Ahli Neurology Austria Membeberkan Fakta Mengejutkan Tentang
Wudhu
a Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan
sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang
menakjubkan terhadap wudhu. Ia mengemukakan sebuah fakta yang
sangat mengejutkan. Bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka dari
tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki.
Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar.
Dari sini ia menemukan hikmah dibalik wudhu yang membasuh
pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudlu
bukan hanya milik dan kebiasaan umat Islam, tetapi untuk umat
manusia secara keseluruhan. Dengan senantiasa membasuh air segar
pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan
memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya
Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar
Rolf Ehrenfels. Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudlu sebagai
bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani.
Daerah yang dibasuh dalam air wudlu, seperti tangan, daerah muka
termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan
bendabenda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah
itu yang harus dibasuh. Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudlu
dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudlu
memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang
pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak
pancaindera tersimpul di bagian muka. Berapa orang yang jadi korban
setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan
membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa
saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh kuping ini,
dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Ke mana saja kaki ini
gentayangan setiap hari? Tegasnya, anggota badan yang dibasuh dalam
wudhu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.
Ahli neorology
Page 1
Organ tubuh yang menjadi anggota wudlu disebutkan dalam QS
al-Maidah [5]:6, adalah wajah, tangan sampai siku, dan kaki sampai
mata kaki. Dalam hadis riwayat Muslim juga dijelaskan bahwa, air
wudlu mampu mengalirkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mata,
penciuman, pendengaran, tangan, dan kakinya, sehingga yang
bersangkutan bersih dari dosa. Kalangan ulama melarang mengeringkan
air wudlu dengan kain karena dalam redaksi hadis itu dikatakan
bahwa proses pembersihan itu sampai tetesan terakhir dari air wudlu
itu (maa akhir qathr al-ma). Wudlu dalam Islam masuk di dalam Bab
al-Thaharah (penyucian rohani), seperti halnya tayammum, syarth,
dan mandi junub. Tidak disebutkan Bab al-Nadhafah (pembersihan
secara fisik). Rasulullah SAW selalu berusaha mempertahankan
keabsahan wudlunya. Yang paling penting dari wudlu ialah kekuatan
simboliknya, yakni memberikan rasa percaya diri sebagai orang yang
bersih dan sewaktu-waktu dapat menjalankan ketaatannya kepada
Tuhan, seperti mendirikan shalat, menyentuh atau membaca mushaf
Alquran. Wudlu sendiri akan memproteksi diri untuk menghindari apa
yang secara spiritual merusak citra wudlu. Dosa dan kemaksiatan
berkontradiksi dengan wudlu.[] (situslakalaka)
Rahasia Keajaiban Air Zam-Zam yang Mengagumkan!!
a Tak banyak yang tahu bagaimana caranya sumur zam-zam bisa
mengeluarkan puluhan juta liter pada satu musim haji, tanpa pernah
kering satu kali pun. Seorang peneliti pernah diperintahkan raja
Faisal menyelidiki sumur zam-zam untuk menjawab tuduhan kotor
seorang doktor dari Mesir. Berapa Juta Liter air zamzam? Berapa
banyak air zam-zam yang di kuras setiap musim haji? Mari kita
hitung secara sederhana. Jamaah haji yang berdatangan dari seluruh
penjuru dunia pada setiap musim haji dewasa ini berjumlah sekitar
dua juta orang. Semua jemaah diberi 5 liter air zam-zam ketika
pulang nanti ke tanah airnya. Kalau 2 juta orang membawa pulang
masing-masing 5 liter zam-zam ke negaranya, itu saja sudah 10 juta
liter. Disamping itu selama di Mekah, kalau saja jamaah rata-rata
tinggal 25 hari, dan setiap orang menghabiskan 1 liter sehari, maka
totalnya sudah 50 juta liter !!.
Ahli neorology
Page 2
Keanehan air Zamzam
Pada tahun 1971, seorang doktor dari negeri Mesir mengatakan
kepada Press Eropah bahwa air Zamzam itu tidak sehat untuk diminum.
Asumsinya didasarkan bahwa kota Mekah itu ada di bawah garis
permukaan laut. Air Zamzam itu berasal dari air sisa buangan
penduduk kota Mekah yang meresap, kemudian mengendap terbawa
bersamasama air hujan dan keluar dari sumur Zamzam. Masya Allah.
Berita ini sampai ke telinga Raja Faisal yang kemudian
memerintahkan Mentri Pertanian dan Sumber Air untuk menyelidiki
masalah ini, dan mengirimkan sampel air Zamzam ke
Laboratorium-laboratorium di Eropah untuk ditest. Tariq Hussain,
insinyur kimia yang bekerja di Instalasi Pemurnian Air Laut untuk
diminum, di Kota Jedah, mendapat tugas menyelidikinya. Pada saat
memulai tugasnya, Tariq belum punya gambaran, bagaimana sumur
Zamzam bisa menyimpan air yang begitu banyak seperti tak ada
batasnya. Ketika sampai di dalam sumur, Tariq amat tercengang
ketika menyaksikan bahwa ukuran kolam sumur itu hanya 18 x 14 feet
saja (Kira-kira 5 x 4 meter). Tak terbayang, bagaimana caranya
sumur sekecil ini bisa mengeluarkan jutaan galon air setiap musim
hajinya. Dan itu berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sejak
zaman Nabi Ibrahim AS. Penelitian menunjukkan, mata air zamzam bisa
memancarkan air sebanyak 11-18 liter air per detik. Dengan
demikian, setiap menit akan dihasilkan 660 liter air. Itulah yang
mencengangkan. Tariq mulai mengukur kedalaman air sumur. Dia minta
asistennya masuk ke dalam air. Ternyata air sumur itu hanya
mencapai sedikit di atas bahu pembantunya yang tinggi tubuhnya 5
feet 8 inci. Lalu dia menyuruh asistennya untuk memeriksa, apakah
mungkin ada cerukan atau saluran pipa di dalamnya. Setelah
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, ternyata tak
ditemukan apapun!.
Ahli neorology
Page 3
Sumur Zamzam : Dia berpikir, mungkin saja air sumur ini disuppli
dari luar melalui saluran pompa berkekuatan besar. Bila seperti itu
kejadian nya, maka dia bisa melihat turun-naiknya permukaan air
secara tiba-tiba. Tetapi dugaan inipun tak terbukti. Tak ditemukan
gerakan air yang mencurigakan, juga tak ditemukan ada alat yang
bisa mendatangkan air dalam jumlah besar. Selanjutnya Dia minta
asistennya masuk lagi ke dalam sumur. Lalu menyuruh berdiri, dan
diam ditempat sambil mengamati sekelilingnya. Perhatikan dengan
sangat cermat, dan laporkan apa yang terjadi, sekecil apapun.
Setelah melakukan proses ini dengan cermat, asistennya tiba-tiba
mengacungkan kedua tangannya sambil berteriak: Alhamdulillah, Saya
temukan dia! Pasir halus menari-nari di bawah telapak kakiku. Dan
air itu keluar dari dasar sumur. Lalu asistennya diminta berputar
mengelilingi sumur ketika tiba saat pemompaan air (untuk dialirkan
ke tempat pendistribusian air) berlangsung. Dia merasakan bahwa air
yang keluar dari dasar sumur sama besarnya seperti sebelum periode
pemompaan. Dan aliran air yang keluar, besarnya sama di setiap
titik, di semua area. Ini menyebabkan permukaan sumur itu relatif
stabil, tak ada guncangan yang besar Mengandung zat Anti Kuman
Hasil penelitian sampel air di Eropah dan Saudi Arabia menunjukkan
bahwa Zamzam mengandung zat fluorida yang punya daya efektif
membunuh kuman, layaknya seperti sudah mengandung obat. Lalu
perbedaan air Zamzam dibandingkan dengan air sumur lain di kota
Mekah dan Arab sekitarnya adalah dalam hal kuantitas kalsium dan
garam magnesium. Kandungan kedua mineral itu sedikit lebih banyak
pada air zamzam. Itu mungkin sebabnya air zamzam membuat efek
menyegarkan bagi jamaah yang kelelahan. Keistimewaan lain,
komposisi dan rasa kandungan garamnya selalu stabil, selalu sama
dari sejak terbentuknya sumur ini. Rasanya selalu terjaga, diakui
oleh semua jemaah haji dan umrah yang selalu datang tiap tahun.
Bisa Menyembuhkan Penyakit :Ahli neorology Page 4
Nabi saw menjelaskan: Sesungguhnya, Zamzam ini air yang sangat
diberkahi, ia adalah makanan yang mengandung gizi. Nabi saw
menambahkan: Air zamzam bermanfaat untuk apa saja yang diniatkan
ketika meminumnya. Jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari
penyakitmu, maka Allah menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan
maksud supaya merasa kenyang, maka Allah mengenyangkan engkau. Jika
engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu, maka Allah akan
menghilangkan dahagamu itu. Ia adalah air tekanan tumit Jibril,
minuman dari Allah untuk Ismail. (HR Daruqutni, Ahmad, Ibnu Majah,
dari Ibnu Abbas). Rasulullah saw pernah mengambil air zamzam dalam
sebuah kendi dan tempat air dari kulit, kemudian membawanya kembali
ke Madinah. Air zamzam itu digunakan Rasulullah saw untuk memerciki
orang sakit dan kemudian disuruh meminumnya. Dalam penelitian
ilmiah yang dilakukan di laboratorium Eropa, terbukti bahwa zamzam
memang lain. Kandungan airnya berbeda dengan sumur-sumur yang ada
di sekitar Makah.
1. Kadar Kalsium dan garam Magnesiumnya lebih tinggi dibanding
sumur lainnya, berkhasiat untuk menghilangkan rasa haus dan efek
penyembuhan. 2. Zamzam juga mengandung zat fluorida yang berkhasiat
memusnahkan kuman-kuman yang terdapat dalam kandungan airnya. 3.
Yang juga menakjubkan adalah, tak ada sedikit pun lumut di sumur
ini. Zamzam selalu bebas dari kontaminasi kuman. 4. Anehnya lagi,
pada saat semua sumur air di sekitar Mekah dalam keadaan kering,
sumur zamzam tetap berair. Dan zamzam memang tak pernah kering
sepanjang zaman. Beberapa ulama fikih merekomendasikan agar jamaah
haji membawa zamzam ketika pulang ke negaranya sebab zamzam itu
bisa sebagai obat untuk suatu penyembuhan. Dan ini terbukti, banyak
jamaah dari Indonesia maupun negara lain yang pernah merasakan
keajaiban air zamzam. Molekul Air Apakah Ini?
Ahli neorology
Page 5
Di sebuah hotel di kota Kualalumpur, Malaysia, Dr. Masaru Emoto
dari Universitas Yokohama, Jepang, memaparkan hasil risetnya
mengenai air yang ditulisnya dalam buku The True Power of Water.
Sejumlah slide kristal molekul air dari berbagai sumber, seperti
air dari mata air, sungai, laut, telaga dsb. ditayangkan pada
kesempatan itu. Beberapa molekul air yang ditelitinya berbentuk tak
teratur, kecuali molekul air zam-zam. Susunan molekul air zam-zam
berstruktur sangat indah, teratur, cantik bak berlian yang
berkilauan, dan memancarkan lebih dari 12 warna jika dibekukan.
Rangkaian bentuk heksagonal-nya sangat indah, cemerlang berkilau
dan penuh warna ketika dibacakan ayat yang mulia. Ada satu kristal
air yang nampak paling indah dan cantik, berbentuk seperti bunga
atau cakra, bagaikan bertahta berlian mutu manikam, berkilau-kilau
memancarkan belasan warna. Molekul air apakah ini? Tanya Masaru
Emoto. Suasana mendadak senyap, hadirin nampak terpana dan tak tahu
persis kristal molekul apa gerangan. Namun tiba-tiba seorang dosen
dari Universitas Malaysia mengacungkkan tangan, mungkin itu adalah
molekul air Zamzam. Katanya.Dr. Masaru Emoto balik bertanya,
mengapa Anda berpendapat bahwa itu adalah molekul air Zamzam?Kata
dosen itu, Sebab air Zamzam adalah air yang paling mulia di dunia
ini, jadi wajar kalau ia memiliki molekul berupa berlian yang
berpendar indah.Ternyata dugaan dosen itu benar. Itu memang air
Zamzam. Penelitian Dr. Masaru Emoto telah menunjukkan bahwa air
Zamzam memiliki molekul air paling cantik dan indah di antara air
lainnya. Sebaik-baik air di muka Bumi adalah air Zamzam, di
dalamnya ada makanan yang mengenyangkan dan obat yang menyembuhkan
penyakit. (Thabrani dan Ibnu Hibban). Maha suci Allah Taala dengan
segala ciptaannya. (http://awang-uwung.blogspot.com) Allahu Akbar
Ternyata Rasulullah SAW Masih Hidup sampai Sekarang!!
