplus produksi dan tenaga kerja subsisten dari sektor primer (pertanian,

pertambangan) ke sektor sekunder (manufaktur dan konstruksi) dan sektor

tersier (transportasi dan komunikasi, perdagangan, pemerintah dan jasa lainnya)

Fisher (1935) sebagai orang pertama yang memperkenalkan kegiatan

usaha primer, sekunder dan tersier menilai bahwa negara perlu diklasifikasikan

berdasarkan proporsi tenaga kerja yang ada di tiap sektor. Kemudian Clark

(1951) juga mendukung pandangan Fisher dengan kumpulan analisis data

untuk mengukur dan membandingkan karakteristik ekonomi sektoral pada

tingkat pendapatan per kapita yang berbeda. Menurut Clark (1951) bahwa pada saat ekonomi negara tinggi, proporsi

tenaga kerja yang terkait dengan sektor primer menurun; proporsi tenaga kerja

pada sektor sekunder meningkat mencapai tingkat tertentu; proporsi tenaga

kerja pada sektor tersier meningkat setelah sektor primer dan sekunder telah

mencapai keseimbangan. Perubahan proporsi tenaga kerja di setiap sektor

menunjukkan bahwa pergerakan tenaga kerja akan terjadi dari sektor primer

menuju sektor sekunder dan tersier karena adanya perbedaan produktivitas

tenaga kerja dan kemajuan teknologi di setiap kegiatan.

Teori dualisme ekonomi yang dikembangkan oleh Lewis yang diacu Rustiadi

et al. (2003) menyatakan bahwa perkembangan suatu wilayah akan mengalami

stagnasi bila hanya satu sektor saja di kembangkan. Misalkan perkembangan

sektor pertanian yang tanpa diikuti oleh perkembangan sektor industri akan

memperburuk tawar-menawar (term of trade) sektor pertanian tersebut akibat

kelebihan produksi atau tenaga kerja, akhirnya pendapatan disektor pertanian

menjadi anjlok (depresif) dan rangsangan penanaman modal dan pembaharuan

menjadi tidak terangsang.

Page 38: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

22

Demikian juga pembangunan ekonomi yang dipusatkan pada industri yang

mengabaikan pertanian, akhirnya akan menghambat proses pembangunan itu

sendiri. Adanya sektor industri yang mampu menampung surplus produksi

pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian. Demikian juga bila

terjadi surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang dapat ditampung di sektor

industri akan menjaga tingkat pendapatan yang tinggi di sektor pertanian.

Tingkat pendapatan yang tinggi merangsang berbagai kebutuhan akan barang-

barang non pertanian. Demikian juga perkembangan sektor pertanian dan

industri pengolahan tanpa diikuti sektor ekonomi lain seperti sektor Perbankan,

swasta serta sektor infrastruktur dalam menopang kegiatan pertanian dan

industri pengolahan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi

stagnan. Misalnya pembangunan sektor infrastruktur yang tidak memadai dalam

mendukung sektor pertanian dan industri maka pergerakan ekonomi wilayah

menjadi tidak efisien.

Laporan Bappenas (2002), mengisyaratkan bahwa Sektor infrastruktur

dituntut untuk makin mampu berperan mendukung pergerakan orang, barang

dan jasa nasional demi mendukung timbulnya perekonomian nasional dan

pengembangan wilayah dan sekaligus mempersempit kesenjangan

pembangunan antar daerah. Infrastruktur dituntut untuk memiliki korelasi yang

tinggi dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, kesesuaian tata ruang, dan

kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan infrastruktur harus menjadi salah

satu alternatif bagi pemulihan pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1997 untuk

dapat menyerap banyak tenaga kerja, membangkitkan sektor riil, dan memicu

produksi dan konsumsi masyarakat serta dapat mengurangi kesenjangan antar

daerah dan mengurangi kemiskinan.

Sehubungan dengan itu Sipayung (2000) menyatakan bahwa sektor

pertanian dan non petanian merupakan suatu sistem dalam perekonomian oleh

karena itu sektor pertanian dengan sektor non pertanian memiliki keterkaitan

ekonomi yang saling mempengaruhi kinerja kedua sektor.

Rangrajan (1982) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) mekanisme

keterkaitan ekonomi antara sektor pertanian dan non petanian sebagai berikut

:Pertama, sektor pertanian dan non pertanian menghasilkan bahan baku bagi

sektor non pertanian. Produksi sektor pertanian berupa bahan pangan dan non

pangan merupakan input utama dari sektor non petanian seperti industri

pengolahan hasil pertanian dan perdagangan, restoran. Ke dua, sektor non

Page 39: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

23

pertanian menghasilkan input yang diperlukan oleh sektor pertanian. Pupuk,

pestisida, mesin peralatan pertanian dan berbagai jenis jasa merupakan hasil

sektor non pertanian yang menjadi input sektor pertanian. Ke tiga, sektor

pertanian (rumahtangga pertanian) merupakan pasar bagi output akhir sektor

non pertanian. Bahan pangan olahan, sandang dan papan serta berbagai jenis

jasa-jasa merupakan hasil sektor non pertanian di konsumsi oleh rumahtangga

pertanian. Ke empat, keterkaitan melalui tabungan pemerintah dan investasi

publik. Peningkatan output sektor akan secara langsung meningkatkan

penerimaan pajak tak langsung pemerintah yang selanjutnya digunakan untuk

membiayai investasi publik. Peningkatan investasi publik ini akan meningkatkan

permintaan barang-barang modal yang dihasilkan sektor non pertanian. Kelima,

keterkaitan melalui prilaku investasi swasta. Harga komoditas pertanian yang

relatif rendah dan stabil, akan merangsang investasi swasta pada sektor non

pertanian. Hal ini disebabkan karena naik turunnya harga komoditas pertanian

baik melalui kenaikan atau penurunan biaya bahan baku maupun upah tenaga

kerja. Dengan keterkaitan demikian, pertumbuhan sektor pertanian dengan

pertumbuhan sektor non pertanian secara teoritis akan saling mendukung

pertumbuhan ekonomi secara agregat.

Namun demikian berbagai hasil studi emperis menggambakan bahwa

keterkaitan sektor pertanian dengan sektor non pertanian menunjukkan

keterkaitan yang lemah dimana antara pertumbuhan sektor pertanian dengan

sektor non pertanian cenderung menurunkan peranan sektor pertanian dalam

pembentukan PDB. Namun belum menunjukkan faktor-faktor apa yang dapat

menyebabkan lemahnya keterkaitan tersebut.

Penurunan pangsa sektor pertanian dalam perekonomian yang bertumbuh

disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu penurunan harga relatif komoditas

pertanian terhadap harga produk non pertanian, perbedaan laju perubahan

teknologi dan perubahan relatif faktor produksi (Martin and Warr, 1993).

Budiharsono (1996) mengemukakan bahwa terjadinya penyimpangan pola

normal transformasi struktur produksi antar daerah terutama disebabkan karena

relatif kecilnya keterkaitan antar sektor pertanian dan dengan sektor industri.

Dari hasil analisis dengan menggunakan model input-output ternyata keterkaitan

sektor pertanian dengan sektor industri relatif kecil. Sedangkan salah satu

ukuran kemajuan suatu daerah adalah adanya keseimbangan antar sektor

pertanian dan industri (Todaro, 1978).

Page 40: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

24

2.1.2. Kerangka teori kesenjangan dan keberimbangan pembangunan antar wilayah. a. Urgensi keberimbangan pembangunan wilayah.

Menurut Rustiadi et al. (2003 ) bahwa setiap pemerintah baik di negara

berkembang (developing countries) maupun belum berkembang (less developed

countries) selalu berusaha untuk meningkatkan keterkaitan yang simetris antar

wilayah dan mengurangi kesenjangan karena beberapa alasan, antara lain: (1) Untuk

mengembangkan perekonomian secara simultan dan bertahap; (2) Untuk

mengembangkan ekonomi secara cepat; (3) Untuk mengoptimalkan pengembangan

kapasitas dan mengkonservasi sumber daya; (4) Untuk meningkatkan lapangan kerja;(5)

Untuk mengurangi beban sektor pertanian; (6) Untuk mendorong desentralisasi; (7)

Untuk menghindari konflik lepas kendali dan instabilitas politik disintegratif; (8) Untuk

meningkatkan Ketahanan Nasional.

Menurut Hill (1996) yang diacu Hadi (2001), isu pemerataan pembangunan wilayah

sangat penting dengan beberapa alasan pokok: (1) terdapat ketimpangan antar wilayah

dalam berbagai aspek seperti pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk, potensi

sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia; (2) alasan politis dalam bentuk

permasalahan etnis yang mendiami wilayah yang tersebar, dimana isu ketidakmerataan

distribusi sumberdaya alam daerah yang harus diserahkan seluruhnya kepada pusat dan

bukannya kepada daerah penghasil itu sendiri; dan (3) permasalahan dinamika spasial

yang terjadi di daerah-daerah, yaitu sebagai suatu warisan historis dengan adanya

ketidakseimbangan yang mencolok antara Jawa dan luar Jawa.

b. Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah. Menurut Tamenggung (1997) bahwa Teori ketidakseimbangan pertumbuhan

wilayah muncul terutama sebagai reaksi terhadap konsep kestabilan dan

keseimbangan pertumbuhan dari teori Neoklasik. Tesis utama dari teori ini adalah

bahwa kekuatan pasar sendiri tidak dapat menghilangkan perbedaan-

perbedaan antar wilayah dalam suatu negara; bahkan sebaliknya kekuatan-

kekuatan ini cenderung akan menciptakan dan bahkan memperburuk

perbedaan-perbedaan itu.

Dalam kritiknya terhadap teori keseimbangan pertumbuhan, Myrdal

(1975) berpendapat bahwa perubahan-perubahan dalam suatu sistem sosial

tidak diikuti oleh penggantian perubahan-perubahan pada arah yang

berlawanan. Beranjak dari pendapat ini, ia mengembangkan teori penyebab

kumulatif dan berputarnya proses sosial untuk menjelaskan ketimpangan

internasional dan antar wilayah. Menurut Myrdal, terdapat dua kekuatan yang

Page 41: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

25

bekerja dalam proses pertumbuhan ekonomi, efek balik negatif (backwash effect)

dan efek penyebaran (spread effect). Kedua kekuatan itu digunakan untuk

menunjukkan konsekuensi spasial dari pertumbuhan ekonomi terpusat baik

negatif maupun positif. Kekuatan efek penyebaran mencakup penyebaran

pasar hasil produksi bagi wilayah belum berkembang, penyebaran inovasi

dan teknologi; sedangkan kekuatan efek balik negatif biasanya melampaui

efek penyebaran dengan ketidakseimbangan aliran modal dan tenaga kerja

dari wilayah tidak berkembang ke wilayah berkembang. Jadi, interaksi antar

wilayah pada sistem pasar bebas cenderung memperburuk kinerja ekonomi

wilayah yang belum berkembang. Menurut Myrdal, kondisi ini memberikan

pengesahan terhadap intervensi mekanisme pasar untuk mengatasi efek balik

negatif yang akan menimbulkan kesenjangan wilayah.

Teori ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah lebih jauh dikembangkan

oleh Kaldor (1970) dan berdasarkan pandangan Kaldor teori ini diperjelas

oleh Dixon dan Thirwall (1975). Menurut Kaldor, pertumbuhan output wilayah

ditentukan oleh adanya peningkatan skala pengembalian, terutama dalam

kegiatan manufaktur. Hal ini berarti bahwa wilayah dengan kegiatan utama

sektor industri pengolahan akan mendapat keuntungan produktivitas yang

lebih besar dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer, sehingga

dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan sektor industri akan tumbuh lebih

cepat dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer. Dixon dan

Thirwall mengembangkan teori Kaldor dengan menekankan dampak proses

penyebab kumulatif terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertumbuhan

output wilayah menentukan tingkat perubahan teknologi dan pertumbuhan rasio

modal dan tenaga kerja. Kedua faktor ini lebih lanjut akan menentukan

pertumbuhan dan tingkat produktivitas wilayah. Pertumbuhan ekspor suatu

wilayah bergantung pada daya saing relatif terhadap wilayah lainnya; dengan

kata lain, pertumbuhan wilayah bergantung pada produktivitas wilayah itu

sendiri, dan hal ini berarti bahwa suatu peningkatan produktivitas akan

mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat ekspor suatu wilayah. Pada

masalah ini, proses penyebab kumulatif pertumbuhan ekonomi akan terjadi

secara menyeluruh, karena pertumbuhan ekspor wilayah menentukan

pertumbuhan output wilayah. Keterkaitan antara pertumbuhan output wilayah

dan pertumbuhan produktivitas juga dikenal sebagai efek Verdoorn.

Page 42: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

26

Teori pertumbuhan yang tidak seimbang menggambarkan bahwa pada

saat suatu wilayah mencapai manfaat pertumbuhan, manfaat itu akan terus

dipertahankan melalui efek Verdoorn. Semakin sering suatu wilayah

memproduksi barang-barang dengan elastisitas permintaan yang tinggi

terhadap pasar-pasar ekspor, semakin cepat tingkat pertumbuhan produktivitas

sehingga wilayah lain akan menemukan kesulitan untuk menahan persaingan

terhadap wilayah itu.

Hirchman (1958) dan Myrdal (1957) yang diacu Alonso (1979)

menemukan mode - model polarisasi spatial ekonomi yang mirip sekali di dalam

proses perkembangan. Pada tahap-tahap permulaan perkembangan,

keuntungan terletak pada pusat-pusat yang sudah maju, yang menikmati fasilitas

yang lebih lengkap, keuntungan-keuntungan ekstern, kekuatan politik, preferensi

wilayah dari pada pembuat keputusan, masuknya unsur-unsur yang lebih

bersemangat dan terpelajar dari daerah-daerah yang masih terbelakang,

mengalirnya dana yang berasal dari tanah yang kaya di daerah pedalaman ke

pasar-pasar uang di kota-kota, serta berbagai macam faktor-faktor lainnya.

Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan polarisasi, yakni konsentrasi di kota-

kota besar dan bertambah besarnya perbedaan pendapatan antara daerah-

daerah. Akan tetapi setelah melewati titik tertentu efek-efek penurunan (tricle

down effect) tertentu akan kelihatan.

Di lain sisi meningkatnya jumlah penduduk yang melek huruf, peluasan

pelaksanaan birokrasi, meningkatnya pengetahuan pada daerah-daerah

terbelakang, pembukaan jaringan-jaringan angkutan untuk mencapai daerah-

daerah terbelakang, dapat membuka akses pasar bagi pusat-pusat yang sudah

maju juga memberikan kemungkinan bagi terbukanya daerah-daerah itu bagi

kegiatan-kegiatan yang produktif, pendidikan yang merata dan standardisasi

seluruh segi kehidupan akan membawah integrasi pada ekonomi wilayah (space

economy) dan dengan mengusahakan berbagai eksternalitas menjadi hampir

sama untuk semua daerah, peluang-peluang yang terletak lebih jauh akan

semakin berarti dan semakin penting bagi pembangunan.

Demikianlah dalam pandangan ini pada tahap-tahap permulaan

perkembangan, terjadi kesenjangan yang makin meningkat antar daerah yang

sudah maju dengan daerah yang masih terbelakang, akan tetapi kemudian

terdapat kecenderungan kearah pemerataan pendapatan pada waktu

perekonomian mulai memasuki tahap pendewasaan. Myrdal lebih pesemis dari

Page 43: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

27

pada Hischman dalam hal konfergensi akhir (eventual convergence)” ini dan

menghentikan analisisnya dengan apa yang disebutnya Lingkaran setan

backwash effects yang dapat disamakan dengan polarisasi Hirschman.

Pandangan Hirschman dan Myrdal diperkuat dengan penemuan Williamson

(1965) bahwa: (1) disparitas regional lebih besar di negara-negara berkembang

dan lebih kecil di negara-negara maju; (2) disparitas ini makin lama makin

meningkat di negara-negara berkembang, sebaliknya akan menurun di negara-

negara maju, penemuan ini benar-benar menunjukkan bahwa ketidak merataan

regional jika digambarkan dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi

akan menghasilkan kurva berbentuk lonceng yang beberapa titik puncaknya

dicapai pada saat peralihan dari tahap lepas landas menuju tahap pendewasaan.

c. Faktor-faktor penyebab Kesenjangan Pembangunan.

Sebagaimana pada uraian di atas bahwa kesenjangan antar daerah dalam

suatu perekonomian nasional maupun regional merupakan fenomena dunia. Hal

ini terjadi pada semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah struktur sosial

ekonomi dan distribusi spasial dari sumberdaya bawaan. Pada umumnya

kesenjangan antar daerah lebih tajam terjadi pada negara sedang berkembang

karena kekakuan sosial ekonomi (social economic rigidities) dan imobilitas

faktor (factor immobilities). Dalam mengatasi masalah kesenjangan tersebut,

hampir semua negara berusaha menerapkan kebijakan khusus untuk

pembangunan daerah terbelakang (Uppal dan Handoko 1986 yang diacu

Budiharsono 1996). Namun yang terjadi di Indonesia, proses pembangunan

yang dilaksanakan selama ini ternyata disisi lain telah menimbulkan

kesenjangan pembangunan antar wilayah yang cukup melebar.

Sehubungan dengan itu, Hanafiah (1988) menyatakan bahwa secara alami

tingkat pembangunan di berbagai wilayah dalam suatu daerah atau negara adalah tidak

sama. Dengan demikian, dalam suatu wilayah tertentu dapat diidentifikasikan adanya

wilayah yang kaya, maju, dinamis, dan berkembang serta wilayah yang miskin,

tradisional, statis, dan terbelakang. Wilayah yang kaya adalah wilayah yang mempunyai

sumberdaya alam melimpah dan diikuti oleh kegiatan manusia yang tinggi sehingga

berkembang menjadi wilayah yang maju. Sedangkan wilayah yang miskin adalah

wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang terbatas dan kegiatan penduduk

yang masih rendah sehingga wilayah tersebut lambat berkembang atau wilayah tersebut

belum berkembang akibat sumberdaya alamnya yang belum dieksploitasi secara optimal

Page 44: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

28

dan berkelanjutan. Akibat adanya perbedaan tingkat perkembangan wilayah dan tingkat

pembangunan dalam suatu wilayah atau daerah tertentu maka terjadi jurang

kesejehteraan masyarakat antara wilayah kaya dan wilayah miskin. Apabila tidak ada

campur tangan pemerintah secara aktif, keadaan tersebut akan bertambah buruk bagi

corak pembangunan selanjutnya. Campur tangan pemerintah yang efektif akan mengatasi

kekurangan penyediaan modal dan kapasitas teknologi di wilayah pendukung dalam

proses pertumbuhan (Gerschenkron 1962).

Hadi (2001), juga menandaskan bahwa pertimbangan pemerataan dan

keberlanjutan pembangunan antar wilayah, sering menjadi masalah yang belum

dapat di atasi secara baik sampai saat ini. Apabila hal ini tidak diperhatikan

maka daerah terbelakang tetap tertinggal dan yang sudah berkembang melaju

lebih berkembang.

Secara umum penyebab terjadinya kesenjangan pembangunan antar sektor dan

antar wilayah antara lain faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah,

administrasi , sosial dan ekonomi ( Murty 2000; Rustiadi et al . 2004 ).

Secara geografis, pada suatu wilayah yang cukup luas akan terjadi

perbedaan spasial baik jumlah maupun mutu sumberdaya mineral, sumberdaya

pertanian, topografi, iklim, curah hujan dan sebagainya. Apabila wilayah

tersebut memiliki kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan lebih

berkembang.

Faktor sejarah memberikan inspirasi bahwa tingkat perkembangan suatu

masyarakat dalam suatu wilayah cenderung tergantung pada apa yang telah

dilakukan pada masa yang lalu. Bentuk organisasi/kelembagaan dan kehidupan

perekonomian pada masa yang lalu merupakan penyebab yang cukup penting,

terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan

enterpreneurship. Sebagai contoh sistem feodalistik atau sistem kolonial

cenderung tidak memberikan iklim yang bisa memacu prestasi dan kerja keras;

contoh lain adanya budaya-budaya paternalistik dan egalatarian, dilain sisi dapat

menguatkan social capital, tetapi dalam kenyataannya cenderung melemahkan

sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship. Oleh karenanya

perlu sistem yang dapat menciptakan kebebasan atau menekan tekanan psikis

untuk bekerja dan berusaha yang dapat mendorong orang untuk berkembang

lebih cepat.

Faktor instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan

pembangunan di suatu wilayah. Politik yang tidak stabil akan menyebabkan

Page 45: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

29

ketidakpastian atau keraguan orang atau investor untuk mengembangkan usaha

atau menanamkan modal disuatu wilayah, sehingga wilayah tersebut tidak akan

mengalami pertumbuhan. Bahkan seringkali terjadi pelarian modal keluar

wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah lain yang kondisinya relatif lebih stabil

(Rustiadi et al, 2004).

Lebih lanjut Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa kesenjangan yang

terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah, diantaranya adalah kebijakan

pembangunan nasional masa lalu yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan

membangun pusat-pusat pertumbuhan telah menimbulkan kesenjangan

pembangunan yang luar biasa. Tricle down effect yang diharapkan bisa terjadi,

dalam kenyataannya malah digantikan oleh backwash effect (pengurasan

sumberdaya berlebihan) dari wilayah belakang (hinterland). Di katakan pula

bahwa dalam era desentralisasi dan otonomi daerah kesenjangan

pembangunan bisa terjadi, jika kebijakan pemerintah daerah untuk memperoleh

PAD yang besar, kemudian menetapkan retribusi daerah yang tinggi bisa saja

berdampak terhadap insentif permintaan yang rendah terhadap produksi rakyat.

Melakukan eksplorasi sumberdaya alam tanpa mempertimbangkan aspek

keberlanjutan, keterkaitan antar sektor dan wilayah sering menjadi dilema., dan

lain sebagainya.

Rustiadi et al. (2004) menyatakan pula bahwa kesenjangan pembangunan

yang terjadi sebagai akibat dari faktor administrasi, sering terjadi pada wilayah-

wilayah dengan sumberdaya manusia yang menjalankan fungsi administrator

tersinyalir kurang jujur, kurang terpelajar, kurang terlatih dengan sistem

administrasi yang kurang efisien. Sehingga pelayanan publik dalam bentuk

perizinan usaha dll, menjadi rumit dan berbelit. Wilayah yang demikian

dipastikan tidak memiliki insentif untuk kegiatan investasi dan pertumbuhan

wilayah menjadi stagnan.

Selanjutnya kesenjangan pembangunan yang terjadi sebagai akibat dari

faktor sosial, sering terjadi pada wilayah-wilayah yang masih tertinggal atau

terisolasi dan yang masih kental dengan kehidupan atau kepercayaan-

kepercayaan primitif, kepercayaan-kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial

yang sangat kontra produktif terhadap perkembangan ekonomi. Ciri sosial

budaya masyarakat seperti itu umumnya tidak memiliki institusi dan prilaku yang

kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Sebaliknya wilayah dengan

masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan prilaku yang

Page 46: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

30

kondusif untuk berkembang. Mereka percaya pada agama, tradisi, nilai-nilai

sosial yang lebih mendorong tumbuh dan berkembangnya intelektualisme,

profesionalisme, moralitas dan social cohesiveness bagi “kemajuan untuk

semua” (Rustiadi et al. 2004)

Rustiadi et al. (2004) juga menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan

yang terjadi sebagai akibat dari faktor ekonomi, antara lain mencakup :

(1) Perbedaan kuantitas dan kualitas faktor produksi yang dimiliki seperti lahan,

tenaga kerja, modal , teknologi, infrastruktur, organisasi dan perusahaan.

(2) Proses akumulasi dari berbagai faktor seperti lingkaran setan kemiskinan

(Comulative causation of poverty propensity). Ada dua tipe lingkaran setan

kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Pertama, sumberdaya terbatas dan

ketertinggalan masyarakat menjadi sebab dan akibat dari kemiskinan.

Kedua, kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidupnya rendah,

efisiensi rendah, produktivitas rendah, pendapatan rendah, konsumsi rendah,

tabungan rendah, investasi rendah, pengangguran meningkat dan pada

akhirnya masyarakat menjadi semakin tertinggal.

(3) Pengaruh pasar bebas yang berpengaruh pada spread effect dan backwash

effect. Pengaruh atau kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-

faktor ekonomi (tenaga kerja, modal, perusahaan) dan aktivitas ekonomi

(industri, perdagangan, perbankan dan asuransi) yang dalam ekonomi maju

memberikan hasil (return) yang lebih besar cenderung terkonsentrasi di

wilayah-wilayah berkembang (maju). Perkembangan wilayah-wilayah ini

ternyata terjadi karena penyerapan sumberdaya dari wilayah-wilayah

sekitarnya (backwash effect). Spread effect yang diharapkan terjadi, ternyata

lebih lemah dibanding dengan backwash effect . Sebagai akibatnya wilayah-

wilayah atau kawasan yang beruntung akan semakin berkembang

sedangkan wilayah-wilayah atau kawasan yang kurang beruntung akan

semakin tertinggal.

(4) Terjadi distorsi pasar seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan

spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya

d. Penataan Ruang.

Berbicara menyangkut kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar

wilayah pembangunan, tidak akan bisa terlepas dari kebijaksanaan penataan

ruang karena penataan ruang merupakan salah satu bagian dari perencaan

pembangunan wilayah, dimana kedudukannya adalah sebagai induk dari

Page 47: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

31

semua proses perencanaan pembangunan wilayah. Penataan ruang merupakan

bagian dari proses menciptakan keseimbangan antar wilayah sebagai wujud dari

pembangunan yang berkeadilan. Penataan ruang mengisyaratkan, bagaimana

membangun struktur keterkaitan pembangunan sektor dan wilayah yang

seimbang dan berkeadilan, mencegah terjadinya kesenjangan pembangunan

yang rawan menimbulkan berbagai konflik dan atau mengurangi kesenjangan

tingkat pertumbuhan antar wilayah.

Undang-Undang No. 24 1992 Tentang Penataan Ruang menegaskan

bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan

ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk

lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan

hidupnya. Akan tetapi Ruang yang merupakan bagian dari alam tersebut dapat

pula menimbulkan suatu pertentangan jika tidak diatur dan direncanakan

dengan baik dalam penggunaan dan pengendaliannya. Oleh karena itu perlunya

suatu perencanaan “tata ruang” yang lebih komprehensif dan akomodatif

terhadap semua kepentingan yang berspektif efisien, adil dan keberlanjutan.

Dalam hal ini sejalan dengan apa yang diulas oleh Rustiadi et al. (2003) bahwa

di masa sekarang dan akan datang diperlukan suatu pendekatan baru penataan

ruang yang berbasis pada hal- hal berikut: (1) sebagai bagian dari upaya

memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya

untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan; (2) menciptakan

keseimbangan pembangunan antar wilayah; (3) menciptakan keseimbangan

pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang

(pembangunan berkelanjutan); dan (4) disesuaikan dengan kapasitas

pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang

disusun.

Untuk melakukan suatu perencanaan tata ruang yang berbasis pada

paradigma baru sebagaimana yang di ungkapkan diatas, tentunya diperlukan

suatu kajian yang mendalam terhadap pola dan struktur tata ruang suatu wilayah

yang sudah ada, karena pada umumnya suatu perencanaan wilayah yang di

lakukan sebelum era otonomi daerah, dapat diprediksi banyak kekurangannya

baik dari sisi proses perencanaan maupun pada implementasi dan

pengendaliannya.

Menurut Rustiadi, et al (2003) bahwa setidaknya terdapat dua unsur

penataan ruang, yakni unsur pertama terkait dengan proses penataan fisik ruang

Page 48: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

32

dan unsur kedua adalah unsur institusional/kelembagaan penataan ruang (non

fisik). Dimana unsur non fisik mencakup aspek-aspek organisasi penataan ruang

dan aspek-aspek mengenai Aturan-aturan main penataan ruang. Sedangkan

unsur fisik penataan ruang mencakup: (1) penataan pemanfaatan ruang; (2)

penataan struktur/hirarki pusat-pusat wilayah aktivitas sosial ekonomi; (3)

pengembangan jaringan keterkaitan antar pusat-pusat aktivitas; dan (4)

pengembangan infrastruktur.

Pada umumnya proses perencanaan tata ruang hanya di lihat sebagai suatu

kegiatan pembagian zonasi (pengaturan penggunaan lahan) dan dianggap

sebagai perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang,

namun sekarang ini semakin disadari bahwa penataan penggunaan lahan (tata

guna tanah) tanpa kelengkapan penataan unsur-unsur esensial lainnya, tidak

akan pernah efektif, karena penatagunaan lahan tidak bersifat independent dari

perencanaan struktur hirarki pusat-pusat pelayanan, struktur jaringan jalan dan

perencanaan infrastruktur lainnya yang menyeluruh, termasuk unsur-unsur

kelembagaan yang berperan (Rustiadi et al. 2003).

Rustiadi et al. (2003) menyatakan pula bahwa penataan struktur hirarki

sebenarnya penting sebagai upaya meningkatkan fungsi dan peran wilayah-

wilayah pusat pertumbuhan agar lebih berkembang sesuai potensi yang

dimilikinya sekaligus dapat memberikan manfaat sosial (social benefit) yang

optimal. Tetapi konsentrasi spatial (Aglomerasi) jika tidak diimbangi dengan

implementasi perencanaan yang baik maka akan terjadi ketimpangan

pertumbuhan wilayah karena perbedaan economic rent antara lokasi yang satu

dengan lokasi yang lain. Di lain sisi suatu aktivitas pusat ekonomi tidak akan

memberikan economic rent, apabila tidak diimbangi dengan pembentukan

jaringan keterkaitan (linkage) antara pusat-pusat aktivitas yang dapat

memfasilitasi ”aliran barang, jasa dan informasi”. Demikian pula pengembangan

infrastruktur yang mencirikan suatu aktivitas ekonomi wilayah dapat bertumbuh

dan berkembang.

e. Teori Pusat Pertumbuhan Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata

ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep ini didasarkan kepada 2 (dua)

hipotesa dasar, yaitu: (1) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan

mencapai puncaknya pada sejumlah pusat-pusat tertentu; (2) pertumbuhan dan

perkembangan ekonomi dijalarkan (disebarkan) di pusat-pusat pertumbuhan ini,

Page 49: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

33

secara nasional melalui hirarkhi kota-kota secara regional dari pusat-pusat perkotaan

(urban centre) ke daerah belakang (hinterland) masing-masing .

Gagasan konsep tersebut pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaler (1933)

yang kemudian dikenal sebagai teori tempat sentral (Central Theory) yang selanjutnya

dikembangkan oleh Losh, Berry dan Garrison (Hanafiah 1985, Pradhan 2003).

Menurut teori ini pertumbuhan dari suatu kota merupakan akibat penyediaan barang

dan jasa pada daerah belakangnya. Dengan kata lain, pertumbuhan daerah

perkotaan adalah fungsi dari penduduk dan tingkat pendapatan daerah belakangnya,

sedangkan laju peningkatan pertumbuhannya tergantung pada laju peningkatan

permintaan dari daerah belakang atas barang dan jasa atau pelayanan perkotaan

(Richardson, 1969 yang diacu Sitohang, 1991).

Pusat-pusat pertumbuhan tersebut berdasarkan studi di India telah

dimodifikasikan dan dapat dibedakan atas: (1) pusat pelayanan pada tingkat lokal;

(2) titik pertumbuhan pada tingkat sub-wilayah; (3) pusat pertumbuhan pada tingkat

wilayah; (4) kutub pertumbuhan pada tingkat nasional.

Pusat suatu wilayah juga merupakan pusat barang dan jasa yang secara

terperinci dinyatakan sebagai pusat perdagangan, perbankan, organisasi

perusahaan, jasa profesional, jasa administrasi, pelayanan pendidikan dan hiburan

bagi daerah hinterland. Permintaan antar hinterland sangat bervariasi dan berbanding

terbalik dengan jarak dari pusat pertumbuhan karena adanya perbedaan dalam biaya

transportasi. Dari uraian tersebut, terlihat bahwa jarak merupakan faktor kunci bagi

Teori Christaler. Jarak didefinisikan sebagai maksimum jarak yang ingin ditempuh oleh

seseorang untuk membeli barang tertentu yang ditawarkan pada suatu tempat.

Model teori pusat pertumbuhan yang dinyatakan oleh Christaler ini dapat

digunakan jika memenuhi asumsi-asumsi berikut: (1) populasi penduduk tersebar di

suatu wilayah secara homogen; (2) pusat menyediakan barang-barang dan jasa-jasa

untuk hinterland-hinterland-nya, sehingga jika terdapat dua tempat sentral yang

mampu menyediakan pelayanan yang sama akan mempunyai hinterland dengan

ukuran yang sama pula; (3) pusat mempunyai pola memaksimumkan lokasi spasialnya

(misalnya: dalam penggunaan lahan); (4) pusat membentuk suatu hirarkhi.

Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa fasilitas pelayanan dalam aspek

tata ruang, kualitas dan jumlahnya berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan

masyarakat. Sehingga dapat diidentifikasi, bahwa peningkatan kesejahteraan

masyarakat ini ditentukan oleh derajad penyediaan fasilitas pelayanan yang tersedia.

Ketersediaan fasilitas pelayanan pada gilirannya juga akan mendorong aktivitas

Page 50: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

34

ekonomi yang makin maju. Sebagaimana dikemukakan oleh Hanafiah (1985), bahwa

sistem pusat-pusat pertumbuhan sebagai salah satu implementasi pembangunan

wilayah akan menciptakan perubahan-perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat,

yaitu menurut suatu hirarkhi yang akan menciptakan suatu struktur dan organisasi tata

ruang baru bagi kegiatan manusia.

Selanjutnya dalam menelaah pembangunan wilayah terutama dengan

pendekatan pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya, perlu diketahui hubungan

atau interaksi pusat pelayanan dengan daerah belakangnya (hinterland) dalam ruang

lingkup kegiatan sosial ekonomi. Hubungan tersebut dapat berupa spread effect yang

menguntungkan daerah belakang, ataupun sebaliknya yaitu fenomena back-wash

effect yang akan merugikan daerah belakang (hinterland). Dengan demikian dari

penjelasan tersebut terlihat, bahwa adanya hubungan yang erat antara pusat-pusat

pertumbuhan yang menyediakan berbagai fasilitas pelayanan dengan aktivitas-aktivitas

dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik yang berada di daerah pusat

pertumbuhan itu sendiri maupun daerah belakangnya.

Menurut Tarigan (2004), bahwa hubungan antara pusat pertumbuhan dan wilayah

pendukung dapat dikategori atas 3 bentuk hubungan, yakni :

(1) Hubugan generatif, yakni hubungan yang saling menguntungkan atau saling

menyumbangkan antara daerah yang lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya.

Daerah kota atau wilayah pusat dapat menyerap tenaga kerja atau memasarkan produksi

dari daerah pedalaman (wilayah yang lebih terbelakang). Sedangkan wilayah pedalaman

berfungsi untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh industri perkotaan, dan

sekaligus dapat memenuhi kebutuhan wilayah belakang. Selain itu wilayah pusat (kota)

berperan sebagai tempat inovasi dan modernisasi yang dapat diserap oleh daerah

pedalaman. Adanya pertukaran dan saling ketergantungan ini akan menyebabkan terjadinya

pertumbuhan dan perkembangan sejajar antara wilayah pusat dan wilayah belakang.

(2). Hubungan Parasitif, yakni hubungan yang terjadi dimana wilayah kota (wilayah yang lebih

maju) tidak banyak membantu atau menolong wilayah belakangnya (hinterland). Wilayah

kota yang bersifat parasit, umumnya kota yang belum banyak berkembang industrinya dan

masih berciri wilayah pertanian, tetapi berciri wilayah perkotaan sekaligus.

(3) Hubungan enclave (tertutup), yakni hubungan dimana wilayah pusat (kota yang lebih

maju), seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah sekitarnya yang lebih terbelakang.

Buruknya sarana dan prasarana, perbedaan taraf hidup dan pendidikan yang mencolok dan

faktor-faktor lainnya dapat menyebabkan kurang hubungan antar wilayah pusat dan

hinterland. Untuk menghindari hal ini, wilayah-wilayah terbelakang perlu didorong

Page 51: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

35

pertumbuhannya, sedangkan wilayah yang lebih maju dapat berkembang atas

kemampuannya sendiri.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa tidak semua kota generatif dapat dikategorikan

sebagai pusat pertumbuhan, karena pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yakni :

(1) Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi.

Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara

sektor dan sektor lainnya sehingga apabila ada satu sektor yang tumbuh akan

mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Pertumbuhan tidak

terlihat pincang, ada sektor yang tumbuh cepat tetapi ada sektor lainnya yang tidak

terkena imbas sama sekali. Berbeda halnya dengan sebuah kota, yang fungsinya

sebagai perantara (transit). Dimana kota tersebut hanya berfungsi mengumpulkan

berbagai macam komoditi dari wilayah di belakangnya dan menjual ke kota lain yang

lebih besar dan selanjutnya dapat membeli berbagai macam kebutuhan masyarakat dari

kota lain untuk didistribusikan ke wilayah yang ada di belakangnya. Kota dengan ciri

perantara, tidak terdapat banyak pengolahan ataupun kegiatan yang dapat menciptakan

nilai tambah (value edded) atau tidak ada proses industri yang menghasilkan value

edded.

(2) Adanya efek pengganda (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait

dan saling mendukung akan menciptakan efek ganda. Apabila ada suatu sektor disuatu

wailayah mengalami kenaikan permintaan yang berasal dari luar wilayah, maka produksi

sektor tersebut akan meningkat, karena ada keterkaitan dengan sektor-sektor lain, maka

produksi sektor-sektor lain juga meningkat dan terjadi beberapa kali putaran

pertumbuhan, sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan

dengan kenaikan permintaan awal yang berasal dari luar wilayah tersebut. Unsur efek

pengganda tersebut sangat berperan untuk membuat sebuah kota dapat memacu

pertumbuhan wilayah di belakangnya, karena terjadi peningkatan produksi pada sektor

di wilayah yang lebih maju, akan memacu dan meningkatkan permintaan bahan baku

dari wilayah-wilayah yang berada di belakangnya.

(3) Adanya konsentarasi geografis. Konsentarasi geografis dari berbagai sektor atau

fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling

membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractivennes) dari wilayah yang lebih

maju tersebut. Orang yang datang ke wilayah tersebut, dapat memperoleh berbagai

kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Dengan demikian dapat menghemat waktu,

tenaga dan biaya. Hal tersebut menjadi daya tarik untuk dikunjungi orang, karena volume

Page 52: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

36

interaksi yang semakin meningkat akan menciptakan economic of scale sehingga terjadi

efisiensi lanjutan.

(4) Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya. Hal ini berarti antara wilayah

yang lebih maju dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis. Wilayah

yang lebih maju membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya untuk

mengembangkan diri, apabila wilayah yang lebih maju memiliki hubungan yang harmonis

dengan daerah belakangnya dan juga memiliki ketiga ciri di atas, maka wilayah tersebut

akan berfungsi mendorong wilayah belakangnya.

f. Teori Interaksi spasial.

Interaksi antar wilayah (interaksi spasial) merupakan suatu mekanisme yang

menggambarkan dinamika yang terjadi di suatu wilayah karena aktivitas yang dilakukan oleh

sumber daya manusia di dalam suatu wilayah. Aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan

mencakup diantaranya mobilitas kerja, migrasi, arus informasi dan arus komoditas, mobilitas

pelajar dan aktivitas-aktivitas konferensi, seminar, lokakarya atau kegiatan sejenisnya,

pemanfaatan fasilitas pribadi dan atau fasilitas umum bahkan tukar menukar pengetahuan

(Kingsley E. Hayes, 1984 yang diacu Saefulhakim, 2003).

Analisis interaksi spasial mempelajari hubungan berupa pergerakan komoditi, barang-

barang, orang, informasi dan lainnya antara titik-titik dalam ruang. Analisis ini menekankan

pada saling ketergantungan dari tempat dan area. Interaksi spasial semakin menurun karena

jarak. Salah satu persamaan kurva yang menggambarkan hubungan aliran dan jarak adalah

F = aD-ß , dimana F adalah aliran , D adalah jarak dan ß adalah nilai konstanta. Para analis

spasial lebih tertarik pada nilai konstanta ß. Nilai ß yang rendah mengindikasikan slope

yang rendah dengan aliran-aliran dalam area yang lebih luas. Nilai ß yang tinggi

mengindikasikan penurunan yang tajam dari aliran-aliran yang disebabkan oleh jarak,

sehingga aliran-aliran hanya akan terjadi di area yang terbatas.

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk meduga besarnya interaksi spasial

adalah model gravitasi. Persamaan model gravitasi tersebuit dapat digunakan untuk

menganalisis dan menduga pola interaksi spasial. Model gravitasi tersebut pada dasarnya

merupakan bentuk analogi fenomena Hukum Fisika Gravitasi Newton yang kemudian

dikembangkan untuk ilmu sosial. Secara klasik, konsep gravitasi interaksi manusia

mendalilkan bahwa kekuatan yang membuahkan interaksi diantara dua wilayah dari aktivitas

manusia diciptakan oleh massa populasi kedua wilayah, dan jarak kedua wilayah. Yaitu

bahwa interaksi antara dua (2) pusat pemusatan populasi bervariasi, berbanding lurus

dengan fungsi ukuran populasi dari dua pusat dan bebanding terbalik fungsi jarak di antara

keduanya (Carrothers,1956 yang diacu Saefulhakim 2003). Hipotesis tersebut didasarkan

Page 53: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

37

pada alasan bahwa : (a) Untuk memproduksi interaksi , individu-individu harus berkominikasi,

secara langsung atau tidak langsung dengan yang lainnya; (b) individu sebagai unit dari

group yang besar, mungkin dipertimbangkan untuk membentuk pengaruh interaksi yang

sama dengan individu lainnya dan (c) Frekwensi interaksi yang dibentuk oleh individu dalam

lokasi tertentu berbanding terbalik secara proporsional dengan kesulitan pencapaian, atau

kominikasi dalam lokasi tersebut.

Konsep model gravitasi yang dikembangkan dari persamaan gravitasi Newton tersebut

berkaitan dengan 2 hal pokok ; (a) dampak skala, yaitu sejauhmana dampak yang telah

ditimbulkan oleh suatu aktivitas tertentu di suatu lokasi tertentu terhadap daerah sekitarnya.

Sebagai contoh suatu lokasi dengan jumlah populasi lebih besar cenderung akan

membangkitkan dan menarik aktivitas lebih banyak dibandingkan dengan kota lain yang

mempunyai populasi lebih sedikit. Dapat dihipotesiskan bahwa skala usaha aktivitas

berkaitan dengan besarnya daya tarik aktivitas tersebut; (b) dampak jarak, yaitu seberapa

jauh dampak yang mampu ditimbulkan oleh suatu aktivitas di suatu lokasi terhadap lokasi

disekitarnya. Sebagai contoh, makin jauh jarak antara 2 lokasi, maka kecil interaksi yang

terjadi antara 2 lokasi tersebut. Pengertian jarak yang dimaksudkan tidak selalu berarti jarak

fisik, tetapi juga yang mencakup pengertian jarak tempuh (waktu), biaya transportasi, hingga

jarak psikologis (Saefulhakim, 2003).

Selain itu salah satu penurunan dari model gravitasi adalah model potensial, yang dapat

digunakan untuk menghitung indeks derajat aksesibilitas setiap sub-sub wilayah terhadap

total wilayah. Wilayah dengan indeks potensial tertinggi merupakan wilayah-wilayah dengan

potensi/hirarki sebagai pusat pelayanan yang tinggi.

Model lain dari penurunan model gravitasi adalah model entropy interaksi spasial

(Hukum entropy) yang dikembangkan oleh Wilson (1967, 1970) yang diacu

Saefulhakim (2003) menyatakan bahwa apabila terdapat N buah indi’vidu yang

melakukan mobilitas spasial (misalnya: commuting, transportasi, perdagangan,

dsb.) antara satu dan i buah alternatif tempat asal (origins) dengan satu dan j

buah alternatif tempat tujuan (destinations). Yang dimaksud dengan individu bisa

berupa orang, kendaraan, barang, informasi dsb. Yang dimaksud dengan tempat (lokasi) bisa berupa desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dsb. Model

entropi interaksi spasial secara matematis dapat dirumuskan sebagai

memaksimumkan fungsi entropi:

Max S(Eij) =!

!

,Eij

ji

N

Π .................................................. (1)

Eij

Page 54: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

38

dengan fungsi-fungsi kendala:

(a). ij

ijj

ij OFE == ∑∑ ....................................................... (2)

(b). ii

iji

ij DFE == ∑∑ .............................................. (3)

(c). TFdEd ij

i jijij

i jij == ∑∑∑∑ ........................................... (4)

Keterangan :

Fij : banyak individu yang melakukan mobilitas spasial antara tempat asal ke-i dengan tempat tujuan ke-j.

Eij : nilai harapan (expected value) banyaknya individu yang melakukan mobilitas spasial antara tempat asal ke-i dengan tempat tujuan ke-j

dij : jarak tempuh (rataan biaya mobilitas spasial per individu) antara tempat asal ke-i dengan tempat tujuan ke-j

Oi : banyaknya individu yang melakukan mobilitas spasial berasal dan tempat asal ke-i.

Di : banyaknya individu yang melakukan mobilitas spasial menuju ke tempat tujuan ke-j

T : total jarak tempuh yang dilakukan (total biaya mobilitas spasial yang dikeluarkan) oleh keseluruhan N buah individu.

N : keseluruhan individu yang melakukan mobilitas spasial

S(Eij) : nilai entropi dan mobilitas spasial yang diharapkan dilakukan oleh keseluruhan N buah individu antar berbagai altematif tempat asal i (1=1,2, ..., i) dengan berbagai alternative tempat tujuan j (j=1,2, ., j)

Untuk memudahkan perhitungan maka pemaksimuman fungsi entropi pada

Persamaan (1) adalah ekivalen dengan pemaksimuman nilai Ioganitma dari

fungsi entropi tersebut. Dan dengan menggunakan aproksimasi Stirling maka

dapat ditulis:

( )[ ] ( ) ( )∑ ∑∏

−−=⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

=i j

ijijij

j,iij

ij EElnE!NlnE

!NlnESln...... (5)

Dengan demikian yang dimaksud dengan Model Entropi Interaksi Spasial adalah

pemaksimuman fungsi logaritma entropi pada Persarnaan (5) dengan

memperhatikan kendala-kendala pada Persamaan (2) sampai dengan

Persamaan (4). Secara umum Model Entropi Interaksi Spasial dikategorikan

kedalam 4 jenis, yaitu:

Page 55: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

39

1) Model Entropi Interaksi Spasial Tanpa Kendala (Unconstrained Entropy

Model), yakni pemaksimuman fungsi logaritma entropi pada persamaan (5)

dengan hanya memperhatikan fungsi kendala (c) pada persamaan (4).

2) Model Entropi Interaksi Spasial dengan Kendala Produksi (Production-

Constrained Entropy Model), yakni pemaksimuman fungsi logaritma entropi

pada persamaan (5) dengan hanya memperhatikan fungsi kendala (a) pada

persamaan (2) dan fungsi kendala (c) pada persamaan (4).

3) Model Entropi Interaksi Spasial dengan Kendala Tarikan (Attraction-

Constrained Entropy Model), yakni pemaksimuman fungsi logaritma entropi

pada persamaan (5) dengan hanya memperhatikan fungsi kendala (b) pada

persamaan (3) dan fungsi kendala (c) pada persamaan (4).

4) Model Entropi Interaksi Spasial dengan Kendala Ganda (Doubly Constrained

Entropy Model). yakni pemaksimuman fungsi logaritma entropi pada

persamaan (5) dengan memperhatikan fungsi kendala (a) pada persamaan

(2), fungsi kendala (b) pada persamaan (3) dan fungsi kendala (c) pada

persamaan (4).

