Top Banner
AGUSTUS 2016 INFO DESA 03 BUM Desa: MOTOR EKONOMI DESA? INFO DESA Membangun Indonesia dari Pinggiran 03 AGUSTUS 2016
47

AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

May 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

AGU

STUS 2016

INF

O D

ES

A

03

BUM Desa: MOTOR EKONOMI DESA?

INFO DESAMembangun Indonesia dari Pinggiran

03 AGUSTUS2016

Page 2: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan
Page 3: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Surat Redaksi

Dr. Ir. H. M. Nurdin, MT Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi

Pembaca budiman,

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memiliki komitmen kuat untuk menjadikan desa dan daerah-daerah pinggiran semakin maju dan berkembang. Hal itu diwujudkan melalui program Dana Desa, sebuah pro-gram pemberdayaan untuk menjadikan masyarakat desa berdaya dan mandiri.

Dari sisi anggaran, jumlah Dana Desa yang diberikan pemerintah terus bertam-bah dari tahun ke tahun. Hal tersebut-tercermin dalam Road Map Dana Desa 2015-2019 dari Kementerian Keuangan. Harapannya, dengan bertambahnya jumlah dana tersebut, masyarakat dapat menyusun program-program prioritas sehingga penggunaan Dana Desa ses-uai kebutuhan di tiap-tiap desa semakin maksimal.

Sebagai pelaksana teknis program terse-but, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menetapkan tiga prioritas penggunaan Dana Desa berdasarkan Permendesa No 21/2015.

Prioritas pertama, penggunaan Dana Desa untuk membangun infrastruktur di desa, seperti jalan, irigasi, jembatan sederhana, dan talud.

Prioritas kedua, penggunaan Dana Desa untuk membangun fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, seperti Pos-yandu dan PAUD, serta memberdayakan masyarakat desa sebagai prioritas ketiga.

Dalam program pemberdayaan tersebut, Dana Desa bisa dimanfaatkan untuk pe-ngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center).

Itulah tema liputan utama yang kami sajikan pada edisi Agustus, bertepatan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke-71. Pada setiap HUT Ke-merdekaan, saya selalu teringat pada petikan kata-kata Presiden RI pertama Soekarno dalam buku Bung Karno: Pe-nyambung Lidah Rakyat Indonesia. Kata Sukarno, “Engkau tahu apa artinya Indonesia? Indonesia adalah pohon yang kuat dan indah itu. Indonesia adalah la-ngit yang biru dan terang itu. Indonesia adalah mega putih yang bergerak pelan itu. Ia adalah udara yang hangat.”

Saya pun berharap desa-desa di seluruh Indonesia dapat menjadi pohon yang kuat yang tegak berdiri menopang ke-hidupannya secara mandiri.

Selain liputan utama, kami juga menyu-guhkan hasil riset yang dilakukan Bali-latfo tentang BUM Desa, profil tokoh, potret transmigrasi, hingga gambaran tentang desa maju di Indonesia, serta info-info menarik lainnya.

Akhir kata, selamat membaca edisi kali ini. Untuk kritik dan saran perbaikan majalah ini dapat disampaikan melalui email: [email protected] l

Agustus, 2016 Info Desa 3

Page 4: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

PENERBIT Pusat Data dan Informasi

Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (BALILATFO)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

PENASIHAT Eko Putro SandjojoMenteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

PEMIMPIN UMUM

H. M. NurdinKepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi

WAKIL PEMIMPIN UMUM

Ahmad ImanStaf Khusus Bidang Media

PEMIMPIN REDAKSI

HelmiatiKepala Pusat Data dan Informasi

TIM REDAKSI

Jajang Abdullah (Sekretaris Balilatfo)Leroy Sami Uguy (Kepala Puslitbang)Anto Pribadi (Kepala Puslatmas)Suparman (Kepala Pusdiklat)

SEKRETARIAT REDAKSI

Elly SarikitKabid. PDT dan Transmigrasi

Aditya Hendra KrisnaKabid. Pengembangan Sistem Informasi dan Sumberdaya Informatika

RusmanStaf Bidang Media

Ria FajariantiKasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data PDT dan Transmigrasi

Anton Tri SusiloKasubbid. Penyajian Informasi PDT dan Transmigrasi

Ichsan Nur AhadiKasubbid. Pengumpulan dan Pengolahan Data Desa

Nur HaryadiKasubbid. Penyajian Informasi Desa

Hardiman WahyudiKasubbid. Sumber Daya Informatika

Wuwuh SarwoajiKasubbag. Tata Usaha

Alfandi PramandaruPenyusun Bahan Data dan Informasi

ALAMATPusat Data dan Informasi (Pusdatin)Badan Penelitian dan Pengembangan,Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balitlafo).Kementerian Desa, Pembangunan DaerahTertinggal dan TransmigrasiJalan TMP Kalibata No 17Jakarta Selatan 12750Telp : 021 – 7900039Fax : 021 - 7900030

Daftar Isi

BUM Desa, Jalan Menuju Kesejahteraan Masyarakat Desa

10h.

Liputan Utama

Desa Maju 36-41h.

Desa Wisata, Desa Penglipuran Bali:Maju Bersama Nenek Moyang

Desa Sentra Kerajinan, Desa Celuk Bali:Buah Karya Desa yang Mendunia

Sistem Pertanian Terintegrasi Bali:Pulau Dewata Memajukan Desa lewat Simantri

32h.

Sistem Informasi Desa ala Kertamalip

Tokoh

Batik Talunombo, Batik dari Lereng Sumbing

Karya

56h.

RalatPada rubrik Lingkungan halaman 54 Majalah Info Desa edisi 02, Juni 2016, terdapat kekeliruan penulisan lembaga Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) Bengkulu, yang dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan dan Informasi (Balilatfo).

Seharusnya tertulis, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknik Produksi Bengkulu, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balitlafo).

Demikian ralat yang dapat kami sampaikan. Terima kasih.

Tim Redaksi

Lombok TengahLunang-Silaut

Transmigrasi

48-51h.

4 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 5

Page 5: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Peristiwa Peristiwa

Kementerian Desa, Pem-bangunan Daerah Ter-tinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus menggenjot percepatan

ekonomi desa dengan aktif memperke-nalkan aplikasi Desa Online. Aplikasi tersebut bertujuan memperkenalkan po-tensi desa kepada dunia luar.

Kepala Badan Penelitian dan Pengem-bangan, Pendidikan dan Pelatihan,

dan Informasi (Balilatfo) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Terting-gal, dan Transmigrasi, M. Nurdin me-ngatakan aplikasi Desa Online akan mampu mempercepat desa memba-ngun. Segala informasi tentang desa ada di dalamnya. “Tidak hanya soal proses pembangunan desa, hingga potensi desa, produk unggulan desa bisa dipromosikan melalui internet,” ujarnya dalam keterangan resmi, pada 1 Agustus 2016.

Untuk itu, ujarnya, Kemendesa akan bergerak cepat untuk terus melakukan pelatihan kepada pengguna di dae-rah. Pada tahun ini, Kemendesa akan melatih 200 perwakilan desa. “Belum lama ini di Balikpapan, Kalimantan Timur. Selanjutnya di Makassar, NTT dan Jawa Barat hingga Papua,” tam-bahnya.

Melalui aplikasi desa berbasis web ini, jelas Nurdin, desa-desa di Indonesia tak lagi terisolasi dan akan lebih melek teknologi. “Sudah ada akses informasi untuk memperkenalkan potensi desa secara cepat sampai ke desa lainnya hingga seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Di masa mendatang, ujarnya, aplikasi Desa Online ini akan mempermudah in-formasi apapun, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) bisa disampaikan kepada ma-syarakat desa dan terdokumentasi dengan baik.

Kemendesa PDTT menargetkan dapat membangun jaringan desa secara online yang rampung pada 2019. Pada tahun ini Kemendesa menargetkan sekitar 20.000 hingga 30.000 Desa Online. l

Menteri Desa, Pemban-gunan Daerah Terting-gal dan Transmigrasi (Mendesa PDTT), Eko Putro Sandjojo berkun-

jung ke kantor PT PP (Persero) Tbk di Jakarta, pada 3 Agustus 2016. Dalam kunjungan tersebut, Eko mengajak PT PP untuk berpartisipasi membangun desa melalui program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).

“Untuk mensukseskan pembangunan desa kita membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Kita harap, dukungan CSR dari PT PP (Pembangunan Pe-rumahan) dapat bersama-sama diman-faatkan untuk pembangunan desa,” ujar Eko.

Eko juga mendorong alokasi program CSR diutamakan untuk desa dengan kategori tertinggal. Program bisa dalam bentuk pemenuhan kebutuhan

infrastruktur desa seperti jalan, jem-batan ataupun irigasi. “Dari diskusi kita, PP sudah bersedia membantu kita (pembangunan desa) melalui CSR-nya. Tinggal bagaimana kita bersama-sama merealisasikannya,” ujarnya.

Direktur Bisnis, Riset dan Teknologi PT PP (Persero) Tbk, Lukman Hidayat membenarkan hal tersebut. Dalam hal ini, PT PP (Persero) Tbk akan meng-alokasikan program CSR untuk desa

terutama desa tertinggal yang berada di sekitar wilayah garapan perusa-haan.

“Kita akan alokasikan CSR murni un-tuk kepentingan desa. Bantuan akan kita sesuaikan dengan kebutuhan desa. Misalnya untuk daerah kering, akan kita buatkan pompa air, atau yang butuh irigasi kita berikan irigasi,” ujarnya. l

Kemendesa PDTT Gelar Pelatihan Desa Online

Mendesa Eko Ajak Bangun Desa Lewat CSR

Pengurus Nasional Wahana Masyarakat Tani dan Ne-layan Indonesia (WAMTI) mengunjungi kantor Ke-menterian Desa, Pemba-

ngunan Daerah Tertinggal dan Transmi-grasi, pada 29 Juli 2016. Saat menerima kunjungan tersebut, Mendesa PDTT, Eko Putro Sandjojo, mengajak WAMTI untuk saling tukar informasi tentang masalah dan potensi di desa.

“Kementerian ini tidak akan bisa ber-jalan maksimal tanpa bantuan dari teman-teman. Karena kita memiliki keterbatasan tenaga dan informasi. Jangan sampai desa yang tidak mem-butuhkan irigasi kita berikan irigasi. Nah kita tidak akan tahu kalau tidak ada yang menginformasikan,” ujar Eko.

Terkait hal tersebut, Dirjen Pemba-ngunan dan Pemberdayaan Masyara-kat Desa (PPMD) Ahmad Erani Yustika menjelaskan, upaya untuk menjadikan desa sebagai basis bisnis, demi kesejah-

teraan masyarakat desa. Menurutnya, hal tersebut dikenal dengan program lumbung ekonomi desa. “Jadi desa ha-rus menjadi lokus bagi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesejahteraann-ya,” terangnya.

Sementara itu, Ketua WAMTI, Agus-din Pulungan mengapresiasi dan mengaku tertarik dengan program BUM Desa yang digalakkan oleh Ke-mendes PDTT. Menurutnya, misi BUM Desa senada dengan misi WAM-TI yang mencoba mengembangkan bisnis yang mampu berkembang di desa. l

Kemendesa Gandeng WAMTI Gali Potensi Desa

6 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 7

Page 6: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Ajak Kampus Bangun Desa, Kemendesa PDTT Bentuk Pertides

Forum Perguruan Tinggi un-tuk Desa (Pertides) dan Kementerian Desa, Pem-bangunan Daerah Terting-gal dan Transmigrasi (Ke-

mendesa PDTT) sepakat untuk bersinergi membangun desa. Sekjen Kemendesa PDTT, Anwar Sanusi mengatakan, forum Pertides menjadi wadah untuk meng-umpulkan pemikiran multidimensi lin-tas perguruan tinggi bagi kemajuan dan pembangunan desa.

Menurutnya, dibentuknya Pertides adalah untuk membantu menyelesai-kan permasalahan masyarakat desa. “Permasalahan masyarakat desa be-ragam, meliputi penerapan teknologi tepat guna, pemberdayaan sumber daya manusia desa, peningkatan keber-dayaan manusia di desa, pemberdayaan pemerintah desa dan BUM Desa (Badan

Usaha Milik Desa), dan pembangunan infrastruktur desa,” ujarnya.

Dibentuknya Forum Pertides se-suai dengan Keputusan Menteri Desa PDTT No 51 Tahun 2016 tentang Pem-bentukan Forum Perguruan Ting-gi untuk Desa, dimaksudkan untuk memberikan dukungan pemikiran dan gagasan dalam rangka memecahkan permasalahan dalam pelaksanaan Un-dang-Undang No 6 Tahun 2014 ten-tang Desa.

Sanusi berharap, para peneliti dari ber-bagai perguruan tinggi tersebut dapat se-cara independen menuangkan pemikiran dalam upaya mendorong percepatan pembangunan desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. “Perguruan tinggi ada-lah institusi netral dan objektif. Di sisi lain, desa memiliki potensi yang luar bia-

sa. Namun perlu ada yang mengawal dan mendampingi, nah di sinilah peran per-guruan tinggi dimunculkan,” terangnya.

Terkait hal tersebut Sanusi menjelas-kan, ada dua titik peran perguruan tinggi. Pertama dari aspek regulasi, yakni membantu dalam penyusunan ke-bijakan yang baik dan dipastikan bisa diimplementasikan. Kedua, adanya sumber daya manusia andal yang meng-hasilkan teknologi yang bisa diterapkan di perdesaan.

Sanusi melanjutkan, perguruan tinggi memiliki riset yang baik. Dari riset terse-but, perguruan tinggi dapat memberikan masukan untuk penguatan substansi pembangunan dan pemberdayaan desa. Misalnya hal-hal terkait inovasi, pene-rapan teknologi tepat guna yang sudah dilakukan melalui riset-riset. l

Menumbuhkan inisiatif lokal dari setiap desa supaya desa mampu mandiri secara berke-lanjutan membutuhkan

terobosan kreatif yang memadukan paradigma pembangunan kombinasi, dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas sehingga masyarakat desa bisa berkreasi dalam menemukenali potensi yang dimiliki di masing-masing desa.

Hal itu disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo yang dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Ke-menterian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Anwar Sa-nusi, dalam Kolokium Internasional ber-tajuk Knowledge Sharing in Enhancing Local Initiatives to Promote Local Eco-nomic Development in Indonesia yang diselenggarakan Puslitbang Balilatfo Kementerian Desa, Pembangunan Dae-rah Tertinggal dan Transmigrasi bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappe-nas, dan Australian Aid Knowledge Sec-tor Initiative, di Jakarta, pada Rabu, 10 Agustus 2016.

“Inisiatif-inisiatif lokal dari setiap desa memiliki peran penting dalam menum-buhkan kembali spirit membangun desa

sehingga di masa depan desa mampu menjadi ikon penting pembangunan In-donesia,” katanya.

Sanusi mengatakan, desa sebagai entitas bisa berkembang jika wilayahnya juga berkembang. Saat ini terdapat 74.754 desa dengan karakteristik yang berbe-da-beda dan kehidupan masyarakat di-dominasi sektor pertanian. Oleh karena itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memberikan perhatian penuh pada pe-ngembangan kawasan perdesaan supaya bisa tumbuh dan berkembang. “Mu-dah-mudahan kombinasi pembangunan desa dan pembangunan kawasan per-desaan saling melengkapi, bukan saling menggantikan,” ujarnya.

President of Korean Saemaul Undong Center So Jin Kwang menuturkan, metode Saemaul Undong atau gerakan desa membangun yang diterapkan pada pertengahan 1970-an telah membuat pembangunan desa di Korea efisien dan efektif, serta mampu meningkatkan

kapasitas masyarakat desa. “Semua ke-menterian di Korea mendukung sistem ini diterapkan di desa-desa di Korea dan dalam prakteknya pemerintah tidak ikut campur tangan dalam pengambilan ke-putusan di tingkat desa, melainkan ma-syarakat desa sendiri yang mengambil keputusan, dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka,” tutur Kwang.

Okuyama Akira dari JICA menilai, ini-siatif lokal memberikan dampak positif bagi pembangunan di desa. “Inisiatif lokal yang muncul di desa akan mening-katkan semangat kemandirian dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat tanpa tergantung dari pihak luar,” ujarnya.

Mantan Bupati Wakatobi Hugua me-ngatakan, inisiatif yang dikembangkan masyarakat memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat. Dia mencontoh-kan tentang beberapa inisiatif lokal yang dikembangkan di Wakatobi, di antaranya Wa Rika, inisiatif swadaya dan partisipa-tif yang telah menyelamatkan masyara-kat dari kolera; La Meno Inisiator berupa penanaman pohon di atas lahan keluarga seluas 10 hekterae, dan Hamid Inisiator, pembangunan pemecah ombak untuk melindungi Kampung Longa dari abrasi air laut.

“Tujuan pembangunan daerah adalah mencapai kesejahteraan masyarakat, membangun manusia, karakter, dan per-adaban,” ujarnya.

Prof Emil Salim mengatakan, pemba-ngunan perdesaan penting, bukan saja untuk pemerintah namun terlebih un-tuk masyarakat desa. Oleh karena itu, Kementerian Desa, Pembangunan Dae-rah Tertinggal dan Transmigrasi harus membangun desa menjadi desa, bukan membangun desa menjadi kota. “Pen-dekatan pembangunan desa diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pen-didikan, kesehatan, sarana dasar sampai ke ujung desa, sehingga perencanaan pembangunan desa terintegrasikan de-ngan pembangunan nasional,” ujarnya. l

Peristiwa Peristiwa

Inisiatif-inisiatif lokal dari setiap desa memiliki peran penting dalam menumbuhkan kembali spirit membangun desa.

Desa, Ikon Penting Pembangunan Nasional

8 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 9

Page 7: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan Utama

Tugas yang diamanatkan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmi-

grasi yang baru, Eko Putro Sandjojo tidak ringan. Kepada Menteri Eko, Presiden Jokowi meminta agar pem-bangunan perdesaan dipercepat, sa-lah satunya melalui pemberdayaan ekonomi desa.

Diberi amanat tersebut, Menteri Eko bergerak cepat. Dia telah menyiapkan sejumlah program, satu di antaran-ya adalah mendorong pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Menurut dia, alasan pembentukan BUM Desa memiliki nilai strategis di mana nantinya desa akan memiliki saluran untuk penyaluran kredit usaha rakyat. “Desa-desa rencananya kami dorong untuk membentuk BUM Desa. Nanti saya akan channelling BUM Desa dengan stakeholder usaha lainnya, mi-salnya BUMN atau swasta. Kita bisa ajak bank BUMN, jadi mungkin dia alokasikan Rp 100 atau Rp 200 miliar sebagai capital atau equity. BPR bisa menyalurkan dana kredit usaha rakyat (KUR) yang nilainya bisa mencapai pu-luhan miliar,” ujarnya.

Eko mengatakan, dana desa yang di-kucurkan pemerintah sebagian bisa di-gunakan untuk mengembangkan unit us-aha melalui BUM Desa. Salah satu yang akan didorong adalah sarana penge-lolaan pasca panen dan tempat penyedia sarana produksi.

Dari hasil kunjungannya ke desa-desa di Jawa Tengah, Eko menilai, satu desa bisa memiliki beragam komoditas per-tanian dan tidak ada yang menjadi ung-gulan. Akibatnya, jalur distribusi untuk sarana produksi jadi panjang. Selain itu, dia menyebutkan, jalur penjualan pas-ca panen panjang lantaran hasil panen sedikit. Akibatnya, tidak ada investor yang mau membuat sarana pasca panen. Karena itu, distribusi hasil panen harus melalui tahap yang panjang, misalnya melalui pengumpul ke pengumpul lebih besar, baru ke sarana pasca panen yang lebih besar.

Untuk memperbaiki sarana distribusi, Eko mengaku sudah menyiapkan pro-gram untuk membentuk desa unggulan. Rencananya, dia menunjuk desa-desa yang berada di satu wilayah berdekatan untuk berkonsentrasi terhadap satu ko-moditas unggulan. “Misalnya beberapa desa konsentrasinya beras saja, jagung saja, atau tebu saja,” ujarnya.

Jika sudah terbentuk pola seperti itu, Eko berencana mengajak investor be-kerja sama dengan BUM Desa untuk membangun sarana pasca-panen agar rantai distribusi dipangkas dan harga panen lebih murah. Jika sukses, deviden yang didapat suatu saat bisa mencukupi kebutuhan desa. “Kalau deviden cukup, suatu saat desa bisa mandiri. Tidak perlu disuntik (dana) pemerintah,” ucapnya.

