Top Banner
J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 37 J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i Volume 9 Number 1 2010 Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia Erlinda Muslim Rahmat Nurcahyo Aziz Priyanto Nanda Prasetya Niftahuljanah Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Indonesia 36 1 Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Abstrak Penelitian ini mengkaji struktur, perilaku, dan kinerja industri telekomunikasi di Indonesia khusunya untuk layanan telekomunikasi jaringan tetap kabel, nirkabel, dan jasa komunikasi bergerak GSM. Penelitian dilakukan dengan periode waktu 5 tahun mulai tahun 2002 hingga 2007. Metode penelitian yang digunakan terutama adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri jaringan tetap kabel adalah monopoli, sementara struktur kedua industri lainnya adalah oligopoli. Penelitian juga dilakukan untuk melihat secara lebih detail perilaku dan kinerja masing-masing pelaku dalam industri telekomunikasi. Perilaku industri menunjukkan bahwa industri jaringan tetap kabel menerapkan strategi diskriminasi harga dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih rendah dari selular, industri jaringan tetap nirkabel menerapkan limit pricing dan diskriminasi harga dengan investasi sebesar 20% pada biaya iklan atau pemasarannya, dan industri jasa komunikasi bergerak menetapkan price fixing dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jaringan tetap kabel. Analisis kinerja ketiga industri ini menunjukkan bahwa segmen kabel Telkom masih lebih rendah dibandingkan segmen selular, sementara untuk jaringan tetap nirkabel (CDMA), kinerja Telkom masih lebih rendah dibandingkan Bakrie. Kata kunci: struktur-perilaku-kinerja, Herfindahl-Hirschman Index, Minimum Efficient Scale, industri telekomunikasi, jaringan tetap kabel, jaringan tetap nirkabel, jasa komunikasi bergerak 1. Pendahuluan Berdasarkan PP No.52 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, sistem penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia meliputi penyelenggaraan jaringan, jasa dan telekomunikasi khusus. Dalam Pasal 9 peraturan pemerintah tersebut, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terbagi menjadi jaringan tetap (kabel dan nirkabel) dan jaringan bergerak (selular). sepanjang sejarah perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia, telah terjadi pergeseran kebutuhan masyarakat Indonesia yang berujung pada perubahan tingkat pertumbuhan dari setiap segmen jaringan telekomunikasi tersebut.Hal ini terbukti melalui fenomena yang terjadi dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang berbasis pada kabel (fixed wireline). Mobilitas yang tinggi serta kebutuhan akan akses informasi yang cepat dan akurat dewasa ini telah menggeser preferensi masyarakat Indonesia dalam memilih moda telekomunikasi yang mereka gunakan. Hal ini secara tidak langsung juga dipicu oleh perkembangan ICT di dunia yang mendorong pesatnya pertumbuhan teknologi telepon selular dan nirkabel di Indonesia. Sejak masuknya teknologi seluler (GSM) di penghujung tahun 1996, teknologi kartu prabayar di awal 1998 dan semakin maraknya penggunaan teknologi CDMA di penghujung tahun 2002, membuat sebagian besar masyarakat mulai beralih menggunakan telepon seluler dan nirkabel karena dinilai lebih fleksibel dan dapat memenuhi kebutuhan akan mobilitas mereka yang tinggi. Sehingga, dominasi telepon tetap kabel dalam penyediaan sambungan baru pun lambat laun digeser oleh telepon nirkabel dan selular. Konsekuensinya, pertumbuhan teknologi komunikasi konvensional yang sejak dulu digunakan di Indonesia, yakni telepon tetap berbasis kabel, kian melambat sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut ini. Gambar 1. Pertumbuhan Pelanggan Telepon Seluler, Nirkabel, dan Kabel (Sumber: Indikator TIK BPPT) Dari Gambar 1, tampak bahwa telepon selular telah menjadi substitusi dari telepon tetap (khususnya telepon tetap kabel) di Indonesia. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan fenomena yang terjadi di negara maju dimana telepon selular hanya menjadi komplementer dari telepon tetap. Salah satu faktor yang mempengaruhinya antara lain karena budaya masyarakat mereka yang sangat menghargai privasi serta kebijakan pemerintah mereka yang selaras dengan perkembangan ICT dengan memfokuskan pada perkembangan industri telekomunikasi dalam negeri. Sehingga pertumbuhan telepon tetap dan selular dapat berjalan beriringan.
7

Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

Nov 15, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 37J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i

Volume 9 Number 1 2010

Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia

Erlinda Muslim Rahmat Nurcahyo

Aziz Priyanto Nanda Prasetya

Niftahuljanah

Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

36

1

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Abstrak

Penelitian ini mengkaji struktur, perilaku, dan kinerja industri telekomunikasi di Indonesia khusunya

untuk layanan telekomunikasi jaringan tetap kabel, nirkabel, dan jasa komunikasi bergerak GSM.