Berpijak pada model-model interaksi spasial tersebut di atas, Edward Ullman

(1995) yang diacu Rustiadi et al. (2004), menyatakan bahwa terdapat tiga hal

yang mendasari adanya interaksi , yaitu (1) Hubungan komplemeter antara dua

tempat (hubungan supply-demand) yang saling melengkapi antara dua tempat;

(2) adanya penghalang kesempatan (intervieving opporttunities), yang

menyebabkan adanya interaksi antara dua tempat yang komplementer sehingga

diperlukan sumber alternatif supply dari tempat lain; dan (3) Adanya biaya

pergerakan (transferability cost) yang berlebihan dapat mengurangi interaksi

meskipun hubungan antara dua tempat bersifat komplementer dan tidak ada

penghalang, hal ini menyiratkan lebih dari sekedar jarak. Transferability merujuk

kepada biaya transportase yang karakteristik setiap produknya berbeda.

g. Teori Resource Endowment Teori resource endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa

pengembangan ekonomi wilayah bergantung pada sumberdaya alam yang

dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya

itu (Perloff and Wingo 1961). Dalam jangka pendek, sumberdaya yang dimiliki

Page 56: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

40

suatu wilayah merupakan suatu aset untuk memproduksi barang dan jasa

yang dibutuhkan. Nilai dari suatu sumberdaya merupakan nilai turunan dan

permintaan terhadapnya merupakan permintaan turunan. Suatu sumberdaya

menjadi berharga jika dapat dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk produksi.

Tingkat dan distribusi pendapatan, pola perdagangan, dan struktur produksi

merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat permintaan (permintaan

menengah dan permintaan akhir) terhadap sumberdaya wilayah. Variabel-

variabel itu dapat mengubah keuntungan relatif wilayah dalam memberikan

masukan yang dibutuhkan perekonomian regional dan nasional. Teori resource

endowment secara implisit mengasumsikan bahwa dalam perkembangannya,

sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa yang berbeda bila terjadi perubahan permintaan (Tamenggung

1997). Selain itu Ghalib (2005) juga menyatakan bahwa Perubahan wilayah

kepada kondisi yang lebih makmur tergantung kepada usaha-usaha di wilayah

tersebut, dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa, serta usaha-usaha

pembangunan yang diperlukan.

h.Teori Export Base

Teori export base atau teori economic base, pertama kal i

dikembangkan oleh North (1955). Menurut North, pertumbuhan wilayah jangka

panjang bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama dalam

pertumbuhan wilayah adalah permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang

dihasilkan dan diekspor oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi

penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan

komoditas ekspor. Dengan kata lain, permintaan komoditas ekspor akan

membentuk keterkaitan ekonomi, baik ke belakang (kegiatan produksi) maupun

ke depan (sektor pelayanan).

Suatu wilayah memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan

keuntungan dalam memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumberdaya

yang unik untuk memproduksi barang dan jasa, mempunyai lokasi pemasaran

yang unik, dan mempunyai beberapa tipe keuntungan transportasi. Dalam

perkembangannya, perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan

pendukung yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sektor

ekspor di wilayah itu. Penekanan teori ini ialah pentingnya keterbukaan

wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan

untuk kelanjutan pembangunan wilayah.

Page 57: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

41

Teori export base mengandung daya tarik intui t i f dan kesederhanaan,

seperti halnya dianggap sebagai dasar teori, berdasarkan konsep beberapa

sektor ekonomi lokal mengantarkan kekuatan ekonomi eksternal ke dalam

wilayah untuk menstimulasikan perubahan secara cepat. Perubahan

pendapatan wilayah bergantung pada perubahan permintaan ekspor. Ekspor

meningkat jika permintaan bergeser ke kanan atau terjadi peningkatan posisi

menguntungkan dalam wilayah, sedangkan ekspor menurun pada saat

permintaan bergeser ke kiri atau kehilangan posisi menguntungkan. Sasaran

pertama teori export base sebagai teori umum pembangunan ekonomi wilayah

adalah sebagai teori economic base yang lebih tepat diperuntukkan bagi

wilayah-wilayah yang kecil dengan ekonomi sederhana dan untuk penelitian

jangka pendek tentang pengembangan ekonomi wilayah. Dalam kasus yang

lebih besar, semakin kompleks perekonomian dan semakin panjang analisis

pertumbuhan wilayahnya, variabel-variabel lain dapat berperan penting seperti

ekspor. Sasaran kedua, teori economic base gagal menjelaskan bagaimana

pengembangan wilayah dapat terjadi walaupun terjadi penurunan ekspor,

sedangkan di lain pihak sektor nonekspor lainnya dapat tumbuh untuk

mengimbangi penurunan itu (Tibout, 1956; Richardson, 1973 yang diacu

Tamenggung 1997).

Menurut Bendavid (1991), bahwa fondasi analisis ekonomi dasar adalah

teori ekonomi dasar. Jantung atau Inti dari teori ekonomi dasar merupakan

masalah pertumbuhan ekonomi wilayah yang pada akhirnya tergantung pada

permintaan keluar tehadap produknya, Dan berbicara tentang economi dasar

berarti berbicara tentang ”industri export yang menjadi ekonomi dasar atau

sektor basis wilayah”. Apakah suatu daerah tumbuh atau merosot dan apa

nilainya ditentukan oleh bagaimana memainkan wilayahnya sebagai suatu

eksportir kepada dunia lainnya, dalam wujud barang-barang dan jasa-jasa,

termasuk tenaga kerja, yang mengalir keluar daerah ke para pembeli, atau

dalam wujud pembelian di dalam daerah oleh para pembeli yang biasanya

berada atau bertempat tinggal di tempat lain. Jika permintaan terhadap ekspor

wilayah meningkat, maka ada ekspansi sektor basis, yang pada gilirannya,

menghasilkan suatu aktivitas pendukung bagi ekspansi sektor non basis.

Merujuk pada pendapat Bendavid diatas, Ghalib (2005) menyatakan bahwa

ditinjau dari segi akademis aktivitas ekonomi wilayah dapat dibedakan atas dua

jenis sektor aktivitas, yakni sektor aktivitas basis (basic sector) dan sektor

Page 58: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

42

aktivitas bukan basis (non-basic sector). Aktivitas basis merupakan kegiatan

yang mengeksport barang-barang dan pelayanan ke luar wilayah ekonominya

atau memasarkan barang-barang dan pelayanan untuk keperluan penduduk

yang tinggal di wilayah ekonomi sendiri. Sedangkan aktivitas bukan basis tidak

mengeksport barang atau pelayanan ke luar wilayah.

Ghalib (2005) menegaskan pula bahwa meningkatnya jumlah aktivitas

ekonomi basis disuatu wilayah akan membentuk arus pendapatan ke wilayah

tersebut. Dengan meningkatnya arus pendapatan tersebut akan meningkat pula

permintaan akan barang-barang dan jasa-jasa di wilayah tersebut yang

dihasilkan oleh sektor bukan basis. Sebaliknya menurunya aktivitas sektor basis

di suatu wilayah akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir

ke wilayah tersebut, dan akan mengurangi permintaan akan sektor bukan basis.

Oleh karena itu aktivitas sektor basis sewajarnya berperan sebagai penggerak

utama bagi setiap perubahan dan berpengaruh ganda (multiplier) terhadap

wilayah tersebut. Sektor basis akan memperluas kesempatan kerja, baik di

sektor basis sendiri maupun sektor bukan basis sebagai pengaruh aktivitasnya.

Seberapa besar perluasan kesempatan kerja yang diciptakan dapat dihitung

sebagai angka pengganda pemanfaatan tenaga kerja seperti formula berikut :

Total tenaga kerja Pengganda basis = ------------------------------------- (1) Tenaga kerja sektor basis

Total tenaga kerja = Tenaga kerja sektor basis x Pengganda basis

Apabila memiliki data sektor basis dan prospeknya dimasa yang akan

datang, serta angka pengganda pemanfaatan tenaga kerja perekonomian di

wilayah tersebut dapat diperkirakan jumlah tenaga kerja yang akan diserap di

masa yang akan datang maka perlu dilakukan modifikasi formula (1) sebagai

berikut :

Perubahan pada total tenaga kerja Pengganda basis = -------------------------------------------------------- (2) Perubahan pada tenaga kerja sektor basis Menurut Glasson (1990), yang diacu Ghalib (2005) bahwa teori basis

tersebut memiliki kelemahan terutama adanya kesulitan dalam menilai sektor

basis dan bukan basis di lapangan, misalnya kasus sebuah produk industri

(tambang) yang dijual terlebih dahulu kepada perusahaan dalam wilayah,

kemudian sebagian menyalurkannya ke pabrik-pabrik didalam wilayah dan

sebagian lain mengekspor ke luar wilayah. Hasil perhitungan angka pengganda

Page 59: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

43

industri pertambangan jelas menjadi bukan sektor basis, yang basis adalah

sektor perdagangan. Kelemahan ini kemudian dapat di atasi dengan analisis

Location Quotient (LQ).

i. Teori keunggulan komparatif dan kompetitif. Teori keunggulan komparatif dan kompetitif tidak dapat terlepas dari teori

resouces endowment dan exsport base atau economic base yang telah

diuraikan di atas, karena teori keunggulan komparatif dan kompettif,

menyatakan konsentrasi sektor atau komoditi pada suatu wilayah (memiliki

keunggulan komparatif), dimana nilai strategis dari sektor atau komoditi tersebut

menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan wilayah, dalam arti

bahwa sektor tersebut memberikan keuntungan ganda dalam menciptakan

barang dan jasa sebagai sektor basis yang memiliki daya saing dengan

pergeseran pertumbuhan yang cepat (memiliki keunggulan kompetitif).

Sehubungan dengan itu menurut Samuelson (1955) yang diacu Setiawan

(2006), bahwa setiap wilayah perlu mengetahui sektor atau komoditi apa yang

memiliki potensi besar (comparative advantage) dan dapat dikembangkan

dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki

keunggulan kompetitif (Competitif advantage) untuk dikembangkan, artinya

dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai

tambah (value added) yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif

singkat dan sumbangan untuk perekonomian wilayah menjadi cukup besar.

Produk tersebut bisa menjamin pasar untuk dieksport keluar daerah atau

keluar negeri dan selanjutnya bisa mendorong sektor lain untuk turut

berkembang sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat

bertumbuh karena ada saling keterkaitan antar sektor yang memberikan

multiplier effect.

Menurut Rustiadi at al. (2004) bahwa untuk mengetahui potensi aktivitas

ekonomi yang merupakan basis atau bukan basis dan atau sektor/komoditi

mana yang terkonsentrasi atau tersebar dapat digunakan metode Location

Quotient (LQ). Hal tersebut sejalan dengan Bendavid (1991) bahwa Location

Quotient (LQ) adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif)

suatu sektor atau sub sektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pengertian relatif

disini diartikan sebagai tingkat perbandingan suatu wilayah dengan wilayah

yang lebih luas (wilayah referensinya), dimana wilayah yang diamati merupakan

bagian dari wilayah yang lebih luas. Lebih lanjut dikatakan bahwa LQ dapat

Page 60: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

44

dinyatakan dalam beragam ukuran, namun yang sering digunakan adalah

ukuran kesempatan kerja (employment) sektor atau sub sektor dan ukuran nilai

tambah produk (value added).

Selain itu menurut Blakely (1994), yang diacu Saefulhakim (2003),

manyatakan bahwa LQ merupakan suatu teknis analisis yang digunakan untuk

melengkapi analisis lain yaitu Shift Share Analisis (SSA). Namun secara umum,

metode analisis ini digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu

wilayah yakni mengetahui kapasitas eksport suatu wilayah serta tingkat

kecukupan barang/jasa dari produk lokal suatu wilayah. Secara opersional, LQ

didefinisikan sebagai ratio presentase dari total aktivitas dari sub wilayah ke-i

terhadap prosentase aktivitas terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang

digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam,

(2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan

produk yang sama.

Selanjutnya untuk mengukur aktivitas ekonomi suatu wilayah apakah

mengalami pergeseran struktur aktivitas yang cepat atau lamban dan atau

memiliki kemampuan berkompetisi yang memberikan gambaran kinerja aktivitas

ekonomi suatu wilayah, dapat digunakan Shift share analysis (Rustiadi et al.

2004).

Shift share analysis (SSA) merupakan salah satu dari sekian banyak teknik

analisis untuk memahami pergerseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu,

dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas)

dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis Shift

share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktifitas

tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam

cakupan wilayah lebih luas.

Hasil analisis shift share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktivitas

di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam

wilayah total. Analisis Shift share mampu memberikan gambaran sebab-sebab

terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang

dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebab yang berasal dari dinamika

lokal (sub wilayah), sebab dari dinamika aktivitas/sektor (total wilayah) dan

sebab dari dinamika wilayah secara umum.

Dari hasil analisis shift share akan diperoleh gambaran kinerja aktivitas

suatu wilayah. Gambaran kinerja tersebut akan dapat dijelaskan dari tiga

Page 61: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

45

komponen hasil analisis, yaitu (a) Komponen laju pertumbuhan total (komponen

share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik

waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah; (b) Komponen pergeseran

proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan

pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan

pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika

sektor/aktivitas total dalam wilayah; dan (c) Komponen pergeseran diferensial

(Komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat

kompitisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan

pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini

menggambarkan dinamika keunggulan dan ketidak unggulan suatu

sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub

wilayah lain.

j. Teori Multiplier effect (Dampak pengganda). Pengganda (multiplier) adalah pengukuran suatu respon atau merupakan

dampak dari stimulus ekonomi. Pengganda juga didefinisikan sebagai koefisien yang

menyatakan kelipatan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu

sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor di suatu daerah

(Miller and Blair, 1985, Rustiadi et al. 2004). Stimulus ekonomi yang dimaksud dapat

berupa output, pendapatan dan atau kesempatan kerja, dimana masing-masing

pengganda tersebut dikategori atas dua tipe yaitu Tipe I dan Tipe II. Masing-masing

pengganda dapat diuraikan sebagai berikut::

(1) Pengganda Output (output multiplier ). Untuk Pengganda output tipe I bertujuan

untuk mengestimasi berapa besar pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu

sektor didalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan tipe II bertujuan untuk

mengestimasi berapa besar pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor

didalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor lain, baik secara

langsung, tidak langsung maupun induksi (dampak dari peningkatan pendapatan

rumah tangga terhadap perubahan-perubahan konsumsi rumah tangga).

(2) Pengganda pendapatan (income multiplier). Untuk pengganda pendapatan tipe I

menyatakan besarnya peningkatan pendapatan pada sektor perekonomian

sebagai dampak dari meningkatnya permintaan akhir output suatu sektor

sebesar satu unit. Apabila permintaan terhadap output sektor tertentu

meningkat sebesar satu Dollar atau Rupiah, maka akan meningkatkan

Page 62: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

46

pendapatan rumah tangga yang bekerja pada seluruh sektor perekonomian

sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Sedangkan

untuk pengganda pendapatan tipe II selain menghitung pengaruh langsung dan

tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi (induce effects).

(3) Pengganda tenaga kerja (employment multiplier). Untuk pengganda tenaga

kerja tipe I menunjukkan kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut

dan sektor lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor

sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. Sedangkan

pengganda tenaga kerja tipe II, dapat memperhitungkan pula pengaruh induksi

(induce effects).

(4) Pengganda Pajak (Tax multiplier) yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir

terhadap peningkatan pajak tak langsung netto.

(5) Pengganda PDRB (Total value edded) multiplier ) adalah dampak meningkatnya

permintaan akhir sesuatu sektor terhadap peningkatan PDRB.

(6) Pengganda penggunaan tanah (Land use multiplier) dampak meningkatnya

permintaan akhir sesuatu sektor terhadap perluasan tanah.

Menurut Kuncoro (2003), Perilaku perusahan-perusahan dalam suatu

Agroindustri tidak pernah lepas dari struktur industri dan pasar yang dihadapi oleh

masing-masing perusahaan. Prilaku yang ditempu oleh perusahaan, yang

didasarkan pada struktur industri yang ada, akan berpengaruh terhadap kinerja

perusahan dan industri yang bersangkutan. Untuk menganalisis prilaku sub sektor

industri, digunakan alat analisis ”efek multiplier ” type I dan II untuk output,

pendapatan dan tenaga kerja dari tiap-tiap sektor agroindustri. Untuk menghitung

ratio multiplier type I dan II, Kuncoro membangun formula sebagai berikut :

direct+indirect effect Ratio type I = ------------------------------ initial effect direct, indirect and induced effect Rati type II = ---------------------------------------------- Initial effect

Lebih lanjut dikatakan bahwa efek total multiplier pada dasarnya

merupakan penjumlahan dari empat macam elemen efek yang saling berkaitan,

yaitu efek peningkatan output sektor yang bersangkutan (initial effect), efek

pembelian langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan

efek peningkatan konsumsi (consumption induced). Initial effect merupakan

besarnya perubahan output pada sektor yang bersangkutan akibat adanya

Page 63: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

47

perubahan permintaan akhir di sektor itu sendiri. Efek pembelian langsung

(direct effect) adalah besarnya nilai transaksi yang akan terjadi secara langsung

antar industri jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu mata uang.

Efek tidak langsung (indirect effect) merupakan dampak peningkatan pembelian

dari suatu sektor kepada sektor lain dalam perekonomian akibat terjadi

peningkatan permintaan akhir dalam sektor yang bersangkutan. Efek

pendapatan rumah tangga adalah (induced effect) adalah efek peningkatan

pembelian input sector yang bersangkutan terhadap sector rumah tangga, yang

diwujudkan dalam peningkatan permintaan tenaga kerja,pada gilirannya

berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga.

Berdasarkan hasil perhitungan multiplier output terhadap Agroindustri

Indonesia Tahun 1980,1985 dan 1990, menunjukkan adanya kecenderungan

positif, yakni semakin meningkatnya keterkaitan antar sektor dalam

agroindustri. Peningkatan keterkaitan yang diiringi dengan peningkatan nilai

multiplier effect akan berakibat pada peningkatan kinerja sektor-sektor ekonomi

dalam perekonomian secara simultan. Peningkatan volume produksi suatu

sektor akibat peningkatan permintaan pasar akan berdampak posotif dan luas

terhadap sektor ekonomi lain. Gejala yang muncul adalah bahwa sektor-sektor

yang memiliki nilai multiplier output tinggi umumnya adalah industri pengolahan

output yang menghasilkan produk pertanian primer dan atau dengan kata lain

multiplier output terkecil adalah sektor pertanian penghasil output primer.

Selain itu dampak yang ditimbulkan dari hasil perhitungan multiplier income

dan employment menunjukkan kecenderungan yang sama, walaupun terdapat

perbedaan kecil dalam nilai nominal total effect dan initial effect. Apabila suatu

sektor memiliki multiplier tenaga kerja tinggi, maka berarti peningkatan

permintaan akhir pada sektor tersebut akan menyebabkan peningkatan

permintaan terhadap tenaga kerja dalam jumlah yang relative lebih besar.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada akhirnya akan meningkatkan

permintaan terhadap tenaga kerja dan dampak yang terjadi kemudian adalah

peningkatan nilai upah nominal dan peningkatan jumlah pekerja. Pada tahap

selanjutnya efek tersebut berakibat pada peningkatan pendapatan rumah

tangga. Sektor rumah tangga akan mengalami peningkatan pendapatan sejalan

dengan peningkatan upah dan kesempatan kerja yang terbuka di sektor

produktif.

Page 64: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

48

k.Teori Kemiskinan dan Indeks kemiskinan manusia Secara hakiki, kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

tingkat pendapatan seseorang menyebabkan dirinya tidak dapat mengikuti tata

nilai dan norma – norma yang berlaku di masyarakat. Sesuatu tingkat

kemiskinan tertentu menyebabkan sekelompok masyarakat tidak

berkesempatan pergi ke mesjid atau gereja karena harus berjuang mengejar

”sesuap nasi”. Jika suatu kelompok masyarakat juga tidak mempunyai

kemampan membeli pakaian yang layak bagaimana anggota masyarakat yang

memiliki tata nilai kesopanan dalam berpakaian , maka kelompok tersebut

dikatakan miskin (Rustiadi et al. 2004).

Lebih lanjut dikatakan bahwa berbagai upaya menetapkan tolok ukur

kemiskinan telah bayak dilakukan oleh banyak pakar. Beberapa tolok ukur yang

telah banyak dikenal selama ini adalah :

(1) Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi (Good service ratio.=GSR).

Konsep ini bertolak dari fakta yang menunjukkan bahwa semakin tinggi

kesejahteraan seseorang semakin besar prosentase pendapatan (income)

yang digunakan untuk konsumsi jasa. Dengan demikian semakin kecil nilai

rasio barang dan jasa yang dikonsumsi, makin tinggi kesejahteraan

seseorang. Tetapi konsep ini memiliki kelemahan selama tidak ada

kejelasan perbedaan antara barang dan jasa. Dilain pihak sering

diperhadapkan dengan ketidak jelasan dalam membedakan antara

konsumsi dengan biaya.

(2) Persentase/rasio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan.

Sebagai kebutuhan pokok yang paling hakiki, konsumsi terhadap makanan

akan selalu menjadi prioritas utama dalam pola konsumsi manusia. Konsep

ini bertolak dari pemikiran bahwa seseorang akan terlebih dahulu

memenuhi kebutuhan konsumsi makanannya sebelum mengkonsumsi

komoditi-komoditi lainnya. Seseoarang akan mengkonsumsi komoditi

lainnya setelah terlebih dahulu memenuhi konsumsi makanannya. Semakin

tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi kesempatan mengkonsumsi

komoditi selain makanan. Dengan demikian berdasarkan tolok ukur ini

semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total

pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya.

Page 65: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

49

(3) Pendapatan setara harga beras. Profesor Sayogyo dari IPB telah membuat

ambang batas kemiskinan berdasarkan harga setara beras. Dengan

didasarkan pada kebutuhan kalori sebesar 120 kkal/kapita/tahun,

ditentukan ambang kemiskinan di desa dan di kota masing-masing jika

pendapatannya kurang dari 240 kg/kapita/tahun. Dengan adanya

perkembangan, aspirasi masyarakat telah meningkat, sehingga ukuran

relatif dari ambang kemiskinan tersebut menurut Profesor Teken perlu

ditingkatkan menjadi 360 kg/kapita/tahun untuk perkotaan. Namun konsep

ini juga mempunyai beberapa kelemahan karena (a) tidak semua

masyarakat dan golongan masyarakat di Indonesia memilih beras sebagai

makanan pokoknya, (b) terjadinya diferensiasi harga yang terlalu besar

terutama di perdesaan dan (c) harga komoditi beras yang ada tergantung

pada harga komoditi yang disubsidi atau kredit dari pemerintah (pupuk,

pestisida dan sebagainya).

(4) Kebutuhan pokok. Pengukuran kesejahteraan berdasarkan kebutuhan

sembilan bahan pokok ini dikembangkan oleh Direktorat Jendral Tata

Guna Tanah atas prakarsa Prof.I. Made Sandy, dengan menetapkan

kebutuhan baku minimal, kemudian kebutuhan bahan baku minimal

tersebut dikalikan dengan harga dan ditotalkan sembilan kebutuhan pokok

tersebut. Tingkat pengeluaran tiap keluarga dihitung dalam rupiah,

kemudian baru disusun suatu kriteria perbandingan antara total pendapatan

dengan indeks kebutuhan sembilan bahan pokok. Hasil yang diperoleh

kurang dari 75 % tergolong sangat miskin, 75-100 persen hampir sangat

miskin, 100-125 miskin dan lebih dari 125 % tidak miskin. Konsep inipun

memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah (a) kesulitan dalam

menentukan satuan fisik kebutuhan minimal karena kebutuhan tiap wilayah

beragam, (b) sebagian dari sembilan bahan pokok tersebut disubsidi

pemerintah dan sebagian lainnya tidak sehingga kurang homogen.

Disamping itu penggunaan istilah miskin dan tidak miskin selama ini sering

meresahkan beberapa kalangan akibat penggolongan daerah miskin,

sangat miskin dan seterusnya dalam kehidupan sehari-hari seringkali

berkonotasi merendahkan.

Pada prinsipnya ketiga kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut

(a) semakin besar persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk memenuhi

kebutuhan akan barang-barang dibandingkan terhadap jasa maka seseorang

Page 66: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

50

dikategori semakin miskin. (b) Semakin besar persentase pendapatan yang

dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan dari pada non

pangan maka seseorang dikategorikan semakin miskin, dan (c) Semakin besar

kemampuan seseorang untuk memenuhi sembilan bahan pokok maka

seseorang dikategori semakin kaya.

Mencermati beberapa indikator kemiskinan dari para pakar yang di ulas di

atas, pada prinsipnya ukuran kemiskinan atau angka kemiskinan yang

diperoleh, menggunakan pendekatan pendapatan. Ukuran kemiskinan dengan

pendekatan pendapatan (angka kemiskinan) yang mengukur proporsi

penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, yakni ukuran yang

menggunakan derivasi pada standar kehidupan yang dicapai, nampaknya

mempunyai sudut pandang yang berbeda menurut ukuran Indeks Kemiskinan

Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan United

Nation Development Programme (UNDP) dalam Laporan Pembangunan

Manusia (Human development report=HDR), namun kedua ukuran tersebut

(IKM dan Angka kemiskinan) akan memberikan gambaran yang menarik jika

digabungkan (HDR, 2004).

Indeks pembangunan manusia dapat dihitung dengan menggunakan

indikator deprivasi yang paling mendasar yaitu berumur pendek, ketidak

tersediaan pendidikan dasar serta ketidak tersediaan akses terhadap

pelayanan dasar (sumber daya publik dan sumber daya privat). Masing-masing

indikator diwakili oleh persentase penduduk yang diperkirakan tidak mencapai

usia 40 tahun, persentase penduduk dewasa yang buta huruf, persentase

penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air

bersih dan persentase anak berumur lima tahun ke bawah dengan berat badan

rendah. Ukuran indikator IKM tersebut dapat diformulasikan dalam rumus

sebagai berikut :

IKM = [1/3 (P13 + P23 + P33 (1/3 (P31 +P32+P33)]1/3

Dimana : IKM = Indeks Kemiskinan manusia,

P1 = Persentase penduduk wilayah ke-i yang tidak mencapai usia 40 tahun.

P2 = Angka buta huruf penduduk umur dewasa (15 tahun ke atas)

P3 = Keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar.

P31 = Persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih (Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air

Page 67: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

51

PAM, air pompa atau air sumur yang letaknya lebih dari 10 meter dari septik –tank)

P32 = Persentase penduduk yang tidak memiliki akses sarana kesehatan (prosentase penduduk yang tinggal di tempat yang jaraknya 5 km atau lebih dari sarana kesehatan)

P33 = Persentase anak berumur kurang dari lima tahun (Balita) dengan status gizi kurang ( prosentase balita yang tergolong dalam golongan status gizi rendah dan menengah).

Untuk mengatasi kesenjangan kemiskinan, Kuncoro (2003) menyimpulkan

beberapa alternatif solusi dari beberapa pakar ekonomi berdasarkan

pengalaman di negara-negara Asia yang menunjukkan adanya berbagai model

mobilasai perekonomian perdesaan untuk memerangi kemiskinan, yaitu

Pertama mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang masih belum

didayagunakan dalam rumah tangga petani gurem agar terjadi pembentukan

modal di perdesaan (Nurkse, 1951); Kedua menitik beratkan pada transfer

sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954,

Fei dan Ranis, 1964); Ketiga menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam

sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan kemungkinan

sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin (Schultz,1963; Mellor, 1976).

l. Teori Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut PBB adalah nilai yang

menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan

hidup, dan faktor-faktor lainnya pada negara-negara di seluruh dunia. Indeks ini

dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, dan

telah digunakan sejak tahun 1993 oleh UNDP pada laporan tahunannya

(http://id.wikipedia.org/wiki/PBB).

Nilai IPM menunjukkan pencapaian rata-rata pada sebuah negara dalam tiga

dimensi dasar pembangunan manusia, yakni:

Usia yang panjang dan sehat, yang diukur dengan angka harapan hidup

Pendidikan, yang diukur dengan dengan tingkat baca tulis dengan

pembobotan dua per tiga; serta angka partisipasi kasar dengan pembobotan

satu per tiga

Standar hidup yang layak, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB)

per kapita pada paritas daya beli dalam mata uang Dollar AS.

Dalam laporan pembangunan manusia yang di publikasi United Nations

Development Programme (UNDP) Tahun 1990, menyatakan bahwa

Page 68: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

52

pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan

yang dimiliki manusia. Diantara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting

adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk

mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup

secara layak. Diantara pilihan lain yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan

politik, jaminan atas hak asasi dan harga diri. Hal ini berarti konsep

pembangunan manusia mempunyai cakupan yang lebih luas dari teori

konvensional pembangunan ekonomi.

Model pembangunan ekonomi konvensional lebih menekankan pada

peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) dari pada memperbaiki kualitas hidup

manusia. Pembangunan sumber daya manusia cenderung untuk memperlakukan

manusia sebagai input proses produksi, yakni sebagai alat, bukannya sebagai

tujuan akhir. Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai penerima dan

bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Adapun

pendekatan ”kebutuhan dasar” terfokus pada penyediaan barang-barang dan

jasa-jasa untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas pilihan

yang dimiliki manusia di segala bidang. Sedangkan pendekatan pembangunan

manusia menggabungkan aspek produksi dan distribusi komoditas, serta

peningkatan pemanfaatan kemampuan manusia. Pembangunan manusia melihat

secara bersamaan semua isu dalam masyarakat, yakni pertumbuhan ekonomi,

perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural dari

sudut pandang manusia. Dengan demikian pembangunan manusia tidak hanya

memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif

dari semua sektor.

Pembangunan manusia mempunyai empat elemen utama (HDR, 1995 yang

diacu HDR 2004), yakni :

Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka

dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan

pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu

jenis pembangunan manusia.

Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang

adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus

agar masyarakat dapat berpartisipasi didalam dan memperoleh manfaat dari

kesempatan-kesempatan ini.

Page 69: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

53

Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan

tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang.

Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup harus dilengkapi.

Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan

hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam

mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan

mereka.

Indeks pembangunan manusia merupakan angka agregat yang dapat

diartikan sebagai jarak yang harus ditempu ” shortfall ” suatu wilayah untuk

mencapai nilai maksimum 100. Bagi suatu wilayah angka IPM yang diperoleh

menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah tersebut dan

merupakan tantangan yang harus dihadapi, dan upaya apa yang harus dilakukan

untuk mengurangi jarak yang harus ditempu. Dengan demikian IPM mengukur

pencapaian keseluruhan dari suatu negara atau wilayah dalam tiga dimensi

dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, yang diukur dari harapan

hidup sejak lahir, pengetahuan / tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi

antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga)

dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot satu per tiga) dan suatu standar hidup

yang layak, diukur dengan pengeluaran perkapita dalam Dollar atau Rupiah.

Ukuran IPM tersebut dapat diformulasikan dalam Rumus sebagai berikut :

IPM = 1/3 (indeks X1 + Indeks X2 + Indeks X3)

Dimana : X1 = lama hidup (angka harapan hidup),

X2 = Tingkat pendidikan (angka melek huruf/rerata lama sekolah)

X3 = Tingkat kehidupan (Pengeluaran per kapita)

Kemudian Indeks X1, Indeks X2 dan Indeks X3 dihitung dengan formula :

Indeks X (i,j) = (X(i,j) – X (i-min)) / (X(i-max) – X(i-min) )

Dimana : X (i,j) = Indikator ke-i dari daerah j (i=1,2,3 j=1,2...n)

X (i-min) = Nilai minimum dari Xi

X(i-max) = Nilai maksimum dari Xi

Mencermati sejumlah kerangka teori yang diulas di atas maka untuk

menganalisis kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah

pembangunan biasanya didekati dengan beberapa metode antara lain: (1)

metode analisis I-O untuk melihat keterkaitan dan kerekaan antar sektor; (2)

Indeks Williamson untuk melihat kesenjangan pertumbuhan PDRB, Pendapatan

perkapita, penyebaran tenaga kerja dan aprosimaksinya; entropy interaksi

Page 70: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

54

spasial untuk melihat kuat lemahnya interaksi spasial antar wilayah

pembangunan; (3) Indeks skalogram untuk melihat perkembangan kemajuan

suatu wilayah melalui penyediaan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial, (4)

berbagai indikator kesejahteraan masyarakat seperti IPM,IKM; (5) Metode

Location quotient (LQ), Shift share analysis (SSA), dan Margin Tataniaga untuk

melihat sektor basis atau komoditi unggulan setiap daerah dengan tingkat

pergeseran dan daya kompetetif yang didukung dengan tingkat kelembagaan

pemasaran yang efisien ( Rustiadi et al. 2004).

2.2. Deskripsi Hasil Penelitian Terdahulu

Salah satu alat analisis ekonomi yang digunakan untuk melihat kesenjangan

pembangunan antar negara atau wilayah adalah Indeks williamson. Indeks

Williamson lazim digunakan untuk melihat Kesenjangan PDRB antar wilayah.

Semakin tinggi indeks williamson maka proses kesenjangan antar daerah

semakin besar. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Budiharsono (1996) untuk

menganalisis Trasformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar Daerah di

Indonesia Tahun 1969 sampai dengan 1987, dengan menggunakan Indeks

Williamson menunjukkan bahwa Indeks williamson di Indonesia pada kurun

waktu 1969 sampai 1987 berkisar antara 0,8864 sampai 0,9199 sedangkan

apabila tanpa minyak, Indeks Williamson berkisar antara 0,340 sampai 0,5240 .

Sedangkan Indeks Williamson untuk KBI berkisar 0,8569 sampai 0,9015 dan

untuk KTI berkisar antara 0,8121 sampai 0,8461.

Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan (PDRB) antar daerah

lebih tinggi untuk seluruh Indonesia dibandingkan dengan di KBI dan KTI.

Demikian juga kesenjangan pandapatan (PDRB) antar daerah di KBI lebih tinggi

dari pada di KTI. Fenomena ini menunjukkan bahwa Pendapatan Daerah (PDRB)

di KTI relatif lebih seragam jika dibandingkan dengan Indonesia maupun KBI,

tetapi pada tingkat pendapatan yang rendah. Relatif tingginya kesenjangan

pendapatan (PDRB) antar daerah di KBI jika dibandingkan dengan di KTI

disebabkan karena beberapa provinsi pertumbuhannya cepat sedangkan provinsi

lainnya pertumbuhannya lambat. Pertumbuhan PDRB KBI yang cepat karena

berkembangnya sektor (primer, sekunder dan tersier) berkembang lebih cepat

dibanding KTI. Begitupula pendapatan perkapita penduduk KTI lebih rendah

dibanding KBI. Kondisi ini kurang mendorong pertumbuhan sektor-sektor riil yang

mendorong pertumbuhan PDRB.

Page 71: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

55

Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Nurzaman (2002) terhadap

perkembangan struktur ekonomi di Indonesia untuk membandingkan dampak

krisis tahun 1997 terhadap kesenjangan sektor di Indonesia 1975-1998 dengan

menggunakan Indeks Williamson (Vw), memperlihatkan bahwa sektor yang

secara relatif merata dan terkonsentrasi di seluruh Indonesia adalah sektor

pertanian. Dimana sub sektor yang mempunyai peranan besar terhadap

meratanya sektor pertanian adalah sub sektor bahan makanan (0,3077) dan

peternakan (0,5598). Akan tetapi hal ini bisa dimengerti karena kedua sub sektor

tersebut merupakan kebutuhan dasar yang sudah mengakar kuat di setiap

wilayah. Sektor Industri hampir mempunyai penyebaran yang sama dengan

sektor ekonomi Indonesia secara keseluruhan, akan tetapi dirinci berdasarkan

industri migas dan migas, terlihat bahwa industri nonmigas lebih merata.

Selain dari dua kasus di atas masih banyak kasus kesenjangan wilayah yang

diduga dengan Indeks Williamson, namun pada umumnya penelitian

kesenjangan pembangunan dengan indeks williamson belum banyak diterapkan

pada struktur wilayah yang terbawa, baru pada tingkat nasional dan provinsi.

Sedangkan kesenjangan pembangunan lebih terasa adalah wilayah-wilayah level

bawah yang membutuhkan keadilan dan derajat hidup yang perlu diperbaiki,

kondisi ini juga berlaku untuk indeks entropy (IE), entropy interaksi spasial, SSA

dan LQ lebih memperlihatkan kondisi makro secara agregat dibanding mikro

ditingkat perdesaan dan kecamatan sebagai wilayah kerja pembangunan masih

sangat kurang untuk mendapat perhatian .

Page 72: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

56

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran. Kesenjangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah memang

merupakan fenomena semua negara di dunia, apakah negara maju maupun

negara berkembang. Sehingga merupakan suatu kewajaran apabila dalam suatu

negara terdapat daerah terbelakang dibanding daerah lainnya karena ada faktor-

faktor yang menyebabkan hal tersebut, antara lain faktor struktur sosial ekonomi

dan distribusi spasial dari sumberdaya bawaan yang mencakup faktor geografi,

sejarah, polotik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial budaya, dan ekonomi

(Budiharsono 1996; Murty 2000; Rustiadi et al. 2003). Namun demikian pada

negara-negara maju kondisi itu bisa dieliminir sekicil mungkin, dengan kebijakan

pemerintah yang optimal dalam proses pembangunan, bila dibandingkan dengan

negara-negara berkembang tingkat kesenjangannya sangat tajam. Proses

pembangunan yang dilakukan pada negara-negara berkembang selama ini

belum banyak mereduksi ketajaman kesenjangan pembangunan antar sektor

dan antar wilayah karena faktor kekakuan sosial ekonomi (sosio-economic

regidities) dan imobilitas faktor (factor immobilities).

Di Indonesia, kebijakan pemerintah dalam proses pembangunan nasional

yang dilaksanakan selama ini ternyata disisi lain telah menimbulkan masalah

pembangunan yang cukup melebar dan kompleks. Proses pembangunan yang

dilakukan dengan pendekatan sektoral secara tersentralisasi dari pemerintah

pusat dalam berbagai kebijakan investasi serta pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya bagi pencapaian sasaran utama pertumbuhan makro ekonomi

yang tinggi, tetapi tanpa diimbangi dengan distribusi secara proporsional, telah

memicu kesenjangan pertumbuhan yang amat melebar antar wilayah/daerah di

Indonesia. Daerah-daerah di pulau Jawa relatif mengalami perkembangan

ekonomi yang lebih baik bila dibandingkan dengan daerah-daerah di luar pulau

Jawa. Kawasan Barat Indonesia (KBI) relatif lebih maju di bandingkan dengan

Kawasan Timur Indonesia (KTI). Daerah kota berkembang lebih cepat dibanding

daerah perdesaan.

Trickle down effect yang diharapkan dari sasaran perencanaan

pembangunan masa lalu ternyata pergerakannya sangat lamban. Di lain sisi

sumberdaya di beberapa daerah semakin terkuras tidak terkendali mengalir ke

pusat, sehingga terjadi apa yang di sebut sebagai backwash effect, sementara

daerah-daerah yang sumberdayanya dianggap terbatas dan terisolasi

Page 73: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

57

dimarjinalkan, distribusi alokasi sumberdaya amat di bawah proporsional.

Akibatnya, wilayah seperti itu tidak mampu membangun struktur wilayah yang

mendorong kemampuan endowment atau sumberdaya domestik wilayah untuk

berkembang, sehingga yang diharapkan bahwa pusat pertumbuhan dengan

daerah belakang (hinterland) dapat berkembang bersama-sama secara

berimbang kurang diwujudkan dalam implementasinya bahkan hanya

merupakan suatu retorika perencanaan.

Sedangkan pembangunan yang sebenarnya, harus menghasilkan otonomi

yang lebih besar bagi masyarakat secara internal maupun eksternal

(Goenarsyah 2004), lebih lanjut menyatakan bahwa kesenjangan pembangunan

antara KBI dan KTI, bukan saja lebih disebabkan karena kesenjangan dalam

redistribusi pendapatan, tetapi kesenjangan yang terjadi adalah bagaimana

membangun struktur/hirarki pertumbuhan wilayah yang mendorong iklim

investasi ke wilayah KTI.

Kesenjangan tersebut apabila tidak dieliminir secara hati-hati dalam

kebijaksanaan proses pembangunan saat ini dan kedepan bisa saja akan

menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks dan dalam konteks makro

sangat merugikan proses pembangunan yang ingin di capai sebagai suatu

bangsa yang utuh. Kenyataan emperik menunjukkan bahwa cukup banyak

wilayah wilayah di KTI yang tergolong sebagai wilayah-wilayah marjinal yang

memerlukan proses pembangunan yang spesifik. Proses pembangunan itu

hanya bisa terjadi jika ada kemauan politik pemerintah pusat dengan

memberikan investasi yang proporsional serta pemberian kesempatan

perdagangan internasional dan mendorong peningkatan investasi swasta

(Budiharsono 1996; Hadi 2001).

Sebagai wilayah marjinal, bukan berarti tidak ada proses pembangunan

sama sekali, akan tetapi pendekatan pembangunan yang sektoral dengan

alokasi sumberdaya yang sangat tidak proporsional tak akan mungkin

membangun suatu struktur wilayah yang simetrik. Berbagai program

pembangunan telah digalakan pemerintah baik yang berbasis kawasan ekonomi

maupun yang berbasis perdesaan. Program pembangunan yang berbasis

kawasan ekonomi seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu

(KAPET), Program Pengembangan Wilayah Strategis/Wilayah Perbatasan,

Program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), Program Pengembangan

Kawasan sentra produksi (KSP) dan sebagainya. Sedangkan program yang

Page 74: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

58

berbasis pada pengembangan desa Tertinggal seperti Inpres Desa Tertinggal

(IDT), Inpres Sekolah Dasar, Inpres Sarana Kesehatan, Program Pembangunan

Prasarana Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

dan lain sebagainya tetapi belum banyak mereduksi kesenjangan pembangunan

antar sektor dan antar wilayah. Hal ini berarti kesenjangan yang terjadi bukan

saja karena alokasi sumber dana yang terbatas, tetapi yang terpenting adalah

bagaimana memanfaatkan alokasi sumber dana terbatas yang ada, dalam suatu

keterpaduan antar sektor dan antar wilayah secara dinamis dalam kerangka

pengembangan wilayah belum mendapat peran sebagaimana mestinya.

Sehubungan dengan diberlakukannya Undang–Undang Nomor 22 Tahun

1999 (sudah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1999

Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang sekarang sudah

diperbaharui pula dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004), secara

langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi luas dalam sistem

perencanaan pembangunan di daerah. Pemerintah daerah sudah diberikan

kewenangan yang lebih besar didalam merencanakan arah pembangunannya.

Pada sisi lain, pemerintah daerah juga ditantang kemandiriannya didalam

memecahkan permasalahan-permasalahan di daerahnya. Otonomi daerah juga

mengisyaratkan semakin pentingnya pendekatan pembangunan berbasis

pengembangan wilayah dibanding pendekatan pembangunan dengan

pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah

memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar

pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah (Rustiadi et al. 2003).

Salah satu aspek pembangunan berbasis wilayah yang harus diperhatikan

adalah aspek “penataan ruang” karena penataan ruang merupakan bagian dari

proses menciptakan keseimbangan antar wilayah sebagai wujud dari

pembangunan yang berkeadilan atau berimbang. Dengan demikian

implementasi otonomi daerah akan kurang efektif, apabila suatu wilayah otonom

kurang memperhatikan aspek penataan ruang sebagai pedoman dalam berbagai

kegiatan pembangunan sektor ekonomi wilayah oleh karena hakekat penataan

ruang adalah bagaimana membangun struktur keterkaitan pembangunan antar

sektor dan antar wilayah yang seimbang dan berkeadilan, mencegah terjadinya

kesenjangan pembangunan yang rawan menimbulkan berbagai konflik dan atau

mengurangi kesenjangan tingkat pertumbuhan antar wilayah.

Page 75: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

59

Menurut Rustiadi et al. (2003) bahwa ruang merupakan bagian dari alam

yang dapat pula menimbulkan suatu pertentangan jika tidak diatur dan

direncanakan dengan baik dalam penggunaan dan pengendaliannya. Oleh

karena itu penyusunan suatu perencanaan “tata ruang” wilayah yang lebih

komprehensif dan akomodatif terhadap semua kepentingan yang berspektif

efisien, adil dan keberlanjutan, akan menjadi landasan dalam membangun

keterpaduan antar sektor dan antar spasial yang lebih optimal. Oleh karenanya

penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupten yang lebih komprehensif dan

akomodatif, berdasarkan paradigma otonomi yang melibatkan semua pihak

sebagai pelaku pembangunan di daerah sudah seharusnya menjadi kebutuhan

yang tak pelu ditunggu lagi.

Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis

antar sektor-sektor pembangunan, sehingga setiap program pembangunan di

dalam kelembagaan sektoral hendaknya dilakukan dalam kerangka

pembangunan wilayah. Keterpaduan tersebut tidak hanya mencakup hubungan

antar lembaga pemerintah tetapi juga antar pelaku-pelaku ekonomi secara luas

dengan latar sektor yang berbeda. Dimana pada perencanaan pembangunan

masa lalu hal ini kurang mendapat tempat, sehingga ego sektor lebih dominan

ketimbang keterkaitan sektor sehingga kesenjangan antar sektor semakin

melebar dan berimplikasi pada struktur ekonomi wilayah yang rapuh. Sedangkan

menurut Rustiadi et al. (2004) bahwa wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh

adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer

input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis.

Demikianpula keterpaduan spasial membutuhkan adanya interaksi spasial

yang optimal antar berbagai wilayah pembangunan baik intra maupun inter

wilayah dengan maksud terjadi struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis.

Keterpaduan spasial ini dibutuhkan karena didasari pada suatu kenyataan

bahwa sumberdaya alam serta aktivitas sosial ekonomi di suatu wilayah tak akan

mungkin tersebar secara merata dan seragam, sehingga diperlukan adanya

mekanisme interaksi didalam dan keluar wilayah secara optimal. Di lain sisi

keterpaduan spasial juga diperlukan agar pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi

yang sudah diruangkan dapat dimanfaatkan secara berimbang dalam menjawab

tantangan kesejahteraan masyarakat terhadap sarana dan prasarana yang

dibutuhkan. Penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang optimal antar

Page 76: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

60

wilayah akan mendorong intensitas interaksi spasial yang optimal dan saling

memperkuat.

Disadari bahwa dalam suatu proses perencanaan, keterbatasan

sumberdaya selalu menjadi constraint, maka pemahaman bersama dalam

menentukan skala prioritas pembangunan amat diperlukan. Dari sudut dimensi

sektor pembangunan, suatu skala perioritas didasarkan pada pemahaman

bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang

berbeda terhadap pencapaian sasaran–sasaran pembangunan seperti

penyerapan tenaga kerja, pendapatan regional, pendapatan perkapita regional

dan masyarakat); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor

lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektoral

tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki

aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam,

sumberdaya buatan (infrastruktur) dan sumberdaya sosial yang ada (Rustiadi

et al. 2004).

Berpijak pada pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa di setiap wilayah

selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis akibat besarnya sumbangan

yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitan sektoral dan

spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut memiliki dampak langsung

dan tidak langsung yang signifikan. Dampak tidak langsung terwujud akibat

perkebangan sektor tersebut berdampak berkembangnya sektor-sektor lainnya,

dan secara spasial berdampak secara luas di seluruh wilayah sasaran.

Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi

sumbangan sektoral, serta keterkaitan sektoral dan regional perekonomian

wilayah, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Input-

Output (Analisis I-O) walaupun dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu.

Selain Analisis I-O keterkaitan aktivitas ekonomi wilayah biasanya didekati

pula dengan model entropy interaksi spasial. Namun demikian akumulasi nilai

yang dihasilkan dari keterkaitan sektor antar wilayah sering tidak berimbang.

Kesenjangan nilai tambah yang dicerminkan dalam PDRB perkapita atau

indikator indikator lain yang bisa menggambarkan nilai pendapatan dari semua

unit lapangan usaha antar wilayah. Kesenjangan seperti ini lazim diduga

dengan Indeks Williamson, sekalipun memiliki kelemahan yaitu tidak mampu

menjelaskan adanya keterkaitan dan interaksi antar wilayah. Dilain sisi

keterkaitan sektor dan interaksi antar wilayah akan optimal apabila hirarki-pusat-

Page 77: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

61

pusat aktivitas sosial ekonomi wilayah didukung dengan fasilitas ekonomi dan

pelayanan yang berimbang dan memadai antar wilayah maka diperlukan analisis

indeks skalogram untuk mengestimasi perkembangan hirarki wilayah. Suatu

wilayah akan memiliki keterkaitan kuat apabila wilayah tersebut memiliki

sumberdaya domestik yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif

dalam arti memiliki komoditi unggulan yang didukung dengan kelembagaan

pemasaran yang efisien, maka dibutuhkan analisis Location Quontient (LQ)

untuk mengestimasi sektor basis atau komoditi unggulan pada setiap wilayah

pembangunan, dan bagaimana perkembangan pergeseran dan daya saingnya

diperlukan analisis Shift share.

