Top Banner
TINDAK PIDANA KORUPSI MAKALAH UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH AKUNTANSI FORENSIK & AUDIT INVESTIGASI Oleh : MUHAMMAD ZACKY 1212216133 INDRI YANI 1212216134 SARI ARYANI DEWI 1212216136 AYU LESTARI 1212216137 WIDI PERDANA ANGGRAINI 1212216138 OKII MUSUME 1213217052 SUPMA SETIA RINI 1212216168 Dosen: Syahril Djaddang.,Akt.,M.Si.,CA 1
46

AKUNFORENSI TIPIKOR

Jan 01, 2016

Download

Documents

sariard
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: AKUNFORENSI TIPIKOR

TINDAK PIDANA KORUPSI

MAKALAH UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH

AKUNTANSI FORENSIK & AUDIT INVESTIGASI

Oleh :

MUHAMMAD ZACKY 1212216133

INDRI YANI 1212216134

SARI ARYANI DEWI 1212216136

AYU LESTARI 1212216137

WIDI PERDANA ANGGRAINI 1212216138

OKII MUSUME 1213217052

SUPMA SETIA RINI 1212216168

Dosen:

Syahril Djaddang.,Akt.,M.Si.,CA

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PANCASILA

1

Page 2: AKUNFORENSI TIPIKOR

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kepada Allah SWT karena berkat ridho dan rahmat-Nya, Penulis

dapat menyelesaikan makalah yang merupakan salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah

Akuntansi Forensik & Audit Investigasi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas

Pancasila Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

sempurna, baik dilihat dari segi penguasaan ilmu maupun dari cara penyajiannya. Hal ini

dikarenakan keterbatasan kemampuan dari Penulis dalam menyusun makalah ini.

Akhirnya pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada

kedua orang tua, karena atas doa, dukungan, kasih sayang, dan yang selama ini banyak

memberi bantuan baik moril maupun materil sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah

ini. Juga semua pihak-pihak yang telah memberikan bantuan untuk segala arahan yang sangat

membantu Penulis dalam membuat makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua

pembaca terutama keterkaitannya dengan tindak pidana korupsi yang berkembang di

Indonesia..

Jakarta, 20 November 2013

Penulis

2

Page 3: AKUNFORENSI TIPIKOR

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN................................................................................................................... 4

Definis Korupsi...................................................................................................................... 5

Korupsi Indonesia di Mata Dunia..........................................................................................

6Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi ...................................................................

6Tingkatan Korupsi ................................................................................................

7Bentuk Tindak Pidana Korupsi ............................................................................730

Jenis Tindak Pidana Korupsi ................................................................................................

9Tindak Pidana Lain Berkaitan dengan Korupsi ...................................................

11Beberapa Konsep Undang-Undang ...................................................................

12Peradilan Tipikor ................................................................................................

16Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ..........................................

21Analisis Kasus ...................................................................................................

27PENUTUP ..........................................................................................................

32DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

33Tindak Pidana KorupsiPENDAHULUANTindak pidana korupsi di

Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari

tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan

membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga

pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi

merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan hak ekonomi masyarakat. Tindak

pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Begitu pula dalam upaya

pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara

yang luar biasa. Selanjutnya terbukti bahwa ada keterkaitan antara korupsi dan bentuk

kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisasi (terorisme, perdagangan orang,

penyelundupan migran gelap dan lain-lain) dan kejahatan ekonomi (tindak pidana

pencucian uang). Sehingga tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang sangat

merugikan negara. Tindak pidana korupsi dalam jumlah besar berpotensi merugikan

keuangan negara sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan

3

Page 4: AKUNFORENSI TIPIKOR

membahayakan stabilitas politik suatu negara. Korupsi juga dapat diindikasikan dapat

menimbulkan bahaya terhadap keamanan umat manusia, karena telah merambah ke

dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan

fungsi-fungsi pelayanan sosial lain. Dalam penyuapan di dunia perdagangan, baik yang

bersifat domestik maupun transnasional, korupsi jelas- jelas telah merusak mental

pejabat. Demi mengejar kekayaan, para pejabat negara tidak takut melanggar hukum

negara. Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkap karena para pelakunya terkait

dengan wewenang atau kekuasaannya yang dimiliki. Biasanya dilakukan lebih dari satu

orang dan terorganisasi. Oleh karena itu, kejahatan ini sering disebut kejahatan kerah

putih.Tindak pidana korupsi tidak harus mengandung secara langsung unsure merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, misalnya suap – menyuap. Yang

merupakan perbuatan tercela adalah penyalahgunaan kekuasaan, perilaku diskriminatif

dengan memberikan keuntungan finansial, pelanggaran kepercayaan, rusaknya mental

pejabat, ketidakjujuran dalam berkompetisi dan lain-lain. Menyadari kompleksnya

permasalahan korupsi di tengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman nyata

yang pasti terjadi, yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat

dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-

sungguh melalui langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua

potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.

Definisi KorupsiDari segi terminologi :Korup = busuk, palsu, suap (kamus besar

bahasa Indonesia, 1991)

Korup = suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik perusahaan

atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi

(kamus hukum, 2002)

Korup = kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (the

lexicon webster dictionary, 1978)

Beberapa istilah dari para ahli :

David M. Chalmers: Tindakan-tindakan manipulasi dan keputusan mengenai keuangan

yang membahayakan ekonomi (financial manipulations and decision injurious to the

economy are often libeled corrupt).

J.J. Senturia: Penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi(the

misuse of public power for private profit).

4

Page 5: AKUNFORENSI TIPIKOR

Syed Husein Alatas: Tindakan yang meliputi penyuapan (bribery), pemerasan (extortion)

dan nepotisme.