a Penjelasan bahwa Rasulullah Muhammad saw masih hidup setelah
kewafatannya saya kutipkan dari kitab Tanwirul Halak karya Imam
Suyuti. Berikut kutipan dari Kitab Tanwirul Halak: Imam al-Baihaqi
telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam
kitab Dalailun Nubuwwah: Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka
seperti para syuhada. Abu Manshur Abdul Qahir bin Thahir
al-Baghdadi mengatakan: Para sahabat kami yang ahli kalam
al-muhaqqiqun berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw hidup
setelah wafatnya. Adalah beliau saw bergembira dengan ketaatan
ummatnya dan bersedih dengan kemaksiatan mereka, dan beliau
membalas shalawat dari ummatnya. Ia menambahkan, Para nabi as
tidaklah dimakan oleh bumi sedikit pun. Musa as sudah meninggal
pada masanya, dan Nabi kita mengabarkan bahwa beliau melihat ia
shalat di kuburnya. Disebutkan dalam hadis yang membahas masalah
miraj, bahwasanya Nabi Muhammad saw melihat Nabi Musa as di langit
ke empat serta melihat Adam dan Ibrahim. Jika hal ini benarAhli
neorology Page 6
adanya, maka kami berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw juga
hidup setelah wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya. Al-Qurtubi
dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya
mengatakan: Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian
merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal
ini menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah
kematian mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam
keadaan gembira dan suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang
yang hidup di dunia. Jika sifat kehidupan di dunia ini saja
diberikan kepada para syuhada (orang yang mati syahid), tentu para
nabi lebih berhak untuk menerimanya. Benar, ungkapan yang
mengatakan bahwa bumi tidak memakan jasad para nabi as. Hal itu
terbukti bahwa Nabi Muhammad saw berkumpul dengan para nabi pada
malam isra di Baitul Maqdis dan di langit, serta melihat Nabi Musa
berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga mengabarkan bahwa beliau
menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya. Sampai
hal yang lebih dari itu, di mana secara global hal tersebut bisa
menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi as yang
semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga kita
tidak bisa menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan
tidaklah melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang
oleh Allah diberikan kekhususan dengan karamah. Abu Yala dalam
Musnad-nya dan al-Baihaqi dalam kitab Hayatul Anbiya mengeluarkan
hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda: Para nabi hidup di kubur
mereka dalam keadaan mengerjakan shalat. Al-Baihaqi mengeluarkan
hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda, Sesungguhnya para nabi
tidaklah ditinggalkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh
malam, akan tetapi mereka shalat di hadapan Allah SWT sampai
ditiupnya sangkakala. Sufyan meriwayatkan dalam al-Jami, ia
mengatakan: Syeikh kami berkata, dari Saidbin al-Musayyab, ia
mengatakan, Tidaklah seorang nabi itu tinggal di dalam kuburnya
lebih dari empat puluh malam, lalu ia diangkat. Al-Baihaqi
menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya seperti orang hidup
kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan mereka. Abdur Razzaq
dalam Musnadnya meriwayatkan dari as-Tsauri, dari Abil Miqdam, dari
Said bin Musayyab, ia berkata: Tidaklah seorang nabi mendiami bumi
lebih dari empat puluh hari. Abui Miqdam meriwayatkan dari Tsabit
bin Hurmuz al-Kufi, seorang syeikh yang shaleh, Ibn Hibban dalam
Tarikhnya dan Thabrani dalam al-Kabir serta Abu Nuaim dalam
al-Hilyah, dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidaklah
seorang nabi pun yang meninggal, kemudian mendiami kuburnya kecuali
hanya empat puluh hari. Imamul Haramairi dalam kitab an-Nihayah,
dan ar-Rafii dalam kitab as-Syarah diriwayatkan bahwa Nabi saw
bersabda Aku dimuliakan oleh Tuhanku dari ditinggalkannya aku
dikubur selama tiga hari. Imam al-Haramain menambahkan,
diriwayatkan lebih dari dua hari. Abui Hasan bin ar-Raghwati
al-Hanbali mencantumkan dalam sebagian kitab-kitabnya: Sesungguhnya
Allah tidak meninggalkan seorang nabi pun di dalam kuburnya lebih
dari setengah hari. Al-Imam Badruddin bin as-Shahib dalam
Tadzkirahnya membahas dalam satu bab tentang hidupnya Nabi saw
setelah memasuki alam bnrzokh. Ia mengambil dalil penjelasan
Pemilik syariat (Allah) dari firmanNya: Janganlah kamu mengira
bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan
mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rejeki, (QS. Ali
Imran: 169).Ahli neorology Page 7
Keadaan di atas menjelaskan tentang kehidupan alam barzakh
setelah kematian, yang dialami oleh salah satu golongan dari ummat
ini yang termasuk dalam golongan orangorang yang bahagia (snada).
Apakah hal-ikhwal mereka lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan
Nabi saw? Sebab mereka memperoleh kedudukan semacam ini dengan
barakah dan dengan sebab mereka mengikuti beliau, serta bersifat
dengan hal yang memang selayaknya mereka memperoleh ganjaran
kedudukan ini dengan syahadah (kesaksian), dan syahadah Nabi
Muhammad saw itu merupakan paling sempurnanya syahadah. Nabi
Muhammad saw bersabda: Aku melewati Nabi Musa as pada malam aku
dasrakan berada di sisi bukit pasir merah, ia sedang berdiri shalat
di kuburnya. Hal ini jelas sebagai penetapan atas hidupnya Musa as,
sebab Nabi saw menggambarkannya sedang melakukan shalat dalam
posisi berdiri. Hal semacam ini tidaklah disifati sebagai ruh,
melainkan jasad, dan pengkhususannya di kubur merupakan dalilnya.
Sebab sekiranya (yang tampak itu) adalah sifat-sifat ruh, maka
tidak memerlukan pengkhususan di kuburnya. Tidak seorang pun yang
akan mengatakan/berpendapat bahwa ruh-ruh para nabi terisolir
(terpenjara) di dalam kubur beserta jasadnya, sedangkan ruh-ruh
para suada (orang-orang yang bahagia/sentosa) dan kaum mukminin
berada di surga. Di dalam ceritanya, Ibn Abbas menuturkan ra: Aku
merasa tidak sah shalatku sepanjang hidup kecuali sekali shalat
saja. Hal itu terjadi ketika aku berada di Masjidil Haram pada
waktu Shubuh. Ketika imam takbiratul ihram, aku juga melakukan hal
yang sama. Tibatiba aku merasa ada kekuatan yang menarikku;
kemudian aku berjalan bersama Rasuhdlah antara Mekkah dan Madinah.
Kemudian kami melewati sebuah lembah. Nabi bertanya, Lembah apakah
ini?Mereka menjawab, Lembah Azraq. Kemudian Ibn Abbas berkata,
Seolah-olah aku melihat Musa meletakkan kedua jari telunjuk ke
telinganya sambil berdoa kepada Allah dengan talbiyah melewati
lembah ini. Kemudian kami melanjutlam perjalanan hingga kami sampai
pada sebuah sungai kecil di bukit. Ibn Abbas melanjutkan kisahnya,
Seolah-olah aku melihat Nabi Yunus di atas unta yang halus, di
atasnya ada jubah wol melewati lembah ini sambil membaca talbiyah.
Dipertanyakan di sini, bagaimana Ibn Abbas bisa menuturkan tentang
haji dan talbiyah mereka, padahal mereka sudah meninggal? Dijawab:
bahwasanya para syuhada itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan
diberikan rejeki, maka tidak jauh pula, jika mereka haji dan shalat
serta bertaqarrub dengan semampu mereka, meskipun mereka berada di
akhirat. Sebenarnya mereka di dunia mi, yakni kampungnya amal,
sampai jika telah habis masanya dan berganti ke kampung akhirat,
yakni kampungnya jaza (pembalasan), maka habis pula amalnya. Ini
pendapat dari al-Qadhi Iyadh. Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa
mereka itu melaksanakan haji dengan jasad mereka dan meninggalkan
kubur mereka, maka bagaimana bisa diingkari berpisahnya Nabi saw
dengan kuburnya, jika beliau haji, shalat ataupun isra dengan
jasadnya ke langit, tidaklah beliau terpendam di dalam kubur.
Kesimpulannya dari beberapa penukilan dan hadis tersebut, bahwa
Nabi saw hidup dengan jasad dan ruhnya. Dan beliau melakukan
aktivitas dan berjalan, sekehendak beliau di seluruh penjuru bumi
dan di alam malakut. Dan beliau dalam bentuk/keadaan seperti saat
sebelum beliau wafat, tidak berubah sedikit pun. Beliau tidak
tampak oleh pandangan sebagaimana para malaikat yang wujudnya
adalah ada dan hidup denganAhli neorology Page 8
jasad mereka. Jika Allah berkehendak mengangkat hijab tersebut
terhadap orang yang Dia kehendaki sebagai bentuk anugerah dengan
melihat Nabi, maka orang tersebut akan melihat beliau dalam keadaan
apa adanya (seperti saat beliau hidup) dan tidak ada sesuatu pun
yang menghalangi dari hal tersebut serta tidak ada pula yang
menentang atas pengkhususan melihat yang semisalnya. (DZ dari
http://kawansejati.ee.itb.ac.id/tanwir-al-halak)
Kitab Tanwir Al Halak karangan Imam
SuyutiBismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah, dan
keselamatan bagi hamba-hambaNya yang pilihan. Wa ba'du. Begitu
banyaknya pertanyaan yang diajukan mengenai ru'yah atau melihat
arbabi alakhwal Nabi saw dalam keadaan terjaga. Meski ada
sekelompok orang pada masa kini yang tidak memiliki pengetahuan
akan hal tersebut, terlalu dini memvonis serta mengingkarinya,
menganggap aneh dan menganggapnya sebagai peristiwa yang mustahil.
Maka saya mengarang tulisan ini dan saya beri judul Tanwir al-Halak
fi Imkani Ru'yatin Nabiyyi Jihdran wal Malak. Saya memulainya
dengan Hadis shahih yang menjelaskan hal tersebut, di mana Hadis
itu dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dari Abu
Hurairah ra, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa
melihatku sewaktu tidur, maka dia akan melihatku dalam keadaan
terjaga. Dan setan tidak bisa menyerupai diriku." Thabrani juga
mengeluarkan Hadis yang semisal ini dari Abu Qatadah. Thabrani
mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai makna sabda
beliau "fasayaranifil yaqzhati" (dia akan melihatku dalam keadaan
terjaga)". Dikatakan, artinya bahwa dia akan melihatku (Nabi) di
Yanmil Qiyamali. Namun hal ini dibantah. Sebab, mengingat tidak
adanya faedah pengkhususan ini (melihat Nabi). Dengan alasan bahwa
seluruh ummatnya akan melihat beliau di Hari Kiamat, baik itu ummat
yang telah melihatnya (sahabat) atau yang belum. Pendapat lain
mengatakan, yang dimaksud hadis di atas adalah orang yang beriman
kepada beliau, namun belum pernah melihat beliau semasa hidupnya,
maka dia akan diberikan kegembiraan yakni pasti melihat beliau
dalam keadaan yaazhah (jaga) sebelum ia meninggal. Ada juga
segolongan orang yang berpendapat secara zhahirnya (apa adanya)
hadis; "Barangsiapa yang melihat beliau saat tidur, maka semestinya
ia melihat beliau dalam keadaan jaga (dengan kedua matanya), dan
dikatakan pula, dengan keyakinan di dalam hatinya." Kedua hal
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh al-Qadhi Abu Bakar bin
alArabi.[1] Al-Imam Abu Muhammad bin Abi Jumrah dalam ta'liqnya
mempunyai pandangan mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan hal
tersebut. Semisal ia mengambil dari alAhli neorology Page 9
Bukhari: "Hadis ini menunjukkan bahwa barangsiapa melihat Nabi
saw pada saat tidur, maka ia akan melihat beliau ketika jaga."
Ditanyakan, apakah hadis ini bersifat umum, baik itu ketika beliau
masih hidup ataukah sesudah wafatnya? Ataukah hadis ini berlaku
semasa hidup beliau? Dan apakah hal itu mutlak untuk semua orang
yang melihat beliau, ataukah khusus, yakni orang-orang tertentu
saja yang memiliki kekhususan serta mengikuti sunnah Nabi saw?
Lafal hadis di atas menunjukkan kepada umum, dan barangsiapa
menduga kekhususan hal itu, tanpa adanya pengkhususan dari Nabi
saw, adalah orang yang berbuat aniaya. Imam Abu Muhammad bin Abi
Jumrah juga mengatakan: "Ada sebagian orang yang tidak membenarkan
tentang keumuman hadis di atas dan berpendapat sesuai dengan
pemahaman akalnya; bagaimana mungkin orang yang telah meninggal
bisa dilihat oleh orang yang masih hidup di alam nyata?" Imam Abu
Muhammad bin Abi Jumrah berkata: "Dalam permasalahan ini ada dua
hal yang tampak. Pertama, tidak adanya tashdia (pembenaran) dengan
sabda Nabi saw (alshadia) yang tidak berucap dari hawa
(keinginannya). Kedua, bodoh atau jahil dengan kemampuan (dzat yang
Maha Kuasa), dan seakan-akan ia tidak pernah mendengar cerita sapi
betina dalam surat al-Baqarah sebagaimana Allah SWT berfirman:
"Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu.
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah
mati," (QS. al-Baqarah: 73). Dan juga kisah Nabi Ibrahim as
mengenai empat bagian dari burung dan kisah Nabi 'Uzair as. Maka
Dzat yang menjadikan pukulan kepada mayat dengan sebagian anggota
sapi sebagai sebab hidupnya, dan menjadikan doa Nabi Ibrahim as
menjadi sebab hidupnya burung, dan menjadikan takjubnya 'Uzair
menjadi sebab matinya dia dan keledainya, kemudian menghidupkannya
setelah selang seratus tahun, tentu juga mampu untuk menjadikan
melihat Rasulullah saw dalam keadaan tidur menjadi sebab melihat
Rasulullah saw dalam keadaan jaga. Dituturkan dari sebagian
sahabatsaya menduga Ibn 'Abbas bahwasanya ia melihat Nabi saw pada
saat tidur, kemudian ia teringat akan hadis ini, ia termangu
memikirkan hal itu. Kemudian ia menemui sebagian istri-istri Nabi
saw saya menduga Maimunah, selanjutnya ia menceritakan perihal
mimpinya kepada Maimunah. Maimunah kemudian bangkit dan
mengeluarkan kaca Rasulullah saw. Ibn 'Abbas kemudian berkata: "Aku
memandang ke arah kaca tersebut, aku melihat di cermin itu gambar
Nabi saw dan aku tidak melihat gambarku di sana". Dituturkan dari
ulama salaf dan khalaf serta seterusnya, mengenai sebagian jamaah
atau golongan yang pernah bermimpi berjumpa dengan Rasulullah saw,
dan mereka adalah orang-orang yang membenarkan hadis ini, kemudian
mereka melihat Rasulullah saw dalam keadaan jaga. Bahkan, mereka
menanyakan berbagai hal yang sulit bagi mereka kepada Nabi.
