BAB ILATAR BELAKANGSecara historis abad modern dimulai sejak
adanya krisis abad pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan 16) di
Eropa muncul sebuah gerakan yang menginginkan seluruh kejayaan
filsafat dan kebudayaan kembali hadir sebagaimana pernah terjadi
pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut dinamakan
renaissance[footnoteRef:2]. Renaissance berarti kelahiran kembali,
yaitu lahirnya kebudayaan Yunani dan kebudayaan
Romawi[footnoteRef:3]. Pada saat itu gejala masyarakat untuk
melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai
tampak di Eropa. Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi
secara bebas, manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun
lamanya. [2: Renaissance, berasal dari bahasa Perancis berarti
kelahiran kembali atau kebangkitan kembali. Renaissance menunjukkan
suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa
dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu
orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan
keindahan. Zaman renaissance juga berarti zaman yang menekankan
otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakan
eksplorasi, eksprimen, dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmu
pengetahuan di Eropa. Lihat. Lorens Bagus, Kamus filsafat,
(Jakarta: Gramedia, 1996 ), hlm. 953-954] [3: Sutarjo A.
Wiramihardja, Pengantar filsafat; sistematika filsafat, sejarah
filsafat, logika dan filsafat ilmu, metafisika dan filsafat
manusia, aksiologi, (Bandung: Refika Aditama,2006), hlm. 59]
Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang
kuat, sehingga memunculkan penemuan-penemuan baru dalam bidang seni
dan sastra, dari penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu
perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara baru, antara lain
mengenai dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri tidak
lagi sebagai fitiator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia
ini, melainkan sebagai vaber mundi, yaitu orang yang menciptakan
dunianya.[footnoteRef:4] [4: Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 176]
Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat kenyataan,
hal itu terlihat secara nyata dalam karya-karya seniman zaman
renaissance seperti Donatello, Botticelli, Michelangelo
(1475-1564), Raphael (1483-1520), Perugino (1446-1526), dan
Leonardo da Vinci (1452-1592). Dalam bidang penjelajahan terlihat
beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus (1451-1506) dan
Ferdinand Magellan (1480-1521). Sedangkan dalam bidang ilmu
pengetahuan terdapat beberapa tokoh hebat antara lain Nicolaus
Copernicus (1478-1543), Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo
Galilei (1546-1642), Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon
(1561-1632) bangsawan Inggris yang meletakkan dasar filosofis untuk
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan mengarang suatu
maha karya yang bermaksud menggantikan teori Aristoteles tentang
ilmu pengetahuan dengan suatu teori baru dalam bukunya Novum
Organon.[footnoteRef:5] [5: K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm. 44-45]
Zaman renaissance sering disebut sebagai sebagai zaman
humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia kurang dihargai
sebagai manusia, kebenaran diukur berdasarkan kebenaran gereja,
bukan menurut yang dibuat oleh manusia. humanisme menghendaki
ukuran haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan
berpikir, berkreasi, memilih dan menentukan, maka humanisme
menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunianya.
Ciri utama renaissance dengan demikian adalah humanisme,
individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan akal
(rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan,
meskipun harus diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada
zaman renaissance, melainkan pada zaman sesudahnya, yang berkembang
pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan
sains yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama
kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup tampak
pada abad modern.[footnoteRef:6] [6: Ahmad Tafsir, Filsafat Umum
Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung: Rosdakarya,
2000),hlm. 126-127]
Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak pemikiran filsafat
yang berorientasi antroposentrisme[footnoteRef:7], sebab manusia
menjadi pusat perhatian. Pada masa Yunani dan abad pertengahan
filsafat selalu mencari substansi prinsip induk seluruh kenyataan.
Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip
induk segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad
pertengahan, Tuhan menjadi prinsip bagi segala yang ada, namun pada
zaman modern, peranan substansi diambil alih oleh manusia sebagai
subjek yang terletak di bawah seluruh kenyataan, dan memikul
seluruh kenyataan yang melingkupinya. [7: Ajaran yg menyatakan
bahwa pusat alam semesta adalah manusia, dalam Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1998), hlm. 76]
Oleh karena itu zaman modern sering disebut sebagai zaman
pembentukan subjektivitas, karena seluruh sejarah filsafat zaman
modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai perkembangan
pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modern
menyelidiki segi-segi subjek manusiawi. Aliran yang menjadi
pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu
kesadaran atas individual, dan yang kongkret.[footnoteRef:8] [8:
Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara,
1986), hlm. 106]
Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat secara modern
dengan cara menyelidiki subjektivitas manusia dengan pendekatan
rasio adalah Rene Descartes, melalui Descarteslah warna kemoderenan
benar-benar hidup yang kemudian diikuti oleh filsuf-filsuf
sesudahnya dengan mengembangkan aliran-aliran lain seperti
Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat
Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomsme.
BAB IISEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT BARAT MODERNAkhir abad ke 16
Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia perkembangan
filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk
menyusun suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam
pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah
paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama
dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah lawan
autoritas.[footnoteRef:9] Sementara dalam bidang filsafat
rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang
agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama,
rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan. [9:
A. Hanafi, Ihktisar Sejarah Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka
Alhusna,1981), hlm. 55]
Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales
ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam
melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa
filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme
adalah Rene Descartes,[footnoteRef:10] sebab Descarteslah orang
yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan berlawanan
dengan fondasi filsafat abad pertengahan.[footnoteRef:11] [10:
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986), hlm. 68] [11: Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 129 ]
Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa perkembangan
filsafat sangat lambat bila dibandingkan dengan laju perkembangan
filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang
mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan
filsafat. Descartes ingin melepaskan diri dari dominasi gereja dan
mengembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang
berbasis pada akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern
yang dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti
pada masa Yunani kuno. Rasionalisme yang dikembangkan oleh
Descartes, kemudian dikembangkan lagi oleh Spinoza, Leibniz dan
Pascal.Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme.
aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan
peran akal dalam memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin,
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Dalam menguatkkan
doktrinnya, empirisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang
makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An
Essay Concerning Human Understanding ketika ia menentang innate
idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna
kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise Of Human
Nature dengan cara membedakan antara ide dan kesan
(impression).[footnoteRef:12] Pada abad 20 kaum empiris cenderung
menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep
diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang
teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu,
bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang
pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat
diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang
sama. [12: Lihat Poedjawijatna, hlm. 201]
Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut
rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian
mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa
prinsip dasar etika yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori
yang diperoleh lewat institusi rasional. Empirisme menolak pendapat
seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya aposteriori
yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh empirisme yang eksis
mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H.
Spencer.[footnoteRef:13] [13: Hasan Bakti Nasution,Filsafat Umum,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hlm.171]
Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah
terjebak pada paham ekslusivisme, kedua aliran ini sama-sama
mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme mengatakan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme mengatakan
sumber pengetahuan adalah pengalaman, padahal masing-masing aliran
ini memiliki kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu
Immanual Kant tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut,
menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur
yaitu pengalaman inderawi dan keaktifan akal budi. Pengalaman
inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal
budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu). Empirisme
dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant
telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah
sintesis.[footnoteRef:14] [14: Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat
Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm.27]
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang
filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi
oleh pengikutnya.[footnoteRef:15] Para murid Kant tidak puas
terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak
akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu
dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan.
Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka
menyangkal adanya das ding an sich (realitas pada dirinya). Menurut
mereka, Kant jatuh dalam kontradiksi dengan mempertahankan das ding
an sich. [15: Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), hlm. 119-120]
Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal
budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada das ding an sich.
