Top Banner

of 21

Anal is Ad in Am Is

Jul 15, 2015

Download

Documents

mamhid89
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ISSN 0215-1952 ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto Peneliti Madya Bidang Klimatologi Kepala Bidang Manajemen Data Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi dan Geofisika, JAKARTA E-mail: [email protected]. Hadi Widiatmoko Kepala Sub Bidang Analisa Meteorologi Udara Atas Badan Meteorologi dan Geofisika, JAKARTA E-mail: [email protected] Mugni H. Hariadi Sub Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi dan Geofisika, JAKARTA E-mail: [email protected]. ABSTRAK Banjir terjadi di beberapa lokasi di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 1 Februari 2008. Kejadian serupa pada tahun 2002 dan tahun 2005 terulang kembali akibat adanya hujan sangat lebat atau ekstrim. Tercatat total hujan harian tertinggi berada di lokasi Cengkareng sebesar 317 mm per hari. Sementara itu curah hujan terendah terdapat di lokasi Depok sebesar 55 mm per hari. Berdasarkan analisis dinamis kejadian hujan sangat lebat ini ditengarai bahwa pola medan tekanan meridional, pola medan angin komponen zonal, pola zonal medan ketinggian geopotensial, pola peningkatan RH udara atas, pola konsentrasi air mampu curah, pola adveksi suhu udara atas dari BBU, dan pola konsentrasi laju curah hujan harian rata-rata sangat berkaitan dengan kondisi spasial total hujan harian sangat lebat yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2008 di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kata Kunci: 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cuaca di wilayah Indonesia bersifat khas. Utamanya adalah keunikan pembentukan awannya dan kompleksitas atmosfernya [Tjasyono, 2006]. Di atas wilayah Indonesia juga dikenal dengan adanya interaksi antarskala (multiple-scale interaction) atmosfer. Wilayah Indonesia juga menjadi bagian dari apa yang ada angin atas, hujan ekstrim, medan tekanan, pola zonal, spasial total hujan harian. disebut sebagai tropical south-east Asia [Chen, 2008]. Di mana kondisi cuaca sangat dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer wilayah di sekitarnya. Wilayah Indonesia juga disebut sebagai boiler machine di mana terdapat produksi uap air yang terbesar di dunia di atas wilayah ini. Tidak ada wilayah lain di permukaan bumi yang memiliki kondisi permukaan seperti wilayah Indonesia. Hal ini berkaitan dengan antara lain:

76

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

(1) Terletak di wilayah tropis yang kaya akan radiasi matahari sepanjang musim; (2) Berada di Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS); (3) Dikelilingi oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang sangat luas, sehingga kontribusi uap air dari kedua sumber uap air dimaksud sangat berpengaruh; (4) Terbentang di antara Benua Asia dan benua Australia, akibatnya fluktuasi kondisi atmosfer di kedua benua dimaksud sangat mempengaruhi; (5) Terdiri atas banyak pulau atau kepulauan (archipelegoes), yang terdiri atas pulau besar maupun pulau kecil; (6) Umumnya pulau-pulau tersebut bergunung-gunung dengan topografi yang sangat beragam; dan

baik di atas daratan maupun di atas lautan, awan-awan dapat terbentuk di wilayah Indonesia. Wilayah ini dikenal sebagai wilayah konveltif yang sangat aktif di dunia. Wilayah Indonesia yang terletak di kedua belahan bumi mengakibatkan terjadinya akumulasi curah hujan yang tidak sama dalam waktu yang bersamaan. Mengingat pusat kejadian cuaca adalah di sebelah utara ekuator saat BBU musim panas dan sebaliknya di sebelah selatan khatulistiwa saat BBS musim panas [Asnani, 1993]. Konsentrasi curah hujan ini berkaitan pula dengan posisi Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang mengikuti posisi matahari di troposfer bagian bawah. Jika di belahan bumi yang satu relatif lebih banyak hujan, maka pada saat yang sama di belahan bumi yang lain relatif kurang hujan. Demikian sebaliknya sehingga para pakar iklim menyebut wilayah Indonesia sebagai tempat di mana curah hujan bisa terjadi sepanjang tahun, ..... rainfall occurred through out the year ..... Kedua samudera luas yang mengelilingi wilayah Indonesia mengakibatkan cuaca/ iklim di wilayah ini sangat berkaitan erat dengan kondisi kedua samudera dimaksud. Hal ini utamanya berhubungan dengan kondisi suhu muka laut (SML) dan aliran massa udara di paras bawah maupun paras atas dari dan ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Mengingat dari kedua samudera luas tersebut massa uap air tersedia untuk wilayah Indonesia sangatlah berlimpah. Fenomenafenomena lautan-atmosfer skala global seperti El Nino, La Nina, Indian Ocean Dipole Mode pada suatu saat tertentu sangat mempengaruhi kondisi cuaca/ iklim di wilayah Indonesia. Gerakan massa udara skala regional yang berasal dari Benua Asia dan

(7) Memiliki jumlah permukaan air atau lautan yang lebih besar daripada jumlah permukaan daratan. Paling tidak, jumlah permukaan daratan hanya sekitar 30% saja. Sisanya merupakan permukaan lautan atau air. Dikarenakan terletak di wilayah tropis, maka wilayah Indonesia memiliki surplus energi panas sepanjang musim sepanjang tahun [Tjasyono, 2006]. Akibatnya sumber pemanasan permukaan air atau lautan tersedia sangat besar. Pada gilirannya kondisi ini akan dapat menghasilkan penguapan ke atmosfer yang cukup banyak. Uap air inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya awan-awan penghasil hujan setelah melalui proses-proses fisika awan di dalam atmosfer. Untuk itu

