BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju kematian yang lebih baik. Data di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya ini semakin hari jumlahnya semakin bertambah dari 3.962 pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo adalah orang- orang yang berada pada usia produktif. Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong berat dan berstadium lanjut dimana pengobatan medis sudh tidak mungkin diterimakan kepada si pasien, maka kondisi pasien tersebut akan mengaami sebuah goncangan yang hebat. Kematian adalah salah satu jawaban pasti bagi para pasien terminal illness. Berjalannya waktu baik itu pendek atau panjang, bagi para pasien terminal illness adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena
yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang
sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang
dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran
yang benar untuk menjalani proses menuju kematian yang lebih baik. Data di Poli Perawatan
Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif
RSUD DR. Soetomo Surabaya ini semakin hari jumlahnya semakin bertambah dari 3.962
pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar
26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7%
pasien Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo adalah orang-orang yang berada pada
usia produktif.
Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong berat dan
berstadium lanjut dimana pengobatan medis sudh tidak mungkin diterimakan kepada si
pasien, maka kondisi pasien tersebut akan mengaami sebuah goncangan yang hebat.
Kematian adalah salah satu jawaban pasti bagi para pasien terminal illness. Berjalannya
waktu baik itu pendek atau panjang, bagi para pasien terminal illness adalah hari-hari yang
sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian sebagai jawaban pasti dengan
penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat. (Megawe ; 1998) Berbagai macam peran hidup
yang dijalani selama ini pasti akan menghadapi kendala baik itu disebabkan karena kendala
fisik, psikologis, social, cultural maupun spiritual. Demikian pula, prognosis akan kematian
pada para pasien terminal illness akan lebih memberikan dampak konflik psikologis, social,
cultural maupun spiritual yang sangat unik.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal ?
2. Apa saja jenis-jenis penyakit kronik dan terminal pada anak ?
3. Bagaimana kriteria penyakit kronik dan terminal ?
4. Bagaimana respon klien terhadap penyakit kronik dan terminal ?
5. Bagaimana tahapan penerimaan terhadap penyakit kronik dan terminal ?
1
6. Bagaimana cara adaptasi dengan terminal illness ?
7. Bagaimana cara menjelaskan kematian pada anak ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang diperlukan pada anak yang mengalami penyakit
terminal ?
9. Bagaimana askep anak sakit terminal atau menjelang ajal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit terminal
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit kronik dan terminal pada anak
3. Untuk mengetahui kriteria penyakit kronik dan terminal
4. Untuk mengetahui respon klien terhadap penyakit kronik dan terminal
5. Untuk mengetahui tahapan penerimaan terhadap penyakit kronik dan terminal
6. Untuk mengetahui cara adaptasi dengan terminal illness
7. Untuk mengetahui cara menjelaskan kematian pada anak
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diperlukan pada anak yang mengalami
penyakit terminal
9. Untuk mengetahui askep anak sakit terminal atau menjelang ajal
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Penyakit Kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh. (Purwaningsih
dan Karbina, 2009).
Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian/ kondisi terminal.
Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang
dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
(Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Jadipenyakit kronis yaitu penyakityang terjadi pada seseorang dalam waktu
lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu melakukan sesuatu seperti
biasanya.
Penyakit Terminal
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu. (Carpenito ,1995 )
Pasien Terminal adalah : Pasien–pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M.
Stevens, dkk ,hal 282, 1999 )
Bisa dikatakan Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyaki tkronik/ penyakit akut
yang sifatnya tidak bias disembuhkan dan mengarah pada kematian.
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana
tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah
tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes
harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit,
namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan.
3
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah
mengendalikan nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan
meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi
bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan
penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah
kematian.
B. Jenis-Jenis Penyakit Kronik dan Terminal Pada Anak
Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis
HIV/AIDS
Malaria
Diare
Tuberkulosis
Campak
Tetanus
Infeksi Selaput Otak (Meningitis)
Difteri
Penyakit Kanker
Akibat Kecelakaan Fatal
C. Kriteria Penyakit Kronikdan Terminal
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat
diantaranya adalah :
Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit
kanker, Jantung.
Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama
atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis.
Sedangkan criteria penyakit terminal yaitu:
Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan
Mengarah pada kematian
Diagnosa medis sudah jelas
4
Tidak ada obat untuk menyembuhkan
Prognosis jelek dan bersifat progresif.
D. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik dan Terminal
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-
Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009)
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa
takut,cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
e. Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri, dll
f. Kehilangan fungsi fisik
g. Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus
dibantu melalui hemodialisa
h. Kehilangan fungsi mental
i. Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
j. Kehilangan konsep diri
k. Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
l. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
E. Tahapan Penerimaan Terhadap Penyakit Kronikdan Terminal
5
Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang
dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat
(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan
memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini
belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa
ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image)
Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu
yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan
yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi
padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang
muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan
fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan
penyakit kanker.
Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis.
Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung
mengalami depresi.
SedangkanuntukTahapanKondisi terminal yaitu:
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang
dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
Denial(penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan
dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan
berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal.
6
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita
terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa
bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri
terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal
yang normal dan berarti.
Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa
kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena
dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan.
Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan
kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya,
mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah
akan melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman,
anggota keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat
mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit
hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang
kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan
hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan
temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa
pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan
secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan
kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi
kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa
dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar
terhadap penyakitnya.
Depresi
7
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien
kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka
akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat
kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau
nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi
dengan apapun dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan
menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap,
yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya
berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan
hubungan di masa depan.
Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan
kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan,
memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama
dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
F. AdaptasiDengan Terminal Illnes
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya
dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
a. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak.
Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat
lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa
dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya
tidur.
8
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara
bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan
sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar
mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit
mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin
mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama
mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness
biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu.
Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif
mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling mempercayai
dengan orang tuanya.
b. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup
tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka
mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi
semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan”
serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita
terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien
merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat
anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa
muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam
terminal illness.
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan
kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin
akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang
dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk
menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa
mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan terminal illness.
G. MenjelaskanKematianPadaAnak
9
a. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan
strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak.
b. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat
kematangan anak dalam mengartikan kematian.
c. Pada anak pra sekolah,anak mengartikan kematian sebagai: kematian adalah sudah
tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan tidak bisa berjalan
seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati/ meninggal.
d. Kebanyakan anak-anak(anak yang menderita penyakit terminal) membutuhkan
keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan.
e. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan simpati,
mendukunng apa yang anak rasakan.
H. KebutuhanAnak Yang Terminal
a. Komunikasi,dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau
berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua
mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia
merasa ditemani.
b. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit
tersebut.
c. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut
berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat
d. Social support meningkatkan koping
I. AsuhanKeperawatan Yang DiperlukanPadaAnak yang Mengalamipenyakit
Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang mengalami penyakit
terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan paliatif ini adalah guna untuk
meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal,
diupanyakan dengan perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian
PALLIATIFE CARE
Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan kondisi
(kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup anak.
Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau spiritualnya
dari anak dalam kondisi terminal.
10
PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga
pasien.
Dukungan untuk caregiver
Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care
Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan
pendidikan
A PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA ASUHAN PERAWATAN
PALLIATIVE)
Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff
sekolah dan petugas keseatan yang professional
Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
Melibatkan anak pada self care
Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit
terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari anak dan keluarga.
11
Askep Anak Sakit Terminal Atau Menjelang Ajal
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan sekarang
berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit
yang sama
c. Riwayat kesehatan keluarga
apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien
d. Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan
terapinya Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap
berikut dimana anak memerlukan informasi tentang situasinya sendiri
Tahap 1 :Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2 : Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3: Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus. Rasa sejahtera
mulai menghilang dan menerima diri sebagai anak yang berbeda dari
anak lain.
Tahap 4 :Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen.Perasaan selalu menjadi
orang sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.
Tahap 5 : Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah Terbatas.
Kesadaran tentang prognosis fatal.
Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke tubuh
bagian atas.
Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
Kehilangan inder.
Sensasi taktil menurun
Sensasi terhadap sinar
Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
Kelemahan otot
Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
Penurunan nafsu makan/ haus
Kesulitan menelan
12
Perubahan pola napas
Pernapasan cheyne–stokes“ Death rattle (bunyi dada bising karena akumulasi
sekresi paru dan faring) Nadi lemah dan lambat, penurunan tekanan darah
Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi adanya manifestasi
reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan sumber.
Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak yang
menjelang ajal
Waspadai perasaan sendiri
Identifikasi strategi koping
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit terminal dan
ancaman kematian
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu makan,
tidak tertarik pada makanan.
3. Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
4. Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak
5. Duka cita adaptif yang berhubungan dengan semakin dekatnya kematian anak.
2. INTERVENSI
1) Dx I
Tujuan
a. Pasien akan mendapat dukungan yang adekuat selama fase terminal.
b. Pasien akan memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik.
c. Pasien akan mendapat dukungan emosional yang adekuat pada saat menjelang
ajal.
Hasil yang di harapkan
a. Anak mengungkapkan perasaan dengan bebas
b. Anak menunjukan pemahaman mengenai gejala
c. Anak memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik
d. Anak terlihat tenang dan relaks
Tindakan Rasional
1. Dukung keluarga untuk tetap Untuk memberikan dukungan
13
berada di dekat anak sesering
mungkin.
2. Dukung anak untuk
membicarakan perasaannya;
bantu keluarga sewaktu mereka
mengungkapkan perasaan.
3. Berikan, penyaluran agresi
yang aman dan dapat diterima.
4. Jawab pertanyaan dengan jujur
sementara mempertahankan
pendekatan penuh harapan
yang positif.
5. Jelaskan semua prosedur dan
terapi, terutama efek fisik yang
di alami anak.
6. Bantu anak untuk membedakan
antara akibat terapi dan
manefistasi proses penyakit.
7. Atur lingkungan rumah sakit
untuk memungkinkan kontrol
diri yang maksimum dan
kemandirian dalam
keterbatasan yang disebabkan
tingkat perkembangan dan
kondisi fisik anak
8. Hormati kebutuhan anak akan
melalui kehadiran mereka.
Untukmengetahui perasaan
seorang anak, dengan pendekatan
orang tua, karena orang tua
adalah orang terdekat dari anak.
Untuk memberikan perasaan
yang aman bagi anak.
Untuk meningkatkan hubungan
saling percaya dengan pasien,
dengan memperhatikan kondisi
pasien.
Untuk membina hubungan yang
baik dengan anak, melakukan
tindakan tanpa menyakiti anak.
Untuk mencegah perasaan takut
anak terhadap efek terapi.
Untuk memberikan perasaan
yang nyaman bagi pasien sesuai
dengan tingkat perkembangan
anak.
14
privasi tanpa mengabaikan
anak.
9. Penuhi kehadiran sistem
pendukung yang biasa,
terutama keluarga.
10. Pahami bahwa pengendalian
nyeri adalah komponen penting
dari perawatan fisik dan
emosional selama tahap
terminal.
11. Berikan pereda nyeri sesuai
dengan jadwal
12. Dorong keluarga untuk
memberikan tindakan
kenyamanan yang dipilih anak
( mis, menggoyang,
menggetarkan )
13. Hindari suara berisik atau
cahaya berlebihan yang dapat
mengiritasi anak.
14. Tempatkan semua barang
dalam jangkauan yang mudah
diraih.
15. Gunakan manipulasi fisik yang
Untuk memberikan perasaan
nyaman bagi anak dengan
kehadiran keluarga.
Karena nyeri merupakan pemicu
timbulnya perasaan emosional.
Untuk mencegah nyeri berulang.
Untuk mengurangi rasa nyeri
dengan kenyamanan yang
dipilih anak.
Untuk memberikan kenyamanan
kepada anak agar anak dapat
beristirahat.
Untuk meningkatkan kontrol
anak dan mengurangi kebutuhan
pergerakan yang berlebihan.
15
minimal dengan lembut
16. Hindari tekanan ( pakaian
tidur, sprei ) pada area nyeri.
17. Eksperimen dengan
menggunakan kompres panas
atau dingin pada area nyeri
( gunakan dengan
kewaspadaan karena kerusakan
kulit mudah terjadi )
18. Kapanpun memungkinkan,
gunakan prosedur, ( mis,
pemantauan suhu non-invasif )
19. Ubah posisi dengan sering, jika
sulit untuk anak, gabungkan
dengan pereda nyeri dari
analgesik
20. Hindari tekanan pada
penonjolan tulang atau bagian
yang nyeri ( tempat tidur, air,
kasur apung, pastikan
kesejajaran tubuh yang baik.