Karena alasan-alasan serupa itu para idealis mengesampingkan das
ding an sich. Menurut pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada
dirinya atau suatu realitas yang objektif. Realitas seluruhnya
merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud subjek di
sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran
idealisme dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif,
Schelling dengan idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme
mutlak.[footnoteRef:16] [16: Lihat Harry Hamersma, hlm. 35]
Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang
pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode kritis yang
berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat fenomenologi
sebagai sumber berpikir kritis. Fenomenologi adalah metode yang
diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya
Franz Brentano. Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan
untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi fenomenologi yang
didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat
hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif
mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat batas
invariable dalam situasi yang berbeda.[footnoteRef:17] [17: Lihat
Ahmad Tafsir, hlm. 217-223]
Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan momok
yang harus ditakutkan oleh banyak orang, tetapi yang menjadi
kendala dalam menyampaikan maksud-maksud filsafat kepada masyarakat
secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus
menaruh perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam
filsafat agar mudah dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap
bahasa tersebut awalnya dilakukan oleh G.E. More, kemudian
diteruskan oleh B. Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein
inilah muncul metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang
ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola pemikiran
baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja membentuk
pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan
persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap logika
bahasa.[footnoteRef:18] [18: Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik,
Sejarah, Perkembangan, Dan Peranan Para Tokohnya, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar,2001), hlm. 7-8]
Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai sekarang
telah memberikan warna menarik, terutama dalam merumuskan
pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan jawaban-jawaban kepada kita
sebagai manusia yang hidup pada abad modern ini.BAB IIITOKOH-TOKOH
DALAM FILSAFAT BARAT MODERN1. Rene Descartes (1596-1650)Lahir di La
Haye, Perancis, 31 Maret 1596meninggal di Stockholm, Swedia, 11
Februari 1650 (pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf
dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours
de la mthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia
(1641).Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan
"Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting
dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Pemikirannya membuat
sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang
revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan
bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam bahasa Latin kalimat ini
adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je
pense donc je suis. Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku
ada". (Ing: I think, therefore I am).[footnoteRef:19] [19: Lihat
Hasan Bakti Nasution, hlm 169]
2. Spinoza (1632-1677)Nama lengkapnya adalah Baruch de Spinoza,
dalam bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa Portugis
dengan Bento[footnoteRef:20]. Ia lahir di Amsterdam, Belanda tahun
1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag. [20: Lihat Hasan Bakti
Nasution, hlm.170]
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya Deus sen
Natura (Tuhan atau Alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang
mistik. Menurutnya, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan
kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau
alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan
aturan kosmos, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendakk
Tuhan.[footnoteRef:21] [21: Lihat Harry Hamersma, hlm.11]
3. Jhon Locke (1632-1704)John Locke dilahirkan pada tanggal 28
Agustus 1632 di Wrington, Somerset. Adalah seorang filsuf dari
Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan
Empirisme. Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga
pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke
juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Locke menandai lahirnya
era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena
pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan
yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Akhir hidup
Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun dari pekerjaannya. Ia
menjalani sisa kehidupannya selama 4 tahun. Kesehatan Locke makin
menurun dan ia menderita penyakit asma. Bulan-bulan akhir tahun
1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia meninggal
tanggal 28 Oktober 1704, beliau dikuburkan di High
Laver.[footnoteRef:22] [22: Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm
171]
Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat. Salah
satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah
filsafat adalah proses manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut
Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia,
sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum
berfungsi atau masih kosong ibarat sebuah kertas putih, yang
kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh
manusia itu. Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah dan batiniah.[footnoteRef:23] Pengalaman lahiriah adalah
pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas
material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian
pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran
terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat, menghendaki,
meyakini, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah
yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya. [23:
Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 176]
4. David Hume (1711-1776)David Hume lahir di Edinburgh,
Skotlandia, 1711. Ayahnya adalah seorang pengacara dan tuan tanah,
sedangkan ibunya adalah Kalvinis keras.[footnoteRef:24] Ia
mempelajari hukum, sastra, dan filsafat di Universitas Edinburgh.
