Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda. Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception). Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia). Ini terjadi sekitar 2% pada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Ketika kedua mata memandang tidak searah maka akan ada dua gambar yang dikirim ke otak. Pada orang dewasa hal ini menyebabkan timbulnya penglihatan ganda.Pada anak kecil, otak belajar untuk tidak menghiraukan gambaran dari mata 1
39

Anak Juling (Part 2)

Nov 29, 2015

Download

Documents

Farida Apriani
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Anak Juling (Part 2)

BAB I

PENDAHULUAN

Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata tampak

tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda. Dalam keadaan normal,

kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak akan memadukan

kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi

yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception).

Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta

pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka

mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke

bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia). Ini terjadi sekitar 2% pada anak-anak baik

laki-laki maupun perempuan.

Ketika kedua mata memandang tidak searah maka akan ada dua gambar yang

dikirim ke otak. Pada orang dewasa hal ini menyebabkan timbulnya penglihatan

ganda.Pada anak kecil, otak belajar untuk tidak menghiraukan gambaran dari mata yang

tidak searah dan hanya melihat dengan menggunakan mata yang normal.Anak kemudian

kehilangan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman.

1

Page 2: Anak Juling (Part 2)

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak berumur 2 tahun dibawa oleh orang tuanya berobat ke poli mata

karena mata kirinya juling.Dikatakan bahwa julingnya sudah terjadi sejak anak tersebut

baru lahir.

Student guide:

1. Sebutkan masalah kasus diatas

2. Sebutkan hipotesis saudara untuk kasus diatas

3. Pemeriksaan oftalmologis apa saja yang harus dilakukan. Terangkan caranya

4. Sebutkan otot-otot pergerakan bola mata serta persarafannya, kerja otot tersebut dan

akibatnya bila terjadi parese

5. Bagaimana penatalaksanaan kasus diatas

6. Apakah yang mungkin terjadi bila tidak dilakukan penatalaksanaan

2

Page 3: Anak Juling (Part 2)

BAB III

PEMBAHASAN

Setelah pasien masuk ke ruangan praktik, yang akan kami lakukan adalah

mengumpulkan data identitas pasien selengkap-lengkapnya sebagai berikut.

A. Identitas Pasien

Nama : -

Umur : 2 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Nama orang tua : -

Alamat : -

Umur orang tua : -

Pendidikan orang tua : -

Pekerjaan orang tua : -

Agama : -

Setelah mendapatkan data identitas dengan lengkap, yang selanjutnya kami

lakukan adalah melakukan anamnesis. Sebab usia anak yang belum mampu diajak

berkomunikasi dengan baik, anamnesis lebih ditujukan kepada pengantar dan kepada

orang yang mengenal anak dengan baik. Maka anamnesis dilakukan secara

alloanamnesis.Yang kami tanyakan pertama kali adalah keluhan utama yang membawa

pasien dan keluarganya datang berobat.Hasil keluhan utama dan masalah yang kami

susun dari keluhan pasien ini adalah sebagai berikut.

Daftar Masalah Hipotesis berdasarkan masalah

Juling pada mata kiri - Congenital: Hipertoni rektus

3

Page 4: Anak Juling (Part 2)

Paralisis otot penggerak bola mata

Kelumpuhan pada saraf

medius kongenital, Hipotoni rektus

lateral akuisita, Eksotropia (unsur

herediter sangat besar yaitu trait

autosomal dominant). 1

- Infeksi: terkena infeksi toxoplasma

saat kehamilan dapat melahirkan

anak dengan mata juling.

- Neoplasma: Retinoblastoma.

- Trauma: Trauma persalinan

terutama di daerah kepala dapat

menekan nervus kranialis yang

mempersarafi otot-otot

ekstraokular. 2

- Lain-lain: Katarak.

Memeriksakan mata ke dokter saat

sudah berusia dua tahun

Keluhan sudah di dapat sejak lahir,

namun tidak segera diperiksa untuk

ditatalaksana sedini mungkin, sehingga

bisa dikatakan perjalanan penyakit sudah

lama dan memiliki faktor tinggi

kemungkinan anak akan menderita juling

permanen..