Transparency International: Penyalahgunaan kekuasaan (a misuse of power),

kekuasaan yang dipercayakan (a power that is entrusted), dan keuntungan pribadi (a

private benefit) baik sebagai pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.

Korupsi terjadi di semua negara di dunia, namun korupsi bukan merupakan masalah budaya.

Korupsi merupakan masalah yang berkaitan dengan sistem perekonomian dan kelembagaan.

Sistem dimaksud yang meningkatkan manfaat atau keuntung-an korupsi memiliki ciri-ciri :

1. Individu pejabat mempunyai kekuasaan yang mutlak atas pengambilan keputusan;

2. Pejabat yang bersangkutan mempunyai kelonggaran wewenang yang besar;

3. Mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan tindakan mereka;

4. Mereka beroperasi dalam lingkungan yang rendah tingkat keterbukaannya.

Korupsi Indonesia di Mata Dunia

Indeks Persepsi Korupsi / IPK (Corruption Perceptions Index / CPI) adalah indeks mengenai

persepsi korupsi di suatu negara. Indeks ini diumumkan setiap tahun oleh Transparency

International (TI) yang berbasis di Berlin, berdiri pada tahun 1993 adalah organisasi non

pemerintah bertugas untuk mengawasi korupsi perusahaan dan politik.

Data terakhir yang dirilis TI adalah hasil kajian tahun 2012, yang meliputi 176 negara.

Skor CPI / IPK Indonesia 32 dari 100, menempatkan Indonesia pada peringkat 118 secara

global, setara dengan beberapa negara, yaitu Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan

Madagaskar.

Untuk kawasan Asia Tenggara : Singapura (87); Brunei Darussalam (55); Malaysia (49);

Thailand (37); Filipina (34); Timor Leste (33); Indonesia (32).

Peringkat CPI secara global di urutan lima tertinggi diduduki oleh Denmark (90); Finlandia (90);

Selandia Baru (90); Swedia (88); dan Singapura (87).

Kemudian lima negara dengan skor CPI terendah adalah Somalia (8); Korea Utara (8);

Afghanistan (8); Sudan (13); dan Myanmar (15).

Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Beberapa unsur tindakan korupsi, yaitu:

5

Page 6: AKUNFORENSI TIPIKOR

1. Adanya tindakan yang melanggar norma-norma Tindakan yang melanggar norma-

norma itu dapat berupa norma agama, etika, maupun hukum.

2. Adanya tindakan yang merugikan negara atau masyarakat secara langsung maupun

tidak langsung Tindakan yang merugikan negara atau masyarakat dapat berupa

penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang maupun penggunaan

kesempatan yang ada, sehingga merugikan keuangan negara, fasilitas maupun

pengaruh dari negara.

3. Adanya tujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan Hal ini berarti mengabaikan rasa

kasih sayang dan tolong-menolong dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau

golongan. Keuntungan pribadi atau golongan dapat berupa uang, harta kekayaan,

fasilitas-fasilitas negara atau masyarakat dan dapat pula mendapatkan pengaruh.

Tingkatan Korupsi :

1. Betrayal of trust ( Pengkhianatan kepercayaan )

Pengkhianatan merupakan bentuk korupsi paling sederhana. Amanat dapat berupa apapun,

baik materi maupun non materi. Contoh, anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi

rakyat atau menggunakan aspirasi untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi

2. Abuse of power ( Penyalahgunaan kekuasaan )

Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah dengan segala bentuk

penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara

maupun lembaga-lembaga struktural lainnya, termasuk lembaga pendidikan, tanpa

mendapatkan keuntungan materi.

3. Material benefit ((Mendapatkan keuntungan material yang bukan haknya melalui

kekuasaan)

Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya

sendiri maupun orang lain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan

karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material

Bentuk-bentuk Kopursi :

1. Penyuapan (bribery)

Penyuapan (bribery) merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah

pemberian kepada seseorang dengan maksud agar penerima pemberian tersebut

6

Page 7: AKUNFORENSI TIPIKOR

mengubah perilaku sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan

tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi

bisa berupa barang berharga, rujukan, hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji yang

dapat dipakai untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan, suara,atau pengaruh

seseorang dalam sebuah jabatan publik.

Namun,perlu dicatat bahwa penyuapan bersifat transaktif. Maksudnya pemberi suap dan

penerima suap sepakat melakukan tindakan penyuapan demi keuntungan kedua belah

pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua belah pihak.

Praktik penyuapan mudah dijumpai di jalan antar pengendara mobil atau motor dengan

seorang polisi lalu lintas misalnya. Seorang pengendara yang ditilang karena melanggar

rambu lalu lintas, atau tidak membawa surat izin mengemudi, atau karena alasan lain bisa

menyuap petugas agar terhindar dari pengadilan.

2. Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan/penggelembungan (fraud)

Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang,

properti, atau barang berharga oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan

mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut.

Contoh-contoh Kasus Penggelapan dan Penggelembungan : Penggelapan uang di Badan

Usaha Milik Negara (BUMN). Sejumlah pejabat di sebuah BUMN diperiksa oleh Kejaksaan

Tinggi Banten karena terkait dugaan korupsi penyelewengan dana pengadaan barang dan

jasa. Kasus korupsi ini terkait dengan ditemukannya kejanggalan pada anggaran BUMN di

maksud.

Kejanggalan itu terdapat pada pelaksanaan dana kemasyarakatan berupa penanaman

pohon melinjo di Banten. Jaksa penuntut menyebutkan bahwa tidak ditemukan hamparan

melinjo di Banten. Padahal jumlah anggaran untuk proyek itu cukup besar,1,6 milyar,

seharusnya, luas hamparan melinjo tersebut mencapai 1.000 hektar. Bahkan, lokasi yang

disebut di banten Selatan juga tidak jelas persis seperti nama kampung, desa, kecamatan,

dan kabupaten yang dijadikan lahan dana kemasyarakatan.

