1. Restorasi Semi Tetap Jika pembuatan restorasi tetap ditunda, restorasi sementara harus bisa bertahan selama mungkin (± satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat, dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara untuk gigi posterior yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah menjadi lemah, sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya kerapatan yang adekuat, Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Restorasi Semi Tetap
Jika pembuatan restorasi tetap ditunda, restorasi sementara harus bisa
bertahan selama mungkin (± satu tahun). Restorasi ini harus protektif, rapat,
dan bagus estetik serta fungsinya. Restorasi sementara untuk gigi posterior
yang baik adalah amalcore yang meng”onlay” cusp yang telah menjadi lemah,
sehingga dapat melindungi fungsi dan kerapatannya. Jika dikemudian hari
harus diganti dengan mahkota, preparasi mahkota akhirnya dapat diselesaikan
tanpa membuang intinya. Restorasi anterior analognya biasanya lebih sukar
karena adanya faktor estetik dan adanya kesukaran dalam memperoleh
mahkota yang rapat. Suatu mahkota pasak sementara tidak menjamin adanya
kerapatan yang adekuat, Lebih disukai untuk membuat pasak dan inti segera
setelah perawatan (yang menjamin adanya kerapatan mahkota yang baik) jika
gigi tersebut merupakan indikasi bagi pemasangan mahkota sementara.
Prinsip dan Konsep
Ada tiga prinsip praktis agar restorasi dapat berfungsi dengan baik dan
bertahan lama, yakni:
1. Mempertahankan struktur gigi.
Struktur gigi yang memerlukan perawatan biasanya sudah tidak baik
sehingga pengambilan dentin lebih lanjut sebaiknya diminimalkan.
Sebaliknya, cusp mungkin perlu dikurangi dan diberi pelindung (capping).
Tindakan secara rutin membuang mahkota dan kemudian membangunnya
kembali pada gigi yang telah dirawat saluran akarnya merupakan cara yang
sudah tidak layak lagi.
Gambar: Fraktur gigi akibat pembuangan restorasi lama yang tidak
sempurna
2. Retensi
Restorasi mahkota memperoleh retensinya dari inti dan sisa dentin
yang masih ada. Jika intinya memerlukan retensi, maka yang dimanfaatkan
adalah sistem saluran akarnya yang dipasangkan pasak. Namun pasak ini akan
melemahkan dan mungkin menyebabkan perforasi sehingga hendaknya
dipakai hanya jika diperlukan untuk retensi inti.
Gambar: Retensi dengan memanfaatkan undercut pada kamar pulpa dan orifis
saluran akar
3. Proteksi sisa struktur gigi.
Proteksi sisa struktur gigi ini diaplikasikan pada gigi posterior untuk
memproteksi cusp yang tidak terdukung supaya bisa menghindari terjadinya
fleksur dan fraktur. Restorasi didesain sedemikian rupa sehingga beban
fungsional dapat ditransmisikan melalui gigi ke jaringan penyangga.
2. Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena Trauma
Anak-anak memiliki kemungkinan terkena trauma yang tinggi karena
pada masa pertumbuhan, anak-anak belajar untuk berjalan sehingga gigi
rentan akan trauma. Selain dari proses belajar berjalannya anak, gigi sulung
memiliki pulp chamber yang relative besar. Kedua hal ini menyebabkan
adanya kemungkinan anak-anak mengalami trauma dentoalveolar. Dalam
mengelola pasien tersebut, mungkin diperlukan sedasi dan restraint
(pengekangan) . Dengan demikian, faktor-faktor tambahan harus ditangani
selama dilakukan pengobatan. Displacement lebih banyak terjadi daripada
patah gigi pada gigi primer karena daerah sekeliling tulangnya masih resilien.
Begitu pula dengan cedera ini yang lebih sering terjadi pada gigi anak
dibandingkan pada gigi permanen.
Mengobati trauma pada gigi sulung ditentukan oleh kemungkinan
bahaya terhadap benih gigi permanen, sekunder ke posisi bukal - oklusal gigi
sulung terhadap benih gigi permanen.
.
Gambar: posisi bukal - oklusal gigi sulung terhadap benih gigi permanen
Transmisi gaya pada gigi yang berkembang memungkinkan terjadinya
displacement yang dapat menyebabkan gangguan odontogenesis, sehingga
menghasilkan perubahan warna enamel dan atau hyploplasia.