4

Page 5: Anak Juling (Part 2)

Dari hipotesis di atas, kami berusaha menegakkan diagnosis dengan melakukan

pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan anamnesis.Anamnesis dilakukan dengan terarah,

lengkap dan sistematis. Anamnesis yang ditanyakan antara lain.

B. Anamnesis Tambahan

Keluhan Utama : Mata kiri juling

Keluhan Tambahan : Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang

◦ Sejak kapan keluhan utama terjadi?

Sudah didapatkan dari anamnesis bahwa keluhan pasien terjadi sudah

sejak pasien lahir.Melihat umur pasien yang masih 2 tahun, ada

kemungkinan keluhan yang dialami pasien adalah hal yang bersifat

kongenital sehingga perlu dipikirkan hipotesis-hipotesis kongenital

yang dapat menyebabkan juling.

◦ Apakah anak sering menabrak saat berjalan?

Hal ini ditanyakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pada

penglihatan anak atau tidak.

◦ Apakah anak mengalami peningkatan aktivitas?

Hal ini ditanyakan untuk menunjang hipotesis terjadinya

hipertiroidisme.Pada hipertiroidisme dapat terjadi strabismus juga

akibat dari penebalan otot-otot bola mata sehingga mengalami

gangguan gerak.

◦ Bagaimana nafsu makan anak?

5

Page 6: Anak Juling (Part 2)

Hal ini ditanyakan juga untuk menunjang hipotesis hipertiroidisme,

dimana seperti diketahui metabolisme pada hipertiroidisme meningkat

sehingga anak akan makan lebih banyak.

◦ Apakah sudah pernah diobati?

Riwayat Kehamilan Ibu

◦ Apakah ibu mengalami infeksi selama kehamilan?

Bila ibu pernah mengalami infeksi toksoplasma maka kemungkinan

anak dapat lahir dengan masalah pada penglihatannya.

◦ Bagaimana gizi ibu selama kehamilan?

Gizi ibu selama kehamilan sangat penting untuk perkembangan

janinnya. Gizi yang buruk dapat menggagu proses perkembangan

organ-organ janin. Strabismus juga dapat disebabkan oleh

organohenesis dari otak yang tidak sempurna.

Riwayat Kelahiran

◦ Bagaimana proses persalinan anak? Apakah spontan atau bedah

sesaria?

Proses persalinan anak yang spontan memungkinkan terjadinya trauma

pada anak. Truma pada kepala dapat menyebabkan terjadinya

strabismus karena cidera pada persarafan yang mempersarafi otot-otot

penggerak bola mata.

◦ Apakah persalinan ditolong oleh bidan atau dokter?

Persalinan yang tidak ditolong oleh ahlinya menjadi faktor resiko

terjadinya trauma saat kelahiran lebih besar.

6

Page 7: Anak Juling (Part 2)

◦ Apakah anak mengalami trauma saat lahir?

◦ Apakah ibu sedang sakit (infeksi kelamin) saat persalinan?

Infeksi kelamin pada ibu (herpes simplek, gonore) dapat memberikan

masalah pada penglihatan anak jika perslinannya dilakukan secara

spontan, kemungkinan seperti ini perlu ditanyakan kepada orang tua

pasien.

◦ Apakah anak mendapatkan perawata khusus saat setelah lahir?

Perawatan khusus pada kasus ini contohnya adalah perawatan dengan

oksigen konsentrasi tinggi dimana pasien beresiko mengalami

gangguan penglihatan akibat ablasio retina.

Riwayat Makanan

◦ Bagaimana asupan gizi anak selama ini?

Riwayat Imunisasi

◦ Apakah imunisasi anak lengkap?

Riwayat Keluarga

◦ Apakah ada keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien?

Hal ini perlu ditanyakan untu mencari kemungkinan penyakit

keturunan seperti retinoblastoma dan kelainan genetik.

