Top Banner
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan ISSN 0216-9959 Volume 35 Nomor 1 2016 DAFTAR ISI Preferensi Wereng Batang Cokelat terhadap Varietas Padi dan Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Virus Kerdil Hampa ...... 1 Suprihanto, Susamto Somowiyarjo, Sedyo Hartono, dan Y. Andi Trisyono Laju Pertumbuhan Intrinsik dan Neraca Hidup Wereng Cokelat pada Tanaman Padi Akibat Perubahan Iklim Global ........................... 9 Baehaki S.E., Eko Hari Iswanto, dan Dede Munawar Mutu Fisik, Mutu Giling, dan Mutu Fungsional Beras Varietas Lokal Kalimantan Barat .............................................................. 19 Siti Dewi Indrasari, Ami Teja Rakhmi, Agus Subekti, dan Kristamtini Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangan di Provinsi Maluku ........................................................................................ 29 Agung Budi Santoso Deteksi Virus Tungro pada Gulma Padi Sawah Menggunakan Teknik PCR ............................................................................................................ 39 Fausiah T. Ladja, Sri Hendrastuti Hidayat, Tri Asmira Damayanti, dan Aunu Rauf Karakterisasi Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Galur Mutan Gandum yang Ditanam di Dataran Rendah Tropik .............................................. 45 Laela Sari, Agus Purwito, Didy Sopandie, Ragapadmi Purnamaningsih, dan Enny Sudarmonowati Willingness to Accept dan Willingness to Pay Petani dan Konsumen terhadap Padi Hibrida di Sentra Produksi Jawa Timur ........................ 53 Made Oka Adnyana dan Putu Wardana Penggunaan Herbisida untuk Pengendalian Gulma pada Budi Daya Kedelai Jenuh Air di Lahan Pasang Surut ............................................. 63 Achmad Yozar Perkasa, Munif Ghulamahdi, Dwi Guntoro Kelayakan Finansial Penerapan Teknologi Budi Daya Jagung pada Lahan Sawah Tadah Hujan ............................................................ 71 Syuryawati dan Faesal Preferensi Petani terhadap Jagung Hibrida Berdasarkan Karakter Agronomik, Produktivitas dan Keuntungan Usahatani ....................... 81 M. Arsyad Biba Pengantar Wereng cokelat masih menjadi ancaman dalam budi daya padi sehingga perlu terus dikendalikan. Dua tulisan hasil penelitian masing-masing mengungkap preferensi wereng cokelat pada beberapa varietas padi dan laju pertumbuhan intrinsik hama penting ini. Tanpa pengendalian, gulma juga mengancam pertumbuhan tanaman budi daya, antara lain karena dapat berfungsi sebagai tanaman inang virus tungro pada tanaman padi. Dua tulisan membahas hasil penelitian deteksi penyakit tungro pada gulma padi sawah dan pengendalian gulma pada pertanaman kedelai di lahan pasang surut. Tulisan hasil penelitian mutu beras membahas mutu fisik, mutu giling, dan mutu fungsional beras padi lokal. Hasil penelitian terhadap gandum yang merupakan tanaman subtropika mempelajari morfologi, anatomi, dan fisiologi galur mutan yang ditanam di daerah tropika. Dari aspek sosial-ekonomi, tiga tulisan hasil penelitian masing-masing mengupas referensi dan kemampuan petani dalam pengembangan padi hibrida, kelayakan finansial teknologi budi daya jagung pada lahan sawah tadah hujan, dan preferensi petani terhadap jagung hibrida. Redaksi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BOGOR, INDONESIA Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan merupakan publikasi yang me- muat makalah ilmiah primer hasil peneliti- an tanaman pangan (padi dan palawija). Redaksi mengutamakan makalah dari peneliti lingkup Puslitbang Tanaman Pangan dan menerima makalah dari semua institusi penelitian tanaman pangan lainnya di Indonesia, termasuk perguruan tinggi, LIPI dan BATAN. Makalah yang dikirimkan hendaknya sudah mendapat persetujuan dari pimpinan instansi masing-masing. Ketentuan penulisan makalah untuk dapat dimuat di jurnal ini tertera dalam "Petunjuk bagi Penulis" di halaman terakhir.
92

Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

Aug 25, 2019

Download

Documents

dangdang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

Penelitian PertanianTanaman Pangan ISSN 0216-9959

Volume 35 Nomor 1 2016

DAFTAR ISI

Preferensi Wereng Batang Cokelat terhadap Varietas Padi danKetahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Virus Kerdil Hampa ...... 1Suprihanto, Susamto Somowiyarjo, Sedyo Hartono, danY. Andi Trisyono

Laju Pertumbuhan Intrinsik dan Neraca Hidup Wereng Cokelatpada Tanaman Padi Akibat Perubahan Iklim Global ........................... 9Baehaki S.E., Eko Hari Iswanto, dan Dede Munawar

Mutu Fisik, Mutu Giling, dan Mutu Fungsional Beras VarietasLokal Kalimantan Barat .............................................................. 19Siti Dewi Indrasari, Ami Teja Rakhmi, Agus Subekti, dan Kristamtini

Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangan diProvinsi Maluku ........................................................................................ 29Agung Budi Santoso

Deteksi Virus Tungro pada Gulma Padi Sawah Menggunakan TeknikPCR............................................................................................................ 39Fausiah T. Ladja, Sri Hendrastuti Hidayat, Tri Asmira Damayanti,dan Aunu Rauf

Karakterisasi Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Galur Mutan Gandumyang Ditanam di Dataran Rendah Tropik .............................................. 45Laela Sari, Agus Purwito, Didy Sopandie, RagapadmiPurnamaningsih, dan Enny Sudarmonowati

Willingness to Accept dan Willingness to Pay Petani dan Konsumenterhadap Padi Hibrida di Sentra Produksi Jawa Timur ........................ 53Made Oka Adnyana dan Putu Wardana

Penggunaan Herbisida untuk Pengendalian Gulma pada Budi DayaKedelai Jenuh Air di Lahan Pasang Surut ............................................. 63Achmad Yozar Perkasa, Munif Ghulamahdi, Dwi Guntoro

Kelayakan Finansial Penerapan Teknologi Budi Daya Jagungpada Lahan Sawah Tadah Hujan ............................................................ 71Syuryawati dan Faesal

Preferensi Petani terhadap Jagung Hibrida Berdasarkan KarakterAgronomik, Produktivitas dan Keuntungan Usahatani ....................... 81M. Arsyad Biba

Pengantar

Wereng cokelat masih menjadi ancamandalam budi daya padi sehingga perlu terusdikendalikan. Dua tulisan hasil penelitianmasing-masing mengungkap preferensiwereng cokelat pada beberapa varietaspadi dan laju pertumbuhan intrinsik hamapenting ini.

Tanpa pengendalian, gulma jugamengancam pertumbuhan tanaman budidaya, antara lain karena dapat berfungsisebagai tanaman inang virus tungro padatanaman padi. Dua tulisan membahas hasilpenelitian deteksi penyakit tungro padagulma padi sawah dan pengendalian gulmapada pertanaman kedelai di lahan pasangsurut.

Tulisan hasil penelitian mutu berasmembahas mutu fisik, mutu giling, dan mutufungsional beras padi lokal. Hasil penelitianterhadap gandum yang merupakan tanamansubtropika mempelajari morfologi, anatomi,dan fisiologi galur mutan yang ditanam didaerah tropika.

Dari aspek sosial-ekonomi, tiga tulisanhasil penelitian masing-masing mengupasreferensi dan kemampuan petani dalampengembangan padi hibrida, kelayakanfinansial teknologi budi daya jagung padalahan sawah tadah hujan, dan preferensipetani terhadap jagung hibrida.

Redaksi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN PANGANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BOGOR, INDONESIA

Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015

Jurnal Penelitian Pertanian TanamanPangan merupakan publikasi yang me-muat makalah ilmiah primer hasil peneliti-an tanaman pangan (padi dan palawija).

Redaksi mengutamakan makalah daripeneliti lingkup Puslitbang Tanaman Pangandan menerima makalah dari semua institusipenelitian tanaman pangan lainnya diIndonesia, termasuk perguruan tinggi, LIPIdan BATAN. Makalah yang dikirimkanhendaknya sudah mendapat persetujuandari pimpinan instansi masing-masing.

Ketentuan penulisan makalah untukdapat dimuat di jurnal ini tertera dalam"Petunjuk bagi Penulis" di halaman terakhir.

Page 2: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas
Page 3: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SUPRIHANTO ET AL.: WERENG COKELAT DAN VIRUS KERDIL HAMPA PADA PADI

1

Preferensi Wereng Batang Cokelat terhadap Varietas Padi danKetahanan Varietas Padi terhadap Virus Kerdil Hampa

Brown Planthopper Preference to Rice Varieties and the Resistanceof Rice Varieties to Rice Ragged Stunt Virus

Suprihanto1, Susamto Somowiyarjo2, Sedyo Hartono2, dan Y. Andi Trisyono2

1Balai Besar Penelitian Tanaman PadiJl. Raya 9, Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Indonesia

E-mail: [email protected] Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Naskah diterima 20 Januari 2015, direvisi 30 Oktober 2015, disetujui 18 Desember 2015

ABSTRACT

Rice ragged stunt virus (RRSV) is transmitted by brown planthopperin the persistent manner. This disease in recent years has becomea serious problem in Indonesia and some other countries, suchas China, Vietnam, Philippines, and Thailand. Disease control isusually conducted by the vector control using insecticides, sooften causes an environmental pollution. An alternative controlmethod is using the environmentally friendly of resistant varieties.The purpose of this study was to determine the level of preferenceof brown planthopper (BPH) to some varieties and rice germplasms,the resistance of several varieties against rice ragged stunt virus(RRSV) disease and its effectiveness as an inoculum source ofvirus (RRSV). A total of 15 varieties of rice were used in preferencetest of BPH and resistance test to RRSV. The test for resistancevarieties to RRSV was conducted by transmission of 2nd instar ofBPH for 3 days of acquisition feeding period, 10 days incubationperiod and 24 hours inoculation period with population density of3 BPH/plant. Disease index was calculated and used to determinethe level of plant resistance. Varieties that showed resistant,moderately resistant and susceptible responses were selectedand were used as a source of inoculum to be transmitted on toTN1 variety susceptible check variety to know the effectiveness ofvarieties as source of virus inoculum. The results showed that ofthe 15 varieties tested, Situ Bagendit, Utri Merah, Mentik Wangi,Mahsuri, and Inpari 1 each was less favored by BPH to settle andto multiply. Mentik Wangi, Tetep, Utri Merah, and Swarnalata eachshowed resistant response to RRSV. Transmission test tosusceptible variety (TN1) showed that the variety of Situ Bagendit,Inpari 13, Mentik Wangi, and Tetep each has a fairly loweffectiveness as a source of inoculum as indicated by the lowerpercentage of infection and disease index on the transmited testplants.

Keywords: BPH, rice ragged stunt virus, rice variety, resistance.

ABSTRAK

Penyakit virus kerdil hampa ditularkan oleh wereng batang cokelat(WBC) secara persisten. Penyakit tersebut akhir-akhir ini menjadimasalah di Indonesia dan beberapa negara, seperti China, Vietnam,Filipina, dan Thailand. Pengendalian penyakit virus kerdil hampa

sampai saat ini dilakukan terhadap vektornya (WBC) menggunakaninsektisida, sehingga sering kali mencemari lingkungan. Alternatifpengendalian lain yang ramah lingkungan adalah penggunaanvarietas tahan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkatpreferensi WBC terhadap beberapa varietas padi, ketahananbeberapa varietas padi terhadap penyakit virus kerdil hampa, danefektivitasnya sebagai sumber inokulum. Sebanyak 15 varietas padidigunakan dalam uji preferensi imago WBC terhadap varietas padi,dan uji ketahanan terhadap virus kerdil hampa. Uji ketahanan varietaspadi dilakukan dengan penularan menggunakan vektor WBC instar2 melalui periode makan akuisisi 3 hari, masa inkubasi 10 hari, danperiode inokulasi 24 jam dengan kepadatan populasi 3 ekor/tanaman.Hasil penghitungan indeks penyakit digunakan untuk menentukantingkat ketahanan tanaman. Varietas padi yang menunjukkan reaksitahan, agak tahan, dan rentan, serta kontrol rentan TN1 dipilih dandigunakan sebagai sumber inokulum untuk ditularkan pada tanamanpadi TN1 kembali, sehingga diketahui tingkat efektivitas varietassebagai sumber inokulum virus. Hasil penelitian menunjukkan bahwadari 15 varietas yang diuji, Situ Bagendit, Utri Merah, Mentik Wangi,Mahsuri, dan Inpari 1 merupakan varietas yang tidak/kurang disukaiWBC untuk berkembang biak. Varietas Mentik Wangi, Tetep, UtriMerah dan Swarnalata bereaksi tahan terhadap virus kerdil hampa.Hasil uji penularan kembali pada varietas rentan (TN1) menunjukkanSitu Bagendit, Inpari 13, Mentik Wangi, dan Tetep mempunyaiefektivitas yang cukup rendah sebagai sumber inokulum yangditunjukkan oleh lebih rendahnya tingkat penularan dan indekspenyakitnya.

Kata kunci: wereng batang cokelat, virus kerdil hampa, varietaspadi, ketahanan.

PENDAHULUAN

Dampak perubahan iklim global dewasa ini antara lainmeningkatnya serangan hama dan penyakit padatanaman padi. Hasil analisis Ali et al. (2014) menunjukkanbahwa pemanasan global berkontribusi terhadapledakan wereng batang cokelat (WBC) di beberapawilayah pertanaman padi di Asia, dan tingkatkeparahannya cenderung meningkat pada kondisi

Page 4: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

2

perubahan iklim yang ekstrim. Selain dampakperubahan iklim, penggunaan insektisida berlebihanjuga menjadi faktor terjadinya ledakan WBC, karenamenimbulkan efek merugikan terhadap musuh alami.Penggunaan pupuk nitrogen dosis tinggi, khususnyapada padi hibrida, juga telah meningkatkan potensiledakan WBC (Bottrell and Schoenly 2012). WBCmerupakan salah satu hama utama padi yang secaralangsung merusak tanaman dengan menghisap cairantanaman yang menyebabkan tanaman kering dan mati(hopperburn), dan secara tidak langsung menjadi vektorpenyebaran penyakit virus kerdil rumput (Rice grassystunt virus) dan kerdil hampa (Rice ragged stunt virus).Kedua penyakit ini sulit dikendalikan, sehingga tanamanpadi dapat gagal panen (Bahagiawati 2012). Virus kerdilhampa (RRSV) dan virus kerdil rumput (RGSV) akhir-akhir ini menjadi masalah di beberapa negara, sepertiChina, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Thailand (Benturand Viraktamath 2008, Zhou et al. 2008).

Selama tahun 2005, WBC dilaporkan kembalimenyerang di China bagian selatan dan mengakibatkan7,53 juta ha tanaman padi rusak dan kehilangan 2,77juta ton produksi. Vietnam selama tahun 2006 kehilanganhasil padi 0,4 juta ton akibat serangan WBC dan virus(Bentur and Viraktamath 2008). Du dan Loan (2007)melaporkan ledakan penyakit virus di Vietnam padaMaret 2006 dan menyebar secara cepat pada 51.507 hatanaman padi dalam waktu 6 bulan. Selanjutnya 120.000ha tanaman padi dirusak oleh penyakit dan WBC.Sebagian besar varietas terpopuler di Delta Mekongrentan terhadap virus padi yang ditularkan WBC.

Di Indonesia, perkembangan penyakit kerdil hampadan kerdil rumput terjadi pada tahun 1970-an. Sejaktahun 1976/1977, penyakit kerdil hampa tercatatmenyerang pertanaman padi di Jawa Barat, JawaTengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, SumateraSelatan, Lombok, Kalimantan Selatan, dan SulawesiSelatan. Pada tanaman stadia vegetatif, serangan viruskerdil hampa menyebabkan daun tanaman rusak,tercabik atau bergerigi, kadang berwarna putih, tanamantumbuh kerdil, keluar malai terlambat sampai 10 hari,malai tidak normal (tidak keluar penuh), daun benderapendek, pengisian biji tidak terjadi sehingga gabahmenjadi hampa.

Total serangan WBC dalam periode 2001-2010 diIndonesia mencapai 351.748 ha dan 11.354 ha diantaranya puso. Serangan WBC diikuti oleh penularanvirus yang ditularkan. Gejala penyakit virus kerdil hampaselalu ditemukan dari tahun 2005 sampai 2010 denganluas penularan fluktuatif, tertinggi pada tahun 2010dengan luas 6.074 ha dan 20 ha di antaranya puso (Ditlin2010). Pada tahun 2011, luas serangan WBC hampir duakali lipat dari tahun 2010, mencapai 173.890 ha dengan

22.613 ha tanaman puso (Ditlin 2011). Di Jawa Tengahpada tahun 2013 serangan WBC 6.287 ha dan meningkatmenjadi 41.929 ha pada tahun 2014 (Dinpertan TPH2015). Sejak tahun 2006, WBC di samping menularkanpenyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput, jugamenularkan penyakit virus kerdil rumput tipe 2 yangmenyebar di sentra produksi padi di Jawa. Bahkan padatahun 2008 penyakit virus kerdil rumput tipe 2 jugaditemukan di Simalungun, Sumatera Utara. Di lapangan,ketiga jenis virus tersebut dapat ditemukan bersama-sama pada satu tanaman (Baehaki dan Mejaya 2014).

Penyebaran penyakit virus kerdil hampa dapatdiminimalisasi dengan cara pengendalian vektornyamenggunakan insektisida, dan sanitasi lahan segerasetelah panen untuk menurunkan sumber inokulum.Alternatif pengendalian lain yang ramah lingkunganadalah penggunaan varietas tahan, baik tahan terhadapvektornya (WBC), tahan terhadap virusnya, maupunterhadap keduanya (Baehaki 2009). Beberapa varietaspadi telah diketahui memiliki latar belakang ketahananterhadap WBC, seperti IR64, Ciherang, IR42, Inpari 1,Inpari 2, dan Inpari 13 (Baehaki dan Mejaya 2014), tetapibelum diketahui ketahanannya terhadap virus kerdilhampa. Varietas Swarnalata juga telah diidentifikasimengandung gen bph6 dan biasanya dipakai dalam ujibiotipe WBC (Chaerani et al. 2014). Bahkan varietas inidiketahui mempunyai tingkat ketahanan antibiosis yangtinggi terhadap WBC, dan tahan terhadap WBC biotipe4 (Qiu et al. 2011, Cheng et al. 2013), tetapi belumdiketahui tingkat ketahanannya terhadap virus yangditularkan WBC.

Serangga herbivore menggunakan isyarat kimia danvisual untuk mencari tanaman inang yang disukai dandapat memberi makan dan bereproduksi (Powell et al.2006). Aktivitas makan WBC dipengaruhi oleh faktorbiofisik tanaman seperti ketebalan jaringan tanaman,trikhoma, dan faktor biokimia tanaman sepertikandungan nutrisi, dan interaksi kedua faktor yangselanjutnya berkaitan dengan perkembangan,kemampuan bertahan hidup, dan produksi telur (Sakaiand Sogawa dalam Chen 2009). Penelitian Rahmini etal. (2012) menunjukkan WBC memperlihatkan reaksinon-preferensi terhadap varietas tahan. WBC memilikikemampuan makan tertinggi pada padi varietas rentanTN1 dan terendah pada varietas pembanding tahanPTB33. WBC yang diinfestasi pada varietas rentanmemiliki laju pertumbuhan populasi intrinsik,reproduksi bersih yang lebih tinggi, dan waktupenggandaan populasi lebih pendek.

Informasi tingkat preferensi WBC terhadap varietaspadi di Indonesia masih sangat sedikit dibandingkandengan jumlah varietas padi yang ada. Tingkat preferensiWBC terhadap varietas padi diperlukan untuk

Page 5: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SUPRIHANTO ET AL.: WERENG COKELAT DAN VIRUS KERDIL HAMPA PADA PADI

3

mengetahui tingkat ketahanan terhadap WBC sertapotensi varietas sebagai tempat berkembang biak yangberkaitan dengan potensi penyebaran penyakit viruskerdil hampa jika varietas tersebut terinfeksi.

Kuantitas sumber infeksi penyakit virus padatanaman padi dapat dikurangi dengan penggunaanvarietas tahan virus yang dapat mengurangi infeksimaupun perbanyakan virus di dalam tanaman, sehinggaproporsi vektor untuk mendapatkan virus berkurang.Namun respons varietas yang secara visual tidakmenunjukkan gejala atau bergejala ringan ketikaterinfeksi virus, seringkali menjadi sumber inokulumyang baik di lapangan. Oleh karena itu, diperlukaninformasi efektivitas varietas sebagai sumber inokulum.Informasi tentang varietas padi tahan virus kerdil hampadan efektivitasnya sebagai sumber inokulum diperlukansebagai komponen pengendalian penyakit terpadu dansumber gen untuk pembentukan varietas tahan.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkatpreferensi WBC terhadap beberapa varietas padi,ketahanan beberapa varietas padi terhadap penyakitvirus kerdil hampa, dan efektivitas varietas padi sebagaisumber inokulum virus kerdil hampa.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi dan rumahkaca Fakultas Pertanian UGM, dan di rumah plastikKarang Tempel, Pedukuhan Kaliputih, Pendowoharjo,Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) padabulan September 2013-Maret 2014.

Uji Preferensi Tempat Hinggap danBertelur WBC pada Varietas Padi

Sebanyak 15 varietas padi digunakan dalam ujipreferensi Imago WBC yang terdiri atas IR64 (aksesi6613), Ciherang (aksesi 4842), IR42 (aksesi 7009), Inpari1 (aksesi 6613), Inpari 2 (aksesi 6614), Inpari 13 (aksesi7313), Situ Bagendit (aksesi 1483), Mentik Wangi (aksesi1754), Rojolele (aksesi 4204), Tetep (aksesi 4215), UtriMerah (aksesi 2353), Swarnalata, Mahsuri (aksesi 635),Oryza nivara (aksesi 102164) dan TN1 (kontrol rentan).Varietas padi yang digunakan dipilih berdasarkan duakategori, yaitu mewakili varietas yang banyak ditanampetani, dan varietas lokal. Semua varietas uji diperolehdari koleksi plasma nutfah Balai Besar PenelitianTanaman Padi. WBC yang digunakan dalam uji diambildari Ambarketawang, Gamping, Sleman, yangdikembangbiakkan di rumah kaca. Penelitian disusundalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.Masing-masing varietas disemai dalam baki plastik.Setelah bibit berumur 10 hari kemudian dipindahkan

ke dalam pot plastik berdiameter 10 cm berisi mediatanah dengan satu tanaman tiap pot. Kemudian pottanaman disusun dalam sangkar kasa berukuran 60 x60 x 90 cm3 secara acak, masing-masing varietas 1 potdan diulang tiga kali dalam kurungan kasa yang lain.Selanjutnya, sebanyak 150 pasang imago WBCdimasukkan kedalam setiap kurungan dan bebasmemilih tempat hinggap.

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitungWBC yang hinggap pada masing-masing varietas selama24 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah infestasi WBC.Selanjutnya tanaman dipelihara dengan disungkup padamasing-masing pot menggunakan plastik mika. Setelah7-10 hari, telur WBC yang menetas pada masing-masingvarietas dihitung nimfa yang keluar. Semakin banyakjumlah WBC yang hinggap dan makan pada suatuvarietas tanaman, semakin tinggi tingkat preferensi WBCpada varietas tersebut. Semakin banyak nimfa yangmenetas pada suatu varietas semakin banyak atausemakin tinggi tingkat preferensi WBC meletakkan telur.

Data hasil pengamatan dianalisis sidik ragam denganprogram SAS 9.1.3, dan perlakuan yang berpengaruhnyata diuji lanjut dengan uji berganda Duncan (DMRT)pada taraf 5%.

Uji Ketahanan Varietas dan Plasma Nutfah Paditerhadap Virus Kerdil Hampa

Sumber inokulum virus kerdil hampa yang digunakandalam penelitian diambil dari Bodeh, Ambarketawang,Gamping, Sleman, Yogyakarta, yang sudah ditularkandan dipelihara pada varietas rentan TN1. Vektor yangdigunakan adalah WBC yang dikoleksi dari lokasi yangsama dan diperbanyak dalam kurungan serangga dirumah kaca.

Sebanyak 15 varietas, seperti pada uji preferensiWBC, digunakan dalam uji ketahanan terhadap viruskerdil hampa. Penularan dilakukan dengan cara instar 2WBC diberi kesempatan memperoleh virus kerdil hampapada inokulum tanaman sakit selama 3 hari, kemudianwereng dipindahkan pada tanaman sehat. Setelah 10hari masa inkubasi, wereng viruliferous diberikesempatan melakukan inokulasi pada varietas yangdiuji selama 24 jam dengan kepadatan populasi 3 ekorWBC/batang. Inokulasi dilakukan dalam tabung uji, satutanaman/tabung. Penularan dilakukan terhadap 10tanaman pada masing-masing varietas yang diuji.Selanjutnya tanaman ditanam dalam baki plastik dandipelihara di rumah kaca bebas serangga. Percobaandilakukan dalam dua ulangan.

Pengamatan terhadap gejala yang muncul dilakukan4 minggu setelah inokulasi, selanjutnya dihitung masainkubasi, jumlah anakan, tinggi tanaman, keberadaan

Page 6: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

4

dan indeks penyakit untuk menentukan tingkatketahanan tanaman. Pengamatan menggunakanmetode skoring Rice Standard Evaluation System, IRRI(1996). Skor 1 adalah tanpa gejala; skor 3 apabila 0-10%penurunan tinggi tanaman, tidak ada gejala melintirpada daun, kecil, atau sangat sedikit pembengkakantulang daun pada pangkal daun; skor 5 apabila 0-10%penurunan tinggi tanaman, 1-2 daun dengan gejalamelintir, sedikit ditemukan pembengkakan tulang padapangkal daun; skor 7 apabila 11-30% penurunan tinggitanaman, 3-4 daun dengan gejala melintir, banyakditemukan pembengkakan tulang pada pangkal daun,beberapa helaian daun dan pelepah daun; dan skor 9apabila lebih dari 30% penurunan tinggi tanaman,sebagian besar daun dengan gejala melintir,pembengkakan tulang pada pangkal daun, helaian daundan pelepah daun banyak ditemukan.

Hasil skoring kemudian digunakan untukmenghitung indeks penyakit (IP) dengan rumus:

n(3) + n(5) + n(7) + n(9)IP = . tn

dimana n(3), n(5), n(7), dan n(9) adalah jumlah tanamanyang menunjukkan gejala masing-masing dengan skor3, 5, 7, dan 9, sedangkan tn adalah total tanaman yangdiamati.

Respons ketahanan tanaman digolongkanberdasarkan perhitungan indeks penyakit (IP) dengankriteria tahan jika IP = 0–3, agak tahan jika IP >3–6 danrentan jika IP >6–9.

Efektivitas Varietas Padi SebagaiSumber Inokulum

Sebanyak enam varietas padi yang bereaksi tahan, agaktahan, dan rentan (masing-masing dua varietas), sertakontrol rentan TN1 sebagai sumber inokulum virus kerdilhampa untuk ditularkan kembali ke tanaman padi TN1.Penularan dilakukan dengan cara yang sama sepertipada uji ketahanan varietas padi terhadap virus (metodetest tube) terhadap 10 tanaman padi TN1 untuk masing-masing sumber inokulum. Tanaman yang telahdiinokulasi ditanam dalam baki plastik, 10 tanaman/baki.Perlakuan tersebut diulang tiga kali dalam rancanganacak kelompok.

Pengamatan dilakukan terhadap seluruh tanamanpada masing-masing ulangan. Parameter yang diamatimeliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, dan masainkubasi penyakit. Pengamatan masa inkubasi dilakukandengan menghitung lama munculnya gejala khaspenyakit virus kerdil hampa setelah inokulasi.Pengamatan gejala visual yang muncul menggunakan

metode skoring Rice Standard Evaluation System IRRI(1996). Pengamatan tinggi tanaman, jumlah anakan danskor gejala dilakukan satu bulan setelah inokulasi.Selanjutnya dihitung keberadaan (persentasepenularan) dan indeks penyakit. Indeks penyakitdihitung dengan cara yang sama pada uji ketahananvarietas terhadap virus kerdil hampa, sedangkankeberadaan penyakit dihitung dengan rumus:

Jumlah tanaman terserangKP = x 100% Jumlah tanaman yang diinokulasi

Data hasil pengamatan dianalisis sidik ragam denganprogram SAS 9.1.3, dan perlakuan yang berpengaruhnyata diuji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan(DMRT) pada taraf 5%. Data indeks penyakitditransformasi terlebih dahulu dengan √(x+0,5),sedangkan data keberadaan penyakit ditransformasidengan arc sin √(x/100).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preferensi Tempat Hinggap dan BertelurWBC pada Beberapa Varietas Padi

Secara umum, serangga menyesuaikan diri dengantanaman sebagai sumber pakan, tempat bertelur, danatau untuk tempat tinggal. Hasil pengujian menunjukkanbahwa 24 jam setelah infestasi, WBC paling banyakhinggap pada varietas Inpari 2, sedangkan yang palingsedikit pada varietas Swarnalata dan O. nivara (Tabel 1).

Setelah 48 jam infestasi, Inpari 2 masih disukai olehWBC dengan rata-rata hinggap paling banyak (6,33 ekor)dan tidak berbeda dengan kontrol TN1. Preferensi WBCterhadap varietas Rojolele juga tidak berbeda nyatadengan TN1. Pada pengamatan 48 jam, jumlah WBChinggap terendah ditemukan pada Inpari 1 dan SituBagendit, masing-masing 0,67 ekor dan 1,00 ekor.Setelah 72 jam ternyata jumlah WBC terbanyakditemukan pada TN1 yang merupakan varietas rentan,diikuti oleh Tetep, Rojolele, dan Ciherang. Jumlah WBCpada varietas Inpari 2, Inpari 13, dan O. nivara juga cukuptinggi dan tidak berbeda nyata dengan Tetep, Rojolele,dan Ciherang tetapi berbeda nyata dengan TN1. Padavarietas lainnya (IR42, Inpari 1, Situ Bagendit, Mahsuri,IR64, Mentik Wangi, Utri Merah, dan Swarnalata) relatifsedikit. Hasil uji preferensi ini menunjukkan varietas IR42,Inpari 1, Situ Bagendit, Mahsuri, IR64, Mentik Wangi, UtriMerah, dan Swarnalata mempunyai mekanismeketahanan terhadap WBC. Tingkat preferensi WBCuntuk hinggap pada varietas padi menggambarkanperilaku yang berkaitan dengan mekanisme ketahanantanaman. Hasil penelitian Ghaffar et al. (2011)

Page 7: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SUPRIHANTO ET AL.: WERENG COKELAT DAN VIRUS KERDIL HAMPA PADA PADI

5

Tabel 1. Preferensi wereng batang cokelat terhadap 15 varietas padi sebagai tempat hinggap dan bertelur.

Jumlah WBC hinggap pada tanaman setelahVarietas No. aksesi Jumlah telur

24 jam 48 jam 72 jam menetas

IR64 6613 1,33 abc 2,67 bc 1,33 c 6,00 cdeCiherang 4842 1,33 abc 4,00 abc 3,67 ab 9,00 bcdIR42 7009 1,33 abc 2,00 bc 1,00 c 13,00 bcInpari 1 6613 1,00 bc 0,67 c 1,00 c 3,00 deInpari 2 6614 4,00 a 6,33 a 3,00 bc 13,00 bcInpari 13 7313 2,33 abc 4,00 abc 2,67 bc 2,33 deSitu Bagendit 1483 0,67 bc 1,00 c 1,00 c 2,00 deMentik Wangi 1754 2,00 abc 2,00 bc 1,33 c 1,67 deRojolele 4204 3,33 ab 5,33 ab 3,67 ab 4,33 deTetep 4215 3,33 ab 4,00 abc 4,00 ab 3,33 deUtri Merah 2353 0,67 bc 2,00 bc 1,33 c 1,33 eSwarnalata - 0,00 c 2,00 bc 1,33 c 6,00 cdeMahsuri 635 2,33 abc 2,33 bc 1,00 c 0,67 eOryza nivara 102164 0,33 c 3,00 abc 2,33 bc 20,00 aTN1 - 2,67 abc 4,67 ab 5,00 a 15,67 ab

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

menunjukkan WBC memiliki kemampuan untukmenemukan elemen saringan pada varietas yangberbeda, tetapi ada variasi kemampuan untuk memulaimenghisap cairan floem sehingga memberikanpenjelasan potensi ketahanan varietas tersebut. Rahminiet al. (2012) melaporkan WBC memperlihatkan reaksinonpreferensi terhadap varietas tahan. Mekanismeketahanan nonpreferensi atau antixenosis diukurdengan kemampuan hinggap atau orientasi, sedangkanantibiosis diukur dengan kelangsungan hidup nimfa,periode perkembangan, lama hidup imago, peningkatanpopulasi dan laju makan (Soundararajan et al. 2005).

Tingkat preferensi WBC untuk meletakkan telur padavarietas padi berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan olehperbedaan jumlah nimfa WBC yang ditemukan padavarietas padi. Jumlah nimfa WBC yang muncul padavarietas O. nivara lebih tinggi (20 ekor) dan tidak berbedanyata dengan TN1, diikuti oleh Inpari 2 (13 ekor), IR42(13 ekor), Ciherang (9 ekor), Swarnalata dan IR64 (6ekor). Jumlah nimfa WBC terendah ditemukan padavarietas Utri Merah dan Mahsuri (masing-masing 1,33dan 0,67 ekor).

Secara umum, semua varietas yang diuji selain O.nivara, Ciherang dan IR42 menunjukkan mekanismenonpreferensi dibanding kontrol. Varietas yang lebihtidak disukai WBC untuk hinggap dan berkembang biakadalah Situ Bagendit, Utri Merah, Mentik Wangi, Mahsuri,dan Inpari 1. Hal ini menunjukkan varietas-varietastersebut mempunyai ketahanan antixenosis yang lebihtinggi dibanding varietas lainnya. Anita et al. (2014)melaporkan WBC tidak tertarik menetap dan meletakkantelur pada genotipe padi yang menunjukkan mekanisme

ketahanan antixenosis. Selanjutnya dilaporkan bahwajumlah WBC dewasa yang hinggap dan jumlah telur yangdiletakkan lebih sedikit pada IR64 dibanding TN1.Baehaki dan Munawar (2011) menyebutkan varietasberperan dalam menurunkan populasi nimfa WBC.Dalam uji pengaruh varietas terhadap kemunculannimfa WBC di laboratorium, varietas IR74 dan Ciherangmenurunkan populasi nimfa WBC biotipe 4 masing-masing 52% dan 19,1% dibanding varietas Muncul yangdiketahui rentan.

Pada O. nivara, jumlah nimfa yang muncul lebihtinggi dibanding varietas uji lainnya, dan tidak berbedanyata dengan kontrol rentan TN1. Hal ini menunjukkanbahwa meskipun O. nivara mempunyai karakteristikantixenosis tetapi tidak disukai untuk hinggap dandisukai untuk meletakkan telur. Hal yang sama terjadipada penelitian Madurangi et al. (2013) di mana O. nivaraaksesi WRAC 25 dan WRAC 22 mengindikasikanketahanan antixenosis terhadap WBC, sehingga jumlahWBC yang hinggap sangat rendah, tetapi jumlah teluryang diletakkan dan yang muncul sebagai nimfa lebihtinggi. Hal ini disebabkan oleh aksi antixenosis yangberbeda terhadap WBC betina untuk meletakkan telur.

Ketahanan Varietas dan Aksesi Plasma Nutfahterhadap Virus Kerdil Hampa

Varietas tahan merupakan komponen pengendalianhama terpadu (PHT) yang menentukan keberhasilanpengendalian. Untuk itu, informasi tentang ketahananvarietas padi terhadap penyakit sangat diperlukan.Informasi ketahanan varietas terhadap hama danpenyakit tanaman padi bermanfaat bagi pemulia untuk

Page 8: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

6

memperoleh donor gen dalam perakitan varietas tahan(Sitaresmi et al. 2013).

Dari 15 varietas yang diuji, empat di antaranyabereaksi tahan, tujuh agak tahan, dan sisanya rentanterhadap penyakit virus kerdil hampa. Varietas padi yangtahan virus kerdil hampa adalah Mentik Wangi, Tetep,Utri Merah dan Swarnalata (Tabel 2). Apabiladihubungkan dengan preferensi WBC untuk hinggapdan bertelur pada varietas tahan kerdil hampa (MentikWangi, Tetep, Utri Merah dan Swarnalata), makapreferensinya relatif rendah. Oleh karena itu, keempatvarietas ini dapat digunakan sebagai materi perakitanvarietas tahan virus kerdil hampa. Mentik Wangi adalahvarietas lokal yang masih banyak ditanam petani,terutama di Jawa Tengah dan DIY.

Beberapa varietas yang menunjukkan tidak ataukurang disukai sebagai tempat hinggap dan bertelur olehWBC, ternyata tidak semuanya tahan terhadap viruskerdil hampa, seperti IR64 dan Inpari 1, sedangkan Inpari13, Situ Bagendit, dan Mahsuri agak tahan terhadap viruskerdil hampa. Hal ini menunjukkan ketahanan suatuvarietas padi terhadap virus kerdil hampa tidakberhubungan dengan ketahanan terhadap vektorpenularnya. Varietas IR64, Ciherang, dan Inpari 1 rentanterhadap virus kerdil hampa, dengan keberadaanpenyakit >90%, sehingga sebaiknya tidak ditanam didaerah endemis penyakit kerdil hampa.

Efektivitas Varietas Padi sebagaiSumber Inokulum

Hasil uji ketahanan varietas padi terhadap virus kerdilhampa menunjukkan varietas Mentik Wangi dan Tetepbereaksi tahan. Varietas Inpari 13 dan Situ Bagendit agaktahan terhadap virus kerdil hampa. Setelah digunakansebagai sumber inokulum ternyata varietas-varietastersebut bukan merupakan sumber inokulum yang baik(Tabel 3). Hal ini terlihat dari masa inkubasi penyakit viruskerdil hampa yang relatif lebih lama (22-26 hari) padakeempat varietas tersebut sebagai sumber inokulumdibandingkan dengan varietas yang lain (Inpari 1, IR64dan kontrol rentan TN1). Masa inkubasi penyakit kerdilhampa yang relatif lama diduga karena virus padakeempat varietas sebagai sumber inokulum tidakberkembang. Jika digunakan sebagai sumber inokulumuntuk ditularkan pada varietas rentan TN1 diperlukanwaktu yang relatif lama untuk dapat berkembang danmampu menyebabkan gejala penyakit. Rata-rata masainkubasi penyakit virus kerdil hampa pada varietas Inpari1 dan IR64 relatif cepat, bahkan tidak berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol rentan TN1.

Tinggi tanaman varietas TN1 pada 30 hari setelahinokulasi virus kerdil hampa dari sumber inokulum

varietas yang berbeda tidak berbeda nyata.Dibandingkan dengan kontrol atau tanpa inokulasi,pertanaman yang diinokulasi dari semua varietas sebagaisumber inokulum mempunyai tinggi tanaman yang lebihrendah, artinya terjadi penurunan tinggi tanaman (Tabel4). Jumlah anakan tidak menunjukkan perbedaan yangnyata antara sumber inokulum yang berbeda dengantanpa inokulasi.

Tingkat penularan dari berbagai varietas sebagaisumber inokulum lebih rendah dan berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol rentan TN1. Varietas SituBagendit, Tetep, Inpari 13, dan Mentik Wangi memilikiefektivitas yang lebih rendah sebagai sumber inokulum(43,33-56,67%) dibanding varietas lainnya. Varietas Inpari

Tabel 2. Ketahanan 15 varietas terhadap penyakit virus kerdilhampa 30 hari setelah inokulasi.

Varietas/ No. Aksesi KP (%) IP Ketahananplasma nutfah

IR64 6613 100 6,14 RCiherang 4842 100 6,18 RIR42 7009 85 5,85 ATInpari 1 6613 95 6,33 RInpari 2 6614 70 4,20 ATInpari 13 7313 80 4,6 ATSitu Bagendit 1483 80 5,7 ATMentik Wangi 1754 45 1,35 TRojolele 4204 85 4,55 ATTetep 4215 45 2,65 TUtri Merah 2353 55 1,95 TSwarnalata - 25 1,25 TManshuri 635 85 4,95 ATOryza nivara 102164 95 4,55 ATTN1 - 100 8,30 RKontrol TN1 Sehat - 0 0 -

KP = keberadaan penyakit, IP = indeks penyakit,T = tahan, AT = agak tahan, R = rentan.

Tabel 3. Masa inkubasi penyakit virus kerdil hampa pada tanamanTN1 yang diinokulasi dengan berbagai varietas sebagaisumber inokulum.

Rata-rataSumber inokulum Masa inkubasi masa inkubasi

(hari) (hari)

Inpari I 16-28 19,11 bIR64 16-26 19,07 bSitu Bagendit 17-28 24,53 aInpari 13 17-28 26,10 aMentik Wangi 20-28 26,08 aTetep 17-28 22,76 aTN1 15-23 18,57 bKontrol TN1 Sehat - -

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

Page 9: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SUPRIHANTO ET AL.: WERENG COKELAT DAN VIRUS KERDIL HAMPA PADA PADI

7

1 dan IR64 mempunyai kemampuan yang cukup tinggi(80%) sebagai sumber inokulum. Hal ini didukung olehindeks penyakit pada kedua varietas tersebut yang jugapaling tinggi dan bahkan tidak berbeda nyatadibandingkan dengan kontrol rentan. Oleh karena itu,varietas Inpari 1 dan IR64 merupakan sumber inokulumpenyakit virus kerdil hampa yang efektif. Varietas SituBagendit, Tetep, Inpari 13, dan Mentik Wangi kurangefektif sebagai sumber inokulum, yang ditunjukkan olehtingkat penularan dan indeks penyakit yang lebih rendah(Tabel 5). Oleh karena itu, penanaman kedua varietasini dapat mengendalikan penyakit di lapangan, terutamadi daerah endemis penyakit virus kerdil hampa.

KESIMPULAN

Varietas Situ Bagendit, Utri Merah, Mentik Wangi,Mahsuri, dan Inpari 1 tidak atau kurang disukai oleh WBCuntuk hinggap dan berkembang biak dibandingkandengan varietas TN1 (kontrol rentan).

Empat varietas yang bereaksi tahan terhadap viruskerdil hampa yaitu Mentik Wangi, Tetep, Utri Merah danSwarnalata. Tujuh varietas bereaksi agak tahan, yaituIR42, Inpari 2, dan Inpari 13, Situ Bagendit, Rojolele,Mahsuri, dan Oryza nivara.

Varietas Situ Bagendit, Inpari 13, Mentik Wangi, danTetep mempunyai efektivitas rendah sebagai sumberinokulum virus kerdil hampa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai BesarPenelitian Tanaman Padi yang telah memberikan ijinpenggunaan benih plasma nutfah padi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr. Satoto, Dr. UntungSusanto, dan Ir. Nani Yunani selaku pengelola plasmanutfah BB Padi yang telah memfasilitasi tersedianya benihpadi yang digunakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.P., D. Huang, G. Nachman, N. Ahmed, M.A. Begum, andM.F. Rabbi. 2014. Will Climate Change Affect Outbreak Patternsof Planthoppers in Bangladesh? PloS ONE 9(3): e91678.doi:10.1371/journal.pone.0091678

Anita, S., S. Suresh, and S.M. Kumar. 2014. Antixenosis mechanismof resistance to brown planthopper Nilaparvata lugens (Stal.)in selected rice genotype. Abstract. Trends in Bioscience7:1594-1598.

Baehaki, S.E. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanamanpadi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (goodagricultural practices). Pengembangan Inovasi Pertanian2(1):65-78.

Baehaki, S.E. dan D. Munawar. 2011. Peran varietas tahan dalammenurunkan populasi wereng coklat biotipe 4 pada tanamanpadi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(2): 145-153.

Baehaki, S.E., dan M.J. Mejaya. 2014. Wereng cokelat sebagaihama global bernilai ekonomi tinggi dan strategipengendaliannya. Iptek Tanaman Pangan 9(1):1-12.

Bahagiawati, AH. 2012. Kontribusi teknologi marka molekulerdalam pengendalian wereng coklat. Jurnal PengembanganInovasi Pertanian 5(1):1-18.

Bentur, J.S. and B.C. Viraktamath. 2008. Rice planthopper strikeback. Meeting report. Current Sci. 95(4):441-443.

Bottreall, D.G. and K.G. Schoenly. 2012. Resurrecting the ghost ofgreen revolution past: The brown planthopper as a recurringthreat to high-yielding rice production in tropical Asia. InvitedReview. J. Asia-Pasific Entomol. 15:122-140.

Chaerani, D.W. Utami, N. Hidayatun, B. Abdullah, dan B. Suprihatno.2014. Asosiasi antara marka SSR dengan ketahanan terhadapwereng batang coklat pada varietas dan calon galur harapanpadi. J. Entomol. Indonesia 11(1):43-52.

Chen, Y. 2009. Variation in planthopper-rice interactions: possibleinteractions among three species? In Heong KL dan B Hardy.(Eds.). Planthoppers: New Threats to the Sustainability ofIntensive Rice Production Systems in Asia. Philipines:International Rice Research Institute.

Tabel 4. Tinggi tanaman dan jumlah anakan padi varietas TN1 yangdiinokulasi virus kerdil hampa dari berbagai varietas sebagaisumber inokulum pada pengamatan 30 hari setelahinokulasi.

Sumber inokulum Tinggi tanaman Jumlah anakan(cm)

Inpari 1 42,83 b 3,07 aIR64 41,78 b 2,90 aSitu Bagendit 48,65 b 3,33 aInpari 13 50,30 b 3,60 aMentik Wangi 46,23 b 3,03 aTetep 45,80 b 3,50 aTN1 42,92 b 3,00 aKontrol TN1 Sehat 61,20 a 4,20 a

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

Tabel 5. Tingkat efektivitas varietas padi sebagai sumber inokulumpenyakit virus kerdil hampa.

Sumber inokulum Tingkat penularan Indeks(%) penyakit

Inpari 1 80,00 b 6,20 aIR64 80,00 b 6,33 aSitu Bagendit 43,33 c 2,30 bInpari 13 53,33 c 2,53 bMentik Wangi 56,67 c 3,17 bTetep 50,00 c 3,43 bTN1 100,0 b 7,00 aTN1 (kontrol sehat) 0,00 d 0,00 c

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

Page 10: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

8

Cheng, X., L. Zhu, and G. He. 2013. Toward understanding ofmolecular interaction between rice and brown planthopper.Molecular Plant 6(3):621-634.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Dinpertan TPH)Jawa Tengah. 2015. Upaya Pemantapan Swasembada Padi,Jagung dan Kedelai Untuk Mendukung PerwujudanKedaulatan Pangan Nasional. bkp.jatengprov.go.id/file/5064129/PaparanDinpertanTPH.pdf [diakses 3 Juli 2015].

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (Ditlin). 2010. Laporantahunan luas dan intensitas serangan hama utama tanamanpadi di Indonesia. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.Jakarta.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (Ditlin). 2011. LaporanSerangan Organisme Pengganggu Tanaman Pangan:Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta.

Du, P.V. and L.C. Loan. 2007. Improvement of the rice breeding inintensive cropping system in the Mekong Delta. Omonrice15:12-20.

Ghaffar, AB.M.B., J. Pritchard, and B. Ford-Lloyd. 2011. Brownplanthopper (N. lugens Stal.) feeding behaviour on ricegermlpasm as an indicator of resistance. Plos ONE6(7):e22137. doi:10.137/journal.pone.0022137

International Rice Research Institute (IRRI). 1996. StandardEvaluation System for Rice. IRRI, P.O. Box 9333, 1099, Manila,Philippines.

Madurangi, S.A.P., D. Ratnasekera, S.G.J.N. Senanayake, W.L.G.Samarasinghe, and P.V. Hemachandra. 2013. Antixenosis andantibiosis effect of Oryza nivara accessions harbouring bph2gene on brown planthopper [Nilaparvata lugens (Stal)]. J.Nat. Sci. Foundation Sri Lanka 41(2):147-154.

Powell, G., C. R. Tosh, and J. Hardie. 2006. Host plant selection byaphids: behavioral, evolutionary, and applied perspectives.Annu. Rev. Entomol. 51: 309-330.

Qiu, Y., J. Guo, S. Jing, M. Tang, L. Zhu, and G. He. 2011.Identification of antibiosis and tolerance in rice varietiescarrying brown planthopper resistance genes. EntomologiaExperimentalis et Applicata 141:224-231.

Rahmini, P. Hidayat, E.S. Ratna, I.W. Winasa, dan S. Manuwoto.2012. Respon Biologi wereng batang coklat terhadap biokimiatanaman padi. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan31(2):117-123.

Sitaresmi, T., R.H. Wening, A.T. Rakhmi, N. Yunani, dan U. Susanto.2013. Pemanfaatan plasma nutfah padi varietas lokal dalamperakitan varietas unggul. Iptek Tan. Pangan 8(1):22-30.

Soundararajan, R.P., K. Gunathhilagaraj, N. Chitra, M. Maheswaran,and P. Kadirvel. 2005. Mechanisms and genetics of resistanceto brown planthopper, Nilaparvata lugens (Stal.) in rice, Oryzasativa L.-A review. Agric. Rev. 26:79-91.

Zhou, G.H., J.J. Wen, D.J. Cai, P. Li, D.L. Xu, S.G. Zhang. 2008.Southern rice black-streaked dwarf virus: A newproposed Fijivirus species in the family Reoviridae. Chin.Sci. Bull. 53:3677-3685. doi: 10.1007/s11434-008-0467-2.

Page 11: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BAEHAKI ET AL.: LAJU PERTUMBUHAN WERENG COKELAT PADA PADI

9

Laju Pertumbuhan Intrinsik dan Neraca Hidup Wereng Cokelat padaTanaman Padi Akibat Perubahan Iklim Global

Intrinsic Growth Rate of Natural Increases of Brown Planthopper onRice Crop under Global Climate Changes

Baehaki.S.E1, Eko Hari Iswanto2, dan Dede Munawar2

1Pupuk Indonesia Holding CompanyJl. Kemanggisan, Jakarta, Indonesia

E-mail: [email protected] Besar Penelitian Tanaman Padi

Jl. Raya 9, Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Indonesia

Naskah diterima 20 Februari 2015, direvisi 29 September 2015, disetujui 9 Oktober 2015

ABSTRACT

Study on the intrinsic growth rate of natural increases of brownplanthopper (BPH) was carried out in Sukamandi, Subang, WestJava in 2012 at the screen house of Indonesian Center for RiceResearch using host of two rice varieties, Pelita I/1 and Inpari 13.The study evaluated the effects of global climate changes on thedevelopment of brown planthopper after three decades since thefirst study in 1984. Results showed that the development of brownplanthopper in Sukamandi, Subang field after a period of threedecades was very different from the brown planthopper in 1984.The intrinsic rate of natural increase of BPH on Pelita I/1 was rm=0.2285 wich was 2.22 fold in three decades and on Inpari 13 varietywas rm = 0.2209 or 2.14 folds compared to that in 1984. Generationtime of BPH on Pelita I/1 and on Inpari 13 was shorter by 0.81-0.83times. The index of BPH survival on Pelita I/1 reached 5.2299times and the index of the BPH survival on Inpari 13 reached5.8881 times, compared to that of three decades ago. BPHdevelopment on Pelita I/1 showed that the ratio of females: maleswas 74%: 26%. In Inpari 13 variety showed the ratio females:males was 70.8%: 29.2%. Based on the description, the intrinsicgrowth rate of natural increases of brown planthopper had changedover three decades. The implications was that the populationdynamics of brown planthopper had changed toward higher fitnessas affected by global climate change.

Keywords: rice, BPH, intrinsic rate, climate change.

ABSTRAK

Penelitian laju pertumbuhan intrinsik dan neraca hidup werengcokelat dilaksanakan di rumah kasa Balai Besar Penelitian TanamanPadi pada tahun 2012 menggunakan dua varietas padi, yaitu PelitaI/1 dan Inpari 13. Penelitian bertujuan mengevaluasi pengaruh iklimglobal terhadap perkembangan wereng cokelat di Sukamandi,Subang, Jawa Barat, setelah tiga dasawarsa sejak penelitianpertama tahun 1984. Hasil penelitian menunjukkan perkembanganwereng cokelat di Sukamandi pada tahun 2012 sangat berbedadengan tahun 1984. Laju pertumbuhan intrinsik wereng cokelatpada varietas Pelita I/1 adalah rm = 0,2285 atau 2,22 kali lipat dan

pada Inpari 13 adalah rm = 0,2209 atau 2,14 kali lipat dalam tigadasawarsa. Lama waktu satu generasi pada Pelita I/1 dan Inpari 13lebih singkat 0,81-0,83 kali lipat. Indeks daya bertahan hidup werengcokelat pada Pelita I/1 mencapai 5,3 kali lipat dan indeks dayabertahan hidup pada Inpari 13 mencapai 5,8 kali lipat dibanding tigadasawarsa yang lalu. Pada varietas Pelita I/1 tahun 2012 nisbahwereng betina dan wereng jantan adalah 74%: 26%, sedangkanpada varietas Inpari 13 adalah 70,8%: 29,2%. Berdasarkan lajupertumbuhan intrinsik dan neraca hidup wereng cokelat populasilapang di Sukamandi telah berubah selama tiga dasawarsa. Implikasidari penelitian ini, dinamika populasi wereng cokelat telah berubahmengarah kepada perkembangan yang lebih tinggi dan dipengaruhioleh perubahan iklim global.

