Page 1
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
1
AKTIVITAS FRAKSI DAUN GAHARU (Aquilaria malaccensis Lam) SEBAGAI
ANTIJERAWAT DAN UJI BIOAUTOGRAFI
Aris Suhardiman1*, Hikmiah1, Wempi Budiana1
1Fakultas Farmasi, Universitas Bhakti Kencana, Jalan Soekarno Hatta No. 754 Cibiru Bandung
*Alamat korespondensi: [email protected]
Abstrak
Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lam) merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat
dan kosmetik. Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari
partikel organik dan anorganik. Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar–
kelenjar polisebasea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas fraksi daun gaharu
sebagai antijerawat dan senyawa yang berkhasiat sebagai anitijerawat. Daun gaharu diekstraksi
menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96 %. Ekstrak kental kemudian difraksinasi
menggunakan metode Ekstraksi Cair-Cair dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol-air.
Metode pengujian aktivitas fraksi daun gaharu sebagai antijerawat yaitu pada bakteri
Propionibacterium acnes menggunakan metode difusi cakram kertas dan mikrodilusi, sedangkan
uji bioautografi digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa berkhasiat. Hasil pengujian
difusi cakram kertas, nilai Konsentrasi Hambat Minimum yang diperoleh dari ekstrak, fraksi n-
heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol-air berturut-turut sebesar 125.000 ppm, 500.000
ppm, 125.000 ppm, dan 125.000 ppm dengan diameter zona hambat 7,7 mm; 4,96 mm; 9,46 mm;
dan 7,06 mm. Fraksi etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang lebih kuat sehingga pengujian
mikrodilusi dilakukan terhadap fraksi etil asetat. Hasil pengujian mikrodilusi, Konsentrasi
Hambat Minimum yang diperoleh dari fraksi etil asetat sebesar 3.900 ppm dan Konsentrasi
Bunuh Minimum dari fraksi etil asetat lebih dari 62.500 ppm. Aktivitas fraksi daun gaharu
sebagai antijerawat yang paling baik dengan konsentrasi fraksi etilasetat 2%. Sedangkan hasil
pengujian bioautografi diperoleh senyawa golongan flavonoid.
Kata Kunci : Aquilaria malaccensis Lam, gel, Konsentrasi Hambat Minimum, Konsentrasi
Bunuh Minimum, uji bioautografi.
Abstract
Gaharu plant (Aquilaria malaccensis Lam) is a plant used as medicine and cosmetics. Gel is a
semi-solid preparation consisting of a suspension made of organic and inorganic particles. Acne
is a chronic inflammatory process of the polysebaceous glands. This study aims to determine the
activity of gaharu leaf fraction as anti-acne and compounds that have an anti-acne effect. Gaharu
leaves were extracted using the maceration method with 96% ethanol solvent. The thick extract
was then fractionated using the Liquid-Liquid Extraction method with n-hexane, ethyl acetate
and methanol-water as solvents. The method of testing the activity of the agarwood leaf fraction
as an anti-acne, namely the Propionibacterium acnes bacteria using the paper disc diffusion
method and microdilution, while the bioautography test is used to determine the content of
nutritious compounds. The results of the paper disc diffusion test, the Minimum Inhibitory
Concentration values obtained from the extract, n-hexane fraction, ethyl acetate fraction, and
methanol-water fraction were 125,000 ppm, 500,000 ppm, 125,000 ppm, and 125,000 ppm,
respectively, with inhibition zone diameter 7 , 7 mm; 4.96 mm; 9.46 mm; and 7.06 mm. Ethyl
acetate fraction has stronger antibacterial activity so that microdilution testing is carried out on
ethyl acetate fraction. The microdilution test results, the Minimum Inhibitory Concentration
obtained from the ethyl acetate fraction of 3,900 ppm and the Minimum Killing Concentration of
the ethyl acetate fraction is more than 62,500 ppm. The activity of agarwood leaf fraction as the
Page 2
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
2
best anti-acne with a concentration of 2% ethyl acetate fraction. Meanwhile, the results of
bioautographic testing obtained compounds of the flavonoid group.
Keywords: Aquilaria malaccensis Lam, gel, Minimum Inhibitory Concentration, Minimum Kill
Concentration, bioautographic test. ____________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Salah satu jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional
adalah Gaharu (Aquilaria malaccensis
Lam). Berdasarkan penelitian Liana, Y,
2013 bahwa ekstrak daun Gaharu (Aquilaria
malaccensis Lam) memiliki aktivitas
sebagai antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Senyawa metabolit sekunder dari daun
gaharu mengungkapkan bahwa daun gaharu
mengandung alkaloid, flavonoid,
triterpenoid, steroid, dan saponin. Senyawa
dari daun gaharu (Aquilaria malaccensis
Lam) yang berperan sebagai antibakteri
terhadap bakteri Propionibacterium acnes
adalah senyawa flavonoid (Adelina, N.
2008).
Jerawat adalah suatu proses
peradangan kronik kelenjar-kelenjar
polisebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papul, pustul, dan nodul.
