ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Tiara Meizita NIM 109051100010 KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA
PEMBARUAN DAN REPUBLIKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi
Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Tiara Meizita
NIM 109051100010
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA
SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Tiara Meizita
NIM 109051100010
Dosen Pembimbing
Tantan Hermansah, MSi
NIP 19760617 200501 100 6
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 8 Januari 2014
Tiara Meizita
iii
iv
ABSTRAK
Tiara Meizita
Analisis Framing Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan
Republika
Undang-undang Organisasi Massa yang lama dianggap tidak sesuai
dengan kebutuhan saat ini. Maka dari itu, pemerintah kemudian mengajukan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat yang baru untuk mengantikan
Undang-Undang No.8 Tahun 1985. Rencana pemerintah tersebut ternyata menuai
pro kontra di kalangan masyarakat, tak terkecuali ormas Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama. Bagi kedua organisasi ini, RUU Ormas yang baru dianggap
hanya akan membangkitkan rezim otoriter terhadap kebebasan berserikat dan
berorganisasi. Di sisi lain, jika dilihat dari banyaknya ormas-ormas di Indonesia
rasanya wajar ada sistem yang mengatur mengenai hal tersebut. Isu terkait RUU
Ormas menjadi perhatian berbagai media massa, termasuk Republika dan Suara
Pembaruan. Republika dan Suara Pembaruan membingkai kasus pro kontra isu ini
dengan cara yang berbeda. Studi ini mengkaji media Republika dan Suara
Pembaruan dalam merekam dan berposisi pada isu tersebut.
Berdasarkan realitas tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana Suara
Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra
RUU Ormas? Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan
dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana Suara
Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro
kontra RUU Ormas? Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh
media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dilihat dari sisi
media massa dan politik. Secara umum teori konstruksi sosial membahas
mengenai bagaimana sebuah realitas yang ada di lingkungan sekitar masyarakat di
persepsikan oleh publik secara berbeda. Hal ini yang terjadi di media massa dalam
mengerjakan isi medianya. Pembentukkan realitas melalui simbol-simbol politik
dan bahasa berperan dalam mengkonstruksi berita di media massa.
Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivis dengan
pendekatan kualitatif. Model yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini
adalah model analisis framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing
merujuk pada empat struktur analisis yaitu Define Problem (Pendefinisian
masalah), Diagnose Cause (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make
Moral Judgement (membuat keputusan moral), Treatment Recommendation
(menekankan penyelesaian).
Hasil studi menyimpulkan bahwa Suara Pembaruan dan Republika
cenderung melihat kasus pro kontra RUU Ormas pada sisi yang berbeda.
Republika melihat seluruh aspek kasus pro kontra RUU Ormas dengan
mengedepankan nilai-nilai agamais sesuai visi misi Republika sendiri. Sementara
Suara Pembaruan lebih membidik adanya nilai hukum diantara kasus-kasus yang
menjadi pro-kontra RUU Ormas baik itu terkait asas Pancasila maupun persoalan
pasal transparansi pendanaan yang menjadi dua permasalahan utama dalam
dibentuknya RUU Ormas yang baru.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, sosok teladan sepanjang
zaman, beserta para sahabat, dan para pengikutnya, yang telah mengantar umat
manusia dari zaman kegelapan kepada zaman yang dihiasi dengan ilmu seperti
saat ini.
Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan,
M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan
II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan, Drs. Wahidin Saputra, M.A.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Rubiyanah, M.A serta Sekertaris Jurusan
Kosentrasi Jurnalistik Ade Rina Farida, M.Si yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan kuliah.
3. Dosen Pembimbing skripsi, Tantan Hermansah, M.Si yang telah
menyediakan waktu serta kesabarannya dalam membimbing dan
mengarahkan peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik dan lancar.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terimakasih
atas ilmu yang telah diberikan kepada Peneliti.
5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
6. Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain yang telah
menyediakan waktu disela kesibukannya untuk menjadi narasumber dalam
penelitian ini.
7. Harian Umum Republika khususnya kepada Fajriyan Zamzami selaku
Redaktur Rubrik Nasional, yang telah menyempatkan diri untuk menjadi
narasumber dalam penelitian ini. Serta kepada Harian Umum Media Suara
Pembaruan khususnya Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana, yang
disela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam
penelitian ini.
8. Kedua orangtua tercinta Ifdal Muchlis dan Nelmayanti terimakasih atas
segala do’a dan semangat yang telah diberikan selama ini sehingga
Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat peneliti yaitu Dwita Aprinta, serta Virlindayani Nur Maulida,
Hesty Tri Utami, Winda Dwi Astuti Zabua terimakasih atas persahabatan
yang indah, semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan terus terjalin.
10. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Niken Wulandari, Makini
Mardan, teman-teman Jurnalistik angkatan 2009, teman-teman KKN
Anomali, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
sudah membantu, memberikan dukungan, saran kepada peneliti sampai
skripsi ini selesai dengan baik.
vii
Sepanjang kemampuan peneliti dalam menyusun skripsi ini, peneliti
menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun Peneliti telah
berusaha untuk semaksimal mungkin dengan baik. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Peneliti
Tiara Meizita
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Batasan danRumusanMasalah .................................................. 6
C. Tujuan danManfaatPenelitian. ................................................. 7
D. TinjauanPustaka ....................................................................... 8
E. Metodologi Penelitian .............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 15
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Undang-UndangOrganisasiKemasyarakatan ........................... 16
B. KonstruksiSosial ....................................................................... 20
Sampai dengan tulisan ini dibuat, konflik mengenai pro kontra RUU Ormas
ini terus berlanjut dengan seluruh dinamikanya dan tidak lepas dari pemberitaan
media baik media cetak mapun media elektronik. Media tersebut berperan aktif
dalam menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut dalam perannya
sebagai penyampai pesan kepada khalayak banyak sebagai bagian dari
komunikasi massa.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada
ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa
sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada
khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari
definisi tersebut dapat diketahui bahwa “komunikasi massa itu harus
menggunakan media massa.”4
Media melaporkan berita dengan tujuan memberikan info tentang segala
peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Adapun cara melaporkan
atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang banyak, yang
lazimnya dilakukan dengan gaya yang diplomatis.5 Selain itu, media berperan
mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara
tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari profesionalisme yang
menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi.6
Ketika menulis sebuah artikel atau pemberitaan baik di majalah atau koran,
baik cetak ataupun online, harus ditulis secara refrensial dengan visi intektual.
4 E. Ardianto dan Erdinaya L, 2005. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung :
Simbosia Rekatama Media. hal.3. 5Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik,
(Bandung: Nuansa, 2010), h. 104 6 Eriyanto. 2009. Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta. PT. LKiS
Printing Cemerlang. hal. 80.
5
Maksudnya adalah merujuk pada kekuatan logika akal sehat (common sense),
bukan logika klenik atau mistik. Artikel yang ditulis secara referensial memiliki
ciri antara lain: logis, sistematis, analitis, akademis, dan etis.7
Tiap media memiliki kebijakan redaksinya masing-masing. Ini merupakan
dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau
menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi dianggap penting bukan hanya
peristiwanya saja tapi bagaimana cara menyikapi suatu peristiwa. Dasar
pertimbangan itu bisa bersifat ideologis, politis dan bisnis.8 Ideologi, ekonomi,
politik, sosial, budaya dan agama tak dapat dipungkiri menjadi hal yang melatar
belakangi penulisan berita oleh suatu media.
Wartawan sebagai juru berita memegang peran memasukkan perpektifnya
sendiri ke dalam suatu realitas. Wartawan memiliki kekuatan dalam
mengungkapkan peristiwa melalui media massa sebagai wadah pembingkaian
(framing) berita. Melalui pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan
angel, penambahan gambar, maka berita yang ditulis wartawan menjadi menarik.9
Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis
framing. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam
literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan
penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.10
. Framing pada
akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang
kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita
7 Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis Penulis dan
Jurnalis Profesional, cetakan ke 5, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 6 8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 152
9 Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), h. 67
10Alex Sobur. 2009. “Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, Dan Analisis Framing”(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 162
6
melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan
tertentu atas suatu peristiwa
Adapun penulis menganggap penelitian ini penting karena untuk mengetahui
bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengkontruksi berita mengenai pro
kontra adanya RUU Ormas yang baru. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat
bagaimana suatu realitas yang sama dilihat oleh dua media yang mempunyai dua
sudut pandang ideologi yang berbeda. Sedangkan penelitan ini menarik karena
banyaknya pihak yang dibuat resah khususnya ormas-ormas Islam dan beberapa
pihak yang memang menyetujui adanya peraturan RUU Ormas agar tidak ada lagi
terjadi peristiwa anarkis yang dilakukan oleh berbagai macam ormas.
Penulis menganalisis pemberitaan pro kontra RUU Ormas dengan
menggunakan analisis framing. Model analisis ini digunakan penulis untuk
mengetahui bagaimana suatu media memaknai dan membingkai suatu peristiwa.
Sehingga dari analisa ini dapat diketahui bagaimana realitas dan konstruksi yang
dibangun oleh Suara Pembaruan dan Republika terhadap kasus pemberitaan RUU
ormas dengan menggunakan model analisis framing Robert N. Entman.
Bedasarkan fenomena dan penjelasan di atas maka penulis mengangkat judul
“ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA
PEMBARUAN DAN REPUBLIKA.”
B Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Melihat pada latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis
membatasi penelitian pada bagaimana media Suara Pembaruan dan Republika
7
membingkai berita mengenai pro kontra kasus RUU Ormas selama periode Maret
hingga April 2013.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan peneliti secara umum adalah
bagaimana surat kabar Republika dan Suara Pembaruan membingkai pemberitaan
pro kontra RUU Ormas. Sesuai dengan teori Robert Entman rumusan masalah
umum ini dapat diperinci dalam sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah
terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
2. Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan
Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
3. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral
terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas?
4. Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara
Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang digunakan peneliti, maka tujuan
penelitian adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas.
8
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara
Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas.
c. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas
d. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan
oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra
RUU Ormas
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Memberi sumbangsih ilmiah dalam studi framing mengenai berita di
media cetak mengenai suatu kasus, yang dalam penelitian ini adalah berita
tentang kasus terjadinya pro kontra adanya RUU Ormas yang baru di surat
kabar Suara Pembaruan dan Republika. Selain itu, semoga penelitian ini
dapat mempermudah dan membantu peneliti lain yang nantinya bisa
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah penelitian
khususnya bagi mahasiswa.
b. Manfaat Praktis
Agar dapat memecahkan persoalan dalam mengetahui bagaimana posisi
masing-masing media massa dalam menggambarkan suatu kasus, sehingga
dapat diketahui adakah perbedaan antara setiap media massa dalam
membingkai suatu berita.
C. Tinjauan Pustaka
Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini adalah
skripsi berjudul “ Pro Kontra Undang-Undang Pornografi di Media Cetak
9
(Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika)”
karya Alfan Bachtiar, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai
acuan karena perangkat penelitian yang digunakan sama dengan penelitian yang
penulis. Tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi
penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa yang menjadi objek
penelitian, konsep yang digunakan, dan hasil temuan dan analisa data. .
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam penelitian tentang wacana pemberitaan ini, peneliti menggunakan
paradigma konstruktivisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan
tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan
konstruktivis melihat pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.11
Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi
juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis
yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar
maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang
mengemukakan suatu pernyataan.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian
kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing Robert N. Entman. Peneliti
menganalisis pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas Pada Suara
Pembaruan dan Republika edisi Maret dan April 2013, dan menyimpulkan hasil
11
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan ke 3, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2004), h. 204
10
temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu
memberikan gambaran tentang bagaimana Suara Pembaruan dan Republika
mengkonstruksi kasus pro kontra RUU Ormas dalam pemberitaannya dan
ideologi yang tercermin dari berita tersebut.
Penelitian Kualitatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif
yang berbasis pada paradigma positivistik (positivime-empiris).12
Menurut
Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti
kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasi. Kedua, peneliti kualitatif lebih
memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam
mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun
langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi lapangan. Keempat,
peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian,
interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13
Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat
umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosisal yang
menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum
tentang kenyataan-kenyataan tersebut.14
Teknik sampling pada penelitan kualitatif jelas berbeda dengan yang
nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel itu dipilih dari satu popuasi
sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-
benar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Selain itu dalam penelitian kualitatif
12
Antonius Birowo, metode penelitian Komunikasi: teori dan Aplikasi,
(Yogyakarta:GITANYALI, 2004), h. 184. 13
Buhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi
Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. III. H. 303. 14
Rosady Ruslan, Metodologi penelitian publik relation dan komunikasi, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada, 2003), h.215
11
sangat erat kaitanya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling
dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai
macam sumber dan bangunanya (contructions). Dengan demikian tujuannya
bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya
dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari
sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan
teori yang mucul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak,
tetapi sampel bertujuan (purposive sample).15
3. Subjek dan Objek Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data yang
valid maka subjek penelitian adalah Republika dan Suara Pembaruan. Objek yang
dimaksud adalah 4 berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi
Maret dan April 2013. Penulis memilih 4 berita tersebut karena penulis
menganggap 4 berita tersebut sudah mewakili gambaran konstruksi Republika dan
Suara Pembaruan terhadap kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan
April 2013.
4. Sumber Data
Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini
adalah :
a. Primer
Data primer bersumber dari pemberitaan pada Republika dan Suara
Pembaruan.
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarysa,2006). Cet-26, h.224.
12
b. Sekunder
Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang diperoleh tidak
secara langsung. Data sekunder bisa berupa dokumen, arsip, maupun
laporan-laporan tertentu yang didapat oleh peneliti dari berbagai sumber.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di dua media. Pertama Republika yang beralamat di
Jl. Buncit raya No. 37, Jakarta 12510 pada tanggal 10 Desember 2013, dan
yang kedua Suara Pembaruan yang beralamat di BeritaSatu Plaza 11th
Floor, Suite 1102 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35-36 Jakarta 12950 pada
tanggal 3 Desember 2013
6. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Penulis mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar Suara
Pembaruan dan Repubika yang memuat berita mengenai kasus pro kontra
RUU Ormas. Selain itu, penulis juga mengkliping data tertulis yang
terdapat pada surat kabar tahun 1985 yang memberitakan mengenai kasus
pro kontra RUU Ormas yang lama pada saat itu. Sebagai data pendukung,
penulis juga mencari data tentang subyek penelitian ini, yaitu Harian Suara
Pembaruan dan Republika.
b. Wawancara
13
Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak redaksi tentang
kebijakan redaksional Suara Pembaruan dan Republika dalam mengenmas
pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas.
c. Studi Kepustakaan (Library Research)
Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber
bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan
mendukung penelitian.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasi
dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam
kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan
kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi
berbagai sumber data.16
Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU
Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Replubika memusatkan pada
penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan
pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra
Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara,
maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N.