Kata kunci: padi, wereng cokelat, laju intrinsik, neraca hidup,perubahan iklim.

PENDAHULUAN

Wereng cokelat, Nilaparvata lugens (Stal) merupakanhama global yang merusak tanaman padi di Indonesia,China, Vietnam, Thailand, India, Pakistan, Malaysia,Filipina, Jepang, dan Korea (Baehaki dan Mejaya 2014).Wereng cokelat secara bertahap muncul denganberbagai biotipe, mulai dari biotipe 1, 2, 3, dan terakhirbiotipe 4 yang serangannya dinilai cukup ganas di AsiaTenggara dan Asia Selatan (Baehaki et al. 2011). Seranganwereng cokelat di Indonesia pada dasawarsa 1971-1980,1981-1990, 1991-2000, 2001- 2010 berturut-turut adalah3.093.593, 458.038, 312.610, dan 351.748 ha. Seranganwereng cokelat pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing 223.606 dan 312.174 ha (Ditlin 2013).

Terjadinya ledakan wereng cokelat disebabkan olehberbagai faktor yang mempengaruhi perkembanganpopulasi, di antaranya penggunaan varietas rentan atauvarietas yang sudah patah ketahanannya, resistensi danresurgensi wereng cokelat terhadap insektisida akibat

Page 12: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

10

pemakaian insektisida yang tidak rasional (Baehaki2012), pemakaian pupuk nitrogen yang tinggi (Lu et al.2005), dan diperkirakan akibat perubahan iklim global,di antaranya peningkatan suhu. Perubahan iklimmemiliki dampak yang kuat pada sistem biologi melaluiperubahan populasi spesies, komunitas dan prosesekosistem, yang berakibat terhadap terganggunyakelestarian ekosistem masa depan (Parmesan and Yohe2003).

Perubahan iklim global tidak lepas dari tersebarnyasenyawa kimia di atmosfer. Bumi memantulkan kembalienergi yang telah diserapnya dalam bentuk radiasigelombang panjang. Hal ini terjadi untuk memeliharasuhu bumi relatif hangat dengan rata-rata 14oC. Sebagiandari radiasi gelombang panjang ini diserap oleh uap dangas di atmosfer seperti uap air (H2O), karbondioksida(CO2), metana (CH4), dinitro-oksida (NO2), dan ozone(O3) (Valiant 2014). Uap air dan gas-gas tersebutmelepaskan kembali radiasi yang diserapnya dalambentuk panas sehingga terjadi efek rumah kaca. IPCC(2007) melaporkan kecenderungan 10 tahun terakhir(1906-2005) menunjukkan kenaikan suhu udara duniarata-rata 0,74°C ± 0,18°C dengan kisaran 0,56oC sampai0,92oC. Kecenderungan linier dari kenaikan ini dalam50 tahun terakhir bahkan mencapai 0,13oC per dekade,hampir dua kali lipat dari kecenderungan kenaikan 100tahun terakhir.

Diduga kecepatan perkembangan populasi werengcokelat di Sukamandi didorong oleh perubahan suhuglobal. Data awal perkembangan wereng cokelatpopulasi Sukamandi telah dipublikasi (Baehaki 1984).Data tersebut akan disandingkan dengan lajupertumbuhan intrinsik setelah tiga dasawarsa sejaktahun 1984. Laju pertumbuhan intrinsik sendiri murniakibat perkembangan wereng cokelat dengan makanantanpa batas dan tanpa pengaruh musuh alami. Penelitianbertujuan memperoleh informasi perubahan lajupertumbuhan intrinsik wereng cokelat akibatperubahan iklim.

BAHAN DAN METODE

Laju Pertumbuhan Intrinsik Wereng Cokelat

Penelitian laju pertumbuhan intrinsik dilaksanakan dirumah kasa Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,Sukamandi, pada musim kemarau (MK) 2012 denganmateri wereng cokelat dari lapangan Sukamandi,Subang, Jawa Barat. Wereng cokelat dari lapangandipelihara di laboratorium selama 1-3 generasi untukmendapatkan wereng betina bersayap kerdil(brakhiptera).

Benih padi yang digunakan dari varietas Pelita I/1dan Inpari 13, disemai dalam bak plastik kecil. Bibit padiumur 20 hari setelah semai dari masing-masing varietasditanam dalam pot berdiameter 13,5 cm, satu tanaman/pot. Pot dikurung dengan kurungan plastik silinderberdiameter 11,5 cm dan tinggi 70 cm. Bagian ataskurungan ditutup kain kasa dan di pinggir kiri-kanankurungan ada jendela dari kain kasa.

Tiap satu varietas padi ditanam pada 200 pot yangdibagi menjadi 20 set tanaman. Tiap set tanaman terdiriatas 10 pot dan 1 pot mewakili satu ulangan. Pada masing-masing tanaman dalam pot, mulai umur 3 minggusetelah tanam dinfestasikan sepasang wereng cokelatbersayap kerdil supaya bertelur. Setiap hari pasanganwereng dipindahkan, ke set tanaman berikutnya danseterusnya sampai wereng betinanya mati. Semua settanaman yang telah dipindahkan werengnya terusdipelihara untuk pengamatan masa nimfa, stadia imago,serta jumlah jantan dan betina.

Data pengamatan digunakan untuk analisis lajureproduksi kotor (gross reproductive rate = Gr), lajureproduksi bersih (net reproductive rate = Ro), rata-ratawaktu satu generasi (generation time = T), lajupertumbuhan intrinsik (intrinsic rate of natural increase= rm), waktu penggandaan (doubling time = DT), lajupertumbuhan terbatas (finite rate of increase = λ), angkakelahiran (birth rate = b), angka kematian (death rate =d) dengan rumus yang ditampilkan Win et al. (2011a)sebagai berikut:

Notasi Uraian

x : Kelas umur dalam hari

lx : Persentase wereng hidup pada umur ke-t

mx : Jumlah keturunan yang dihasilkan olehseekor wereng betina pada umur x dan x+1

Lx : Jumlah keturunan wereng yang dihasilkanseekor wereng betina selama interval waktux dan x+1 adalah lxmx

Gr Laju reproduksi kotor, adalah jumlah mXdengan persamaan Gr = Σmx

Ro Laju reproduksi bersih, adalah jumlah lX mXdengan persamaan Ro = Σlx mx

Tc Waktu satu generasi (hari) satu neracahidup (cohort) didekati dengan formulaTc =Σxlxmx / Σlxmx

rc Kapasitas bawaan untuk pertumbuhan(innate capacity for increase), dihitungdengan rumus: rc=ln Ro/Tc

Page 13: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BAEHAKI ET AL.: LAJU PERTUMBUHAN WERENG COKELAT PADA PADI

11

rm Pertumbuhan populasi maksimum, yaitulaju pertumbuhan intrinsik yang paling tepat(rm) dari rc sebagai titik awal rm denganmetode iterasi dari persamaan Euler’s yaitu:rm = Σe-rmx lxmx = 1

T Waktu satu generasi terkoreksi, T = ln Ro/rm

λ Laju pertumbuhan terbatas adalah betinayang dilahirkan oleh seekor betina/haridihitung dengan λ=erm

DT Waktu penggandaan, adalah waktu yangdibutuhkan untuk menggandakan populasi

b Laju kelahiran intrinsik dihitung dari b=β / (λ -1), sedangkan β dihitung dari1/ β = Σlxe

-rm(x+1)

d Laju kematian intrinsik dihitung darid = b – rm

Berdasarkan laju pertumbuhan intrinsik dapatdihitung laju pertumbuhan eksponensial wereng cokelatNt = N0e rmt

Nt = populasi pada waktu ke –tN0 = populasi awalrm = laju pertumbuhan intrinsikt = waktu (hari)e = bilangan dasar logaritma = 2,7183

Indeks kelahiran dan kematian wereng cokelat padakurun waktu tiga dasawarsa dihitung menggunakanrumus berikut:

Indeks btn btn (btn)2

angka = —— x —————— = ——————kelahiran bto (btn +dtn) bto (btn +dtn)

Indeks dtn dtn (dtn)2

angka = —— x —————— = ——————kematian dto (btn +dtn) dto (btn +dtn)

Indeks angka kelahiranIndeks daya bertahan hidup = ——————————— Indeks angka kematian

btn = angka kelahiran waktu ke-n (tahun 2012)bto = angka kelahiran waktu ke-nol (tahun 1984)dtn = angka kematian waktu ke-n (tahun 2012)dto = angka kematian waktu ke-nol (tahun 1984)

Pengaruh perubahan iklim terhadap lajupertumbuhan eksponensial dievaluasi dengan caramembandingkan laju pertumbuhan intrinsik tahun 1984(Baehaki 1984) dengan laju pertumbuhan eksponensialyang didapat dari hasil penelitian pada 2012. Rancangandan analisis tahun 1984 sama dengan tahun 2012,wereng berasal dari lokasi yang sama, tetapi titikpengambilan contohnya berbeda.

Neraca Hidup Wereng Cokelat

Pada percobaan ini mula-mula disediakan bibit padiPelita I/1 dan Inpari 13. Setelah berumur 21 hari, setiapsatu bibit dari masing-masing varietas dimasukkan kedalam tabung reaksi berdiameter 2 cm. Perlakuandiulang 50 kali, satu tabung/ulangan. Kemudian kedalam masing-masing tabung reaksi yang ada bibitnyadimasukkan satu nimfa wereng cokelat yang barumenetas dari laboratorium pada percobaan lajupertumbuhan intrinsik. Nimfa wereng dalam tabungterus dipelihara dan setiap hari bibit padi dalam tabungdiganti dengan bibit yang umurnya relatif sama.Pengamatan pertumbuhan nimfa dilakukan terhadapmasa ganti kulit, lama memasuki imago, dan terus diikutisampai lama hidup masing-masing imago.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Pertumbuhan Intrinsik Wereng Cokelat

Pada Varietas Pelita I/1

Laju kelangsungan hidup (lx) dan laju keperidian (mx)merupakan bagian terpenting untuk estimasiperkembangan serangga dalam lingkungan makananyang tidak terbatas. Besaran lx adalah persentase werenghidup pada umur ke-t sedangkan mx adalah jumlahketurunan betina yang dihasilkan oleh seekor werengbetina pada umur x dan x+1, sehingga besaran lxmxadalah jumlah betina yang dihasilkan seekor werengbetina selama interval waktu x dan x+1. Pemeliharaanwereng cokelat bersayap kerdil asal lapangan Subangdi rumah kasa pada varietas Pelita I/1 dan Inpari 13dengan makanan tidak terbatas pada kondisi suhu pkl7.00 adalah 24,1-30oC dengan kelembaban 62-99%, suhupkl 12.00 adalah 33,1-38,6oC dengan kelembaban 41-64%, suhu pkl 16.00 adalah 31,8-35,6oC dengankelembaban 47-68%.

Berdasarkan perkembangan wereng cokelat padavarietas Pelita I/1 tahun 2012, maka pada tiap generasidari seekor betina bersayap kerdil rata-rata menghasilkan178,1 ekor wereng betina pada generasi berikutnya. Nilaiini merupakan nilai reproduksi bersih Ro = Σmxlx yanglebih rendah daripada nilai laju reproduksi kotor. Lajureproduksi kotor adalah Σmx = 195,2 ekor wereng betinayang dilahirkan dari seekor wereng betina kalau peluanghidupnya 100%. Oleh karena lx pada golongan umur ke-x tidak 100%, maka jumlah wereng keturunan yangdilahirkan lebih kecil dibanding produksi telurnya, yaituGr = 1,1 Ro (Tabel 1).

Neraca hidup satu generasi pada varietas Pelita I/1tahun 2012 adalah Tc = Σxlxmx/Σlxmx = 25,1 hari. Dengan

Page 14: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

12

memperoleh nilai Tc dan R0 dapat diduga nilai rc = lnRo/Tc yaitu kapasitas bawaan untuk pertumbuhan adalah0,2344 betina/betina/hari. Nilai rc ini sebagai dugaan nilairm masih kasar sehingga perlu disempurnakan denganpersamaan Σe-rmxlxmx =1. Dengan sistem iterasididapatkan nilai rm yang sesungguhnya yaitu 0,2285betina/betina/hari (Tabel 3). Dengan adanya nilai rm,maka waktu satu generasi terkoreksi adalah T = ln Ro/rm= 22,68 hari. Dengan nilai rm juga dapat dihitung waktupenggandaan populasi wereng cokelat pada varietasPelita I/1 adalah DT = ln2/rm = 3,03 hari.

Laju pertumbuhan intrinsik menunjukkan bahwawereng cokelat pada tahun 2012 sangat berbeda dengantahun 1984. Hal ini terbukti dari perkembangan satugenerasi lebih singkat dan laju pertumbuhannya lebihtinggi 2,22 kali lipat (Tabel 3).

Dengan menggunakan nilai rm, persamaan lajupertumbuhan populasi eksponensial wereng cokelattahun 2012 yang dipelihara pada Pelita I/1 adalah:

Nt = N0e 0,2285t

di mana: Nt = populasi pada waktu ke –tN0 = populasi awalrm = laju pertumbuhan intrinsik =0,2285t = waktu ( hari )e = bilangan dasar logaritma = 2,7183

Kurva eksponensial wereng cokelat pada varietasPelita I/1 pada tahun 2012 adalah Nt = N0e 0,2285t yang

Tabel 1. Neraca hidup parsial imago wereng cokelat asal Subangdi Rumah Kasa pada varietas Pelita. BB Padi, Sukamandi.MK 2012.

Umur lx mx lxmx xlxmx

(x=hari) (%) (ekor betina) (ekor betina)

19,5 1 5,8 5,8 113,120,5 1 15,0 15,0 307,521,5 1 19,9 19,9 427,8522,5 1 17,3 17,3 389.2523,5 1 14,6 14,6 343,124,5 1 18,2 18,2 445,925,5 1 16,4 16,4 418,226,5 1 15,9 15,9 421,3527,5 1 17,9 17,9 492,2528,5 1 16,5 16,5 470,2529,5 0,8 10,4 8,32 245,4430,5 0,6 6,7 4,02 122,6131,5 0,5 7,4 3,7 116,5532,5 0,4 5,8 2,32 75,433,5 0,3 5,2 1,56 52,2634,5 0,3 2,1 0,63 21,73535,5 0,1 0,1 0,01 0,355

Total 195,2 178,1 4463,1

Tabel 2. Neraca hidup parsial imago wereng cokelat asal Subangdi Rumah Kasa pada varietas Inpari13. BB Padi, Sukamandi.MK 2012.

Umur lx mx lxmx xlxmx

(x=hari) (%) (ekor betina) (ekor betina)

19,5 1 3,4 3,4 66,320,5 1 10,7 10,7 219,421,5 1 14,7 14,7 316,122,5 1 11,8 11,8 265,523,5 1 16,3 16,3 383,124,5 1 12,8 12,8 313,625,5 1 9,8 9,8 249,926,5 1 15,1 15,1 400,227,5 1 10,5 10,5 288,828,5 1 11,5 11,5 327,829,5 0,9 7,8 7,0 207,130,5 0,7 6,0 4,2 128,131,5 0,7 7,1 5,0 156,632,5 0,6 8,0 4,8 156,033,5 0,5 5,7 2,9 95,534,5 0,5 3,8 1,9 65,635,5 0,4 1,9 0,8 27,036,5 0,3 3,1 0,9 33,937,5 0,2 1,9 0,4 8,538,5 0,2 1,4 0,3 10,8

Total 163,3 144,7 3719,4

menunjukkan kurva eksponensial pertumbuhandengan makanan yang tidak terbatas. Berdasarkanpersamaan di atas, maka pada tahun 2012pertumbuhan wereng cokelat selama 70 hari dari satuekor wereng betina menghasilkan keturunan sebanyak9.030.398,6 ekor (Gambar 1). Di lain pihak, kurvaeksponensial pertumbuhan wereng cokelat pada PelitaI/1 tahun 1984 adalah Nt = N0e 0,103t. Berdasarkanpersamaan di atas, maka pada tahun 1984pertumbuhan wereng cokelat selama 70 hari, satu ekorwereng betina dapat menghasilkan keturunan 1.353ekor atau selama tiga bulan akan menghasilkanketurunan 10.615 ekor (Baehaki 1984). Nilai duga tahun2012 menunjukkan kenaikan populasi wereng cokelatdalam tiga dasawarsa (1984-2012) sangat tinggi,mencapai 6674 kali lipat pada umur 70 hari.

Angka kelahiran wereng cokelat pada Pelita I/1 tahun2012 adalah 2,03 kali lipat angka kelahiran tahun 1984.Angka kematian wereng cokelat pada Pelita I/1 padatahun 2012 adalah 1,54 kali lipat angka kematian tahun1984. Indeks angka kelahiran dengan menggunakanformula di atas mencapai 1,6235 dan indeks angkakematian 0,3104. Dari indeks kelahiran dan kematiandidapatkan bahwa indeks daya bertahan hidup 5,2299kali lipat pada tiga dasawarsa yang lalu. Hal inimenunjukkan daya bertahan hidup wereng cokelatpada Pelita I/1 tahun 2012 sangat tinggi.

Page 15: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BAEHAKI ET AL.: LAJU PERTUMBUHAN WERENG COKELAT PADA PADI

13

Pada Varietas Inpari 13

Berdasarkan perkembangan wereng cokelat padavarietas Inpari 13 tahun 2012 didapatkan bahwa tiapgenerasi seekor betina bersayap kerdil rata-ratamenghasilkan 144,7 ekor wereng betina pada generasiberikutnya. Nilai ini merupakan nilai reproduksi bersihRo = Σlxmx yang lebih rendah daripada nilai lajureproduksi kotor. Laju reproduksi kotor adalah Σmx =163,3 ekor wereng betina yang dilahirkan dari seekorwereng betina kalau peluang hidupnya 100%. Olehkarena lx pada golongan umur ke-x tidak 100%, makajumlah wereng keturunan yang dilahirkan lebih kecildibanding produksi telurnya, yaitu Gr = 1,13 Ro (Tabel 2).

Neraca hidup satu generasi pada varietas Inpari 13tahun 2012 adalah Tc = Σxlxmx/Σlxmx = 25,7 hari. Dengan

memperoleh nilai Tc dan R0 dapat diduga nilai rc = lnRo/T,yaitu kapasitas bawaan untuk pertumbuhan adalah0,1935 betina/betina/hari. Nilai rc ini sebagai dugaan nilairm perlu disempurnakan dengan persamaan Σe-rmxlxmx=1, maka dengan sistem iterasi didapatkan nilai rm yangsesungguhnya, yaitu 0,2209 betina/betina/hari (Tabel 4).Dengan adanya nilai rm, maka waktu satu generasiterkoreksi adalah T = ln Ro/rm = 22,52 hari. Dengan nilairm maka waktu penggandaan populasi wereng cokelatpada varietas Inpari 13 adalah DT = ln2/rm = 3,14 hari.

Perkembangan wereng cokelat pada Inpari 13berdasar laju pertumbuhan intrinsik pada tahun 2012sangat berbeda dengan tahun 1984. Hal ini terbukti dariperkembangan waktu satu generasi lebih singkat danlaju pertumbuhannya lebih tinggi 2,14 kali lipat(Tabel 4).

Dengan menggunakan nilai rm tersebut, persamaanlaju pertumbuhan populasi eksponensial werengcokelat tahun 2012 yang dipelihara pada Inpari 13adalah:

Nt = N0e 0,2209t

di mana: Nt = populasi pada waktu ke -tN0 = populasi awalrm = laju pertumbuhan intrinsik = 0,2209t = waktu (hari) e = bilangan dasar logaritma = 2,7183

Kurva eksponensial wereng cokelat varietas Inpari13 pada tahun 2012 adalah Nt = N0e

0,2209t yangmenunjukkan kurva eksponensial pertumbuhan denganmakanan yang tidak terbatas. Berdasarkan persamaandi atas, maka pada tahun 2012 pertumbuhan werengcokelat selama 70 hari dari satu ekor wereng betinamenghasilkan keturunan 5.194.460 ekor (Gambar 2).

Gambar 1. Laju pertumbuhan wereng cokelat pada pada Pelita I/1,suhu 24,1-38,6°C, kelembaban 41-99%. Sukamandi,rumah kasa, 2012.

Tabel 3. Sifat populasi wereng cokelat pada Pelita I/1. BB Padi Sukamandi tahun 1984 dan 2012.

Nilai besaran biologi wereng cokelat EvolusiSimbol Uraian tahun 2012

Pelita I/1 Pelita I/1 kelipatantahun 2012 tahun 1984 tahun 1984

Gr Laju reproduksi kotor 195,2 77,01 2,53Ro Laju reproduksi bersih 178,1 21,76 8,18Tc Waktu satu generasi (hari) satu neraca hidup (cohort) 25,1 31,15 0,81rm Laju pertumbuhan intrinsik 0,2285 0,103 2,22DT Waktu penggandaan 3.03 6.73 2,22λ Laju pertumbuhan terbatas 1,257 1,11 1,13b Angka kelahiran 0,305 0,15 2,03d Angka kematian 0,077 0,05 1,54

* Tahun 1984: suhu 24-33,5°C dengan kelembaban 60-99%Tahun 2012: suhu pkl 7.00 adalah 24,1-30 oC dengan kelembaban 62-99%

suhu pkl 12.00 adalah 33,1-38,6 oC dengan kelembaban 41-64%suhu pkl 16.00 adalah 31,8-35,6 oC dengan kelembaban 47-68%

Page 16: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

14

Nilai duga tersebut menunjukkan kenaikan populasiwereng cokelat dalam dasawarsa 1984-2012 sangattinggi, mencapai 3,839 kali lipat pada umur 70 haridibanding perkembangan wereng cokelat pada Pelita I/1 tahun 1984.

Angka kelahiran wereng cokelat pada Inpari 13 tahun2012 adalah 1,93 kali lipat kelahiran tahun 1984. Angkakematian wereng cokelat pada Inpari 13 tahun 2012adalah 1,38 kali lipat angka kematian tahun 1984. Indekskelahiran 1,5617 dan indeks kematian mencapai 0,2652.Dari indeks kelahiran dan kematian didapatkan bahwadaya bertahan hidup mencapai 5,8881 kali lipat dibandingtiga dasawarsa yang lalu. Hal ini menunjukkan dayabertahan hidup wereng cokelat pada Inpari 13 tahun 2012sangat tinggi, hampir sama dengan daya bertahan hiduppada Pelita I/1.

Laju pertumbuhan intrinsik wereng cokelat padavarietas rentan Pelita I/1 lebih tinggi dengan rm = 0,2285betina/betina/hari dibanding Inpari 13 yang agak tahanwereng cokelat dengan rm =0,2209 betina/betina/hari.Demikan juga angka kelahiran wereng cokelat padaPelita I/1 dengan b= 0,305 lebih tinggi dibanding angkakelahiran wereng cokelat pada Inpari 13 dengan b=0,290, sedangkan angka kematiannya hampir sama d=0,077 untuk Pelita I/1 dan d= 0,069 untuk Inpari 13. Halini menjadi dasar perkembangan populasi yang tinggipada varietas rentan.

Varietas Bahbutong bereaksi sangat tahan, Barumunbereaksi tahan, sedangkan Inpari 13 bereaksi agak tahanterhadap wereng cokelat asal Subang, Jawa Barat(Munawar et al. 2014). Wereng cokelat yang makantanaman padi rentan akan meningkatkan persentaseketurunan brakhiptera betina dan laju reproduksinya(Yin et al. 2008). Kemampuan reproduksi werengcokelat pada padi hibrida rentan cukup tinggi, terlihatdari tingkat pertumbuhan saat padi bunting mencapai4,80 kali (Xu et al. 2013).

Laju pertumbuhan intrinsik dan laju pertumbuhanterbatas wereng cokelat di Indonesia lebih tinggidibanding India dan China. Satpathi et al. (2011)melaporkan laju pertumbuhan intrinsik dan lajupertumbuhan terbatas wereng cokelat di India adalah0,1286023 dan 1,1372370 pada musim hujan, sedangkanpada musim dingin adalah 0,0702774 dan 1,0728057.Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan intrinsikmeningkat dengan meningkatnya suhu. Menurut Winet al. (2011a) dan Liang-Xiang et al. (2010), lajupertumbuhan intrinsik wereng cokelat adalah 0,0677-0,1340 betina/betina/hari, laju pertumbuhan terbatas1,0688 betina/betina/hari dan rata-rata satu generasi34,05 hari.

Tabel 4. Sifat populasi wereng cokelat pada varietas Pelita I/1 dan Inpari 13. BB Padi Sukamandi tahun 1984 dan 2012.

Simbol Uraian Nilai besaran biologi wereng cokelat Evolusitahun 2012

Inpari 13 Pelita I/1 kelipatantahun 2012 tahun 1984 tahun 1984

Gr Laju reproduksi kotor 163,3 77,01 2,12Ro Laju reproduksi bersih 144,7 21,76 6,65Tc Waktu satu generasi (hari) satu neraca hidup (cohort) 25,70 31,15 0,83rm Laju pertumbuhan intrinsik 0,2209 0,103 2,14DT Waktu penggandaan 3,14 6,73 2,14λ Laju pertumbuhan terbatas 1,247 1,11 1,12b Angka kelahiran 0,290 0,15 1,93d Angka kematian 0,069 0,05 1,38

Tahun 2012: suhu pkl 7.00 adalah 24,1-30oC dengan kelembaban 62-99%suhu pkl 12.00 adalah 33,1-3,6oC dengan kelembaban 41-64%suhu pkl 16.00 adalah 31,8-35,6oC dengan kelembaban 47-68%

Gambar 2. Laju pertumbuhan wereng cokelat pada varietas Inpari13, suhu 24,1-38,6°C, kelembaban 41-99%. Sukamandi,rumah kasa, 2012.

Page 17: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BAEHAKI ET AL.: LAJU PERTUMBUHAN WERENG COKELAT PADA PADI

15

Laju pertumbuhan intrinsik dan laju pertumbuhanterbatas wereng cokelat pada tahun 2012 lebih tinggidibanding tahun 1984. Hal ini disebabkan olehperubahan suhu yang lebih tinggi dibanding tigadasawarsa yang lalu, baik suhu saat penelitian maupunkenaikan suhu global. Neraca hidup wereng cokelatpada tahun 2012 lebih tinggi dibanding tahun 1984.Perubahan tersebut diakibatkan oleh perubahan iklimgobal di Indonesia dengan tren kenaikan suhu berkisarantara 0,8– 1,5°C/100 tahun. Secara umum tren datajangka panjang menunjukkan konsistensi lajupeningkatan suhu 0,002°C/tahun atau 0,02°C/dekade(Kementerian PPN/Bappenas 2013).

Fluktuasi populasi wereng cokelat dipengaruhi olehsuhu, kelembaban, dan curah hujan (Win et al. 2011b),demikian juga hama Helopeltis antonii (Siswanto et al.2008). Spesies akan berbeda dalam meresponperubahan iklim yang dapat mengganggu sifat antagonis(Singer and Parmesan 2010) dan interaksi mutualistikantarspesies (Doi et al. 2009, Memmot et al. 2007).Gangguan kuat yang mungkin terjadi jika kepekaanterhadap perubahan iklim tidak hanya berbeda antaraspesies, tetapi juga antara tingkat trofik (Barton et al.2009). Perubahan iklim global akan mempengaruhitanaman, namun pengaruhnya akan lebih besarterhadap tropiknya (Megý´as and Mene´ndez 2012)karena gangguan interaksi hama dan inang dapatmempengaruhi dinamika rantai makanan dan prosesevolusi (Barton et al. 2009).

Suhu yang lebih tinggi akan mengubah dinamikapopulasi hama pada ekosistem pertanaman padi.Tanaman yang tumbuh pada kondisi CO2 yang tinggiakibat gas rumah kaca (GRK) dapat mengubah nilai gizitanaman dan berdampak pada kelimpahan populasihama (Karuppaiah and Sujayanad 2012). Hal inimenunjukkan kenaikan suhu mengakibatkanperubahan dinamika populasi hama.

Yun et al. (2012) melaporkan perubahan perilakuwereng cokelat pada pertanaman padi di lingkunganartifisial GRK-CO2 dengan kadar CO2 normal rata-rata 375dan CO2 tinggi 750 μL/L. Protein dan asam amino totallebih tinggi pada tanaman padi di lingkungan CO2 normaldibanding lingkungan CO2 tinggi. Nimfa wereng cokelatmemiliki kadar protein tinggi pada tanaman padi dilingkungan CO2 normal, sedangkan kadar glukosanyarendah. Aktivitas tripsin lebih tinggi pada nimfa werengcokelat yang hidup pada tanaman padi di lingkunganCO2 tinggi. Yun et al. (2012) mendeteksi aktivitas totalenzim protektif superoxide dismutase dan katalaserendah pada nimfa yang hidup pada kondisi CO2 normal.Sementara aktivitas detoksifikasi enzim glutathione S-transferase nyata lebih tinggi di lingkungan CO2 normal.

Serangga terpengaruh oleh perubahan iklim karenasifat ectothermic dan sensitif terhadap curah hujan (Baleet al. 2002). Pengaruh langsung melalui faktor iklimadalah pada fisiologi dan perilaku serangga (Merrill etal. 2008, Parmesan 2007), atau pengaruh tidak langsungyang dimediasi oleh tanaman inang, pesaing (competitor)atau musuh alami (Thomson et al. 2010). Perubahaniklim juga dapat mempengaruhi fisiologi, kelimpahanhama, fenologi dan distribusi hama serangga (Dukes etal. 2009, Shi et al. 2014). Varietas IR26 dan IR36 tahanterhadap wereng cokelat pada suhu 25oC, namunketahanannya akan patah pada suhu 34oC. Hal inidisebabkan karena suhu tinggi meningkatkan kadar gulalarut, sedangkan kadar asam oksalat penentuketahanan menurun (Ju et al. 2010a, Ju et al. 2010b).Tekanan lingkungan dapat menyebabkan mutasi padahama dan penyakit tanaman yang meningkatkan dayarusak, sedangkan peningkatan suhu dan stres airmengurangi resistensi tanaman terhadap hama danpenyakit (Gornall et al. 2010).

Efek dari suhu pada produksi tanaman bervariasimenurut wilayah dan jenis tanaman, tapi peningkatansuhu dapat menurunkan hasil panen (Gornall et al.2010). Suhu yang lebih tinggi menurunkan tingkatfotosintesis, mengurangi kelembaban tanah,meningkatkan kebutuhan air yang menyebabkanmeningkatnya kelangsungan hidup hama, penyakit dangulma, yang ke semua faktor tersebut mengurangi hasilakhir (Gornall et al. 2010, Lobell and Gourdji 2012, Ziskaet al. 2011). Radiasi matahari dan suhu adalah faktoryang paling penting dalam meningkatkan produksi,karena bila radiasi matahari dan suhu meningkatberdampak pada penurunan hasil padi (Kawasaki andHerath 2011). Meningkatnya suhu atau panasnya suhumalam dapat meningkatkan kemandulan gabah danmengurangi hasil gabah (Wassmann and Dobermann2007). Perubahan tanaman akibat perubahan suhuberdampak pada dinamika populasi hama.

Neraca Hidup Wereng Cokelat

Neraca hidup wereng cokelat dapat menjelaskan evolusiwereng cokelat selama tiga dasawarsa sejak tahun 1984.Laju pertumbuhan intrinsik wereng cokelat pada 2012lebih tinggi dibanding tahun 1984, hal ini disebabkantidak ada kematian nimfa di semua umur peluang hidup,baik pada Pelita I/1 maupun Inpari 13. Kurva dayabertahan hidup (lx) pada tahun 2012 menunjukkannimfa wereng cokelat yang dipelihara pada Pelita I/1 danInpari 13 mencapai dewasa 100 dan 96% (Gambar 3),sedangkan pada tahun 1984 banyak nimfa yang tidakmencapai masa dewasa. Wereng cokelat dalamkehidupannya mengalami tiga fase pertumbuhan, yaitu

Page 18: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

16

stadia telur 6,5-10 hari, stadia nimfa 12-13 hari pada PelitaI/1 dan 12 hari pada Inpari 13.

Pada varietas Pelita I/1, kematian imago yang tinggimulai pada hari ke-8 setelah dewasa, sedangkan padaInpari 13 mulai pada hari ke-5. Pada varietas Pelita I/1nisbah wereng betina dan jantan pada tahun 2012adalah 74% wereng betina dan 26% wereng jantan. Padavarietas Inpari 13 nisbah wereng betina dan jantan padatahun 2012 adalah 70,8% wereng betina dan 29,2%wereng jantan. Pada varietas rentan, munculnya werengbetina lebih cepat dibanding varietas tahan. Kenyataanini menunjukkan perkembangan populasi werengcokelat pada varietas rentan lebih cepat sejalan denganmeningkatnya keturunan wereng betina.

Kurva keperidian wereng cokelat (mx) pada varietasPelita I/1 mulanya rendah dan kemudian meningkat,puncaknya pada hari ke-4, kemudian menurun sampaiwereng betina mati. Kurva keperidian pada Inpari 13mulanya juga rendah dan kemudian meningkat,puncaknya pada hari ke-5 kemudian menurun terussampai wereng betina mati (Gambar 4). Seekor betinawereng cokelat menghasilkan keturunan yang palingcepat pada 19,5 hari sejak stadia telur atau 13 hari sejakstadia nimfa. Wereng betina harian yang dilahirkan dariseekor betina paling banyak antara 4-11 hari umurimago. Umur terpanjang wereng cokelat betina padaPelita I/1 adalah 18 hari, sedangkan pada Inpari 13 lebihpanjang tiga hari (21 hari).

Peluang daya bertahan hidup nimfa wereng cokelatlebih 65% pada varietas ASD7, Rathu Heenati, ARC 10550,T12, Chin Saba, Pokkali, Nipponbare, dan TN1. Dayabertahan hidup tertinggi pada varietas Chin Sabamencapai 72,9% dan tingkat kelangsungan hidup yang

rendah ditemukan pada varietas Swarnalata, hanya43,1% (Qiu et al. 2011). Myint et al. (2009) melaporkantingkat kelangsungan hidup N. lugens betina 0% padabeberapa varietas padi yang membawa gen tahan.Penggunaan varietas tahan adalah metode yang palingekonomis dan efektif untuk menekan populasi werengcokelat (Chen et al. 2009).

Kelangsungan hidup nimfa dan dewasa, fekunditasdan daya tetas telur wereng cokelat meningkat nyatapada peningkatan kadar nitrogen dalam tanaman inangpada suhu 38°C. Kelangsungan hidup nimfa, fekunditas,dan daya tetas telur lebih tinggi pada tanaman padi dilokasi nitrogen tinggi dibandingkan dengan lokasinitrogen rendah (Lu et al. 2005). Namun suhu di ataskisaran optimum menurunkan pertumbuhan, dayabertahan hidup wereng cokelat, dan pelipat daun padi,Cnaphalocrocis medinalis (Guen) (Karuppaiah andSujayanad 2012), mengurangi kesuburan danmeningkatnya angka kematian beberapa spesies(Rouault et al. 2006, Long et al. 2012, Liu et al. 2004).Suhu di atas 32,7°C merugikan untuk oviposisi werengcokelat betina dan peningkatan suhu menurunkantingkat penetasan telur, dan umur imago menjadi singkat(Manikandan and Kennedy 2013).

Implikasi dari penelitian ini menunjukkan dinamikapopulasi wereng cokelat telah berubah mengarahkepada perkembangan yang lebih tinggi. Wereng cokelatmasih merupakan hama utama padi dan tetap menjadikendala di masa mendatang. Luasnya serangan dansulitnya pengendalian wereng cokelat diakibatkan olehciri-ciri yang dimilikinya yaitu: a) merupakan hama r-strategik dengan laju pertumbuhan eksponensial, b)merupakan serangga kecil yang cepat menemukan

Gambar. 3. Peluang hidup (lx) harian wereng cokelat pada tanamanpadi varietas Pelita I/1 dan Inpari 13.

Gambar. 4. Peluang hidup imago (lx) dan keperidian harian werengbetina (mx) pada tanaman padi varietas Pelita I/1 danInpari 13.

Page 19: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BAEHAKI ET AL.: LAJU PERTUMBUHAN WERENG COKELAT PADA PADI

17

habitatnya, berkembang biak dengan cepat, dan mampumenggunakan sumber makanan dengan baik sebelumserangga lain ikut berkompetisi, c) mempunyai sifatmenyebar dengan cepat ke habitat baru sebelum habitatlama tidak lagi berguna, sehingga terhindar darikatastropik (pemusnahan diri), d) mempunyaikeistimewaan dengan pola perkembangan hamamengikuti biological clock, artinya wereng cokelat dapatberkembang biak dan merusak tanaman padi padalingkungan yang cocok, baik pada musim hujan maupunmusim kemarau. Sebelum tahun 1994, wereng cokelatmerupakan hama padi pada musim hujan, tetapi tahunberikutnya menyerang tanaman padi pada musim hujandan musim kemarau.

KESIMPULAN

Perkembangan wereng cokelat berubah lebih tinggisetelah tiga dasawarsa dibanding tahun 1984.

Laju pertumbuhan intrinsik wereng cokelat padavarietas Pelita I/1 (rm = 0,2285 betina/betina/hari) denganpersamaan eksponensialnya Nt = N0e

0,2285t dan padaInpari 13 (rm = 0,2209 betina/betina/hari) denganpersamaan eksponensial Nt = N0e 0,2209t .

Laju pertumbuhan intrinsik, angka kelahiran, danangka kematian wereng cokelat pada varietas Pelita I/1tahun 2012 adalah 2,22; 2,03 dan 1,54 kali lipat lebih tinggidibanding tahun 1984. Laju pertumbuhan intrinsik,angka kelahiran, dan angka kematian wereng cokelatpada varietas Inpari 13 tahun 2012 adalah 2,14; 1,93 dan1,38 kali lipat lebih tinggi dibanding tahun 1984.

Indeks kelahiran wereng cokelat pada varietas Pelita1/1 adalah 1,6235, indeks kematian 0,3104, serta indeksdaya bertahan hidup 5,2299 kali lipat dibanding tigadasawarsa yang lalu. Indeks kelahiran wereng cokelatpada varietas Inpari 13 adalah 1,5617, indeks kematian0,2652, dan indeks daya bertahan hidup 5,8881 kali lipatdibanding tiga dasawarsa yang lalu.

Pada varietas Pelita I/1, nisbah wereng betina danjantan pada tahun 2012 adalah 74% wereng betina dan26% wereng jantan. Pada varietas Inpari 13, nisbahwereng betina dan jantan pada tahun 2012 adalah 70,8%wereng betina dan 29,2% wereng jantan.

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki, S.E. 1984. Laju pertumbuhan intrinsik wereng cokelat dilaboratorium. Jurnal Penelitian Pertanian 4(1):8-10.

Baehaki, S.E., A. Kartohardjono, dan D. Munawar. 2011. Peranvarietas dalam menurunkan populasi wereng cokelat biotipe4 pada tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian 30(3):145-153.

Baehaki, S.E. 2012. Perkembangan biotipe hama wereng cokelatpada tanaman padi. IPTEK Tanaman Pangan 7(1):8-17.

Baehaki, S.E. dan I M.J. Mejaya. 2014. Wereng cokelat sebagaihama global bernilai ekonomi tinggi dan strategipengendaliannya. IPTEK Tanaman Pangan 9(1):1-12.

Barton, B.T., A.P. Beckerman, and O.J. Schmitz. 2009. Climatewarming strengthens indirect interactions in an old-field foodweb. Ecology 90:346-2351.

Bale, J.S., G.J. Masters, I.D. Hodkinson, C. Awmack, T.M. Bezemer,V.K. Brown, J. Butterfield, A. Buse, J.C. Coulson, J. Farrar,J.E.G. Good, R. Harrington, S. Hartley, T.H. Jones. R.L. Lindroth,M.C. Press, I. Symrnioudis, A.D. Watt, and J.B. Whittaker.2002. Herbivory in global climate change research: directeffects of rising temperatures on insect herbivores. GlobalChange Biol. 8:1-16.

Chen, F., Q. Fu, J. Luo, F.X. Lai F X, L.Y. Gui. 2009. Adult stageresistances to brown planthopper, Nilaparvata lugens of ricevarieties with different seedling resistances. Chin. J. RiceSci. 23(2):201-206.

Ditlin. 2013. Laporan Tahunan Direktorat Perlindungan TanamanPangan, Tahun 2012. 167p.

Doi, H., O.Gordo, and I. Katano. 2008. Heterogeneous intra-annualclimatic changes drive different phonological responses attwo trophic levels. Clim. Res. 36:181-190.

Dukes, J.S, J. Pontius, D. Orwig, J.R. Garnas, V.L. Rodgers, N.Brazee, B. Cooke, K.A. Theoharides, E.E. Stange, R.Harrington, J. Ehrenfeld, J. Gurevitch, M. Lerdau, K. Stinson,R. Wick, and M. Ayres. 2009. Responses of insect pests,pathogens, and invasive plant species to climate change inthe forests of northeastern North America. Can. J. For. Res.39:231-248.

Gornall, J., R. Betts, and E. Burke. 2010. Implications of climatechange for agricultural productivity in the early twenty-firstcentury. Philos. Trans. R. Soc. Lond. B. Biol. Sci. 365:2973-2989.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2007.Summary for Policymakers. Climate Change 2007: ThePhysical Science Basis. Contribution of Working Group I tothe Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panelon Climate Change (penyunting: S. Solomon, D. Qin, M.Manning, Z. Chen, M. Marquis, K. B. Averyt, M. Tignor andH.L. Miller). Cambridge University Press.

Ju, W.B., X.H. Xing, Z.X. Song, F. Qiang, and L.Z. Xian. 2010a.Effects of temperature on resistance of rice to brownplanthopper, Nilaparvata lugens. Chin J. Rice Sci. 24(4): 443-446.

Ju., W.B., X.H. Xing, Z.X. Song, F. Qiang, and L.Z. Xian. 2010b.High temperature modifies resistance performances of ricevarieties to brown planthopper, Nilaparvata lugens (Stål).Rice Science 17(4):334-338.

Karuppaiah, V and G.K. Sujayanad. 2012. Impact of Climate Changeon Population Dynamics of Insect Pests. World Journal ofAgricultural Sciences 8(3):240-246.

Kawasaki, J and S. Herath . 2011. Impact Assessment of climateChange on rice, production in Khon Kaen Province, Thailand.J. ISSAAS. 17(2):14-28.

Kementerian PPN/Bappenas. 2013. Rencana aksi nasional adaptasiperubahan iklim (RAN-API). http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source. 28p.

Liang-Xiang, H.U., H. Chi, J. Zhang, Q. Zhou and R. J. Zhang, 2010.Life table analysis of the performance of Nilaparvata lugensStål (Homoptera: Delphacidae) on two wild rice species. J.Economic Entomol. 103(5):1628-1635.

Page 20: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

18

Liu, Z. W., Z.J. Han, Y.C. Wang, H.W. Zhang. 2004. Effect oftemperature on population growth of susceptible and resistantstrains of Nilaparvata lugens to imidacloprid. Entomol Knowl.43(1):47-50.

Lobell, D.B, and S.M. Gourdji. 2012. The influence of climate changeon global crop productivity. Plant Physiol. 160(4):1686-1697.

Long, Y., C. Hu, B. Shi, X. Yang and M. Hou. 2012. Effects ofTemperature on Mate Location in the Planthopper, Nilaparvatalugens (Homoptera: Delphacidae). EnvironmentalEntomology 41(5):1231-1238.

Lu, Z.X, K. L. Heong, X. P. Yu and C. Hu. 2005. Effects of nitrogen onthe tolerance of brown planthopper, Nilaparvata lugens, toadverse environmental factors. Insect Science 12(2):121-128.

Memmott, J., P.G. Craze, N.M. Waser, and M.V. Price. 2007 Globalwarming and the disruption of plantpollinator interactions.Ecol. Lett. 10:710-717.

Manikandan, N and J. S Kennedy,. 2013. Influence of temperatureon egg hatching and development time of brown plant hopper.International Journal of Plant Protection . 6(2):376-378.

Merrill, R., D. Gutieàrez, O. Lewis, J. Gutieàrez, S. Diez, and R.Wilson. 2008. Combined effects of climate and bioticinteractions on the elevational range of a phytophagous insect.J. Anim. Ecol.77:145-155.

Megý´as, A.G and R. Mene´ndez. 2012. Climate change effects onabove- and below-ground interactions in a dryland ecosystem.Philos. Trans. R. So.c Lond. B. Biol. Sci. 367: 3115-3124.

Myint, K.K.M., Y. Hideshi, T. Masami, and M. Masaya. 2009. Virulenceof long-term laboratory populations of the brown planthopper,Nilaparvata lugens (Sta°l), and whitebacked planthopper,Sogatella furcifera (Horva´th) (Homoptera: Delphacidae), onrice differential varieties. Applied Entomology and Zoology44:149-153.

Munawar, D., E.H. Iswanto, dan Baehaki S.E. 2014. Evaluasiketahanan varietas unggul padi yang ditanam petani terhadapwereng cokelat. Pros. Sem. Nas. Badan Litbang Pertanian.1139-1146.

Parmesan, C. dan G. Yohe. 2003 A globally coherent fingerprint ofclimate change impacts across natural systems. Nature421:37-42.

Parmesan, C. 2007. Influences of species, latitudes andmethodologies on estimates of phenological response toglobal warming. Global Change Biol. 13:1860-1872.

Qiu, Y., J. Guo, S. Jing, M. Tang, L. Zhu, and G. He. 2011.Identification of antibiosis and tolerance in rice varietiescarrying brown planthopper resistance genes. EntomologiaExperimentalis et Applicata 141:224-231.

Rouault, G., J.N. Candau, F. Lieutier, L.M. Nageleisen, J.C. Martin,and N. Warzee, 2006. Effects of drought and heat on forestinsect populations in relation to the 2003 drought in WesternEurope. Ann. of Forest Sci. 63:613-624.

Satpathi, C.R., G. Katti, and Y.G. Prasad. 2011. Effect of seasonalvariation on life table of brown planthopper Nilaparvata lugensStål on Rice Plant in Eastern India. Middle-East Journal ofScientific Research 10(3):370-373.

Siswanto, R.M., O. Dzolkhifli, and K. Elna. 2008. Populationfluctuation of Helopeltis antonii Signoret on cashewAnacarcium occidentalle L. in Java Indonesia. PertanikaJournal of Tropical Agriculture Science 31:191-196.

Singer, M.C. and C. Parmesan. 2010. Phenological asynchronybetween herbivorous insects and their hosts: signal of climatechange or pre-existing adaptive strategy. Philos. Trans. R.Soc. Lond. B. Biol. Sci. 365:3161-3176.

Shi, B.K., J.L. Huang, C.X. Hu, and M.L. Hou. 2014. Interactiveeffects of elevated CO2 and temperature on rice planthopper,Nilaparvata lugens. Journal of Integrative Agriculture13(7):1520-1529.

Thomson, L.J., S. Macfadyen, and A.A. Hoffmann. 2010. Predictingthe effects of climate change on natural enemies ofagricultural pests. Biol. Control 52:296-306.

Valiant, R. 2014. Uraian ringkas tentang perubahan iklim sertaproses mitigasi dan adaptasi terhadap bencana yangditimbulkan. http://www.academia.edu/7341209/.

Wassmann, R. and A. Dobermann. 2007. Climate changeadaptation through rice production in regions with high povertylevels. Journal of ICRISAT Agricultural Research 4(1):1-24.

Win, S.S., R. Muhamad, Z. A. M. Ahmad, and N. A. Adam. 2011a.Life table and population parameters of Nilaparvata lugensStal. (Homoptera: Delphacidae) on Rice. Trop. Life Sci. Res.22(1):25-35.

Win, S.S., R. Muhamad, Z. A.M. Ahmad, and N.A. Adam. 2011b.Population fluctuation of brown planthopper Nilaparvatalugens Stal. and whiteback planthopper Sogatella furciferaHorvath on Rice. J. Ent. 8(2):183-190.

Xu, S., H. Wang, E. Wang, and G. Zhao. 2013. Reproductive rate ofrice brown planthopper population of super rice Yongyou 6.Advance Journal of Food Science and Technology 5(5):539-542.

Yin, J.L., H.W. Xu , J.C. Wu , J.H. Hu , and G.Q. Yang . 2008. Cultivarand insecticide applications affect the physiologicaldevelopment of the brown planthopper, Nilaparvata lugens(Stål) (Hemiptera: Delphacidae). Environ. Entomol. 37(1):206-212.

Yun, Z.Y., H.W. Kun, S. Li, W. Gang, Z. Jing, Z. W. Yun, H.H. Xia, L.J.Sheng, X.N. Wen, and X.Y. Fei. 2012. Effects of elevated CO2on the nutrient compositions and enzymes activities ofNilaparvata lugens nymphs fed on rice plants. Life Sciences55(10): 920-926.

Ziska, L.H., D.M. Blumenthal, G.B. Runion, E.R. Hunt, and H. Diaz-Soltero. 2011. Invasive species and climate change: Anagronomic perspective. Clim. Change. 105:13-42.

Page 21: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

INDRASARI ET AL.: MUTU BERAS PADI LOKAL

19

Mutu Fisik, Mutu Giling dan Mutu Fungsional BerasVarietas Lokal Kalimantan Barat

Physical, Milling, and Functional Qualities of Grain Rice of theLocal Varieties of West Kalimantan

Siti Dewi Indrasari1, Ami Teja Rakhmi2 , Agus Subekti3, dan Kristamtini1

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian DI YogyakartaJalan Stadion Maguwoharjo No. 22, Wedomartani, Ngemplak, Sleman 55584, Yogyakarta, Indonesia

E-mail: [email protected] Besar Penelitian Tanaman Padi

Jalan Raya 9, Sukamandi, Subang 41256, Jawa Barat, Indonesia3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat

Jalan Budi Utomo No. 45, Siantan Hulu, Kotak Pos 6150, Pontianak 78061, Kalimantan Barat, Indonesia

Naskah diterima 12 Maret 2015, direvisi 31 Agustus 2015, disetujui 9 Oktober 2015

ABSTRACT

The physical of paddy and milled rice qualities, physicochemicalproperties and the functional properties of milled rice were analyzedto study the grain characteristics of four local paddy varietiesderived from West Kalimantan. The study was conducted at PostHarvest Grain Quality Laboratory, Indonesian Center for RiceResearch in 2013. Method used for physical and milling qualityproperties followed IRRI method. Functional characteristic wasanalyzed using LC-MS. The observations were done in sixreplications. The data was analyzed for the correlation amongcharacters. Significant correlation between characters was furtheranalysed for regression equation. The shapes of grains of localrice varieties were slim to medium. There was correlation betweenpaddy moisture content and head rice percentage, betweendamaged grain and paddy density, between yield of brown rice andyield of milled rice, and percentage of head rice, betweenpercentage of head rice and yield of milled rice, and betweenempty grain and broken grain. The functional character relationshipshowed that Cyanidin 3 Glucosidase (C3G) content of brown riceinfluenced the C3G content of milled rice. “Sanik” red rice, “Beliah”purple rice and “Balik” black rice may be useful to be used asparent for crossing in the breeding program for functional ricevarieties, due to their good quality of milled rice and their highcontent of C3G. The C3G is considered as anticancer, antioxidant,anti coronaria heart disease and it improves fat profiles in theblood. Therefore, colored rice is recommended to be consumedin a form of brown rice or milled rice with 80% degree milling toretain the C3G content which is beneficial for the human health.

Keywords: rice local variety, grain characteristics,physicochemical, functional properties.