Pembentukan BUM Desa merupakan sa-lah satu prioritas penggunaan dana desa. Sesuai Permendesa No. 21/2015 tentang

BUM Desa memiliki nilai strategis dalam memberdayakan ekonomi desa. Membuat wajah Indonesia lebih bermartabat dalam jangka panjang.

Liputan Utama

BUM Desa, Jalan Menuju Kesejahteraan Masyarakat Desa

10 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 11

Page 8: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan UtamaLiputan Utama

penetapan prioritas penggunaan Dana Desa 2016, salah satu prinsip penggu-naan dana desa adalah mendahulukan kepentingan desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan, dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat desa. Oleh karena itu, prioritas pertama penggunaan dana desa, yaitu membangun infrastuktur an-tara lain jalan, irigasi, jembatan seder-hana, dan talud. Bidang kesehatan dan pendidikan juga perlu diprioritaskan, di antaranya Posyandu dan PAUD. Setelah itu, dana desa dapat digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa, seperti pengembangan Badan Usaha Miliki Desa (BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center).

BermartabatDirjen Pembangunan dan Pemberda-yaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemberdayaan ekonomi desa menjadi program prioritas Ke-menterian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. “Pemba-ngunan dan pemberdayaan ekonomi desa menjadi prioritas tertinggi yang harus mendapat perhatian pemerintah jika kita mengharapkan wajah Indonesia menjadi lebih bermartabat dalam jang-ka panjang,” katanya. Yustika menilai, BUM Desa merupakan instrumen yang mampu menjaga keseimbangan antara kegiatan ekonomi sektor privat yang dilakukan masyarakat dan koperasi serta adanya keterlibatan negara.

“Peran BUM Desa sebetulnya hampir sama dengan BUMN dan BUMD di mana terdapat mandat bahwa kegiatan-kegi-atan yang dilakukan masuk dalam sektor strategis, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, industri pengolahan, iuran simpan pinjam, jaringan distribusi dan pelayanan publik mendasar seperti peng-adaan listrik, air bersih, dan sebagainya,” terang Yustika.

Yustika menambahkan, kontribusi dana desa terhadap penyerapan tenaga ker-ja di bidang pembangunan infrastruk-tur bisa mencapai 1,8 juta orang dan di bidang pengembangan ekonomi sebesar 457.280 orang sehingga total tenaga ker-ja yang terserap mencapai 2,3 juta jiwa. Sementara itu, kontribusi dana desa ter-hadap pertumbuhan perekonomian In-donesia sebesar 0,041 persen, sehingga masyarakat perlu mengawasi secara ber-sama penggunaan dana desa agar tepat sasaran. “Dengan demikian, letak pen-ting dari program dana desa bukan dari besarnya jumlah dana yang diterima ma-syarakat, tetapi dalam penggunaannya terdapat proses partisipasi masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai kegiatan monitoring,” ujarnya. “Itu yang lebih berharga. Ada semangat dari warga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat musy-awarah desa tentang pembangunan desa termasuk dalam hal pembiayaan pemba-ngunan yang akan dilakukan.”

Desa mandiriKetua Komisi V DPR Fary Djemi Fran-cis berharap, program dana desa dapat membuat masyarakat desa menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung dari pihak luar. “Dana desa ini kan sifatnya stimu-lan, yang suatu waktu kita akan arahkan

bahwa desa itu benar-benar mandiri dan bisa memiliki sumber dana sendiri,” tu-turnya.

Menurut dia, desa-desa yang sudah me-nerapkan dengan benar program dana desa antara lain di daerah Belu, NTT, dan Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Di Desa Martajasah, Kabupaten Bangkalan, misalnya, Francis mengatakan, warga di desa tersebut menggunakan dana desa untuk membangun sarana dan prasara-na Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan perbaikan jalan desa. “Program dana desa diharapkan mampu menuntaskan kemiskinan sampai ke akarnya,” ujarnya.

Pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebagai pelaksana teknis program dana desa memang berkomit-men untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Dalam Road Map Dana Desa dari Kementerian Keuangan, jumlah dana desa yang dikucurkan pemerintah terus bertambah. Pada 2019, jumlah Dana Desa mencapai Rp 111,8 triliun yang diperuntukkan bagi 74.754 di mana masing-masing desa akan mendapatkan Rp 1,5 miliar.

Pemerintah juga mendukung percepa-tan pembangunan di Papua Barat dan Papua. Kepala Badan Penelitian dan Pe-ngembangan, Pendidikan dan Pelatihan

dan Informasi, Kemendesa PDTT, M. Nurdin mengatakan, percepatan pemba-ngunan Papua dan Papua Barat menjadi prioritas pembangunan nasional sejak diterbitkannya UU 21/2001 tentang Oto-nomi Khusus Papua dan telah tersirat da-lam RPJMN sejak 2005 hingga saat ini.

“Dukungan anggaran terus meningkat baik APBN dan dana Otsus yang setiap tahunnya terus meningkat. Demikian pula dukungan dana desa pada 2016 un-tuk Papua sebesar Rp 3,385 triliun un-tuk 5.419 kampung dan Papua Barat Rp 1,074 triliun untuk 1.744 kampung,” ujar M. Nurdin.

Ketua Pokja Papua Judith Dipodiputro mengatakan, Gerakan Papua Bekerja dan Unggul menjadi frame besar untuk membangun Papua ke depan. Gerakan tersebut dirumuskan salah satunya da-lam program “Tong Maju”. Program-pro-gram dalam Tong Maju adalah Tele Health, Tele Education, Tele Public Ser-vice, dan Tele Medicine.

“Tong Maju adalah optimalisasi pe-manfaatan teknologi komunikasi, data, teknologi digital dan analog sebagai sa-rana komunikasi antara kampung de-ngan seluruh pemangku kepentingann-ya dalam upaya memenuhi kebutuhan akses komunikasi keluar/masuk desa, memenuhi janji kehadiran Negara, akses pelaksanaan pelayanan publik, akses pendidikan bermutu, akses pe-layanan kesehatan, akses pada peluang usaha, dan akses peluang kerja,” kata-nya.

Selain itu, Judith melanjutkan, Tong Maju menyambungkan kampung ke per-ekonomian daerah dan, yang lebih utama lagi, akses ke pendidikan yang bermutu. Tong Maju diharapkan mempercepat alih pengetahuan dan pengalaman antar pendidik, perbaikan dan penyesuaian kurikulum, akses ke teknologi, identifika-si dan pendampingan murid berprestasi, memformulasi usulan pola ideal bagi sekolah di pedalaman, serta memotiva-si sekolah dan murid, serta akses desa

ke perekonomian nasional. Melengkapi program Tong Maju adalah program Ru-mah Anak Harapan dan Rumah Sehat Sejahtera.

“Jadikan dana desa sebagai matching fund, yang mengkaitkan dana ini un-tuk melengkapi program pemerintah pusat agar jaringan jalan, listrik, iri-gasi, dan lain-lain sampai ke desa berkat permbiayaan pembangunan infrastruktur. Pemerintah juga perlu membangun infrastruktur jalan yang menghubungkan masyarakat dengan akses pasar,” kata Prof Emil Salim da-lam Kolokium Internasional bertajuk Knowledge Sharing in Enhancing Lo-cal Initiatives to Promote Local Eco-nomic Development in Indonesia yang diselenggarakan Puslitbang Balilatfo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigra-si bekerja sama dengan Kementerian PPN/Bappenas, dan Australian Aid Knowledge Sector Initiative, di Jakar-ta, pada Rabu, 10 Agustus 2016. l

12 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 13

Page 9: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan Utama Liputan Utama

BUM Desa untuk Kemakmuran Desa

EKO PUTRO SANDJOJOMenteri Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Menggantikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar dalam reshuffle

Kabinet Kerja Jilid II, Eko Putro Sandjo-jo langsung dihadapkan pada tanggung jawab yang tak ringan. Politisi Partai Ke-bangkitan Bangsa (PKB) ini mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo un-tuk mempercepat pembangunan desa melalui pemberdayaan ekonomi desa. “Pada dasarnya, bagaimana memberdaya-kan ekonomi desa lebih berkembang,” kata Eko saat ditemui Tim Info Desa di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kalibata, Jakarta. Presiden, ujar Eko, memintanya untuk segera mematangkan konsep maupun program dan berkoordi-nasi dengan kementerian terkait.

Ia memang telah menyiapkan program yang bisa menyerap tenaga kerja di desa. Selain itu, Eko akan mendorong lagi pembentukan Badan Usaha Milik Desa agar semakin banyak. Alasannya ada-lah karena uang akan dimasukkan ke

BUM Desa, sehingga nantinya desa akan memiliki saluran untuk penyaluran kre-dit usaha rakyat.

“Kami juga akan memfasilitasi adanya sarana pasca panen, sesuai dengan ke-butuhan desa,” ujarnya. Meski begitu, Eko mengakui, untuk menuju ke sana, masih akan ada hal-hal yang harus di-perbaiki. Hal-hal itu seperti sumber daya manusia serta koordinasi dengan kementerian terkait, yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN. Mengenai pesan dari Marwan Jafar seba-gai menteri sebelumnya, Eko mengata-kan Marwan berpesan agar apa yang sudah ada dipertahankan dan ditingkat-kan. “Saya akan meneruskan policy yang sudah dibuat oleh Mas Marwan,” ujar dia. Berikut wawancaranya:

Apa yang menjadi fokus utama program Kemendesa PDTT selanjutnya?Prinsipnya saya minta tolong dibantu bahwa desa kita itu kan macam-macam, ada desa yang masih tertinggal, ada desa

14 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 15

Page 10: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan UtamaLiputan Utama

jalur penjualan pasca-panen panjang lan-taran hasil panen sedikit. Akibatnya, tidak ada investor yang mau membuat sarana pasca-panen. Karena itu, distribusi hasil panen harus melalui tahap yang panjang, misalnya melalui pengumpul ke pengum-pul lebih besar, baru ke sarana pasca-pa-nen yang lebih besar.

Apa solusi yang Anda tawarkan?Untuk memperbaiki sarana distribusi itu, kita sudah menyiapkan program untuk membentuk desa unggulan. Ren-cananya desa-desa yang berada di satu wilayah berdekatan untuk berkonsen-trasi terhadap satu komoditas unggulan. Misalnya beberapa desa konsentrasinya beras saja, jagung saja, atau tebu saja. Jika sudah terbentuk pola seperti itu, kita akan mengajak investor bekerja sama dengan BUMDes untuk memba-ngun sarana pasca-panen agar rantai distribusi dipangkas dan harga panen lebih murah. Jika sukses, deviden yang didapat suatu saat bisa mencukupi ke-butuhan desa. Kalau deviden cukup, suatu saat desa bisa mandiri. Tidak per-lu disuntik (dana) pemerintah. Dengan modal yang lebih murah dengan harga jual yang lebih tinggi, income petani akan bisa lebih besar.

Kendalanya bagaimana?Problemnya, selain masalah finansial, di desa itu juga ada masalah sumber daya manusia. Mereka belum siap untuk running. Dengan mengajak pihak keti-ga masuk, nanti orang desa bisa belajar menajemennya. Itu juga yang akan men-jadi fokus utamanya. Kita perlu libatkan semua komponen di daerah, mulai dari kepala desa, camat, bupati, dan guber-nur, kita akan road show ke daerah un-tuk men-support program ini.

Anda juga menggagas adanya komoditas sampingan untuk desa. Bisa dijelaskan?Selain ada komoditas unggulan, nanti ada komoditas sampingannya juga, tapi

tidak mengganggu komoditas unggulan lainnya. Misalnya dengan banyak ber-as itu kita bisa bikin peternakan ayam, karena kan di situ ada gabahnya, ada sekamnya, jadi itu kan bisa lebih murah, nanti kotorannya kita bikin pupuk, kita bikin tempat pemotongan ayamnya. Kita juga bisa bikin peternakan sapi. Itulah antara lain terobosan yang akan saya kembangkan.

Bagaimana koordinasi dengan kementerian terkait?Kita berkoordinasi dengan kementerian terkait karena kita tak bisa lepas dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM, maupun Kemen-terian BUMN. Saya sudah lobi satu persatu dan ke semua kementerian. Semua piak sangat mendukung terma-suk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jadi, kata Presi-den, tetap dilaksanakan saja, tetapi juga dipercepat.

Setiap desa tentu memiliki persoalan berbeda. Apa langkah Anda agar aspirasi mereka bisa diserap?

Masing-masing desa memiliki perma-salahan dan kebutuhan yang berbeda. Untuk itu, kita memaksimalkan peran kepala daerah untuk memberikan ma-sukan program kepada kementerian. Persoalan utama adalah bagaimana kita mengetahui kebutuhan desa. Jangan sampai desa butuh ‘A’ kita berikan ‘C’. Tapi ada lebih dari 74 ribu desa, tidak mungkin kita pantau sendiri semua. Makanya kita berdayakan kepala daerah. Hal yang akan terus kita gali adalah me-ngetahui aspirasi masyarakat desa. Ka-rena sistem yang digunakan sekarang adalah mengumpulkan aspirasi dari bawah, sehingga peran pemerintah ada-lah memfasilitasi. Gubernur dan bupati juga tidak bisa kita gurui. Kita harus be-kerja sama, tidak serta merta memberi-kan perintah.

Apa target Anda?Paling tidak yang sudah ada di APBN 2016 itu penyerapannya masih dikawal. Presiden juga mengingatkan agar dana desa benar-benar dipakai dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Untuk mencegah terjadinya inefisiensi maupun kelambatan, Presiden juga mengingat-kan agar implementasi sistem dan tek-nologi informasi untuk desa juga segera dipercepat. l

yang sarananya sudah cukup. Jadi priori-tas Kementerian untuk desa-desa yang tertinggal pasti kita akan lengkapi sarana basic desa supaya tidak makin tertinggal. Untuk desa-desa yang tak tertinggal agar dana desa tidak hanya dipakai terus ha-bis, kita akan push untuk pembentukan pemberdayaan ekonomi desa.

Format pemberdayaannya seperti apa?Pemberdayaan ekonomi desa itu kita akan bikin badan usaha milik desa (BUM Desa). Dana desa yang dikucurkan pemerintah sebagian bisa digunakan un-tuk mengembangkan unit usaha melalui BUM Desa. Salah satu yang akan di-dorong sarana pengelolaan pasca panen dan tempat penyedia sarana produksi.

Artinya, Dana Desa bisa jadi trigger bagi pembangunan dan pemberdayaan desa?Dana Desa itu fungsinya adalah kita ingin menunjukkan bahwa politik ang-garan kita itu sekarang sudah kita geser bukan lagi hanya menyantuni kepen-tingan wilayah-wilayah tertentu, sek-tor-sektor tertentu, atau orang-orang ter-tentu. Politik anggaran sekarang sudah mengarah kepada wilayah yang memang relevansinya sangat kuat untuk didorong tadi, sekaligus jadi afirmasi bahwa poli-tik fiskal itu ditunjukkan dengan sangat jernih di sini. Nah selebihnya nanti me-reka harus berpikir bahwa di sekitarnya ada banyak sumber daya yang bisa di-manfaatkan.

Bagaimana dengan pengelolaan BUM Desa sendiri?BUM Desa nanti saya akan channel-ling sama stakeholder usaha lainnya, misalnya BUMN ata swasta. Contohn-ya, BUMD di situ bisa bikin unit usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kita bisa ajak Bank BUMN, jadi mungkin dia alokasikan Rp100 atau Rp200 sebagai capital atau equity. BPR bisa meyalurkan dana kredit usaha rakyat (KUR) yang nilainya bisa mencapai puluhan miliar.

Apakah BUMDesa juga mengarah pada optimalisasi sumber daya desa?Untuk BUM Desa, kita ingin mengopti-malisasikan keseluruhan sumber daya yang ada menjadi kegiatan ekonomi. Perannya sebetulnya hampir sama de-ngan BUMN atau BUMD di mana ada mandat bahwa kegiatan ekonomi masuk ke sektor-sektor strategis, persiapan-per-siapan produksi yang penting, kemudian mengelola sumber daya alam.

Ada lima sektor yang seha-rusnya menjadi prioritas, antara lain satu penge-lolaan sumber daya alam, industri pengolahan, iuran simpan pinjam, jaringan distribusi, serta pelayanan publik dan sosial dasar se-perti pengadaan listrik, air bersih, dan seterusnya.

Adakah kaitannya BUM Desa dengan pengembangan bisnis di desa?BUM Desa juga merupa-kan upaya menjadikan desa sebagai basis bisnis, tidak lain adalah demi kesejahteraan masyarakat desa. Hal tersebut dikenal dengan program lumbung ekonomi desa. Jadi desa harus menjadi lokus bagi masyarakat untuk meningkat-kan derajat kesejahteraannya. Desa memiliki beberapa unit kegiatan ekonomi seperti halnya koperasi, dan usaha mikro menengah. BUMDes diharapkan mampu melengkapi beberapa unit kegiatan terse-but. Kami dorong BUM Desa pada isu pe-ngelolaan Sumber Daya Alam, sudah ada unsur pengelolaannya. Jadi tidak hanya sekadar penyediaan bahan baku, berikut dengan pendistribusiannya.

Bagaimana dengan program pengembangan BUM Desa sendiri?

Saya berharap BUMDesa bisa dikem-bangkan dan bisa bekerjasama dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ataupun pihak swasta untuk pengembangannya. Kalau bisa BUMDesa itu dikembangkan dengan KUR ataupun pihak swasta. Saya juga sudah melakukan koordinas dengan kementerian yang lain termasuk dengan Pak Puspayoga (Menteri Koperasi).

BUM Desa yang bisa dikembangkan untuk mendorong hasil perta-

nian salah satunya adalah dengan membikin sa-rana penyimpanan pasca panen. Pertanian salah satu problemnya adalah minimnya sarana pasca panen. Kalau BUM Desa bisa bikin sarana penyim-panan pasca panen, saya yakin bisa membantu produktivitas pertanian.

Terkait dengan pengolahan pascapanen, bagaimana teknisnya?BUMDesa bisa berkerja sama dengan BUMN atau swasta untuk membuat pengolahan pasca panen. Kita juga nanti akan minta perusahaan-perusahaan BUMN atau swasta untuk membuat sarana prasara-

na produksi. Kalau oper-asinya sudah besar, BUMDes

bisa membuat angkutan misalnya. Dengan begitu, dari dana yang sedikit nanti bisa banyak equity yang kita sebar kemana-mana.

Komoditas pertanian di desa juga tidak memiliki produk unggulan.Dari hasil kunjungan saya ke desa-desa di Jawa Tengah, desa bisa memiliki beragam komoditas pertanian dan tidak ada yang menjadi unggulan. Akibatnya, jalur distri-busi untuk sarana produksi jadi panjang. Harga di level petani mahal. Selain itu,

{{Kami

juga akan memfasilitasi

adanya sarana

pascapanen, sesuai dengan

kebutuhan desa.

16 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 17

Page 11: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

“Seberapapun kecilnya kegiatan pembangunan yang dilakukan, ada semangat dari warga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat musyawarah desa.”

Ahmad Erani Yustika, Dir-jen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyara-kat Desa Kementerian Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal dan Transmigrasi me-ngatakan, program dana desa memberi-kan kemajuan berarti bagi kehidupan masyarakat di pedesaan.

Menurut dia, ada dua manfaat kunci yang didapatkan masyarakat desa dari program dana desa. Pertama, masyarakat belajar bahwa sumber kekuatan pembangunan berasal dari dalam desa bukan dari luar. Dengan demikian, letak penting dari pro-gram dana desa bukan dari besarnya jum-lah dana yang diterima masyarakat, tetapi dalam penggunaannya terdapat proses

partisipasi masyarakat, mulai dari peren-canaan, pelaksanaan, sampai kegiatan mo-nitoring. “Itu yang lebih berharga, karena sebelumnya soal partisipasi masyarakat desa sama sekali tidak ada,” katanya.

Kedua, lanjut Yustika, masyarakat desa bisa memanfaatkan sumber-sumber vital pen-danaan dana desa untuk kebutuhan pemba-ngunan di desa, seperti membangun jalan dan irigasi, membuat jamban, dan sebagai-nya, termasuk dalam pembiayaan pendam-ping desa. “Seberapapun kecilnya kegiatan pembangunan yang dilakukan, ada sema-ngat dari warga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat musy-awarah desa tentang pembangunan terma-suk dalam hal pembiayaan pembangunan yang akan dilakukan,” ujarnya.

Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Fran-cis menilai, program pembangunan perdesaan saat ini dibandingkan peri-ode sebelumnya memiliki perbedaan signifikan. “Saya kira penjelasan Pak

Walau Kecil, Partisipasi Masyarakat Desa Penting

Liputan Utama

18 Info Desa Agustus, 2016

Page 12: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan Utama

Menteri (waktu itu Menteri Marwan Ja-far-red) mengacu kepada amanat UU No. 6 tahun 2014 tentang pembangunan desa amat jelas, bahwa pembangunan perde-saan ditujukan untuk memberdayakan masyarakat desa,” ujarnya.

Dalam hal program dana desa, Francis mengatakan, ada empat poin tentang pen-dekatan pemberdayaan masyarakat desa. Pertama, dalam menjalankan program di desa, masyarakat harus tahu bahwa program itu dilaksanakan untuk apa, ke-giatannya apa, dimana, kapan, dan man-faatnya apa. “Jadi, masyarakat desa harus benar-benar dilibatkan,” katanya.

Kedua, program pembangunan perde-saan itu harus mengutamakan poten-si-potensi apa yang dimiliki oleh desa terkait, bukan produk-produk atau ma-teri-materi yang didatangkan dari luar desa. Francis mencontohkan tentang pembangunan irigasi atau jalan di mana materi yang digunakan harus berasal dari desa.

Ketiga, sumber daya manusia yang mengerjakan proyek pembangunan di perdesaan diupayakan berasal dari desa. Keempat, manfaat sebesar-besarnya pembangunan perdesaan harus dira-sakan dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat desa, bukan untuk kepen-tingan elit atau pihak luar.

Tentang pendamping desa, Francis me-ngatakan, keberadaan pendamping desa

diharapkan mampu memberikan kon-trubusi positif dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. “Pendam-ping desa sebaiknya berasal dari wilayah desa dan bukan dari wilayah desa lain karena mereka yang paham betul dengan karakter dan permasalahan yang ada di desa. Tapi yang terjadi saat ini, beberapa daerah komplain karena mendapatkan pendamping desa dari luar,” ujarnya.

Oleh karena itu, Francis mengatakan, komisi yang dipimpinnya akan memben-tuk Panja Pemanfaatan Dana Desa dan Pendamping Desa. Panja tersebut, kata Francis, diharapkan mampu memberi-kan dukungan penuh terhadap program dana desa. “Panja ini nantinya akan memberikan rekomendasi-rekomenda-si terutama bagaimana mendorong ke-

terlibatan masyarakat dan menyiapkan pendamping desa serta memfasilitasi mereka dengan cara yang benar dan de-ngan pendekatan yang tepat,” ujarnya.

Selain itu, Francis meminta agar Ke-menterian Desa PDTT menemukan atau mencari desa-desa yang telah menerap-kan program dana desa dengan baik se-suai harapan. “Sehingga di kemudian hari, desa tersebut dapat menjadi tempat belajar bagi desa-desa lain di Indonesia,” katanya.

Francis berharap, program dana desa dapat membuat masyarakat desa men-jadi lebih mandiri dan tidak tergantung dari pihak luar. “Dana desa ini kan sifat-nya stimulan, yang suatu waktu kita akan arahkan bahwa desa itu benar-benar mandiri dan bisa memiliki sumber dana sendiri,” tuturnya.

Menurut dia, desa-desa yang sudah me-nerapkan dengan benar program dana desa antara lain di daerah Belu, NTT, dan Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Di Desa Martajasah, Kabupaten Bangkalan, misalnya, Francis mengatakan, warga di desa tersebut menggunakan dana desa untuk membangun sarana dan prasarana Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan perbaikan jalan desa.

“Program dana desa diharapkan mam-pu menuntaskan kemiskinan sampai ke akarnya,” ujarnya. l

Agustus 2016 Info Desa 19

Page 13: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Liputan UtamaLiputan Utama

Rombongan itu datang tanpa memberi kabar sebelumnya. Walhasil, sejumlah perang-kat desa yang ada di Aula Distrik Makbon, Kabupaten

Sorong, Provinsi Papua Barat sontak terkejut. Menjelang akhir Mei, tepatnya pada Kamis, 26 Mei 2016, rombongan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Ke-mendesa PDTT) mengunjungi Distrik Makbon untuk melihat dari dekat proses pemberian dana desa berikut pemanfaat-annya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengem-bangan, Pendidikan, dan Pelatihan dan Informasi (Balitlafo) Kemendesa PDTT, M. Nurdin, mengatakan, pihaknya sengaja ti-dak memberi tahu rencana kedatangan ke Distrik Makbon. “Agar kami dapat melihat perkembangan desa yang sebenarnya tan-pa rekayasa,” ujarnya memberikan alasan.

Kedatangan Nurdin dan rombongan ke Distrik Makbon merupakan tindak lanjut dari pemberian dana desa. Kemendesa PDTT menjadi kementerian yang ber-tugas mengawal prioritas penggunaan dana desa yang telah dikucurkan secara bertahap sejak April 2016 di mana sek-tor infrastruktur menjadi prioritas da-lam penggunaan dana desa tahun 2016. “Dana desa itu utamanya harus diguna-kan untuk pertanian, membangun jem-batan, pusat kesehatan desa (puskesdes), pos pelayanan terpadu (posyandu), seko-lah, listrik, dan air bersih,” kata Nurdin saat memberikan pengarahan.

Nurdin menuturkan, jika infrastruktur ser-ta sarana dan prasarana desa sudah baik, maka dana desa selanjutnya dapat digu-nakan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Untuk itu, pemerintah terlibat da-lam sejumlah pelatihan untuk penduduk desa. Untuk tahun anggaran 2016, Pela-tihan Kewirausahaan Angkatan IV Tahun Anggaran 2016 berlangsung pada 24-28 Mei lalu. “Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keteram-pilan warga Distrik Makbon,” katanya.

Pelatihan yang berisi ceramah, diskusi, tanya jawab, permainan, simulasi, dan praktik, diakhiri dengan penyusunan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL).

RKTL ini merupakan sejumlah kegiatan nyata yang memang diharapkan menjadi stimulan bagi warga Distrik Makbon agar bisa berkembang, seperti melaksanakan usaha pengolahan keripik pisang, pem-buatan selai mangrove, membentuk ko-perasi yang menjual sembako, dan men-jual hasil ikan.

Komitmen pemerintahPada Nawa Cita ketiga secara eksplisit dinyatakan, pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen membangun Indone-sia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Untuk mewujudkan Nawa Cita ketiga tersebut, Kemendesa PDTT tak tang-gung-tanggung telah mengalokasikan dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2016 sebesar Rp 46,9 triliun. Setiap desa diperkirakan akan menerima sekitar Rp 800 juta. “Mudah-mudahan tahun depan dana desa naik lagi menjadi Rp 1 miliar,” kata Nurdin. Anggaran untuk pembangunan desa memang me-ningkat terus dalam dua tahun terakhir. Pada 2015, anggaran untuk desa men-capai Rp 20,76 triliun atau setengahnya dari tahun ini.

Besarnya dana yang dialokasikan untuk pembangunan desa memang merupa-kan bukti besarnya komitmen Kemende-sa PDTT dalam membangun Indonesia dari pinggiran. Dengan anggaran sebesar ini, pemerintah berharap pembangunan akan merata ke seluruh penjuru Indo-nesia. “Pembangunan dan perbaikan in-frastruktur desa yang dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja bagi pendu-duk desa, pada akhirnya bisa mengurangi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi,” ujar Nurdin.

Nurdin mengingatkan, dana desa tersebut harus dikelola dengan baik oleh warga di

Distrik Makbon melalui mekanisme musy-awarah desa. “Kepala dusun berembuk de-ngan warganya bersama tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat untuk me-ngelola dana desa. Bukan kepala kampung yang menentukan,” katanya.

Agar dana desa ini tersalurkan dengan baik untuk memperkuat pembangunan di desa, lanjut Nurdin, maka penge-lolaannya pun harus mendapat peng-awasan dari semua pihak, mulai dari pemerintah kabupaten/kota, tokoh ma-syarakat, hingga warga setempat. “Belan-janya pun harus sesuai kebutuhan agar dana desa bisa tepat sasaran,” ujarnya. l

Kejutan di Distrik Makbon

Dana desa utamanya digunakan untuk pertanian, membangun jembatan, puskesdes, posyandu, sekolah, listrik, dan air bersih. Pemerintah juga memberikan pelatihan untuk memberdayakan masyarakat desa.

20 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 21

Page 14: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

PETA DANA DESAS

esuai amanat UU No

6/2014 tentang Desa,

sejak 2015, pemerintah

mengucurkan anggaran

Dana Desa untuk pem-

bangunan infrastruktur desa, seperti

irigasi, talut, drainase. Dana Desa

juga berguna untuk pengembangan

kapasitas ekonomi desa, seperti ko-

perasi, peternakan, pertanian, dan

BUMDesa.

Dalam Road Map atau Peta Dana

Desa 2015-2019 dari Kementerian

Keuangan, pada 2016, pemerintah

akan menambah jumlah anggaran

Dana Desa sebesar Rp 46 triliun

atau meningkat dibandingkan ta-

hun 2015, yang mencapai Rp 20

triliun. Peningkatan tersebut ber-

dampak pada jumlah dana yang

diterima per desa, dari Rp 280 juta

pada 2015 menjadi Rp 628 juta

pada 2016. l

PENGGUNAAN DANA DESA Secara nasional, penggunaan Dana Desa pada 2015 telah terserap

untuk sejumlah bidang kegiatan, yaitu:

2,6%Pembinaan Kemasyarakatan

Dana Desa digunakan untuk pembinaan kerukunan umat be-ragama, pembinaan lembaga adat, penyelenggaraan ketentra-man dan ketertiban, dan sebagainya.

2,6%Pemberdayaan Masyarakat

Dana Desa digunakan untuk meningkatkan kapasitas kelompok tani, kelompok pengrajin, kelompok pemuda, pelatihan pen-didikan dan penyuluhan ekonomi produktif, dan sebagainya.

5,4%Penyelenggaraan Pemerintahan

DesaDana Desa digunakan untuk kegiatan pendukung pelaksanaan pemerintahan, seperti penyelenggaraan musyawarah desa, pembiayaan penegasan batas desa, penyusunan tata ruang desa, dan sebagainya.

Sumber: Kementerian Keuangan dan Laporan Tahunan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, 2015.

2015

2016

2017

2018

2019

20,766 280,3juta

628,5juta

1,095miliar

1,4 miliar

1,5miliar

74.093

74.754

74.754

74.754

74.754

46,982

81,843

103,791

111,8

DANA DESA(dalam triliun rupiah)

JUMLAH DESA PER DESA(dalam rupiah)

89,4%Bidang Pembangunan Desa

Dana Desa digunakan antara lain untuk kegiatan pembangunan jalan desa yang ditujukan untuk membuka akses distribusi hasil kebun/hutan. Selain itu, Dana Desa digunakan untuk pemba-ngunan jembatan yang difungsikan untuk membuka akses sosial masyarakat desa atau pembangunan irigasi guna mendukung pemenuhan dan ketahanan pangan, dan sebagainya.

22 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 23

Liputan UtamaLiputan Utama

Page 15: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Riset Riset

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sedang men-jadi perhatian para stake-holder pemberdayaan ma-syarakat desa. Lembaga

usaha desa ini mendapatkan gairahnya kembali setelah terbitnya Undang-Un-dang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunanya. Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa menyebutkan, salah satu prioritas penggunaan Dana Desa adalah untuk pengembangan BUM Desa. Kondisi ini diperkuat oleh Nawa Kerja Kementerian Desa, PDT, dan

Transmigrasi 2015-2019 yang menya-takan, Pemerintah selama lima tahun ke depan menargetkan berkembangnya BUM Desa sebanyak 5.000 unit (Renstra Kementerian Desa, PDT, dan Transmi-grasi 2015-2019).

Pengembangan BUM Desa telah lama diimplementasikan oleh Pemerintah melalui berbagai program. Sri Najiya-ti, staf peneliti Pusdatin Balilatfo Ke-menterian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menilai, sesudah melalui berbagai rintangan, sebagian BUM Desa mampu berkem-bang sebagaimana yang diharapkan. “Masalahnya sejauhmana fasilitasi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Pro-vinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa yang diperlu-kan agar prakarsa masyarakat tetap tum-buh dan BUM Desa dapat berkembang secara baik dan berkesinambungan,” ujarnya.

Hal tersebut mendorongnya melakukan kajian tentang BUM Desa dengan meng-ambil lokasi secara purposive di kabupa-ten yang termasuk daerah tertinggal (Ka-bupaten Lombok Barat), kabupaten yang memiliki program pendampingan dalam pengembangan BUM Desa (Kabupaten Malang), dan kabupaten yang satu tahun sebelumnya termasuk daerah tertinggal (Kabupaten Barito Kuala).

Dari hasil kajiannya yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif de-ngan jenis penelitian eksplanatif, Najiyati setidaknya memperoleh 8 temuan. Perta-ma, rata-rata 28,7 persen dari 592 Desa

Menggairahkan Kembali Keberadaan BUM Desa

Diharapkan, lembaga yang dikelola dengan semangat kegotong-royongan dan kekeluargaan ini, mampu mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha, untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

di Kabupaten Lombok Barat, Malang, dan Barito Kuala, telah memiliki BUM Desa yang masih aktif. Kabupaten Lom-bok Barat memiliki persentase BUM Desa yang tertinggi yaitu 83,2%, sedangkan Kabupaten Malang dan Barito Kuala, ma-sing-masing 14,3 persen dan 8,7 persen.

Kedua, rata-rata sebanyak 40 persen dari 75 Desa di Kabupaten Lombok Barat, Malang, dan Barito Kuala, belum per-nah membentuk BUM Desa atau sudah pernah membentuk tetapi bubar. Seba-nyak 36,0 persen Desa memiliki BUM Desa yang kurang berkembang atau ja-lan di tempat dan 13,3 persen BUM Desa dinilai berkembang dalam arti kegiatan-nya semakin hari semakin menunjukkan peningkatan. Kabupaten Lombok Barat, memiliki BUM Desa berkembang relatif lebih banyak yaitu 20 persen dibanding-kan dengan dua kabupaten lainnya yaitu 8 persen di Malang dan 12 persen di Bari-to Kuala. BUM Desa justru cenderung terbentuk dan berkembang di daerah tertinggal.

Ketiga, jenis usaha yang dikembangkan BUM Desa cukup bervariasi, tetapi sim-pan pinjam merupakan jenis usaha yang paling banyak (86,9 persen) dikembang-kan di ketiga lokasi penelitian. Sebagian besar BUM Desa yang bergerak di bidang simpan pinjam saja mengalami stagnasi, karena sebagian besar aset berada di ta-ngan peminjam dan sulit diminta kem-bali. Sedangkan BUM Desa yang ber-gerak di bidang lain atau multi bidang, cenderung lebih berkembang.

Keempat, kendala yang dihadapi dalam pendirian BUM Desa antara lain terba-tasnya minat menjadi pengelola, belum adanya pendamping, kesulitan dalam

menentukan jenis usaha yang layak dike-lola BUM Desa, kompetensi terbatas, dan keraguan aparat Desa dalam mendirikan BUM Desa. Selain itu juga trauma ter-hadap pembentukan BUM Desa yang mengalami kegagalan, serta tidak adanya pendamping profesional.

Kelima, adanya kendala dalam pengem-bangan BUM Desa antara lain sebagian besar BUM Desa (masa lalu) memiliki usaha simpan pinjam yang sebagian be-sar pinjaman tidak dikembalikan, penge-lola kurang serius dan tidak kompeten, tidak adanya pelatihan atau pedoman khusus bagi pengembangan usaha yang dilengkapi dengan format tata kelola ke-uangan untuk masing-masing jenis usa-ha, dukungan pemerintah desa kurang karena BUM Desa belum dianggap seba-gai sarana yang mendesak, tidak paham memilih jenis usaha yang layak, tidak ada pendampingan yang berkelanjutan, minat menjadi pengelola BUM Desa ter-batas, BUM Desa belum memiliki Badan

Hukum sehingga tidak dapat mengikuti pergaulan ekonomi.

Keenam, faktor keberhasilan pengem-bangan BUM Desa antara lain pemilihan jenis usaha yang tepat, dukungan komit-men Pemerintah Desa dan Daerah, pemi-lihan pengelola yang tepat, serta dukungan maasyarakat. Ketujuh, Pemerintah Dae-rah Provinsi, kabupaten hingga ke Desa, telah memberikan fasilitasi dalam bentuk sosialiasi dan bimtek regulasi BUM Desa, fasilitasi pendataan potensi desa, pengalo-kasian dana, monitoring dan evaluasi, ser-ta penyusunan Peraturan Bupati dan Per-aturan Desa. Kecamatan belum mampu melakukan pendampingan karena keter-batasan anggaran, tenaga dan kompeten-si. Sebagian daerah pernah menyediakan pendampingan, tetapi hanya sampai taraf pembentukan. Kedelapan, fasilitasi Pemerintah Daerah dalam pengembangan BUM Desa dianggap belum mencukupi.

Najiyati mengusulkan salah satu butir rekomendasi penelitian, yaitu fasilitasi yang selama ini telah dilakukan perlu di-tingkatkan. “Fasilitasi tersebut dapat dilaksanakan secara berjenjang oleh pe-merintah pusat hingga pemerintah desa,” katanya. Dengan demikian, BUM Desa, lembaga yang dikelola dengan semangat kegotong-royongan dan kekeluargaan ini, mampu mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha, untuk sebesar-besarnya kese-jahteraan masyarakat Desa. l

24 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 25

Page 16: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Pendapat Pendapat

Keberadaan Penggerak Swa-daya Masyarakat (PSM) dari waktu ke waktu se-suai dengan kebutuhannya memang tidak dapat di-

nisbihkan. Saat ini, bahkan keberadaan PSM dapat ditilik sebagai ujung tombak perwujudan suatu keberhasilan program dan kegiatan pembangunan desa oleh Ke-menterian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi (Kemen-terian Desa PDTT) melalui mekanisme atas ke bawah (pembangunan desa) dan/atau mekanisme bawah ke atas (desa membangun). Pada era sekarang dima-na desa telah mendjadi entitas sendiri, maka tuntutan kehadiran pemerintah dan negara melalui keberadaan PSM su-dah semakin signifikan.

Di sisi lain tantangan permasalahan global juga tak mungkin dielakkan. Suka tidak suka, senang tidak senang berbagai macam bentuk infiltrasi pengaruh glo-balisasi sangat sulit untuk dibendung. Disinilah hakekat dari peran strategis ke-beradaan PSM untuk dapat dikembang-kan sebagai tameng nasionalis dengan kekuatan kompetensi yang dimilikinya.

Sejarah Keberadaan PSMAwalnya, pada tahun 1994 PSM diben-tuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep-menpan) Nomor : 05/MENPAN/1994. Pembentukan PSM ketika itu bertujuan

untuk mengemban misi Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Peram-bah Hutan (Departemen Transmigrasi dan PPH) dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat khususnya masyarakat calon transmingran dan transmigran melalui kegiatan penyu-luhan, pelatihan, dan pengembangan masyarakat, yang muaranya adalah un-tuk mempercepat proses pemandirian masyarakat transmigran di permu-kiman yang baru.

Selanjutnya pada 1998, dengan bergan-tinya masa pemerintahan dari rezim Orde Baru ke rezim Orde Reformasi tel-ah mengubah struktur kabinet, antara lain dengan menyatukan Departemen Transmigrasi dan PPH dengan urusan Kependudukan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana menjadi Ke-menterian Negara Kependudukan dan Transmigrasi. Untuk mendukung keber-hasilan reorganisasi lembaga penyeleng-gara ketransmigrasian tersebut, sebagian dari pejabat struktural yang membidangi ketransmigrasian beralih menjadi Peja-bat Fungsional PSM.

Ir Bambang Sarwono Ar,CBEng,MTWidyaiswara Utama

Kemudian sejak tahun 2001, urusan ketransmigrasian disinergikan dengan urusan ketenagakerjaan dalam rangka memperluas lapangan kerja dan pe-ningkatan kesempatan kerja dalam satu departemen dengan nomenklatur Departemen Tenaga Kerja dan Trans-migrasi (Depnakertrans). Pada periode ini, acuan regulasinya adalah Kepmen-pan Nomor 58/M.PAN/6/ 2004 tentang Jabatan Fungsional PSM dan Angka Kreditnya.