Kemudian Nabi memberikan jalan keluar dengan berbagai macam segi
arahan yang bisa menjadi solusi atas permasalahan mereka. Begitulah
keterangannya tanpa menambah atau mengurangi.
Ahli neorology
Page 10
Ia menuturkan: "Adapun orang yang mengingkari hai ini tidaklah
terlepas dari; apakah ia membenarkan tentang karomah-karomah para
wali atau mendustakannya. Jika orang tersebut termasuk golongan
orang yang mendustakannya, tentulah tidak ada faedahnya membahas
masalah ini bersamanya. Sebab, ia telah mendustakan hal yang telah
ditetapkan oleh sunnah dengan argumen (dalil-dalil) yang jelas. Dan
jika orang tersebut termasuk orang yang membenarkan terhadap
karamah para wali, segi inilah yang dicari. Sebab, para wali adalah
orang-orang yang telah mengalami ketersingkapan tirai kehidupan
(kasyaf) dan sanggup melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan
(khariqnl 'adah) dalam segala hal yang bermacam-macam, baik itu
alam atas (ulwa) atau alam bawah (sufla). Dia tidak mengingkari hal
tersebut, tapi membenarkannya. Begitulah pendapat Ibn Abi Jamrah.
Adapun mengenai pendapat bahwa yang bisa melihat itu adalah
bersifat umum, tidaklah ada pengkhususan hanya kepada orang-orang
yang memiliki keahlian dan mengikuti sunnah Nabi saw, maknanya
adalah bahwa terjadinya ru'yah yang terulang dalam keadaan jaga
meski sebelumnya hanya dalam mimpi meski hanya sekali saja adalah
sesuatu yang nyata (haqq). Sebab, hal itu sesuai dengan janji Nabi
yang mulia, yang tiada pernah mengingkari janjinya. Dan kebanyakan
hal itu terjadi bagi umumnya orang sebelum meninggal. Tidaklah
ruhnya keluar dari badan sehingga ia melihat Rasulullah saw
sebagaimana penunaian janji Nabi. Adapun selain mereka, ada yang
bisa melihati (ru'yah) sepanjang hidup mereka, baik itu dalam kadar
yang banyak atau sedikit, tergantung kesungguhan mereka dan juga
penjagaan mereka terhadap sunnah. Sebab, melanggar sunnah merupakan
penghalang yang dominan. Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan
dari Mathraf: Mathraf berkata: 'Imran bin Husein berkata kepadaku:
"Ada malaikat yang' mengucapkan salam kepadaku sampai aku melakukan
al-kayyu; membakar dengan cap besi (menyetrika), kemudian (malaikat
itu) meninggalkanku. Lalu aku tinggalkan hal tersebut, barulah
malaikat kembali lagi." Imam Muslim dalam riwayat lain meriwayatkan
dari Mathraf. Mathraf berkata: "Aku menemui 'Imran bin Husein ra
yang sedang sakit sehingga menyebabkan dia meninggal. 'Imran bin
Husein berkata kepadaku, "Aku akan bercerita kepadamu, jika aku
sehat maka sembunyikanlah hal itu. Namun jika aku mati,
ceritakanlah hal itu kalau engkau mau. Sesungguhnya malaikat itu
bersalam kepadaku." Imam al-Nawawi ketika menjelaskan makna hadis
yang pertama, ia mengatakan: "Bahwa 'Imran bin Husein menderita
penyakit bawasir, dan dia bersabar menanggung penderitaan tersebut,
lalu malaikat bersalam kepadanya. Kemudian 'Imran bin Husein mencap
tanda besi (al-kayyu, menyetrika), maka tidaklah malaikat itu
bersalam lagi kepadanya. Akhirnya dia tidak lagi menggunakan cap
tanda besi, dan malaikat itu kembali lagi bersalam kepadanya.
Adapun dalam hadis yang kedua dinyatakan: "Jika aku hidup, maka
sembunyikanlah hal itu," memiliki arti bahwa dia sebenarnya ingin
memberitahu kalau malaikat bersalam kepadanya, hanya saja dia
khawatir cerita itu akan tersebar padahal ia masih hidup. Sebagai
antisipasi timbulnya fitnah, berbeda dengan jika ia sudah
meninggal.Ahli neorology Page 11
Imam Qurthubi [2] menjelaskan mengenai hadis yang diriwayatkan
Muslim di atas: "Bahwasanya malaikat bersalam kepada 'Imran bin
Husein sebagai bentuk penghormatan, dan melarangnya melakukan cap
besi. Ketika Imran bin Husein melakukannya, malaikat meninggalkan
salam kepadanya. Dalam hal ini tampak jelas tentang karamah para
wali." Dalam Mustadraknya, al-Hakim [3] menganggapnya sahih, dari
riwayat Mathraf bin Abdillah bin Imran bin Husein ra, ia ('Imran
bin Husein) berkata: "Ketahuilah olehmu wahai Mathraf, bahwasanya
malaikat bersalam kepadaku dari sisi kepalaku, dari sisi rumah, dan
dari sisi pintu kamar. Ketika aku (berobat) dengan cap besi, salam
tersebut hilang. Dan ketika aku tidak lagi (berobat) dengan mencap
besi, salam itu kembali lagi." Mathraf mengatakan: "Kemudian 'Imran
bin Husein sesudah sembuh ia berkata: "Ketahuilah olehmu, wahai
Mathraf, bahwa hal -yang aku sembunyikan (melihat Malaikat)- itu
kembali lagi, sembunyikanlah hal itu sampai aku meninggal."
Lihatlah! Bagaimana 'Imran bin Husein terhijab dari mendengar salam
malaikat sebab ia (berobat) dengan mencap besi padahal dalam
keadaan terpaksa sebab perbuatan itu menyalahi sunnah. Imam
al-Baihaqi [4] dalam kitab Syu'ubil al-Iman menyatakan: "Sekiranya
(berobat) mencap dengan besi itu merupakan hal yang jelas haram,
tentulah 'Imran bin Husein tidak akan melakukannya, sebab ia
mengetahui pelarangan hal tersebut. Dia hanya melakukan hal yang
dimakruhkan, namun malaikat yang biasanya bersalam kepadanya telah
meninggalkannya. Kemudian Imran bin Husein bersedih. Selanjutnya,
Baihaqi berkata: "Ucapan ini sudah ditakdirkan, dan sepertinya
malaikat kembali lagi sebelum Imran bin Husein meninggal." Ibn
Atsir [5] dalam kitab al-Nihayah berpendapat bahwa malaikat
bersalam kepadanya, ketika Imran bin Husein iktawa (mencap dengan
besi atau menyetrika) disebabkan oleh sakitnya, para malaikat
meninggalkan salam kepadanya sebab mencap dengan besi menghilangkan
kepasrahan dan penyerahan diri (taslim) kepada Allah SWT dan
menjauhi kesabaran atas hal yang menimpa hamba. Adapun mencari obat
sebagai usaha seorang hamba tidaklah jelek dalam hal
diperbolehkannya mencap dengan besi. Namun, menurut kacamata
ketawakalan, hal tersebut tidaklah pantas. Padahal tawakal itu
adalah derajat tinggi yang melatarbelakangi sebab-sebab yang
langsung (mubasyaratul asbab). Ibn Sa'ad dalam al-Thabaqat
meriwayatkan dari Qatadah: "Bahwasanya malaikat selalu menaungi
'Imran bin Husein hingga ia melakukan cap dengan besi (menyetrika),
kemudian malaikat meninggalkannya." Abu Nua'im dalam ad-Dalail
meriwayatkan dari Yahya bin Sa'id al-Qathan: "'Tidak ada dari
sahabat-sahabat Basrah seluruhnya yang lebih utama dibandingkan
dengan Imran bin Husein, dia didatangi malaikat selama kurun 30
tahun, bersalam kepadanya dari sekitar rumahnya." Al-Turmudzi dalam
Ta'rikhnya dan Abu na'im serta Baihaqi dalam Dala'il al-Nubuwah
meriwayatkan dari 'Adalah, dia berkata: "Adalah Imran bin Husein ra
menyuruh kami masuk ke rumahnya, dan kami mendengar suara
Assalamu'alaikum, Assalamu'alaikum, dan kami tidak melihat seorang
pun." Al-Turmudzi berkata: "Ini adalah salam dari malaikat."Ahli
neorology Page 12
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-Munqidz min
al-Dhalal
mengatakan, "Setelah aku selesai dari berbagai macam ilmu,
selanjutnya aku mengonsentrasikan diri pada jalan sufi dan berusaha
mengambil manfaat darinya. Aku yakin bahwa orang-orang sufi itu
adalah orang-orang yang menempuh jalanNya. Dan bahwasanya sirah
(perjalanan) mereka adalah sebaik-baik perjalanan, dan thariqah
mereka adalah sebaik-baik thariqah, serta akhlak mereka adalah
sebaikbaiknya akhlak. Bahkan, sekiranya pemikiran para pemikir,
hikmah para ahli bijak, dan pengetahuan orang-orang yang
memperdalam ilmu syar'i dari para ulama, berkumpul untuk mengubah
sepenggal dari sirah dan akhlak mereka dan berusaha menggantinya
dengan sesuatu yang lebih baik dari itu, mereka tidak akan
menjumpai jalan itu. Sebab, seluruh gerak-gerik dan diam mereka,
baik zhahir maupun batin, berselimutkan cahaya miskat kenabian. Dan
tidaklah ada di belakang cahaya-cahaya kenabian di muka bumi ini
cahaya yang lebih terang dibandingkan dengan cahaya kenabian.
Hingga sampai dikatakan: "Sampai-sampai mereka di dalam
keterjagaan-nya menyaksikan malaikat dan ruh-ruh para nabi serta
mendengarkan dari mereka itu suara-suara yang bisa mereka ambil
faedahfaedahnya. Kemudian mendaki lagi dan menyaksikan
bentuk-bentuk dan amtsal (contoh-contoh) kederajat-derajat yang
sulit untuk diungkapkan oleh lisan." Ini perkataan al-Ghazali.