ABSTRAK

Mutu fisik gabah dan beras, mutu giling beras, sifat fisikokimia, dansifat fungsional beras varietas lokal telah dianalisis untukmempelajari karakter mutu empat varietas lokal padi asal Kalimantan

Barat. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium mutu beras BB Padipada tahun 2013. Metode pengamatan mutu fisik dan mutu gilingsesuai dengan metode IRRI. Sifat fungsional diamati menggunakanalat LC-MS. Semua pengamatan dilakukan enam ulangan. Data yangdiamati dibuat matrik korelasi untuk mengetahui ada tidaknyahubungan antarkarakter. Korelasi yang nyata antarkarakterselanjutnya dianalisis untuk memperoleh persamaan regresinya.Beras varietas lokal Kalimantan Barat yang diamati berbentuk sedangdan ramping. Terdapat korelasi antara kadar air gabah denganpersentase beras kepala, butir rusak dengan densitas gabah,rendemen beras pecah kulit dengan rendemen beras giling danpersentase beras kepala, persentase beras kepala denganrendemen beras giling, butir hampa dengan beras patah. Hubunganantarkarakter mutu fungsional menunjukkan kandungan Cyanidin3-glukosidase (C3G) pada beras pecah kulit berpengaruh padakandungan C3G pada beras giling. Beras merah varietas Sanik,beras ungu varietas Beliah dan beras hitam varietas Balik berpeluangdigunakan sebagai tetua dalam perakitan varietas padi fungsionalkarena mempunyai mutu giling beras yang baik dan mengandungC3G cukup tinggi yang bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker,antijantung koroner dan memperbaiki profil lemak darah. Oleh sebabitu beras warna sebaiknya dikonsumi dalam bentuk beras pecahkulit (BPK) atau disosoh sebagai beras giling (BG) dengan derajatsosoh 80% agar beras masih mengandung C3G yang bermanfaatuntuk kesehatan.

Kata kunci: padi varietas lokal, mutu beras, fisikokimia, sifatfungsional.

PENDAHULUAN

Plasma nutfah padi sebagai sumber gen bagi perakitanvarietas unggul diperlukan pada program pemuliaantanaman. Provinsi Kalimantan Barat kaya akan plasmanutfah padi dan varietas lokal yang dibudidayakan secaraturun temurun oleh petani. Keragaman genetik padilokal Kalimantan Barat dimungkinkan karena dulunya

Page 22: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

20

kepulauan nusantara menyatu dengan negara lainnyadi Benua Asia yang merupakan pusat tanaman padi.

India adalah negara yang menyebarluaskantanaman padi ke seluruh penjuru dunia. Penyebarantanaman padi ke negara-negara yang terletak di bagianselatan India, diawali dari Malaysia. Menurut sejarah, paraperantau Malaysia membawa tanaman padi keIndonesia sekitar tahun 1500 SM. Oleh karena itu,pernyataan bahwa tanaman padi dibawa oleh orangHindu ke Indonesia tidak tepat, melainkan orangMalaysia yang memperoleh dari India. Hikayat JawaKuno yang menyatakan bahwa tanaman padi berasaldari Indonesia yang merupakan keturunan Dewi Sri jugatidak benar (Silitonga 2004).

Keragaman genetik plasma nutfah padi lokal perludipertahankan agar dapat dimanfaatkan sebagai tetuadonor gen dalam pembentukan atau perakitan varietasunggul yang memiliki sifat yang diinginkan. Varietas lokalbelum intensif digunakan sebagai tetua dalam programpemuliaan. Pemulia cenderung memilih tetua darivarietas unggul agar keturunan persilangan berpeluangbesar memiliki karakter unggul sehingga memudahkandalam proses seleksi.

Hasil eksplorasi BPTP Kalimantan Barat pada tahun2012 menunjukkan varietas Sirendah/Serendah terdapatdi lima kabupaten, yaitu Pontianak, Kubu Raya, Landak,Sambas, dan Kapuas Hulu. Plasma nutfah padi berasmerah terdiri atas 11 aksesi, beras hitam 12 aksesi, danpulut 14 aksesi. Dari hasil eksplorasi juga diperolehinformasi bahwa padi beras merah dari KabupatenSanggau dan beras merah varietas Beliah dariKabupaten Bengkayang dipasarkan sampai ke Malaysiadengan harga yang cukup tinggi. Beras varietas Seluanghanya diperoleh dari Kabupaten Kapuas Hulu. Plasmanutfah padi lokal yang ditanam di lahan pasang surutdan lahan sawah umumnya memiliki tekstur nasisedang sampai pera, sedangkan plasma nutfah padilokal yang ditanam di lahan kering (gogo) memilikitekstur nasi pulen dan aromatik (Subekti et al. 2013,Subekti 2013).

Beras hitam asal Korea, varietas Heugjinjubyeo,dianggap sebagai pangan yang menyehatkan di Asia(Ryu et al. 2003, Kowalczyk et al. 2003, Han et. al. 2004).Beras ini mengandung antosianin yang meliputi cyanidin3-O-glukosida, peonidin 3-O-glukosida, malvidin 3-O-glukosida, pelagonidin 3-O-glukosida, dan delphinidin3-O-glukosida (Choi et al. 1994, Yoon et al. 1995, Ryu etal. 2003). Kandungan antosianin pada beras hitam,mencapai lebih dari 40% yang sebagian besar berupasenyawa cyanidin-3-glukosida dan peonidin-3-glukosida(Xia et al. 2006). Park et al. (2008) melaporkan kandunganantosianin pada beras tersebut adalah 95% cyanidin 3-O-glukosida dan 5% peonidin 3-O-glukosida.

Beberapa plasma nutfah padi lokal asal KalimantanBarat memiliki keunikan dalam hal warna beras, aroma,maupun tekstur nasi, di antaranya padi hitam varietasBalik, padi ungu varietas Beliah, padi merah varietasSanik, dan padi putih varietas Seluang Raja Uncak. Padilokal ini memiliki potensi hasil 3-4,5 t/ha. Karakterisasiterhadap mutu, sifat fisikokimia, dan sifat fungsionalvarietas lokal tersebut belum pernah dilakukan. Tujuanpenelitian ini mempelajari mutu fisik gabah dan beras,mutu giling beras, sifat fisikokimia, dan sifat fungsionalbeberapa padi varietas lokal asal Kalimantan Barat.Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkandapat digunakan sebagai penciri khusus beras yangberasal dari varietas lokal sehingga memberikan nilaitambah dalam pemasaran produk. Data tersebut jugabermanfaat bagi petani, pedagang, dan konsumen yangmenyukai beras dengan produksi tinggi, berkualitas baik,dan mempunyai sifat fungsional yang disukai.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di laboratorium BB Padi pada tahun2013 di Sukamandi, Jawa Barat. Bahan penelitian berupaempat sampel padi lokal asal Kalimantan Barat, yaituvarietas Balik, Beliah, Sanik, dan Saluang Raja Uncak yangdiperoleh dari BPTP Kalimantan Barat. Masing-masingsampel terdiri atas ± 1 kg gabah kering giling, disamplingdari setiap varietas padi yang akan diuji. Gabah keringgiling bersih dikupas menjadi beras pecah kulitmenggunakan rice husker (Satake THU 35A). Selanjutnyaberas pecah kulit disosoh dengan alat rice polisher(Satake TM-05). Karakterisasi beras giling tersebutmeliputi sifat fisik gabah, mutu fisik dan mutu giling beras,dan sifat fungsional beras. Pengamatan dilakukansebanyak enam kali.

Identifikasi mutu fisik gabah meliputi kadar air,densitas gabah, butir hampa, butir hijau + butir kapur,butir kuning + butir rusak, dan bobot 1.000 butir.Identifikasi karakter fisik beras meliputi derajat putih,kebeningan, derajat sosoh (Skala Satake Milling Meter),dan bentuk beras. Analisis mutu giling beras meliputirendemen beras pecah kulit (BPK), rendemen berasgiling (BG), persentase beras kepala, persentase beraspatah, dan persentase menir (IRRI 2006).

Ekstraksi dan Isolasi Antosianin(Abdel-Aal et al. 2006 dimodifikasi)

Sebanyak 3 g sampel yang telah direndam diekstrakdengan 24 ml methanol, di shaker selama 24 jam padasuhu 4oC. Ekstraksi dilakukan dua kali.

Page 23: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

INDRASARI ET AL.: MUTU BERAS PADI LOKAL

21

Analisis Antosianin dengan LC-MS

Sampel diinjeksikan ke dalam LC-MS dengan kolomhypersil gold C-18. Fase gerak A 6% formic acid dan fasegerak B absolut metanol/metanol 100% dilakukandengan sistem gradien selama 10 menit dengan laju alirsolvent 250 ul/menit. Volume injeksi 10 ul. Pembacaan/scanning dilakukan terhadap molekul dengan m/z: 50-2000 pada ESI positive mode.

Kuantifikasi Kandungan Antosianin

Larutan standar cyanidin 3-glucosidase (cyanidin 3-O-glukosida/C3G) dalam konsentrasi 50,100, 200, 300, 400,500 dan 1000 ppb diinjeksikan ke dalam sistem LC-MSuntuk menghasilkan kurva standar. Kandunganantosianin sampel beras dihitung berdasarkan kurvastandar cyanidin 3-glucosidase yang dihasilkan.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan uji sidik ragam yangdilanjutkan dengan uji DMRT bila terdapat perbedaan.Piranti lunak SPSS 14.0 digunakan untuk uji tersebut. Dataditampilkan dalam bentuk nilai rata-rata. Data yangdiamati dibuat matrik korelasi untuk mengetahui adatidaknya hubungan antarkarakter. Korelasi yang nyataantarkarakter dianalisis untuk memperoleh persamaanregresi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutu Fisik Gabah

Hasil analisis mutu fisik gabah terdiri atas kadar air,densitas, bobot 1.000 butir, butir hampa (%), butir hijau+butir kapur (%), butir kuning+butir rusak, dan butirmerah (Tabel 1). Kadar air gabah empat varietas lokalpadi yang dianalisis bervariasi antara 11,9-13,70% denganrata-rata 12,8%. Perbedaan kondisi pada waktu panendan proses pengeringan merupakan faktor penyebabperbedaan kadar air gabah.

Pengukuran densitas gabah bertujuan untukmemperkirakan rendemen beras giling. Densitas gabahsampel berkisar antara 552,5 (Padi Ungu Beliah) - 565,0(Seluang Raja Uncak) g/l. Hasil analisis statistikmenunjukkan nilai densitas gabah varietas Balik, Beliah,dan Sanik sama. Bobot 1.000 butir gabah varietas Beliah,Sanik dan Seluang Raja Uncak juga sama. Densitas gabahdan bobot 1.000 butir beras merah lokal asal Yogyakartadan beras hitam lokal asal Subang, Cirebon, danWonosobo masing-masing berkisar antara 500,0-554,5g/l dan 25,12-27,8 g. Densitas gabah dan bobot 1.000butir varietas Aek Sibundong, varietas unggul baru berasmerah, masing-masing 436,0 g/l dan 27,64 g (Indrasariet al. 2012). Perbedaan kedua parameter tersebut dapatdisebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan padawaktu proses pengisian gabah dan varietas. Densitasgabah dan bobot 1.000 butir yang tinggi akanmenghasilkan rendemen beras giling yang tinggi pula.Densitas gabah varietas padi di Indonesia berkisar antara454,4-577,0 g/l (Suismono et al. 2003).

Terdapat perbedaan nyata persentase butir hampa,butir hijau + butir kapur, butir kuning + butir rusak, danbutir merah sebagian besar sampel. Hal ini dipengaruhioleh kondisi lingkungan pertanaman dan penangananpascapanen.

Mutu Fisik Beras

Mutu fisik beras yang terdiri atas panjang dan bentukberas, derajat putih, kebeningan, panjang dan bentukberas dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan panjangberas, beras merah varietas Sanik termasuk kategoripanjang (6,61-7,50 mm), varietas Saluang termasukpendek (<5,50 mm), sementara varietas Balik dan Beliahtermasuk kategori sedang (5,51-6,60 mm). Berdasarkanrasio panjang dan lebar beras, beras hitam varietas Balik,beras ungu varietas Beliah, dan beras putih varietasSaluang Raja Uncak berbentuk sedang (rasio P/L 2,1-3,0), sementara beras merah varietas Sanik berbentukramping (rasio P/L > 3,0) (Juliano 1993). Bentuk berasmerah lokal asal Yogyakarta dan beras hitam lokal asalCirebon dan Wonosobo berbentuk sedang (rasio P/L

Tabel 1. Mutu fisik gabah varietas lokal Kalimantan Barat. Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Kadar Densitas Butir Butir hijau Butir kuning Butir BobotVarietas air gabah hampa +kapur +rusak merah 1.000 butir

(%) (g/l) (%) (%) (%) (%) (g)

Balik (beras hitam) 13,70 d 556,0 b 3,30 ab 0,51 a 0,16 a 0,26 b 16,25 aBeliah (beras ungu) 11,90 a 552,5 b 6,41 d 0,83 ab 0,20 a 1,08 c 17,44 bSanik (beras merah) 12,50 b 556,0 b 5,07 cd 1,54 b 0,97b 0 a 17,83 bSeluang Raja Uncak (beras putih) 13,10 c 565,0 c 4,32 bc 0,27 a 2,78 c 0,18 ab 17,80 b

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Page 24: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

22

2,65-2,94), kecuali beras hitam lokal asal Subangberbentuk ramping (rasio P/L 3,24) (Indrasari et al. 2012).

Derajat putih sampel beras berkisar antara 17,5-49,3.Beras hitam lokal varietas Balik mempunyai derajat putih17,5%. Beras putih varietas Saluang Raja Uncak yangberwarna putih susu mempunyai derajat putih 49,3%.Derajat putih dari setiap varietas berbeda nyata.Perbedaan warna beras disebabkan oleh faktor genetik.Derajat putih beras di Indonesia berkisar antara 42-60%.Derajat putih beras tidak selalu dipengaruhi oleh tingkatkebeningan beras (Suismono et al. 2003).

Beras merah varietas Sanik memiliki tingkatkebeningan yang lebih tinggi, diikuti oleh beras hitamvarietas Balik dan beras putih varietas Saluang Raja Uncakyang memiliki tingkat kebeningan yang sama, diikuti olehberas ungu varietas Beliah dengan tingkat kebeninganterendah (Tabel 2). Kebeningan beras ditentukan olehfaktor genetik dan cara penyosohan.

Derajat sosoh ditentukan oleh kombinasi derajatputih dan kebeningan beras. Kristal putih BaSO4 denganderajat sosoh hingga skala 199 digunakan sebagaikontrol pada penelitian ini. Beras putih varietas SaluangRaja Uncak memiliki derajat sosoh 50 pada skala SatakeMilling Meter. Derajat sosoh varietas Balik, Beliah, danSanik tidak terbaca pada skala Satake Milling Meterkarena adanya pigmen warna hitam, ungu, dan merahpada masing-masing beras. Kebeningan dan derajatsosoh sampel beras juga berbeda nyata.

Mutu Giling Beras

Mutu giling beras yang terdiri atas kadar air, rendemenberas pecah kulit (BPK) dan rendemen beras giling (BG),persentase beras kepala, dan persentase beras patah,dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar air semua sampel berasdi bawah 14%.

Rendemen BPK berkisar antara 75,89% (Saluang RajaUncak) hingga 80,45% (Balik). Sementara rendemen BGberkisar antara 68,58% (Saluang Raja Uncak) hingga72,12% (Balik) (Tabel 3). Rendemen BPK dan BG darisemua sampel berbeda nyata. Rendemen beras merahlokal asal Yogyakarta dan beras hitam asal Subang,Cirebon dan Wonosobo berturut-turut berkisar antara74,96-79,49 % dan 66,34-71,36%. Rendemen BPK dan BGvarietas Aek Sibundong masing-masing 71,38% dan62,53% (Indrasari et al. 2012). Rendemen BG dipengaruhioleh densitas gabah dan bobot 1.000 butir. Semakin tinggidensitas gabah dan bobot 1000 butir semakin tinggirendemen BG. Pada Tabel 1 dapat dilihat varietas lokalSaluang Raja Uncak mempunyai densitas gabah yangtinggi (565,0 g/l) dan bobot 100 butir (17,8 g) sama denganvarietas Sanik (17,83 g) dan Beliah (17,44 g).

Persentase beras kepala dan beras patah semuasampel beras masing-masing berkisar antara 71,98-94,46% dan 5,27-27,08%. Beras hitam varietas Balikmempunyai persentase beras kepala tertinggi dan beraspatah terendah. Hasil analisis statistik menunjukkanbahwa persentase beras kepala dan beras patah semuasampel berbeda nyata. Persentase beras kepala berasmerah lokal asal Yogyakarta dan beras hitam lokal asal

Tabel 2. Mutu fisik beras varietas lokal Kalimantan Barat. Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Varietas Panjang Lebar Bentuk Derajat Kebeningan Derajat(mm) (mm) (L/W) putih (%) (%) sosoh

Balik (beras hitam) 5,77 b 2,09 b 2,77 b 19,5 b 0,87 b 0 aBeliah (beras hitam) 5,93 b 2,12 b 2,80 b 17,5 a 0,68 a 0 aSanik (beras merah) 7,04 c 1,83 a 3,86 c 21,4 b 1,29 c 0 aSeluang Raja Uncak (beras putih) 5,43 a 2,06 b 2,64 a 49,3 c 0,86 b 50 b

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Tabel 3. Mutu giling beras varietas lokal Kalimantan Barat. Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Kadar Rendemen beras Rendemen Beras BerasVarietas air pecah kulit (BPK) beras giling (BG) kepala patah

(%) (%) (%) (%) (%)

Balik (beras hitam) 12,60 b 80,45 d 72,12 c 94,46 d 5,27 aBeliah (beras ungu) 11,7 a 76,42 b 68,86 a 71,98 a 27,08 dSanik (beras merah) 12,00 a 79,08 c 70,03 b 82,12 c 16,89 bSeluang Raja Uncak (beras putih) 12,50 b 75,89 a 68,58 a 78,34 b 20,99 c

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Page 25: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

INDRASARI ET AL.: MUTU BERAS PADI LOKAL

23

Tabel 4. Kandungan cyanidin 3-glucosidase (ppb) pada berasvarietas lokal Kalimantan Barat. Laboratorium BB Padi,Sukamandi, 2013.

Beras Beras giling Beras gilingVarietas pecah disosoh disosoh

kulit (BPK) 15" 30"

Balik (beras hitam) 1687,37 b 1232,93 b 849,53 bBeliah (beras ungu) 1882,39 c 1565,88 c 905,77 bSanik (beras merah) 0 a 0 a 0 a

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata.

Subang, Cirebon dan Wonosobo berkisar antara 67,51%-87,89%. Persentase beras kepala varietas Aek Sibundonghanya 56,92% (Indrasari et al. 2012).

Sifat Fungsional

Kandungan cyanidin 3-glucosidase tertinggi pada BPKberas ungu varietas Beliah, diikuti oleh beras hitamvarietas Balik. Demikian pula pada BG yang disosohselama 15 detik dan 30 detik, beras ungu varietas Beliahmempunyai kandungan cyanidin 3-glucosidasetertinggi. Diduga beras ungu varietas Beliah mempunyailapisan aleuron yang lebih tebal dibanding beras hitamvarietas Balik. Beras merah varietas Sanik ternyata tidakmengandung cyanidin 3-glucosidase pada BPK maupunBG (Tabel 4).

Cyanidin 3-glucosidase mempunyai khasiat sebagaiantioksidan (Takamura and Yamagami 1994, Wang etal. 1997), antikanker (Karainova et al. 1990, Kamei et al.1995), dan mencegah penyakit jantung koroner dengancara mencegah penyempitan pembuluh arteri atauantiatherogenik ( Ling et al. 2001, Ling et al. 2002, Stocletet al. 2004, Manach et al. 2005, Xia et al. 2006). Padakelinci percobaan, penambahan beras hitam dalampemberian diet dapat memperbaiki profil lemak darahdan meningkatkan aktivitas glutathione peroksidase(Ling et al. 2001). Ling et al. 2002 dan Xia et al. 2003melaporkan penambahan fraksi pigmen beras hitampada diet yang diberikan pada kelinci dan tikuspercobaan yang defisien apolipoprotein (apo) E, nyatamenghambat pembentukan plak atau penyempitanpembuluh darah. Dalam jumlah sedikit saja, antosianinternyata sudah cukup efektif mencegah produksi lemakjahat LDL (Low Density Lipoprotein) (Bridle andTimberlake 1996, Lomboan 2002, Gunawan 2005),menjaga dan memperbaiki penglihatan mata(Timberlake and Henry 1988).

Korelasi Antarkarakter Mutu Beras

Hubungan antara karakter mutu fisik gabah, mutu fisikdan mutu giling beras serta mutu fungsional didugamelalui besaran koefisien korelasi. Korelasi antarkarakteryang diamati disajikan pada Tabel 5. Kadar air gabahmempengaruhi persentase beras kepala (r = 0,868).Karakter butir rusak mempengaruhi densitas gabah (r= 0,949). Rendemen BPK mempengaruhi rendemen BG(r = 0,956) dan persentase beras kepala (r = 0,880).Sementara persentase beras kepala mempengaruhirendemen BG (r = 0,939). Selain itu, persentase butirhampa mempengaruhi persentase butir patah (r =0,884). Kandungan C3G pada beras pecah kulitmempengaruhi kandungan C3G pada sosoh 15 detik (r= 0,996 ) dan beras giling sosoh 30 detik (r = 0,999 ).

Korelasi yang tidak nyata antara karakter yang diamatimenunjukkan tidak ada hubungan antara keduakarakter tersebut.

Hubungan antara Sifat Fisik Gabahdengan Mutu Beras

Persentase beras kepala berkorelasi positif dengankadar air gabah (r=0,868). Semakin tinggi persentaseberas kepala semakin tinggi kadar air gabah (maksimum14%) (Gambar 1). Hal ini sejalan dengan penelitian Waries(2006) yang melaporkan semakin tinggi kadar air gabah(maksimum 14%), semakin tinggi persentase beraskepala (87,39%). Namun pada kadar air gabah 16%,persentase gabah mulai menurun (72,11%). Kadar airgabah optimal untuk proses penggilingan adalah 14%.Semakin tinggi kadar air gabah atau kurang dari 14%pada waktu proses penggilingan menyebabkantimbulnya cracking sehingga butir patah tinggi danpersentase beras kepala menurun.

Beras kepala adalah beras yang sehat maupun cacatdan mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan0,60 bagian dari panjang rata-rata butir beras utuh. Kadarair gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butirgabah yang dinyatakan dalam satuan persen dari beratbasah (wet basis).

Densitas gabah berkorelasi positif dengan butirrusak (r =0,949). Semakin tinggi densitas gabah semakintinggi kadar butir rusak (Gambar 2). Untuk mendugakadar butir rusak, dilakukan analisis regresi antara butirrusak (x) dan densitas gabah (y). Butir rusak adalah butirberas utuh, butir kepala, butir patah dan menir berwarnaputih/bening, putih mengapur, kuning dan merah danmempunyai satu bintik yang merupakan noktah.Densitas gabah menggambarkan bobot gabah pervolume.

Rendemen beras giling berkorelasi positif denganrendemen BPK (r = 0,957). Semakin tinggi rendemenBG semakin tinggi rendemen BPK (Gambar 3). Untukmenduga rendemen BG dilakukan analisis regresi antara

Page 26: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

24

Tabe

l 5.

Mat

rik

kore

lasi

ant

arka

rakt

er m

utu

fisik

gab

ah,

mut

u fis

ik b

eras

, m

utu

gilin

g be

ras

dan

mut

u fu

ngsi

onal

ber

as (

n=4)

. La

bora

tori

um B

B P

adi,

Suk

aman

di,

2013

.

Kar

akte

rist

ikK

AG

DG

BH

BH

KB

RB

1000

BR

BP

KR

BG

PB

KP

BP

PL

BTK

DP

KB

NG

ND

SB

PK

BG

S15

DB

GS

30D

KA

G1.

000

DG

.471

1.00

0

BH

-.99

4**-.

468

1.00

0

B

HK

-.52

2-.

543

.432

1.00

0

BR

.178

.949

*-.

184

-.36

71.

000

B10

00B

-.62

7.3

23.5

86.3

56.6

011.

000

R

BP

K.5

30-.

381

-.57

7.3

23-.

574

-.67

81.

000

RB

G.6

68-.

319

-.68

6.0

45-.

572

-.85

7.9

56*

1.00

0

PB

K.8

68*

.024

-.88

9-.

121

-.25

7-.

770

.880

*.9

39*

1.00

0

P

BP

-.86

1-.

017

.884

*.1

01.2

61.7

62-.

887

-.94

1-1

.000

**1.

000

P

-.38

7-.

458

.289

.987

*-.

313

.318

.415

.134

.005

-.02

61.

000

L.1

37-.

008

-.02

7-.

817

-.12

8-.

478

-.32

0-.

041

-.07

8.0

98-.

883

1.00

0

BTK

-.29

9-.

291

.193

.949

-.15

1.3

87.3

92.1

04.0

36-.

057

.983

*-.

954*

1.00

0

D

P.2

91.9

74*

-.27

5-.

568

.974

*.4

41-.

580

-.511

-.19

0.1

99-.

516

.083

-.36

31.

000

K

BN

GN

.070

.066

-.17

9.7

32.1

21.3

21.4

66.2

13.2

79-.

298

.826

-.97

8*.9

09-.

067

1.00

0

D

S.2

58.9

51*

-.23

2-.

625

.953

*.4

23-.

636

-.54

6-.

238

.249

-.58

6.1

76-.

445

.995

**-.

168

1.00

0

BP

K-.

073

-.69

4.1

45-.

227

-.79

5-.

703

.194

.360

.107

-.09

8-.3

11.7

03-.

471

-.65

0-.

691

-.57

61.

000

BG

S15

D-.

157

-.71

0.2

30-.

203

-.78

5-.

636

.124

.282

.019

-.011

-.29

9.7

04-.

464

-.64

7-.

710

-.56

9.9

96**

1.00

0

BG

S30

D-.

043

-.68

7.1

14-.

235

-.79

7-.

725

.218

.387

.138

-.13

0-.

314

.702

-.47

3-.

649

-.68

3-.

577

.999

**.9

93**

1.00

0

**

Kor

elas

i nya

ta p

ada

0,01

; *K

orel

asi n

yata

pad

a 0,

05K

eter

anga

n:K

AG

= K

adar

air

gab

ahR

BG

= R

ende

men

ber

as g

iling

KB

NG

N=

Keb

enin

gan

DG

= D

ensi

tas

gaba

hP

BK

= P

erse

ntas

e be

ras

kepa

laD

S=

Der

ajat

sos

ohB

H=

But

ir h

ampa

PB

P=

Per

sent

ase

bera

s pa

tah

BP

K=

Ber

as p

ecah

kul

itB

HK

= B

utir

hija

u +

kap

urP

= P

anja

ngB

GS

15D

= B

eras

gilin

g so

soh

15 d

etik

BR

= B

utir

rus

akL

= L

ebar

BG

S30

D=

Ber

as g

iling

sos

oh 3

0 de

tikB

1000

B=

Bob

ot 1

000

butir

BTK

= B

entu

kR

BP

K=

Ren

dem

en b

eras

pec

ah k

ulit

DP

= D

eraj

at p

utih

Page 27: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

INDRASARI ET AL.: MUTU BERAS PADI LOKAL

25

rendemen BPK (x) dan rendemen BG (y). RendemenBG adalah banyaknya BG yang diperoleh dari suatuproses penyosohan. Rendemen BPK adalah banyaknyaBPK yang diperoleh dari proses menghilangkan kulitgabah atau sekam.

Rendemen BG berkorelasi positif dengan persentaseberas kepala (r = 0,939). Semakin tinggi rendemen BGsemakin tinggi persentase beras kepala (Gambar 4).Untuk menduga rendemen BG dilakukan analisis regresiantara rendemen BPK (x) dan persentase beras kepala(y). Rendemen BG adalah banyaknya BG yang diperolehdari suatu proses penyosohan. Persentase beras kepalaadalah banyaknya beras kepala yang diperoleh dariproses penyosohan.

Persentase beras kepala berkorelasi positif denganrendemen BPK (r = 0,880). Semakin tinggi persentaseberas kepala semakin tinggi rendemen BPK (Gambar 5).Untuk menduga rendemen beras kepala kulit dilakukananalisis regresi antara rendemen BPK (x) dan persentaseberas kepala (y). Rendemen BPK adalah banyaknya BPKyang diperoleh dari suatu proses yang menghilangkankulit gabah atau sekam.

Persentase butir patah berkorelasi positif denganpersentase butir hampa (r = 0,884). Semakin tinggi butirpatah semakin tinggi persentase butir hampa (Gambar6). Untuk menduga persentase butir patah dilakukananalisis regresi antara butir patah (x) dan persentasebutir hampa (y). Persentase beras patah adalah

Gambar 1. Hubungan antara persentase beras kepala (y) dan kadarair gabah (x), y=6,993+0,071 x, (r=0,868). LaboratoriumBB Padi, Sukamandi, 2013.

Gambar 2. Hubungan antara densitas gabah (y) dan butir rusak(x), y = 553.107 + 4,184x , (r = 0,949). Laboratorium BBPadi, Sukamandi, 2013.

Gambar 4. Hubungan antara rendemen beras giling (y) danpersentase beras kepala (x), y = 56,8+0,16x, (r=0,939).Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Gambar 3. Hubungan antara rendemen beras giling (BG) (x) danrendemen beras pecah kulit (BPK) (x), y = -22,918+1,485x, (r = 0,957). Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

70

75

80

85

90

95

Bera

skep

ala(

%)

Kadar air gabah (%)

11,5 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0

ObservedLinear

Dens

itasg

abah

(g/l)

Butir rusak (%)

0 1 2 3

554

556

558

560

562

564 ObservedLinear

68

69

70

71

72

73

Rend

emen

bera

sgilin

g(%

)

Rendemen beras pecah kulit (%)

75 76 77 78 79 80 81

ObservedLinear

68

69

70

71

72

73

Rend

emen

bera

sgilin

g(%

)

Beras kepala (%)

70 75 80 85 90 95

ObservedLinear

Page 28: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

26

Gambar 5. Hubungan antara rendemen beras kepala ( (y) danrendemen beras pecah kulit (x), y= 61.489+0.202x (r =0.880). Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Gambar 6. Hubungan antara presentase beras patah (y) denganpersentase butir hampa (x), y = -12,093+6,2 x (r=0,884).Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

banyaknya beras patah yang diperoleh dari suatu prosespenyosohan. Beras patah adalah butir beras bernasmaupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari0,60, tetapi lebih besar dari 0,25 bagian panjang rata-rata butir beras utuh. Butir hampa adalah gabah yangtidak berisi butir beras.

Hubungan antara Proses Penyosohan Beras dengan Mutu Fungsional

Kandungan cyanidin 3 glucosidase (C3G) pada beraswarna pecah kulit berkorelasi positif dengan kandunganC3G pada beras giling sosoh 15 detik (r = 0,996) (Gambar7) dan 30 detik (r = 1) (Gambar 8). Kandungan C3Gyang tinggi pada BPK akan menghasilkan kandunganC3G yang tinggi pula pada beras giling sosoh 15 detik(BGS15D) dan 30 detik (BGS30D). Beras giling yang

5

10

15

20

25

30

Bera

spat

ah(%

)

Butirhampa (%)

3,0 4,0 5,0 6,0 7,0

ObservedLinear

75

76

77

79

80

81

Rend

emen

bera

sgilin

g(%

)

Rendemen beras pecah kulit (%)

70 75 80 85 90 95

ObservedLinear

78

0

500

1.000

1.500

2.000

C3G

ber

asgi

ling

(BG

) sos

oh15

’ (pp

m)

C3G beras pecah kulit (ppm)

0 500 1.000 1.500 2.000

ObservedLinear

0

400

600

800

1.000C3

G b

eras

gilin

g(B

G) s

osoh

30’ (

ppm

)

C3G beras pecah kulit (ppm)

0 500 1.000 1.500 2.000

ObservedLinear

200

Gambar 7. Hubungan antara kandungan C3G pada beras giling (BG)sosoh 15’ (y) dan kandungan C3G pada beras pecahkulit (BPK), y = 1,412E-13+0,331 x, (r= 0,996).Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Gambar 8. Hubungan antara kandungan C3G pada Beras giling (BG)sosoh 30’ (y) dan kandungan C3G pada Beras PecahKulit (BPK), y = 1,412E-13 +1,505 x, (r=1) 1)0,9991).Laboratorium BB Padi, Sukamandi, 2013.

Page 29: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

INDRASARI ET AL.: MUTU BERAS PADI LOKAL

27

disosoh selama 15 detik setara dengan beras gilingdengan derajat sosoh 80%, sedangkan yang disosohselama 30 detik setara dengan beras giling denganderajat sosoh 100%. Proses penyosohan menyebabkanhilangnya sebagian lapisan aleuron yang mengandungC3G pada beras warna merah dan hitam.

Lapisan aleuron beras yang berwarna merah, ungumaupun hitam mengandung salah satu antioksidan,yaitu cyanidin 3 glucosidase (C3G). Ketebalan lapisanaleuron setiap beras warna berbeda-beda. Hal initerbukti bila beras pecah kulit dengan bentuk yangberbeda disosoh dengan alat Satake menggunakan batugerinda dengan waktu sosoh yang sama akanmengandung C3G yang berbeda (Tabel 4).

KESIMPULAN

Beras varietas lokal Kalimantan Barat yang diamatiberbentuk sedang dan ramping. Terdapat hubunganantarkarakter kadar air gabah dan persentase beraskepala, butir rusak dan densitas gabah, rendemen beraspecah kulit dengan rendemen beras giling danpersentase beras kepala, persentase beras kepala danrendemen beras giling, butir hampa dan beras patah.Hubungan antarkarakter mutu fungsional menunjukkankandungan C3G pada beras pecah kulit berpengaruhpada kandungan C3G pada beras giling sosoh 15 detikdan 30 detik.

Beras merah varietas Sanik, beras ungu varietasBeliah dan beras hitam varietas Balik berpeluangdigunakan sebagai tetua dalam perakitan varietas padifungsional karena mempunyai mutu giling dan mutufungsional beras yang baik. Beras-beras tersebutmengandung cyanidin 3-glukosidase yang cukup tinggiyang bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker,antijantung koroner dan memperbaiki profil lemakdarah.Beras warna sebaiknya dikonsumsi dalam bentukberas pecah kulit (BPK) atau disosoh sebagai beras giling(BG) dengan derajat sosoh 80% agar beras masihmengandung C3G yang bermanfaat untuk kesehatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepadaProf. Dr. Djoko Said Damardjati dan Prof Dr. Sumarnoatas saran dan masukan yang berharga untuk perbaikanmakalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aal, E.N., J.C. Young, and I. Rabalski. 2006. Anthocyanincomposition in black, blue, pink, purple and red ceral grains.J. Agric.Food.Chem, 54(13):4696-4704.

Bridle, P. and C.F. Timberlake. 1996. Anthocyanins as natural foodcolors-selected. Food Chem. 58:103-109.

Choi, S.W., W.W. Kang, and T. Osawa. 1994. Isolation andidentification of anthocyanin pigments in black rice. Foodsand Biotechnology 3: 131-136.

Gunawan, A. 2005. Anthocyanin menjaga kesehatan mata danpembuluh darah. Nirmala. November. p.44.

Han, S.J., S.N. Ryu, and S.S. Kang. 2004. A new 2-aryl-benzofuranwith antioxidant activity from black colored rice (Oryza sativaL.) Bran. Chem. Pharm. Bull. 52: 1365-1366.

Indrasari, S.D.; S.D. Ardhiyanti, Z. Mardiah, R.H. Wening, N. Yunani,Jumali, A.T. Rakhmi, D. Arofah, dan E.B. Tarigan. 2012.Laporan Akhir Tahun DIPA 2012. Karakterisasi sifat fisik,fisikokimia, gizi dan sifat fungsional beras beberapa varietas/galur harapan padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.Sukamandi.

IRRI. 2006. Rice quality training manual. Agricultural EngineeringUnit, International Rice Research Institute, IRRI – DAPO,Manila Philippines.

Juliano, B.O. 1993. Rice in human nutrition. The International RiceResearch Institute and Food and Agriculture Organization ofThe United Nations. Rome.

Kamei, H., T. Kojima, M. Hasegawa, T. Koide, T. Umeda, T. Yukawa,and K. Terabe. 1995. Suppresion of tumor cell growth byanthocyanins in vitro. Cancer Invest. 13:590-594.

Karainova, M., D. Drenska, and R. Ocharov. 1990. A modificationof toxic effects of platinum complexes with anthocyans. Eks.Med. Morfol. 29:19-24.

Kowalczyk, E., P. Krzesinski, M. Kura, B. Szmigiel, and J. Blaszczyk.2003. Anthocyanins in medicine. Pol. J. Pharmacol. 55: 699-702.

Ling, W.H., Q.X. Cheng, J. Ma, and T. Wang. 2001. Red or blackrice decrease atherosclerotic plaque and increaseantioxidants status in rabbits. J Nutr. 131: 1421-1426.

Ling. W.H., L.L. Wang, and J. Ma. 2002. Supplementation of theblack rice outer layer fraction to rabbits decreasesatherosclerotic plaque formation and increases antioxidantstatus. J. Nutr. 132: 20-26.

Lomboan, N.J. 2002. Antioksidan Masa Depan. Nirmala EdisiTahunan 2002.

Manach, C., A. Mazur, and A. Scalbert. 2005. Polyphenols andprevention of cardiovascular diseases. Curr Opin Lipidol.16:77-84.

Park, Y.S., Sun-Joong Kim, and Hyo-Ihl Chang. 2008. Isolation ofAnthocyanin from Black Rice (Heugjinjubyeo) and Screeningof its Antioxidant Activities. Kor. J. Microbiol. Biotechnol.36(1):55-60.

Ryu, S.N., S.Z. Park, S.S. Kang, and S.J. Han. 2003. Determinationof C3G Content in Blackish Purple Rice using HPLC and UV-Vis Spectrophotometer. Korean J. Crop Sci. 48:369-371.

Silitonga, T.S. 2004. Pengelolaan dan Pemanfaatan Plasma NutfahPadi di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 10(2):56-71.

Suismono, A. Setyono, S.D. Indrasari, P. Wibowo, dan I. Las. 2003.Evaluasi mutu beras berbagai varietas padi di Indonesia. BalaiPenelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 41p.

Subekti, A., D. Permana, dan Pratiwi. 2013. Plasma nutfah padilokal di Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional InovasiTeknologi Pertanian Spesifik Lokasi., Balai Besar Pengkajiandan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.

Subekti, A. 2013. Variabilitas dan pola kekerabatan plasma nutfahpadi lokal beras hitam Kalimantan Barat. Prosiding SeminarNasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Balai

Page 30: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

28

Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.Bogor.

Stoclet, J.C., T. Chataigneau, M. Nidiaye, M.H. Oak., J.E. Bedoui,M. Chataigneau, V.B., and Schini-Kerth. 2004. Vascularprotection by dietary polyphenols. Eur J Pharmacol. 500:299-313.

Takamura, H. and A. Yamagami. 1994. Antioxidative activity ofmono-acylated anthocyanins isolated from Muscat Bailey A.grape. J. Agric. Food Chem. 42:1612-1615.

Timberlake, C.F. and B.S. Henry. 1988. Anthocyanins as naturalfood colorants. Prog. Clin. Biol. Res. 280:107-121.

Wang, H., G. Cao, and R.L. Prior. 1997. Oxygen radical absorbingcapacity of anthocyanins. J. Agric. Food. Chem. 45:304-309.

Waries. 2006. Teknologi penggilingan padi. PT Gramedia PustakaUtama. Jakarta.

Xia, M., W.H. Ling, J. Ma, D.D. Kitts, and J. Zawistowsk. 2003.Supplementation of diets with black rice pigment fractionattenuates atherosclerotic plaque formation in apolipoproteinE-deficient mice. J. Nutr. 133:744-751.

Xia, X., W. Ling, J. Ma, M. Xia, M. Hou, Q. Wang, H. Zhu, and Z.Tang. 2006. An anthocyanin-rich extract from black riceenhances atherosclerotic plaque stabilization inapolipoprotein E-Deficient Mice. J. Nutr. 136:2220-2225.

Yoon, H.H., Y.S. Paik, J.B. Kim, and T.R. Hahn. 1995. Identificationof anthocyanidins from Korean pigmented rice. AgriculturalChemistry and Biotechnology 38:581-583.

Page 31: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SANTOSO: PERUBAHAN IKLIM DAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

29

Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangandi Provinsi Maluku

The Impact of Climate Change on Food Crops Production inthe Province of Maluku

Agung Budi Santoso

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian MalukuJl. CHR Soplanit Rumah Tiga, Ambon, Maluku, Indonesia

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 19 Maret 2015, direvisi 9 November 2015, disetujui 15 Januari 2016

ABSTRACT

This study was aimed to determine the impact of climate changeon food crops performance in the Maluku province, based on theclimatological data from 1995 to 2012, and to find out cropcommodities that are adaptable to climate change. This studyused four models of trend analysis: linear least square pattern,quadratic, exponential, and moving averages. The results offorecasting were used to estimate food crop production in the yearof climate change to determine the impact of climate change oncrop production. Results showed that soybean was the mostsensitive crop to climate change, it had the biggest impact onproduction, yield declined on both El Nino (10.7%) and La Nina(11.4%). Paddy which is generally cultivated on the wetlands, ElNino had the smallest effect on a decrease of production of 2.9%and 2.4% increased on the La Nina. Corn production decreased7.4% on the El Nino and 3.9% increased during the La Nina. Sweetpotatoes was the most resistant crop to climate change, the impactwas increased production by 2.5% during El Nino. To reduce theimpacts of climate changes could be done through some efforts,namely: (1) to identify areas of potential drought, floods, pests anddiseases endemic based on climate and soil conditions, (2) todevelop prediction techniques, based on weather and climateforecasts to provide early warning to farmers, (3) to prepare anddisseminate a package of technology which is able to withstandthe adverse conditions of the El Nino and La Nina, includingvarieties, pest and disease prevention, and production inputs whichare easily obtained by farmers, (4) to improve irrigation anddrainage channels, mainly on the paddy fields to increaseproduction capacity and to prevent crop failure during the dryseason.

Keywords: food crops, climate anomaly, production, projection.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan iklimterhadap produksi tanaman pangan di Provinsi Maluku berdasarkandata tahun 1995 sampai 2012 dan mengetahui ketahanan komoditasterhadap perubahan iklim. Penelitian menggunakan empat modelanalisis tren, yakni least square pola linear, quadratic, exponential,dan moving average. Hasil dari peramalan tersebut digunakan untuk

menduga produksi tanaman pangan pada tahun terjadinyaperubahan iklim dan mengetahui dampak perubahan iklim terhadapproduksi. Kedelai merupakan komoditas yang paling sensitif terhadapperubahan iklim karena memiliki dampak penurunan produksi, baikpada kondisi El Nino (sebesar 10,7%) maupun La Nina (sebesar11,4%). Padi sawah yang umumnya diusahakan pada lahan basah,mengalami pengaruh penurunan produksi 2,9% pada saat El Ninodan peningkatan produksi 2,4% pada saat terjadi La Nina. Jagungmendapatkan pengaruh penurunan produksi 7,4% pada saat ElNino dan peningkatan produksi 3,9% pada saat La Nina. Ubi jalarpaling toleran terhadap perubahan iklim karena memperoleh dampakpeningkatan produksi 2,5% pada kondisi El Nino. Pengurangandampak perubahan iklim dapat ditempuh melalui beberapa upaya(1) mengidentifikasi wilayah potensial kekeringan, banjir, endemikhama dan penyakit tanaman berkaitan dengan iklim dan kondisi tanah,(2) mengembangkan teknik prediksi dan prakiraan cuaca dan iklimyang akurat guna memberi peringatan dini kepada petani mengenaiperubahan iklim yang akan terjadi, (3) menyiapkan danmendiseminasikan paket teknologi yang lebih adaptif pada kondisiEl Nino dan La Nina, mencakup varietas, penanggulangan hamadan penyakit, input yang mudah diperoleh petani untukmembudidayakan tanaman pangan, (4) memperbaiki saluran irigasiterutama pada lahan sawah untuk meningkatkan kapasitas produksidan pencegahan gagal panen pada musim kemarau.

Kata kunci: tanaman pangan, anomali iklim, produksi, proyeksi.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yangdidukung oleh kondisi geografis berupa dataran rendahdan tinggi, sinar matahari yang melimpah, curah hujanyang hampir merata sepanjang tahun di sebagianwilayah, dan keanekaragaman jenis tanah yangmemungkinkan pengembangan budi daya aneka jenistanaman asli daerah tropis, serta komoditas introduksidari daerah subtropis yang telah beradaptasi dengankondisi iklim tropis (Hadi dan Susilowati 2010).Swasembada beras amat penting mengingat komoditasini menjadi makanan pokok dan cenderung tunggal di

Page 32: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

30

berbagai daerah di Indonesia, termasuk daerah yangsebelumnya mempunyai pola pangan pokok bukanberas (Lantarsih et al. 2011). Namun upaya untukberswasembada beras dihadapkan kepada berbagaikendala, di antaranya perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim ekstrim berupakekeringan menempati urutan pertama penyebab gagalpanen. Kondisi ini berimplikasi terhadap penurunanproduksi dan kesejahteraan petani (Hadi et al. 2000).Selain berpengaruh langsung terhadap tingkat produksitanaman pangan, perubahan iklim juga memilikipengaruh tidak langsung yang dapat menurunkanproduktivitas tanaman pangan dengan meningkatnyaserangan hama dan penyakit. Pada musim hujan,berkembang penyakit tanaman seperti kresek dan blaspada tanaman padi, antranoksa pada cabai, dansebagainya. Pada musim kemarau berkembang hamapenggerek batang padi, hama belalang kembara, danthrips pada cabai (Wiyono 2007).

Terdapat hubungan erat antara perubahan iklim danproduksi pertanian (Winarto et al. 2013). Pengaruhperubahan iklim terhadap pertanian bersifatmultidimensional, mulai dari sumber daya, infrastrukturpertanian, dan sistem produksi, hingga ketahananpangan, kesejahteraan petani dan masyarakat padaumumnya.

Dalam Master Plan Percepatan dan PerluasanPembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), ProvinsiMaluku termasuk ke dalam koridor enam, yakni sebagaipusat pengembangan pangan, perikanan, energi danpertambangan. Jika dilihat dari peta zona agroekologi,Provinsi Maluku memiliki potensi pengembangantanaman pangan, khususnya pada lahan kering danlahan basah (Susanto dan Bustaman 2006).Pengembangan tanaman pangan pada lahan keringmasih terbuka luas di Kabupaten Kepulauan Aru(349.985,1 ha), Seram Bagian Timur (118.570,2 ha), danMaluku Tengah (113.420,0 ha). Wilayah pengembangantanaman pangan pada lahan basah terdapat diKabupaten Buru (40.040,2 ha), Seram Bagian Timur(8.749,5 ha), dan Maluku Tengah (5.389,0 ha). Selainmemperhatikan agroekologi, pengembangan tanamanpangan juga harus mempertimbangkan kemungkinanperubahan iklim yang dapat mengganggu produksi diProvinsi Maluku.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1)dampak pengaruh perubahan iklim terhadap produksitanaman pangan, dan (2) komoditas tanaman panganyang lebih toleran terhadap perubahan iklim.

BAHAN DAN METODE

Penelitian menggunakan data sekunder yang berasaldari Badan Pusat Statistik berupa data produksi tanamanpangan Provinsi Maluku dari tahun 1995 hingga 2012.Komoditas yang dipilih untuk mewakili tanaman panganadalah padi sawah, jagung, kedelai, dan ubi jalar. Datacurah hujan yang berasal dari stasiun KlimatologiAmbon, Amahai, Geser, Keiratu, Namlea, Bandara Neira,Saumlaki, dan Tual digunakan untuk mengetahuiperubahan iklim yang terjadi di Provinsi Maluku, seiringdengan fenomena El Nino dan La Nina yang berlakusecara global. Selain data produksi tiap tahun untukmasing-masing komoditas tersebut, data produktivitasdan perkembangan luas lahan juga digunakan sebagaidata dukung, termasuk data curah hujan.

Penentuan tahun terjadinya perubahan iklimmengacu kepada nilai Southern Oscillation Index (SOI).Secara meteorologis, kejadian El Nino dan La Ninaditunjukkan oleh SOI di Samudera Pasifik. Nilai SOIsangat bervariasi menurut bulan atau dalam periodewaktu yang lebih singkat, akibat perubahan perbedaantekanan udara antara Darwin dan Tahiti. Peristiwa LaNina ditandai oleh nilai SOI di atas 8. Peristiwa El Ninoditandai oleh nilai SOI di bawah -8 (Australian Bureau ofMeteorology 2014). Nilai SOI yang ekstrim tidak selalumenimbulkan dampak serius terhadap curah hujan danketersediaan air untuk pertanian. Jika terjadi nilai SOIyang ekstrim hanya berlangsung dalam waktu relatifsingkat, misalnya selama satu minggu (Irawan 2006).Namun jika nilai SOI ekstrim berlangsung dalambeberapa bulan berturut-turut dapat dipastikan akanmenimbulkan dampak kegiatan pertanian. Pada Tabel 1terlihat bahwa pada tahun 1997 telah terjadi peristiwaEl Nino dengan rata-rata nilai SOI -11,7. Pada tahuntersebut juga terjadi kejadian El Nino sebanyak 10 bulanberturut-turut.

Selanjutnya pada tahun 1998 terjadi peristiwa El Ninodi awal tahun dan La Nina di akhir tahun. Peristiwa ElNino ditandai oleh nilai SOI di bawah 8 pada bulan Januarisampai April, sedangkan peristiwa La Nina ditandai olehnilai SOI yang lebih besar dari 8 pada bulan Juni sampaiDesember. Berbeda dengan tahun 1998, kejadian La Ninajustru terjadi di awal tahun 1999 yakni pada Januarisampai April. Kejadian La Nina selanjutnya terjadi padatahun 2008, 2010, dan2011. Kejadian La Nina ini ditandaioleh nilai SOI yang lebih besar dari 8 selama empat bulanberturut-turut di akhir tahun 2008 dan 2010, dan empatbulan berturut-turut di awal tahun 2011.

Selain dari tahun yang telah disebutkan, kejadianperubahan iklim yang juga mempengaruhi produktivitasterjadi pada tahun 2002. Hal ini disebabkan karena (1)tahun 2002 memiliki nilai SOI negatif hampir sepanjang

Page 33: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SANTOSO: PERUBAHAN IKLIM DAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

31

tahun, yakni dari Maret sampai Desember, (2) memilikinilai SOI lebih kecil dari -8 pada Mei, Agustus, danDesember, dimana pada bulan tersebut adalah awalmasa tanam di Provinsi Maluku (Sirappa et al. 2005), (3)curah hujan pada tahun 2002 mengalami penurunan diberbagai stasiun klimatologi dengan rata-rata 120,3 mmper bulan (4) nilai rata-rata SOI pada tahun 2002mendekati -8, yakni -6,1.

Peramalan kuantitatif melibatkan analisis statistikterhadap data tahun sebelumnya. Metode peramalankuantitatif terbagi atas dua golongan, model deret waktusatu ragam dan model kausal (Firdaus 2006). Penelitianini menggunakan empat model analisis tren yangtermasuk dalam model deret waktu satu ragam yaknileast square pola linear, quadratic, exponential, danmoving average (Supangat 2008). Bentuk umum daripersamaan tren adalah:a. Linear

Ýt = a +b (T) + εt; di mana Ýt adalah nilai peramalanpada periode t, sedangkan T adalah waktu atauperiode.

b. QuadraticÝt = a +b1 (T) + b2 (T)2 + εt; di mana Ýt adalah nilaiperamalan pada periode t; a, b1, dan b2 merupakankonstanta; T adalah waktu atau periode.

c. ExponentialÝt = a + eb.T; di mana e adalah bilangan natural,persamaan ini ditransformasi menjadi:

ln (Ýt) = ln (a) + b (T)

d. Moving averageMetode ini diperoleh melalui penjumlahan danpencarian nilai rata-rata dari sejumlah periodetertentu, setiap kali menghilangkan nilai terlamadan menambah nilai baru.

Moving average ordo 2/MA (2)

(Yt-1 + Yt-2)Ýt = ; 2

Moving average ordo 3/MA (3)

(Yt-1 + Yt-2 + Yt-3)Ýt = ; 3

Pemilihan model terbaik dilakukan denganmembandingkan nilai error dari masing-masing model(Sofyan 1991). Ukuran yang digunakan untuk memilihmodel adalah:

Mean Squared Deviation (MSD)

1MSD = Σ(Yt – Ýt )

2

n

Mean Squared Deviation (MSD) merupakan alatevaluasi teknik-teknik peramalan untuk berbagaimacam parameter. Semakin rendah nilai MSD, semakinbaik nilai peramalan (mendekati data masa lalu).

Selain MSD, evaluasi model peramalan jugadilakukan dengan mengetahui nilai determinasi dari

Tabel 1. Nilai SOI bulanan dalam periode 1995-2012 di Samudera Pasifik.