Setelah melakukan anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

oftalmologis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan Pada pasien hendaknya dilakukan

pemeriksaan fisik secara keseluruhan sebagai berikut:

Pemeriksaan fisik

A. Status Generalis

Keadaan umum : Perhatikan kesan sakit, facies, dan posisi tubuh3

7

Page 8: Anak Juling (Part 2)

Kesadaran : Perhatikan apakah ada penurunan kesadaran atau tidak3

Status gizi : Proporsi / bentuk badan, perlu diukur juga berat dan tinggi

badan3

Tanda vital : Tekanan darah : Normalnya untuk anak umur 2 tahun 90 – 105/55 –

70 mmHg4

Frekuensi pernapasan : Normalnya pada anak umur 2 tahun 20 – 30

x/menit4

Nadi : Normalnya pada anak umur 2 tahun 70 – 110 x/menit4

Suhu : Normalnya 36,5o – 37,2oC5

Kepala :

Periksa ukuran dan bentuk kepala, lihat keadaan ubun-ubun apakah sudah

menutup atau belum, dan perhatikan rambut pasien.3 Dari rambut pasien juga

dapat diperkirakan keadaan gizi pasien dilihat warnanya, tebalnya, dan

kekuatannya.

Leher :

Periksa keadaan kelenjar tiroid.3 Hal ini untuk mendukung mau pun

menyingkirkan hipotesis hipertiroid.

Toraks :

Inspeksi --> Bentuk dada pasien, tipe pernapasan (pernapasan dada atau perut),

kerja otot-otot pernapasan.3

Perkusi --> Mengetahui batas paru dan jantung.3

Auskultasi --> Dengarkan bunyi napas apakah ada wheezing atau ronchi,

dengarkan bunyi jantung apakah ada gallop atau murmur.3

8

Page 9: Anak Juling (Part 2)

Abdomen :

Inspeksi --> Lihat bentuk perut.3

Palpasi--> Raba pinggir hepar dan lien apakah ada perbesaran atau tidak, raba

apakah ada masa di sekitar abdomen.3

Perkusi --> Periksa apakah ada asites.3

Auskultasi --> Periksa bising usus apakah menurun atau meningkat.3

Ekstremitas :

Apakah ada deformitas atau gangguan jalan pada pasien.3

Pemeriksaan oftalmologis

Uji Hirsberg, refleks kornea

Adanya juling ditentukan dengan menggunakan sentolop dan melihat refleks sinar

pada kornea.

Pada uji ini, mata disinari dengan sentolop dan akan terlihat refleks sinar pada

permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama

di tengah pupil. Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata yang lain di

nasal berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan sebaliknya bila refleks sinar

sentolop pada kornea berada di bagian temproal kornea berarti mata tersebut juling ke

dalam atau esotropia. Setiap pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1 mm

berarti ada deviasi bola mata 7 derajat.

Uji tutup mata

Uji ini sering digunakan untuk mengetahui adanya tropia atau foria.Uji

pemeriksaan ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan

9

Page 10: Anak Juling (Part 2)

menyuruh mata berfiksasi pada satu obyek.Bila telah terjadi fiksasi kedua mata, maka

mata kiri ditutup dengan lempeng penutup. Di dalam keadaan ini, mungkin akan terjadi:

1. Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan yang manifes. Bila

mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan juling keluar atau eksotropia. Bila

mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan juling ke dalam atau esotropia

2. Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin ambliopia atau tidak dapat

berfiksasi

3. Mata kanan tidak bergerak sama sekali yang berarti bahwa mata kanan berkedudukan

normal, lurus atau telah berfiksasi.

Uji tutup mata berganti

Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain, maka bila kedua mata

berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada

mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.

Uji tutup buka mata

Uji ini sama dengan uji tutup mata, di mana yang dilihat adalah mata yang ditutup.

Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat menjadi juling

akan menggulir. Bila mata tutup mata tersebut ditutup dan dibuka akan terlihat

pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini mengalami foria atau juling

atau berubah kedudukan bila mata ditutup.

Dari pemeriksaan yang dilakukan baik fisik, status oftalmologis dan pemeriksaan

lainnya yang kelompok kami anjurkan, belum terdapat hasil yang memadai untuk dibuat

suatu diagnosis kerja.Maka kelompok kami melakukan penatalaksanaan secara umum

sebagai berikut.