Peribadinya lebih tertarik dengan dunia filsafat disbanding dengan
dunia lainnya. [24: Linda Smith dan William Roeper, Ide-Ide
Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius, 2003),
hlm.71]
Zaman David Hume, dikatakan zaman akal budi. Menurutnya, budi
merupakan ide penting yang mungkin menjadi alasan bagi Hume untuk
menunjukkan batas-batas akal budi. Ia senang menghancurkan ide-ide
besar saat itu.[footnoteRef:25] [25: Terjadi pada 1500-1700, Eropa
dilanda dengan peperangan agama, situasi ini pula yang menyebabkan
Hume lebih menghargai agama. Lihat Linda Smith dan William
Roeper,hlm. 72]
5. Immanuel Kant (1724-1804)Dia lahir di Knigsberg, 22 April
1724meninggal di Knigsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun,
dia adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang terpenting adalah
Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia membatasi
pengetahuan manusia. Atau dengan kata lain apa yang bisa diketahui
manusia. [footnoteRef:26]Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga
pertanyaan: [26: Lihat Harry Hamersma, hlm. 64-65]
a. Apakah yang bisa kuketahui?b. Apakah yang harus kulakukan?c.
Apakah yang bisa kuharapkan?Yang dari pertanyaan diatas dijawab
sebagai berikut:a. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah
yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan
ilusi saja, hanyalah ide.b. Semua yang harus dilakukan manusia
harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut
dengan istilah imperatif kategoris. Contoh: orang sebaiknya jangan
mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum,
maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.c.
Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah
yang memutuskan pengharapan manusia.
6. Friedrich Wilhelm josep Van Schelling (1775-1854)Beliau
adalah seorang filsuf berkebangsaan Jerman, lahir di Gonberg tahun
1775 dan wafat di Swiss tahun 1854. Selain sebagai seorang filsuf
Schelling juga adalah seorang ahli ilmu alam. Schelling adalah
seorang idealism obyektif, yang menurutnya kebenaran gambaran
tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh
obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya,
atau bagaimana obyek menyadarkan subyek. Semboyannya yang popular
adalah Wir haben eine altere offenbarung als jede geschriebene,
kita mempunyai wahyu yang lebih tua dari yang tertulis, yaitu
alam.[footnoteRef:27] [27: Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 177]
7. Hegel (1770-1831)Nama lengkapnya ialah Wilhelm Friedrich
Hegel, seorang filsuf Jerman, lahir di Stuttgard tahun 1770 dan
wafat tahun 1831 di Berlin. Hegel adalah seorang idealisme mutlak,
yang mengatakan Das wahre ist das ganze, yang benar itu yang
menyeluruh. Membuktikan kebebarannya yang mutlak itu, Hegel
menyusun alur pikir yang disebut dialektika, yaitu tesis ada,
anti-tesis tiada dan sintesis menjadi. Terjadinya dialektika
tersebut berputar dalam pikiran semata, sehingga seluruh konsep
harus direlevansikan.[footnoteRef:28] [28: Lihat Hasan Bakti
Nasution, hlm 178]
8. Karl Max (1818-1883)Karl Heinrich Marx lahir di Trier,
Prusia, 5 Mei 1818 dan wafat di London, Inggris, 14 Maret 1883
(pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik
dan teori kemasyarakatan dari Prusia.Marxisme pada hakekatnya
bukanlah merupakan suatu penafsiran terhadap perubahan
proses-proses dalam masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori
yang menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat dapat
ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan dalam bidang ilmu
pengetahuan sehingga bisa bersifat pasti dan universal. Yang
diantara pemikrannya mengenai agama dan masyarakat.[footnoteRef:29]
[29: Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogjakarta:
Kanisius, 1980), hlm.121.]
9. Auguste Comte (1798-1857)Auguste Comte yang lahir di
Montpollier, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang
bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah katolik. Namun,
diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan loyalitasnya terhadap
kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan
pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada
masanya.[footnoteRef:30] [30: Lihat Hasan bakti Nasution, hlm.