Berpijak pada pemahaman tersebut di atas, maka dalam kerangka otonomi

yang sedang bergulir ini, urgensi keterpaduan antar sektor dan antar wilayah

dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya domestik wilayah yang

mendasari pada Rencana Tata Ruang wilayah sebagai pedoman perwujudan

keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam menciptakan pembangunan

wilayah yang berimbang sudah semestinya menjadi juru kunci efektifnya

pelaksanaan otonomi daerah. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun

kerangka pemikiran dasar seperti yang dilukiskan pada Gambar 3.

3.2 Hipotesis. Berdasarkan Latarbelakang permasalahan dan kerangka-kerangka teori

serta kerangka pemikiran dasar yang dipaparkan di atas, dapat ditarik hipotesis

penelitian sebagai berikut :

1. Diduga kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah

pengembangan (SWP), yang diduga dari aspek kesenjangan:

penerimaan pendapatan, ketersediaan infrastruktur wilayah (sarana dan

prasarana wilayah), penyebaran alokasi APBD Pembangunan dan

intensitas interaksi spasial (arus barang, orang dan informasi) antar

hirarki/pusat aktivitas SWP menunjukkan SWP C lebih senjang dan atau

keterkaitan dan interaksi yang lebih lemah bila dibandingkan SWP A

dan SWP B. Dimana SWP B diduga lebih berkembang dan atau

keterkaitan dan interaksi lebih kuat sehingga berdampak pada

pendapatan per kapita dan kesejahteraan masyarakat lebih baik atau

lebih tinggi dibanding SWP A dan C.

2. Diduga satuan wilayah pengembangan (SWP) B lebih banyak atau lebih

cepat mengelola dan memanfaatkan aneka potensi komoditas unggulan

Page 78: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

62

wilayah, menjadi sektor /komoditi basis yang memperkuat struktur

ekonomi wilayah dan pendapatan masyarakat dibanding SWP A dan

SWP C. Dimana SWP C diduga lebih lamban.

Gambar 3 Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor.

Page 79: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

63

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara

Timur, dengan waktu pengumpulan data berlangsung kurang lebih 3 bulan terhitung

bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2005. Sedangkan proses analisis data

sampai finalisasi penulisan Tesis dilakukan terhitung bulan Nopember 2005 sampai

dengan akhir Desember 2006.

3.4. Sumber dan Jenis Data Jenis data yang dihimpun dalam penelitian ini mencakup :

a. Data Primer.

Data primer yang dimaksudkan disini adalah data yang diperoleh di tingkat

lapangan yang ada relavansi dengan tujuan penelitian ini, yakni untuk

memperoleh sumber dan jenis data yang berada di Ibu kota kecamatan dan

desa/kelurahan yang diarahkan sebagai pusat-pusat aktivitas ekonomi dalam

RUTRW Kabupaten (46 kota hiarki) yang tersebar pada 3 satuan wilayah

pengembangan (SWP), yakni SWP A (13 lokasi), SWP B (18 lokasi) dan

SWP C (15 lokasi). Data primer yang dibutuhkan terutama yang terkait

dengan jaringan interaksi spasial antar kota-kota hirarki melalui jaringan

informasi SSB yang berada di Kantor Kecamatan dan orientasi interaksi

spasial (bepergian) penduduk dalam aktivitas memenuhi kebutuhan dan

kegiatan usaha sekaligus mereview perkembangan wilayah pembangunan

berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan Dinas/ Instansi

Daerah yang ada relevansinya dengan tujuan penelitian ini.

b. Data Sekunder.

Data sekunder yang dimaksudkan disini adalah data yang telah diperoleh

dari BPS dan instansi-instansi terkait di Kabupaten Alor yang relevan

dengan tujuan penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pengambilan sampel non-probabilitas/non acak, yakni dengan teknik “quota sampling”.

Teknik “quota sampling” ini digunakan dengan pertimbangan bahwa responden yang

dapat dipilih adalah orang-orang yang terkait secara fungsional dapat menjawab atau

dapat memberikan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan dapat mewakili

populasi yang ada. Namun jumlah responden yang terpilih sebanyak 20 persen dari

populasi (jumlah rumah tangga penduduk Tahun 2003) pada masing-masing lokasi

Page 80: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

64

sebagai kota hirarki /pusat aktivitas pelayanan dalam RUTRW Kabupaten Alor Tahun

1991, dengan menggunakan Model Sloven dan Gay yang diacu Umar ( 2005). Model

Sloven sebagai berikut : eN

Nn 21+=

Di mana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan ( 20 % ).

Menurut Gay yang diacu Umar (2005), bahwa ukuran minimum sampel yang dapat

diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan untuk metode deskriptif,

minimal 10 %, namun untuk populasi yang relatif kecil minimum 20 % dari populasi.

Dengan demikian data yang dikumpulkan dalam penelitian ini telah semaksimal

menggunakan data sekunder yang tersedia di Kantor BPS dan atau diberbagai

Lembaga atau intansi yang terkait, dengan cara wawancara secara semi struktural

dengan informan-informan kunci, yakni dengan pihak Pemerintah Daerah, Bappeda

Kabupaten, Dispenda, Kantor SSB dan Dinas/Instansi terkait yang ada di

Kabupaten serta beberapa Stakeholder selain lingkup pemerintah daerah, yakni

LSM, Direktur perusahaan daerah, Perguruan Tinggi setempat, swasta, dan

beberapa organisasi sosial politik dan masyarakat.

Kemudian dilanjutkan dengan review dan pengumpulan data di tingkat

lapangan dengan metode wawancara dengan sumber-sumber informan kunci di

Tingkat Kecamatan dan beberapa desa/kelurahan sebagai lokasi pusat-pusat

aktivitas sosial ekonomi yang diarahkan dalam RUTRW Kabupaten dengan

berpedoman pada Daftar koesioner. Informan kunci ditingkat lapangan yang

diwawancarai sebanyak 20-25 responden atau 20 persen dari populasi (lihat

Lampiran 11) untuk setiap lokasi yang meliputi unsur-unsur antara lain Camat,

Kepala desa/Lurah, Petugas/operator SSB, Petugas UPTD Kecamatan dan desa,

Pengelola Pasar, Ketua Kontak Tani, Penyuluh lapangan, para kader desa dan

Institusi lain ditingkat kecamatan dan desa sebagai lokasi hirarki/pusat aktivitas.

3.6. Metode Analisis 3.6.1. Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah 1) Analisis kesenjangan pendapatan berdasarkan Indeks Williamson. Salah satu alat analisis kuantitatif yang lazim digunakan untuk menganalisis

kesenjangan pembangunan antar wilayah adalah dengan menggunakan

Williamson index (Williamson 1965). Indeks ini umumnya membandingkan

kesenjangan pembangunan antar wilayah yang dicerminkan oleh nilai tambah

Page 81: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

65

aktivitas ekonomi dari suatu wilayah seperti pendapatan perkapita, proporsi

penyerapan tenaga kerja sektor suatu wilayah dalam Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). Namun demikian data PDRB kecamatan jarang dipublikasi, maka

salah satu parameter yang akan dipakai dalam analisis kesenjangan pembangunan

antar wilayah kecamatan dalam penelitian ini adalah data Penerimaan Pajak Bumi

dan Bangunan (PBB) karena dengan asumsi bahwa PBB merupakan salah satu

representasi penerimaan pendapatan seluruh penduduk dari berbagai lapangan usaha

di suatu wilayah Pembangunan. Indeks Williamson dihitung dengan menggunakan

formula:

10,

_

__

2

<<=

∑ ⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

Vwnfi

Vw

y

yyi

Dimana:

Vw = indeks Williamson yi = penerimaan PBB wilayah Pengembangan i

y__

= total penerimaan PBB Kabupaten

fi = jumlah wajib PBB Pengembangan i n = jumlah wajib PBB Kabupaten

Semakin tinggi Indeks Williamson, maka proses kesenjangan antar daerah

semakin besar. Namun kelemahan dari indeks williamson adalah bahwa pertumbuhan

suatu wilayah tidak ada keterkaitan satu wilayah dengan wilayah lain.

2) Analisis kesenjangan perkembangan infrastruktur berdasarkan Indeks Skalogram. Indeks Skalogram merupakan salah satu alat analisis untuk mengukur tingkat

kesenjangan perkembangan suatu wilayah pengembangan sebagai hirarki

pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi . Metoda ini digunakan untuk menghitung

jumlah sarana dan jumlah jenis sarana dan prasarana pelayanan yang ada pada

suatu pusat aktivitas sosial ekonomi. Sarana dan prasarana yang akan di hitung

dalam penelitian ini mencakup fasilitas perekonomian, fasilitas pendidikan,

fasilitas kesehatan, fasilitas penerangan, fasilitas informasi dan fasilitas ibadah

keagamaan, yang tersebar pada 9 Kecamatan. Dimana jumlah sarana dan

jumlah jenis sarana tersebut selalu berkorelasi dengan jumlah penduduk.

Pendekatan dengan metode analisis skalogram didasarkan pada suatu

asumsi bahwa semakin banyak/tinggi tingkat penyediaan fasilitas pada suatu

lokasi, maka wilayah itu semakin berkembang sebaliknya semakin sedikit jumlah

Page 82: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

66

sarana dan jenis sarana prasarana pelayanan maka wilayah tersebut dikategori

terbelakang.

Secara statistik metoda analisis skalogram dapat diformulasikan

berdasarkan formula yang dibangun Rustiadi et al. (2003 ) sebagai berikut:

∑=n

jiki fk

nJIP ).'( k

kikik SD

JJJ min' −=

Dimana :

Iik

= indeks perkembangan ke-k di wilayah i

I’ik = nilai indeks perkembangan ke-k yang terkoreksi (terstandarisasi) wilayah ke-i

Ik min = nilai indeks perkembangan ke-k terkecil (minimum) SDk = standar deviasi perkembangan ke –k

IPi = indeks perkembangan wilayah ke –i

Untuk keperluan analisis tersebut di atas, terlebih dahulu semua nama pusat

wilayah, jumlah penduduk, jumlah jenis dan sarana pelayanan dicatat terlebih

dahulu dalam format matriks seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks Analisis skalogram

No WPi JPi F(j) JJF JF RJF PI(i) R(i) J1 ... Jk ... Jm 1 W1 J11 ... J1k ... J1m F1 F1/m 2 W2 J12 J2k J2m F2 F2/m . . . . . . . . . . . . i Wi Ji1 ... Jik ... Jim Fi Fi /m . . . . . . . . . . . . . . n Wn Jn1 ... Jn2 ... Jnm Fn Fn /m

Jumlah WP memiliki fasilitas

f1 ... fk ... fm

Ratio WP memiliki fasilitas fi/n ... n/fm ... fm/m

Bobot fasilitas (Fk) n/f1 ... n/fk ... n/fm

SDk Keterangan: WP(i)= Wilayah Pengembangan, JP(i) = Jumlah penduduk,

F(j) = Fasilitas, JJF= Jumlah jenis fasilitas, JF= Jumlah fasilitas, RJF= Rasio jenis fasilitas, Ipi= Indeks perkembangan, R= Ranking, SDk=Standar deviasi .

3) Analisis kesenjangan penyebaran proporsi APBD Pembangunan berdasarkan Indeks Entropy (IE) Perkembangan suatu wilayah dapat ditunjukkan dari semakin meningkatnya

komponen wilayah yang antara lain ditunjukkan dengan semakin luasnya hubungan

Page 83: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

67

yang dapat dijalin antara sub wilayah - sub wilayah dalam sistem tersebut maupun

sistem sekitarnya. Perluasan jumlah komponen aktivitas tersebut diduga dengan

indeks entropi penyebaran. Pemanfaatan konsep entropy ini dapat digunakan untuk

banyak hal. Dalam penelitian ini Konsep entropy penyebaran ini digunakan untuk

menganalisis Penyebaran alokasi APBD Pembangunan antar Satuan Wilayah

Pembangunan (SWP), dimana alokasi APBD pembangunan dalam suatu SWP

merupakan akumulasi alokasi APBD pada Sub-Sub wilayah Kecamatan sebagai Unit

Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Bagaimana perkembangan SWP yang

ditunjukkan dengan jumlah komponen aktivitas alokasi APBD Pembangunan antar

sub-sub wilayah, digunakan analisis Entropy penyebaran dengan formula yang

dibangun Saefulhakim , (2003) sebagai berikut :

PP i

n

iiIE ln

1∑

=

−=

Dimana :

IE : Indeks EntropiPi : Xi /ΣxiXi : Alokasi APBD SWP ke-i (Rp)

Untuk menjustifikasi tingkat perkembangan, maka ada ketentuan bahwa jika

Indeks entropy (IE) semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi

atau semakin merata

4) Analisis kesenjangan interaksi spasial (arus informasi pelayanan pemerintah) berdasarkan model entropi interaksi spasial tanpa kendala (unconstrained entropy model ).

Untuk menganalisis kesenjangan interaksi spasial (arus informasi pelayanan

pemerintah ) antar wilayah pembangunan berdasarkan hirarki aktivitas sosial ekonomi

dari kota Ordo utama ke kota ordo II, III, IV dan sebaliknya dapat diduga dengan model

entropi interaksi spasial tanpa kendala (Unconstrained Entropy Model) yang

dikembangkan oleh Wilson (1967, 1970) yang diacu Saefulhakim (2003 ). Secara

matematis diformulasikan sebagai berikut :

( )εβijijij dF kExp ++= . atau εβ

ijijij dF k ++= .ln

Dimana:

Fij = Banyaknya intensitas interaksi spasial antara tempat asal

ke-i dengan tempat tujuan ke- j

dij = kendala yang berkaitan dengan tempat asal ke-i dengan

tempat tujuan ke –j

Page 84: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

68

k = Parameter konstanta yang besarnya diduga dengan model dari data

β = Parameter hambatan mobilitas spasial, yang besarnya diduga dengan model dari data

εij = Parameter Galat yaitu besarnya kesalahan pendugaan

model terhadap banyaknya interaksi spasial dari tempat asal ke -i dengan tempat tujuan ke-j.

Model analisis interaksi spasial ini dimaksudkan untuk menganalisis

hubungan timbal balik antara pusat-pusat kegiatan sosial ekonomi dalam suatu

wilayah pembangunan yang difokuskan pada aliran informasi aktivitas pelayanan

pemerintah melalui alat komunikasi pemerintah daerah yang tersedia antar

hirarki wilayah pembangunan.

Model analisis interaksi spasial ini digunakan untuk melihat kuat lemahnya

intensitas interaksi spasial antar hirarki wilayah dalam kaitannya dengan aktivitas

pelayanan pemerintah.

Selain analisis entropi interaksi spasial tanpa kendala (uncostrained

entropy model), untuk menganalisis arus informasi pelayanan pemerintah, juga

digunakan analisis “ Deskriptif “ untuk melihat pola interaksi spasial (arus

distribusi barang (komoditi) dan orang antar hirarki/pusat aktivitas sosial ekonomi

antar SWP.

3.6.2.Analisis Sektor Basis/Komoditi Unggulan Antar Wilayah Pembangunan Sektor basis/komoditi unggulan adalah sektor/komoditi yang memiliki

keunggulan dalam memenuhi permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang

dihasilkan dan diekspor dari wilayah tersebut, dan memiliki kekuatan utama

dalam memenuhi pertumbuhan wilayah. Dengan kata lain sebagai

sektor/komoditas eksport yang membentuk keterkaitan ekonomi, baik ke

belakang (kegiatan produksi) maupun ke depan (sektor pelayanan).

Metode analisis yang umum dipakai dalam pembangunan ekonomi wilayah,

terutama untuk mengetahui sektor basis atau komoditi unggulan suatu wilayah

adalah:

1) Metode Location Quotient (LQ) Secara matematik, perhitungan LQ dilakukan dengan menggunakan formulasi

sebagai berikut:

PPpp

LQj

iij

ij*

*=

Page 85: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

69

Dimana:

LQij = Nilai LQ untuk aktifitas ke-j di wilayah Pengembangan ke-i pij = produksi/aktifitas sektor/komoditi ke-j pada

wilayah pengembangan ke-i pi.* = produksi/ aktifitas sektor/komoditi total pada

wilayah pengembangan ke-i P* = Produksi/ aktifitas sektor/komoditi total wilayah Kabupaten Pj = Produksi/aktifitas sektor/komoditi ke-j pada

total wilayah Kabupaten i = Wilayah pengembangan yang diteliti j = Aktifitas ekonomi yang dilakukan

Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut:

a. Apabila nilai LQij > 1, menunjukan bahwa sektor/komoditi tersebut merupakan sektor basis/komoditi unggul/andalan, mempunyai pangsa relatif yang lebih besar dibanding sektor lainya

b. Apabila nilai LQij = 1, menunjukan bahwa sektor/komoditi tersebut setara dengan sektor daerah atau mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total.

c. Apabila nilai LQij < 1, menunjukan bahwa sektor tersebut tergolong sektor/komoditi non basis, yang mempunyai pangsa relatif yang lebih kecil dan hanya memenuhi konsumsi lokal.

2) Shift Share Analysis (SSA)

Merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur

aktivitas di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan cakupan wilayah yang

lebih luas pada dua titik waktu. Secara matematik dapat diformulasikan sebagai

berikut :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−+⎥

⎤⎢⎣

⎡−⎥

⎤⎢⎣

⎡− += X

XXX

XX

XX

XX

toi

ti

toij

tij

cto

t

toi

ti

bto

tSSA

a

)(

)1(

)(

)1(

)..(

)1..(

)(

)1(

)..(

)1..( 1

Dimana: SSA = komponen shift share a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen diferential shift X = nilai total produksi komoditas/aktivitas dalam total wilayah

(kabupaten) Xi = nilai total jenis komoditas/aktivitas tertentu dalam total

wilayah kabupatenXij = nilai jenis komoditas/aktivitas tertentu dalam wilayah

Pengembangan (WP) t1 = titik tahun terakhir (2003) t0 = titik tahun awal (1998)

Page 86: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

70

Intepretasi hasil analisis SSA sebagai berikut:

a. Apabila nilai SSA > 0, menunjukan bahwa sektor/komoditi tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran yang cepat.

b. Apabila nilai SSA = 0, menunjukan bahwa sektor/komoditi tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sektor/komoditi basis

c. Apabila nilai SSA < 0, menunjukan bahwa sektor /komoditi tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhannya lamban.

Secara singkat rangkuman kegiatan pengumpulan jenis dan sumber data dan

pendekatan metode analisis serta output yang akan di hasilkan diperlihatkan pada

Tabel 8 berikut :

Tabel 8 Matriks rangkuman kerangka penelitian analisis kesenjangan pembangunan antar wilayah pembangunan di Kabupaten Alor

Tujuan

Metode analisis

Jenis dan sumber data

Output yang diharapkan

1. Menganalisis kesenjangan pembangunan antar wilayah pembangunan :

(1) Kesenjangan pendapatan

♦ Indeks Williamson

♦ Data Penerimaan PBB

Kecamatan Tahun 1999-2004 (Rp)

♦ Mengetahui kesenjangan pendapatan antar SWP

♦ Sumber : Dispenda Kab. Alor (2) Kesenjangan ♦ Indeks ♦ Data fasilitas ekonomi ♦ Mengetahui perkembangan Skalogram (pasar, Bank, took/kios, kesenjangan infrastruktur perusahaan,Koperasi perkembangan Sosial-ekonomi obyek wisata, dan hirarki/ pusat pertamina aktivitas Social ♦ Data fasilitas ekonomi antar SWP Perhubungan (darat, laut dan udara) ♦ Data fasilitas pendidikan (SD,SLTP,SLTA dan PT) ♦ Data fasilitas Kesehatan (Rumah sakit,Puskesmas, Pustu,Polindes dan Balai Pengobatan) ♦ Data fasilitas informasi dan Telekomunikasi ♦ Data fasilitas Penerangan ♦ Data fasilitas penyediaan air bersih ♦ Data fasilitas Peribadatan ♦ Data fasilitas Publik dan swasta. ♦ Sumber : BPS Kab.Alor

Dengan unit data: desa/kelurahan.

Page 87: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

71

Sambungan Tabel 8. (3) Kesenjangan

penyebaran alokasi APBD

♦ Indeks Entropy (IE)

♦ Data alokasi RAPBD Kab.Alor TA: 1997/1998 - 2003 per Kecamatan

♦ Mengetahui kesen- jangan proporsi aloksi APBD

pembangunan dalam unit (Rp) pembangunan wilayah ♦Sumber : Bappeda Kab.Alor (4) Kesenjangan ♦ Entropy inte- ♦ Data arus informasi ♦ Mengetahui kesen- interaksi spasial raksi spasial pelayanan pemerintah jangan interaksi antar hirarki/ tanpa kendala melalui saluran SSB pelayanan peme- pusat aktivitas (unconstrained (informasi pasar, bencana rintah antar hirarki/ wilayah Entropy model) alam, kegiatan program/ pusat aktivitas pembangunan Proyek, kunjungan kerja) wilayah pemba- Tahun 2003 per kecamatan ngunan ♦ Deskriptif ♦ Data aliran orang ♦ Mengetahui pola antar SWP Tahun 2004 interaksi spasial ♦Data aliran orang, barang antar hirarki/pusat dan angkutan antar -inter aktivitas wilayah regional Tahun 2002 - pembangunan dan 2003 antar regional ♦ Data IPM,IKM,Tahun 1999♦ Mengetahui derajat dan 2002 per Kabupaten kesejahteraan ♦ Data kemiskinan,Tahun masyarakat 2000-2004 per kecamatan ♦ Penyebaran penduduk, Per desa Tahun 2003 ♦ Data perkembangan kesehatan dan pendidikan Per kecamatan (2003) ♦ Data pendapatan Perkapita Kabupaten Tahun 2000-2003 ♦ Data RUTRW 1991 ♦ Sumber : Kantor SSB Kab.Alor, BPS Pusat dan Alor, Syahbandar Alor, Koperasi TKBM dan data Primer (orientasi interaksi Spasial antar SWP)

2.Menganalisis ♦ Location ♦ Data produksi dan harga ♦ Mengetahui jumlah seberapa besar Quotient komoditas unggulan/ dan jenis komoditas sektor/komoditi (LQ) Strategis Tahun 2003 unggulan/ strategis unggulan/strate- antar SWP (yang gis antar wilayah memiliki keunggul- pembangunan an komparatif/ dan pendapatan sentra) masyarakat ang memperkuat ♦ Shift Share ♦ Data produksi dan harga ♦ Mengetahui perge-

struktur ekonomi Analysis konstan komoditas ung- seran pertumbuhan dan pendapatan (SSA) gulan/strategis dengan dan kemampuan masyarakat tahun awal 1998 dan ta- kompetitif komodi- hun akhir 2003 tas unggulan/stra- ♦ Sumber : BPS Kab.Alor, gis antar SWP Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Alor

Page 88: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

72

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Umum Kabupaten Alor. 4.1.1. Keadaan Fisik 4.1.1.1. Letak geografis dan Administrasi wilayah Kabupaten Alor sebagai salah satu Kabupaten dari 16 Kabupaten/Kota di

Propinsi Nusa Tenggara Timur, secara geografis terletak antara 8o – 6o Lintang

Selatan arah Utara, 8o – 36o Lintang Selatan arah Selatan dan 1250 – 8o Bujur

Timur arah Timur dan 123o – 48o Bujur Timur arah Barat. Sedangkan secara

Administratif wilayah, batas Kabupaten Alor adalah sebagai berikut :

• Di sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Flores (Propinsi Sulawesi

Selatan).

• Di sebelah Selatan : berbatasan dengan Selat Ombay (Negara Timor

Leste, dan Timor Barat ).

• Di sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Lomblen (Kabupaten

Lembata)

• Di sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau-Pulau Maluku Tenggara.

Kabupaten Alor mempunyai luas wilayah daratan 2.864,64 Km2 atau

286.464 Ha. Merupakan Kabupaten kepulauan yang mencakup 17 buah gugusan

pulau dengan luas wilayah perairan laut seluas 10.973, 62 km2. Dari 17 buah

gugusan pulau – pulau tersebut, hanya 9 pulau yang dihuni penduduk sedangkan

8 pulau diantaranya merupakan pulau-pulau kecil yang masih merupakan potensi

pengembangan kedepan. Dari kesembilan pulau yang dihuni penduduk, hanya

terdapat dua pulau yang relatif lebih besar yaitu pulau Alor (210.476 Ha) dan

pulau Pantar (68.652 Ha). Kemudian diikuti pulau Pura ( 2.753 Ha), pulau

Kangge (1.368 Ha ), Sedangkan pulau-pulau berpenghuni lain seperti pulau

Treweng, pulau Ternate, pulau Buaya, pulau Kepa, dan pulau Kura memiliki luas

dibawah 400 Ha. Delapan pulau – pulau kecil yang tidak berpenghuni adalah

pulau Rusa, pulau Kambing, pulau Lapang, pulau Batang, pulau Sika, pulau

Kapas, pulau Tikus dan pulau Nuba ( BPS, 2002).

Kabupaten Alor yang dibentuk dari 17 buah gugusan pulau, pada awal

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Alor Tahun 1991, wilayah

administratif Pemerintahan hanya terdiri dari 6 Kecamatan, 3 Kecamatan

Pembantu dan 58 desa. Dalam kurun waktu tahun 1990 – tahun 2004 wilayah

administrasi pemerintahan mengalami 2 tahap pemekaran, sehingga sampai

keadaan tahun 2004 wilayah administratif pemerintahan terdiri dari 9 Kecamatan

Page 89: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

73

dan 175 Desa/Kelurahan (301,72 %) dari tahun 1990. Dari 175 desa /Kelurahan

tersebut, 62,86 persen (110 desa/kelurahan) merupakan desa/kelurahan pesisir.

Perkembangan wilayah administratif yang meningkat drastis tersebut, lebih

mempertimbangkan kemudahan jangkauan pelayanan pemerintah, karena faktor

keterisolasian dan permukiman yang tersebar. Dari 9 Kecamatan tersebut

dimekarkan lagi menjadi 17 Kecamatan pada Tahun 2005 berdasarkan PERDA

Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan di

Kabupaten Alor.

4.1.1.2. Topografi, Iklim,Sumberdaya air dan Penggunaan lahan.

Kabupaten Alor secara geofisik, sebagian besar luas wilayah daratan

merupakan gunung dan berbukit-bukit yang dibatasi lembah dan jurang dalam,

dengan kemiringan di atas 40 derajat seluas 184.053,12 Ha (64,25 %);

Kemiringan 15 - 40 derajat seluas 67.691,44 Ha (23,61 %); kemiringan 00-15

derajat seluas 34.776,72 Ha (12,14 %). Dengan kondisi geomorfologi yang

demikian juga memberikan iklim yang variatif bagi pengembangan aneka

komoditi, namun dalam upaya pengembangannya, memerlukan penerapan

tekhnologi konservasi yang intensif.

Kabupaten Alor, termasuk dalam daerah dengan keadaan iklim subtropis

(semiarid) dengan rata – rata temperatur 27,41 derajat celcius atau rata - rata

berkisar antara (23,15 - 31,73 o C). Rata-rata penyinaran matahari 80,5 persen

dan kelembaban nisbih (79,58 %). Musim hujan (3-4 bulan) berlangsung pada

bulan Nopember/Desember sampai dengan Maret/April dan Musim panas (8-9

bulan) berlangsung bulan April/Mei sampai dengan Oktober/Nopember.

Sumber daya air di Kabupaten Alor, pada umumnya didominasi oleh tipe

sungai kering ( 64,88 %) dari jumlah sungai di Kabupaten Alor (168 sungai) dan

air tanah dalam. Dari 59 (32.12 % ) sungai berair, dimana 18 sungai ( 30.51 % )

berada di SWP A, 26 sungai (40.07 %) berada di SWP B dan 15 sungai (25.42

%) berada di SWP C (Alor Dalam Angka 2002). Sungai-Sungai berair di SWP A

pada umumnya memiliki debet air yang sangat kecil, sehingga wilayah ini lebih

krisis dalam penyediaan sumber daya air. Sistem pertanian hanya mengandalkan

pada pertanian lahan kering. Sedangkan pada SWP B dan SWP C, sumber daya

air sungai yang sudah diarahkan untuk irigasi pertanian setengah tekhnis 227 Ha

dan pengairan sederhana 1 684,25 Ha dari luas potensi lahan sawah (3354,50

Ha ) di Kabupaten Alor. Dimana 93,16 persen Irigasi pertanian tersebut berada

di SWP C.

Page 90: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

74

Penggunaan lahan di Kabupaten Alor keadaan Tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penggunaan lahan berdasarkan luas wilayah daratan Tahun 2003.

NO Uraian penggunaan lahanSWPA SWP B SWP C Kabupaten

1 Lahan sawah 0.00 287.00 3067.50 3354.502 Lahan kering (tegalan+Ladang) 12598.97 13160.88 14377.03 40136.883 Lahan perkebunan 16061.03 17079.76 19918.43 53059.224 Hutan lindung 1580.76 19218.90 30994.29 51793.955 Hutan produksi 17433.14 2360.69 0.00 19793.836 Hutan konversi 0.00 6675.41 16184.66 22860.077 Hutan cagar alam 6151.05 0.00 2600.00 8751.058 Padang rumput 3599.07 5781.91 9180.52 18561.509 Lahan pekarangan/pemukiman 1292.00 6120.00 1888.00 9300.0010 Kolam/empang 1000.00 325.00 14662.00 15987.0011 Lahan tidak diusahakan/kritis 15580.00 16622.00 10661.00 42863.0012 Lainya 0.00 3.00 0.00 3.00

Jumlah 75296.02 87634.55 123533.43 286464.00

Luas lahan (Ha)

Sumber : BPS, 2003 (Alor Dalam Angka ,2003). Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2004

(Laporan Tahunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Alor Tahun 2003). Penggunaan lahan sebagaimana pada Tabel 9, pada umumnya didominasi

potensi lahan kering (99,88 %) luas wilayah Kabupaten Alor. Lahan yang bisa

diarahkan untuk pengembangan sawah hanya 1,17 persen dan tersebar pada 16

daerah irigasi di Kabupaten Alor. Luas lahan sawah tersebut yang sudah

dimanfaatkan menjadi irigasi setengah tekhnis dan irgasi sederhana seluas

1911,25 Ha (56.98 %), dan 43,02 persen masih merupakan potensi. Sedangkan

penggunaan lahan kering untuk pertanian (tegalan, ladang dan perkebunan),

produktivitas penggunaannya baru mencapai 17 210 Ha (18.47 %) dari luas

potensi 93 196,10 Ha (32.53 % ) luas daratan Kabupaten Alor. Pengarahan

penggunaan lahan untuk pertanian tersebut, sedikit mengalami pergeseran

(bertambah ) 10, 63 persen dari Tahun 1990 (83 289,50 Ha ) sebagai tahun awal

penyusunan RUTRW Kabupaten Alor Tahun 1991.

Penggunaan lahan untuk hutan (Lindung, produksi, konversi dan cagar

alam) seluas 103 198,90 Ha (36,03 %) luas daratan Kabupaten Alor. Luas hutan

juga mengalami perkembangan seluas 33 498,90 Ha (32,46 %) dari Tahun 1990

(69 700,00 Ha). Demikian juga Padang rumput (padang penggembalaan)

mengalami perluasan dari 7149,00 Ha menjadi 18561.50 Ha atau bertambah

61.48 persen pada tahun 2003 dan telah di investigasi pada lima kawasan

(Lawalu, et al. 2003).

Page 91: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

75

Sedangkan danau/kolam/empang/ mengalami pergeseran dari 197 Ha tahun

1990 menjadi 15 987.00 Ha pada tahun 2003, karena ada penggunaan lahan,

untuk pembangunan embung-embung bagi kegiatan konservasi dan irigasi lahan

pertanian. Selain itu arahan penggunaan lahan yang mengalami pengurangan

adalah lahan yang sementara tidak diusahakan/kritis, pada tahun 1990 seluas 62

709,50 mengalami penurunan menjadi 42 863.00 Ha pada tahun 2003 atau

menurun 31,65 persen.

4.1.1.3. Sumberdaya fisik Laut. Kabupaten Alor secara geografis seperti uraian di atas, merupakan wilayah

kepulauan, dengan luas laut 10.973,62 Km2 atau kurang lebih 4 kali (383,07

persen) luas daratan Kabupaten Alor. Panjang garis pantai mencapai 669,64

Km2. Dari garis pantai seluas 669,64 Km2 tersebut, dikelilingi hutan bakau

(mangrove) seluas 1 665,71 Ha.

Perairan laut cukup kaya dengan keaneragaman biota laut, karena fungsi

natural bawah laut masih tersinyalir alamih dan sangat unik dan belum tersentuh

ulah tangan manusia. Maka oleh beberapa petualangan atau penggemar wisata

bahari mancanegara antara lain Karl Muller seorang dave master asal Australia,

Cedrik Lechat seorang warga Perancis dan Prof.Dr.John Steward seorang ahli

kelautan berkebangsaan Kanada yang melakukan observasi bawah laut di

perairan laut Alor, menyatakan bahwa diving di selat Pantar (Gambar 4) sangat

unik dan mengasyikan, dan mereka mengkategorikan Taman laut selat Pantar

sebagai “Taman laut berkelas dunia” yang memiliki luas 19 584 hektar dengan

26 titik diving (Bentara Wisata, 2006). Hasil pengamatan mereka terhadap jenis

flora dan fauna yang hidup diperairan laut Alor, jarang ditemukan di perairan

lainya yang mempunyai ekosistem sejenis. Adanya gua-gua dan kontur dasar

perairan lebih dari 60 – 90 derajat yang ditumbuhi terumbu karang yang khas,

sehingga memiliki keunikan tersendiri. Prosentase keunikan untuk flora (70 %)

dan fauna (66 %) di banding dengan yang mereka temukan di Taman laut

Maldavic di laut Karabia, Great Barier Rief di Australia, Bunaken di Manado,

Padaido di Biak dan Seram di perairan Maluku. Adanya keunikan alam bawah

laut Alor, telah mengikat seorang petualang diving dunia asal Perancis “Cedrik

Lechat sekeluarga “ untuk menetap di Alor (pulau Kepa) sejak 1997 sampai

sekarang.

Disamping itu Potensi lestari sumber daya perikanan Kabupaten Alor

diperkirakan 164 604 ton pertahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan

Page 92: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

76

sebear 131 683, 44 ton pertahun. Total Produksi perikanan di Kabupaten Alor

Tahun 2004 baru mencapai 19 701 ton (14,96 %) dari jumlah potensi

penangkapan yang diperbolehkan. Hal ini berarti peluang untuk potensi

penangkapan masih sangat besar yakni 111 982 ton pertahun ( 85,04 % ).

Gambar 4. Peta Lokasi Penyelaman di Taman laut Selat Pantar.

Disamping Sumber daya perikanan, perairan laut Alor (selat ombai) juga

tersimpan sumber daya tambang migas. Hasil investigasi Dinas Pertambangan

Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2003, menemukan adanya dua titik

rembesan minyak bumi, yakni di Sifala Alor Barat Daya dan di Beang Pantar

Barat. Selain itu Galian C berupa Batu hias (batu hitam), sudah dieksploitasi

sebagai salah satu komoditi eksport di Kabupaten Alor.

4.1.2. Perkembangan kependudukan dan sosial - ekonomi 4.1.2.1. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Alor pada tahun 2003, mencapai 168 965

orang atau naik 16,83 persen dari tahun 1990 (144 629 orang). Penduduk

perempuan berjumlah 86 382 orang (51.12 %) dan laki-laki 82 583 orang (48.88

%). Sedangkan rumah tangga penduduk sebanyak 36 333 rumah tangga,

dengan rata–rata kepadatan penduduk 59 orang/Km2. Perkembangan tingkat

pertumbuhan penduduk Kabupaten Alor tahun 1990-2003, diperlihatkan pada

Gambar 5 dan 6.

Keterangan : 26 titik penyelaman (1. Kal's Dream - 2. The Bullet - 3. Tri-Top - 4. School's Out - 5. Sharks Galore - 6. Clown Valley - 7. Slab City - 8. The Boardroom - 9. Smart's Lament - 10. Coconut Grove - 11. The Arch - 12. Babylon - 13. Coral Cliffs - 14. The Edge - 15. Cave Point - 16. Crocodile Rock - 17. Peter's Prize - 18. Half Moon Bay - 19. Fault Line - 20. The Patch - 21. Nite Delight - 22. The Mini Wall - 23. No Man's Land - 24. The Cathedral - 25. Sea Apple Slopes - 26. Batu Pantar)

Page 93: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

77

Perkembangan Jumlah Penduduk Alor Tahun 1990-2003

148938

155836

164042

158188

168965168921168277

154360152880 153564

147646

146383145827

144629

140000

145000

150000

155000

160000

165000

170000

175000

1985 1990 1995 2000 2005Tahun

Jum

lah

Pend

uduk

(Jiw

a)PerkembanganJumlah PendudukAlor Tahun1990-2003

Gambar 5 Perkembangan Penduduk Kabupaten Alor Tahun 1990-2003

Prosentase pertumbuhan penduduk Alor Tahun 1990-2003

3.93

2.65

0.96

3.70

2.58

1.51

0.45 0.52

0.03

0.86 0.880.83

0.38 0.380.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004Tahun

% p

ertu

mbu

han Prosentase

pertumbuhanpenduduk AlorTahun 1990-2003

Gambar 6 Prosentase pertumbuhan penduduk Kabupaten Alor Tahun 1990-2003.

Perkembangan tingkat pertumbuhan dari tahun ke tahun nampak

berfluktuasi, hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor yakni kelahiran, kematian dan

migrasi.

Jumlah angkatan kerja penduduk sebanyak 80 432 orang (62,61%), yang

bekerja 74 533 orang (92,67%) dan yang masih mencari kerja 5 899 orang (7.33

%). Sedangkan yang dikategori sebagai bukan angkatan kerja sebanyak 48 038

orang (37,39%). Dari 92,67 persen angkatan kerja penduduk yang bekerja, pada

umumnya mengguluti pada mata pencaharian sebagai Petani (78,40%). Secara

rinci penyebaran jumlah dan kepadatan penduduk serta mata pencaharian

penduduk antar satuan wilayah pengembangan (SWP) diperlihatkan pada Tabel

10.

Page 94: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

78

Tabel 10 Penyebaran jumlah penduduk dan mata pencaharian penduduk antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003.

No

Jumlah penduduk dan mata pencahaian

SWP A SWP B SWP C Kabupaten

Orang % Orang % Orang % Orang %

1 Rumah Tangga (RT) 7750 21.33 22315 61.42 6268 17.25 36333 100.00

2 Penduduk 37631 22.27 103708 61.38 27626 16.35 168965 100.00

3 Laki-laki 18329 48.71 50570 48.76 13684 49.53 82583 48.88

4 Perempuan 19302 51.29 53138 51.24 13942 50.47 86382 51.12

5 Kepadatan 50 22.27 105 61.38 24 16.35 59 100.00

6 Petani 27331 91.63 20415 62.78 10688 87.72 58434 78.40

7 Peternak 664 2.23 631 1.94 365 3.00 1660 2.23

8 Nelayan 551 1.85 955 2.94 103 0.85 1609 2.16

9 Penambang 25 0.08 54 0.17 45 0.37 124 0.17

10 Pedagang 194 0.65 2390 7.35 86 0.71 2670 3.58

11 Industri kerajinan 245 0.82 788 2.42 16 0.13 1049 1.41

12 PNS/TNI/POLRI/ Pensiunan

457 1.53 6541 20.11 511 4.19 7509 10.07

13 lainya 332 1.11 746 2.29 310 2.56 1478 1.98

Sumber : BPS, 2003 (Alor Dalam Angka 2003, Kecamatan Dalam Angka 2003, Podes dan Profil desa 2003).

Secara agregat jumlah angkatan kerja yang bekerja menurut lapangan

usaha utama yakni disektor pertanian sebanyak 61 703 orang (82,79%),

pertambangan dan penggalian sebanyak 124 orang (0,17% ), industri

pengolahan sebanyak 1 049 orang (1,41 %), perdagangan sebanyak 2 670 orang

(3,58%), jasa sebanyak 7 509 orang (10,07 %), angkutan sebanyak 663 orang

(0,89 %) dan lainnya sebanyak 815 orang (1,09 %).

4.1.2.2. Sosial budaya

Perkembangan sosial budaya di kabupaten Alor keadaan Tahun 2003, yang

diperlihatkan dari beberapa indikator pembangunan wilayah sebagai berikut :

a. Aspek pendidikan.

Produktivitas suatu wilayah sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

manusia, khususnya aspek tingkatan pendidikan yang dicapai dari berbagai

displin ilmu. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2003, tercatat 5 192 orang

(4,04%) penduduk Alor berumur 10 tahun keatas, yang tidak atau belum pernah

sekolah (tidak berijazah). Yang tidak atau belum tamat SD/MI (23,58 %) dan

diantaranya sebanyak 6 262 orang (4,87%) adalah tidak mengenal huruf (tidak

bisa baca dan tulis), tamat SD/MI (39,91%), tamat SMTP (18,59 %), tamat

SMTA (11,9 %) dan yang tamat perguruan tinggi hanya (1,98 %).

Perkembangan tingkatan pendidikan tersebut mengindikasikan bahwa kualitas

Page 95: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

79

sumber daya pembangun wilayah di Alor masih sangat riskan. Secara rinci

perkembangan penduduk berumur 10 tahun ke atas berdasarkan tingkatan

Ijazah pendidikan yang dimiliki, terlihat pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11 Perkembangan penduduk Alor berumur 10 tahun ke atas, berdasarkan tingkatan Ijazah pendidikan yang dimiliki Tahun 2003.

No Status pendidikan Jumlah penduduk (orang) Prosentase (%)

1 Tidak/belum sekolah 5 192 4.04

2 Tidak/belum tamat SD/MI 30 289 23.58

3 SD/MI 51 273 39.91

4 SMTP sederajat 23 888 18.59

5 SMU Sederajat 11 338 8.83

6 SMK sederajad 3 947 3.07

7 Diploma I-II 955 0.74

8 Diploma III 538 0.42

9 Universitas (S1+ S2) 1 050 0.82

Total Alor 128 470 100.00

Sumber : BPS, 2003 (Alor Dalam Angka, 2003)

Selain dari perkembangan penduduk berdasarkan tingkatan pendidikan yang

dicapai, maka dapat ditunjukkan pula perkembangan jumlah murid, Guru dan

rasio murid terhadap Guru antar tingkatan sekolah di Kabupaten Alor Tahun

2003, seperti pada Tabel 12.

Tabel 12 Perkembangan jumlah murid, Guru dan rasio murid terhadap Guru menurut tingkatan sekolah di Kabupaten Alor Tahun 2003.

No Tingkatan pendidikan SWP A SWP B SWPC Kabupaten

I Taman kanak –kanak (TK)1 Murid 151 987 144 1 282

2 Guru 11 97 17 125

3 Rasio 13.73 10.18 8.47 10.26

II Sekolah Dasar

1 Murid 7 957 18 564 5 185 31 706

2 Guru 365 1086 319 1 770

3 Rasio 21.80 17.09 16.25 17.91

III Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) 1 Murid 1 667 6 273 792 8 732

2 Guru 97 379 61 537

3 Rasio 17.19 16.55 12.98 16.26

IV Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) 1 Murid 472 4 530 0 5 002

2 Guru 23 230 0 253

3 Rasio 20.52 19.70 0.00 19.77

Sumber : BPS, 2003 (Alor Dalam Angka ,2003).

Page 96: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

80

b.Aspek kesehatan.

Aspek kesehatan merupakan salah satu indikator pembangunan wilayah

yang mencerminkan tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM)

secara dinamik sebagaimana aspek pendidikan. Oleh karena produktivitas

pembangunan wilayah yang selalu berkembang secara dinamik sangat

ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang sehat. Pada umumnya

perkembangan pembangunan kesehatan yang ingin dicapai, ditentukan oleh

beberapa indikator pembangunan kesehatan seperti yang tertera pada Tabel 13.

Tabel 13 Perkembangan beberapa indikator pembangunan kesehatan antar Satuan wilayah pengembangan di Kabupaten Alor Tahun 2003.

Indikator Pembangunan Kesehatan

Wilayah Pembangunan SWP A SWP B SWP C Kabupaten

1.Angka harapan hidup (%) 66.70 67.46 65.40 66.52 2.Angka Kelahiran Bayi/1000 kelahiran (%) 5.10 12.80 6.10 21.60 3.Angka Kematian Bayi/1000 kehamilan (%) 3.00 6.60 6.20 15.80 4.Angka kematian Ibu hamil/melahirkan/ 1000 ibu hamil (%) 3.20 5.70 5.40 25.40

5.Gizi buruk/KEP Nyata (%) 4.00 3.10 2.60 3.23 6. Jumlah Dokter (orang) 2 13 7 22 7.Jumlah paramedis (orang) 17 62 19 98 8.Jumlah Bidan Desa (orang) 30 49 35 114 9. Pekarya (Orang) 12 36 14 62

10.Posyandu (Buah) 92 183 104 379 11.Aksektor KB Aktif (orang) 322 6255 570 7147 12.Cakupan air bersih/rumah tangga (%) 2.36 52.27 3.37 57.99 Sumber : Dinas Kesehatan , 2003 (Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Alor Tahun 2003).

Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata angka harapan hidup (AHH)

masyarakat Kabupaten Alor berada dibawah 70 tahun, sementara angka

kematian per seribu kehamilan ibu/kelahiran bayi mencapai 15.80 persen,

sedangkan angka kematian ibu hamil per seribu ibu hamil mencapai 25.40

persen. Sedangkan Status gizi buruk (kronik energi protein/KEP nyata) rata-rata

3.2 persen, nilai KEP ini lebih baik dibanding Tahun 2002 mencapai 10 persen.

Demikian pula cakupan air minum bersih rata-rata mencapai 57.99 persen dari

total rumah tangga penduduk Alor (36 333 RT). Demikian pula penyediaan

tenaga Dokter, Paramedis, dan Bidan masih sangat terbatas, belum

mengimbangi jumlah fasilitas kesehatan yang telah dibangun. Sejumlah fasilitas

kesehatan yang sudah dibangun seperti PUSTU dan Polindes banyak yang

mubazir karena keterbatasan tenaga medis/bidan untuk ditempatkan disana.

Page 97: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

81

c. Aspek Agama (Religion). Pada umumnya terdapat lima (5) agama yang dianut penduduk Kabupaten

Alor, yakni Islam, Kristen Khatolik, Kristen Protestan dan Hindu/Budha.

Perkembangan masing-masing jumlah penganut agama antar satuan wilayah

pengembangan di Kabupaten Alor, diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14 Perkembangan jumlah penganut agama antar satuan wilayah pengembangan di Kabupaten Alor Tahun 2003.

SWP Jumlah Penganut Agama (orang)

Islam K.Khatolik K.Protestan Hindu/Budha Total antar SWP A 12202 661 24765 3 37631 B 24435 4591 74523 155 103704 C 36 1087 26494 9 27626

Kabupaten 36673 6339 125782 167 168961 Sumber : BPS, 2003 ( Alor Dalam Angka, 2003).

Tabel 14, memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah penganut Agama

di Kabupaten Alor, didominasi agama Kristen Protestan (74.44%), diikuti agama

Islam (21.71%), agama Kristen Khatolik (3.75%) dan agama Hindu/Budha (0.10

%).

Dalam hubungannya dengan kerukunan hidup antar agama di Kabupaten

Alor, kerukunannya masih sangat harmonis, belum ada intimidasi dari pihak

agama manapun yang mencedrai kebebasan umat beragama untuk

menjalankan ibadahnya masing-masing. Kekentalan hubungan kekeluargaan

dalam menjalani silahturahmi antar umat beragama, baik pada peringatan hari-

hari raya keagamaan, pembangunan tempat ibadah, MTQ, hubungan kawin–

mawin, khitanan dan hubungan kekerabatan lainya merupakan potensi sosial

yang masih sangat dihargai sampai saat ini. Namun demikian seiring dengan

perkembangan global dan stabilitas politik Dalam Negeri yang labil, tidak

menutup kemungkinan adanya infiltrasi kepentingan dan teroris, untuk mencedrai

kerukunan kehidupan beragama di Kabupaten Alor yang selama ini terpelihara,

bisa saja dapat terjadi, maka perlu diwaspadai, dengan upaya meningkatkan

intensitas dialog antar umat beragama yang dinamik, merupakan solusi yang

lebih humanis, dalam menjamin ketahanan wilayah yang lebih kondusif terhadap

penyusupan konflik horisontal yang berdampak SARA.

d. Aspek keragaman ethnis, budaya dan kekerabatan sosial.

