ANALISIS INJEKSI
ANALISIS INJEKSI
THIAMIN HIDROKLORIDA (VITAMIN B 1)
I. TUJUAN
Penetapan kadar Thiamin HCl dalam injeksi Vitamin B1.
II. DASAR TEORI
Rumus molekul dan sifat:
Injeksi Thiamin HCl mengandung Thiamin HCl tidak kurang dari 95%
dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Pemerian tidak berwarna atau hampir tidak berwarna.
Keasaman-kebasaan pH 2,5 sampai 4,5.
Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau dalam wadah dosis
ganda, terlindung dari cahaya. (FI Ed III, 1979)
Thiamin HCl dalam keadaan kering cukup satabil dan pada
pemanasan 100 selama 1 jam tidak berkurang potensinya. Larutan
Thiamin HCl dalam air dapat distrilisasi pada 110, tetapi jika pH
larutan diatas 5,5 akan cepat terhidrolisa. Satu gram Thiamin HCl
kristal setara dengan 333,000 SI. (Sudjadi, 1979)
Persyaratan dari sediaan injeksi antara lain adalah:
Keseragaman bobot
Dengan metode tertentu, bobot isi wadah tidak boleh menyimpang
lebih dari batas yang tertera pada daftar, kecuali satu wadah yang
boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Keseragaman volume
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume
yang ditetapkan. Kelebihan yang dianjurkan tertera dalam
daftar.
Pirogenitas
Sediaan injeksi harus bebas pirogen agar pada pemakaiannya tidak
menimbulkan kenaikan suhu badan.
Sterilitas
Sediaan injeksi harus lolos uji sterilitas yaitu bebas dari
mikroorganisme.
Isotonis
Mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan larutan fisiologis
yaitu sama dengan larutan NaCl 0,9%.
Isohidris
pH larutan injeksi sebaknya sesuai dengan pH darah agar tidak
menimbulkan rasa sakit saat infusi. Uji pirogenitas dilakukan
dengan menggunakan hewan coba kelinci.
Tes kebocoran
Tes kebocoran penting dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
kerusakan pada ampul selama proses pendistribusian.
Keamanan hayati
Sediaan injeksi harus tidak menimbulkan efek toksik.
Metode penetapan kadar Thiamin HCl
Thiamin HCl dapat ditetapkan kadarnya dengan berbagai metode
yang pemilihannya tergantung pada bentuk sediaan dan
effektrifitasnya. Metode yang sering digunakan ada 6 metode
yaitu:
a) Metode fluorometri dari tiokrom
Tiamin yang ditambah dengan kalium heksasianoferat (III) akan
teroksidasi menghasilkan tiokrom yaitu suatu senyawa yang
berfluoresensi biru. Kadar tiamin akan sebanding dengan intesitas
fluoresensi yang dapat diukur dengan fluorometer
b) Metode kolorimetri
Dasar metode ini adalah reaksi antara tiamin yang telah
didiazotasi dengan 6-aminotimol yang akan memperpanjang kromofor
sehingga menimbulkan warna. Intensitas warna ini diukur dengan
melihat serapannya pada tertentu. Intensitas serapan ini akan
sebanding dengan kadar tiamin.
c) Metode asidi alkalimetri
Hidroklorida pada tiamin HCl dapat dititrasi dengan NaOH 0,1N
dengan menggunakan indikator brom timol biru.
d) Metode titrasi bebas air
Tiamin HCl dalam asam asetat glasial dapat dtitrasi dengan asam
perklorat jika sebelumnya ditambahkan Hg asetat berlebihan. Kedua
atom nitrogen tertitrasi maka berat ekivalennya setara dengan
setengah Bmnya.
e) Metode argentometri
Klorida pada tiamin HCl dapat ditetapkan secara argentometri.
Dengan penambahan AgNO3 maka ion klorida akan mengendap sebagai
AgCl2. Jumlah AgNO3 akan setara dengan jumlah CL- dengan demikian
setara juga dengan jumlah tiamin HCl.