Penelitian dilakukan dengan periode waktu 5 tahun mulai tahun 2002 hingga 2007. Metode penelitian

yang digunakan terutama adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa struktur industri jaringan tetap kabel adalah monopoli, sementara struktur kedua

industri lainnya adalah oligopoli. Penelitian juga dilakukan untuk melihat secara lebih detail perilaku dan

kinerja masing-masing pelaku dalam industri telekomunikasi. Perilaku industri menunjukkan bahwa

industri jaringan tetap kabel menerapkan strategi diskriminasi harga dengan biaya iklan atau

pemasaran yang lebih rendah dari selular, industri jaringan tetap nirkabel menerapkan limit pricing dan

diskriminasi harga dengan investasi sebesar 20% pada biaya iklan atau pemasarannya, dan industri

jasa komunikasi bergerak menetapkan price fixing dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih tinggi

jika dibandingkan dengan jaringan tetap kabel. Analisis kinerja ketiga industri ini menunjukkan bahwa

segmen kabel Telkom masih lebih rendah dibandingkan segmen selular, sementara untuk jaringan tetap

nirkabel (CDMA), kinerja Telkom masih lebih rendah dibandingkan Bakrie.

Kata kunci: struktur-perilaku-kinerja, Herfindahl-Hirschman Index, Minimum Efficient Scale, industri

telekomunikasi, jaringan tetap kabel, jaringan tetap nirkabel, jasa komunikasi bergerak

1. Pendahuluan

Berdasarkan PP No.52 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, sistem

penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia meliputi penyelenggaraan jaringan, jasa dan

telekomunikasi khusus. Dalam Pasal 9 peraturan pemerintah tersebut, penyelenggaraan jaringan

telekomunikasi terbagi menjadi jaringan tetap (kabel dan nirkabel) dan jaringan bergerak (selular).

sepanjang sejarah perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia, telah terjadi pergeseran

kebutuhan masyarakat Indonesia yang berujung pada perubahan tingkat pertumbuhan dari setiap

segmen jaringan telekomunikasi tersebut.Hal ini terbukti melalui fenomena yang terjadi dalam

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang berbasis pada kabel (fixed wireline).

Mobilitas yang tinggi serta kebutuhan akan akses informasi yang cepat dan akurat dewasa ini telah

menggeser preferensi masyarakat Indonesia dalam memilih moda telekomunikasi yang mereka

gunakan. Hal ini secara tidak langsung juga dipicu oleh perkembangan ICT di dunia yang mendorong

pesatnya pertumbuhan teknologi telepon selular dan nirkabel di Indonesia.

Sejak masuknya teknologi seluler (GSM) di penghujung tahun 1996, teknologi kartu prabayar di awal

1998 dan semakin maraknya penggunaan teknologi CDMA di penghujung tahun 2002, membuat

sebagian besar masyarakat mulai beralih menggunakan telepon seluler dan nirkabel karena dinilai lebih

fleksibel dan dapat memenuhi kebutuhan akan mobilitas mereka yang tinggi. Sehingga, dominasi

telepon tetap kabel dalam penyediaan sambungan baru pun lambat laun digeser oleh telepon nirkabel

dan selular. Konsekuensinya, pertumbuhan teknologi komunikasi konvensional yang sejak dulu

digunakan di Indonesia, yakni telepon tetap berbasis kabel, kian melambat sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar berikut ini.

Gambar 1. Pertumbuhan Pelanggan Telepon Seluler, Nirkabel, dan Kabel(Sumber: Indikator TIK BPPT)

Dari Gambar 1, tampak bahwa telepon selular telah menjadi substitusi dari telepon tetap (khususnya

telepon tetap kabel) di Indonesia. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan fenomena yang terjadi di

negara maju dimana telepon selular hanya menjadi komplementer dari telepon tetap. Salah satu faktor

yang mempengaruhinya antara lain karena budaya masyarakat mereka yang sangat menghargai

privasi serta kebijakan pemerintah mereka yang selaras dengan perkembangan ICT dengan

memfokuskan pada perkembangan industri telekomunikasi dalam negeri. Sehingga pertumbuhan

telepon tetap dan selular dapat berjalan beriringan.