Page 98: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

82

Penduduk Kabupaten Alor memiliki keragaman suku asli (50 suku asli) dan

kelompok suku pendatang dari luar Kabupaten Alor antara lain suku Cina, Bugis

Makasar, Buton, Batak, Ambon, Padang, Jawa, Manado, Dayak, Bali, Bima ,

Flores, Sumba, Timor, Rote, Sabu, dll. Dalam hubungannya dengan interaksi

sosial baik antar suku asli maupun suku pendatang, masih sangat harmonis

karena ada keterikatan budaya dan fungsional yang mutualisme.

Dalam kaitannya dengan keterkaitan budaya, penduduk Alor sejak lama

dalam menjalani kekerabatan sosial antar suku-suku asli maupun suku –suku

tetangga di luar pulau Alor telah tertanam nilai-nilai kekerabatan sosial yang

dikenal dengan “ hubungan bela “ dan “hubungan egalatarian” . Kedua nilai

kekerabatan sosial tersebut, masih dijunjung tinggi sampai saat ini, sebagai

salah satu modal sosial yang memiliki kekuatan dalam mempersatukan

perbedaan suku, agama, adat-istiadat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan

di Alor. Kemudian keterkaitan fungsional antara suku asli dan suku pendatang,

yang masih terpelihara keharmonisan, karena suku asli memandang suku

pendatang sebagai pembawa inovasi dan pasar input dan pasar output produk

suku asli, yang masih berorientasi produk tradisional. Namun demikian

kesenjangan pendapatan antar suku asli dan suku pendatang serta kebocoran

wilayah yang tak terkendali, merupakan dilema yang perlu diwaspadai saat ini

dan kedepan, sehingga selalu dalam keseimbangan. Dampak negatif lain yang

sering timbul dari hubungan bela dan egalatarian yang tak terkendali adalah

mengurasnya ekonomi penduduk (pemborosan) demi suatu prestise sosial

merupakan salah satu lingkaran setan kemiskinan di Alor.

Kabupaten Alor yang terdiri atas keragaman suku asli, tidak terlepas dari

keragaman ethnolinguistik (56 bahasa ibu) yang dikelompokan dalam 13 rumpun

bahasa, yang satu sama lain sangat berbeda untuk dimengerti, sehingga dalam

interaksi sosial antar penduduk di Kabupaten Alor selalu menggunakan bahasa

Indonesia sebagai satu-satunya bahasa komunikasi antar suku-suku di Alor.

Selain keragaman ethnolinguistik, juga memiliki keragaman budaya, kurang

lebih terdapat 37 jenis peninggalan benda-benda cagar budaya atau megalitik

termasuk “Al’quran kuno” bertuliskan tangan yang masih dilestarikan dan sedang

tersimpan dalam museum daerah. Disamping itu terdapat tari-tarian dan syair

budaya, yang intinya sebagai media dalam menjamin kekerabatan atau interaksi

sosial dalam keberagaman. Diantaranya tarian “lego-lego” dan untaian syair

pemersatu “ Taramiti Tominuku (bersehati kita teguh, bersama kita bisa)”,

Page 99: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

83

“Webuk wangkape (yang jauh/ berbeda diikat menjadi dekat/satu)”. Nilai-nilai

budaya ini masih dihormati dalam kelembagaan adat, dan jauh lebih ampuh

sebagai alat penyelesaian konflik konflik horisontal dan atau berbagai aspek

pembangunan lainnya.

Seharusnya dalam kerangka otonomi daerah, nilai-nilai budaya ini haruslah

mendapat tempat yang lebih strategis, untuk menjawab tantangan pembangunan

wilayah, namun nilai – nilai budaya dan peran kelembagaan adat dan lembaga

non formal lainnya belum diintigrasikan secara optimal dalam pengambilan

kebijakan pembangunan wilayah. Seharusnya diperlukan suatu “regulasi “ yang

mengintegrasikan peran kelembagaan adat dan nilai – nilai budaya sebagai

suatu modal sosial yang menggerakan dan memberdayakan ekonomi penduduk

dan aspek pembangunan lainnya untuk berkembang maju adalah suatu prestise

sosial yang lebih humanis dan dinamis.

4.1.2.3. Ekonomi wilayah. Perkembangan ekonomi wilayah dapat ditunjukkan oleh beberapa indikator

pembangunan sebagai berikut :

a.Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan nilai

PDRB sebagaimana pada Tabel 2, pada tahun 1998 menunjukkan minus 2,50

persen dan tahun 1999 (0,44%), namun mulai berangsur membaik menjadi 5,63

persen pada Tahun 2003, namun dari sisi prosentase kontribusi PDRB

Kabupaten Alor tehadap PDB Nasional pada tahun 2000-2003 masih sangat

rendah rata-rata 0,03 persen. Sedangkan kontribusinya terhadap PDRB Propinsi

NTT pada tahun 2000 sebesar 3,97 persen, tahun 2001 (3,96 %), tahun 2002

(3,91%) dan tahun 2003 (3,92 %)

b.Pendapatan Perkapita.

Perkembangan pendapatan perkapita yang ditunjukkan oleh PDRB

perkapita, memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan. Namun demikian

bagaimana rasio perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Alor terhadap PDB

Nasional dan Provisi NTT dapat ditunjukkan pada Tabel 15

Tabel 15 memperlihatkan bahwa rasio perkembangan PDRB perkapita

Kabupaten Alor terhadap PDB Nasional masih rendah yakni pada tahun 2000

dan 2001 hanya mencapai 0,11 %, sedangkan tahun 2002 dan 2003 sedikit

bergeser menjadi 0,12 %. Sedangkan rasio pertumbuhan PDRB per kapita

Kabupaten Alor terhadap PDRB Provinsi NTT cukup tinggi, pada tahun 2000

Page 100: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

84

mencapai 88,17 persen, dan sedikit menurun tahun 2001 (87,62%), kemudian

meningkat menjadi 90,35 persen pada tahun 2002 dan tahun 2003 (94,94%).

Tabel 15 Ratio Pertumbuhan PDRB Perkapita Kabupaten Alor terhadap PDRB Per kapita Provinsi NTT dan PDB Per kapita Indonesia Tahun 2000-2003 Tahun Kabupaten Alor Provinsi NTT Indonesia

PDRB Per kapita

(Rp)

PDRB Per kapita

(Rp)

Ratio PDRB Alorterhadap Per kapita NTT

(%)

PDB Per kapita

(Rp)

Ratio PDRB Alor terhadap Per kapita

Indonesia (%)

2000 1443624 1637322 88.17 1264918748 0.11

2001 1667071 1902590 87.62 1467654835 0.11 2002 1954572 2163295 90.35 1610564951 0.12 2003 2177729 2293762 94.94 1786690919 0.12

Sumber : BPS, 2003 ( PDRB Kabupaten Alor Tahun 2003 dan PDB Indonesia Tahun 2003).

Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi PDRB Kabupaten Alor terhadap rata-rata

PDRB Perkapita NTT cukup signifikan, namun terhadap PDB Nasional amat

lemah.

C. Struktur ekonomi. Struktur ekonomi wilayah, sebagaimana pada Tabel 3 masih didominasi

pada sektor pertanian (primer), walaupun prosentase proporsi sektor primer dari

tahun 1998-2003 menunjukkan pergeseran yang menurun. Pada Tahun 1998

prosentase proporsi Sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 42,2 persen

menurun menjadi 34,58 persen, bila dibanding tahun 1988 sebagai tahun dasar

penyusunan RUTRW Kabupaten Alor, proporsi Sektor pertanian terhadap

PDRB mencapai 56,9 persen. Pertambangan dan penggalian tahun 1998

sebesar 1,38 persen, tahun 2003 menurun menjadi 1,2 persen , sedangkan

tahun 1988 (0,6 %).

Kemudian sektor industri (sekunder) perkembangannya masih tidak menentu

(berfluktuatif), tahun 1988 sebesar 0,8 persen meningkat 2,17 persen pada tahun

1998, namun menurun drastis menjadi 1,91 persen pada tahun 2003. Namun

ada peningkatan sektor sekunder pada sektor bangunan dan konstruksi, pada

tahun 1988 sebesar 0,4 persen, meningkat menjadi 5,47 persen pada tahun

1998 dan 5,76 persen tahun 2003. Sedangkan Sektor tersier (perdagangan ,

komunikasi dan jasa) mengalami peningkatan yang berfluktuatif kecuali sektor

sektor angkutan dan jasa-jasa, mengalami perkembangan yang cukup

signifikan. Sektor perdagangan, rumah makan dan hotel pada tahun 1988

memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 10,7 persen, tahun 1998 12,81

persen dan sedikit menurun menjadi 12,7 persen tahun 2003. Pengangkutan dan

Page 101: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

85

komunikasi tahun 1988 sebesar 5,4 persen, tahun 1998 sebesar 5.72 persen

dan tahun 2003 6.57 persen. Sektor jasa keuangan , persewahan dan jasa

perusahaan, tahun 1988 sebesar 3.3 persen, tahun 1998 sebesar 4.67 persen

dan tahun 2003 sedikit menurun menjadi 4.12 persen. Sedangkan jasa

pemerintahan umum, listrik dan air minum serta jasa swasta pada tahun 1988

sebesar 16,8 persen, meningkat menjadi 25,58 persen tahun 1998 dan 35,15

persen pada tahun 2003. Secara Grafik prosentase perkembangan Struktur

ekonomi Kabupaten Alor tahun 1998 – 2003 dapat dilihat pada Gambar 7.

0.60.8

5.1

0.4

10.75.4

3.3

16.8

56.9

24.974.67

5.72

12.81

5.47

0.61

2.17

42.2

1.38

39.34

1.39

2.15

0.615.69

14.47

5.86 4.625.89

27.57

4.526.09

13.45

5.98

0.592.1

38.34

1.35

37.08

1.3 2.040.57

5.74

13.016.1

4.41

29.7631.85

4.22

6.68

12.7

0.55

1.97 5.59

35.21

1.24

5.76

4.12

34.58

1.21.91 0.55

12.7

6.57

32.6

-10

0

10

20

30

40

50

60

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1988

1998

1999

2000

2001

2002

2003Sektor

%Tah

Gambar 7 Prosentase Perkembangan Struktur ekonomi Kabupaten Alor Tahun 1988 dan Tahun 1998-203.

Secara parsial Tabel 3 dan Gambar 7 menunjukkan keterkaitan

perkembangan struktur ekonomi wilayah yang lemah, pergeseran sektor

pertanian yang menurun tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan sektor

industri yang signifikan. Hal ini bisa dilihat dari prosentase proporsi sektor

industri terhadap PDRB Kabupaten Alor yang semakin menurun. Perkembangan

industri masih terbatas pada industri kecil dan rumah tangga. Sedangkan

keterkaitan antara sektor primer (pertanian) dengan sektor tersier menunjukkan

perkembangan yang cukup signifikan, walaupun pada beberapa komoditi

menunjukkan fluktuatif. Hal ini bisa dilihat dari data perdagangan komoditi antar

pulau di Kabupaten Alor Tahun 2002 – 2004 pada Tabel 16.

Penerimaan jasa sumbangan Pihak ketiga (SP3), sebagaimana pada Tabel

16 adalah jasa perizinan perdagangan komoditi antar pulau sebagai salah satu

Pos penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun dalam realitasnya

Page 102: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

86

Tabel 16 Perkembangan perdagangan komoditi Antar pulau/eksport dan Penerimaan sumbangan Pihak ketiga (SP3) di Kabupaten Alor periode 2002-2004

No

Jenis komoditi

2002

2003

2004

Jumlah komoditi

(Kg/Liter/P)

SP3 (Rp)

Jumlah komoditi

(Kg/Liter/P)

SP3 (Rp)

Jumlah komoditi

(Kg/Liter/P)

SP3 (Rp)

1 Kemiri 2074102 534572008 819285 157079975 2387397 4,559,931,3412 Kopra 102455 6813805 36456 3624500 28701 1808100

3 Biji Mente 369501 66769600 263005 43088250 717959 113669440

4 Serlack 64120 10777000 30175 5270249 148909 29005800 5 Asam 816418 49875957 358787 18178850 446495 24323975 6 Cengkeh 2900 2925000 530 99000 11337 5818375 7 Pinang 59667 18834997 51063 4151175 91812 4560985 8 Kenari 5155 4161450 375 168750 1600 759500 9 Vanili 2761 17949425 15 0 0 0

10 Kunyit 35817 7772537 18150 1471050 38250 3059200 11 Madu 217 283075 160 156000 1240 620000

12 Ubur-ubur 25000 3250000 438.006 0 15.426 0

13 Anakan Mutiara 10000 1000000 0 0 0 0

14 Agar-agar/R.laut 3200 351000 0 0 0 0

15 Batu hitam 3810780 342970200 3268640 309518250 3550980 355098000

16 Batu puyu 0 0 190350 10895625 88380 4419000

Total 7382093 1068306054 5037429.006 55370167 7513075.426 5103073716 Sumber : Dispenda 2005 (Laporan Bulanan Penerimaan SP3 Komoditi Antar Pulau di Kabupaten Alor Tahun 2002-2004).

terdapat indikasi kebocoran wilayah (penyulundupan) yang tidak terkendali

karena regulasinya yang masih lemah. Jumlah komoditi yang diantarpulaukan

selalu melampoui izin yang diberikan, rata-rata 23.50 persen/tahun dan atau

menimbulkan kerugian daerah sebesar Rp 2 803 934 615 (Dua Milyart

Delapan ratus tiga juta Sembilan ratus tiga puluh empat ribu enam ratus lima

belas rupiah) /tahun. Selisih perhitungan ini diperoleh dari jasa perizinan

perdagangan komoditi yang di keluarkan oleh Dinas pendapatan Kabupaten Alor

Tahun 2002-2004 sebagaimana pada Tabel 16, dibandingkan dengan data

perdagangan komoditi pada tahun yang sama, pada Koperasi Tenaga Kerja

Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Kalabahi. Data TKBM dianggap cukup

konsisten, karena upah tenaga kerja pelabuhan dibayar berdasarkan berat

barang yang diangkut setiap bongkar muat Kapal. Kondisi ini apabila tidak

segera dieleminir dengan suatu Peraturan Daerah yang mengatur tugas dan

fungsi serta mekanisme pengelolaan SP3 komoditi antar pulau, maka kebocoran

Page 103: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

87

wilayah akan lebih besar dan juga tidak menutup kemungkinan adanya indikasi

“rent seekers “ yang turut mengkerdilkan struktur ekonomi wilayah.

4.1. 3. Perkembangan infrastruktur/fasilitas sosial dan ekonomi. Perkembangan suatu wilayah, umumnya ditentukan oleh jumlah dan kualitas

infrastruktur sosial ekonomi yang dibangun pada suatu wilayah pembangunan.

Secara parsial perkembangan fasilitas sosial ekonomi tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut :

4.1.3.1. Fasilitas sosial. Pembangunan fasilitas sosial, penting untuk dibangun dalam rangka

memaksimalkan interaksi sosial, pelayanan publik dan memudahkan system

aliran informasi dan sumber daya antar pusat atau antar sub wilayah

pengembangan yang diharapkan berimbang (simetrik). Beberapa indikator

pembagunan fasilitas sosial yang dimaksukan antara lain fasilitas pendidikan,

kesehatan, air bersih, olahraga dan seni budaya, keagamaan, penerangan dan

telekomunikasi serta fasilitas pelayanan publik dan swasta. Perkembangan

masing-masing infrastruktur/fasilitas sosial dimaksud antar satuan wilayah

pengembangan (SWP) dapat ditunjukkan pada Tabel 17.

Secara parsial perkembangan infrastruktur sosial sebagaimana pada Tabel

17, menunjukkan adanya kesenjangan antar wilayah, kecuali fasilitas pelayanan

publik setempat (Kantor desa/Lurah) sudah dimiliki oleh seluruh desa/kelurahan

di Kabupaten Alor. Setelah itu fasilitas pendidikan dasar (SD) sudah cukup

tersebar (93,14 %), dari jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Alor, tetapi belum

diimbangi dengan penempatan guru yang merata. Pembangunan fasilitas

Pendidikan Menengah Tingkat Pertama, untuk ketiga wilayah pengembangan,

cukup tersedia namun masih kekurangan guru, untuk beberapa mata pelajaran

Sains dan Bahasa Inggris dan fasilitas Laboratorium. Demikian pula fasilitas

pendidikan SLTA, selain kekurangan guru dan fasilitas Laboratorium

sebagaimana pada tingkat SLTP, masih ada kesenjangan pada SWP C yang

belum ada fasilitas pendidikan SLTA. Para lulusan SLTP pada SWP C harus

melanjutkan pendidikan SLTA ke kota (SWP B), dengan jarak tempuh 31-85 Km

untuk jalan darat dan 66 -130 Km dengan pelayaran laut.

Dari aspek fasilitas kesehatan, untuk ketiga pengembangan wilayah,

khusunya penyediaan Puskesmas, Pustu dan Polindes hampir berimbang antar

wilayah, namun belum diimbangi dengan ketersediaan Medis dan Paramedis,

serta fasilitas rawat dan obat-obatan yang tersedia secara kontinue.

Page 104: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

88

Selain itu terdapat Pustu dan Polindes yang sudah dibangun tetapi mubazir,

karena keterbatasan tenaga medis dan paramedis, serta penyebaran Bidan desa

yang belum merata, sementara ratio ketersediaan Bidan desa dan ketersediaan

polindes 1,46. Seharusnya 144 Bidan desa yang ada, minimal seorang Bidan

desa sudah harus ditempatkan pada 98 Polindes yang tersebar pada 98 desa.

Sedangkan 46 Bidan desa lainnya bisa melengkapi tenaga paramedis pada

Rumah sakit, Puskesmas dan Pustu. Tetapi pada kenyataanya 80 persen

Polindes di Alor belum berfungsi sebagaimana mestinya.

Tabel 17 Perkembangan pembangunan infrastruktur sosial antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003. No

Jenis Infrastruktur/ fasilitas sosek

Penyebaran jumlah jenis fasilitas pada desa antar SWP SWP A SWP B SWP C Kabupaten

unit

Desa/ Lurah

unit

Desa/ Lurah

unit

desa/ Lurah

Unit

Desa/ Lurah

A Pendidikan 1 Taman Kanak (TK) 8 8 27 21 6 4 41 33 2 Sekolah Dasar (SD) 56 41 110 84 46 38 212 163 3 SMTP 7 5 20 17 5 5 32 27 4 SMTA 3 3 8 6 0 0 11 9 5 Perguruan Tinggi 0 0 2 1 0 0 2 1 B Kesehatan 1 Rumah sakit 0 0 1 1 0 0 1 1 2 Puskesmas 4 4 7 7 6 6 17 17 3 Pustu 9 9 19 19 13 13 41 41 4 Balai pengobatan 0 0 2 2 1 1 3 3 5 Polindes 22 22 43 43 33 33 98 98 6 Air bersi (Leding) 17 14 7738 47 787 13 8542 74 C Keagamaan 1 Mesjid/Mushola 31 21 61 48 0 0 92 69 2 Gereja 70 34 249 80 165 38 484 152 3 Puri 0 0 1 1 0 0 1 1

D Olahraga dan seni budaya

1 stadiun olah raga 0 0 2 2 0 0 0 0 2 Sanggar seni budaya 0 0 3 2 1 1 4 3 3 Musem 0 0 1 1 0 0 0 0

E Penerangan dan Telekomunikasi

1 PLN 115 13 7517 50 282 2 7914 65 2 Listrik Non PLN 20 8 802 39 54 5 876 52 3 Listrik Tenaga Surya 395 7 403 9 454 6 1252 22

4 Pemancar Telekom 2 2 1 1 1 1 4 4 5 Pemancar Televisi 0 0 1 1 0 0 1 1 6 Telephon umum/

Sellular 0 0 623 19 0 0 623 19 7 Telp. Satelit T.Surya 1 1 2 2 4 4 7 7 8 Saluran SSB 5 5 6 3 9 9 20 17

F Pelayanan publik dan swasta (Perkantoran)

1 Pemerintahpusat/ Cabang/Kabupaten 21 4 75 10 22 3 118 17 2 Pemerintah setempat 46 46 91 91 38 38 175 175

3 Kerjasama Luar Negari 0 0 2 1 0 0 2 1

4 Kantor Swasta 0 0 59 14 2 2 61 16 Sumber : BPS, 2003 ( Alor Dalam Angka, 2003, Potensi dan Profil Desa 2003).

Page 105: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

89

Dari aspek Penerangan, menunjukkan bahwa dari 175 desa/ kelurahan di

Kabupaten Alor memperlihatkan 65 desa/kelurahan (37,14%) yang mendapat

fasilitas penerangan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Non PLN 52 desa

(29,71 %) yakni listrik tenaga disel yang diperoleh dari swadaya masyarakat desa

dan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Sedangkan perusahaan listrik

tenaga surya (PLTS) mencakup 22 desa (12,57 %). Dengan demikian masih

terdapat 36 desa/kelurahan (20,57 %) yang sama sekali belum terjamah oleh

penerangan listrik.

Dari aspek infrastruktur telekomunikasi, menunjukkan bahwa, saluran

telephon/sellular masih terbatas pada sub wilayah pengembangan B (kota hirarki

utama). Komunikasi antar SWP lebih banyak menggunakan Saluran SSB

(channel single Band) yang sudah terpasang pada 17 desa/kelurahan pada tiga

SWP. Namun 87 persen penggunaannya didominasi oleh informasi aktivitas

pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat antar SWP.

4.1.3.2. Infrastuktur ekonomi. Pembangunan infrastruktur ekonomi suatu wilayah amat penting, untuk

mendorong aliran sumber daya (informasi, barang dan jasa) yang efisien,

meningkatkan produktivitas dan interaksi spasial yang saling memperkuat.

Pembangunan infrastruktur ekonomi yang dimaksudkan adalah fasilitas pasar,

tokoh, perusahaan, jaringan perhubungan dan obyek wisata yang mendorong

interaksi dan keterkaitan ekonomi antar SWP dan antar regional. Perkembangan

infrastruktur ekonomi antar SWP tersebut, dilihat pada Tabel 18.

Perkembangan infrastruktur ekonomi wilayah sebagaimana pada Tabel 18,

menunjukkan bahwa terdapat 53 pasar yang telah dibangun di Kabupaten Alor,

dan tersebar pada 52 desa/ Kelurahan. Dalam opersionalnya hanya 2 pasar yang

beroperasi secara kontinue 7 hari, sedangkan pasar lainnya masih bersifat pasar

mingguan yang beroperasi rata – rata 3 hari dalam seminggu, kecuali tokoh/kios

rata-rata dibuka secara kontinue dalam seminggu; namun diantara 175

desa/kelurahan masih dijumpai 24 (13,71 %) desa yang belum ada toko atau

kios yang menyediakan sembako bagi pemenuhan kebutuhan dasar. Desa-desa

tersebut tergolong yang paling terisolasi.

Perkembangan pembangunan fasilitas Bank di Kabupaten Alor, mencakup 3

unit Bank (BNI 1946, BRI dan Bank Pembangunan Daerah NTT). Dari ketiga unit

Bank tersebut, hanya Bank BRI yang sudah membuka tiga unit Cabang, 2 unit

cabang berada di SWP B dan 1 unit cabang berada di SWP A. Dengan demikian

Page 106: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

90

terdapat 6 unit Bank di Kabupaten Alor, yang memperkuat Struktur ekonomi

wilayah. Demikian juga Lembaga keuangan lainnya (Nir Bank) terdiri dari 6 unit.

Selain Bank dan Nir Bank, Koperasi sebagai salah satu Lembaga ekonomi

masyarakat, yang berperan untuk memperkuat basis ekonomi masyarakat

perdesaan, juga telah berkembang sebanyak 66 unit pada 47 desa/kelurahan,

Tabel 18 Perkembangan pembangunan infrastruktur Ekonomi antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 2003. No Jenis Infrastruktur/

fasilitas sosek Penyebaran jumlah jenis fasilitas antar SWP

SWP A SWP B SWP C Kabupaten unit desa unit desa unit desa unit Desa

A Pasar 13 13 24 24 16 15 53 52 B Bank 1 1 5 3 0 0 6 4 C Nir Bank 1 1 5 4 0 0 6 5 D Tokoh/Kios 88 29 764 86 74 36 926 151 E Koperasi/KUD 4 4 59 40 3 3 66 47 F Perusahan/Pabrik 0 0 11 6 0 0 11 6 G Restoran/R.makan 1 1 38 6 0 0 39 7 H Hotel/Wisma 1 1 5 4 0 0 6 5 I Obyek Wisata 0 0 7 6 2 1 9 7 J Depot pertamina 0 0 2 2 0 0 2 2 K Perhubungan darat

1 Jalan aspal 32 32 57 57 15 15 104 104 2 Kend.roda 4 penumpang 1 1 275 23 3 2 279 26 3 K.roda 4 non penumpang 6 6 56 10 25 12 87 28 4 Kendaraan roda dua 125 19 1520 55 35 13 1680 87

L Perhubungan laut 1 Pel. niaga/Pangkalan AL 0 0 1 1 1 1 2 2 2 Pelabuhan ferri (ASDP) 0 0 1 1 0 0 1 1 3 Pel. Tengker Pertamina 0 0 1 1 0 0 1 1 4 Pel. Pelayaran rakyat 2 2 0 0 1 1 0 0 5 Kapal niaga 0 0 4 4 0 0 4 4 6 Kapal Perintis 0 0 3 3 0 0 3 3 7 Kapal ferri 2 1 4 4 0 0 4 4 8 Perahu motor 89 30 137 36 13 4 239 70 9 Speadbood 0 0 4 2 0 0 4 2

M Perhubungan Udara 1 Bandara 0 0 1 1 0 0 1 1 2 Pesawat F 27 0 0 1 1 0 0 1 1 3 Pesawat cassa 0 0 1 1 0 0 1 1

Sumber : BPS, 2003 ( Alor Dalam Angka, 2003, Potensi dan Profil Desa 2003).

kendatipun 89,40 persen masih berada di kota (Sub wilayah B). Dari 66 unit

Koperasi tersebut, 18 unit diantaranya merupakan fasilitas pembangunan tempat

pelayanan koperasi (TPK) unit desa dari 9 Koperasi Unit Desa di Kabupaten Alor.

Akan tetapi dari 18 TPK unit desa yang tersedia, yang berfungsi hanya 55,56

persen, sedangkan 44,44 persen tidak berfungsi. Hal ini disebabkan oleh

kendala organisasi dan manajemen.

Perkembangan suatu wilayah tidak bisa terlepas dari pembangunan fasilitas

perusahaan/pabrik, restoran/rumah makan dan hotel/wisma, yang memperkuat

keterkaitan struktur ekonomi wilayah. Terdapat 11 unit perusahaan/pabrik

berskala mikro dan menengah di Kabupaten Alor, 39 unit Rumah makan/restoran

Page 107: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

91

dan 6 unit Hotel/Wisma, dimana 97,44 persen ketiga pembangunan fasilitas

tersebut masih terpusat di kota (Sub SWP B). Khusus perkembangan fasilitas

hotel, rata-rata masih pada kelas melati, jumlah kamar tidur yang tersedia masih

terbatas (87 unit) dengan rata–rata kunjungan tamu 166 orang perbulan pada

tahun 2003. Dari rata-rata kunjungan tamu tersebut 8,35 persen merupakan

tamu mancanegara, dan bila dibanding tahun 2002, jumlah kunjungan

mancanegara meningkat 14,18 persen dari tahun 2002 sebanyak 134

pengunjung. Sedangkan pengunjung nusantara mengalami penurunan 0,76

persen pada tahun 2003 dari jumlah pengunjung nusantara tahun 2002

sebanyak 1 847 orang. Perkembangan jumlah pengunjung baik mancanegara

maupun nusantara, terkait dengan daya tarik wilayah, antara lain potensi

parawisata daerah. Terdapat 19 obyek parawisata daerah (wisata bahari, seni-

budaya dan panorama alam), namun belum didukung dengan infrastruktur yang

memadai. Pengelolaan obyek Parawisata daerah yang sudah dibangun fasilitas

sederhana, baru mencapai 47,37 persen dari 19 obyek potensi wisata yang

teridentifikasi.

Untuk melaksanakan semua aktivitas sosial ekonomi suatu wilayah, harus

diimbangi dengan pasokan sumber energi yang cukup dan kontinue, maka

fasilitas energi yang sudah dibangun berupa sebuah pelabuhan tengker

pertamina dan sebuah Depot distribusi. Namun demikian Depot distribusi

pertamina yang hanya satu, sering mnyebabkan kemacetan lalulintas setiap hari,

pada saat antrian distribusi energi pada kendaraan dan tempayan untuk

konsumsi rumah tangga penduduk.

Selain pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial sebagaimana pada

Tabel 17 dan Tabel 18 yang diuraikan di atas, maka pembangunan infrastruktur

perhubungan atau transportasi merupakan bagian pembangunan fasilitas

pembangunan wilayah yang sangat vital dalam rangka membangun jaringan

keterkaitan dan interaksi sosial ekonomi antar dan inter wilayah pembangunan.

Perkembangan infrastruktur jaringan transportasi di Kabupaten Alor

sebagaimana pada Tabel 18, pada umumnya menunjukkan perkembangan yang

masih jauh dari optimal untuk membangun jaringan keterkaitan dan interaksi

spasial yang kuat. Pembangunan jalan aspal yang menghubungkan kota hirarki

utama dan kota-kota hinterland (kota kecamatan) baru menjangkau 59,43 persen

dari 175 desa/kelurahan di Kabupaten Alor. Dari 59, 43 persen desa/kelurahan

yang telah dijangkau jalan aspal tersebut, 33,40 persen dari 463,18 Km panjang

Page 108: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

92

jalan beraspal di Kabupaten Alor adalah berkualitas jelek (rusak). Rata-rata

klasifikasi jalan di Kabupaten Alor adalah jalan kelas III, dengan rincian: panjang

jalan negara 95,20 Km dari total panjang jalan di Kabupaten Alor (1 432,33 Km),

jalan propinsi 172 Km dan jalan kabupaten 1 164,93 Km (Gambar 8 Peta

penyebaran jalan di Kabupaten Alor). Selain itu penyediaan kendaraan roda 4

dan roda 2 juga masih sangat terbatas antar satuan wilayah pengembangan.

0 8.56 17.12

P E T A JARINGAN JALAN

DI KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ALOR

“ B A P P E D A “BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Jl. El Tari No. 19 Telepon (0386) 21378

RENCANA TATA RUANG WILAYAHKABUPATEN ALORDATA DASAR

25.68 34.24 Km1 : 856.000

Ibukota KabupatenIbukota Kecamatan

Jalan Negara

Jalan Propinsi

Jalan Kabupaten

Jalan Desa

B T

U

S

Gambar 8. Peta penyebaran jalan di Kabupaten Alor

Kabupaten Alor sebagai salah satu Kabupaten kepulauan, maka

pembangunan infrastruktur transportasi laut dan udara, memiliki peran strategis

dalam membangun keterkaitan dan interaksi spasial antar regional dan inter

wilayah Pembangunan. Untuk antar regional Kabupaten Alor sudah memiliki 2

Pelabuhan niaga, dengan lokasi Kalabahi dan Maritaing (berperan pula sebagai

pangkalan Angkatan Laut) untuk menjaga teritorial wilayah NKRI dengan negara

Timor Leste, dan satu unit pelabuhan ferri di Kalabahi. Sedangkan antar inter

wilayah pembangunan di Kabupaten Alor sudah di bangun 3 unit pelabuhan

pelayaran rakyat (PELRA) yakni 1 unit pada SWP C di Marataing dan 2 unit pada

SWP A masing-masing di Bakalang dan Baranusa dan sejumlah pembangunan

tambatan perahu pada pulau-pulau kecil dan jalur selatan pulau Alor. Dari 3 unit

PELRA tersebut, yang sudah secara kontinue disinggahi Kapal niaga dan kapal

Page 109: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

93

ferri adalah pelabuhan Baranusa (untuk kapal ferri 2 kali seminggu sebagai

pelabuhan transit jalur Kalabahi – Leoleba-Larantuka Flores PP). Sedangkan

pelabuhan Bakalang dan Marataing masih insedentil, untuk disinggahi kapal ferri

maupun niaga. Jumlah kapal yang secara kontinue menyinggahi Pelabuhan

Kalabahi, terdiri dari 4 unit Kapal ferri, dengan jalur pelayaran sebagai berikut : 2

unit jalur Kupang – Kalabahi- Baa Rote PP) dan 2 unit jalur Kalabahi-Baranusa-

Leoleba-Larantuka PP dan Kalabahi–Atapupu Kabupaten Belu, PP). 3 Kapal

perintis yakni Awu, Serimau dan Tatamaulau yang menyinggahi pelabuhan

Kalabahi 2 minggu sekali secara kontinue serta 4 kapal niaga yang masuk

pelabuhan Kalabahi seminggu sekali secara bergantian.

Selain Pelabuhan laut, Kabupaten Alor juga sudah miliki 1 unit Bandara

dengan panjang landasan 1 450 M, yang sudah disinggahi 1 unit Pesawat Cassa

dan 1 unit Pesawat sejenis Foker 27 secara kontinue dalam seminggu dengan

jalur penerbangan Kupang-Kalabahi PP dan Kupang–Maumere–Kalabahi PP,

dan Kalabahi–Kupang-Denpasar ( 2 X seminggu).

4.2. Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP). 4.2.1. Kesenjangan Pendapatan Antar SWP berdasarkan Indeks Williamson

Salah satu parameter yang digunakan dalam analisis kesenjangan

pembangunan (kesenjangan pendapatan) antar satuan wilayah pengembangan

adalah data Penerimanaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebagaimana

diasumsikan bahwa PBB merupakan salah satu representasi penerimaan

pendapatan seluruh penduduk dari berbagai lapangan usaha di suatu wilayah

pembangunan; dilain sisi Penerimaan PBB merupakan kontribusi Penerimaan

Pendapatan Daerah dari setiap SWP yang dapat direlokasi dalam RAPBD bagi

kegiatan pemerintahan dan pembangunan di daerah setiap tahun anggaran.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Indeks williamson, dapat

diketahui kesenjangan antar satuan wilayah Pengembangan (SWP) A, B dan C

di Kabupaten Alor pada kurun waktu 1999 – 2004. Hasil perhitungan Indeks

Williamson tersebut diperlihatkan pada Tabel 19 dan secara grafik ditunjukkan

pada Gambar 9

Page 110: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

94

Tabel 19 Indeks Williamson untuk SWP A, SWP B dan SWP C Di Kabupaten Alor pada kurun waktu 1999-2004.

Tahun SWP A SWP B SWP C Kabupaten

1999 0.5449 0.2801 0.5365 0.9264

2000 0.5118 0.2639 0.5046 0.8721

2001 0.3918 0.1723 0.3393 0.5940

2002 0.3723 0.1118 0.5494 0.5643

2003 0.2734 0.1290 0.2601 0.4392

2004 0.2690 0.1113 0.2294 0.3935

Sumber : Hasil analisis Data Penerimaan PBB Tahun 1999-2004

Kesenjangan Pembangunan antar-inter SWP Periode 1999-2004

0.26900.2734

0.37230.3918

0.51180.5449

0.11130.12900.11180.1723

0.26390.2801

0.22940.2601

0.3393

0.50460.53650.5494

0.39350.4392

0.56430.5940

0.87210.9264

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.4000

0.5000

0.6000

0.7000

0.8000

0.9000

1.0000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Tahun

Inde

ks W

illiam

son

SWP A

SWP B

SWP C

Kabupaten

Gambar 9 Kesenjangan Pembangunan antar-inter SWP A,B dan C di Kabupaten Alor Kurun waktu 1999-2004.

Dari Tabel 19 dan Gambar 9, dapat memberikan gambaran bahwa Indeks

Williamson pada kurun waktu 1999 – 2004 untuk tingkat Kabupaten berkisar

antara 0,3935 – 0,9264. Sedangkan masing-masing SWP terlihat bahwa pada

SWP A Indeks Williamson berkisar antara 0,2690 – 0,5449; SWP C berkisar

antara 0,2294 – 0,5494 dan SWP B berkisar antara 0,1113 – 0,2801. Hasil

tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata Indeks Williamson tingkat Kabupaten

jauh lebih tinggi dari ketiga SWP, dimana Indeks williamson tertinggi mencapai

0,9264 dan indeks terendah berada pada nilai 0,3935. Sedangkan diantara

ketiga SWP terlihat bahwa rata-rata Indeks Williamson SWP B lebih rendah

dibanding SWP A dan SWP C. Antara SWP A dan SWP C menunjukkan Indeks

Williamson yang tidak jauh berbeda. Indeks Williamson tertinggi pada SWP A

mencapai 0,5449 sedangkan SWP C mencapai 0,5494, sedangkan Indeks

terendah untuk SWP A berada pada nilai 0,2690 dan SWP C berada pada nilai

Page 111: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

95

0,2294; Sedangkan pada SWP B nilai Indeks tertinggi mencapai 0,2801 dan

terendah berada pada angka 0,1113.

Dari Indeks Williamson tersebut memberikan indikasi bahwa Kesenjangan

pendapatan pada kurun waktu 1999 – 2004 menunjukkan bahwa rata-rata

kesenjangan pendapatan tingkat Kabupaten jauh lebih tinggi dari pada rata-rata

kesenjangan pendapatan antara ketiga SWP. Hal ini disebabkan oleh variasi

didalam pemerataan penerimaan pendapatan (PBB) antar SWP. Sedangkan

rata-rata kesenjangan pendapatan antar SWP terlihat bahwa rata-rata SWP B

lebih rendah dibanding SWP A dan SWP C. Sedangkan antara SWP A dan SWP

C, rata-rata kesenjangan pendapatan relatif tidak jauh berbeda walaupun Indeks

tertinggi berada pada SWP C. Kesenjangan tersebut mengindikasikan bahwa

pemerataan pembangunan pada SWP B jauh lebih baik karena SWP B

merupakan pusat aktivitas ekonomi wilayah, sehingga sebahagian wilayah

wilayah yang berada dalam SWP B akses aktivitas sosial ekonominya lebih

berkembang dibanding SWP A dan SWP C.

Namun demikian rata-rata kesenjangan pendapatan dari ketiga Satuan

Wilayah Pengembangan pada kurun waktu Tahun 1999 – 2004 semakin

mengarah kepada perbaikan, kecuali pada SWP C nilai Indeks Williamson

meningkat tajam pada Tahun 2002, yang mencapai 0,5494. Hal ini disebabkan

oleh pemerataan pendapatan antar wilayah dalam SWP C yang tidak sama

karena pada wilayah tertentu mayoritas penduduk yang tergantung pada

komoditi pertanian yang monokultur mengalami kegagalan panen, disamping

faktor-faktor eksternal lain yang tidak bisa dihindari dapat mempengaruhinya.

Rata-rata kesenjangan pendapatan dari ketiga SWP yang cenderung mengarah

pada perbaikan sangat berpengaruh terhadap kesenjangan pendapatan Daerah

(Kabupaten) yang juga mengarah kepada perbaikan, yakni pada tahun 1999

kesenjangan pendapatan mencapai 0,9264 menurun menjadi 0,3935 pada tahun

2004.

Berdasarkan hasil review terhadap 46 sampel Juru pungut desa pada 46

desa/keluarahan menyatakan bahwa secara umum kesenjangan pendapatan

(penerimaan PBB) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor pendapatan

masyarakat (wajib pajak) yang berfluktuatif/rendah (60 %), faktor akses pasar

uang nominal yang rendah (22.50 %), sehingga penerimaan PBB sering

dilakukan secara barter yang tentunya nilai barangnya lebih tinggi dari nilai

nominal penerimaan PBB, hal ini sangat merugikan masyarakat, tetapi secara

Page 112: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

96

terpaksa dilakukan Juru pungut desa sebagai suatu kewajiban. Sedangkan 12,50

persen dipengaruhi faktor sosial politik sebagai suatu bentuk protes kepada

pemerintah terhadap kebijaksanaan pembangunan wilayah yang tidak berimbang

dan 5 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor kelalean wajib pajak.

4.2.2. Kesenjangan Perkembangan wilayah berdasarkan Indeks Skalogram.

Hasil perhitungan Indeks skalogram terhadap perkembangan wilayah yang

dicirikan oleh penyediaan jumlah sarana dan jumlah jenis sarana dan prasarana

yang tersedia pada desa-desa antar satuan wilayah pengembangan, dapat

tertera pada Tabel 20 dan Gambar 10. Peta Cluster desa hirarki Tahun 2003.

Tabel 20 Perkembangan desa hirarki Antar SWP berdasarkan Indeks Skalogram Tahun 2003.

Cluster/Hirarki SWP

Jumlah desa

hirarki

Prosentase Perkembangan

(%)

Nilai Indeks Antara

Jlh Hirarki Dalam RUTRW

I A 0 0.00 > 0.370 0 B 8 4,57 0.372-0.378 1 C 0 0.00 > 0.370 0

Jumlah 8 4,57 1 II A 14 8,00 0.272-0.369 1 B 37 21,14 0.266-0.370 2 C 11 6,29 0.274-0.365 2

Jumlah 62 35,43 5 III A 5 2,86 0.016-0.265 4 B 21 12,00 0.003-0.263 7 C 3 1,71 0.052-0.092 2

Jumlah 29 16,57 13 IV A 27 15,43 (-0.459)-(-0.001) 8 B 25 14,28 (-0.459)-(-0.003) 8 C 24 13,71 (-0.459)-(-0.021) 11

Jumlah 76 43,43 27 Total 175 100 46

Sumber : Hasil analisis data infrastruktur pada desa/kelurahan Tahun 2003

P. MARICA

P. LAPANG

P. BATANG

SEL

TPA

NTA

P. KEPA

P. TERNATE

P. BUAYA

KEC. ALOR

P. NUBU P. SIKA

KEC. ALORTENGAH UTARA

K E C. A LORT I M U R

P. KAMBING

P. TREWENG

P. PURA

BARAT LAUT

BARAT DAYA

KEC. TELUKMUTIARAKEC. ALOR

TIM UR LAUTKEC. ALOR

P. RUSA

Tg. Delaki

Tg. Margeta

Teluk

Blangm

erang

Teluk Benlelang

Maritaing

Bukapiting

Moru

Mebung

Kokar

Kalabahi

KEC. ALORSELATAN

R

AKEC. PANTAR BARAT

P.PANTARBaranusa

Kabir BakalangKEC. PANTAR

0 6.7 13.4

Keterangan :

SUMBER ;HASIL PENELITIAN PWD , 2005

P E T A

Ib u ko ta Ka b u p a te n

Ib u ko ta Ke ca m a ta nBa ta s Ka b u p a te nBa ta s Ke ca m a ta nJa la n Asp a l

Ja la n Ba tuSu n g a i

Ba ta s W P

20.1 26.8 Km

P. A L O RApui

Hirarki I

Hirarki II

Hirarki III

Hirarki IV

B T

U

S

PERKEMBANGAN HIRARKIWILAYAH ATAS DASAR INDEKS SKALOGRAMTAHUN 2003

G a m b r : 6 . 3 . P e t a p e r k e m b a n g a n h i r a r k i w i l a y a h d i K a b u p a t e n A l o r a t a s d a s a r i n d e k s s k a l o g r a m T a h u n 2 0 0 3 .

SEKOLAH PASCASARJANAI P B - BOGOR

Gambar 10 Peta perkembangan hirarki wilayah di Kabupaten Alor atas dasar indeks skalogram Tahun 2003

Page 113: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

97

Pada Tabel 20 dan Gambar 10, memperlihatkan penyediaan sarana dan

prasarana sosial ekonomi yang senjang atau timpang antar SWP, desa-desa

hirarki yang di kategori memiliki indeks perkembangan sedikit tinggi (> 0.370)

hanya tersebar pada 8 (4.57 %) kota hirarki desa/kelurahan pada SWP B.

Kedelapan desa tersebut merupakan pengembangan dari kota Kalabahi sebagai

Ibu Kota Kabupaten yang berperan sebagai kota hirarki utama yang memobilisasi

segala aktivitas pemerintahan dan sosial ekonomi di Kabupaten Alor. Sementara

desa/Kelurahan hirarki pada SWPA dan SWP C, berada pada cluster II,III dan IV.

Pada Tabel 20, tersebut terlihat bahwa desa/Kelurahan hirarki yang dicluster

sebagai Indeks perkembangan sedang ( 0.270 – 0.370 ), terdapat 62 (35,43 % )

dari 175 desa/Kelurahan di Kabupaten Alor. Dari 62 desa/kelurahan tersebut

59,68 persen terdapat pada SWP B, 22,58 persen pada SWP A dan 17,74

persen pada SWP C. Sedangkan Pada cluster III dengan indeks perkembangan

kurang (0.001-0.269) sebanyak 29 desa/kelurahan (16,57%) dari 175

desa/kelurahan. Dari 29 desa dengan indeks perkembangan kurang tersebut

75.86 persen berada pada SWP B, 17.24 persen berada pada SWP A dan 10.34

persen berada pada SWP C. Kemudian pada Cluster IV dengan kategori indeks

perkembangan sangat kurang (<0.001) jauh lebih banyak dibanding cluster I,II

dan III. Terdapat 76 (43,43 %) desa/kelurahan yang dikategori sangat kurang

indeks perkembangan hirarkinya dari 175 desa/kelurahan. Dari 76 desa

dimaksud 35,53 persen berada di SWP A. Sedangkan pada SWP B 32,89

persen dan SWP C 31,58 persen. Perkembangan masing-masing

desa/kelurahan hirarki antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) tersebut di

atas dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dari potret perkembangan wilayah berdasarkan indeks Skalogram seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 20, menunjukkan pula bahwa kota-kota hirarki yang

ditetapkan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW)

Kabupaten Alor Tahun 1991 antar SWP hingga tahun 2003 menunjukkan

perkembangan yang tidak signifikan, bahkan pada beberapa hirarki yang

berperan sebagai pusat aktivitas Pemerintahan Kecamatan menunjukkan indeks

perkembangan kurang sampai sangat kurang, antara lain Marataing sebagai Ibu

kota Kecamatan Alor Timur dalam RUTRW tergolong hirarki II, namun indeks

skalogram menunjukkan minus 0,021 atau berada pada hirarki IV. Sedangkan

Apui sebagai Ibu kota Kecamatan Alor Selatan dalam RUTRW tergolong hirarki

II, namun indeks skalogram menunjukkan perkembangan kurang (0.052) atau

Page 114: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

98

berada pada kategori hirarki III, demikian pula Baranusa sebagai Ibu kota

Kecamatan Pantar Barat dalam RUTRW tergolong hirarki II, indeks

perkembangan menunjukkan hirarki III (0,265). Dilain sisi beberapa kota hirarki

dalam RUTRW Kabupaten dikategori dalam hirarki III dan IV, namun indeks

perkembangan menunjukkan berada pada hirarki II. Kota – Kota dimaksud antara

lain, Moru Ibu kota Kecamatan Alor Barat Daya, dalam RUTRW tergolong hirarki

IV, indeks perkembangan menunjukkan hirarki II (0.348), Kokar Ibu kota

Kecamatan Alor Barat Laut dan Mebung Ibu kota Kecamatan Alor Tengah Utara,

dalam RUTRW keduanya tergolong hirarki III, namun indeks perkembangan

menunjukkan hirarki II masing-masing untuk Kokar (0.358) dan Mebung (0.359).

Ketiga kota ini adalah satu kesatuan dalam SWP B yang ideks

perkembangannya jauh lebih baik dibanding kota-kota hirarki lain pada SWP A

dan SWP C karena ketiga kota ini lebih dekat dengan Kota hirarki Utama

sehingga spreat effect untuk mendorong perkembangan wilayah lebih nyata.