f) Metode gravimetri
Tiamin dalam tablet dan dalam injeksi dapat ditetapkan secara
gravimetri dengan mengendapkan larutan tiamin dengan asam
silikowolframat.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat: Buret 50ml
Gelas ukur 50 ml
Neraca analitik
Labu takar 250 ml
Pipet tetes
Erlenmeyer
Gelas beker 100 ml
Penangas air
Cawan porselen
Bahan: asam perklorat 70%p
asam asetat glasial p
anhidrida asetat p
kalium biftalat
kristal violet LP
larutan injeksi Thiamin HCl
larutan Hg asetat
IV. CARA KERJA
1. Metode Penetapan Dengan Titrasi Bebas Air
Pembakuan asam perklorat (tiap ml mengandung 10,05 g HClO4, BM:
100,46)
Pembuatan HClO4 0,1 N
8,5 ml HClO4 70%, ditambah 500ml CH3COOH glasial p
(Tambahkan 21 ml anhidrida asetat p
(Dinginkan dan ditambah CH3COOH glasial ad 1000 ml
Pembakuan
Timbang seksama 700 mg kalium biftalat p (sebelumnya dihaluskan
dan dikeringkan 120(C, selama 2 jam)
(Larutkan dalam 50 ml CH3COOH glasial p dalam labu 250 ml
(Tambahkan 2 tetes kristal violet LP
(Titrasi dengan HClO4 sampai warna ungu menjadi biru-kuning
(Catat volume titran dan hitung normalitasnya
1 ml HClO4 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat
(FI Ed IV, 1995, hal 1213).
N HClO4 = mg kalium biftalat
V HClO4 x BM kalium biftalat
Penetapan kadar sampel
1 ml larutan injeksi
(Masukkan ke dalam bekerglass 100ml
(Uapkan airnya sampai kering
(Tambahkan asam asetat glasial 40 ml
(Tambahkan 4 tetes anhidrida asetat
(Tambahkan larutan Hg asetat
(Tambahkan sedikit indikator kristal violet serbuk
(Titrasi dengan HClO4 yang telah dibakukan dan catat volume
HClO4 yang diperlukan
(Hentikan titrasi jika warna berubah menjadi kebiruan
(Hitung kadar vitamin B1 dalam sampel
Kadar = V. HClO4 x N HClO4 x BE x 100 %
mg sampel
BE = BM:2, karena 2 H dari HClO4 bereaksi dengan Thiamin HCl
Sampel dalam bentuk cair sehingga mg sampel diperoleh dari kadar
yang tertera di label (mg/ml) dikali volume sampel.
2. Metode Penetapan Dengan Argentometri
Sampel injeksi dilarutkan dalam 20 ml air
(Diasamkandengan asam nitrat encer
(Tambahkan 10 ml perak nitrat 0,1 N
(Endapan yang terjadi disaring
(Dicuci dengan air sampai tidak mengandung klorida
(Titrasi dengan amonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator
besi (III) amonium sulfat
Tiap ml perak nitrat 0,1 N setara dengan 16,86 mg tiamin
hidroklorida
BE = BM:2, karena tiap 1 mol tiamin hidroklorida (yang
mengandung 2 Cl-) bereaksi dengan 2 mol AgNO3V. PERHITUNGAN KADAR
VITAMIN B1
Metode Titrasi Bebas Air
Normalitas titran (HClO4): 0.0975 N ; BE : 168.645
Volume sampel: 1 ml
Volume titran :
i. 5.50 ml
ii. 5.60 ml
iii. 5.80 ml
Perhitungan kadar thiamin HCl
sampel 1
kadar thiamin HCl dalam sampel :
= 90.436 sampel 2
= 92.080 sampel 3
= 95.369 = = 92.628
Berat Hg(II) Asetat :
untuk sampel 1 : 200.8 mg
untuk sampel 2 : 200.3 mg
untuk sampel 3 : 200.9 mg
Metode Argentometri
Blanko
25 ml AgNO3 Titrasi dengan Ammonium Tiosianat 0.0925 N,
indicator besi (III) ammonium sulfat ( 3 tetes)
Volume titran: 18.9 ml
18.6 ml
19 ml
= = 18.83 ml Orientasi
1 ml injeksi vit B1 (100 mg/ml) + asam asetat 3 tetes
+ aquadest 20 ml
+10 ml AgNO3 0,00695 N
Disaring
Titrasi dengan Ammonium Tiosianat 0.0925 N, indicator besi (III)
ammonium sulfat ( 3 tetes). Volume titran 1.5 ml
Sampel
1 ml injeksi vit B1 (100 mg/ml) + asam asetat 3 tetes
+ aquadest 20 ml
+25 ml AgNO3 0,00695 N
Disaring
Titrasi dengan Ammonium Tiosianat 0.0925 N, indicator besi (III)
ammonium sulfat ( 3 tetes).