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Rata-rata

1995 -4,0 -2,7 3,5 -16,2 -9,0 -1,5 4,2 0,8 3,2 -1,3 1,3 -5,5 -2,271996 8,4 1,1 6,2 7,8 1,3 13,9 6,8 4,6 6,9 4,2 -0,1 7,2 5,691997 4,1 13,3 -8,5 -16,2 -22,4 -24,1 -9,5 -19,8 -14,8 -17,8 -15,2 -9,1 -11,71998 -23,5 -19,2 -28,5 -24,4 0,5 9,9 14,6 9,8 11,1 10,9 12,5 13,3 -1,11999 15,6 8,6 8,9 18,5 1,3 1,0 4,8 2,1 -0,4 9,1 13,1 12,8 8,02000 5,1 12,9 9,4 16,8 3,6 -5,5 -3,7 5,.3 9,9 9,7 22,4 7,7 7,82001 8,9 11,9 6,7 0,3 -9,0 1,8 -3,0 -8,9 1,4 -1,9 7,2 -9,1 0,52002 2,7 7,7 -5,2 -3,8 -14,5 -6,3 -7,6 -14,6 -7,6 -7,4 -6,0 -10,6 -6,12003 -2,0 -7,4 -6,8 -5,5 -7,4 -12,0 2,9 -1,8 -2,2 -1,9 -3,4 9,8 -3,12004 -11,6 8,6 0,2 -15,4 13,1 -14,4 -6,9 -7,6 -2,8 -3,7 -9,3 -8,0 -4,82005 1,8 -29,1 0,2 -11,2 -14,5 2,6 0,9 -6,9 3,9 10,9 -2,7 0,6 -3,62006 12,7 0,1 13,8 15,2 -9,8 -5,5 -8,9 -15,9 -5,1 -15,3 -1,4 -3,0 -1,92007 -7,3 -2,7 -1,4 -3,0 -2,7 5,0 -4,3 2,7 1,5 5,4 9,8 14,4 1,52008 14,1 21,3 12,2 4,5 -4,3 5,0 2,2 9,1 14,1 13,4 17,1 13,3 10,22009 9,4 14,8 0,2 8,6 -5,1 -2,3 1,6 -5,0 3,9 14,7 -6,7 -7,0 2,32010 -10,1 -14,5 -10,6 15,2 10,0 1,8 20,5 18,8 25,0 18,3 16,4 27,1 9,82011 19,9 22,3 21,4 25,1 2,1 0,2 10,7 2,1 11,7 7,3 13,8 23,0 13,32012 9,4 2,5 2,9 -7,1 -2,7 -10,4 -1,7 -5,0 2,7 2,4 3,9 -6,0 -0,.8

Sumber: Australian Bureau of Meteorology (2014).

Page 34: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

32

masing masing model. Menurut Makridakis et al. (1999),salah satu cara untuk mengetahui ketepatan peramalanadalah menghitung nilai determinasi (R2).

Σ(Yt – Ýt)2

R2 = 1 - . Σ(Yt – Yt)

2

di mana Ýt adalah nilai ekspektasi pada periode t; dan Ytadalah rata-rata nilai aktual. Model peramalan yangdipilih berdasarkan nilai determinasi adalah model yangmemiliki nilai R2 terbesar atau mendekati 1.

Estimasi pengaruh iklim dan dampak perubahaniklim dapat dihitung dari selisih antara nilai aktualproduksi dengan nilai ekspektasi produksi. Jikadirumuskan, estimasi dan dampak perubahan iklimadalah sebagai berikut:Estimasi pengaruh = nilai ekspektasi produksi – nilaiiklim (D) aktual produksiDampak perubahan = (D) pada kondisi normal – (D)iklim pada kondisi perubahan iklim

(D) pada kondisi normal merupakan ekspektasiproduksi yang terdiri atas batas bawah hingga batas atasnilai ekspektasi produksi. Batas bawah dan batas atastersebut dirumuskan:

Batas bawah = Nilai ekspektasi produksi – rata-rata|D| pada kondisi iklim normal

Batas atas = Nilai ekspektasi produksi + rata-rata|D| pada kondisi iklim normal

Tahapan dari analisis penelitian ini adalah (1)menentukan model tren yang paling sesuai dari keduapeubah di antara empat model analisis tren, (2)menduga dan meramal produksi tanaman pangan padatahun terjadinya perubahan iklim, (3) menghitungdampak perubahan iklim terhadap produksi tanamanpangan. Penentuan model tren, pemilihan model yangsesuai, dan pendugaan atau peramalan dilakukandengan bantuan paket program Minitab 17 dan SPSS 11.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis model data produksi tanaman pangan daritahun 1995 sampai 2012 dapat dilihat pada Tabel 2. Darimodel linear, quadratic, exponential, dan movingeverage, dipilih model yang memiliki nilai MSD palingkecil dan nilai determinasi (R2) paling besar. Pada padisawah, tren quadratic dengan model vt = 15027 - 1946t+ 357.7t2 merupakan model yang paling sesuai karenamemiliki nilai MSD terkecil, yakni 50100697 dan R2 0,934.Model tren moving average paling sesuai (best fit) untukmenduga peubah produksi jagung, kedelai dan ubi jalardengan nilai MSD masing masing 6347931, 167243 dan7896999 dan R2 dengan nilai masing masing 0,729, 0,641,dan 0,597.

Nilai Ekspektasi Peubah Padi Sawah dan JagungSerta Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi

Padi sawah ditanam pada tiga lokasi sentra produksi,yaitu Kecamatan Seram Utara, Kabupaten MalukuTengah, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, dan

Tabel 2. Model tren untuk peubah produksi tanaman pangan pada tahun 1995 sampai 2012 di Provinsi Maluku.

Tren Linear Quadratic Exp growth MA (2) MA (3)

Padi sawah Model Ýt =-7625 + 4850t Ýt = 15027 - 1946t + Ýt = 7623.63 × Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

)/2 Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

+357.7t2 1.1487t Y

t-3)/3

MSD 123552952 50100697 75461604 56870151 52865545

R2 0.837 0.934 0.900 0.886 0.929

Jagung Model Ýt = 5413 + 635t Ýt = 8472 - 282t + Ýt = 5408.27 × Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

)/2 Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

+48.3t2 1.0691t Y

t-3)/3

MSD 10824587 9485091 10563565 8211186 6347931

R2 0.501 0.563 0.513 0.649 0.729

Kedelai Model Ýt = 2582 - 105.1t Ýt = 2598 - 109.8t + Ýt = 3020.69 × Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

)/2 Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

+0.25t2 0.9192t Y

t-3)/3

MSD 198323 198287 223201 206125 167243

R2 0.600 0.600 0.550 0.557 0.641

Ubi jalar Model Ýt = 18123 + 30t Ýt = 22790 - 1370t + Ýt = 17027.0 × Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

)/2 Ýt = (Yt-1

+ Yt-2

+73.7t2 1.0044t Y

t-3)/3

MSD 20024342 16906496 20492538 10315108 7896999

R2 0.001 0.157 0.022 0.473 0.597

Page 35: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SANTOSO: PERUBAHAN IKLIM DAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

33

Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.Padi sawah diunggulkan berdasarkan prioritas berturut-turut di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Tengah,dan Buru. Urutan ini tidak semata-mata didasarkanpada luas areal panen, tetapi mempertimbangkankontribusi produksi padi sawah dibanding tanamanpangan lainnya pada kabupaten tersebut. Jagungmerupakan tanaman pangan penting kedua setelahpadi, dan menjadi komoditas unggulan di KabupatenMaluku Tenggara Barat dan Kepulauan Aru (Susanto danSirappa 2005).

Model quadratic dipilih untuk menentukan nilaiekspektasi produksi padi sawah. Model tren vt = 15027- 1946t + 357.7t2 merupakan model yang paling sesuai(best fit) untuk menduga produksi padi sawah. Hasil yangdiperoleh dari model tren quadratic tersebut kemudiandibandingkan dengan nilai produksi aktual agardiketahui nilai deviasi yang menunjukkan dampakperubahan iklim pada tahun yang telah ditetapkan (Tabel3 dan Gambar 1).

Pada tahun 1998, 2010, dan 2011 tidak terlihatpengaruh perubahan iklim di Maluku. Hal ini disebabkannilai aktual produksi padi masih berada di wilayah modeltren quadratic. Pada tahun 1998 nilai aktual produksisebesar ‘12.487 ton, tidak melebihi batas bawah ataubatas atas yang masing masing nilai 7.584 ton dan 18.347ton. Tahun 2010 nilai aktual produksi sebesar 77.532 ton,tidak melebihi batas atas dan batas bawah yang masingmasing 70.072 ton dan 80.835 ton. Pada tahun 2011 nilaiaktual produksi padi 85.247 ton, tidak melebihi batasatas atau batas bawah yang masing masing nilai 79.929ton dan 90.692 ton.

Dampak perubahan iklim terbesar terjadi padatahun 2002 dengan penurunan produksi padi 6.913 ton.Produksi padi sawah pada tahun 2002 adalah 10.055ton atau 17% lebih rendah dibandingkan denganproduksi tahun 2001 yang mencapai 12.138 ton.Dibandingkan dengan areal tanam pada tahun 2002

seluas 3.469 ha, penurunan produktivitas padi yangdisebabkan oleh perubahan iklim adalah 1,9 t/ha.

Sebaliknya terjadi pada tahun 2008, di manaperubahan iklim berupa peningkatan curah hujanberdampak terhadap peningkatan produksi padi sawahsebesar 6.217 ton dari produksi yang diharapkan darimodel tren quadratic. Produksi padi sawah pada tahun2008 adalah 69.485 ton, atau meningkat 33% dari tahun2007 yang hanya 52.182 ton (BPS 2013).

Model moving average dipilih sebagai model yangterbaik untuk menduga produksi jagung. Dari Tabel 4terlihat bahwa perubahan iklim berdampak terhadappenurunan produksi jagung pada tahun 1997. Dampakperubahan iklim terhadap kenaikan produksi terlihatpada tahun 1999 dan 2008.

Pada tahun 1999 terjadi kenaikan produksi jagung893 ton dari batas atas yang seharusnya terjadi menurutmodel moving average. Peningkatan produksi jugaterjadi pada tahun 2008 sebesar 1.915 ton. Peningkatanproduksi juga terlihat dari peningkatan produktivitasjagung pada tahun tersebut. Produktivitas jagung pada

Tabel 3. Nilai ekspektasi dan deviasi peubah produksi padi sawah di Provinsi Maluku pada tahun terjadinya terubahan iklim.

Tahun Nilai Nilai Batas Batas Nilai Dampakaktual ekspektasi bawah atas pengaruh iklim perubahan iklim

.................................................ton.................................................

1997 5.902 12.408 7.026 17.789 -6.506 -1.1241998 12.487 12.966 7.584 18.347 -479 01999 20.250 14.239 8.857 19.620 6.011 6292002 10.055 22.350 16.968 27.732 -12.295 -6.9132008 69.485 57.886 52.504 63.267 11.599 6.2172010 77.532 75.454 70.072 80.835 2.078 02011 85.247 85.311 79.929 90.692 -64 0

Gambar 1. Nilai ekspektasi, nilai aktual, batas atas dan batas bawahpeubah produksi padi sawah dalam periode 1995-2012.

Page 36: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

34

tahun 2008 mencapai 2,352 t/ha di mana produktivitaspada tahun 2006 hingga 2007 hanya 2,08 t/ha.

Pada tahun 1997 terjadi penurunan produksi jagung5.363 ton dari batas bawah model tren moving averagesebesar 7.415 ton. Dibandingkan dengan areal tanampada tahun 1997 seluas 9.714 ha, maka penurunanproduksi yang disebabkan oleh perubahan iklim adalah0,55 t/ha.

Pada tahun 1998, 2002, 2010, dan 2011 tidak terlihatpengaruh perubahan iklim pada produksi jagung. Halini disebabkan karena nilai aktual produksi masihberada di wilayah model tren quadratic. Pada tahun 1998nilai aktual produksi 7.007 ton, tidak melebihi batasbawah atau batas atas yang masing masing 6.528 tondan 9.547 ton. Pada tahun 2002 nilai aktual produksi7.096 ton, tidak melebihi batas atas atau batas bawahyang masing masing 5.088 ton dan 8.106 ton. Pada tahun2010 nilai aktual produksi 15.275 ton, tidak melebihi batasatas atau batas bawah yang masing masing 15,181 tondan 18.199 ton. Pada tahun 2011 nilai aktual produksi13.829 ton, tidak melebihi batas atas atau batas bawahyang masing masing 13.483 ton dan 16.501 ton.

Perubahan produksi jagung pada Gambar 2 lebihberfluktuasi dibandingkan dengan padi sawah(Gambar 1). Hal ini disebabkan penggunaan lahan danirigasi (padi sawah) lebih stabil dibandingkan denganlahan kering (jagung). Berbeda dengan sawah, lahankering memiliki banyak pilihan komoditas seperti jagung,ubi kayu, kedelai, dan ubi jalar. Selain itu, keterampilanpetani dalam usahatani jagung di lahan sawah relatifrendah, terutama dalam pembuatan saluran drainaseuntuk mengatasi melimpahnya air permukaan akibathujan atau limpahan air sisa pengairan padi (Susanto etal. 2006). Dari faktor biotik, intensitas penularan penyakitbulai dan hama penggerek merupakan faktor pembatasproduktivitas jagung di lahan kering.

Nilai Ekspektasi Peubah Kedelai dan Ubi Jalarserta Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi

Berdasarkan peta zona agroekologi, Provinsi Malukumemiliki arahan penggunaan lahan kering yangberpotensi sebagai pengembangan tanaman kacang-kacangan, termasuk kedelai. Arahan penggunaan lahankering terbesar di Maluku berada di Kepulauan Aru, yakni349.985 ha atau 43% dari total penggunaan lahan diKepulauan Aru. Ubi jalar banyak dikembangkan diKabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku Tenggara,dan Pulau Seram. Ubi jalar merupakan sumberkarbohidrat penting bagi masyarakat yang dapatmendukung ketahanan pangan di wilayah yangbersangkutan (Susanto dan Sirappa 2007).

Berdasarkan nilai MSD dan R2 yang dikeluarkan olehmasing-masing model tren, nilai MSD untuk model trenmoving average (3) lebih rendah dibandingkan dengan

Tabel 4. Nilai ekspektasi dan deviasi peubah produksi jagung di Provinsi Maluku pada tahun terjadinya terubahan iklim.

Tahun Nilai Nilai Batas Batas Nilai Dampakaktual ekspektasi bawah atas pengaruh iklim perubahan iklim

.................................................ton.................................................

1997 2.052 12.362 7.415 10.434 -6.873 -5.3631998 7.007 8.554 6.528 9.547 -1.031 01999 8.134 4.530 4.221 7.240 2.403 8932002 7.096 6.348 5.088 8.106 499 02008 18.924 13.787 13.989 17.008 3.425 1.9152010 15.275 17.399 15.181 18.199 -1.416 02011 13.829 15.574 13.483 16.501 -1.163 0

Gambar 2. Nilai ekspektasi, nilai aktual, batas atas dan batas bawahpeubah produksi jagung dalam periode 1995-2012.

Page 37: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SANTOSO: PERUBAHAN IKLIM DAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

35

model lainnya untuk peubah produksi kedelai. Nilai R2

model tren moving average adalah 0,64, lebih tinggidibandingkan dengan model tren lainnya. Hal inimendasari terpilihnya model moving average denganordo 3 untuk melakukan pendugaan nilai produksi padasaat terjadinya perubahan iklim. Tabel 5 dan Gambar 3menjelaskan nilai ekspektasi produksi dibandingkandengan nilai aktual dan dampak perubahan iklimterhadap produksi kedelai.

Pada tahun 1998, 2002, 2010, dan 2011 terjadipenurunan produksi kedelai dari nilai ekspektasi danbatas bawah yang diperoleh dari model moving average.Model menduga bahwa pada tahun 1998 produksiberkisar antara 2.132-2.370 ton. Namun, nilai aktualproduksi hanya 1.740 ton, atau turun 392 ton dari batasbawah. Pada tahun 2002, model menduga produksikedelai berkisar antara 1.612-1.850 ton. Namun, nilaiaktual produksi hanya 487 ton, atau turun 1.125 ton daribatas bawah. Pada tahun 2010 dan 2011 produksi kedelaikembali mengalami penurunan masing-masing 139 tondan 603 ton dari batas bawah model tren movingaverage (3).

Pada tahun 1997 terjadi kenaikan produksi dari batasatas yang ditetapkan oleh model. Nilai aktual produksikedelai pada tahun 1997 adalah 2.695 ton, sedangkanbatas atas model moving average hanya 2.640 ton, atauterjadi penambahan produksi 54 ton karena perubahaniklim.

Model moving average (3) juga dipilih untuk menilaiekspektasi produksi ubi jalar. Nilai ekspektasi yangdiperoleh dari model tersebut kemudian dibandingkandengan nilai produksi aktual agar diketahui nilai deviasiyang menunjukkan dampak perubahan iklim padatahun yang telah ditetapkan (Tabel 6, Gambar 4).

Perubahan iklim menyebabkan penurunanproduksi ubi jalar 674 ton pada tahun 2002. Pada tahun1997, produksi ubi jalar justru meningkat 4.195 ton daribatas atas yang diberikan oleh model moving averageyang menduga produksi pada tahun tersebut berkisar

antara 18.120-22.846 ton. Dibandingkan dengan arealtanam pada tahun 2002 seluas 1.463 ha, makapenurunan produktivitas yang disebabkan olehperubahan iklim adalah 0,41 t/ha.

Berdasarkan nilai ekspektasi dan deviasi nilai peubahproduksi ubi jalar (Tabel 6) terlihat komoditas ini lebihtoleran terhadap perubahan iklim dibandingkan denganpadi sawah, jagung, dan kedelai. Hal ini sesuai dengankebiasaan masyarakat Kawasan Timur Indonesia yangmengonsumsi ubi jalar sebagai salah satu makananutama di samping beras. Ubi jalar memiliki daya adaptasiyang luas, baik dari kondisi lahan maupun lingkungan(Limbongan dan Soplanit 2007).

Penurunan produksi ubi jalar pada kejadian El Ninotahun 2002 disebabkan oleh pengusahaan komoditas

Tabel 5. Nilai ekspektasi dan deviasi peubah produksi kedelai Provinsi Maluku di tahun terjadinya perubahan iklim.

Tahun Nilai Nilai Batas Batas Nilai Dampakaktual ekspektasi bawah atas pengaruh iklim perubahan iklim

.................................................ton.................................................

1997 2.695 2.521 2.402 2.640 173 541998 1.740 2.251 2.132 2.370 -511 -3921999 2.040 2.040 2.039 2.277 -118 02002 487 1.731 1.612 1.850 -1.245 -1.1252008 1.563 1.492 1.373 1.610 71 02010 1.183 1.441 1.322 1.560 -259 -1392011 297 1.019 900 1.138 -723 -603

Gambar 3. Nilai ekspektasi, nilai aktual, batas atas dan batas bawahpeubah produksi kedelai dalam periode 1995-2012.

Page 38: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

36

ini masih tersebar di berbagai lokasi dan tidak ada sentraproduksi yang memenuhi skala ekonomi. Kemampuanuntuk beradaptasi luas menjadikan ubi jalar seringdimanfaatkan petani marginal sebagai tanamanalternatif dengan input minimal, sehingga hasil yangdiperoleh bergantung pada kondisi tanah, curah hujan,dan intensitas serangan hama penyakit (Edrus 2004).

Pada umumnya palawija diusahakan di lahan keringwalaupun sebagian di lahan sawah beririgasi, terutamapada musim kemarau (Idjudin dan Marwanto 2008).Pada lahan kering atau lahan sawah pada musimkemarau, pasokan air bagi tanaman bergantung padacurah hujan. Oleh karena itu, peristiwa El Nino yangumumnya terjadi pada musim kemarau cenderungmenyebabkan penurunan produksi yang lebih besar darikomoditas palawija karena keterbatasan pasokan airyang dibutuhkan tanaman.

Perbandingan dampak perubahan iklim terhadapproduksi beberapa tanaman pangan dapat dilihat padaTabel 7. Pada kondisi El Nino, yakni tahun 1997 dan 2002,komoditas kedelai mengalami penurunan produksiterbesar yakni 10,7%, penurunan produksi jagung 7,4%dan padi sawah 2,9%. Padi sawah mengalamipenurunan produksi terkecil karena pasokan air bagitanaman tidak bergantung sepenuhnya pada curahhujan. Kedelai dan jagung diusahakan pada lahankering, sehingga pasokan air bergantung pada hujan.Kedelai lebih rentan terhadap kekeringan dibandingkandengan jagung. Hal ini terbukti dari tingkat penurunanproduksi kedelai lebih besar daripada jagung. MenurutBudhi dan Aminah (2010), kedelai memiliki berbagaimasalah teknis seperti kurangnya benih bermutu yangditerapkan petani, hama dan penyakit yang lebih banyakdibandingkan palawija lainnya serta faktor pembatasseperti ketersediaan lahan dan pengaruh iklim. Padakondisi El Nino, hanya ubi jalar yang masih berproduksilebih tinggi 2,5% dibanding komoditas lainnya.

Dampak tertinggi kejadian La Nina dialami olehkomoditas kedelai dengan penurunan produksi 11,4%.

Sebaliknya, produksi jagung dan padi sawah meningkatmasing-masing 3,9% dan 2,4%.

Dalam upaya mengurangi atau menghilangkandampak perubahan iklim terhadap produksi tanamanpangan, Okonya et al (2013) dan Thuy et al (2014)menyarankan diversifikasi tanaman, rotasi panen, danpenerapan teknologi peningkatan produksi. Di Maluku,pengurangan dampak perubahan iklim secara teknisdapat ditempuh melalui beberapa upaya, yakni (1)mengidentifikasi wilayah kekeringan, banjir, endemikhama dan penyakit tanaman berdasarkan kondisi iklim,kondisi tanah, dan budaya masyarakat setempat(Susanto dan Sirappa 2005); (2) mengembangkan teknikprediksi dan prakiraan faktor iklim yang akurat gunamemberi peringatan dini kepada petani mengenaiperubahan iklim yang akan terjadi (Sarjana et al. 2007);

Gambar 4. Nilai ekspektasi, nilai aktual, batas atas dan batas bawahpeubah produksi ubi jalar dalam periode 1995-2012.

Tabel 6. Nilai ekspektasi dan deviasi peubah produksi ubi jalar di Provinsi Maluku pada tahun terjadinya perubahan iklim.

Tahun Nilai Nilai Batas Batas Nilai Dampakaktual ekspektasi bawah atas pengaruh iklim perubahan iklim

.................................................ton.................................................

1997 27.042 20.483 18.120 22.846 6.559 4.1951998 20.646 20.056 17.693 22.418 590 01999 22.526 23.404 21.042 25.767 -879 02002 12.043 15.080 12.718 17.443 -3.038 -6742008 21.778 20.368 18.005 22.730 1.410 02010 20.751 21.624 19.261 23.986 -873 02011 18.167 20.420 18.057 22.783 -2.253 0

Page 39: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SANTOSO: PERUBAHAN IKLIM DAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN

37

(3) menyiapkan paket teknologi budi daya yang mampuberadaptasi pada kondisi El Nino dan La Nina,mencakup pola tanam, varietas, penanggulangan hamadan penyakit, serta input yang mudah diperoleh petani(Djaenudin dan Hendrisman 2008); (4) memperbaikisaluran irigasi, terutama lahan sawah untukmeningkatkan kapasitas produksi dan mencegah gagalpanen pada musim kemarau (Sumarno et al. 2008),terutama di sentra produksi padi di Pulau Buru danSeram.

Pengembangan tanaman pangan harusmemperhitungkan kondisi lahan dan iklim setempat.Tidak satu pun komponen teknologi budi daya menjaditerbaik di semua lokasi mengingat beragamnyalingkungan abiotik, biotik, kondisi sosial, ekonomi, danbudaya petani (Makarim 2009). Salah satu inovasiteknologi produksi padi, jagung, dan kedelai yangmemperhitungkan keadaan lokasi setempat adalahsistem pakar padi (SIPADI), sistem pakar jagung (SIPAJA),dan sistem pakar kedelai (SIPALE). Sistem pakar inimengintegrasikan program komputer yang dirancanguntuk memodelkan kemampuan penyelesaian masalahyang dihadapi petani secara spesifik lokasi. Variabeldalam model ini terdiri atas fisik tanah, iklim, nutrisitanaman, hama dan penyakit, gulma, kondisi sosialekonomi, serta tenaga kerja (Puslitbangtan 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan nilai MSD dan determinasi yang diperoleh,model quadratic dinilai sesuai digunakan untukmenghitung nilai ekspektasi produksi padi sawah dalamperiode 1995-2012. Model tren moving average sesuaidigunakan untuk menghitung nilai ekspektasi produksijagung, kedelai, dan ubi jalar.

Kejadian perubahan iklim El Nino yang terjadi padatahun 1997 dan 2002 menyebabkan tanaman panganmengalami penurunan produksi. Produksi padi sawah,kedelai, dan ubi jalar mengalami penurunan terbesarpada tahun 2002 dan jagung pada tahun 1997.

Kedelai paling peka terhadap perubahan iklim, baikpada kejadian El Nino maupun La Nina. Ubi jalar toleranterhadap perubahan iklim.

Langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangidampak perubahan iklim adalah mengidentifikasiwilayah kekeringan, banjir, endemik hama dan penyakitserta memperbaiki sarana prasarana yang menunjangpeningkatan produksi serta mengembangkan teknologispesifik lokasi yang mampu meningkatkan produktivitastanaman pangan di Provinsi Maluku.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Dr. Bambang Irawan,Dr. Ismatul Hidayah, dan Ir. Demas Wamaer MP. atasbantuan dan saran yang diberikan dalam pelaksanaanpenelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Bureau of Meteorology. 2014. Southern Oscillation Index.http://www.bom.gov.au/climate/glossary/soi.shtml diakses 12Desember 2014.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku. 2013. Maluku dalamangka. BPS Maluku. Ambon.

Budhi, G.S. dan M. Aminah. 2010. Swasembada kedelai: AntaraHarapan dan Kenyataan. Forum Penelitian Agro Ekonomi28(1):55-68.

Djaenudin, D. dan M. Hendrisman. 2008. Prospek pengembangantanaman pangan lahan kering di Kabupaten Merauke. JurnalLitbang Pertanian 27(2):55-62.

Edrus, I.N. 2004. Kebijaksanaan pengembangan agrisbisnis danagroindustri umbi-umbian di Maluku. Laporan HasilPenelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku2004. Maluku.

Firdaus, M. 2006. Analisis deret waktu satu ragam. IPB Press.Bogor.

Hadi, P.U. dan S.H. Susilowati. 2010. Prospek masalah dan strategipemenuhan kebutuhan pangan pokok. Seminar Nasional EraBaru Pembangunan Pertanian: Strategi Mengatasi MasalahPangan, Bio-Energi dan Perubahan Iklim 25:35-57.

Hadi, P.U., C. Saleh, A.S. Bagyo, R. Hendayana, Y. Marisa, dan I.Sadikin. 2000. Studi kebutuhan asuransi pertanian padapertanian rakyat. Laporan Hasil Penelitian. Pusat PenelitianSosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Idjudin, A.A. dan S. Marwanto. 2008. Reformasi pengelolaan lahankering untuk mendukung swasembada pangan. JurnalSumberdaya Lahan 2(2):115-125.

Irawan, B. 2006. Fenomena anomali iklim El Nino dan La Nina:Kecenderungan jangka panjang dan pengaruhnya terhadapproduksi pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi 24(1):28-45.

Lantarsih, R., S. Widodo, D.H. Darwanto, S.B. Lestari, dan S.Paramita. 2011. Sistem ketahanan pangan nasional:Kontribusi ketersediaan dan konsumsi energi sertaoptimalisasi distribusi beras. Jurnal Analisis KebijakanPertanian 9(1):33-51.

Tabel 7. Perbandingan dampak perubahan iklim terhadap produksitanaman pangan.

Kondisi Iklim Padi sawah Jagung Kedelai Ubi jalar

Kuantitas (ton)El Nino -8.039 -5.364 -1.071 3.521La Nina 6.847 2.810 -1.136 0

Persentase (%)El Nino -2,9% -7,4% -10,7% 2,5%La Nina 2,4% 3,9% -11,4% 0%

Page 40: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

38

Limbongan, J. dan A. Soplanit. 2007. Ketersediaan teknologi danpotensi pengembangan ubi jalar (Ipomoea batatas L.) diPapua. Jurnal Litbang Pertanian 26(4):131-138.

Makarim, A.K. 2009. Aplikasi ekofisiologi dalam sistem produksipadi berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(1):14-34.

Makridakis, S., S.C. Wheelwright, dan E.M. Victor. 1999. Metodedan aplikasi peramalan. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Okonya, J.S., K. Syndikus, and J. Kroschel. 2013. Farmers’perception of and coping strategies to climate change:Evidence from six agro-ecological zones of Uganda. Journalof Agricultural Science 5(8):252-263.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan(Puslitbangtan). 2010. Penggunaan sistem pakar tanamanpangan. http://pangan.litbang.pertanian.go.id/berita-284-penggunaan-sistem-pakar-tanaman-pangan.html. diakses 8Juni 2015.

Sarjana, S., M.N. Setiapermas, dan S. Basuki. 2007. Antisipasi danmekanisme pengambilan keputusan petani dalampengendalian dampak anomali iklim (Farmers’anticipationand Decision Making Mechanism In Managing Impact OfClimate Anomaly). Jurnal Agromet Indonesia 21(1):47-54.

Sirappa, M.P., A.N. Susanto, R. Senewe, Y. Tolla, F. Watkaat, LaDahamaruddin, I.V. Room. 2005. Pengkajian peningkatanproduktivitas padi sawah berdasarkan pengelolaan tanamandan sumberdaya terpadu (PTT) di Kabupaten Buru. LaporanHasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku2005. Maluku.

Sofyan, A. 1991. Teknik dan metode peramalan. LPFE UI. Jakarta.

Sumarno, J.W., U.G. Kartasasmita, dan A. Hasanuddin. 2008.Anomali iklim 2006/2007 dan saran kebijakan teknispencapaian target produksi padi. Iptek Tanaman Pangan3(1):69-97.

Susanto, A.N. dan M.P. Sirappa. 2005. Prospek dan strategipengembangan jagung untuk mendukung ketahanan pangandi Maluku. Jurnal Litbang Pertanian 24(2):70-79.

Susanto, A.N. dan M.P. Sirappa. 2007. Karakteristik dan ketersediaansumber daya lahan pulau-pulau kecil untuk perencanaanpembangunan pertanian di Maluku. Jurnal Litbang Pertanian26(2):41-53.

Susanto, N.A. dan S. Bustaman. 2006. Data dan informasisumberdaya lahan untuk mendukung pengembanganagribisnis di wilayah kepulauan Provinsi Maluku. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Maluku.

Susanto, A.N., M.P. Sirappa, J. Tolla, E.n Waas, I. Hidayah, M.RUluputty. 2006. Pengkajian peningkatan produktivitas lahanberbasis tanaman pangan pada lahan sawah irigasi ProvinsiMaluku. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian TeknologiPertanian Maluku 2006. Maluku.

Thuy, P.T., M. Moeliono, B. Locatelli, M. Brockhaus, M.D. Gregorio,and S. Mardiah. 2014. Integration of adaptation and mitigationin climate change and forest policies in Indonesia andVietnam. Forests 5(8):2016-2036.

Winarto, Y.T., K. Stigter, B Dwisatrio, M. Nurhaga, and A.Bowolaksono. 2013. Agrometeorological learning increasingfarmers’ knowledge in coping with climate change andunusual risks. Southeast Asian Studies 2(2):323-349.

Wiyono, S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama penyakittanaman. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentangKeanekaragaman Hayati di Tengah Perubahan Iklim:Tantangan Masa Depan Indonesia. Jakarta 28 Juni 2007.

Page 41: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

LADJA ET AL.: PENYAKIT TUNGRO PADA GULMA PADI SAWAH

39

Deteksi Virus Tungro pada Gulma Padi Sawah MenggunakanTeknik PCR

Rice Tungro Virus Detection on Weeds using PCR Techniques

Fausiah T. Ladja1, Sri Hendrastuti Hidayat2, Tri Asmira Damayanti2, Aunu Rauf2

1Loka Penelitian Penyakit TungroJl. Bulo Lanrang Rappang Sidrap, Sulawesi Selatan, Indonesia

2Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorJl. Dramaga, Bogor, Indonesia

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 26 Maret 2015, direvisi 11 Januari 2016, disetujui 22 Januari 2016

ABSTRACT

Virus tungro disease is a serious problem to rice crop in a certainarea of rice production in Indonesia. The disease is caused by acombined infection of Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) andRice Tungro Spherical Virus (RTSV). Both viruses were reported toinfect ratoon rice plants, weeds, and wild rice. The study wasconducted to detect RTBV and RTSV on some weeds. Weedsamples were collected from rice fields in West Java, Bali, WestNusa Tenggara, Papua, and West Sumatera. The detection ofRTBV and RTSV were carried out using Polymerase ChainReaction (PCR) and Reverse Transcription (RT) – PCR, employingcoat protein gene specific primers. RTBV specific DNA fragmentof ~1400 bp size was successfully amplified from various weedspecies including: F. miliacea, C. iria, M. vaginalis, L. adscendens,S. zeylanica, D. sanguinalis, and E. crusgalli. RTSV specific DNAfragment of ~787 bp size was successfully amplified from weedspecies of F. miliacea, L. octovalvis, and D. sanguinalis. RTBV orRTSV specific DNA fragment was not amplified from L. flava andP. distichum. Weed samples infected by both viruses did not showany tungro symptom. Virus detection based on molecular techniquewas able to determine the status of weed whether it is as an alternatehost of viruses. Weeds sanitation prior to rice planting, therefore,should be considered as an integral part of virus diseasemanagement.

Keywords: rice, tungro, weeds, alternative host.

ABSTRAK

Tungro yang disebabkan oleh kombinasi infeksi Rice TungroBacilliform Virus (RTBV) dan Rice Tungro Spherical Virus (RTSV),merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi. Kedua virustersebut dapat bertahan hidup pada tanaman padi, ratun padi, gulma,dan beberapa padi liar. Penelitian bertujuan mendeteksi RTBV danRTSV pada beberapa spesies gulma yang dikumpulkan daribeberapa lokasi persawahan di Jawa Barat, Bali, Nusa TenggaraBarat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, danSumatera Selatan. Deteksi RTBV dan RTSV dari sampel gulmadilakukan berturut-turut dengan metode Polymerase Chain Reaction

(PCR) dan Reverse Transcription (RT) - PCR menggunakan primerspesifik gen protein selubung. Fragmen DNA spesifik RTBVberukuran ~1.400 pb berhasil diamplifikasi dari F. miliacea, C. iria,M. vaginalis, L. adscendens, S. zeylanica, D. sanguinalis, dan E.crusgalli. Fragmen DNA spesifik RTSV berukuran ~787 pb berhasildiamplifikasi dari sepsis gulma F. miliacea, L. octovalvis, dan D.sanguinalis. Fragmen DNA spesifik RTBV maupun RTSV tidakteramplifikasi dari spesies gulma L. flava dan P. distichum. Sampelgulma yang dikumpulkan dari lapangan tidak ada yang menunjukkangejala (visual) terinfeksi virus, sehingga hasil deteksi bermanfaatdalam menentukan status gulma sebagai inang alternatif virustungro. Sanitasi gulma di sawah sebelum tanam padi menjadi bagianintegral teknik pengendalian virus.

Kata kunci: padi, penyakit tungro, gulma, inang alternatif.

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit penting tanaman padi di Indonesiaadalah tungro, yang disebabkan oleh kerja sinergis duajenis virus, yaitu Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) danRice Tungro Spherical Virus (RTSV) (Tiongco andSebastian 2008). Penularan dan penyebaran penyakittungro bergantung pada keberadaan serangga vektorutama, yaitu wereng hijau (Nephotettix virescens).Tanaman padi yang terinfeksi RTBV dan/atau RTSV akanmemperlihatkan gejala yang khas, bergantung padajenis virus yang menginfeksi. Umumnya, tanaman padiyang terinfeksi kedua virus tersebut menunjukkan gejalakerdil, warna daun menguning sampai oranye yangdimulai dari ujung daun muda, anakan berkurang, malaisedikit atau tidak terbentuk dan gabah yang terbentukkadang steril, dan perkembangan akar terhambat(Azzam and Chancellor 2002).

Selain tanaman padi, ratun padi, beberapa spesiesgulma, dan padi liar juga dilaporkan sebagai inang

Page 42: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

40

alternatif virus ini. RTBV dan RTSV dapat menginfeksibeberapa jenis gulma yang tergolong spesies rumput,berdaun lebar, dan teki (Ladja 2013, Yulianto et al. 1999,Khan et al 1991, Pajerarean et al. 1990, Anjaneluyu et al.1988). Berbeda dengan tanaman padi, gulma yangterinfeksi RTBV dan/atau RTSV tidak memperlihatkangejala yang khas (Ladja 2013, Khan et al. 1991). Untukmengetahui potensi gulma sebagai sumber penularanvirus tungro, diperlukan teknik yang akurat dalammendeteksi RTBV dan RTSV dari gulma di lapangan.

Virus tungro pada tanaman padi dan gulma dapatdideteksi dengan berbagai teknik, termasuk carakonvensional dan molekuler, dengan tingkat sensitivitasyang berbeda. Takahashi et al. (1991) mendeteksi virustungro pada tanaman padi dengan empat teknik serologidan menemukan teknik Enzym-Linked ImmunosorbentAssay (ELISA) lebih sensitif dibandingkan dengansimplified ELISA, uji latex (latex flocculation test), dan ujihemaglutinasi (passive hemagglutination test). Virustungro juga berhasil dideteksi dari tanaman padi danserangga vektor, wereng hijau dengan teknik PCR(Takahashi et al. 1993).

Teknik deteksi asam nukleat dengan polymerasechain reaction (PCR) merupakan salah satu teknikdeteksi yang banyak dikembangkan saat ini. Metode PCRdigunakan untuk deteksi target virus dengan genomDNA, sedangkan metode Reverse Transcription (RT)-PCRdigunakan untuk target virus dengan genom RNA.Dibanding teknik deteksi lainnya, teknik ini sangat sensitifdan akurat (Takahashi et al. 1993). Virus tungro RTBVmaupun RTSV telah berhasil dideteksi dengan PCR(Thomson et al. 1995, Tiongco and Flores 2008) dan RT-PCR (Azzam et al. 2000). Sensitivitas dan keakuratanteknik PCR dan RT-PCR juga telah dibuktikan padabeberapa penyakit virus tanaman hortikultura (Nurulitadan Suastika 2013, Kintasari et al. 2013, Septariani et al.2014).

RTBV yang memiliki genom berupa DNA utas ganda(dsDNA) dapat dideteksi dengan metode PCR,sedangkan RTSV yang memiliki genom berupa RNA utastunggal (ssRNA) dapat dideteksi dengan metode RT-PCR(Hull 2008). Pengetahuan mengenai spesies gulma yangberpotensi sebagai inang alternatif virus tungro (RTBVdan/atau RTSV) sangat penting dalam menyusun strategipengendalian penyakit tungro guna melengkapi teknikpengendalian yang telah ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesiesgulma pada pertanaman padi sawah yang berpotensisebagai inang alternatif virus tungro RTBV dan/atau RTSV,menggunakan teknik PCR.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Sampel Gulma

Berdasarkan sebaran wilayah endemik penyakit tungro,sampel gulma dikumpulkan dari tujuh provinsi sentraproduksi padi. Sampel gulma diambil secara acak darisekitar pertanaman padi di beberapa daerah endemispenyakit tungro, yaitu Desa Samarang, Kabupaten Garut(Jawa Barat), Kecamatan Abiansemal, Badung (Bali),Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat (NusaTenggara Barat), Kecamatan Panca Rijang, KabupatenSidrap (Sulawesi Selatan), Kecamatan Matakali,Kabupaten Polman (Sulawesi Barat), KecamatanTumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan (SulawesiUtara), dan Kecamatan Koto IX, Kabupaten PesisirSelatan (Sumatera Barat). Sampel gulma dibersihkan,dimasukkan ke dalam kantung plastik dan disimpanpada suhu -80oC agar awet sampai digunakan untukdeteksi RTBV dan RTSV. Pengumpulan sampel dilakukanpada April 2013 sampai Oktober 2013.

Deteksi RTBV dengan Teknik PCR

Deteksi RTBV diawali dengan ekstraksi DNA total darimasing-masing sampel gulma, dilanjutkan denganamplifikasi DNA, dan visualisasi hasil amplifikasimenggunakan elektroforesis. Ekstraksi DNA totalmenggunakan metode Cethyl Trimethyl AmmoniumBromide (CTAB) (Doyle and Doyle 1990). Amplifikasi RTBVmenggunakan sepasang primer spesifik gen selubungprotein, yaitu primer DAF (5’-GGAATTCCGGCCCTCAAAAACCTAGAAG-3’) dan DAR(5’GGGGGTACCCCCCTCCGATTTCCCATGTATG-3’),dengan target produk amplifikasi 1.400 pb.

Reaksi PCR dibuat dengan total volume 25 μl yangmengandung 8,5 μl ddH2O, 12,5 μl DreamTaq Green PCRMaster mix, 1 μl primer DAR 10 μM, 1 μl primer DAF 10μM, dan 2 μl DNA. Proses amplifikasi terdiri atasdenaturasi awal selama 5 menit pada 94oC, dilanjutkandengan 34 siklus amplifikasi, meliputi denaturasi 1 menitpada 94oC, penempelan primer (annealing) selama 1menit pada 62,2oC, sintesis selama 2 menit pada 72oC,kemudian untuk tahapan sintesis akhir ditambah 10menit pada 72oC. Hasil amplifikasi divisualisasi denganelektroforesis pada gel agarosa 1% (TBE) denganpewarnaan ethidium bromide (0,5 μg/ml) selama ±15menit. Hasil visualisasi DNA pada UV transilluminatorkemudian didokumentasikan dengan kamera digital.

Deteksi RTSV dengan Teknik RT-PCR

Tahapan deteksi RTSV diawali dengan ekstraksi RNA totaldari masing-masing sampel gulma, dilanjutkan dengan

Page 43: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

LADJA ET AL.: PENYAKIT TUNGRO PADA GULMA PADI SAWAH

41

tahap transkripsi balik untuk memperoleh cDNA,amplifikasi cDNA, dan visualisasi hasil amplifikasi.Ekstraksi RNA total menggunakan metode CTAB (Doyleand Doyle 1990). RNA total hasil ektraksi digunakansebagai pola (template) dalam reaksi transkripsi balikuntuk menghasilkan cDNA (complementary DNA).Reaksi transkripsi balik dibuat dengan total volume 10 μlyang mengandung 2 μl RNA total, 2 μl bufer RT 10X, 0,35μl 50 mM DTT (dithiothreitol), 2 μl 10 mM dNTP(deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 μl M-MuLV Rev,0,35 μl RNase inhibitor, 0,75 μl oligo (dT), dan 2,2 μl ddH2O.Reaksi transkripsi balik dilakukan pada suhu 25oC selama5 menit, dilanjutkan pada suhu 42oC selama 60 menit,dan terakhir pada 70oC selama 15 menit, cDNA yangdihasilkan digunakan sebagai DNA templet dalam reaksiamplifikasi.

Amplifikasi cDNA untuk RTSV menggunakansepasang primer spesifik yang mengamplifikasi daerahselubung protein, yaitu RTSV-F2(GAAGAAGCCTATCATGTTCGCGT) dan RTSV-R2(CCTCCACGATATTGTACGAGG) dengan target produkberukuran 787 pb. Reaksi pada PCR dibuat dengan totalvolume 25 μl yang mengandung 8,5 μl ddH2O, 12,5 μlDreamTaq Green PCR Master mix, 1 μl primer RTSV-F210 μM, 1 μl primer RTSV-R2 10 μM, dan 2 μl cDNA.

Proses amplifikasi didahului oleh denaturasi awalselama 5 menit pada suhu 94oC, dilanjutkan dengan 34siklus meliputi tahap denaturasi pada suhu 94oC selama1 menit, penempelan primer (annealing) pada suhu50oC selama 1 menit, sintesis pada suhu 72oC selama 2menit, kemudian ektensi pada 72oC selama 10 menit.Visualisasi DNA hasil amplifikasi menggunakan metodeseperti yang diuraikan sebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi pertanaman padi di beberapa lokasi sangatberagam dalam hal intensitas penularan tungro dansanitasi pertanaman pada saat pengambilan sampelgulma. Populasi gulma yang lebih tinggi ditemukan diBali dan Nusa Tenggara Barat. Sebanyak 10 spesiesgulma berhasil dikoleksi dari tujuh provinsi di Indonesia(Tabel 1). Keragaman gulma di areal persawahankemungkinan dipengaruhi oleh faktor ekologi, sistempengolahan tanah, teknik persemaian, pengairan, danedafik (Juraimi et al. 2013).

Fragmen DNA spesifik RTBV berukuran ~1.400 pbberhasil diamplifikasi dari gulma F. miliacea, C. iria, M.vaginalis, L. adscendens, S. zeylanica, D. sanguinalis, danE. crusgalli (Gambar 1). Sementara fragmen DNA spesifikRTSV berukuran ~ 787 pb berhasil diamplifikasi darigulma F. miliacea, L. octovalvis, dan D. sanguinalis(Gambar 2). Berdasarkan hasil deteksi tersebut diketahuiinfeksi RTBV lebih banyak ditemukan dibandingkandengan infeksi RTSV (Tabel 2). Empat spesies gulma, yaituC. iria, M. vaginalis, L. adscendens, S. zeylanica, terinfeksisecara bersama oleh RTBV dan RTSV. Dua spesies lainnya,yaitu L. flava dan P. distichum tidak terinfeksi oleh RTBVmaupun RTSV. Hasil deteksi RTBV dan RTSV dari sampelgulma padi mendukung hasil penelitian sebelumnyayang menunjukkan gulma di sekitar pertanaman padiberpotensi sebagai inang alternatif virus tungro.Dilaporkan C. rotundus, E. indica, F. miliaceae, P. niruri, J.repens, T. portulacastrum, P. niruri, C. rotundus, M.vaginalis, dan L. hexandra mampu menjadi inangalternatif bagi RTBV maupun RTSV (Ladja 2013; Yuliantoet al. 1999). Selain itu juga dilaporkan infeksi RTSV danRTBV dapat terjadi secara bersama atau tunggal padabeberapa spesies padi liar.

Tabel 1. Spesies gulma yang ditemukan pada pertanaman padi di beberapa lokasi survei.

Keberadaan gulmaSpesies gulma (nama lokal)

Jabar Sulsel Sulbar Sulut Bali NTB Sumsel(Garut) (Sidrap) (Polman) (Minahasa (Badung) (Lombok (Pesisir

Selatan) Barat) Selatan)

Fimbristilys miliacea (Adas-adasan) D D TD D D TD TDCyperus iria (Dekeng) D TD D TD TD D DMonochoria vaginalis (Eceng padi) TD D TD D D TD DLudwigia adscendens (Rubah sila) D D TD TD D D TDSphenoclea zeylanica (Gonda) D TD D D TD D TDLimnocharis flava (Genjer) TD TD TD D D TD DLugwigia octovalvis (Cacabean) D TD TD TD D D TDDigitaria sanguinalis (Genjoran) D TD D TD D D TDEchinochloa crusgalli (Jajagoan) TD D TD TD D D DPaspalum distichum (Grintingan) D TD TD D D TD D

D = ditemukan; TD = tidak ditemukan.

Page 44: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

42

Sampel gulma yang terinfeksi virus tungro tidakmenunjukkan gejala visual. Spesies tersebut adalahadas-adasan, dekeng, eceng padi, rubah sila, gonda,cacabean, genjoran, dan jajagoan. Penelitian Ladja(2013) terhadap penularan virus tungro pada beberapaspesies gulma memberikan hasil serupa, yaitu tidak adaperubahan bentuk atau warna daun pada gulma yangterinfeksi. Khan et al. (1991) melakukan percobaanpenularan virus tungro menggunakan N. virescens danN. nigropictus pada delapan spesies gulma, dan hanyasatu spesies (E. colona) yang menunjukkan gejalapertumbuhan terhambat dan anakan berkurang.

Semua sampel gulma yang bereaksi positif padadeteksi RTBV atau RTSV berasal dari Bali dan NusaTenggara Barat. Kemungkinan besar hal ini terkait denganwilayah endemis tungro pada pertanaman padi di tempatpengambilan sampel gulma. Pada saat pengambilansampel, pertanaman padi di Bali dan NTB terlihat kurangterpelihara. Persaingan ruang antara tanaman padi dangulma cukup terlihat dan tingkat insidensi penyakit tungropada kedua lokasi tersebut tergolong sangat parah(>90%). Selain itu, kondisi lahan yang hampir keringmendukung mobilitas serangga vektor dari satu tanamanke tanaman lain. Di daerah lain, terutama Sulawesi Barat,kondisi pertanaman agak bersih dari gulma dan insidensipenyakit tungro tidak terlalu parah (sekitar 30%).Keberhasilan deteksi virus juga ditentukan oleh kondisisampel gulma. Beberapa sampel gulma kurang baiksehingga tidak didapatkan hasil ekstraksi asam nukleatyang memadai untuk PCR atau RT-PCR.

Gulma yang berada di sekitar persawahan telahdiketahui menjadi tempat berlindung wereng hijau danbeberapa serangga predatornya. Seperti yang dilaporkanKhan et al. (1991), enam jenis gulma yang berasosiasidengan virus tungro dan serangga vektornya adalah E.

crusgalli, E. glabrescens, E. colona, L. hexandra, C.rotundus, dan Panicum repens. Pengelolaan lingkungandi sekitar persawahan perlu diperhatikan untukmenekan penyebaran penyakit tungro dan menjagakeseimbangan populasi serangga vektor tungro melaluikonservasi musuh alaminya.

KESIMPULAN

Spesies gulma yang ditemukan di persawahan sentraproduksi padi di Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat,Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, danSumatera Barat berpotensi sebagai inang alternatif virustungro.

Infeksi RTBV berhasil dideteksi dari enam spesiesgulma (F. miliacea, C. iria, M. vaginalis, L. octovalvis, S.zeylanica, D. sanguinalis, dan E. crusgalli), sedangkan

Gambar 2. Visualisasi amplifikasi sebagian gen selubung proteinRTSV dengan RT-PCR menggunakan primer RTSV-F2dan RTSV-R2.M= Marker 1 kb DNA ladder. M= Marker,1= Adas-adasan, 2= Dekeng, 3= Eceng padi,4= Rubah sila, 5= Gonda, 6= Genjer, 7= Cacabean,8= Genjoran, 9= Jajagoan, 10= Grintingan,(+)= Kontrol positif, (-)= Kontrol negatif

Gambar 1. Visualisasi amplifikasi sebagian gen selubung proteinRTBV dengan PCR menggunakan primer RTBV-DA Fdan RTBV DA R.M= Marker 1 kb DNA ladder. M= Marker,1= Adas-adasan, 2= Dekeng, 3= Eceng padi,4= Rubah sila, 5= Gonda, 6= Genjer, 7= Cacabean,8= Genjoran, 9= Jajagoan, 10= Grintingan,(+)= Kontrol positif, (-)= Kontrol negatif

Tabel 2. Deteksi infeksi RTBV dan RTSV menggunakan PCR danRT-PCR pada 10 spesies gulma.

Jumlah sampel yangterinfeksi oleh virus

Spesies gulmaRTBV RTSV

Fimbristilys miliacea (Adas-adasan) 1 1Cyperus iria (Dekeng) 1 0Monochoria vaginalis (Eceng padi) 1 0Ludwigia adscendens (Rubah sila) 1 0Sphenoclea zeylanica (Gonda) 1 0Limnocharis flava (Genjer) 0 0Lugwigia octovalvis (Cacabean) 0 1Digitaria sanguinalis (Genjoran) 2 1Echinochloa crusgalli (Jajagoan) 1 0Paspalum distichum (Grintingan) 0 0

Page 45: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

LADJA ET AL.: PENYAKIT TUNGRO PADA GULMA PADI SAWAH

43

Infeksi RTSV berhasil dideteksi dari tiga spesies gulma(F. miliacea, L. octovalvis, dan D. sanguinalis). Berartispesies gulma tersebut berpotensi sebagai inangalternatif virus tungro.

Sanitasi gulma sebelum tanam padi menjaditindakan yang komplementer dengan pengendalianpenyakit tungro.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian kerjasama yang didanai oleh Program Kerja Sama KemitraanPenelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional(KKP3N) 2013-2015. Oleh karena itu disampaikan terimakasih kepada penyandang dana Program KKP3N.

DAFTAR PUSTAKA

Anjaneyulu, A., R.D. Daquioag, M.E. Masina, H. Hibino, R.T. Lugihan,and K. Moody. 1988. Host plant of rice tungro (RTV) associatedviruses. International Rice Research Newsletter 13(4):30-31.

Azzam, O. and T.C.B. Chancellor. 2002. The biology, epidemiology,and management of rice tungro disease in Asia. Plant Disease85(2):88-105.

Azzam, O., M.L.M. Yambao, M. Muhsin, K.L. McNally, and K.M.L.Umadhay. 2000. Genetic diversity of rice tungro sphericalvirus in tungro-endemic provinces of the Philippines andIndonesia. Archives of Virology 145:1183-1197.