Entman. Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil
dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,
16
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group : 2006), h. 192-193.
14
maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam
kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan
kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi
berbagai sumber data.17
Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU
Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika memusatkan pada
penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan
pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra
RUU Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter,
wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model
Robert N. Entman yakni : pertama, identifikasi masalah (problem Identification),
kedua, identifikasi penyebab masalah (causal interpretation), ketiga, evaluasi
moral (moral evaluation), keempat, saran penanggulangan masalah (treatment
recommendation).
8. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group : 2006), h. 192-193.
15
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, maka peneliti membagi sistematika
penyusunan ke dalam lima bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang teori konstruksi sosial, konseptual
berita, pengertian, efek dan fungsi media massa, serta teori
framing.
BAB III GAMBARAN UMUM
Membahas tentang berdirinya surat kabar Suara Pembaruan
dan Republika, Visi dan Misi Suara Pembaruan dan
Republika, Struktur Organisasi Redaksi Suara Pembaruan
dan Republika.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
Membahas tentang analisa mengenai konstruksi terhadap
pemberitaan pro kontra RUU Ormas yang akan disahkan
oleh pemerintah dalam media Suara Pembaruan dan
Republika dengan analisis framing.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari
penelitian mengenai hal-hal yang telah dianalisa.
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Undang Undang Organisasi Kemasyarakatan
Organisasi masa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di
Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis masa yang tidak bertujuan politis. Bentuk
organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat
dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan,
sosial. Ormas bukanlah suatu badan hukum, melainkan hanya status terdaftar
berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan Direktorat Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementrian Dalam Negeri Indonesia.
Setelah kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia, pembentukan ormas semakin
marak, terutama organisasi kemahasiswaan yang mencapai puncaknya pada era 70-
an. Namun seiring dengan menguatnya pemerintahan orde baru yang cenderung
represif terhadap perbedaan ide dan sikap kritis, peran organisasi masyarakat di
Indonesia mengalami kemunduran. Suara kritis organisasi masyarakat serta
penculikan sejumlah aktivis organisasi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan.
Pemerintahan orde baru kala itu diperkuat dengan munculnya Undang –Undang
Nomor 8 Tahun 1985 (UU No 8/1985) tentang Organisasi Kemasyarakatan.1
Pemerintah menganggap Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8
Tahun 1985 sudah tidak relevan dan sudah tidak mampu mengakomodasi pesatnya
1 Suara Pembaruan, “Menadah Fungsi Ormas Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat”, tanggal 26
Februari 2013.
17
dinamika perkembangan yang terjadi pada belakangan ini. Oleh sebab itu, tentu
diperlukan kajian ulang dan evaluasi dengan dilakukan perubahan, sesuai dengan
tantangan dan perubahan zaman pada saat ini.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan sudah
dimulai pada tahun akhir tahun 2011 di DPR dan menghabiskan waktu tujuh kali
masa sidang. Akan tetapi, RUU Ormas ini mengemuka di awal tahun 2013 ketika
DPR-RI akan menggodok RUU Ormas untuk segera disahkan menjadi Undang-
Undang Organisasi Kemasyarakatan. Draft Rancangan Undang-Undang
Kemasyarakatan yang baru berisi 21 Bab dan 86 Pasal dimana sebelumnya hanya
berisi 9 Bab dan 20 Pasal. Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa perbedaan
Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8 Tahun 1985 dengan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru menurut ketua
Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain.
18
Tabel 1
Perbedaan Undang-Undang Ormas yang lama
dengan RUU Ormas yang Baru.2
No.
Jenis Perbedaan
Penjelasan
1. Perbedaan asas.
Pada Undang-Undang (UU) No.8 Tahun
1985 asas yang berlaku adalah asas
tunggal. Asas ormas pada Undang-
Undang yang terdahulu berbunyi “Asas
Ormas berdasarkan Pancasila.”
Kemudian diubah menjadi asas yang
tidak memaksakan terhadap asas tunggal
dan berbunyi “Asas ormas tidak hanya
berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang 1945.”
Hal ini berarti bahwa dihapuskannya asas
tunggal pada Undang-Undang Organisasi
Kemasyarakatan yang baru.
2. Segi Pendaftaran Ormas
Di RUU Ormas yang baru pendaftaran
Ormas diatur lebih mudah karena
disediakannya empat golongan bagi para
ormas yang ingin mendaftarkan
organisasi mereka. Empat golongan itu
terdiri dari Yayasan, Perkumpulan, Surat
Keterangan Terdaftar (SKT), Surat
Keterangan Domisili. Dari empat
golongan tadi, para ormas berhak
memilih salah satunya. Jika ormas
tersebut berbadan hukum silahkan
memilih yayasan atau perkumpulan,
tetapi bagi ormas yang tidak berbadan
hukum silahkan mendaftar menggunakan
Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan
Surat Keterangan Domisili.