Murid Imam Ghazali, al-Qadhi Abu Bakar bin al-'Arabi, salah seorang
imam dalam madzab Maliki, dalam kitabnya Qanun al-Ta'wil
berpendapat mengenai kesufian: "Bahwasanya jika manusia berhasil
menyucikan nafsu, membersihkan hati, memutus
ketergantungan-keter-gantungan, serta mencegah materi keduniawian
dari jin, harta, bercampur dengan sesama, dan menghadapkan diri
kepada Allah SWT dengan sepenuhnya (kulliyah) dengan segenap
pengetahuan dan amal yang berkesinambungan, maka hatinya akan
kasynf (terbuka) dan melihat malaikat, mendengar pembicaraan
mereka, tampak jelas ruh-ruh para nabi, serta mendengar pembicaraan
mereka." Menurut pendapat Ibn al-'Arabi: "Melihat para nabi dan
malaikat serta mendengar pembicaraan mereka adalah hal yang mungkin
bagi orang mukmin sebagai bentuk karamah, sedang bagi orang kafir
merupakan 'uaubah (siksa/ bencana)." Syeikh Izzuddin bin 'Abdus
Salam [6] dalam kitabnya al-Qawa'id al-Kubra dan Ibn alHajj [7]
dalam kitabnya al-Madkhal berpendapat: "Ru'yah (melihat) Nabi saw
dalam keadaan terjaga merupakan suatu hal yang rumit dan sedikit
sekali orang yang mengalaminya, melainkan hanya orang-orang yang
memiliki sifat 'aziz (mulia) pada masa ini. Bahkan, hampir-hampir
tidak ada. Namun kita tidak mengingkari orang yang mengalaminya,
yakni al-kabir (orang besar dalam pandangan Allah) yang dijaga oleh
Allah SWT, baik segi zhahir maupun batin mereka." Selanjutnya Abu
Muhammad bin Abi Jamrah berkata: "Sebagian ulama zhahir mengingkari
fenomena melihat Nabi saw secara terjaga. Mereka beralasan bahwa
mata yang semu ('ainul faniyah) tidak akan mampu melihat sesuatu
yang abadi ('ainul baqiyah). Nabi Muhammad saw berada di negeri
keabadian, sedangkan orang yang melihat beliau berada di alam
fana." Abu Muhammad bin Abi Jamrah menjawab persoalan ini dengan
mengatakan: "Bahwasanya orang mukmin jika meninggal dia akan
melihat Allah SWT. Dia pada
Ahli neorology
Page 13
dasarnya tidak mati. Bahkan, salah seorang di antara mereka
meninggal setiap harinya tujuh puluh kali." Al-Qadhi Syarafuddin
Hibbatullah bin 'Abdur Rahim al-Barazi dalam kitabnya l'iiaadul
al-Anbiya 'Alaihimus Salam berkata: "Setelah ruh-ruh itu dicabut
kemudian dikembalikan lagi, mereka itu hidup di sisi Tuhan seperti
para syuhada." Ada sekelompok orang yang melihat Nabi kita Muhammad
saw dan Nabi mengabarkan bahwa shalawat dan salam yang mereka
persembahkan sampai kepada beliau. Sesungguhnya Allah mengharamkan
bumi untuk memakan daging para nabi as. Al-Barazi mengatakan: "Ada
kabar dari sekelompok jamaah dari wah pada masa ini dan sebelumnya,
bahwasanya mereka melihat Nabi saw secara terjaga. beliau hidup
setelah wafatnya." Al-Barazi melanjutkan, "Hal itu dituturkan oleh
al-Syeikh al-Imam Syeikhul Islam Abui Bayan Naba' bin Muhammad bin
Mahfuzh al-Dimsyiqi [8] dalam Nadhimahnya." Syeikh Akmaluddin
al-Babarti al-Hanafi [9] dalam syarah al-Masyariq mengenai hadis
man ro'ani mengatakan: "Berkumpulnya dua orang, baik secara terjaga
maupun saat tidur, untuk mencapai ma'iyyatul ittihad (kebersatuan),
bagi mereka ada lima dasar, yakni secara kulliyatul istirak
(keseluruhan kesamaan), baik dalam dzat atau dalam sifat
seterusnya, atau dalam hal seterusnya atau dalam af'al (perbuatan),
atau dalam maratib (urut-urutan). Dan seluruh hal yang ma'qul dari
berkesesuaiannya dua hal atau beberapa hal tidaklah akan keluar
dari lima hal di atas. Dan tidak terlepas juga dengan seberapa kuat
perbedaan atau sedikitnya perbedaan itu menjadikan intensitas
pertemuan semakin banyak atau sedikit, dan terkadang bertambah kuat
mengalahkan sebaliknya, yakni semakin kuatnya mahabbah. Sehingga,
hampirhampir dua orang tersebut tak terpisahkan, dan terkadang
sebaliknya. Dan barangsiapa yang berhasil mencapai lima dasar hal
di atas dan kontinyu dalam kesesuaian antara dirinya dan ruh-ruh
suci (yang sempurna) dari orang-orang terdahulu, maka ia akan mampu
berkumpul dengan mereka kapan pun ia mau." Syeikh Shafiyyuddin Ibn
Abil Mansur dalam Risalahnya dan Syeikh Afifuddin al-Yafi'i dalam
kitabnya Raudhur Riydhin menukil riwayat bahwasanya Syeikh al-Kabir
panutan syeikh-syeikh yang 'arifbillah, dan berkah zamannya Abu
'Abdillah al-Qurasy mengatakan: "Ketika datang bencana besar
melanda daerah Mesir, aku bertawajjuh untuk berdoa, kemudian aku
mendengar suara yang mengatakan: "Tidak usah engkau berdoa,
tidaklah ada doa yang didengarkan dari salah seorang kalian dalam
kejadian ini." Selanjutnya aku pergi ke daerah Syam. Ketika aku
berada di halaman luarnya al-Khalil as, maka al-Khalil menemuiku,
kemudian aku berkata: "Ya Rasulullah, jadikanlah jamuanmu padaku
dengan doa untuk penduduk Mesir." Kemudian al-Khalil berdoa, dan
ternyata Allah memberikan kemudahan/ kelapangan bagi penduduk
Mesir." Al-Yafi'i mengatakan: "Ucapan Syeikh 'Abdullah al-Qurasy
bahwa al-Khalil menemuiku" adalah ucapan yang benar, yang tidak
bisa disanggah, kecuali orang yang jahil (bodoh) memahami hal yang
terjadi atas mereka, yakni mengenai halihwal yang mereka saksikan
tentang kerajaan langit dan bumi dan melihat para nabi hidup,
bukannya meninggal sebagaimana melihatnya Nabi Muhammad saw kepada
Nabi Musa as di bumi dan melihatnya juga di langit, bersama
sekelompok para nabiAhli neorology Page 14
di langit, dan mendengar ceramah-ceramah mereka. Dan telah
ditegaskan bahwa apa yang boleh (jaiz) bagi para nabi sebagai
mukjizat, maka hal itu jaiz juga bagi para wali dengan karamah,
dengan syarat tidak adanya at-tahaddy (pendakwahan dengan risalah
dan tiadanya penentangan atau perlawanan kepada yang
menentang-penterjemah). Imam Ahmad dalam Musnadnya mengeluarkan
suatu riwayat, dan al-Kharaiti dalam Maknrimul Akhlaq melalui Abi
al-'Aliyah dari riwayat seseorang dari kalangan Anshar, ia berkata:
"Aku keluar meninggalkan keluargaku untuk menemui Nabi saw. Beliau
sedang berdiri dan ada seseorang yang bersama beliau menghadapnya.
Aku mengira bahwa antara keduanya ada keperluan. Kemudian orang
Anshar tersebut berkata: Nabi saw berdiri sampai aku merasa kasihan
kepada beliau sebab lamanya berdiri. Ketika Nabi telah berpaling,
aku bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, orang ini telah berdiri
bersama engkau sampai aku merasa kasihan terhadap engkau karena
lamanya berdiri." Nabi menjawab, "Apakah engkau melihatnya? Dia
adalah Jibril, tidak hentihentinya beliau berwasiat kepadaku
mengenai tetangga, sampai aku menyangka bahwa tetangga itu akan
mewarisi sesuatu dariku." Selanjutnya Nabi bersabda, "Adapun engkau
jika bersalam (ke Jibril) ia akan membalas salammu." Al-Mudni dalam
al-Ma'rifat mengeluarkan suatu riwayat dari Tamim bin Salmah ra, ia
berkata: "Ketika aku berada di sisi Nabi saw, seorang laki-laki
yang berada di samping beliau tiba-tiba pergi, kemudian aku
melihatnya sedang membelakangi dengan imamah (surban) yang dilepas
dari arah belakangnya. Aku berkata, "Ya, Rasulullah, siapakah orang
ini?" Nabi menjawab, "Ini adalah Jibril." Ahmad dan at-Thabrani
serta Baihaqi dalam al-Dalail mengeluarkan suatu riwayat dari
Haritsah bin an-Nu'man ra ia mengatakan: "Saya bertemu dengan
Rasulullah, beliau bersama dengan Jibril, kemudian aku mengucapkan
salam kepada keduanya lalu aku melewati keduanya. Kemudian Nabi
menghampiri seraya berkata, "Apakah engkau melihat orang yang
bersamaku?" Aku menjawab, "Benar." Kemudian Nabi berkata,
"Sebenarnya dia itu Jibril, dia telah menjawab salammu." Ibnu Sa'ad
meriwayatkan dari Haritsah ra, ia berkata: "Aku melihat Jibril dua
kali sepanjang masa." Imam Ahmad dan al-Baihaqi meriwayatkan dari
Ibn 'Abbas ra, ia berkata: "Aku bersama ayahku berada di samping
Rasulullah saw. Saat itu di sisi Rasulullah ada seorang laki-laki
yang sedang membisikinya. Orang itu seolah-olah membelakangi
ayahku. Kemudian kami keluar, lalu ayahku berkata kepadaku, "Wahai
anakku, apakah engkau melihat kepada anak pamanmu seolah-olah
membelakangiku?" Aku menjawab, "Benar ayah, di samping beliau ada
seseorang yang sedang membisikinya." Kemudian ayahku kembali
menemui Rasulullah dan berkata, "Ya Rasulullah, aku berkata kepada
'Abdullah begini, begini. Dia menjawab, "Benar bahwa di samping
engkau ada seseorang yang sedang membisiki, apakah benar di
sampingmu ada seseorang?" Nabi menjawab, "Apakah engkau melihatnya
wahai Abdullah?" Aku menjawab, "Benar." Rasulullah berkata, "Itu
adalah Jibril, dialah yang menghalangiku darimu." Ibn Sa'ad
meriwayatkan dari Ibn 'Abbas ra, ia berkata: "Aku melihat Jibril
dua kali." Imam at-Thabrani, al-Baihaqi, dan al-Dhabba' dalam
al-Mukhtarah mengatakan: "Rasulullah saw menjenguk seseorang dari
kalangan Anshar, ketika telah hampir dekat dengan rumahnya, beliau
mendengar orang yang di dalam sedang bercakapAhli neorology Page
15
cakap. Ketika beliau mendekat, beliau tidak melihat seorang pun
di dalam, lalu beliau bertanya, "Dengan siapa engkau tadi
bercakap-cakap?" Sahabat tersebut menjawab, "Wahai Rasulullah,
telah datang ke rumahku seseorang. Tidaklah aku melihat seorang pun
setelah engkau yang lebih mulia di dalam majelisnya dan lebih baik
bicaranya dibanding dia." Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Itu
adalah Jibril. Sesungguhnya di antara kalian ada beberapa orang
yang sekiranya salah seorang di antara mereka itu feer-qasam
(bersumpah) kepada Allah, pasti akan diterimanya. " Syeikh
Sirajuddin bin al-Mulqan [10] dalam kitabnya Thabaaatul Awliya'
menyebutkan: "Syeikh 'Abdul Qadir al-Kailani berkata, "Aku melihat
Rasulullah saw sebelum Zhuhur, beliau berkata kepadaku, "Wahai
anakku, mengapa engkau tidak segera berceramah?" Aku menjawab,
"Duhai Abatah (Ayah), aku adalah seorang 'ajam (bukan Arab).
Bagaimana aku akan berbicara dengan orang-orang Baghdad yang
fasih-fasih." Lalu beliau berkata, "Bukalah mulutmu." Kemudian aku
membuka mulutku lalu beliau meludahiku sebanyak tujuh kali.
Kemudian beliau bersabda, "Berbicaralah kepada manusia dan ajaklah
mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizhah (pesan-pesan)
yang baik." Kemudian aku menunaikan shalat Zhuhur dan duduk,
tiba-tiba berduyun-duyun orang yang banyak mendatangiku, dan aku
melihat Sayyidina Ali ra berdiri di depanku dalam majelis itu.
Kemudian Sayyidina Ali ra berkata kepadaku, "Wahai anakku, mengapa
engkau tidak segera berbicara?" Aku menjawab, "Wahai Abatah (Ayah),
mereka berduyun-duyun datang kepadaku." Kemudian dia berkata,
"Bukalah mulutmu." Kemudian aku membuka mulutku, lalu dia
meludahiku sebanyak enam kali, kemudian aku bertanya, "Mengapa
tidak engkau sempurnakan menjadi tujuh kali?" Beliau menjawab,
"Adab kepada Rasulullah." Selanjutnya beliau lenyap dari
pandanganku. Kemudian aku berkata, "Menyelam dalam pemikiran,
kemudian menyelam dalam lautan hati mencari mutiara-mutiara kaum
'arifin. Kemudian dikeluarkan ke pinggir shadr (hati), kemudian
mengundang agen penerjemah lisan, dibelinya hal itu dengan nafais
isman (napas-napas berharga), yakni baiknya ketaatan di bilik-bilik
yang Allah izinkan untuk didaki." Dia juga berkomentar dalam
terjemah Syeikh Khalifah bin Musa al-Hadzailaki, bahwa dia sering
melihat Rasulullah saw baik dalam keadaan jaga maupun tidur. Sampai
dikatakan bahwa kebanyakan pertemuannya dengan Nabi atas amr
(perintali/keinginan) beliau saw baik secara terjaga maupun pada
saat tidur. Dia melihat Rasulullah dalam satu hari semalam sebanyak
tujuh belas kali. la mengatakan, salah satunya beliau Rasulullah
saw berkata: "Ya Khalifah, janganlah engkau gelisah, sebab betapa
banyak para wali yang meninggal sebab sedih melihatku." Al-Kamal
al-Adfawi dalam bukunya at-Thali'us Sa'id mengenai terjemah
al-Shafi Ibn 'Abdillah Muhammad bin Yahya al-Aswani yang tinggal di
daerah Akhmim termasuk salah seorang sahabat Abi Yahya bin Syah'i,
dia adalah orang yang terkenal akan keshalehannya, dia memiliki
kemampuan kasyaf dan banyak sekali karamahnya. Adapun yang menulis
tentang dirinya adalah Ibn Daqiq al-'id dan Ibn al-Nu'man serta
Quthub al-Qusthalani, disebutkan bahwa ia melihat Nabi saw dan
berkumpul bersama beliau. Syeikh Abdul Ghaffar bin Nuh al-Qusy
dalam kitabnya al-Wahid, beliau adalah salah seorang sahabat dari
Syeikh Abi Yahya Abi Abdillah al-Aswani yang tinggal di daerahAhli
neorology Page 16
Akhmim, beliau mengabarkan bahwa dirinya melihat Nabi saw pada
setiap jam sampai hampir-hampir belum sampai satu jam kecuali dia
diberitahu sejam sebelumnya. Dalam kitab al-Wahid juga disebutkan:
"Adalah Syeikh Abui 'Abbas al-Mursiy [11] mempunyai wuslah
(hubungan khusus) dengan Nabi saw. Jika ia bersalam kepada Nabi
saw, beliau pasti akan membalasnya dan menjawab ketika berbicara
bersama beliau. Syeikh Tajuddin bin Athaillah[12] dalam kitabnya
Lathaiful Minan menceritakan bahwa ada seorang laki-laki berkata
kepada Syeikh Abui Abbas alMursiy, "Wahai Tuanku, jabatlah tanganku
ini, sebab engkau telah bertemu dengan banyak rijal (tokoh-tokoh)
dan berkeliling ke negeri-negeri yang banyak." Syeikh Abui Abbas
al-Mursiy menjawab, "Demi Allah, belumlah ada yang menjabat
tanganku ini melainkan Rasulullah saw." beliau melanjutkan,
"Sekiranya aku terhijab (terhalangi) dari Rasulullah sekejap mata
pun, tidaklah aku menilai diriku termasuk orang Islam." Syeikh
Shafiyuddin bin Abil Mansur dalam Risalahnya dan Syeikh 'Abdul
Ghaffar dalam al-Wahid mengatakan: "Diceritakan dari Syeikh Abil
Hasan al-Wanani ia berkata: "Telah mengabarkan padaku Syeikh Abui
'Abbas at-Thabkhi, ia berkata, "Saya menemui tuanku Ahmad bin
al-Rifa'i, namun ketika bertemu ia berkata kepadaku, "Aku bukanlah
syeikhmu. Syeikhmu adalah 'Abdur Rahim di daerah Qina." Selanjutnya
aku menuju daerah Qina, dan masuk menemui Syeikh' Abdur Rahim. Ia
bertanya kepadaku, " Apakah engkau sudah ma'rifat (mengetahui)
Rasulullah saw?" Aku menjawab, "Belum." Ia berkata, "Pergilah
engkau ke Baitul Maqdis sampai engkau tahu (ma'rifat) Rasulullah."