Doyle, J.J. and J.L. Doyle. 1990. Isolation of plant DNA from freshtissue. Focus 12:13-15.

Hull, R. 2008. Rice tungro disease. Encyclopedia of Virology (thirdeds). Academic Press. p.481-485.

Jones, M.C., K. Gough, I. Dasgupta, B.L. Subba Rao, J. Cliffe, R. Qu,P. Shen, M. Kaniewska MM. Blakebrpough, J.W. Davies, R.N.Beachy, and R. Hull. 1991. Rice tungro disease is caused byan RNA and a DNA virus. Journal of General Virology 72:757-761. (Tanya Penulis, karena tidak ada di narasi)

Juraimi, A.S., M.K. Uddin, M.P. Anwar, M.T.M. Mohamed, M.R.Ismail, and A. Man. 2013. Sustainable weed management indirect seeded rice culture: a review. Australian Journal ofCrop Science 7(7):989-1002.

Khan, M.A., H. Hibino, V.M. Aguiero, and R.D. Daquioaq. 1991.Rice and weed hosts of rice tungro-associated and leafhoppervectors. Plant Disease 75(9):926-930.

Kintasari, T., D.W.N. Septariani, S. Sulandari, and S.H. Hidayat.2013. Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus penyebabpenyakit mosaik kuning pada tanaman terung di Jawa. JurnalFitopatologi Indonesia 9(4):127-131.

Ladja, F.T. 2013. Gulma inang virus tungro dan kemampuanpenularannya ke tanaman padi. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan 32(3):187-191. Puslitbangtan. Bogor.

Nurulita, S. And G. Suastika. 2013. Identifikasi tomato infectiouschlorosis virus dan tomato chlorosis virus melalui reversetranscription polymerase chain reaction dan analisis sikuennukleotida. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(4):107-115.

Parejarearn, A., D. Chettanachit, M. Putta, W. Rattanakarn, J.Arayapan, and S. Disthaporn. 1990. Hosts of rice tungro-associated viruses (RTVs) in Thailand. International RiceResearch Newsletter 15(6):21-22.

Septariani, D.N., S.H. Hidayat, dan E. Nurhayati. 2014. Identifikasipenyebab penyakit daun keriting kuning pada tanamanmentimun. Jurnal HPT Tropika 14(1):80-86.

Takahashi, Y., E.R. Tiongco, P.Q. Cabauatan, H. Koganezawa, H.Hibino, and T. Omura. 1993. Detection of rice tungrobacilliform virus by polymerase chain reaction for assessingmild infection of plants and viruliferous vector leafhoppers.Phytopathology-New York and Baltimore Then St Paul- 83:655-655.

Takahashi, Y., T. Omura, K. Shohara, and T. Tsuchizaki. 1991.Comparison of four serological methods for practical detectionof ten viruses of rice in plants and insects. Plant Dis. 75:458-461.

Thomson, D. And R.G. Dietzgen. 1995. Detection of RNA and RNAplant viruses by PCR and RT-PCR using a rapid virus releaseprotocol without tissue homogenization. Journal of VirologicalMethods 54:85-95.

Tiongco, E.R. and L.S. Sebastian. 2008. A tale of two viruses. In:The rice tungro viruses disease, A paradigm in DiseaseManagement. Tiongco ER, Angeles ER, Sebastian LS (Eds.).Philippine Rice Research Institute. p.1-14.

Tiongco, E.R. and Z.M. Flores. 2008. Tungro diagnosis. In: The RiceTungro Viruses Disease, A Paradigm in Disease Management.Tiongco ER, Angeles ER, Sebastian LS (eds.). Philippine RiceResearch Institute. p.67-80.

Yulianto, A. Hasanuddin, dan E. Sutisna. 1999. Uji eradikasi selektifgulma sebagai sumber inokulum virus tungro. ProsidingKongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PerhimpunanFitopatologi Indonesia, Purwokerto. p.286-289.

Page 46: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

44

Page 47: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SARI ET AL.: GALUR MUTAN GANDUM DI DATARAN PADI RENDAH TROPIK

45

Karakterisasi Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Galur MutanGandum yang Ditanam di Dataran Rendah Tropik

Characterization of Wheat Mutan Lines Grown in the TropicalLow Altitude Land

Laela Sari1, Agus Purwito2, Didy Sopandie2, Ragapadmi Purnamaningsih3, dan Enny Sudarmonowati1

1Pusat Penelitian Bioteknologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaJl. Raya Bogor Km 46, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Indonesia

E-mail: [email protected] dan [email protected] Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor

Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia3Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor, Indonesia

Naskah diterima 18 September 2014, direvisi 27 November 2015, disetujui 4 Januari 2016

ABSTRACT

Characterization of mutant wheat (Triticum aestivum L.) lines is astep on the breeding program to determine the beneficialcharacters for increasing the productivity in tropical lowland. Theaim of this research was to obtain information on the variability ofmorphological, anatomical, and physiological characters that couldbe used as selection criteria and to obtain adaptive mutant linesof “Alibey” in tropical low altitude land. Research was conductedat the Experimental Farm of SEAMEO-BIOTROP in Bogor 250 mabove sea level, from April to December 2013. Mutant lines of“Alibey” consisted of 16 M3 mutants resulted from treatments ofEMS. LC50 of “Alibey” at 0.1% EMS for 60 minutes. Results showedthat the mutant l ines changed their morphological traitssignificantly, as indicated by the four characters i.e. long stempanicle (8 mutants), grain weight/panicle (1 mutant), weight of 100seeds (4 mutants) and seed weight/plant (9 mutants). However,the mutant had no significant effect on the nine other characters,including: time of flowering, days to maturing, panicle length, plantheight, number of tillers, panicle number, and leaf area. Anatomicalcharacters namely leaf thickness and stomata size showeddifferent values between “Alibey” mutant (AB-0.1.60-1-7-1) andthe original Alibey. For the physiological characters there weresignificant differences among mutants with respect to the amountof proline and glucose levels. Proline level in the control plant was4.15 ug/g BB, while that in mutant “AB-0.1.60-3-16-1” was 263.47µg/g BB, and that in “AB-0.1.60-3-3-2” was 235.90 µ/g BB. Likewise,glucose level in control was 132.88 mg/ml, while in mutant “AB-0.1.60-3-16-1” was 181.48 mg/ml, and that in “AB-0.1.60-3-3-2”was 287.41 mg/ml. “Alibey” mutants should be selected based ontwo characters i.e. stem panicle length and seed weight/plant.Correlation analysis between panicle number and all othercharacters were not significant. Plant height significantly affectedthe grain weight/panicle and the grain weight/plant. It is expectedthat some of the mutants are adaptable to the tropical lowlands, sothat the diversity of wheat germplasm in Indonesia is increased.

Keywords: wheat, mutant “Alibey”, EMS, tropical lowland.

ABSTRAK

Informasi karakter mutan gandum diperlukan untuk mengetahui sifatunggul mutan dalam program pemuliaan. Tujuan dari penelitian iniadalah mengidentifikasi kriteria seleksi untuk mendapatkan mutanunggul berasal dari tanaman gandum varietas Alibey yang adaptifdi dataran rendah. Penelitian dilakukan di Kebun PercobaanSEAMEO-BIOTROP Bogor (± 250 m dpl) dari bulan April 2013 sampaiDesember 2013. Materi yang diteliti terdiri atas 16 galur mutangenerasi M3 dari perlakuan EMS terhadap varietas Alibey danvarietas Alibey sebagai pembanding. Data diolah menggunakanrancangan pembesaran dan analisis korelasi. Hasil penelitianmenunjukkan mutan Alibey berbeda nyata dengan varietaspembanding untuk peubah panjang tangkai malai (8 mutan), bobotbiji/malai (1 mutan), bobot 100 biji (4 mutan) dan bobot biji /tanaman(9 mutan). Peubah waktu berbunga, gabah masak/panen, panjangmalai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, dan luas dauntidak berbeda nyata dibanding mutan Alibey. Penampilan karakteranatomi termasuk ketebalan daun dan ukuran stomatamemperlihatkan perbedaan nyata antara tanaman Alibey mutan (AB-0.1.60-1-7-1) dan pembanding. Karakter fisiologi menunjukkanperbedaan yang nyata antara mutan dengan pembanding padajumlah prolin, yaitu pembanding (4,15 ug/gBB), mutan AB-0.1.60-3-16-1 (263,47 ug/gBB), AB-0.1.60-3-3-2 (235,90 ug/gBB) dan memilikikadar glukosa yang berbeda yaitu pembanding (132,88 mg/ml),mutan AB-0.1.60-3-16-1 (181,48 mg/ml), AB-0.1.60-3-3-2 (287,41mg/ml). Mutan Alibey dapat diseleksi berdasarkan karakter panjangtangkai malai (PTM) dan bobot biji/tanaman (BBT). Kedua karaktertersebut menghasilkan lebih banyak mutan dibanding karakterlainnya. Analisis korelasi PTM dan JM pada semua karakter tidaknyata, sedangkan tinggi tanaman berkorelasi nyata dengan bobotbiji/malai dan bobot biji/tanaman. Diharapkan beberapa mutan yangdihasilkan dapat beradaptasi di dataran rendah tropis, sehinggamenambah keragaman sumber daya genetik gandum di Indonesiauntuk adaptasi di dataran rendah.

Kata kunci: gandum, mutan Alibey, dataran rendah tropis.

Page 48: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

46

PENDAHULUAN

Gandum merupakan tanaman subtropik, tetapi dapatdibudidayakan di Indonesia. Tanaman gandum pertamayang datang ke Indonesia ditanam pada areal terbatasdi pegunungan di Jawa dan Timor. Namun karena iklimdi Indonesia tidak sesuai untuk pertumbuhan gandumdan pengembangan gandum tidak menjadi prioritas,maka tanaman gandum belum pernah berkembang(Wiyono 1980). Di sisi lain, gandum adalah makananpokok lebih dari hampir sepertiga populasi dunia(Poerter 2005, Shewry 2009). Varietas gandum yangditanam di Indonesia berasal dari introduksi yangdiseleksi untuk kesesuaian agroklimat di Indonesia. Hasiluji coba adaptasi multilokasi di berbagai daerahmembuktikan tanaman gandum dapat tumbuh danberproduksi tinggi di Indonesia, tetapi terbatas padadataran tinggi, di atas 1.000 m dpl (Dahlan et al. 2003,Wibowo 2009). Pada tahun 2014 telah dilepas gandumvarietas Guri-3, Guri-4 dan Guri-5 yang toleran padadataran menengah (400-800 m dpl)(Balitsereal 2015).Usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksigandum introduksi oleh beberapa peneliti Indonesia(Sisharmini et al. 2010, Nur et al. 2012, Nur et al. 2013)tetapi saat ini belum ada genotipe yang adaptif di dataranrendah. Oleh karena itu perlu diidentifikasi genotipe yangberadaptasi baik di wilayah tropik dataran rendah yangberasal dari berbagai sumber genetik gandum di dunia.

Menurut Carver (2009) serta Van Ginkel dan Villareal(1996), untuk dapat tumbuh, gandum memerlukan suhu15-25°C. Tanaman ini tidak dapat berproduksi pada suhudi atas 25°C. Kenaikan 1°C saja akan membuat tanamanmengalami penghambatan pertumbuhan. Faktorpenghambat pertumbuhan tanaman gandum adalahsuhu udara yang tinggi, setiap penurunan elevasi akanterjadi kenaikan suhu udara. Kenaikan suhu tersebutdapat mengakibatkan cekaman selama pertumbuhantanaman (Handoko 2007).

Salah satu cara untuk memperoleh genotipegandum yang adaptif pada wilayah tropik yaitu melaluiteknik mutasi, menggunakan mutagen fisik maupunkimia (Van Harten 1988). Mutagen fisik yang seringdigunakan adalah ionisasi sinar alpha, beta, gamma, fastneutron, elektron beam, dan ion beam, sedangkanmutagen kimia yang biasa digunakan adalah sulphurmustard, colchisine, EMS dan DES (Crowder 1993).Penggunaan EMS untuk meningkatkan mutasi telahdilakukan, di antaranya untuk menghasilkan genotipegandum yang cepat berbunga, cepat masak, danproduktivitas tinggi serta mendapatkan mutan putatifyang toleran suhu tinggi (Sakin 2002, Vismanathan andReddy 1996, Sari et al. 2014). Selain gandum adabeberapa komoditas yang mampu menghasilkan

mutan dari penggunaan EMS, seperti pada cabai tahanpenyakit ChiVMV, pisang tahan penyakit layu fusarium,dan kedelai produksi tinggi (Manzila et al. 2010,Sukmadjaja et al. 2013; Asadi 2013).

Di Indonesia, gandum termasuk tanaman yangmemiliki keragaman genetik sangat rendah, sehinggauntuk mendapatkan karakter unggul dengan teknikhibridisasi kurang tepat (Micke and Donini 1993). Tidaktersedianya varietas unggul gandum mengakibatkantanaman ini tidak berkembang, karena kalah bersaingdengan komoditas lain yang sering ditanam di datarantinggi, seperti sayuran dan tanaman hortikultura lainnyayang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Mutasi yang dilanjutkan dengan seleksi toleran suhutinggi secara in vitro telah dilakukan pada tanamankentang dan bawang putih dan telah berhasilmemperoleh mutan toleran suhu tinggi (Das et al. 2000).Tanaman regenerasi dari jaringan yang dapat mengatasikondisi seleksi in vitro, diharapkan bersifat toleranterhadap suhu tinggi dan dapat beradaptasi padadataran rendah. Mutasi gen yang memiliki sifat positifdan terwariskan ke generasi berikutnya dikehendakioleh pemulia tanaman pada umumnya (Soeranto 2003).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan gandumvarietas Nias dan Timor menghasilkan 2 t/ha bijisedangkan varietas Dewata dan Selayar lebih dari 2 t/hadi dataran tinggi ( >1.000 m dpl) Indonesia (Balitsereal2012, Dahlan et al. 2003). Varietas gandum yang telahdilepas di Indonesia hanya sesuai dikembangkan didataran tinggi, dan belum tersedia varietas yang cocokuntuk dataran rendah. Luas lahan di dataran tinggisangat terbatas dan telah digunakan untuk budi dayatanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomi lebihtinggi.

Menurut Siagian (2008), pemerintah akanmengembangkan gandum di dataran rendah. Apabilatersedia varietas yang adaptif di dataran rendah, adapeluang pengembangan gandum dalam rotasi padi-padi-gandum di lahan sawah dataran rendah. Dibeberapa daerah masih tersedia lahan sawah yangdiberakan selama 4 bulan, dari Juli sampai Oktober, yangkemungkinan dapat digunakan untuk budi dayagandum.

Beberapa penelitian menunjukkan hasil gandum diLembang (Jabar 1.100 m dpl) mencapai 3,34 t/ha.Varietas Nias di Malino Sulawesi Selatan dapatmenghasilkan 5,37 t/ha pada 2001, tetapi pada 2002hasil tertinggi hanya 2,05 t/ha karena perbedaankesuburan tanah (Dahlan et al. 2003).

Penanaman gandum di lingkungan tropis padaketinggian > 1.000 m dpl juga berhasil dengan baik diTosari, Banjarnegara, Salatiga, Malino, Sinjai, dan

Page 49: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SARI ET AL.: GALUR MUTAN GANDUM DI DATARAN PADI RENDAH TROPIK

47

Sukarami. Namun areal pengembangan di daerahtersebut sangat sempit, karena gandum hanyadigunakan sebagai tanaman sela hortikultura. Untuk itudiperlukan penelitian jangka panjang untukpengembangan gandum di dataran rendah. Programpenelitian bersama perakitan varietas gandum dataranrendah diarahkan pada pemuliaan tanaman untukmenghasilkan varietas yang beradaptasi pada dataranrendah.

Penelitian ini bertujuan mengetahui karaktermorfologi, anatomi, fisiologi dan mengidentifikasi kriteriaseleksi untuk mendapatkan galur mutan varietas Alibeyyang unggul untuk ditanam di dataran rendah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP, Bogor (± 250 m dpl) pada bulan April-Desember 2013. Materi yang digunakan adalah 16 galurmutan gandum varietas Alibey generasi M3, yangdiperoleh dengan perlakuan EMS LC50 yaitu konsentrasi0,1%, waktu perendaman 60 menit, dan varietas Alibeysebagai pembanding (Sari et al. 2014). Tiap galur ditanamsatu baris yang terdiri atas 15 benih. Penelitian dilakukandalam tiga tahap, yaitu: 1) pengujian mutan putatif AlibeyM3 di dataran rendah berdasarkan sifat morfologi, 2)karakterisasi kerapatan stomata dan ketebalan daunsebagai peubah anatomi, dan 3) analisis prolin dan gulatotal sebagai peubah fisiologi.

Pengujian Mutan Putatif Alibey M3Berdasarkan Sifat Morfologi

Benih gandum M3 terpilih ditanam satu baris sehinggaterdapat 16 baris galur mutan dan tiga barispembanding/petak. Pada setiap empat galur mutanditanam satu baris varietas Alibey sebagai pembanding,sehingga terdapat tiga baris petak pembanding. Tiapbaris ditanam 15 benih gandum M3.

Sebelum ditanam, benih diberi insektisida Sevin danlubang tugal diberi carbofuran. Lahan percobaan diolahsecukupnya dan ditambahkan kompos dengan dosis250 kg/ha dan arang sekam 125 kg/ha. Tanamandipupuk dengan 200 kg/ha urea, 150 kg/ha SP36, dan100 kg/ha KCl 14 hari setelah tanam (HST). Pemupukankedua diberikan urea 150 kg/ha pada umur 30 hari HST.Penyiangan gulma dilakukan dua kali, yaitu padapemupukan ke-2 dan menjelang fase pertumbuhangeneratif.

Terhadap tanaman M3 diidentifikasi barisan-barisanyang unggul, kemudian dari baris terpilih diseleksibeberapa tanaman yang paling baik untuk ditelitikeragaan morfologi, anatomi, dan fisiologi. Pengamatan

tanaman generasi M3 dilakukan terhadap sifatmorfologi, panjang malai (PM), tinggi tanaman (TT),panjang tangkai malai (PTM), bobot biji/tanaman (BBT),jumlah malai (JM), bobot biji/malai (BBM), dan bobot100 butir (BB100). Genotipe mutan putatif beradaptasibaik di dataran rendah jika penampilan tanaman selamapertumbuhan cukup baik dan hasil biji melebihi tanamankontrol Alibey.

Analisis data mengikuti rancangan pembesaran dandilakukan juga analisis korelasi antarkarakter.

Karakterisasi Kerapatan Stomata danKetebalan Daun sebagai Peubah Anatomi

Kerapatan stomata diamati dari jumlah stomata/satuanluas daun dengan cara mengambil sampel dari bagiantengah daun bendera menggunakan selulosa asetatpada bagian bawah daun untuk mencetak pola sebaranstomata pada permukaan daun (Capellades et al. 1990).Kemudian direkatkan menggunakan selotip untukpelepasan lapisan epidermis. Selanjutnya lapisanepidermis diamati dengan mikroskop untukpengamatan kerapatan stomata (stomata/mm2).Pengamatan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 7-10. Penghitungan kerapatan stomata menggunakanrumus: Øok = Øol x pl /pk

Diameter bidang pandang (10 x 40) = 5 x 10-1mm =0,5 mm, dimana:

Øok = diameter bidang pandang dengan objektifperbesaran kuat

Øol = diameter bidang pandang dengan objektifperbesaran lemah

pl = perbesaran lensa objektif lemahpk = perbesaran lensa objektif kuat

Luas bidang pandang = ¼ πd2

= ¼ (3,14) (0.5)2

= 0,19625 mm2

Jumlah stomataKerapatan stomata = ——————————(Σ stomata/mm2) Luas bidang pandang

Analisis Prolin dan Gula Total sebagaiPeubah Fisiologi

Analisis prolin menggunakan metode Bates et al. (1973).Bahan tanaman yang dipakai adalah daun bendera yangtelah berkembang maksimal dari tanaman mutan danpembanding. Daun ditimbang 0,5 g, digerus dandihomogenisasi dengan 9 ml asam sulfosalisilat 3%.Volume supernatan ditera dengan asam sulfosalisilathingga 10 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpmselama 5 menit. Supernatan yang diperoleh dipisahkan

Page 50: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

48

dari larutan. Sebanyak 2 ml supernatan ditambahkandengan 2 ml larutan asam ninhidrin dan asam asetatglacial dalam tabung reaksi dan dipanaskan pada suhu1000C selama 60 menit. Selanjutnya larutan reaksi inidiinkubasi dalam ice bath selama 5 menit. Hasil reaksidiekstraksi dengan 4 ml toluene dan diaduk selama 15-20 detik sehingga terbentuk kromoform. Kromoformyang mengandung toluene dipisahkan dari fase cairnyapada suhu ruangan. Kromoform yang terbentuk diukurabsorbansinya dengan spektrofotometer pada panjanggelombang 520 nm. Toluene digunakan sebagai larutanblanko (standar). Kadar prolin ditentukan berdasarkankurva standar, dan dihitung konsentrasi prolin denganrumus: [(μg proline/ml × ml toluene) / 115,5 μg/μmole]/[(g sampel)/5] = μmoles proline/g berat segar daun.Kadar prolin dinyatakan sebagai μg/g bobot daun segar.

Analisis gula total menggunakan metode Somogyi-Nelson (AOAC 1990). Bahan tanaman yang digunakanadalah daun bendera yang telah berkembang maksimaldari tanaman mutan dan kontrol. Daun ditimbang 2,0-2,5 g, dioven dengan suhu 40-450C selama 2 hari,ditimbang bobot keringnya dan digiling sampai halus.Daun halus ditimbang 200 mg dan dimasukkan ke dalamerlenmeyer, ditambahkan 20 ml etanol absolute 80%,dipanaskan selama 20 menit dalam water bath, suhu60-700C, disentrifugasi dan didiamkan hingga terbentukendapan (residu). Cairan diambil dan ditempatkandalam cawan datar. Ekstrak ditambah 20 ml etanol, dandipanaskan dalam water bath suhu 60-700C,disentrifugasi dan didiamkan hingga terbentuk residucairan dan diambil untuk disatukan dengan cairansebelumnya. Prosedur ini diulangi tiga kali.

Cairan absolute dalam cawan datar diuapkan dalamwater bath hingga tersisa 1-2 ml. Sisa cairan disaringdengan kertas saring dalam labu ukur 100 ml + kuranglebih 50 ml aquades + 5 ml Ba(OH)2 5% + 5 ml ZnSO45%, sehingga terjadi endapan protein. Larutan tersebutditera dengan aquades (100 ml), dikocok lalu disaringkembali menggunakan kertas saring. Hasil saringan inimerupakan gula reduksi.

Analisis gula total dilakukan dengan prosedur: 5 mllarutan ekstrak dalam tabung reaksi + 5 ml H2SO4 1,4Ndipanaskan (10 menit) dalam water bath, laludidinginkan. Larutan dinetralkan dengan NaOH 1N,sehingga terbentuk warna merah jambu. Larutan diterahingga 20 ml dan dikocok (ekstrak II). Proses reduksi/pewarnaan: 2 ml contoh etanol II dalam tabung reaksi25 ml + 2 ml pereaksi Cu, dipanaskan selama 10 menitdalam water bath. Disiapkan deret standar 5, 10, 15, 20,25 ppm, lalu didinginkan dan ditambahkan 2 ml pereaksiNelson, dikocok hingga CO2 yang ada hilang danwarnanya berubah menjadi bening. Larutan tersebutditera (20-25 ml), dan dikocok hingga rata dan didiamkan

selama 30 menit. Larutan diukur denganspektrofotometer panjang gelombang 500 nm, laludibandingkan dengan deret ukur yang telah dibuatsebelumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Mutan Putatif Alibey M3Berdasarkan Sifat Morfologi

Selama penelitian berlangsung curah hujan 360 mm,hari hujan 15 hari, temperatur 26,4°C, kelembaban udara85%, penyinaran matahari 63% dengan intensitas radiasi237,5 Cal/cm2 (BMKG 2013). Hal ini menunjukkan suhulebih tinggi dari 25°C yang merupakan batas suhu kritisbagi tanaman gandum.

Pengaruh suhu dataran rendah tropis terhadap galurmutan nyata untuk peubah panjang tangkai malai (8mutan), bobot biji/tanaman (9 mutan), bobot biji/malai(1 mutan) dan bobot 100 biji (4 mutan) (Tabel 1). Hal inimengindikasikan perbedaan antara tanaman mutanAlibey dengan varietas asli Alibey sebagai pembanding.Akan tetapi, tinggi tanaman dan jumlah malai tidakmenunjukkan perbedaan nyata.

Analisis korelasi antarkarakter komponen hasil danpertumbuhan panjang tangkai malai dan jumlah malaimenunjukkan masing-masing tidak berkorelasi nyatadengan karakter agronomi lainnya. Akan tetapi, bobotbiji/malai berkorelasi nyata dengan bobot 100 biji, tinggitanaman berkorelasi nyata dengan bobot biji/tanamandan bobot biji per malai (Tabel 2). Hal inimengindikasikan bahwa semakin tinggi tanamansemakin besar bobot biji, yang kemungkinan disebabkanoleh peningkatan fotosintat.

Karakter yang memiliki perbedaan nyatamengindikasikan terbentuknya keragaman di antaramutan, yang memberi peluang untuk dapat menyeleksimutan yang diinginkan. Perbedaan panjang malaitanaman mutan dengan tanaman pembanding cukupkonsisten dan nyata (Gambar 1).

Karakter agronomi yang berkembang normal danbaik mengindikasikan galur mutan memiliki toleransiterhadap cekaman suhu tinggi. Menurut Wahyu et al.(2013), waktu berbunga tanaman gandum di datarantinggi lebih lama daripada di dataran rendah yangmemiliki suhu lebih tinggi. Hal ini sesuai denganpercobaan Ivory (1989), bahwa pada lingkunganpercobaan yang memiliki suhu tinggi, lama penyinarandan intensitas penyinaran serta curah hujan umumnyatinggi, yang menjadi cekaman terhadap pertumbuhangandum. Mutan yang baik tersebut memungkinkanuntuk diseleksi kembali pada generasi M4 di lingkungan

Page 51: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SARI ET AL.: GALUR MUTAN GANDUM DI DATARAN PADI RENDAH TROPIK

49

dataran rendah. Tanaman mutan yang tumbuh baikpada kondisi demikian diharapkan akan beradaptasibaik pada wilayah tropik dataran rendah.

Karakterisasi Kerapatan Stomata danKetebalan Daun sebagai Peubah Anatomi

Kerapatan stomata dan ketebalan daun berbeda antaratanaman mutan dan pembanding (Gambar 2 dan 3).Rata-rata kerapatan stomata varietas pembanding Alibeyadalah 35,66 mm2 dan pada tanaman mutan 25,47 mm2.Panjang dan lebar stomata varietas Alibey berturut-turutberkisar antara 47,14-53,13 μm, dan 29,67-31,80 μm,sedangkan pada mutan masing-masing 50,20-69,50 μm,dan 34,99-36,95 μm. Ketebalan daun varietas Alibeyberkisar antara 11,02-12,37 μm, dan pada tanamanmutan 17,41-18,17 μm (Gambar 2 dan 3).

Perbedaan antara ketebalan daun dan kerapatanstomata tanaman mutan dengan varietas Alibey

Tabel 1. Karakter morfologi gandum mutan Alibey dan varietas Alibey. Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP, Bogor, 2013.

Panjang Bobot Bobot Bobot TinggiGalur tangkai malai biji/tanaman Jumlah biji/malai 100 biji tanaman

(cm) (g) malai (g) (g) (cm)

Alibey (Pembanding) 5.26 11.76 6.08 0.93 92.81 66.51Ab.0,1.60-1-7-1 3.00 ns 14.48 * 2.70 ns 1.03 * 103.28 * 46.60 nsAb.0,1.60-1-7-2 5.72 * 3.298 * 1.70 ns 0.503 * 60.722 ns 43.37 nsAb.0,1.60-1-11-1 5.82 * 10.678 ns 1.03 ns 0.653 * 75.722 ns 52.37 nsAb.0,1.60-1-11-2 4.82 ns 11.208 ns 2.37 ns 0.763 ns 86.722 ns 51.07 nsAb.0,1.60-2-14-1 6.22 * 12.398 * 1.70 ns 0.873 ns 97.722 * 49.77 nsAb.0,1.60-2-14-2 5.52 * 5.568 * 1.70 ns 0.573 * 67.722 ns 51.37 nsAb.0,1.60-2-20-1 4.82 ns 11.408 ns 2.37 ns 0.473 * 57.722 ns 51.77 nsAb.0,1.60-2-20-2 3.72 ns 16.118 * 3.03 ns 0.613 * 71.722 ns 50.77 nsAb.0,1.60-3-3-1 8.02 * 17.048 * 3.03 ns 0.683 ns 78.722 ns 60.37 nsAb.0,1.60-3-3-2 6.52 * 17.218 * 2.37 ns 0.753 ns 85.722 ns 55.07 nsAb.0,1.60-3-16-1 3.82 ns 15.268 * 5.03 ns 0.833 * 93.722 * 52.77 nsAb.0,1.60-3-16-2 3.82 ns 9.048 ns 3.03 ns 0.693 * 79.722 ns 49.77 nsAb.0,1.60-4-13-1 5.22 ns 12.418 * 4.03 ns 0.863 ns 96.722 * 50.77 nsAb.0,1.60-4-19-1 6.82 * 12.298 * 2.37 ns 0.483 * 58.722 ns 46.37 nsAb.0,1.60-5-4-1 5.32 * 8.178 ns 2.70 ns 0.563 * 66.722 ns 49.77 nsAb.0,1.60-5-11-1 4.52 ns 17.588 * 3.03 ns 0.773 ns 87.722 ns 53.07 ns

* nyata (lebih tinggi/rendah dari pembanding ), ns= tidak nyata.

Tabel 2. Korelasi antarkarakter agronomi gandum mutan Alibey di Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP, Bogor, 2013.

Panjang Bobot Jumlah Bobot Bobot TinggiGalur tangkai malai biji/tanaman malai biji/malai 100 biji tanaman

Panjang tangkai tanamanBobot biji/tanaman -0.01436 ns

Jumlah malai -0.37219 ns 0.46309 ns

Bobot biji/malai -0.35162 ns 0.48355 ns 0.37134 ns

Bobot 100 biji -0.30329 ns 0.49982* 0.40077 ns 0.98962**Tinggi tanaman 0.36699 ns 0.59625** 0.24001 ns 0.59625** 0.19179 ns

*Nyata pada P≤0,05. **=Nyata pada P≤0,01. ns= tidak nyata.

Gambar 1. Panjang malai tanaman gandum pembanding Alibey (A)dan galur mutan Alibey AB-0.1.60-1-7-1 (B).

A B

Page 52: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

50

kemungkinan berpengaruh terhadap penyerapanenergi surya dan hilangnya air melalui proses transpirasiserta intensitas difusi cahaya oleh sel-sel palisade.Intensitas difusi cahaya yang tinggi dengan suhu tinggimenyebabkan sel-sel palisade pada daun menjadi lebihpanjang dan berlapis dua atau tiga. Peningkatan CO2menyebabkan perubahan anatomi daun, sehingga daunmenjadi lebih tebal pada tanaman mutan dari tanamanpembanding (Taiz and Zeiger 2002, Sopandie 2014).Faktor fisiologi kemungkinan dipengaruhi oleh sifatmorfologi dan anatomi tanaman, sehingga memberikankeragaan yang baik.

Analisis Prolin dan Gula Total sebagaiPeubah Fisiologi

Karakter fisiologis yang menunjukkan perbedaan nyataantara tanaman mutan dengan pembanding adalahprolin dan glukosa (Gambar 4). Tanaman menghasilkansenyawa biokimia sebagai respons terhadap cekaman.

Senyawa yang banyak dipelajari terkait dengan toleransitanaman terhadap cekaman antara lain adalah prolin,asam absisic, protein dehidrin, gula total, pati, sorbitol,dan superoksida dismutase. Senyawa tersebutterbentuk untuk menurunkan potensial osmotic seltanpa membatasi fungsi enzim (Yoshiba et al. 1997).Penggunaan penciri fisiologi untuk mengidentifikasikantanaman mutan dapat dilakukan dengan menghitungakumulasi senyawa prolin dan glukosa dalam dauntanaman gandum. Akumulasi senyawa prolin yangberkaitan dengan mekanisme tanaman untuk tetapbertahan hidup dalam kondisi tercekam suhu tinggidisebut penyesuaian osmotik.

Kandungan prolin nyata lebih besar pada tanamanmutan Ab-0.1.60-3-3-2 (235,90 μg/g BB) dan Ab-0.1.60-3-16-1 (263,47 μg/g BB) daripada tanaman pembanding(4,15 μg/g BB). Begitu juga gula total/glukosa, nyata lebihtinggi pada tanaman mutan Ab-0.1.60-3-3-2 (287,812 mg/ml) dan Ab-0.1.60-3-16-1 (181,484 mg/ml) daripadatanaman pembanding (132,883 mg/ml). Hal ini

Gambar 2. Penampilan stomata gandum : A) tanaman pembanding, B). mutan Alibey (Ab-0.1.60- 1-7-1).

Gambar 3. Penampilan ketebalan daun menggunakan metode mikro teknik: A) tanaman pembanding,(B) mutan alibey (Ab-0.1.60-1-7-1).

Page 53: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SARI ET AL.: GALUR MUTAN GANDUM DI DATARAN PADI RENDAH TROPIK

51

menunjukkan kedua mutan tersebut responsif atautoleran terhadap cekaman suhu tinggi, sebagai upayapenyesuaian osmotik.

KESIMPULAN

Lingkungan dataran rendah tropis di Bogor mampusebagai diskriminan (pemisah) antara tanaman mutangandum dengan tanaman varietas asli Alibey sebagaipembanding. Sifat morfologi yang muncul sebagaipembeda adalah panjang tangkai malai dan bobot biji/tanaman.

Sifat morfologi yang berkorelasi nyata dengan bobotbiji/malai dan bobot biji/rumpun tanaman adalah tinggitanaman dan bobot 100 biji. Sifat-sifat lain tidakberkorelasi dengan bobot biji/tanaman.

Beberapa tanaman mutan Alibey mengakumulasiprolin dan gula total lebih tinggi dibandingkan denganvarietas asli Alibey saat mengalami cekaman suhu tinggi.Hal ini mengindikasikan mutan tersebut dapatberadaptasi pada dataran rendah tropis bersuhu tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukkan kepada: (1) Kepala BB-Biogen dan SEAMEO-BIOTROP atas izin dan fasilitas yangdiberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan, (2)Konsorsium Gandum dengan judul Perakitan Gandum

Adaptif Tropis Melalui Keragaman Somaklonal tahunanggaran 2012-2013, dan (3) DIPA BB-Biogen untuk ujilapangan gandum tahun anggaran 2013-2014.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1990. Official methods of analysis. Association of OfficialAnalitycal Chemist. AOAC. USA.

Asadi. 2013. Pemulian mutasi untuk perbaikan terhadap umurdan produktivitas pada kedelai. Jurnal Agrobiogen 9(3):135-142.

Balitsereal (Balai Penelitian Tanaman Serealia). 2012. HighlightBalai Penelitian Tanaman Serealia, Badan Penelitian danPengembangan Pertanaman, Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan.

Balitsereal. 2015. Guri 3 agritan: Gandum toleran suhu tinggipertama di Indonesia. http://balitserial.litbang.deptan.go.id.html [Agustus 2015].

Bates, L.S., R.P. Waldren, and Teare. 1973. Rapid determination offree proline for water stress studies. Plan Soils 39:205-207.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2013. DataIklim Bogor Tahun 2013. Bogor (ID): Stasiun KlimatologiDarmaga Bogor.

Budiarti, S.G. 2005. Karakterisasi beberapa sifat kuantitatif plasmanutfah gandum (Triticum aestivum L.). Buletin Plasma Nutfah11(2):49-54.

Capellades, M., R. Fontarnau, C. Carulla, and P. Debergh P. 1990.Environment influences anatomy of stomata and epidermalcells in tissue cultured Rosa multiflora. J. Amer. Soc. Hort.Sci. 115(1):141-145.

Carver, B.F. 2009. Wheat science and trade. Edition First. WileyBlacwell Publissing. USA. p.569.

Pembanding Ab-0.1.60-3-3-2 Ab-0.1.60-3-16-1

Prolin (μg/g BB)

0

50

100

150

200

250

300

4.15

235.9

263.47

Pembanding Ab-0.1.60-3-3-2 Ab-0.1.60-3-16-1

Glukosa (mg/mm)

0

50

100

150

200

250

300

132.883

287.812

181.484

A B

Gambar 4. A) Kandungan prolin pada daun gandum mutan Alibey dan tanaman pembanding.B) Kandungan glukosa pada daun gandum mutan Alibey dan tanaman pembanding.

Page 54: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

52

Crowder, L.V. 1993. Genetika tumbuhan. Terjemahan Kusdiarti, L.,Sutarso (ed). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.p.323-351.

Dahlan, M., Rudijanto, J. Murdianto, dan M. Yusuf. 2003. Usulanpelepasan varietas gandum. Balai Penelitian TanamanSerealia. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian,Maros.

Das, A., S.S. Gosal, J.S. Sidhu, and H.S. Dhaliwal. 2000. Inductionof mutations for heat tolerance in potato by using in vitroculture and radiation. Eupytica 114(3):205-209.

Handoko. 2007. Gandum 2000. Penelitian dan PengembanganGandum di Indonesia. Seameo-Biotrop, Bogor, Indonesia.p.118.

Ivory, D.A.1989. Site characteristik. In: De lacy, LH.(Eds.). Analysisof Data from Agriculture Adaptation Experiments. AustraliaCooperation with the Thai/World Bank National AgriculturalResearch Project (ACNARP) Training Course. Suphanburi andChiang Mai, Thailand, 15-17 January 1989. pp.17-24.

Manzila, I., S.H. Hidayat, I. Mariska, dan S. Sujiprihati. 2010.Pengaruh perlakuan EMS pada tanaman cabai (Capsicumannuum L) dan ketahanan terhadap Chilli Veinal Mottle Virus(ChiVMV). J. Agron. Indonesia 38(3):205-211.

Micke, A. and B. Donini. 1993. Induce mutation. In: Hasyward,M.D., N.O. Bosemark, and I. Romagosa (Eds.). Plant BreedingPrinciple and Prospects. Chapmant and Hall, London.

Nur, A., M. Azrai, H. Subagio, Soeranto, Ragapadmi, Sustiprajitno,dan Trikoesoemaningtyas. 2013. Perkembangan pemuliaangandum di Indonesia. IPTEK Tanaman Pangan 8(2):97-105.

Nur, A., Trikoesoemaningtyas, N. Khumaida, dan S. Yahya. 2012.Evaluasi dan keragaman genetik galur gandum introduksi(Triticum Aestivum L.) di agroekosistem tropis. J. Agrivigor.11(2):230-243.

Petersen, R.G. 1994. Agricultural field experiments, design andanalysis. Marcel Dekker Inc, New York. USA.

Porter, J.R. 2005. Rising temperatures are likely to reduce cropyields. Nature: 436-174.

Sakin, M.A. 2002. The use of induced micro mutation for quantitativecharacters after EMS and gamma ray treatments in durumwheat Breeding. Pakistan Journal of App. Science 2(12):1102-1107.

Sari, L., A. Purwito, D. Soepandi, R. Purnamaningsih, and E.Sudarmonowati. 2014. In vitro selection of wheat (Triticumaestivum) mutants tolerant on lowland. International Journalof Agronomy and Agricultural Research/IJAAR 5(5):189-199.

Sari, L., A. Purwito, D. Sopandie, R. Purnamaningsih, dan E.Sudarmonowati. 2015. Pengaruh irradiasi sinar gamma padapertumbuhan kalus dan tunas tanaman gandum (Triticumaestivum L.). Ilmu Pertanian 18(1):44-50.

Shewry, P.R. 2009. Wheat. Darwin Review. Journal of ExperimentalBotany 60(6):1537-1553.

Siagian, V. 2008. Mengapa tidak menanam gandum?. http://www.targetmdgs.org [Desember 2011].

Sisharmini, A,, A. Aniversari, dan Sustiprijatno. 2010. Induksi kalusdan regenerasi beberapa genotipe gandum (TriticumAestivum L) secara in vitro. Jurnal Agro Biogen 6(2):57-64.

Soeranto. 2003. Pemuliaan tanaman dengan teknik Mutasi.Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga NuklirNasional, Jakarta.

Sopandie, D. 2014. Fisiologi adaptasi tanaman terhadap cekamanabiotik pada agroekosistem tropika. IPB Press, Bogor. p.228.

Sukmadjaja, D., R. Purnamaningsih, dan T.P. Priyatno. 2013. Seleksiin vitro dan pengujian mutan tanaman pisang ambon kuninguntuk ketahanan terhadap penyakit layu fusarium. JurnalAgrobiogen 9(2):66-76.

Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant physiology. Third edition. SinauerAssociates, Massachusetts.

Van Ginkel, M. and R.L. Villareal. 1996. Triticum L., p.137-143 In:Grubben, G.J.H. and S. Partohardjono. (Eds.). Plant resourseof South-East Asia (PROSEA) No.10. Cereals. BackhuysLeiden, Netherland.

Van Harten, A.M. 1998. Mutation breeding: theory and practicalapplications. New York. Cambridge Univ Pr. pp.353.

Viswanathan, P. And V.R.K. Reddy. 1996. Genetics of early floweringmutans in triticale. Acta Agronomica Hungaria 46(4):389-391.

Wahyu, Y., A.P. Samosir, dan S.G. Budiarti. 2013. Adaptabilitasgenotipe gandum introduksi di dataran rendah. Bul. Agrohorti1(1):1-6.

Wibowo. 2009. Gandum pun bisa tumbuh di Indonesia. http://www.agroindonesia.co.id. [01 Maret 2016].

Wiyono, N.T. 1980. Budi daya tanaman gandum (Triticum sp.). PT.Karya Nusantara, Jakarta.

Yoshiba, Y., T. Kiyosue, K. Nakashima, K.Y. Shinozaki, and K.Shinozaki. 1997. Regulation of levels of proline as an osmolytein plants under water stress. Plant Cell Physiol. 38(10):1095-1102.

Page 55: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

ADNYANA DAN WARDANA: WILLINGNESS TO ACCEPT DAN WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PADI HIBRIDA

53

Willingness to Accept dan Willingness to Pay Petani dan Konsumenterhadap Padi Hibrida di Sentra Produksi Jawa Timur

Farmers’ Willingness to Accept and Willingness to Pay for Hybrid RiceVarieties in East Java

Made Oka Adnyana dan Putu Wardana

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman PanganJl. Merdeka 147, Bogor, Indonesia

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 15 Juli 2015; direvisi 9 Februari 2016; disetujui 7 April 2016

ABSTRACT

Research on hybrid rice in Indonesia was initiated in 1983, incollaboration with the International Rice Research Institute. Since2000 private sector had indicated their interest in hybrid rice seedbusiness. Planted area of hybrid rice in Indonesia was still relativelysmall of about 658 thousand hectares or about 5.0 percent of thetotal rice planted area of 13.2 million hectares in 2013. This studywas aimed to analyze farmers’ responses and preferences to thedevelopment of hybrid rice in East Java, one of the rice productioncenter in Indonesia. Contingent valuation method (CVM) to analyzefarmers’ Willingness to Accept (WTA) and Willingness to Pay(WTP) with respect to various factors was then exercised toevaluate constraints and prospect of the future of hybrid ricedevelopment in Indonesia. The outputs of this study showed thatfarmers’ preferences to hybrid rice based on its taste was positive,especially to the newly introduced hybrid rice variety “Hipa Jatim”,when compared with the previous hybrid varieties, such as Maroand Rokan. WTA and WTP also showed significant farmers’interests to the hybrid variety, due to higher yield and its bettertaste, similar to that of popular inbred rice. Farmers’ WTAs ofhybrid rice was significantly influenced by the productivity,response to pests and deseases, and the total cost of production,while consummers’ WTPs of hybrid rice was significantly influenedby the quality of milled rice.

Keywords: hybrid rice, WTA, WTP.

ABSTRAK

Penelitian dan pengembangan padi hibrida di Indonesia telah dimulaisejak 1983 bekerja sama dengan International Rice ResearchInstitute. Sejak tahun 2000 sektor swasta tertarik melakukan bisnisbenih padi hibrida. Luas pertanaman padi hibrida di Indonesia relatifkecil, sekitar 658.000 ha atau tidak lebih dari 5,0% dari total luastanam padi nasional 13,2 juta ha pada tahun 2013. Penelitian inibertujuan menganalisis respons dan preferensi petani terhadappengembangan padi hibrida di Malang dan Blitar, sentra produksi diJawa Timur. Metode penilaian Contingent Valuation Method (CVM)diadopsi untuk menganalisis Willingness to Accept (WTA) danWillingness to Pay (WTP) petani dalam pengambilan keputusanpenerimaan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan selera dan pilihan

petani dalam merespon padi hibrida cukup positif, terutama terhadapvarietas Hipa Jatim yang baru diintroduksikan, dibandingkan denganvarietas Maro dan Rokan yang diintroduksikan sebelumnya. WTAdan WTP juga menunjukkan keinginan yang cukup nyata karenahasil padi hibrida lebih tinggi dan rasa nasinya mendekati beraspadi inbrida. WTA petani nyata dipengaruhi oleh produktivitas,serangan hama dan penyakit, dan biaya produksi, sedangkan WTPkonsumen dipengaruhi oleh kualitas beras padi hibrida.

Kata kunci: padi hibrida, WTA, WTP.

PENDAHULUAN

Penelitian dan pengembangan padi hibrida di Indonesiasudah dimulai sejak 1983 bekerja sama denganInternational Rice Research Institute dan lembagapenelitian padi hibrida dari China. Namun, varietas padihibrida yang dirakit di Indonesia masih rentan terhadaphama dan penyakit. Pada tahun 2000, beberapaperusahaan swasta China memperkenalkan varietaspadi hibrida di Indonesia tetapi tetap kurang tahanterhadap hama dan penyakit. Mulai tahun 2007,perusahaan swasta produsen benih padi hibrida mulaimemperkenalkan padi hibrida yang beradaptasi cukupbaik di daerah tropis, bahkan benihnya diproduksi diIndonesia. Sampai tahun 2013, areal tanam padi hibridasudah mencapai sekitar 658.000 ha (Ditjentan 2014).

Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagaiprogram untuk percepatan pengembangan padi hibrida,antara lain mengintensifkan penelitian danpengembangan untuk menemukan padi hibrida yanglebih tahan hama dan penyakit utama seperti penggerekbatang, wereng cokelat, tungro, Bacterial Leaf Blight(BLB) dan Bacterial Leaf Streak (BLS) dan beradaptasibaik di daerah tropis. Budi daya padi hibrida relatif lebihkhusus dibandingkan dengan padi inbrida,membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang

Page 56: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

54

cukup memadai, baik dalam memproduksi benihmaupun gabah konsumsi (BB Padi 2015).

Masalah utama pengembangan padi hibrida diIndonesia antara lain produksi benih masih rendah danbelum didukung oleh sistem perbenihan yang baiksehingga sulit diperoleh dan harganya mahal. Varietaspadi hibrida yang telah dilepas umumnya masih rentanterhadap berbagai hama dan penyakit, harapan petaniterhadap produktivitas padi hibrida sangat tinggi.Beberapa varietas padi hibrida mempunyai mutu beraskurang baik dibandingkan dengan beras premium,stabilitas hasil rendah karena budi daya kurang sesuai,ketersediaan benih murni tetua hibrida kurang memadai,masih banyak petani yang terbiasa menggunakan benihsendiri (benih F2), dan kurangnya informasi teknologipadi hibrida (Puslitbangtan 2008). Faktor lain yang jugadapat mempengaruhi lambatnya proses adopsi padihibrida adalah kurangnya diseminasi dan promosi padihibrida yang baru dilepas ke pengguna, belum dikenaldan belum dipahaminya selera dan preferensipengguna oleh peneliti, belum diterapkannya analisisex-ante dan analisis ex-post dalam proses perakitan danpengembangan padi hibrida kepada masyarakat luas,dan belum dimanfaatkannya signal pasar olehpengguna dalam perencanaan penelitian danpengembangan padi hibrida, terutama preferensispesifik lokasi (Manikmas 2013).

Pengguna sering memerlukan keputusan untukmenentukan korbanan maksimal dalam bentuk biayaproduksi yang mampu mereka keluarkan pada saatakan mengadopsi teknologi baru. Ketika penggunasebagai penjual suatu produk teknologi baru, merekaberpikir untuk kemungkinan harga minimal yang dapatditerima (Fudenberg 2011). Pengguna dalammemutuskan untuk membayar korbanan tertinggi yangingin dibayar untuk produk tertentu yang ingin diadopsidan memutuskan untuk menerima harga yang palingrendah yang dapat diterima sangat terkait dengan hargabayangan yang merupakan salah satu indikator untukmengukur demand driving commodity yangdiperkenalkan kepada mereka (Monroe 2015). Untukmengukur potensi pengembangan padi hibrida yangsudah dilepas maupun yang belum dilepas dalammenciptakan pasarnya sendiri, maka analisis perilakudan respons pengguna untuk bersedia melakukankorbanan ekonomi sebagai dampak mengadopsivarietas padi tersebut menjadi sangat penting.

Harga yang ingin dibayar oleh pengguna berperanbesar dalam pengambilan keputusan mereka sebagaipembeli dalam menentukan harga maksimum yangbersedia dibayar terhadap suatu produk padi hibrida.Harga pasar akan berperan besar dalam pengambilankeputusan oleh pengguna untuk menentukan harga

minimum yang bersedia mereka terima bila sebagaipenjual (Simoson and Drolet 2003). Harga reservasi atauwillingness-to-pay (WTP) tertinggi yang sering dipengaruhioleh preferensi dapat diduga dengan menggiringpengguna untuk mempertimbangkan harga tertentusekalipun bersifat arbitrari. Sebaliknya, harga jual minimalsangat dipengaruhi oleh harga ekspektasi pasar suatuproduk yang akan dijual (Dale et al. 2006; Osorio andMittelhammer 2012.).

Pendekatan demand driving commodity disusunsebagai salah satu upaya untuk menanggapi kritik tajamdari berbagai pihak yang ditujukan ke Badan LitbangPertanian tentang belum meluasnya hasil-hasilpenelitian dan pengembangan pertanian, termasuk padihibrida. Hasil penelitian masih cukup banyak yang tidaksesuai dengan preferensi pengguna dan kebutuhanpasar. Harga suatu produk yang ingin dibayar penggunamencerminkan nilai produk tersebut terhadappengguna dan pengorbanan yang diperlukan untukmemperoleh dan mengadopsi teknologi. Pada tahapawal, pengguna selalu menganalisis harga yangditawarkan kepadanya dan kemudian memutuskanapakah akan membeli produk suatu teknologi atau tidaksesuai dengan harga minimal yang diharapkan (Isoni etal. 2011).

Pendekatan yang valid untuk mengukur kesediaanpengguna untuk menerima (willingness to adopt, WTA)sangat menentukan dalam pengambilan keputusanpenerimaan teknologi. Kesediaan konsumen untukmembayar (willingness to pay, WTP) menentukanpengambilan keputusan mereka untuk bersediamembayar produk yang baru diluncurkan (Camerronand James 1987). WTA dan WTP terkait dengansejumlah korbanan finansial maksimun yang bersediadikeluarkan petani sebagai pengguna untukmengadopsi teknologi dan sebagai konsumen untukmembeli produk tertentu (Kannan et al. 2009; Ebert andPrelec 2007). Analisis kesepakatan (conjoint analysis)banyak diminati peneliti pemasaran teknologi atauproduk baru (Didier and Lucie 2008; Adnyana danKariyasa 2006). Namun data preferensi yangdisampaikan pengguna dan atau konsumen denganmenanyakan secara langsung kepada mereka tentangWTA atau WTP lebih populer yang merupakan teknikcontigent valuation method (CVM) (Bodog andLaszlo 2012, Dieckmann at al. 2009).

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi danmenganalisis preferensi petani terhadap varietas padihibrida, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhiwillingness to accept (WTA) petani terhadap padi hibridasebagai produsen dan willingness to pay (WTP) sebagaikonsumen, dan (3) mengevaluasi respon dan persepsipetani terhadap varietas padi hibrida.

Page 57: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

ADNYANA DAN WARDANA: WILLINGNESS TO ACCEPT DAN WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PADI HIBRIDA

55

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Jumlah Sampel

Penelitian dilakukan di Kabupaten Malang dan Blitar,Jawa Timur. Jumlah sampel yang diwawancarai adalah120 responden yang tersebar di dua kabupaten tersebut.Jumlah sampel pada masing-masing kabupaten adalah60 responden petani produsen yang telah terbiasamenanam padi hibrida dan sekaligus sebagai konsumenberas. Penentuan kabupaten adalah atas dasar potensipadi hibrida yang dapat dikembangkan lebih lanjut danpeluang pasar beras yang dihasilkan.