Timbulnya jerawat dapat disebabkan oleh
banyak faktor dan salah satu faktor yang
paling berpengaruh adalah bakteri
Propionibacterium acnes. Bakteri ini
merupakan bakteri gram positif berbentuk
batang dan merupakan flora normal kulit
(Bojar, R.A., & Keith, T.H. 2004).
Gel merupakan sistem semipadat
terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan
(Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel
memiliki karakteristik yang harus sesuai
dengan tujuan penggunaannya. (Zatz &
Kushla, 1996).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas dari fraksi daun gaharu
sebagai antijerawat serta mengetahui
golongan senyawa yang berperan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri P. acnes.
METODOLOGI
Alat
Alat yang digunakan pada percobaan
ini adalah Rotary vaporator, sinar UV 254
nm dan 366 nm, timbangan analitik, labu
ukur, pipet volume, mikro pipet, pipet tetes,
spatel, gelas kimia, labu erlenmeyer, botol
vial, botol kaca, alumunium foil, oven,
kertas saring, kertas saring bebas abu, cawan
porselen, kaca arloji, krus porselen, tang
krus, batang pengaduk, gelas ukur, corong
kaca, pinset, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, penjepit tabung, lemari es, pipa
kapiler, jarum ose, pemanas bunsen, kompor
listrik, penangas air, dan tali kasur.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam
percobaan ini adalah daun gaharu (Aquilaria
Page 3
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
3
malaccensis) diperoleh dari perkebunan
gaharu Palembang. Bakteri P. acnes
(Remel). Media yang digunakan untuk
pertumbuhan bakteri adalah Mueller Hinton
Broth (MHB) (Merck), Mueller Hinton Agar
(MHA) (Merck). DMSO (bratachem), Etanol
96% (bratachem), larutan NaCl (bratachem),
kloroform (bratachem), n-heksana
(bratachem), methanol (bratachem), larutan
amonia 25% (bratachem), larutan HCl 10%
(bratachem), pereaksi Dragendorf (Merck),
pereaksi Mayer (Merck), serbuk Mg
(Merck), HCl pekat (bratachem), amil
alcohol (Merck), HCl 2 N (bratachem),
FeCl3 1% (Merck), gelatin (Merck), pereaksi
Steasny (Merck), natrium asetat (Merck),
NaOH 1 N (bratachem), pereaksi
Lieberman-Buchard (Merck), asam asetat
(bratachem), H2SO4 pekat (bratachem),
AlCl3 (Merck), sitroborat (Merck), plat
alumunium jenis silika F254 (Merck),
karbopol (Merck), propilen glikol (Merck),
metil paraben (Merck), dan aquades
(bratachem).
Determinasi Daun Gaharu
Daun gaharu diperoleh dari
Palembang dan dilakukan determinasi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI
Bogor) dengan No SK:
2438/IPH.1.01/II.07/XI/2018. Hasil
determinasi juga dibandingkan dengan
pustaka dari ITIS (Integrated Taxonomic
Information Systems, 2019).
Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia yang
dilakukan meliputi pemeriksaan penetapan
kadar abu total, penetapan kadar abu tidak
larut asam, penetapan kadar sari larut air,
penetapan kadar sari larut etanol, dan
penetapan susut pengeringan (Harborne,
1996).
a. Penetapan kadar abu total
Krus silikat dipijarkan dan ditandai
terlebih dahulu dan dimasukkan 2 gram
simplisia daun gaharu. Kemudian dipijarkan
secara perlahan–lahan hingga arang habis,
didinginkan, dan ditimbang. Filtrat yang
diperoleh kemudian diuapkan dan dipijarkan
hingga bobot tetap. Kadar abu total
diperoleh dalam % b/b terhadap bobot
serbuk simplisia (Harborne, J.B.2013).
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Dididihkan abu total yang diperoleh
dengan 25 ml asam sulfat encer selama 25
menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan dengan cara disaring melalui
krus kaca masir atau dengan kertas saring
bebas abu, dicuci dengan air panas,
dipijarkan hingga bobot tetap dan ditimbang.
Kadar abu tidak larut asam diperoleh dalam
% b/b terhadap bobot serbuk simplisia
(Harborne, J.B.2013).
c. Penetapan kadar sari larut air
Serbuk simplisia daun gaharu
sebanyak 5 gram dimaserasi dengan 100 ml
air jenuh kloroform menggunakan labu
bersumbat selama 24 jam. Dilakukan
pengocokan berkali–kali untuk 6 jam
pertama dan kemudian didiamkan selama 18
Page 4
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
4
jam. Maserat disaring dan diambil 20 mL
filtrat untuk diuapkan hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah
ditandai. Pengeringan dilakukan pada suhu
105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar
dalam persen senyawa yang larut dalam air
terhadap bobot simplisia awal (Harborne,
J.B.2013).
d. Penetapan kadar sari larut etanol
Serbuk simplisia daun gaharu
sebanyak 5 gram dimaserasi dengan 100 ml
etanol 95% menggunakan labu bersumbat
selama 24 jam. Dilakukan pengocokan
berkali–kali untuk 6 jam pertama dan
kemudian didiamkan selama 18 jam.
Maserat disaring cepat dengan
menghindarkan penguapan etanol,
kemudian diambil 20 mL filtrat untuk
diuapkan hingga kering dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditandai.