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

77

ISSN 0215-1952 Benua Australia sangat mempengaruhi kondisi cuaca/ iklim wilayah Indonesia. Kondisi tekanan tinggi di BBU dan tekanan rendah di BBS sangat menentukan kondisi cuaca di wilayah Indonesia. Keadaan ini berkairtan erat dengan aktifitas Monsun Asia Musim Dingin dan Monsun Australia Musim Dingin. Untuk wilahan Indonesia di BBS, maka Monsun Asia Musim Dingin berkaitan dengan Musim Hujan. Sedangkan Monsun Australia Musim Dingin berkaitan dengan Musim Kemarau. Kondisi yang sebaliknya terjadi di wilayah Indonesia di BBU. Wilayah Indonesia yang terdiri atas banyak pulau mengakibatkan tidak seragamnya kejadian cuaca/ iklim di setiap lokasi dalam waktu yang bersamaan. Jika lokasi yang satu sedang hujan, mungkin lokasi yang lain sedang cerah. Jika lokasi yang satu sedang Musim Hujan, maka lokasi yang lain mungkin sedang mengalami Musim Kemarau. Kondisi ini juga berkaitan dengan orientasi pulau, bentuk pulau, ukuran pulau, dan lain sebagainya. Selain itu keadaan ini juga berkaitan dengan posisi fenomena atmosfer skala sinoptik seperti daerah tekanan rendah (low pressure area), lembang tropis (tropical depression), siklon tropis (tropical cyclone), tropical eddy, dan lain-lain. Kondisi pegunungan di setiap pulau di wilayah Indonesia juga beranekaragam. Ada yang gunungnya cukup rendah, ada yang gunungnya sangat tinggi. Untuk lokasi di depan gunung dengan ketinggian kurang daripada 2.000 meter sebagai tempat di mana massa udara basah bergerak naik pegunungan, maka curah hujan akan terjadi relatif banyak. Demikian pula total akumulasi curah hujan yang terjadi akan lebih banyak untuk lokasi di depan gunung daripada di belakang gunung. Kondisi ini berkaitan dengan proses pembentukan awan secara orografi dengan curah hujan yang terjadi karena efek bendung orografi. Terkait dengan kondisi orografis ini, maka peranan angin-angin lokal terhadap pembentukan awan dan hujan sangatlah signifikan [Tjasyono, 2006]. Jumlah luasan permukaan lautan di wilayah Indonesia mencapai sekitar 70%. Sisanya merupakan permukaan daratan. Akibatnya wilayah Indonesia juga dikenal dengan istilah tropika basah. Selain itu Ramage (1971) juga menyebut wilayah Indonesia dengan istilah khusus, maritime continent. Artinya wilayah Indonesia berlaku sebagai wilayah daratan yang bercuaca/ iklim maritim. Ciri khas kemaritimannya sangatlah nampak dari terjadinya cuaca/ iklim di wilayah ini. Lebih luas lagi dapat diakatakan bahwa kondisi geografis, topografis, dan orografis di setiap lokasi di wilayah Indonesia sangatlah berlainan. Kondisi ini yang mengakibatkan tidak seragamnya kejadian cuaca/ iklim di setiap lokasi dalam waktu yang bersamaan. Kondisi geografis berkaitan dengan posisi suatu lokasi dengan lintang tempat yang bersangkutan. Kondisi topografis berkaitan dengan tinggi-rendahnya suatu lokasi diukur dari permukaan laut. Kondisi orografis berkaitan dengan bentuk pulau, ukuran pulau, orientasi pulau, lokasi tempat terhadap gunung, lokasi tempat di dekat pantai atau sebaliknya, dan masih banyak lagi. Atmospheric precipitation in the tropics consist almost entirely of rainfall [Nieuwolt, 1977]. Akibatnya, curah hujan di wilayah tropis seperti Indonesia, sangatlah penting sebagai unsur cuaca/ iklim tropis utama yang memiliki variabilitas yang tinggi. Khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah bidang pertanian. 1.2. Permasalahan

78

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

Pada tanggal 1 Februari 2008, Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan ektrim. Hujan ekstrim atau secara hidrologi disebut sebagai hujan sangat lebat didefinisikan sebagai curah hujan yang memiliki intensitas sebesar > 20 mm per jam atau > 100 mm per 24 jam atau hari [Sosrodarsono & Takeda, 2003]. Akibatnya dari kondisi curah hujan tersebut, maka terjadi genangan (banjir) di sana-sini di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Efek langsung yang ditimbulkan dari banjir tersebut sangat beranekaragam, antara lain seperti berikut: (1) Macetnya lalu-lintas sepanjang pagisiang-malam di jalan-jalan utama di tengah kota; (2) Tergenangnya jalan tol ke arah Bandara Soekarno-Hatta sepanjang lebih dari 3 kilometer; (3) Ditutupnya Bandara Soekarno-Hatta selama 5 jam dan ditolaknya banyak pesawat terbang yang mendarat maupun tinggal landas; (4) Pengungsian penduduk di manamana; (5) Korban harta yang tidak dapat dihitung secara tepat, benda, dan bahkan jiwa yang harus ikut pula melayang. Walaupun tingkatan banjir yang terjadi tidak separah dengan kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2002 dan tahun 2007, tapi kejadian ini perlu ditelusuri pemicunya. Mengingat dalam beberapa hari bahkan minggu sebelumnya, kejadian hujan di Jakarta dan sekitarnya dapat dikatakan langka. 1.3. Tujuan

Melakukan analisis secara dinamis terjadinya hujan ekstrim di Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2008. Hal ini berkaitan dengan kondisi atmosfer yang memang selalu dinamis. Selalu berubah setiap saat sesuai dengan kemauannya. Atau biasa disebut sebagai sifat atmosfer yang selalu chaos. 2. DATA DAN METODE 2.1. Data -Data tekanan udara permukaan ratarata 15 LU - 15 LS, 70 BT - 170 BT dari beberapa lokasi seperti koordinat 115 BT 30 LU, Hongkong, Singapura, Darwin, Perth, Padang, Jakarta, dan Kupang. Data tekanan udara permukaan ini untuk menghitung indeks tekanan udara permukaan secara zonal maupun meridional. -Data angin atas rata-rata 15 LU - 15 LS, 70 BT - 170 BT digunakan untuk mengetahui aktifitas Sirkulasi Walker maupun aktifitas Madden-Julian Oscillation (MJO); -Data ketinggian geopotensial rata-rata 15 LU - 15 LS, 70 BT - 170 BT untuk mengetahui dinamika atmosfer yang terkait dengan potensi pertumbuhan awan konvektif. Baik untuk arah zonal maupun arah meridional; -Data Kelembapan udara rata-rata 15 LU - 15 LS, 70 BT - 170 BT digunakan untuk mengetahui ketebalan lapisan basah yang berkaitan dengan potensi lokasi pertumbuhan awan; -Data air mampu curah rata-rata 15 LU - 15 LS (kolom udara) digunakan untuk mengetahui pergerakan maupun pergeseran lokasi. Kondisi ini berkaitan dengan lokasi potensi pertumbuhan awan;