Kemudian' aku pergi ke Baitul Maqdis. Ketika aku menginjakkan kaki
di sana, tiba-tiba di langit, bumi, Arsy dan Kursy penuh dengan
Rasulullah. Kemudian aku kembali menemui Syeikh. Ia bertanya
kepadaku, "Apakah engkau telah ma'rifat (mengetahui) Rasulullah?"
Aku menjawab, "Benar." Ia menyambung, "Sekarang thariqahmu telah
sempurna. Tidaklah para wali quthub menjadi wali quthub, para wali
autad menjadi wali autad, dan para wali menjadi wali melainkan
mereka ma'rifat terhadap Rasulullah saw." Syeikh 'Abdul Ghaffar
mengatakan dalam kitabnya al-Wahid: "Salah seorang yang aku ketahui
(akan kewaliannya) di Mekkah adalah Syeikh 'Abdullah 'Ad-Dalasi. Ia
bercerita kepadaku bahwa ia merasa semua shalat dalam umurnya
tidaklah sah kecuali sekali shalat saja. Ia meneruskan, "Itu
terjadi saat aku berada di Masjidil Haram pada waktu shalat Shubuh.
Ketika imam bertakbiratul ihram dan aku melakukannya, tiba-tiba ada
kekuatan yang menarikku, di sana aku melihat Rasulullah sedang
melakukan shalat sebagai imam sedang di belakangnya ada sepuluh
orang. Kemudian aku menyusul shalat bersama mereka. Hal itu terjadi
pada 673 H. Rasulullah saw, saat itu, pada raka'at pertama membaca
Surat al-Muddatstsir dan pada rakaat yang kedua membaca surat
an-Naba'. Setelah selesai salam, beliau berdoa dengan doa ini: "Ya
Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mendapatkan petunjuk
dan
memberikan petunjuk, bukannya orang-orang yang sesat lagi
menyesatkan, tidak mengharapkan akan ke-baikanMu dan tidak pula
merindukan apa yang ada di sisiMu, sebab bagiMulah anugerah kepada
kami dengan mewujudkan kami. Sebelumnya kami tidak ada. BagiMu
segala puji atas semua itu. Tidak ada Tuhan selain Engkau."
Ahli neorology
Page 17
Ketika Rasulullah saw selesai dan bersalam, bersamaan itu juga
imam Masjidil Haram salam, dan aku menyadari salamnya. Kemudian aku
juga melakukan salam." Syeikh Shafiyuddin dalam risalahnya
mengatakan: "Syeikh Abui 'Abbas al-Harar berkata kepadaku, "Aku
masuk menjumpai Nabi saw, yang saat itu sedang menulis Manasirul
Awliya (daftar para wali) dengan wilayahnya. Beliau menulis salah
satu di antara mereka, yaitu saudaraku Muhammad." Ia melanjutkan,
saudaranya itu adalah syeikh besar yang memiliki wilayah
(kewalian). Tergambar di wajahnya cahaya yang tidaklah samar bagi
seorang pun bahwa dia adalah seorang wali. Kemudian kami tanyakan
hal itu padanya. Ia menjawab, bahwa Nabi telaji menghembuskan napas
beliau ke arah wajahnya. Dan hembusan beliau itu berbekas berupa
cahaya di wajahnya. Syeikh Shafiyuddin menyatakan: "Aku melihat
Syeikh al-Kabir Abu 'Abdillah alQurthubi paling mulia di antara
sahabat-sahabat Syeikh al-Qurasyi. Syeikh ini lebih banyak dari
umurnya dihabiskan tinggal di Madinah an-Naba-wiyah, ia memiliki
hubungan kedekatan dengan Baginda Nabi saw, terbukti dengan
salamnya yang selalu dijawab dan dibalas oleh Nabi, serta
membawakan surat beliau kepada Raja al-Kamil dan mempersembahkan
surat itu ke Mesir, lalu kembali lagi ke Madinah." Syeikh
Shafiyuddin melanjutkan: "Salah seorang yang aku lihat di Mesir
adalah Syeikh Abui' Abbas al-Qusthalani, sahabat yang paling
istimewa dari Syeikh alQurasyi dalam hal kezuhudannya di daerah
Mesir pada masanya. Waktunya yang paling banyak pada akhir-akhir
hidupnya dihabiskan di Mekkah. Ia bercerita, pada suatu ketika ia
masuk menemui Nabi saw lalu beliau berkata kepadanya, "Allah telah
memegang tanganmu wahai Ahmad." Al-Yafi'i dalam Raudhur Riyahin
mengabarkan tentang sebagian dari mereka, bahwasanya dia melihat di
sekitar Ka'bah ada para malaikat, para nabi, dan para wali, dan
yang paling sering terjadi hal itu pada malam Jum'at, begitu juga
malam Senin dan Kamis. Maka aku menghitung betapa banyak jamaah
dari para nabi. Disebutkan pula bahwa setiap dari para nabi
tersebut menempati tempat tertentu, duduk di sekitar Ka'bah. Dan
duduk-duduk beserta mereka para pengikutnya dari keluarga, kerabat,
dan para sahabat. Disebutkan pula, bahwa nabi kita Muhammad saw
berkumpul bersama dengan para wali yang tak terhitung jumlahnya,
hanya Allah saja yang tahu, di mana para nabi lainnya tidak sebesar
itu jumlahnya. Diceritakan juga bahwa Ibrahim dan keturunannya
duduk-duduk dekat dengan pintu Ka'bah di sisi dasar maqamnya yang
sudah masyhur. Musa beserta para nabi berada di antara dua Rukun
Yamani, sedangkan 'Isa beserta jamaahnya berada di arah Hajar.
Sedang nabi kita Muhammad duduk di Rukun Yamani beserta ahli bait,
para sahabat, serta para wah' dari ummatnya. Diceritakan dari
sebagian para wali: "Pada suatu ketika ada seorang wali menghadiri
majelis seorang faqih. Saat itu sang faqih sedang meriwayatkan
suatu hadis. Sang wali berkata, "Hadis ini batal." Si faqih
bertanya, "Dari mana engkau tahu bahwa hadis ini batal?" Si wali
menimpali, "Nabi Muhammad, beliau sedang berdiri di sisi belakang
kepalamu. Beliau berkata, "Aku tidak mengucapkan hadis ini." Maka
tersingkaplah bagi si faqih dan dia bisa melihat Nabi." Dalam kitab
al-Mukhid Ilahiyah fi Manakibis Sadah al-Wafaiyah karangan Ibn
Faris [13] ia mengatakan: "Aku mendengar tuanku 'Ali berkata, saat
itu aku berumurAhli neorology Page 18
kurang lebih lima tahun. Aku sedang belajar membaca al-Qur'an
pada seseorang, namanya Syeikh Ya'qub. Pada suatu hari aku
mendatanginya, tiba-tiba aku melihat Nabi dalam keadaan jaga, bukan
mimpi, beliau memakai baju (gamis) dari katun berwarna putih.
Kemudian aku melihat gamis itu berada padaku. Beliau berkata
kepadaku: "Bacalah olehmu." Kemudian aku membaca surat ad-Dhuha dan
Alam Nasyrah. Kemudian beliau hilang dari pandanganku. Ketika
umurku mencapai 21 tahun, aku sedang melakukan takbira-tul ihram di
Qurafah. Aku melihat Nabi saw berada di depanku, kemudian beliau
merangkulku sambil berkata: Wa amma binikmati rabbika fahaddits.
Sejak saat itu, aku (seolah-olah) menerima pesan lisan langsung
dari beliau. Dalam sebagian majami' disebutkan, Sayyid Ahmad
ar-Rifa'i [14] sedang melakukan ibadah haji, ketika berdiri
menghadap hujrah (kamar) Nabi yang mulia, ia menyenandungkan
syair:
Ketika merasa dalam keadaan jauh, maka kuutus ruhku. Bumi telah
meninggalkanku, maka jadilah ia sebagai deritaku. Dan inilah
bayang-bayang keberuntungan telah hadir. Julurkan tanganmu agar
bibirku mendapat keuntungan.Kemudian keluarlah tangan Baginda yang
mulia dari dalam kubur, maka aku menyambutnya. Dalam mu'jam
(kumpulan) Syeikh Burhanuddin al-Baqa'i disebutkan: "Telah
bercerita kepadaku al-Imam Abui Fadhl bin Abui Fadhl al-Nawiri,
bahwasanya Sayyid Nuruddin al-Asjabini orang tua dari Syarif
'Afifuddin, ketika berada di Raudhah asSyarifah dia
berucap,"Assalamu'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullahi
wabarkatuhu." Ia mendengarkan suara yang berasal dari kubur,
"Wa'alaikas salam, wahai anakku." Al-Hafizh Muhibbuddin bin
an-Najar [15] dalam Ta'rikh-nya menyatakan: "Telah bercerita
kepadaku Abu Ahmad Dawud bin 'Ali bin Muhammad bin Hibbatullah bin
al-Muslimah bin Abui Faraj al-Mubarak bin 'Abdillah bin Muhammad
bin an-Naqur ia berkata, "Telah bercerita Syeikh kami Abu Nashar
'Abdul Wahid bin 'Abdul Malik bin Muhammad bin Abi Sa'id as-Shufi
al-Karkhi, ia berkata, "Saya sedang melakukan ibadah haji dan
berziarah ke kubur Nabi saw. Ketika aku sedang duduk di sisi
dinding kamar, tiba-tiba Syeikh Abu Bakar ad-Dayar Bakri masuk dan
duduk menghadap arah Nabi saw dan berucap As-Salamu 'alaika ya
Rasulallah. Aku mendengar suara di balik dinding, Wa'alaikas salam
ya Abu Bakar. Suara itu jelas terdengar oleh orang-orang yang
berada di situ. Dalam kitab Mishbah azh-Zhalam fil Mustaghitsin
bi-Khairil Anam karangan al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Musa bin
an-Nu'man [16] ia mengatakan: "Aku mendengar Yusuf bin 'Ali
ar-Raqasi bercerita dari seorang wanita Bani Hasyim, wanita itu
tinggal berdekatan dengan kota Madinah. Wanita itu diperlakukan
tidak baik oleh sebagian pembantu tuan rumah wanita itu, lalu
wanita itu bercerita. Kemudian aku beristighatsah dengan Nabi saw,
maka aku mendengar suara yang berkata dari arah Raudhah, "Engkau
berada dalam uswah (teladan), bersabarlah sebagaimana aku telah
bersabar, atau semisalnya." Kemudian suara itu menghilang dariku,
dan tiga orang pembantu yang menganiaya diriku itu pun mati.
Ahli neorology
Page 19
Ibn as-Sam'ani dalam kitabnya ad-Dala'il mengatakan: "Aku adalah
Abu Bakar Hibbatullah bin al-Faraj, aku adalah Abui Qasim Yusuf bin
Muhammad bin Yusuf alKhathib, aku adalah Abui Qasim 'Abdur Rahman
bin 'Umar bin Tamkn al-Muaddab Tsana Ibn Ibrahim bin' Alan, aku
adalah 'Ali bin Muhammad bin 'Ah Tsana Ahmad bin al-Hasyim at-Thai,
ayahku telah bercerita kepadaku dari ayahnya dari Ibn Salamah bin
Ka'sal dari Abi Shadiq, dari 'AH bin Abi Thalib ra, ia berkata,
"Telah datang kepada kami a'rabi (seorang dari kampung) setelah
kami selesai menguburkan jasad Nabi saw tiga hari yang lalu.
Kemudian orang kampung tersebut menyungkurkan dirinya di kubur Nabi
saw dan menaburkan debu kuburan ke arah kepalanya dan ia berucap,
"Ya Rasulullah, engkau bersabda, maka kami dengar sabdamu, dan
engkau mendengar dari Allah, kemudian kami mendengar dari engkau
apa yang Allah turunkan (wahyukan) kepada engkau: "Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya diri mereka sendiri datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang." Dan aku telah menzhalimi diriku, dan
aku mendatangi engkau supaya engkau memintakan ampun untukku.
Kemudian ada suara dari arah kubur bahwa aku telah diampuni."