3. Pemerasan (extortion)

Bentuk korupsi ini mengandung arti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan

informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam

hal ini, pemangku jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan.

7

Page 8: AKUNFORENSI TIPIKOR

Contoh-contoh kasus korupsi pemerasan

Pemerasan di Lembaga Peradilan. Di Lembaga peradilan, praktik korupsi tidak hanya

berbentuk penyuapan anatara hakim dan pengacara, tapi juga pemerasan. Misalnya saja,

seoerang oknum hakim bekerjasama dengan panitera terlibat kasus pemerasan terhadap

seorang saksi. Praktik korupsi seperti ini bisa diancam dengan empat tahun kurungan.

Pemerasan oleh polisi terhadap pengusaha. Misalnya, dengan dalih razia, oknum polisi bisa

meminta paksa uang kepada pengusaha gerai ponsel misalnya, seperti yang terjadi di

Kediri.

4. Gratifikasi

Gratifikasi atau hadiah merupakan salah satu tindak pidana korupsi dengan unsur

tindakan :

Hadiah tersebut disalahgunakan dan menjadi lahan subur “pemerasan” oknum

Hadiah berpengaruh pada perubahan kebijakan/keputusan atau tanggungjawab

penerima

Pemberi hadiah memiliki self interest untuk mengeruk keuntungan jangka panjang

30 Jenis Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang merumuskan 30 jenis atau bentuk tindak pidana korupsi yang terbagi dalam tujuh

kelompok. Tabel berikut meringkaskan ke 30 bentuk tindak pidana korupsi dan pengelompokannya.

NoKelompok Tipikor

Keterangan Pidana Penjara

Pidana Penjara(tahun) D/DA

Pidana Denda(juta rupiah)

Min Maks Min MaksKerugian Keuangan Negara

1 Pasal 2 Memperkaya Diri Seumur Hidup, Pidana Mati

4 20 D 200 1000

2 Pasal 3 Menyalahgunakan Wewenang

Seumur Hidup

1 20 DA 50 1000

Suap-Menyuap

8

Page 9: AKUNFORENSI TIPIKOR

3 Pasal 5, ayat (1) a

Menyuap Pegawai Negeri

1 5 DA 50 250

4 Pasal 5, ayat (1) b

Menyuap Pegawai Negeri

1 5 DA 50 250

5 Pasal 13 Memberi Hadiah kepada Pegawai Negeri

3 DA 150

6 Pasal 5, ayat (2)

Pegawai Negeri Menerima Suap

1 5 DA 50 250

7 Pasal 12, a Pegawai Negeri menerima suap

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

8 Pasal 12, b Pegawai Negeri menerima suap

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

9 Pasal 11 Pegawai Negeri menerima hadiah

1 5 DA 50 250

10 Pasal 6, ayat (1), a

Menyuap Hakim 3 15 D 150 750

11 Pasal 6, ayat (1), b

Menyuap advokat 3 15 D 150 750

12 Pasal 6, ayat (2)

Hakim dan Advokat menerima suap

3 15 D 150 750

13 Pasal 12, c Hakim menerima suap Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

14 Pasal 12, d Advokat menerima suap

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

Penggelapan dalam Jabatan

15 Pasal 8 Pegawai Negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan

3 15 D 150 750

16 Pasal 9 Pegawai Negeri I memalsukan buku

1 5 D 50 250

17 Pasal 10, a Pegawai Negeri I merusakkan bukti

2 7 D 100 350

18 Pasal 10, b Pegawai Negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti

2 7 D 100 350

19 Pasal 10, c Pegawai Negeri membantu orang lain merusakkan bukti

2 7 D 100 350

Perbuatan Pemerasan

9

Page 10: AKUNFORENSI TIPIKOR

20 Pasal 12, e Pegawai Negeri memeras

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

21 Pasal 12, g Pegawai Negeri memeras

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

22 Pasal 12, f Pegawai Negeri memeras

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

Perbuatan Curang

23 Pasal 7, ayat (1), a

Pemborong berbuat curang

2 7 DA 100 350

24 Pasal 7, ayat (1), b

Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang

2 7 DA 100 350

25 Pasal 7, ayat (1), c

Rekanan TNI/Polri berbuat curang

2 7 DA 100 350

26 Pasal 7, ayat (1), d

Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang

2 7 DA 100 350

27 Pasal 7, ayat (2)

Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang

2 7 DA 100 350

28 Pasal 12, h Pegawai Negeri menggunakan tanah Negara

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

29 Pasal 12, i Pegawai Negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

Gratifikasi

30 Pasal 12B jo. 12C

Pegawai Negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK

Seumur Hidup

4 20 D 200 1000

Dalam table diatas terdapat kolom D-DA. Dalam kolom ini, tertulis D (yang berarti dan) atau DA

(yang berarti dan/atau). Kalau tertulis “dan” berarti kedua jenis pidana pokoknya (dalam hal ini,

pidana penjara dan pidana denda ) harus dijatuhkan bersama-sama. Penjatuhan dua jenis

pidana pokok ini secara berbarengan merupakan sistem kumulatif imperative. Sistem kumulatif

imperatif ini dikenakan pada tindak pidana korupsiyang paling berat.

10

Page 11: AKUNFORENSI TIPIKOR

Tindak Pidana Lain Berkaitan Dengan Tipikor

Selain ke-30 bentuk tindak pidana korupsi, Undang-Undang Tipikor Bab III mengatur

beberapa tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi berikut :

1. Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung

penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka,

terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.