10

Page 11: Anak Juling (Part 2)

Secara umum, terapi pada anak yang menderita strabismus harus segera dilakukan

setelah diagnosis tersebut ditegakkan. Semakin dini pengangan terhadap strabismus,

maka akan semakin baik pula kemungkinan untuk menjadi normal.6

Penanganan tersebut harus segera dilakukan, karena jika sudah lebih dari usia 7 tahun,

tidak ada penanganan yang secara penuh dapat memperbaiki gangguan penglihatan yang

disebabkan adanya ambliopia.6

Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita strabismus antara lain dengan

bantuan kacamata, penutup mata, obat-obatan, latihan mata, toksin botulinum serta

tindakan operasi.6

Untuk medika mentosa, dapat diberikan obat tetes atropine dan preaparat

parasimpatomimetik atau miotik seperti echothiophat iodide yang dapat mempengaruhi

ukuran pupil melalui kemampuan mata untuk memfokuskan cahaya.Preparat miotik dapat

digunakan pada strabismus yang diakibatkan oleh adanya gangguan memfokuskan mata.

Atropine digunakan untuk melatih mata yang memiliki gangguan fungsi penglihatan

(amblyopia) dengan cara membuat kabur penglihatan mata yang sehat. Hal tersebut

dilakukan untuk melatih dan memaksa anak agar terbiasa memakai matanya yang lemah.6

Selain preaparat yang dapat mempengaruhi ukuran pupil, pada penderita

strabismus dapat diberikan toksin botulium seperti botoks.Obat ini berfungsi untuk

mencegah terjadinya kontraksi pada otot untuk beberapa bulan.Pemberian obat tersebut

membuat otot menjadi rileks dan membuat otot yang bekerja berlawanan untuk merubah

posisi bola mata.Obat ini biasa digunakan sebagai terapi suplemen saat tindakan operasi

tidak dapat memperbaiki gangguan mata tersebut.Namun, terapi ini masih kontroversi

11

Page 12: Anak Juling (Part 2)

karena pemakaiannya menggunakan banyak suntikan, hasil seringkali tidak dapat diduga

serta dapat menyebabkan gangguan kelainan baru.

Tindakan operasi adalah satu-satunya jalan untuk menyelaraskan mata dan

meningkatkan ketajaman penglihatan pada anak dengan strabismus. Selama operasi,

dokter akan mengendurkan atau mengencangkan otot mata dengan mengubah panjang

dan posisinya sehingga dapat kembali pada letak yang seharusnya. Anak akan

membutuhkan beberapa kali operasi untuk meningkatkan ketajaman penglihatannya dan

setelah dioperasi harus menggunakan kacamata.6

Dikarenakan penatalaksanaan awal sangat penting untuk mengkoreksi strabismus,

namun operasi pada anak kurang dari 2 tahun tidak biasa dilakukan dan operasi tersebut

dapat dilakukan pada usia 3 bulan dengan adanya kasus tertentu. Efektivitas melakukan

tindakan operasi pada anak dibawah usia 6 bulan masih menjadi controversial karena

walaupun jarang, strabismus pada anak yang masih usia muda terkadang dapat

menghilang seiring dengan perkembangan usia.6

Penanganan strabismus bersifat relatif yaitu disesuaikan dengan individu masing-

masing. Dokter harus memperhatikan7:

1. usia saat onset strabismus terjadi

2. usia pasien saat ini

3. status kesehatan pasien

4. perkembangan pasien yang diharapkan dari tindakan

5. pertimbangan keluarga pasien

6. gejala dan tanda dari gangguan penglihatan

7. kebutuhan penglihatan pasien

12

Page 13: Anak Juling (Part 2)

8. besarnya deviasi

9. ada tidaknya fusi

10. ada tidaknya ambliopia

Terapi untuk menangani strabismus ada banyak bentuk, namun dokter harus

memikirkan terapi non-bedah sebelum terapi bedah. Terapi berdasarkan dengan etiologi

dari strabismus ini. Bila etiologinya berupa gangguan fusi (non-paralitik) seperti akibat

katarak, trauma atau retinoblastoma, cukup terapi kausalnya. Untuk indikasi terapi non-

bedah seperti vision therapy adalah status dari sensori motor, terapi ini tepat untuk

strabismus akibat adanya fusi7.Selain itu dipertimbangkan pula terapi pelatihan mata yang

sakit atau juling.

