Top Banner
1. Restorasi Semi Tetap Jika pembuatan restorasi tetap ditunda, restorasi sementara harus bisa bertahan selama mungkin (± satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara untuk gigi posterior yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah menjadi lemah, sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya kerapatan yang adekuat, Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.
33

Alat Restorasi Semi Tetap

Feb 20, 2016

Download

Documents

keimotions

Perawatan prosto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Alat Restorasi Semi Tetap

1. Restorasi Semi Tetap

Jika pembuatan restorasi tetap ditunda, restorasi sementara harus bisa

bertahan selama mungkin (± satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat,

dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara untuk gigi posterior

yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah menjadi lemah,

sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari

harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan

tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar

karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh

mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya

kerapatan yang adekuat, Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera

setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika

gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.

Prinsip dan Konsep

Ada tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan

bertahan lama, yakni:

1. Mempertahankan struktur gigi.

Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah tidak baik

sehingga pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan.

Sebaliknya, cusp mungkin perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping).

Tindakan secara rutin membuang mahkota dan kemudian membangunnya

Page 2: Alat Restorasi Semi Tetap

kembali pada gigi yang telah dirawat saluran akarnya merupakan cara yang

sudah tidak layak lagi.

Gambar: Fraktur gigi akibat pembuangan restorasi lama yang tidak

sempurna

2. Retensi

Restorasi mahkota memperoleh retensinya dari inti dan sisa dentin

yang masih ada. Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan

adalah sistem saluran akarnya yang dipasangkan pasak. Namun pasak ini akan

melemahkan dan mungkin menyebabkan perforasi sehingga hendaknya

dipakai hanya jika diperlukan untuk retensi inti.

Page 3: Alat Restorasi Semi Tetap

Gambar: Retensi dengan memanfaatkan undercut pada kamar pulpa dan orifis

saluran akar

3. Proteksi sisa struktur gigi.

Proteksi sisa struktur gigi ini diaplikasikan pada gigi posterior untuk

memproteksi cusp yang tidak terdukung supaya bisa menghindari terjadinya

fleksur dan fraktur. Restorasi didesain sedemikian rupa sehingga beban

fungsional dapat ditransmisikan melalui gigi ke jaringan penyangga.

2. Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena Trauma

Anak-anak memiliki kemungkinan terkena trauma yang tinggi karena

pada masa pertumbuhan, anak-anak belajar untuk berjalan sehingga gigi

rentan akan trauma. Selain dari proses belajar berjalannya anak, gigi sulung

memiliki pulp chamber yang relative besar. Kedua hal ini menyebabkan

adanya kemungkinan anak-anak mengalami trauma dentoalveolar. Dalam

mengelola pasien tersebut, mungkin diperlukan sedasi dan restraint

(pengekangan) . Dengan demikian, faktor-faktor tambahan harus ditangani

selama dilakukan pengobatan. Displacement lebih banyak terjadi daripada

patah gigi pada gigi primer karena daerah sekeliling tulangnya masih resilien.

Begitu pula dengan cedera ini yang lebih sering terjadi pada gigi anak

dibandingkan pada gigi permanen.

Page 4: Alat Restorasi Semi Tetap

Mengobati trauma pada gigi sulung ditentukan oleh kemungkinan

bahaya terhadap benih gigi permanen, sekunder ke posisi bukal - oklusal gigi

sulung terhadap benih gigi permanen.

.

Gambar: posisi bukal - oklusal gigi sulung terhadap benih gigi permanen

Transmisi gaya pada gigi yang berkembang memungkinkan terjadinya

displacement yang dapat menyebabkan gangguan odontogenesis, sehingga

menghasilkan perubahan warna enamel dan atau hyploplasia.

Page 5: Alat Restorasi Semi Tetap

Andreasen dan Raven melaporkan tentang prognosis pada trauma gigi

pengganti permanen, juga gaya yang diberikan oleh gigi primer. Mereka

menemukan bahwa usia individu pada saat cedera dan jenis cedera berperan

penting dalam pengembangan gigi permanen.

