BAB I PENDAHULUAN Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda. Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception). Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia). Ini terjadi sekitar 2% pada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Ketika kedua mata memandang tidak searah maka akan ada dua gambar yang dikirim ke otak. Pada orang dewasa hal ini menyebabkan timbulnya penglihatan ganda.Pada anak kecil, otak belajar untuk tidak menghiraukan gambaran dari mata 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata tampak
tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda. Dalam keadaan normal,
kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak akan memadukan
kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi
yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception).
Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta
pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka
mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia), ke luar (exotropia), ke
bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia). Ini terjadi sekitar 2% pada anak-anak baik
laki-laki maupun perempuan.
Ketika kedua mata memandang tidak searah maka akan ada dua gambar yang
dikirim ke otak. Pada orang dewasa hal ini menyebabkan timbulnya penglihatan
ganda.Pada anak kecil, otak belajar untuk tidak menghiraukan gambaran dari mata yang
tidak searah dan hanya melihat dengan menggunakan mata yang normal.Anak kemudian
kehilangan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak berumur 2 tahun dibawa oleh orang tuanya berobat ke poli mata
karena mata kirinya juling.Dikatakan bahwa julingnya sudah terjadi sejak anak tersebut
baru lahir.
Student guide:
1. Sebutkan masalah kasus diatas
2. Sebutkan hipotesis saudara untuk kasus diatas
3. Pemeriksaan oftalmologis apa saja yang harus dilakukan. Terangkan caranya
4. Sebutkan otot-otot pergerakan bola mata serta persarafannya, kerja otot tersebut dan
akibatnya bila terjadi parese
5. Bagaimana penatalaksanaan kasus diatas
6. Apakah yang mungkin terjadi bila tidak dilakukan penatalaksanaan
2
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah pasien masuk ke ruangan praktik, yang akan kami lakukan adalah
mengumpulkan data identitas pasien selengkap-lengkapnya sebagai berikut.
A. Identitas Pasien
Nama : -
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama orang tua : -
Alamat : -
Umur orang tua : -
Pendidikan orang tua : -
Pekerjaan orang tua : -
Agama : -
Setelah mendapatkan data identitas dengan lengkap, yang selanjutnya kami
lakukan adalah melakukan anamnesis. Sebab usia anak yang belum mampu diajak
berkomunikasi dengan baik, anamnesis lebih ditujukan kepada pengantar dan kepada
orang yang mengenal anak dengan baik. Maka anamnesis dilakukan secara
alloanamnesis.Yang kami tanyakan pertama kali adalah keluhan utama yang membawa
pasien dan keluarganya datang berobat.Hasil keluhan utama dan masalah yang kami
susun dari keluhan pasien ini adalah sebagai berikut.
Daftar Masalah Hipotesis berdasarkan masalah
Juling pada mata kiri - Congenital: Hipertoni rektus
3
Paralisis otot penggerak bola mata
Kelumpuhan pada saraf
medius kongenital, Hipotoni rektus
lateral akuisita, Eksotropia (unsur
herediter sangat besar yaitu trait
autosomal dominant). 1
- Infeksi: terkena infeksi toxoplasma
saat kehamilan dapat melahirkan
anak dengan mata juling.
- Neoplasma: Retinoblastoma.
- Trauma: Trauma persalinan
terutama di daerah kepala dapat
menekan nervus kranialis yang
mempersarafi otot-otot
ekstraokular. 2
- Lain-lain: Katarak.
Memeriksakan mata ke dokter saat
sudah berusia dua tahun
Keluhan sudah di dapat sejak lahir,
namun tidak segera diperiksa untuk
ditatalaksana sedini mungkin, sehingga
bisa dikatakan perjalanan penyakit sudah
lama dan memiliki faktor tinggi
kemungkinan anak akan menderita juling
permanen..
4
Dari hipotesis di atas, kami berusaha menegakkan diagnosis dengan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut yaitu dengan anamnesis.Anamnesis dilakukan dengan terarah,
lengkap dan sistematis. Anamnesis yang ditanyakan antara lain.