Namun demikian pada Kota Kabir Ibu kota Kecamatan Pantar pada SWP A dan

kota Bukapiting Ibu kota Kecamatan Alor Timur Laut pada SWP C, keduanya

dalam RUTRW Kabupaten ditetapkan pada hirarki III, tetapi indeks

perkembangan berada pada hirarki II, masing-masing untuk Kabir (0.369 ) dan

Bukapiting (0.365).

Beberapa kota hirarki selain Ibu kota Kecamatan, yang ditetapkan dalam

RUTRW Kabupaten Alor Tahun 1991, dalam kategori hirarki II, III dan IV,

ternyata dalam perkembangannya, beberapa kota diantaranya menunjukan

indeks perkembangan yang signifikan tetapi ada sebahagian yang masih belum

berkembang. Beberapa kota diantaranya sudah dibahas DPRD Kabupaten dan

ditetapkan menjadi PERDA Kabupaten Alor Tahun 2005 sebagai pusat aktivitas

Ibu Kota Kecamatan Pemekaran seperti diperlihatkan pada Tabel 21

Kota – kota dimaksud pada Tabel 21, antara lain pada SWP A adalah Kota

Bakalang. Dalam RUTRW, Kota Bakalang dikategori dalam hirarki III, namun

hasil perhitungan skalogram menunjukkan indeks perkembangan menjadi hirarki

II (0.274) dan menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan sosial ekonomi

Kecamatan Pantar Timur (Hasil Pemekaran Kecamatan Pantar Tahun 2005).

Kemudian Kota Marica dan Kota Maliang dalam RUTRW tergolong hirarki IV,

tetapi hasil perhitungan skalogram menunjukkan indeks perkembangan menjadi

hirarki II (0.272) untuk Marica dan hirarki III (0.087) untuk Maliang. Kota Marica

Page 115: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

99

dan Kota Maliang menjadi Ibu kota Kecamatan Pantar Barat Laut dan

Kecamatan Pantar Tengah (Hasil Pemekaran dari Kecamatan Pantar Barat).

Pada SWP B Kota Kopidil dalam RUTRW tergolong hirarki IV, kini menjadi

pusat aktivitas Kecamatan Kabola, dengan indeks perkembangan dalam kategori

hirarki II (0,369). Kota Kalunan dalam RUTRW tergolong hirarki III, kini menjadi

pusat aktivitas pemerintahan dan sosial ekonomi Kecamatan Mataru, dengan

indeks perkembangan masih tetap pada hirarki III (0,005). Kota Alemba desa

Lembur Timur dalam RUTRW dalam kategori hirarki II, kini sebagai pusat

aktivitas pemerintahan dan sosial ekonomi Kecamatan Lembur dengan indeks

perkembangan tetap pada hirarki II ( 0,336 ). Selain itu Kota Limarahing dalam

RUTRW tidak dalam kategori kota hirarki, kini menjadi pusat aktivitas

pemerintahan Kecamatan Pura, dengan indeks perkembangan dalam kategori

hiraki II (0,327 ).

Tabel 21 Indeks Perkembangan hirarki Ibu Kota Kecamatan Tahun 2003. SWP Nama Kota Hirarki Dalam

RUTRW Indeks

Perkembangan Hirarki

A 1.Baranusa II 0.265 III

2.Kabir III 0.369 II

3.Bakalang III 0,274 II

4.Maliang IV 0,087 III

5.Marica IV 0,272 II

B 6.Kalabahi I 0.378 I

7.Kokar III 0.358 II

8.Mebung III 0.359 II

9.Moru IV 0.348 II

10.Kopidil IV 0,369 II

11.Alemba II 0.336 II

12.Kalunan III 0.005 III

13.Limarahing

(Bolamelang )

Non hirarki 0.327 II

C 14.Apui II 0.052 III

15.Bukapiting III 0.365 II

16.Marataing II -0.021 IV

17.Peitoko IV -0.034 IV

Keterangan : © Ibu kota Kecamatan pemekaran Tahun 2005. Sumber : PERDA Kabupaten Alor No.15 Tahun 2005 Tentang

Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor

Kemudian pada SWP C, terlihat bahwa kota Peitoko dalam RUTRW

Kabupaten berada pada kategori hirarki IV, kini menjadi pusat aktivitas

Page 116: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

100

pemerintahan dan sosial ekonomi Kecamatan Puraiman, dengan perkembangan

masih tetap pada hirarki IV (-0.034 ).

Dari hasil indeks perkembangan hirarki wilayah, sebagaimana ulasan di

atas memberikan indikasi bahwa 1) Perkembangan hirarki wilayah yang

mendorong proses pertumbuhan ekonomi wilayah terutama pada SWP A dan C

serta sebagian wilayah – wilayah pada SWP B terutama Alor Barat Daya bagian

Selatan dan Alor Tengah Utara Bagian Selatan, indeks perkembangan hirarki

wilayah masih sangat rendah (belum banyak berkembang); 2) Adanya

inkonsistensi dalam pengarahan alokasi sumber daya yang mendorong proses

pertumbuhan hirarki wilayah sesuai arahan RUTRW, sehingga RUTRW disusun

lebih berprentensi pada ” Masterplan syndrome ” 3) Beberapa kota hirarki

memang sudah ditetapkan sebagai Pusat Aktivitas Pemerintahan dan sosial

ekonomi wilayah, berdasarkan hasil pemekaran Kecamatan Baru Tahun 2005.

Namun demikian berdasarkan hasil analisis hirarki wilayah seharusnya belum

pada waktunya; karena beberapa Ibu kota kecamatan sebagai kota hirarki II dan

III, yang dibangun dalam suatu kurun waktu yang panjang, belum menunjukkan

suatu hirarki yang efektif dalam mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.

Asumsi Penambahan Pusat aktivitas Pemerintahan yang baru, mungkin

lebih berpretensi pada pertimbangan politis dan geofisik wilayah untuk

memperpendek jangkauan pelayanan pemerintah dan pemerataan alokasi

sumber daya pembangunan, namun asumsi tersebut tanpa mempertimbangkan

kemampuan alokasi sumber daya pembangunan daerah (kemampuan investasi

pembangunan Wilayah) akan lebih menambah kelambanan pertumbuhan

wilayah karena inefisiensi dalam alokasi sumber daya pembangunan yang

mendorong pertumbuhan wilayah secara cepat dan proporsional; karena proporsi

APBD Pembangunan akan cenderung menurun sebab ada kecenderungan

peningkatan alokasi APBD bagi belanja Apratur 4) Penetapan hirarki wilayah,

yang sudah dilaksanakan selama ini lebih bersifat parsial dengan pertimbangan

politis dan geografis.

4.2.3. Kesenjangan proporsi Alokasi APBD Pembangunan antar SWP berdasarkan Model Indeks Entroyp (IE). Perkembangan/pertumbuhan suatu wilayah, tidak akan mungkin terlepas

dari kegiatan investasi, baik investasi pemerintah maupun investasi swasta pada

suatu wilayah. Untuk itu pada wilayah – wilayah marginal seperti Kabupaten Alor,

yang perkembangan infrastruktur wilayahnya belum mendukung investasi

swasta, maka investasi pemerintah dalam bentuk APBD Pembangunan sangat

Page 117: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

101

menentukan pertumbuhan suatu wilayah. Namun demikian dalam alokasi APBD

Pembangunan tersebut apakah secara spasial, penyebarannya sudah

proporsional antar satuan wilayah pengembangan (SWP), maka untuk

menghitungnya digunakan Indeks Entropy (IE), dengan pertimbangan bahwa

alokasi APBD Pembangunan dalam suatu SWP merupakan akumulasi alokasi

APBD pada sub-sub wilayah sebagai Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP).

Dengan demikian hasil perhitungan indeks Entropy untuk menduga proporsi

penyebaran APBD Pembangunan Antar SWP di Kabupaten Alor pada Tahun

Anggaran 1997/1998 – 2003 dapat diperlihatkan pada Tabel 22 dan secara

grafis diperlihatkan pada Gambar 11

Tabel 22 Nilai Entropy Alokasi APBD Pembangunan Antar SWP di Kabupaten Alor TA.1997/1998-2003.

No Tahun Anggaran

Indeks Entropy Alokasi APBD Pembangunan Antar SWP

SWP A SWP B SWP C Kabupaten

1 1997/1998 0.69 1.33 1.08 3.10

2 1998/1999 0.69 1.33 1.09 3.11

3 2000 0.67 1.34 1.09 3.09

4 2001 0.64 1.36 1.09 3.08

5 2002 0.69 1.35 1.09 3.13

6 2003 0.69 1.35 1.09 3.13

Sumber : Hasil analisis Data alokasi APBD Kabupaten Alor TA.1997/1998-2003.

Indeks pemerataan Alokasi APBD Kab.Alor TA.1997/1998-2003

0.690.690.640.670.690.69

1.351.351.361.341.331.331.091.091.091.091.091.08

3.133.133.083.093.113.10

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

1997/1998 1998/1999 2000 2001 2002 2003

Tahun Anggaran

Nila

i ent

ropy

SWP A

SWP B

SWP C

Kabupaten

Gambar 11 Nilai Entropy Alokasi APBD Pembangunan antar SWP di Kab.Alor TA.1997/1998-2003

Dari Tabel 22 dan Gambar 11, menggambarkan bahwa Pertumbuhan

proporsi Alokasi APBD Pembangunan antar SWP menunjukkan indikasi

kesenjangan, yakni pada SWP A terlihat lebih senjang dibanding SWP B dan

Page 118: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

102

SWP C. Hasil perhitungan indeks entropy menunjukkan SWP B mendapat

proporsi alokasi APBD Pembangunan yang lebih merata dan berkembang sedikit

dinamis. Sedangkan antara SWP A dan SWP C, terlihat SWP C lebih merata

proporsinya tetapi alokasi setiap tahun menunjukkan proporsi yang cenderung

statis, sedangkan SWP A mengalami kecenderungan perkembangan

pemerataan yang fluktuatif menurun.

Kesenjangan alokasi APBD pembangunan tersebut, dapat terjadi bukan lebih

disebabkan oleh besar kecilnya prosentase alokasi APBD Pembangunan antar

SWP, tetapi kesenjangan terjadi karena alokasi APBD Pembangunan yang tidak

proporsional antar sub-sub wilayah dan atau sub wilayah cakupannya yang

terbatas. Hal ini bisa dilihat pada SWP A yang hanya memiliki dua sub wilayah

Kecamatan (lihat Lampiran 7), dimana sub wilayah yang memperoleh prosentasi

alokasi APBD yang lebih besar ternyata menunjukkan indeks entropy yang lebih

kecil dari sub wilayah yang memperoleh prosentase alokasi APBD

Pembangunan yang lebih kecil. Selain itu prosentase alokasi APBD

Pembangunan antara SWP A dan SWP C, menunjukkan SWP A lebih besar

dibanding SWP C, misalnya pada TA. 1997/1998,2000 dan 2001 seperti terlihat

pada Gambar 12, tetapi indeks entropy menunjukkan SWP C lebih besar, dan

karena SWP C mencakup 3 sub wilayah Kecamatan dan SWP B mencakup 4

sub wilayah Kecamatan (yang lazim sebagai unit daerah kerja pembangunan

=UDKP).

Prosentase Alokasi APBD Pembangunan antar SWP TA.1997/1998 - 2003

100 100 100 100 100 100

3022 26 30

22 22

50 55 51 45 53 53

20 23 23 25 25 25

0

20

40

60

80

100

120

1997/1998 1998/1999 2000 2001 2002 2003

Tahun Anggaran

% A

loka

si A

PBD

SWP A

SWP B

SWP C

Kabupaten

Gambar 12 Prosentase alokasi APBD Pembangunan antar SWP TA.1997/1998-2003

Pada umumnya perkembangan nilai entropy, pada SWP B dan C yang

mencakup lebih dari dua sub wilayah sebagaimana pada Lampiran 7, untuk

masing-masing sub wilayah didapati perkembangan nilai entropy sejalan dengan

proporsi alokasi APBD Pembangunan, berbeda dengan SWP A, dimana Sub

Page 119: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

103

wilayah yang memperoleh proporsi alokasi APBD Pembangunan lebih besar

justru menunjukkan indeks pemerataan yang kecil. Hal ini sejalan dengan prinsip

indeks entropy bahwa semakin luas jangkauan spasial (cakupan sub wilayah

lebih banyak), maka semakin tinggi entropy (pemerataan) wilayah

(Saefulhakim,2003).

Terkait dengan trend perkembangan nilai entropy setiap tahun yang

cenderung statis, ada kaitannya dengan prosentase proporsi alokasi APBD

Pembangunan pada beberapa sub wilayah yang cenderung statis atau bahkan

menurun sebagaimana pada Gambar 12 dan Lampiran 7. Kecenderungan

proporsi alokasi APBD yang statis dan fluktuatif, terkait dengan proporsi alokasi

APBD Pembangunan yang terbatas, disertai penentuan alokasi Anggaran yang

cenderung pada skala proporsi sektor atau proporsi unit kerja daerah dan

proporsi wilayah kecamatan, ketimbang skala prioritas kegiatan pembangunan

yang berbasis wilayah terutama yang berbasis wilayah perdesaan secara

proporsional. Hal ini sangat terkait dengan masih lemahnya kualitas sumber daya

pengelola APBD, baik Eksekutif maupun Legislatif dalam membangun

pemahaman yang rasional.

4.2.4. Analisis Interaksi Spasial Antar hirarki/pusat aktivitas wilayah pembangunan. Salah satu indikator pertumbuhan suatu wilayah, tidak dapat terlepas dari

meningkatnya mobilitas spasial antar wilayah, baik dalam wujud jumlah orang,

jumlah barang, jumlah transportasi maupun jumlah informasi. Namun demikian

secara parsial jaringan interaksi spasial antar wilayah belum menunjukkan

jaringan interaksi yang “network”. Pola interaksi antar wilayah pembangunan

yang ada adalah pola “dendretik”, yakni jaringan interaksi masih terbatas pada

interaksi vertikal dari hirarki utama ke hirarki II (ibu kota kecamatan) dan

sebaliknya. Salah satu indikator jaringan interaksi spasial yang menunjukkan

network adalah “arus informasi”. Oleh karena itu dalam konteks penelitian ini,

fokus pendugaan analisis kuantitatif interaksi spasial diarahkan pada “ arus

informasi pengiriman dan penerimaan berita melalui saluran SSB/ Channel

Single Band (SSB) Pemerintah Kabupaten Alor “. Sedangkan interkasi spasial

dalam wujud jumlah orang, barang dan transportasi dapat dianalisis secara

deskriptif.

Page 120: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

104

a. Analisis interaksi spasial (Aliran informasi pelayanan pemerintah) antar hirarki/pusat aktivitas wilayah pengembangan. Sebagaimana uraian di atas bahwa salah satu alat informasi pelayan

pemerintah antar hirarki/pusat aktivitas wilayah pengembangan adalah alat

komunikasi satu arah (SSB), yang sudah dioperasikan di Kabupaten Alor, sejak

Tahun 1975 dan pengadaan pada saat itu digunakan sebagai alat informasi

pelaksanaan PEMILU Tahun 1975.

Fokus penelitian dengan menggunakan data arus informasi melalui SSB

dengan pertimbangan bahwa alat tersebut dalam perkembangannya masih eksis

sampai sekarang untuk digunakan sebagai alat komunikasi utama antar wilayah

hirarki yang masih sangat tertinggal pembangunan infrastruktur. Sedangkan

dilain pihak arus informasi melalui sarana telekomunikasi yang lebih modern

seperti Telephon maupun Telephon Sellular, hingga kini masih terbatas pada

Kota hirarki utama (Kota Kalabahi sebagai Ibu kota Kabupaten). Dengan

demikian hampir semua aktivitas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan

kemasyarakatan antar hirarki wilayah diinformasikan melalui SSB sebagai alat

komunikasi utama Pemerintah Daerah. Selain itu aktivitas sosial dan ekonomi

antar masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah

antar hirarki wilayah diinformasikan melalui SSB sebagai satu-satunya alat

komunikasi yang bisa dijangkau masyarakat pedesaan secara cepat dengan

biaya murah dan konstan (tanpa dipengaruhi limit waktu dan jarak).

Karena itu, gangguan/hambatan yang berpengaruh dalam melakukan

interaksi komunikasi tentu berbeda antar hirarki wilayah, yang turut berpengaruh

terhadap intensitas interaksi (kelambanan informasi ). Dilain sisi penggunaan alat

komunikasi ini, hampir 87 persen didominasi oleh aktivitas pemerintah, sehingga

intensitas pelayanan pemerintah antar satuan wilayah pengembangan melalui

saluran SSB secara nyata bisa diduga, hirarki wilayah mana yang intensitas

pelayanan pemerintah lebih tinggi dan mana yang lebih rendah dan bagaimana

dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat antar hirarki wilayah. Maka

diperlukan suatu pendugaan alat analisis interaksi spasial, dan dalam penelitian

ini telah digunakan “Model Entropi Interaksi spasial Tanpa Kendala

(Unconstrained Entropy Model )” dengan bantuan “software Minitab”.

Hasil Analisis Entropy Interaksi Spasial Tanpa Kendala (Unconstrained

Entropy Model ) dalam wujud interaksi informasi (terutama informasi harga,

bencana alam, program/proyek dan kunjungan kerja) melalui saluran SSB antar

Page 121: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

105

hirarki wilayah Tahun 2004, dapat diperlihatkan pada Tabel 23 dan secara Grafik

diperlihatkan pada Gambar 13 dan 14

Tabel. 23 Hasil Analisis Entropy Interaksi spasial (Pengiriman dan Penerimaan Berita melalui Saluran SSB ) di Kabupaten Alor Tahun 2004.

A.Hasil Analisis Entropy Pengiriman Berita (Berita Keluar ) NO

KOTA ASAL

KOTA TUJUAN ln Fij Kabir ln Fij Baranusa ln Fij Kalabahi ln Fij

Kokar 1 Kabir 0.000 6.406 6.434 6.022 2 Baranusa 4.680 0.000 6.082 5.188 3 Kalabahi 5.011 5.001 0.000 5.207 4 Kokar 6.636 6.496 6.002 0.000 5 Mebung 4.634 5.408 4.840 5.292 6 Moru 5.076 5.176 5.422 5.494 7 Apui 2.860 3.292 5.374 5.170 8 Bukapiting 4.134 4.962 5.748 4.722 9 Maritaing 4.332 4.564 5.456 4.536 9 Maritaing 4.332 4.564 5.456 4.536

Lanjutan A. ln Fij Mebung ln Fij

Moru ln Fij Apui ln Fij

Bukapiting ln Fij-

Marataing 4.992 5.950 5.688 5.430 5.192 4.794 4.296 5.024 4.492 4.754 5.217 5.227 5.023 5.061 5.033 6.088 6.886 5.606 5.698 6.592 0.000 6.366 5.962 5.796 5.894 5.972 0.000 5.182 4.928 5.006 4.678 3.724 0.000 5.260 4.920 5.670 5.146 6.448 0.000 6.572 4.908 4.988 5.562 5.184 0.000 4.908 4.988 5.562 5.184 0.000

B. Hasil Analisis Entropy Penerimaan Berita (Berita Masuk )

NO

KOTA ASAL

KOTA TUJUAN ln Fij Kabir ln Fij

Baranusa ln Fij Kalabahi ln Fij Kokar

1 Kabir 0.00 4.540 4.755 5.93 2 Baranusa 6.29 0.000 5.347 6.40 3 Kalabahi 7.47 7.470 0.000 7.45 4 Kokar 5.06 4.746 4.959 0.00 5 Mebung 4.70 4.930 4.871 5.42 6 Moru 5.21 4.372 4.993 5.93 7 Apui 5.21 5.092 4.373 5.15 8 Bukapiting 4.97 4.694 4.560 5.15 9 Maritaing 5.13 5.174 4.959 6.33

Lanjutan B ln Fij

Mebung ln Fij Moru ln Fij Apui ln Fij Bukapiting ln Fij-

Marataing 4.716 4.993 4.270 4.298 4.368 5.024 5.616 4.944 5.342 5.068 7.426 7.483 7.403 7.293 7.376 4.936 5.236 5.210 4.438 4.368 0.000 5.757 5.200 5.230 4.920 5.908 0.000 4.642 4.784 4.864 5.042 5.122 0.000 5.568 5.364 5.415 5.259 5.662 0.000 5.038 5.798 5.310 5.540 6.064 0.000

Sumber : Diolah dari Laporan Bulanan Operasi SSB pada Kantor SSB dan Kecamatan Tahun 2004.

Page 122: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

106

Entropy interaksi spasial ( Berita keluar melalui SSB)Tahun 2004

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

Kota Tujuan

Nila

i ent

ropy

Kabir

Baranusa

Kalabahi

Kokar

Mebung

Moru

Apui

Bukapiting

Maritaing

Kabir 0.000 6.406 6.434 6.022 4.992 5.950 5.688 5.430 5.192

Baranusa 4.680 0.000 6.082 5.188 4.794 4.296 5.024 4.492 4.754

Kalabahi 5.011 5.001 0.000 5.207 5.217 5.227 5.023 5.061 5.033

Kokar 6.636 6.496 6.002 0.000 6.088 6.886 5.606 5.698 6.592

Mebung 4.634 5.408 4.840 5.292 0.000 6.366 5.962 5.796 5.894

Moru 5.076 5.176 5.422 5.494 5.972 0.000 5.182 4.928 5.006

Apui 2.860 3.292 5.374 5.170 4.678 3.724 0.000 5.260 4.920

Bukapiting 4.134 4.962 5.748 4.722 5.670 5.146 6.448 0.000 6.572

Maritaing 4.332 4.564 5.456 4.536 4.908 4.988 5.562 5.184 0.000

ln Fij Kabir ln Fij Baranusa

ln Fij Kalabahi ln Fij Kokar ln Fij Mebung ln Fij Moru ln Fij Apui ln Fij Bukapiting

ln Fij-Marataing

Gambar 13 Entropi Interaksi Spasial (pengiriman berita melalui SSB) Antar hirarki wilayah di Kabupaten Alor Tahun 2004

Entropy interaksi spasial (Berita masuk melalui SSB) Tahun 2004

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

Kota tujuan

Nila

i ent

ropy

Kabir

Baranusa

Kalabahi

Kokar

Mebung

Moru

Apui

Bukapiting

Maritaing

Kabir 0.00 4.540 4.755 5.93 4.716 4.993 4.270 4.298 4.368

Baranusa 6.29 0.000 5.400 6.40 5.024 5.616 4.944 5.342 5.068

Kalabahi 7.47 7.470 0.000 7.45 7.426 7.483 7.403 7.293 7.376

Kokar 5.06 4.746 4.959 0.00 4.936 5.236 5.210 4.438 4.368

Mebung 4.70 4.930 4.871 5.42 0.000 5.757 5.200 5.230 4.920

Moru 5.21 4.372 4.993 5.93 5.908 0.000 4.642 4.784 4.864

Apui 5.21 5.092 4.373 5.15 5.042 5.122 0.000 5.568 5.364

Bukapiting 4.97 4.694 4.560 5.15 5.415 5.259 5.662 0.000 5.038

Maritaing 5.13 5.174 4.959 6.33 5.798 5.310 5.540 6.064 0.000

ln Fij Kabir ln Fij Baranusa

ln Fij Kalabahi

ln Fij Kokar ln Fij Mebung

ln Fij Moru ln Fij Apui ln Fij Bukapiting

ln Fij-Marataing

Gambar 14 Entropi Interaksi Spasial (Penerimaan Berita Melalui SSB ) Antar Hirarki Wilayah di Kabupaten Alor Tahun 2004

Page 123: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

107

Pada Tabel 23 dan Gambar 13 dan 14, memperlihatkan intensitas interaksi

spasial (banyaknya berita yang dikirim dan diterima ) melalui saluran SSB antar

hirarki wilayah, yakni terdapat 9 hirarki/pusat aktivitas wilayah yang tersebar

pada tiga Satuan Wilayah Pengembangan (SWP), yakni Kota Kabir dan

Baranusa mewakili SWP A, Kota Kalabahi, Kokar, Mebung dan Moru mewakili

SWP B dan Kota Apui, Bukapiting dan Marataing mewakili SWP C. Kesembilan

wilayah hirarki ini masing – masing melakukan interaksi sebagai Kota Asal dan

Kota Tujuan. Dari Hasil Analisis Entropi Spasial Tanpa Kendala (Unconstrained

Entropy Model ) dapat diuraikan secara berurut dari intensitas interaksi (Fij)

pengiriman dan penerimaan berita melalui saluran SSB mulai dari Fij tertinggi

sampai Fij terendah antar hirarki wilayah adalah sebagai berikut :

A. Intensitas Interaksi (Fij) Pengiriman Berita (Berita Keluar). Dari kota asal Kabir ke kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi pengiriman berita adalah Kalabahi, Baranusa, Kokar,

Moru, Apui, Bukapiting,Marataing dan Mebung. Koefisien hambatan (β)

yang mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah

sebesar (-0,163) dengan nilai R2 (72,20%) dan Pvalue (0,008),sedangkan

parameter konstanta sebesar (7,11). Varibel-variabel hambatan (R2) yang

mempengaruhi intensitas interaksi pengiriman berita disini adalah

“gangguan teknis alat komunikasi dan gangguan modulasi yang dipicu

oleh jarak dan cuaca”. Kedua variabel gangguan tersebut berlaku untuk

semua hirarki wilayah. Nilai P (0,008) menunjukkan signifikansi

penggunaan model sebesar 99,992 persen. Sedangkan parameter

konstanta sebesar 7,11 menunjukkan jumlah berita yang keluar dari Kabir

menuju kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam operasi SSB dengan

asumsi tidak terjadi gangguan teknis dan modulasi.

Dari kota asal Baranusa menuju kota tujuan secara berurutan

berdasarkan intensitas interaksi adalah Kalabahi, Kokar, Apui , Mebung ,

Marataing, Kabir, Bukapiting dan Moru. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,179) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (62,70%) dan

Pvalue (0,019) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.981

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan jumlah berita

yang keluar dari Baranusa menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap

jam operasi SSB sebesar 7,03.

Page 124: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

108

Dari kota asal Kalabahi menuju kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi adalah Moru, Mebung, Kokar, Bukapiting, Marataing,

Apui, Kabir dan Baranusa . Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi

intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,0541)

dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (59,20 %) dan Pvalue

(0,026) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.974 persen.

Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan jumlah berita yang

keluar dari Kalabahi menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 6,18.

Dari kota asal Kokar menuju kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi adalah Moru, Kabir, Marataing, Baranusa, Mebung,

Kalabahi, Bukapiting, dan Apui. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,187) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (74,40 %) dan

Pvalue (0,006) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.994

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan berita yang

keluar dari Kokar menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 7,20.

Dari kota asal Mebung menuju kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi adalah Moru, Apui, Marataing, Bukapiting, Kokar,

Baranusa, Kalabahi, dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,166) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (70,50 %) dan

Pvalue (0,009) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.991

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan berita yang

keluar dari Mebung menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 6,87.

Dari kota asal Moru menuju kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi adalah Mebung, Kokar, Kalabahi, Apui, Baranusa,

Kabir, Marataing dan Bukapiting. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,127) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (51,90 %) dan

Pvalue (0,044) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.56

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan berita yang

Page 125: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

109

keluar dari Moru menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 6,47.

Dari kota asal Apui menuju kota tujuan secara berurutan berdasarkan

intensitas interaksi adalah Kalabahi, Bukapiting, Kokar, Marataing,

Mebung, Moru, Baranusa dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,256) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (62,00 %) dan

Pvalue (0,020) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.98

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan berita yang

keluar dari Apui menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 7,61.

Dari kota asal Bukapiting menuju kota tujuan secara berurutan

berdasarkan intensitas interaksi adalah Marataing, Apui (6,448), Kalabahi

Mebung, Moru, Kokar, Baranusa, dan Kabir. Koefisien hambatan (β)

yang mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah

sebesar (-0,212) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (65,50 %)

dan Pvalue (0,015) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar

99.985 persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan

berita yang keluar dari Bukapiting menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk

setiap jam operasi SSB sebesar 7,50.

Dari kota asal Marataing menuju kota tujuan secara berurutan

berdasarkan intensitas interaksi adalah Apui, Kalabahi, Bukapiting, Moru,

Mebung, Baranusa, Kokar, dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang

mempengaruhi intensitas pengiriman berita antar hirarki wilayah sebesar

(-0,151) dengan nilai variabel hambatan (R2) sebesar (53.10 %) dan

Pvalue (0,040) dalam arti signifikansi penggunaan model sebesar 99.60

persen. Sedangkan parameter konstanta yang menunjukkan berita yang

keluar dari Marataing menuju Kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB sebesar 6,71 B. Intensitas Interaksi (Fij) Penerimaan Berita (Berita Masuk).

Intensitas interaksi berita yang diterima Kabir dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Baranusa, Moru, Apui. Marataing, Kokar , Bukapiting,

dan Mebung. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,139) dengan nilai R2

Page 126: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

110

(62,20 %) dan Pvalue (0,020), sedangkan parameter konstanta sebesar

(6,56). Varibel-variabel hambatan (R2) yang mempengaruhi intensitas

interaksi penerimaan berita sama halnya dengan variabel pengiriman

berita yakni “gangguan teknis alat komunikasi dan gangguan modulasi “.

Kedua variabel gangguan tersebut berlaku untuk interaksi penerimaan

berita pada semua hirarki wilayah. Nilai P (0,020 ) menunjukkan

signifikansi penggunaan model sebesar 99,98 persen. Sedangkan

parameter konstanta sebesar 6,56 menunjukkan jumlah berita yang

masuk (diterima) Kabir dari kota-kota hirarki lainnya untuk setiap jam

operasi SSB dengan asumsi tidak terjadi gangguan teknis dan modulasi.

Intensitas interaksi berita yang diterima Baranusa dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi Marataing, Apui, Mebung. Kokar, Bukapiting, Kabir dan

Moru. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas penerimaan

berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,147) dengan nilai variabel

hambatan (R2) sebesar (60,30 %) dan Pvalue (0,023) atau signifikansi

penggunaan model sebesar 99,997 persen. Sedangkan parameter

konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar 6,91. Nilai ini

menunjukkan berita yang masuk atau diterimai Baranusa dari Kota-kota

hirarki lainnya untuk setiap jam operasi SSB, dengan asumsi tidak terjadi

gangguan teknis dan modulasi.

Intensitas interaksi berita yang diterima Kalabahi dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Baranusa, Moru. Kokar, Marataing, Mebung. Kabir, Bukapiting

dan Apui, Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,0367) dengan nilai

variabel hambatan (R2) sebesar (62,20 %) dan Pvalue (0,020) atau

signifikansi penggunaan model sebesar 99,98 persen. Sedangkan

parameter konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar

6,87.

Intensitas interaksi berita yang diterima Kokar dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Baranusa, Marataing, Moru, Kabir, Mebung, Bukapiting

dan Apui. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,128) dengan nilai

Page 127: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

111

variabel hambatan (R2) sebesar (50,60 %) dan Pvalue (0,048) atau

signifikansi penggunaan model sebesar 99,952 persen. Sedangkan

parameter konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar

6,35.

Intensitas interaksi berita yang diterima Mebung dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Moru, Marataing, Bukapiting, Apui, Baranusa, Kokar

dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,105) dengan nilai

variabel hambatan (R2) sebesar (54,30 %) dan Pvalue (0,037) atau

signifikansi penggunaan model sebesar 99,963 persen. Sedangkan

parameter konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar

6,21.

Intensitas interaksi berita yang diterima Moru dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Mebung, Baranusa, Marataing, Bukapiting, Kokar, Apui

dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,123) dengan nilai

variabel hambatan (R2) sebesar (71.50 %) dan Pvalue (0,008) atau

signifikansi penggunaan model sebesar 99,963 persen. Sedangkan

parameter konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar

6,34.

Intensitas interaksi berita yang diterima Apui dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Bukapiting, Marataing, Kokar, Mebung, Baranusa , Moru

dan Kabir. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas

penerimaan berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,112) dengan nilai

variabel hambatan (R2) sebesar (61.50 %) dan Pvalue (0,021) atau

signifikansi penggunaan model sebesar 99,979 persen. Sedangkan

parameter konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar

6,26.

Intensitas interaksi berita yang diterima Bukapiting dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Marataing, Apui, Baranusa, Mebung, Moru, Kokar dan

Kabir. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas penerimaan

Page 128: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

112

berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,089) dengan nilai variabel

hambatan (R2) sebesar (50.70 %) dan Pvalue (0,047) atau signifikansi

penggunaan model sebesar 99,953 persen. Sedangkan parameter

konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar 6,14.

Intensitas interaksi berita yang diterima Marataing dari kota asal secara

berurutan berdasarkan intensitas interaksi penerimaan berita masuk

adalah Kalabahi, Apui, Baranusa, Bukapiting, Mebung, Moru, Kokar , dan

Kabir. Koefisien hambatan (β) yang mempengaruhi intensitas penerimaan

berita antar hirarki wilayah sebesar (-0,134) dengan nilai variabel

hambatan (R2) sebesar (77,90 %) dan Pvalue (0,004) atau signifikansi

penggunaan model sebesar 99,996 persen. Sedangkan parameter

konstanta yang diperoleh dari penggunaan model sebesar 6,70.

Secara umum Tabel 23 dan Gambar 13 dan 14 juga memperlihatkan

bahwa:

Rata –rata intensitas interaksi spasial yang masuk ke kota hirarki utama

(Kalabahi) dari kota – kota hirarki bawahnya jauh lebih tinggi, rata - rata di

atas 7 berita perjam operasi SSB bila dibanding dengan intensitas

interaksi sebaliknya, dari hirarki utama ke hirarki bawahnya. Hal ini ada

hubungannya dengan Kalabahi sebagai pusat kebijakan aktivitas

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan yang

dilaksanakan oleh seluruh Kelembagaan Pemerintah Daerah kepada

masyarakat, hampir seluruhnya diinformasikan melalui saluran SSB.

Rata-rata intensitas interaksi antara kota hirarki utama dengan kota –kota

hirarki dalam satu SWP (SWP B) sedikit lebih kuat dibanding antar kota-

kota hirarki pada SWP A dan C.

Intensitas interaksi spasial yang terkait dengan penyampaian informasi

pelayanan pemerintah berupa informasi pasar, bencana alam, informasi

kegiatan program/proyek dan kunjungan kerja dalam rangka supervisi

dan sosialisai kepada masyarakat menunjukkan intensitas pelayanan

pemerintah yang tidak simetrik antar hirarki wilayah. Hal ini

memperlihatkan signifikansi kesenjangan pertumbuhan antar wilayah.

b. Analisis deskriptif pola interaksi spasial antar hirarki/pusat aktivitas inter wilayah pengembangan dan antar dan inter regional. Analisis entropi interaksi spasial tanpa kendala (unconstrained entropy

model) untuk menduga arus informasi pelayanan pemerintah pada masyarakat

melalui saluran SSB pemerintah daerah, sebenarnya sudah memberikan sinyal

Page 129: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

113

adanya asimetrik interaksi spasial antar wilayah, akan tetapi hasil pendugaan

tersebut belum merepresentasikan perkembangan jaringan interaksi spasial yang

komprehensif, oleh karena itu perlu juga analisis deskriptif untuk melihat pola

interaksi spasial berdasarkan jaringan interaksi yang diarahkan dalam RUTRW

Kabupaten Alor Tahun 1991. Hal ini didasari pada asumsi bahwa suatu

wilayah memiliki potensi sumber daya dan karakteristik yang berbeda baik dari

aspek resource endowment maupun aspek artificial resources berupa teknologi

dan hasil interaksi sosial-ekonomi antar wilayah lainnya. Perbedaan sumber

daya (supply side) serta disisi lainnya perbedaan kebutuhan (demand side)

menyebabkan terjadinya transaksi dan interaksi sosial maupun ekonomi wilayah.

Mobilisasi sumber daya dan pemenuhan kebutuhan masing-masing wilayah

sehingga terjadinya hubungan/interaksi wilayah dapat berwujud arus atau

pergerakan orang, kendaraan atau barang serta komponen wilayah lainnya

(seperti teknologi, modal dan informasi) melalui jalan dan transportasi, system

atau kelembagaan yang melaksanakannya dan tingkat dan sifat interaksi akan

menentukan perkembangan suatu wilayah.

Sifat pergerakan penduduk sendiri secara garis besar terbagi dua

karakteristik. Yang pertama adalah pergerakan yang bersifat sementara

(commuting), yakni perjalanan atau bepergian untuk memenuhi kebutuhan hidup

dan atau usahanya kemudian selanjutnya akan kembali lagi ketempat asalnya.

Sedangkan yang kedua adalah pergerakan yang bersifat tetap, yakni

perpindahan penduduk dari suatu tempat ketempat lain dengan tujuan untuk

menetap secara permanent. Namun dalam konteks penelitian ini hanya

difokuskan pada karakteristik yang pertama.

Pergerakan penduduk yang bersifat sementara (commuting), tergambar dari

orientasi perjalanan/bepergian penduduk pada masing-masing SWP dapat dilihat

pada Tabel 24 dan secara Grafik dapat terlihat pada Gambar 15, 16 dan 17.

Pada Tabel 24, dan Gambar 15,16 dan 17, menggambarkan bahwa rata-

rata orientasi penduduk untuk memenuhi kebutuhan dan usaha untuk masing-

masing SWP menunjukkan bahwa rata-rata orientasi ke kota Kabupaten lebih

besar walaupun ada perbedaan proporsi antar ketiga SWP, dimana SWP A

(54,05 %), SWP B (56,01 %) dan SWP C (65,94 %). Orientasi interaksi spasial

penduduk lebih besar kedua, adalah orientasi Luar Kabupaten, untuk SWP A

(20,02 %), SWP B (14,80%) dan SWP C (10,32%), Kemudian orientasi

bepergian dalam Kota Kecamatan, untuk SWP A (9,22 %), SWP B (10,13 %) dan

Page 130: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

114

Tabel 24 Orientasi Perjalanan/Bepergian Penduduk Pada SWP A, B dan C. No Keperluan DD/K DDL DKK DKK

L1-SWPDKKL L-SWP

DK-Kab.

L-Kab

Jlh

SWP A 1 Membeli sembako 15.42 12.32 30.04 6.05 0.00 31.57 4.60 1002 Membeli Pakaian 0.05 1.02 4.26 3.22 0.00 66.15 25.30 1003 Membeli bahan

rumah 1.20 1.50 10.36 0.08 0.00 82.65 4.21 1004 Membeli elektronik 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 84.35 15.65 1005 Membeli alat dan

mesin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 80.75 19.25 1006 Membeli saprotan 0.00 0.00 1.24 2.60 0.00 55.48 40.68 100

7 Membeli kendaraan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 64.30 35.70 100

8 Menjual hasil usaha 6.30 7.64 10.20 5.40 4.60 30.40 35.46 100

9 Urusan adat/keluarga 30.20 22.20 7.50 7.30 12.40 15.20 5.20 100

10 Rekreasi/traveling 0.00 5.20 28.60 16.30 6.20 29.60 14.10 100 Rata-rata 5.32 4.99 9.22 4.10 2.32 54.05 20.02 100 SWP B 1 Membeli sembako 20.40 14.20 24.30 0.00 8.30 25.40 7.40 1002 Membeli Pakaian 0.80 1.30 6.70 0.00 1.20 69.40 20.60 1003 Membeli bahan

rumah 2.40 3.50 12.36 0.00 2.40 72.14 7.20 1004 Membeli elektronik 1.20 1.50 4.50 0.00 1.30 79.30 12.20 1005 Membeli alat dan

mesin 0.50 0.30 3.20 0.00 2.40 78.35 15.25 1006 Membeli saprotan 1.40 1.50 4.80 0.00 3.60 62.02 26.68 1007 Membeli

kendaraan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 84.30 15.70 1008 Menjual hasil

usaha 8.30 9.60 12.20 0.00 8.60 46.26 15.04 1009 Urusan

adat/keluarga 24.00 18.20 12.60 9.40 10.20 18.20 7.40 10010 Rekreasi/traveling 1.60 15.50 20.64 10.20 6.80 24.76 20.50 100 Rata-rata 6.06 6.56 10.13 1.96 4.48 56.01 14.80 100 SWP C 1 Membeli sembako 12.36 9.60 22.30 4.20 0.00 51.54 0.00 1002 Membeli Pakaian 0.00 0.00 1.20 1.20 0.00 91.80 5.80 1003 Membeli bahan

rumah 1.20 4.60 10.05 0.50 0.00 83.65 0.00 1004 Membeli elektronik 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 89.35 10.65 1005 Membeli alat dan

mesin 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 89.35 10.65 1006 Membeli saprotan 0.00 0.00 0.90 0.90 0.00 68.06 30.14 1007 Membeli

kendaraan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 70.30 29.70 1008 Menjual hasil

usaha 7.80 10.60 20.35 2.40 0.00 58.85 0.00 1009 Urusan

adat/keluarga 36.24 27.20 8.31 6.30 5.60 12.15 4.20 10010 Rekreasi/traveling 0.00 6.40 20.60 12.36 4.20 44.34 12.10 100 Rata-rata 5.76 5.84 8.37 2.79 0.98 65.94 10.32 100

Sumber : Hasil analisis data primer Keteranagn : DD/K = Dalam desa/kelurahan DDL = Dalam desa lain DKK = Dalam kota kecamatan DKKL1-SWP = Dalam kota kecamatan lain dalam satu SWP DKKLL-SWP = Dalam kota kecamatan lain luar SWP DK-Kab. = Dalam kota Kabupaten L-Kab. = Luar Kabupaten

Page 131: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

115

Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP A Tahun 2004

5.32

4.99

9.22

4.10

2.32

54.05

20.02DD/KDDLDKKDKKL1-SWPDKKLL-SWPDK-Kab.L-Kab

Gambar 15 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP A.

Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP B Tahun 2004

6.06 6.5610.13

1.96

4.48

56.01

14.80 DD/K

DDL

DKK

DKKL1-SWP

DKKLL-SWP

DK-Kab.

L-Kab

Gambar 16 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP B

Rataan orientasi keperluan bepergian pada SWP C Tahun 2004

5.76 5.848.37

2.79

0.98

65.94

10.32 DD/K

DDL

DKK

DKKL1-SWP

DKKLL-SWP

DK-Kab.

L-Kab

Gambar 17 Rataan orientasi bepergian penduduk pada SWP C

Page 132: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

116

SWP C (8,37%). Orientasi bepergian didalam desa/kelurahan sendiri, untuk SWP

A (5,32 %), SWP B (6,06 %) dan SWP C (5,76 %). Orientasi kedesa lain, untuk

SWP A (4,99 %), SWP B (6,56 %) dan SWP C (5,84%). Sedangkan orientasi ke

kota Kecamatan dalam satu SWP menunjukkan proporsi untuk SWP A ( 4,10 %),

SWP B (1,96 %) dan SWP C (2,79 %). Kemudian orientasi ke kota Kecamatan

diluar SWP, dimana SWP A (2,32 %), SWP B (4,48 %) dan SWP C (0,98 %).

Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa prosentase orientasi bepergian

penduduk untuk memenuhi kebutuhan dan kegiatan usaha keluar Kabupaten

pada SWP A menunjukkan proporsi lebih besar, hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain (1) kedekatan wilayah secara geografis dengan

wilayah Flores mendorong interaksi yang lebih kuat (2) sebagai wilayah

pelabuhan transit jalur 2 unit kapal feri Kalabahi – Leoleba – Larantuka PP,

mendorong akses ekonomi dan sosial yang lebih terbuka dan kuat (3) perbedaan

harga komoditi yang sangat menyolok rata-rata 12 persen lebih tinggi dari harga

yang berlaku di kota asal, sehingga orientasi pemenuhan kebutuhan dan usaha

penduduk SWP A antar interregional ke wilayah Flores lebih terbuka dan

dianggap memberikan nilai tambah (value added) yang lebih signifikan.

Perbedaan harga komoditi yang menyolok terutama jambu mente, asam

dan beberapa hasil laut, dilain sisi memberikan nilai tambah yang signifikan bagi

penduduk SWP A dan keterkaitan ekonomi interregional dengan wilayah Flores,

namun disisi yang lain menunjukkan indikasi kebocoran wilayah (penyulundupan)

mencapai 16, 74 persen, karena lemahnya keterkaitan antar sektor dan wilayah

dalam hal menjaring informasi pasar (market information) yang kompetitif dan

aturan main (regulation) pengelolaan dan pengendalian perdagangan komoditi

antar pulau yang terkait dengan sistem perizinan dan sistem insentif (allow and

allowance system) yang lemah.

Pada Tabel 24 dan Gambar 15,16 dan 17, menunjukkan pula bahwa

ketersediaan 10 indikator keperluan untuk melakukan interaksi spasial, rata-rata

memperlihatkan bahwa (1) hanya keperluan sembako, menjual hasil usaha dan

urusan keluarga yang sedikitnya dapat terpenuhi di dalam desa, atau di desa

sekitar dan ibu kota kecamatan, sedangkan kebutuhan lainnya masih terpusat

di Kota Kabupaten dan luar Kabupaten. (2) ketersedian kebutuhan baik sembako

dan kebutuhan lainnya antar kota kecamatan dalam satu SWP maupun antar

kota kecamatan luar SWP menujukkan karakteristik interaksi spasial yang

berbeda, dimana pada SWP A dan C, interaksi spasial untuk memenuhi

Page 133: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

117

kebutuhan dan usaha sedikit diperoleh pada kota kecamatan dalam satu SWP

ketimbang luar SWP dan sebaliknya SWP B memenuhi kebutuhan dan usaha

pada kota kecamatan luar SWP ketimbang satu SWP,

Kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa jaringan keterkaitan spasial

antar hirarki/pusat aktivitas antar hirarki utama dan hirarki bawah maupun antar

hirarki bawah masih sangat lemah atau belum berkembang, sehingga distribusi

bahan dan barang kebutuhan dari kota kabupaten ke kota kecamatan dan

desa/kelurahan yang ditetapkan sebagai hirarki/pusat aktivitas sosial – ekonomi

wilayah sesuai arahan RUTRW Kabupaten masih sangat terbatas dan asimetrik

antar hirarki. Penyediaan bahan / barang kebutuhan dan usaha penduduk

yang masih sangat terbatas dan asimetrik antar hirarki wilayah tersebut, sangat

tergantung pada infrastruktur jaringan keterkaitan dan interaksi sosial ekonomi

antar dan inter wilayah pembangunan sebagaimana pada ulasan Tabel 18.

Dalam kaitannya dengan interaksi spasial inter dan antar wilayah regional,

dilakukan melalui dua jalur interaksi yakni jalur laut dan jalur udara. Banyaknya

pelabuhan dan jumlah kapal yang secara kontinue atau berkala menyinggahi

Pelabuhan Kalabahi dan atau jumlah dan jenis pesawat yang masuk di Bandara

udara Mali Kalabahi , dilihat pada Tabel 18.

a. Interaksi spasial /pergerakan bongkar/muat penumpang dan barang antar dan interregional melalui Pelabuhan Kalabahi.

Pelabuhan Kalabahi merupakan salah satu Pelabuhan nasional, yang

berpusat di kota Kabupaten. Perkembangan jumlah dan Prosentase pergerakan

penumpang, barang dan hewan periode 1998-2003 yang menyinggahi

pelabuhan Kalabahi diperlihatkan pada Gambar 18 dan 19.

Gambar 18 dan 19 menunjukkan bahwa jumlah dan prosentase

perkembangan interakasi spasial atau pergerakan arus kunjungan kapal ( KJG

KPL), arus penumpang turun (PNPG-T), arus penumpang naik (PNPG-N), arus

barang yang dibongkar (BRG-BKR), arus barang yang dimuat (BRG-MT), arus

hewan yang dibongkar (HWN-BKR) dan arus hewan yang dimuat (HWN-MT),

pada umumnya memperlihatkan trend perkembangan yang fluktuatif

Jumlah kunjungan kapal mengalami penurunan tajam pada tahun 1999 dan

2000, tetapi mulai menunjukkan perkembangan intensitas kunjungan pada tahun

2001 mencapai 13,41 persen, meningkat menjadi 18,43 persen pada tahun 2002

dan menurun lagi menjadi 8,99 persen. Fluktuasi intensitas interaksi kunjungan

Kapal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, penangguhan pelayaran

Page 134: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

118

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

KJG KPL(KALI)

PNPG-T(ORG)

PNPG-N(ORG)

BRG-BKR(TON)

BRG-MT (TON)

HWN-BKR(EKOR)

HWN-MT (EKOR)

KJG KPL (KALI) 2255 1630 1201 1362 1613 1758

PNPG-T (ORG) 60691 63702 57398 52829 55889 45075

PNPG-N (ORG) 59948 72645 49018 51092 61148 65655

BRG-BKR (TON) 32098 44399.7 58415 47237 72346 59324.1

BRG-MT (TON) 13055 15708.1 19418 32475 25423.9 15182.8

HWN-BKR (EKOR) 46 26 37 195 126 275

HWN-MT (EKOR) 1079 545 198 254 35 20

1998 1999 2000 2001 2002 2003

Gambar 18 Perkembangan jumlah interaksi spasial /pergerakan arus penumpang, barang dan hewan yang menyinggahi Pelabuhan Kalabahi antar dan inter regional Periode 1998-2003.