Terapi farmakologi untuk menangani strabismus kurang efektif karena kadang

menimbulkan efek samping bagi tubuh, sekarang hanya digunakan untuk pasien

accomodative esotropia yang tidak bisa menggunakan kacamata karena adanya

deformitas wajah. Namun, terapi farmakologi dengan obat-obat midriatik dan miositik

sering digunakan dalam menangani ambliopia pada pasien strabismus namun

perbaikannya cenderung lambat8.

Terapi bedah hanya dilakukan bila terapi non bedah tidak memberikan efek.

Tindakan bedah biasanya dilakukan bila deviasi telah melebihi 15 PD pada melihat jauh

atau dekat dengan refraksi mata yang sudah dikoreksi. Untuk pasien eksotropia, deviasi

melebihi 20 PD juga harus dipikirkan untuk dilakukannya tindakan bedah. Tindakan

bedah tidak perlu dilakukan pada pasien dengan deviasi yang kecil dan pada pasien

dengan total akomodasi strabismus9.

13

Page 14: Anak Juling (Part 2)

Penentuan waktu bedah ditentukan berdasarkan tipe dari strabismus, usia pasien

dan kemungkinan berkembangnya fusi. Anak-anak dengan strabismus sebaiknya

dilakukan bedah sampai sebelum usia 2 tahun. Studi menyatakan bahwa perkembangan

dan perbaikan akan terjadi bila dilakukan tindakan bedah pada usia dini10.

Prosedur operasi yang dilakukan memerlukan alat, bahan, tempat dan standar

baku pelayanan.Sarana pelayanan kesehatan mata primer minimal harus tersedia

peralatan sebagai berikut11:

Peralatan diagnostik:

a. Lembar optotip Snellen yang dilengkapi clock dial .

b. Lembar kartu tes baca.

c. Bingkai ujicoba trial lens (trial frame) dan 1 (satu) set lensa ujicoba (trial lens

set)

d. Buku Ishihara-Kanehara.

e. Lup binokuler (lensa pembesar) 3 – 5 Dioptri.

f. Oftalmoskop direk.

g. Tonometer Schiotz.

h. Obat-obatan diagnostik midriatikum, anestesi topical.

i. Lampu senter.

Peralatan bedah:

a. Set peralatan bedah kecil

b. Lampu operasi

2. Pada Sarana kesehatan mata sekunder tersedia :

Peralatan diagnostik

14

Page 15: Anak Juling (Part 2)

Peralatan diagnostik minimal

a. Lembar optotip Snellen yang dilengkapi clock dial .

b. Lembar kartu tes baca.

c. Bingkai ujicoba trial lens (trial frame) dan 1 (satu) set lensa ujicoba (trial

lens set)

d. Buku Ishihara-Kanehara.

e. Lensometer

f. Oftalmoskop direk dan atau indirek

g. Slit lamp

h. Tonometer Schiotz dan atau Aplanasi

i. Streak retinoscopy

j.Lensa Gonioskopi dengan tiga cermin.

k. Set dilator punktum, probe lakrimal dan anel.

Peralatan diagnostik pelengkap

a. Kampimeter

a. Alat untuk biometri A-scan.

b. Keratometer.

c. USG Mata

d. Worth Four Dot Test.

e. Retinometer

Peralatan bedah :

a. Mikroskop operasi.

b. Set peralatan bedah segmen anterior.

15

Page 16: Anak Juling (Part 2)

c. Set peralatan bedah segmen posterior sederhana.

d. Set peralatan bedah adneksa dan orbita sederhana.