21. Pertahankan sirkulasi udara
segar dalam ruangan ( jendela
terbuka, gunakan posisi yang
nyaman )
22. Gunakan bantal atau
penyokong lain untuk
menopang anak pada posisi
nyaman.
23. Bawa anak ( jika mungkin ) ke
Untuk melancarkan aliran darah,
yang dapat meminimalkan rasa
nyeri.
Untuk meminimalkan
ketidaknyamanan.
Untuk mempermudah gerakan
dan mengurangi tekanan.
Untuk mencegah kerusakan
kulit.
Mungkin mengalami
16
tempat lain untuk pengalihan
jika di inginkan.
24. Letakan bantalan penyerap di
bawah panggul anak.
25. Bantu anak ke kamar mandi
jika di inginkan.
26. Batasi perawatan pada hal-hal
yang tidak penting.
27. Mungkin tidak perlu
melakukan tindakan higiens
yang biasa dilakukan
sebelumnya seperti mandi atau
berganti pakaian tetapi berikan
tindakan kenyaman ( mis,
perawatan gigi, menyengka
dahi, pijatan punggung yang
lembut.
28. Berikan obat antikolinergik
( atropin atau skopolamin).
29. Jaga kedekatan fisik anak
dengan anggota keluarga ( mis,
orang tua mungkin ingin
mengayun anak di kursi atau
berbaring di samping anak di
tempat tidur.
30. Ajari keluarga tentang
intervensi suportif.
31. Bicara pada anak walaupun
inkontinensia.
Untuk mengurangi
sekresi( mengurangi dengkuran
menjelang ajal, yang dapat
menyebabkan stres keluarga.
Untuk meningkatkan rasa
nyaman anak, bahwa anak tidak
sendiri.
Agar keluarga dapat
memberikan dukungan yang
positif terhadap anak.
17
anak tampaknya tidak terjaga.
32. Posisikan diri dan orang lain ke
tempat yang dekat dengan anak
( mis, duduk di dekat tempat
tidur ).
33. Bicara pada anak dengan suara
jelas, mudah di dengar, hindari
berbisik.
34. Hindari percakapan mengenai
anak ketika ada anak
35. Tawarkan penentram hati
dengan tenang dan orientasi
kan anak ke lingkungan
sekitarnya jika ia tersadar.
36. Frasekan pertanyaan untuk
memperoleh jawaban ya atau
tidak.
37. Hindari pengukuran tanda-
tanda vital yang berulang.
Agar anak merasa tetap di
hargai.
Agar anak dapat melihat wajah
dengan mudah.
Untuk mengurangi ansietas atau
ketakutan anak.
Untuk menghemat energi
Karena hanya mengganggu
anak.
2) Dx 2
Tujuan
a. Pasien akan mendapatkan nutrisi yang optimim
Hasil yang diharapkan
a. Anak mengonsumsi nutrisi.
Tindakan Rasional
1. Tawarkan setiap makanan dan Karena makanan tersebut akan
18
cairan yang diminta anak
2. Berikan makanan dalam posisi
kecil dan makanan ringan
beberapa kali sehari
3. Hindari penguatan yang
berlebihan untuk makan atau
minum
4. Hindari makanan yang memiliki
bau kuat
5. Berikan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan.
6. Sediakan makanan yang
memrlukan sedikit energi untuk
memakannya ( sup, minuman
kocok )
7. Makan secara lambat untuk
menghemat energi
8. Berikan antiernetik sesuai
program jika terdapat masalah
mual atau muntah.
9. Berikan perawatan mulut sebelum
dan setelah makan, lumasi bibir
dengan petrolatum.
menyebabkan mual.
Untuk mencegah pecah-pecah
dan meningkatkan
kenyamanan.
3) Dx 3
Tujuan
a. Pasien akan mengalami penurunan ansietas.
hasil yang di harapkan
a. Anak mendiskusikan ketakutan tanpa disertai stres.
Tindakan Rasional
1. Batasi intervensi hanya untuk
tujuan paliatif : diskusikan tentang
Untuk mrngurangi ansietas atau
ketakutan.
19
terapi non-paliatif dengan keluarga
dan dokter.