B. Anamnesis Tambahan
Keluhan Utama : Mata kiri juling
Keluhan Tambahan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang
◦ Sejak kapan keluhan utama terjadi?
Sudah didapatkan dari anamnesis bahwa keluhan pasien terjadi sudah
sejak pasien lahir.Melihat umur pasien yang masih 2 tahun, ada
kemungkinan keluhan yang dialami pasien adalah hal yang bersifat
kongenital sehingga perlu dipikirkan hipotesis-hipotesis kongenital
yang dapat menyebabkan juling.
◦ Apakah anak sering menabrak saat berjalan?
Hal ini ditanyakan untuk mengetahui apakah ada gangguan pada
penglihatan anak atau tidak.
◦ Apakah anak mengalami peningkatan aktivitas?
Hal ini ditanyakan untuk menunjang hipotesis terjadinya
hipertiroidisme.Pada hipertiroidisme dapat terjadi strabismus juga
akibat dari penebalan otot-otot bola mata sehingga mengalami
gangguan gerak.
◦ Bagaimana nafsu makan anak?
5
Hal ini ditanyakan juga untuk menunjang hipotesis hipertiroidisme,
dimana seperti diketahui metabolisme pada hipertiroidisme meningkat
sehingga anak akan makan lebih banyak.
◦ Apakah sudah pernah diobati?
Riwayat Kehamilan Ibu
◦ Apakah ibu mengalami infeksi selama kehamilan?
Bila ibu pernah mengalami infeksi toksoplasma maka kemungkinan
anak dapat lahir dengan masalah pada penglihatannya.
◦ Bagaimana gizi ibu selama kehamilan?
Gizi ibu selama kehamilan sangat penting untuk perkembangan
janinnya. Gizi yang buruk dapat menggagu proses perkembangan
organ-organ janin. Strabismus juga dapat disebabkan oleh
organohenesis dari otak yang tidak sempurna.
Riwayat Kelahiran
◦ Bagaimana proses persalinan anak? Apakah spontan atau bedah
sesaria?
Proses persalinan anak yang spontan memungkinkan terjadinya trauma
pada anak. Truma pada kepala dapat menyebabkan terjadinya
strabismus karena cidera pada persarafan yang mempersarafi otot-otot
penggerak bola mata.
◦ Apakah persalinan ditolong oleh bidan atau dokter?
Persalinan yang tidak ditolong oleh ahlinya menjadi faktor resiko
terjadinya trauma saat kelahiran lebih besar.
6
◦ Apakah anak mengalami trauma saat lahir?
◦ Apakah ibu sedang sakit (infeksi kelamin) saat persalinan?
Infeksi kelamin pada ibu (herpes simplek, gonore) dapat memberikan
masalah pada penglihatan anak jika perslinannya dilakukan secara
spontan, kemungkinan seperti ini perlu ditanyakan kepada orang tua
pasien.
◦ Apakah anak mendapatkan perawata khusus saat setelah lahir?
Perawatan khusus pada kasus ini contohnya adalah perawatan dengan
oksigen konsentrasi tinggi dimana pasien beresiko mengalami
gangguan penglihatan akibat ablasio retina.
Riwayat Makanan
◦ Bagaimana asupan gizi anak selama ini?
Riwayat Imunisasi
◦ Apakah imunisasi anak lengkap?
Riwayat Keluarga
◦ Apakah ada keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien?
Hal ini perlu ditanyakan untu mencari kemungkinan penyakit
keturunan seperti retinoblastoma dan kelainan genetik.
Setelah melakukan anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
oftalmologis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan Pada pasien hendaknya dilakukan
pemeriksaan fisik secara keseluruhan sebagai berikut:
Pemeriksaan fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum : Perhatikan kesan sakit, facies, dan posisi tubuh3
7
Kesadaran : Perhatikan apakah ada penurunan kesadaran atau tidak3
Status gizi : Proporsi / bentuk badan, perlu diukur juga berat dan tinggi
badan3
Tanda vital : Tekanan darah : Normalnya untuk anak umur 2 tahun 90 – 105/55 –
70 mmHg4
Frekuensi pernapasan : Normalnya pada anak umur 2 tahun 20 – 30
x/menit4
Nadi : Normalnya pada anak umur 2 tahun 70 – 110 x/menit4
Suhu : Normalnya 36,5o – 37,2oC5
Kepala :
Periksa ukuran dan bentuk kepala, lihat keadaan ubun-ubun apakah sudah
menutup atau belum, dan perhatikan rambut pasien.3 Dari rambut pasien juga
dapat diperkirakan keadaan gizi pasien dilihat warnanya, tebalnya, dan
kekuatannya.