Volume titran Perhitungan kadar Thiamin HCl dalam sampel (I)
Sampel 1
= 119.03Sampel 2
= 120.59Sampel 3
= 120.59Kadar rata-rata: = = 120.07 Perhitungan kadar Thiamin
HCl dalam sampel (II)
Kadar Cl Kadar thiamin HCl = kadar Cl x Sampel 1
Kadar Cl = 25.055 Kadar Thiamin HCl = 25.055x = 119.025 Sampel
2
Kadar Cl = 25.383 Kadar Thiamin HCl = 25.383x = 120.585 Sampel
3
Kadar Cl = 25.383 Kadar Thiamin HCl = 25.383x = 120.585 Kadar
rata-rata: = = 120.065 VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penetapan kadar vitamin
B1 ( thiamin HCl ) dalam sediaan injeksi serta melakukan kontrol
kualitas terhadap sediaan tersebut. Dalam skala industri, suatu
produk haruslah memenuhi suatu jaminan kualitas ( Quality Assurance
) dan kontrol kualitas ( Quality Control ) terlebih dahulu untuk
kemudian baru dapat dipasarkan. Jaminan kualitas berhubungan dengan
studi tentang proses pembuatan dan rencana pengembangan untuk
menjamin kualitas produk agar layak untuk dijual kepada calon
pembeli. Sedangkan kontrol kualitas melakukan rencana tersebut
selama proses produksi dan termasuk semua tes dan evaluasi yang
diperlukan untuk menjamin kualitas suatu produk.
Dalam analisis kualitatif, sediaan injeksi harus lolos berbagai
persyaratan yang telah disebutkan sebelumnya. Pada praktikum ini
hanya dilakukan beberapa tes karena keterbatasan sampel yang
diperoleh. Sampel yang dianalisis yaitu injeksi Thiamin-HCl (
vitamin B1 ) dalam ampul. Diantara kontrol kualitas yang
dipersyaratkan untuk sediaan injeksi, yang dilakukan dalam
percobaan kali ini adalah keseragaman volume. Menurut Farmakope
Indonesia IV, yaitu dengan mengambil isi tiap wadah denagn alat
suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume
yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21,
panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Gelembung udara dikeluarkan dari
dalam jarum dan alat suntik dan isinya dipindahkan kedalam alat
suntik tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40 % dari kapasitas tertera.
Pada penetapan kadar Thiamin-HCl dapat digunakan beberapa metode
yang masing-masingnya memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Sebenarnya metode yang paling bagus adalah metode
fluorometri tetapi peralatan fluorometer tidak tersedia sehingga
tidak dapat digunakan. Metode ini cukup sensitif karena hanya
fluorosensi tiokrom yang berasal dari thiamin yang dapat dideteksi.
Metode spektrofotometri yang didasarkan pada reaksi diazotasi yang
membentuk warna juga merupakan alternatif metode yang dapat
digunakan tetapi di laboratorium tidak tersedia pereaksi
6-aminothimol.
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar thiamin-HCl dengan
metode titrasi bebas air dan metode argentometri. Metode Titrasi
Bebas Air ( TBA ) merupakan suatu titrasi golongan netralisasi,
dasarnya adalah reaksi antara senyawa protolitik kuat yang mampu
memberikan pasangan elektron sehingga terbentuk ikatan kovalen (
antara asam-basa yang sesuai dalam pelarut). Pelarut yang sering
digunakan dalam TBA untuk titrasi basa lemah adalah asam asetat
glasial karena kemampuannya untuki mempertinggi sifat alkalis dari
basa lemah. Apabila asam kuat seperti asam perklorat dilarutkan
dalam asam asetat glasial, maka asam asetat dapat berperan sebagai
basa yaitu menerima proton dari asam perklorat dan membentuk ion
onium.
HClO4 + CH3COOH
CH3COOH2+ + ClO4-
Asam asetat memiliki tetapan dielektrik yang rendah tetapi
karena memberikan proton dengan baik, asam ini merupakan pelarut
yang baik untuk titrasi basa yang tidak bermuatan. Dibandingkan
dengan air, asam asetat memperkuat basa tak bemuatan sebanyak
kira-kira 3 satuan pKb sehingga titrasi titrasi lebih mudah karena
skala pH asam asetat hampir sama dengan skala pH air ( pKb=14,5).
Jika Thiamin yang merupakan basa lemah dilarutkan dalam asam asetat
glasial maka akan meningkatkan kebasaan Thiamin sehingga dapat
dititrasi.
Karena HClO4 merupakan baku sekunder mka perlu dibakukan dengan
baku primer sebelum digunakan. Baku primer yang digunakan untuk
membakukan HClO4 adalah kalium biftalat. Untuk melarutkan kalium
biftalat ( C8H5O4K )digunakan asam asetat glasial dan indikator
yang digunakan yaitu kristal violet. Titrasi dilakukan hingga warna
ungu berubah menjadi kekuningan. Perubahan warna ini disebabkan
karena perubahan pH. Selanjutnya dilakukan penetapan kadar thiamin
HCl dalam sediaan injeksi. Untuk uji ini dilakukan tiga kali
replikasi. Ampul yang sudah dipatahkan tutupnya dan diuapkan airnya
kemudian isinya diambil dengan pipet volume, dimasukkan ke dalam
erlenmeyer kering. Yang perlu diingat dalam menguapkan air adalah
jangan sampai melebihi 2480C karena vit-B1 dapat terdekomposisi.