Saat ini pada era Kabinet Kerja, ke-beradaan PSM perlu dikuatkan melalui revisi regulasinya. Sebagai pejabat fung-sional, PSM harus memiliki kemampuan standar untuk melaksanakan tugas dan fungsinya yang berbasis pada suatu kom-petensi.

Tuntutan KompetensiMenelusuri dari uraian historisnya, maka jelas standar kompetensi PSM se-bagai garda depan yang memfasilitasi mekanisasi inisyatif desa membangun mutlak harus dikembangkan. Hal terse-but juga dipertegas pada penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), antara lain diuraikan bahwa untuk me-

wujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN dimana tentu di dalamnya termasuk PSM.

Dijelaskan pula bahwa pegawai ASN dis-erahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Un-tuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu tersebut, Pega-wai ASN harus memiliki Profesi dan Manajemen ASN yang berdasarkan pada Sistem Merit atau perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan ki-nerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan yang dilak-sanakan secara terbuka dan kompetitif, sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Setidaknya ada tiga pilar utama untuk pengembangan PSM yang merupakan bagian dari ASN sebagai sumberdaya manusia atau SDM yang berbasis kompe-tensi. Ketiga pilar utama pengem bangan dimaksud adalah (1) Pemenuhan terha-dap Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau Standar Kom-

petensi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) yang ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Lembaga yang bersangkutan; (2) Pemenuhan Diklat Kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Diklat Pemerintah yang bersangkutan; serta (3) Pemenuhan Sertifikasi Kompetensi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifika-si profesi yang bersangkutan.

Di samping itu, diperlukan pengakuan kualifikasi SDM Indonesia termasuk PSM nya melalui upaya peningkatan pengakuan dan penyetaraan kualifi-kasi, baik di dalam dan di luar negeri. Melalui pengakuan kualifikasi SDM In-donesia, kompetensi individu akan di-ketahui dan dapat disandingkan pada ranah pekerjaan atau bidang tugasnya. Pengakuan itu dilakukan melalui pe-doman yang disebut dengan KKNI se-bagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 serta merupakan pelaksanaan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas).

Dalam Peraturan Presiden dimaksud disebutkan bahwa KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan,

PSM Menjawab Tantangan GlobalPenggerak Swadaya Masyarakat (PSM) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh untuk melaksanakan kegiatan di bidang penggerakan masyarakat.

26 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 27

Page 17: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Pendapat

dan mengintegrasikan antara bidang pen-didikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pembe-rian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. KKNI merupakan sistem yang berdiri sendiri dan merupakan jembatan antara sektor pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk membentuk SDM nasio-nal berkualifikasi (qualified person) dan bersertifikasi (certified person) melalui skema pendidikan formal, non formal, in-formal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja.

Tantangan GlobalBagi negara berkembang, seperti Indo-nesia harus mulai berbenah diri melalui tahapan yang positif untuk memper-siapkan pengembangan SDM dari ber-bagai aspek terkait dengan kompetensi dalam rangka menyongsong globalisasi. Upaya untuk mempersiapkan kompe-tensi SDM sejak dini merupakan hal yang sangat diperlukan agar Indone-sia melalui PSM di baris terdepannya mampu bersaing memenangkan dan memperebutkan kesempatan kerja yang terbuka di berbagai bidang pekerjaan dan profesi.

Sebagaimana diketahui pula bahwa In-donesia sudah meratifikasi GATS (Gen-eral Agreement on Trade in Sevices) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area), sehingga sebagai konsekuensinya glo-balisasi dan perdagangan bebas antar negara ASEAN tidak bisa dielakkan lagi. Arus globalisasi melalui Masyara-kat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku diakhir tahun 2015 tentu akan membawa dampak bagi setiap negara Anggota ASEAN. Berarti bagi Indo-nesia tidak akan boleh lagi mencegah masuknya (1) arus barang dan jasa; (2) arus investasi; dan (3) arus SDM yang kompeten. Bila bangsa ini tidak menyiapkan secara sungguh-sungguh dalam meningkatkan SDM yang me-menuhi standar kompetensi, maka bisa jadi akan masuk tenaga kerja asing yang memiliki daya saing yang lebih tinggi dan dapat saja dipekerjakan di berbagai sektor industri dan jasa. De-

ngan demikian, maka hal ini menjadi suatu tantangan yang langsung atau-pun tidak langsung bagi upaya pengem-bagan standar kompetensi PSM agar setidaknya harus memenuhi SKKNI dengan KKNI nya.

Menjawab TantanganGuna menjawab tatangan langsung ataupun tidak langsung itu dimulai dengan dengan langkah Pemetaan Kompetensi ASN termasuk PSM nya. Peta Kompetensi adalah gambaran komprehensif tentang kompetensi dari setiap fungsi dalam suatu la-pangan usaha yang akan dipergu-nakan sebagai acuan dalam menyu-sun standar kompetensi. Salah satu model yang telah dipercaya dan diya-kini dunia adalah model RMCS (Re-gional Model Competency Standard). RMCS adalah model standar kompe-tensi yang pengembangannya meng-gunakan pendekatan fungsi dari pro-ses kerja untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.

Hal tersebut telah terpayungi secara regulatif berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerin-tahan Daerah. Pada Bagian Kesatu me-ngenai Klasifikasi Urusan Pemerintahan, dalam Pasal 9 dari Undang-Undang itu disebutkan bahwa Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan Pemerintahan Abso-lut, urusan Pemerintahan Konkuren, dan urusan Pemerintahan Umum. Urusan Pemerintahan Konkuren sebagaimana dimaksud adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat de-ngan Daerah Provinsi dan Daerah Kabu-paten/Kota, yang menjadi dasar pelaksa-naan Otonomi Daerah.

Disebutkan pula pada Pasal 11 dari Un-dang-Undang tersebut bahwa Urusan Pemerintahan Konkuren sebagaimana dimaksud menjadi kewenangan daerah, yang mencakup atas Urusan Pemerin-tahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Kedua hal ini erat kaitannya de-ngan keberadaan PSM yang sangat stra-tegis. Kepanjangan tangan organisasi Pemerintah Pusat di daerah akan dapat

menjadi wahana pelaksanaan pemetaan kompetensi PSM tersebut.

Menurut data sementara yang ada di Kementerian Desa PDTT, saat ini ke-beradaan PSM tidak hanya di Balai Be-sar Latihan Masyarakat (BBLM) yang berkedudukan di Jakarta dan Jogyakar-ta, akan tetapi juga menyebar di bebe-rapa wilayah Indonesia. Terdapat 4 (em-pat) Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) yaitu UPTP Pekanbaru, UPTP Banjarma-sin, UPTP Bali, dan UPTP Makassar.

Setelah langkah Pemetaan Kompeten-si akan dapat segera diwujudkan, maka tentunya boleh saja sambil menunggu hasilnya dilakukan langkah simultan un-tuk merancang Diklat Kompetensi yang diselenggarakan oleh Pusdiklat ASN bersama Puslatmas dijajaran Balilatfo, Kemeneterian Desa PDTT; serta upaya untuk pemenuhan Sertifikasi Kompe-tensi yang diselenggarakan oleh Kemen-terian Desa PDTT bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi profesi yang ber-sangkutan. l

BAMBANG SARWONO ABDUR RAHIMJalan Proklamasi Blok 14/1 Depok 2 Tengah, 16411eMail: [email protected]; HP 0816 985908

DATA PRIBADI:Lahir di Jakarta, tanggal 15 April 1956Pangkat Terakhir: Pembina Utama (Golongan IV/e)Status berkeluarga, 1 isteri, 2 Anak, 2 Menantu, dan 3 Cucu Jenis kelamin Laki-LakiBeragama IslamBahasa: Indonesia dan Inggris

PENDIDIKAN:1981: Teknik Lingkungan-ITB (S1)1993: Teknik Konstruksi Bangunan – Hatagaya University Tokyo-Jepang (Diploma Teknik/S2)2001: Magister Teknik Studi Pembangunan-ITB (S2)

PENGALAMAN:1984-2015: Pejabat Struktural mulai dari eselon IV sampai dengan eselon I dengan Pendidikan Manajerial Pimpinan Berjenjang, yang menghasilkan pengalaman kerja sebagai Birokrat (Manajerial Pemerintahan) dan Teknokrat (Konseptor Kebijakan Pemerintah)2008-2012: Komisaris PT.Timah Industri, yang ikut menggagas, mengawasi, dan mengendalikan pembangunan Pabrik Tin-Chemical di KIEC-Cilegon2015-Sekarang: sebagai Widyaiswara Utama (melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 178/M Tahun 2015 per tanggal 29 Mei 2015) yang bertugas melakukan Pendidikan, Pengajaran, dan Pelatihan bagi ASN serta Pengembangan dan Evaluasi Lembaga Diklat Pemerintah pada Pusdiklat Pegawai ASN, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

BUKU/KARYA TULIS ILMIAH:Buku “Bunga Rampai Kewidyaiswaraan” (Proses Akhir Penerbitan 2016) Karya Tulis Ilmiah “Langit Biru-40 Alumni Teknik Lingkungan ITB Berpengaruh” (tercantum sebagai salah satu alumni), Penerbit Ikatan Alumni Teknik Lingkungan ITB, 2015Buku “Perspektif Hilirisasi Mineral Indonesia”, Antara Potensi dan Peluang, BPPT Press, Jakarta 2014, Perpustakaan Nasional ISBN 978-602-1124-08-6 (Hak Paten/HAKI)Buku “Menata IPTEK di Daerah Tertinggal Menuju Kedaulatan Ekonomi Rakyat”, Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing BPPT Press, Jakarta 2014, Perpustakaan Nasional ISBN 978-602-17065-3-4 (Hak Paten/HAKI)

Karya Tulis Ilmiah “Goestrategi Indonesia-Kumpulan Esai”, Penerbit Fakultas Geografi-UGM, Yogyakarta 2014

Karya Tulis Ilmiah “Aktivitas Hilirisasi ANTAM Menuju Penguatan Posisi Strategis Regional Kabupaten Sanggau”, PT.Aneka Tambang (persero),Tbk, Jakarta 2013.

SERTIFIKASI KOMPETENSI:Sertifikat LAN: Management of Training (MoT) Nomor 00007059/DIKLAT TEKNIS/026/3174/LAN/2015

Sertifikat LAN: Training of Trainer (ToT) Nomor 00000900/ DIKLAT FUNGSIONAL/028/3175/2015

Sertivikat LAN: Training of Facilitator (ToF) Bina Damai (Conflict Management) Nomor 00007768/ DIKLAT TEKNIS/086/3171/LAN/2015

Sertifikat LAN: Training of Facilitator (ToF) Case Base Learning Nomor 3536/D.2,4/PDP.09.6/2015

Sertifikat BPSDM Kemendagri: Training of Facilitator (ToF) Perumus Standar Kompetensi Nomor 09/893.5/09/ P.I.1/31/2015

Sertifikat LAN: Training Need Assesment (TNA) Nomor 00019605/DIKLAT TEKNIS/028/3174/LAN/2015

Sertifikat LAN: Training of Trainer (ToT) Revolusi Mental

TANDA PENGHARGAAN:1993: Piagam Satya Karya 10 Tahun, Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi

1997: Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Satya Karya X Tahun (Perunggu), Keputusan Presiden Republik Indonesia

2004: Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Satya Karya XX Tahun (Perak), Keputusan Presiden Republik Indonesia

2011: Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya (Pembangunan Pabrik Tin-Chemical), Keputusan Presiden Republik Indonesia

2013: Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Satya Karya XXX Tahun (Emas), Keputusan Presiden Republik Indonesia

2015: Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan, Keputusan Presiden Republik Indonesia

Pendapat

28 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 29

Page 18: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Tepat Guna Tepat Guna

Pemetaan merupakan ponda-si vital yang mempengaruhi proses pengambilan ke-putusan. Menyadari hal tersebut, Badan Informasi

Geospasial (BIG) sedang menyiapkan pembuatan peta desa berskala besar.

Peta desa ini nantinya dapat dijadikan rujukan bagi berbagai kementerian dan lembaga yang sama-sama memiliki ke-pentingan untuk membangun desa. Se-bagai lembaga yang bersentuhan lang-sung dengan desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) sangat menyambut baik program ini.

Demi memberikan data seakurat mung-kin, peta tersebut memiliki skala 1:5000. Tak hanya skalanya, resolusinya juga tak

main-main, mencapai 50 sentimeter. Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk membuat peta semacam ini, se-perti peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), foto udara, Light Detection and Ranging (Lidar), dan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).

Maka dari itu, BIG menjalin kerja sama dengan Lembaga Pe-nerbangan dan An-tariksa Nasional (LA-PAN) sebagai penyedia citra penginderaan jauh. Pengadaan citra satelit tersebut telah dimulai sejak 2015, yakni meng-gunakan satelit produk Airbus (Pleiades) dan Digital Globe (World View 2, Quick-bird, dan lainnya).

Meski sudah didukung berbagai teknologi yang mumpuni, Kepala BIG, Priyadi Kar-dono mengaku masih ada sejumlah kend-

ala yang menghambat pembuatan peta, yakni ketersediaan data dasar,

anggaran, dan sumber daya manusia. Anggaran dibu-

tuhakan untuk melaku-kan penyediaan data dasar, dari pengadaan citra, pemrosesan citra, dan proses pemetaan di

lapangan.

Data mentah CSRT yang dibuat LAPAN

belum langsung dapat d i - gunakan untuk melaku-kan pemetaan. “Gedung yang tinggi kalau diambil citranya miring kan jadi terlihat roboh. Nah itulah tugas BIG untuk mene-

gakkan bangunan atau kontur alam yang tidak pas, ujar Priyadi. Namun untuk me-negakkan citra, diperlukan titik kontrol di lapangan atau Ground Control Point (GCP). Di sinilah sumber daya manusia dalam jumlah besar diperlukan.

Untuk menyiasatinya, BIG tengah men-jalin kerja sama serius dengan berbagai universitas, dari Universitas Syiah Kuala, Universitas Negeri Padang, Universitas Lampung, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Halu-oleo, dan masih banyak lagi. “Tenaga ahli dari universitas ini akan menjadi kepan-jangan tangan BIG. Kita minta mereka membuat pelatihan atau sertifikasi agar orang-orang di daerah menjadi lebih pa-ham soal teknologi spasial,” jelas Priyadi.

Saat ini ketersediaan CSRT di BIG berdasar-kan pengadaan data raw CSRT tahun 2016 oleh LAPAN adalah seluas 942.639 km2

atau sekitar 50 persen dari luas wilayah da-rat Indonesia, yakni 1.890.739,36 km2. Se-dangkan luas data CSRT yang telah ditega-kkan adalah 23.575,8 km2 atau sekitar 1,25 persen dari luas wilayah darat NKRI.

Beberapa desa yang sudah dibuat sesuai spesifikasi penyajian peta desa dan men-jadi purwarupa adalah Desa Gondang-winangun (Kabupaten Temanggung), Desa Kayuambon, Desa Lembang, Desa Langensari (Kabupaten Bandung Barat), Desa Petungasri (Kabupaten Pasuruan), dan Desa Parangtritis (Kabupaten Bantul).

Peta yang sudah jadi ini terbagi menjadi tiga jenis, yakni peta citra, peta sarana dan prasarana, serta peta penutup dan penggunaan lahan. Ketiga peta sama-sa-ma menampilkan unsur toponim, infra-struktur transportasi, perairan, sarana, dan batas wilayah administrasi. Hal yang membedakan adalah fungsi dan fitur tambahan masing-masing peta.

Misalnya pada Peta Sarana dan Prasa-rana, tentu elemen yang lebih detail dan menonjol adalah infrastrukturn-ya. Tujuannya, agar pejabat yang ber-wenang bisa mengambil keputusan jalan manakah yang perlu diaspal atau bagian mana yang perlu dibuat irigasi.

Sementara pada Peta Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan akan terlihat bagian mana desa yang berupa hutan, sawah, atau semak belukar. Dengan begitu pro-ses pembuatan izin atau pendataan bisa dilakukan tanpa perlu terjun ke lapangan.

Jadi kalau peta desa sudah tergambarkan dengan lengkap, semua perencanaan tata ruang tentu dapat dibuat dengan cepat dan akurat. Priyadi memberikan ilustra-si, “Pak Lurah punya gambaran apakah sawahnya perlu dialihfungsikan atau dipertahankan, konflik dengan perusa-

haan tambang bisa dihindari, perseteru-an tentang batas desa juga bisa dicegah.”

Peta desa menjadi data vital yang dapat digunakan oleh semua lembaga yang ingin membangun negeri dari pinggiran. “Jika beberapa desa sudah dipetakan, satu kecamatan sudah selesai, beberapa kecamatan selesai berarti satu kabupaten selesai. Begitu seterusnya sampai tingkat provinsi dan nasional. Dengan peta ini, Indonesia mau jadi apa dan diapakan akan terlihat dengan jelas,” ujar Priyadi bersemangat. l

Menyambut Peta Desa Skala Besar

Peta desa diharapkan menjadi titik awal proses pembangunan yang berkelanjutan.

Priyadi Kardono

Kepala BIG

Keterangan:

RBI Skala 1:10.000

RBI Skala 1:5.000

Data Foto Udara

Data Foto Udara dan Lidar

Ó �Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 56 Tahun 2015 tentang Jumlah dan Kode Wilayah Desa dan Kelurahan sejumlah 74.754 Desa serta 8.430 Kelurahan

Ó �Lokasi Peta Batas Wilayah Desa yang telah dipetakan oleh Pusat Pemetaan Batas Wilayah-BIG dalam kurun waktu tahun 2013 – 2015

30 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 31

Page 19: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Tokoh Tokoh

Sejak pertama dibuat, si-aran radio Primadona FM senantiasa menjadi sum-ber informasi warga Desa Karang Bajo, Kecamatan

Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Siapa sangka desa yang berada di kaki Gunung Rinjani ini bisa mempunyai studio radio sendiri. Inilah awal kiprah Kertamalip, salah satu warga yang turut bergotong-royong membuat Primadona FM, sekali-gus menjadi penyiarnya.

Pengalaman menyiarkan informasi menjadi bekal Kertamalip ketika men-

jabat sebagai Kepala Desa Karang Bajo pada 2004. Bahkan Bang Ardes, nama beken Kertamalip ketika siaran, masih setia menyiarkan berita lokal dan tem-bang sasak saat menjabat sebagai kepala desa. Ketika studio radio sering rusak, barulah ia beralih pada teknologi yang dapat menjangkau lebih banyak orang, Internet.

Tak hanya memanfaatkan hadirnya ja-ringan Internet di Lombok Utara de-ngan optimal, Kertamalip juga terus membarui media yang digunakan sesuai perkembangan teknologi informasi. Dari

Sistem Informasi Desa ala Kertamalip

menyampaikan kabar desa lewat blog, lalu website, hingga merambah ke jejar-ing sosial yang populer, seperti Facebook dan Twitter.

Kabar yang disampaikan tentu masih seputar kondisi dan hal-hal yang terjadi di Desa Karang Bajo. Misalnya program pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), produk usaha desa berupa kain tenun tradisonal Bayan, hingga laporan keuangan desa. Semuanya tersaji secara rapi dan enak di-baca di blog, web, dan media sosial Desa Karang Bajo.

Namun sepak terjang Kertamalip di du-nia maya bukannya tanpa kendala. Ayah tiga anak ini mengeluhkan kurangnya tenaga jurnalis warga yang mampu dan bersedia mengisi berbagai portal online di desanya. Selama ini Kertamalip hanya dibantu oleh operator Sistem Informasi Desa (SID) dalam menulis dan mengung-gah berita.

Oleh karena itu, Kertamalip mengun-dang warganya untuk turut aktif men-cari berita dan menyumbangkan tulisan-nya. “Saya ingin masyarakat desa tidak hanya menjadi pembaca dan pengakses Internet, melainkan juga memiliki inisi-atif membangun desa lewat teknologi,” ujarnya berharap.

Apalagi kini sepak terjang Kertamalip di bidang Sistem Informasi Desa telah dike-nal hingga ke level nasional. Dengan be-gitu, pemerintah pusat dan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi mulai memberikan apresiasinya, baik berupa penghargaan maupun penguatan ja-ringan Internet di pedesaan.