Andreasen dan Raven melaporkan tentang prognosis pada trauma gigi
pengganti permanen, juga gaya yang diberikan oleh gigi primer. Mereka
menemukan bahwa usia individu pada saat cedera dan jenis cedera berperan
penting dalam pengembangan gigi permanen.
Diagnosis dan Assesment
Dokter gigi harus memutuskan :
1. Waktu luka terjadi dan ketika kedatangan berikutnya untuk perawatan, hasil
pengobatan adalah sangat tergantung pada waktu yang telah berlalu
2. Penyebab luka
3. Dimana luka terjadi untuk menentukan apakan perlu diberikan injeksi tetanus
4. Apakah trauma cukup berat sehingga menyebabkan masalah medis seperti
sakit kepala, muntah, dan simptom lainnya pada trauma kepala
5. Stimuli apa yang menyebabkan respon pada wilayah trauma (termal, tekanan,
kimia).
Gambar : Sistem untuk menentukan treatment pada gigi primer anterior
2.1. Fraktur Mahkota Sebagian
Pada fraktur mahkota sebagian, bagian runcing dari mahkota harus di
haluskan atau restorasi morfologi mahkota dapat didapatkan dengan
cooperation reasonable.
2.2. Crown Fracture
Dalam kasus fraktur yang tidak parah dengan tepian tajam
dipinggirnya, abrasive disc atau bur dapat digunakan untuk menghaluskan
fraktur. Jika pasien menginginkan hasil yang estetis, mahkota dapat
diperbaiki dengan resin komposit.
Fraktur mahkota yang parah merupakan kasus yang sulit untuk
dihadapi jika terdapat kerjasama yang kurang dari anak karena perawatan
(pulpotomy) adalah teknik-sensitif. Pilihan perawatan parsial pulpotomy
adalah pulpotomy dengan kalsium hidroksida atau pulpotomy dengan
formocresol atau ZnOE. Hasil pulpotomy dengan kalsium hidroksia dan
dengan formocresol atau ZnOE memiliki hasil yang sama baik dan
mendukung indikasi untuk mengobati luka. Dalam sebuah studi klinis, tingkat
keberhasilan dari pulpotomy adalah 76%. Dalam penelitian lain, pulpotomy
(menggunakan formocresol) dan pulpectomy (menggunakan ZnOE) yang
dibandingkan dan ditemukan memiliki tingkat keberhasilan masing-masing
dari 86% dan 78%. Temuan yang menghalangi keberhasilan pulpectomy
adalah sebagian besar kasus menunjukkan resorpsi lengkap partikel seng
oksida di daerah gingiva. Prosedur ini biasanya tidak direkomendasikan.
Trioksida mineral agregat (MTA) baru-baru ini telah diusulkan untuk
pulpotomy tapi penelitian klinis jangka panjang diperlukan sebelum
merekomendasikan penggunaan secara umum.
2.3. Crown-Root Fracture
Ekstraksi merupakan pilihan perawatan yang sering dilakukan
2.4. Root Fracture
Fraktur akar dengan sedikit perpindahan fragmen mahkota dapat
dibiarkan tidak diobati dan akan resorbsi pada waktu yang diharapkan. Ketika
fragmen mahkota sangat longgar, fragmen koronal yang ekstruksi harus
diekstraksi untuk mencegah anak menghirup fragmen tersebut. Fragmen
apikal dapat dibiarkan untuk resorpsi fisiologis. Jika anak mampu mengatasi
dan fragmen koronal tidak berpindah, kawat-komposit splint dianjurkan
selama 3 minggu.
2.5. Concussio dan Subluxasi
Cedera ini tidak memerlukan perawatan akut, namun harus
memberitahukan orangtua untuk menjaga kebersihan mulut anak untuk
mencegah kontaminasi bakteri melalui ligamentum periodontal. chlorhexidine
dapat diaplikasi ke gingiva gigi dua kali sehari selama 7 hari dapat
direkomendasikan.
2.6. Ekstrusi
Ekstrusi gigi primer dapat mengalami reposisi, tetapi stabil untuk
waktu yang singkat jika anak segera diobati saat cedera. Jika bekuan darah
sudah masuk ke dalam soket alveolar dan tidak terjadi reposisi, gigi dapat
kembali normal secara spontan atau diekstraksi tergantung pada tingkat
ekstrusi dan mobilitas.
2.7. Lateral Luxation
Dalam beberapa kasus lateral luksasi mungkin terdapat gangguan
occlusal. Dalam kasus ini, setelah penggunaan anestesi lokal, gigi yang
posisinya kombinasi antara gabungan tekanan labial dan palatal. jika perlu dan
mungkin, splint dapat digunakan selama 2-3 minggu.