Page 2: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 38 39

Gambar 2. Teledensitas Telepon Penduduk Asean(Sumber: International Telecommunication Union, 2004)

Penelitian ini akan menggunakan paradigma SCP (structure conduct performance) untuk memetakan

struktur, perilaku dan kinerja industri ini. Setelahnya, penelitian ini akan menganalisis sistem monopoli

dan oligopoli yang ada dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Di dalamnya juga mencakup kajian

mengenai dampak regulasi dalam industri ini terhadap sistem monopoli dan oligopoli tersebut. Dengan

demikian, penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menjamin

pemerataan akses telekomunikasi di seluruh Indonesia sekaligus mengoptimalkan pertumbuhan

industri jaringan telekomunikasi di Indonesia guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia

di bidang tersebut.

2

Ekonomika industri merupakan suatu cabang khusus dalam ilmu ekonomi yang menelaah struktur

pasar dan perusahaan yang secara relatif menekankan pada studi empiris faktor-faktor yang

mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri. Oleh karena itu, kerangka pemikiran yang

digunakan dalam penulisan ini adalah teori ekonomi industri, khususnya menggunakan paradigma

Structure Conduct Performance (SCP).

Pandangan pertama mengenai SCP adalah pandangan statik terhadap sebuah struktur, perilaku dan

kinerja sebuah industri. Hingga saat ini, terdapat beberapa paradigma statik mengenai struktur perilaku

dan kinerja, yaitu:

1. SCP Tradisional (strukturalis)

2. Chicago School (anti-strukturalis)

3. The New Industrial Economics

4. SCP Modern

Pandangan selanjutnya adalah pandangan dinamis terhadap sebuah struktur, perilaku dan kinerja

industri. Meskipun terdapat hubungan kausalitas linear yang sederhana antara struktur, perilaku dan

kinerja, namun dalam kenyataannya hubungan yang terjadi bersifat kompleks dan interaktif. Perbedaan

mendasar antara paradigma SCP dinamis dengan paradigma SCP tradisional adalah bahwa struktur

tidak independen atau dengan kata lain bahwa struktur dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

kinerja dan perilaku dalam industri. Hal demikian juga berlaku pada perilaku dan kinerja.

Sementara itu, struktur industri dapat dijelaskan sebagai lingkungan dimana perusahaan berada untuk

melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu

industri. Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan

yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja di dalam pasar (Koch, 1997).

Struktur industri cenderung stabil namun dapat dipengaruhi oleh kebijakan swasta dan pemerintah.

Secara umum, karakter struktur dari suatu industri dapat diamati melalui:

1. Pangsa pasar

2. Diferensiasi produk

3. Hambatan masuk

4. Kondisi biaya

Sementara itu, perilaku (conduct) adalah perilaku yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan

dengan produk yang dihasilkan, harga produk tersebut, tingkat produksi, promosi dan beberapa

variabel operasi lainnya.

Dalam SCP, fokus hubungan yang terjadi adalah pengaruh struktur terhadap perilaku, dimana

perusahaan yang memiliki kekuasaan pasar kemungkinan akan memanfaatkan kemampuan tersebut

dengan meningkatkan harga di atas harga kompetitif. Hubungan yang sebaliknya (pengaruh perilaku

terhadap struktur) digambarkan dengan dimanfaatkannya kemampuan tersebut sehingga lawan atau

pesaing akan melemah dan kemudian akan terbentuk struktur baru dalam industri tersebut.

. Metode PenelitianDengan melihat realita tersebut, pemerintah diharapkan mampu memformulasikan regulasi yang dapat

menjamin pemerataan akses telekomunikasi di seluruh Indonesia sekaligus mengoptimalkan

pertumbuhan industri jaringan tetap kabel yang kian melambat. Pertumbuhan yang lambat di industri

jaringan tetap kabel (fixed wireline) tersebut sebenarnya masih dapat dioptimalkan karena teledensitas

negara Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lain di ASEAN

seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.