Diagnosis dan Assesment

Dokter gigi harus memutuskan :

1. Waktu luka terjadi dan ketika kedatangan berikutnya untuk perawatan, hasil

pengobatan adalah sangat tergantung pada waktu yang telah berlalu

2. Penyebab luka

3. Dimana luka terjadi untuk menentukan apakan perlu diberikan injeksi tetanus

4. Apakah trauma cukup berat sehingga menyebabkan masalah medis seperti

sakit kepala, muntah, dan simptom lainnya pada trauma kepala

Page 6: Alat Restorasi Semi Tetap

5. Stimuli apa yang menyebabkan respon pada wilayah trauma (termal, tekanan,

kimia).

Gambar : Sistem untuk menentukan treatment pada gigi primer anterior

Page 7: Alat Restorasi Semi Tetap

2.1. Fraktur Mahkota Sebagian

Pada fraktur mahkota sebagian, bagian runcing dari mahkota harus di

haluskan atau restorasi morfologi mahkota dapat didapatkan dengan

cooperation reasonable.

2.2. Crown Fracture

Dalam kasus fraktur yang tidak parah dengan tepian tajam

dipinggirnya, abrasive disc atau bur dapat digunakan untuk menghaluskan

fraktur. Jika pasien menginginkan hasil yang estetis, mahkota dapat

diperbaiki dengan resin komposit.

Fraktur mahkota yang parah merupakan kasus yang sulit untuk

dihadapi jika terdapat kerjasama yang kurang dari anak karena perawatan

(pulpotomy) adalah teknik-sensitif. Pilihan perawatan parsial pulpotomy

adalah pulpotomy dengan kalsium hidroksida atau pulpotomy dengan

formocresol atau ZnOE. Hasil pulpotomy dengan kalsium hidroksia dan

dengan formocresol atau ZnOE memiliki hasil yang sama baik dan

mendukung indikasi untuk mengobati luka. Dalam sebuah studi klinis, tingkat

keberhasilan dari pulpotomy adalah 76%. Dalam penelitian lain, pulpotomy

(menggunakan formocresol) dan pulpectomy (menggunakan ZnOE) yang

dibandingkan dan ditemukan memiliki tingkat keberhasilan masing-masing

dari 86% dan 78%. Temuan yang menghalangi keberhasilan pulpectomy

adalah sebagian besar kasus menunjukkan resorpsi lengkap partikel seng

oksida di daerah gingiva. Prosedur ini biasanya tidak direkomendasikan.

Page 8: Alat Restorasi Semi Tetap

Trioksida mineral agregat (MTA) baru-baru ini telah diusulkan untuk

pulpotomy tapi penelitian klinis jangka panjang diperlukan sebelum

merekomendasikan penggunaan secara umum.

2.3. Crown-Root Fracture

Ekstraksi merupakan pilihan perawatan yang sering dilakukan

2.4. Root Fracture

Fraktur akar dengan sedikit perpindahan fragmen mahkota dapat

dibiarkan tidak diobati dan akan resorbsi pada waktu yang diharapkan. Ketika

fragmen mahkota sangat longgar, fragmen koronal yang ekstruksi harus

diekstraksi untuk mencegah anak menghirup fragmen tersebut. Fragmen

apikal dapat dibiarkan untuk resorpsi fisiologis. Jika anak mampu mengatasi

dan fragmen koronal tidak berpindah, kawat-komposit splint dianjurkan

selama 3 minggu.

2.5. Concussio dan Subluxasi

Cedera ini tidak memerlukan perawatan akut, namun harus

memberitahukan orangtua untuk menjaga kebersihan mulut anak untuk

mencegah kontaminasi bakteri melalui ligamentum periodontal. chlorhexidine

dapat diaplikasi ke gingiva gigi dua kali sehari selama 7 hari dapat

direkomendasikan.

Page 9: Alat Restorasi Semi Tetap

2.6. Ekstrusi

Ekstrusi gigi primer dapat mengalami reposisi, tetapi stabil untuk

waktu yang singkat jika anak segera diobati saat cedera. Jika bekuan darah

sudah masuk ke dalam soket alveolar dan tidak terjadi reposisi, gigi dapat

kembali normal secara spontan atau diekstraksi tergantung pada tingkat

ekstrusi dan mobilitas.

2.7. Lateral Luxation

Dalam beberapa kasus lateral luksasi mungkin terdapat gangguan

occlusal. Dalam kasus ini, setelah penggunaan anestesi lokal, gigi yang

posisinya kombinasi antara gabungan tekanan labial dan palatal. jika perlu dan

mungkin, splint dapat digunakan selama 2-3 minggu.