Pengeringan dilakukan pada suhu 105oC
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam
persen senyawa yang larut dalam etanol 95%
terhadap bobot simplisia awal (Harborne,
2013).
e. Penetapan susut pengeringan
Dimasukan 2 gram serbuk simplisia
daun gaharu ke dalam alat Moisture balance
menggunakan wadah berlapis aluminium
foil yang telah ditandai, kemudian diamati
susut pengeringannya pada suhu 105°C
hingga alat menunjukan angka konstan
(Harborne, 2013).
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk
mengetahui golongan senyawa yang
terdapat dalam daun gaharu. Penapisan
fitokimia yang dilakukan meliputi
pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin,
tannin, kuinon, steroid, dan triterpenoid
(Farnsworth, 1966).
a. Uji alkaloid
10 mg ekstrak ditambahkan 5 ml
ammonia 25% dan 20 ml kloroform.
Campuran disaring sehingga diperoleh
lapisan air dan lapisan organik. Lapisan air
ditambah 2 tetes pereaksi dragendorff atau
peraksi Mayer. Jika terbentuk warna orange
dengan pereaksi dragendorff atau terbentuk
endapan putih dengan penambahan pereaksi
Mayer berarti ekstrak mengandung alkaloid
(Farnsworth, 1966).
b. Uji flavonoid
Sebanyak 10 mg ekstrak ditambahkan
magnesium 0,1 mg, 4 mL amil alkohol, dan
4 mL etanol, kemudian campuran dikocok.
Reaksi positif ditunjukkan dengan warna
merah, kuning atau jingga pada lapisan amil
alkohol (Farnsworth, 1966).
c. Uji saponin
Sebanyak 2 gram ekstrak daun gaharu
dilarutkan dengan air panas dan
ditambahkan 1 tetes HCl 2N kemudian
dikocok kuat. Saponin akan menghasilkan
busa yang stabil terlihat selama 5 menit dan
tidak hilang dan menunjukkan positif
saponin (Farnsworth, 1966).
Page 5
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
5
d. Uji tannin
Sebanyak 2 gram ekstrak daun gaharu
dilarutkan dengan air lalu direaksikan
dengan larutan besi (III) klorida 10%, jika
terjadi warna biru tua atau hitam kehijauan
menunjukkan adanya tanin (Farnsworth,
1966).
e. Uji kuinon
Sebanyak 5 ml larutan ekstrak
ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1
N. Terbentuknya warna merah menunjukkan
adanya kuinon. Namun, dapat terjadi reaksi
positif palsu dengan tannin. Maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan
penambahan gelatin kemudian endapannya
disaring dan filtratnya ditambahkan NaOH 1
N, bila tetap berwarna kuning maka
menunjukkan adanya kuinon (Farnsworth,
1966).
f. Uji steroid/triterpenoid
Sebanyak 5 gram ekstrak ditambahkan
20 mL eter kemudian dimaserasi selama 2
jam dan disaring. Filtrat sebanyak 8 tetes
dipindahkan kedalam kaca arloji dan diberi
pereaksi Liebermann–Bouchard. Kemudian
diamati jika terbentuk warna merah-ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan
terbentuk warna hijau-biru menunjukkan
adanya steroid (Farnsworth, 1966).
Ekstraksi
Ditimbang serbuk simplisia daun
gaharu kemudian direndam menggunakan
pelarut etanol 96% selama 3 kali 24 jam
dengan perbandingan 1:10. Setiap 24 jam
diganti dengan pelarut yang baru kemudian
disaring. Maserat dikumpulkan dan
dipekatkan dengan rotary vaporator.
Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan
dihitung rendemen ekstrak.
Fraksinasi
Ekstrak etanol yang diperoleh dan
sudah dipekatkan kemudian difraksinasi
dengan metode ekstraksi cair–cair (ECC)
dengan pelarut n-heksana, etilasetat dan
methanol : air secara berurutan. Urutan
pertama fraksinasi menggunakan pelarut n-
heksana, hasil fraksinasi n-heksana
dikumpulkan, selanjutnya dilakukan
fraksinasi kedua dengan pelarut etilasetat
dan dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian
hasil fraksinasi n-heksana, etil asetat dan
methanol : air dikumpulkan. Fraksi yang
diperoleh dipekatkan dengan rotary
evaporator.
Pemantauan Ekstrak dan Fraksi
Pemantauan senyawa ekstrak dan
fraksi daun gaharu menggunakan
kromatografi lapis tipis dengan fase diam
silica gel F254 dan fase gerak polar yaitu etil
asetat : methanol : air (8:1:1), fase gerak
semi polar kloroform : methanol (9:1). dan
fase gerak non polar n-heksan : etilasetat
(9:1) serta penampak bercak AlCl3 5%,
FeCl3 10%, dan H2SO4.
Uji Aktivitas Antibakteri P. acnes
Tahap – tahap dalam uji aktivitas antibakteri
meliputi:
a. Sterilisasi alat
Page 6
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
6
Alat – alat yang akan digunakan harus
dalam keadaan bersih dan kering, kemudian
dilakukan sterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 121°C selama 15 menit.
b. Pembuatan larutan uji
Dibuat larutan uji dengan melarutkan
masing–masing ekstrak dan fraksi daun
gaharu dalam larutan DMSO 2%.
c. Pembuatan media
Sebanyak 2,2 gram Mueller Hinton
Broth (MHB) dididihkan dengan 100 ml
akuades, diaduk hingga terbentuk larutan
warna kuning dan jernih kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C
selama 15 menit.