Untuk dapat merumuskan kebijakan yang menjamin pemerataan akses telekomunikasi di seluruh

Indonesia sekaligus mengoptimalkan pertumbuhan industri jaringan tetap kabel yang kian melambat,

diperlukan kajian khusus yang komprehensif guna mengukur tingkat kinerja dan profitabilitas ketiga

industri ini.

Oleh karena itu, melalui penelitian ini, akan dilakukan pengkajian mengenai industri telekomunikasi

jaringan tetap kabel, nirkabel, dan seluler di Indonesia secara komprehensif, baik dari sisi kuantitatif dan

kualitatif, dengan menggunakan data sekunder dari perusahaan-perusahaan besar dominan di tiap

jenis industri yang akan sangat representatif untuk menggambarkan industri ini.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Page 3: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 40 41

Secara umum, karakter perilaku dari suatu industri dapat diamati melalui:

1. Pola integrasi

2. Strategi harga

3. Strategi iklan dan promosi

4. Penelitian dan pengembangan (Research and Development)

Sementara itu, struktur dan perilaku berhubungan dengan bagaimana industri dijalankan, sedangkan

kinerja berhubungan dengan seberapa baik industri tersebut berjalan. Kinerja terdiri dari achievement,

outcomes, dan lain-lain. Selain itu, kinerja juga mengukur empat hal, yaitu allocation efficiency, income

distribution, technical efficiency, dan technological progress. Secara umum, kinerja suatu industri dapat

dilihat melalui:

1. Efisiensi

2. Likuiditas

3. Leverage

4. Profitabilitas

Gambar 3. Model Analisis Organisasi Industri

(Sumber: Mudrajad Kuncoro, 2008: 136)

Rincian mengenai metodologi penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:

1). Identifikasi struktur industri

Penelitian ini mengidentifikasi dan menghitung variabel kuantitatif dalam struktur industri. Variabel

kuantitatif tersebut di antaranya adalah Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan rasio konsentrasi (CR2).

HHI dan CR2 dipakai untuk mengukur distribusi dan tingkat konsentrasi perusahaan dalam industri

jaringan tetap kabel sehingga dapat diketahui sejauh mana kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan

dalam industri tersebut. Berikut ini adalah rumus untuk perhitungan rasio konsentrasi dan index HHI:

- Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)

Jika mengurutkan berdasarkan pangsa pasar secara menurun-perusahaan 1 terbesar pertama, 2

terbesar kedua, dan seterusnya-kemudian, s1 ≥ s2 ≥ ⋯ st ≥ ⋯ .sN. Rasio konsentrasi m perusahaan

(CRm) adalah jumlah pangsa pasar dari m perusahaan terbesar:

- Herfindahl-Hirschman Index (HHI)

Herfindahl-Hirschman Index merupakan tolok ukur tingkat konsentrasi pasar yang memperhitungkan

distribusi pangsa pasar di antara perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri. HHI adalah

jumlah dari kuadrat pangsa pasar yang dapat diekspresikan dalam bentuk matematis sebagai berikut:

Pangsa pasar dihitung dalam bentuk persentase dan dikalikan dengan 10.000 sehingga nilai HHI

berkisar antara 0 (yang berarti industri bersifat persaingan sempurna) dan 10.000 (yang berarti bersifat

monopoli). Semakin banyak perusahaan dalam industri maka nilai HHI akan semakin kecil, ceteris

paribus. Semakin tidak merata distribusi penguasaan pasar diantara perusahaan maka nilai HHI akan

semakin besar.

2). Identifikasi perilaku industri

Dengan hasil identifikasi struktur industri sebelumnya, penelitian ini pun mengidentifikasi perilaku

industri yang meliputi data kualitatif seperti strategi harga dan kegiatan promosi atau periklanan yang

akan dikaji lebih dalam pada bagian pembahasan.

