Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 1 TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri Analisis Inflasi Edisi 2 Desember 2015 “INFLASI NOVEMBER TERKENDALI” Sesuai dengan pola historisnya, inflasi di bulan November 2015 mengalami sedikit peningkatan. Setelah dua bulan berturut-turut mengalami deflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) November 2015 tercatat sebesar 0,21% (mtm) atau 4,89% (yoy). Inflasi pada bulan ini disumbang oleh seluruh komponennya. Dengan demikian, inflasi IHK sejak Januari sampai November 2015 (year to date/ytd) tercatat sebesar 2,37% atau mencapai 4,89% (yoy). Inflasi inti tercatat cukup rendah seiring dengan menguatnya Rupiah, masih lemahnya tekanan permintaan, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Pada November 2015, inflasi inti tercatat sebesar 0,16% (mtm) atau 4,77% (yoy). Inflasi kelompok inti pada periode ini terutama bersumber dari komoditas nasi dengan lauk, tarif kontrak rumah, dan tarif sewa rumah. Kenaikan harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras mendorong inflasi volatile food. Inflasi IHK tersebut terutama bersumber dari inflasi volatile food yang pada dua bulan sebelumnya juga mengalami deflasi. Pada November 2015, inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 0,35% (mtm) atau 4,84% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (inflasi 0,30%, mtm). Pada periode ini, beras tercatat mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi beras November 1997 ketika terjadi El Nino dengan intensitas yang sama kuatnya. Secara spasial, inflasi beras tertinggi terjadi di daerah Kepulauan Riau (10,14%), Riau (5,11%), dan Aceh (4,02%), sementara deflasi justru terjadi di Bangka Belitung (-1,15%), Bali (-0,57%), dan Banten (-0,45%). Sementara itu, daging ayam ras dan telur ayam ras tercatat mengalami inflasi masing sebesar 1,47% (mtm) dan 1,59% (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras dipicu oleh pembatasan Day Old Chick (DOC) pada bulan lalu (Oktober 2015) dan kenaikan harga pakan ayam. Sementara itu, inflasi administered prices tercatat sebesar 0,20% (mtm) atau 5,61% (yoy). Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (0,10%, mtm). Beberapa komoditas yang menyumbang inflasi administered prices cukup signifikan adalah rokok, tarif angkutan udara, dan tarif tol. Terkendalinya inflasi IHK diperkirakan terus berlanjut hingga Desember 2015 sehingga inflasi akhir tahun diperkirakan berada di batas bawah sasaran inflasi 4%1%. Rendahnya inflasi diperkirakan antara lain disumbang oleh inflasi beras yang tetap terkendali seiring dengan adanya berbagai kebijakan pemerintah. Sementara itu, tekanan inflasi akhir tahun diprakirakan bersumber dari kelompok administered prices akibat penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment) rumah tangga golongan 1300VA dan 2200VA sesuai harga keekonomiannya yang berlaku sejak 1 Desember 2015. 1. Realisasi inflasi November 2015 relatif sejalan dibandingkan pola historisnya. Pada November 2015, IHK tercatat mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) atau 4,85%, yoy (Grafik 1), meningkat dari bulan lalu (-0,08% mtm). Tekanan inflasi pada bulan ini terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat kenaikan harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Sementara itu, inflasi inti relatif terkendali didorong oleh penguatan rupiah, permintaan domestik yang masih lemah, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi administered prices sedikit meningkat seiring inflasi komoditas rokok, tarif angkutan udara, dan tarif tol (Tabel 1).
4
Embed
Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID - bi.go.id fileAnalisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 1 ... Indeks Harga Konsumen (IHK) November 2015 tercatat sebesar 0,21%
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 1
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan
Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2015
“INFLASI NOVEMBER TERKENDALI”
Sesuai dengan pola historisnya, inflasi di bulan November 2015 mengalami sedikit peningkatan. Setelah dua bulan berturut-turut mengalami deflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) November 2015 tercatat sebesar 0,21% (mtm) atau 4,89% (yoy). Inflasi pada bulan ini disumbang oleh seluruh komponennya. Dengan demikian, inflasi IHK sejak Januari sampai November 2015 (year to date/ytd) tercatat sebesar 2,37% atau mencapai 4,89% (yoy).
Inflasi inti tercatat cukup rendah seiring dengan menguatnya Rupiah, masih lemahnya tekanan permintaan, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Pada November 2015, inflasi inti tercatat sebesar 0,16% (mtm) atau 4,77% (yoy). Inflasi kelompok inti pada periode ini terutama bersumber dari komoditas nasi dengan lauk, tarif kontrak rumah, dan tarif sewa rumah.