2. Tidak memberi keterangan atau memberi atau memberi keterangan yang tidak benar.

Dalam perkara korupsi, melanggar KUHP Pasal 220 (mengadukan perbuatan pidana, padahal

ia tahu perbuatan itu tidak dilakukan), Pasal 231 (menarik barang yang disita), Pasal 421

(pejabat menyalahgunakan kekuasaan, memaksa orang melakukan, tidak melakukan, atau

membiarkan sesuatu), Pasal 422 (pejabat menggunakan paksaan untuk memeras pengakuan

atau mendapat keterangan), Pasal 429 (pejabat melampaui kekuasaan....memaksa masuk ke

dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup... atau berada di situ secara melawan

hukum) atau Pasal 430 (pejabat melampaui kekuasaan menyuruh memperlihatkan kepadanya

atau merampas surat, kartu pos, barang atau paket...kabar lewat kawat

Beberapa Konsep Undang-Undang

Di bawah ini ada catatan mengenai beberapa konsep, baik yang secara umum dikenal dengan

KUHP dan KUHAP maupun yang khas untuk tindak pidana korupsi. Konsep-konsep itu adalah:

1. Alat bukti yang sah

2. Beban pembuktian terbalik

3. Gugatan perdata atas harta yang disembunyikan

4. Pemidanaan secara in absentia

5. “memperkaya” versus “menguntungkan”

6. Pidana mati

7. Nullum delictum

8. Concursus idealis

9. Concursus realis

10. Perbuatan berlanjut

11. “lepas dari tuntutan hokum” versus “bebas”

11

Page 12: AKUNFORENSI TIPIKOR

Alat Bukti yang Sah

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khususnya untuk tindak

pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau

disampaikan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dilihat, dibaca, dan atau

didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang

tertuang di atas kertas kerja, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam

secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,

tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Beban Pembuktian Terbalik

Di Indonesia, sistem pembalikan beban pembuktian dapat dilihat antara lain dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“”UU Tipikor”), tetapi yang diterapkan dalam

UU Tipikor adalah sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang.

Sistem pembalikan beban pembuktian yang bersifat terbatas atau berimbang ini dijelaskan

dalam penjelasan UU Tipikor tersebut, yaitu terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan

bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang

seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang

atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan

penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya.

Jadi pada dasarnya, pembalikan beban pembuktian adalah peletakan beban pembuktian yang

tidak lagi pada diri Penuntut Umum, tetapi kepada terdakwa.

Gugatan Perdata atas Harta yang Disembunyikan

Dalam Undang-Undang diatur pula hak Negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap

harta benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah

putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dasar pemikiran ketentuan dalam

pasal ini adalah untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap perilaku tindak pidana

12

Page 13: AKUNFORENSI TIPIKOR

korupsi yang menyembunyikan harta benda yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak

pidana korupsi.

Perampasan Harta Benda yang Disita

Ketentuan ini dapat dapat dilihat dalam pasal 38 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 yang berbunyi sebagai berikut:

Dalam hal terdakwa yang meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang

cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi maka hakim atau

tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita.

Pemindanaan secara in Abesentia

Peradilan pidana secara in-absentia secara singkat adalah proses peradilan yang dilakukan

tanpa dihadiri oleh terdakwa sendiri, sejak mulai pemeriksaan sampai dijatuhkannya hukuman

oleh pengadilan.peradilan in-absensia dilakukan dalam keadaan yang khusus atau mendesak.

Dalam kasus tindak pidana korupsi, peradilan in-absensia ini dapat dilakukan apabila telah

terbukti ada kerugian keuangan negara namun orang-orang yang diduga melakukan tindak

pidana korupsi tidak dapat hadir di sidang pengadilan karena berbagai alasan. Terutama

apabila kerugian negara tersebut bernilai cukup besar. Tindak pidana korupsi sendiri

notabenenya dilakukan oleh pejabat negara, yang kemudian menggunakan berbagai alibi untuk

tidak menghadiri persidangan, sedangkan telah terbukti ada kerugian negara. Pengadilan tidak

dapat serta-merta tidak melakukan proses pemeriksaan karena terdakwa berhalangan hadir

atau menolak untuk hadir. Sehingga ditempuh upaya untuk melakukan pemeriksaan

persidangan secara in-absensia. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan keuangan negara

dan menanggulangi kerugian negara yang timbul dari tindak pidana tersebut.

“Memperkaya” versus “Menguntungkan”

Mengapa pembuktian “memperkaya” lebih sulit daripada “menguntungkan”? Memperkaya

bermakna adanya tambahan kekayaan. Menguntungkan bermakna keuntungan materiil

(tambahan kekayaan, uang, harta) dan immaterial (timbulnya goodwill, utang budi, dan lain-

lain).

Seorang pejabat menerima suap dari seorang pengusaha dan seluruh jumlah itu diberikan

kepada atasannya. Pejabat itu tidak memperkaya dirinya, tetapi tetap menguntungkan dirinya.

13

Page 14: AKUNFORENSI TIPIKOR

Dengan meneruskan seluruuh suap itu kepada atasannya, ia menguntungkan diri karena bisa

mendapatkan keistimewaan dalam bentuk kenaikan pangkat, jabatan, gaji, dst.

Pidana Mati

Seseorang dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat

merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal

2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat

dijadikan alasan pemberantasan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak

pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan

keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan krisis ekonomi

dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Nullum Delictum

Asas Legalitas berdasarkan adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ,

artinya tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam

perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Asas ini tampak dari bunyi

Pasal 1 ayat (1) KUHP.

Asas ini menggarisbawahi bahwa tiada seorang pun yang dapat dipidana tanpa ada hukum

yang terlebih dahulu mengatur demikian. Asas yang merupakan ciri dari Eropa Kontinental ini

merupakan lawan dari asas retroaktif, yang artinya bahwa pemidanaan berlaku surut terhadap

kejahatan yang belum diatur secara hukum pada saat dilakukan.

Concursus Idealis

Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih dari satu aturan pidana.