183]
Dasar pemikiran Comte diperoleh secara inspiratif dari Saint
Simon, Charles Lyell, dan Charles Darwin. Selain dari itu,
pemikiran Herbert Spencer mengenai hukum perkembangan juga
mempengaruhi pemikirannya. Kata rasional bagi Comte terkait dengan
masalah yang bersifat empirik dan positif yakni pengetahuan riil
yang diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi),
eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh
hukum yang sifatnya umum sampai kepada suatu teori. Karena itulah
maka bagi positivisme, tuntutan utama adalah pengetahuan faktual
yang dialami oleh subjek, sehingga kata rasional bagi Comte
menunjuk peran utama dan penting rasio untuk mengolah fakta menjadi
pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang demikian itu, maka
sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah
Induktif-verifikatif.[footnoteRef:31] [31: Ichwan Supandi Azis,
Karl Raimund Popper dan Auguste Comte; Suatu Tinjauan Tematik
Problem Epistemologi dan Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat,
Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3, hlm. 254]
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga
tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga,
tahap positif.[footnoteRef:32] [32: Lihat Asmoro Achmadi, hlm.
117]
1. Tahap TeologisPada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa
dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini
dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti
manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan
lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.2. Tahap
MetafisikTahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari
pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari
cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya
diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau
dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam
sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam yang menjadi
asal mula agama.3. Tahap PositifPada tahap ini pengertian
menerangkan berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan
suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap
positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah
satu fakta yang umum10. Charles Robert Darwin (1809-1882)Charles
Robert Darwin lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember
1809 dan wafat di Downe, Kent, Inggris, 19 April 1882 pada umur 72
tahun adalah seorang naturalis Inggris yang teori revolusionernya
meletakkan landasan bagi teori evolusi modern dan prinsip garis
keturunan yang sama (common descent) dengan mengajukan seleksi alam
sebagai mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen
integral dari biologi (ilmu hayat).Sebelum Darwin, filsafat yang
ditinggalkan oleh Plato dan sedikit dimodifikasi oleh Aristoteles
menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam ini memiliki dua macam
unsur, unsur esensi dan unsur aksidental. Unsur esensi adalah unsur
yang membuat kualitas sesuatu yang bergitu adanya, sedangkan unsur
aksidental adalah unsur yang datang dan pergi tanpa mengakibatkan
perubahan identitas pada sesuatu. [footnoteRef:33] [33: Kumara Ari
Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad
6 SM - Abad 21, (Yogyakarta: Andi, 2010), hlm. 231]
11. Edmund Husserl (1859-1938)Beliau adalah seorang filsuf
Jerman lahir di Prostejov, Cekoslowakia tahun 1859, dan wafat di
Freiburgh tahun 1938. Pemikiran terpentingnya adalah Teori
kebenaran, yang menurutnya kebenaran haruslah digabung di antara
subyek dengan obyek dan Tiga jenis reduksi, Supaya dengan intuisi
kita dapat menangkap hakekat obyek-obyek, maka dibutuhkan tiga
reduksi. Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal yang
mengganggu kalau kita ingin mencapaiwesenschau.Reduksipertama:
menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus
obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak
bicara.Dua:menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang
diselidiki dan diperoleh dari sumber lain.Tiga: menyingkirkan
seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan
oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau
reduksi-reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan
diri, menjadifenomin(memperlihatkan diri).[footnoteRef:34] [34:
Lihat Harry Hamersma, hlm. 117]
BAB IVALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT BARAT MODERN1.
RasionalismeRasionalisme terdir rasio dan isme, yang berarti paham
yang meletakkan kebenaran tertinggi pada akal manusia atau paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting
untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu
pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara
berpikir.[footnoteRef:35] [35: Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm.
169]
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah
doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada
melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Hal ini dilatarbelakangi
oleh keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran yang
tradisional. Yang dalam hal ini Rene Descartes adalah pendiri pada
aliran ini.[footnoteRef:36] [36: Lihat Asmoro Achmadi, hlm.