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

79

ISSN 0215-1952 -Data laju curah hujan harian rata-rata permukaan pada lokasi 14,3 LU 14,3 LS, 60 - 165 BT digunakan untuk mengetahui konsentrasi arah potensi curah hujan harian yang mungkin terjadi; -Data suhu udara atas rata-rata 15 LU 15 LS, 70 BT - 170 BT digunakan untuk mengetahui adveksi dan propagasinya. Di mana data suhu udara atas ini juga terkait dengan potensi lokasi pertumbuhan awan. Mengingat desakan massa udara dingin bersifat mengangkat massa udara panas yang dilaluinya; -Data radiosonde dari stasiun meteorologi penerbangan seperti Padang Tabing, Jakarta Cengkareng, dan Kupang El Tari digunakan untuk mendeteksi kondisi atmosfer sebelum dan sesaat terjadinya hujan sangat lebat tanggal 1 Februari 2007; -Data dari citra satelit Geostationair Meteorological Satellite (GMS) yang dapat digunakan untuk menengarai kondisi perawanan dan potensial kejadian hujan; -Data total hujan harian observasi untuk lokasi-lokasi Jakarta dan sekitarnya, serta Pulau Jawa pada umumnya. Data total hujan harian digunakan untuk mengetahui distribusi spasial hujan yang jatuh di sekitar tanggal 1 Februari 2008. 2.2. Metode Melakukan analisis yang terkait dengan kondisi dinamika atmosfer pada sebelum, sesaat, dan setelah kejadian hujan sangat lebat yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Di mana kejadian hujan sangat lebat tersebut mengakibatkan kejadian banjir di beberapa lokasi di Jakarta dan sekitarnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kondisi Dinamika Atmosfer Secara normal dinamika atmosfer di wilayah Indonesia dalam bulan Januari berkaitan erat dengan periode aktifitas Monsun Dingin Asia [Chang & Krishnamurti, 1987]. Keadaan ini ditandai dengan dominasi angin paras 850 mb dari arah barat hingga barat laut (Gambar 1) untuk lokasi di Belahan Bumi Selatan (BBS) dari utara hingga timur laut untuk lokasi di Belahan Bumi Utara (BBU). Biasanya kondisi persistensi angin monsunal ini diikuti oleh puncak musim hujan di wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa pada akhir bulan Januari hingga awal Februari [Wirjohamidjojo, 1990; Zhang, 1996; Chen Long Xun, 1991].

Gambar 1: Pola angin rata-rata bulan Januari di wilayah Indonesia dan sekitarnya. (Sumber: Wirjohamidjojo, 2005). Namun berdasarkan pada hasil analisis data tekanan udara dan data pengamatan udara atas pada bulan Januari 2008, menunjukkan adanya indikasi lemahnya pengaruh aktifitas Monsun Dingin Asia ke wilayah Indonesia. Kondisi ini mempengaruhi sifat dan pergeseran musim hujan di wilayah maritime continent Indonesia. Khususnya untuk wilayah-wilayah maupun lokasi-lokasi yang dipengaruhi oleh peredaran Monsun Asia-Australia. Lemahnya Monsun Dingin Asia pada bulan Januari 2008 ini antara lain

80

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

disebabkan oleh kurang berkembangnya sistem tekanan rendah di Benua Australia (Heat Low). Akibatnya tarikan sistem tekanan rendah di Belahan Bumi Selatan tersebut terhadap massa udara dari Belahan Bumi Utara nampak tidak signifikan. Sementara itu pada arah timur-barat (zonal) berdasarkan tinjauan dinamika atmosfer di wilayah Indonesia, secara umum menunjukkan adanya peningkatan aktifitas gangguan di wilayah tropis khatulistiwa (MJO, sirkulasi Walker barat dan timur) yang ditandai dengan aktifnya Tropical Trough di wilayah sebelah selatan Indonesia yang membujur pada sekitar 12-15 LS dari arah barat (Samudera Hindia ke arah timur hingga Samudera Pasifik selah timur Australia). Dampak dari perubahan aktifitas Monsun Dingin Asia tersebut menyebabkan variabilitas cuaca harian yang relatif tinggi dan munculnya kondisi cuaca ekstrim pada skala lokal. 3.2. Analisis Medan Tekanan Wilayah Indonesia terletak di antara tropics of cancer dan tropics of capricorn. Disebut juga terbentang di antara dua Lintang Kuda, di BBU dan di BBS. Kondisi tekanan udara permukaan di wilayah ini selalu relatif lebih rendah daripada kondisi tekanan udara di sekitarnya [Riehl, 1954]. Untuk itu wilayah Indonesia biasa disebut sebagai doldrums atau ...... a region of lower pressure is found near the equator, the equatorial trough ...... Tekanan udara permukaan biasa digunakan untuk menghitung nilai indeks sebagai acuan. Indeks tekanan udara permukaan dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam mendeteksi aktifitas Monsun Dingin Asia. Selisih nilai tekanan udara permukaan dari dua lokasi pada bujur yang sama atau berdekatan dengan