STRABISMUS

Peralatan Diagnostik :

1. Major Amblyoscope/Synophtore

2. Maddox Scale

3. Prisma Bar vertical dan horizontal

4. Loose prisma

5. Trial lens set

6. Adult and pediatric frame

7. Stereotest (Titmus, Randot, Lang, TNO )

8. WFDT dengan KM Red Green

9. Bagolini lenses

10. Retinoscope

11. Refraction lens bar with convex and concave lenses

12. Red dan White madox rods

13. Portable biomicroscope

14. Direct and indirect ophthalmoscope

15. Visual acuity chart

16. Near vision card

17. Optokinetic drum

18. Fine tooth forceps ( passive duction and estimation of generation muscle

force)

16

Page 17: Anak Juling (Part 2)

19. Hees or Lees’ screen

20. Netral density filters

21. Visuscope or similar device to test fixation pattern

22. Perimeter to determine field of single binocular vision

Peralatan bedah :

1. Lup ( alat pembesar )

2. Set bedah strabismus

PEDIATRIK OFTALMOLOGI

Alat Diagnostik :

1. Trial lens set, Trial Frame, Chart Projector, Preferential looking

2. Lensometer

3. Streak Retinoskope dan Auto Refraktometer

4. Slit Lamp / Hand Held slit lamp

5. Tonopen

6. Direk dan atau indirek oftalmoskop (Condensing Lens 40 D)

7. Bleharostat Bayi

8. 1 set alat pemeriksaan anel dan probing (dengan berbagai ukuran)

9. USG

10. ERG, VEP.

Alat Operasi :

1. peralatan operasi katarak dengan atau tanpa Vitrektomi anterior

2. peralatan operasi enukleasi / eviserasi / eksenterasitio orbitae

3. peralatan operasi glaukoma

17

Page 18: Anak Juling (Part 2)

Langkah-langkah operasi:

Informed consent

Edukasinya dilakukan bedah strabismus

1. Mata yang strabismus bisa menyebabkan mata jadi susah focus sehingga terjadi

ambliopia

2. Bedah dilakukan karena pada tahun awal mata masih berusaha memfokuskan

penglihatan sehingga jika tidak dioperasi mata anak jadi tidak bisa beradaptasi

untuk menggunakan kemampuanya untuk memfokuskan cahaya

3. Indikasi untuk therapi

RESEKSI /RESESI otot mata12

Langkah penting

1. Melalui sclera setinggi limbus dipasang dua jahitan kekang. Benang-benang ini

digunakan untuk memanjangkan tempat operasi

2. Konjungtiva di atas otot yang akan dikoreksi diinsisi dengan forsep bergigi dan

gunting westkott

3. Otot dipegang dengan sebuah pengait otot besar

4. Digunakan aplikator berujung kapas untuk membersihkan dan memotong otot

5. Dimasukkan sebuah pengait otot jameson untuk menahan otot sedangkan jahitan

yang dipasang di otot dipotong

Reseksi

1. Digunakan sebuah jangka lengkung untuk mengukur jumlah otot yang akan

dipotong

2. Di tepi bagian dalam jangka tersebut dipasang sebuah klem otot jameson

18

Page 19: Anak Juling (Part 2)

3. Sclera otot dipotong pada insersinya, menyisakan sebuah punctum kecil

4. Perdarahan dihentikan dengan kauter

5. Dipasang dua benang (yang dapat diserap) rangkap melaui otot di belakang

klem

6. Klem dilepas dan otot yang terletak superior terhadap benang dijepit dengan

sebuah hemostat dan dipangkas dengan gunting westkott

7. Otot ditegangkan dan disambung kembali ke punctum otot di sclera dengan

benang rangkap yang tadi dipasang

8. Konjungtiva ditutup dengan benang yang dapat diserap

Resesi12

1. Di batas atas otot dipasang dua benang tunggal

2. Benang dan klem otot dipegang di satu tangan dan otot dipotong dengan

gunting westkott

3. Digunakan sebuah jangka lengkung untuk mengukur besar/jumlah resesi

pada bola mata

4. Benang dijahitkan melalui sclera superficial di titik resesi, dan otot

disambung kembali.