Karena open bite anterior pada anak kecil lebih sering terlukasi, lateral

gigi utama tidak mengalami gangguan oklusal, dapat sembuh tanpa

pengobatan, dan reposisi spontan dipengaruhi oleh kekuatan fisiologis lidah

biasanya dapat terjadi dalam waktu 3 bulan. Namun, dalam studi lanjutan, 5%

dari gigi yang terluksasi lateral tidak sepenuhnya reposisi setelah 1 tahun.

Untuk mengobati lateral luxations tanpa open bite yang tidak dapat

direposisi, perawatan dapat dilakukan dengan mengikis tepi incisal gigi atas

dan bawah atau sementara menambahkan komposit ke permukaan occlusal

molar untuk membuat artifisial anterior.

Page 10: Alat Restorasi Semi Tetap

2.8. Intrusion

Perawatan gigi instrusi dapat dibagi 3, yaitu :

1. Reposisi dengan alat ortodonti

2. Reposisi gigi dengan tindakan bedah

3. Observasi gigi dengan cara reerupsi

Bila gigi yang mengalami intrusi belum memiliki akar yang tumbuh

sempurna, perawatan yang sebaiknya dilakukan adalah mengobservasi re-

erupsi. Sedangkan apabila akar gigi telah tumbuh sempurna, perawatan yang

sebaiknya dilakukan adalah reposisi secara tindakan bedah atau dengan alat

ortodonti.

Perawatan gigi intrusi masih diperdebatkan. Masalah penting yang

harus dihadapi adalah pencegahan dari cedera gigi susu berlanjut pada gigi

permanen. Dalam studi eksperimen pada monyet; di mana gigi insisif primer

yang sengaja menghambat penggantian gigi permanen, gigi insisif tersebut

mengganggu ekstraksi dari gigi insisif primer. Secara histologis dapat

mengakibatkan kerusakan ringan pada epitel enamel gigi pengganti. Namun,

dalam studi makroskopik yang sama, ditemukan frekuensi dan tingkat

makroskopik cacat enamel yang hampir identik dalam dua kelompok.

Studi klinis juga menunjukkan hanya sebagian kecil dan perbedaan

yang tidak signifikan dalam tingkat perkembangan dan frekuensi pengganggu

dalam pertumbuhan gigi permanen ketika perawatan atau ekstraksi dari intrusi

gigi primer telah dibandingkan.

Page 11: Alat Restorasi Semi Tetap

2.9. Avulsion

Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus

yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan

perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Penyebab

trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan

lalu linlas dan olahraga.

Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh

bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi. Keberhasilan

perawatan dari gigi yang avulsi tergantung dari berapa lama terjadinya, tempat

kejadian, tindakan apa yang dilakukan pertama kali ketika terjadinya gigi

avulsi dan bagaimana cara penanganan gigi avulsi tersebut. Penanganan

pendahuluan terhadap gigi yang mengalami avulsi ini terdiri dari replantasi,

splinting serta kontrol secara periodik. Kemudian dilanjutkan dengan

perawatan saluran akar dan restorasi resin komposit.

Meskipun beberapa laporan telah dipublikasikan pada replantasi gigi

avulsi, pada praktikya tidak dapat direkomendasikan sampai bukti lebih lanjut

menunjukkan bahwa pengganti permanen tidak akan terlibat, karena replantasi

gigi primer dapat menggantikan coagulum ke dalam folikel gigi insisal

permanen. Selanjutnya, inflamasi periapical dapat menjadi nekrosis pulp pada

replantasi gigi permanen karena gangguan mineralisasi pertumbuhan gigi

permanen. Ruang yang dihasilkan dari kehilangan gigi incisal primer rahang

atas dapat dikembalikan untuk tujuan estetik dengan manggunakan fixed

Page 12: Alat Restorasi Semi Tetap

appliances. Namun, perlu perhatian khusus dalam kasus-kasus ini terhadap

kemungkinan gangguan pada fisiologis ekspansi rahang atas

2.10. Fractures of The Alveolar Processus

Tulang alveolar merupakan tulang tempat melekat gigi pada maksila

dan mandibula. Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras

tubuh. Fraktur  tulang alveolar adalah hilang atau putusnya kontinuitas

jaringan tulang alveolar pada maksila atau mandibula.