Sebanyak 3,8 gram Mueller Hinton
Agar (MHA) dididihkan dengan 100 ml
akuades, diaduk hingga terbentuk larutan
kuning dan jernih kemudian disterilkan
dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit.
d. Peremajaan bakteri
Bakteri P. acnes ditanam di atas agar
miring Mueller Hinton Agar dalam tabung
reaksi steril secara aseptis, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
e. Pembuatan biakan bakteri
Dua ose biakan murni bakteri P. acnes
ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl
fisiologis 0,9%. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
625 nm.
f. Pembuatan kontrol positif tetrasiklin
10 mg tetrasiklin basa ditimbang lalu
dilarutkan dengan aqua pro injeksi di dalam
labu ukur ad 10,0 ml.
g. Metode difusi cakram kertas
Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan terhadap ekstrak dan fraksi daun
gaharu (Aquilaria malaccensis Lam) dengan
metode difusi cakram. Suspensi bakteri
diambil 100µL dengan mikropipet,
diteteskan ke media MHA, diamkan hingga
suspensi kering. Blank paper disc disimpan
di atas media agar, kemudian diteteskan
ekstrak dan fraksi daun gaharu serta
tetrasiklin sebagai kontrol positif dan
DMSO 2% sebagai kontrol negatif.
Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu
37°C.
h. Metode Broth Microdilution
Dimasukan Mueller Hinton Broth
(MHB) 100 µL ke dalam plat mikro kolom
pertama sebagai kontrol negatif dan
ditambahkan suspensi bakteri 5 µL ke dalam
10 mL MHB kemudian diaduk dengan alat
vortex. Sebanyak 100 µL campuran tersebut
dimasukkan ke dalam plat mikro pada kolom
2 sampai ke 12. Pada kolom ke 12
ditambahkan 100 µL larutan fraksi daun
gaharu paling aktif kemudian
dihomogenkan, 100 µL kemudian
dipindahkan ke kolom 11 dan pengenceran
dilakukan sampai pada kolom 3 yang akan
memiliki konsentrasi terkecil. Plat mikro
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
kemudian diamati bagian yang jernih.
Konsentrasi terkecil pertumbuhan bakteri
ditetapkan sebagai KHM.
Sebanyak 5 µL alikuot dipindahkan
dari setiap bagian yang jernih ke dalam
media agar dan diinkubasi pada suhu 37°C
Page 7
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
7
selama 24 jam kemudian diamati.
Konsentrasi terendah dimana tidak
memperlihatkan pertumbuhan bakteri
ditetapkan sebagai Konsentrasi Bunuh
Minimum (CLSI, 2009).
Pembuatan Sediaan Gel
Karbomer didispersikan dalam 40 mL
air suhu 70ºC menggunakan mixer
kecepatan rendah sampai homogen. Setelah
busa hilang, ditambahkan larutan NaOH 0,4
% sebanyak 2 mL untuk menetralisir dan
diaduk lagi sampai terbentuk massa gel.
Metil paraben dan propil paraben dilarutkan
dalam air panas, dimasukkan dalam massa
gel dan terus diaduk dengan mixer sampai
homogen. Sebanyak 2 gram fraksi
didispersikan dalam 10 mL propilen glikol
dan 10 mL air, diaduk hingga homogen
kemudian dicampurkan ke dalam massa gel
dan diaduk dengan kecepatan rendah. Sisa
air ditambahkan hingga tepat 100 mL sambil
terus diaduk hingga gel homogen, kemudian
diisikan ke dalam wadah (Djajadisastra et al,
2009).
Tabel 1. Komposisi Sediaan Gel
Bahan Kadar (%)
Fraksi aktif 2
Karbomer 1
NaOH 0,4
Propilen glikol 10
Metil Paraben 0,18
Propil Paraben 0,1
Air Ad 100
Uji Bioautografi Fraksi Aktif dan Sediaan
Gel
Uji bioautografi dilakukan
menggunakan KLT fraksi aktif antibakteri
pada lempeng silika dan dielusi
menggunakan pengembang yang sesuai
yaitu dengan fase gerak kloroform : metanol
(9:1) lalu dimasukkan ke media yang berisi
bakteri. Kemudian plat diangkat dan
diinkubasi pada suhu 30°C selama 24 jam,
daerah hambatan pertumbuhan bakteri
diamati dengan adanya daerah bening pada
spot lempeng KLT. Kemudian disemprot
dengan penampak bercak H2SO4 10%, FeCl3
10%, dan AlCl3 5%. (Choma & Grzelak,
2011).
Uji bioautografi pada gel diawali
dengan melakukan KLT sediaan gel pada
lempeng silika dan elusi menggunakan
pengembang yang sesuai. Kemudian
kromatogram yang telah kering diletakkan
pada permukaan media MHA (Mueller
Page 8
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
8
Hinton Agar) yang telah diinokulasi dengan
suspensi bakteri selama 30 sampai 60 menit.