2 Hasil wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
19
3. Larangan dan Sanksi
Pada UU Ormas No.8 Tahun 1985,
larangan hanya bersifat umum dan tidak
secara mendetail sementara di RUU
Ormas yang baru ini sifatnya lebih detail.
Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan
RUU Ormas yang baru dianggap dapat
dengan mudah untuk dilanggar tanpa
adanya peraturan laranga yang lebih
mendetail. Berikutnya adalah perbedaan
sanksi bagi ormas yang melanggar aturan
dan larangan yang telah ditetapkan
langsung akan diproses memalui jalur
pengadilan. Hal ini berarti dari segi
prosedur sifat Rancangan Undang-
Undang yang baru sudah demokratis dan
berbeda dengan Undang-Undang yang
lama dimana UU Ormas lama lebih
bersifat fleksibel dan tidak mendetail
sehingga dikhawatirkan akan berbahaya
bagi kelangsungan orang-orang yang
berserikat dan berkumpul.
4. Pengaturan Ormas Asing
Undang-Undang Ormas yang lama, yaitu
UU No.8 Tahun 1985 memang sudah
tercantum peraturan mengenai ormas
asing namun dianggap belum cukup
bahkan sangat kurang. RUU Ormas yang
baru diatur sedemikian rupa bagaimana
Ormas asing itu diatur dan bagaimana
ormas asing itu beraktifitas. Selain itu,
juga terdapat pengertian ormas asing,
dan prosedur yang harus ditempuh oleh
Ormas asing apabila ingin menjalani
aktifitas di Indonesia.
Menurut Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Organisasi
Kemasyrakatan, Abdul Malik Haramain, mengatakan bahwa urgensi dari Penyusunan
Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan itu karena Organisasi
Kemasyarakatan yang ada di Indonesia sedemikian rupa, sangat beragam dan bersifat
20
dinamis, oleh sebab itu maka kita perlu mengatur dan mengelola agar Ormas lebih
produktif, dan tidak mengganggu kebebasan ormas lain atau pun menimbulkan
kekacauan yang dapat mengganggu stabilitas Negara Indonesia.3
Indonesia sangat memerlukan regulasi yang mengatur tentang ormas. RUU
Ormas diperlukan untuk menjamin hak asasi setiap ormas lain dan hak asasi individu
warga Negara lainnya. Oleh karena itu, pengaturan ormas diperlukan agar tidak
terjadi tirani atas nama kebebasan berorganisasi atau berkelompok dalam masyarakat.
Termasuk, menjaga agar tidak terjadinya monopoli kebenaran oleh ormas tertentu di
ruang publik. Dengan Undang-Undang baru, Ormas bisa memiliki badan hukum dan
memiliki kegiatan jelas, sesuai konstitusi, Pancasila serta semangat Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
B. Teori Konstruksi Sosial
1. Konstruksi Sosial Pemikiran Berger dan Luckman
Salah satu teori yang digunakan dalam metode analisis framing adalah
konstruksi sosial. Teori ini mengenai pembentukkan sebuah realitas yang dilihat dari
bagaimana sebuah realitas sosial itu mempunyai sebuah makna. Sehingga realitas
sosial di maknakan dan di konstruksikan oleh indvidu secara subjektif dengan
individu lainnya sehingga realitas tersebut dapat dilihat secara objektif. Pada akhirnya
individu akan mengkonstruksi realitas yang ada dan merekonstruksi kembali ke
dalam dunia realitas.
Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam
maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas
3 Hasil Wawancara dengan Abdul Malik Haramain, Jakarta 17 September 2013.
21
sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga
memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan
mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan
subyektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.4
Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial
sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia
bebas. Teori Konstruksi ini menolak pandangan paradigma positivis yang
memisahkan antara subjek dan objek komunikasi sedangkan paradigma konstruktivis
tidak ada pemisah antara subjek dan objek komunikasi. Konstruksi realitas
memandang bahwa bahasa adalah alat untuk memahami suatu realitas objektif dan
subjek dianggap sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan sosialnya.
Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument
pokok untuk menceritakan realitas Lebih dari itu, terutama dalam media massa,
keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas,
melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-realitas
media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah,
maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas
hasilnya.5
Membahas teori konstruksi sosial (social construction) tentu tidak bisa
terlepaskan dari buah pemikiran yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan
Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social
4 Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika
dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 90 5 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.13
22
Reserach, New York, sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of
Frankfurt. Pemikiran Berger dan Luckmann ini, mereka tulis dalam bukunya yang
berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of
Knowledge”. Kajian pokok Berger dan Luckman adalah manusia dan masyarakat.
Kajian ini menjelaskan tentang pemikiran manusia mengenai proses sosial. Berger
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi manusia, di mana
individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif.6 Manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang
terlampau bebas dalam memberi pemaknaan kepada kenyataan yang dihadapinya.
Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon
terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Manusia memaknai dirinya dan objek di
sekelilingnya berdasarkan sifat-sifat atau sensasi yang dialaminya saat berhubungan
dengan objek tersebut. Pemaknaan tersebut timbul dari tindakan yang terpola dan
berulang-ulang yang kemudian mengalami objektifasi dalam kesadaran mereka yang
mempersepsikannya.
Konstruksi sosial dalam pandangan Berger dan Luckman tidak berlangsung
dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.7 Bagi Berger,
realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan,
tetapi dibentuk dan dikonstruksi.
6 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media massa, Iklan
televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger &Thomas Luckman (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group : 2008), h. 13. 7 Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika
dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 91.
23
Peter L. Berger dan Thomas Luckman mengatakan realitas sosial
dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Pertama,
eksternalisasi, yaitu usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mengekspresikan diri
dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas
dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah
dihasilkan suatu dunia – dengan kata lain, manusia menentukan dirinya sendiri dalam
suatu dunia.
Kedua, objektivasi, yaitu hasil mental dan fisik yang telah dicapai dari kegiatan
eksternalisasi tersebut. Hasilnya adalah realitas objektif yang bisa jadi akan
menghadapi si penghasil sendiri. Realitas objektif itu berbeda dengan realitas
subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap
orang.
Ketiga, internalisasi yang lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke
dalam kesadaran sedemikian rupa sehinggasubjektif individu dipengaruhi oleh
struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia luar yang telah terobjektiftkan
tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Dalam konstruksi realitas sosial, masyarakat seakan percaya dan menganggap
apa yang diterimanya melalui media massa adalah hal yang riil dan fakta apa adanya
yang diambil dari suatu peristiwa atau kejadia yang ada disekitar. Melalui sejumlah
peristiwa yang ada di masyarakat, media memilih peristiwa apa yang nantinya akan
24
diangkat dan dikonstruksikan kepada khalayak. Berita yang ada di media dapat
memberikan realitas yang sama sekali baru dan berbeda dengan realitas sosialnya.
Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja
wartawan.8
2. Konstruksi Sosial Media Massa
Konstruksi sosial media massa diambil dari pendekatan teori konstruksi sosial
atas realitas Peter L Berger dan Luckmann dengan melihat fenomena media massa
dalam proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Menurut perspektif ini
tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap
menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan
kosntruksi; dan tahap konfirmasi. 9 Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan
ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan
semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahap sebaran konstruksi : sebaran konstruksi media massa dilakukan
melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial
media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara
tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media,
menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
8 M. Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: Gitnysli,
2004), h.168-169 9 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat,( Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 205-212
25
3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi
berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua
kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif.
4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa
maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.10
Tabel 2
Proses Konstruksi Sosial Media Massa11
Pada konteks media cetak ada tiga tindakan dalam mengkonstruksi realitas,
yang hasil akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan citra suatu realitas. Pertama
adalah pemilihan kata atau simbol. Sekalipun media cetak hanya melaporkan, tetapi
jika pemilihan kata istilah atau simbol yang secara konvensional memiliki arti
10
Ibid, hlm. 14 11
Ibid, hlm. 204
Objektivasi
Internalisasi
P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n
M
E
D
I
A
M
A
S
S
A
Eksternalisasi
Source Message Channel Receiver Effect
- Objektif
- Subjetif
- Inter Subjektif
Realitas Terkonstruksi:
- Lebih Cepat
- Lebih Luas
- Sebaran Merata
- Membentuk Opini Massa
- Massa Cenderung
Terkonstruksi
- Opini Massa Cenderung
Apriori
- Opini Massa Cenderung
Sinis
26
tertentu di tengah masyarakat, tentu akan mengusik perhatian masyarakat tersebut.
Kedua adalah pembingkaian suatu peristiwa. Pada media cetak selalu terdapat
tuntutan teknis, seperti keterbatasan kolom dan halaman atas nama kaidah jurnalistik,
berita selalu disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian atau framing. Ketiga
adalah penyediaan ruang. Semakin besar ruang yang diberikan maka akan semakin
besar pula perhatian yang akan diberikan oleh khalayak. 12
.
Dapat disimpulkan, menurut pandang kaum konstruksionis:
1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas
itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa
berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu
dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda.
2. Media adalah agen konstruksi. Disini media dipandang sebagai agen
konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas lengkap dengan pandangan,
bias, dan pemihakannya..
3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia bukan menggambarkan realitas,
tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang
berita dengan peristiwa.
4. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas dimana pekerjaannya
bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi
fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.
12
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, h.2-4
27
5. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian
yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa
peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral
serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
proses penelitian.
6. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Kaum
konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif,
melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton
ataupun didengar.
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan
peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan
berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai
peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna.