Fraktur dari processus alveolaris sering terjadi pada maksila yang tipis

dibandingkan dengan mandibula. Akan tetapi, tipe fraktur yang sering terjadi

pada mandibula adalah fraktur alveolar. Trauma alveolar pada mandibula

berhubungan dengan fraktur komplit pada daerah penyangga gigi, sedangkan

pada maksila biasanya disebabkan oleh trauma lokal. Jika terjadi trauma

secara langsung processus alveolaris bagian anterior memiliki resiko terbesar

untuk terjadi fraktur.

Trauma lokal pada tulang rahang dapat menyebabkan terjadinya

fraktur pada tulang alveolar. Fraktur pada tulang alveolar biasanya tidak

menyababkan kerusakan yang serius pada gigi, gigi diharapkan masih dapat

melakukan devitalisasi pasca trauma.

Etiologi

Page 13: Alat Restorasi Semi Tetap

Penyebab terjadinya fraktur tulang alveolar diantaranya adalah karena

trauma facial seperti trauma athletik, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan

lalu lintas, dan lain-lain. Penyebab lainnya adalah akibat dari prosedur

iatrogenik pada pencabutan gigi.

Gambaran klinik fraktur alveolar

Fraktur prosesus alveolaris biasanya berupa fraktur terbuka sehingga

rentan terhadap infeksi. Fraktur yang terjadi pada tulang alveolar dapat meluas

sampai keperbatasan tulang. Pada segmen yang fraktur sering ditemukan

pergerakan, pergeseran segmen, dan dislokasi. Terjadi perubahan oklusal

akibat ketidaksejajaran dari segmen alveolar yang fraktur. Tes sensitivitas

pada gigi di daerah fraktur dapat positif atau negatif. Pada fraktur tulang

alveolar, gigi dapat mengalami perubahan posisi, gigi dapat menjadi luksasi,

avulsi, atau impaksi.

Gambaran radiografis

Pada fraktur tulang alveolar garis fraktur dapat terlokalisasi, dari tepi

tulang alveolar sampai apeks akar. Teknik panoramik sangat membantu dalam

menentukan bagian dan posisi garis fraktur. Garis fraktur dapat terlihat dengan

atau tanpa adanya pemisahan fragmen. Periapical dental radiographs  dapat

memberikan informasi mengenai status gigi geligi di daerah tulang alveolar

yang mengalami fraktur.

Page 14: Alat Restorasi Semi Tetap

Klasifikasi

Klasifikasi dari fraktur tulang alveolar menurut Per Clark

Kelas 1, fraktur pada segmen edentulous

Kelas 2, fraktur pada segmen dentulous dengan sedikit perubahan posisi

Kelas 3, fraktur pada segmen dentulous dengan sedang-berat perubahan posisi

Kelas 4, fraktur processus alveolaris. Terdapat satu atau lebih garis fraktur

dengan fraktur pada tulang facial penyangga gigi

Perawatan

Perawatan medikasi

Perawatan ini ditujukan untuk memberi kenyamanan pada pasien dan

untuk mencegah komplikasi terutama akibat infeksi.  Analgesik ringan sampai

sedang dapat diberikan, namun perlu mempertimbangkan status kesehatan

umum pasien dan dosis obat. Contoh analgesik yang bisa diberikan adalah

Acetaminophen.

Terapi antibiotik mengurangi prevalensi dari infeksi. Golongan

penisilin diberikan dan disesuaikan dosisnya dengan umur. Pada pasien yang

alergi dengan golongan penisilin, clindamycin dapat digunakan sebagai

alternatif  pengganti.

Page 15: Alat Restorasi Semi Tetap

Perawatan bedah

Pada fraktur alveolar perawatan dilakukan dengan tujuan

mengembalikan segmen farktur ke posisi semula. Sebelum dilakukan

perawatan, sebaiknya dilakukan foto rontgen untuk mengetahui seberapa luas

fraktur yang terjadi. Perawatan dilakukan dengan bantuan anestesi lokal.

Namun pada keadaan tertentu perlu dilakukan anestesi umum yaitu apabila

anastesi lokal tidak berhasil atau pada pasien yang sangat penakut. Reposisi

segmen fraktur yang mengalami perubahan lokasi dengan melakukan reduksi,

yaitu menggerakkan segmen yang fraktur dengan finger manipulation, periksa

hubungan oklusalnya. Fiksasi untuk imobilisasi segmen yang fraktur dengan

splint atau arch bar. Hilangkan kontak prematur dan trauma oklusal.