Pada TBA, harus diperhatikan bahwa tidak boleh ada tapak-tapak air
dimana air disini dapat berfungsi sebagai basa lemah sehingga
memperkecil volume titran. Untuk menghilangkan tapak-tapak air
dapat digunakan anhidrida asetat yang dapat bereaksi dengan air dan
menghasilkan asam asetat. Namun harus diperhatikan agar penambahan
anhidrida asetat ini tidak berlebihan karena dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi asetilasi pada gugus amina primer maupun sekunder
sehingga hasil yang diperoleh akan rendah. Pada percobaan
ditambahkan anhidrida asetat sebanyak 3-4 tetes, yang diharapkan
jumlah tersebut cukup untuk menghilangkan air dan tidak terlalu
berlebihan.
Garam halogen tidak bisa langsung dititrasi dengan asam
perklorat dalam asam asetat glasial karena kemampuan ion halogen
dan ion perklorat sama dalam mengambil proton dari asam asetat.
Oleh karena itu, ion Cl- dalam thiamin HCl harus diubah menjadi
bentuk yang tidak terionkan agar tidak mengganggu reaksi. Fungsi
penambahan Hg-asetat adalah untuk mengubah agar ion Cl- tidak
berada dalam bentuk terionkan melainkan sebagai HgCl2.
Untuk metode penetapan kadar thiamin-HCl yang lain yaitu metode
argentometri. Klorida jumlah dalam thiamin-HCl dapat ditetapkan
secara argentometri dengan menggunakan metode Volhard dengan
suasana asm sebab jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi
antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag(OH) yang pada tahap
selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O, akibatnya perak
nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga dengan
basa.
Hasil perhitungan menunjukkan kadar Thiamin HCl dalam injeksi
vitamin B1 yang diukur dengan metode titrasi bebas air yaitu 90,436
mg/ml pada percobaan pertama, pada percobaan kedua kadar yang
diperoleh yaitu 92,080 mg/ml dan percobaan ketiga sebesar 95,369
mg/ml. Sehingga kadar yang diperoleh yaitu sebesar 92,628 mg/ml.
Kadar yang diperoleh dari percobaan mendekati kadar yang tertulis
pada etiket yaitu 100 mg/ml. Kadar yang diperoleh dari percobaan
masih memenuhi ketentuan kadar thiamin HCl dalam injeksi vitamin B1
yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari yang
tertera pada etiket.
Pada perhitungan kadar thiamin HCl pada injeksi vitamin B1 yang
diukur dengan metode argentometri diperoleh kadar pada percobaan
pertama yaitu 119,03 mg/ml, pada percobaan kedua 120,59 mg/ml,
sedangkan pada percobaan ketiga sebesar 120,59 mg/ml. Sehingga
diperoleh kadar rata-rata sebesar 120,07 mg/ml. Kadar yang
diperoleh pada percobaan lebih besar dibandingkan yang tertera pada
etiket dan tidak memenuhi ketentuan kadar thiamin HCl dalam injeksi
vitamin B1. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya ion Cl yang
berasal dari cairan fisiologis yang terdapat pada larutan injeksi
vitamin B1.
VII. KESIMPULAN
1. Penetapan kadar Thiamin HCl dalam injeksi vitamin B1 dapat
dilakukan dengan metode titrasi bebas air dan argentometri.
2. Metode titrasi bebas air, pengukuran kadar thiamin HCl
didasarkan pada sifat kebasaan dari Thiamin pada pelarut asam
asetat glasial.
3. Kadar rata-rata yang diperoleh pada pengukuran kadar dengan
metode titrasi bebas air yaitu 92,628 mg/ml.
4. Kadar yang diperoleh pada pengukuran kadar dengan metode
argentometri berada di atas range ketentuan kadar berdasarkan
etiket yaitu sebesar 120,07 mg/ml.
5. Pada larutan injeksi vitamin B1 yang digunakan untuk sampel
terdapat garam fisiologis yang mengganggu penetapan kadar thiamin
HCl dengan metode argentometri.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Clarke, 1971, Isolation and Identification of Drug, The
Pharmaceutical Press, London
Florey, Klaus, 1989, Analytical Profiles of Drug Substances
Vol.18, Academic Press, Inc., San Diego.
Shamim, Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations, John
Wiley & Sons Ltd.
Strohecker, Rolf, 1965, Vitamin Assay Tested Methods, Verlag
Chemie, Darm Stadt, German.