Salah satunya terlihat dari penghargaan Anugerah Telkomsel yang diterima Ker-tamalip dan 20 tokoh lainnya pada pe-rayaan ulang tahun Telkomsel ke-21 Mei lalu. Dalam sambutannya, Ririek Adrian-syah, Direktur Utama Telkomsel mene-gaskan pentingnya penggunaan teknolo-gi informasi di daerah pelosok. “Kita sudah membangun infrastruktur sampai ke daerah pelosok supaya masyarakat In-donesia bisa terhubung,” ujarnya. l

Desa Karang Bajo kerap menjadi sorotan karena keberhasilannya dalam mengoptimalkan penerapan teknologi informasi.

Ó Kertamalip, saat menjadi penyiar di Primadona FM

Ó �Tampilan website Desa Karang Bajo

32 Info Desa Agustus, 2016 Agustus 2016 Info Desa 33

Page 20: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Tokoh

Disiplin dan ketelatenan amat diperlukan untuk mengelola sebuah akun media sosial, apalagi se-buah situs resmi pemer-

intahan. Jika tidak, konten yang tersaji akan menjadi membosankan karena ja-rang diperbarui atau memang kurang menarik.

Sepertinya Kertamalip mengerti benar pola manajemen sistem informasi ini. Berbagai situs dan akun jejaring sosial Desa Karang Bajo tampak selalu up-to-date dan memperoleh banyak re-spons atau kunjungan. Padahal tidak sedikit portal berita dan akun yang harus ia kelola. Berikut ini beberapa diantaranya.

BlogAlamat: desakarangbajo.blogspot.co.id

Blog menjadi awal perkenalan Desa Karang Bajo dengan teknologi infor-masi. Blog ini berisi berita dan kegiatan yang dilakukan oleh warga desa, antara lain program rehabilitasi rumah adat, aktivitas bercocok tanam, sampai berita tentang kebakaran rumah warga.

Website Alamat: karangbajo-lombokutara.sid.web.id

Sesuai Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014, desa berhak mendapat-kan akses informasi melalui Sistem Informasi Desa yang dikembangkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota. Karang Bajo pun bergegas mengembangkan website dengan domain web.id. Situs ini memiliki 12 kanal, seperti profil desa, data desa, berita desa, produk desa, hingga lapo-ran desa.

Facebook Nama akun: Desa Karang Bajo, Bang Ardes

Desa Karang Bajo adalah akun resmi desa, sedangkan Bang Ardes adalah akun pribadi Kertamalip. Meski demikian, sebagian besar status di akun sang kepala desa tetap saja berisi ten-tang Desa Karang Bajo. Sejumlah warga justru tampak lebih nyaman berinteraksi langsung dengan kepala desanya di akun Bang Ardes.

Meninjau Karang Bajo Lewat Jagat Maya

34 Info Desa Agustus, 2016

Page 21: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Twitter Nama akun: @karangbajo

Akun Twitter Desa Karang Bajo baru dibuat pada Desember 2015 lalu sehingga belum memiliki banyak aktivitas. Hal ini juga dikarenakan jejaring sosial Facebook masih jauh lebih disukai oleh warga desa Karang Bajo. Meski demikian, adminis-tratornya rajin membagikan tautan berita yang berasal dari situs resmi karangbajo-lombokutara.sid.web.id.

Aktifnya Kertamalip dan Desa Karang Bajo di dunia maya tersebut telah mem-buatnya mendapatkan sejumlah peng-hargaan, antara lain Kepala Desa Pelopor Good Governance dalam Pengelolaan Keuangan Desa (2015), Kepala Desa Ber-prestasi Bidang Informasi Desa (2013), Kader Lestari Bidang Kesehatan dari Ke-menterian Kesehatan RI, dan Penghar-gaan Pelita Nusantara yang diserahkan Wakil Presiden Boediono (2013).

Meski telah memperoleh sejumlah penca-paian, Kertamalip mengaku belum puas. Ia berharap agar pemerintah dapat memberi-kan dukungan lebih, misalnya berupa pen-guatan infrastruktur digital atau pelatihan sumber daya manusia. “Semoga langkah saya di Desa Karang Bajo dapat menginspi-rasi desa-desa lainnya agar ikut beraksi un-tuk negeri lewat teknologi,” pungkasnya. l

Tokoh

Agustus, 2016 Info Desa 35

Page 22: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Bali di kanan dan kiri jalan juga menam-bah keindahan desa ini. Pintu masuk di setiap rumah pun di desain dengan ben-tuk yang serupa yang biasa disebut ang-ko-angko. Tiap-tiap gerbang rumah di sini ditempeli tulisan keterangan nama pemilik rumah dan anggota keluarganya agar memudahkan pengunjung menge-nali pemilik rumah.

Jalan utamanya terus menanjak disertai dengan undak-undakan dan di ujungnya terdapat pura. Di dalam rumah beberapa pengrajin membuat beragam kerajinan khas Bali. Uniknya, para pengrajin tidak menjual hasil kerajinan di sepanjang ja-lan desa wisata ini namun menjualnya di

dalam rumah. Tidak diperbolehkan un-tuk menjual kerajinan di sepanjang jalan supaya desa wisata ini akan tetap terjaga kerapian dan keasriannya.

Komitmen dalam menjaga kebudayaan nenek moyang bukan berarti menolak peradaban. Desa Penglipuran ini sangat menghargai kebudayaan. Buktinya, desa ini pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru dan mendapat predikat seba-gai desa terbersih di dunia.

Di awal peresmiannya sebagai desa wisata, Penglipuran mendapatkan peng-hargaan Kalpataru sebab masyarakat setempat dianggap mampu menyelamat-kan lingkungan. Mereka mampu mem-pertahankan dan memelihara 75 hektar hutan bambu dan 10 hektar vegetasi lain-nya yang menjadi ciri khas Desa Pengli-puran. Selain itu, masyarakat di desa ini juga mampu mempertahankan adat bu-daya para leluhur dan juga tata kota serta bangunan tradisionalnya. Hal inilah yang membuat Penglipuran diganjar dengan Kalpataru pada 1995.

Tak hnaya pengakuan secara nasional, Desa Penglipuran memperoleh peng-hargaan dari TripAdvisor berupa The Travellers Choice Destination 2016. Desa Penglipuran dinobatkan sebagai desa terbersih di dunia bersama desa Desa Terapung Giethoorn di Provinsi Overijs-sel Belanda, dan Desa Mawlynnong yang ada di India. l

Desa MajuDesa Maju

Keelokan Penglipuran menjadi bentuk nyata bagaimana pembangunan desa bersinergi dengan alam dan kearifan lokal.

DESA WISATA, DESA PENGLIPURAN BALI

Maju Bersama Nenek Moyang

Di sudut Kabupaten Bangli, Provinsi Bali masih segar terpapar desa adat yang sangat kental akan ke-arifan lokal. Desa yang

dikenal dengan nama Penglipuran ini masyarakatnya masih menjunjung tinggi dan memegang teguh adat dan budaya Bali. Desa Penglipuran merupakan salah satu desa adat di Bali yang berkembang menjadi desa wisata yang sangat ramai dikunjungi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Desa Penglipuran hanyalah sebuah desa yang ingin mempertahankan kebudayaan nenek moyang leluhur. Nama Penglipuran berasal dari kata pengeling dan pura yang berarti mengingat tempat suci (para le-luhur). Desa yang berada di ketinggian 700 mdpl ini tercatat memiliki 985 jiwa dalam 234 keluarga. Mereka tersebar di 76 pe-karangan yang terbagi rata di setiap sisinya dari total wilayah seluas 112 hektar. Ber-beda dengan wisata umumnya di Bali yang dominan dengan pantai, di Desa Pengli-puran menyuguhkan keindahan pedesaan yang sangat jauh dari hiruk pikuk arus lalu lintas peradaban yang sangat modern.

Awalnya sekitar tahun 1990 ketika Kuli-ah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Uday-ana meninggalkan jejak pembangunan taman-taman kecil dan penataan ling-kungan. Kemudian berangkat dari sini, sesepuh dan para pemuda bersama per-wakilan dari pemerintah daerah dan kota bermusyawarah untuk mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Desa Adat Penglipuran. Hingga pada 1993 ditetap-kan sebagai Desa Wisata Penglipuran dengan Surat Keputusan (SK) Bupati No.115 tanggal 29 April 1993.

Saat memasuki area Desa Adat Pengli-puran kita akan melihat jalan utama yang membelah desa dengan deretan gerbang ataupun pintu masuk menuju rumah-rumah adat di Panglipuran ini. Rumah-rumah terbuat dari batu alam yang dihiasi rerumputan di sepanjang ja-lan perumahan. Deretan pohon Kamboja

36 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 37

Page 23: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Desa Maju

Desa Celuk. Selain itu juga bisa mene-mukannya di Pasar Kumbasari yang merupakan pasar tradisional terbesar dan terlengkap di Denpasar. Bahkan di kawasan wisata seperti Kuta, Nusa Dua, Ubud, Kintamani dan Sanur, perhiasan khas Celuk juga bisa didapatkan.

Hasil kerajinan emas dan perak yang dihasilkan di desa Celuk memi-liki kualitas yang bermutu tinggi serta mampu memproduksi dalam kuantitas yang besar. Hampir semua keluarga dan penduduk Desa Celuk te-rampil dan seni dalam mengem-bangkan kreasi de-sain dan variasi ter-kait dengan kerajinan emas dan perak dimana hasil produksinya telah mema-suki pasar lokal, nasional, dan interna-sional. Beragam jenis kreasi dan variasi perhiasan, baik sebagai cendramata maupun komoditi ekspor diproduksi di desa ini seperti cincin, gelang, kalung, anting-anting, giwang, bross dan ber-bagai jenis perhiasan lainnya.

Untuk harga kerajinan sendiri bergan-tung jenis dan tingkat kesulitan pem-

buatannya. Dari yang murah seperti liontin seharga sekitar Rp 35.000 hingga yang mahal bisa sekitar Rp 12 juta untuk hasil kerajinan berupa miniatur kapal layar. Dari pergerakan roda ekonomi dan perdagangan sehari-hari, kerajinan paling laris adalah per-

hiasan yang rata-rata harganya tidak sampai Rp 1 juta se-

perti liontin dan cincin. Harga tiap jenis per-

hiasan juga tergan-tung modelnya.

Dan uniknya, setiap perhiasan paling tidak punya 40 model sehingga mem-berikan beragam variasi pilihan sesuai selera.

Desa wisata Celuk mulai dikenal seba-gai daerah pengrajin perak sejak 1976. Alkisah, pada waktu itu hanya ada 3 pengrajin perak di desa tersebut. Me-reka membuat kerajinan perak yang ke-

mudian memajangnya di depan rumah. Ketika perkemban-

gan kepariwisataan mu-lai terasa di Bali dan

dengan banyaknya wisatawan-wisa-tawan yang ber-datangan ke Pulau Dewata, akhirnya b e r m u n c u l a n

pengrajin-pengra-jin perak baru yang

mengikuti langkah dari ketiga pengrajin

tersebut.

Akhirnya warga Desa Celuk lainnya yang semula bermata pencaharian se-bagai petani beralih menjadi pengrajin perak dan hingga kini hampir seluruh dari warga desa hidup dari kerajinan perak. Desa Celuk pun tumbuh dan ber-tahan sebagai desa yang bisa menopang kehidupan dengan kreasi-kreasi warga-nya yang terus berkembang. lB

ali yang dikenal sebagai Pulau Dewata dianugerahi alam yang mempesona yang begitu menarik per-hatian dunia. Sang Dewata

menganugerahi Bali dengan pantai, gu-nung, hingga budaya yang unik dan beda. Selain kondisi alam yang penuh pesona, buah karya tangan masyarakat Bali juga mampu menarik perhatian orang luar Bali untuk menikmati. Seperti yang di-hasilkan oleh Desa Celuk di Kabupaten Gianyar ini.

Desa Celuk merupakan desa pengrajin emas dan perak di Bali dengan hampir semua penduduknya berprofesi seba-gai pengerajin emas dan perak. Berada di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, kira-kira butuh waktu satu jam perjalanan dari Bandara Ngurah Rai me-lalui By Pass Ngurah Rai ke arah timur untuk mencapai Desa Celuk. Di sepan-

jang jalan, jejeran art shop menyuguh-kan beragam kerajinan emas dan perak.

Sebagai desa obyek wisata, Desa Celuk dapat dikunjungi setiap hari untuk meli-hat dari dekat para seniman yang sedang berkreasi membuat perhiasan emas dan perak yang bermutu tinggi. Di sini kita juga bisa membeli langsung perhiasan-perhiasan yang dipajang langsung di workshop para seniman.

Dalam berkarya, sebagian warga Desa Celuk masih ada yang menggunakan metode tradisional dalam pembuatan

beragam perhiasan tersebut. Namun sebagian yang lain pun sudah memakai metode modern ataupun menggabung-kan kedua metode untuk membuat per-hiasan sebagaimana yang dijual di toko. Dan di toko atau art shop tersebut kita bisa menyaksikan sebagian atau keselu-ruhan proses pembuatan perhiasan yang dikerjakan tangan-tangan terampil war-ga Desa Celuk.

Tak hanya dijual di art shop, beragam perhiasan khas Celuk bisa ditemukan di sentra penjualan kerajinan Pasar Su-kawati yang hanya berjarak 3 km dari

Kesan yang paling menonjol adalah melihat keindahan hasil kerajinan emas perak yang khas dan bagaimana prosesnya.

DESA SENTRA KERAJINAN, DESA CELUK BALI

Buah Karya Desa yang Mendunia

Desa Maju

38 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 39

Page 24: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Desa Maju

Mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi.

Keragaman kondisi geografis di Provinsi Bali merupakan nilai tambah. Bali punya laut, pantai, hingga gu-nung. Tanah yang subur di

Bali pun menjamin produksi hasil per-tanian yang unggulan. Tanpa mengesa-mpingkan kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam, pertanian di Bali pun terus dikembangkan.

Gubernur Bali I Made Mangku Pas-tika menjelaskan bahwa pertanian di Bali bergerak dengan penerapan Sistem Perta-nian Terintegrasi (Simantri) yang memadu-kan teknologi dengan pertanian. Sistem per-tanian terintegrasi adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi per-tanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan.

Desa Maju

SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI BALI

Pulau Dewata Memajukan Desa lewat Simantri

Simantri mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendu-kungnya baik secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan pe-manfaatan sumberdaya lokal yang ada. Inovasi teknologi yang diintroduksikan berorientasi untuk menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan pertanian tekno ekologis. “Saya memi-liki impian, Bali menjadi pulau organik. Karena dengan memproduksi pupuk or-ganik akan menjadikan Bali sebagai pu-lau ramah lingkungan,” harap Gubernur Mangku Pastika.

Integrasi yang dilaksanakan dalam Si-mantri berorientasi pada usaha pertani-an tanpa limbah (zero waste) dan meng-hasilkan 4 F (food, feed, fertilizer, dan fuel). Gubernur Mangku Pastika men-gungkapkan di dalam Simantri limbah kotoran sapi baik padat dan cair langsung dipisahkan guna diolah dan dijadikan bi-ourine, biogas dan pupuk organik. “Dari hasil pengolahan limbah tersebut, bisa digunakan untuk tanaman pertanian dan menghasilkan produk-produk unggulan, serta mampu mengubah penghasilan pe-tani di desa tersebut,” paparnya.

Sistem inipun menuai pujian dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Saat meninjau unit Simantri Kelompok Tani Sapta Ker-ta Buana di Desa Bangli, Tabanan, pada 6 Mei 2016, Wapres JK memberikan apre-siasi pada keberhasilan sistem pertanian ramah lingkungan yang mengadopsi zero waste system. Dari dialog dengan petani Wapres mendapati data bahwa pupuk

organik dapat mengurangi pengeluaran pembelian pupuk serta tanah pertanian menjadi lebih subur.

Untuk menunjang keberlangsungan sistem ini, Wapres mengingatkan agar petani memiliki konsep dalam mening-katkan populasi sapi dengan harapan mendapatkan pupuk yang murah dan mampu berhenti mengimpor sapi pada masa depan. Program Simantri ini men-jadi satu solusi untuk mencapai tujuan ini.

Memberikan penjelasan lebih dalam, Mangku Pastika mengungkapkan bahwa dalam mengembangkan Simantri, ke-lompok tani juga bekerjasama dengan Fakultas Teknik Universitas Udayana. Hal ini bertujuan supaya biogas yang dihasil-

kan Simantri dapat digunakan di rumah-rumah anggota kelompok tani Simantri, baik untuk keperluan rumah tangga mau-pun sumber energi penerangan di rumah.

Tak hanya memiliki nilai ekonomi, Si-mantri juga mampu menggerakkan roda sosial. “Program Simantri juga berha-sil membangkitkan kemauan generasi muda di daerah tersebut, untuk mau berternak sapi, dan dengan Simantri

juga menumbuhkan lagi nilai-nilai go-tong royong di daerah tersebut,” papar Mangku Pastika.

Dalam prakteknya, Simantri merupakan sistem pertanian yang setiap unitnya seni-lai 225 juta rupiah. Dalam sistem tersebut di dalamnya terdiri dari 20 sapi betina, kandang koloni sapi, serta sistem pengo-lahan sapi itu sendiri. Kelompok tani yang mengaplikasinya mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Bali. Pro-gram yang dibiayai pemerintah provinsi ini bertujuan menjaga ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan daging sapi. Selain itu Simantri membantu setiap ang-gota kelompok tani dengan menambah pendapatan hariannya rata-rata menjadi 30 ribu rupiah setiap hari. l

40 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 41

Page 25: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Jentera

ember atau lewat instalasi pipa. Setelah itu air ditampung di bak atau tong yang disebut tajau. Air diberi penjernih air atau tawas lalu dibiarkan mengendap minimal se-lama dua hari. Setelah itu, barulah air dimasak untuk berbagai kebutuhan.

Buruknya kualitas air sangat mungkin disebabkan oleh kondisi alam di sekitar desa yang sudah rusak. Warga Tengga-rong, Kalimantan Timur, Hanafi Efendi mengungkapkan, awalnya Desa Batuah dikenal sebagai sentra perkebunan lada. Selain menjadi petani lada, ada pula pe-dagang, peternak, dan pengusaha tana-man hias.Namun sejak diterbitkanya Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Ba-tuah, jumlah perkebunan lada semakin sedikit karena banyak yang dijual ke pe-rusahaan tambang.

Selain itu, kasus kebakaran hutan dan semak sangat sering menyambangi Desa Batuah. Pada Oktober 2015 misalnya, terjadi kebakaran selama 3,5 jam yang menghanguskan 3,5 hektare lahan. Peris-tiwa ini menambah daftar panjang jumlah

kejadian kebakaran. Sedikitnya, ada enam kasus kebakaran lahan dalam sebulan.

Untuk mengatasinya, Polsek Loa Janan bekerja sama dengan TNI, Badan Penang-gulangan Bencana Daerah (BPBD), Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM), Di-nas Kehutanan, dan dinas terkait mendiri-kan posko bencana. Lokasinya berada di Pos Sub Sektor Tahura, Jalan Soekarno-Hatta Kilometer 31, Desa Batuah.

Komitmen Melestarikan AlamDemi menangani masalah kerusakan lingkungan tersebut, pemerintah desa

hingga kabupaten bekerja sama dengan Yayasan Puter Indonesia United States Agency for International Development (USAID) menggagas Kesepakatan Kon-servasi Alam (KKA). Melalui komitmen bersama ini, warga diharapkan untuk be-ramai-ramai menjaga alam lingkungan Desa Batuah dari kehancuran.

KKA ditandatangani pada 2013 dan masih terus berjalan hingga sekarang. Terbukti pada Maret 2016 lalu, diadakan Sosialisa-si Pencegahan dan Penanggulangan Kar-hutla di desa-desa se-Kecamatan Seranau.

Arwin Mangaraja Harahap yang bekerja di Yayasan Puter Indonesia mengung-kapkan, “Adapun maksud dan tujuan sosialisasi ini adalah menginformasikan mengenai bahaya dan dampak keba-karan terhadap lingkungan dan hajat hidup manusia.”