lintang yang berbeda digunakan untuk menentukan gradien tekanan udara permukaan arah meridional atau arah utara-selatan. Sementara itu beda nilai tekanan udara permukaan di lintang yang sama atau berdekatan dengan bujur yang berbeda dua lokasi pada digunakan untuk mendeteksi gradien tekanan udara permukaan arah zonal atau arah timur-barat. Dalam kegiatan Monsoon Experiment, biasanya embutan tekanan udara permukaan di Hongkong Observatory digunakan sebagai acuan. Beda nilai tekanan udara permukaan antara Hongkong Observatory dengan lokasi di 30 LU - 115 BT digunakan sebagai nilai indeks [Lau, 1982]. Indeks ini lebih dikenal dengan istilah Indeks Seruakan Dingin (Cold Surge Index). Jika nilai Indeks Seruakan Dingin bernilai lebih besar atau sama dengan +10 mb, maka dikatakan telah terjadi Seruak Dingin di BBU. Untuk mendeteksi adanya penjalaran/ lataan gangguan ke arah selatan, selain kedua lokasi tersebut di atas, juga digunakan nilai tekanan udara permukaan di beberapa lokasi regional seperti Singapura, Darwin, Perth. Sementara untuk mendeteksi dinamika pada arah timur-barat digunakan data tekanan udara permukaan dari stasiun Padang, Jakarta, dan Kupang. Selama dalam periode cold surge, umumnya East Asian Jet menguat dan pusat jet bermigrasi ke arah timur. Keadaan ini dibarengi dengan pergerakan ke arah timur antisiklonal utama dari Indochina ke lokasi di sebelah utara Filipina [Chang & Krishnamurti, 1987]. Kondisi ini mengakibatkan adanya peningkatan intensitas dan penumpukan (organization) divergensi pada paras atas di atas wilayah Indonesia. Dengan kuatnya divergensi pada paras atas yang bersamaan dengan kuatnya konvergensi pada paras bawah

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

81

ISSN 0215-1952 mengindikasikan adanya pertumbuhan awan yang optimal. Berdasarkan pada analisis indeks tekanan udara permukaan sebagai salah satu indikator untuk menengarai aktifitas Monsun Dingin Asia kali ini, menunjukkan bahwa nilai gradien tekanan arah utara-selatan dan arah timur-barat yang berasosiasi dengan adanya aktifitas monsun terjadi pada tanggal 14, 25, 27, dan 31 Januari 2008 yang ditandai dengan gradien tekanan udara permukaan yang > 10 mb (gambar 2). Peningkatan gradien tekanan udara permukaan dari arah Asia Tengah (cold surge) yang biasanya memiliki efek 2-3 hari ke depan, utamanya yang terjadi pada tanggal 25, 27, dan 31 Januari 2008, secara empirik dapat diasumsikan terjadinya cold surge secara berturutan dengan jarak yang pendek (hanya dua hari), seharusnya juga akan diikuti dengan adanya arus lintas khatulistiwa, namun hal itu tidak terjadi. Hal itu dapat dilihat dari nilai gradien tekanan antara HongkongSingapura dan Singapura-Darwin nampak menunjukkan kondisi yang kurang signifikan. Sebaliknya peningkatan gradien tekanan pada arah timur-barat pada periode tersebut terlihat fluktuatif dengan kemiringan dominan ke arah barat. Secara umum kondisi tersebut menunjukkan aktifitas monsun yang terganggu. Dalam hal ini aktifitas monsun dipengaruhi oleh sistem gangguan yang ada di wilayah Samudera Hindia dan sekitar khatulistiwa, yang efeknya cenderung melemahkan penjalaran efek monsun ke selatan (Gambar.2) Adanya dua sel tekanan tinggi yang ada di atas wilayah Samudera India, dari utara dan dari selatan, masih ada yang cenderung berada di khatulistiwa [Wirjohamidjojo, 2008]. Kondisi ini mengakibatkan distribusi awan di atas Samudera India di sebelah barat Sumatera masih cenderung berada di sekitar lokasi terbentuknya. Akibatnya secara umum di Sumatera dan Jawa Barat pertumbuhan awan menjadi kuat. Apabila ditinjau dari perbedaan nilai tekanan udara permukaan antara Padang-Jakarta, dan Jakarta-Kupang, menunjukkan bahwa di wilayah Indonesia Barat pada tanggal 1 hingga tanggal 18 Januari 2008 cenderung fluktuatif. Pada tanggal 19 Januari 2008 hingga akhir bulan cenderung negatif. Di mana nilai gradien tekanan udara permukaan mengarah ke barat. Kondisi ini identik dengan aliran massa udara paras bawah ke arah barat atau angin timuran. Sedangkan di wilayah Indonesia Timur pada tanggal 1 hingga tanggal 18 Januari 2008 menunjukkan bahwa nilai gradien tekanan udara permukaan positif kuat. Di mana nilai gradien tekanan udara permukaan mengarah ke timur. Kondisi ini identik dengan aliran massa udara paras bawah ke arah timur atau angin baratan. Berdasarkan pada hasil analisis indeks tekanan udara permukaan tersebut, maka dapat ditengarai bahwa: (1) aktifitas Monsun Dingin Asia relatif meningkat pada akhir bulan Januari 2008.

Gambar 2. Nilai gradien tekanan meridional (atas) dan nilai gradien tekanan zonal (bawah). (Sumber: Diolah dari data sinoptik BMG).

82

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

3.3. Analisis Komponen Angin Pada paras 850 mb, dalam bulan Januari 2008 nampak aktifitas komponen angin baratan mulai signifikan pada tanggal 21 Januari 2008 (gambar 3a). Kondisi ini persisten hingga akhir bulan. Wilayah cakupan komponen angin baratan paras ini mencapai hingga 105 BT. Pada lokasi itulah mulai tanggal 30 Januari 2008 nampak adanya aktifitas pembentukan awan-awan konvektif yang berdampak pada peningkatan presipitasi di beberapa lokasi. Di bagian timur wilayah Indonesia masih nampak persisten komponen angin timuran. Sementara itu, aktifitas komponen angin meridional (komponen angin selatanan) nampak meluas mulai dari 75 BT hingga 120 BT sejak tanggal 21 Januari 2008 (gambar 4a). Pada paras 700 mb, luasan cakupan komponen angin baratan masih nampak seluas pada paras 850 mb (gambar 3b). Namun demikian luasan komponen angin timuran pada paras ini lebih menyusut jika dibandingkan dengan paras di bawahnya. Sementara itu, aktifitas komponen angin meridional (komponen angin selatanan) nampak lebih meluas daripada paras di bawahnya. Hingga lebih dari lokasi 165 BT persistensi komponen angin selatanan ini terus menguat (gambar 4b). Pada paras 500 mb, di mana paras ini lebih dikenal dengan istilah steering level bagi pembentukan perawanan, maka nampak luasan cakupan komponen angin baratan menjadi lebih menyusut lagi (gambar 3c). Utamanya setelah tanggal 30 Januari 2008. Akibatnya cakupan wilayah komponen angin timuran menjadi lebih meluas. Sementara itu komponen angin arah selatan nampak lebih meluas lagi jika dibandingkan dengan paras di bawahnya. Praktis mulai dari 60 BT