Masing-masing spot pada KLT yang
dimasukan ke dalam media MHA diberi
tanda. Setelah itu kromatogram diangkat.
Lalu diinkubasi pada suhu 30ºC selama 24
jam, diamati daerah hambatan pertumbuhan
mikroba yang telah terjadi. Adanya daerah
hambatan diberi tanda dengan adanya
daerah bening pada spot lempeng KLT yang
telah ditandai. Untuk mengetahui golongan
senyawa yang diperkirakan aktif sebagai
antibakteri, dilakukan pengujian
kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap
sediaan gel dengan fase diam silika F254 dan
fase gerak yang sesuai dengan menggunakan
berbagai penampak bercak. Nilai Rf dari
masing-masing spot dibandingkan dengan
spot yang ditunjukkan dengan adanya
penghambatan terhadap bakteri P. acnes.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Simplisia
Tujuan karakterisasi simplisia adalah untuk
memastikan kualitas dan mutu dari simplisia
yang digunakan. Hasil karakterisasi
simplisia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Uji Karakterisasi Hasil (% b/b)
Kadar Abu Total 3,92
Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,17
Kadar Sari Larut Air 8,95
Kadar Sari Larut Etanol 9,27
Susut Pengeringan 9.85
keterangan: b/b (bobot per bobot)
Penetapan kadar abu total bertujuan
untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal dari simplisia
daun gaharu. Selain kadar abu total,
dilakukan juga penetapan kadar abu tidak
larut asam yang bertujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral
eksternal dalam bahan. Kadar abu tidak larut
asam yang kecil menandakan sedikitnya
pengotor seperti pasir ataupun silikat dalam
simplisia (Saikia and Khan.2012).
Penetapan kadar sari larut air dan larut
etanol dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui gambaran awal jumlah
kandungan suatu senyawa yang larut dalam
pelarut organik dan pelarut non-organik.
Dari hasil penetapan kadar sari
menunjukkan bahwa simplisia daun gaharu
lebih mudah larut dalam etanol.
Penetapan susut pengeringan
dilakukan untuk memberikan batasan
maksimal besarnya senyawa yang hilang
atau menguap dengan proses pengeringan
Page 9
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
9
pada suhu 1050C selama 30 menit atau
sampai berat konstan yang diperoleh 9,85%.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk
mengetahui senyawa metabolit sekunder
yang terkandung pada simplisia. Hasil
skrining fitokimia menunjukkan hasil positif
pada semua golongan senyawa yang diuji
sehingga daun gaharu mengandung senyawa
metabolit sekunder yang terdiri dari
alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tannin,
dan steroid/triterpenoid.
Hal ini menunjukkan daun gaharu
dapat memiliki aktivitas dalam
penghambatan bakteri P. acnes karena
memiliki senyawa flavonoid (Chung &
Purwaningsih, 1999).
Ekstraksi
Salah satu parameter mutu ekstrak
adalah rendemen ekstrak yang dihasilkan.
Rendemen adalah perbandingan antara
ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal. Hasil dari proses ekstraksi yang
dilakukan diperoleh ekstrak kental sebanyak
256,3 g, dan rendemen ekstrak daun gaharu
yang diperoleh sebesar 8,54%.
Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses
penarikan senyawa menggunakan dua
pelarut yang berbeda sifat kepolarannya.
Fraksinasi dilakukan menggunakan metode
Ekstraksi Cair-Cair dengan pelarut n-
heksana, etil asetat dan metanol : air. Hasil
rendemen fraksi daun gaharu dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Rendemen Fraksi Daun Gaharu
Fraksi Bobot (g) Rendemen (%)
n-heksana 40,52 20,26
Etil asetat 34,92 12,46
Metanol : air 120,53 60,27
Hasil dari rendemen fraksi yang
diperoleh, senyawa pada daun gaharu
banyak yang terlarut pada pelarut metanol :
air sehingga banyak senyawa yang terlarut
seperti senyawa flavonoid. Senyawa
flavonoid memiliki peran dalam aktivitas
penghambatan enzim alfa glukosidase.
Pemantauan Ekstrak dan Fraksi
Pemantauan ekstrak dan fraksi
dilakukan untuk melihat senyawa yang
terkandung dalam ekstrak dan fraksi secara
kualitatif dengan menggunakan metode
KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dan fase
gerak (Choma & Grzelak, 2011).
Page 10
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
10
Gambar 1. Pemantauan dengan fase gerak polar etil asetat : metanol : air (8:1:1)
Gambar 2. Pemantauan dengan fase gerak semi polar kloroform : metanol (9:1)
Gambar 3. Pemantauan dengan fase gerak non polar polar n-heksana : etilasetat (9:1)
Keterangan gambar:
Kromatogram ekstrak etanol 96 % daun gaharu (1), fraksi metanol-air daun gaharu (2), fraksi etil
asetat (3), fraksi n-heksan daun gaharu (4), fase diam silika gel F254, fase gerak etil asetat : metanol
: air (8 : 1 : 1), visual (a), sinar UV λ 254 nm (b), sinar UV λ 365 nm (c), visual H2SO4 10 % (d),
sinar UV λ 365 nm H2SO4 10 % (e), visual FeCl3 10 % (f), sinar UV λ 365 nm AlCl3 5 % (g).