Disebut juga sebagai gabungan berupa satu perbuatan yakni suatu perbuatan meliputi lebih

dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam

concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat.

Concursus Realis

14

Page 15: AKUNFORENSI TIPIKOR

Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-

masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak

perlu berhubungan). Concursus realis diatur dalam Pasal 65-71 KUHP. Menurut ketentuan yang

termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan.

Perbuatan Berlanjut

Ketentuan Pasal 64 ayat (1) KUHP menyatakan Jika antara beberapa perbuatan, meskipun

masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa

sehingga harus di pandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu

aturan pidana, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang

paling berat.

Secara teoritis dikatakan ada perbuatan berlanjut apabila ada seseorang melakukan beberapa

perbuatan, perbuatan tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran dan

antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang

sebagai perbuatan berlanjut.

“Lepas dari Tuntutan Hukum” versus “Bebas”

Menurut Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(“KUHAP”) tentang putusan bebas dan putusan lepas, sebagai berikut:

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan

terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa

diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 

Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

“perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup

terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti

menurut ketentuan hukum acara pidana.

Peradilan Tipikor

15

Page 16: AKUNFORENSI TIPIKOR

A. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penyelidikan dilakukan oleh Polisi

dan khusus TIPIKOR juga dilakukan oleh Jaksa

B. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Penyidikan dilakukan oleh Penyidik (polri, jaksa dan KPK)

C. Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Penuntutan dilakukan oleh Jaksa penuntut Umum pada kejaksaan atau pada KPK

D. Peradilan (Proses Mengadili)

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus

perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Hakim adalah pejabat peradilan

negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Tahap peradilan :

1. Peradilan Tingkat pertama Pada Pengadilan Negeri

2. Peradilan Banding pada Pengadilan Tinggi

3. Peradilan Kasasi pada Mahkamah Agung

Penyidikan pada Tindak Pidana Korupsi

1. Proses Penyelidikan

Proses Penyelidikan dimulai apabila terdapat laporan dari sesorang atau informasi yang

diterima oleh Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tentang adanya dugaan telah terjadinya

perbuatan yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara yang dilakukan secara

melawan hukum atau penyalahgunaan kekuasaan seorang pejabat, atau perbuatan curang

yang dilakukan pengusaha dan pemberian serta penerimaan gratifikasi oleh pejabat negara.

16

Page 17: AKUNFORENSI TIPIKOR

Berdasarkan laporan atau informasi yang diterima oleh Penyelidik maka, penyelidik

melakukan pengumpulan keterangan dan barang bukti. Untuk memastikan bahwa perbuatan

yang dilaporkan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan

kekuasaan atau perbuatan curang yang menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian

negara, atau perbuatan gratifikasi. Apabila penyelidik setelah mendapatkan keterangan dan

barang bukti beranggapan bahwa perbuatan merupakan perbuatan pidana korupsi, maka

pemeriksaan dilanjutkan pada tahap penyidikan namun apabila dugaan tersebut tidak didukung

oleh keterangan dan barang bukti maka kausus diberhentikan. Pada tahap ini belum ada orang

yang disangkakan sebagai pelaku. Mereka yang memberikan keterangan biasanya disebut

sebagai terperiksa. Oleh karena itu belum ada proses pemberian bantuan hukum

Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan

diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyelidik melaksanakan fungsi

penyelidikan tindak pidana korupsi.

Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup

adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung

sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada

Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Proses Penyidikan

Apabila penyidik berpendapat bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan tindak

pidana korupsi, maka tahapan selanjutnya adalah tahap untuk mengumpulkan alat bukti dan

menemukan tersangkanya. Agar tugasnya dapat dilaksanakan maka penyidik diberikan

wewenang, yaitu;

1) menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

3) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

4) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

5) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) mengambil sidik jari dan memotret seorang;

7) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

8) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara;

9) mengadakan penghentian penyidikan;

10) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

17

Page 18: AKUNFORENSI TIPIKOR

Penyelidik dan penyidik mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada

umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia

diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang. Alat bukti yang harus dikumpulkan oleh

penyidik adalah minimal dua alat bukti diantara alat bukti seperti diatur di dalam Pasal 184

KUHAP, yaitu;

1) Alat bukti yang sah ialah:

Keterangan saksi;

Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.

Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah

terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, kecuali disertai dengan suatu alat bukti yang

sah lainnya. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau

keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu

ada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan

adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Baik pendapat maupun rekàan, yang diperoleh

dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.

Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-

sungguh memperhatikan

a) persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b) persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

c) alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;

d) cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat

mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Keterangan ahli;

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Surat;

Surat yang dimaksud dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah

Petunjuk;

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik

antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh

dari ;

a) keterangan saksi;

18

Page 19: AKUNFORENSI TIPIKOR

b) surat;

c) keterangan terdakwa.

Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu

dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan

penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Keterangan terdakwa.

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang

ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan

di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan

keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan

perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertal dengan alat bukti yang lain.

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

3. Penuntutan

Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa

melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke

pengadilan yang berwenang mengadili. Setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik,

penuntut umum segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib

memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Jika

dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas

perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi

dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah

menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap

dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan

untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.

Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan

diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

4. Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan

1) Panggilan

19

Page 20: AKUNFORENSI TIPIKOR

Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan Secara sah, apabila

disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila

tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.

2) Proses pemeriksaan di depan sidang Pengadilan Negeri

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:

a. tindak pidana korupsi;

b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi;

dan/atau

c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana

korupsi.

Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi  Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka

panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan

didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi

“terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas

pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan

menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas,

masyarakat sipil, hingga dunia usaha.

Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi yaitu:

1. Pencegahan

Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung

dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat

kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya.

Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi

bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus

pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena

diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).

Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik 20

Page 21: AKUNFORENSI TIPIKOR

koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan

peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub

indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing

business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh,

maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.

a. Peningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam administrasi dan layanan publik

publik, pengelolaan keuangan negara, penanganan perkara berbasis teknologi informasi

(TI), serta pengadaan barang/jasa berbasis teknologi informasi TI di Pusat maupun

Daerah.

b. Peningkatan efektivitas sistem pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan keuangan negara, serta memasukkan nilai

integritas dalam sistem penilaian kinerjanya.

c. Peningkatan efektivitas pemberian izin terkait kegiatan usaha, ketenagakerjaan, dan

pertanahan yang bebas korupsi.

d. Peningkatan efektivitas pelayanan pajak dan bea cukai yang bebas korupsi.

e. Penguatan komitmen antikorupsi di semua elemen pemerintahan (eksekutif), yudikatif,

maupun legislatif.

f. Penerapan sistem seleksi/penempatan/promosi pejabat publik melalui asesmen

integritas (tax clearance, clearance atas transaksi keuangan, dll) dan pakta integritas.

g. Mekanisme penanganan keluhan/pengaduan antikorupsi secara nasional.

h. Peningkatan pengawasan internal dan eksternal, serta memasukkan nilai integritas ke

dalam sistem penilaian kinerja.

i. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan serta kinerja menuju

opini audit Wajar Tanpa Pengecualian dengan Kinerja Prima.

j. Pembenahan sistem kepemerintahan melalui Reformasi Birokrasi.

k. Pelaksanaan e-government.

2. Penegakan Hukum

Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi

masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara

21

Page 22: AKUNFORENSI TIPIKOR

adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya

tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat

terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring

ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik.

Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya

sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak

lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri,

keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal,

menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya.

Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan

hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu,

penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat.

Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan

Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses

penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor

hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan

Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.

Fokus-fokus kegiatan prioritas terkait perbaikan mekanisme penegakan hukum dalam

rangka meningkatkan trust masyarakat terhadap aparat dan lembaga penegak hukum adalah:

a. Memperkuat mekanisme kelembagaan dan kerjasama antar lembaga penegak hukum

dalam rangka mengoptimalkan proses penegakan hukum terhadap tipikor.

b. Memperkuat sarana pendukung berbasis teknoIogi informasi untuk koordinasi antar

lembaga penegak hukum dalam penanganan kasus dan proses peradilan(e-law

enforcement).

c. Penerapan zero tolerance pada tipikor dan sanksi hukum yang lebih tegas di semua

strata pemerintahan (eksekutif), legislatif, maupun yudikatif.

3. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

Meratifikasi UNCAC atau Konvensi PBB Antikorupsi, adalah bukti konsistensi dari

komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai

konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat

sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru,

22

Page 23: AKUNFORENSI TIPIKOR

sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi

selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas

dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian

regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen,

maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di

Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-

negara lain.

Isu utama dalam menghadapi tumpang-tindih regulasi terkait upaya pemberantasan

korupsi adalah harmonisasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rangka

implementasi UNCAC. Kegiatan berjangka panjang dalam strategi ini difokuskan pada:

a. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebijakan

nasional dan kebutuhan daerah yang berhubungan dengan sumberdaya alam.

b. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan penyusunannya

dalam rangka modernisasi penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana.

c. Mekanisme monitoring dan evaluasi peraturan perundang-undangan terhadap

pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan inkonsisten.

d. Melakukan pemetaan dan revisi peraturan perundang-undangan terkait proses

penegakan hukum, antara lain: perlindungan saksi dan justice collaborator (pelaku yang

bekerja sama), serta obstruction of justice (menghalangi proses hukum).

e. Harmonisasi berikut penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rangka

implementasi UNCAC atau Konvensi PBB Antikorupsi dan peraturan pendukungnya

lainnya.

f. Penyederhanaan jumlah dan jenis perizinan dalam kapasitas Daerah.

g. Harmonisasi terhadap pengawasan atas pelaksanaan regulasi terkait pelimpahan

kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

4. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor

Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar

negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara

langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum

mengatur pelaksanaandari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih

23

Page 24: AKUNFORENSI TIPIKOR

terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus

korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh

pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari

aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini

diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan

pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait

pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan

Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama

internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.

Pengembalian asset hasil tipikor penting di dalam rangkaian pemberantasan korupsi.

Dalam rangka meningkatkan persentase pengembalian aset dan kerugian negara, maka

kegiatan berjangka panjang dalam strategi ini difokuskan pada kegiatan:

a. Optimalisasi kelembagaan dalam rangka pelaksanaan Mutual Legal Assistance (MLA)

dengan fokus pada pemantapan Otoritas Pusat di Kementerian Hukum dan Hak Azasi

Manusia dalam proses penyelamatan aset, kerja sama internasional, serta pelaksanaan

ekstradisi.

b. Penataan lembaga pengelola aset hasil korupsi dengan mempertimbangkan kebutuhan

nasional dan internasional.

c. Pelatihan dan bantuan teknis di antara lembaga penegak hukum dalam rangka

penyelamatan aset hasil korupsi.

d. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada aparat penegak hukum berkenaan

dengan penyelamatan aset berikut implementasinya.

e. Peningkatan kerjasama internasional dengan negara-negara lain dalam Mutual Legal

Assistance (MLA) dan ekstradisi.

5. Pendidikan dan Budaya Antikorupsi

Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah

beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai

budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas

pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun

swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa

korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong 24

Page 25: AKUNFORENSI TIPIKOR

terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-

prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada

umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi

yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin

tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan

mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.