Kenaikan harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras mendorong inflasi volatile food. Inflasi IHK tersebut terutama bersumber dari inflasi volatile food yang pada dua bulan sebelumnya juga mengalami deflasi. Pada November 2015, inflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 0,35% (mtm) atau 4,84% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (inflasi 0,30%, mtm). Pada periode ini, beras tercatat mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi beras November 1997 ketika terjadi El Nino dengan intensitas yang sama kuatnya. Secara spasial, inflasi beras tertinggi terjadi di daerah Kepulauan Riau (10,14%), Riau (5,11%), dan Aceh (4,02%), sementara deflasi justru terjadi di Bangka Belitung (-1,15%), Bali (-0,57%), dan Banten (-0,45%). Sementara itu, daging ayam ras dan telur ayam ras tercatat mengalami inflasi masing sebesar 1,47% (mtm) dan 1,59% (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras dipicu oleh pembatasan Day Old Chick (DOC) pada bulan lalu (Oktober 2015) dan kenaikan harga pakan ayam.
Sementara itu, inflasi administered prices tercatat sebesar 0,20% (mtm) atau 5,61% (yoy). Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan historisnya (0,10%, mtm). Beberapa komoditas yang menyumbang inflasi administered prices cukup signifikan adalah rokok, tarif angkutan udara, dan tarif tol.
Terkendalinya inflasi IHK diperkirakan terus berlanjut hingga Desember 2015 sehingga inflasi akhir tahun diperkirakan berada di batas bawah sasaran inflasi 4%1%. Rendahnya inflasi diperkirakan antara lain disumbang oleh inflasi beras yang tetap terkendali seiring dengan adanya berbagai kebijakan pemerintah. Sementara itu, tekanan inflasi akhir tahun diprakirakan bersumber dari kelompok administered prices akibat penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment) rumah tangga golongan 1300VA dan 2200VA sesuai harga keekonomiannya yang berlaku sejak 1 Desember 2015.
1. Realisasi inflasi November 2015 relatif sejalan dibandingkan pola historisnya. Pada November 2015, IHK
tercatat mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm) atau 4,85%, yoy (Grafik 1), meningkat dari bulan lalu (-0,08%
mtm). Tekanan inflasi pada bulan ini terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat kenaikan harga
beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Sementara itu, inflasi inti relatif terkendali didorong oleh
penguatan rupiah, permintaan domestik yang masih lemah, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi
administered prices sedikit meningkat seiring inflasi komoditas rokok, tarif angkutan udara, dan tarif tol
(Tabel 1).
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 2
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan
Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2015
Grafik 1. Disagregasi Inflasi November 2015
Tabel 1. Disagregasi Inflasi November 2015
2. Inflasi kelompok inti bulan November tercatat sebesar 0,16% (mtm) atau 4,77% (yoy), lebih rendah dari
rata-rata historisnya (0,23%-mtm). Perlambatan inflasi inti bulan ini terutama terjadi di kelompok traded
(Grafik 2 dan 3). Hal tersebut seiring dengan penguatan rupiah, permintaan domestik yang masih lemah, dan
terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok inti pada periode ini terutama disumbang oleh komoditas
nasi dengan lauk, kontrak dan sewa rumah, dan upah tukang bukan mandor (Tabel 2). Nilai tukar Rupiah pada
bulan November 2015 menguat sekitar 0,88%, mtm (Grafik 4). Masih lemahnya permintaan domestik juga
terlihat dari masih rendahnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan riil.