hingga 165 BT dikuasai oleh komponen angin selatanan (gambar 4c). Pada paras 200 mb, nampak cakupan komponen angin timuran menguasai hingga lokasi 150 BT (gambar 3d). Hanya di bagian timur wilayah Indonesia yang mengalami persisten komponen angin baratan. Sementara itu, komponen angin meridional (komponen angin selatanan) menguasai seluruh wilayah Indonesia pada paras atas ini (gambar 4d). Berdasarkan pada hasil analisis data komponen angin atas pada ketinggian 850 mb, 700 mb, 500 mb, dan 200 mb, maka secara umum menunjukkan bahwa dalam minggu pertama bulan Januari 2008 masih nampak adanya pengaruh aktifitas MJO. Sedangkan dalam minggu kedua bulan Januari 2008 terlihat adanya aktifitas Walker Timur. Dalam minggu akhir bulan Januari 2008 nampak adanya aktifitas Walker Barat. Berdasarkan pada hasil analisis dari komponen angin atas tersebut, maka dapat ditengarai bahwa: (2) adanya aktifitas gangguan cuaca equatorial (MJO dan Sirkulasi Walker). 3.4. Ketinggian Geopotensial Pada akhir bulan Januari 2008, ketinggian geopotensial 500 mb di atas wilayah Indonesia nampak meningkat. Khususnya mulai pada tanggal 21 Januari 2008 pada lokasi sekitar 100 hingga lebih dari 165 BT (gambar 5). Ketinggian geopotensial nampak mencapai maksimal pada tanggal 30 Januari 2008 pada lokasi 135 BT.

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

83

ISSN 0215-1952

Gambar 3a. Komponen angin zonal paras 850 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 3c. Komponen angin zonal paras 500 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 3b. Komponen angin zonal paras 700 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 3d. Komponen angin zonal paras 200 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

84

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

Gambar 4a. Komponen angin meridional paras 850 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 4c. Komponen angin meridional paras 500 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 4b. Komponen angin meridional paras 700 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 4d. Komponen angin meridional paras 200 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

85

ISSN 0215-1952 Secara umum kondisi ketinggian geopotensial menunjukkan dinamika pada arah zonal lebih dominan dibandingkan dengan arah meridional. Dimana pada awal bulan hingga tanggal 18 Januari 2008 di wilayah Timur umumnya mempunyai ketebalan lapisan yang lebih tinggi.

Gambar 6a. Kelembapan udara relatif paras 700 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

Gambar 5. Ketinggian geopotensial paras 500 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL) Pada tanggal 19 hingga 22 Januari 2008 pada umumnya ketinggian geopotensial rendah, dan mulai tanggal 23 Januari 2008 hingga akhir bulan kembali wilayah timur Indonesia mengalami ketinggian geopotensial menjadi lebih tinggi. Berdasarkan pada hasil analisis ketinggian geopotensial tersebut, maka dapat ditengarai bahwa: (3) dinamika ketinggian geopotensial dalam arah zonal selama bulan Januari 2008 lebih dominan. Gambar 6b. Kelembapan udara relatif paras 500 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL)

86

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

3.5. Kelembapan Udara Relatif Kondisi kelembapan udara relatif paras 700 mb dalam bulan Januari 2008 di atas wilayah Indonesia menunjukkan adanya dominasi kelembapan udara relatif > 70% (gambar 6a). Kondisi ini nampak signifikan dimulai pada tanggal 24 Janurai 2008 hingga pada akhir bulan. Lokasi yang mengalami kondisi ini mulai dari sekitar 80 BT hingga sekitar 150 BT. Konsentrasi kelembapan udara relatif nampak bergeser, dari semula berada di wilayah Indonesia bagian timur pada sekitar tanggal 15 Januari 2008 beralih ke wilayah Indonesia bagian barat hingga akhir bulan. Pada paras 500 mb, kelembapan udara relatif nampak berkurang di akhir bulan. Khususnya untuk lokasi di sebelah timur lokasi 135 BT (gambar 6b). Sementara itu untuk lokasi yang lain, masih nampak dominasi kelembapan udara relatif yang > 70%. Akibatnya dapat ditengarai bahwa: (4) konsentrasi kelembapan udara relatif masih nampak dominan di wilayah Indonesia bagian tengah dan bagian barat. 3.6. Air Mampu Curah Keadaan air mampu curah (precipitable water) dalam setiap kolom udara nampak menunjukkan peningkatan signifikan (> 50 kg/m2) ke arah barat hingga mencapai lokasi 75 BT - 155 BT mulai pada tanggal 24 Januari 2008. Pada kondisi sebelumnya nampak berada di sebelah timur wilayah Indonesia sekitar lokasi 110 BT (gambar 7). Berdasarkan pada hasil analisis air mampu curah di atas, maka nampak dapat ditengarai bahwa (5) konsentrasi air mampu curah berada di sekitar

wilayah Indonesia bagian tengah dan barat.

Gambar 7. Kondisi air mampu curah paras 700 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL) 3.7. Suhu Udara Paras 500 mb Pada paras 500 mb, keadaan suhu udara atas nampak menunjukkan adanya adveksi dari Belahan Bumi utara ke arah selatan (gambar 8). Jika batasan diambil sekitar 269 K, maka pada tanggal 24 Januari 2007 nampak terjadi aktifitas adveksi ini. Di mana pada tanggal 24 Januari 2008 sebelumnya berada di lokasi 150 BT, pada tanggal 27 Januari 2008 berada di sekitar lokasi 110 BT. Pada tanggal 30 Januari 2008 adveksi suhu udara dari Belahan Bumi Utara mencapai lokasi 105 BT.