110]
2. EmpirismeIstilah Empirisme berasal dari kata empiri yang
berarti indra atau lata indra, yang ditambah dengan isme sebagai
suatu aliran. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang
sesuai dengan pengalaman manusia. Yang dilatarbelakangi karena
adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya,
pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi
karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada
sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi
kehidupan.[footnoteRef:37] [37: Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm.
171]
3. KritisismeAliran ini muncul pada abad ke-18, yang
dilatarbelakangi manusia melihat adanya kemajuna ilmu pengetahuan
telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain jalannya
filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat
dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan. Tokoh didalamnya
adalah Immanuel Kant, yang mencoba menyelesaikan persoalan diatas,
awalnya ia mengikuti rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh
dengan empirisme. Walaupun demikian, Kant tidak mudah untuk
menerimanya. Maka akhirnya, ia mencoba mengadakan sintesis dan
mencapai suatu kesimpulan walaupun ia mendasarkan diri pada nilai
yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehinggal akal mengenal
batas-batasnya.4. IdealismePeristiwa di dunia ini hanya dapat
dimengerti apabila suatu syarat dipenuhi, yaitu jika
peristiwa-peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung
penjelasan-penjelasannya. Ide yang berpikir itu sebenarnya adalah
gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya gerakan yang menimbulkan
tesis, kemudian menimbulkan anti-tesis (gerak yang bertentangan),
kemudian muncul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya
menimbulkan anti-tesis dan seterusnya. Inilah yang disebut dengan
dialektika[footnoteRef:38]. Proses dialektika inilah yang
menjelaskan segala peristiwa. Yang dipelopori oleh F.W.J.
Schelling, Hegel, dan Fichte. [38: Lihat Asmoro Achmadi, hlm.
114]
5. PositivismeFilsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik
tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang factual
dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif
adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah fakta
diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat memberikan
semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.6. EvolusionismeAiran ini
dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles Robert Darwin. Dalam
pemikirannya, ia mengajukan konsep tentang perkembangan tentang
segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum
mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.7.
MaterialismeFilsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat
materialisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau
supernatural. Pandangan materialisme banyak persamaannya dengan
naturalisme. Bahkan ada filsuf yang menyamaka keduanya, khususnya
yang disebut dengan naturalisme materialistis. Hal ini didasarkan
pada beberapa alas an. Pertama karena pandangan materialism banyak
kaitan dan persamaannya dengan rumpun ilmu-ilmu alam. Kedua karena
sama-sama menentang filsafat moral dan agama.Tidak ada kejadian
yang tidak dapat diteliti secara alamiah. Apa yang disebut alamiah
atau riil pastilah mempunyai sifat atau wujud material atau fisik,
sekalipun mungkin tampaknya tidak demikian kepada kita. Dengan
demikian, sintesis kedua paham ini beranggapan bahwa apapun yang
ada, pada akhirnya dapat dikembalikan kepada materi.8.
Neo-KantianismeSetelah materialisme pengaruhnya merajalela,, para
murid Kant mengadakan gerakan lagi. Mereka ingin kembali bersifat
kritis, yang bebas dari spekulasi idealisme dan dogmatis. Herman
Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa
keyakinannya kepada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa
demikian, karena segala sesuatu itu ada apabila terlebih dahulu
dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person tetapi
sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.9.
PragmatismePragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)
yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran
yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu
itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.Oleh sebab itu kebenaran
sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau
peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat
tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.Pragmatisme
dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun
berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga
patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, menolak segala
intelektualisme, dan absolutisme, serta meremehkan logika
formal.[footnoteRef:39] [39: Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 118]
10. Filsafat HidupAliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi
dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi
pola pikir manusia. Peranan akal pikiran hanya digunakan untuk
menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam
semesta atau manusia dianggap sebagai mesin yang tersusun dari
beberapa komponen dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.