Grafik 1. Disagregasi Inflasi Core
Grafik 2. Inflasi Core Non Traded
Grafik 3. Inflasi Core Traded dan Faktor Eksternal
Tabel 1. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Inti
3. Kenaikan harga beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras mendorong tekanan inflasi volatile food. Pada
November 2015, kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi sebesar 0,35% (mtm) atau 4,84% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan historisnya 0,30%, mtm (Tabel 3). Peningkatan harga beras terus berlanjut hingga
bulan ini. Beras tercatat mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm), lebih rendah dibandingkan historisnya
0,83%, mtm (Grafik 5). Kenaikan harga beras didorong oleh mulai masuknya musim tanam di beberapa
daerah sentra produksi padi sehingga pasokan terbatas. Kendati demikian, kenaikan harga tersebut relatif
moderat di tengah terjadinya El Nino kuat. Terbatasnya kenaikan harga beras ditengarai didorong oleh
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 3
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan
Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2015
perkiraan masuknya impor beras sebesar 700 ribu ton oleh BULOG hingga Desember 2015 serta panen padi
yang tengah berlangsung di beberapa wilayah (antara lain di daerah Banten, Subang, Gunung Kidul). Daging
ayam ras dan telur ayam ras mulai mulai mengalami kenaikan harga setelah dua bulan berturut-turut deflasi
yang cukup dalam. Daging ayam ras tercatat mengalami inflasi sebesar 1,47% (mtm), berbeda dengan pola
historisnya yang mengalami deflasi sebesar -3,50%, mtm (Grafik 6). Kenaikan harga tersebut dipicu oleh
pembatasan Day Old Chick (DOC) bulan lalu (Oktober 2015) yang mendorong terjadinya kenaikan harga DOC
serta kenaikan harga pakan ayam. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata harga daging ayam bulan ini
mencapai kisaran Rp29.600-/kg, masih berada di rentang harga indikatif yang ditetapkan oleh Kementerian
Perdagangan (Rp28.000,-/kg sampai dengan Rp31.000). Sementara itu, telur ayam ras tercatat mengalami
inflasi sebesar 1,59% (mtm), lebih rendah dari historisnya sebesar 2,49%, mtm (Grafik 7).
Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food
3. Inflasi kelompok administered prices terkendali. Pada November 2015, kelompok administered prices (AP)
tercatat mengalami inflasi sebesar 0,20% (mtm) (Grafik 8).Tekanan harga pada kelompok administered prices
bulan ini didorong oleh kenaikan harga rokok, tarif angkutan udara, dan tarif jalan tol. Sebagaimana pola
historisnya, komoditas rokok dan tarif angkutan udara menyumbang inflasi pada November 2015. Sementara
itu, pada bulan ini tarif jalan tol mengalami kenaikan rata-rata sebesar15%.
Analisis Inflasi November 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 4
TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,
Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan
Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri
Analisis Inflasi
Edisi 2 Desember 2015
Grafik 8. Pola Inflasi/Deflasi Administered Prices
Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered prices
4. Secara spasial, kenaikan inflasi yang lebih tinggi secara agregat terjadi wilayah Sumatera (0,39%) setelah
pada dua bulan sebelumnya mengalami deflasi. Inflasi Sumatera tersebut terutama didorong oleh
meningkatnya inflasi di Sumatera Selatan (0,64%), Sumatera Barat (0,52%), dan Sumatera Utara (0,51%).
Inflasi di berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) secara agregat juga meningkat 0,26% dibanding
periode bulan sebelumnya (0,09%). Kenaikan inflasi di KTI dipicu terutama oleh meningkatnya tekanan inflasi
di Papua (0,71%), NTT (0,70%), dan Sulawesi Barat (0,62%). Tekanan inflasi diberbagai daerah di Jawa pada
periode bulan laporan juga tercatat meningkat (0,16%) setelah pada dua bulan berturut-turut sebelumnya
mengalami deflasi (-0,03% di September 2015 dan -0,11% di Oktober 2015). Berbeda dengan wilayah lainnya,
tekanan inflasi di Kalimantan secara agregat justru tercatat lebih rendah pada bulan laporan (0,12%)
dibanding bulan sebelumnya (0,28%) karena deflasi yang terjadi di Kalimantan Barat (-0,12%) dan Kalimantan
Timur (-0,07%).
Gambar 1. Peta Inflasi Regional, November 2015 (% mtm)
4. Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengendalian inflasi. Kendati inflasi tahun 2015 diprakirakan berada dalam batas bawah rentang sasaran inflasi 4%±1%, namun tantangan pengendalian inflasi pada tahun 2016 tidaklah ringan dan perlu dimitigasi sejak dini. Inflasi 2016 berisiko melewati batas atas sasaran inflasi terutama bersumber dari kebijakan energi. Berbagai risiko inflasi 2016 terutama yakni (i) penyesuaian harga LPG 3 kg sebesar Rp1000,-/kg, (ii) pengalihan pelanggan listrik dengan daya 450VA dan 900VA ke daya 1300VA, dan (iii) dampak penyesuaian tarif listrik rumah tangga golongan 1300VA dan 2200VA untuk pelanggan listrik paska bayar. Terkait hal tersebut, koordinasi lintas Kementerian dan Lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah perlu diperkuat untuk mengawal pencapaian sasaran inflasi khususnya terkait komoditas pangan.