Selanjutnya saya melihat dalam kitab Muzilus Syubhat fi Itsbatil
Karamat karangan Imam Imaduddin bin Isma'il bin Hibbatullah bin
Batish [17] disebutkan salah satu dalil yang menetapkan adanya
karamah, yakni atsar yang berasal dari sahabat dan tabi'in dan
orang-orang setelah mereka. Di antara karamah mereka adalah Abu
Bakar ra. Ketika ia mendekati ajal, ia berkata kepada putrinya
Aisyah, "Bahwa keduanya adalah saudara laki-lakimu dan dua saudara
perempuanmu." 'Aisyah ra bertanya, "Benar dua orang itu adalah
saudara laki-lakiku, yakni Muhammad dan Abdur Rahman, siapa lagi
saudara perempuanku yang satunya, tidakkah aku hanya memiliki satu
saudara perempuan, yakni Asma'?" Abu Bakar berkata, "Zawabith anak
perempuan Kharijah, dia ditelantarkan di tempat gembala, dia adalah
jariyah kemudian melahirkan Ummi Kultsum." Kemudian karamah 'Umar
bin Khaththab dalam kisah Sariyah, 'Umar memanggilnya, saat itu ia
sedang ber-khutbah, "Wahai Sariyah, ke bukit, ke bukit." Kemudian
Allah perdengarkan suara 'Umar kepada Sariyah padahal ia berada di
Nahawand. Juga kisah 'Umar dengan Sungai Nil dan surat khususnya
untuk sungai tersebut hingga mengalir setelah keringnya. Kemudian
karamah 'Utsman bin 'Affan, 'Abdullah bin Salam berkata: "Saya
telah mendatangi 'Utsman bin 'Affan untuk mengucapkan salam, sedang
beliau dalam keadaan terkepung. 'Utsman berkata, "Selamat datang
sahabatku, kulihat Rasululllah saw dalam gubuk ini." 'Abdullah bin
Salam berkata, "Wahai 'Utsman, orang-orang telah mengepungmu?"
Utsman menjawab, "Benar. Apakah engkau haus?" Aku menjawab,
"Benar." Kemudian ia mengambil air seember untukku. Aku pun
meminumnya sampai puas, terasa dinginnya di antara tenggorokan dan
dadaku. Beliau pun berkata, "Jika engkau mau membantu mereka,
engkau boleh berbuka bersama kami." Maka kupilih berbuka bersama
Nabi saw. Ternyata hari itu Utsman meninggal terbunuh.
Ahli neorology
Page 20
Hal di atas adalah kisah yang terkenal dari 'Utsman ra yang
berasal dari kitab-kitab hadis, dikeluarkan oleh Ibn Abi Usamah
dalam Musnadnya dan juga selainnya. Pengarang buku ini telah paham
bahwa itu adalah ru'yah (melihat) secara terjaga. Dan jika tidak,
berarti tidak patut untijik dikategorikan sebagai karamah, dan
karamah itu pun tidak diingkari oleh orang yang mengingkari karamah
para wali. Sebagian dari itu, apa yang dituturkan Ibn Batish dalam
kitab ini, ia mengatakan: "Di antara mereka adalah Abui Husein
Muhammad bin Sam'un al-Baghdadi as-Shufi [18] Abu Thahir Muhammad
bin 'Ali al-'Ulah berkata, "Pada suatu hari Abui Husein bin Sam'un
menghadiri majelis pengajian, ia duduk di kursi sambil berceramah.
Adalah Abui Fath al-Quwash duduk di samping kursi, ia terserang
kantuk dan tidur. Abui Husein berhenti sejenak dari ceramahnya
sampai Abui Fath terbangun dan mengangkat kepalanya. Abui Husein
bertanya kepadanya, "Apakah engkau melihat Nabi saw dalam tidurmu?"
Ia menjawab, "Benar." Abui Husein berkata, "Oleh sebab itu aku
berhenti bicara khawatir jika hal itu memutus apa yang sedang
engkau alami." Hal tersebut di atas menjadi bukti bahwa sebenarnya
Ibn Sam'un melihat Nabi saw secara terjaga ketika Nabi hadir, dan
Abui Fath melihatnya dalam tidur. Abu Bakar bin Abi Abyadh berkata
dalam tulisannya: "Aku mendengar Abui Husein Naba'nal Jamal
berkata, "Telah bercerita kepadaku sebagian sahabat kami, "Ada
seorang laki-laki dikenal sebagai Ibn Tsabit tinggal di Mekkah.
Pada suatu ketika pergi dari Mekkah menuju Madinah selama enam
tahun, tidaklah lain hanya untuk bersalam kepada Nabi Muhammad saw.
Kemudian ia kembali pulang. Setelah selang beberapa waktu, sebab
sibuk atau sebab lain, ia lupa tidak berkunjung." Ia melanjutkan
ceritanya, "Ketika ia sedang duduk di sebuah batu antara tidur dan
terjaga, tiba-tiba ia melihat Nabi Muhammad saw. Beliau bersabda,
"Wahai Ibn Tsabit, engkau tidak menziarahiku, maka aku yang
mengunjungimu." Perhatian: Pertama, kebanyakan kejadian melihat
Nabi Muhammad saw dalam keadaan jaga adalah dengan pandangan hati,
kemudian meningkat sampai melihat dengan pandangan mata (bashar).
Pembahasan masalah ini telah dikemukakan di depan. Bahwa pernyataan
al-Qadhi Abu Bakar bin al-'Arabi, "Akan tetapi bukanlah melihatnya
bashariyah (mata) ini seperti melihat yang umum diketahui oleh
kebanyakan orang seperti melihatnya sebagian orang kepada sebagian
yang lain. Melihat di sini adalah fenomena jam'ah khaliyah dan
barzakhiyyah (metafisik) dan peristiwa wujdani (yang dirasakan
hati) yang tidak bisa mengetahui hakikatnya kecuali orang yang
mengalaminya langsung. Begitu juga disebutkan di depan seperti yang
dialami oleh Syeikh 'Abdullah ad-Dalasi; ketika imam takbiratul
ihram tiba-tiba ada kekuatan yang menarikku, kemudian aku melihat
Rasulullah saw. Hal ini mengisyaratkan pada fenomena di atas.
Kedua, apakah melihatnya itu, melihat kepada dzat Nabi Muhammad saw
dengan jisim dan ruhnya atau semacam bentuk gambar (pemisalannya)
di mana orang-orang melihat arbabul ahwal dan mereka katakan
sebagai Nabi saw. Dalam hal ini alGhazali menjelaskan, bahwa yang
dimaksud bukanlah Nabi dilihat sebagai jisim dan badannya. Akan
tetapi, "misal" beliau yang benar, pemisalan itu sebagai alat
(media) di mana hal itu suatu ketika merupakan hal yang sebenarnya
(hakikat) dan pada waktu lain merupakan khayali. Sebab nafs
bukanlah misal yang dikhayalkan. Adapun perwujudan dari bentuk yang
terlihat itu bukanlah ruh dari Nabi Muhammad sawAhli neorology Page
21
dan juga bukan sosoknya, akan tetapi misal (contoh). Imam
Ghazali melanjutkan, yang semisal dengan itu adalah orang yang
melihat Nabi saw sewaktu tidur. Sesungguhnya dzat Allah tersucikan
dari bentuk dan gambar, akan tetapi puncak dari cara Allah supaya
diketahui oleh hamba dengan perantaraan misal (gambar) yang bisa
dicerna semisal cahaya atau lainnya. Dan misaj tersebut adalah
sesuatu yang haqq (benar adanya) sebagai media dalam pengenalan
(ta'rif), maka orang yang melihat mengatakan, "Aku melihat Allah
dalam tidur", tidak dimaknai aku melihat Dzat Allah ta'ala,
sebagaimana ia mengatakan tentang haqq (kebenaran) selainnya.
Al-Qadhi Abu Bakar bin al-'Arabi menjelaskan: "Melihat Nabi saw
dengan sifatsifatnya yang sudah diketahui merupakan perjumpaan yang
sebenarnya. Dan melihat beliau bukan dengan sifat-sifatnya adalah
pertemuan pada pemisalan." Inilah yang ia utarakan dalam kitab
Ghayatul Husni, dan tidaklah mustahil melihat beliau dengan jasad
dan ruhnya. Sebab Nabi saw dan nabi-nabi yang lain adalah hidup.
Ruh-ruh mereka dikembalikan ke jasad mereka setelah dicabut, dan
mereka diizinkan untuk keluar dari kubur mereka dan beraktivitas,
baik di alam malakut 'ulya (atas) atau sufla (bawah). Imam
al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia
menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: "Para nabi hidup di sisi
Tuhan mereka seperti para syuhada." Ustadz Abu Manshur 'Abdul Qahir
bin Thahir al-Baghdadi [19] mengatakan: "Para sahabat kami yang
ahli kalam al-muhaqqiqun berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw
hidup setelah wafatnya. Adalah beliau saw bergembira dengan
ketaatan ummatnya dan bersedih dengan kemaksiatan mereka, dan
beliau membalas shalawat dari ummatnya." Ia menambahkan, "Para nabi
as tidaklah dimakan oleh bumi sedikit pun. Musa as sudah meninggal
pada masanya, dan Nabi kita mengabarkan bahwa beliau melihat ia
shalat di kuburnya. Disebutkan dalam hadis yang membahas masalah
mi'raj, bahwasanya Nabi Muhammad saw melihat Nabi Musa as di langit
ke empat serta melihat Adam dan Ibrahim. Jika hal ini benar adanya,
maka kami berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw juga hidup
setelah wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya." Al-Qurtubi dalam
at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan:
"Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan
perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini
menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah
kematian mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam
keadaan gembira dan suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang
yang hidup di dunia. Jika sifat kehidupan di dunia ini saja
diberikan kepada para syuhada (orang yang mati syahid), tentu para
nabi lebih berhak untuk menerimanya. Benar, ungkapan yang
mengatakan bahwa bumi tidak memakan jasad para nabi as. Hal itu
terbukti bahwa Nabi Muhammad saw berkumpul dengan para nabi pada
malam isra' di Baitul Maqdis dan di langit, serta melihat Nabi Musa
berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga mengabarkan bahwa beliau
menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya. Sampai
hal yang lebih dari itu, di mana secara global hal tersebut bisa
menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi as yang
semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga kita
tidak bisaAhli neorology Page 22
menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan tidaklah
melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang oleh
Allah diberikan kekhususan dengan karamah. Abu Ya'la dalam
Musnadnya dan al-Baihaqi dalam kitab Hciycitul Anbiyci'
mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda: "Para nabi
hidup di kubur mereka dalam keadaan mengerjakan shalat." Al-Baihaqi
mengeluarkan hadis dari Anas ra:
Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya para nabi tidaklah ditinggalkan
di dalam kubur mereka setelah empat puluh malam, akan tetapi mereka
shalat di hadapan Allah SWT sampai ditiupnya sangkakala."Sufyan
meriwayatkan dalam al-Jami', ia mengatakan: "Syeikh kami berkata,
dari Sa'idbin al-Musayyab, ia mengatakan, "Tidaklah seorang nabi
itu tinggal di dalam kuburnya lebih dari empat puluh malam, lalu ia
diangkat." Al-Baihaqi menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya
seperti orang hidup kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan
mereka. 'Abdur Razzaq dalam Musnadnya meriwayatkan dari as-Tsauri,
dari Abil Miqdam, dari Sa'id bin Musayyab, ia berkata: "Tidaklah
seorang nabi mendiami bumi lebih dari empat puluh hari." Abui
Miqdam meriwayatkan dari Tsabit bin Hurmuz al-Kufi, seorang syeikh
yang shaleh, Ibn Hibban dalam Tarikhnya dan Thabrani dalam al-Kabir
serta Abu Nua'im dalam al-Hilyah, dari Anas ra berkata: Rasulullah
saw bersabda: "Tidaklah seorang nabi pun yang meninggal, kemudian
mendiami kuburnya kecuali hanya empat puluh hari." Imamul Haramairi
dalam kitab an-Nihayah, dan ar-Rafi'i dalam kitab as-Syarah
diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda "Aku dimuliakan oleh Tuhanku
dari ditinggalkannya aku dikubur selama tiga hari." Imam
al-Haramain menambahkan, diriwayatkan lebih dari dua hari. Abui
Hasan bin ar-Raghwati al-Hanbali mencantumkan dalam sebagian
kitab-kitabnya: "Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan seorang nabi
pun di dalam kuburnya lebih dari setengah hari." Al-Imam Badruddin
bin as-Shahib dalam Tadzkirahnya membahas dalam satu bab tentang
hidupnya Nabi saw setelah memasuki alam bnrzokh. Ia mengambil dalil
penjelasan Pemilik syari'at (Allah) dari firmanNya:
Ahli neorology
Page 23
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan
mendapat rejeki," (QS. Ali 'Imran: 169). Keadaan di atas
menjelaskan tentang kehidupan alam barzakh setelah kematian, yang
dialami oleh salah satu golongan dari ummat ini yang termasuk dalam
golongan orang-orang yang bahagia (sn'ada'). Apakah hal-ikhwal
mereka lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Nabi saw? Sebab
mereka memperoleh kedudukan semacam ini dengan barakah dan dengan
sebab mereka mengikuti beliau, serta bersifat dengan hal yang
memang selayaknya mereka memperoleh ganjaran kedudukan ini dengan
syahadah (kesaksian), dan syahadah Nabi Muhammad saw itu merupakan
paling sempurnanya syahadah. Nabi Muhammad saw bersabda: "Aku
melewati Nabi Musa as pada malam aku dasra'kan berada di sisi bukit
pasir merah, ia sedang berdiri shalat di kuburnya." Hal ini jelas
sebagai penetapan atas hidupnya Musa as, sebab Nabi saw
menggambarkannya sedang melakukan shalat dalam posisi berdiri. Hal
semacam ini tidaklah disifati sebagai ruh, melainkan jasad, dan
pengkhususannya di kubur merupakan dalilnya. Sebab sekiranya (yang
tampak itu) adalah sifat-sifat ruh, maka tidak memerlukan
pengkhususan di kuburnya. Tidak seorang pun yang akan
mengatakan/berpendapat bahwa ruh-ruh para nabi terisolir
(terpenjara) di dalam kubur beserta jasadnya, sedangkan ruh-ruh
para su'ada' (orang-orang yang bahagia/sentosa) dan kaum mukminin
berada di surga. Di dalam ceritanya, Ibn 'Abbas menuturkan ra: "Aku
merasa tidak sah shalatku sepanjang hidup kecuali sekali shalat
saja. Hal itu
terjadi ketika aku berada di Masjidil Haram pada waktu Shubuh.