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

87

ISSN 0215-1952

Gambar 8. Suhu udara paras 500 mb dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL) Berdasarkan pada hasil analisis suhu udara paras 500 mb, maka dapat ditengarai bahwa (6) nampak adanya adveksi suhu udara paras atas dari Belahan Bumi Utara. 3.8. Laju Curah Hujan Harian Laju curah hujan harian rata-rata di permukaan menunjukkan kecenderungan berkurang pada akhir bulan Januari 2008 (gambar 9). Namun demikian penyebarannya lebih terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia. Dengan demikian dapat ditengarai bahwa (7) dinamika pergeseran laju curah hujan harian lebih dominan dalam arah timur-barat atau arah zonal.

Gambar 9. Laju curah hujan harian rata-rata di permukaan dalam bulan Januari 2008 di wilayah Indonesia (Sumber: NOAA/ ESRL) 3.9. Data Radiosonde 3.9.1. Padang Tabing Profile angin udara atas di stasiun Padang Tabing selama bulan Januari 2008 disajikan pada gambar 10a. Komponen angin timur-barat dalam minggu I hingga minggu III bulan Januari 2008 pada troposfer bawah hingga menengah dominan komponen angin baratan (gambar 10b). Sedangkan pada troposfer atas dominan komponen angin timuran. Menjelang minggu IV hingga tanggal 28 Januari 2008, pada lapisan permukaan hingga atas didominasi oleh komponen angin timuran. Kemudian berbalik lagi menjadi komponen angin baratan hingga akhir bulan Januari 2008.

88

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

Komponen angin utara-selatan secara umum tidak menunjukkan signifikansinya (gambar 10c). Kondisi yang nampak terdapat komponen angin zonal yang variabel.

Gambar 10c. Komponen meridional angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Padang Tabing (Sumber: BMG)

Gambar 10a. Profile angin stasiun Padang Tabing bulan Januari 2008 (Sumber: BMG)

Gambar 10d. Kelembapan udara relatife udara atas bulan Januari 2008 di stasiun Padang Tabing (Sumber: BMG)

Gambar 10b. Komponen zonal angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Padang Tabing (Sumber: BMG) Ketinggian lapisan basah di mana RH 70% secara umum cukup tinggi (gambar 10d). Berkisar antara 3,5 hingga 10 km di atas permukaan. Ketinggian lapisan basah terendah terjadi pada minggu I bulan Januari 2008, dan tertinggi pada minggu III dan V bulan Januari 2008.

Gambar 10e. Air mampu curah bulan Januari 2008 di stasiun Padang Tabing (Sumber: BMG) Air mampu curah sepanjang bulan Januari 2008 menunjukkan adanya kisaran antara 1 hingga 1,25 mm (gambar 10e). Konsentrasi tinggi air mampu curah terjadi pada tanggal 12

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

89

ISSN 0215-1952 hingga 15 Januari 2008 dan tanggal 21 hingga 25 Januari 2008. 3.9.2. Jakarta Cengkareng Profile angin udara atas di stasiun Jakarta Cengkareng selama bulan Januari 2008 disajikan pada gambar 11a. Kondisi udara atas pada umumnya didominasi oleh komponen angin baratan pada lapisan permukaan hingga sekitar 300 mb (10 km) (gambar 11b). Kecuali pada tanggal 24 hingga 27 Januari 2008, terdeteksi adanya komponen angin timuran pada troposfer bawah. Sementara itu pada troposfer atas didominasi oleh komponen angin timuran. Gambar 11c. Komponen meridional angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Jakarta Cengkareng (Sumber: BMG)

Gambar 11d. Kelembapan udara relatif udara atas bulan Januari 2008 di stasiun Jakarta Cengkareng (Sumber: BMG)

Gambar 11a. Profile angin stasiun Jakarta Cengkareng bulan Januari 2008 (Sumber: BMG)

Gambar 11e. Air mampu curah bulan Januari 2008 di stasiun Jakarta Cengkareng (Sumber: BMG) Komponen angin utara-selatan pada troposfer bawah umumnya didominasi oleh komponen angin selatanan (gambar 11c). Kecuali pada minggu I dan antara tanggal 22 hingga 28 Januari

Gambar 11b. Komponen zonal angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Jakarta Cengkareng (Sumber: BMG)

90

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

2008 terdeteksi angin utaraan.

adanya

komponen

Ketinggian lapisan basah dengan kondisi RH 70% pada umumnya relatif rendah (gambar 11d). Kisaran RH nampak antara 950 mb (1,0 km) hingga 700 mb (2,5 km). Kecuali pada minggu I bulan januari 2008, ketinggian lapisan basah cukup tinggi mencapai sekitar 300 mb (10 km). Air mampu curah pada umumnya rendah dengan kisaran antara 0,25 hingga 1,0 mm (gambar 11e). Kandungan air mampu curah relatif tinggi utamanya terjadi sepanjang minggu I dan V bulan Januari 2008. 3.9.3. Kupang Profile angin udara atas di stasiun Kupang El Tari selama bulan Januari 2008 disajikan pada gambar 12a. Komponen angin timur-barat pada lapisan permukaan hingga lapisan 500 mb (di atas 5 km) umumnya didominasi oleh komponen angin baratan yang diselingi oleh komponen angin timuran (gambar 12b). Sedangkan pada troposfer atas didominasi oleh komponen angin timuran. Gambar 12c. Komponen meridional angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Kupang El Tari (Sumber: BMG) Gambar 12b. Komponen zonal angin atas bulan Januari 2008 di stasiun Kupang El Tari (Sumber: BMG)

Gambar 12d. Kelembapan udara relatif udara atas bulan Januari 2008 di stasiun Kupang El Tari (Sumber: BMG)

Gambar 12a. Profile angin stasiun Kupang El Tari bulan Januari 2008 (Sumber: BMG) ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

91

ISSN 0215-1952 India sebelah baratdaya Jawa Barat (gambar 13).