2. Jelaskan semua prosedur dan aspek
perawatan lain kepada anak.
3. Tetap bersama anak atau berikan
kehadiran yang konstan.
4. Tentukan apa yang telah diberi tahu
kepada anak tentang prognosis.
5. Tentukan apa yang diinginkan
keluarga.
6. Tekankan pentingnya kejujuran
7. Jabab pertanyaan anak secara
terbuka dan jujur
8. Libatkan orang tua dalam
berawatan anak
9. Tetap tidak menghakimi berkenaan
dengan perilaku anak.
Agar anak tidak merasa sendiri.
Sehingga prognosis dapat
diperkuat.
Untuk mengetahui prognosis
tentang anak.
4) Dx 4
Tujuan
a. pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat.
b. Pasien (keluarga ) tidak akan memperlihatkan adanya kesepian.
Hasil yang diharapkan
a. Keluarga mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran, dan setiap keinginan
khusus untuk anak yang menderita penyakit terminal.
b. Keluarga menunjukan pemahaman tentang kebutuhan anak dan kebutuhan
mereka ( sebutkan )
c. Anggota keluarga memanfaatkan layanan untuk diri mereka sendiri sesuai
keinginan.
d. Anak tidak memperlihatkan adanya bukti kesepian.
Tindakan Rasional
1. Diskusikan proses berduka dengan Memungkinkan mereka
20
keluarga.
2. Berikan kesempatan pada keluarga
untuk mengungkapkan emosi.
3. Bantu orang tua mengatasi
perasaan mereka.
4. Dorong orang tua tetap berada
sedekat mungkin dengan anak.
5. Berikan informasi mengenai status
anak dan reaksi yang telah di
antisipasi.
6. Bantu orang tua memahami reaksi
prilaku anak mereka, terutama
kekhawatiran terhadap krisis saat
ini, misalnya kehilangan rambut,
yang mungkin jauh lebih besar
dibandingkan krisis di masa
depan, termasuk kemungkinan
kematian.
7. Fasilitasi bantuan keluarga dalam
perawatan anak.
8. Berikan kenyamanan untuk anak
dan keluarga
9. Dorongan keluarga untuk
mempertahankan kebutuhan
perawatan kesehatan sendiri.
10. Perikan privasi sebanyak mungkin
11. Bantu keluarga dalam mengkaji
kebutuhan mereka terhadap
mempunyai cadangan
emosional yang lebih untuk
memenuhi kebutuhan anak
mereka.
Untuk mengurangi ansietas
atau ketakuta
Sehingga keluarga dapat
memahami kenormalan
perasaan dengan lebih baik.
Untuk mengurangi perasaan
bersalah.
Jika memungkinkan untuk
menghemat energi anak.
21
layanan rujukan ( mis, layanan
hospiece, organisasi khusus untuk
keluarga yang berduka )
12. Dorong orang tua untuk menjawab
pertanyaan anak tentang
menjelang ajal dengan jujur dari
pada menghindari pertanyaan atau
menggunakan eufimisme.
13. dorong orang tua membagi
momen kesedihan dengan anak
mereka.
14. Diskusikan dengan orang tua
tentang keterlibatan sibling yang
sesuai.
15. Indentifikasi keyakinan agama dan
budaya yang berhubungan dengan
kematian ( mis, berdoa, upacara,
berbagai ritual )
16. Berikan persiapan untuk
pemakaman pasca kematian.
17. Diskusikan dengan keluarga
trentang pilihan mereka untuk
perawatan jika kematian sudah
dekay.
18. Atur perawatan spiritual yang
sesuai berdasarkan keyakinan dan
atau afilasi keluarga.
19. Pertahankan kontak dengan
keluarga
20. Berikan dukungan untuk keluarga
yang memilih perawatan di rumah
untuk anak.
21. Berikan penentraman hati dengan
tenang pada anak
22
22. Yakinkan kembali anak akan citra
dari orang lain
23. Teruskan menyusun beberapa
batasan untuk anak guna
memberikan rasa kelainan
24. Luangkan waktu dengan anak saat
ia tidak terlibat langsung dalam
perawatan.
25. Beri penguatan pada anak bahwa
apa yang terjadi bukanlah
kesalahan anak.