Dengan persamaan cara pandang bahwa korupsi sangat merugikan masyarakat dan

setiap manusia Indonesia, diharapkan akan muncul perbaikan-perbaikan. Pendidikan dan

internalisasi budaya antikorupsi di segenap lapisan masyarakat merupakan salah satu cari

untuk menyamakan cara pandang tersebut. Kegiatan berjangka panjang dalam strategi ini

difokuskan pada:

a. Pengembangan sistem nilai dan sikap antikorupsi dalam berbagai aktivitas kehidupan di

masyarakat, sektor swasta, dan aparat pemerintah.

b. Pengembangan dan penerapan nilai-nilai antikorupsi, kejujuran, keterbukaan, dan

integritas di berbagai aktivitas di sekolah, perguruan tinggi dan lingkup sosial dalam

rangka menciptakan karakter bangsa yang berintegritas.

c. Kampanye antikorupsi secara menyeluruh dan terencana.

d. Memperluas ruang partisipasi masyarakat.

6. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi

Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/

Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/ informasi terkait

progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media,

baik elektronik maupuncetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan

pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan

dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi

aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor

swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan

terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka

harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan

dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara

berkesinambungan dan tepat sasaran.

25

Page 26: AKUNFORENSI TIPIKOR

Kegiatan pelaporan dalam melaksanakan PPK dan ketentuan UNCAC perlu difokuskan

pada usaha-usaha beserta capaiannya yang telah, tengah, dan akan dilakukan pelbagai

elemen terkait. Kegiatan itu, khususnya adalah aksi-aksi yang berdampak langsung dan

signifikan bagi perbaikan IPK serta sejalan dengan ketentuan UNCAC. Media publikasinya perlu

dipilih dengan mempertimbangkan kemudahan akses para pihak dalam menilai dan menyusun

kebijakan PPK. Guna kelancaran pasokan informasi, pelaporan, dan publikasinya, kegiatan

pelaporan akan difokuskan pada:.

a. Penyusunan dan penerapan standar informasi, dokumentasi, dan pelaporan para pihak

terkait, khususnya sistem pelaporan yang berbasis teknologi informasi.

b. Mekanisme pelaporan pencegahan dan pemberantasan korupsi nasional secara

terpadu.

c. Keterbukaan dan komunikasi upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,

serta partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan

pelaporan.

d. Pengawasan dan pelaksanaan implementasi UU 14/2008 (Keterbukaan Informasi

Publik), termasuk mekanisme verifikasi dan klarifikasi dalam pelaksanaan pencegahan

dan pemberantasan korupsi.

e. Perluasan akses informasi menyangkut pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan

korupsi.

Analisis Kasus

Asal Mula Kasus Hambalang

Proyek Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Proyek yang dikabarkan ada dugaan korupsi

seperti ‘nyanyian’ M. Nazaruddin ini ditargetkan selesai akhir tahun 2012 ini.

Proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor- Jawa Barat menjadi sorotan, apalagi dua

bangunan di sana ambruk karena tanahnya ambles. Secara kronologi, proyek ini bermula pada

Oktober Tahun 2009. Saat itu Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga) menilai perlu

ada Pusat Pendidikan Latihan dan Sekolah Olah Raga pada tingkat nasional.

Maka, Kemenpora memandang perlu melanjutkan dan menyempurnakan pembangunan proyek

pusat pendidikan pelatihan dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Bogor. Selain itu juga

untuk mengimplementasikan UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

26

Page 27: AKUNFORENSI TIPIKOR

Pada 20 Januari 2010, sertifikat hak pakai nomor 60 terbit atas nama Kemenpora dengan luas

tanah 312.448 meter persegi.

Pada 30 Desember 2010, terbit Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21/00910/BPT 2010

yang berisi Izin Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi

Olahraga Nasional atas nama Kemenpora di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup- Bogor.

Lanjutan pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional

mulai dilaksanakan tahun 2010 dan direncanakan selesai tahun 2012. Untuk membangun

semua fasilitas dan prasarana sesuai dengan master plan yang telah disempurnakan, anggaran

mencapai Rp 1,75 triliun. Ini sudah termasuk bangunan sport science, asrama atlet senior,

lapangan menembak, extreme sport, panggung terbuka, dan voli pasir.Ini berdasarkan hasil

perhitungan konsultan perencana.

Sejak tahun 2009-2010 Kementerian Keuangan dan DPR menyetujui alokasi anggaran sebagai

berikut :

A). APBN murni 2010 sebesar Rp 125 miliar yang telah diajukan pada tahun 2009

B). APBNP 2010 sebesar Rp 150 miliar

C). Pagu definitif APBN murni 2011 sebesar Rp 400 miliar

Pada 6 Desember 2010 keluar surat persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenkeu RI nomor

S-553/MK.2/2010. Pekerjaan pembangunan direncanakan selesai 31 Desember 2012.

Penerimaan siswa baru diharapkan akan dilaksanakan tahun 2013-2014.

Berikut kronologi pembangunan proyek Hambalang dari tahun ke tahun :

Tahun 2003-2004

Pada tahun itu, masih di Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud. Proyek ini

digelontorkan pada tahun itu sesuai dengan kebutuhan akan pusat pendidikan dan pelatihan

olahraga yang bertaraf internasional. Selain itu untuk menambah fasilitas olahraga selain

Ragunan.

Pada tahun itu direkomendasikan 3 wilayah yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan

Cariuk Bogor. Akhirnya yang dipilih Hambalang.

Tahun 2004

27

Page 28: AKUNFORENSI TIPIKOR

Dilakukan pembayaran para penggarap lahan di lokasi tersebut dan sudah dibangun masjid,

asrama, lapangan sepakbola dan pagar.

Tahun 2004-2009

Proyek di Ditjen Olahraga Kemendikbud dipindahkan di Kemenpora. Lalu dilaksanakan

pengurusan sertifikat tanah Hambalang tapi tidak selesai.

Tahun 2005

Datang studi geologi oleh konsultan pekerjaan di lokasi Hambalang.