Pemberitaan yang sangat menarik dan menjadi perhatian media massa sebagai
bahan liputan mereka adalah peristiwa politik. Peristiwa politik memiliki nilai berita
yang tinggi dan dapat dijadikan perhatian khalayak. Apalagi saat ini banyak peristiwa
politik yang menyangkut partai politik. Kasus-kasus yang marak terjadi di dalam
partai politik saat ini menjadikan sasaran empuk media massa untuk meliput dan
memberitakannya. Media massa berfungsi sebagai menceritakan sebuah peristiwa,
keadaan, kejadian yang terjadi di kehidupan sosial, ekonomi, dan juga politik.
Pekerjaan utamanya adalah mengkonstruksi berbagai realitas tersebut menjadi sebuah
wacana yang memiliki makna yang kemudian disiarkan.
28
Pemberitaan politik memang rumit daripada berita-berita kehidupan lainnya.
Dalam pemberitaan politik akan ada suatu pembentukkan opini publik. Di mana ini
menjadi hal yang diinginkan oleh aktor politik dan wartawan. Pembentukkan opini
publik itu nantinya akan mempengaruhi khalayak melalui pesan politik yang
disampaikan oleh media massa.
Dalam kerangka pembentukkan opini publik ini, media massa umumnya
melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik
(language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing
strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function).
Tatkala melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh faktor
internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik,
kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan
politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa,
sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.13
C. Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode penelitian yang termasuk baru dalam
dunia ilmu komunikasi. Para ahli menyebutkan bahwa analisis framing ini merupakan
perpanjangan dari analisis wacana yang dielaborasi terus menerus ini, menghasilkan
suatu metode yang up to date untuk memahami fenomena-fenomena media
mutakhir.14
13
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta: Granit, 2004) h. 2-3.
14
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana. (Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 23
29
Orang yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai framing adalah Beterson
pada tahun 1955.15
Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau
perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan
wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan
realitas. Berikut beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan para
Tokoh:16
Tabel 3
Definisi Framing Menurut Beberapa Tokoh
TOKOH DEFINISI
Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas
sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu
lebih menonjol dibandingkan aspek lain.
Ia juga menyertakan penempatan
informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga sisi tertentu mendapatkan
alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang
teroganisir sedemikian rupa dan
menghadirkan konstruksi mana peristiwa-
peristiwa yang berkaitan dengan objek
suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk
dalam sebuah kemasan (package).
Kemasan itu semacam skema atau struktur
pemahaman yang digunakan individu
untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan
yang ia sampaikan, serta untuk
menafsirkan makna pesan-pesan yang ia
terima.
15
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009) h. 161.
16
Eriyanto, Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h. 67-68
30
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk
dan disederhanakan sedemikian rupa
untuk disampaikan kepada khalayak
pembaca. Peristiwa- peristiwa ditampilkan
dalam pemberitaan agar tampak menonjol
dan menarik perhatian khalayak pembaca.
Itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan, dan presentasi
aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow and Robert Benfort Pemberian makna untuk menafsirkan
peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame
mengorganisasikan system kepercayaan
dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu, sumber
informasi, dan kalimat tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh
individu untuk mendapatkan, menafsirkan,
mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa
secara langsung atau tidak langsung.
Frame mengorganisir peristiwa yang
kompleks ke dalam bentuk dan pola yang
mudah dipahami dan membentuk individu
untuk mengerti makna peristiwa.
Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki Strategi konstruksi dan memproses berita.
Perangkat kognisi yang digunakan dalam
mengkode informasi, menafsirkan
peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan
berita.
Dari definisi-definisi tersebut, definisi framing mengacu pada suatu cara
untuk menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedemikian rupa dengan
menggunakan symbol-simbol yang terpilih, diseleksi, diitekankan, dan ditonjolkan
sehingga peristiwa tertentu dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspektif
tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang
disampaikan bukanlah realitas yang utuh.
31
Analisis Framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa
peristiwa lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat
berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara
tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedangkan yang lain tidak?
Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain
yang diwawancarai?17
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media
massa membentuk dan mengkonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah
mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa
D. Analisis Framing Model Robert Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi
analisis framing untuk studi isi media, yang salah satunya ditulis dalam sebuah artikel
untuk Jurnal of Political Communication.18
Entman melihat framing dalam dua
dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu
dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih
bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih ingat oleh khalayak.19
Framing
didefinisikan Entman sebagai proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga
bagian tertentu peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga
menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga
sisis tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain. Dalam praktiknya,
Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu dan mengabaikan isu yang
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group : 2006), h. 252. 18
Eriyanto. Analisis Framing, : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis.
2007) h. 185. 19
Ibid, h. 186.
32
lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi
wacana – penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan/bagian
belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang
diberitakan, asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain.
Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat informasi lebih
diperhatikan, bermakna, dan berkesan.20
Suatu peningkatan dalam penonjolan
mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna
lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi
dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan
atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal.
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian
definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk
menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Frame
beriita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk
memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua perangkat
spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun suatu pengertian mengenai
peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra,
yang ada dala narasi berita yang memberi makna tertentu dari teks berita.21
Konsep framing dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah
cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Konsepsi mengenai
20
Eriyanto. Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002) h.185 21
Ibid, h.189.