Responden

Penarikan sampel responden mengikuti stratifiedrandom sampling atas dasar adopter dan non-adopter,serta pendapatan rumah tangga petani. Respondendikelompokkan atas kelas pendapatan, yaitu tinggi,sedang, dan rendah. Wawancara secara langsung (tatapmuka) dilakukan kepada masing-masing respondenyang telah menanam padi hibrida dan petani potensialyang sebelumnya telah menanam padi hibrida sepertivarietas Maro dan Rokan. Pada masing-masingkabupaten dipilih satu sentra produksi padi kemudianditawarkan padi hibrida varietas Hipa Jatim.

Pendekatan dan Waktu Pelaksanaan

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan conjointanalysis, petani pengguna yang juga konsumen berasditanya apakah mereka ingin membeli dan atau menjualbenih dan beras padi hibrida pada harga arbitrari.Kemudian dievaluasi harga yang ingin mereka bayar jikasebagai pembeli dan atau menjual jika sebagai penjual(Ariely et al. 2006; Christoph et al. 2016). Prosedur serupajuga diterapkan untuk harga pasar yang berlaku denganmenanyakan kepada konsumen apakah harga lebihtinggi atau lebih rendah dari suatu besaran arbitrari.Dengan demikian, penelitian ini mencoba mengukurWTP maksimum dan WTA minimum pengguna.Penelitian dilaksanakan pada tahun 2013.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristikresponden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaanutama, status pekerjaan (permanen, sambilan) jumlahanggota keluarga, dan pendapatan); (2) opini, persepsidan respons petani; (3) preferensi petani sebagaikonsumen terhadap beras padi hibrida, seperti bentukberas (panjang), warna beras (putih), mutu giling (butirpecah rendah ≤10%), dan rasa (agak pulen); (4) WTP

dan WTA; (5) data dan informasi lain yang relevandengan tujuan penelitian (pengetahuan, risiko dll).

Analisis Data

Analisis terhadap WTP maupun WTA pengguna terhadappadi hibrida yang ditawarkan kepada respondenmeliputi: (1) analisis empiris, dan (2) analisisekonometrik. Hasil analisis empiris disajikan dalambentuk tabulasi silang, sedangkan analisis ekonometrikmerupakan analisis pengaruh peubah penjelas (peubahbebas) terhadap peubah dependen (peubah tak bebas)yang dituangkan dalam model ekonometrika.

1. Analisis empiris

Contingent valuation method (CVM) digunakan untukmenentukan WTP maupun WTA pengguna terhadapproduk yang ditawarkan dalam wawancara langsung.Kombinasi pendekatan juga diterapkan seperti tawarantunggal dan tawaran ganda. Penggunaan tawaran gandadievaluasi di lapangan secara kritis pada saat prasurveiuntuk menghindari inefisiensi karena sering terjadijawaban yang tidak konsisten, terutama antara tawaranpertama dengan kedua (Emmanuel and Hollard 2006).CVM merupakan pendekatan yang secara luasditerapkan dalam penelitian demand driving commodityuntuk mengevaluasi WTP pengguna dan WTA terhadapproduk-produk yang baru dilepas atau yang segera dilepas ke pasar. WTP maupun WTA penggunamenggunakan format pertanyaan pilihan dikotomous.Dua bounded procedures yang digunakan dalam CVMyaitu pilihan dikotomous bounded tunggal dan ganda(Manikmas 2013; Manikmas 2010).

Pendekatan single bounded model menggunakantawaran tunggal sebagai batas ambang denganmenanyakan kepada responden hanya satu pertanyaanpilihan dikotomous, yaitu ya atau tidak (Emmanuel andHollard 2006). CVM diterapkan untuk mengukur WTPpengguna terhadap kelebihan (premium) produk yangditawarkan dan baru dilepas ke pasar dan WTApengguna terhadap discount untuk membeli produktersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat CVMdiajukan kepada pengguna untuk menggali WTPterhadap nilai premium dari produk yang ditawarkandan WTA pengguna terhadap nilai diskon yangdiberikan. Jika pengguna murni sebagai pembeli, WTPdievaluasi terhadap harga yang berlaku di pasar yangumumnya lebih tinggi diukur dengan nilai nominalmaupun relatif. Jika pengguna sebagai penjual, WTA yangditawarkan pada umumnya lebih rendah dari hargapasar.

Page 58: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

56

2. Analisis model ekonometrik

Pada dasarnya, pengguna adalah pembeli, makasebagian besar penelitian tentang kemampuan suatuproduk untuk menciptakan pasar terfokus pada hargadari sisi pembeli. Namun pengguna sering juga sebagaipenjual atau produsen-penjual (Ariely et al. 2013).Sebagai contoh, petani tanaman pangan, di satu sisimereka menjuali hasil usahataninya ke pasar dan di sisilain juga pembeli suatu produk. Kondisi seperti ini sangatumum di perdesaan di mana produsen juga sebagaipengguna. Hal ini sangat terkait dengan komoditas atauproduk-produk pertanian, terutama tanaman pangan,misalnya petani menjual gabah dan membeli berasuntuk varietas tertentu.

Harga beli dan harga jual tampaknya bergantungpada nilai suatu produk bagi pengguna. Pengguna akanberani membayar lebih mahal bagi produk yang memilikinilai relatif lebih tinggi dan harga pasar yang berlaku padasaat yang sama untuk produk yang sama. Dengandemikian, fenomenanya adalah bobot relatif nilai suatuproduk bagi pengguna dibandingkan dengan bobotharga yang sedang berlaku (pasar) diharapkan akanlebih rendah dalam kaitannya dengan keputusanmenjual dan membeli. Perbedaan antara harga beli danharga jual akan berpengaruh pada nilai suatu produklebih rentan terhadap pengaruh yang berubah-ubahyang secara langsung terkait dengan WTP. Harga jualtampaknya lebih terpengaruh oleh manipulasi hargapasar (Simoson and Drolet 2003).

Penggunaan model bounded ganda dalammenganalisis WTP dan WTA akan menghasilkan empatkemungkinan yaitu: (1) responden tidak bersediamembeli produk baru yang ditawarkan pada harga yangsama atau diskon dengan produk serupa yang telahberedar, (2) responden tidak bersedia membayardengan harga sama tetapi pada harga yang lebih rendahdibandingkan dengan harga produk yang telah beredar,(3) responden bersedia membayar produk baru padaharga yang sama tetapi tidak bersedia membayar lebihmahal atau premium yang ditawarkan, dan (4)responden bersedia membayar dengan harga yangsama dan bersedia pula membayar pada harga yanglebih mahal (premium) mengingat keunggulan yangdijanjikan oleh produk baru yang ditawarkan(Emmanuel and Hollard 2006).

Model ekonometrik yang diterapkan untukmenganalisis data WTP maupun WTA adalah doublebounded logit model (Emmanuel and Hollard 2006). JikaWTPi adalah WTP pribadi pengguna ke-i maka discreteoutcome (Dg) dari proses tawar menawar harga produkbaru ditulis sebagai berikut:

Kelompok 1 WTAi < BDDg = Kelompok 2 BD ≤ WTAi < BO (1)

Kelompok 3 BO ≤ WTAi < BPKelompok 4 BP ≤ WTAi

dimanaBO = tawaran awal sama dengan nol (tidak berbeda

antara harga tawaran dan harga berlaku)BD = harga diskonBP = harga dengan premiumi = 1,2, ……, n.

Responden yang tidak memerlukan diskon bahkaningin membeli lebih mahal (dengan premium) produkyang ditawarkan kepadanya akan masuk ke dalamkelompok 4 (D4). Responden yang tidak menginginkandiskon maupun premium lebih rendah dari BP akanmasuk ke dalam kelompok 3 (D3). Responden yangmenginginkan diskon lebih besar atau sama dengan BDakan masuk ke dalam kelompok 2 (D2). Responden yangmenunjukkan WTP paling rendah akan masuk ke dalamkelompok 1 (D1). Persamaan ekonometrik WTPpengguna terhadap produk baru dapat ditulis sebagaiberikut:

WTAi = α0 + α1Bi + α2 Zi + εi (2)

dimanaBi = kesepakatan akhir dari responden ke-i (diskon

atau premium, dalam persen)Zi = peubah sosio-demograpi atau karakteristik

respondenεi = peubah acakα0, α1, α2 = parameter dugaan; i = 1,2,. …..,n,

dengan asumsi, Z dan ε bersifat linier untuk seluruhresponden dan ε mengikuti distribusi komulatif normalε ~ G(0, ε2) dengan nilai rata-rata 0 dan galat baku ε2.Berdasarkan asumsi tersebut maka pilihan peluanguntuk individu ke-i dapat ditulis sebagai berikut:

G(α0 - α1BD + α2Z), untuk j = 1Prob= G(α0 - α1BO + α2Z) - G(α0 - α1BD + α2Z), untuk j = 2 (3)(D=j) G(α0 - α1BP + α2Z) - G(α0 - α1BO + α2Z), untuk j = 3

1 - G(α0 - α1BP + α2Z), untuk j = 4

Dengan demikian, fungsi log-likelihood pilihandikotomous pengguna terhadap keinginan untukmembeli maupun ketersediaan untuk menerima hargaproduk baru yang ditawarkan kepada pengguna ditulissebagai berikut:

IDi = 1lnG(αo – α1BDi + α2Zi)L = Σ + IDi = 2ln{G(αo – α1B0i + α2Zi) - G(αo – α1BDi + α2Zi)} (4)

+ IDi = 3ln{G(αo – α1BPi + α2Zi) - G(αo – α1B0i + α2Zi)}

+ IDi = 4ln{1 - G(αo – α1BPi + α2Zi)}

i

Page 59: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

ADNYANA DAN WARDANA: WILLINGNESS TO ACCEPT DAN WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PADI HIBRIDA

57

dimanaIK = fungsi indikator untuk kejadian ke-KDi = j = alternatif ke-j yang mungkin munculG(.) = distribusi logit standar dengan nilai tengah

nol dan galat baku ε = π/√3.

Dalam bentuk empiris, persamaan (2) dapat ditulissebagai berikut:WTAi = α0 - α1Bi + α2 JAKi + α3DIK + α4UMR +

α5PNG + α6PND + α7PRS + αn Zn + εi (5)

dimanaBi = tawaran acak yang diajukan kepada

pengguna, diskon atau premium (persen)JAK = jumlah anggota keluarga (orang)DIK = pendidikan responden (tahun)UMR = umur responden (tahun)PNG = pengetahuan tentang produk yang

ditawarkan dibandingkan dengan produkserupa yang telah beredar di pasar

PND = pendapatan rumah tangga (Rp/bulan)PRS = persepsi dan atau opini (positif atau

negatif)Zn = peubah demografi lainnya yang relevan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Secara umum komposisi responden didominasi olehlaki-laki (94,6%) dan hanya 5,5% responden perempuan.Responden perempuan berasal dari Kabupaten Blitaryang komposisinya 11,5% dari total responden. Umurresponden rata-rata 48,2 tahun, dengan komposisi umuryang lebih tua ditemukan di Blitar (50,9 tahun)dibandingkan dengan responden di Malang (45,7tahun). Jumlah anggota rumah tangga responden rata-rata 4 orang. Tidak ada perbedaan antara responden diMalang maupun Blitar. Jumlah anggota keluarga yangberumur produktif (> 15 tahun) rata-rata 3 orang.

Pendidikan responden rata-rata SMP, sehinggapengetahuan terhadap padi hibrida lebih baik karenaketersediaan informasi diperoleh melalui media massa.Pekerjaan utama responden adalah pada sektorpertanian dengan lahan pertanian yang sempit, hanyasebagian kecil (6%) mempunyai pekerjaan utama padasektor nonpertanian.

Menurut kelompok pendapatan, respondendikelompokkan ke dalam enam kelompok (Tabel 1).Pendapatan responden mayoritas (86,4%) sekitar Rp 750ribu per bulan. Makin tinggi pendapatan, keinginan untukmenanam padi hibrida makin kecil, karena semakinbanyak pilihan dalam mengalokasikan modal yang

dimiliki. Responden di Malang lebih banyak yangmempunyai pekerjaan sampingan di luar sektorpertanian (10,3%), sehingga proporsi responden yanglebih kaya lebih banyak di Kabupaten Malang dibandingBlitar. Sekitar 24,1% petani responden di KabupatenMalang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1 juta/bulan.

Persepsi Petani terhadap Padi Hibridayang Ditawarkan

Data menunjukkan varietas padi hibrida yang ditawarkankepada petani padi sawah lebih mengarah kepadakualitas. Hal ini diketahui dari alasan atau dasarpertimbangan yang dikemukakan petani dalam menilaipadi hibrida yang ditawarkan. Banyak petani yangmenyebutkan bahwa kualitas beras (35,2%) dan rasanasi (27,9%) menjadi daya tarik untuk menanam padihibrida. Tidak ada perbedaan nyata antara petani diMalang dan Blitar, baik dari aspek kualitas, rasa, hargamaupun ketersediaan benih di toko sarana produksipertanian (Tabel 2). Kondisi ini menunjukkan petani padihibrida di wilayah penelitian, baik di Malang maupun

Tabel 1. Karakteristik responden petani padi hibrida pada duakabupaten di Jawa Timur, 2013.

Uraian Blitar Malang Rata-rata

Jenis kelamin (%)1. Laki-laki 88,5 100,0 94,62. Perempuan 11,5 . 5,5Jumlah anggota rumah tangga (orang) 3,9 4,2 4,1Jumlah ART> 15 2,8 3,1 3,0Jumlah ART < 15 1,1 1,1 1,1Umur (th) 50,9 45,7 48,2Pendidikan (th) 8,3 7,8 8,0Pekerjaan utama (%)1. Pertanian 98,1 89,7 93,62. Nonpertanian 1,9 10,3 6,4Kelas pendapatan (%)< Rp 250.000 59,6 20,7 39,1Rp 250.000 s/d < Rp 500.000 25,0 37,9 31,8Rp 500.000 s/d < Rp 750.000 11,5 10,3 10,9Rp 750.000 s/d < Rp 1.000.000 1,9 6,9 4,6Rp 1.000.000 s/d < Rp 1.500.000 1,9 10,3 6,4Rp 1.500.000 s/d < Rp 2.000.000 ? 13,8 7,3

Tabel 2. Dasar pertimbangan petani secara umum dalam memilihpadi hibrida yang ditawarkan di dua kabupaten, Jawa Timur,2013.

Dasar pertimbangan Malang Blitar Rata-rata(%) (%) (%)

Kualitas 35,2 35,2 35,2Rasa 28,4 27,4 27,9Harga 25,1 24,6 24,8Ketersediaan di toko 11,4 12,9 12,1

Page 60: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

58

Blitar, memberikan persepsi yang relatif seragamterhadap padi hibrida varietas Hipa Jatim daripada yangpernah ditawarkan sebelumnya kepada mereka, sepertivarietas Maro dan Rokan.

Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen tentang varietas padi hibrida (HipaJatim) yang sedang dikaji relatif terhadap varietas padiyang biasa ditanam petani sebelumnya, varietas Marodan Rokan, menggambarkan respons petani produsenuntuk menanamnya. Dengan kata lain, semakin besarrespons petani terhadap varietas padi hibrida yangsedang dikaji semakin tinggi peluang padi hibridatersebut akan ditanam dan dikembangkan oleh petaniberdasarkan pertimbangan terhadap bentuk dan ukurangabah, warna gabah, mutu giling, dan mutu rasa.

Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkanbahwa harga referensi dapat dipengaruhi oleh hargayang lalu dan harga komparatif yang ditawarkan, baiksecara langsung maupun yang diiklankan (Herrmannet al. 2007; Hans et al. 2011). Dengan demikian, analisisterhadap harga suatu produk sangat bergantung kepadakeuntungan yang dapat diperkirakan (laba bayangan)dan tingkat harga yang atraktif yang mungkin dapatditerima oleh produk tersebut, dibandingkan denganharga yang berlaku pada saat yang sama. Perkiraankeuntungan yang dapat diterima oleh produsen dan ataupenjual ditentukan oleh selera dan tingkat kepuasanyang dapat dirasakan oleh pengguna. Atraktifikasi hargaproduk yang ditawarkan ditentukan oleh preferensipengguna, termasuk referensi harga yang merekagunakan yaitu: (1) referensi internal yang dipengaruhioleh harga produk sebelumnya, dan (2) referensieksternal yang dipengaruhi oleh harga yang diiklankan.

Penelitian tentang persepsi terhadap harga suatuproduk yang ditawarkan dan konstruksi preferensipengguna yang juga menunjukkan kegagalan asumsidalam teori ekonomi klasik bahwa individu tidakmemahami nilai suatu produk yang telah secara jelasdiketahui. Dengan demikian, pengguna seringkali sangatrentan terhadap pengaruh yang tidak relevan terhadapdirinya dalam menentukan manfaat dan nilai suatuproduk (Dale et al. 2006).

Secara umum 51,4% petani di Jawa Timurmenyatakan padi hibrida varietas Hipa Jatim 1, 2, dan 3yang ditawarkan sama saja dengan padi hibrida yangpernah ditanam. Sekitar 48,6% petani respondenmenyatakan bahwa padi Hipa Jatim 1,2, dan 3 lebih baikdaripada varietas padi hibrida yang pernah ditanam. Darisegi bentuk dan ukuran gabah, serta warna gabah, lebihdari separuh petani di Malang dan Blitar menyatakanpadi Hipa Jatim yang ditawarkan tidak berbeda dengan

padi hibrida yang pernah ditanam, hanya sekitar 40%petani menyatakan Hipa Jatim lebih baik. Namun petanidi Kabupaten Malang mempunyai preferensi yang lebihbaik terhadap padi Hipa Jatim daripada petani diKabupaten Blitar (Tabel 3 dan Gambar 1). Dari aspekmutu giling, 71% petani menyatakan mutu padi HipaJatim sama saja dengan padi hibrida yang pernahditanam, namun mutu rasa Hipa Jatim lebih baik, sepertidinyatakan oleh 63,6% petani responden.

Hasil Dugaan Parameter WTA

Pendugaan WTA diarahkan untuk mengevaluasikeinginan petani produsen untuk menerima ataumengadopsi padi hibrida Hipa Jatim. Berbagai faktoryang diduga dapat mempengaruhi WTA petani terhadapkeunggulan padi hibrida meliputi produktivitas, biayaproduksi, risiko terserang organisme pengganggutanaman, umur tanaman, tingkat pendidikan, dan jenispekerjaan utama.

Model WTA yang digunakan untuk mengevaluasidan menganalisis keinginan petani untuk menerimaatau mengadopsi padi hibrida Hipa Jatim cukup baik.Peubah yang dimasukkan ke dalam model mampumenjelaskan keragaman perilaku produsen dalammengadopsi padi hibrida Hipa Jatim sebesar 77,6%dengan penyimpangan sangat rendah sepertiditunjukkan oleh koefisien keragaman (CV) 0,2%.

Penelitian Manikmas (2013) menggunakan metodeWTA menunjukkan sebagian besar peubah penjelas yangdigunakan dalam model nyata dan positif mampumenjelaskan keinginan petani untuk menerima dan

Tabel 3. Preferensi konsumen terhadap padi hibrida yangditawarkan pada dua kabupaten di Jawa Timur, 2013.

Karakteristik produk Blitar Malang Rata-rata(%) (%) (%)

Bentuk dan ukuran gabah Lebih baik (panjang) 40,8 48,3 44,9Sama saja 55,1 50,0 52,3Lebih jelek 4,1 1,7 2,8

Warna beras Lebih baik (putih bersih) 34,7 37,9 36,5Sama saja 53,1 53,5 53,3Lebih jelek 12,2 8,6 10,3

Mutu giling Lebih baik (butir pecah d” 10%) 14,3 41,4 29,0Sama saja 85,7 58,6 71,0

Mutu rasa Lebih baik (agak pulen) 61,2 65,5 63,6Sama saja 38,8 34,5 36,5

Secara umum Lebih baik 34,7 60,3 48,6Sama saja 65,3 39,7 51,4

Page 61: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

ADNYANA DAN WARDANA: WILLINGNESS TO ACCEPT DAN WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PADI HIBRIDA

59

mengadopsi varietas padi toleran rendaman, sepertiketersediaan benih, varietas padi toleran rendamansampai 14 hari, hasil tinggi, rasa sesuai dengan selerakonsumen, pendapatan rumah tangga petani pada tahunnormal (tidak banjir), areal tanam pada tahun normal,dan umur kepala rumah tangga petani. Satu -satunyapeubah bebas yang tidak berpengaruh nyata terhadapkeinginan petani mengadopsi varietas padi toleran

rendaman adalah pendapatan rumah tangga petani padatahun munculnya banjir dan merendam lahan sawah.

Di sisi lain, penelitian Netzer et al. (2008)menunjukkan berbagai faktor yang mempengaruhipersepsi pengguna terhadap harga, mencakup faktoryang mempengaruhi nilai produk yang ditawarkan.Persepsi terhadap harga juga dipengaruhi oleh referensiharga yang digunakan untuk mengevaluasi tingkatkelayakan dan kepantasan harga yang ditawarkankepada pengguna.

Semua faktor (peubah) yang dievaluasi berpengaruhnyata dan positif terhadap WTA responden, kecuali biayaproduksi. Sebagai ilustrasi dari hasil dugaan parameteradalah: bila produktivitas atau potensi hasil per satuanluas lahan dari padi Hipa Jatim meningkat 10% dibandingpadi hibrida yang pernah ditanam, maka produsenbersedia menerima harga benih padi hibrida sebesar0,3% lebih tinggi atau Rp 15.000/kg lebih mahal dari padaharga pasar. Secara umum, faktor penentu WTAprodusen untuk memilih padi Hipa Jatim dibandingkandengan padi hibrida lain adalah biaya produksi,produktivitas, ketahanan terhadap hama penyakit, danumur tanaman (Tabel 4).

Hasil Dugaan Parameter WTP

Karakteristik produk yang ditawarkan merupakan salahsatu faktor yang dapat mempengaruhi willingness to pay(WTP) konsumen. Latar belakang konsumen sepertipendapatan, jumlah anggota keluarga, dan pendidikanjuga dapat mempengaruhi WTP konsumen terhadapsuatu produk. Secara umum, faktor penentu WTPkonsumen akan mau membayar lebih mahal beras padihibrida Hipa Jatim dibandingkan dengan padi hibridalain adalah kualitas yang lebih baik (Tabel 5).

Secara keseluruhan, peubah-peubah pada modelWTP yang digunakan dalam analisis mampumenjelaskan secara serempak WTP konsumen padihibrida yang ditawarkan. Kinerja model WTPditunjukkan oleh koefisien determinasi (R2) cukup baikyaitu 83,53%. Dengan kata lain, peubah yang ada dalammodel mampu menjelaskan WTP konsumen terhadappadi hibrida Hipa Jatim sebesar 84% denganpenyimpangan sangat rendah, seperti ditunjukkan olehCV 0,14%. Namun peubah nyata yang berpengaruhterhadap WTP konsumen adalah kualitas beras padiHipa Jatim yang bagus. Dengan demikian, kualitas berassangat berpengaruh terhadap harga yang mau dibayarkonsumen. Sebagai ilustrasi, bila kualitas beras padihibrida meningkat 1% maka WTP konsumen akanmeningkat 1,4% atau konsumen akan bersediamembayar beras padi Hipa Jatim Rp 112/kg lebih mahaldari harga beras yang berlaku (Rp 8.000/kg).

WTP preferensi konsumen terhadap produkyang ditawarkan Kab. Blitar

Sama saja,65,31

Lebih baik,34,69

Gambar 1. WTP preferensi konsumen terhadap padi hibrida varietasHipa Jatim pada dua kabupaten di Jawa Timur, 2013.

Lebih baik,60,34

Sama saja,39,66

WTP preferensi konsumen terhadap produkyang ditawarkan Kab. Malang

Lebih baik,48,60

Sama saja,51,40

WTP preferensi konsumen terhadap produkyang ditawarkan Provinsi Jawa Timur

Page 62: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

60

Tabel 4. Hasil dugaan parameter faktor penentu WTA produsen dalam memilih padi hibrida yang akan ditanam di dua kabupaten di JawaTimur, 2013.

Variable Label DF Parameter Std.error t-value Pr > |t|estimate

Intercept Intercept 1 8,1610 0,0201 405,68 <,0001Biaya Biaya produksi 1 -0,0490 0,0058 -8,48 <,0001Pdvt Produktivitas 1 0,0364 0,0072 5,04 <,0001Risiko Resiko terserang hama atau penyakit 1 0,0135 0,0034 3,93 0,0002Umtan Umur tanaman 1 0,0137 0,0045 3,06 0,0028Pendd Pendidikan 1 0,0251 0,0040 6,28 <,0001Dumpek Dummy pekerjaan 1 0,0590 0,0070 8,47 <,0001R-square 0,7755 Adj. R-Sq 0,7624 CV 0,20781

Tabel 5. Hasil dugaan parameter faktor penentu WTP konsumen yang membayar lebih mahal produk padi hibrida yang ditawarkan di duakabupaten, Jawa Timur, 2013.

Variable Label DF Parameter Std.error t-value Pr > |t|estimate

Intercept Intercept 1 6,0616 0,4844 12,51 <,0001Rasa Rasa 1 0,0309 0,1128 0,27 0,7846Kual Kualitas 1 1,4289 0,1492 9,58 <,0001Ukur Ukuran/Bentuk 1 0,0451 0,1088 0,41 0,6791Pendpt Pendapatan 1 0,0382 0,2532 0,15 0,8803Jartgt15 Jumlah ART lebih 15 tahun 1 0,0014 0,1289 0,01 0,9912dumpek Dummy Pekerjaan 1 -0,1530 0,6231 -0,25 0,8065R-square 0,8353 Adj.R-sq 0,8272 CV 0,14162

KESIMPULAN

Pengetahuan responden terhadap padi hibrida varietasHipa Jatim lebih baik daripada padi hibrida yang pernahdiintroduksikan sebelumnya, seperti varietas Maro danRokan. Pengembangan padi hibrida pada areal tanamyang lebih luas di Jawa Timur lebih prospektif karenaproduktivitasnya 1-2 t/ha GKP lebih tinggi daripada padiinbrida. Preferensi konsumen terhadap padi hibrida HipaJatim positif karena mutu dan rasanya lebih baikdibanding padi hibrida yang pernah ditanamsebelumnya.

Padi hibrida Hipa Jatim berpeluang menciptakanpasar karena positifnya respons produsen dankonsumen seperti ditunjukkan oleh WTA dan WTP.Sebagian besar konsumen bersedia membayar lebihmahal beras padi hibrida Hipa Jatim dan produsenbersedia membeli benihnya dengan harga yang relatiflebih mahal dibandingkan dengan benih padi inbrida.

Diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintahuntuk mengontrol pemasaran benih padi hibrida dalamupaya merebut peluang pasar. Respons konsumenmaupun produsen yang cukup tinggi terhadap padihibrida Hipa Jatim merupakan peluang untukpengembangan padi hibrida produksi dalam negeri.

Oleh karena itu perlu segera meningkatkan ketersediaanbenih F1 melalui kerja sama antara Unit Pengelola BenihSumber Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (UPBSBPTP) dengan Balai Benih Induk (BBI)/Balai Benih Umum(BBU), dan penangkar benih lokal. Delineasi kebutuhanbenih F1 harus dilakukan melalui padu padanantarinstansi terkait dan pemetaan daerah produksibenih padi hibrida yang sesuai agar dihasilkan benihdalam jumlah cukup dan layak secara finansial.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Kepala DinasPertanian Kabupaten Malang dan Blitar, Kepala BalaiPenyuluhan Pertanian (BPP), dan Penyuluh PertanianLapangan (PPL) setempat yang telah memberikan datadan informasi serta bantuannya dalam pelaksanaansurvei di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O., Kariyasa, K. 2006. Dampak dan Persepsi PetaniTerhadap Penerapan Sistem Pengelolan Tanaman TerpaduPadi Sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan25(1):21-29.

Page 63: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

ADNYANA DAN WARDANA: WILLINGNESS TO ACCEPT DAN WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PADI HIBRIDA

61

Ariely, D., Loewenstein, G., and D. Prelec. 2006. Tom Sawyer andthe construction of value. Journal of Economic Behavior andOrganization (60):1-10.

Ariely, D., G. Loewenstein, and D. Prelec. 2013. CoherentArbitratrariness: Stable Demand Curves Without StablePreference. Quarterly Journal of Economics 1(2):51-55.

BB Padi. 2015. Teknik Memproduksi Benih Padi Hibrida. Jakarta:Balitbantan, Kementerian Pertanian.

Bodog, S.A. and F.G. Laszlo. 2012. Conjoint Analysis in MarketingResearch. Journal of Electrical and Electronics Engineering5(1):19-22.

Christoph, B., M. Hahsler, and T. Reutterer. 2016. A Review ofMethods for Measuring Willingness-to-Pay (WTP). Preprint toappear in Innovative Marketing.

Dale, G.D., W. Liu, and C.A.U. Khan. 2006. A New Look atConstructed Choice Processes PA Marketing Letters 16 (3/4):321-333.

Dieckmann, A., K. Dippold, and H. Dietrich. 2009. Compensatoryversus Noncompensatory Models for Predicting ConsumerPreferences. Judgement and Decision Making 4(3):200-213.

Didier, T and S. Lucie. 2008. Measuring Consumer’s Willingnessto Pay for Organic and Fair Trade products. InternationalJournal of Consumer Studies 32(5):479-490.

Ditjentan. 2014. Statistik Pertanian Tanaman Tanaman Pangan.Jakarta: Kementerian Pertanian.

Ebert, J. and D. Prelec. 2007 The fragility of time: Time-insensitivityand valuation of the near and far future. Management Science53:1423-1438.

Emmanuel, F. and G. Hollard. 2006. Controlling Starting-Point Biasin Double-Bounded Contingent Valuation Surveys. LandEconomics 82(1):103-111.

Fudenberg, D; D.K. Levine; and Z. Maniadis. 2011. On theRobustness of Anchoring Effects in WTP and WTAExperiments. American Economic Journal 4(2): 131-145

Hans, W. Micklitz, H.W., L.A. Reisch, and K. Hagen. 2011. AnIntroduction to the Special Issue on Behavioural Economics,Consumer Policy, and Consumer Law. Journal of ConsumerPolicy:1-6.

Herrmann, A., L. Xia, K.B. Monroe, and F. Huber. 2007. TheInfluence of Price Fairness to the Contomer Satisfaction.Journal of Product and Brand Management 14(1):49-58.

Isoni, A; G. Loomes; and R. Sugden. 2011. The Willingness to Pay-Willingness to Accept Gap, the Endowment Effect, SubjectMisconceptions, and Experimental Procedures for ElicitingValuations. The American Economic Review 101(2):991-1011.

Kannan, P.K., B.K. Pope, and S. Jain. 2009. Pricing Degital ContentProduct Lines: A Model and Application to the NationalAcademies Press. Marketing Science 28(4): 620-636.

Manikmas, M.O.A. 2013. Farmers Willingness to Accept (WTA)for Submergence Rice Varieties at Flash Flood and FloodProne Affected Rice Area. IJAS 13(2).

Manikmas, M.O.A. 2010. Respon Produsen dan Konsumenterhadap Varietas Unggul Padi Beras Merah dalamMenciptakan Peluang Pasar. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan 29(2):89-97.

Monroe, K.B. 2015. Pricing: Making Profitable Decisions. ThirdEdition, New York.

Netzer, O., J. M Lattin, and V. Srinivasan. 2008. A hidden Markovmodel of customer relationship dynamics. Marketing Science27(2):185-204.

Osorio, M. H and R. C. Mittelhammer. 2012. Estimating Willingnessto Pay for Recreation Site Attributes Using InformationTheoretic Methods. Working Paper. McGraw-Hill. http://www.freebookdownload.org/download.

Puslitbangtan. 2008. Prospek dan arah pengembangan padi hibrida.Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan.

Simoson, I. and A. Drolet. 2003. Anchoring Effect on Consumers’Willingness to Pay (WTP) and Willoingness to Accept (WTA).Research Paper Series. No. 1787. Stanford Garaduate Schoolof Business.

Whitehead, J.C., S.K. Pattanayak, G.L. Van Houtven, and B.R. Gelso.2008. Combining Revealed and Stated Preference Data toEstimate the Nonmarket Value of Ecological Services. AnAssessment of the State of the Science 22(5):872-908.

Page 64: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

62

Page 65: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PERKASA ET AL.: PENGENDALIAN GULMA PADA KEDELAI

63

Penggunaan Herbisida untuk Pengendalian Gulma pada Budi DayaKedelai Jenuh Air di Lahan Pasang Surut

Using Herbicides for Weed Control on Soybean Saturated-Culture on the Tidal Swamp

Achmad Yozar Perkasa1, Munif Ghulamahdi2, Dwi Guntoro2

1Mahasiswa Pascasarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian BogorKampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia, Handphone: +6285214510590

E-mail: [email protected] Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Naskah diterima 23 Januari 2015, direvisi 20 Oktober 2015, disetujui 29 Februari 2016

ABSTRACT

Weed is a problem on the soybean saturated culture in tidal swampland. The objective of this study was to obtain the most effectiveherbicide for weed control on soybean planted under saturatedculture in the tidal swamp land. Research was conducted in tidalswamp land at Banyu Urip village, Tanjung Lago districs, Banyuasin,South Sumatra Province, from July to December 2013, using arandomized block design consisted, of the eight treatments, withthree replications. The treatments were: control (P0), manualweeding 4 weeks after planting (P1), paraquat 2 l/ha 4 weeks afterplanting (P2), glyphosate 3 l/ha 4 after planting (P3), oxyfluorfen 2l/ha 3 days before planting (P4), oxyfluorfen 3 days before planting2 l/ha followed application of paraquat 4 weeks after planting 2 l/ha(P5), oxyfluorfen 3 days before planting 2 l/ha followed applicationof glyphosate 4 weeks after planting 3 l/ha (P6), penoxulam 1 l/ha2 weeks after planting (P7). Results showed that herbicideparaquat effectively suppressed total dry weight of weeds at 4, 6,and 8 weeks after planting. Cyperus iria was the most dominantweed in the field, with Sum Dominance Ratio 37.7%. The highestsoybean productivity was 3.7 t/ha obtained from glyphosatetreatment. Pre-emergence herbicide applications should be doneprior to soybean planting and the post-emergence herbicideapplication must be done carefully by using nozzle lid to preventtoxicity to the crop plants.

Keywords: soybean, saturated culture, weed, tidal swamp.

ABSTRAK

Salah satu masalah dalam budi daya kedelai jenuh air di lahanpasang surut adalah gangguan gulma. Tujuan penelitian adalahmengetahui herbisida yang paling efektif mengendalikan gulma padabudi daya kedelai jenuh air di lahan pasang surut. Penelitiandilaksanakan di lahan pasang surut Desa Banyu Urip, KecamatanTanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, dari bulanJuli hingga Desember 2013. Penelitian menggunakan rancanganacak kelompok. Percobaan terdiri atas delapan perlakuan dengantiga ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu kontrol (P0), penyianganmanual 4 minggu setelah tanam (MST) (P1), aplikasi herbisida

paraquat 2 l/ha pada 4 MST (P2), glifosat 3 l/ha pada 4 MST (P3),oksifluorfen 2 l/ha pada 3 hari sebelum tanam (HSbT) (P4),oksifluorfen diikuti aplikasi paraquat 2 l/ha pada 3 HSbT dan 4 MST(P5), oksifluorfen diikuti aplikasi glifosat 2 l/ha dan 3 l/ha pada 3HSbT dan 4 MST (P6), dan penoksulam 1 l/ha pada 2 MST (P7).Hasil penelitian menunjukkan herbisida paraquat efektif menekangulma pada pertanaman kedelai dengan bobot kering gulma totalpaling rendah pada 4, 6, dan 8 MST. Gulma golongan teki Cyperusiria paling dominan pada lahan percobaan dengan NJD 37,7%.Pengendalian gulma dengan aplikasi herbisida glifosat memberikanproduktivitas kedelai tertinggi, mencapai 3,7 t/ha. Aplikasi herbisidapre emergence sebaiknya dilakukan sebelum tanam kedelai danaplikasi herbisida post emergence harus dilakukan secara hati-hatimenggunakan sungkup nozzle untuk mencegah keracunan padatanaman.

Kata kunci: kedelai, jenuh air, gulma, lahan pasang surut.

PENDAHULUAN

Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2013 tercatat851 ribu ton biji kering dengan produktivitas 1,48 t/ha,sementara kebutuhan nasional 2,3 juta ton (Badan PusatStatistik 2013). Kekurangan produksi kedelai dipenuhimelalui impor sebanyak 1,4 juta ton.

Peningkatan produksi kedelai dapat diusahakanmelalui pengembangan lahan pertanian potensial, salahsatunya lahan rawa pasang surut. Menurut Taufiq et al.(2008), perbaikan teknik budi daya kedelai di lahanpasang surut tipe C dapat meningkatkan produktivitaskedelai sekitar 30%. Ghulamahdi et al. (2009)membuktikan produktivitas kedelai kuning varietasTanggamus dapat mencapai 4,63 t/ha dengan teknikbudi daya jenuh air (BJA). Menurut Sagala et al. (2013),teknologi budi daya jenuh air dapat meningkatkanproduksi kedelai di lahan rawa pasang surut salin.

Page 66: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

64

Upaya peningkatan produksi kedelai di lahan pasangsurut memiliki banyak kendala, di antaranya masalahbiofisik tanah sehingga produksi kedelai rendah danmasalah gulma. Gulma di lahan pasang surut masihmenjadi faktor pembatas produksi karena infestasinyacukup besar dan pertumbuhannya sangat cepat. Olehkarena itu, gulma perlu dikelola dengan baik agar tidakmenimbulkan kerugian. Penelitian Nurjanah (2003)menunjukkan terjadi penurunan jumlah polong danpolong isi kedelai tanpa olah tanah pada perlakuan tanpapengendalian gulma.

Pengendalian gulma pada tanaman kedelai diIndonesia umumnya dilakukan secara manual. Faktoryang menjadi kendala dalam pengendalian gulma yaituketersediaan tenaga kerja, biaya, dan luas arealpertanaman. Aplikasi herbisida untuk mengendalikangulma pada areal pertanaman yang luas dan tenaga kerjarelatif mahal merupakan cara yang efektif dan efisienserta mengurangi gangguan terhadap struktur tanah.

Penelitian ini bertujuan mengetahui herbisida yangpaling efektif mengendalikan gulma pada budi dayakedelai jenuh air di lahan pasang surut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut DesaBanyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten BanyuAsin, Sumatera Selatan, pada bulan Juli sampaiDesember 2013. Bahan yang digunakan adalah benihkedelai varietas Tanggamus, herbisida berbahan aktifparaquat, glifosat, oksifluorfen, dan penoksulam. Pupukyang digunakan adalah urea, SP-36, KCl, insektisidaberbahan aktif karbosulfan 25,5%, pestisida, semiautomatic knapsack sprayer, corong sungkup plastikbotol air mineral, kuadran berukuran 0,5 m x 0,5 m danalat penunjang lainnya.

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok.Percobaan terdiri atas delapan perlakuan dengan tigaulangan. Petak perlakuan berukuran 2 m x 3 m. Setiappetak dikelilingi oleh saluran air dengan lebar 25 cm dandalam 5 cm, sehingga kondisi petakan selalu basah padasaat irigasi diberikan. Air irigasi diberikan mulai saattanam. Ilustrasi budi daya kedelai jenuh air di lapanganditunjukkan pada Gambar 1.

Pada waktu pengolahan tanah diberikan kapur 2 t/ha, pupuk kandang 2,5 t/ha, SP-36 400 kg/ha, dan KCl100 kg/ha. Semua pupuk dan kapur diberikan pada saatpengolahan tanah, kemudian diinkubasi selama 2minggu. Pupuk N tidak diberikan dengan harapan bintilakar kedelai dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan

nitrogen. Namun untuk membantu pemulihan daun saataklimatisasi, tanaman disemprot N melalui daun padaumur 2 dan 4 minggu dengan konsentrasi urea 7,5 g/lair. Setelah dua minggu masa inkubasi kapur dan pupukkandang, kedelai diberi inokulan Rhizobium sp (5 g/kgbenih) dan insektisida berbahan aktif karbosulfan 25,5%(15 g/kg benih) untuk mengatasi hama lalat bibit. Benihditanam dangkal pada kedalaman 2-3 cm dengan jaraktanam 40 cm x 12,5 cm, dua biji per lubang.

Sebagai perlakuan adalah kontrol (P0), penyianganmanual 4 minggu setelah tanam (MST) (P1), paraquat 4MST 2 l/ha (P2), glifosat 4 MST 3 l/ha (P3), oksifluorfen 3hari sebelum tanam (HSbT) 2 l/ha (P4), oksifluorfen 3HSbT 2 l/ha diikuti aplikasi paraquat 4 MST 2 l/ha (P5),oksifluorfen 3 HSbT 2 l/ha diikuti aplikasi glifosat 4 MST 3l/ha (P6), dan penoksulam 1 l/ha (P7). Aplikasi herbisidamenggunakan semi automatic knapsack sprayerbertekanan 1 kg/cm (15-20 psi), volume semprot 400 l/ha, nozzel T-jet warna kuning lebar semprot 0,5 m.Sprayer disungkup dengan corong dari botol air mineralplastik untuk menghindarkan tanaman kedelai daririsiko terkena semprotan herbisida.

Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan,pengendalian gulma sesuai perlakuan, danpengendalian hama menggunakan insektisida. Peubahyang diamati antara lain spesies gulma dominan, bobotkering gulma total, bobot kering gulma setiap spesies,tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun trifolia,umur berbunga, indeks luas daun (ILD), laju asimilasibersih (LAB), laju tumbuh relatif (LTR), jumlah polongisi, jumlah polong hampa, jumlah biji/tanaman, umurpengisian polong, umur panen, bobot biji per ubinan,bobot biji/ha, bobot 100 biji, dan fitotoksisitas. Datadianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis ofvariance) dengan uji lanjut jarak berganda Duncan padataraf nyata 5%. Untuk mengetahui hubunganantarkomponen hasil, data dianalisis dengan modelkorelasi (Singh and Choudhury 1979).

Gambar 1. Ilustrasi budi daya kedelai jenuh air.

Air 5 cm

25 cm 20 cm

Page 67: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PERKASA ET AL.: PENGENDALIAN GULMA PADA KEDELAI

65

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis menunjukkan tanah percobaan tergolongmasam, kandungan C-organik tanah 3,44% (Tabel 1).Menurut Prihatman (2000), toleransi kemasaman tanahsebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah 5,8-7,0 tetapipada pH 4,5 kedelai masih dapat tumbuh.

Analisis juga menunjukkan kadar Al tanahpercobaan adalah 1,06 me/100 g yang berarti cukupsesuai untuk pertumbuhan kedelai. Kandungan Fetanah tergolong tinggi, yaitu 24,25 me/100 g. Berdasarkananalisis tanah dapat disimpulkan bahwa tanamankedelai cukup sesuai ditanam di tanah tersebut.

Pengamatan Gulma

Hasil analisis vegetasi sebelum perlakuan menunjukkanlahan percobaan didominasi oleh gulma golongan tekiCyperus iria dengan nilai jumlah dominansi (NJD) 37,7%diikuti oleh golongan rumput Axonopus compressus15,4% dan Cynodon dactylon 9,5%. Jenis gulma yangmendominasi selanjutnya adalah golongan berdaunlebar, di antaranya Boreria alata 13,8%, Phylanthusurinaria 12,8%, dan Melastoma affine 10,5% (Tabel 2).

Dominasi gulma golongan teki Cyperus iria lebihtinggi karena memiliki daya adaptasi yang luas padakondisi lingkungan yang beragam. Kurangnya pengaruhpenghambatan perlakuan jenis herbisida karena adanyaadaptasi Cyperus iria secara morfologi maupun fisiologiterhadap cekaman lingkungan. Adaptasi morfologididasarkan atas penghambatan atau pencegahanmasuknya senyawa berbahaya ke dalam tubuhtanaman, misalnya adanya lignin (Schulz and Friebe1999). Lignin pada dinding sel Cyperus iria mencegahmasuknya senyawa kimia pada membran, sehinggasistem membran tidak mengalami kerusakan.

Perlakuan berpengaruh terhadap bobot keringgulma pada 4, 6, dan 8 MST. Pada 4 MST bobot keringgulma pada perlakuan herbisida glifosat, oksifluorfen,dan oksifluorfen-glifosat memiliki keefektifan yang samadalam menekan gulma dibandingkan denganpenyiangan manual (Tabel 3).

Paraquat paling efektif menekan gulma yangditunjukkan oleh rendahnya bobot kering gulma pada4, 6, dan 8 MST. Penoksulam kurang efektif menekangulma pada umur 4 MST dibandingkan dengan jenisherbisida lainnya, sedangkan oksifluorfen kurang efektifmengendalikan gulma pada 6 dan 8 MST (Tabel 2).Damalas (2004) menyebutkan bahwa perbedaan bahankimia herbisida, mode of action, dan pengaruh terhadapjalur metabolisme dapat menghambat kerja enzim atauproses fisiologis gulma.

Perlakuan pengendalian berpengaruh terhadapbobot kering gulma masing-masing spesies. Bobot keringgulma spesies Cyperus iria terlihat lebih tinggidibandingkan dengan spesies lainnya. Pengendaliangulma menggunakan herbisida paraquat menurunkanbobot kering spesies Cyperus iria (Tabel 4).

Tabel 1. Karakteristik tanah lokasi percobaan. Desa Banyu Urip,Kecamatan Tanjung Lago, 2013.

Parameter Nilai

pH H2O 5,00 (masam)pH KCl 4,10 (masam)C-Organik (%) 3,44 (sedang)N total (%) 0,22 (sedang)P tersedia (ppm) 7,6 (sedang)Ca (me/100g) 4,55 (rendah)Mg (me/100g) 1,83 (sedang)K (me/100g) 0,28 (rendah)Na (me/100g) 0,60 (sedang)KTK (me/100g) 24,60 (tinggi)Al (me/100g) 1,06 (cukup)Zn (me/100g) 1,82 (cukup)Fe (me/100g) 24,25 (tinggi)

Tabel 2. Kondisi vegetasi awal lahan percobaan.

Spesies Golongan NJD (%)

Cyperus iria Teki 37,7Axonopus compressus Rumput 15,4Borreria alata Daun lebar 13,8Phylanthus urinaria Daun lebar 12.8Melastoma affine Daun lebar 10,5Cynodon dactylon Rumput 9,5

Tabel 3. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobotkering gulma total.

Bobot kering gulma total (g 0,25 m2)Perlakuan

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Kontrol 46,4a 57,2a 69,3a 50,0aPenyiangan manual 44,7a 18,9bc 31,2bc 16,0bcParaquat 38,2a 13,2c 9,3c 6,6cGlifosat 47,4a 27,2bc 24,2bc 16,5bcOksifluorfen 29,5a 25,0bc 37,4b 23,2bOksifluorfen-paraquat 38,4a 11,8c 13,7bc 12,7bcOksifluorfen-glifosat 28,7a 21,5bc 27,7bc 18,9bcPenoksulam 46,9a 39,5ab 34,5bc 19,5bc

MST = minggu setelah tanam.Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

Page 68: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

66

Herbisida paraquat efektif menekan pertumbuhangulma dengan bobot kering paling rendah karenamerupakan herbisida kontak dan cepat mengendalikangulma. Adnan et al. (2012) menyatakan aplikasi herbisidaparaquat meningkatkan intensitas pengendalian gulmadan menurunkan bobot kering gulma sertameningkatkan komponen hasil dan hasil kedelai.

Pertumbuhan, Komponen Hasil, danHasil Kedelai

Perlakuan pengendalian gulma berpengaruh terhadappertumbuhan vegetatif kedelai. Aplikasi herbisidaoksifluorfen+paraquat menghasilkan tanaman palingrendah. Perlakuan herbisida paraquat meningkatkanjumlah cabang kedelai. Perlakuan glifosat meningkatkanjumlah daun trifolia, dan perlakuan oksifluorfenmemperpanjang umur berbunga (Tabel 5).

Perlakuan herbisida tidak menunjukkan pengaruhnyata pada komponen fisiologi tanaman kedelai, yaituindeks luas daun (ILD), laju asimilasi bersih (LAB), danlaju tumbuh relatif (LTR) (Tabel 6).

Cara kerja herbisida memberikan pengaruhterhadap komponen pertumbuhan kedelai. Sesuaidengan pernyataan Adnan et al. (2012), cara kerjamasing-masing herbisida yang berbeda secara langsungmempengaruhi pertumbuhan, komponen hasil, danhasil kedelai.

Pertumbuhan dan hasil tanaman juga dipengaruhioleh ketersediaan air, unsur hara, dan cahaya(Hassanudin et al. 2012). Melambatnya pertumbuhankedelai disebabkan oleh persaingan dengan gulma

Tabel 4. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma setiap spesies.

Perlakuan Waktu Cyperus Axonopus Borreria Phylanthus Melastoma Cynodoniria compressus alata urinaria affine dactylon

Bobot kering (g/0,25 m)Kontrol Awal 38,0a 1,3bc 4,3a 3,1a 3,9ab 2,9a

Akhir 35,1a 2,2a 1,5a 3,4a 4,6a 4,6aManual Awal 35,0a 3,3a 2,4a 2,4ab 2,6ab 1,9a

Akhir 17,1b 1,2bc 0,5c 1,1b 0,5b 0,4bParaquat Awal 32,6a 2,6abc 2,2a 2,0ab 2,0ab 2,0a

Akhir 3,5b 1,3ab 0,0c 1,2b 0,2b 0,2bGlifosat Awal 41,3a 3,0ab 3,0a 1,2ab 1,9ab 3,9a

Akhir 14,8b 1,0bcd 0,8b 0,3b 0,4b 1,2bOksifluorfen Awal 25,3a 1,6abc 1,6a 1,0b 0,7b 3,0a

Akhir 8,4b 0,4cd 0,0c 0,3b 0,4b 1,2bOksifluorfen-paraquat Awal 30,3a 0,8c 3,0a 1,3ab 1,4ab 3,8a

Akhir 10,5b 0,2d 0,1bc 0,7b 0,9b 0,6bOksifluorfen-glifosat Awal 51,0a 1,4bc 1,3a 0,8b 1,7ab 2,7a

Akhir 10,7b 0,2d 0,2bc 0,8b 0,5b 0,2bPenoksulam Awal 34,6a 1,2bc 1,8a 1,9ab 6,0a 2,1a

Akhir 16,6b 0,3cd 0,5bc 1,1b 1,1b 0,7b

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Tabel 5. Pengaruh perlakuan terhadap vegetatif tanaman kedelai.

Tinggi Jumlah Jumlah daun UmurPerlakuan tanaman cabang trifolia berbunga

(cm) (cabang) (helai) (HST)

Kontrol 72,8ab 5,2abc 27,8ab 39,0bcManual 79,0a 5,6ab 27,4ab 37,6cParaquat 69,2ab 5,7a 29,6a 38,6bcGlifosat 74,2ab 4,3c 30,0a 38,6bcOksifluorfen 61,6ab 4,8abc 16,9c 43,3aOksifluorfen-paraquat 58,3b 4,8abc 20,0bc 40,0bOksifluorfen-glifosat 67,5ab 4,4bc 21,4bc 39,6bcPenoksulam 72,9ab 4,2c 26,3ab 39,0bc

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

dalam mendapatkan air, unsur hara, cahaya, ruangtumbuh serta oksigen dan karbondioksida untukpertumbuhannya (Utami dan Rahadian 2010). Gulmamenyerap unsur hara dan air lebih banyak yangmenyebabkan pertumbuhan kedelai menjaditerhambat (Prasetyo dan Hajoeningtijas 2009).

Analisis korelasi dan sidik lintas menunjukkankarakter yang berperan penting terhadap hasil kedelaiadalah jumlah biji dan jumlah polong isi/tanaman, umurpengisian polong, umur panen, bobot hasil/ubinan, danbobot 100 biji. Masing-masing peubah tersebutberkorelasi positif nyata dengan hasil/ha.

Koefisien korelasi antara jumlah biji/tanamandengan polong isi sangat nyata (r = 1,00**). Demikianjuga antara umur pengisian polong dengan umur panen,hasil/ha dan hasil ubinan (r= 0,79**, 1,00*). Jumlah

Page 69: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PERKASA ET AL.: PENGENDALIAN GULMA PADA KEDELAI

67

polong hampa, dan umur pengisian polong berkorelasinyata dengan bobot 100 biji (r= 0,402* dan 0,401*) Halini mengindikasikan perlakuan herbisida di pertanamankedelai yang mempunyai jumlah biji per tanaman tinggicenderung mempunyai polong isi lebih banyak.