Stabilisasi segmen yang fraktur tersebut selama 4 minggu.  Contoh cara fiksasi

lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan 2-0 Chromic gut suture

material  untuk immobilisasi gigi.

Alat  untuk stabilisasi segmen dilepas setelah 4-6 minggu kemudian

evaluasi mobilitas  gigi dan segmen. Untuk mengetahui keberhasilan

perawatan, lakukan foto rontgen. Status pulpa perlu dilihat untuk

mempertimbangkan kemungkinan perawatan endodontik bila gigi menjadi

nonvital.

Page 16: Alat Restorasi Semi Tetap

Tabel Ringkasan Penanggulangan Trauma Gigi Sulung Anterior

3. Macam-macam Alat Stabilisasi untuk Fraktur Mandibula

Splinting properties

Rigiditas dari splint dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Flexible dan semi-rigid :

optimal untuk pulpa dan periodontal healing

a. Mobilitas lebih tinggi daripada gigi non-injured

b. Sama dengan mobilitas normal gigi

2. Rigid : dapat digunakan pada cervical root fracture dan replantasi gigi setelah

PDL removal dan perawatan fluoride. Kurang dari mobilitas normal gigi

Page 17: Alat Restorasi Semi Tetap

Splint yang optimal dapat memenuhi mayoritas dari seluruh persyaratan

dibawah ini :

(1) Aplikasi direct intraoral

(2) Mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental

(3) Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries

(4) Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral

(5) Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi

(6) Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint

(7) Mudah dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada

kerusakan permanen pada gigi

(8) Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic

(9) Hygiene dan estetik

Tipe-tipe splinting

a. Suture splint

Alat stabilisasi ini diindikasikan untuk stabilisasi fraktur tulang pada rahang

yang tidak bergigi atau sudah banyak kerusakan gigi dan atau pada gigi yang

kurang melekat dengan gigi sebelahnya (Syamsudin dan Kasim, 2003). Suture

splint dapat digunakan dalam mencegah reposisi incisor dari ekstruding, tapi

hanya akan efektif untuk jangka waktu pendek. Jahitan dilakukan di labial dan

lingual hingga gigi tidak bergerak dari soketnya. Sedikit jumlah resin dapat

diaplikasikan untuk memastikan retensi jahitan.

Page 18: Alat Restorasi Semi Tetap

Gambar : Pemasangan suture splint pada gigi incisive 1 regio 2

b. Arch bar

Beberapa dekade yang lalu, rigid splinting dari gigi luxasi dianggap perlu, dan

jenis splint yang digunakan adalah arch bar atau cap splint. Tetapi, splint ini

menyebabkan kerusakan pada gigi yang terluka, dikarenakan reposisi tidak akurat,

yang dapat menekan jaringan longgar gigi terhadap dinding soket. Selanjutnya,

terdapat resiko invasi bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak

splint dan wire terhadap margin gingival.

Gambar : Penggunaan Arch Bar yang mengiritasi jaringan periodontal

disekitar tempat pemasangan.

Page 19: Alat Restorasi Semi Tetap

c. Orthodontic appliance

Orthodontic ligature wire bonded dengan composite atau attached pada

bracket telah dianjurkan. Tetapi orthodontic bracket wire dan composite dapat

mengakibatkan iritasi pada mukosa oral, gangguan pada oral hygiene dan

ketidaknyamanan, terutama pada awal dari periode splinting. Selanjutnya,

permintaan untuk splinting pasif (dengan gigi pada posisi netral) terancam jika

bracket bersatu dengan rectangular orthodontic wire. Maka dari itu,

direkomendasikan untuk menggunakan malleable steel wire.