Pada gambar tersebut, setelah plat
KLT disemprotkan penampak bercak FeCl3
10% (f) terdapat spot berwarna coklat
kehitaman dengan latar warna kuning pada
fraksi n-heksan (f4) diduga terdapat
senyawa fenolat, sedangkan pada plat KLT
dengan penampak bercak AlCl3 5% (g)
muncul fluoresensi berwarna biru pada
fraksi n-heksan (g4), untuk ekstrak etanol
(g1) dan fraksi etilasetat (g3) muncul
fluoresensi warna kuning kehijauan, pada
fraksi metanol : air (g2) muncul fluoresensi
1234 1234 1234 1234 1234 1234 1234 a b c d e f g
1234 1234 1234 1234 1234 1234 1234 a b c d e f g
1234 1234 1234 1234 1234 1234 1234 a b c d e f g
Page 11
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
11
warna biru. Pada ekstrak etanol, fraksi
metanol : air, fraksi etilasetat dan fraksi n-
heksana terdapat senyawa flavonoid.
Uji Aktivitas Antibakteri P. acnes
Uji aktivitas antibakteri dilakukan
menggunakan metode difusi cakram kertas
dengan konsentrasi induk larutan uji
500.000 ppm dan konsentrasi tetrasiklin
sebagai pembanding 10 ppm. Nilai KHM
yang diperoleh pada ekstrak etanol
konsentrasi 125.000 ppm dengan diameter
hambat sebesar 7,7 mm. Pada fraksi n-
heksana konsentrasi 500.000 ppm dengan
diameter hambat 4,96 mm. Pada fraksi
etilasetat konsentrasi 125.000 ppm dengan
diameter hambat 9,46 mm. Pada fraksi
metanol : air konsentrasi dengan diameter
hambat 7,06 mm. Berdasarkan hasil
pengujian aktivitas antibakteri, fraksi
etilasetat daun gaharu (Aquilaria
malaccensis Lam) memiliki nilai KHM
terbaik diantara ekstrak etanol, fraksi n-
heksana dan fraksi metanol : air sehingga
dapat dikatakan bahwa fraksi yang paling
potensial yaitu fraksi etilasetat.
Pengujian Mikrodilusi
Hasil pengujian difusi cakram kertas
dengan konsentrasi larutan induk fraksi
etilasetat dibuat sebesar 125.000 ppm, nilai
KHM pada fraksi etilasetat dengan
konsentrasi 3900 ppm dan nilai KHM pada
antibiotik tetrasiklin dengan konsentrasi
1,25 ppm kemudian pengujian nilai KBM
dengan metode difusi agar. Terbentuknya
zona bening pada media terjadi karena zat uji
berdifusi kedalam agar dan menghambat
perkecambahan serta pertumbuhan bakteri,
kemudian hasil tersebut diinkubasi dan zona
penghambatan pertumbuhan dapat terukur.
Berdasarkan hasil pengujian, tidak
terdapat zona bening pada media agar yang
menunjukan tidak terdapat KBM yang
artinya daun gaharu (Aquilaria malaccensis
Lam) pada fraksi etilasetat hanya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
Uji Bioautografi Fraksi Aktif
Setelah diperoleh nilai KHM dan
KBM, pengujian dilanjutkan dengan
menggunakan metode bioautografi untuk
mengetahui senyawa yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri P. acnes. Fraksi
aktif yang diperoleh adalah fraksi etilasetat.
Gambar 4. Kromatogram Fraksi etilasetat daun gaharu (1), Hasil kontak antara plat
dengan media agar yang telah diinokulasi (2).
1 2
Page 12
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
12
Gambar 5. Kromatogram fraksi etilasetat daun gaharu visual (1), Kromatogram visual
H2SO4 10% (2), Kromatogram visual FeCl3 10% (3), Kromatogram sinar UV λ 365 nm
AlCl3 5% (4).
Penampak bercak H2SO4 merupakan
penampak bercak universal yang dapat
memunculkan semua jenis senyawa yang
akan nampak sebagai bercak hitam.
Penampak bercak FeCl3 merupakan
penampak bercak spesifik, sehingga
senyawa yang bersifat sebagai antibakteri
adalah senyawa golongan fenolat atau
polifenol. Senyawa polifenol merupakan
senyawa tumbuhan yang mengandung
cincin aromatis dengan satu atau lebih gugus
hidroksil dan dengan penambahan FeCl3
akan memberikan bercak warna hitam
dengan latar belakang berwarna kuning.
Aktivitas antibakteri polifenol dikarenakan
adanya gugus hidroksil yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan
mekanisme denaturasi protein bakteri.
Polifenol terdiri atas golongan fenol
sederhana dan asam fenolat, kuinin,
flavonin, flavonoid dan flavonols, tanin serta
kumarin. Penampak bercak AlCl3
merupakan penampak bercak spesifik untuk
mendeteksi senyawa flavonoid. Dari hasil
pengamatan kromatogram pada sinar UV λ
365 nm terdapat fluoresensi biru dan kuning
kehijauan, menurut literatur disebutkan
bahwa identifikasi flavonoid akan
memberikan warna kuning setelah
penggunaan penampak bercak AlCl3
(Choma, I.M dan Grzelak, E.M. (2011).