Karena open bite anterior pada anak kecil lebih sering terlukasi, lateral
gigi utama tidak mengalami gangguan oklusal, dapat sembuh tanpa
pengobatan, dan reposisi spontan dipengaruhi oleh kekuatan fisiologis lidah
biasanya dapat terjadi dalam waktu 3 bulan. Namun, dalam studi lanjutan, 5%
dari gigi yang terluksasi lateral tidak sepenuhnya reposisi setelah 1 tahun.
Untuk mengobati lateral luxations tanpa open bite yang tidak dapat
direposisi, perawatan dapat dilakukan dengan mengikis tepi incisal gigi atas
dan bawah atau sementara menambahkan komposit ke permukaan occlusal
molar untuk membuat artifisial anterior.
2.8. Intrusion
Perawatan gigi instrusi dapat dibagi 3, yaitu :
1. Reposisi dengan alat ortodonti
2. Reposisi gigi dengan tindakan bedah
3. Observasi gigi dengan cara reerupsi
Bila gigi yang mengalami intrusi belum memiliki akar yang tumbuh
sempurna, perawatan yang sebaiknya dilakukan adalah mengobservasi re-
erupsi. Sedangkan apabila akar gigi telah tumbuh sempurna, perawatan yang
sebaiknya dilakukan adalah reposisi secara tindakan bedah atau dengan alat
ortodonti.
Perawatan gigi intrusi masih diperdebatkan. Masalah penting yang
harus dihadapi adalah pencegahan dari cedera gigi susu berlanjut pada gigi
permanen. Dalam studi eksperimen pada monyet; di mana gigi insisif primer
yang sengaja menghambat penggantian gigi permanen, gigi insisif tersebut
mengganggu ekstraksi dari gigi insisif primer. Secara histologis dapat
mengakibatkan kerusakan ringan pada epitel enamel gigi pengganti. Namun,
dalam studi makroskopik yang sama, ditemukan frekuensi dan tingkat
makroskopik cacat enamel yang hampir identik dalam dua kelompok.
Studi klinis juga menunjukkan hanya sebagian kecil dan perbedaan
yang tidak signifikan dalam tingkat perkembangan dan frekuensi pengganggu
dalam pertumbuhan gigi permanen ketika perawatan atau ekstraksi dari intrusi
gigi primer telah dibandingkan.
2.9. Avulsion
Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus
yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan
perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Penyebab
trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan
lalu linlas dan olahraga.
Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh
bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi. Keberhasilan
perawatan dari gigi yang avulsi tergantung dari berapa lama terjadinya, tempat
kejadian, tindakan apa yang dilakukan pertama kali ketika terjadinya gigi
avulsi dan bagaimana cara penanganan gigi avulsi tersebut. Penanganan
pendahuluan terhadap gigi yang mengalami avulsi ini terdiri dari replantasi,
splinting serta kontrol secara periodik. Kemudian dilanjutkan dengan
perawatan saluran akar dan restorasi resin komposit.
Meskipun beberapa laporan telah dipublikasikan pada replantasi gigi
avulsi, pada praktikya tidak dapat direkomendasikan sampai bukti lebih lanjut
menunjukkan bahwa pengganti permanen tidak akan terlibat, karena replantasi
gigi primer dapat menggantikan coagulum ke dalam folikel gigi insisal
permanen. Selanjutnya, inflamasi periapical dapat menjadi nekrosis pulp pada
replantasi gigi permanen karena gangguan mineralisasi pertumbuhan gigi
permanen. Ruang yang dihasilkan dari kehilangan gigi incisal primer rahang
atas dapat dikembalikan untuk tujuan estetik dengan manggunakan fixed
appliances. Namun, perlu perhatian khusus dalam kasus-kasus ini terhadap
kemungkinan gangguan pada fisiologis ekspansi rahang atas
2.10. Fractures of The Alveolar Processus
Tulang alveolar merupakan tulang tempat melekat gigi pada maksila
dan mandibula. Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras
tubuh. Fraktur tulang alveolar adalah hilang atau putusnya kontinuitas
jaringan tulang alveolar pada maksila atau mandibula.
Fraktur dari processus alveolaris sering terjadi pada maksila yang tipis
dibandingkan dengan mandibula. Akan tetapi, tipe fraktur yang sering terjadi
pada mandibula adalah fraktur alveolar. Trauma alveolar pada mandibula
berhubungan dengan fraktur komplit pada daerah penyangga gigi, sedangkan
pada maksila biasanya disebabkan oleh trauma lokal. Jika terjadi trauma
secara langsung processus alveolaris bagian anterior memiliki resiko terbesar
untuk terjadi fraktur.