Gambar 12e. Air mampu curah bulan Januari 2008 di stasiun Kupang El Tari (Sumber: BMG) Komponen angin utara-selatan sangat variabel dalam bulan Januari 2008. Dominasi komponen angin selatanan dan utaraan terlihat saling silihberganti dengan kecepatan yang lemah (gambar 12c). Ketinggian lapisan basah dengan kondisi RH 70% secara umum terlihat berfluktuatif berkisar antara 900 mb (sekitar 1 km) hingga 400 mb (7 km) (gambar 12d). Ketinggian lapisan basah relatif tinggi terjadi pada minggu III dan minggu V bulan Januari 2008. Air mampu curah dalam bulan Januari 2008 umumnya berada pada kisaran rendah hingga sedang antara 0,25 hingga 1,25 mm (gambar 12e). Kandungan air mampu curah relatif tinggi terjadi sepanjang minggu III bulan Januari 2008. 3.10. Citra Satelit Pada tanggal 1 Februari 2008, citra satelit GMS menunjukkan adanya konsentrasi kumpulan awan yang sangat kuat di atas di Pulau Sumatera, Pulau Jawa bagian barat, dan Pulau Kalimantan bagian barat. Kondisi ini berkaitan erat dengan posisi double Low yang nampak pada paras 925 mb di atas Selat Karimata dan Samudera

Gambar 13. Citra satelit GMS pada tanggal 1 Februari 2008 (Sumber: Chen, 2008) 3.11. Kondisi Spasial Total Hujan Harian 3.11.1. Jakarta dan Sekitar Pada gambar 13a sampai dengan gambar 13c disajikan kondisi total hujan harian hasil observasi penakar hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Warna hijau mengindikasikan total hujan harian yang semakin tinggi tercatat. Sementara itu warna coklat mengindikasikan nilai yang sebaliknya bagi total hujan harian. Pada tanggal 31 Januari 2008, total hujan harian dengan kategori sangat lebat atau ekstrim di wilayah Jakarta dan sekitarnya terkonsentrasi di lokasi Jakarta Pusat (gambar 14a). Total hujan dalam 24 jam tercatat mencapai 117 mm di lokasi BMG Pusat. Untuk lokasi-lokasi di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur nampak berada di bawah Jakarta Pusat. Kisaran isohyet nampak kurang dari 100 mm per 24 jam.

92

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

sekitar sudah jauh berkurang. Walaupun masih tercatat terjadi hujan. Konsentrasi tertinggi tercatat di lokasi Pakubuono sebesar 88 mm per 24 jam (gambar 14d). Lokasi lainnya menunjukkan total hujan harian yang lebih rendah daripada Pakubuono.

Gambar 14a. Total hujan harian pada tanggal 31 Januari 2008 di Jakarta dan sekitar (Sumber: Pengolahan Data) Pada tanggal 1 Februari 2008, konsentrasi total hujan harian dengan kategori sangat lebat atau ekstrim terjadi di hampir semua wilayah Jakarta dan sekitar. Total hujan tertinggi tercatat di lokasi Cengkareng dengan 317 mm per 24 jam (gambar 14b). Berturutan lokasi dengan total hujan harian per 24 jam antara lain seperti berikut: BMG Pusat (193 mm), Pakubuono (168 mm), Cileduk (160 mm), Halim P. Kusuma (136 mm), Tangerang (263 mm), Kedoya (157 mm), dan Pondokbetung (209 mm). Sementara itu lokasi lain di wilayah Jakarta dan sekitarnya tercatat total hujan harian kurang dari 100 mm per 24 jam (gambar 14c). Total hujan harian yang tercatat dalam kondisi ekstrim pada tanggal 1 Februari 2008 utamanya tercatat di wilayah Jakarta. Sementara itu wilayah di sekitar Jakarta nampak menunjukkan total hujan harian yang relatif lebih rendah. Kondisi ini tercatat antara lain di lokasilokasi Depok (55 mm), Tambun (65 mm), Citeko (70 mm), Gunung Mas (74 mm), dan Curug (82 mm). Pada tanggal 2 Februari 2008, total hujan harian di wilayah Jakarta dan ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

Gambar 14b. Total hujan harian pada tanggal 1 Februari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data)

Gambar 14c. Total hujan harian pada tanggal 1 Februari 2008 di Jakarta dan sekitar (Sumber: Pengolahan Data)

93

ISSN 0215-1952

Gambar 15a. Total hujan harian pada tanggal 30 Januari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data)

Gambar 14d. Total hujan harian pada tanggal 2 Februari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data) 3.9.2. Pulau Jawa Pada gambar 15a sampai dengan gambar 15d disajikan kondisi total hujan harian hasil observasi stasiun-stasiun yang berada di Pulau Jawa. Tanda blue dot berarti nilai total hujan harian dalam 24 jam. Semakin besar ukuran blue dot, maka semakin besar nilai total hujan harian dalam waktu 24 jam pada lokasi yang bersangkutan. Pada tanggal 30 Januari 2008 tidak terdapat total hujan harian yang lebih besar atau sama dengan 100 mm per 24 jam di Pulau Jawa (gambar 15a). Total hujan harian tertinggi tercatat di lokasi Semarang dengan akumulasi 86 mm per 24 jam. Lokasi lainnya mengalami total hujan harian yang relatif lebih rendah daripada lokasi Semarang. Pada tanggal 31 Januari 2008 tidak terdapat lokasi di Pulau Jawa yang mengalami total hujan harian lebih besar atau sama dengan 100 mm per 24 jam. Total hujan harian tertinggi tercatat di lokasi Kalijati dengan akumulasi 68 mm per 24 jam (gambar 15b).