Maka diduga bahwa pada
kromatogram hasil elusi KLT yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri dengan
menghasilkan zona hambat pada media
bakteri merupakan senyawa flavonoid.
Pembuatan Sediaan Gel
Bentuk sediaan yang dibuat dalam
penelitian ini adalah hidrogel. Hidrogel
dipilih karena daya sebar hidrogel pada kulit
baik, tidak menghambat fungsi fisiologis
kulit, memberikan efek dingin, serta mudah
dicuci dengan air (Voigt, 1994).
Formula gel fraksi daun gaharu terdiri
dari fraksi daun gaharu 2%, karbomer 940,
propilen glikol, metil paraben, propil
paraben, NaOH, dan akuades. Sediaan gel
yang dibuat selanjutnya akan diuji
bioautogtafi kontak untuk mengetahui
senyawa yang bertindak sebagai antibakteri
pada sediaan gel.
(1) (2) (3) (4)
Page 13
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
13
Fraksi daun gaharu berfungsi sebagai
zat aktif yang memiliki aktivitas antibakteri.
Pembuatan gel fraksi daun gaharu ini
menggunakan karbopol sebagai gelling
agent yang merupakan bahan pembentuk
gel. Karbopol sering digunakan sebagai
gelling agent karena karbopol dapat
memberikan karakteristik gel yang baik. Gel
karbopol juga memiliki stabilitas yang baik
terhadap panas (Osborne & Amann, 1990).
Penggunaan karbopol pada sediaan
gel fraksi gaharu yaitu 2 %. Propilen glikol
sebagai humektan yang akan menjaga
kestabilan sediaan dengan cara
mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan
mengurangi penguapan air dari sediaan.
Selain menjaga kestabilan sediaan, secara
tidak langsung humektan juga
mempertahankan kelembaban kulit sehingga
kulit tidak kering. Metil paraben dan propil
paraben berfungsi sebagai pengawet.
Pengawet diperlukan dalam formulasi gel
mengingat bahwa tingginya kandungan air
dalam sediaan gel yang dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi mikroba. NaOH
digunakan sebagai pembasa untuk
menetralkan karbomer. Akuades berfungsi
sebagai pelarut dalam formulasi gel.
Uji Bioautografi Sediaan Gel
Metode bioautografi merupakan
metode yang spesifik untuk mendeteksi
bercak pada kromatogram hasil
kromatografi lapis tipis (KLT) yang
mempunyai aktivitas sebagai antibakteri
(Novitasari et al, 2015).
Sediaan gel fraksi daun gaharu 2 %
ditotol pada plat KLT kemudian dielusi
dengan fase gerak kloroform : metanol (9 :
1), lalu dimasukkan ke media yang berisi
bakteri. Dipilihnya metode bioautografi
kontak karena lebih mudah, sederhana dan
paling sering digunakan. Bioautogrfi kontak
diperoleh proses perpindahan senyawa aktif
ke dalam medium agar yang dapat
menghasilkan zona hambatan dan
kemampuan membedakan antara senyawa
aktif dengan nilai Rf yang sama (Khaerati et
al, 2011). Setelah plat dikontakan dengan
media, plat diangkat lalu diinkubasi.
1 2
Gambar 6. Kromatogram gel fraksi etil asetat daun gaharu (1), hasil kontak antara plat
dengan media agar yang telah diinokulasi (2).
Page 14
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
14
Pada Gambar 6, terdapat bercak yang
memiliki zona bening pada media agar
dengan Rf 0,12, nilai Rf hasil KLT sediaan
gel lebih rendah dari nilai Rf hasil KLT
fraksi etil asetat. Dengan nilai Rf tersebut,
bercak yang sama dengan nilai Rf 0,12
adalah bercak yang ada pada plat yang
direaksikan dengan H2SO4 10 %, FeCl3 10
%, dan AlCl3 5 % pada Gambar 7.
Gambar 7. Kromatogram fraksi daun gaharu visual (1), Kromatogram visual H2SO4 10 %
(2) Kromatogram visual FeCl3 10 % (3) kromatogram sinar UV λ 365 nm AlCl3 5 % (4).
Penampak bercak H2SO4 merupakan
penampak bercak universal yang dapat
memunculkan semua jenis senyawa dengan
mengoksidasi solut-solut organik yang akan
nampak sebagai bercak hitam. Penampak
bercak FeCl3 merupakan penampak bercak
spesifik, sehingga senyawa yang bersifat
sebagai antibakteri adalah senyawa
golongan fenolat atau polifenol. Senyawa
polifenol merupakan senyawa tumbuhan
yang mengandung cincin aromatis dengan
satu atau lebih gugus hidroksil dan dengan
penambahan FeCl3 akan memberikan bercak
warna hitam dengan latar belakang berwarna
kuning. Aktivitas antibakteri polifenol
dikarenakan adanya gugus hidroksil yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dengan mekanisme denaturasi protein
bakteri. Polifenol terdiri atas golongan fenol
sederhana dan asam fenolat, kuinin,
flavonin, flavonoid dan flavonols, tanin serta
kumarin (Ulfa et al, 2013).