Leher :
Periksa keadaan kelenjar tiroid.3 Hal ini untuk mendukung mau pun
menyingkirkan hipotesis hipertiroid.
Toraks :
Inspeksi --> Bentuk dada pasien, tipe pernapasan (pernapasan dada atau perut),
kerja otot-otot pernapasan.3
Perkusi --> Mengetahui batas paru dan jantung.3
Auskultasi --> Dengarkan bunyi napas apakah ada wheezing atau ronchi,
dengarkan bunyi jantung apakah ada gallop atau murmur.3
8
Abdomen :
Inspeksi --> Lihat bentuk perut.3
Palpasi--> Raba pinggir hepar dan lien apakah ada perbesaran atau tidak, raba
apakah ada masa di sekitar abdomen.3
Perkusi --> Periksa apakah ada asites.3
Auskultasi --> Periksa bising usus apakah menurun atau meningkat.3
Ekstremitas :
Apakah ada deformitas atau gangguan jalan pada pasien.3
Pemeriksaan oftalmologis
Uji Hirsberg, refleks kornea
Adanya juling ditentukan dengan menggunakan sentolop dan melihat refleks sinar
pada kornea.
Pada uji ini, mata disinari dengan sentolop dan akan terlihat refleks sinar pada
permukaan kornea. Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata sama-sama
di tengah pupil. Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata yang lain di
nasal berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan sebaliknya bila refleks sinar
sentolop pada kornea berada di bagian temproal kornea berarti mata tersebut juling ke
dalam atau esotropia. Setiap pergeseran letak refleks sinar dari sentral kornea 1 mm
berarti ada deviasi bola mata 7 derajat.
Uji tutup mata
Uji ini sering digunakan untuk mengetahui adanya tropia atau foria.Uji
pemeriksaan ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan
9
menyuruh mata berfiksasi pada satu obyek.Bila telah terjadi fiksasi kedua mata, maka
mata kiri ditutup dengan lempeng penutup. Di dalam keadaan ini, mungkin akan terjadi:
1. Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan yang manifes. Bila
mata kanan bergerak ke nasal berarti mata kanan juling keluar atau eksotropia. Bila
mata kanan bergerak ke temporal berarti mata kanan juling ke dalam atau esotropia
2. Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin ambliopia atau tidak dapat
berfiksasi
3. Mata kanan tidak bergerak sama sekali yang berarti bahwa mata kanan berkedudukan
normal, lurus atau telah berfiksasi.
Uji tutup mata berganti
Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain, maka bila kedua mata
berfiksasi normal maka mata yang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi pergerakan pada
mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.
Uji tutup buka mata
Uji ini sama dengan uji tutup mata, di mana yang dilihat adalah mata yang ditutup.
Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang berbakat menjadi juling
akan menggulir. Bila mata tutup mata tersebut ditutup dan dibuka akan terlihat
pergerakan mata tersebut. Pada keadaan ini berarti mata ini mengalami foria atau juling
atau berubah kedudukan bila mata ditutup.
Dari pemeriksaan yang dilakukan baik fisik, status oftalmologis dan pemeriksaan
lainnya yang kelompok kami anjurkan, belum terdapat hasil yang memadai untuk dibuat
suatu diagnosis kerja.Maka kelompok kami melakukan penatalaksanaan secara umum
sebagai berikut.