Gambar 15b. Total hujan harian pada tanggal 31 Januari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data)

Gambar 15c. Total hujan harian pada tanggal 1 Februari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data)

Gambar 15d. Total hujan harian pada tanggal 2 Februari 2008 di Pulau Jawa (Sumber: Pengolahan Data) Pada tanggal 1 Februari 2008, selain di wilayah Jakarta dan sekitar, juga tercatat total hujan harian ekstrim di lokasi Sangkapura-Bawean dengan akumulasi total hujan harian 100 mm per 24 jam (gambar 15c). Sementara itu lokasi lainnya di Pulau Jawa tidak

94

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008

menunjukkan total hujan harian yang ekstrim. Pada tanggal 2 Februari 2008 di Pulau Jawa nampak total hujan harian sudah tidak menunjukkan adanya nilai ekstrim. Tercatat total hujan tertinggi di lokasi Karangkates Jawa Timur dengan akumulasi hujan harian sebesar 67 mm per 24 jam (gambar 15d). Lokasi lainnya menunjukkan total hujan harian yang relatif lebih rendah daripada lokasi Karangkates ini. 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasarkan pada uraian yang ada dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa point kesimpulan sebagai berikut: -Secara umum yang terjadi di wilayah Indonesia pada umumnya maupun wilayah Jakarta dan sekitar pada khususnya pada terkait dengan kejadian banjir pada tanggal 1 Februari 2008 mengarah pada suatu kondisi dinamika atmosfer yang lebih didominasi oleh adanya akumulasi efek cold surge dari BBU. Khususnya yang terjadi pada tanggal 25, 27, dan 31 Januari 2007. Jika satu cold surge berpengaruh dalam 2-3 hari ke depan di atas wilayah Indonesia, maka secara beruntun kejadian hujan ekstrim di wilayah Jakarta dan sekitar terkait dengan cold surge ini. -Aktifitas gangguan cuaca equatorial nampak mendominasi, utamanya aktifitas MJO pada minggu I Januari 2008 dan aktifitas Sirkulasi Walker pada minggu V bulan Januari 2008. -Sementara itu belum berkembangnya heat low di benua Australia menyebabkan fenomena cuaca yang berkembang di wilayah Indonesia

cenderung dipicu oleh proses-proses konvektif atau gabungan dari proses konveksi dan adveksi (lataan mendatar). Lokasi dua low di Selat Karimata dan Samudera India di sebelah baratdaya Jawa Barat ikut berperan dalam pembentukan udara labil di wilayah Jakarta dan sekitarnya. -Indikator lain yang dapat digunakan adalah pola sebaran total hujan harian. Baik secara spasial maupun temporal. Secara spasial konsentrasi total hujan harian tercatas pada minggu I hingga minggu II bulan Januari 2008 lebih banyak di wilayah Indonesia tengah dan timur. Kemudian kondisi ini bergeser ke arah barat pada minggu V bulan Januari 2008. Sementara itu apabila dilihat dari pola variasi harian hujan yang terjadi lebih sering terjadi pada sore dan menjelang malam hari, yang kadangkadang disertai dengan adanya kilat/ petir atau puting beliung juga masih terjadi di beberapa tempat. Keadaan ini secara umum mengindikasikan adanya aktifitas konfektif yang kuat pada wilayah yang lebih sempit. 4.2. Saran Adapun saran yang mungkin dapat dikemukakan agar hasil analisis dinamika ini lebih bermanfaat adalah sebagai berikut: -Penggunaan modeling dalam mengantisipasi kondisi hujan sangat lebat atau hujan ekstrim ini perlu dicoba disimulasikan untuk wilayah tropis Indonesia, khususnya Jakarta dan sekitar; -Kajian ke arah eksplorasi kondisi lokal sangat perlu dilakukan, mengingat peran kondisi geografis, topografis, dan orografis sangat signifikan di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia, khususnya wilayah Jakarta dan sekitar.

ANALISIS DINAMIS TERKAIT HUJAN EKSTRIM PENYEBAB BANJIR DI JAKARTA DAN SEKITAR PADA TANGGAL 1 FEBRUARI 2008 Yunus S. Swarinoto, Hadi Widiatmoko, Mugni H. Hariadi

95

ISSN 0215-1952 5. DAFTAR ACUAN Asnani, G.C. 1993. Tropical Meteorology. Vol. I. Indian Institute of Tropical Meteorology, Pune, India, 602 hal. Chang, C.P. & T.N., Krishnamurti. 1987. Monsoon Meteorology. Oxford Monographs on Geology and Geophysics, 7, 544 hal. Chen, T.C (Mike). Meteorological Perspecttive of Heavy Java Rainfall Event 2007 and 2008. Presentasi Ilmiah Team Ohio State University, BPPT, Jakarta, 3 Maret 2008. Lau, K.M. 1982. Equatorial Response to Northeasterly Cold Surges as Inferred from Satellite Cloud Imageries. WMO Publications, Geneva. Murakami., M. 1992. Asian Monsoon. J. Meteor. Soc. of Japan, Universal Academic Press, Inc. 671 hal. Nieuwolt, S. 1977. Tropical Climatology: An Introduction to the Climate of the Low Latitudes. John-Wiley and Sons, Chichester, 207 hal. Ramage, C.S. 1971. Monsoon Meteorology. International Geophysics Series, Academic Press Inc., New York. Riehl, H. 1954. Tropical Meteorology. Mc. Graw Hill Book Company, Inc., New York, 392 hal. Tjasyono, B. 2006. Meteorologi Indonesia Volume I: Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer. Jakarta, Badan Meteorologi dan Geofisika, 191 hal. Sosrodarsono, S. & K., Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Cetakan kesembilan. Pradnya Paramita, Jakarta, 226 hal. Wirjohamidjojo, Soerjadi. 1980. Hubungan Antara Gelombang Dingin Asia dan Cuaca di Indonesia. Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Wirjohamidjojo, S. 2008. Wajah Cuaca Hari Ini, 1 Februari 2008. Akses internet, 1 Februari 2008 Pukul 10.00 WIB. Zhang, Y.l., Kenneth R. Sperber, & James S. Boyle. 1998. Climatological of East Asian Winter Monsoon and Cold Surges. NCEP/NCAR.

96

BULETIN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Vol. 4 No. 1 Maret 2008