26. Libatkan anak dalam aktivitas
rutin sesuai dengan toleransi
27. Pertahankan suasana normal
28. Mainkan musik favorit dan
bacakan cerita untuk anak
29. Orientasikan anak dengan
lingkungan sekitar jika ia sadar
30. Frasekan pertanyaan untuk
memperoleh jawaban ya atau
tidak.
5) Dx 5
Tujuan
a. Pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat.
b. Pasien ( keluarga ) akan mendapat dukungan yang adekuat untuk perawatan di rumah.
Hasil yang diharapkan
a. Anggota keluarga mendiskusikan perasaan mereka
b. Anggota keluarga terlibat secara aktif dalam perawatan anak.
c. Keluarga menunjukan kemampuan memberi perawatan untuk anak
d. Keluarga melakukan kontak dengan kelompok pendukung yang tepat.
Tindakan Rasional
1. Informasikan keluarga tentang apa yang Untuk mengurangi manifestasi yang
23
mungkin terjadi pada saat kematian.
2. Berikan sikap perhatian untuk anak dan
keluarga.
3. Dorong setidaknya satu anggota
keluarga untuk tetap bersama anak.
4. Bantu keluarga memberikan anak
sesuai keinginan mereka tanpa
memaksakan keluarga untuk terlibat.
5. Berikan medikasi atau agens lain sesuai
program.
6. Oksigen untuk distres pernapasan
7. Obat antikolinergik.
8. Obat analgesik.
9. Pelunak feses laksatif.
10. Antiemetif
11. Bantu dari dorong keluarga dengan
tepat.
12. Dorong keluarga untuk memenuhi
kebutuhan fisik mereka sendiri.
13. Berikan privasi.
14. Berikan kenyamanan fisik pada
keluarga.
15. Berikan dukungan emosional dan
kenyamanan kepada keluarga.
16. Dorong keluarga untuk berbicara
dengan anak
17. Libatkan keluarga dan anak lain dalam
pengambilan keputusan kapanpun jika
memungkinkan terutama mengenai
tidak menyenangkan.
Untuk mengurangi sekresi
( dengkutran menjelang ajal )
Untuk mengurangi rasa nyeri.
Untuk konstipasi
Untuk mual atau muntah
Untuk mengungkapkan perasaan.
24
alternatif perawatan terminal ( rumah
sakit, hospiece )
18. Dukung dan bantu keluarga dalam
memberikan informasi ke anggota
keluarga yang lain mengenai status
anak.
19. Pertahankan sikat tidak menghakimi
terhadap prilaku anggota keluarga.
20. Ajarkan perawatan fisik anak
21. Beri keluarga cara-cara untuk
menghitung profesional kesehatan
setiap waktu ( mis, nomor telepon )
22. Pertahankan kontak harian dengan
keluarga( mis, panggilan telepon,
kunjungan rumah )
23. Rujuk ke lembaga komunitas yang
sesuai untuk dukungan yang terus-
menerus
24. Yakinkan kembvali keluarga bahwa
mereka dapat memasukan anak kembali
ke rumah sakit setiap waktu.
25. Bantu membuat rencana dengan
keluarga tentang apa yang akan
dilakukan jika anak meninggal dan apa
yang di harapkan keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
25
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung
lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh, sedangkan
penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini
dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis
sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal
ini mengarah kearah kematian.
Maka adanya saling keterkaitan antara penyakit kronik dan terminal. Singkatnya yaitu
penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik.
Kita sebagai perawat pediatric harus tahu perbedaan anak dengan kondisi
kronik atau terminal. Penanganan untuk keduanya ada keterkaitan misalnya untuk
asuhan keperawatan anak dengan penyakit kronik dan Terminal yaitu dengan
palliative care dimana perawatan paliatif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal, diupayakan dengan
perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian.
B. Saran
Setelah membuat kesimpulan dari seluruh pembahasan kami hendak menyampaikan
beberapa saran, yaitu :
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan penyakit kronik dan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan
untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk
meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang
ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien
harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan
26
keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi
tentang perawatan diperlukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Donna L. Wong, dkk.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1. Jakarta : EGC.
Arnold Dorothee,1998 , Spiritual Care and Palliative Care: Opportunities and Challeges
for Pastoral Care, WWW. Who.int/cancer/Palliative/definition/en/ diambil pada tanggal 27