33
framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditandakan oleh wartawan.
Tabel 4
Framing Model Robert Entman
Problem Identification (Pendefinisian
masalah)
Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat
dan didefinisikan? Sebagai apa atau
sebagai masalah apa?
Diagnose Causes (Memperkirakan
penyebab/sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa?
Apa yang dianggap sebagai penyebab
masalah? Siapa yang dianggap sebagai
penyebab masalah?
Make Moral Judgement (Membuat
keputusan moral/Penilaian atas penyebab
masalah)
Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa
yang dipakai untuk melegitimasi dan
mendelegitimasi suatu tindakan? Penilaian
apa yang disajikan terhadap penyebab
masalah?
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan yang harus ditempuh
untuk mengatasi masalah?
Define Problems (pendefinisan masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat
kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan bingkai yang paling utama. Ia
menekankan bagaimana peristiwa yang dipahami oleh wartawan ketika ada masalah
atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama
dapat dipahami secara berbeda.
Diagnose Cause (memperkirakan penyebab masalah), ini merupakan elemen
framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor dari suatu peristiwa.
34
Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who).
Bagaimana peristiwa dapat dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sumber masalah.22
Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang
dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah
yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah
ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan
tersebut gagasan yang diikuti berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal
oleh khalayak.23
Treatment recommendation (menekankam penyelesaian), elemen ini dipakai
untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada
bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab
masalah.24
22
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis,
2005), h. 189-190 23
Ibid, h. 191 24
Ibid, h. 191-192
35
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Suara Pembaruan
1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan
Pada 27 April 1961, lahirlah harian umum Sinar Harapan yang beredar sore
hari. Sebagai Presiden Direktur yang pertama adalah I.D.Pontoan, dan Direkturnya
adalah H.G.Rorimpandey. Koran ini diterbitkan oleh PT Sinar Kasih. Meskipun
didukung Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Sinar Harapan bukan koran partai.
Mottonya adalah “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan
Perdamaian, Berdasarkan Kasih”.
Selama hayatnya, Sinar Harapan hidup penuh perjuangan. Sempat diberi sanksi
oleh pemerintah, yakni tiga kali mendapat teguran berupa penutupan atau pelarangan
terbit. Puncaknya pada 9 Oktober 1986, pemerintah mencabut Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP) Sinar Harapan, karena dianggap menyimpang dari ketentuan
pemerintah di bidang penerbitan. Tetapi pada 4 Februari 1987, terbitlah untuk
pertama kalinya Harian Umum Suara Pembaruan, sebagai kelanjutan dari Sinar
Harapan yang dibreidel pemerintah.
Suara Pembaruan diterbitkan sebagai alat perjuangan demi terwujudnya cita -
cita dan idealisme yang melatarbelakangi dan mendasarinya sesuai dengan visi dan
misi. Motivasi penerbitan Suara Pembaruan tidak terlepas dari cita-cita proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia yang pengejawantahannya terdapat dalam dasar
36
negara Pancasila dan UUD 1945. Memiliki tagline “Memihak pada kebenaran”
Suara Pembaruan ingin memberikan informasi kepada khlayak berdasarkan fakta-
fakta terhadap issue yang berkembang.
2. Visi dan Misi Harian Suara Pembaruan
Suara Pembaruan memiliki visi yaitu untuk menjadi Koran sore terbaik,
terbesar, dan terpercaya. Visi tersebut harus selalu dijadikan sasaran dan pendorong
sebagai kriteria penilaian keberhasilan. Sesuai dengan cita-cita dan idealism yang
mendasarinya, misi Suara Pembaruan adalah “Mewujudkan masyarakat Indonesia
yang majemuk, demokratis, adil dan sejahtera, berdasarkan Pancasila, UUD 1945,
dan nilai-nilai Kristiani.”1
Misi itu tercermin pula di dalam nama Suara Pembaruan dan motto, yaitu
“Memperjuangkan Harapan Rakyat Dalam Pembangunan Nasional Berdasarkan
Pancasila.” Dari nama itu dapat ditarik pemahaman bahwa surat kabar ini ingin
menyampaikan kepada khalayak pembaca hal-hal yang merupakan, atau setidak-
tidaknya dapat mendorong kearah terjadinya pembaruan/reformasi yang diperlukan di
dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara, demi semakin terwujudnya
pengalaman Pancasila.
1 Company Profile Suara Pembaruan
37
3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan
Berdasasarkan data company profile Suara Pembaruan, berikut adalah susunan
redaksi harian tersebut:2
Tabel 5
Struktur Organisasi Suara Pembaruan
Pemimpin Redaksi Primus Dorimulu
Wakil Pemimpin Redaksi Petrus Christian Mboeik
Redaktur Pelaksana Aditya L Djono
Dwi Argo Santosa
Asisten Redaktur Pelaksana Anselmus Bata
Miko Napitupulu
Redaktur Asni Ovier Dengen Paluin, Alexander Suban,