Penampak bercak AlCl3 merupakan
penampak bercak spesifik untuk mendeteksi
senyawa flavonoid. Dari hasil pengamatan
kromatogram pada sinar UV λ 365 nm
terdapat fluoresensi biru, diduga bahwa pada
kromatogram hasil elusi KLT yang memiliki
aktivitas sebagai antibakteri dengan
menghasilkan zona hambat pada media
bakteri merupakan senyawa flavonoid.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih
untuk fasilitas Laboratorium di fakultas
farmasi Universitas Bhakti Kencana
Bandung.
(1) (2) (3) (4)
Page 15
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
15
KESIMPULAN
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap
bakteri P. acnes yang memiliki aktivitas
dalam menghambat bakteri P. acnes adalah
fraksi etilasetat dan senyawa yang diduga
memiliki aktivtas antibakterinya adalah
senyawa flavonoid.
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, N. 2008. Aquilaria malaccencis
Lam., Forest and Landscape (138).
Bojar, R.A., & Keith, T.H. 2004. Acne and
Propionibacterium acnes. Clinics in
Dermantology. 22:275-379.
Choma, I.M & Grzelak, E.M. 2011.
Bioautography detection in thin layer
chromatography. Journal of
Chromatography A. 1218:2684-2691.
CLSI. 2009. Methods For Dilution
Antimicrobial Susceptibility Test For
Bacteria That Grow Aerobically,
Approved standard-Ninth Edition
M07-A8. National Commite for
Clinical Laboratory Standard. 29.
Chung, R.C.K. & Purwaningsih. 1999.
Aquilaria malaccensis Lam. In: L.P.A.
Oyen and Nguyen Xuan Dung
(Editors). Plants Resources of South-
EastAsia no 19 Essential-oil plants,
Backhuys Publishers, Leiden the
Netherlands. pp : 64-67.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1995. Farmakope Indonesia, Ed. IV,
Jakarta.
Djajadisastra, J., Mun’im, A., & NP, D.
2009. Formulasi Gel Topikal Dari
Ekstrak Nerii Folium Dalam Sediaan
Anti Jerawat. Jurnal Farmasi
Indonesia. 4:210-216.
ITIS (Integrated taxonomic information
system). 2019. “Taxonomic
Hierarchy: Aquilaria malaccensis
Lam.”
https://www.itis.gov/servlet/SingleRp
t/SingleRpt?search_topic=TSN&sear
ch_value=845890#null, diakses 18
Juli 2019.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and
phytochemical screening of plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences.
55(3):225–276.
doi:10.1002/jps.2600550302.
Harborne, J. 1984. Phytochemical Methods :
A Guide to Modern Technique of
Plant Analysis. (2nd edn). Chapman
and Hall.London. 19:37–168.
Khaerati, K & Ihwan. 2011. Uji Efek
Antibakteri Ekstrak Etanol Herba
Seledri (Apium graveolens Linn.)
Terhadap Escheria coli dan
Staphylococcus aureus dan Analisis
KLT Bioautografi. Biocelebes. 5.
Liana, Y. 2013. Antibacterial Activity Test
of Agarwood Leaf Fraction (Aquilaria
malaccensis Lam) Against
Staphylococcus aureus ATCC 25923
In Vitro. Thesis, Biomedical-
Pharmacology Study Program,
Faculty of Medicine, Sriwijaya
University, Palembang.
Novitasari, M.R., Agustina, R., Ramdani,
A., & Rusli, R. 2015. Profil
Page 16
JSTFI
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Indonesia
Vol. IX, No. 1, April 2020 ISSN: 2303-2138
16
Kromatografi Senyawa Aktif
Antioksidan dan Antibakteri Fraksi
Etil Asetat Daun Libo (Ficus
variegata Blume.). Jurnal Sains dan
Kesehatan. 3:131-137.
Osborne, D.W & Amann, A.H. 1990.
Topical Drug Delivery Formulation,
Marcel Dekker In, USA.
Saikia & Khan. 2012. Aquilaria malaccensis
Lam., a Red-listed and highly
exploited tree species in the Assamese
home garden. Current Science.
102(4).
Ulfa, E.U., Sari, D.S., & Wijaya, D. 2013.
Aktivitas Antibakteri dan KLT
Bioautografi Ekstrak Etanol Daun
Sirsak Naga (Drymoglossum
piloselloides) Terhadap Streptococcus
mutans, Jurnal Kedokteran Gigi.
10:42.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi, edisi kelima, UGM Press,
Yogyakarta.
Wil, N.N.A.N., Omar, N.A. Mhd., Ibrahim,
N.A., & Tajuddin, S.N. 2014. In vitro
antioxidant activity and
phytochemical screening of Aquilaria
malaccensis leaf extracts. Journal of
Chemical and Pharmaceutical
Research. 6:688-693.
Zatz, J.L., & Kushla, G.P. 1996. Gels. In
Lieberman, H.A., Rieger, M.M., &
Banker, G.S. Pharmaceutical
Dossage Forms: Disperse System. (2nd
ed. Vol 2, pp. 495-510). New York :
Marcel Dekk