3). Pengukuran kinerja industri

Untuk industri jaringan tetap kabel, pengukuran kinerjanya antara lain dilakukan dengan menggunakan

rasio keuangan (debt ratio, net profit margin, return on asset, total asset turnover, net income, beban

usaha/ pendapatan usaha), rasio produktivitas dan rasio operasional. Untuk industri jaringan tetap

nirkabel, kinerja diukur dengan melihat ARPU dan profitabilitas. Profitabilitas suatu industri dapat dilihat

dari nilai Price-Cost Margin (PCM). Nilai PCM menunjukkan keuntungan yang didapatkan perusahaan

dalam suatu pasar atau industri. Sementara, untuk industri jasa telekomunikasi bergerak/ seluler,

kinerja diukur dengan melihat rasio efisiensi perusahaan (total asset turnover dan fixed asset turnover),

rasio likuiditas perusahaan (current ratio dan cash ratio), rasio solvabilitas perusahaan (debt-equity

ratio), dan rasio profitabilitas perusahaan (return on asset, return on equity, dan net profit margin).

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Data yang digunakan dalam perhitungan variabel tersebut berasal dari laporan tahunan PT Telkom, Tbk

selaku monopolis dalam industri jaringan kabel, perusahaan telekomunikasi seluler GSM (Telkomsel,

Indosat, Excelcomindo), CDMA Development Group (CDG), lembaga penelitian lokal (BPS), Lembaga

Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), asosiasi terkait baik lokal maupun internasional

(MASTEL, ATSI, dan ITU), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT), serta berbagai literatur seperti artikel, surat kabar, jurnal lokal dan

internasional, majalah, televisi, maupun internet.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Page 4: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 42 43

Range data yang dipakai untuk perhitungan variabel-variabel kuantitatif dalam penelitian ini adalah dari

tahun 2000-2007.

Hasil perhitungan variabel Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan rasio konsentrasi dua perusahaan

terbesar (CR2) untuk industri jaringan tetap kabel di Indonesia ditampilkan dalam gambar berikut ini.

Berdasarkan gambar tersebut, tampak bahwa nilai HHI dan CR2 mendekati 100%. Ini menandakan

bahwa industri jaringan tetap kabel di Indonesia memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dan kekuatan

pasar ini berada di bawah kendali satu perusahaan, yakni Telkom.

Gambar 4. Perbandingan HHI dengan CR2

Gambar 5. Perbandingan HHI dengan CR3

Sementara, hasil perhitungan untuk industri jaringan tetap nirkabel menunjukkan bahwa struktur

industri ini adalah oligopoli karena industri CDMA memiliki rata-rata CR3 sebesar 91.09%, yang berarti

bahwa tiga operator CDMA terbesar (Telkom, Bakrie, dan Mobile-8) menguasai sekitar 91.09%.

Gambar 6. Perbandingan HHI dengan CR2

Untuk struktur industri telekomunikasi seluler Indonesia, hasil perhitungan menunjukkan bahwa

struktur industri ini adalah oligopoli karena ada dua perusahaan besar yang menguasai hampir 81%

pangsa pasar pengguna layanan seluler di Indonesia, yakni Telkomsel dan Indosat. Hubungan antara

CR2 (rasio konsentrasi yang digunakan) dengan HHI (Hirschman Herfindahl Index) dapat dilihat pada

gambar 6 di atas.

Pembahasan perilaku industri ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

#Strategi harga

Perilaku industri menunjukkan bahwa industri jaringan tetap kabel menerapkan strategi diskriminasi

harga, industri jaringan tetap nirkabel menerapkan limit pricing dan diskriminasi harga, dan industri

jasa komunikasi bergerak menetapkan price fixing. Hampir semua operator menggunakan strategi

limit pricing, dimana perusahaan lebih fokus untuk meningkatkan pangsa pasar dengan cara

menekan profit hampir mendekati marginal cost.

#Biaya iklan

Industri jaringan tetap kabel memiliki biaya iklan atau pemasaran yang lebih rendah dari seluler,

industri jaringan tetap nirkabel menginvestasikan biaya sebesar 20% untuk iklan atau

pemasarannya, dan industri jasa komunikasi bergerak memiliki biaya iklan atau pemasaran yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan jaringan tetap kabel. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh

harian Waspada, terungkap bahwa sekitar 30.45% responden menganggap bahwa iklan

berpengaruh terhadap konsumen dalam memilih dan menggunakan kartu seluler, sehingga

semakin jelas bahwa iklan merupakan salah satu komponen penting dalam industri ini.