10
Secara umum, terapi pada anak yang menderita strabismus harus segera dilakukan
setelah diagnosis tersebut ditegakkan. Semakin dini pengangan terhadap strabismus,
maka akan semakin baik pula kemungkinan untuk menjadi normal.6
Penanganan tersebut harus segera dilakukan, karena jika sudah lebih dari usia 7 tahun,
tidak ada penanganan yang secara penuh dapat memperbaiki gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya ambliopia.6
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita strabismus antara lain dengan
bantuan kacamata, penutup mata, obat-obatan, latihan mata, toksin botulinum serta
tindakan operasi.6
Untuk medika mentosa, dapat diberikan obat tetes atropine dan preaparat
parasimpatomimetik atau miotik seperti echothiophat iodide yang dapat mempengaruhi
ukuran pupil melalui kemampuan mata untuk memfokuskan cahaya.Preparat miotik dapat
digunakan pada strabismus yang diakibatkan oleh adanya gangguan memfokuskan mata.
Atropine digunakan untuk melatih mata yang memiliki gangguan fungsi penglihatan
(amblyopia) dengan cara membuat kabur penglihatan mata yang sehat. Hal tersebut
dilakukan untuk melatih dan memaksa anak agar terbiasa memakai matanya yang lemah.6
Selain preaparat yang dapat mempengaruhi ukuran pupil, pada penderita
strabismus dapat diberikan toksin botulium seperti botoks.Obat ini berfungsi untuk
mencegah terjadinya kontraksi pada otot untuk beberapa bulan.Pemberian obat tersebut
membuat otot menjadi rileks dan membuat otot yang bekerja berlawanan untuk merubah
posisi bola mata.Obat ini biasa digunakan sebagai terapi suplemen saat tindakan operasi
tidak dapat memperbaiki gangguan mata tersebut.Namun, terapi ini masih kontroversi
11
karena pemakaiannya menggunakan banyak suntikan, hasil seringkali tidak dapat diduga
serta dapat menyebabkan gangguan kelainan baru.
Tindakan operasi adalah satu-satunya jalan untuk menyelaraskan mata dan
meningkatkan ketajaman penglihatan pada anak dengan strabismus. Selama operasi,
dokter akan mengendurkan atau mengencangkan otot mata dengan mengubah panjang
dan posisinya sehingga dapat kembali pada letak yang seharusnya. Anak akan
membutuhkan beberapa kali operasi untuk meningkatkan ketajaman penglihatannya dan
setelah dioperasi harus menggunakan kacamata.6
Dikarenakan penatalaksanaan awal sangat penting untuk mengkoreksi strabismus,
namun operasi pada anak kurang dari 2 tahun tidak biasa dilakukan dan operasi tersebut
dapat dilakukan pada usia 3 bulan dengan adanya kasus tertentu. Efektivitas melakukan
tindakan operasi pada anak dibawah usia 6 bulan masih menjadi controversial karena
walaupun jarang, strabismus pada anak yang masih usia muda terkadang dapat
menghilang seiring dengan perkembangan usia.6
Penanganan strabismus bersifat relatif yaitu disesuaikan dengan individu masing-
masing. Dokter harus memperhatikan7:
1. usia saat onset strabismus terjadi
2. usia pasien saat ini
3. status kesehatan pasien
4. perkembangan pasien yang diharapkan dari tindakan
5. pertimbangan keluarga pasien
6. gejala dan tanda dari gangguan penglihatan
7. kebutuhan penglihatan pasien
12
8. besarnya deviasi
9. ada tidaknya fusi
10. ada tidaknya ambliopia
Terapi untuk menangani strabismus ada banyak bentuk, namun dokter harus
memikirkan terapi non-bedah sebelum terapi bedah. Terapi berdasarkan dengan etiologi
dari strabismus ini. Bila etiologinya berupa gangguan fusi (non-paralitik) seperti akibat
katarak, trauma atau retinoblastoma, cukup terapi kausalnya. Untuk indikasi terapi non-
bedah seperti vision therapy adalah status dari sensori motor, terapi ini tepat untuk
strabismus akibat adanya fusi7.Selain itu dipertimbangkan pula terapi pelatihan mata yang
sakit atau juling.