Dengan program pelestarian alam yang berkelanjutan, harapannya masyarakat desa dapat merasakan kehidupan yang layak dan mengusahakan peningkatan perekonomian. l

Jentera

Sungai merupakan bentang alam yang menjadi sumber penghidupan manusia. Jadi wajar jika pola pemukiman Desa Batuah berbentuk me-

manjang mengikuti kontur aliran Sungai Mentaya. Namun anehnya, desa yang berada di Kecamatan Seranau Kabu-paten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah ini sering kekurangan air bersih.

Tak hanya menjadi sumber air minum, mandi, cuci, dan kakus, Sungai Mentaya merupakan akses utama masyarakat Desa Batuah menuju perkotaan. Ini be-

rarti perannya begitu besar untuk men-jaga aspek kesehatan dan perekonomian masyarakat. Sayangnya, kualitas air Su-ngai Mentaya kurang memenuhi standar untuk dijadikan air minum. Karena itu warga sering menampung air hujan se-bagai alternatif pemenuhan kebutuhan air minum.

Menurut Miftah Ayatussurur, salah satu anggota Ecology and Conservation Cen-ter for Tropical Studies (Ecositrop), meski keruh, mau tidak mau air Sungai Mentaya menjadi sumber penghidupan sehari-hari warga. Warga mengambil air memakai

Peran Vital Konservasi di Desa BatuahKerusakan alam di sekitar desa menjadi faktor utama yang memperlambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Indeks Desa Membangun: 0,49067

Status: Sangat Tertinggal

Referensi: kaltim.prokal.co

42 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 43

Page 26: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Jentera

nya, Desa Teupin Raya masih berstatus desa sangat tertinggal. Di tengah dina-mika pembangunan desa, Teupin Raya menemui beberapa masalah.

Dari fakta yang ditemukan mahasiswa Universitas Syiah Kuala dalam program KKN, aspek pendidikan memegang pe-ranan penting dalam menghambat ke-majuan Desa Teupin Raya. Masyarakat berusia produktif di Teupin Raya umum-nya berpendidikan paling tinggi SMA/MAN. Banyak pemuda-pemudi yang ti-dak melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi.

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, kurangnya mo-tivasi, hingga minimnya kesadaran akan pentingnya pendidikan akademik mau-pun non akademik. Selain itu, kendala lain di bidang pendidikan adalah masih terbatasnya infomasi dikarenakan akses teknologi informasi dan tele-komunikasi yang belum memadai.

Dalam pergerakan roda ekonomi, masyarakat belum menggali secara penuh potensi yang ada. Lahan yang ada belum dimanfaatkan secara opti-mal baik dalam pengolahan maupun usaha untuk meningkatkan nilai tam-bah. Kondisi dengan banyaknya pen-gangguran dan minimnya lapangan pekerjaan turut mempengaruhi per-putaran kondisi ekonomi masyarakat.

Untuk pelayanan kesehatan, Teupin Raya juga masih kurang. Terindikasi dari tidak adanya Puskesmas sehingga jika masyarakat ingin berobat harus pergi ke Polindes (Poliklinik desa) dengan per-lengkapan medis yang terbatas. Kurang-nya kepedulian akan kebersihan ling-kungan juga menyebabkan masyarakat mudah terserang penyakit seperti tifus.

Sinergi dalam MembangunBerbagai masalah yang dihadapi Teupin Raya bukan tanpa solusi. Namun, untuk membangun desa menuju mandiri tak

bisa sendiri. Hal ini juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi bahwa dalam memba-ngun desa arus ada sinergi dan gotong royong antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten ser-ta stakeholder lainnya seperti BUMN, pi-hak swasta dan masyarakat, baik itu pe-tani, nelayan, pelaku UKM dan lainnya.

Program KKN seperti yang dilakukan Universitas Syiah Kuala turut berperan dalam sinergi pembangunan desa. Me-lihat anak-anak desa yang kurang me-manfaatkan waktu luangnya untuk be-lajar, dalam KKN diselipkan program pemberian les. Selain itu juga memberi pelatihan dan pengertian pada masyara-kat akan arti pentingnya pendidikan dan kesehatan.

Dalam hal infrastruktur, perbaikan Pem-bangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) difokuskan untuk bisa mendukung ke-giatan keseharian warga Teupin Raya. Dengan keberadaan PLTD diharapkan menjadi penopang kegiatan produktif di Teupin Raya. l

Desa atau Gampong Teu-pin Raya berjarak sekitar 105 kilometer dari Banda Aceh. Dilihat dari kondisi geografisnya, Desa Teupin

Raya yang masuk dalam wilayah admi-nistratif Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini memiliki area persawahan, pertanian, sungai, dan rawa yang potensial, strategis, dan subur.

Seperti yang diungkap dalam laporan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

(Periode 9 Tahun 2015) di Gampong Teupin Raya, potensi desa berpenduduk sekitar 715 jiwa dari 183 Kepala Keluarga ini adalah komoditas padi dan bawang merahnya. Selain bawang merah, produk lain yang berpotensi tumbuh subur di Te-upin Raya adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, ubi kayu, cabai, tomat, dan perkebunan kelapa serta bambu.

Dengan potensi yang cukup besar terse-but sudah selayaknya jika Desa Teupin Raya mampu mandiri. Namun realita-

DESA TEUPIN RAYA

Perlu Ditegaskan Pentingnya Pendidikan dan Kesehatan

Jentera

Kurangnya kesadaran akan potensi menjadi penghambat serius untuk bergerak maju.

DESA TEUPIN RAYAhttp://webblogkkn.unsyiah.ac.id/teupinraya9/teupin-raya/

http://teupinraya.blogspot.co.id/

Indeks Desa

Membangun:

0,49064

Status:

Sangat Tertinggal

44 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 45

Page 27: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Jentera

ma KKPA dengan luas lahan seluas 10 Hektar,” ucap Arisman, salah satu tokoh pemuda Talau.

Secercah Harapan Rawin, mantan Kepala Desa Talau menerangkan bila di lokasi perusa-haan sawit ada dua anak sungai yang nyaris mati, yaitu Sungai Pagai dan Sungai Pabadean. Dulunya kedua anak sungai tersebut lebar, dalam, dan airnya sangat jernih. Kedua su-ngai merupakan sumber mata penca-harian warga untuk mencari ikan. Sekarang aliran kedua anak sungai itu telah dangkal dan kotor oleh akti-vitas perusahaan.

Hal tersebut tak membuat warga Desa Talau putus harapan. Masyarakat me-minta supaya DAS (Daerah Aliran Su-ngai) anak sungai itu dihijaukan kem-bali oleh perusahaan sehingga produksi ikan bisa lebih diandalkan. Mereka juga Mendesak untuk segera didirikan Ke-bun Pola KKPA untuk Masyarakat Desa Talau.

Warga juga berharap kepada perusahaan mau menyalurkan aliran listrik perusa-haan ke Desa Talau. Saat ini warga hanya mengandalkan Pembangkit Listrik Tena-ga Diesel (PLTD) yang tentunya kurang mencukupi.

Untuk melepaskan kondisi mempri-hatinkan dari Desa Talau ini perlu sinergi antara stakeholder baik peme-rintah maupun pihak swasta. Regulasi yang tegas pada para pengguna lahan diyakini mampu membantu kondisi perekonomian masyarakat asli yang lebih dulu tinggal di dalam area usa-hanya. l

Tanggung Jawab Sosial di Desa Talau

Desa Talau yang dilewati dua aliran anak sungai memberikan ekosistem yang pas untuk pepohonan rindang dan tanaman

buah-buahan. Tak hanya menyuburkan, kedua sungai itu juga mampu mendu-kung kebutuhan sumber protein dari ikan yang bisa dipancing.

Seiring maraknya industri kelapa sawit, beberapa bagian wilayah Desa Talau pun dijadikan perkebunan kelapa sawit. Seyogyanya, hadirnya perusahaan ber-skala besar tersebut dapat memicu desa di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau ini untuk mengembangkan potensinya. Namun kini kondisinya justru mempri-hatinkan.

Tidak tampak perbaikan ekonomi desa dengan penghuni kurang lebih 80 ke-pala keluarga ini. Rumah warga yang terbuat dari papan dengan ukuran kecil baik itu bangunan baru maupun bangunan lama sangat mendominasi dibandingkan rumah permanen. Infrastruktur umum, baik ja-lan maupun fasilitas umum masih minim. Tak heran jika desa ini masih ma-suk dalam kategori desa sangat tertinggal. Hal ini kontras dengan ling-kungan perkebunan yang mengelilingi Talau. Jalan mulus di dalam perkebunan dan tersedia aliran lisrik yang stabil di kompleks perumahan karyawan perusahaan.

Untuk memutar roda eko-nomi, warga Talau cukup kesuli-tan, apalagi yang tidak punya lahan dan hanya tergantung dari menang-kap ikan di sungai. Program Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) de-ngan sistem bagi hasil yang sedianya dijalankan perusahaan sawit diakui tidak berjalan. “Yang menerima KKPA cuma warga yang memiliki lahan. Saat ini sekitar 50 Kepala Keluarga meneri-

Sinergi segala pihak diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial.

Jentera

Indeks Desa Membangun: 0,49061Status:

Sangat Tertinggal

46 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 47

“Yang menerima KKPA cuma warga yang

memiliki lahan. Saat ini sekitar 50 Kepala Keluarga

menerima KKPA dengan luas lahan seluas

10 Hektar.

ArismanTokoh

pemuda Talau

Page 28: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Transmigrasi

Durme dan warga Dusun Jogor yang lain memang menghadapi persoalan yang sama, yaitu hama babi hutan yang merusak tanaman padi mereka. Setiap malam Durme kembali lagi ke sawah un-tuk menjaga padi-padinya yang baru saja ditanam supaya tidak dimakan babi.

“Jika tanaman padi kami tidak kami jaga, dalam satu malam bisa langsung habis di-makan babi,” ujarnya. Sekali datang, kata Durme, jumlah babi hutan yang turun dari Gunung Bile Tengak yang berjarak sekitar 1 kilometer dari permukiman transmigra-si, mencapai 2-3 ekor. “Besar-besar babi-nya. Jika digotong butuh 4 orang.”

Selama berjaga, Durme mengaku me-milih tidak tidur. “Kalau ketiduran, babi-babi itu tetap datang dan menghancur-kan sawah. Kami juga tidak boleh terlalu asyik mengobrol tetapi harus tetap pa-troli mengelilingi sawah. Babi takut kalau ada orang, tapi kalau sepi tidak ada su-ara orang, babi-babi itu tetap akan terus makan tanaman padi kami,” ucapnya.

Babi hutan memang menjadi gangguan bagi warga transmigran. “Saya sering mendengar keluhan warga soal babi, bahkan mereka sampai menangis kalau sawah mereka diserang babi, karena itu artinya mereka tidak bisa panen sama sekali,” ujarnya.

Lalu bagaimana mengusir babi-babi hutan itu? “Kalau kami melihat ada babi hutan yang datang, kami lempar dengan batu. Babi-babi itu langsung pergi,” katanya.

Etos kerjaEtos kerja warga transmigran di UPT Mekar Sari harus diakui sangat besar. Untuk mendapatkan hasil panen, mereka memperhatikan betul tahap-tahapannya. Mulai dari menanam, memperhatikan kebutuhan air, termasuk mencegah babi hutan memakan dan merusak tanaman padi mereka.

Durme sudah dua belas tahun mene-tap di Dusun Jogor UPT Mekar Sari sejak Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan

Transmigrasi Kabupaten Lombok Te-ngah membuka unit permukiman trans-migrasi tersebut pada 2003. Sebelum menetap di Dusun Jogor, Durme ma-sih mengingat dengan jelas bagaimana dia diajak ayahnya untuk menjalankan aktivitas yang disebut Ngagum atau mencari tanah kosong milik pemerintah untuk ditempati dan digunakan sebagai tempat bercocok tanam. “Mungkin isti-lahnya semacam hak pakai. Tanah tetap milik pemerintah tapi boleh ditempati dan digunakan sebagai tempat berco-cok tanam,” ujar Durme yang pernah menetap di Desa Kateng yang berjarak 8 kilometer dari UPT Mekar Sari dengan berjalan kaki.

Durme menceritakan, aktivitas Ngagum ini sudah dijalankan secara turun-temu-run oleh nenek moyangnya sejak zaman Belanda. “Aktivitas Ngagum sifatnya be-bas. Kalau mau membuka lahan di hutan sampai sekian hektare silakan saja, tapi biasanya kami membuka lahan kurang lebih 2 hektare,” katanya.

Ke depan, Durme mengatakan, warga transmigran sangat membutuhkan pa-sokan air dari sumur bor. “Kalau dari sumur gali, kebutuhan air untuk sawah kami tidak mencukupi. Sebaliknya, jika menggunakan sumur bor dengan kedala-man 25-40 meter, aik pasti akan menga-liri sawah kami,” katanya berharap. Aik dalam bahasa Lombok, artinya air.

Di lain pihak, meski penghidupannya di UPT Mekar Sari saat ini lebih baik, Uju masih khawatir tentang masa depannya, terlebih soal status lahan permukiman yang ditempatinya dan juga lahan usa-hanya. “Kami ingin mendapatkan serti-fikat atas lahan permukiman dan lahan usaha yang kami kerjakan supaya kami lebih tenang,” ujarnya berharap.

Kekhawatiran Uju memang beralasan. Sebab, sekitar 500 meter dari Dusun Pa-dasan merupakan kawasan wisata. Salah satu obyek wisata yang mulai ramai di-kunjungi turis-turis asing adalah Pantai Selong Belanak. “Kabarnya, beberapa turis asing sudah mulai membeli tanah di sekitar Pantai Selong Belanak,” kata Syarifuddin, Pembina UPT Mekar Sari sambil membisikkan harga 100 are tanah di sekitar Pantai Selong Belanak menca-pai Rp 100 juta. l

Transmigrasi

Seandainya Bendungan Pelambik di Lombok Te-ngah tidak jadi dibangun, Uju Hardi (45) dan ke-luarganya masih tinggal di

Desa Kabul. Namun, pembangunan ben-dungan tidak bisa ditunda-tunda lagi dan pada 16 Oktober 1994, Presiden Soeharto meresmikan beroperasinya bendungan tersebut.

Uju sempat berpindah lokasi tempat tinggal sebelum akhirnya pada 2005, sei-ring pembukaan tahap kedua UPT Mekar Sari, dia bersama keluarganya memu-tuskan pindah ke Dusun Padasan yang dihuni 70 Kepala Keluarga (KK).

“Dulu waktu masih tinggal di Desa Kabul, saya punya tanah 2 hektare. Sebagian sudah saya jual, sebagian lagi terendam air Bendungan Pelambik,” katanya me-ngenang. Kini, di UPT Mekar Sari, dia

mendapatkan bagian tanah seluas 1 hek-tare. “Sekarang tinggal di sini lebih enak. Dulu meskipun punya tanah luas, tapi penghasilan yang saya peroleh tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga,” ujarnya.

Di lahan seluas 1 hektare, Uju menanam rupa-rupa tanaman. Dari padi, jagung, kedelai, jambu mete, sampai kayu ma-honi. “Pendapatan saya sekarang men-capai Rp 8 juta per tahun, meningkat di-bandingkan dulu yang sebesar Rp 2 juta per 6 bulan,” katanya. Dia lalu merinci pendapatan sebesar Rp 8 juta tersebut diperolehnya dari 2 ton padi jenis gogo rancah yang ditanamnya.

Selain padi, Uju juga memperoleh pendapatan dari jagung tiap 3 bulan sebanyak rata-rata 5 ton. “Jika diuang-kan, dari 5 ton jagung, saya memperoleh pendapatan Rp 10 juta,” ucapnya dengan wajah berbinar.

Untuk mengolah lahan pertaniannya, dia melibatkan istri dan anggota keluarganya yang berjumlah 4 orang. Uju memilih ti-dak melibatkan orang lain. “Supaya hasil yang kami peroleh lebih maksimal,” kata-nya memberikan alasan.

Hama babiCerita lain tentang kehidupan warga transmigran datang dari Durme (40), salah satu warga Dusun Jogor UPT Mekar Sari. Ketika musim penghujan tiba, sejak pukul 07.00, bapak lima anak ini sudah pergi ke sawah untuk menanam padi jenis gogo rancah. Dari 1 petak sawah, biasanya Durme rata-rata mendapatkan 5 karung beras pada saat panen. Satu karung beratnya 50 kilo-gram dengan harga beras per kilogram sebesar Rp 10.000. “Tapi itu kalau se-dang mujur,” katanya.

Pendapatan ekonomi warga meningkat setelah pindah ke permukiman transmigrasi, meski masih menghadapi sejumlah persoalan, salah satunya kurangnya pasokan air.

Bila Bendungan Pelambik Tidak Jadi Dibangun

48 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 49

Page 29: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Selarik Terang dari Lunang-Silaut

Bila mengingat kembali masa itu, Sunarto hanya bisa mengelus dada. Trans-migran asal Wonosari yang berangkat melalui program

Transmigrasi Swakarsa pada 1987 ke Lu-nang-Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat, ini hidup dalam kondisi serba terbatas. Listrik belum ada, infrastruktur jalan masih seadanya, be-gitu pula kebutuhan air juga minim. Ke-tika Sunarto tiba, kawasan Lunang-Silaut adalah daerah hutan dan untuk menca-pai jalan utama Padang-Bengkulu, trans-migran Silaut harus menempuh waktu kira-kira satu hari berjalan kaki.

“Apalagi kalau malam, saya hanya sen-dirian, penerangan menggunakan lampu minyak seadanya dan tetangga jauh. Benar-benar sendirian,” katanya menge-nang.

Selain minimnya infrastruktur, warga transmigran juga dihadapkan pada ter-batasnya jumlah air bersih untuk mi-num. “Waktu itu, saya harus benar-benar

memperhitungkan jumlah air yang saya minum. Jadi, sekalipun haus karena bekerja di tengah panas terik, saya ta-han rasa haus. Kalau air yang saya bawa habis, saya tidak tahu lagi harus mencari di mana atau meminta kepada siapa,” ujarnya.

Itu cerita Sunarto dua puluh delapan tahun silam. Kini Silaut telah tumbuh menjadi kawasan transmigrasi yang ma-pan. Memang jalan menuju kampung masih pengerasan, namun jalan utama kecamatan Silaut sudah bertaburan aspal mulus. Begitu pula dengan moda trans-portasi. Jika dulu warga berjalan kaki, kini mobil sewa hilir mudik mengantar warga Silaut setiap hari ke Kota Padang.

Silaut juga tidak lagi menyisakan bekas-bekas daerah yang tadinya setiap hari

Transmigrasi

Kawasan Lunang-Silaut adalah daerah hutan dan untuk mencapai jalan utama Padang-Bengkulu, transmigran Silaut harus menempuh waktu kira-kira satu hari berjalan kaki.

50 Info Desa Agustus, 2016

Page 30: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Transmigrasi

banjir. Semua rumah pun sudah mena-pak ke tanah. Tak ada lagi rumah pang-gung yang menandakan seringnya banjir rob melanda kawasan pesisir ini. Tidak hanya menapak, rumah warga pun sudah semakin kokoh karena dibuat dengan semen dan batu bata. Lantai kayu juga tidak ada, hampir semua warga transmi-gran memiliki rumah dengan lantai ubin.

Sunarto pun juga tidak lagi sendirian. Bahkan dirinya terpilih sebagai Wali Nagari Pasir Binjai untuk dua periode berturut-turut. Dalam catatannya, sudah ada 1.643 penduduk di Nagari Pasir Bin-jai, dengan 804 orang penduduk laki-laki dan 839 orang penduduk perempuan.

Pendidikan juga telah berkembang, ditandai dengan 16 orang sarjana di Nagari Pasir Binjai. Begitu pula dengan sarana pendidikan sebagai tanda pe-ngembangan wilayah juga telah ada. “Kini tinggal yang dibutuhkan adalah lembaga pendidikan setingkat SMU/SMK,” katanya. Rencana pembangunan tersebut masih dibicarakan dengan Nagari lain tentang lokasi penempatan-nya mengingat jumlah SMU/SMK yang dibangun sementara hanya berjumlah satu, sementara ada 10 Nagari yang men-gajukan diri sebagai lokasi sekolah.