Trauma lokal pada tulang rahang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur pada tulang alveolar. Fraktur pada tulang alveolar biasanya tidak
menyababkan kerusakan yang serius pada gigi, gigi diharapkan masih dapat
melakukan devitalisasi pasca trauma.
Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur tulang alveolar diantaranya adalah karena
trauma facial seperti trauma athletik, terjatuh, kecelakaan industri, kecelakaan
lalu lintas, dan lain-lain. Penyebab lainnya adalah akibat dari prosedur
iatrogenik pada pencabutan gigi.
Gambaran klinik fraktur alveolar
Fraktur prosesus alveolaris biasanya berupa fraktur terbuka sehingga
rentan terhadap infeksi. Fraktur yang terjadi pada tulang alveolar dapat meluas
sampai keperbatasan tulang. Pada segmen yang fraktur sering ditemukan
pergerakan, pergeseran segmen, dan dislokasi. Terjadi perubahan oklusal
akibat ketidaksejajaran dari segmen alveolar yang fraktur. Tes sensitivitas
pada gigi di daerah fraktur dapat positif atau negatif. Pada fraktur tulang
alveolar, gigi dapat mengalami perubahan posisi, gigi dapat menjadi luksasi,
avulsi, atau impaksi.
Gambaran radiografis
Pada fraktur tulang alveolar garis fraktur dapat terlokalisasi, dari tepi
tulang alveolar sampai apeks akar. Teknik panoramik sangat membantu dalam
menentukan bagian dan posisi garis fraktur. Garis fraktur dapat terlihat dengan
atau tanpa adanya pemisahan fragmen. Periapical dental radiographs dapat
memberikan informasi mengenai status gigi geligi di daerah tulang alveolar
yang mengalami fraktur.
Klasifikasi
Klasifikasi dari fraktur tulang alveolar menurut Per Clark
Kelas 1, fraktur pada segmen edentulous
Kelas 2, fraktur pada segmen dentulous dengan sedikit perubahan posisi
Kelas 3, fraktur pada segmen dentulous dengan sedang-berat perubahan posisi
Kelas 4, fraktur processus alveolaris. Terdapat satu atau lebih garis fraktur
dengan fraktur pada tulang facial penyangga gigi
Perawatan
Perawatan medikasi
Perawatan ini ditujukan untuk memberi kenyamanan pada pasien dan
untuk mencegah komplikasi terutama akibat infeksi. Analgesik ringan sampai
sedang dapat diberikan, namun perlu mempertimbangkan status kesehatan
umum pasien dan dosis obat. Contoh analgesik yang bisa diberikan adalah
Acetaminophen.
Terapi antibiotik mengurangi prevalensi dari infeksi. Golongan
penisilin diberikan dan disesuaikan dosisnya dengan umur. Pada pasien yang
alergi dengan golongan penisilin, clindamycin dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti.
Perawatan bedah
Pada fraktur alveolar perawatan dilakukan dengan tujuan
mengembalikan segmen farktur ke posisi semula. Sebelum dilakukan
perawatan, sebaiknya dilakukan foto rontgen untuk mengetahui seberapa luas
fraktur yang terjadi. Perawatan dilakukan dengan bantuan anestesi lokal.
Namun pada keadaan tertentu perlu dilakukan anestesi umum yaitu apabila
anastesi lokal tidak berhasil atau pada pasien yang sangat penakut. Reposisi
segmen fraktur yang mengalami perubahan lokasi dengan melakukan reduksi,
yaitu menggerakkan segmen yang fraktur dengan finger manipulation, periksa
hubungan oklusalnya. Fiksasi untuk imobilisasi segmen yang fraktur dengan
splint atau arch bar. Hilangkan kontak prematur dan trauma oklusal.
Stabilisasi segmen yang fraktur tersebut selama 4 minggu. Contoh cara fiksasi
lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan 2-0 Chromic gut suture
material untuk immobilisasi gigi.
Alat untuk stabilisasi segmen dilepas setelah 4-6 minggu kemudian
evaluasi mobilitas gigi dan segmen. Untuk mengetahui keberhasilan
perawatan, lakukan foto rontgen. Status pulpa perlu dilihat untuk
mempertimbangkan kemungkinan perawatan endodontik bila gigi menjadi