Gambar : Penggunaan Orthodontic splint pada anterior rahang atas

d. Composite

Splint yang sepenuhnya terdiri dari composite resin bersifat estetik dan

mudah untuk dibuat, tetapi telah ditemukan untuk fraktur pada daerah

interdental, sebagaimana material tersebut fragile. Splint bersifat rigid dan

dengan demikian melanggar permintaan untuk splinting pada kebanyakan

kasus. Terlebih lagi, karena kecocokan warna dan bonding strength pada

goresan enamel, hal ini sulit untuk mengembalikannya tanpa merusak

underlying tooth structure. Jika splint dengan material ini harus digunakan,

Page 20: Alat Restorasi Semi Tetap

maka dianjurkan untuk splint pada gigi luxasi dengan hanya satu gigi yang

berdekatan.

e. Wire-composite

Satu dari keuntungan utama adalah splint constructed dari material yang

secara rutin tersedia di kantor dental. Mudah dimodifikasi menjadi rigid splint

oleh perubahan dimensi dari wire atau oleh penambahan composite selama labial

wire up pada ruang interdental. Bagaimanapun, terdapat masalah yang sama pada

resiko kerusakan potensial pada underlying enamel sebagaimana dengan

composite splint.

Pada studi comparative baru pada berbagai tipe dari splint pada sukarelawan,

wire-composite splint terbukti dapat diterima dengan baik, tidak mengakibatkan

kerusakan besar pada mukosa oral dan memperbolehkan sukarelawan

mempertahankan oral hygiene yg bagus.

Pada beberapa studi yang menggunakan fiber glass daripada wire telah

dideskripsikan dan secara berkala digunakan. Fiber glass ribbon dibasahkan

dengan composite resin dan tidak ada material pengisi yang digunakan.

Fleksibilitas dapat divariasikan dengan sejumlah layer dan extention pada splint.

Page 21: Alat Restorasi Semi Tetap

Gambar: Pemasangan Wire Composite pada gigi anterior rahang atas

f. Resin

Alat stabilisasi ini cukup kaku maka dari itu tidak cocok untuk semua kasus.

Pelepasan alat stabilisasi ini dapat mengakibatkan kerusakan pada permukaan

enamel sehingga pemakaian alat stabilisasi resin komposit sebaiknya hanya

melibatkan sedikit gigi saja.

Protemp dan Luxatemp merupakan multi-fase material resin digunakan dalam

restorasi temporary prosthetic dan untuk lining prefabricated crown. Protemp

merupakan chemical cured; sedangkan Luxatemp merupakan dual cured

(chemical dan light cured).bhal ini memungkinkan untuk menerima material

dalam tahapannya, keuntungan dengan multiple displaced dan reposition teeth.

Material ini tidak menggunakan tenaga pada gigi selama aplikasi dan secara

estetik dan hygiene dapat diterima. Selanjutnya, keduanya telah menunjukkan

untuk memperbolehkan penggunaan semi-rigid splinting.

Pada kasus kehilangan gigi atau dalam mixed dentition, dimana gigi yang

bersebelahan tidak sepenuhnya erupsi, hal ini diperlukan untuk merentangkan area

edentulous. Pada kasus ini diperlukan reinforcement. Hal ini dapat dicapai dengan

metal bars, orthodontic wire, nylon line, glass fiber, atau synthetic fiber atau tape

Page 22: Alat Restorasi Semi Tetap

yang terdapat di market (Kevlar, Dupont Corp., Fiber-splint, Polydent Corp.,

Mezzovico, Switzerland) dan yang dapat dipadukan dengan resin. Jika tidak

tersedia, bahkan paperclip dapat diluruskan untuk mencapai tujuannya.

Diperbolehkan beberapa material yang bersifat fleksibel dan splint diterima secara

direct pada etched crown surface.

Gambar : Pemasangan Resin Splint penuh pada permukaan gigi

anterior rahang atas

g. Metal (TTS) splint

Secara komersial, dental splint yang tersedia telah diperkenalkan.

Prefabricated splint yang terbuat dari titanium telah dilaporkan oleh von Arx dan

co-author. Prefabricated titanium trauma splint (TTS) mempunyai ketebalan

hanya 0,2 mm dan dapat dengan mudah dibengkokan dengan jari dan beradaptasi

pada dental arch. Karena desain rhomboid dari splint, dapat juga beradaptasi

dengan panjangnya. TTS berikatan pada enamel dengan light cured composite

resin dan dikembalikan dengan ‘peeling’ pada permukaan gigi. Splint ini telah

Page 23: Alat Restorasi Semi Tetap

ditemukan agar dapat bertoleransi dengan baik dan mengakibatkan

ketidaknyamanan hanya pada sebagian kecil pasien.

Gambar 2.15: Pemasangan Metal Splint yang mampu beradaptasi

dengan baik menggunakan bahan titanium