Perlakuan pengendalian gulma berpengaruhterhadap jumlah polong hampa, bobot biji/ubinan, danhasil/ha, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlahpolong isi, jumlah biji/tanaman, umur pengisian polong,umur panen, dan bobot seratus biji (Tabel 8).

Pada perlakuan herbisida glifosat, jumlah polonghampa lebih rendah dibandingkan dengan kontrol danperlakuan herbisida lainnya. Aplikasi herbisida glifosatjuga meningkatkan hasil kedelai (bobot biji 453 g/m/ubinan dan 3,77 t/ha).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Utomoet al. (2014), yang menunjukkan penggunaan herbisidasistemik dengan dosis lebih tinggi menyebabkanpertumbuhan tanaman kedelai lebih baik, yangditunjukkan oleh jumlah daun, bobot kering totaltanaman, jumlah biji/tanaman, dan bobot 100 biji karenarendahnya tingkat persaingan dengan gulma.

Tanaman kedelai pada stadia muda sampai fasevegetatif awal mengalami keracunan akibat penggunaanherbisida paraquat, glifosat, oksifluorfen danpenoksulam (Tabel 9).

Keracunan tanaman akibat herbisida oksifluorfenmulai terlihat pada umur 7 HST atau 4 hari setelah aplikasi(HSA). Tingkat keracunan tanaman kedelai masih dalamskala ringan yang ditandai oleh pertumbuhan daun yangkurang normal. Keracunan tanaman akibat herbisidaparaquat dengan skala sedang mulai terlihat pada umur21 HST atau 7 HSA, ditandai oleh adanya beberapatanaman yang daunnya terbakar. Penggunaan herbisidaglifosat mulai menampakkan gejala keracunan padatanaman kedelai dengan skala sedang pada umur 35HST atau 21 HSA, ditandai oleh adanya beberapatanaman yang daunnya mengalami klorosis. Gejalakeracunan herbisida penoksulam pada tanaman kedelaiumur 35 HST atau 21 HSA ditunjukkan oleh adanyabeberapa daunnya yang mengalami nekrosis (Tabel 9).

Terdapat daun yang terkena pengaruh percikanherbisida paraquat sehingga beberapa mengalamikerusakan seperti terbakar. Aplikasi herbisida glifosatmenyebabkan keracunan ringan pada tanaman kedelaiumur 35 HST atau 21 HSA. Semakin meningkat umurtanaman semakin terlihat gejala keracunan herbisida

Tabel 7. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap korelasi komponen hasil tanaman kedelai.

Jumlah UmurKorelasi Umur Polong Polong biji/ pengisian Hasil/ Hasil/ha Bobot

panen isi hampa tanaman polong ubinan 100 biji

Umur panen 1 -0,02 0,20 -0,02 0,79 0,11 0,10 0,11tn tn tn ** tn tn tn

Polong isi 1 0,10 1,00 -0,12 0,09 0,08 -0,17tn ** tn tn tn tn

Polong hampa 1 0,10 0,35 -0,27 -0,27 0,42tn tn tn tn *

Jumlah biji/tanaman 1 -0,02 0,09 0,08 -0,.17tn tn tn tn

Umur pengisian polong 1 0,04 0,03 0,41tn tn *

Hasil produksi/ubinan 1 1,00 -0,35** tn

Hasil produksi/ha 1 -0,35tn

Bobot 100 biji 1

tn= tidak nyata, *= nyata dan **= sangat nyata.

Tabel 6. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap fisiologitanaman kedelai.

Indeks Laju lajuPerlakuan luas asimilasi tumbuh

daun bersih relatif(g/cm/hari) (g/m/hari)

Kontrol 0,623a 0,25x10-3a 0,041aManual 0,543a 0,17x10-3a 0,032aParaquat 0,436a 0,14x10-3a 0,026aGlifosat 0,540a 0,13x10-3a 0,026aOksifluorfen 0,516a 0,21x10-3a 0,038aOksifluorfen-paraquat 0,596a 0,23x10-3a 0,037aOksifluorfen-glifosat 0,646a 0,14x10-3a 0,025aPenoksulam 0,570a 0,21x10-3a 0,037a

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 5% DMRT.

Page 70: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

68

glifosat. Herbisida sistemik glifosat baru bekerja padasaat tanaman kedelai berumur 35 HST atau 21 HSA.Setelah itu gejala toksik herbisida mulai menurun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Spraguedan Hager (2003) yang menunjukkan tanaman kedelaimuda memiliki tingkat penyerapan tinggi terhadap air,unsur hara, demikian juga herbisida sehingga tingkattoksisitas tanaman juga tinggi.

Ngawit (2007) berpendapat bahwa tingkatkeracunan tanaman legume penutup tanah tidakmenimbulkan hambatan yang berarti terhadap aktivitasfisiologis dan metabolisme dalam sel-sel jaringantanaman karena mampu menoleransi sifat toksikmoleku-molekul herbisida tersebut. Daun tanaman yangmulanya mengalami gejala keracunan ringan sampaisedang, beberapa hari kemudian kembali normal.Pertumbuhan tanaman terhambat apabila jaringan titiktumbuh (meristem) mengalami rusak parah.

KESIMPULAN

Herbisida paraquat efektif menekan gulma padapertanaman kedelai dengan bobot kering gulma totallebih rendah pada 4, 6, dan 8 MST. Gulma golongan tekiCyperus iria paling dominan di lahan percobaan denganNJD 37,7%. Pengendalian gulma menggunakanherbisida glifosat memberikan produktivitas kedelailebih tinggi, mencapai 3,7 t/ha. Aplikasi herbisida preemergence sebaiknya dilakukan sebelum tanam kedelai.Aplikasi herbisida post emergence perlu dilakukansecara hati-hati menggunakan sungkup nozzle untukmencegah keracunan pada tanaman.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Proyek BOPTN (BiayaOperasional Perguruan Tinggi Negeri) PengembanganTeknologi Budi Daya Jenuh Air untuk PeningkatanProduksi Kedelai di Tanah Mineral dan Gambut LahanPasang Surut, Dana DIPA IPB tahun anggaran 2013.Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepadaKementerian Riset dan Teknologi Indonesia danLembaga Penelitian dan Pengabdian KepadaMasyarakat, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Hasanuddin, dan Manfarizah. 2012. Aplikasi beberapa dosisherbisida glifosat dan paraquat pada sistem tanpa olah tanah(TOT) serta pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah,karakteristik gulma dan hasil kedelai. J. Agrista 16(3):135-145.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel luas panen produktivitasproduksi tanaman kedelai, diunduh 10 Oktober 2013, <http:// www.bps.go.id/tnmn_pgn.php>.

Damalas, C.A. 2004. Herbicide tank mixtures: commoninteractions. J. Agri. Biol. 6(1): 209-212.

Tabel 9. Tingkat keracunan tanaman kedelai pada perlakuanherbisida.

Perlakuan 7 HST 14 HST 21 HST 35 HST

Kontrol 0 0 0 0Penyiangan manual 0 0 0 0Paraquat - - 2 1Glifosat - - 1 2Oksifluorfen 1 1 1 0Oksifluorfen-paraquat 1 1 2 1Oksifluorfen-glifosat 1 1 1 2Penoksulam 0 0 2 2

Skala penilaian kualitatif berdasarkan metode skoring kerusakandaun. Komisi Pestisida (2000).0= Tingkat keracunan (bentuk dan warna daun tidak normal 0-5%);1= Ringan (5-10%); 2= Sedang (10-20%); 3= berat (20-50%);dan sangat berat (>50%). HST = hari setelah tanam.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap hasil dan mutu hasil kedelai.

Jumlah Jumlah Jumlah Umur pengisian Umur Bobot Bobot BobotPerlakuan polong isi polong hampa biji/tanaman polong panen 100 biji biji/ubinan biji/hektar

(buah) (buah) (buah) (HST) (HST) (g) (g/m) (t/ha)

Kontrol 85,0a 12,5a 170,0a 66,0a 105,0a 10,5a 261,0b 2,17bManual 93,8a 8,6ab 187,6a 66,6a 104,3a 10,3a 348,6ab 2.90abParaquat 105,1a 8,4ab 210,2a 63,0a 101,6a 10,1a 386,6ab 3,22abGlifosat 94,3a 4,4b 188,6a 63,6a 103,6a 10,8a 453,0a 3,77aOksifluorfen 97,8a 5,4b 195,7a 60,3a 103,6a 10,8a 262,0b 2,18bOksifluorfen-paraquat 96,9a 9,5ab 193,8a 63,6a 103,6a 10,8a 352,6ab 2,93abOksifluorfen-glifosat 102,8a 8,6ab 205,7a 64,6a 104,3a 10,8a 393,3ab 3,27abPenoksulam 87,1a 6,6b 174,5a 62,6a 101,6a 10,5a 315,6ab 2,63ab

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.HST (hari setelah tanam).

Page 71: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PERKASA ET AL.: PENGENDALIAN GULMA PADA KEDELAI

69

Ghulamahdi, M., M Melati, dan D. Sagala. 2009. Production ofsoybean varieties under soil culture on tidal swamps.J.Agronomi Indonesia 37(3): 226-232.

Hassanudin, G. Erida, dan Safmaneli. 2012. Pengaruh persaingangulma Synedrella nodiflora L. Gaerth. Pada Bberbagaidensitas terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. JurnalAgrista 16(3): 146-152.

Ngawit, I.K. 2007. Efikasi beberapa jenis herbisida terhadaptanaman penutup tanah legumenosa di jalur tanaman kopimuda. Agroteksos 17(2): 104-113.

Nurjanah, U. 2003. Pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4-Dterhadap pergeseran gulma pada tanaman kedelai tanpaolah tanah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 5(1): 27-33.

Prasetyo, G.B. dan O.D. Hajoeningtijas. 2009. Kemampuankompetisi beberapa kedelai (Glycin max L.) terhadap gulmaalang-alang (Imperata cylindrica) dan teki (Cyperus rotundus).Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah 7(2): 127-132.

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max L.). Diakses dari http://www.ristek.go.id. (23 Januari 2015).

Sagala, D., E. Suzanna, Prihanani, dan J Nero. 2013. Uji adaptasibeberapa varietas kedelai di lahan salin dengan teknologibudidaya jenuh air. J. Agroqua 11(1): 52-55.

Schulz, M. and A. Friebe. 1999. DetoxificatSingh, R.K. and B.D.Choudhury. 1979. Biometrical methods in quantitative geneticanalysis. Kalyani Publisher Ludhiana, New Delhi. India. 303p.

Sprague, C.L. and A.G. Hager. 2003. Herbicide persistence andhow to test for residues in soils. Illinois Agricultural Pestmanagement handbook. University of Illinois. Urbana, IL.

Taufiq, A., A. Wijanarko, Marwoto, T. Adisarwanto, dan C. Prahoro.2008. Verifikasi teknologi budi daya kedelai di lahan pasangsurut. Dalam: A. Harsono (Eds.). Prosiding Inovasi TeknologiKacang-Kacangan dan Umbi-Umbian: MendukungKemandirian Pangan dan Kecukupan Energi; 2008; Bogor,Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Tanaman Pangan.

Utami, S. dan R. Rahadian. 2010. ‘Kompetisi gulma dan tanamanwortel pada perlakukan pupuk organik dan effectivemicroorganisms. Bioma 12(2): 40-43.

Utomo, D.W.S., A. Nugroho, dan H.T. Sebayang. 2014. Pengaruhaplikasi herbisida pra tanam cuka (C2H4O2), glifosat danparaquat pada gulma tanaman kedelai (Glycine Max L.).Jurnal Produksi Tanaman 2(3): 213-220.

Page 72: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

70

Page 73: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SYURYAWATI DAN FAESAL: KELAYAKAN FINANSIAL TEKNOLOGI BUDI DAYA JAGUNG

71

Kelayakan Finansial Penerapan Teknologi Budi Daya Jagungpada Lahan Sawah Tadah Hujan

Financial Feasibility of Maize Production Technology Appliedon Rainfed Area

Syuryawati dan Faesal

Balai Penelitian Tanaman SerealiaJl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia

Email: [email protected]

Naskah diterima 20 Agustus 2014, direvisi 4 November 2015, disetujui 2 Desember 2015

ABSTRACT

Cultivation of maize applying integrated crop managementapproach (ICM) is an attempt to obtain higher productivity andbetter income for farmers, through an optimum productionefficiency. Research was conducted to study the feasibility of therecommended maize production technology by verifying itsselected components on the rainfed area. The componentsincluded: plant population, planting method, and rates of fertilizers.The research was conducted in Pangkep and Barru on rainfedareas, involving farmers’ groups as participants, each site fromMay to September 2012, and July to October 2012, respectively.Results indicated that the optimum rate of N fertilizer on the rainfedwas 202.5-225 kg N/ha to increase farmer’s income. Plantpopulation of 66,666 plants/ha was considered optimum on plantspacing of 75 cm x 20 cm or paired rows of (100-50) cm x 20 cm,each giving yield and benefit of relatively similar. Hybrid varietiesevaluation indicated that Bima-3 Bantimurung produced higheryield than did Bisi-2, the highest yield was 12.07 t/ha with thebenefit of Rp 22,457,625/ha. The MBCR in Pangkep was 8.31 andin Barru was 7.50. The cost of production per kg of grain of Bima-3 Bantimurung was lower, at Rp 640-750/kg. Integration technologycomponents comprise of fertilizers, planting method, and superiorvariety is recommended for an efficient and profitable maizefarming on the rainfed areas.

Keywords: technology feasibility, income, maize, rainfed.

ABSTRAK

Budi daya jagung dengan pendekatan pengelolaan tanaman secaraterpadu (PTT) merupakan suatu upaya yang mampu memberikanproduktivitas dan pendapatan petani yang optimal karena terjadinyaefisiensi produksi. Sehubungan dengan hal ini dilakukan penelitiantentang kelayakan teknologi jagung pada verifikasi komponenteknologi terpilih di lahan sawah tadah hujan yang dapatmeningkatkan produksi dan pendapatan petani. Perlakuan yangdiverifikasi yaitu komponen teknologi yang diterapkan petani denganpendekatan PTT, komponen teknologi berdasarkan modifikasi darikomponen dasar PTT: populasi tanaman, cara tanam, penentuantakaran pupuk, dan varietas. Penelitian dilakukan pada duakabupaten, Kabupaten Pangkep di Desa Mandalle Kecamatan

Mandalle Mei-September 2012, dan di Barru di Kelurahan TaneteKecamatan Tanete Rilau Juli -Oktober 2012, dimana petani berperanaktif. Hasil penelitian menunjukkan takaran pupuk 202,5-225 kg N/ha layak dan efisien digunakan pada lahan sawah tadah hujanuntuk meningkatkan pendapatan (NPTK 6,45-9,04; NPSP 6,67-7,17;R/C 3,39-3,96; BEP lahan 0,19-0,27 ha dan MBCR 8,25-8,28). Caratanam biasa 75 cm x 20 cm dan legowo (100-50) cm x 20 cmmemberikan hasil dan keuntungan yang relatif sama, masing-masingdi Pangkep NPTK 8,90 dan 8,60; NPSP 6,85 dan 6,81; R/C 3,86 dan3,80; BEP lahan sama 0,20 ha. Sedang di Barru NPTK 6,05 dan5,98; NPSP 6,15 dan 6,14; R/C 3,21 dan 3,19; dan BEP lahan sama0,29 ha. Varietas Bima-3 Bantimurung memperoleh hasil dankeuntungan yang lebih tinggi dari Bisi-2. Hasil tertinggi Bima-3Bantimurung adalah 12,07 t/ha keuntungan Rp 22.457.625/hadengan NPTK 8,99; NPSP 7,03; R/C ratio 3,91 dan BEP lahan 0,20ha. Demikian pula nilai MBCR > 1, di Pangkep 8,31 dan di Barru 7,50.Untuk ratio biaya/kg biji pada Bima-3 Bantimurung lebih rendah sekitarRp 640-750/kg biji. Berdasarkan hasil verifikasi teknologi jagung inimaka komponen pemupukan, cara tanam, dan varietas unggul yangmemberikan hasil yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besarsangat layak diterapkan pada lahan sawah tadah hujan.

Kata kunci: kelayakan teknologi, pendapatan, jagung, sawahtadah hujan.

PENDAHULUAN

Selama tiga dekade terakhir, sentra produksi jagungutama di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah,Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan NusaTenggara Timur dengan pangsa areal tanam danproduksi masing-masing > 80% (Pasandaran danKasryno 2005). Saat ini diperkirakan areal sawah yangditanami jagung mencapai 30-40% dengankecenderungan meningkat (Zubachtirodin et al. 2012).

Pengembangan jagung pada lahan sawah, terutamapada musim kemarau, merupakan langkah strategiskarena dapat mengisi pasokan produksi yang defisit, bijiyang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik, dan harga

Page 74: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

72

jagung lebih tinggi. Di Sulawesi Selatan, pola tanam padi-jagung pada lahan sawah irigasi dikembangkan dalamupaya meningkatan produksi jagung 1,5 juta ton padatahun 2009 melalui Gerakan Surplus Jagung.

Upaya peningkatan produksi jagung dilakukanmelalui peningkatan produktivitas dan perluasan arealtanam pada berbagai lingkungan yang beragam, mulaidari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur)sampai berproduktivitas rendah (lahan suboptimal).Rata-rata tingkat produktivitas jagung nasional dari arealpanen sekitar 3,97 juta ha baru mencapai 4,78 t/ha(Kementerian Pertanian 2012). Penelitian jagung diberbagai institusi pemerintah maupun swasta telahmenghasilkan varietas unggul dengan produktivitas 7,0-14,0 t/ha (Puslitbangtan 2009), bergantung pada potensilahan dan teknologi produksinya.

Budi daya jagung dengan pendekatan pengelolaantanaman secara terpadu (PTT) merupakan upaya yangmampu meningkatkan produktivitas dan pendapatanpetani karena terjadinya efisiensi produksi. PTT adalahpendekatan dalam budi daya yang mengutamakanpengelolaan tanaman, lahan, air, dan organismepengganggu tanaman (OPT) secara terpadu dan bersifatspesifik lokasi. PTT jagung bertujuan meningkatkan danmempertahankan produktivitas jagung secaraberkelanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi yangpengembangannya memperhatikan kondisi sumberdaya setempat (Balitbangtan 2007; Balitbangtan 2008).Untuk meningkatkan produksi jagung, maka komponenteknologi yang telah dihasilkan dari penelitian selamaini dirakit dalam satu paket teknologi yang dapatmemberikan pengaruh sinergistik, dan diterapkandengan pendekatan PTT. Teknologi produksi yangdimaksud meliputi varietas unggul, benih bermutu,populasi tanaman yang optimal, dan pemupukan yangefisien, sesuai dengan kondisi lahan dan sosial-ekonomimasyarakat setempat (Zubachtirodin et al. 2012).

Pengembangan jagung untuk memanfaatkan lahanyang tersedia akan cepat jika petani memperolehkeuntungan sesuai harapan. Untuk itu diperlukanteknologi budi daya yang memberikan: (a) produktivitastinggi/satuan luas lahan, (b) biaya produksi efisien, dan(c) kualitas produksi tinggi.

Sosialisasi teknologi produksi jagung yangdikembangkan dengan pendekatan PTT pada lahansawah tadah hujan sudah dilakukan sejak tahun 2005pada beberapa wilayah di Sulawesi Selatan, termasukKabupaten Pangkep dan Barru. Hal ini dilatari olehcukup luasnya hamparan lahan sawah tadah hujan yangbelum dimanfaatkan petani dengan tanaman palawijasetelah panen padi, karena keterbatasan sumber dayaair pada musim kemarau. Pembuatan sumur gali(pompa) di lahan-lahan petani sebagai sumber air

merupakan cara yang dianjurkan kepada petanisetempat agar lahan yang ada dapat ditanami jagungdengan pendekatan PTT. Hasil penelitian Margaretha danZubachtirodin (2010) menunjukkan penerapankomponen teknologi PTT jagung di Kabupaten Pangkepdengan pola tanam padi-jagung berdampak padapeningkatan penerimaan usahatani sebesar 213% daripola tanam padi-padi.

Perkembangan teknologi yang semakin majumenuntut perbaikan atau modifikasi terhadapkomponen teknologi yang sudah ada dan diterapkanpetani untuk meningkatkan pendapatan. Kariyasa danSinaga (2004) menyarankan agar upaya peningkatanproduksi jagung sebaiknya diprioritaskan padaperbaikan teknologi produksi dibanding instrumenlainnya.

Sebagai komponen teknologi dasar PTT jagung,pemupukan nitrogen didasarkan pada pemantauanwarna daun jagung dengan Bagan Warna Daun (BWD).Kekurangan hara N pada fase V12-VT satu skala di bawahtitik kritis dapat mengurangi hasil jagung sebesar 30%(Syafruddin et al. 2008). Hal ini sesuai yang dilaporkanMa et al. (2005) bahwa tanaman jagung menyerap lebihdari 15% N pada fase V6 dari total akumulasi N. Padafase V8, kebutuhan N tanaman meningkat secaraeksponensial dan mencapai maksimun sebelum silking(keluar rambut). Hasil jagung hibrida yang tinggi dapatdiperoleh pada lahan suboptimal apabila pemberianpupuk N lebih dari 180 kg/ha (Zubachtirodin danSubandi 2008, Faesal dan Syafruddin 2008). Alkaisi danYin (2003) melaporkan bahwa hasil jagung optimumpada pemupukan 140-250 kg N/ha. Fedotkin danKravtsov (2001) menemukan bahwa pemupukan 240kg N/ha memberikan pertumbuhan terbaik dan hasiltertinggi. Oleh karena itu, untuk merekomendasikanteknologi produksi jagung yang mampu meningkatkanproduksi dan pendapatan perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kelayakanfinansial penerapan teknologi budi daya jagung yangdapat diterapkan di lahan sawah tadah hujan dalamupaya meningkatkan pendapatan petani.

BAHAN DAN METODE

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bersamaan dengan penelitianteknis “verifikasi komponen-komponen teknologiterpilih pendukung PTT” di lahan sawah tadah hujan.Untuk mengetahui kelayakan komponen teknologi yangdievaluasi dilakukan pendekatan dengan mengikutikegiatan penelitian teknis di lapangan agar diketahuipenggunaan sarana produksi dan tenaga kerja, mulai

Page 75: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SYURYAWATI DAN FAESAL: KELAYAKAN FINANSIAL TEKNOLOGI BUDI DAYA JAGUNG

73

dari persiapan lahan sampai panen. Perlakuan yangdiverifikasi di lokasi penelitian yaitu komponen-komponen teknologi yang diterapkan oleh petani dalamusahatani jagung. Komponen teknologi dasar PTT yangdimodifikasi meliputi varietas, jarak tanam, dan takaranpupuk terutama N. Perlakuan pupuk yang dimodifikasihanya N, sedangkan P dan K tetap (Tabel 1). Percobaanmenggunakan rancangan kelompok sederhana padadua lokasi (Kabupaten Pangkep dan Barru). Lokasipenelitian diperlakukan sebagai ulangan. Luaspertanaman masing-masing perlakuan adalah 100 m2.Varietas jagung yang ditanam adalah hibrida Bima-3Bantimurung dan Bisi-2.

Penentuan responden atau petani kooperatorberkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten,termasuk kepala dan petugas lapangan BPP masing-masing lokasi penelitian.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pangkep danBarru, Sulawesi Selatan. Kedua kabupaten ini merupakanwilayah kegiatan PTT jagung pada tahun 2005-2009.

Di Kabupaten Pangkep, penelitian dilaksanakan diDesa Mandalle, Kecamatan Mandalle, sedangkan diKabupaten Barru dilaksanakan di Kelurahan TaneteKecamatan Tanete Rilau.

Penelitian di Kabupaten Pangkep dilaksanakan padabulan Mei-September 2012, dan di Kabupaten Barrupada bulan Juli-Oktober 2012.

Data dan Metode Analisis

Data penelitian diperoleh melalui wawancara denganpetani untuk mengetahui budi daya jagung, mulai daripersiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampaipanen dan prosesing hasil. Data mencakup informasikunci usahatani jagung sesuai kebiasaan petani maupunhasil pengujian komponen teknologi terpilih.Wawancara dan pengamatan langsung pada kegiatanteknis bertujuan memperoleh data dan informasi yangrelevan dengan kegiatan usahatani. Kajian dititik-beratkan pada aspek finansial usahatani jagung,sedangkan hasil pengamatan aspek teknis dimasukkansebagai pendukung dalam pembahasan sepertikomponen hasil, BWD, klorofil, dan efisiensi N.

Pengamatan nilai Bagan Warna Daun (BWD)dilakukan pada saat tanaman berbunga > 50% (VT),diamati 10 sampel tanaman yang dipilih secara acaksetiap petak percobaan pada daun yang terbukasempurnah (daun ketiga dari atas). Nilai BWD diukurmenggunakan skala BWD (2-5). Penentuan takaranpupuk N susulan yang diberikan pada saat tanamanberumur 40 hari setelah tanam (HST) berdasarkan nilaiBWD yaitu: a) jika nilai pengamatan BWD < 4,ditambahkan 150 kg urea/ha; b) jika nilai BWD > 4,0-4,4ditambahkan 100 kg urea/ha, dan c) jika nilai BWD >4,5-5,0 ditambahkan 50 kg urea/ha. Pengamatan klorofildilakukan pada daun dekat tongkol dari masing-masingpetak percobaan pada 10 sampel tanaman denganmenggunakan Klorofilmeter Minolta 502. Hasil jagung(t/ha) dihitung dari ubinan 10 baris x 10 m yang

Tabel 1. Perlakuan modifikasi komponen PTT jagung di Kabupaten Pangkep dan Barru, Sulawesi Selatan, 2012.

Perlakuan Varietas Populasi Jarak tanam Pemupukan No.tanaman/ha perlakuan

Pertanaman Hibrida pilihan 66.666 75 x 20 cm Takaran kebiasaan petani 1jagung petani petani (Bisi 2) (157,5 N + 36 P

2O

5 + 60 K

2O

dengan penerapan di Barru dan 180 N + 36 P2O

5 +

pendekatan PTT 60 K2O di Pangkep)

Verifikasi komponen Hibrida pilihan 66.666 Legowo Takaran kebiasaan petani 2teknologi terpilih petani (Bisi 2) (100-50) x 20 cm Takaran kebiasaan petani dan 3pendukung PTT diikuti BWD: 22,5 dan 45 N*

(202,5 N + 36 P2O5 + 60 K2O)Bima 3 66.666 75 x 20 cm 225 N + 36 P2O5 + 60 K2O 4Bantimurung 225 N + 36 P2O5 + 60 K2O dan 5

diikuti BWD: 22,5 N**Legowo 225 N + 36 P2O5 + 60 K2O 6

(100-50) x 20 cm 225 N + 36 P2O5 + 60 K2O dan 7diikuti BWD: 22,5 N**

Keterangan: Nilai pengamatan BWD > 4,0-4,4 ditambahkan 100 kg urea/ha dan > 4,5-5,0 ditambahkan 50 kg urea/ha.* Di tingkat petani hasil pengamatan BWD di Pangkep ditambahkan 50 kg urea/ha (22,5 N) dan di Barru 100 kg urea/ha (45 N).**Verifikasi hasil pengamatan BWD pada kedua lokasi ditambahkan 50 kg urea/ha (22,5 N).

Page 76: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

74

dikonversi ke dalam kadar air 15%. Data panjang dandiameter tongkol serta bobot 1.000 biji diambil dari 10sampel setiap petakan. Efisiensi penggunaan pupuk Ndiketahui dari hasil panen pada setiap petak percobaandibagi dengan jumlah pupuk N yang ditambahkan.

Kelayakan finansial komponen teknologi yangdievaluasi diketahui dari data primer dari hasilwawancara dengan petani kooperator danpengamatan langsung di lapangan. Data primer yangdikumpulkan mencakup penggunaan dan harga saranaproduksi (benih, pupuk, herbisida, pestisida, pengairan),penggunaan dan upah tenaga kerja, data hasil jagungdan nilainya. Penghitungan hari orang kerja (HOK)menggunakan timewatch, hasil penghitungan menit dandetik per luasan perlakuan dikonversi ke jam/ha. SatuHOK adalah 8 jam/hari.

Data yang terkumpul ditabulasi, kemudian dianalisisatas dasar biaya, penerimaan, keuntungan setiapkomponen teknologi pada perlakuan yang diterapkanpetani dan yang diuji. Analisis keuntungan diukur melaluipengurangan dari total penerimaan produksi yangdicapai dengan total biaya produksi (Soekartawi 1995;Hanafie 2010).

Efisiensi komponen teknologi yang dievaluasiterhadap setiap penggunaan input digambarkan olehnilai imbangan antara penerimaan usahatani denganjumlah biaya yang dikeluarkan (Soekartawi 1995;Kadariah 1998):

PenerimaanR/C = ————————

Biaya

jika nilai R/C > 1 berarti komponen teknologi secarafinansial efisien, karena jumlah penerimaan yangdiperoleh lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan.R/C = 1 berarti impas (jumlah penerimaan sama dengan

jumlah pengeluaran).R/C < 1 berarti tidak efisien karena jumlah biaya yang

dikeluarkan lebih besar dari jumlah penerimaanyang diperoleh.

Pengukuran efisiensi teknis terhadap tenaga kerja(NPTK), sarana produksi (NPSP), dan luas lahan garapan(BEP) adalah sebagai berikut (Heriyanto dan Rozi 1994):

Penerimaan – Biaya sarana produksiNPTK = —————————————————— Biaya tenaga kerja

Penerimaan – Biaya tenaga kerjaNPSP = ———————————————————— Biaya sarana produksi

NPTK : Nilai Pengembalian Tenaga KerjaNPSP : Nilai Pengambalian Sarana Produksi

Analisis Titik Impas/Break Event Point (BEP) lahanyaitu:BEP = (Produktivitas lokasi penelitian/produktivitas

penelitian) x 1 ha

Untuk mengukur kelayakan teknologi introduksi(teknologi perbaikan) menggunakan analisis MBCR(Marginal Benefit Cost Ratio) dengan rumus:

Keuntungan teknologi perbaikan – keuntungan teknologi petaniMBCR = ———————————————————— Biaya teknologi perbaikan – biaya teknologi petani

Jika nilai perbandingan tersebut > 1 maka teknologiperbaikan layak digunakan karena mampumenggantikan teknologi kebiasaan petani, adatambahan atau kenaikan pendapatan (keuntungan)yang diperoleh dari teknologi perbaikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemupukan

Hara N merupakan salah satu hara yang nyatamempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung.Pada perlakuan komponen pemupukan, penggunaanpupuk N berbeda sesuai perlakuan, sedangkan pupukP dan K tetap.

Pengaruh beberapa takaran pupuk N yang dievaluasidisertai dengan 36 kg P2O5 dan 60 kg K2O/ha terhadaphasil dan komponen lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.Pada pemupukan 180 kg N (400 kg urea/ha) yang umumdigunakan petani menunjukkan bahwa di Pangkepdiperoleh hasil biji rata-rata 10,79 t/ha dan di Barrudengan pemupukan 157,5 kg N (350 kg urea/ha)diperoleh hasil biji 8,81 t/ha, namun efisiensi penggunaanN tinggi (55,94). Hasil yang diperoleh masih lebih tinggidari produktivitas jagung di lokasi penelitian pada tahun2012, di Kabupaten Pangkep 2,36 t/ha dan di KabupatenBarru 2,93 t/ha (BPS Sulsel 2013). Jika pemberian pupukdinaikkan seperti perlakuan pupuk 202,5 kg N maka hasilbertambah rata-rata 6,49% di Pangkep dan 13,62% diBarru. Pada pemupukan 225 kg N (500 kg urea/ha), hasilbiji bertambah dan merupakan hasil tertinggi, rata-rata12,16 t/ha di Pangkep dan 10,94 t/ha di Barru (Tabel 2).Apabila takaran N dinaikkan menjadi 247,5 kg N (550 kgurea/ha), hasil biji menurun 1,59% (11,97 t/ha) di Pangkepdan 2,82% di Barru (10,64 t/ha). Ini berarti takaran pupuk225 kg N/ha sudah optimal bagi tanaman jagung padalahan sawah tadah hujan di kedua lokasi penelitian. Hasilpenelitian Nemati dan Syarifi (2012) mengemukakanbahwa jagung memerlukan pupuk 225 kg N/ha untuk

Page 77: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SYURYAWATI DAN FAESAL: KELAYAKAN FINANSIAL TEKNOLOGI BUDI DAYA JAGUNG

75

Tabel 2. Rata-rata nilai BWD, klorofil, komponen hasil, hasil biji dan efisiensi penggunaan N pada verifikasi komponen pemupukan jagunghibrida, Kabupaten Pangkep dan Barru, 2012.

Takaran N (kg/ha)*Pengamatan

157,5-180 N** 202,5 N*** 225 N*** 247,5 N***

Kabupaten PangkepBWD VT 4,43 4,60 4,73 4,55Klorofil VT 51,78 51,78 50,00 49,50Panjang tongkol (cm) 18,43 19,14 18,33 18,75Diameter tongkol (cm) 5,92 5,80 6,26 6,16Bobot 1.000 biji (g) 331,9 329,70 343,30 326,7Hasil biji (t/ha) 10,79 11,49 12,16 11,97Efisiensi N 59,94 56,74 54,04 48,36

Kabupaten BarruBWD VT 3,80 4,01 4,28 4,05Klorofil VT 43,05 43,52 47,50 49,50Panjang tongkol (cm) 17,88 17,71 18,31 18,33Diameter tongkol (cm) 4,50 4,60 4,83 4,87Bobot 1.000 biji (g) 294,9 310,10 310,20 304,40Hasil biji (t/ha) 8,81 10,01 10,94 10,64Efisiensi N 55,94 49,43 48,62 42,99

*Disertai pemupukan 36 kg P2O5 + 60 kg K2O/ha** Cara petani: Pangkep 180 kg N/ha dan Barru 157,5 kg N/ha***Pengujian pemupukanBWD = Bagan Warna DaunVT = Fase berbunga > 50%

meningkatkan hasil, baik kuantitas maupun kualitas,serta karakter agronomi seperti tinggi tanaman, panjangtongkol, dan diameter tongkol. Amin dan Namazari(2013) juga menjelaskan bahwa pemupukan 240 N kg/ha berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman danbobot biji/tanaman.

Hasil jagung dengan penggunaan pupuk 225 kg N/halebih tinggi dari 247,5 kg N/ha. Hasil ini didukung olehkomponen hasil seperti diameter tongkol, bobot 1.000biji, BWD VT, dan efisiensi penggunaan N juga lebih tinggi.Penghematan pupuk N perlu dilakukan untuk menekanbiaya usahatani dan meningkatkan pendapatan.Pemberian pupuk N secara berlebihan mengakibatkaninefisiensi. Aplikasi pupuk N pada saat diperlukan danpenyerapan maksimum tanaman jagung meningkatkanefisiensi pemupukan (Walsh et al. 2012). Keselarasanantara pertumbuhan tanaman dan akar, serta dinamikaketersediaan hara di dalam tanah berpengaruh terhadapefisiensi pemupukan (Makarim et al. 1991). Padaumumnya lahan pertanaman jagung di Indonesiamemerlukan pupuk N, P, K untuk mendukungpertumbuhan dengan pertimbangan tepat hasil, statushara di lapangan, dan estimasi hara yang hilang (Arafahdan Sirappa 2003, Fauzi et al. 2011). Total serapan Ntanaman jagung meningkat setelah N ditambahkan danair tanah mendekati kapasitas lapang (Quaye et al.2009). Kebutuhan N tanaman jagung dapat diestimasidengan menggunakan bagan warna daun (BWD),

terutama pada fase V12-VT dengan titik kritis 4,6 padajagung hibrida dan 4,5 pada jagung bersari bebas(Syafruddin et al. 2006). Pemberian pupuk N beberapasentimeter ke dalam tanah dapat menekan kehilanganN 25-75% (Brady and Weil 1996).

Biaya produksi setiap perlakuan bervariasi karenaditentukan oleh beberapa faktor, seperti harga benih,jumlah pupuk yang digunakan, tenaga kerja (HOK),terutama untuk panen, pemipilan, dan persiapan lahan.Di Kabupaten Barru, pengolahan tanah dilakukan secarasempurna (Rp 800.000/ha) dan di Pangkep secara TOT.Hal ini berpengaruh terhadap keuntungan usahatanijagung. Pemupukan cara petani memberi keuntunganlebih rendah dibanding perlakuan pengujianpemupukan. Di Pangkep, pemupukan 180 kg N + 36 kgP2O5 + 60 kg K2O/ha memberikan keuntungan Rp19.663.250/ha dengan nilai R/C 3,69. Di Kabupaten Barru,aplikasi pupuk 157,5 kg N + 36 kg P2O5 + 60 kg K2O/hamemberikan keuntungan terendah, Rp 14.529.625/hadengan nilai R/C 2,94 (Tabel 3).

Pemupukan 202,5 kg N meningkatkan keuntungandan pemupukan 225 kg N memberikan keuntungantertinggi, baik di Pangkep maupun di Barru, masing-masing Rp 22.718.000/ha (R/C 3,96) dan Rp 19.292.000/ha (R/C 3,39). Nilai pengembalian masukan/input jugalebih tinggi di Pangkep masing-masing 9,04 dan 7,17dan di Barru 6,45 dan 6,67. Setiap penambahan biaya

Page 78: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

76

Rp 1 pada tenaga kerja dan sarana produksi akanmemperoleh penerimaan sebesar Rp 7,17-9,04 diPangkep dan Rp 6,45-6,67 di Barru. Perlakuan pupuk247,5 kg N menurunkan keuntungan rata-rata 2,35% diPangkep (Rp 22.197.250/ha) dengan nilai R/C 3,87 dandi Barru 4,45% (Rp 18.469.500/ha) dengan nilai R/C 3,27.Nilai pengembalian biaya tenaga kerja dan saranaproduksi juga menurun di Pangkep maupun Barru(Tabel 3).

Hasil analisis menunjukkan nilai MBCR pemupukan202,5 kg N adalah 4,15-5,88 dan pemupukan 225 kg Nmencapai 8,25-8,28. Nilai R/C pemupukan 225 kg N + 36kg P2O5 + 60 kg K2O/ha juga tertinggi, yaitu 3,96 diPangkep dan 3,39 di Barru, yang berarti lebih efisienmenggunakan biaya produksi karena setiappenambahan biaya Rp 1 akan memperoleh penerimaansebesar Rp 3,96 di Pangkep dan Rp 3,39 di Barru. NPTKdan NPSP juga lebih tinggi sehingga lebih efisien. Titikimpas lahan garapan (BEP) dengan luas lahan minimal0,19 ha di Pangkep dan 0,27 ha di Barru. Dengandemikian, pemupukan 202,5-225 kg N + 36 kg P2O5 + 60kg K2O/ha lebih layak diterapkan, baik dari segi teknismaupun ekonomis.

Cara Tanam

Pengaturan populasi dan jarak tanam merupakan upayamemodifikasi kondisi lingkungan pertanaman danmengoptimalkan pemanfaatan lahan sehinggamendukung pertumbuhan dan hasil.

Pengaturan populasi dan jarak tanammempengaruhi lingkungan fisik secara langsungmaupun tidak langsung melalui kompetisi tanamandalam memanfaatkan air, cahaya, dan unsur hara dalamtanah. Soleh et al. (2009) menyatakan bahwa jarak tanamyang optimum akan memberikan pertumbuhan bagianatas tanaman yang lebih baik karena dapatmemanfaatkan lebih banyak cahaya matahari danpertumbuhan bagian akar juga baik sehingga dapatmemanfaatkan lebih banyak unsur hara. Dalam verifikasikomponen teknologi yang dilakukan, populasi dan jaraktanam yang dipakai adalah cara tanam biasa (75 cm x20 cm) dan cara tanam legowo (100-50 cm x 20 cm)dengan populasi yang sama, 66.666 tanaman/ha.

Cara tanam jagung di Pangkep dan Barru relatif tidakmempengaruhi hasil biji (Tabel 4). Hasil biji yangdiperoleh di Pangkep dari cara tanam biasa rata-rata11,63 t/ha dan cara legowo 11,61 t/ha. Demikian pularata-rata nilai BWD, panjang tongkol, dan bobot 1.000

Tabel 3. Analisis finansial komponen pemupukan pada verifikasi komponen teknologi PTT, Kabupaten Pangkep dan Barru, 2012.

Takaran N (kg/ha)*Uraian

157,5-180 N** 202,5 N*** 225 N*** 247,5 N***

Kabupaten PangkepBiaya tenaga kerja (Rp/ha) 3.591.750 3.836.750 3.852.000 3.802.750Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.720.000 3.815.000 3.830.000 3.925.000Total biaya produksi (Rp/ha) 7.311.750 7.651.750 7.682.000 7.727.750Penerimaan (Rp/ha) 26.975.000 28.725.000 30.400.000 29.925.000Keuntungan (Rp/ha) 19.663.250 21.073.250 22.718.000 22.197.250NPTK 8,36 8,37 9,04 8,95NPSP 6,50 6,75 7,17 6,88R/C rasio 3,69 3,75 3,96 3,87BEP (ha) 0,22 0,21 0,19 0,20MBCR - 4,15 8,25 6,09

Kabupaten BarruBiaya tenaga kerja (Rp/ha) 4.137.875 4.385.750 4.508.000 4.485.500Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.345.000 3.535.000 3.550.000 3.645.000Total biaya produksi (Rp/ha) 7.482.875 7.920.750 8.058.000 8.130.500Penerimaan (Rp/ha) 22.012.500 25.025.000 27.350.000 26.600.000Keuntungan (Rp/ha) 14.529.625 17.104.250 19.292.000 18.469.500NPTK 5,37 5,91 6,45 6,23NPSP 5,54 6,05 6,67 6,29R/C rasio 2,94 3,16 3,39 3,27BEP (ha) 0,33 0,29 0,27 0,28MBCR - 5,88 8,28 6,08

* Disertai pemupukan 36 kg P2O5 + 60 kg K2O/ha.** Cara petani: Pangkep 180 kg N/ha, Barru 157,5 kg N/ha.*** Pengujian pemupukan.

Page 79: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SYURYAWATI DAN FAESAL: KELAYAKAN FINANSIAL TEKNOLOGI BUDI DAYA JAGUNG

77

Tabel 5. Analisis finansial komponen cara tanam pada verifikasi komponen teknologi PTT, Kabupaten Pangkep dan Barru, 2012.

Pangkep BarruUraian

75 cm x 20 cm (100-50) cm x 20 cm 75 cm x 20 cm (100-50) cm x 20 cm(Biasa) (Legowo) (Biasa) (Legowo)

Biaya tenaga kerja (Rp/ha) 3.707.000 3.802.188 4.345.583 4.402.938Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.831.667 3.832.500 3.520.000 3.528.750Total biaya produksi (Rp/ha) 7.538.667 7.634.688 7.865.583 7.931.688Penerimaan (Rp/ha) 29.066.667 29.031.250 25.241.667 25.306.250Keuntungan (Rp/ha) 21.528.000 21.396.563 17.376.084 17.374.562NPTK 8,90 8,60 6,05 5,98NPSP 6,85 6,81 6,15 6,14R/C rasio 3,86 3,80 3,21 3,19BEP (ha) 0,20 0,20 0,29 0,29MBCR - -1,37 - -0,02

Tabel 4. Rata-rata nilai BWD, klorofil, komponen hasil dan hasil biji pada verifikasi komponen cara tanam, Kabupaten Pangkep dan Barru, 2012.

Pangkep BarruPengamatan

75 cm x 20 cm (100-50) cm x 20 cm 75 cm x 20 cm (100-50) cm x 20 cm(Biasa) (Legowo) (Biasa) (Legowo)

BWD VT 4,62 4,64 4,20 4,10KlorofiL VT 55,41 56,20 42,13 43,52Panjang tongkol (cm) 18,33 18,77 18,34 17,94Diameter tongkol (cm) 6,18 5,97 4,80 4,68Bobot 1.000 biji (g) 323,80 333,80 301,50 306,10Hasil biji (t/ha) 11,63 11,61 10,10 10,12

BWD = Bagan Warna Daun.VT = Fase berbunga > 50%.

biji yang menunjukkan relatif sama. Hal yang sama jugaterjadi di Barru, bahwa cara tanam biasa dan cara tanamlegowo memberikan hasil biji relatif sama, masing-masing 10,10 t/ha dan 10,12 t/ha, demikian juga diametertongkol dan bobot 1.000 biji.

Sistem tanam legowo sudah menjadi salah satukomponen teknologi dalam pengelolaan tanamanterpadu (PTT) pada tanaman padi (Balitbangtan 2007).Sistem legowo belum masuk dalam komponenteknologi PTT jagung. Meski demikian hasil penelitianZubactirodin et al. (2009) menunjukkan bahwa hasiljagung yang diperoleh dari populasi tanam yang samadengan jarak tanam legowo lebih besar dibanding jaraktanam biasa dengan peningkatan hasil berkisar antara2,5-20%. Di Kediri, Jawa Timur, hasil jagung yang ditanamdengan sistem legowo tidak berbeda dengan cara tanambiasa. Penelitian di Pangkep menunjukkan bahwa padapopulasi 66.666 tanaman/ha, hasil varietas Bisi-2 dengancara tanam biasa tidak berbeda dengan cara legowo, 10,75dan 10,21 t/ha. Untuk varietas Bima-3 Bantimurung,hasilnya dengan cara tanam biasa dan legowo juga relatifsama, 8,04 t/ha dan 8,02 t/ha (Syuryawati et al. 2012).

Varietas Bima-3 Bantimurung memiliki bentuk daunyang terkulai dan Bisi-2 agak tegak yang dapatmempengaruhi hasil berkaitan dengan kepadatanpertanaman. Penelitian Efendi et al. (2013) menunjukkanbahwa varietas Bima-3 Bantimurung hanya dapatditanam dengan populasi 66.666 tanaman/ha, karenapanjang, lebar dan luas daun di atas tongkol lebih besardibanding Bisi-16 dan NK-99. Tanaman dengan tajukyang besar membutuhkan jarak tanam yang rengganguntuk mencegah terjadinya overlapping yangmengakibatkan terjadinya kompetisi tanaman terhadapcahaya matahari (Syafruddin dan Saidah 2006). Populasitanaman perlu menjadi perhatian karena populasi tinggidapat menurunkan hasil jagung. Lawer dan Rankin(2004) melaporkan bahwa peningkatan populasitamanan jagung hingga 74.000 tanaman/hamenurunkan hasil biji 18%. Lain halnya di Township IranUtara, Moraditochaee et al. (2012) melaporkan bahwajarak tanam antarbaris berpengaruh nyata terhadapbiomassa, indeks panen, dan jumlah tongkol/tanaman,hasil biji dan bobot 1.000 biji.

Hasil analisis finansial menunjukkan perlakuan caratanam biasa 75 cm x 20 cm dan cara legowo (100-50)cm x 20 cm masing-masing dengan populasi 66.666

Page 80: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

78

tanaman/ha relatif tidak mempengaruhi hasil jagung diPangkep maupun Barru (Tabel 5). Keuntungan yangditerima di Pangkep dengan cara tanam biasa Rp21.528.000/ha dan cara legowo Rp 21.396.563/ha dengannilai R/C masing-masing 3,86 dan 3,80, NPTK dan NPSPjuga relatif sama, di Pangkep NPTK masing-masing 8,90dan 8,60 sedang NPSP masing-masing 6,85 dan 6,81. DiBarru, keuntungan yang diperoleh dari cara tanam biasaRp 17.376.084/ha dan secara legowo Rp 17.374.562/hadengan nilai R/C masing-masing 3,21 dan 3,19. NPTKdan NPSP juga relatif sama, NPTK masing-masing 6,05dan 5,98 sedang NPSP 6,15 dan 6,14.

BEP lahan dengan kedua cara tanam menunjukkanhal yang sama dengan luas lahan garapan minimum0,20 ha di Pangkep dan 0,29 ha di Barru (Tabel 5). Analisiskelayakan cara tanam legowo dibanding cara tanambiasa menunjukkan nilai MBCR < 1 di Pangkep (-1,37)dan Barru (-0,02). Berarti cara tanam legowo tidakmemberikan tambahan keuntungan yang lebih besardari cara tanam biasa yang umum dilakukan petani.Pada populasi 66.666 tanaman/ha, selisih keuntungandari penggunaan varietas Bisi-2 antara cara tanam biasadengan cara legowo adalah Rp 160.000 dengan nilai R/Crelatif sama, yaitu 3,43 dan 3,27. Dari varietas Bima-3Bantimurung, selisih keuntungan 0,01% (Rp 113.000)dengan nilai R/C relatif sama yaitu 2,68 dan 2,65(Syuryawati et al. 2012). Lain halnya yang dijelaskanDahlan dan Prayogi (2008) bahwa pada jarak tanamlegowo (20 cm x (60-120) cm diperoleh nilai B/C 2,91,artinya layak dan menguntungkan apabila diterapkanpetani. Rachman dan Saryoko (2008) menjelaskanbahwa keuntungan usahatani jagung dipengaruhi olehteknik budi daya yang diterapkan, harga yang berlaku,dan hasil yang dicapai. Temuan ini menggambarkankedua cara tanam jagung dengan populasi 66.666tanaman/ha layak digunakan karena efisien danmenguntungkan, sehingga memungkinkan untukditerapkan sebagai komponen teknologi produksijagung.

Varietas

Varietas jagung yang digunakan petani di Pangkepmaupun Barru umumnya hibrida Bisi-2, denganpertimbangan hasil cukup tinggi dan mudah diperolehkarena benihnya selalu tersedia di pasaran.

Pada pengujian komponen teknologi, digunakanjagung hibrida varietas Bima-3 Bantimurung dan Bisi-2.Di Pangkep, hasil varietas Bima-3 Bantimurung rata-rata12,07 t/ha, lebih tinggi dibanding Bisi-2 dengan hasil 11,02t/ha. Di Barru, varietas Bima-3 Bantimurung jugamemberikan hasil lebih tinggi rata-rata 10,79 t/hadibandingkan dengan 9,21 t/ha dari Bisi-2. Hasil yang

lebih tinggi tersebut didukung oleh bobot 1.000 biji,panjang tongkol, dan diameter tongkol yang lebih baik(Tabel 6). Hasil yang dicapai varietas Bima-3 Bantimurungmelebihi potensi hasilnya (10 t/ha), sedangkan Bisi-2 dibawah potensi hasilnya (13 t/ha) (Puslitbangtan 2009).

Biaya produksi jagung hibrida Bima-3 Bantimurunglebih tinggi dari Bisi-2, baik di Pangkep maupun Barru,karena pemakaian pupuk urea/ha, tenaga kerja panen,dan biaya pemipilan lebih banyak karena hasil yangdicapai lebih tinggi. Kecepatan kerja dipengaruhi olehbeberapa faktor antara lain umur tenaga kerja,pengalaman dan keterampilan berusahatani, kondisipertanaman dan lahan, serta produksi. Pada waktupanen digunakan tenaga kerja cukup banyak, termasukpengupasan tongkol dari kelobot. Kedua varietas yangdigunakan mempunyai karakter menutup tongkoldengan baik, rapat, sehingga memerlukan pengalamamdan keterampilan tenaga kerja.

Hasil yang tinggi berpengaruh terhadap biayaprosesing hasil. Keuntungan dari penggunaan varietasBima-3 Bantimurung berkisar antara Rp 18.800.000-22.500.000/ha, sedangkan dari Bisi-2 berkisar antara Rp15.300.000-20.150.000/ha. Besarnya penerimaan dankeuntungan mempengaruhi NPTK, NPSP, R/C dan MBCRyang akan menentukan efisiensi ekonomi usaha ataukelayakan teknologi. Varietas Bima-3 Bantimurungmemiliki NPTK, NPSP dan R/C lebih tinggi dari Bisi-2,masing-masing 6,34-8,99 (NPTK), 6,47-7,03 (NPSP), dan3,33-3,91 (R/C), sedangkan pada Bisi-2 masing-masing5,55-8,36 (NPTK), 5,72-6,59 (NPSP), dan 3,02-3,71 (R/C).Sementara nilai MBCR Bima-3 Bantimurung di Pangkep8,31 dan di Barru 7,50. Titik impas/BEP lahan garapanminimum layak diusahakan untuk Bima-3 Bantimurungsekitar 0,20-0,27 ha dan lebih efisien dalam pemanfaatanlahan daripada Bisi-2 (0,21-0,32 ha). Berarti varietas Bima-3 Bantimurung lebih layak digunakan karena lebih efisiendan dapat memberikan kenaikan pendapatan daripada

Tabel 6. Rata-rata nilai BWD, klorofil, komponen hasil dan hasil bijipada verifikasi komponen varietas, Kabupaten Pangkepdan Barru, 2012.

Pangkep BarruUraian

Bisi-2 Bima-3 Bisi-2 Bima-3Bantimurung Bantimurung

BWD VT 4,60 4,70 4,20 4,25Klorofil VT 58,80 56,40 49,24 48,08Panjang tongkol (cm) 18,66 18,18 17,71 18,08Diameter tongkol (cm) 5,86 6,18 4,45 4,59Bobot 1000 biji (g) 323,80 315,00 297,30 310,40Hasil biji (t/ha) 11,02 12,07 9,21 10,79

BWD = Bagan Warna Daun.VT = Fase berbunga >50%.