-200.00-100.00

0.00100.00200.00300.00400.00500.00

1999

2000

2001

2002

2003

1999 -27.72 4.96 21.18 38.33 20.32 -43.48 -49.49

2000 -26.32 -9.90 -53.21 31.57 23.62 42.31 -63.67

2001 13.41 -7.96 4.23 -19.14 67.24 427.03 28.28

2002 18.43 5.79 19.68 53.16 -21.71 -35.38 -86.22

2003 8.99 -19.35 7.37 -18.00 -40.28 118.25 -42.86

KJG KPL (Kali)

PNPG-T (Org)

PNPG-N

(Org)

BRG-BKR

BRG-MT

HWN-BKR

HWN-MT

Gambar 19 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan arus penumpang, orang dan hewan yang menyinggahi pelabuhan Kalabahi antar dan inter regional Periode 1998-2003

karena gangguan tekhnis pada Kapal, perubahan trayek serta daya tarik dan

daya dorong pasar. Selain itu prosentase arus penumpang turun, jauh lebih

lemah dari arus penumpang naik. Namun ada pengecualian pada tahun 2000

intensitas penumpang yang naik atau keluar wilayah mengalami penurunan,

yakni minus 53,21 persen pada tahun 2000, setelah itu meningkat ke level

posotif 4,23 persen tahun 2001, dan meningkat tajam menjadi 19,68 persen

tahun 2002 dan menurun lagi menjadi 7,37 persen. Hal ini mengindikasikan

bahwa daya tarik wilayah sendiri yang mendorong arus orang di wilayah lain

untuk masuk di wilayah sendiri masih lemah, dilain sisi daya tarik wilayah lain

yang mendorong orang dari wilayah sendiri untuk keluar ke wilayah lain lebih

tinggi. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa daya dorong wilayah untuk

memenuhi kebutuhan dan kegiatan usaha di wilayahnya sendiri masih sangat

lemah.

Page 135: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

119

Demikian pula intensitas pergerakan barang dan hewan, prosentase

perkembangan yang dibongkar atau yang didatangkan dari wilayah lain masuk

ke wilayah sendiri masih jauh lebih tinggi dari yang keluar dari wilayah sendiri.

Hal ini mengindikasikan bahwa daya dorong wilayah sendiri untuk mensuplai

sumber daya wilayah menjadi barang dan jasa yang menjadi daya tarik wilayah

untuk memperkuat intensitas interaksi masih sangat lemah. Hal ini akan

membuat struktur ekonomi wilayah semakin melemah karena kebocoran

wilayah sulit ditekan, karena tingkat permintaan (demand) wilayah sendiri akan

kebutuhan jauh lebih tinggi dari kegiatan usaha yang ditawarkan ke wilayah lain.

Sehubungan dengan itu jenis barang yang menjadi daya tarik dan daya

dorong pergerakan spasial antar dan inter regional pada dua tahun terakhir

(Tahun 2002-2003 ) dapat ditujukkan pada Gambar 20, 21, 22 dan 23 berikut .

159.1

2120.0

3960.0

4180.0

303.0

848.1

856.4

341.51456.7

946.9

11573.5

7893.8

10874.0

1678.8

2545.0 5298.0

3410.0

71.8

787.9

512.3893.1

2494.11139.6

10073.710028.710697.2

0.0

2000.0

4000.0

6000.0

8000.0

10000.0

12000.0

14000.0

Beras

Gusir

Terigu

Garam

Zink Besi

Semen

balok

Premium

Solar

M.tanah

Aspal

B.Cam

puran

Tahun 2002

Tahun 2003

Gambar 20 Perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di bongkar/masuk melalui pelabuhan Kalabahi

0.7

4.79.2

8.7

0.31.91.9

0.82.13.2

17.3

25.423.9

20.3

0.1

5.1 6.9

10.7

3.41.6

1.0

5.0

1.82.3

20.221.6

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

Beras

Gusir

Terigu

Garam

Zink Besi

Semen

balok

Premium

Solar

M.tanah

Aspal

B.Cam

pura

n

Tahun 2002

Tahun 2003

Gambar 21 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di bongkar/masuk melalui pelabuhan Kalabahi

Page 136: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

120

11.46

694.561

164.074

327.679

44.305 10.90

3810.78

1995.03

338.113190.9

277.222

58.575 0343.64433.59

3919.48

2222.341

0500

10001500200025003000350040004500

Kemiri

Kopra

Biji men

te

serla

ck

Asam

Batu hita

m

Cengk

eh

Ubur-ubu

r

Pina

ng

2002

2003

Gambar 22 Perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang Di muat/keluar melalui pelabuhan Kalabahi

0.150.000.16

9.84

2.324.640.63

28.26

53.99

0.004.65

0.45

4.58

2.593.750.79

30.10

53.08

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Kemiri

Kopra

Biji m

ente

serla

ck

Asam

Batu hitam

Ceng

keh

Ubur-ubu

r

Pina

ng

Tahun 2002

Tahun 2003

Gambar 23 Prosentase perkembangan interaksi spasial /pergerakan jenis barang yang di muat/keluar melalui pelabuhan Kalabahi

Gambar 20 dan 21, menunjukkan bahwa pergerakan jenis barang yang di

bongkar atau masuk ke pelabuhan Kalabahi adalah hampir semua produk

manufacture. Prosentase jenis produk manufaktur yang terbanyak adalah

barang campuran mencapai 25,4 persen tahun 2002 dan 20,3 persen tahun

2003 dari jumlah jenis barang yang masuk/di bongkar di pelabuhan Kalabahi.

Kemudian Bahan bangunan rumah dan aspal, dimana Permintaan semen

menduduki prosentase tertinggi mencapai 20,2 persen tahun 2003 dibanding

tahun 2002 (17,3 %). Bahan energi (premium,solar dan minyak tanah),

permintaan solar mencapai 10,7 persen tahun 2003 dibanding tahun 2002 (8,7

%), minyak tanah (9,2 %) tahun 2002 menurun menjadi 6,9 persen tahun 2003

sedangkan premium (5,1 %) tahun 2003 dibanding tahun 2002 (4,7 %). Selain

bahan campuran, bahan bangunan dan bahan energi, permintaan terhadap

sembako antara lain beras, gula pasir, terigu dan garam cukup besar,

permintaan beras mencapai 23, 9 persen tahun 2002 dan sedikit menurun

menjadi 21,6 persen tahun 2003 dari jumlah jenis barang yang

Page 137: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

121

dibongkar/masuk, garam mencapai 5,0 persen tahun 2002 dibanding tahun 2003

(0,8 %). Gula pasir 3,2 persen tahun 2002 menurun menjadi 2,3 persen tahun

2003, sedangkan terigu 2,1 persen tahun 2002 menurun menjadi 1,8 persen

tahun 2003.

Gambar 22 dan 23, menunjukkan bahwa jenis barang/komoditi yang

dimuat /keluar wilayah masih tergantung pada sektor primer (sektor pertanian),

namun jumlah yang dimuat masih jauh dibawah dari jumlah yang dibongkar,

sebagaimana pada ulasan di atas. Hal ini mengindikasikan produktivitas wilayah

dalam mensuplai sumber daya wilayah masih lemah. Prosentase jenis komoditi

yang paling besar dimuat/keluar wilayah melalui pelabuhan kalabahi adalah batu

hitam mencapai 53,99 persen tahun 2002 dan menurun menjadi 53,08 persen

tahun 2003, kemudian diikuti kemiri (28,26%) tahun 2002, meningkat menjadi

30,10 persen tahun 2003. Setelah itu diikuti komoditi asam, ,jambu mente,

sirlak, pinang, kopra, cengkeh dan ubur-ubur.

Pada umumnya sebagai jalur wilayah tujuan dan wilayah interaksi spasial

terutama pergerakan jenis barang/komoditi antar dan inter regional yang masuk

(di bongkar/di import) dan yang keluar (di muat /di eksport) melalui pelabuhan

Kalabahi tahun 2003 dapat terlihat pada Gambar 24. Apabila mencermati

Gambar 24, memperlihatkan bahwa secara parsial jalur interaksi spasial antar

regional dalam aktivitas eksport dan import komoditi atau barang melalui jalur

Surabaya (Pelabuhan Tanjung Perak) terlihat lebih kuat, kemudian diikuti

melalui Jalur Pelabuhan Makassar (Ujung Pandang), setelah itu Denpasar

(Pelabuhan Benoa) dan Bima (Pelabuhan Lembar). Sedangkan jalur interaksi

spasial interregional, melalui jalur Kupang terlihat lebih kuat setelah itu Atapupu.

Tabel 24 juga, menunjukkan adanya indikasi kebocoran wilayah (regional

leakages) yang cukup lebar, karena semua produk yang mengalir keluar

wilayah (di eksport) semua masih dalam wujud bahan primer, sehingga tidak ada

nilai tambah dari proses bahan primer dalam wilayah dan nilai tambah yang akan

diproses dari bahan primer selalu mengalir ke wilayah lain, keadaan ini dapat

dikatakan sebagai fenomena backwash yang memperlemah produktivitas

wilayah. Selain fenomena backwash, kebocoran wilayah yang tak terkendali

karena penyulundupan komoditi yang mengalir keluar daerah, rata-rata mencapai

23,50 persen/tahun seperti penjelasan pada Tabel 16.

Page 138: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

122

Page 139: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

123

b. Interaksi spasial /pergerakan bongkar/muat penumpang dan barang antar dan interregional melalui Bandara Mali Kalabahi.

Salah satu jalur interaksi spasial antar dan inter regional adalah melalui jalur

lintas udara. Jumlah jenis Pesawat yang masuk dan keluar pada Bandara Mali

Kalabahi dapat terlihat pada ulasan Tabel 18. Pada bagian ini dapat

digambarkan jumlah dan proporsi pergerakan bongkar/muat penumpang dan

barang yang masuk dan keluar melalui Bandara Mali Kalabahi keadaan tahun

2003, dapat di lihat pada Gambar 25 dan 26 berikut :

Gambar 25 Jumlah frekwensi pesawat dan bongkar/muat penumpang dan barang melalui Bandara Mali Tahun 2003 Gambar 26 Proporsi penumpang dan barang yang dibongkar dan di muat melalui Bandara Mali Tahun 2003. Gambar 25 dan 26, memperlihatkan bahwa frekwensi jumlah pesawat yang

datang/landas (leanding) dan berangkat (take off) pada tahun 2003 sebanyak

222 kali dan jika dibanding tahun 2002 frekwensinya meningkat 20,63 persen.

Proporsi penumpang yang datang sedikit lebih besar (1,03 %) dibanding proporsi

penumpang yang berangkat (1,02%). Proporsi barang bagasi yang

datang/dibongkar jauh lebih besar (23,2 %) sedangkan proporsi barang bagasi

yang dimuat/berangkat mencapai minus 18,83 %. Kemudian proporsi paket

Tahun 2003

25677.6

31634.5

2535

2561

222981

866

222

1 Pesaw at masuk/datang (kali)

2 Pesaw at keluar/berangkat (kali)

3 Penumpang masuk/datang(orang)4 Peumpang keluar/berangkat(orang)5 Bongkar barang/bagasi (kg)

6 Muat barang/bagasi (kg)

7 Bongkar barang paket Pos (kg)

8 Muat barang paket pos (kg)

Tahun 2003

-11.72-18.83

13.28

23.21.02

1.03 1 Proporsi penumpang datang(+/-%)2 Proporsi penumpang berangkat(+/-%)3 Proporsi bongkarbarang/bagasi (+/-%)4 Proporsi muat barang/bagasi(+/-%)5 Proporsi bongkar barang paketPos (+/-%)6 Proporsi muat barang paketPos (+/-%)

Page 140: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

124

barang Pos datang (bongkar) jauh dibawah minus 11,72 persen dibanding

proporsi paket barang berangkat (muat) sebesar 13,28 persen. Jalur interaksi

penerbangan pesawat yang datang dan berangkat dari Bandara Mali sampai

dengan keadaan 2003 masih bersifat linier dari Kota Kupang (Kota Popinsi NTT

– Kalabahi PP (Kota Kabupaten).

Kesenjangan pertumbuhan atau perkembangan antar wilayah, baik dilihat

dari sisi pertumbuhan sektor/komoditi wilayah, Penerimaan pendapatan,

penyediaan sarana dan prasarana wilayah, penyebaran proporsi APBD

Pembangunan dan interaksi spasial seperti yang diulas di atas, sepertinya

menunjukkan signifikansi terhadap kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan

masyarakat antar SWP. Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang

semestinya menjadi tolak ukur kinerja pembangunan wilayah adalah menurunkan

kesenjangan tingkat kemiskinan penduduk antar wilayah yang cenderung

meningkat. Hal ini secara parsial bisa dilihat dari prosentase penyebaran

penduduk miskin berdasarkan Indikator Keluarga prasejahtera dan Sejahtera 1

yang cendrung melebar antar SWP, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 25

Tabel 25 Prosentase Kemiskinan Penduduk Antar SWP Di Kabupaten Alor Tahun 2000 – 2004

No

Tahun

Rumah Tangga Penduduk Miskin

SWP A SWP B SWP C Kabupaten

Jlh KK % Miskin Jlh KK % Miskin Jlh KK % Miskin Jlh KK % Miskin

1 2000 7921 82.86 22342 71.12 5931 88.20 36194 76.49

2 2001 8475 76.11 22646 67.83 6251 84.00 37372 72.41

3 2002 8475 79.87 22759 68.90 6481 85.91 37715 74.29

4 2003 8843 76.55 23524 66.66 6804 81.83 39171 71.52

5 2004 9316 81.13 24026 71.45 6916 92.97 40258 77.39

Sumber : Diolah dari Laporan Kantor BKKBN Kabupaten Alor Tahun 2005.

Pada Tabel 25 memperlihatkan bahwa rata-rata penduduk miskin di

Kabupaten Alor keadaan Tahun 2000 - 2004 berada pada trend di atas 70

persen, kendatipun antar SWP sedikit bervariatif. Misalnya pada SWP B terlihat

sedikit berada di bawah 70 persen antara tahun 2001-2003. Sedangkan pada

SWP A dan C rata-rata di atas 70 persen. Namun yang paling menyolok terlihat

pada SWP C, rata-rata penduduk miskin berada di atas 80 persen bahkan

hampir mencapai 93 persen pada Tahun 2004. Perkembangan penduduk miskin

yang fluktuatif meningkat dan melebar antar wilayah, mengindikasikan adanya

Page 141: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

125

kesenjangan dalam kinerja pembangunan wilayah, disamping faktor lain seperti

bencana alam.

4.3. Analisis Sektor Basis/Komoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP). Pertumbuhan suatu wilayah Pengembangan baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang sangat bergantung pada sumberdaya alam yang

dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya

itu dan atau tergantung pada permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang

dihasilkan dan diekspor oleh wilayah itu (North, 1955; Perloff dan Wingo, 1961).

Oleh karena itu pengenalan terhadap komoditas eksport suatu wilayah

pengembangan adalah penting, untuk mengetahui komoditas atau sektor yang

memiliki kekuatan utama dalam memenuhi pertumbuhan suatu wilayah

pengembangan. Sektor atau komoditi mana yang secara spasial memiliki

kekuatan utama membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang (kegiatan

produksi) maupun kedepan (sektor pelayanan). Dimana sektor/komoditi tersebut

secara spasial, dapat dikategori sebagai sektor/komoditi basis dan non basis ,

yang memiliki keunggulan kompetitif dengan pergeseran cepat atau lamban,

dalam penelitian ini diduga dengan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift

share Analysis (SSA).

4.3.1. Analisis Location Quotient (LQ). Hasil analisis LQ terhadap 17 komoditi yang tersebar pada tiga Satuan

Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor keadaan Tahun 2003, dapat

terlihat pada Tabel 26

Pada SWP A terdapat Sembilan (9) Komoditi yang tergolong sebagai

komoditi Basis/sentra (Nilai LQ > 1) , atau komoditi yang memiliki pangsa relatif

yang lebih besar dibanding komoditi lainnya. Kesembilan Komoditi basis

tersebut, diurut berdasarkan Nilai LQ adalah kelapa (kopra), jagung, ikan, kacang

hijau, padi, ternak kambing, sirlack (sejenis lendir serangga pada kusambi

sebagai bahan baku vernis), asam dan jambu mente. Sedangkan delapan

komoditi lainnya tergolong sebagai Komoditi Non Basis/Non sentra yakni dengan

(Nilai LQ < 1 ). Kedelapan komoditi ini memiliki pangsa relatif yang lebih kecil,

dimana kapasitas produksinya masih sebatas dalam memenuhi konsumsi lokal.

Salah satu dari kedelapan komoditi non basis tersebut yakni ternak babi dengan

nilai LQ hampir mendekati 1 (0.9) bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi

komoditi unggulan daerah, karena daya dukung wilayah masih memungkinkan

Page 142: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

126

untuk pengembangan lebih lanjut. Peluang komoditi Ternak Babi untuk

dikembangkan lebih lanjut menjadi sektor/komoditi basis atau komoditi unggulan

daerah ditunjukkan juga dengan nilai SSA pada Tabel 27.

Tabel 26 Hasil Analisis LQ Komoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah Pengembangan di Kabupaten Alor Keadaan Tahun 2003.

No Jenis Komoditi SWP A @ SWP B @ SWP C @

Nilai LQ Nilai LQ Nilai LQ

1 Padi 1.6 1.5 0.4

2 Jagung 1.8 1.4 0.3

3 Kacang hijau 1.7 0.8 0.7

4 Jambu Mente 1.0 0.8 1.1

5 Kemiri 0.7 2.1 0.7

6 Kelapa(Kopra) 2.1 0.2 0.7

7 Kopi 0.2 2.9 0.5

8 Cengkeh 0.1 4.1 0.1

9 vanili basah 0.0 0.0 2.1

10 Pinang 0.2 0.5 0.5 11 Asam 1.1 0.0 0.5 12 Sirlack 1.2 1.1 0.9 13 Ikan laut 1.7 1.9 0.1 14 Sapi 0.4 2.2 0.8 15 Kambing 1.4 2.1 0.2 16 Babi 0.9 2.4 0.4 17 Batu hitam 0.3 0.7 1.5 Rataan 1.0 1.5 0.7

Sumber : Hasil analisis data produksi Komoditi Tahun 2003

Keterangan : @ = Komoditi Basis/Sentra pada SWP A

@ = Komoditi Basis/Sentra pada SWP B

@ = Komoditi Basis/sentra pada SWP C.

Pada SWP B terdapat 10 komoditi yang tergolong sebagai komoditi

basis/sentra (Nilai LQ > 1 ). Urutan Nilai LQ dari kesepuluh komoditi basis/sentra

tersebut adalah cengkeh, kopi, ternak babi, ternak sapi, kemiri, ternak kambing,

ikan, padi, jagung dan sirlack . Sedangkan tujuh komoditi lainnya tergolong

Komoditi Non Basis/Non Sentra (LQ < 1), atau komoditi-komoditi tersebut

memiliki pangsa relatif yang lebih kecil, dimana rata-rata kapasitas produksinya

masih sebatas dalam memenuhi konsumsi lokal. Akan tetapi dari ketujuh

komoditi non basis tersebut, terdapat dua komoditi yakni kacang hijau dengan

nilai LQ (0.847) dan jambu mente (0.8) dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi

Page 143: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

127

komoditi basis karena daya dukung lahan masih tersedia. Peluang

pengembangan kedua komoditi dimaksud menjdi komoditi basis atau komoditi

unggulan daerah, diperlihatkan juga dengan nilai SSA pada Tabel 27

Pada SWP C, hanya terdapat tiga komoditi yang tergolong sebagai komoditi

basis/sentra (Nilai LQ >1). Ketiga komoditi tersebut adalah Vanili, batu hitam dan

jambu mente. Akan tetapi dari ketiga komoditi tersebut, batu hitam merupakan

sumber daya yang dipakai karena batu hitam merupakan salah satu sumber

daya alam yang non renewable. Sedangkan empat belas komoditi lainnya

tergolong komoditi non basis/non sentra (Nilai LQ <1). Namun dari empat belas

komoditi yang tergolong non basis, beberapa komoditi diantaranya bisa

dikembangkan lebih lanjut, menjadi komoditi basis karena daya dukung lahan

baik kesesuain komoditas maupun luas areal masih sangat memungkinkan untuk

dikembangkan, antara lain sirlack dengan nilai LQ (0,9), ternak sapi (0,8),

kelapa/kopra (0,7), kemiri (0,7), kacang hijau (0,7) dan kopi (0,5).

Jika dicermati secara parsial berdasarkan daya dukung wilayah seharusnya

SWP C, merupakan wilayah sentra berbagai jenis komoditi Perkebunan dan

sentra Pangan, karena memiliki areal pertanian yang lebih luas, dibanding SWP

A dan SWP B. Sebagai sentra pangan SWP C memiliki areal persawahan seluas

91,44 persen dari 3 354,50 Ha luas areal sawah di Kabupaten Alor. Demikian

juga sentra perkebunan, pada SWP C memiliki potensi seluas 35,82 persen dari

136 237,88 Ha luas lahan perkebunan di Kabupaten Alor, tetapi hasil analisis LQ

menunjukkan hanya tiga komoditi yang tergolong komoditi Basis/Sentra.

Kondisi tersebut ada hubungannya dengan kesenjangan alokasi

pembangunan yang cenderung statis dalam membangun struktur wilayah dan

sumber daya manusia yang mendukung peningkatan produktivitas wilayah.

Desa-desa sentra produksi pada SWP C, masih dililit keterisolasian, sehingga

produktivitas ekonomi wilayah masih lebih bersifat konsumtif ketimbang dalam

skala ekonomik. Secara parsial hal ini bila dilihat dari sisi daya dukung lahan,

SWP C memiliki luas lahan basah mencapai 91,44 persen namun yang sudah

produktif baru mencapai 0,55 persen dari 183 Ha luas panen lahan sawah di

Kabupaten Alor, hal ini berarti sebagian besar lahan basah masih merupakan

potensi. Hal yang sama juga diperlihatkan pada lahan perkebunan, dimana 35,82

persen potensi lahan perkebunan pada SWP C, yang sudah diproduktifkan baru

mencapai 17.21 persen, hal ini berarti sebagian besar lahan kering masih

merupakan potensi pengembangan.

Page 144: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

128

Dari sisi infrastruktur wilayah khususnya transportasi jalan yang memperkuat

mobilitas spasial dalam akses pasar terlihat bahwa hanya 18,15 persen jalan

beraspal dan 5,39 persen pengerasan (telefort), dan 42.90% persen masih jalan

tanah. Dari sisi kualitas SDM rata-rata masyarakat pada SWP C memiliki

pengetahuan dan ketrampilan usaha tani rendah, karena hampir 80 persen

masyarakat hanya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD), bahkan masih

ada tingkat putus SD mencapai 2,98 persen.

4.3.2. Analisis Shift Share ( SSA ). Untuk menjastifikasi pertumbuhan komoditas unggulan antar SWP yang

mengisyaratkan kapasitas ekonomi suatu wilayah dapat bertumbuh dengan

cepat atau lamban dan komoditi tersebut apakah memiliki keunggulan kompetitif

untuk dikembangkan menjadi sektor basis, maka telah menggunakan Analisis

Shift Share (SSA) terhadap 17 jenis komoditi pada tiga Satuan Wilayah

Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor dengan menggunakan dua titik waktu

yakni Tahun 1998 dan Tahun 2003, dimana gambaran tentang pergeseran

pertumbuhan komoditas unggulan sebagai basis pertumbuhan wilayah

berdasarkan SSA tersebut, dapat diperlihatkan pada Tabel 27 dan secara Grafik

ditunjukkan pada Gambar 27.

Dari Tabel 27 dan Gambar 27, memperlihatkan bahwa hampir 17 Komoditi

yang diduga dengan analisis shift share (SSA) pada ketiga SWP memiliki

keunggulan kompetitif (SSA > 0), kecuali komoditi Vanili pada SWP A dan SWP

B memperlihatkan nilai SSA = 0 artinya komoditi tersebut masih bisa

dikembangkan lebih lanjut menjadi komoditi Basis. Hal ini ada hubungannya

dengan pengembangan vanili pada SWP A dan SWP B, merupakan komoditi

baru yang di introduksi dari SWP C, yang masih dalam areal dan produksi yang

terbatas. Sedangkan dari sisi pergeseran pertumbuhan komoditi antar SWP

memperlihatkan nilai SSA yang bervariatif.

Pada SWP A terlihat bahwa komoditi unggulan yang memiliki pergeseran

cepat (SSA > 0) secara berurutan adalah jambu mente, ternak babi, kelapa

(kopra), jagung, kacang hijau, ikan, padi, sirlack, cengkeh, ternak kambing, batu

hitam , asam, ternak sapi, kemiri, pinang dan kopi.

Page 145: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

129

Tabel 27 Pergeseran Pertumbuhan komoditi unggulan antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor Tahun 1998 dan Tahun 2003

No

Jenis sektor/Komoditi

unggulan

Komponen Shift share ( SSA )

SWP A @ SWP B @ SWP C @

1 Padi 2.7 0.9 0.6

2 Jagung 6.2 0.7 0.8

3 Kacang hijau 5.5 0.4 1.0

4 Jambu Mente 213.4 8562.2 33641.9

5 Kemiri 0.3 0.6 1.3

6 Kelapa(Kopra) 6.6 0.1 0.2

7 Kopi 0.1 0.3 0.1

8 Cengkeh 1.7 3.3 1.2

9 vanili basah 0.0 0.0 125.0

10 Pinang 0.2 0.3 0.4

11 Asam 1.1 1.0 1.0

12 Sirlack 2.6 2.0 2.0

13 Ikan laut 5.0 3.2 4.1

14 Sapi 0.8 0.2 0.4

15 Kambing 1.4 4.9 1.3

16 Babi 12.2 3.3 1.2

17 Batu hitam 1.3 0.9 1.0

Sumber : Data analisis produksi komoditi Tahun 1998 dan 2003. Keterangan : @= Komoditi pada SWP A yang memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhan yang cepat. @= Komoditi pada SWP B yang memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhan yang cepat. @= Komoditi pada SWP C yang memiliki keunggulan kompetitif dan pergeseran pertumbuhan yang cepat.

2.7

0.9

0.6

6.2

0.7

0.8 5.5

0.4

1.0

213.4

8562

.2

33641.9

6.6

0.1

0.2 0.1

0.3

0.1 1.7

3.3

1.2 0.0

0.0 125.

00.

20.

30.

4 1.1

1.0

1.0 2.6

2.0

2.0

5.0

3.2

4.1

0.8 0.2

0.4

1.4

4.9 1.3

12.2

3.3 1.2 1.3

0.9

1.0

0.0

5000.0

10000.0

15000.0

20000.0

25000.0

30000.0

35000.0

Nila

i SS

A

Padi

Jagu

ng

K. h

ijau

J. M

ente

Kela

pa

Kopi

Ceng

keh

vani

li

Pina

ng

Asam

Sirla

ck

Ikan

Sapi

Kam

bing

Babi

B. h

itam

Jenis komoditi

Pergeseran Pertumbuhan Komoditi Antar SWP Tahun 1998 dan Tahun 2003

SWP A

SWP B

SWP C

Gambar 27 Pergeseran Pertumbuhan Komoditi Unggulan Antar SWP di Kabupaten Alor Tahun 1998 dan Tahun 2003.

Page 146: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

130

Kendatipun nilai SSA menunjukkan 16 komoditi dari 17 komoditi yang diduga

menunjukkan pergeseran yang cepat untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi

Komoditi basis, namun pada kenyataannya hanya beberapa komoditi yang

memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan dapat bertahan atau cocok terhadap

kondisi agroklimat wilayah secara dinamik. SWP A lebih didominasi lahan

kering dan beriklim panas dengan sumber daya air yang sangat terbatas,

sehingga hanya beberapa komoditi yang dianggap bertahan atau cocok

terhadap kondisi agroklimat wilayah dan memiliki pangsa pasar yang relatif lebih

luas (komoditi eksport/antar pulau) untuk seperlunya mendapat insentif

pengembangan lebih lanjut sebagai sektor Basis adalah terutama jambu mente,

sirlack, asam dan penangkapan ikan, kemudian sebagai komoditi ikutan adalah

kelapa, ternak kambing dan ternak babi. Sedangkan padi, jagung dan kacang

hijau nilai LQ dan SSA menunjukkan sebagai sektor basis dengan pergeseran

yang cukup cepat, yang tentu juga mendapat insentif untuk dikembangkan lebih

lanjut bagi ketahanan pangan daerah, tetapi kapasitas produksi sering

berfluktuasi seiring dengan perubahan iklim dan kerapkali terancam bahaya

elnino.

Pada SWP B terlihat bahwa komoditi unggulan yang memiliki pergeseran

cepat (SSA >0), secara berurutan adalah jambu mente, ternak kambing,

cengkeh, ternak babi, ikan, serlack, asam, batu hitam, padi, jagung, kemiri,

kacang hijau, pinang, kopi, ternak sapi, dan kelapa (kopra). Keenam belas

komoditi ini memiliki keunggulan kompetitif untuk dikembangkan lebih lanjut

menjadi sektor basis. Untuk insentif pengembangan bagi sektor/komoditi yang

memiliki pangsa pasar yang lebih luas (komoditi eksport/antar pulau), maka

diperlukan efisiensi berdasarkan daya dukung wilayah yang dilihat dari aspek

luas potensi pengembangan, variasi agroklimat maupun aspek sosial dan

ekonomi, bahwa sektor/komoditi tersebut dapat bertumbuh secara dinamis.

Beberapa komoditi/sektor yang dianggap memiliki pangsa pasar yang luas dan

bertumbuh secara dinamik antara lain Tanaman Perkebunan dan Kehutanan

(cengkeh,kopi,kemiri,sirlack, kopra dan jambu mente), ternak ( kambing, babi dan

sapi), penangkapan ikan dan batu hitam. Batu hitam merupakan sumber daya

alam yang akan habis terpakai jika eksploitasinya tidak mempertimbangkan

kelestariannya. Sedangkan padi, jagung dan kacang hijau, kendatipun nilai LQ

dan Nilai SSA menunjukkan keunggulan komparatif dan kompetitif, namun

Page 147: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

131

insentif pengembangan selama ini masih mengarah pada ketahanan pangan

daerah.

Pada SWP C terlihat bahwa dari 17 komoditi yang diduga dengan SSA,

ternyata semuanya memiliki keunggulan kompetitif (SSA > 0) dengan pergeseran

pertumbuhan secara berturut adalah jambu mente, vanili, ikan, sirlack, kemiri,

ternak kambing, ternak babi, cengkeh, kacang hijau, asam, batu hitam, jagung,

padi, ternak sapi, pinang, kelapa (kopra) dan kopi.

Pada Tabel 27 dan Gambar 27, memperlihatkan pula bahwa pergeseran

pertumbuhan komoditi jambu mente jauh lebih pesat untuk ketiga wilayah

pengembangan. Hal ini disebabkan karena peningkatan luas areal penanaman

dan kapasitas produksi yang sangat signifikan dari tahun 1998 ke tahun 2003.

Pada SWP A kapasitas produksi pada tahun 1998 sebesar 718 Ton, dengan luas

areal lahan 26 Ha menjadi 153192 Ton pada tahun 2003, dengan luas areal

lahan 3 497 Ha. Pada SWP B kapasitas produksi pada tahun 1998 sebesar 10

950 Ton, dengan luas areal 1 678,8 Ha menjadi 93 756 Ton pada tahun 2003,

dengan luas areal lahan 3 282 Ha. Sedangkan pada SWP C kapasitas produksi

pada tahun 1998 sebesar 8 350 Ton, dengan luas areal lahan 405,50 Ha

menjadi 280 910 Ton dengan luas areal 1 678 Ha pada Tahun 2003. Demikian

pula beberapa komoditi lain pada tiga SWP juga memperlihatkan peningkatan

kapasitas produksi yang signifikan dari tahun 1998 ke tahun 2003. Pergeseran

pertumbuhan beberapa komoditi yang begitu cepat (SSA >1) dalam kurun waktu

antara tahun 1998 dan 2003, ada hubungannya dengan Strategi Kebijakan

Pembangunan Daerah yang dikenal dengan nama: “ Gerakan Kembali ke Desa

dan Pertanian (GERBADESTAN )” yang dideklarasikan pada 1 April 1999 sampai

sekarang.

GERBADESTAN selain menjadi acuan program pemerintah daerah, juga

telah dijelmakan sebagai gerakan swadaya masyarakat dan acuan dalam

menjaring kemitraan. Secara opersional Gerbadestan mencakup empat program

pokok yaitu (1) pemberdayaan ekonomi rakyat, (2) peningkatan kualitas sumber

daya manusia, (3) pembangunan sarana dan prasarana dan (4) penguatan

kelembagaan. Salah satu kegiatan operasional dari program pemberdayaan

ekonomi rakyat adalah ‘Gerakan pengembangan tanaman perdagangan,

perikanan dan kelautan serta keamanan pangan masyarakat dan daerah “.

Dalam Gerakan ini Pemerintah daerah memberikan subsidi berupa bibit,

pupuk dan alsintan untuk pengembangan beberapa komoditi unggulan pada

Page 148: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

132

setiap SWP. Sedangkan bagi nelayan Pemerintah daerah memberikan subsidi

berupa perahu motor dan alat penangkapan lainya kepada setiap kelompok

nelayan. Begitu pula bantuan ternak. Selain itu sebagai gerakan swadaya

masyarakat, Pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada

petani/nelayan dan peternak. Misalnya petani diberikan perhargaan jika dapat

mengembangkan tanaman perdagangan di atas 100 pohon dalam satu tahun

secara swadaya. Penghargaan tersebut diberikan dalam wujud sertifikat

penghargaan dan modal usaha minimal Rp 1000.000 per orang, melalui suatu

proses penilaian yang disebut Penilaian Lomba GERBADESTAN. Insentif yang

diberikan untuk menghargai swadaya masyarakat semenjak tahun 1999 sampai

sekarang, nampaknya cukup signifikan untuk mendorong kreatifitas

petani/nelayan dan peternak dalam mengembangkan kapasitas produksinya,

sehingga pergeseran pertumbuhan beberapa komoditi menjadi lebih cepat.

Akan tetapi terdapat pula beberapa komoditi yang mengalami penurunan

kapasitas produksi, yakni pada SWP A, ditemukan pada komoditi pinang dan

ternak sapi. Pada tahun 1998 kapasitas produksi untuk pinang 11,16 Ton dan

ternak sapi dengan produksi 27,440 Ton daging menurun menjadi 2 Ton untuk

komoditi pinang dan 22,960 Ton untuk daging Sapi pada Tahun 2003.

Penurunan produksi komoditi pinang, ada kaitannya dengan agroklimat wilayah

sentra yang terbatas untuk pengembangan komoditi pinang karena SWP A

termasuk wilayah dengan tingkat kekeringan yang sangat tinggi, sumber daya air

terbatas dan termasuk wilayah rawan elnino. Sedangkan penurunan produksi

ternak sapi ada hubungannya dengan produktivitas usaha yang masih rendah.

Demikian juga pada SWP B dan SWP C, ditemukan beberapa komoditi dengan

kapasitas produksi yang cenderung menurun atau pergeseran pertumbuhan

sedikit lamban (Nilai SSA antara 0,00 - 0,9426). Hal ini disebabkan oleh

produktivitas yang masih rendah, bencana alam (hama,elnino dan lanina) dan

deposit bahan galian batu hitam yang mulai berkurang (devisit). Rendahnya

produktivitas usaha ada kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang

rendah disertai struktur wilayah yang belum mendorong akses pasar yang

memberikan ekspektasi yang lebih dinamik dalam skala ekonomik.

Hasil analisis LQ dan SSA terhadap 17 jenis komoditi unggulan daerah

sebagaimana uraian di atas dapat dijustifikasi kedalam matriks kombinasi

seperti pada Tabel 28.

Page 149: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

133

Tabel 28 Matriks kombinasi hasil analisis LQ dengan SSA terhadap 17 jenis komoditi unggulan daerah di Kabupaten Alor .

SWP

SSA

LQ >1 ≤ 1

A

> 0

I II 1.Padi 2.Jagung 3.K. hijau 4.J. mente 5.Kelapa

6.Asam 7.Sirlack 8.Ikan laut 9.Kambing

1.Kemiri 2. Cengkeh 3.Sapi

4. Babi 5. Batu hitam

≤ 1

III IV

1.Pinang 2.Kopi

3.Vanili

B

> 0

I II 1.Padi 2.Jagung 3.Kemiri 4.Kopi 5.Cengkeh

6.Sirlack 7.Ikan laut 8. Sapi 9. Kambing 10. Babi

1.K. hijau 2.J. mente 3. Pinang

4.Asam 5. Batu hitam

≤ 1

III IV

1.Kelapa

2.Vanilii

C

> 0

I II 1.J. mente 2.Vanilii 3. Batu hitam

1.Padi 2.Jagung 3.K. hijau 4.Kemiri 5.Kopi 6.Kelapa 7.Cengkeh

8.Pinang 9.Asam 10.Sirlack 11.Ikan laut 12. Sapi 13. Kambing 14. Babi

≤ 1

III IV

Sumber : Hasil analisis LQ dan SSA Komoditi unggulan daerah Tahun 1998 dan 2003.

Tabel 28 menunjukkan bahwa Komoditi yang berada pada Kwadran I,

merupakan komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan juga keunggulan

kompetitif untuk dikembangkan sebagai komoditi unggulan pada masing-masing

SWP. Pada kwadran II, merupakan komoditi yang tidak memiliki keunggulan

komparatif tetapi memiliki keunggulan kompetitif. Jenis komoditi tersebut pada

masing-masing SWP dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi komoditi basis.

Pada Kwadran III, merupakan kategori komoditi yang memiliki keunggulan

komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif dan dalam hasil analisis

tidak ditemukan komoditi yang demikian. Sedangkan pada kwadran IV,

merupakan kategori komoditi yang tidak memiliki keunggulan komparatif maupun

keunggulan kompetitif. Kategori jenis komoditi tersebut hanya ditemukan pada

SWP A dan SWP B, Jenis komoditi tersebut dikategori sebagai jenis komoditi

non basis pada SWP tersebut.

Page 150: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

134

4.4. Sintesa dan alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang.

Mencermati hasil analisis kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah

pengembangan (SWP), yang ditinjau dari aspek pendapatan antar SWP,

perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) antar SWP, perkembangan

proporsi alokasi APBD pembangunan dan interaksi spasial antar SWP dan antar

dan interregional, serta analisis sektor/komoditi basis antar SWP menunjukkan

satu kesatauan yang saling terkait atau saling mempengaruhi satu sama lain

yang menunjukkan indikasi ”lemahnya keterkaitan dan keterpaduan sektoral dan

spasial” dalam kinerja pembangunan wilayah. Hal tersebut dapat dijelaskan

dalam bentuk bagan keterkaitan pada Gambar 28 berikut :

Gambar 28 Bagan Keterkaitan hasil analisis kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor.

Page 151: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

135

Gambar 28, menunjukkan bahwa lemahnya keterkaitan dan keterpaduan

antar sektor dan spasial dalam kinerja pembangunan wilayah, mengakibatkan

adanya kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat antar SWP. Hal

ini disebabkan oleh adanya kesenjangan investasi/ alokasi APBD Pembangunan

antar SWP yang proporsional dalam membangun infrastruktur wilayah dan

potensi wilayah (dalam wujud modal kerja dan introduksi teknologi dan sumber

daya manusia). Alokasi APBD Pembangunan antar SWP yang tidak

proporsional menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur antar

SWP, demikian pula kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi

ekonomi wilayah seperti yang ditunjukkan pada analisis LQ dan SSA. Adanya

kesenjangan pembangunan infrastruktur antar SWP, menyebabkan lemahnya

interaksi spasial antar SWP maupun antar dan interregional. Lemahnya interaksi

spasial antar SWP, menghambat aliran modal, teknologi dan sumber daya

manusia yang tidak berimbang antar wilayah dalam mengelola dan

memanfaatkan potensi ekonomi yang tersedia secara optimal, adil dan

berkelanjutan. Dilain sisi kesenjangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan

potensi ekonomi secara optimal berdampak pada kesenjangan pendapatan, juga

berdampak pada daya tarik wilayah (Bargaining position) yang lemah dalam

melakukan interaksi spasial antar dan interregional. Interaksi spasial yang lemah

juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat (Kemiskinan tinggi dan SDM

rendah). Kemiskinan tinggi dan SDM yang rendah berdampak pada produktivitas

kerja yang rendah dalam pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi secara

optimal, untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Kemudian pendapatan

perkapita yang rendah, menyebabkan kemiskinan dan SDM yang rendah

karena akses terhadap pendidikan dan kesehatan melemah.

Dari hasil sintesa kesenjangan pembangunan antar SWP, sebagaimana

uraian di atas, maka untuk mereduksi kesenjangan pembangunan tersebut

maka memerlukan suatu “ Rencana strategis pembangunan wilayah berimbang”.

Maka untuk menyusun suatu rencana pembangunan wilayah berimbang, aspek

“keterkaitan dan keterpaduan “ merupakan tolok ukur kinerja pembangunan

wilayah berimbang. Dengan demikian mengawali penyusunan rencana strategis

pembangunan wilayah berimbang harus dibangun suatu model keterkaitan/

keterpaduan yang menjadi acuan dalam proses pembangunan wilayah

berimbang.

Page 152: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

136

Mengingat Kabupaten Alor sebagai salah satu wilayah perbatasan maritim

dengan negara Timor Leste, maka model keterkaitan/keterpaduan yang

tergambar pada Gambar 29 di bawah ini merupakan penjabaran dari Model

keterkaitan/keterpaduan di dalam wilayah perbatasan yang dibangun ,

Pandiadi,et al. (2005) sebagai berikut :

Gambar 29 Model keterkaitan/keterpaduan didalam Rencana Strategis Pembangunan wilayah berimbang di Kabupaten Alor.

Model keterkaitan/keterpaduan sebagaimana pada Gambar 29 di atas, dapat

dijelaskan bahwa dalam menyusun model rencana strategis pembangunan

wilayah berimbang, harus memilah unsur-unsur yang termasuk sebagai input,

process, output, outcome dan Impact. Yang termasuk dalam kategori input

antara lain (1) Kebijaksanaan spasial dan sektoral pada tingkat nasional, tingkat

propinsi dan tingkat Kabupaten (Jak Nas, Jak Prop, dan Jak Kab.) dan (2)

Potensi /sumber daya wilayah, yakni sumber daya alam (SDA), sumber daya

manusia (SDM), sumber daya sosial (SDS), sumber daya buatan (SDB) dan

sumber daya investasi (SDI). Masukan (input) merupakan unsur-unsur yang akan

Page 153: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

137

diproses melalui mekanisme keterkaitan dan keterpaduan untuk menghasilkan

output atau outcome yang berimbang. Output yang harus dicapai dalam proses

keterkaitan/ keterpaduan adalah menguatnya institusi (dalam wujud kapasitas

dan hirarki pelayanan) dan interaksi spasial secara dinamis serta optimalisasi

pengelolaan dan pemanfaatan potensi/sumber daya yang adil/berimbang dan

sustainable antar wilayah pembangunan (SWP). Hasil (output) dari proses

keterkaitan pembangunan spasial, institusi, sektor ekonomi dan rentang/sistem

usaha hulu-hilir tersebut, menghasilkan outcome dalam wujud : (1) Peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh tingginya/meningkatnya sumber

daya manusia (SDM) dan Indeks kemiskinan manusia (IKM) yang

rendah/menurun; (2) Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

perkapita wilayah dan masyarakat yang dinamis; dan (3) Keamanan dan

ketertiban wilayah yang terkendali sehingga terasa aman, tertib dan nyaman,

sebagai dampak dari kesejahteraan masyarakat yang terpenuhi. Apabila ada

keberimbangan outcome berarti ada implikasi kinerja pembangunan antar

wilayah berimbang sebagai dampak terakhir (impact) dari suatu proses

keterkaitan/keterpaduan pembangunan wilayah yang mendasari RUTRW dalam

kerangka otonomi daerah yang efektif.

Sehubungan dengan itu, setelah unsur-unsur input teridentifikasi, maka

dilanjutkan dengan proses klasifikasi aspek – sapek keterkaitan/keterpaduan

(aspek spasial, aspek institusi, aspek sektor ekonomi dan aspek rentang/sistem

usaha ekonomi hulu-hilir ). Ke empat aspek keterkaitan /keterpaduan dalam

proses pembangunan wilayah tersebut, masing-masing dipilah lagi atas proses

keterkaiatan/keterpaduan sebagai berikut :

a.Aspek spasial diklasifikasikan atas keterkaitan /keterpaduan sebagai (1)

Wilayah perbatasan negara (Wilayah perbatasan maritim) dengan negara

Timor Leste; (2) Wilayah perbatasan tetangga (wilayah perbatasan maritim

dengan Kabupaten Lembata, Flores Timur, Kupang, Timor Tengah Utara, Belu

dan Propinsi Maluku Tenggara ); (3) Wilayah lain diluar perbatasan dalam satu

kesatuan nusantara (posisi strategis antara KTI dan KIB) dan (4) Satuan

Wilayah Pengembangan(SWP)/Kota-desa dalam wilayah sendiri.

b. Aspek Institiusi mencakup proses keterkaitan/keterpaduan antara (1) Institusi

Pemerintah (Pusat,Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan desa/kelurahan); (2)

Institusi swasta (Besar, Menengah dan Kecil) dan (3) Institusi masyarakat

(Formal maupun Non formal ).

Page 154: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

138

c. Aspek sektor ekonomi diklasifikasikan atas keterkaitan/keterpaduan antar (1)

Sektor primer (pertanian dan pertambangan tertentu); (2) Sektor sekunder

(industri dan konstruksi); dan (3) Sektor Tersier (sektor perdagangan dan jasa-

jasa).

d. Aspek rentang / sistem, yakni proses keterkaitan/keterpaduan antara sistem

usaha ekonomi hulu dan hilir, terutama kegiatan Agroindustri. Proses

keterkaitan /keterpaduan dalam kegiatan Agroindustri harus menjadi kegiatan

”basis ” yang harus didorong sebagai wilayah agraris, yang mayoritas

penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor primer (pertanian).

Dengan demikian keterkaitan antara sektor pertanian sebagai hulu dan sektor

industri dan sektor perdagangan dan jasa sebagai hilir dalam proses produksi

dan pemasaran yang saling memperkuat baik kedepan (forward linkages ) dan

kebelakang (backward linkages) harus menjadi prioritas untuk didorong, dalam

rangka optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi wilayah secara

adil/berimbang dan sustainable.

Mengacu pada ulasan model keterkaitan/ keterpaduan rencana strategis

pembangunan wilayah berimbang di atas, maka hasil sintesa kesenjangan

pembangunan wilayah sebagaimana pada Gambar 28, merupakan input yang

dapat diproses dalam kerangka keterkaitan/keterpaduan untuk mencapai

outcome yang berdampak pada kinerja pembangunan wilayah berimbang.

Sehubungan dengan itu untuk membangunan keterkaitan /keterpaduan

dalam mereduksi atau mengurangi kesenjangan wilayah yang diuraikan di atas,

memerlukan sumber daya investasi (SDI) yang proporsional (Rustiadi et al.

2004), namun demikian investasi sumber daya yang diperlukan harus diikuti

dengan perbaikan kualitas kinerja Pengelola pembangunan wilayah termasuk

Pengelola anggaran daerah secara dinamis, baik Eksekutif maupun Legislatif.