Sementara itu, kinerja tiap industri dibahas sebagai berikut:

3.1. Industri jaringan tetap kabel

Dalam penelitian ini dipakai enam rasio keuangan yang ditujukan untuk memetakan kinerja segmen

kabel dan seluar dari sudut pandang yang berbeda. Indikator keuangan yang digunakan disini meliputi

debt ratio, net profit margin, return on asset, total asset turnover, net income dan proporsi beban usaha

terhadap pendapatan usaha setiap segmen. Berikut ini adalah kesimpulan dari analisis setiap rasio

keuangan yang digunakan:

a) Rasio Keuangan

#Debt Ratio: Resiko penanam modal pada segmen kabel lebih besar daripada penanam modal di

segmen selular.

#Net Profit Margin: Laba Telkom dari segmen selular hampir dua kali lipat dari segmen kabelnya

sehingga segmen ini lebih menguntungkan bagi Telkom dibandingkan segmen kabel.

#Return on Asset (ROA): Tingkat profitabilitas selular lebih tinggi dari telepon kabel.

#Total Asset Turnover: Tingkat efisiensi asset segmen selular lebih besar daripada segmen kabel.

#Net Income: Laba bersih dari segmen selular terus tumbuh, hanya saja angka pertumbuhannya

semakin melambat.

#Beban Usaha/Pendapatan Usaha: Penggunaan biaya pada segmen selular lebih efisien

dibandingkan segmen kabel.

Jadi, jika ditinjau dari sisi kinerja keuangan secara keseluruhan, terbukti bahwa kinerja segmen kabel lebih buruk dibandingkan segmen selular.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Page 5: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 44 45

b). Rasio Produktivitas

Gambar 7. Kinerja Operasional Segmen Kabel

Gambar 7 menunjukkan kinerja operasional segmen kabel yang diindikasikan sebagai perbandingan

antara jumlah SST kabel yang dihasilkan dengan jumlah karyawan Telkom, terus meningkat dari tahun

2002-2007.

c) Rasio Operasional

Gambar 8. Rasio Operasional

Dari Gambar 8 tampak bahwa rasio produktivitas segmen telepon tetap kabel antara tahun 2002-2007

cenderung menurun.

3.2. Industri jaringan tetap nirkabel

Kinerja industri jaringan tetap nirkabel telekomunikasi dilihat dari ARPU dan profitabilitas. Profitabilitas

suatu industri dapat dilihat dari nilai Price-Cost Margin (PCM). Nilai PCM menunjukkan keuntungan

yang didapatkan perusahaan dalam suatu pasar atau industri. Hasil pengolahan data untuk PCM dapat

dilihat pada gambar berikut.

Gambar 9. PCM Industri Jaringan Nirkabel

Terlihat bahwa keuntungan industri jaringan tetap nirkabel terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sedangkan ARPU (average revenue per user) sebagai parameter pendapatan di industri ini, terus

menunjukkan penurunan setiap tahunnya seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Hal ini menandakan bahwa meskipun pendapatan per pengguna menurun, namun keuntungan yang

didapat semakin meningkat karena utilitas jaringan yang terpakai semakin besar dan pada akhirnya

meningkatkan efisiensi.

3.3. Industri jasa komunikasi bergerak/ seluler

Kinerja industri telekomunikasi seluler GSM dapat diketahui dengan melihat rasio efisiensi perusahaan,

rasio likuiditas perusahaan, rasio solvabilitas perusahaan, dan rasio profitabilitas perusahaan.

Efisiensi perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perhitungan total asset turnover dan fixed asset

turnover dari masing-masing perusahaan telekomunikasi seluler.

Terlihat bahwa fixed asset turnover masing-masing perusahaan stagnan. Telkomsel memiliki fixed

asset turnover yang paling baik dibandingkan dengan dua perusahaan lainnya. Sementara itu, jika

dipandang dari Gambar 12, terlihat bahwa total asset turnover masing-masing perusahaan

menunjukkan peningkatan. Namun demikian, Telkomsel memiliki total asset turnover yang paling baik

dibandingkan dua perusahaan lainnya.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Gambar 10. Average Revenue Per User

Gambar 11. Fixed Asset Turnover

Gambar 12. Total Asset Turnover

Page 6: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 46 47

Likuiditas perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perhitungan current ratio dan cash ratio dari

masing-masing perusahaan.

Dua rasio likuiditas berikut ini mengindikasikan bahwa Indosat merupakan perusahaan yang memiliki

rasio likuiditas paling baik.