Page 81: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

SYURYAWATI DAN FAESAL: KELAYAKAN FINANSIAL TEKNOLOGI BUDI DAYA JAGUNG

79

varietas Bisi-2. Menurut Horton (1982) dalam Endrizaldan Jumakir (2007), apabila nilai B/C lebih dari 1 berartivarietas tersebut memberikan nilai tambah dan dalamskala luas menguntungkan.

Rasio biaya/kg biji jagung varietas Bima-3Bantimurung lebih rendah, berkisar antara Rp 640-750/kg biji, sedangkan pada varietas Bisi-2 berkisar antaraRp 675-830/kg biji (Tabel 7). Berarti untuk menghasilkan1 kg jagung pipil Bima-3 Bantimurung hanyamembutuhkan biaya Rp 640-750, sedang pada varietasBisi-2 berkisar antara Rp 675-830.

Biaya produksi jagung bervariasi, bergantung kepadakondisi lahan, penerapan teknologi produksi, dan upahtenaga kerja. Untuk menghemat biaya prosesing dapatmenggunakan alat pengering berbahan bakar sekamsebagimana dilaporkan Swastika (2013) bahwapengalihan drayer tenaga surya ke drayer sekam lebihbaik dengan nilai MBCR 1,49. Dengan demikian peluanguntuk menghemat biaya produksi jagung di Indonesiamasih terbuka menggunakan teknologi yang tepat.

KESIMPULAN

Dalam budi daya jagung di lahan sawah tadah hujan,penggunaan pupuk dengan takaran 202,5-225 kg N+36kg P2O5+60 kg K2O/ha dan varietas unggul seperti Bima-3 Bantimurung layak digunakan (MBCR > 1) karenadapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan.Hasil jagung di Pangkep dan Barru rata-rata 11-12 t/ha,penerimaan Rp 27,4-30,4 juta/ha dengan keuntunganRp 22,7 juta/ha atau meningkat 13% dari keuntungancara petani (Rp 20,1 juta/ha).

Cara tanam biasa 75 cm x 20 cm dan cara legowo(100-50) cm x 20 cm dengan populasi sama (66.666tanaman/ha) dapat diterapkan dalam budi daya

jagung. Kedua cara tanam ini memberikan hasil relatifsama, 11,6 t/ha di Pangkep dengan penerimaan Rp 29juta, dan keuntungan Rp 21,5 juta/ha, dan di Barru 10t/ha, penerimaan Rp 25,3 juta, dan keuntungan Rp 17,4juta/ha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ir.Zubachtirodin, MS selaku penanggung jawab kegiatanatas segala fasilitas yang diberikan, dan kepada BapakSyapri, ketua kelompok tani di Pangkep, dan BapakHaerias, ketua kelompok tani di Barru, atas partisipasinyasehingga penelitian terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alkaisi, M.M. and X. Yin. 2003. Effect of nitrogen rate and plantpopulation on corn yield and water use efficiency. Agron. J.95:1475-1482.

Amin, Z.H. and M.R. Namazari. 2013. Effect of different amaunt ofmineral nitrogen and biological fertilizer on yield and yieldcomponents of corn. ARPN Journal of Agricultural andBiological Science 8(6):487-492.

Arafah dan M.P. Sirappa 2003. Kajian penggunaan jerami danpupuk N, P, K pada lahan sawah irigasi. Jurnal Ilmu Tanahdan Lingkungan 3(1):15-24.

Balitbangtan. 2007. Petunjuk teknis lapang pengelolaan panamanterpadu (PTT) padi sawah irigasi. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta. 27p.

Balitbangtan. 2008. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadujagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Jakarta. 27p.

BPS Sulawesi Selatan. 2013. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2013.Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 251p.

Brady, N.C. and R.R. Weil. 1996. The Nature and Properties ofSoils. Eleventh edition. Prentice Hall, inc. New Jersey. 741p.

Tabel 7. Analisisfinansial komponen varietas jagung hibrida pada verifikasi komponen teknologi PTT, Kabupaten Pangkep dan Barru, 2012.

Varietas

Uraian Pangkep Barru

Bisi-2 Bima-3 Bantimurung Bisi-2 Bima-3 Bantimurung

Biaya tenaga kerja (Rp/ha) 3.673.417 3.827.375 4.220.500 4.496.750Biaya sarana produksi (Rp/ha) 3.751.667 3.877.500 3.408.333 3.597.500Total Biaya produksi (Rp/ha) 7.425.084 7.704.875 7.628.833 8.094.250Penerimaan (Rp/ha) 27.558.333 30.162.500 23.016.667 26.975.000Keuntungan (Rp/ha) 20.133.249 22.457.625 15.387.834 18.880.750NPTK 8,36 8,99 5,55 6,34NPSP 6,59 7,03 5,72 6,47R/C rasio 3,71 3,91 3,02 3,33BEP (ha) 0,21 0,20 0,32 0,27MBCR - 8,31 - 7,50Rasio biaya/kg biji (Rp/kg biji) 674 639 829 750

Page 82: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

80

Dahlan dan A.Z. Prayogi. 2008. Pengaruh jarak tanam pagarberganda terhadap pertumbuhan dan produksi tanamanjagung. Jurnal Agrosistem 4(2):101-108.

Efendi, R., Z. Benyamin, dan A. Andriyani. 2013. Karakter fenotipikjagung hibrida Bima-3. Dalam: Prosiding Seminar NasionalSerealia: Meningkatkan Peran Penelitian Serealia MenujuPertanian Bioindustri. Maros, 18 Juni. Badan LitbangPertanian. Puslitbangtan. Balai Penelitian Tanaman Serealia.p.116-123.

Endrizal dan Jumakir. 2007. Keragaan beberapa varietas padiunggul baru dan kelayakan usahatani padi pada lahan sawahirigasi di Provinsi Jambi. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian 10(3):

Faesal and Syafruddin. 2008. Nutrient management in rainfedlowland rice-maize cropping system of Indonesia.Proceedings of the 10th Asian Regional Maize Workshop.Makassar, Indonesia. p.557-560.

Fauzi, A.I., F. Agus, Sukarman, and K. Nugroho. 2011. Characterizingthe soil for improve nutrient management in selected maizegrowing area of Indonesia. Indonesian Journal of AgriculturalScience 12(1):17-32.

Fedotkin, I.V. and I.A. Karavtsov. 2001. Production of grain maizeunder irrigated condition. Kukuruza I Sorgo 3:(5-8).

Hanafie, R. 2010. Pengantar ekonomi pertanian. Penerbit AndiYogyakarta.

Heriyanto dan F. Rozi. 1994. Ekonomi produksi usahatani jagunghibrida. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Malang.

Kadariah. 1998. Evaluasi proyek analisa ekonomi. LPFE-UI. Jakarta.Kariyasa, I.K. dan B.M. Sinaga. 2004. Faktor-faktor yang

mempengaruhi prilaku pasar jagung di Indonesia. JurnalAgroekonomi 22(2):167-193. Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2012. Statistik pertanian 2012. PenerbitPusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. KementerianPertanian. Republik Indonesia. 348p.

Lawer, J.G. and M. Rankin. 2004. Corn respon to within row plantspacing variation. Agron J. 96(5):1459-1463.

Ma, B.L., K.D. Subedi, and C. Costa. 2005. Comperison of cropbase indicator with soil nitrat test for corn nitrogenrequirement. Agron. J. 97:462-471.

Makarim, A.K., A. Hidayat, and H.T. Berge. 1991. Dynamics of soilammonium, crop nitrogen uptake, and dry matter productionin lowland rice. In: F.W.T. Penning de Vries, H.H. van Laarand M.J. Kropff (eds). Simulation and Systems Analysis forRice Production (SARP). Pudoc, Wageningen, TheNetherlands. p.214-238.

Margaretha, S.L. dan Zubachtirodin. 2010. Evaluasi penerapansistem pengelolaan tanaman jagung secara terpadu padalahan sawah tadah hujan. Iptek Tanaman Pangan 5(2):159-168. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.

Moraditochaee, M., M.K. Mohamed, E. Azarbour, and R.K. Doresh.2012. Effect of nitrogen fertilizer and plant densitymanagement in corn farming. ARPN Journal of Agriculturaland Biological Science 7(2):133-137.

Nemati, A.R. and R.F. Syarifi. 2012. Effect of rate and nitrogenapplication timing on yield agronomic chracteristics andnitrogen efficiency in corn. Int. J. Agri. Crop. Sci. 4(9):534-539.

Pasandaran, E. dan F. Kasryno. 2005. Sekilas ekonomi jagungIndonesia: Suatu Studi di Sentra Utama Produksi Jagung.

Dalam: F. Kasryno, E. Pasandaran, A.M. Fagi (Ed). EkonomiJagung Indonesia. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. p. 1-14.

Puslitbangtan. 2009. Deskripsi varietas unggul palawija 1918-2009.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Quaye, A.K., K.B. Layeyae, and A.S. Mickson. 2009. Soil water andnitrogen interaction effect on maize (Zea Mays L.) grown onvertisol. Journal of Forestry, Horticulture, and Soil Science3(1):1-11.

Rachman, B. dan A. Saryoko. 2008. Analisis titik impas dan labausahatani melalui pendekatan dan pengelolaan padi terpadudi Kabupaten Lebak, Banten. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian 11(1):54-60.

Soekartawi. 1995. Analisis usahatani. Penerbit Universitas IndonesiaJakarta.

Soleh, M.A.T., M.A.B. Siddique, M. Asaduzzaman, M.N. Alam, andM.M. Karim. 2009. Varietal performance of transplant amanrice under different hill densities. Bangladesh J. Agril. Res.34(1):33-39.

Swastika, D.K.S. 2012. The financial feasibility of rice dryer: Acase study in Subang District West Java. Indonesian Journalof Agricultural Science 13(1):35-42.

Syafruddin, M. Rauf, R.Y. Arvan, dan M. Akil. 2006. Kebutuhan N, P,K tanaman jagung pada tanah Inceptisol Haplustepts. JurnalPenelitian Pertanian Tamaman Pangan 25(1):1-9.

Syafruddin dan Saidah. 2006. Produktivitas jagung denganpengaturan jarak tanam dan penjarangan tanaman padalahan kering di lembah Palu. Jurnal Penelitian PertanianTanaman Pangan 25(2):129-134.

Syafruddin, S. Saenong, dan Subandi. 2008. Penggunaan baganwarna daun untuk efisiensi pemupukan N pada tanamanjagung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27(1):24-31.

Syuryawati, R. Efendi, and Faesal. 2012. Evaluation of maizeproduction technology component to increase farmer’sincome in rainfed law land. In: International MaizeConference: Agribusiness of Maize-Livestock Integration.Ministry of Agriculture in collaboration with ProvincialGovernment of Gorontalo. p. 273-277.

Walsh, O., W. Raun, A. Klatt, and J. Sohe. 2012. Effect of deleyednitrogen fertilization on maize (Zea Mays) grain yield andnitrogen use efficiency. Journal of Plant Nutrition (35):538-555.

Zubachtirodin dan Subandi. 2008. Peningkatan efisiensi pupuk N,P, K, dan produktivitas jagung pada lahan kering ultisolKalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian TanamanPangan 27(1):32-36.

Zubachtirodin, N. Riany, dan R. Amir. 2009. Perbaikan cara tanamdan pengaturan tanaman dalam sistem tanam legowomendukung peningkatan intensitas tanam (IP400). LaporanTahunan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia.Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.

Zubachtirodin, R. Nany, R.A. Fahdiana, T.M. Akil, A.F. Fadhly,Syafruddin, Faesal, dan Suwarti. 2012. Laporan akhirpeningkatan hasil jagung melalui pendekatan PTT dalamkonsep IP-400 pada lahan sawah dan lahan kering (TingkatHasil > 32 t/ha/tahun). Balai Penelitian Tanaman Serealia.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. KementerianPertanian.

Page 83: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BIBA: PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA

81

Preferensi Petani terhadap Jagung Hibrida BerdasarkanKarakter Agronomik, Produktivitas, dan Keuntungan Usahatani

Farmers’ Preferences on Hybrid Varieties of Maize based onAgronomic Characters, Productivity and Farming Profit

M. Arsyad Biba

Balai Penelitian Tanaman SerealiaJl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 15 Juli 2015, direvisi 18 Januari 2016, disetujui 9 Februari 2016

ABSTRACT

Some hybrid maize varieties had been adopted by farmers, butfarmers responded differently toward each variety. The objectiveof the present study was to know the farmers’ responses to hybridvariety based on agronomic characters, productivity, and incomeamong four hybrid maize, namely N-35, BISI-2, BIMA-3, and SHS-11 variety. The research was conducted in Takalar regency, SouthSulawesi from March to November 2014. Sampling method waspurposive, the number of respondents were 60 farmers. Informationwere derived from primary and secondary data. Primary data wereobtained through survey and interview using structuredquestionaires. Technical analysis using R/C ratio was presentedon tables then discussed in a descriptive-qualitative. Resultsshowed that farmers planted BIMA-3 variety were able to obtainyield of 9.5 t/ha at 16% of moisture content, gaining the highestprofit of Rp 15,875,000/ha. The superiority of BIMA-3 were itsgermination was better, the seed cost was cheaper, resistant todowney-mildew and stemborer, tolerant to drought stress, producedhigher yields and its biomass stayed green, so that it was suitablefor animal feeding. Variety N-35, BISI-2, and SHS-11 were notresistant to downey-mildew disease, the yields ranged from 6.9 t/hato 7.9 t/ha, and their biomass were not stayed green. The highestR/C ratio was obtained from BIMA-3 (2.71), followed by BISI-2(2.61), N-35 (2.53), SHS-11 (2.44) and OPVs (2.33). B/C Ratio ofBIMA-3 was (1.71), BISI-2 (1.61), N-35 (1.53), SHS-11 (1.44), OPVs(1.33), and MBCR of BIMA-3 (2.13), BISI-2 (2.04), N-35 (1.86),and SHS-11(1.64). Therefore, BIMA-3 hybrid variety could berecommended for maize farming in South Sulawesi.

Keywords: maize hybrid variety, agronomic character,productivity, farm income, farmer response.

ABSTRAK

Usahatani jagung hibrida telah berkembang dan mendapat beragamrespons dari petani. Penelitian bertujuan untuk mengetahui responpetani terhadap karakter agronomis, produktivitas, dan keuntunganusahatani jagung hibrida varietas N-35, BISI-2, BIMA-3 dan SHS-11. Survei dilakukan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, padabulan Maret hingga November 2014. Pemilihan sampel dilakukansecara sengaja terhadap 60 petani jagung dari 600 orang diKabupaten Takalar. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petaniresponden menggunakan kuesioner yang telah disiapkansebelumnya. Data primer dari lapangan dikelompokkan, diolah,dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dibahas secarakualitatif-deskriptif. Data sekunder diperoleh dari buku statistik, buku,laporan, jurnal, dan makalah. Hasil analisis menunjukkan bahwahasil jagung hibrida BIMA-3 lebih tinggi dari tiga varietas lainnya,mencapai 9,5 t/ha pada kadar air 16% dengan keuntungan tertinggiRp 15.875.000/ha. Keunggulan varietas BIMA-3 antara lain terletakpada daya tumbuh benih yang lebih baik dengan harga yang lebihmurah, tahan penyakit bulai, toleran kekeringan, dan biomas tanamanstay green sehingga potensial digunakan untuk pakan ternak sapi.Sementara itu, pertanaman varietas N-35, BISI-2, dan SHS-11sebagian terinfeksi penyakit bulai sehingga hasilnya lebih rendah,berkisar antara 6,9-7,9 t/ha, biomas tanaman tidak stay green. R/Cratio tertinggi diperoleh dari BIMA-3 (2,71), diikuti oleh BISI-2 (2,61),N-35 (2,53), SHS-11 (2,44), dan jagung bersari bebas (2,33). B/Cratio BIMA-3 (1,71), juga lebih tinggi dari BISI-2 (1,61), N-35 (1,53),SHS (1,44), dan jagung bersari bebas (1,33), MBCR BIMA-3 (2,13)lebih tinggi dari BISI-2 (2,04), N-35 (1,86), dan SHS-11 (1,64). Varietashibrida BIMA-3 dapat dianjurkan untuk dikembangkan di SulawesiSelatan.

Kata kunci: jagung hibrida, karakter agronomi, produktivitas,keuntungan usahatani, respon petani.

PENDAHULUAN

Usahatani jagung di Indonesia berkembang pesat danmendapat beragam respons dari petani. Komoditas iniperlu dipacu pengembangannya untuk memenuhikebutuhan yang terus meningkat. Ke depan,pengembangan usahatani jagung perlu digerakkan olehinovasi teknologi dan sumber daya manusia (SDM)terampil (Saptana 2012).

Respons petani terhadap inovasi pertanian,termasuk varietas unggul jagung, perlu dipelajari untukmengetahui varietas yang mereka sukai. Hal ini pentingartinya dalam perakitan dan pengembangan varietasunggul jagung untuk mempercepat upaya peningkatan

Page 84: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

82

produksi menuju swasembada dan ketahanan pangan(Suryana 2014). Swasembada jagung secaraberkelanjutan berdampak terhadap penurunan impor,meningkatkan kemandirian pangan, dan memenuhikebutuhan jagung dari produksi dalam negeri.

Jagung memiliki banyak manfaat, antara lain untukpangan, pakan, bahan baku industri pangan, danbioetanol. Richana (2011) melaporkan bahwa jagungmerupakan salah satu sumber pati untuk bioetanol.Karman (2012) juga melaporkan bahwa jagung dapatmenghasilkan minyak sebanyak 172 l/ha. Selain dapatdikonsumsi, biji jagung dapat diolah menjadi pakan, danberbagai jenis makanan serta minuman, seperti krupukjagung, marning jagung, dodol jagung, berondongjagung, nasi jagung, bakwan, perkedel, bubur jagungdan susu jagung (Badan Litbang Pertanian 2012). DiSulawesi Selatan, bubur jagung disebut bassang, diSulawesi Utara dan Gorontalo disebut bintai (Biba 2013).

Zakaria (2011) melaporkan bahwa penyediaan benihbermutu dengan prinsip enam tepat (waktu, jenis, harga,tempat, mutu, dan jumlah) diperlukan untukmempercepat upaya peningkatan produksi jagungnasional. Upaya peningkatan produksi jagungdihadapkan kepada beberapa kendala lainnya, antara laintidak stabilnya harga jagung di tingkat petani danlemahnya modal untuk pembelian sarana produksi(Moniruzzaman et al. 2009). Lemahnya modal usahaberkorelasi dengan tingkat adopsi teknologi oleh petani.Hasil survei Kalinda et al. (2014) menunjukkan faktor yangberpengaruh terhadap adopsi varietas unggul jagungoleh petani antara lain luas lahan garapan, status sosial,dan tingkat pendidikan. Potensi hasil yang tinggi jugamerupakan parameter penentu adopsi varietas ungguljagung oleh petani (Fisher et al. 2014, Kudi et al. 2011).

Bernard et al. (2010) mengatakan petani yangtergabung dalam kelompok tani lebih mudah diyakinkanuntuk mengadopsi teknologi dibandingkan denganpetani perseorangan. Menurut Poolsawas (2013), petaniyang lebih muda dengan tingkat pendidikan yang relatiflebih baik cenderung lebih cepat mengadopsi teknologi.Ebojei et al. (2012) mengatakan terdapat beberapavariabel sosial yang mempengaruhi petani dalammengadopsi teknologi, antara lain usia, statuspendidikan, dan pengalaman dalam berusahatani.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksijagung menuju swasembada berkelanjutan. Hal iniantara lain tercermin dari program peningkatan jagungyang diimplementasikan melalui Sekolah LapangPengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Namunimplementasi program ini tergolong lambat, barumenyentuh 5,8% areal pertanaman jagung di Indonesia(Kariyasa et al. 2014).

Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai salah satusentra produksi jagung di Kawasan Timur Indonesiajuga mengembangkan program SL-PTT jagung. Programini antara lain diimplementasikan di Kabupaten Takalar,yang merupakan salah satu sentra produksi jagung diSulawesi Selatan. Di Kabupaten Takalar sudahberkembang penggunaan jagung hibrida oleh petani,terutama varietas N-35, BISI-2, BIMA-3, dan SHS-11(BPSBTPH Sulawesi Selatan 2013). Pengembanganjagung hibrida tersebut diharapkan berkontribusi dalammeningkatkan produksi di daerah ini. Pujiastuti et al.(2013) melaporkan bahwa petani SL-PTT jagung diKabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta, menyukaijagung hibrida varietas Bima-3 rakitan Badan LitbangPertanian karena berdaya hasil tinggi.

Penelitian ini bertujuan mengetahui respons petaniterhadap karakter agronomis, produktivitas, dankeuntungan usahatani jagung hibrida varietas N-35, BISI-2, BIMA-3 dan SHS-11.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Kabupaten Takalar, SulawesiSelatan, pada bulan Maret hingga November 2014.Penelitian ini menggunakan data primer yangmerupakan data utama dan berguna untuk menjawabtujuan penelitian. Data primer dikumpulkan melaluisurvei rumah tangga dan wawancara langsung denganpetani responden yang memiliki usahatani jagunghibrida N-35, BISI-2, BIMA-3 dan SHS-11. Wawancaradilakukan menggunakan kuesioner terstruktur sebagaipanduan. Sedangkan data sekunder sebagai pelengkapdiperoleh dari berbagai literatur.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah petani yang menanamjagung hibrida varietas N-35, BISI-2, BIMA-3, dan SHS-11yang jumlahnya mencapai 600 petani jagung dengankarakteristik yang homogen, sehingga pengambilansampel dilakukan secara purposive, yaitu 10% daripopulasi (Arikunto 2006) atau 60 petani, masing-masing15 petani yang mengusahakan varietas N-35, BISI-2,BIMA-3, dan SHS-11. Petani responden yang dipilihminimal berpendidikan sekolah dasar dan sudahmemiliki pengalaman dalam berusahatani jagung,sehingga representatif dalam memberikan informasiyang relevan dengan tujuan penelitian.

Teknik Analisis

Data dari lapangan dikumpulkan, dikelompokkan,diolah, dianalisis dan kemudian disajikan dalam bentuk

Page 85: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BIBA: PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA

83

tabel lalu dibahas secara kualitatif-deskriptif gunamenjawab tujuan penelitian. Pendapatan usahatanijagung hibrida varietas N-35, BISI-2 , BIMA-3, dan SHS-11dianalisis dengan R/C ratio, B/C ratio, dan MBCR. Variabelyang diamati adalah biaya tetap (fixed cost) dan biayavariabel (variable cost) dari setiap kegiatan. Untukmengetahui pendapatan usahatani keempat varietasjagung tersebut digunakan rumus yang pernahdigunakan Muhammad et al. (2012), Hidayat danMarimin (2014) sebagai berikut:

π = TR – TC TR = P.Q TC = TFC + TVC

dimana:π (NR) : Net Return/Pendapatan usahatani (Rp/ha)TR : Total revenue (Rp/ha)TC : Total cost (Rp/ha)P : Price (Rp/kg)Q : Quantitas (kg/ha)TFC : Total fixed cost (Rp/ha)TVC : Total variable cost (Rp/ha)

Fixed cost (FC) termasuk biaya sewa lahan, buruhtani, penggunaan alat-alat pertanian sederhana danbiaya produksi. Biaya variabel (VC) termasuk biayapupuk, benih, obat-obat kimia, biaya perbaikanperalatan, pemeliharaan dan transportasi. Untukmengetahui kelayakan usahatani jagung hibrida varietasN-35, BISI-2, BIMA-3 dan SHS-11 digunakan rumus:

TRR/C ratio = atau TC

NRB/C ratio = . TC

Jika R/C ratio > 1 maka usahatani layakdikembangkan, R/C ratio < 1 berarti usahatani tidak layakkarena merugikan secara ekonomi, dan jika R/C ratio =1 maka usahatani dapat dipertimbangkan karena tidakmemberi untung dan rugi. Atau jika B/C ratio > 0 makausahatani layak dikembangkan, B/C ≤ 0 tidak layakdikembangkan.

Selanjutnya, untuk mengukur nilai tambah yangdiperoleh petani sebagai dampak mengadopsi varietasunggul jagung hibrida dibandingkan denganmengusahakan jagung komposit yang telah ditanamoleh petani selama ini dapat diukur denganmenggunakan formula berikut.

Total gainsMBCR = . Total losses

Keterangan:Total gains = total tambahan penerimaan akibat

penerapan teknologiTotal losses = total tambahan biaya akibat

penerapan teknologiKriteria = MBCR > 1: penerapan teknologi layak

dan MBCR < 1: tidak layak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Petani Responden

Profil petani meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlahanggota keluarga, pengeluaran, pendapatan dariusahatani jagung, pendapatan sampingan, luas lahangarapan, dan pengalaman dalam berusahatani jagung.Dari segi usia, 41,7% petani responden tergolongproduktif dengan umur berkisar antara 15-44 tahun.Sebanyak 38,3% petani berusia 45-59 tahun dan 20%berusia di atas 60 tahun. Dari segi tingkat pendidikan,55% petani reponden berpendidikan SD dan 36,7% SMP(Tabel 1).

Sebagian besar petani responden (88,3%) memilikianggota keluarga 1-4 orang, sisanya (11,7%) denganjumlah anggota keluarga 5-6 orang. Sebanyak 50%petani memiliki luas lahan garapan 1,0-2,0 ha dan lebihdari 60% petani sudah berpengalaman dalamberusahatani selama 11-20 tahun (Tabel 1).

Data tersebut menunjukkan sebagian besar petaniresponden tergolong produktif dan telah berpengalamandalam berusahatani jagung dengan luas lahan garapanyang memadai.

Luas Tanam

Jagung hibrida yang ditanam petani di Kabupaten Takalarpada MT Oktober 2012 sampai Maret 2013 terdiri atasvarietas N-35 seluas 50 ha, varietas BISI-2 seluas 500 ha,varietas BIMA-3 seluas 25,0 ha, dan varietas SHS-11 seluas66 ha (BPSBTPH Sulawesi Selatan 2013). Benih varietasBIMA-3 diproduksi oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia(Balitsereal), Badan Litbang Pertanian, yang dilepas padatahun 2007. Benih varietas BISI-2 diproduksi oleh PT BISIInternational Tbk yang dilepas pada tahun 1995. Benihvarietas SHS-11 diproduksi oleh PT Sang Hyang Seri,dilepas pada tahun 2004. Benih varietas N-35 diproduksioleh PT Citra Nusantara Mandiri, dilepas pada tahun 2006.

Respons terhadap Karakter Agronomis

Karakter agronomis jagung hibrida yang dibahasmeliputi daya tumbuh benih, ketahanan terhadap

Page 86: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

84

penyakit bulai, produksi, penampilan biomas tanamandan kelayakan usahatani.

1. Daya tumbuh benih

Sebagian besar petani lebih tertarik dengan jagunghibrida varietas BIMA-3 karena daya tumbuhnya tertinggidi lapang dan rata-rata 95%, sementara daya tumbuhvarietas N-35, BISI-2, dan SHS-11 kurang dari 80% (Tabel2). Benih varietas BIMA-3 diperoleh dari kelompok tanipenangkar binaan Balitsereal. Panen varietas BIMA-3untuk benih dilakukan pada saat biji masak fisiologis,diproses dengan mesin pemipil berkualitas, benihdikeringkan pada lantai jemur yang bebas benda asing.Setelah berkadar air 10%, biji dikemas menggunakankemasan plastik berukuran 5 kg. Dalam produksi benihBIMA-3, penangkar mendapat pembinaan dari pemuliajagung Balitsereal.

Harga benih varietas BIMA-3 lebih murah dari hargabenih tiga jagung hibrida lainnya, sehingga peredarannyaselain di Kabupaten Takalar juga ke beberapa daerahlainnya di Sulawesi Selatan. Selama ini, benih jagunghibrida varietas BIMA-3 sering tidak tersedia di lapangan,

hanya di Balitsereal sehingga mengurangi minat petanikarena jarak tempuh yang terlalu jauh. Hal inimenunjukkan penangkaran benih perlu diperluasdengan pembinaan pemulia tanaman untukmempercepat upaya penyediaan benih jagung hibridayang terjangkau bagi petani.

Varietas BIMA-3, selain daya tumbuh benihnya tinggi,penampilan tongkolnya juga lebih besar dan panjangsehingga responden menyakini bahwa produksinyaakan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas N-35,BISI-2 dan SHS-11. Selain itu, petani responden jugamemberi respons yang sangat baik karena penampilantongkol di pertanaman rata-rata besar dan kelobottertutup dengan baik serta waktu masak fisiologisnyamerata.

Kelebihan benih jagung hibrida yang diproduksioleh perusahaan swasta seperti varietas N-35, BISI-2 danSHS-11 adalah selalu tersedia pada saat diperlukanpetani. Kelemahannya, daya tumbuhnya lebih rendahkarena terlalu lama di tempat penyimpanan sebelumdidistribusikan kepada petani.

2. Ketahanan terhadap penyakit bulai

Varietas BIMA-3 diakui oleh petani responden tahanterhadap penyakit bulai karena tidak ada terjangkitpenyakit penting ini (Tabel 3). Selain tahan penyakit bulai,benih varietas BIMA-3 sesaat sebelum tanam juga diberiperlakuan fungisida metalaxyl yang bermerk dagangSaromil dengan dosis 5 g untuk 4 kg benih.

Dari segi ketahanan terhadap penyakit bulai, varietasN-35, BISI-2 dan SHS-11 pada umumnya sudah diberiperlakuan metalaxyl sebelum didistribusikan ke petani,tetapi kenyataanya masih ada tanaman yang tertularpenyakit bulai. Tingkat penularan penyakit bulai padapertanaman jagung hibrida varietas N-35, BISI-2 dan SHS-11 berkisar antara11,7-13,3%. Hal ini mengindikasi bahwaperlakuan benih dengan fungisida kurang efektif jika

Tabel 2. Respon petani terhadap daya tumbuh benih empat varietasjagung hibrida di Kabupaten Takalar, Sulsel, 2014.

Jumlah petani responden (orang)Respon

N-35 BISI-2 BIMA-3 SHS-11

Sangat baik 42 45 57 41(70%) (75%) (95%) (68,3%)

Kurang baik 18 15 3 19(30%) (25%) (5%) (31,7%)

Tidak baik 0 0 0 0

Jumlah 60 60 60 60(100%) (100%) (100%) (100%)

Tabel 1. Profil petani responden jagung hibrida di Kabupaten Takalar,Sulsel, 2014.

Karakteristik Frekuensi %

Umur15-29 10 16,730-44 15 25,045-59 23 38,3> 60 12 20,0Jumlah 60 100

PendidikanSekolah Dasar 33 55,0Sekolah Menengah Pertama 22 36,7Sekolah Menengah Atas 5 8,3Jumlah 60 100

Jumlah anggota keluarga1-2 orang 23 38,33-4 orang 30 50,05-6 orang 7 11,7Jumlah 60 100

Luas lahan garapan0,3-< 1,0 ha 19 31,71,0-< 2,0 ha 30 50,0 >2,0 ha 11 18,3Jumlah 60 100

Pengalaman berusahatani jagung1-5 tahun 8 13,36-10 tahun 14 23,311-15 tahun 13 21,716-20 tahun 15 25,0 >20 tahun 10 16,7Jumlah 60 100

Page 87: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BIBA: PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA

85

dilakukan jauh sebelum benih didistribusikan kepadapetani. Penyebab utama munculnya penyakit bulaiadalah adanya tanaman sulaman yang benihnya tidakdiberi perlakuan metalaxyl sebelumnya dan juga tidakjelas sumbernya.

Pada musim kemarau, masalah yang dikeluhkanpetani dari jagung hibrida N-35, BISI-2 dan SHS-11 adalahtanaman tidak toleran cekaman kekeringan. Sebagaijalan keluarnya, petani terpaksa membuat sumurpompa untuk pengairan pertanaman yang memerlukanbiaya lebih besar. Pada saat bersamaan, petanikekurangan modal usaha, tetapi harus mengadakanmesin pompa air untuk pengairan tanaman. Dalamkondisi demikian, petani memaksakan diri meminjamuang tunai dari pedagang pengumpul dengan perjanjianakan dibayar setelah panen dengan bunga tinggi. Petanitampaknya tidak terlalu mempersoalkan tingginyabunga pinjaman. Bagi mereka, yang penting adalahbagaimana mendapatkan biaya untuk mengadakan danmengoperasikan mesin pompa sehingga pertanamantidak terancam kekeringan.

3. Biomas tanaman untuk ternak

Selain sentra produksi jagung, Kabupaten Takalar jugatermasuk daerah yang banyak terdapat ternak sapi.Pada musim kemarau, peternak kesulitan mendapatkanpakan rumput di lahan pengembalaan karenakekeringan. Untuk mengatasi masalah tersebut, petanibiasanya menggunakan biomas tanaman jagung.Abuzar et al. (2011) melaporkan bahwa populasi jagungsebanyak 60.000 dan 80.000 tanaman/ha di lapangandapat menghasilkan biomas 16.890 kg.

Menurut Umiyasih dan Wina (2008), biomas jagungterdiri atas bahan kering batang 50%, daun 20%, tongkol20%, dan kulit jagung 10%. Berdasarkan data ini makapotensi biomas jagung untuk pakan ternak sapi yangterdiri atas bahan kering berupa batang adalah 16.890/100 x 50 = 8.445 kg, daun 16.890/100 x 20 = 3.378 kg,tongkol 16.890/ x 20 = 3.378 kg, dan kulit jagung kering= 16.890/100 x 10 = 1.689 kg. Total bahan kering daribiomas jagung yang dapat diberikan sebagai pakanternak sapi adalah 8.445 + 3.378 + 3.378 + 1.689 = 16.890kg. Apabila sapi bali betina dewasa dari dataran tinggimempunyai bobot badan 294 kg, maka kebutuhanpakan dari bahan kering biomas jagung sebanyak 3%dari bobot badan adalah 294/100 x 3 = 8,82kg/ekor/hariatau 264,6 kg/bulan. Pakan sapi dari biomas jagung segaradalah 10% dari bobot badan sapi atau 29,4 kg/ekor/hari atau 882 kg/ekor/bulan.

Jagung hibrida varietas BIMA-3 menghasilkanbiomas yang stay green pada saat tongkol dipanen (Tabel4). Oleh karena itu, varietas unggul BIMA-3 mendapatrespons yang sangat baik dari petani di lokasi penelitian.Pengembangan jagung hibrida BIMA-3 dalam skala yanglebih luas diharapkan berdampak terhadap peningkatanproduksi jagung dan pengembangan ternak, terutamadi Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Derera et al.(2006) melaporkan bahwa varietas unggul jagung yangmenghasilkan biomas stay green, produksi tinggi,berumur genjah (90 hari), dan toleran kekeringanumumnya lebih disukai petani. Machida et al. (2014) jugamelaporkan bahwa varietas jagung yang ideal bagipetani adalah berumur genjah, potensi hasil tinggi,toleran kekeringan, tahan penyakit bulai dan hamapenggerek batang.

Dari empat varietas jagung hibrida yang berkembangdi Kabupaten Takalar, varietas BIMA-3 memiliki biomasyang stay green pada saat biji masak fisiologis atau padasaat panen. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi

Tabel 4. Respon petani terhadap penampilan biomas empat varietasjagung hibrida pada saat panen di Kabupaten Takalar,Sulsel, 2014.

Jumlah petani (orang)Biomas

N-35 BISI-2 BIMA-3 SHS-11

Stay green 0 0 59 0(98,3%)

Agak stay green 5 3 1 4(8,3%) (5,0%) (1,7%) (6,7%)

Tidak stay green 55 57 0 56(91,7%) (95,0%) (93,3%)

Jumlah 60 60 60 60(100%) (100%) (100%) (100%)

Tabel 3. Respon petani tentang ketahanan empat varietas jagunghibrida terhadap penyakit bulai di Kabupaten Takalar, Sulsel,2014.

Jumlah petani (orang)Respon1)

N-35 BISI-2 BIMA-3 SHS-11

Tahan 48 50 60 45(80,0%) (83,3%) (100%) (75,0)

Agak Tahan 4 3 0 8(6,7%) (5,0%) (13,3%)

Tidak Tahan 8 7 0 7(13,3%) (11,7%) (11,7%)

Jumlah 60 60 60 60(100%) (100%) (100%) (100%)

1) Tahan dengan tingkat infeksi ≤ 11%;Agak tahan dengan tingkat infeksi 11-≤25%;Tidak tahan dengan tingkat infeksi 25-≤75%.

Sumber: Data primer diolah (2014)

Page 88: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

86

petani untuk menggunakan varietas BIMA-3, terutamayang memiliki ternak sapi.

Respon terhadap Produktivitas

Sebanyak 93,3% petani responden memperoleh hasiljagung tertinggi dari varietas BIMA-3, mencapai 9,5 t/hapipilan kering (Tabel 5). Hal ini terkait dengan penggunaanbenih yang berkualitas tinggi dengan daya tumbuh 95%,dari hasil penangkaran kelompok tani binaan Balitsereal.Sebagai informasi, sebelum ditanam benih diberiperlakuan fungsida metalaxyl, kemudian ditanam denganjarak 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang. Pemupukanpertama dilakukan pada umur 10-15 hari setelah tanam(HST) dengan pupuk Urea 150 kg, SP36 100 kg, danPhonska 150 kg/ha, dan pemupukan kedua pada umur30-35 HST dengan pupuk Urea 50 kg/ha.

Hasil varietas N-35, BISI-2, dan SHS-11 berkisar 6,9-7,9 t/ha pipilan kering. Rendahnya hasil ketiga varietastersebut dibandingkan dengan hasil varietas BIMA-3,antara lain disebabkan oleh pemupukan pertamadilakukan pada saat tanaman berumur 18-20 HST danpupuk yang digunakan adalah Urea dengan dosis 150

kg, dan SP36 dengan dosis 50 kg/ha. Pemupukan keduadilakukan pada saat tanaman berumut 40-45 HSTmenggunakan pupuk Urea dengan dosis 50 kg/ha.

Varietas SHS-11 dalam penelitian hanya mampuberproduksi 6,9 t/ha pipilan kering. Hal ini antara laindisebabkan karena petani tidak mengikuti anjuranteknologi budi daya akibat keterbatasan modal untukpengadaan sarana produksi, termasuk biaya bahanbakar minyak untuk mengoperasikan mesin pompa airpada musim kering. Di sisi lain, jagung hibrida rakitanperusahaan swasta seperti BISI-2 lebih cepatberkembang karena promosinya lebih kuat dengandukungan dana yang cukup dan insentif yang dapatmengubah sikap dan perilaku petani.

Pendapatan Usahatani

Hasil jagung hibrida yang berkembang di KabupatenTakalar, Sulawesi Selatan, berbeda antarvarietas. Hasilanalisis menunjukkan bahwa empat varietas jagunghibrida yang berkembang di daerah ini layakdiusahakan. Tingkat kelayakan tertinggi ditunjukkanoleh varietas BIMA-3, karena memberikan keuntunganyang lebih tinggi dibanding varietas BISI-2, N-35 dan SHS-11 (Tabel 6). Oleh karena itu, pengembangan jagunghibrida BIMA-3 secara meluas dimungkinkan gunamendukung upaya peningkatan produksi. Dalambeberapa tahun terakhir, produksi jagung di KabupatenTakalar menurun, sehingga petani perlu didorong untukmengembangkan jagung hibrida varietas BIMA-3. Selainmeningkatkan produksi, pengembangan varietas BIMA-3 diharapkan berdampak terhadap peningkatanpendapatan petani di Kabupaten Takalar yangmerupakan sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan.Varietas BIMA-3 juga memiliki biomas tanaman yang staygreen sehingga potensial digunakan untuk pakan,terutama pada musim kemarau.

Tabel 5. Produktivitas empat varietas jagung hibrida (t/ha) padakadar air 16% di Kabupaten Takalar, Sulsel, 2014.

Jumlah petani (orang)Produktivitas

N-35 BISI-2 BIMA-3 SHS-11

Tinggi (≥ 8,0 t/ha) 0 0 56 0(93,3%)

Sedang (6,5-8,0 t/ha) 33 35 4 31(55,0%) (58,3) (6,7%) (51,7%)

Rendah (≤ 6,5 t/ha) 27 25 0 29(45,0%) (41,7%) (48,3%)

Jumlah 60 60 60 60(100%) (100%) (100%) (100%)

Tabel 6. Analisis ekonomi usahatani empat varietas jagung hibrida di Kabupaten Takalar, Sulsel, 2014.

Uraian N-35 BISI-2 BIMA-3 SHS-11 Jagungkomposit*

Biaya produksi (Rpha) 7.950.000 8.025.000 9 .300.000 7.500.000 4.885.000Hasil (kg/ha) 7.600 7.900 9.500 6,.900 3.250Harga jagung (Rp/kg) 2.650 2.650 2.650 2.650 3.500Pendapatan (Rp/ha) 20.140.000 20.935.000 25.175.000 18.285.000 11.375.000Keuntungan (Rp/ha) 12.190.000 12.910.000 15.875.000 10.785.000 6.490.000Tambahan biaya terhadap petani (Rp/ha) 3.065.000 3.140.000 4.415.000 2.615.000 -Tambahan keuntungan terhadap petani (Rp/ha) 5.700.000 6.420.000 9.385.000 4.295.000 -R/C ratio 2.53 2.61 2.71 2.44 2.33B/C Ratio 1,53 1,61 1,71 1,44 1.33MBCR 1.86 2.04 2.13 1.64 -

*Sumber: Usahatani jagung komposit (Syafruddin et al. 2016)

Page 89: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BIBA: PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA

87

Varietas BIMA-3 yang memiliki tongkol lebih besardan klobot tertutup dengan baik terbukti mampumemberikan produksi biji yang tertinggi dan keuntunganyang lebih besar. Oleh karena itu, prospekpengembangannya di kalangan petani sangat cerah,terutama bagi petani yang lemah modal sehingga dapatmenjadi lebih berdaya. Pengembangan varietas BIMA-3akan memberi pendapatan, selain bersumber dariproduksi biji, juga biomasnya yang stay green dapatdimanfaatkan untuk mendukung ketahanan pakan diKabupaten Takalar, terutama pada saat musim kemarauyang banyak menyulitkan petani memperoleh pakanrumput segar.

Hal lain yang selalu dikeluhkan petani jagung dilokasi penelitian adalah mahalnya harga herbisidasistemik yang digunakan setiap musim tanam. BatangBIMA-3 lebih besar sehingga cocok dimanfaatkansebagai mulsa yang berguna untuk menekanpertumbuhan gulma. Batang jagung, selain dapatdimanfaatkan sebagai mulsa, juga dapat dikeringkanuntuk dimanfaatkan sebagai pengganti kayu bakar,terutama pada saat terjadi krisis kayu bakar dan terjadikelangkaan gas tabung ukuran 3 kg yang banyakdigunakan masyarakat.

Varietas BIMA-3 yang menghasilkan batang lebih besarjuga menghasilkan tongkol dan janggel lebih banyak.Janggel jagung dikeringkan untuk digunakan sebagaipengganti kayu bakar. Selain itu, janggel jagung juga dapatdimanfaatkan untuk pembakaran batu bata. Jagunghibrida varietas BIMA-3 memilki beberapa keunggulanyang menonjol dan menjadikan petani responden lebihresponsif, terutama karena daya tumbuh benihnya lebihbaik dan ketahanannya terhadap penyakit bulai.

Keuntungan bersih yang diterima petani dariusahatani jagung hibrida varietas BIMA-3 setelahdikeluarkan biaya variabel dan biaya tetap adalah Rp15,875.000/ha (Tabel 6), masih dapat ditingkatkan melaluipenerapan teknologi budi daya yang tepat. Tingginyakeuntungan dari usahatani jagung hibrida varietas BIMA-3 menjadi preferensi tersendiri bagi petani respondenuntuk mengembangkannya lebih lanjut.

Tabel 6 menunjukkan produktivitas varietas BIMA-3lebih tinggi dari jagung hibrida lainnya, karena petanimenerapkan petunjuk budi daya sesuai hasil penelitianBalitsereal yang disosialisasikan melalui pelatihankelompok tani yang setiap saat dikontrol carapenerapannya oleh penyuluh. Varietas N-35, BISI-2 danSHS-11 lebih rendah hasilnya yang disebabkan olehbeberapa faktor, antara lain daya tumbuh benih yangrelatif rendah karena sudah lama dalam penyimpanan,jarak tanam yang relatif lebih lebar, 80 cm x 35 cm,

dengan populasi 35.714 tanaman/ha. Bedengan yangditanami dibuat dengan cara dibajak menggunakantenaga ternak sapi sehingga lebarnya tidak rata dan alurtanam tidak lurus. Selain itu, sebagian tanaman tertularpenyakit bulai. Munculnya penyakit bulai disebabkanoleh kesalahan dalam perlakuan benih denganmetalaxyl. Hal ini mempertegas bahwa penurunankualitas benih disebabkan oleh lamanya penyimpanansebelum didistribusikan kepada petani. Dari tiga varietasjagung swasta, SHS-11 paling rendah produksinyakarena daya tumbuh benih lebih rendah dan petani jugatidak mengikuti petunjuk budi daya yang dianjurkanserta kurangnya bimbingan dari penyuluh karenajumlahnya terbatas.

Parameter kelayakan finansial seperti R/C ratio atauB/C ratio dan MBCR menunjukkan bahwa varietas jagunghibrida BIMA-3 lebih baik dibandingkan dengan varietasjagung hibrida lainnya dengan nilai masing-masing 2.71;1.71; dan 2.13. Sebagai contoh, tambahan pendapatanyang diperoleh petani yang mengusahakan varietasBIMA-3 lebih dari 2 kali lipat petani yang menanam jagungkomposit dengan MBCR 2,13 (Tabel 6).

KESIMPULAN

Petani responden responsif terhadap jagung hibridavarietas BIMA-3 karena memiliki beberapa keunggulan,antara lain benihnya memiliki daya tumbuh yang lebihbaik, harga benih lebih murah, tanaman tahan penyakitbulai, toleran kekeringan, menghasilkan biomas yangstay green, dan produktivitas lebih tinggi. Hasil tertinggivarietas BIMA-3 dalam penelitian ini mencapai 9,5 t/ha.

Varietas N-35, BISI-2, dan SHS-11 kurang tahanterhadap penyakit bulai, dengan tingkat penularan 11,7-13,3%. Perlakuan benih dengan fungisida metalaxyl jauhsebelum pendistribusian benih tidak dapatmenurunkan tingkat penularan penyakit bulai padaketiga varietas tersebut. Hasilnya berkisar antara 6,9 t/ha(varietas SHS-11) hingga 7,9 t/ha (varietas BISI-2) danbiomas tanaman tidak stay green.

Hasil analisis sosial ekonomi menunjukkankeuntungan tertinggi dari usahatani jagung hibrida diKabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, diberikan olehvarietas BIMA-3 sebesar Rp 15.875.000/ha dengan R/Cratio 2,71, B/C ratio 1,71 dan MBCR 2.13. Pengembanganvarietas BIMA-3 lebih lanjut diharapkan mendapatdukungan dari semua pihak, terutama pemerintah dariaspek kebijakan pengembangan penangkaran benih disentra produksi, agar petani dapat mengakses benihjagung hibrida berkualitas tinggi dengan harga yang lebihterjangkau.

Page 90: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

88

DAFTAR PUSTAKA

Abuzar, M.R., Sadozai, G.U., Baloch, M.S., Baloch, A.A., Shah,L.H., Javaid, T., and Hussain, N. 2011. Effect of plant populationdensities on yield of maize. The Journal of Animal and PlantsSciences 2(4): 692-695.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Aneka olahan jagung. IAARD Press.Bogor.

Bernard, Munyun; Holilin, Jon; Nyikal, Rose and Mburu, Jon. 2010.Determinants for Use of Certified Maize Seed and the RelativeImpoortance of Transaction Costs.Contributed paper presentedin the Joint 3rd. African Association of Agricultural Economists(AAAE) and 48th Economists Agricultural Association of SouthAfrica (AEASA) Conference, Cape Town, South Africa, 19 to23 September 2010.

BPSBTPH. 2013. Penyebaran Varietas Jagung. Balai Pengawasandan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura,Sulawesi Selatan.

Biba, M.A. 2013. Kelayakan pengembangan agribisnis jagung pulutlokal pada era jagung hibrida. Jurnal Ekonomi Pembangunandan Pertanian 3(1): 40-47.

Derera, J., P. Tongoona., A. Langyintuo, M.D. Laing and B. Viver.2006. Farmer perception on maize cultivar in the marginaleastern belt of Zimbabwe and their implications for breeding.African Crop Science Journal 14(1):1-15.

Ebojei, C.O., Ayinde, T.B., Akogwu, G.O. 2012. Socio-economicfactors Influencing the adoption of hybrid in Giwa LocalGovernment Area of Kaduna State, Negeria. The Journal ofAgricultural Sciences 7(1): 23-32.

Fisher, Monica., John Mazunda. 2011. Could low adoption ofmodern maize varieties in Malawi be explained by farmers’interest in diverse seed chracteristics? International FoodPolicy Research Institute.

Hidayat, S. and Marimin. 2014. Agent based modeling for investmentan operational risk considerations in palm oil supply chain.International. Journal of Supply Chain Management 1(1):34-40.

Kalinda, T., G. Tembo, and E. Kuntashula. 2014. Adoption of maizeseed varieties in Southern Zambia. Asian Journal ofAgricultural Science 6(1): 33-39.

Kariyasa, I.K. 2014. Economic impact assessment of integratedcrop management farmer field school program on cornproduction in Indonesia. International Journal of Food andAgricultural Economics, 2(4): 13-26.

Karman, J. 2012. Teknologi dan Proses Pengolahan Biomasa.Alfabeta, Bandung.

Kudi, T.M., Bolaji, M., Akinola, M.O. and Nasa, I D.H. 2011. Analysisof adoption of improved maize varieties among farmers inKwara State, Negeria. International Journal of Peace andDevelopment Studies 1(3): 8-12.

Machida, L., J. Derera., P. Tongoona., A. Langyintuo and J.MacRobert. 2014. Exploration of farmers’ preferences andperceptions of maize varieties: implications on developmentand adoption of quality protein maize (QPM) varieties inZimbabwe. Journal of Sustainable Development 7(2): 194-207.

Moniruzzaman, M., M.S. Rahman., M.K. Karim, and Q.M. Alam.2009. Agro-economic analysis of maize production inBangladesh: a farm level study. Bangladesh J. Agril. Res.34(1): 15-24.

Muhammad, L.A., Adenuga, A. H., Olatinwo, K.B., Saadu, T.A. 2012.Economic analysis of floricultural plants production in KwaraState, North Central Negeria. Asian Journal of Agricultureand Rural Development 2(3): 373-380.

Poolsawas, S. 2013. Farmer innovativeness and hybrid maizediffusion in Thailand. Journal of International Agricultural andExtension Education 20(1): 51-65.

Pujiastuti, Evy, Haris Hanafi, Sri Wahyuni, Budiarti, dan Suwarti.2013. Respon Petani Terhadap Beberapa Jagung HibridaVarietas Bima Melalui Pendampingan SL-PTT Jagung diKabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.Prosiding Seminar Serealia. 2013. Balai Penelitian TanamanSerealia, Puslitbang Tanaman Pangan, Badan LitbangPertanian.

Richana, Nur. 2011. Bioetanol. Nuansa Cendekia. Bandung.

Saptana. 2012. Konsep efisiensi usahatani pangan dan implikasinyabagi peningkatan produktivitas. Forum Penelitian Agro-Ekonomi 30(2): 109-128.

Suryana, A . 2014. Menuju ketahanan pangan Indonesiaberkelanjutan 2015: tantangan dan pengembangannya.Forum Penelitian Agro-Ekonomi 32(2): 123-135.

Syafruddin, I. Suluk Padang, Saidah, dan Soeharsono. 2016.Introduksi varietas unggul baru, perbaikan pola tanam dananalisis usahatani pada lahan kering eks banjir. PenelitianPertanian Tanaman Pangan 35(1). (in proses)

Umiyasih, U dan E. Wina. 2008. Pengelolaan dan nilai nutrisi limbahtanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa18(3): 127-136.

Zakaria, A.K. 2011. Kebijakan antisipatif dan strategi penggalanganpetani menuju swasembada jagung nasional. AnalisisKebijakan Pertanian 9(3): 261-274.

Page 91: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

BIBA: PREFERENSI PETANI TERHADAP JAGUNG HIBRIDA

89

Page 92: Akreditasi: 646/AU3/P2MI-LIPI/2015 Pengantar Penelitian ...pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pp/pp2016/Nomor-1/Jurnal PP Vol 35 No. 1.pdf · preferensi WBC terhadap beberapa varietas

PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 35 NO. 1 2016

90