Dari sisi ekonomi, Silaut melesat se-jak adanya perubahan komoditas yang dikembangkan. Sejak pemerintah meng-ubah kebijakan pengembangan tanaman pangan menjadi tanaman kebun, Silaut berkembang secara ekonomi karena warga mulai menanam sawit sejak 1997. “Tanaman pangan tidak terlalu cocok dikembangkan di sini. Tanahnya tidak terlalu pas, jadi agak berat,” kata Sunarto yang bersama kelompok tani pimpinann-ya, Sumber Makmur pernah mendapat-kan anugerah dari pemerintah yang dise-matkan oleh Presiden Habibie.

Tumbuh makmurKecamatan Lunang juga berkembang se-cara ekonomi. Kawasan ini bahkan telah tumbuh makmur karena warga trans-migran beralih menanam sawit. Dari sisi usia, Kecamatan Lunang telah lebih dahulu ditunjuk sebagai kawasan trans-migrasi. Jadi tidak heran bila kawasan ini terlihat lebih padat dan lebih modern. Letaknya yang tidak terlalu jauh dengan jalan lintas Padang-Bengkulu membuat kawasan ini terlihat maju.

“Transmigran Lunang telah berkembang. Dari hasil iuran warga bisa membangun masjid. Sudah banyak yang bisa naik haji,” kata Jumari, Wali Nagari Lunang 3. Jumari yang berangkat transmigrasi pada 1981 mengikuti jejak orangtuanya menjadi transmigran.

Kisah transmigran di kabupaten Pesisir Selatan memang heroik. Sebuah keber-hasilan perjuangan yang membuahkan hasil manis di akhir cerita. Sebuah ki-sah yang tentu menginspirasi banyak orang karena turut bangga dengan daya juang dan ketabahan para trans-migran. Transmigrasi pun masih akan terus relevan sebagai bagian dari pem-bangunan.

“Saat ini saya memikirkan masa de-pan. Tanaman sawit ini suatu saat akan berhenti berbuah. Lalu selanjutnya bagaimana ekonomi kami ini nantinya. Itulah yang saat ini saya pikirkan,” kata Slamet Riyadi, Wali Nagari Silaut 1.

Menurut Slamet, transmigrasi adalah program yang bagus dan benar-be-nar telah berhasil mengangkat derajat hidupnya. Slamet bisa mewakili suara salah satu arus bawah, yaitu perlunya merumuskan bentuk transmigrasi yang pas dan menjawab zaman. Tentu bu-kan sekadar memindahkan penduduk di tempat terpencil. Itulah pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan secara bergotong-royong antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Terting-gal dan Transmigrasi serta kementerian dan lembaga negara lain, pihak swasta, pemerintah daerah dan masyarakat.

Dengan demikian, program transmi-grasi bisa menjadi program andalan pemerintah untuk mensejahterakan ke-hidupan transmigran yang sebelumnya berada dalam belenggu kemiskinan. l

Transmigrasi

Agustus, 2016 Info Desa 51

Page 31: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Lensa Inspirasi Lensa Inspirasi

Pembangunan infrastruk-tur memang menjadi salah satu prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

saat ini. Namun tak hanya pembangunan fisik, Kemendesa PDTT kini juga tengah gencar-gencarnya membangun masyara-kat desa. Salah satunya dengan cara memberi bekal pengetahuan dan kete-rampilan bagi masyarakat.

Sejumlah pelatihan pun diberikan oleh Kemendesa PDTT, antara lain kepa-da warga di Distrik Senggi Kabupaten Keerom, Provinsi Papua dan Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, serta warga di Desa Oni Ka-bupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Di Distrik Makbon, pelatihan diberikan oleh Balai Latihan Masyarakat Makas-sar, berupa ceramah, diskusi, tanya ja-

wab, permainan, simulasi, praktik, dan diakhiri dengan penyusunan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Warga Distrik Makbon contohnya, membuat RKTL dengan melaksanakan usaha pengolahan keripik pisang, pembuatan selai mangrove, membentuk koperasi yang menjual sembako, dan menjual hasil ikan.

Sementara itu, Badan Penelitian dan Pe-ngembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi (Balilatfo) Kemendesa PDTT meluncurkan model kampung klaster berbasis sumber daya lokal dan adat di Kampung Usku, Distrik Senggi.

Selain itu, Balilatfo juga memberikan pe-latihan mengenai budidaya tanaman pa-ngan agar diterapkan oleh warga Kampung Usku. Target pembangunan ini adalah me-ningkatkan perekonomian desa dengan memanfaatkan potensi desa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. l

Penguatan Potensi Desa

52 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 53

Page 32: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Lingkungan Lingkungan

Dunia pengetahuan Indo-nesia sempat dihebohkan oleh penemuan Mikroba Google, yang mampu me-nyuburkan berbagai ma-

cam tanah. Mikroba yang telah dipaten-kan oleh penemunya, Ali Zum Mashar, mampu mengembangkan tanah tandus sehingga menjadi subur makmur.

Mikroba yang diberi nama BIOP 2000Z ini mempunyai prinsip kerja yang cu-kup unik. Mikroba ini dapat mencari dan menemukan potensi tersembunyi yang ada di dalam tanah layaknya mesin pen-cari Google.

Yang mencengangkan, waktu yang dibu-tuhkan untuk mengembalikan kondisi tanah-tanah tersebut terbilang cu-kup singkat. Jika dengan menggunakan metode konvensional, sebidang tanah bekas tambang membutuhkan waktu tak kurang 30 tahun untuk subur kembali, tak demikian jika menggunakan mikroba ini. Untuk tanah bekas tambang, hanya butuh tiga tahun untuk mengembalikan kondisi tanah menjadi subur kembali.

Penelitian ini sudah pernah diujicobakan di daerah Kerengpangi, Kalimantan Te-ngah. Dengan menggunakan 3 liter mi-kroba untuk tiap hektarnya, Kerengpangi

Menyulap Lahan Kering Jadi Subur

yang merupakan tempat penambangan emas dapat disuburkan kembali.

Sedangkan untuk tanah berpasir, mem-butuhkan waktu yang lebih singkat. De-ngan menggunakan mikroba sebanyak 8 liter per hektarnya, untuk mengem-balikan kesuburan tanah hanya butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Selain itu de-ngan pemakaian mikroba ini, juga dapat menghemat pemakaian pupuk.

Hal ini terjadi pada tahun 2000 di lahan gambut di Kalimantan. Dalam penelitian yang dilakukan Ali, pemakaian mikroba ini tidak menimbulkan efek samping, hanya meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu, beberapa pengujian telah membuktikan terdapat peningkatan produktivitas tanaman pertanian. Mi-kroba tersebut telah diuji di beberapa tanaman, antara lain kedelai dan jagung.

Ali menambahkan, di Desa Rancasang-gal, Kecamatan Cinangka, mikroba ini dikembangkan pada tanaman padi, pohon jambu, dan pepaya. “Kemudian kita juga implementasikan menjadi cam-puran pakan ikan lele. Hasilnya selain ikan lele cepet tumbuh besar tapi men-jadikan air kolamnyapun tidak tercium aroma bau tidak sedap sekalipun tidak diganti dari pertama tanam sampai di-panen,” katanya.

Mikroba temuan Ali juga dapat dicam-purkan pada pakan ternak seperti pada sapi. “Tubuhnya cepat gemuk dan cepat reproduksi,” katanya. Sontak, penempuan Ali terkait pupuk organik BIOP 2000Z ini mendapat apresiasi banyak kalangan.

Untuk memperolehnya ia mengunjungi hampir seantero Indonesia. Di wilayah-wilayah ekstrem seperti lahan gambut atau bekas penambangan itulah ia ber-buru mikroba unggul. Mula-mula pengu-saha itu mengamati vegetasi di sekitar la-han. Jika menemukan tanaman tertentu yang tumbuh subur di lahan ekstrem itu, ia akan mengambil sampel tanah yang mengandung mikroba.

Ketika berkunjung ke Palangkaraya, Ka-limantan Tengah, Ali menemukan tana-

man kacang-kacangan yang tumbuh subur di lahan gambut. Setelah meneli-sik, ia menemukan mikrob yang mene-tralisir keasaman tanah sehingga tana-man itu mampu tumbuh.

Begitu juga ketika ia mengunjungi lokasi penambangan emas di Kalimantan Se-latan. Di area itu banyak mengandung air raksa (Hg), racun bagi tanaman. Fak-tanya ia menemukan mikrob yang me-netralisir air raksa sehingga tak beracun dan tanaman tumbuh subur.

Eksplorasi Ali berlanjut ketika berkun-jung ke Padang, Sumatera Barat, mene-mukan mikrob yang mampu menetralisir aluminium tinggi sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tanaman. Total jenderal Ali mengkoleksi 18 mikrob unggul yang kemudian ia satukan dalam pupuk bua-tannya.

Mengapa harus sebanyak itu? “Ibarat tentara, untuk menang harus didukung sepasukan yang kuat,” kata Ali. Ali Zum menambahkan, temuannya memiliki keistimewaan mampu menghasilkan zat hara dan nutrisi penyubur tanah. Selain itu, lanjut Ali, temuannya disebut Mikroba google karena dapat mencari sendiri sasa-ran bagian tanah yang bisa disuburkan.

“Ini menggunakan teknologi bioperfora-si, yaitu menyuntikkan mikroba ke dalam tanah yang dengan bantuan energi ma-tahari dan air akan membuat tanah men-jadi subur,” ucap Ali.

Apalagi, pupuk tersebut menjadi salah satu solusi meningkatkan gairah para pe-tani agar kembali menghasilkan produk kedelai. “Biasanya tanaman kedelai nor-malnya hanya memiliki tinggi 70 cm de-ngan jumlah polong 50 buah,” tuturnya.

Dikatakan Doktor Program Studi Ekonomi Sumber Daya Lingkungan ini, pupuk terse-but mampu menyuburkan kedelai hingga berukuran raksasa, hingga mencapai ke-tinggian hampir empat meter, dengan jumlah polongnya mencapai 300 buah.

Di tangan Ali, gurun pasir di Timur Te-ngah yang tandus sekalipun berubah menjadi lahan pertanian yang subur. Ia bekerja sama dengan guru besar Uni-versitas King Faisal, Arab Saudi, Nabil Y Kurashi dalam proyek itu. Area itu kini berubah hijau menjadi sentra budidaya beragam komoditas.

Nabil Y Kurashi, girang bukan kepalang. Sebab itu sejak September 2011, negeri petro dolar itu meminta pasokan rutin dua kontainer pupuk hayati per bulan. “Permintaan lebih besar daripada itu, tapi saya belum sanggup,” kata Ali.

Jasa koki Ali memanfaatkan mikroba Google untuk menyuburkan gurun atau lahan ekstrem seperti lahan kritis, bekas penambangan, dan lahan gambut. Je-nis mikroba dalam pupuk itu antara lain bergenus Aspergillum, Aspergillus, dan Bacillus yang bahu-membahu menyu-burkan lahan. l

Layaknya mesin pencari Google, mikroba ini dapat mencari dan menemukan potensi tersembunyi yang ada di dalam tanah.

54 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 55

Page 33: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

naik daun dikarenakan unik dan berbeda dengan patron batik pada umumnya, ser-ta termasuk batik modern jika dilihat dari tahun kemunculannya. Agus menceri-takan, geliat batik Talunombo berawal pada 2008, ketika untuk pertama kali batik Talunombo mengikuti “Wonosobo Expo”, sebuah pameran rutin tahunan yang diselenggarakan Pemkab Wono-sobo dan menampilkan berbagai potensi industri, kesenian dan ekonomi kreatif yang ada di Wonosobo.

Saat itu, Agus mengatakan, beberapa pengunjung mengatakan batik produksi Talunombo sangat mirip, bahkan sering dikira batik dari Pekalongan. Hal ini tidak dipungkiri, karena memang para perajin batik Talunombo belajar dari instruk-tur batik asal Pekalongan, di mana pola batik yang digunakan adalah motif asal Pekalongan. Berangkat dari hal inilah ke-mudian timbul gagasan untuk membuat patron motif sendiri, motif yang khas dan bisa langsung dikenali. “Lalu muncullah motif Carica dan Purwaceng, dua tum-buhan yang terlebih dahulu dikenal se-bagai ikon Wonosobo yang hanya dapat tumbuh di pegunungan Dieng. Lambat laun dua motif ini kemudian terkenal dan mengangkat pesona batik Talunombo,” ujarnya.

Selain motif Carica dan Purwaceng, ba-tik khas Talunombo juga memiliki motif “Batik Retak”, berbentuk pola garis-garis halus. Ada pula batik motif Daun Albasia, Daun Talas, Candi Dieng, Sindoro Sum-bing, Ikan, Jamur Dieng, Daun Teh, serta motif klasik, yaitu Sidomukti, Kawung, Parang, Sekar jagat Wonosobo.

SejarahPerkembangan seni batik di Talunombo tak lepas dari peran A. Mukhlasudin. Di-dampingi Agus Munajat, lelaki 52 tahun ini menceritakan awal mula munculnya batik Talunombo. “Waktu itu, tahun 2007, seluruh desa di Kabupaten Wono-sobo sesuai perintah Bupati Wonosobo yang saat itu dijabat Kholiq Arif, diwa-jibkan untuk merintis produk unggulan desa” ujarnya mengenang.

Satu per satu desa mulai merintis produk unggulan, sebagian besar berupa makanan dan minuman. Mukhlasudin, yang saat itu menjabat Kepala Desa, dan beberapa warga berinisiatif mengu-sung sesuatu yang baru dan khas serta mudah diingat di luar produk makanan dan minuman. Tercetuslah ide merintis seni batik untuk dikembangkan men-jadi produk unggulan Desa Talunombo, sebuah bentuk produk baru yang belum pernah ada sebelumnya di Wonosobo. Setelah itu, Mukhlasudin dan beberapa warga berinisiatif menyampaikan ga-gasan ini kepada DPRD Kabupaten Wonosobo, yang disambut baik. Hal itu ditandai dengan dikucurkannya ang-garan untuk mengadakan pelatihan batik dengan mendatangkan instruktur dari Pekalongan. Pelatihan tersebut dilak-sanakan di Desa Talunombo selama satu minggu dengan mayoritas peserta diam-bil dari warga binaan PKK Desa.

Pelatihan itu sendiri berisi materi cara dan teknik pembuatan batik tingkat dasar. Proses pelatihan ini berlanjut be-berapa bulan kemudian, tepatnya pada Agustus 2007, melalui anggaran pe-rubahan kabupaten diadakan pelatihan kedua, dengan mendatangkan kembali instruktur dari kota Pekalongan untuk lebih mematangkan teknis pembuatan batik. Setahun kemudian, Mukhlasu-din menuturkan, turun anggaran dari Provinsi berupa kegiatan magang ke Yogyakarta yang diikuti oleh lima orang selama satu minggu, khusus belajar ten-tang teknis pewarnaan batik.

Dia masih ingat, setelah beberapa kali pelatihan, warga mulai berani menampil-kan produknya dengan mengikuti pamer-an-pameran baik di Wonosobo maupun kota lain seperti Salatiga dan Semarang. Pemerintah Desa saat itu berupaya un-tuk melakukan pendampingan kepada para perajin batik. Menurut dia, para perajin ini meskipun terlihat sudah siap tetapi belum bisa mandiri penuh. Berba-gai kendala masih saja dihadapi, seperti mahalnya harga bahan baku kain hingga kesulitan modal dan pemasaran. Hal ini diperkuat dengan cerita dua pelaku pendampingan ini, Tariyah (35) dan Umi

(38). Kedua perempuan inilah yang sejak awal mengenalkan batik Talunombo se-cara door to door, promosi dari kampung ke kampung, dari satu pintu instansi ke pintu instansi yang lainnya. Hal ini terus dilakukan hingga berkembang seperti sekarang.

Berbagai terobosan kemudian dibuat oleh pihak Desa Talunombo, salah sa-tunya adalah program wisata batik, program yang mengajak para pengun-jung untuk datang langsung ke pusat produksi, diberi kesempatan untuk meli-hat proses pembuatan batik, bahkan bisa praktik membuat batik sendiri. Beberapa macam batik baik batik tulis, batik cap maupun printing tersedia di sini. Batik tulis yang dikerjakan selama 3-5 hari di-jual Rp 150 ribu sampai Rp 500 ribu tiap potong, sedangkan batik printing lebih murah, di bawah Rp 100 ribu per potong.

Selain itu, pada 20-28 Agustus men-datang, pemerintah desa akan menga-dakan Festival Satu Abad Talunombo yang menampilkan berbagai produk desa seperti makanan khas, yaitu com-bro, serta produk pertanian dan tentu saja batik. Pada acara ini akan dilang-sungkan pembuatan batik kolosal, yaitu membuat batik secara masal oleh 30 peserta dalam waktu bersamaan de-ngan total panjang kain yang digunakan 60 meter. Pemerintah kabupaten, kata Agus, juga berkeinginan membangun cluster wisata khusus batik di Wono-sobo yang disambut dengan sangat baik oleh warga. “Diharapkan dengan adanya cluster tersebut bisa menjadi tempat promosi sekaligus jujugan untuk para penggemar batik yang datang ke Wono-sobo,” katanya.

Itulah batik Talunombo, sebuah terobo-san baru yang sedang menggeliat, men-jadikan Desa Talunombo, sebuah wilayah yang sebenarnya secara tradisional tidak memiliki sejarah seni batik yang kuat se-perti halnya Solo atau Pekalongan men-jadi sentra batik baru. Agus berharap, geliat batik Talunombo dapat meningkat-kan kesejahteraan warganya, sebuah cita-cita yang memerlukan kerja keras dan du-kungan dari berbagai pihak. l

Karya Karya

Di tengah udara sejuk pe-gunungan lereng selatan Gunung Sumbing, tepat-nya di Desa Talunombo Kabupaten Wonosobo,

beberapa perempuan membentuk ling-karan mengelilingi satu wajan berisi cai-ran lilin. Tangan-tangan mereka teram-pil mencelup dan memainkan canthing membentuk pola indah di atas kain batik khas Talunombo, sebuah produk unggu-lan desa di Kecamatan Sapurandan yang juga ikon kerajinan tradisional Kabupat-en Wonosobo.

Agus Munajat (35), Kepala Desa Ta-lunombo mengatakan, saat ini jumlah

warga yang menjadi perajin batik seban-yak 60 orang, yang sebagian besar meru-pakan kaum perempuan. Para perajin ini tergabung dalam dua kelompok usaha di bawah binaan Karang Taruna desa, yaitu Carica Lestari (40 anggota) dan Artha Nugraha (20 anggota). Setiap hari me-reka bekerja sejak jam 8 sampai dengan jam 5 sore membuat batik di kain prima, primis, santun dan krayon, kain bahan dasar untuk membuat batik di desa yang berjarak 24 km atau 30 menit perjalanan dari pusat kota.

Batik motif Carica dan Purwaceng adalah batik khas Talunombo yang paling po-puler. Motif ini paling disukai dan cepat

Batik Talunombo, Batik dari Lereng Sumbing

Batik motif Carica dan Purwaceng adalah batik khas Talunombo yang paling populer karena unik dan berbeda dengan patron batik pada umumnya.

56 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 57

Page 34: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

60 70 7672Village-Owned Enterprises, Way to Achieve Village Welfare

Revitalizing BUM Desa

Batuah, Talau, Teupin Raya,Three Villages To Look For Solutions

Kertamalip’s Village Information System

English Section

Page 35: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

The responsibilities given by President Joko Widodo to the Minister of Disadvan-taged Regions and Transmi-gration Eko Putro Sandjojo

is not easy. President Jokowi requests Minister Eko to accelerate the village development through village economy empowerment.

Given that mandate, Minister Eko moves quickly. He has prepared number of pro-grams, one of them is encouraging the formation of Village-Owned Enterprises

or BUM Desa. According to the minister, Village-Owned Enterprises has strategic values where villagers will have channel for small loans distribution. “We will encourage the villages in this country to form Village-Owned Enterprises. I will be channeling the Village-Owned Enterpris-es to other business stakeholders, such as State-Owned Enterprises (BUMN) or privates,” he said.

After visiting villages in Central Java, Eko concludes that one village actually owns various agricultural commodities. Un-fortunately, none of them becomes com-petitive commodity. As a result, the dis-tribution channel for production gets too long. Apart from that, the minister men-tioned, the post-harvest sales channel is also long due to limited harvest. This has caused investors become reluctant to de-velop post-harvest facility. Therefore, the harvest distribution should go through a long process, for instance through larger collection and larger post-harvest facility.