Berdasarkan hasil sintesa kesenjangan pembangunan wilayah yang di ulas

di atas, maka disarankan lima alternatif strategi pengembangan pembangunan

wilayah berimbang (Rustiadi et al. 2006, 2007), yakni :

1 Peningkatan Supply and demand side strategy.

Supply side strategy, diarahkan pada upaya investasi modal untuk

meningkatkan penawaran (Supply) dari kegiatan produksi yang

berorientasi keluar (Global dan antar dan interregional). Strategi ini

diprioritaskan pada komoditi unggulan wilayah yang memiliki keunggulan

komparatif dan kompetitif, terutama yang tertera pada Tabel 28. Upaya

Page 155: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

139

peningkatan penawaran (supply) akan meningkatkan ekspor wilayah yang

akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik

kegiatan-kegiatan lain untuk masuk ke wilayah pengembangan.

Demand side strategy, diarahkan pada upaya peningkatan taraf hidup

penduduk, dengan upaya peningkatan permintaan terhadap barang-

barang non pertanian (industri dan jasa-jasa) yang dapat mendorong

produktivitas wilayah pengembangan. Sebagai wilayah kepulauan dengan

karakteristik penduduk yang menyebar dengan pola produksi yang pada

umumnya masih subsisten, maka upaya pemusatan penduduk pada

kawasan-kawasan pengembangan termasuk pulau – pulau kecil belum

berpenghuni harus menjadi sasaran pengembangan ke depan. Stadia

pengembangan wilayah melalui demand side strategy yang dibangun

Rustiadi et al .(2007) sebagaimana pada Gambar 30, dianggap relevan

untuk diterapkan di tingkat daerah.

Page 156: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

140

2 Peningkatan kapasitas dan hirarki pelayanan.

Strategy ini diarahkan pada pengembangan pusat-pusat pelayanan,

antara lain selain ibu kota kecamatan (kota menengah), perlu dilakukan

pengembangan kota-kota kecil yang diklaster dari beberapa desa yang

secara geografis sulit dibangun jaringan interaksi yang network antar

wilayah desa, termasuk pulau-pulau kecil yang belum berpenghuni untuk

dilakukan desain Tata ruangnya. Selain itu klaster desa-desa dalam satu

pusat pelayanan sebagai kota-kota kecil juga dapat disesuaikan

berdasarkan homogenitas potensi wilayah. Penentuan klaster pusat-pusat

pelayanan harus ditentukan secara partisipatif oleh desa-desa yang

terlibat dengan mempertimbangkan kajian ketersediaan infrastruktur

(sarana-prasarana) berdasarkan indeks skalogram (Lampiran 2). Dengan

demikian hukum nodal (keterkaitan pusat dan hinterland dapat lebih

menguat) dan dampak backwash yang dapat memperlebar kebocoran

wilayah (regional leakages) dapat ditekan.

3. Perluasan pengembangan Pertanian. Strategi pengembangan pertanian harus diarahkan pada agribisnis dan

agroindustri serta agrowisata dan bahari dalam rangka peningkatan

produktivitas usaha dan daya saing pasar.

Sebagai wilayah agraris dengan mayoritas masyarakat yang adalah

masyarakat petani lahan kering dan kehutanan, peternak dan nelayan,

maka pengembangan pertanian berbasis agribisnis dan agroindustri,

serta agrowisata merupakan strategi yang paling tepat dalam mengurangi

kemiskinan masyarakat antar wilayah.

Sebagai wilayah perbatasan negara maritim, dan juga secara geofisik

wilayah administratif, yang dibentuk dari gugusan pulau-pulau sedang

dan kecil, maka strategi perluasan pengembangan pertanian terutama

yang berbasis pada sumber daya kelautan dan pesisir secara

efisien,adil/berimbang dan sustainable, harus diawali dengan suatu kajian

spesifik dan penyusunan penataan ruang wilayah kelautan dan pesisir

yang belum pernah ada.

4. Peningkatan Kapasitas SDM dan Social Capital Masyarakat lokal

Strategi peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan sosial kapital

masyarakat lokal diarahkan pada :

Pemberdayaan masyarakat lokal baik dari sisi pengembangan sumber

daya manusia maupun kelembagaan (social capital)

Page 157: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

141

Pengembangan fasilitas pendukung pendidikan dan kesehatan serta

peningkatan dan distribusi tenaga pendidikan dan kesehatan yang

proporsional dan berkualitas.

Hak akses terhadap sumberdaya utama lokal harus diperkuat antara lain

akses terhadap lahan, pendidikan, kesehatan, air minum, energi,

komunikasi dan penerangan dan sebagainya.

Pengembangan kapasitas (capacity building) institusi lokal harus dipenuhi

melalui peningkatan investasi dan penguatan social capital.

5 . Pengembangan infrastruktur

Strategi pengembangan infastruktur diarahkan pada :

Pengembangan infrastruktur yang menjamin akses pada air bersih,

energi, komunikasi , informasi, layanan pendididkan, kesehatan dan

interaksi sosial-ekonomi. Namun demikian dalam jangka menengah

pengembangan infrastruktur transportasi darat dan laut yang

menghubungkan kota utama dan kota – kota menengah (kota kecamatan)

dan beberapa kota – kota kecil yang diarahkan pada RUTRW, harus

menjadi prioritas, untuk mendukung supply and demand side strategy.

Dalam jangka panjang strategi pengembangan struktur jaringan

transportasi/komunikasi harus diatur untuk meminimalkan pola dendritik

dan memaksimalkan pola network (minimal jaringan antar klaster wilayah

sudah harus dbangun).

Kelima strategi pengembangan wilayah berimbang sebagaimana uraian di

atas masih memerlukan kajian yang spesifik, namun secara parsial cukup

relevan untuk dilaksanakan sebagai solusi untuk mengurangi atau mereduksi

kesenjangan wilayah karena bisa disinergikan dan dioperasionalkan dalam

rencana strategis pembangunan daerah Kabupaten Alor Tahun 2005-2009, yang

dikenal dengan nama ” Gerakan Kembali ke Desa dan Pertanian

(GERBADESTAN), yang terdiri dari 4 pilar strategi, yang substansinya saling

terkait dan relevan dengan lima strategi di atas, dimana strategi 1 dan 3 relevan

dengan strategi 1 Gerbadestan, strategi 2 dan 5 relevan dengan strategi 3

Gerbadestan dan strategi 4 relevan dengan strategi 2 dan 4 Gerbadestan.

Keempat pilar GERBADESTAN sebagai rencana strategi operasional

Pembangunan di Kabupaten Alor tersebut, ditunjukkan pada Gambar 31

Page 158: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

142

Gambar 31 GERBADESTAN sebagai strategi opersional rencana Strategis pembangunan Kabupaten Alor Tahun 2005-2009.

Berdasarkan hasil sintesa analisis kesenjangan pembangunan wilayah dan

alternatif rencana strategis pembangunan wilayah berimbang, sebagaimana

uraian di atas dapat dibangun bagan keterkaitan seperti pada Gambar 32 berikut:

Page 159: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

143

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan. Berpijak pada permasalahan, tujuan dan hipotesa serta uraian hasil dan

pembahasan diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pembangunan wilayah yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Alor

berdasarkan acuan Rencana Umum Tataruang Wilayah (RUTRW)

Kabupaten, menunjukkan adanya kesenjangan antar Satuan Wilayah

Pengembangan (SWP). Hal ini mengacu pada hasil analisis beberapa

indikator pembangunan wilayah menunjukkan bahwa SWP- B berkembang

lebih baik dibanding SWP A dan SWP - C. Sedangkan antara SWP- A dan

SWP- C menunjukkan bahwa SWP- A lebih berkembang dibanding SWP- C.

2. Hakekat pembangunan wilayah antara lain menciptakan keberimbangan

pembangunan wilayah secara dinamis. Namun hasil analisis beberapa

indikator pembangunan wilayah, menunjukkan adanya kesenjangan

pembangunan antar SWP dan atau antar hirarki wilayah, sebagai berikut :

Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan

pendapatan menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan Tingkat

Kabupaten nampak lebih tinggi dibanding kesenjangan pendapatan pada

ketiga SWP. Sedangkan kesenjangan pendapatan antar SWP

menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan pada SWP- B jauh lebih

rendah atau lebih baik dibanding SWP-A dan SWP-C. Namun demikian

rata-rata kesenjangan pendapatan antara Tahun 1999-2004 mulai

berangsur membaik.

Kesenjangan perkembangan wilayah yang terkait dengan kesenjangan

pembangunan infrastruktur (sarana dan prasarana) wilayah, menunjukkan

bahwa kota-kota hirarki yang berada pada sub wilayah utama pada SWP-

B menunjukkan perkembangan yang lebih baik dibanding kota-kota hirarki

pada SWP- A dan SWP- C serta sebagian kota hiraki dari Sub wilayah

hinterland pada SWP- B, yakni sub wilayah Bagian Selatan Alor Barat

Daya dan Alor Tengah Utara.

Kesenjangan pembangunan wilayah yang terkait dengan kesenjangan

alokasi APBD Pembangunan menunjukkan bahwa SWP- B

memperlihatkan proporsi aloakasi APBD Pembangunan yang lebih

merata dan berkembang cenderung dinamis bila dibanding SWP- A dan

Page 160: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

144

SWP- C yang cenderung fluktuatif dan statis. Namun demikian SWP A

lebih senjang (tidak merata) dibanding SWP C.

3. Salah satu ciri perkembangan atau pertumbuhan suatu wilayah ditunjukkan

oleh kuat atau lemahnya intensitas interaksi spasial antar wilayah melalui

saluran informsi yang tersedia pada suatu wilayah. Salah satu media

informasi untuk melakukan aktivitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki di

Kabupaten Alor adalah interaksi spasial melalui saluran SSB (channel

Single Band ) Pemerintah Kabupaten Alor, yang menunjukkan bahwa :

Intensitas interaksi spasial antar kota – kota hirarki dalam satu kesatuan

Wilayah pengembangan relatif terlihat lebih kuat bila dibanding dengan

intensitas interaksi spasial antar kota-kota hirarki pada satuan wilayah

pengembangan lainnya.

Intensitas interaksi spasial antar Kota hirarki utama dengan kota –kota

hirarki bawahnya (hinterland) yang mencerminkan intensitas pelayanan

pemerintah, nampak tidak simetrik antar wilayah. Dalam hal ini kota –

kota hirarki pada SWP- B lebih kuat dibanding SWP- A dan SWP- C.

Namun interaksi yang paling lemah terdapat pada kota-kota hirarki pada

SWP-C. Hal ini memperlihatkan signifikansi kesenjangan pertumbuhan

antar wilayah.

4. Kesenjangan Pembangunan wilayah, yang diperlihatkan oleh masing-

masing indikator kesenjangan pembangunan wilayah seperti pergeseran

pertumbuhan sektor/komoditi wilayah yang tidak berimbang, Penerimaan

pendapatan yang tidak berimbang, penyediaan sarana dan prasarana

wilayah yang tidak berimbang, penyebaran proporsi APBD Pembangunan

yang tidak berimbang dan intensitas interaksi spasial yang lemah antar

hirarki wilayah pengembangan, menunjukkan signifikansi terhadap

kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan masyarakat, yang ditunjukkan

dengan tingkat kesenjangan kemiskinan penduduk yang cendrung

meningkat/melebar antar satuan wilayah pengembangan. Dimana

kesenjangan yang lebih signifikan ditemukan pada SWP C.

5. Spesifikasi sektor basis/komoditi unggulan antar SWP merupakan salah satu

wujud pembangunan wilayah untuk memperkuat struktur ekonomi wilayah

dan pendapatan masyarakat, hasil analisis menunjukkan adanya

kesenjangan pergeseran pertumbuhan antar SWP. Pada SWP- A

menunjukkan sembilan komoditi yang bertumbuh menjadi komoditi basis

Page 161: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

145

yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pada SWP- B

menunjukkan sepuluh komoditi yang bertumbuh menjadi komoditi basis.

Sedangkan pada SWP- C hanya tiga komoditi basis. Dilain sisi SWP- C

memiliki potensi yang lebih luas dengan beberapa keragaman komoditi yang

kompetitif, tetapi pergeseran pertumbuhannya masih enggan untuk didorong

segera menjadi komoditi basis.

6. Mencermati kesenjangan pembangunan antar satuan wilayah

pengembangan yang cenderung melebar, mengindikasikan masih lemahnya

keterkaitan dan keterpaduan dalam kinerja pembangunan wilayah yang

berbasis pada Rencana Umum Tata Ruang Wilayah secara konsisten dan

simetrik.

B. Saran. Mengacu pada beberapa penggarisan kesimpulan hasil penelitian di atas,

maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dalam rangka mereduksi atau mengurangi kesenjangan pembangunan antar

wilayah pembangunan, maka “keterkaitan dan keterpaduan antar sektor,

dan spasial” yang dinamis, harus menjadi tolok ukur penentuan prioritas

kebijaksanaan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan

wilayah dalam konteks implementasi Rencana Tata ruang Wilayah yang

konsisten dan simetrik.

2. Model atau strategi keterkaitan/keterpaduan sektoral dan spasial yang

dinamis dalam mengelola dan mendistribusikan sumber daya investasi (SDI)

yang terbatas secara proporsional antar wilayah pembangunan, terutama

yang berbasis perdesaan harus menjadi solusi pembangunan wilayah

berimbang.

3. Dalam rangka efisiensi alokasi sumber daya pembangunan wilayah untuk

mendorong pergeseran pertumbuhan sektor basis/ komoditi unggulan

wilayah, maka spesifikasi perwilayahan sektor basis/komoditi unggulan,

harus menjadi perhatian dalam Rencana Tata ruang wilayah.

4. Dalam rangka memperkuat struktur ekonomi wilayah dan perbaikan

pendapatan masyarakat, serta menekan kebocoran wilayah (regional

leakages) maka keterkaitan antar sektor dan antar wilayah pembangunan

yang berorientasi pada industri skala mikro dan atau menengah yang

berbasis pada sumber daya lokal (resource endowment) di tingkat daerah

harus mendapat prioritas kebijakan pembangunan wilayah kedepan.

Page 162: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

146

5. Dalam rangka posisi Kabupaten Alor sebagai wilayah perbatasan maritim

dengan negara Timor Leste, maka keterkaitan dan keterpaduan pemerintah

pusat dan daerah harus diperkuat dengan kemauan politik terutama

pemerintah pusat untuk investasi pembangunan wilayah perbatasan yang

konsisten dan simetrik. Jika ini tidak dilakukan, kesenjangan pembangunan

wilayah akan lebih melebar dan bisa berimplikasi luas bagi ketahanan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kedepan.

6. Penelitian yang sudah dilaksanakan ini, masih merupakan penelitian tahap

awal, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk mengungkap secara rinci

antara lain faktor-faktor penyebab kesenjangan pembangunan wilayah,

keterkaitan antar sektor pembentuk struktur ekonomi wilayah, program-

program strategis yang lebih spesifik dan indikator lainnya yang masih

relevan dengan pembangunan wilayah baik lokal maupun regional.

Page 163: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

147

DAFTAR PUSTAKA Alonso, W. 1979 . Ketidakseimbangan Kota dan Daerah Dalam Perkembangan Ekonomi. Jakarta. Ekonomi Komunikasi Indonesia Vol XX VII No 3.

Bendavid, A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners.London.Praeger Wesport Connecticut. Fourth edition.

Budiharsono, S. 1996. Transformasi Struktural dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah di Indonesia, 1969-1987. Disertasi. Bogor. Program Pasca Sarjana IPB.

Bappenas, 1999. Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Menata Ke Depan Perekonomian Nasional.

Bappenas, 2002. Laporan Infrastruktur, Jakarta. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Bappenas, Oktober 2002.

Badan Pusat Statistik, 2002 Alor Dalam Angka Tahun 2002 Kalabahi. BPS Kabupaten Alor

Badan Pusat Statistik, 2003. Alor Dalam Angka Tahun 2003. Kalabahi. BPS Kabupaten Alor.

__________________, 2003. PDB Indonesia Tahun 2003. Jakarta. BPS Indoenesia.

__________________, 2003. PDRB Kabupaten Alor Tahun 2003. Kalabahi. BPS Kabupaten Alor.

__________________, 2003. Kecamatan Dalam Angka Tahun 2003. Kalabahi. BPS Kabupaten Alor.

__________________, 2003. Potensi Desa Tahun 2003. Kalabahi. BPS Kabupaten Alor.

__________________, 2003. Profil desa Tahun 2003. Kalabahi. Kerjasama Publikasi BPS dan BPMD Kabupaten Alor .

BKKBN, 2005. Laporan Perkembangan Keluarga Sejahtera di Kabupaten Alor Tahun 2000-2004. Kalabahi. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Alor. Tidak Publikasi.

Bappeda 1991. Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) Kabupaten Alor Tahun 1991. Kalabahi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Alor. Tidak Publikasi.

Bappeda 2005. Rencana Strategis Pembangunan (Renstra) Kabupaten Alor Tahun 2005-2009. Kalabahi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Alor. Tidak Publikasi.

Bentara Wisata, 2006. Eksotisme Alor. Jakarta. Buletin Wisata vol.01 Edisi 01

Clark , C . 1951. The Conditions of Economic Progress . London. MacMillan,and Co.Ltd.

Dispenda, 2004. Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Alor Tahun 1999-2003. Kalabahi. Dinas Pendapatan (Dispenda) Kabupaten Alor. Tidak Publikasi.

Page 164: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

148

Dispenda,2005. Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga (SP3) Komoditi Antar Pulau di Kabupaten Alor Tahun 2002-2004. Kalabahi. Dinas Pendapatan (Dispenda) Kabupaten Alor. Tidak Publikasi.

Dinas Kesehatan, 2003. Laporan Tahunan Perkembangan Pembangunan Kesehatan di Kabupaten Alor Tahun 2003. Kalabahi. Dinas Kesehatan Kabupaten Alor.Tidak Publikasi.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2004. Laporan Tahunan Perkembangan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Alor Tahun 2003. Kalabahi. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Alor. Tidak dipublikasi.

Chaniago,N.A, Sugirati, E dan Pangiribuan, T, 2000. Kamus Sinonim-Antonim Bahasa Indonesia. Bandung. CV. Pustaka Setia.Edisi Mei 2000.

Dixon, R dan Thirwall 1975. A Model Of Regional Growth Rate Differences on Kaldorians Lines, Oxford Economic Papers. Fisher, A .G.B. 1935. Economic Implication of Material Progress. International

Labour Review , July 1935.

Gerschenkron, A . 1962. Economic Backwardness in Historical Perspectives. Cambridge, Massachusetts: Harward University Press.

Goenarsyah, I. 2004. Ketimpangan dan Pemerataan Pembangunan. Materi Kuliah Ekonomi Pembangunan. Program Studi Ilmu Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tidak di publikasi.

Ghalib, R . 2005. Ekonomi Regional. Bandung. Penerbit Pustaka Ramadan.

Hanafiah, T. 1985. Pendekatan Wilayah Terhadap Masalah Pembangunan Desa. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial ekonomi Pertanian, Bogor. Fakultas Pertanian IPB.

Hanafiah, T. 1988. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil dalam Rangka Pembangunan Wilayah Pedesaan. Bogor. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB.

Hirchman A,O. 1958. The Strategy of Economic Development. New Heven: Yale University Press.

Hadi, S 2001. Studi Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah. Disertasi. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Hoover, E.M. 1985. An Introduction To Regional Economics. Distinguished service Professor of Economics, New York. Emeritus University of Pittsburgh.

Kaldor, N. 1970. The case for Regional Policies, scttish Journal of polotical economy.

Kuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan.Teori, masalah dan kebijakan.Jogjakarta. Penerbit AMP YKPM. Edisi ketiga

Lawalu,H et al. 2003. Laporan Survai dan Investigasi Padang Penggembalaan Ternak di Kabupaten Alor. Kupang. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Alor dan Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang.

Page 165: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

149

Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report =HDR), 2004. Ekonomi dari Demokrasi membiayai Pembangunan Manusia di Indonesia. Jakarta. Kerjasama Publikasi BPS-BAPPENAS dan UNDP.

Myrdal, G. 1975. Economic Theory and Underdeveloped Regions. Duckwoth.

Miller,R.E dan Blair, P.D, 1985. Input-Output Analysis : Foundations and Extensions. New Yersey.Prentice-Hall,Inc, Englewood Cliffts.University of Pensylvania.

Martin, W and P.G.Warr. 1993. Explaining the relative Decline of Agriculture: A Supply Side Analysis for Indonesia. The World Bank Economic Review.

Murty, S, 2000 Regional Disparities : Need and Measurs for Balanced Development, dalam Regional Planning and Sustainable Development, New Delhi. Kanishka Publisher.

North,D.C 1955.Location Theory and Regional Economic Growth", Journal of Political Economy, LXIII (June, 1955),

Nurzaman, S.S, 2002.Perencanaan Wilayah di Indonesia pada masa sekitar krisis. Bandung. Penerbit ITB.

Perloff H dan Wingo, L Jr.,1961. "Natural Resources Endowment and Regional Economic Growth", Natural Resources and Economic Growth, ed. Joseph. Spengler Washington D.C.: Resouces for the Future,

Pradhan, P.K , 2003. Manual For Urban Rural Linkage and Rural Development Analysis

Pandiadi,et al 2005. Pengembangan Model Transmigrasi Terpadu di Wilayah Perbatasan. Jakarta. Pusat Litbang Ketransmigrasian.Badan Litbang dan Informasi Departemen Tenaga kerja dan Transmigrasi.

Perda No.15, 2005. Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor. Kalabahi. Tidak Publikasi.

Rangrajan,C. 1982. Agricultural Growth and Industrial Performance In India. Washington. International Food Policy Research Institute.

Riyadi dan Bratakusumah, D.S. 2003. Prencanaan Pembangunan Daerah, Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama .

Rustiadi, E; Saifulhakim, S dan Panuju,D.R, 2003, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor. Materi Kuliah Program Studi PWD Pasca Sarjana IPB. Tidak di publikasi.

Rustiadi, E; Saifulhakim, S dan Panuju,D.R, 2004, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor. Materi Kuliah Program Studi PWD Pasca Sarjana IPB. Edisi Tambahan. Tidak di publikasi.

Rustiadi, E, Pribadi, D.O. 2006. Mempercepat Pertumbuhan Pembangunan Wilayah Perbatasan. Jakarta. Makalah disampaikan pada Workshop Pengembangan Wilayah Perbatasan : Sinergitas Kebijakan dalam mewujudkan Wilayah Perbatasan sebagai Halaman Depan Negara. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah. Departemen Dalam Negeri. Jakarta 18-20 September 2006.

Rustiadi, E, Damai, A.A, 2007. Perencanaan Pembangunan dan Penataan Ruang Pulau-Pulau Kecil. Bali. Makalah disajikan pada : Semiloka Strategi Pemanfaatan dan Pengendalian Tata Ruang Pulau-Pulau Kecil.

Page 166: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

150

Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Bali, 28 April 2007.

Soegijoko, S, 1997. Percepatan Pembangunan Daerah Perbatasan. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta. Crasindo PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Saifulhakim, S. 2003. Prinsip-Prinsip Ekonomi Regional dan Perdesaan. Bogor. Program Studi Ilmu-Ilmu Prencanaan Pembangunan Wilayah Institut Pertanian Bogor. Tidak di Publikasi.

Sipayung, T.2000. Pengaruh Kebijakan Makroekonomi Terhadap Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Tesis. Bogor. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, I D.M.D, 2006. Peranan Sektor Unggulan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Pendekatan Input-Output Multi Regional, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Tamenggung S.A, 1997. Paradigma Ekonomi Wilayah : Tinjauan Teori dan Praksis Ekonomi Wilayah dan Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta Crasindo PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Todaro, M.P. 1978. Economic Development in the Tird World. New York. Longman Inc.

Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta. Bumi Aksara,

Umar,H, 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta.Devisi Buku Perguruan Tinggi. PT Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang Nomor 24, 1992. Penataan Ruang. Jakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia.

Williamson, J. 1965. Regional Inequality and the Process of National Development : A Description of the Paterns. Reprinted Economic Development and Cultural Change, Voll 13, no,4 pt,2 with permission of the author and the University of Chicago Press.

Wiranto, T. 1997.Model Keterkaitan Desa-Kota Sebagai Pendekatan Pengembangan Perdesaan. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta. Crasindo PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Page 167: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

151

Lampiran 1 Analisis Kesenjangan Pendapatan ( Penerimaan PBB) Antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Periode 1999 - 2004.(Model Indeks Williamson).

No Tahun Jumlah wajib PBB (fi) Jumlah

wajib PBB Kabupaten

(n)

Jumlah penerimaan PBB (yi)

SWP A SWP B SWP C SWP A SWP B SWP C 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1999 10285 30112 9810 50207 23633571 145087896 28124579

2 2000 10227 30140 9780 50147 24542582 164580564 19990172

3 2001 14135 30291 10426 54852 53515937 217487034 36021430

4 2002 14135 30291 10426 54852 56787179 227810481 38554758

5 2003 14023 34598 12485 61106 45103795 317192543 52905248

6 2004 16890 32059 12084 61033 52370569 344292666 66805116

Rataan/∑ 13283 31249 9288 47458 36564806 202350170 34628759

Lanjutan Lampiran 1

Total penerimaan

PBB Kabupaten(Ŷ )

fi/n (yi-Ŷ )

SWP A

SWP B

SWP C

Kabupaten SWP A SWP B

10 11 12 13 14 15 16 196846046 0.2049 0.5998 0.1954 1 -173212475 -51758150 209113318 0.2039 0.6010 0.1950 1 -184570736 -44532754 307024401 0.2577 0.5522 0.1901 1 -253508464 -89537367 323152418 0.2577 0.5522 0.1901 1 -266365239 -95341937 415201586 0.2295 0.5662 0.2043 1 -370097791 -98009043 463468351 0.2767 0.5253 0.1980 1 -411097782 -119175685 273543733 0.2799 0.6585 0.1957 1 -236978927.14 -71193562.57

Lanjutan Lampiran 1

(yi-Ŷ ) (yi-Ŷ )²

SWP C Kabupaten SWP A SWP B 17 18 19 20

-168721467 -131230697 30002561495625600 2678906091422500

-189123146 -139408879 34066356587581700 1983166178824520

-271002971 -204682934 64266541319639300 8016940089292690

-284597660 -215434945 70950440547527100 9090084950911970

-362296338 -276801057 136972374903080000 9605772509775850

-396663235 -308978901 169001386365320000 14202843895219200

-238914974 -182362488 56159011909779600 5068523351611910

Page 168: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

152

Lanjutan Lampiran 1

(yi-Ŷ )² ∑(yi-Ŷ )².fi/n SWP C Kabupaten SWP A SWP B

21 22 23 24

28466933426632100 17221495922592900 11504281026392400 3039882390179420

35767564352937300 19434835451097400 11453092204943800 3046349608502660

73442610290826800 41895103470848400 14471808381549200 2798998046446370

80995828077475600 46412215670776300 14471808381549200 1306125165445830

131258636528210000 76618825340851300 12887733185134700 2869779905722340

157341722000665000 95467961057181900 15541194290894700 2662359545316900

57080364801420700 33256076994814400 15717872896516700 3337375832457610

Lanjutan Lampiran 1

∑(yi-Ŷ )².fi/n √∑(yi-Ŷ )².fi/n SWP C Kabupaten SWP A SWP B

25 26 27 28

11152994178141200 33256076994814400 107258011.4788 55135128.4589

11132190714457400 33256076994814400 107019120.7446 55193746.0996

10849556687442800 33256076994814400 120298829.5103 52905557.8030

31521573145916900 33256076994814400 120298829.5103 36140353.6984

11662493937514100 33256076994814400 113524152.4308 53570326.7278

11301412813729700 33256076994814400 124664326.4567 51598057.5731

11171292847834500 33256076994814400 125370941.1966 57770025.3804

Lanjutan Lampiran 1

√∑(yi-Ŷ )².fi/n Vw = (√(∑(yi-Ŷ )².fi/n)/Ŷ) SWP C Kabupaten SWP A SWP B SWP C Kabupaten

29 30 31 32 33 34

105607737.3024 182362487.9048 0.5449 0.2801 0.5365 0.9264

105509197.2979 182362487.9048 0.5118 0.2639 0.5046 0.8721

104161205.2899 182362487.9048 0.3918 0.1723 0.3393 0.5940

177543158.5444 182362487.9048 0.3723 0.1118 0.5494 0.5643

107993027.2634 182362487.9048 0.2734 0.1290 0.2601 0.4392

106308103.2364 182362487.9048 0.2690 0.1113 0.2294 0.3935

105694336.8768 182362487.9048 0.4583 0.2112 0.3864 0.6667

Sumber : Diolah dari Data Laporan Tahunan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Kantor Dinas Pendapatan Kabupaten Alor Tahun 1999-2003.

Page 169: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

153

Lampiran 2 Rekapitulasi Analisis Skalogram Perkembangan Kota/desa hirarki Antar Satuan

Wilayah Pengembangan (SWP) di Kabupaten Alor Tahun 2003

No Desa/Kel Antar SWP

Ibu kota Jumlah Penduduk

Jumlah Jenis Fasili- tas (Jjfi)

Jumlah Fasilitas (Jfi)

Indeks Perkem- Bangan (IP)

Hirarki Alter- natif

Hirarki Dalam RUTRW (1991)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 SWP A 1 Baranusa Baranusa 902 22 147 0.265 3 II 2 Kabir Kabir 1939 17 630 0.369 2 III 3 Kaleb Tamalabang 1637 14 192 0.330 2 IV 4 Batu Bakalang 1530 14 101 0.274 2 IV 5 Muriabang Maliang 1015 14 39 0.087 3 IV 6 Beangonong Beangonong 710 11 60 0.236 3 II 7 Mauta Kakamauta 1834 11 21 -0.054 4 8 Bungabali Abangiwang 941 10 73 0.276 2 9 Nule Nuhawala 1157 10 21 -0.013 4 10 Bandar Bolangada 513 9 83 0.016 3 11 Baraler Baraler 751 9 72 0.286 2 12 Kayang Marica 619 9 64 0.272 2 IV 13 Tude Puntaru 989 9 15 -0.119 4 IV 14 Helangdohi Helangdohi 650 8 125 0.338 2 15 Madar Padang 419 8 86 0.313 2 16 Blangmerang Blangmerang 1249 8 66 0.289 2 17 Kalondama

Tengah Boloang 413 8 57 0.273 2

18 Leer Sebarang 1051 8 30 0.165 3 19 Tamakh Tamakh 1231 8 12 -0.176 4 20 Munaseli Lamalu 1237 8 11 -0.227 4 21 Kalondama Latuna 687 8 11 -0.227 4 IV 22 Tubbe Air panas 523 8 9 -0.365 4 23 Allumang Wolu 377 8 11 -0.227 4 24 Bukit Mas Panea 591 7 104 0.335 2 25 Marisa Kengge 879 7 13 -0.066 4 26 Ombay Kolijahi 779 7 9 -0.270 4 27 Ekajaya Kappas 585 7 8 -0.353 4 28 Bagang Bagang 466 7 8 -0.353 4 29 Merdeka Bukalabang 1280 6 108 0.345 2 30 Lekom Lebang 629 6 53 0.296 2 31 Illu Illu 510 6 13 -0.001 4 32 Aramaba Airmama 1234 6 9 -0.176 4 33 Mawar Manatang 1065 6 6 -0.459 4 34 Baolang Baolang 335 6 6 -0.459 4 35 Kalondama

Barat Mobobaa 384 5 69 0.331 2

36 Kaera Padangsul 1035 5 8 -0.140 4 37 Pandai Pandai 687 5 8 -0.140 4 38 Wailawar Lawar 463 5 7 -0.216 4 39 Delaki Alimakke 747 5 6 -0.318 4 40 Treweng Tereweng 760 5 5 -0.459 4 41 Bana Bana 585 5 5 -0.459 4 42 Bouweli Karang

Indah 548 5 5 -0.459 4

43 Piringsina Pulau Kura 467 5 5 -0.459 4 44 Lamma Nadda 348 5 5 -0.459 4 45 Lalafang Tonte 546 3 4 -0.247 4 46 Toang Toang 334 3 3 -0.459 4 Jlh 46 46 37631 366 2403

SWP B47 Kalabahi

Kota Kalabahi 2991 28 1623 0.378 1 I

48 Mutiara Padang Tekukur

2906 25 1050 0.372 1

49 Kalabahi Tengah

Tongbang 3738 24 1132 0.374 1

50 Kalabahi Timur Kadelang 4275 22 1203 0.377 1 51 Wetabua Wetabua 2063 21 943 0.373 1 52 Moru Moru 1939 21 405 0.348 2 IV

Page 170: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

154

53 Nusa Kenari Nusa kenari 2602 20 1134 0.377 1 Sambungan Lampiran 2 54 Air Kenari Air kenari 1468 19 714 0.370 2 55 Binongko Binongko 2964 18 961 0.376 1 56 Alim Mebung Mebung 1476 18 466 0.359 2 III 57 Lendola Hombul 2804 17 981 0.003 4 58 Kabola Buyunta 2795 17 62 0.159 3 59 Alor kecil Alor Kecil 1257 16 348 0.353 2 III 60 Adang Kokar 2069 15 376 0.358 2 III 61 Welai Timur Watatuku 1649 15 371 0.358 2 62 Pailelang Pailelang 911 14 94 0.265 3 63 Wolwal Faaming 866 14 20 -0.204 4 64 Motongbang Motongbang 2208 13 941 0.381 2 65 Adang Buom Buono 1230 13 625 0.375 1 66 Kalabahi

Barat Kenarilang 3093 13 357 0.361 2

67 Dulolong Dulolong 1322 13 207 0.339 2 68 Alor besar Albes 954 13 181 0.331 2 69 Pintu Mas Maiwal 1599 13 28 -0.003 4 70 Petleng Petleng 1380 12 280 0.356 2 71 Aimoli Sei'eng 921 12 101 0.291 2 72 Probur Mataraben 1756 12 91 0.280 2 IV 73 Morba Morba 950 12 80 0.265 3 74 Fungafeng Mabu 481 12 80 0.265 3 75 O'Amate Ihingdon 796 12 71 0.248 3 76 Tribur Buraga 1749 12 30 0.052 3 II 77 Wolwal Barat Matap 313 12 27 0.014 3 III 78 Probur Utara Habolat 1017 12 25 -0.017 4 79 Welai Barat Welai Barat 2081 11 320 0.363 2 80 Teluk Kenari Afengmale 716 11 219 0.349 2 81 Lembur

Timur Lembur 806 11 167 0.336 2 II

82 Ampera Ampera 537 11 146 0.328 2 83 Moramam Moramam 1278 11 125 0.317 2 84 Alaang Alaang 941 11 122 0.315 2 85 Kopidil Kopidil 818 10 369 0.369 2 IV 86 Lefokisu Alukae 792 10 267 0.360 2 87 Fanating Fanating 1478 10 228 0.355 2 88 Otvai Pitungbang 1054 10 169 0.342 2 89 Lewalu Lewalu 492 10 151 0.336 2 90 Pura Limarahing 1172 10 131 0.327 2 Non

Hirarki 91 Tuleng Tuleng 581 10 93 0.301 2 92 Lembur

Barat Takalelang 1198 10 88 0.295 2

93 Alila Bota 641 10 76 0.280 2 94 Pura Timur Harilolong 548 10 66 0.263 3 95 Wolwal

Tengah Waluom 807 10 60 0.250 3

96 Dulolong Barat

Papajahi 588 10 47 0.211 3

97 Lawahing Tabolang 1418 10 26 0.065 3 98 Mataru

Selatan Kalunan 699 10 22 0.005 3 III

99 Wakapsir Sifala 645 10 9 -0.554 4 100 Nurbenlelang Benlelang 789 9 53 0.248 3 101 Pante Deere Pante Deere 626 9 33 0.160 3 102 Manatang Manatang 575 9 17 -0.059 4 IV 103 Likuwatang Likuwatang 706 9 14 -0.155 4 104 Pura Barat Dolabang 781 8 143 0.345 2 105 Hulnani Hulnani 333 8 94 0.320 2 106 Fuisama Fuisama 302 8 58 0.275 2 107 Maru Apuri 848 8 54 0.266 2 108 Alila Selatan Alaindonu 1099 8 22 0.083 3 109 Alila Timur Batu putih 579 8 19 0.034 3 110 Pura Utara Abila 744 8 18 0.014 3 111 Mataru Utara Bunggeta 1077 8 14 -0.094 4 112 Mataru Timur Bagalbui 504 8 12 -0.176 4 113 Luba Luba 578 8 9 -0.365 4 114 Pulau Buaya Pulau Buaya 1299 7 62 0.296 2 115 Ternate Umapura 951 7 27 0.171 3 116 Halerman Arakblub 1062 7 18 0.061 3

Page 171: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

155

117 Kamaifui Kamaifui 543 7 11 -0.150 4 Sambungan Lampiran 2. 118 Waimi Waimi 587 6 110 0.346 2 119 Manetwati Manetwati 504 6 58 0.304 2 120 Lembur

Tengah Atengmelang 1032 6 12 -0.034 4

121 Lakatuli Tukbur 733 6 10 -0.119 4 122 Pura Selatan Reta 1030 6 9 -0.176 4 123 Bampalola Bampalola 579 6 8 -0.247 4 124 Wolwal

Selatan Watakika 408 6 6 -0.459 4

125 Taman Mataru

Legiman 662 5 44 0.295 2

126 Ternate Selatan

Biatabang 815 5 27 0.235 2

127 Kuifana Kuifana 684 5 19 0.168 3 128 Kafakbeka Kafakbeka 348 5 8 -0.140 4 129 Dapitau Dapitau 314 5 8 -0.140 4 130 Margeta Tranter 356 5 6 -0.318 4 131 Lakwati Lakwati 516 5 6 -0.318 4 132 Tasi Tasi 413 5 5 -0.459 4 133 Wakapsir

Timur Bomara 524 4 11 0.083 3

134 Kafelulang Kafelulang 810 4 8 -0.034 4 135 Talwai Talwai 661 4 6 -0.176 4 136 Mataru Barat Lelmang 936 4 5 -0.289 4 137 Orgen Orgen 568 4 4 -0.459 4 JlH 91 91 103708 972 18956

SWP C 138 Waisika Bukapiting 2350 19 593 0.365 2 III 139 Kelaisi

Timur Apui 932 18 45 0.052 4 II

140 Maritaing Marataing 724 16 33 -0.021 4 II 141 Nailang Pumai 1368 12 222 0.346 2 142 Tanglapui Lantoka 896 12 17 -0.209 4 IV 143 Welai

Selatan Mainang 684 11 17 -0.159 4 IV

144 Taramana Taramana 825 10 135 0.329 2 IV 145 Kolana

Selatan Naumang 901 10 15 -0.176 4

146 Langkuru Mademang 780 10 12 -0.318 4 III 147 Kamot Kilakawa 714 9 94 0.311 2 148 Kelaisi Barat Masape 605 9 91 0.303 2 149 Air Mancur Tipiting 674 9 86 0.303 2 150 Silaipui Weisak 594 9 65 0.274 2 IV 151 Kenarimbala Alata 718 8 169 0.352 2 152 Pido Pumi 1037 8 126 0.338 2 153 Kiraman Kiraman 563 8 16 -0.034 4 IV

154 Padang Panjang

Padang Panjang

760 8 13 -0.132 4

155 Kolana Utara

Kolana 1022 8 11 -0.227 4

156 Padang Alang

Padang Alang 1019 8 10 -0.289 4 IV

157 Tamanapui Tamanapui 495 7 13 -0.066 4 158 Purnama Peitoko 816 7 14 -0.034 4 IV 159 Maukuru Maukuru 405 7 11 -0.150 4 160 Malaipea Malaipea 583 6 125 0.351 2 161 Elok Sawarana 599 6 57 0.303 2 162 Kuneman Aukalpui 863 6 17 0.092 3 IV 163 Langkuru

Utara Langkuru 948 6 14 0.027 4 IV

164 Manmas Manmas 404 6 10 -0.119 4 165 Kailesa Mazmu 686 6 9 -0.176 4 166 Mausamang Kiralela 382 6 9 -0.176 4 167 Subo Tungma 546 6 8 -0.247 4

Page 172: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

156

168 Kelaisi Tengah Kabailu 730 6 7 -0.338 4 Sambungan Lampiran 2. 169 Maikang Maikang 523 6 6 -0.459 4 170 Tanglapui

Timur Kobra 419 6 6 -0.459 4

171 Lella Lella 347 5 7 -0.216 4 172 Tominuku Tominuku 377 5 6 -0.318 4 173 Belemana Bangkalela 355 5 5 -0.459 4 174 Lipang Pido 570 4 7 -0.094 4 175 Sidabui Silonang 412 4 6 -0.176 4 IV Jlh 38 38 27626 312 2107 Sumber : Data olah /analisis dari data Podes, Profil Desa dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2003.

Lampiran 3 Analisis Entropy Penyebaran ( IE) Alokasi APBD Pembangunan Antar

Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Di Kabupaten Alor Periode 1997/1998 -2003.

No

SWP

1997/1998 Alokasi APBD

(Rp) Xi

(%) Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 1,617,958,300 14 0.47 -0.76 0.36

2 Pantar Barat 1,849,095,200 16 0.53 -0.63 0.34

A 3,467,053,500 30 1.00 -1.39 0.69 3 Teluk Mutiara 2,080,232,100 18 0.36 -1.02 0.37 4 Alor Barat Laut 1,733,526,750 15 0.30 -1.20 0.36 5 Alor Tengah Utara 808,979,150 7 0.14 -1.97 0.28 6 Alor Barat Daya 1,155,684,500 10 0.20 -1.61 0.32 B 5,778,422,500 50 1.00 -5.80 1.33 7 Alor Selatan 577,842,250 5 0.25 -1.39 0.35 8 Alor Timur Laut 924,547,600 8 0.40 -0.92 0.37 9 Alor Timur 808,979,150 7 0.35 -1.05 0.37 C 2,311,369,000 20 1.00 -3.35 1.08Jumlah 11,556,845,000 100 3.00 -10.54 3.10

Lanjutan Lampiran 3. No

SWP

1998/1999 Alokasi APBD

(Rp) Xi

(%) Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 813,139,950 10 0.45 -0.79 0.36

2 Pantar Barat 975,767,940 12 0.55 -0.61 0.33

A 1,788,907,890 22 1.00 -1.39 0.69 3 Teluk Mutiara 1,626,279,900 20 0.36 -1.01 0.37 4 Alor Barat Laut 1,301,023,920 16 0.29 -1.23 0.36 5 Alor Tengah Utara 731,825,955 9 0.16 -1.81 0.30 6 Alor Barat Daya 813,139,950 10 0.18 -1.70 0.31 B 4,472,269,725 55 1.00 -5.76 1.337 Alor Selatan 487,883,970 6 0.26 -1.34 0.35 8 Alor Timur Laut 731,825,955 9 0.39 -0.94 0.37 9 Alor Timur 650,511,960 8 0.35 -1.06 0.37 C 1,870,221,885 23 1.00 -3.34 1.09 Jumlah 8,131,399,500 100 3.00 -10.49 3.11

Page 173: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

157

Lanjutan Lampiran 3 No

SWP

2000

Alokasi APBD(Rp)

Xi(%)

Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 1,589,733,075 10 0.38 -0.96 0.37

2 Pantar Barat 2,543,572,920 16 0.62 -0.49 0.30

A 4,133,305,995 26 1.00 -1.35 0.67

3 Teluk Mutiara 2,861,519,535 18 0.35 -1.04 0.37

4 Alor Barat Laut 1,589,733,075 10 0.20 -1.63 0.32

5 Alor Tengah Utara 1,271,786,460 8 0.16 -1.85 0.29

6 Alor Barat Daya 2,384,599,613 15 0.29 -1.22 0.36

B 8,107,638,683 51 1.00 -5.75 1.34

7 Alor Selatan 953,839,845 6 0.26 -1.34 0.35

8 Alor Timur Laut 1,271,786,460 8 0.35 -1.06 0.37

9 Alor Timur 1,430,759,768 9 0.39 -0.94 0.37

C 3,656,386,073 23 1.00 -3.34 1.09

Jumlah 15,897,330,751 100 3.00 -10.43 3.09

Lanjutan Lampiran 3 No

SWP

2001 Alokasi APBD

(Rp) Xi

(%) Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 1,469,934,819 10 0.33 -1.10 0.37 2 Pantar Barat 2,939,669,637 20 0.67 -0.41 0.27 SWP A 4,409,604,456 30 1.00 -1.50 0.64 3 Teluk Mutiara 2,057,768,746 14 0.31 -1.17 0.36 4 Alor Barat Laut 1,322,851,337 9 0.20 -1.61 0.32 5 Alor Tengah Utara 1,175,867,855 8 0.18 -1.73 0.31 6 Alor Barat Daya 2,057,768,745 14 0.31 -1.17 0.36 SWP B 6,614,256,683 45 1.00 -5.67 1.367 Alor Selatan 1,028,884,373 7 0.28 -1.27 0.36 8 Alor Timur Laut 1,175,867,855 8 0.32 -1.14 0.36 9 Alor Timur 1,469,834,819 10 0.40 -0.92 0.37 SWP C 3,674,587,047 25 1.00 -1.39 1.09 Jumlah 14,698,448,186 100 3.00 -8.56 3.08

Lanjutan Lampiran 3 No

SWP

2002 Alokasi APBD

(Rp) Xi

(%) Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 4,232,715,151 12 0.55 -0.61 0.33 2 Pantar Barat 3,527,262,626 10 0.45 -0.79 0.36 SWP A 7,759,977,777 22 1.00 -1.39 0.69 3 Teluk Mutiara 6,349,072,727 18 0.34 -1.08 0.37 4 Alor Barat Laut 3,527,262,626 10 0.19 -1.67 0.31 5 Alor Tengah Utara 3,527,262,626 10 0.19 -1.67 0.31 6 Alor Barat Daya 5,290,893,939 15 0.28 -1.26 0.36 SWP B 18,694,491,918 53 1.00 -0.63 1.357 Alor Selatan 2,469,083,838 7 0.28 -1.27 0.36 8 Alor Timur Laut 2,821,810,101 8 0.32 -1.14 0.36 9 Alor Timur 3,527,262,626 10 0.40 -0.92 0.37 SWP C 8,818,156,565 25 1.00 -1.39 1.09Jumlah 35,272,626,260 100 3.00 -3.42 3.13

Page 174: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

158

Lanjutan Lampiran 3 No

SWP

2003 Alokasi APBD

(Rp) Xi

(%) Pi Ln Pi -Pi Ln Pi

1 Pantar 5,580,757,096 12 0.55 -0.61 0.33 2 Pantar Barat 4,650,630,913 10 0.45 -0.79 0.36 SWP A 10,231,388,009 22 1.00 -1.39 0.69 3 Teluk Mutiara 8,371,135,644 18 0.34 -1.08 0.37 4 Alor Barat Laut 4,650,630,913 10 0.19 -1.67 0.31 5 Alor Tengah Utara 4,650,630,913 10 0.19 -1.67 0.31 6 Alor Barat Daya 6,975,946,370 15 0.28 -1.26 0.36 SWP B 24,648,343,840 53 1.00 -5.68 1.35 7 Alor Selatan 3,255,441,639 7 0.28 -1.27 0.36 8 Alor Timur Laut 3,720,504,732 8 0.32 -1.14 0.36 9 Alor Timur 4,650,630,913 10 0.40 -0.92 0.37 SWP C 11,626,577,284 25 1.00 -3.33 1.09 Jumlah 46,506,309,133 100 3.00 -10.40 3.13 Sumber : Diolah dari Buku APBD Kabupaten Alor Tahun Anggaran 1997/1998 –

2003 pada Kantor Bappeda Kabupaten Alor. Keterangan : Xi = Alokasi APBD Pembangunan Antar SWP ke-i Pi = Xi/Σxi IE = - Σ Pi Ln Pi

Lampiran 4 Data Interaksi Spasial (Arus Informasi Berita) Melalui SSB Pemerintah Kabupaten Alor Tahun 2004. A. DATA PENGAMATAN No

Kota hirarki Asal

Kota hirarki Tujuan Kabir Baranusa

Rata-rata Jam

Berita/tahun (Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun

(dij)

Rata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun

(dij)

1 Kabir (H 3 ) 0 0 330 10 2 Baranusa ( H2) 132 9 0 0 3 Kalabahi (H1) 339 6 342 6 4 Kokar (H3) 267 8 285 9 5 Mebung (H3) 147 13 144 12 6 Moru (H3) 150 10 165 13 7 Apui (H2) 102 12 114 12 8 Bukapiting (H3) 252 10 279 11 9 Maritaing (H2) 120 13 150 12 Lanjutan Lampiran 4. A.