Terapi farmakologi untuk menangani strabismus kurang efektif karena kadang
menimbulkan efek samping bagi tubuh, sekarang hanya digunakan untuk pasien
accomodative esotropia yang tidak bisa menggunakan kacamata karena adanya
deformitas wajah. Namun, terapi farmakologi dengan obat-obat midriatik dan miositik
sering digunakan dalam menangani ambliopia pada pasien strabismus namun
perbaikannya cenderung lambat8.
Terapi bedah hanya dilakukan bila terapi non bedah tidak memberikan efek.
Tindakan bedah biasanya dilakukan bila deviasi telah melebihi 15 PD pada melihat jauh
atau dekat dengan refraksi mata yang sudah dikoreksi. Untuk pasien eksotropia, deviasi
melebihi 20 PD juga harus dipikirkan untuk dilakukannya tindakan bedah. Tindakan
bedah tidak perlu dilakukan pada pasien dengan deviasi yang kecil dan pada pasien
dengan total akomodasi strabismus9.
13
Penentuan waktu bedah ditentukan berdasarkan tipe dari strabismus, usia pasien
dan kemungkinan berkembangnya fusi. Anak-anak dengan strabismus sebaiknya
dilakukan bedah sampai sebelum usia 2 tahun. Studi menyatakan bahwa perkembangan
dan perbaikan akan terjadi bila dilakukan tindakan bedah pada usia dini10.
Prosedur operasi yang dilakukan memerlukan alat, bahan, tempat dan standar
baku pelayanan.Sarana pelayanan kesehatan mata primer minimal harus tersedia
peralatan sebagai berikut11:
Peralatan diagnostik:
a. Lembar optotip Snellen yang dilengkapi clock dial .
b. Lembar kartu tes baca.
c. Bingkai ujicoba trial lens (trial frame) dan 1 (satu) set lensa ujicoba (trial lens
set)
d. Buku Ishihara-Kanehara.
e. Lup binokuler (lensa pembesar) 3 – 5 Dioptri.
f. Oftalmoskop direk.
g. Tonometer Schiotz.
h. Obat-obatan diagnostik midriatikum, anestesi topical.
i. Lampu senter.
Peralatan bedah:
a. Set peralatan bedah kecil
b. Lampu operasi
2. Pada Sarana kesehatan mata sekunder tersedia :
Peralatan diagnostik
14
Peralatan diagnostik minimal
a. Lembar optotip Snellen yang dilengkapi clock dial .
b. Lembar kartu tes baca.
c. Bingkai ujicoba trial lens (trial frame) dan 1 (satu) set lensa ujicoba (trial
lens set)
d. Buku Ishihara-Kanehara.
e. Lensometer
f. Oftalmoskop direk dan atau indirek
g. Slit lamp
h. Tonometer Schiotz dan atau Aplanasi
i. Streak retinoscopy
j.Lensa Gonioskopi dengan tiga cermin.
k. Set dilator punktum, probe lakrimal dan anel.
Peralatan diagnostik pelengkap
a. Kampimeter
a. Alat untuk biometri A-scan.
b. Keratometer.
c. USG Mata
d. Worth Four Dot Test.
e. Retinometer
Peralatan bedah :
a. Mikroskop operasi.
b. Set peralatan bedah segmen anterior.
15
c. Set peralatan bedah segmen posterior sederhana.
d. Set peralatan bedah adneksa dan orbita sederhana.
STRABISMUS
Peralatan Diagnostik :
1. Major Amblyoscope/Synophtore
2. Maddox Scale
3. Prisma Bar vertical dan horizontal
4. Loose prisma
5. Trial lens set
6. Adult and pediatric frame
7. Stereotest (Titmus, Randot, Lang, TNO )
8. WFDT dengan KM Red Green
9. Bagolini lenses
10. Retinoscope
11. Refraction lens bar with convex and concave lenses
12. Red dan White madox rods
13. Portable biomicroscope
14. Direct and indirect ophthalmoscope
15. Visual acuity chart
16. Near vision card
17. Optokinetic drum
18. Fine tooth forceps ( passive duction and estimation of generation muscle
force)
16
19. Hees or Lees’ screen
20. Netral density filters
21. Visuscope or similar device to test fixation pattern
22. Perimeter to determine field of single binocular vision