5. Konjungtiva ditutup dengan benang yang dapat diserap

Komplikasi tindakan bedah 13

1. diplopia

2. undercorrection atau overcorrection

3. inflamasi kronis konjungtiva

19

Page 20: Anak Juling (Part 2)

4. sikatriks

5. hilangnya otot penggerak bola mata

6. perforasi bola mata

7. endoftalmitis

8. perdarahan retrobulbar

Komplikasi bila tidak ditangani13:

1. hilangnya kemampuan persepsi

2. ambliopia

3. hilangnya visus di satu mata

4. Ambliopia – bersifat ireversibel dan insidennya sering terjadi

5. Gangguan pengelihatan

6. Stereopsis

7. Tindakan bedah – under correction / over correction

8. Perforasi sklera

9. Kehilangan otot penggerak bola mata secara penuh

10. Perubahan posisi kelopak bola mata

11. Skotoma – supresi yang merupakan adaptasi sensoris strabismus pada anak-

anak mengakibatkan menurunnya persepsi tetapi tidak menurunkan lapang

pandang.

20

Page 21: Anak Juling (Part 2)

Prognosis: Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam ad bonam karena jika terapi medikasi dan terapi operasi berjalan

baik maka tidak akan terulang lagi

Ad functionam ad bonam karena pada anak yang berusia kurang dari 8 tahun jika

dikoreksi maka fungsinya akan baik

21

Page 22: Anak Juling (Part 2)

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan data dari pasien tersebut kelompok kami menyatakan bahwa pasien

ini menderita strabismus.Mengenai jenis dari strabismus tersebut masih belum diketahui

apakah esotropia ataupun eksotropia sehingga masih perlu dilakukan uji Hilschberg untuk

mengetahuinya.Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien ini adalah dengan

bantuan kacamata, penutup mata, obat-obatan, latihan mata, toksin botulinium, serta

tindakan operasi. Tindakan operasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan ketajaman

penglihatan dengan cara mengendurkan atau mengencangkan otot mata dengan

mengubah panjang dan posisinya, sehingga dapat kembali pada letak yang seharusnya.

22

Page 23: Anak Juling (Part 2)

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

Pergerakan bola mata dilakukan oleh 6 pasang otot bola mata luar yaitu :

1. otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya

matakearahnasal dan otot ini di persyarafi oleh syaraf ke III ( syaraf okulomotor )

2. otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya

bolamatakearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III ( sarapf abdusen )

3. otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi

daripadabola mata dan otot ini persyarafi saraf ke III (saraf okulomotor)

4. otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan intorsi,yang

dipersyarafi oleh syaraf keIII

5. otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksiyang

dipersyarafi syaraf keIV ( syaraf troklear )

6. otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi,ekstorsi dan

abduksiyangdipersyarafi oleh syaraf keIII.

Strabismus (Mata juling)  

DEFINISI

Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penyimpangan

abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya, sehingga garis penglihatan

tidak paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata tidak tertuju pada benda yang sama.

Terdapat beberapa jenis strabismus:

1. Esotropia : mata melenceng ke arah dalam

23

Page 24: Anak Juling (Part 2)

2. Eksotropia : mata melenceng ke arah luar

3. Hipertropia : mata melenceng ke arah atas

4. Hipotropia : mata melenceng ke arah bawah.

PENYEBAB

Strabismus biasanya disebabkan oleh:

Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata

(strabismus non-paralitik) dan juga ketidak mampuan congenital dalam menggunakan

kedua bola mata secara bersama sama. Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan

oleh suatu kelainan di otak.

Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik). Biasa

ditemukan pada usia dewasa. Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh

kerusakan saraf, tumor, cedera dan infeksi.Jenis strabismus yang lain ditemukan pada

anak yang menderita rabun dekat.

Beberapa keadaan yang bisa ditemukan bersamaan dengan strabismus:

Ambliopia

Retinopati pada prematuritas

Retinoblastoma

Cedera otak traumatik

Hemangioma di sekitar mata (pada masa bayi)

SindromaApert

SindromaNoonan

SindromaPrader-Willi

Trisomy 18

24

Page 25: Anak Juling (Part 2)

Rubella kongenitalis

Sindromainkontinensia pigmen

Cerebral palsy.