Ketika imam takbiratul ihram, aku juga melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba aku merasa ada kekuatan yang menarikku; kemudian aku
berjalan bersama Rasuhdlah antara Mekkah dan Madinah. Kemudian kami
melewati sebuah lembah. Nabi bertanya, "Lembah apakdh ini?"Mereka
menjawab, "Lembah Azraq."Kemudian Ibn 'Abbas berkata, "Seolah-olah
aku melihat Musa meletakkan kedua jari telunjuk ke telinganya
sambil berdoa kepada Allah dengan talbiyah melewati lembah ini.
Kemudian kami melanjutlam perjalanan hingga kami sampai pada sebuah
sungai kecil di bukit." Ibn 'Abbas melanjutkan kisahnya,
"Seolah-olah aku melihat Nabi Yunus di atas unta yang halus, di
atasnya ada jubah wol melewati lembah ini sambil membaca
talbiyah."Dipertanyakan di sini, bagaimana Ibn 'Abbas bisa
menuturkan tentang haji dan talbiyah mereka, padahal mereka sudah
meninggal? Dijawab: bahwasanya para syuhada itu hidup di sisi Tuhan
mereka dengan diberikan rejeki, maka tidak jauh pula, jika mereka
haji dan shalat serta bertaqarrub dengan semampu mereka, meskipun
mereka berada di akhirat. Sebenarnya mereka di dunia mi, yakni
kampungnya amal, sampai jika telah habis masanya dan berganti ke
kampung akhirat, yakni kampungnya jaza' (pembalasan), maka habis
pula amalnya. Ini pendapat dari al-Qadhi Iyadh.
Ahli neorology
Page 24
Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa mereka itu melaksanakan haji
dengan jasad mereka dan meninggalkan kubur mereka, maka bagaimana
bisa diingkari berpisahnya Nabi saw dengan kuburnya, jika beliau
haji, shalat ataupun isra' dengan jasadnya ke langit, tidaklah
beliau terpendam di dalam kubur. Kesimpulannya dari beberapa
penukilan dan hadis tersebut, bahwa Nabi saw hidup dengan jasad dan
ruhnya. Dan beliau melakukan aktivitas dan berjalan, sekehendak
beliau di seluruh penjuru bumi dan di alam malakut. Dan beliau
dalam bentuk/keadaan seperti saat sebelum beliau wafat, tidak
berubah sedikit pun. Beliau tidak tampak oleh pandangan sebagaimana
para malaikat yang wujudnya adalah ada dan hidup dengan jasad
mereka. Jika Allah berkehendak mengangkat hijab tersebut terhadap
orang yang Dia kehendaki sebagai bentuk anugerah dengan melihat
Nabi, maka orang tersebut akan melihat beliau dalam keadaan apa
adanya (seperti saat beliau hidup) dan tidak ada sesuatu pun yang
menghalangi dari hal tersebut serta tidak ada pula yang menentang
atas pengkhususan melihat yang semisalnya. Ketiga, ada sebagian
orang yang menanyakan bagaimana caranya orang-orang yang jumlahnya
banyak dan di tempat yang berbeda-beda pula melihat beliau? Maka
ada sebuah syair yang berbunyi: "Seperti matahari di angkasa,
sinarnya menerangi, negeri-negeri baik di timur atau di barat."
Dalam manaqib as-Syeikh Tajuddin bin 'Athaillah disebutkan ada
salah seorang muridnya yang mengatakan: "Aku sedang melakukan
ibadah haji, pada saat thawaf aku melihat Syeikh Tajuddin juga
melakukan thawaf, maka aku berniat untuk mengucapkan salam
kepadanya setelah beliau selesai dari thawafnya. Ketika beliau
telah selesai dari thawaf, maka aku mendatanginya namun aku tidak
melihatnya lagi. Kemudian aku melihatnya lagi ketika berada di
Arafah, dan begitu juga kejadiannya, begitu pula di tempat-tempat
lainnya. Ketika aku kembali ke Mesir, maka aku bertanya tentang
keadaannya, dikatakan kepadaku bahwa beliau dalam keadaan baik.
Lalu aku tanyakan apakah beliau bepergian? Mereka (murid-murid
Syeikh) menjawab tidak. Selanjutnya aku menemui Syeikh dan aku
mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bertanya kepadaku,
"Siapakah yang engkau lihat?" Aku menjawab, "Aku melihat engkau
wahai Tuanku." Beliau menimpali, "Wahai Fulan, orang besar
(ar-rajul al-kabir) memenuhi semesta ini. Sekiranya seorang wali
quthub memanggil batu, tentu batu itu akan menjawab." Kalaulah wali
quthub memenuhi semesta ini, tentu saja Nabi Muhammad saw dalam
pembahasan ini adalah yang paling utama. Dalam pembahasan yang
terdahulu telah disebutkan dari Syeikh Abui Abbas at-Thabkhi,
bahwasanya dia berkata: "Dan aku melihat di langit, bumi, Arsy,
Kursy, semuanya penuh dengan Rasulullah saw." Ada orang yang
bertanya, apakah semestinya bagi orang yang melihat Rasulullah saw
bisa dikategorikan sebagai sahabat? Jawabnya: bahwa hal tersebut
tidaklah mesti harus demikian. Meski orang yang melihat pemisalan
dari beliau saw itu adalah benar adanya. Sebab suhbnh (kategori
sahabat) bisa ditetapkan berdasar pada melihat dzat beliau yang
mulia, baik itu fisik maupun ruhnya. Ringkasnya, kami biasanya
bahwa orang yang melihat dzat beliau adalah syarat kategori suhbah
(persahabatan). Jika ia melihat beliau, sedangkan beliau berada di
alam malakut, melihat semacam ini tidak bisa dikategorikan
sebagaiAhli neorology Page 25
suhbah (persahabatan). Hal ini dipertegas lagi oleh hadis-hadis
yang menjelaskan bahwa seluruh ummatnya dihadapkan kepada beliau.
Nabi melihat mereka, begitu sebaliknya, seluruh ummatnya melihat
beliau, dan tidaklah menjadi dasar bahwa semuanya dikategorikan
sebagai sahabat. Sebab melihatnya di sini adalah melihatnya di alam
malakut, maka tiada faedah suhbah itu. Abu Bakar bin Abi Dawud
dalam kitab al-Masaif mengeluarkan dari Abu Ja'far, ia mengatakan:
"Abu Bakar ra mendengar munajat Jibril untuk Baginda Nabi saw."
Muhammad bin Nashar al-Maruzi [20] dalam kitab as-Shalat
mengeluarkan sebuah riwayat dari Hudzaifah bin al-Yaman ra:
"Bahwasanya ia mendatangi Nabi saw kemudian berkata kepada beliau,
"Wahai Rasulullah, ketika aku sedang melakukan shalat tiba-tiba aku
mendengar suara orang yang berkata, "Ya Allah, segala puji bagiMu
seluruhnya, dan bagimu seluruh kerajaan, dan kepada Engkau seluruh
perkara dikembalikan baik yang terang ataupun tersamar. BagiMu
segala puji, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya
Allah, ampunilah seluruh dosa-dosaku yang telah lampau dan jagalah
sisa umurku dan berikanlah aku rejeki amal yang bersih yang Engkau
ridai diriku dengannya." Nabi saw menjawab, "Itu adalah malaikat
yang mendatangimu untuk mengajarimu cara memuji Tuhanmu." Muhammad
bin Nashar mengeluarkan satu riwayat dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: "Ketika aku sedang melakukan shalat, tiba-tiba aku
mendengar suara seseorang berdoa, "Ya Allah, segala puji bagiMu
seluruhnya..." Ia menyebutkan hadis semisal di atas. Ibn Abi Dunya
dalam kitab adz-Dzikr mengeluarkan satu riwayat dari Anas ra, ia
berkata: "Ubai bin Ka'ab berkata, "Sungguh aku masuk ke masjid,
sungguh aku akan shalat, sungguh aku akan memuji Allah dengan
puji-pujian yang belum pernah seorang pun memuji dengannya." Ketika
ia selesai melakukan shalat dan duduk untuk memuji Allah SWT,
tiba-tiba ia mendengar suara yang tinggi dari arah belakang yang
berbunyi, "Ya Allah, segala
puji bagiMu seluruhnya, dan bagiMu seluruh kerajaan, dan di
tangan-Mulah segala urusan, dan kepadaMulah seluruh urusan akan
dikembalikan, baik yang terang maupun yang tersamar, bagiMu segala
puji. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ampunilah
segala dosa-dosaku yang telah berlalu dan jagalah sisasisa umurku
dan berikanlah aku rejeki amal perbuatan bersih yang Engkau ridai
dan terimalah taubatku." Kemudian ia mendatangi Nabi saw dan
menceritakan apa yangbaru saja dialaminya. Maka Nabi menjawab, "Itu
adalah Jibril." At-Thabrani dan al-Baihaqi mengeluarkan satu
riwayat dari Muhammad bin Salamah ra, ia mengatakan: "Saya bertemu
dengan Rasulullah saw sedang meletakkan pahanya di atas paha
seseorang. Maka aku tidak jadi mengucap salam. Kemudian aku
kembali. Nabi bertanya, "Apa yang menghalangimu untuk mengucap
salam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, aku melihat engkau
melakukan begini dengan orang laki-laki ini yang tidak pernah
engkau lakukan dengan seorang pun, maka aku tidak ingin
Ahli neorology
Page 26
memutus apa yang sedang Baginda bicarakan. Siapakah orang ini
wahai Rasuhdlah?" Beliau menjawab, "Jibril."Al-Hakim mengeluarkan
riwayat dari 'Aisyah ra, ia berkata: "Aku melihat Jibril berdiri di
kamarku ini, dan Rasulullah saw membisiki. Kemudian aku bertanya
kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang
ini?" Beliau menjawab, "Menurutmu mirip siapakah dia itu?" Aku
menjawab, "Badhiyah." Nabi menimpali, "Engkau telah melihat
Jibril." Al-Baihaqi mengeluarkan riwayat dari Hudzaifah: Nabi saw
bersabda, kemudian beliau keluar, aku mengikutinya, tiba-tiba ada
seseorang yang membuntuti beliau. Nabi bertanya kepadaku: "Wahai
Hudzaifah, apakah engkau melihat orang yang membuntutiku?" Aku
menjawab, "Benar." Beliau melanjutkan, "Itu adalah salah satu
dari para malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelumnya. Ia
meminta izin kepada Tuhanku, kemudian mengucapkan salam kepadaku
dan memberikan kabar gembira kepadaku tentang Hasan dan Husein dan
bahwa keduanya adalah pemimpin pemuda penghuni surga serta Fatimah
sebagai pemimpin wanita penghuni surga.".At-Thabrani mengeluarkan
sebuah riwayat dari Hudzaifah ra, ia berkata: "Aku bermalam di
rumah Nabi saw. Kemudian aku melihat di sisi beliau ada seseorang.
Nabi saw bertanya kepadaku, "Wahai Hudzaifah, apakah engkau
meliliatnya? " Aku menjawab, "Benar wahai Rasulullah." Beliau
menjelaskan, "Ini adalah malaikat yang
belum pernah diturunkan untuk menemuiku sejak aku diutus. Ia
mendatangiku malam ini dan memberitahukan kabar gembira bahwa
Hasait dan Husein menjadi pemimpin pemuda ahli surga."
Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Nasa'i serta al-Baihaqi, dua orang
yang disebut terakhir dalam kitab Dalailun Nubuwwah, diriwayatkan
dari Usaid bin Hushain, ia bercerita bahwasanya ketika ia sedang
membaca bagian dari surat al-Baqarah, saat itu kudanya ia talikan
di sisinya, tiba-tiba kuda tersebut berputar-putar,, kemudian ia
berhenti membaca, dan kuda itu pun ikut tenang. Kemudian ia membaca
surat itu lagi, dan kudanya kembali berputar-putar. Dia diam, maka
kuda itu pun ikut tenang. Kemudian ia membaca lagi, kembali kuda
tersebut berputar-putar. Ketika ia diam, kudanya pun ikut tenang.
Ketika ia mendongakkan kepalanya ke langit, tiba-tiba saja ia
melihat gumpalan yang berupa seperti lampu-lampu, naik ke langit
sampai lenyap dari pandangan matanya. Pada pagi harinya, hal itu
diceritakan pada Rasulullah saw, Nabi saw menjawab: "Itu adalah
para malaikat yang mendekat sebab mendengar suaramu, sekiranya
engkau membaca (terus), maka niscaya orang-orang bisa melihat
malaikat tersebut dengan jelas (tidak tersembunyi)."Al-Waqidi dan
Ibn 'Asakir mengeluarkan satu riwayat dari 'Abdur Rahman bin 'Auf
ra, ia berkata: "Aku melihat dua orang saat terjadi Perang Badar.