Kota hiraki TujuanKalabahi Kokar Mebung

Rata-rata Jam

Berita/tahun (Fij)

Gangguan Jam

Berita/tahun (dij)

Rata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam

Berita/tahun (dij)

Rata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun

(dij)

810 6 249 6 120 13 820 6 288 6 108 14

0 0 324 7 264 10 826 4 0 0 234 9 820 4 204 8 0 0815 4 195 6 156 7 720 7 108 12 120 12 775 6 303 8 276 7 710 7 180 7 180 9

Page 175: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

159

Lanjutan Lampiran 4. A. Kota hirarki Tujuan

Moru ApuiRata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun

(dij)

Rata-rata Jam Berita/tahun (Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun (dij)

159 11 108 15 144 11 117 14 312 7 315 8 174 9 138 10 180 7 135 11

0 0 126 13 111 12 0 0 111 13 126 10 171 11 177 10

Lanjutan Lampiran 4. A. Kota hirarki Tujuan

Bukapiting MarataingRata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun (dij)

Rata-rata Jam Berita/tahun

(Fij)

Gangguan Jam Berita/tahun (dij)

138 14 129 14 141 12 138 13 351 8 348 8 180 12 192 12 162 10 180 11 180 11 165 11 174 8 171 9

0 0 336 7 234 7 0 0

Lanjutan Lampiran 4 B. DATA KONVERSI LOGARITMA (ENTROPY). No

Kota Asal

Kota Tujuan ln Fij Kabir

dij-Kabir

ln Fij Baranusa

dij-Baranusa

lnFij Kalabahi

dij- Kalabahi

1 Kabir 0.00 0 5.80 10 6.70 6 2 Baranusa 4.88 9 0.00 0.00 6.71 6 3 Kalabahi 5.83 6 5.83 6 0.00 0.00 4 Kokar 5.59 8 5.65 9 6.72 4 5 Mebung 4.99 13 4.97 12 6.71 4 6 Moru 5.01 10 5.11 13 6.70 4 7 Apui 4.62 12 4.74 12 6.58 7 8 Bukapiting 5.53 10 5.63 11 6.65 6 9 Maritaing 4.79 13 5.01 12 6.57 7 Lanjutan Lampiran 4 B

Kota Tujuan lnFij

Kokar dij-

Kokar lnFij

Mebung dij-

Mebung ln Fij Moru

dij- Moru

5.52 6 4.79 13 5.07 11 5.66 6 4.68 14 4.97 11

5.78 7 5.58 10 5.74 7 0.00 0 5.46 9 5.16 9 5.32 8 0.00 0 5.19 7

5.27 6 5.05 7 0.00 0 4.68 12 4.79 12 4.71 12 5.71 8 5.62 7 4.71 13 5.19 7 5.19 9 5.14 11

Page 176: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

160

Lanjutan Lampiran 4 B

Kota Tujuan

ln Fij Apui

dij- Apui

lnFij Bukapiting dij-Bukapiting lnFij-Marataing dij Marataing

4.68 15 4.93 14 4.86 14

4.76 14 4.95 12 4.93 13

5.75 8 5.86 8 5.85 7 4.93 10 5.19 12 5.26 12

4.91 11 5.09 10 5.19 11 4.84 13 5.19 11 5.11 11 0.00 0 5.16 8 5.14 9

4.84 10 0.00 0 5.82 8

5.18 10 5.46 7 0.00 0

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Analisis Entropy Interaksi Spasial (Pengiriman Dan Penerimaan Berita Melalui Saluran SSB ) Di Kabupaten Alor Tahun 2004

A. Hasil Analisis Entropy Pengiriman Berita (Berita Keluar). No

Kota Asal

Kota Tujuan

Kabir k β dij R²

1 2 3 4 5 6 1 Kabir 0.00 0.000 0 0.00 % 2 Baranusa 7.03 -0.179 10 62.70% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 6 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.187 6 74.40% 5 Mebung 6.87 -0.166 13 70.50% 6 Moru 6.47 -0.127 11 51.90% 7 Apui 7.61 -0.256 15 62.00% 8 Bukapiting 7.50 -0.212 14 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.151 14 53.10%

Lanjutan Lampiran 5 A. Kabir No

Kota TujuanP Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij

7 8 9 10 11 1 0.000 0.00 0.00 0.00 0.000 2 0.019 5.24 5.8 -0.56 4.680 3 0.026 5.86 6.7 -0.84 5.011 4 0.006 6.08 5.52 0.56 6.636 5 0.009 4.71 4.79 -0.08 4.634 6 0.044 5.07 5.07 0.00 5.076 7 0.020 3.77 4.68 -0.91 2.860 8 0.015 4.53 4.93 -0.40 4.134 9 0.040 4.60 4.86 -0.26 4.332 Lanjutan Lampiran 5 A. Baranusa. No

Kota Asal

Kota Tujuan Baranusa

k β dij R² 12 13 14 15

1 Kabir 7.11 0.0000 9 0.722 %2 Baranusa 0.00 0.0000 0 0.00% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 6 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.187 6 74.40% 5 Mebung 6.87 -0.166 11 70.50% 6 Moru 6.47 -0.127 11 51.90% 7 Apui 7.61 -0.256 14 62.00% 8 Bukapiting 7.50 -0.212 12 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.151 13 53.10%

Page 177: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

161

Lanjutan Lampiran 5 A Baranusa No

Kota TujuanP Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij

16 17 18 19 20

1 0.008 5.643 4.88 0.763 6.406 2 0.000 0.00 0.00 0.00 0.0003 0.026 5.86 6.71 -0.85 5.001 4 0.006 6.08 5.66 0.42 6.496 5 0.009 5.04 4.68 0.36 5.408 6 0.044 5.07 4.97 0.10 5.176 7 0.020 4.03 4.76 -0.73 3.292 8 0.015 4.96 4.95 0.01 4.962 9 0.040 4.75 4.93 -0.18 4.564

Lanjutan Lampiran 5 A. Kalabahi No

Kota Asal

Kota Tujuan Kalabahi

k β dij R² 21 22 23 24

1 Kabir 7.11 -0.163 6 72.20% 2 Baranusa 7.03 -0.179 6 62.70% 3 Kalabahi 0.00 0.000 0 0.00% 4 Kokar 7.20 -0.187 7 74.40% 5 Mebung 6.87 -0.166 10 70.50% 6 Moru 6.47 -0.127 7 51.90% 7 Apui 7.61 -0.256 8 62.00% 8 Bukapiting 7.50 -0.212 8 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.151 7 53.10%

Lanjutan Lampiran 5 A. Kalabahi No

Kota Tujuan P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij

25 26 27 28 29 1 0.008 6.132 5.83 0.302 6.434

2 0.019 5.956 5.83 0.126 6.082

3 0.000 0.000 0.00 0.000 0.000

4 0.006 5.891 5.78 0.111 6.002

5 0.009 5.21 5.58 -0.37 4.84

6 0.044 5.581 5.74 -0.159 5.422

7 0.02 5.562 5.75 -0.188 5.374

8 0.015 5.804 5.86 -0.056 5.748

9 0.04 5.653 5.85 -0.197 5.456

l Lanjutan Lampiran 5 A. Kokar No

Kota Asal

Kota Tujuan

Kokar

k β dij R²

30 31 32 33

1 Kabir 7.11 -0.163 8 72.20%

2 Baranusa 7.03 -0.179 9 62.70%

3 Kalabahi 6.18 0.000 4 0.592

4 Kokar 0.00 0.000 0 0.00%5 Mebung 6.87 -0.166 9 70.50%

6 Moru 6.47 -0.127 9 51.90%

7 Apui 7.61 -0.256 10 62.00%

8 Bukapiting 7.50 -0.212 12 65.50%

9 Maritaing 6.71 -0.151 12 53.10%

Page 178: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

162

Lanjutan Lampiran 5 A. Kokar No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD -FijP ln Fij=k+β.dij+ εij 34 35 36 37 38

1 0.008 5.806 5.59 0.216 6.022

2 0.019 5.419 5.65 -0.231 5.188

3 0.026 5.9636 6.72 -0.7564 5.2072

4 0.000 0.000 0.00 0.000 0.0005 0.009 5.376 5.46 -0.084 5.292

6 0.044 5.327 5.16 0.167 5.494

7 0.02 5.05 4.93 0.12 5.17

8 0.015 4.956 5.19 -0.234 4.722

9 0.04 4.898 5.26 -0.362 4.536

Lanjutan Lampiran 5 A. Mebung

No

Kota Asal

Kota Tujuan Mebung

k β dij R² 39 40 41 42

1 Kabir 7.11 -0.163 13 72.20% 2 Baranusa 7.03 -0.179 12 62.70% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 4 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.187 8 74.40% 5 Mebung 0.00 0.000 0 0.00 6 Moru 6.47 -0.127 7 51.90% 7 Apui 7.61 -0.256 11 62.00% 8 Bukapiting 7.50 -0.212 10 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.151 11 53.10%

Lanjutan Lampiran 5 A. Mebung No

Kota Tujuan P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij

43 44 45 46 47 1 0.008 4.9910 4.99 0.0010 4.9920

2 0.019 4.8820 4.97 -0.0880 4.7940

3 0.026 5.9636 6.71 -0.7464 5.2172

4 0.006 5.7040 5.32 0.3840 6.0880

5 0.000 0.0000 0.00 0.0000 0.0000 6 0.044 5.5810 5.19 0.3910 5.9720

7 0.020 4.7940 4.91 -0.1160 4.6780

8 0.015 5.3800 5.09 0.2900 5.6700

9 0.040 5.0490 5.19 -0.1410 4.908

Lanjutan Lampiran 5 A.Moru No

Kota Asal

Kota Tujuan Moru

k β dij R² 1 2 48 49 50 51 1 Kabir 7.11 -0.1630 10 72.20% 2 Baranusa 7.03 -0.1790 13 62.70% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 4 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.1870 6 74.40% 5 Mebung 6.87 0.0000 7 0.71% 6 Moru 0.00 0.0000 0 0.00% 7 Apui 7.61 -0.2560 13 62.00% 8 Bukapiting 7.50 -0.2120 11 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.1510 11 53.10%

Page 179: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

163

Lanjutan Lampiran 5 A.Moru No

Kota TujuanP Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij 52 53 54 55 56

1 0.008 5.4800 5.01 0.4700 5.9500

2 0.019 4.7030 5.11 -0.4070 4.2960

3 0.026 5.9636 6.70 -0.7364 5.2272

4 0.006 6.0780 5.27 0.8080 6.8860

5 0.009 5.7080 5.05 0.6580 6.3660

6 0.000 0.0000 0.00 0.0000 0.00007 0.020 4.2820 4.84 -0.5580 3.7240

8 0.015 5.1680 5.19 -0.0220 5.1460

9 0.040 5.0490 5.11 -0.0610 4.9880

Lanjutan Lampiran 5 A.Apui

No

Kota Asal

Kota TujuanApui

k β dij R²

1 2 57 58 59 60

1 Kabir 7.11 -0.1630 12 72.20% 2 Baranusa 7.03 -0.1790 12 62.70% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 7 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.1870 11 74.40% 5 Mebung 6.87 -0.1660 9 70.50% 6 Moru 6.47 -0.1270 12 51.90% 7 Apui 0.00 0.0000 0 0.00 8 Bukapiting 7.50 -0.2120 8 65.50% 9 Maritaing 6.71 -0.1510 9 53.10%

Lanjutan Lampiran 5 A.Apui No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij 61 62 63 64 65

1 0.008 5.1540 4.62 0.5340 5.6880 2 0.019 4.8820 4.74 0.1420 5.0240 3 0.026 5.8013 6.58 -0.7787 5.0226 4 0.006 5.1430 4.68 0.4630 5.6060 5 0.009 5.3760 4.79 0.5860 5.9620 6 0.044 4.9460 4.71 0.2360 5.1820 7 0.000 0.0000 0.00 0.0000 0.00008 0.015 5.8040 5.16 0.6440 6.4480 9 0.040 5.3510 5.14 0.2110 5.5620

Lanjutan Lampiran 5 A.Bukapiting No

Kota Asal

Kota Tujuan Bukapiting

k β dij R² 66 67 68 69

1 Kabir 7.11 -0.1630 10 72.20% 2 Baranusa 7.03 -0.1790 11 62.70% 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 6 59.20% 4 Kokar 7.20 -0.1870 8 74.40% 5 Mebung 6.87 -0.1660 7 70.50% 6 Moru 6.47 -0.1270 13 51.90% 7 Apui 7.61 0.0000 10 0.62 8 Bukapiting 0.00 0.0000 0 0.00%9 Maritaing 6.71 -0.1510 8 53.10%

Page 180: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

164

Lanjutan Lampiran 5 A.Bukapiting No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij 70 71 72 73 74

1 0.008 5.4800 5.53 -0.0500 5.4300 2 0.019 5.0610 5.63 -0.5690 4.4920 3 0.026 5.8554 6.65 -0.7946 5.0608 4 0.006 5.7040 5.71 -0.0060 5.6980 5 0.009 5.7080 5.62 0.0880 5.7960 6 0.044 4.8190 4.71 0.1090 4.9280 7 0.020 5.0500 4.84 0.2100 5.2600 8 0.000 0.0000 0.00 0.0000 0.0000 9 0.040 5.5020 5.82 -0.3180 5.1840

Lanjutan Lampiran 5 A.Marataing No

Kota Asal

Kota Tujuan Marataing

k β dij R² 75 76 77 78

1 Kabir 7.11 -0.1630 13 0.722 2 Baranusa 7.03 -0.1790 12 0.627 3 Kalabahi 6.18 -0.0541 7 0.592 4 Kokar 7.20 -0.1870 7 0.744 5 Mebung 6.87 -0.1660 8 0.705 6 Moru 6.47 -0.1270 11 0.519 7 Apui 7.61 -0.2560 10 0.620 8 Bukapiting 7.50 -0.2120 7 0.655 9 Maritaing 0.00 0.0000 0 0.00

Lanjutan Lampiran 5 A.Marataing No

Kota Tujuan P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+ εij

79 80 81 82 83 1 0.008 4.9910 4.79 0.2010 5.192

2 0.019 4.8820 5.01 -0.1280 4.754

3 0.026 5.8013 6.57 -0.7687 5.033

4 0.006 5.8910 5.19 0.7010 6.592

5 0.009 5.5420 5.19 0.3520 5.894

6 0.044 5.0730 5.14 -0.0670 5.006

7 0.02 5.0500 5.18 -0.1300 4.920

8 0.015 6.0160 5.46 0.5560 6.572

9 0.000 0.0000 0.00 0.0000 0.000

Lampiran 5 B. Hasil Analisis Entropy Berita Masuk.

No

Kota Asal

Kota TujuanKabir

k β dij R² 1 2 3 4 5 6

1 Kabir 0.00 0.000 0 0.00 2 Baranusa 6.91 -0.147 9 60.30% 3 Kalabahi 6.87 -0.037 6 62.20% 4 Kokar 6.35 -0.128 8 50.60% 5 Mebung 6.21 -0.105 13 54.30% 6 Moru 6.34 -0.123 10 71.50% 7 Apui 6.26 -0.112 12 61.50% 8 Bukapiting 6.14 -0.089 10 50.70% 9 Maritaing 6.70 -0.134 13 77.90%

Page 181: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

165

Lanjutan Lampiran 5 B. Kabir.

No

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

7 8 9 10 11

1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2 0.023 5.59 4.88 0.71 6.29 3 0.020 6.65 5.83 0.82 7.47 4 0.048 5.33 5.59 -0.26 5.06 5 0.037 4.85 4.99 -0.15 4.70 6 0.008 5.11 5.01 0.10 5.21 7 0.021 4.92 4.62 0.30 5.21 8 0.047 5.25 5.53 -0.28 4.97 9 0.004 4.96 4.79 0.17 5.13

Keterangan : Fij D = Fij Dugaan; Fij P = Fij Pengamatan.

Lanjutan Lampiran 5 B. Baranusa No

Kota Asal

Kota Tujuan

Baranusa

k β dij R²

12 13 14 15

1 Kabir 6.56 -0.139 10 62.20%

2 Baranusa 0.00 0.000 0 0.00

3 Kalabahi 6.87 -0.037 6 62.20%

4 Kokar 6.35 -0.128 9 50.60%

5 Mebung 6.21 -0.105 12 54.30%

6 Moru 6.34 -0.123 13 71.50%

7 Apui 6.26 -0.112 12 61.50%

8 Bukapiting 6.14 -0.089 11 50.70%

9 Maritaing 6.70 -0.134 12 77.90%

Lanjutan Lampiran 5 B. Kalabahi

No

Kota Asal

Kota Tujuan

Kalabahi

k β dij R²

21 22 23 24 1 Kabir 6.56 -0.139 6 62.20% 2 Baranusa 6.91 -0.147 6 60.30% 3 Kalabahi 0.00 0.000 0 0.00 4 Kokar 6.35 -0.128 4 50.60% 5 Mebung 6.21 -0.105 4 54.30% 6 Moru 6.34 -0.123 4 71.50% 7 Apui 6.26 -0.112 7 61.50% 8 Bukapiting 6.14 -0.089 6 50.70% 9 Maritaing 6.70 -0.134 7 77.90%

Page 182: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

166

Lanjutan Lampiran 5 B. Kalabahi No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

25 26 27 28 29 1 0.020 5.726 6.70 -0.97 4.755 2 0.023 6.028 6.71 -0.68 5.347 3 0.000.00 0.000 0.00 0.00 0.000 4 0.048 5.838 6.72 -0.88 4.959 5 0.037 5.790 6.71 -0.92 4.871 6 0.008 5.848 6.70 -0.86 4.993 7 0.021 5.476 6.58 -1.10 4.373 8 0.047 5.607 6.65 -1.05 4.560 9 0.004 5.762 6.57 -0.80 4.959 Lanjutan Lampiran 5 B. Kokar

No

Kota Asal

Kota Tujuan

Kokar

k β dij R²

30 31 32 33 1 Kabir 6.56 -0.139 6 62.20% 2 Baranusa 6.91 -0.147 6 60.30% 3 Kalabahi 6.87 -0.037 7 62.20% 4 Kokar 0.00 0.000 0 0.00 5 Mebung 6.21 -0.105 8 54.30% 6 Moru 6.34 -0.123 6 71.50% 7 Apui 6.26 -0.112 12 61.50% 8 Bukapiting 6.14 -0.089 8 50.70% 9 Maritaing 6.70 -0.134 7 77.90%

Lanjutan Lampiran 5 B. Kokar No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

34 35 36 37 38 1 0.020 5.7260 5.52 0.21 5.93 2 0.023 6.0280 5.66 0.37 6.40 3 0.020 6.6131 5.78 0.83 7.45 4 0.000 0.0000 0.00 0.00 0.00 5 0.037 5.3700 5.32 0.05 5.42 6 0.008 5.6020 5.27 0.33 5.93 7 0.021 4.9160 4.68 0.24 5.15 8 0.047 5.4288 5.71 -0.28 5.15 9 0.004 5.7620 5.19 0.57 6.33

Page 183: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

167

Lanjutan Lampiran 5 B. Mebung

No Kota Asal Kota Tujuan

k β dij R²

39 40 41 42

1 Kabir 6.56 -0.139 13 62.20%

2 Baranusa 6.91 -0.147 14 60.30%

3 Kalabahi 6.87 -0.037 10 62.20%

4 Kokar 6.35 -0.128 9 50.60%

5 Mebung 0.00 0.000 0 0.00

6 Moru 6.34 -0.123 7 71.50%

7 Apui 6.26 -0.112 12 61.50%

8 Bukapiting 6.14 -0.089 7 50.70%

9 Maritaing 6.70 -0.134 9 77.90%

Lanjutan Lampiran 5 B. Mebung No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

43 44 45 46 47

1 0.020 4.753 4.79 -0.04 4.716

2 0.023 4.852 4.68 0.17 5.024

3 0.020 6.503 5.58 0.92 7.426 4 0.048 5.198 5.46 -0.26 4.936

5 0 0 0.00 0.00 0.000 6 0.008 5.479 5.05 0.43 5.908 7 0.021 4.916 4.79 0.13 5.042

8 0.047 5.5177 5.62 -0.10 5.415

9 0.004 5.494 5.19 0.30 5.798

Lanjutan Lampiran 5 B. Moru No Kota Asal Kota Tujuan

k β dij R²

48 49 50 51

1 Kabir 6.56 -0.139 11 62.20%

2 Baranusa 6.91 -0.147 11 60.30%

3 Kalabahi 6.87 -0.037 7 62.20%

4 Kokar 6.35 -0.128 9 50.60%

5 Mebung 6.21 -0.105 7 54.30%

6 Moru 0.00 0.000 0 0.00

7 Apui 6.26 -0.112 12 61.50%

8 Bukapiting 6.14 -0.089 13 50.70%

9 Maritaing 6.70 -0.134 11 77.90%

Page 184: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

168

Lanjutan Lampiran 5 B. Moru

No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

52 53 54 55 56

1 0.020 5.0310 5.07 -0.04 4.99

2 0.023 5.2930 4.97 0.32 5.62

3 0.020 6.6131 5.74 0.87 7.48

4 0.048 5.1980 5.16 0.04 5.24

5 0.037 5.4750 5.19 0.28 5.76

6 0.000 0.0000 0.00 0.00 0.00

7 0.021 4.9160 4.71 0.21 5.12

8 0.047 4.9843 4.71 0.27 5.26

9 0.004 5.2260 5.14 0.08 5.31

Lanjutan Lampiran 5 B. Apui No Kota Asal Kota Tujuan

k β dij R²

57 58 59 60

1 Kabir 6.56 -0.139 15 62.20%

2 Baranusa 6.91 -0.147 14 60.30%

3 Kalabahi 6.87 -0.037 8 62.20%

4 Kokar 6.35 -0.128 10 50.60%

5 Mebung 6.21 -0.105 11 54.30%

6 Moru 6.34 -0.123 13 71.50%

7 Apui 0.00 0.000 0 0.00

8 Bukapiting 6.14 -0.089 10 50.70%

9 Maritaing 6.70 -0.134 10 77.90%

Lanjutan Lampiran 5 B. Apui

No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij

61 62 63 64 65

1 0.020 4.4750 4.68 -0.21 4.27

2 0.023 4.8520 4.76 0.09 4.94

3 0.020 6.5764 5.75 0.83 7.40

4 0.048 5.0700 4.93 0.14 5.21

5 0.037 5.0550 4.91 0.15 5.20

6 0.008 4.7410 4.84 -0.10 4.64

7 0.000 0.0000 0.00 0.00 0.00

8 0.047 5.2510 4.84 0.41 5.66

9 0.004 5.3600 5.18 0.18 5.54

Page 185: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

169

Lanjutan Lampiran 5 B. Bukapiting

No Kota Asal Kota Tujuank β dij R²

66 67 68 69 1 Kabir 6.56 -0.139 14 62.20% 2 Baranusa 6.91 -0.147 12 60.30% 3 Kalabahi 6.87 -0.037 8 62.20% 4 Kokar 6.35 -0.128 12 50.60% 5 Mebung 6.21 -0.105 10 54.30% 6 Moru 6.34 -0.123 11 71.50% 7 Apui 6.26 -0.112 8 61.50% 8 Bukapiting 0.00 0.000 0 0.00 9 Maritaing 6.70 -0.134 7 77.90%

Lanjutan Lampiran 5 B. Bukapiting

No Kota Tujuan P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP ln Fij=k+β.dij+Eij 70 71 72 73 74

1 0.020 4.614 4.93 -0.316 4.298 2 0.023 5.146 4.95 0.196 5.342 3 0.020 6.576 5.86 0.716 7.293 4 0.048 4.814 5.19 -0.376 4.438 5 0.037 5.160 5.09 0.070 5.230 6 0.008 4.987 5.19 -0.203 4.784 7 0.021 5.364 5.16 0.204 5.568 8 0.000 0.000 0.00 0.000 0.000 9 0.004 5.762 5.46 0.302 6.064

Lanjutan Lampiran 5 B. Marataing

No Kota Asal Kota Tujuan k β dij R² 75 76 77 78

1 Kabir 6.56 -0.139 14 62.20% 2 Baranusa 6.91 -0.147 13 60.30% 3 Kalabahi 6.87 -0.037 7 62.20% 4 Kokar 6.35 -0.128 12 50.60% 5 Mebung 6.21 -0.105 11 54.30% 6 Moru 6.34 -0.123 11 71.50% 7 Apui 6.26 -0.112 9 61.50% 8 Bukapiting 6.14 -0.089 8 50.70% 9 Maritaing 0.00 0.000 0 0.00%

Lanjutan Lampiran 5 B. Marataing

No Kota Tujuan

P Fij D= k+β.dij Fij P εij = FijD - FijP

ln Fij=k+β.dij+Eij

79 80 81 82 83 1 0.020 4.6140 4.86 -0.25 4.37 2 0.023 4.9990 4.93 0.07 5.07 3 0.020 6.6131 5.85 0.76 7.38 4 0.048 4.8140 5.26 -0.45 4.37 5 0.037 5.0550 5.19 -0.14 4.92 6 0.008 4.9870 5.11 -0.12 4.86 7 0.021 5.2502 5.14 0.11 5.36 8 0.047 5.4288 5.82 -0.39 5.04 9 0.000 0.0000 0.00 0.00 0.00

Page 186: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

170

LAMPIRAN 6 ANALISIS ENTROPY INTERAKSI SPASIAL (PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN BERITA ) MELALUI SALURAN SSB ANTAR KOTA HIRARKI DI KABUPATEN ALOR TAHUN 2004.

————— 11/1/2006 2:47:55 AM ————————————————————

1. ENTROPY BERITA KELUAR.

Regression Analysis: ln Fij Kabir Keluar versus dij Kabir Keluar The regression equation is ln Fij Kabir Keluar = 7.11 - 0.163 dij Kabir Keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 7.1118 0.4804 14.80 0.000 dij Kabi -0.16342 0.04137 -3.95 0.008 S = 0.3900 R-Sq = 72.2% R-Sq(adj) = 67.6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.3734 2.3734 15.61 0.008 Residual Error 6 0.9125 0.1521 Total 7 3.2860 Unusual Observations Obs dij Kabi ln Fij K Fit SE Fit Residual St Resid 3 6.0 5.520 6.131 0.253 -0.611 -2.06R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Barnusa Keluar versus dij Barnusa Keluar The regression equation is ln Fij Barnusa Keluar = 7.03 - 0.179 dij Barnusa Keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 7.0270 0.5995 11.72 0.000 dij Barn -0.17898 0.05640 -3.17 0.019 S = 0.4494 R-Sq = 62.7% R-Sq(adj) = 56.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.0341 2.0341 10.07 0.019 Residual Error 6 1.2119 0.2020 Total 7 3.2459 Unusual Observations Obs dij Barn ln Fij B Fit SE Fit Residual St Resid 2 6.0 6.710 5.953 0.288 0.757 2.19R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Kalabahi keluar versus dij Kalabahi keluar The regression equation is ln Fij Kalabahi keluar = 6.18 - 0.0541 dij Kalabahi keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.1765 0.1372 45.03 0.000 dij Kala -0.05411 0.01835 -2.95 0.026 S = 0.06323 R-Sq = 59.2% R-Sq(adj) = 52.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.034763 0.034763 8.70 0.026 Residual Error 6 0.023987 0.003998 Total 7 0.058750

Page 187: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

171

Unusual Observations Obs dij Kala ln Fij K Fit SE Fit Residual St Resid 7 8.0 5.8600 5.7437 0.0251 0.1163 2.00R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Kokar keluar versus dij Kokar keluar The regression equation is ln Fij Kokar keluar = 7.20 - 0.187 dij Kokar keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 7.2041 0.4223 17.06 0.000 dij Koka -0.18730 0.04480 -4.18 0.006 S = 0.3001 R-Sq = 74.4% R-Sq(adj) = 70.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.5742 1.5742 17.48 0.006 Residual Error 6 0.5404 0.0901 Total 7 2.1146 Regression Analysis: ln Fij Mebung keluar versus dij Mebung keluar The regression equation is ln Fij Mebung keluar = 6.87 - 0.166 dij Mebung keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.8706 0.4328 15.88 0.000 dij Mebu -0.16573 0.04372 -3.79 0.009 S = 0.3442 R-Sq = 70.5% R-Sq(adj) = 65.6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.7028 1.7028 14.37 0.009 Residual Error 6 0.7110 0.1185 Total 7 2.4138 Unusual Observations Obs dij Mebu ln Fij M Fit SE Fit Residual St Resid 3 4.0 6.710 6.208 0.269 0.502 2.35R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Moru Keluar versus dij-Moru keluar The regression equation is ln Fij Moru Keluar = 6.47 - 0.127 dij-Moru keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.4714 0.4911 13.18 0.000 dij-Moru -0.12655 0.04971 -2.55 0.044 S = 0.4386 R-Sq = 51.9% R-Sq(adj) = 43.9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.2471 1.2471 6.48 0.044 Residual Error 6 1.1545 0.1924 Total 7 2.4016 Unusual Observations Obs dij-Moru ln Fij M Fit SE Fit Residual St Resid 3 4.0 6.700 5.965 0.309 0.735 2.36R R denotes an observation with a large standardized residual

Page 188: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

172

Regression Analysis: ln Fij Apui keluar versus dij Apui keluar The regression equation is ln Fij Apui keluar = 7.61 - 0.256 dij Apui keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 7.6132 0.8329 9.14 0.000 dij Apui -0.25607 0.08187 -3.13 0.020 S = 0.4332 R-Sq = 62.0% R-Sq(adj) = 55.6% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.8360 1.8360 9.78 0.020 Residual Error 6 1.1261 0.1877 Total 7 2.9622 Unusual Observations Obs dij Apui ln Fij A Fit SE Fit Residual St Resid 3 7.0 6.580 5.821 0.289 0.759 2.36R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Bukapitin versus dij Bukapiting keluar The regression equation is ln Fij Bukapiting keluar = 7.50 - 0.212 dij Bukapiting keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 7.4973 0.5887 12.73 0.000 dij Buka -0.21190 0.06280 -3.37 0.015 S = 0.3814 R-Sq = 65.5% R-Sq(adj) = 59.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.6557 1.6557 11.38 0.015 Residual Error 6 0.8727 0.1454 Total 7 2.5284 Regression Analysis: ln Fij Marataing keluar versus dij Marataing keluar The regression equation is ln Fij Marataing keluar = 6.71 - 0.151 dij Marataing keluar Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.7149 0.5548 12.10 0.000 dij Mara -0.15121 0.05800 -2.61 0.040 S = 0.3997 R-Sq = 53.1% R-Sq(adj) = 45.3% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 1.0861 1.0861 6.80 0.040 Residual Error 6 0.9587 0.1598 Total 7 2.0448 Unusual Observations Obs dij Mara ln Fij M Fit SE Fit Residual St Resid 3 6.0 6.570 5.808 0.236 0.762 2.36R R denotes an observation with a large standardized residual

Page 189: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

173

2. ENTROPY BERITA MASUK.

Results for: Worksheet 2 Regression Analysis: ln Fij Kabir masuk versus dij Kabir masuk The regression equation is ln Fij Kabir masuk = 6.56 - 0.139 dij Kabir masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.5613 0.4587 14.30 0.000 dij Kabi -0.13889 0.04416 -3.15 0.020 S = 0.2892 R-Sq = 62.2% R-Sq(adj) = 56.0% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.82710 0.82710 9.89 0.020 Residual Error 6 0.50170 0.08362 Total 7 1.32880 Regression Analysis: ln Fij Baranusa masuk versus dij Baranusa masuk The regression equation is ln Fij Barnusa masuk = 6.91 - 0.147 dij Barnusa masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.9070 0.5288 13.06 0.000 dij Barn -0.14725 0.04881 -3.02 0.023 S = 0.2923 R-Sq = 60.3% R-Sq(adj) = 53.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.77783 0.77783 9.10 0.023 Residual Error 6 0.51272 0.08545 Total 7 1.29055 Regression Analysis: ln Fij Kalabahi masuk versus dij Kalabahi masuk The regression equation is ln Fij Kalabahi masuk = 6.87 - 0.0367 dij Kalabahi masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.86917 0.06579 104.40 0.000 dij Kala -0.03667 0.01168 -3.14 0.020 S = 0.04045 R-Sq = 62.2% R-Sq(adj) = 55.9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.016133 0.016133 9.86 0.020 Residual Error 6 0.009817 0.001636 Total 7 0.025950 Regression Analysis: ln Fij Kokar masuk versus dij Kokar masuk The regression equation is ln Fij Kokar masuk = 6.35 - 0.128 dij Kokar masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.3515 0.3995 15.90 0.000 dij Koka -0.12804 0.05168 -2.48 0.048 S = 0.2735 R-Sq = 50.6% R-Sq(adj) = 42.3% Analysis of Variance

Page 190: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

174

Source DF SS MS F P Regression 1 0.45901 0.45901 6.14 0.048 Residual Error 6 0.44868 0.07478 Total 7 0.90769 Unusual Observations Obs dij Koka ln Fij Fit SE Fit Residual St Resid 6 12.0 4.6800 4.8151 0.2519 -0.1351 -1.27 X X denotes an observation whose X value gives it large influence. Regression Analysis: ln Fij Mebung masuk versus dij Mebung masuk The regression equation is ln Fij Mebung masuk = 6.21 - 0.105 dij Mebung masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.2088 0.4100 15.14 0.000 dij Mebu -0.10506 0.03934 -2.67 0.037 S = 0.2750 R-Sq = 54.3% R-Sq(adj) = 46.7% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.53950 0.53950 7.13 0.037 Residual Error 6 0.45390 0.07565 Total 7 0.99340 Regression Analysis: ln Fij Moru masuk versus dij Moru masuk The regression equation is ln Fij Moru masuk = 6.34 - 0.123 dij Moru masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.3365 0.3288 19.27 0.000 dij Moru -0.12348 0.03180 -3.88 0.008 S = 0.1878 R-Sq = 71.5% R-Sq(adj) = 66.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.53172 0.53172 15.07 0.008 Residual Error 6 0.21167 0.03528 Total 7 0.74339 Regression Analysis: ln Fij Apui masuk versus dij Apui masuk The regression equation is ln Fij Apui masuk = 6.26 - 0.112 dij Apui masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.2639 0.4203 14.90 0.000 dij Apui -0.11232 0.03626 -3.10 0.021 S = 0.2290 R-Sq = 61.5% R-Sq(adj) = 55.1% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.50305 0.50305 9.60 0.021 Residual Error 6 0.31454 0.05242 Total 7 0.81759 Unusual Observations Obs dij Apui ln Fij A Fit SE Fit Residual St Resid 3 8.0 5.7500 5.3653 0.1467 0.3847 2.19R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Bukapiting masuk versus dij Bukapiting masuk

Page 191: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

175

The regression equation is ln Fij Bukapiting masuk = 6.14 - 0.0889 dij Bukapiting masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.1395 0.3754 16.36 0.000 dij Buka -0.08886 0.03575 -2.49 0.047 S = 0.2303 R-Sq = 50.7% R-Sq(adj) = 42.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.32765 0.32765 6.18 0.047 Residual Error 6 0.31823 0.05304 Total 7 0.64589 Unusual Observations Obs dij Buka ln Fij B Fit SE Fit Residual St Resid 3 8.0 5.8600 5.4287 0.1145 0.4313 2.16R R denotes an observation with a large standardized residual Regression Analysis: ln Fij Marataing masuk versus dij Marataing masuk The regression equation is ln Fij Marataing masuk = 6.70 - 0.134 dij Marataing masuk Predictor Coef SE Coef T P Constant 6.6985 0.3177 21.09 0.000 dij Mara -0.13445 0.02923 -4.60 0.004 S = 0.1891 R-Sq = 77.9% R-Sq(adj) = 74.2% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.75694 0.75694 21.16 0.004 Residual Error 6 0.21466 0.03578 Total 7 0.97160 Unusual Observations Obs dij Mara ln Fij M Fit SE Fit Residual St Resid 7 9.0 5.1400 5.4885 0.0820 -0.3485 -2.04R R denotes an observation with a large standardized residual

Page 192: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

176

Lampiran 7 Analisis Location Quoentient (LQ) Sektor/Komoditi Unggulan Antar Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Di Kabupaten Alor Tahun 2003

No

Jenis sektor/ Komoditi unggulan

Jumlah produksi persatuan komoditi pada SWP (pij)

Jumlah Produksi persatuan komoditi pada Kabupaten (Pj)

(Rp 000)

pij/pi*(∑pij)

SWPA

( 3/∑3)

A

(Rp 000)

B

(Rp 000)

C

( Rp 000)

1 2 3 4 5 6 7 1 Padi 13811000 10599050 6223700 30,633,750 0.01181 2 Jagung 18532400 11866400 5057400 35456200 0.01585 3 Kacang hijau 399000 166,500 276000 841500 0.00034 4 Jambu Mente 612,768,000 375024000 1123640000 2111432000 0.52401 5 Kemiri 1208000 3146000 2008000 6362000 0.00103 6 Kelapa(Kopra) 634187.5 45625 376525 1056337.5 0.00054 7 Kopi 9000 100000 37000 146000 0.00001 8 Cengkeh 4,000 170000 4500 178500 0.00000 9 vanili basah 0 0 3975000 3975000 0.00000

10 Pinang 10000 118000 42500 170500 0.00001 11 Asam 126686840 195620550 89792610 412100000 0.10834 12 Sirlack 333,634,000 253827000 414099000 1,001,560,000 0.28531 13 Ikan laut 6,567,920 6011600 833720 13413240 0.00562 14 Sapi 492000 2310000 1728000 4530000 0.00042 15 Kambing 6347000 7650500 1571500 15569000 0.00543 16 Babi 8899000 19381000 6705500 34985500 0.00761 17 Batu hitam 39375000 78356250 337464750 455196000 0.03367

Total (pi*/P*) 1169377348 964392475 1993835705 4,127,605,528 0.05882 (pi*/P*) (pi*/P*) (pi*/P*)

Lanjutan Lampiran 7. Jenis sektor/ Komoditi unggulan

pij/pi*(∑pij) SWPB ( 4/∑4)

pij/pi*(∑pij) SWPC ( 5/∑5)

Pj/P*(∑Pj) Kabupaten (6/∑6)

Location Quotient (LQij)= pij/pi* / Pj/P* SWP A (7/10)

SWPB ( 8/10)

SWPC (9/10)

8 9 10 11 12 13 Padi 0.01099 0.00312 0.00742 1.591 1.481 0.421 Jagung 0.01230 0.00254 0.00859 1.845 1.432 0.295 Kacang hijau 0.00017 0.00014 0.00020 1.674 0.847 0.679 Jambu Mente 0.38887 0.56356 0.51154 1.024 0.760 1.102 Kemiri 0.00326 0.00101 0.00154 0.670 2.116 0.653 Kelapa(Kopra) 0.00005 0.00019 0.00026 2.119 0.185 0.738 Kopi 0.00010 0.00002 0.00004 0.218 2.932 0.525 Cengkeh 0.00018 0.00000 0.00004 0.079 4.076 0.052 vanili basah 0.00000 0.00199 0.00096 0.000 0.000 2.070 Pinang 0.00002 0.00002 0.00004 0.207 0.516 0.516 Asam 0.04504 0.04504 0.09984 1.085 0.042 0.451 Sirlack 0.26320 0.20769 0.24265 1.176 1.085 0.856 Ikan laut 0.00623 0.00042 0.00325 1.728 1.918 0.129 Sapi 0.00240 0.00087 0.00110 0.383 2.183 0.790 Kambing 0.00793 0.00079 0.00377 1.439 2.103 0.209 Batu hitam 0.08125 0.16925 0.11028 0.305 0.737 1.535 Total (pi*/P*) 0.04953 0.05882 0.05882 0.967 1.458 0.672

sumber : Diolah dari data BPS Kab.Alor Tahun 2003

Page 193: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

177

Lampiran 8 Analisis Shift Share Sektor/Komoditi Unggulan Antar Satuan WilayahPengembangan (SWP) Di Kabupaten Alor Tahun 1998 Dan Tahun 2003.

No

Jenis Sektor/ Komoditi Unggulan

Nilai Produksi Persatuan Komoditi Pada SWP (Xij) A B C 1998 (to) (Rp)

2003 (t1) (Rp)

1998 (to) (Rp)

2003 (t1) (Rp)

1998 (to) (Rp)

2003 (t1) (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Padi 3648750 9865000 8428250 7570750 7643500 4445500

2 Jagung 2235600 13899300 12799200 8899800 4669706 3793050

3 Kacang hijau 50750 279300 317450 116550 189098 193200

4 Jambu Mente 2154000 459576000 32850 281268000 25050 842730000

5 Kemiri 5013000 1359000 6021000 3539250 1679625 2259000

6 Kelapa(Kopra) 38500 253675 355000 18250 76650 150610

7 Kopi 135000 8438 318375 93750 264000 34688

8 Cengkeh 3600 6000 76950 255000 5850 6750

9 vanili basah 0 0 15625 0 15000 1875000

10 Pinang 94860 17000 638350 200600 179775 72250

11 Asam 175050944

190030260 286780586

293430825 132655235

134688915

12 Sirlack 81902597 214479000 81394142 163174500 131255685

266206500

13 Ikan laut 1296300 6481500 1855125 5932500 200250 822750

14 Sapi 960400 803600 10388000 3773000 6541500 2822400

15 Kambing 3236400 4569840 1116000 5508360 874800 1131480

16 Babi 1155135 14149410 9303885 30815790 8999400 10661745

17 Batu hitam 10500000 13500000 28500000 26865000 116233800

115702200

Total/Rataan 340036650 1072420473 538638652 1087323025 488306973 1468960913

Lanjutan Lampiran 8 Nilai total jenis komoditas dalam total Kabupaten (Xi)

Xij(t1) / Xij(to)

X..(t1) / X..(to) (10/9)

Komponen Share ( a ) X..(t1)/X..(to)-1 (∑10/∑9) -1

1998 (to) (Rp)

2003 (t1) (Rp)

SWPA (4/3)

SWPB (6/5)

SWP C (8/7)

9 10 11 12 13 14 15 19720500 21881250 2.7037 0.8983 0.5816 1.1096 019704506 26592150 6.2173 0.6953 0.8123 1.3495 0

557298 589050 5.5034 0.3671 1.0217 1.0570 0 2211900 1583574000 213.3593 8562.1918 33641.9162 715.9338 0

12713625 7157250 0.2711 0.5878 1.3449 0.5630 0470150 422535 6.5890 0.0514 1.9649 0.8987 0 717375 136875 0.0625 0.2945 0.1314 0.1908 0 86400 267750 1.6667 3.3138 1.1538 3.0990 0 30625 1875000 0.0000 0.0000 125.0000 61.2245 0

912985 289850 0.1792 0.3142 0.4019 0.3175 0 594486764 618150000 1.0856 1.0232 1.0153 1.0398 0 294552423 643860000 2.6187 2.0047 2.0282 2.1859 0

3351675 13236750 5.0000 3.1979 4.1086 3.9493 0 17889900 7399000 0.8367 0.3632 0.4315 0.4136 0

Page 194: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

178

5227200 11209680 1.4120 4.9358 1.2934 2.1445 0

19458420 55626945 12.2491 3.3121 1.1847 2.8588 0

155233800 156067200 1.2857 0.9426 0.9954 1.0054 0

1147325545 3148335285 3.1538 2.0187 3.0083 2.7441 1.7441

Sambungan Lampiran 8 Komponen proportional Shift (b) (14-15)

Komponen differential shift ( c ) Komponen Shift share ( SSA )

SWP A ( 11-14)

SWP B (12-14)

SWP C (13-14)

SWP A (15+16+17)

SWP B (15+16+18)

SWP C (15+16+19)

16 17 18 19 20 21 22 -0.6345 1.5941 -0.2113 -0.5280 2.7037 0.8983 0.5816

-0.3945 4.8677 -0.6542 -0.5373 6.2173 0.6953 0.8123

-0.6871 4.4465 -0.6898 -0.0353 5.5034 0.3671 1.0217

714.1897 -502.5745 7846.2580 32925.9824 213.3593 8562.1918 33641.9162

-1.1811 -0.2919 0.0249 0.7820 0.2711 0.5878 1.3449

-0.8453 5.6902 -0.8473 1.0662 6.5890 0.0514 0.2208

-1.5533 -0.1283 0.1037 -0.0594 0.0625 0.2945 0.1314

1.3549 -1.4323 0.2149 -1.9451 1.6667 3.3138 1.1538

59.4804 -61.2245 -61.2245 63.7755 0.0000 0.0000 125.0000

-1.4266 -0.1383 -0.0032 0.0844 0.1792 0.3142 0.4019

-0.7043 0.0458 -0.0166 -0.0245 1.0856 1.0232 1.0153

0.4418 0.4328 -0.1811 -0.1577 2.6187 2.0047 2.0282

2.2052 1.0507 -0.7514 0.1593 5.0000 3.1979 4.1086

-1.3305 0.4231 -0.1811 0.0179 0.8367 0.2324 0.4315

0.4004 -0.7325 2.7913 -0.8511 1.4120 4.9358 1.2934

1.1147 9.3904 0.4534 -1.6740 12.2491 3.3121 1.1847

-0.7387 0.2803 -0.0627 -0.0099 1.2857 0.9426 0.9954

1.0000 0.4098 -0.9896 0.2642 3.1538 1.7544 3.0083

Sumber : Diolah dari data BPS Kabupaten Alor Tahun 1998 dan 2003.

Page 195: ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH … · SMA Negeri Kalabahi Alor Tahun 1983. Kemudian menamatkan Sarjana Peternakan ... pengajar Luar Biasa pada Jurusan Sosiologi Fakultas

179

Lampiran 9 Penyebaran kota hirarki/pusat aktivitas antar SWP menurut RUTRW Kabupaten Alor Tahun 1991*) SWP

Kota hirarki/ pusat aktivitas

Jumlah Rumah Tangga Pendudk Tahun 2003 (N)

Jumlah Penduduk Tahun 2003

Jumlah Responden (n)

Sistem hirarki

A

1.Baranusa 176 903 22 II 2.Kabir 708 2 939 24 III 3.Bakalang 288 1530 23 III 4.Beangonong 149 710 21 III 5.Mauta 381 2 834 23 III 6.Pandai 125 688 21 IV 7.Tamalabang 351 2 637 23 IV 8.Nuhawala 197 2 157 22 IV 9.Maliang 204 2 015 22 IV 10.Marica 115 619 21 IV 11.Puntaru 215 989 22 IV 12.Latuna 150 687 21 IV 13.Sebarang 203 1 051 22 IV

Jlh A 13 Kota 3262 6126 289

B

14.Kalabahi 596 2991 24 I 15.Alemba 189 806 22 II 16.Buraga 374 645 23 II 17.Buyunta 653 2795 24 III 18. Kokar 496 2069 24 III 19.Alor kecil 271 1257 23 III 20.Mebung 323 1476 23 III 21.Moru 374 1756 23 III 22.Faaming 132 575 21 III 23 Kalunan 152 699 21 III 24.Pitungbang 268 1054 23 IV 25.Tabolang 306 1418 23 IV 26.Mainang 155 684 22 IV 27.Mataraben 374 1756 23 IV 28.Manatang 132 575 21 IV 29.Tranter 77 356 19 IV 30. Sifala 165 645 22 IV 31. Bomara 107 524 20 IV

Jlh B 18 Kota 5144 22081 402

C

32.Apui 214 932 22 II 33.Maritaing 193 724 22 II 34.Bukapiting 514 2 350 24 III 35.Mademang 193 780 22 III 36.Taramana 181 825 22 IV 37.Lantoka 192 896 22 IV 38.Kolana 242 1022 23 IV 39.Peitoko 175 816 22 IV 40.Mazmur 170 686 22 IV 41.Aukalpui 201 863 22 IV 42.Kiraman 132 563 21 IV 43.Padang Alang 209 1019 22 IV 44.Weisak 159 594 22 IV 45. Silonang 80 412 19 IV 46.Manmas 70 404 18 IV

Jlh C 15 Kota 2925 10536 326 Total Kab. 46 Kota 11331 38743 1017