Gambar 13. Cash Ratio

Gambar 14. Current Ratio

Setelah analisis rasio likuiditas perusahaan, peneliti kemudian melihat rasio solvabilitas tiap

perusahaan. Solvabilitas perusahaan telekomunikasi seluler dapat dilakukan dengan melihat

perhitungan debt-equity ratio tiap perusahaan.

Gambar 15 berikut ini menunjukkan bahwa Telkomsel merupakan perusahaan telekomunikasi seluler

yang memiliki rasio solvabilitas yang paling baik.

Gambar 15. Debt-Equity Ratio

Sementara itu, profitabilitas perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perhitungan return on asset,

return on equity, dan net profit margin. Net profit margin merupakan rasio yang lazim digunakan untuk

mengetahui tingkat profitabilitas dari sebuah perusahaan. Berikut merupakan gambaran net profit

margin tiap perusahaan.

Gambar 16. Net Profit Margin

Telkomsel merupakan perusahaan dengan kestabilan kinerja profitabilitas paling baik dan stabil.

Dari ketiga industri telekomunikasi ini, didapat analisis yang menunjukkan bahwa secara umum,

segmen kabel Telkom masih lebih rendah dibandingkan segmen selular, sementara untuk jaringan tetap

nirkabel (CDMA), kinerja Telkom masih lebih rendah dibandingkan Bakrie.

Sementara itu, jika dipandang dari segi kebijakan atau regulasi yang ada, industri jaringan tetap nirkabel

(CDMA) dan jasa komunikasi bergerak/ seluler terbukti melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang

larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta UU No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Sedangkan untuk kasus industri jaringan tetap kabel, latar belakang

munculnya monopoli dalam industri ini adalah karena proteksi pemerintah. Tetapi, saat krisis di tahun

1997, berubah menjadi monopoli alamiah. Liberalisasi telekomunikasi yang dicanangkan pemerintah

tidak mampu mengubah sistem monopoli di industri jaringan tetap kabel. Akan tetapi mampu

mempengaruhi kinerja industri ini, terutama kinerja keuangannya, dengan ketatnya persaingan dari

jaringan dan layanan telekomunikasi operator yang berbeda.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Industri jaringan tetap kabel

Struktur: monopoli dengan hambatan masuk tinggi

Perilaku: strategi diskriminasi harga dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih rendah

dari selular

Kinerja: segmen kabel Telkom masih lebih rendah dibandingkan segmen selularnya

2. Industri jaringan tetap nirkabel

Struktur: oligopoli dengan hambatan masuk tinggi

Perilaku: limit pricing dan diskriminasi harga dengan investasi sebesar 20% pada biaya iklan

atau pemasarannya

Kinerja: industri CDMA memiliki profitabilitas cukup tinggi dan kecenderungan meningkat

setiap tahunnya dengan kinerja Bakrie yang paling baik dibandingkan Telkom

3. Industri jasa komunikasi bergerak/ seluler

Struktur: oligopoli dengan hambatan masuk tinggi

Perilaku: price fixing dengan biaya iklan atau pemasaran yang lebih tinggi jika dibanding

denganjaringan tetap kabel

Kinerja: Telkomsel adalah perusahaan dengan kinerja profitabilitas paling baik dan stabil.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia

Page 7: Analisis Industri Telekomunikasi di Indonesia · melakukan operasinya dalam pasar tertentu. Struktur industri mencerminkan struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan

J u r n a l M a n a j e m e n T e k n o l o g i 48

Daftar Pustaka

Bain, Joe S. (1956). Barrier to New Competition. Cambridge: Harvard University Press.

Church, Jeffrey and Roger Ware. (2000). Industrial Organization Second Edition. New York: Addison

WesleyndKoch, James V. (1980). Industrial Organization and Price, 2 edition. London: Prentice-Hall.

Kuncoro, Mudrajad. (2007). Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negaa Industri Baru 2030?,

Yogyakarta : ANDI

Matrin, Stephen. (1994). Industrial Economics: Economics Analysis and Public Policy, New York:

MacMillan.

Reder, Melvin W. (1982). “Chicago Economics : Performance Literature Vol. 20, No.1. March., hal 12

Utomo, Triyono. (2004). Restrukturisasi Kredit Macet Pada DJPLN: Analisis Kuantitatif dan Kualitatif

(Studi Kasus Permohonan Restrukturisasi Oleh PT. X).I Kajian Ekonomi dan Keuangan. Vol, 8.

Analisa Industri Telekomunikasi di Indonesia