Salah satunya berada di sisi kanan Nabi Muhammad saw dan satunya
lagi berada di sebelah kiri. Keduanya bertempur dengan dahsyat,
kemudian sepertiga dari kekuatan keduanya berada di belakang beliau
dan seperempat dari kekuatan mereka berada di depan Nabi saw."
Ahli neorology
Page 27
Ishaq bin Rahwiyah [21] di dalam Musnadnya, Ibn Jarir dalam
Tafsirnya, Abu Na'im dan al-Baihaqi dalam kitab Daldilun Nubnwwah
mengeluarkan riwayat dari Usaid asSa'idi ra, ia berkata: "Waktu itu
aku disembunyikan (tidak diberitahu). Sekiranya aku bersama kalian
dalam Perang Badar, tentu akan aku kabarkan kepada kalian mengenai
suku besar yang keluar bersama para malaikat, aku tidak ragu dan
tidak mengingkarinya." Al-Baihaqi mengeluarkan sebuah riwayat dari
Abi Burdah bin Niyar, ia berkata: "Aku membawa tiga kepala, dan aku
meletakkannya di hadapan Nabi saw: Wahai Rasulullah, adapun yang
dua kepala ini, aku sendiri yang telah memenggalnya, sedang yang
ketiga ini aku melihat seorang laki-laki putih yang keras sekali
pukulannya, kemudian aku ambil kepala tersebut." Kemudian Nabi
bersabda:
"Pemuda itu termasuk dari para malaikat."Al-Baihaqi mengeluarkan
suatu riwayat yang bersumber dari Ibn 'Abbas ra, ia berkata: "Ada
malaikat yang berbentuk manusia yang dikenal oleh orang banyak
untuk meneguhkan pendirian mereka." Ibn 'Abbas melanjutkan, "Aku
telah dekat dengan mereka (malaikat), kemudian aku mendengarkan
mereka berkata, "Sekiranya mereka menanggung apa yang telah
ditatapkan kepada kita, tidaklah mereka itu keberatan," Hal itu
seperti yang difirmankan Allah dalam surat al-Anfal: 12:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat
"Sesungguhnya aku bmama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman' (QS. al-Anfal: 12),Ahmad, Ibn
Sa'ad, Ibn Jarir Sirta Abu Na'im dalam ad-Dalail mengeluarkan suatu
riwayat dari Ibn 'Abbas ra, ia berkata: "Abul Yasar, yakni Ka'ab
bin 'Umar adalah orang yang telah menawan 'Abbas, dia adalah
sterang yang berperawakan sidang, Adapun 'Abbas adalah storang yang
berperawakan gemuk. Nabi Muhammad saw bertanya kepadanya, "Wahai
Abul Yasar, bagaimana engkau bisa menawan 'Abbas?" Abul Yasar
menjawab, "Wahai Rasulullah, aku telah dibantu oleh seseorang yang
belum pernah aku sebelum atau sesudahnya, begini dan begini."
Kemudian Nabi saw menjawab:
"Engkau telah dibantu oleh morang malaikat yang mulia"Ibn Sa'ad
dan al-Baihaqi mengeluarkan riwayat dari 'Imar bin Abi 'Imar ra
bahwa Hamzah bin 'Abdil Muthallib berkata: "Wahai Rasulullah,
perlihatkan kepadaku Jibril dalam wujudnya yang asli." Beliau
menjawab, "Duduklah." Kemudian Hamzah duduk. Setelah itu turunlah
Jibril pada sepotong kayu yang ada pada Ka'bah. Kemudian Nabi
berkata, "Angkatlah pandanganmu dan lihatlah." Kemudian Hamzah
mengangkat pandangan matanya. Ia melihat kedua telapak kakinya
(Jibril) seperti zabarjud berwarna hijau." Ibn Abi Dunya dalam
kitab al-Qubur, at-Thabrani dalam kitab al-Awsath mengeluarkan
riwayat dari Ibn 'Umar ra, ia mengatakan: "Ketika sedang menelusuri
bekas-bekas pertempuran Badar, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki
yang keluar dariAhli neorology Page 28
lubang, pada lehernya ada rantai. Kemudian ia memanggilku,
"Wahai 'Abdullah, berikanlah aku minum." Dan dari lubang yang sama
muncul seorang laki-laki, di tangannya menggenggam cemeti, ia
memanggilku, "Wahai 'Abdullah, janganlah engkau beri minum. Ia
adalah orang kafir." Lalu ia memukul orang tersebut dengan
cemetinya sampai ia kembali ke dalam lubang di mana ia muncul.
Selanjutnya aku menemui Baginda Nabi saw dan menceritakan apa yang
telah aku alami. Beliau bertanya kepadaku, "Apakah benar engkau
melihatnya?" Aku menjawab, "Benar." Nabi bersabda:
"Itu adalah musuh Allah Abu Jahal, dan itu adalah siksaan
baginya sampai Hari Kiamat."Yang menjadi fokus dalil adalah
melihatnya Ibn 'Umar terhadap seorang laki-laki yang keluar setelah
Abu Jahal dan memukulnya dengan cemeti. Orang tersebut sebenarnya
adalah malaikat yang bertugas untuk mengazabnya. Ibn Abi Dunya,
Thabrani dan Ibn 'Asakir mengeluarkan satu riwayat melalui 'Ulwah
bin Ruwaim, dari 'Urbadh bin Sariyah as-Shahabi bahwasanya ia
menginginkan untuk dijemput oleh maut, ia berdoa, "Wahai Tuhanku,
telah tua umurku dan rapuh tulangku, maka cabutlah nyawaku." Ia
melanjutkan, "Ketika suatu hari aku berada di masjid Damsyik sedang
melakukan shalat diteruskan berdoa supaya diambil ruhku, tiba-tiba
aku bertemu dengan seorang pemuda yang sangat tampan berpakaian
hijau dan ia berkata, "Apa yang engkau katakan tadi?" Aku menjawab,
seperti apa yang aku katakan dalam doa tadi. Bagaimana aku harus
berdoa?" Katakanlah olehmu:
"Ya Allah, perbaikilah amal dan datangkanlah ajal."Aku bertanya,
"Semoga Allah merahmatimu. Siapakah sebenarnya dirimu itu?" Ia
menjawab, "Aku adalah Ratabil yang bertugas mencabut kesedihan dari
hati kaum mukmin." Kemudian ia menghilang dan aku tidak melihat
seorang pun. Ibn 'Asakir dalam Tarikh-nya meriwayatkan dari Sa'id
bin Sinan, ia berkata: "Aku mendatangi Baitul Maqdis bermaksud
melakukan shalat. Kemudian aku masuk ke dalam. Ketika aku berada di
sana, tiba-tiba aku melihat kuda yang memiliki dua sayap, ia
menghadap dan mengatakan: "Maha Suci Dzat Yang Maha Kekal lagi Maha
Berdiri. Maha Suci Dzat Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri.
Maha Suci Dzat Yang Maha Raja lagi Maha Suci. Maha Suci Tuhan
malaikat dan ruh. Maha Suci Allah dengan segala puji. Maha Suci
Allah Dzat Yang Maha Tinggi. Maha Suci Allah dan Maha Luhur."
Kemudian menghadap lagi makhluk sejenis di atas dan membaca doa itu
disusul oleh berikut dan berikutnya saling menyahut sampai masjid
itu penuh dengari suara. Sebagian dari mereka berada dekat dengan
tempatku. Ia bertanya kepadaku, "Keturunan Adam?" Aku menjawabnya,
"Benar." Ia meneruskan, "Janganlah penghukuman itu membuatmu
takut." Dan ada sebuah cerita yang bisa dimasukkan dalam pembahasan
ini, yakni riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Dawud melalui Abu
'Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk golongan Anshar,
bahwasanya 'Abdullah bin Zaid ra berkata: "YaAhli neorology Page
29
Rasulullah, sesungguhnya aku jelas-jelas tidur dan terjaga,
tiba-tiba ada yang mendatangiku, maka aku melihatnya ia melakukan
adzan. 'Umar bin Khaththab ra telah melihatnya sebelum itu, dan
merahasiakannya selama dua puluh hari." Dalam kitab as-Shalat
karangan Abu Na'im al-Fadhil bin Hakim, disebutkan bahwa 'Abdullah
bin Zaid berkata: "Sekiranya aku tidak bingung terhadap diriku
sendiri, sungguh aku akan katakan bahwa aku tidaklah sedang tidur."
Dalam Sunan Abu Dawud melalui jalur Ibn Abi Laila [22] "Telah
datang kepada Nabi Muhammad saw seorang laki-laki dari golongan
Anshar. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat seorang
laki-laki yang memakai dua pakaian berwarna hijau semuanya,
kemudian ia beradzan, terus duduk kemudian berdiri lagi, dan
mengucapkan seperti sebelumnya ditambah dengan qad qamatis shalah.
Sekiranya orang-orang bertanya, tentu akan aku katakan bahwa aku
dalam keadaan jaga/sadar, bukan tidur." Nabi saw menjawab:
"Allah telah memperlihatkan kepadamu suatu kebajikan."Syeikh
Waliyyuddin al-Traqi dalam kitab Syarah Sunan Abi Dawud
mengomentari tentang ungkapan "Aku jelas-jelas tidur dan terjaga"
adalah suatu yang muskil, sebab yang pasti keadaan itu tidaklah
terlepas dari apakah tidur atau terjaga. Mungkin yang dimaksud
bahwa tidurnya itu masih ringan tidak jauh dari tidur sebenarnya
dan dekat dengan keterjagaan, maka jadilah seolah-olah ia berada
pada posisi di antara tidur dan terjaga." Ia melanjutkan, "Jelas
dari sini bahwa ia dibawa kepada suatu keadaan di mana arbabul
ahwal terlepaskan, mereka menyaksikan di sana apa yang mereka
saksikan dan mendengarkan apa yang mereka dengar. Dan para sahabat
ra itu adalah pemimpin-pemimpin arbabul ahwal. Ada beberapa hadis
yang membicarakan bahwa Abu Bakar, 'Umar, dan Bilal ra, mereka
melihat semisal dengan apa yang dilihat oleh 'Abdullah bin Zaid.
Imam al-Haramain dalam kitab an-Nihayah dan Ghazali dalam kitab
al-Basith menyatakan bahwa ada sekelompok sahabat, mereka semua
telah melihat seperti itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa
malaikat yang melakukan adzan dan didengar oleh 'Umar dan Bilal ra
adalah Malaikat Jibril. Hadis tersebut dikeluarkan oleh al-Harits
bin Umamah. Dalam Musnadnya, dan yang serupa dengan ini juga yang
dikeluarkan al-Harits bin Abi Umamah dalam Mashadnya, dan Ibn
'Asakir dalam Tarikhnya dari jalan Muliammad bin al-Munkadir [23]
ia berkata: "Nabi saw masuk ke tempat Abu Bakar ra, beliau melihat
betapa berat sakit Abu Bakar. Beliau keluar dan menemui Aisyah ra
akan memberitahu 'Aisyah tentang sakit Abu Bakar. Tiba-tiba saja
Abu Bakar minta izin untuk masuk. Hal itu membuat Nabi saw takjub,
sebab betapa cepatnya Allah memberikan kesembuhan kepadanya. Abu
Bakar berkata, "Hal itu terjadi saat engkau keluar kemudian aku
terserang kantuk, kemudian Jibril mendatangiku. Ia memasukkan obat
melalui hidungku, selanjutnya aku bangkit dan aku merasa telah
sembuh." Bisa saja mengantuknya itu adalah mengantuknya hal, bukan
mengantuknya tidur.Ahli neorology Page 30
Thabrani dalam kitab al-Mu'jamui Kabir, Abu Na'im dalam kitab
al-Ma'rifat mengeluarkan suatu riwayat dari Saham bin Khubaish, dia
adalah orang yang menyaksikan terbunuhnya 'Utsman bin 'Affan, ia
berkata: "Ketika waktu beranjak sore aku bertanya, "Bagaimana
kalian meninggalkan sahabat kalian sampai esok pagi? Buatkanlah
sesuatu yang mirip dengannya. Kemudian bergegaslah kalian
membawanya ke Baqi' al-Gharqad." Lalu kami bersiap-siap
membuatkannya tandu karena bahaya gelapnya malam. Kemudian kami
membawanya. Lalu, kami didatangi oleh sekelompok orang dari arah
belakang, kemudian kami berhamburan hampirhampir kami
meninggalkannya sendirian, tiba-tiba ada suara yang berseru,
"Janganlah kalian takut, tetaplah kalian, sungguh kami datang untuk
menyaksikannya bersama kalian." Adalah Ibn Khabish berkata, "Demi
Allah, mereka itu adalah para malaikat." Abu Na'im bin Hamad [24]
dalam kitab al-Fitan mengeluarkan suatu riwayat dari Muhammad bin
Sabur dari Nu'manbin al-Mundzir, dari 'Auf bin Malik, ia
mengatakan; "Kami memasuki wilayah Romawi pada Perang Zharanah.
Kami turun di suatu padang rumput kemudian aku menalikan
tunggangan-tunggangan sahabatku, dan aku memperlambatnya.
Selanjutnya, sahabat-sahabatku bergegas memberi tunggangan mereka
makanan, pada saat demikian itu tiba-tiba aku mendengar suara
mengucap, Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuhu. Aku
menoleh, di sana aku melihat seorang laki-laki memakai pakaian
berwarna putih. Aku menjawab, Wa 'alaikas salam warahmatullahi wa
barakatuhu. Orang tersebut berkat