Tahun 2006

Dianggarkan pembuatan maket dan masterplan. Dari rencana awalnya pusat peningkatan

olahraga nasional, menjadi pusat untuk atlet nasional dan atlet elite.

Tahun 2007

Diusulkan perubahan nama dari Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Nasional menjadi Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.

Tahun 2009

Diajukan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tapi tidak dapat

dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai.

Tahun 2010

Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/ HP/ BPN

RI/2010, tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kabupaten Bogor-

Jawa Barat dan berdasarkan Surat Keputusan tersebut, kemudian pada tanggal 20 Januari

diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2.

Lalu pada 30 Desember 2010 keluar izin pendirian bangunan.

Lalu pada 2010 juga ada perubahan lagi yakni penambahan fasilitas sarana dan prasarana

antara lain bangunan sport sains, asrama atlet senior, lapangan menembak, ekstrem sport,

panggung terbuka dan volley pasir dengan dibutuhkan anggaran Rp 1,75 triliun.

Lalu sejak 2009-2010 sudah dikeluarkan anggaran total Rp 675 miliar. Lalu 6 Desember 2010

keluar surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu untuk pembangunan proyek sebesar Rp 1,75

triliun dan pengajuan pembelian alat- alat membengkak menjadi Rp 2,5 Triliun.

Tahun 201228

Page 29: AKUNFORENSI TIPIKOR

31 Desember 2012 pekerjaan direncanakan selesai. Lalu penerimaan siswa baru direncanakan

pada 2013-2014.

Awal mula proyek Hambalang menjadi kasus publik adalah setelah keluarnya Sertifikat

Hambalang Nomor 60 tanggal 20 Januari 2010, dimana pada Rapat Kerja Menpora dengan

Komisi X DPR RI, Menpora mengajukan pencabutan bintang (anggaran Rp 125 Miliar) dan

mengusulkan peningkatan program penambahan sarana dan prasarana sport centre dll,

sehingga mengajukan anggaran menjadi Rp 1,75 Triliun.

Bahkan usulan tambahan pembelian alat- alat menjadi proyek Hambalang membutuhkan dana

sampai Rp 2,5 triliun.

Yang sungguh menjadi tanda tanya besar adalah, proses perubahan besarnya anggaran dari

Rp 125 Miliar menjadi Rp 1,75 Triliun bahkan berkembang menjadi Rp 2,5 Triliun tidak melalui

tahapan- tahapan yang semestinya, dimana dalam pembahasannya seharusnya mengikut-

sertakan seluruh anggota Komisi X DPR RI.

Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kasus Hambalang

Pada tanggal 23 Agustus 2013 Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan

Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahap II kepada ke aparat penegak hukum seperti Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai dasar penyelidikan dugaan korupsi di kasus

Hambalang.

Laporan hasil investigasi ini terkait proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga

Nasional (P3 SON) di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor, tahun anggaran 2010 dan 2011.

Dari LHP Tahap II ini merupakan kelanjutan dari LHP Tahap I dimana dalam LHP Tahap I, BPK

menyebutkan adanya dugaan kerugian negara mencapai Rp243 miliar.

Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses

pengajuan dan keruan negara mencapai Rp471 miliar.

BPK menilai adanya dugaan penyimpangan terhadap peraturan perundangan dan atau

penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan kontrak tahun jaman, dalam proses

lelang dalam pelaksnaaan pekerjaan konstruksi dan dalam proses pencairan uang muka yang

dilakukan oleh pihak terkait dalam proyek Pusat Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga

Nasional (P3 SON), Hambalang.

Berikut kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;

29

Page 30: AKUNFORENSI TIPIKOR

1. Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri

Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya

permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan.

2. Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa

pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan

pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.

3. Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun

menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek pembangunan P3

SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan

adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB

kepada Pemkab Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora.

30

Page 31: AKUNFORENSI TIPIKOR

PENUTUP

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk

keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.

Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh

dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang

diresmikan, dan sebagainya.

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20

tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah

1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

2. Perbuatan melawan hukum;

3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;

4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena

jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Dari uraian pengertian dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas

dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;

2. Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;

3. Menyusutnya pendapatan Negara;

4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;

5. Perusakan mental pribadi;

31

Page 32: AKUNFORENSI TIPIKOR

6. Hukum tidak lagi dihormati.

DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M, Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Edisi 2, Jakarta : Salemba Empat, 2012

http://seputarnusantara.com/?p=13559http://nasional.news.viva.co.id/news/read/363930-asal-mula-mega-proyek-hambalang

http://nasional.inilah.com/read/detail/2022328/inilah-hasil-audit-tahap-ii-bpk-soal-hambalang#.Uot6sHDwlQg

http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi/

http://doonukuneke.wordpress.com/2008/02/19/nullum-delictum/

http://panglimaw1.blogspot.com/2010/08/concursus-idealis-dan-concursus-realis.html

http://lammarasi-sihaloho.blogspot.com/2011/04/perbuatan-berlanjut-voortgezette.html

http://farhad88.wordpress.com/2013/04/22/pengertian-korupsi-dan-unsur-unsur-korupsi/

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0CFcQFjAG&url=http%3A%2F%2Fbengkulu.kemenag.go.id%2Ffile%2Ffile%2FDokumen%2Fhfib1349588837.pptx&ei=PE6MUumXDIr8rAfqvICYCA&usg=AFQjCNHb8E1uMKcU9NpvJaLPP3oIuItheQ&sig2=3dgaN-WLdpUc7RXdIYUtrw&bvm=bv.56753253,d.bmk

http://kakakung.blogspot.com/2010/06/tingkatan-korupsi.html

http://www.emakalah.com/2013/04/bentuk-bentuk-korupsi.html

http://acch.kpk.go.id/6-strategi-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi

32