GEJALA

Gejalanya berupa:

- mata juling (bersilangan)

- mata tidak mengarah ke arah yang sama

- gerakan mata yang tidak terkoordinasi

- penglihatan ganda.

DIAGNOSA

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

Pemeriksaan mata standar

Ketajaman penglihatan

Pemeriksaanretina

Pemeriksaanneurologis (saraf).

PENGOBATAN

Jika sampai anak berumur 9 tahun strabismus tidak diobati, maka bisa terjadi gangguan

penglihatan yang permanen pada mata yang terkena (ambliopia).Pada anak-anak yang

lebih kecil, ambliopia lebih cepat terjadi; sedangkan pada anak-anak yang lebih besar,

penyembuhannya memerlukan waktu lebih lama. Karena itu semakin dini pengobatan

dilakukan, maka gangguan penglihatan yang terjadi tidak terlalu berat dan respon yang

diberikan akan lebih baik. Menutup mata yang normal dengan sebuah penutup bisa

25

Page 26: Anak Juling (Part 2)

memperbaiki penglihatan pada mata yang melenceng dengan cara memaksa otak untuk

menerima suatu gambaran dari mata tanpa menghasilkan penglihatan ganda.

Memperbaiki fungsi penglihatan akan memberikan peluang yang lebih baik terhadap

perkembangan penglihatan 3 dimensi yang normal. Setelah penglihatan pada kedua mata

sama, bisa dilakukan pembedahan untuk menyesuaikan kekuatan otot mata sehingga

mereka menarik mata dengan kekuatan yang sama. Esotropia akomodatif pada anak

rabun dekat bisa diatasi dengan kaca mata sehingga pada saat melihat benda pada jarak

jauh, mata tidak perlu berakomodasi.Pengobatan lainnya adalah obat tetes mata ekotiofat,

yang membantu mata memfokuskan pada benda-benda jarak dekat.Strabismus paralitik

bisa diatasi dengan kaca mata yang terdiri dari lensa prisma (yang membiaskan cahaya

sehingga kedua mata menerima gambaran yang hampir sama) atau bisa diatasi dengan

pembedahan. Sampai umur 10 tahun, anak sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara

teratur.

26

Page 27: Anak Juling (Part 2)

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. ed.3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009; p.116.

2. Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jilid 2. ed.7. Editor: Rusepto Hassan et al. Jakarta: Infomedika;

2007; p.903.

3. Pediatric History & Physical Examination. Available at:

http://www.ped.med.utah.edu/cai/howto/H&P%20write-up.pdf . Accessed on: 9th May 2012.

4. Pediatric Vital Sign. Available at:

http://www.emedicinehealth.com/pediatric_vital_signs/article_em.htm . Updated on: 10th

March 2008. Accessed on: 5th May 2012.

5. Vital Sign. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002341.htm .

Updated on: 20th February 2011. Accessed on: 5th May 2012.

6. Strabismus treatment overview. Available at http://children.webmd.com/tc/strabismus-

treatment-overview. Accessed May 9, 2012.

7. Munoz M, Rosenbaum AL. pubmed: long term strabismus complications following retinal

detachment surgery. J Pediatr Ophthalmol Strabismus. 1987 Nov-Dec;24(6):309-14.

Available athttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3320328. Accessed May 9, 2012.

8. Ocampo VVD. Medscape reference: infantile esotropia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1198876-followup#a2649. Accessed May 9, 2012.

9. Bashour M. Medscape reference: congenital exotropia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1199102-overview. Accessed May 9, 2012.

10. Thacker N. Medscape reference: V-Pattern Esotropia and Exotropia. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1199825-overview. Accessed May 9, 2012.

27

Page 28: Anak Juling (Part 2)

11. Standar profesi dan sertifikasi dokter spesialis mata Indonesia. available at

5www.perdami.or.id/. accessed May 9, 2012.

12. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Koreksi Strabismus. In : Yudha E, editor. Buku Ajar:

Keperawatan Perioperatif .2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.34-5.

13. American optometric association. Strabismus: esotropia and exotropia. Optometric clinical

practice guidelines.

28