Tokohnya adalah Henry Bergson.11. FenomenologiFenomenologi berasal
dari kata fenomen yang srtinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak
nyata semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang
dapat diamati oleh indra. Edmun Husserl (1859-1938) adalah pendiri
aliran fenomenologi, ia telah empengaruhi pemikiran filsafat abad
ke 20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos)
pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan demikian
fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari yang tampak atau apa yang
menampakkan diri atau fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah
realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang
memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak
bagi subjek.12. EksistensialismeKata Eksistensialisme berasal dari
kata eks = ke luar, dan sistensi = berdiri, menempatkan. Secara
umum berarti, manusia dalam keberadaannya ditentukan oleh akunya.
Karena manusia selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai
miliknya. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang
berbagai gejala dengan berdasar pada Eksistensinya. Artinya,
bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pelopornya
adalah Soren Kierkegaard, yang mengemukakan bahwa kebenaran itu
berada pada suatu system yang umum tetapi berada dalam eksistensi
yang individu, yang kongkret. Oleh karena itu, eksistensi manusia
penuh dengan dosa, sehingga hanya iman kepada kristus sajalah yang
dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.13. Neo-ThomismePada
pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah gereja Katolik banyak
penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas
Aquinas. Pada mulanya dikalangan gereja terdapat semacam keharusan
untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian akhirnya menjadi sebuah
paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran
Thomas sudah sempurna. Kedua, paham yang menganggap ajaran Thomas
telah sempurna tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat
belum dibahas. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas
harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya
betul-betul sempurna.BAB VPENUTUPA. KesimpulanFilsafat selalu lahir
dari suatu krisis, krisis berarati penentuan, bila terjadi krisis
orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba
apakah ia dapat tahan uji. Filsafat dengan demikian perjalanan dari
satu krisis ke krisis lain. Ini berarti bahwa manusia yang
berfilsafat senantiasa meninjau kembali eksistensi dirinya dan alam
disekitarnya. Filsafat sejak Thales sudah mempersoalkan alam
sekitarnya. Pada Socrates, Plato dan Aristoteles persoalan yang
dipetanyakan jauh meningkat yaitu mempertanyakan eksistensi
manusia, meskipun eksistensi manusia yang tinggi pada Yunani kuno
kurang mendapat perhatian abad pertengahan.Kehadiran filsafat abad
modern yang diawali oleh gerakan renaissance berusaha mengembalikan
eksistensi kemanusia yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun
lebih. Abad modern ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam
bidang ilmu pengetahun sehingga abad modern menjadi abad kembalinya
subjektivitas dengan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya
pada peranan akal. Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan
bahwa abad modern telah memperbaharui sudut pandang dogmatis
manusia kepada pemahaman pluralis yang didukung oleh data dan fakta
rasional dan empiris.B. Saran-saranLayaknya para filosof yang
senatiasa mencari kebenaran dengan sikap yang kritis, kita para
mahasiswa juga bisa menjadikan mereka contoh dalam hal yang positif
dalam konteks ilmu pengetahuan guna mendorong dan menjadi sumber
motivasi dalam menuntut ilmu.
DAFTAR PUSTAKAAchmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum.Jakarta: Raja
Grafindo PersadaAri Yuana, Kumara.2010.The Greatest Philosophers -
100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21.Yogyakarta:
AndiAzis, Ichwan Supandi.2003 Karl Raimund Popper dan Auguste
Comte; Suatu Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan Metodologi,
Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor
3Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat.Jakarta: Ghalia
IndonesiaBertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta:
KanisiusHanafi, A. 1981. Ihktisar Sejarah Filsafat Barat.Jakarta:
Pustaka AlhusnaHamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat
Modern. Jakarta: GramediaHadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah
Filsafat Barat.Yogjakarta: KanisiusMustansyir, Rizal. 2001.Filsafat
Analitik, Sejarah, Perkembangan, Dan Peranan Para Tokohnya,
Yogyakarta : Pustaka PelajarNasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat
Umum.Jakarta: Gaya Media PratamaPoedjawijatna, 1986. Pembimbing ke
Alam Filsafat. Jakarta: Bina AksaraSmith, Linda dan William
Roeper.2003.Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang,
Yogyakarta: KanisiusTafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal Dan
Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: RosdakaryaTim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
21