To improve such distribution facility, Eko claimed that he has prepared to form competitive village. “For instance, some villages may be focus only on rise, corn, or sugarcane,” the minister said.After such pattern is formed, Eko plans to invite investors to team up with Vil-lage-Owned Enterprises by developing post-harvest facility in order to cut off the distribution channel and create a more affordable harvest price.

In accordance with the Permendesa No. 21/ 2015 on priority of village fund 2016, one of the principal uses of fund is to pri-oritize the village’s need that is more ur-gent to the people’s interests. Therefore, the priority is set to build infrastructure. In addition to infrastructure, health and education sector also need to be consid-ered, for instance building integrated health post (Posyandu) and early child-hood education center (PAUD). After sorting out those priorities, village fund then can be used to empower local peo-ple, including developing Village-Owned Enterprises (BUM Desa), cadre for com-munity empowerment (KPMD), and community center.

Dignity

Director General of Rural Community Development and Empowerment at the Ministry of Disadvantaged Regions and Transmigration Ahmad Erani Yustika said the village economy em-powerment has become the ministry’s priority. “It is our top priority and it takes government’s support in order to bring dignity and honor to our be-loved country in the long run,” he said. He stated that the Village-Owned En-terprises is the instrument that can stabilize the economy in private sec-tors, cooperative, and state’s involve-ment.

“The Village-Owned Enterprises has similar function as State-Owned En-terprises and Provincial Administra-tion-Owned Enterprises in which there are activities in strategic sectors, rang-ing from natural resources manage-ment, processing industry, savings and loan fees, distribution network, and oth-er basic public services such as electrici-ty, clean water supply, and many more,” he explained.

Yustika added that the village fund con-tribution toward the employment in in-frastructure can reach up to 1.8 million people and 457,280 people in economy development which makes the total ab-sorbed workforce of 2.3 million people. In the meantime, the village fund contri-

bution to the country’s economy reaches 0.041 percent, therefore Indonesians need to monitor the village fund use.

Independent VillageChairman of Commission V at House of Representative (DPR) Fary Djemi Fran-cis wishes that the village fund program can create an independent village. “The village fund is nothing more than just a stimulant. We are hoping to shape an independent village which has its own fund,” he said.

According to Francis, there are villages across the archipelago that have imple-mented the village fund program, such as Belu, East Nusa Tenggara, Bangkalan, Madura, and East Java.

As stated in Village Fund Road Map of the Ministry of Finance, the amount of village fund disbursed by the govern-ment continues to increase. In 2019, the amount of village fund reaches 111.8 trillion rupiahs which will be allocated to 74,754 villages with 1.4 billion rupiah each.

Government also pledges to support the development acceleration in West Papua and Papua. Head of Research and Deve-lopment, Education, Training and Infor-mation at the Ministry of Disadvantaged

Regions and Transmigration M. Nurdin said that the development acceleration in those areas has been included in the national development priority since the Law No. 21/ 2001 on Special Autonomy in Papua had been issued. It is also im-plicitly stated in the RPJMN since 2005 up until today.

“The financial support continues to in-crease every year, both in State Budget and Special Autonomy fund. The amount of village fund 2016 for Papua reaches 3,385 trillion rupiahs, dedicated to 5.419 villages, while West Papua’s fund reaches 1,074 trillion rupiahs for 1,744 villages,” said M. Nurdin.

The Chairman of Papua Working Group Judith Dipodiputro said that the Pa-pua Work and Win Movement becomes a big frame to build the province in the future. The movement has program named “Tong Maju” that includes sev-eral programs such as Tele Health, Tele Education, Tele Public Service, and Tele Medicine.

“Tong Maju is optimization use of com-munication technology, data, digital and analog technology as mean of commu-nication between villages with all stake-holders.

“Let’s make village fund as matching fund, linking its funding to complement government’s programs in order to de-velop better infrastructure in the village, such as roads, electricity, irrigation and many more. Apart from that, govern-ment also needs to build infrastructure that connects local people to the mar-ket,” said Prof Emil Salim at the Inter-national Colloquium Knowledge Shar-ing in Enhancing Local Initiatives to Promote Local Economic Development in Indonesia, organized by Research and Development Center Balilatfo at the Ministry of Disadvantaged Regions and Transmigration together with the Min-istry of National Development Planning (PPN)/ National Development Planning Board (Bappenas), and Australian Aid Knowledge Sector Initiative, in Jakarta, 10 August 2016. l

Cover Story

Village-Owned Enterprises, Way to Achieve Village Welfare

Village-Owned Enterprises has strategic values in empowering village economy. This will later bring dignity and honor to Indonesia in the long run.

Cover Story

60 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 61

Page 36: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Being a successor to Mar-wan Jafar as the Minister of Village, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration in

the second reshuffle of the Presidential Working Cabinet, Eko Putro Sandjojo is directly faced by a heavy responsibility. The politician from Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) was instructed by Presi-dent Joko Widodo to accelerate village development through village economic empowerment.

“Basically, how to empower the village economy to make it more developed,” Eko said when meeting Info Desa team in the office of Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions, and Transmi-gration in Kalibata, Jakarta. The Presi-dent, he continued, asked him to imme-diately finalize the concepts and programs and coordinate with relevant ministries.

He indeed had prepared programs which will absorb labors in villages. In addition, Eko will promote the establishment of

more Village-Owned Enterprises. The reason behind this is to have funds put in the village-owned enterprises so that villages will have media to channel micro business loans.

“We will also provide post-harvest facili-ties according to each village’s needs,” Eko said. However, Eko admitted, to reach the goal, certain things need to be fixed first, such as human resources and coordina-tion with Ministry of Agriculture and Min-istry of State-Owned Enterprises.

Eko said that Marwan Jafar, as his prede-cessor, advised him that all that already exist are maintained and improved. “I will continue the policies made by Mar-wan,” he said. Below is the interview.

What will be the main focus of your Ministry’s next programs?Basically, we have an assortment of villag-es, some are still disadvantaged, and some

have sufficient facilities. The Ministry’s priority for the disadvantaged ones is to provide complete basic facilities to avoid them getting more disadvantaged. For other villages already having sufficient facilities, we will push them to create vil-lage economic empowerment so that the village funds are not only exhausted.

What will be the format of the empowerment?For village economic empowerment, we will make Village-Owned Enterprises (Badan Usaha Milik Desa, BUMDes). Some of the village funds disbursed by the government can be used to develop business units through BUMDes. Some that will be pushed are facilities for post-harvest management and produc-tion facilities providers.

What about the management of BUMDes?

Cover Story

In the future BUMDes will have channels to other business stakeholders, such as State-Owned Enterprises (BUMN) and private sector. For example, BUMDes in a village can make a Rural Loan Bank

(Bank Perkreditan Rakyat, BPR). We can invite State-Owned Bank (to invest), so they can maybe allocate 100 or 200 as capital or equity. BPR can then disburse micro business loans worth tens of bil-lions rupiah.

About the post-harvest management, what is the mechanism?BUMDes can cooperate with State-Owned Enterprises or private sector to provide post-harvest management. We will also ask them to provide production facilities. Once it has larger operation, BUMDes can provide transportation, for example. That way, from a small fund we can have plenty equities that we can dis-tribute everywhere.

Agricultural commodities in villages do not have any featured productFrom my visits to villages in Central Java, villages may have a variety of agricultural commodities but none can be featured. As a result, the distribution channel for production facilities can be very long. Their price for the farmers becomes too expensive. As an addition, post-harvest sales channel is longer since there is only a small amount of harvest. As a result, in-vestors are reluctant to provide post-har-vest facilities.

What are your offered solutions?

To improve the distribution facilities, we have prepared a program to create a fea-tured village. The plan is to make villages in adjacent regions to concentrate on one featured commodity. A group of villages can concentrate on producing rice, while some others on corn, and so on.

If such a pattern is formed, we can invite investors to cooperate with BUMDes to provide post-harvest facilities so that dis-tribution chain can be cut to eventually lower the harvest price. If it is successful, the gained dividend can suffice the village needs, and the village will be self-suf-ficient. The government will not need to disburse more funds for them. With smaller capital and higher sales price, the farmers will have more income.

How about the obstacles?Apart from the financial issue, the village human resource can be a prob-lem, too. They are not ready to run. By inviting a third party to join, the villagers can learn the management. That will also be a main focus. We need to have all com-ponents in the region involved, from village chiefs, head of districts, regents, to governors. We will have road shows to support the program.

You also initiated the idea of side commodities for villages. Can you explain about it?

Aside from the featured commodity, they will also have side commodities. Of course they should not interfere with the featured commodity. For example, with a high production of rice, we can create poultry farm. We already have rice grains and chaff for the feed, so it will be a lot cheaper. The manure can be used as fer-tilizer. We can make the slaughterhouse too. We can also make cattle farm.

How will you coordinate with other relevant ministries?

We have to have coordination since we need the involvement of teh Ministry of Agriculture, Ministry of Marine and Fisheries, Ministry of Cooperatives and SMEs, and the Ministry of SOEs. I have lobbied each and all ministries. Everyone is supportive, including the Ministry of Public Works and Public Housing. So, the President told me to implement it

with acceleration.

Each village will have different problems. What will be your move to absorb their aspirations?Each village of course has different problems and needs. To overcome, we will optimize the role of heads of administration to provide program sug-gestions to the ministry. The main issue is to find out what the village needs. There are more than 74 thousand villages, we can-not monitor them all by

ourselves. That is why we will ask heads of administra-

tion to help us.

What we will keep digging is the aspira-tions of the village communities. The sys-tem currently used is to compile aspira-tions from the bottom, so the government’s role is only to facilitate. We cannot dictate governors and regents to do anything. We need to make cooperation, not give orders.

What are your targets?

At least we still maintain what are al-ready in the 2016 State Budget. The Pres-ident also reminded us that the village funds have to have effects on the village communities. To prevent iefficiency or delay, the President wanted that the im-plementation system and information technology for villages be accelerated. l

Cover Story

Village-Owned Enterprises for the Village Welfare

EKO PUTRO SANDJOJOMinister of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration

{{We will also

provide post-harvest

facilities according to each village’s

needs

62 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 63

Page 37: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Ahmad Erani Yustika, Director General of Ru-ral Development and Empowerment from the Ministry of Village,

Development of Disadvantaged Regions and Transmigration, said that the village funding programme provided a signifi-cant development to the community in rural areas.

According to him, there are two key ben-efits obtained by the villagers from the village funding programme. Firstly, they learn that the development power source comes from within the village and not from the outside. Therefore, the impor-tance of the village funding programme

does not lie on the amount of funds re-ceived by the people, but on the com-munity participation in using the funds, from the planning and implementation to monitoring activities. “That is more important, because previously, there was not any participation from the rural com-munities at all,” he said.

Secondly, Yustika continued, the rural communities can use the vital sources of village funding to fulfil their develop-ment needs in the villages, such as the construction of road and irrigation, toi-lets and so forth, including the financing of village assistant. “No matter how small the development activities are, the com-munities are enthusiastic to participate in

decision-making upon mutual consensus related to developments, including the fi-nancing of future developments,” he said.

In addition, Yustika highlighted, the budget politics in the village funding programme has shifted, as it no longer serves the interests of certain regions or sectors, but is instead directed at areas with strong potential to develop. “So the political affirmation in the village fund budget is now very clear,” he said.

Chairman of Commission V of the House of Representatives, Fary Djemi Francis, sees that the current rural development programme has a significant difference in comparison to those of the previous peri-ods. “I think the explanation of the min-ister (then Minister Marwan Jafar-red) refers to the mandate of Law No. 6 of 2014 on rural development that is very clear, in which the rural development is aimed to empower the rural communities, “he said.

In the case of the village funding pro-gramme, said Francis, there are four points highlighted in the rural commu-

nity empowerment approach. Firstly, in implementing the programme in villages, the people should know the aim of the programme, the activities, the location, the time and the benefits. “So, the rural community should really be involved,” he said.

Secondly, the rural development pro-gramme should give priority to the po-tentials of the village itself, not products or materials imported from outside the village. Francis took example of the con-struction of irrigation or roads, where the materials used should come from within the village.

Thirdly, the human resources working to undertake the rural development proj-ects should also come from within the village. Fourthly, the greatest benefits of rural development should be targeted to and inteded for the interests of the vil-lagers, not for the interests of the elite or outsiders.

Regarding the village assistant, said Francis, the existence of a village assis-

tant is expected to provide the communi-ty development and empowerment with positive contributions.

“A village assistant should come from within the village and not from the other rural areas because they are the ones who are well aware of their own characteris-tics and problems that exist in the village. But what’s happening right now is that several areas have been complaining be-cause their village assistants come from outside their villages,” he said.

Therefore, Francis said, the commission that he leads will establish the Village Funds Utilisation and Village Assistants Committee. The committee, said Francis, is expected to give full support to the vil-lage funding program.

“This committee will provide recommen-dations, especially on how to encourage community involvement, and prepare and facilitate village assistants correctly using the right approach,” he said.

In addition, Francis requested the Ministry of Village to find or search for villages that have implemented the village funding pro-gramme correctly as expected. “So in the future, the village can be a place of learning for other villages in Indonesia,” he said.

Francis hopes that the village funding programme can help the villagers become more self-sufficient and independent from the outsiders. “These village funds act as stimulants, so that one day the villages can be completely self-sufficient and have their own funding sources,” he said.

According to him, some of the villages that have implemented the village funding pro-gramme correctly include those in the area of Belu, East Nusa Tenggara, and Bang-kalan, Madura, East Java. In Martajasah Village in the district of Bangkalan, for ex-ample, Francis said, the residents use their village funds to build the facilities and in-frastructure for Early Childhood Education (PAUD) and the rural roads repair.

“The village funding program is expected to eradicate poverty,” he said. l

Cover Story

No Matter How Small, Rural Community Participation is Important

“No matter how small the development activities are, the communities are enthusiastic to participate in decision-making upon mutual consensus.”

Cover Story

64 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 65

Page 38: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Cover Story

Some villagers at the Hall of Makbon District, Sorong Regency, West Papua Pro-vince were taken by surprise when a group of people

came without any warning in advance to-wards the end of May. On Thursday, May 26, 2016, delegations from the Ministry of Village, Development of Disadvan-taged Regions and Transmigration (Ke-mendesa PDTT) visited Makbon District to closely observe the village funding pro-cess and the utilisation of its funds.

The Head of the Agency of Research and Development, Education and Training, and Information (Balilatfo) of Kemendesa PDTT, M. Nurdin, said that they did not in-form the villagers of Makbon District about their unexpected visit as it was deliberately done on purpose. “This is so that we can see the actual development of the village with-out having any manipulation,” he reasoned.

Nurdin and his people’s arrival to Mak-bon District was a follow-up of the village funding. Kemendesa PDTT becomes a

ministry that is responsible to look after the priorities in the use of village funds that have been granted in stages since April 2016. This year, the infrastructure sector has become a priority in the use of village funds. “Those village funds should be mainly used for agriculture, bridges construction, poskesdes (village health posts), posyandu (integrated health ser-vice posts), schools, electricity, and clean water,” said Nurdin during the briefing.

Nurdin said that if the infrastructure and the facilities of the village had been improved, the village funds could then be used to empower the rural com-mmunities. Therefore, the government is involved in a number of trainings for the villagers. In the fiscal year 2016, the Fourth Generation of the Entrepreneur-ship Training took place on May 24-28. “This training is conducted to improve the knowledge and the skills of Makbon District residents,” he said.

The training, which consisted of lectures, discussions, Q&A sessions, games, simu-

lations, and practice, was ended with the formulation of Action Plans Follow-Up (RKTL). This RKTL is a number of con-crete activities that are expected to act as a stimulant for the Makbon District residents in order to develop, such as conducting the business of processing banana chips, making mangrove jam, building cooperatives that sell groceries, and selling fish.

The government’s commitment

In Nawa third Cita explicitly stated, Jokowi-JK government’s commitment to develop Indonesia from the periph-ery to strengthen these areas and vil-lages within the framework of a uni-tary state.

A Surprise at Makbon DistrictThe village funds are mainly used for agriculture, bridges construction, poskesdes (village health posts), posyandu (integrated health service posts), schools, electricity, and clean water. The government also provides trainings to empower rural communities.

66 Info Desa Agustus, 2016

Page 39: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

The Government’s CommitmentThe third Nawa Cita explicitly stated that Jokowi-JK government had com-mitted to develop Indonesia from the outskirts by strengthening the districts and villages within the framework of a unitary state.

To realise the third Nawa Cita, Ke-mendesa PDTT has allocated Rp 46.9 trillion of the village funds from the State Budget in the fiscal year 2016. Each village is expected to receive ap-proximately Rp 800 million. “Hopefully, the amount of the village funds can rise again to Rp 1 billion in the coming year,” said Nurdin. Indeed, the budget for ru-ral development has increased steadily in the last two years. In 2015, the budget

for the village reached Rp 20.76 trillion, or half of this year’s.

The amount of funds allocated for the rural development is indeed the ev-idence of Kemendesa PDTT’s huge commitment in building Indonesia from the outskirts. With such a high budget like this, the government hopes that developments will be equally dis-tributed to all parts of Indonesia. “The development and improvement of rural infrastructure that are coupled with the creation of jobs for villagers could even-tually reduce the population shift from rural to urban areas or urbanisation,” said Nurdin.

Nurdin also reminded that the village funds should be managed properly by the

residents in Makbon District upon mu-tual consensus. “The village chief should counsel and discuss with its residents, together with the traditional leaders, youth leaders, and community leaders, in managing the village funds. So, it is not the village headman/chief who decides,” he said.

In order to allocate village funds prop-erly in the effort to strengthen the development in villages, Nurdin added that the fund management must also receive supervision from all parties, from the district/municipal govern-ment and community leaders to local residents. “The funds should be spent according to the villagers’ needs so they can be used correctly and on tar-get,” he said.l

Cover StoryCover Story

Agustus, 2016 Info Desa 67

Page 40: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

VILLAGE FUNDS MAPA

s per the Law No. 6/2014 on Villages, since 2015, the government has distributed the Village Funds budget for the

construction of rural infrastructure, such as irrigation, slope, and drain-age. Village Funds can also be use-

ful for the development of the rural economy capacity, such as coopera-tives, livestock, agriculture, and vil-lage-run enterprises (BUMDesa). In the Road Map or Village Funds Map 2015-2019 from The Ministry of Fi-nance, in 2016, the government will increase the number of Village Funds

budget by Rp 46 trillion, whose fig-ure improves from that in 2015, which reached Rp 20 trillion. The in-crease impacted the amount of funds received per village, which changed from Rp 280 million in 2015 to Rp 628 million in 2016. l

VILLAGE FUNDS UTILISATIONNationally, the Village Funds in 2015 has been used for a number

of activities, namely:

2,6%Community Development

The Village Funds were used for the development of religious harmony, traditional institutions, the implementation of peace and order, and so on.

2,6%Community Empowerment

The Village Funds were used to increase the capacity of farm-ers, craftsmen, youth groups, training, education and counsel-ing for productive economics, and so on.

5,4%The Enforcement of Rural

GovernmentThe Village Funds were used to support the implementation of government activities, such as organising village meetings, the financing for demarcation of village, the village spatial plan-ning, and so on.

Source: Ministry of Finance and the Annual Report of the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration, 2015.

2015

2016

2017

2018

2019

20,766 280,3million

628,5million

1,095billion

1,4billion

1,5billion

74.093

74.754

74.754

74.754

74.754

46,982

81,843

103,791

111,8

VILLAGE FUNDS(trillion rupiah)

NUMBER OF VILLAGE

EACH VILLAGE(rupiah)

89,4%The Field of Rural Development

The Village Funds were used for several activities such as the development of rural roads aimed to open the gardening/forest-ry distribution access. In addition, the Village Funds were used for the construction of bridges that opens the villagers’ social access or irrigation development in order to fulfil their needs for food, and so on.

68 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 69

Cover Story Cover Story

Page 41: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Research

Revitalizing BUM Desa

Village-Owned Enterprise (Badan Usaha Milik Desa, BUM Desa) is gain-ing attention from the stakeholders of village

community empowerment. The village business institution was revitalized after the Law No. 6/2014 about Village and

its derivative regulations are issued. The Regulation of the Minister of Village, Development of Disadvantaged Re-gions, and Transmigration No. 5/2015 about the Priorities on the Use of Village Funds mentions that one of the priori-ties of Village Funds use is for the deve-lopment of BUM Desa. This is confirmed by the 2015-2019 Nawa Kerja of the Ministry of Village, Development of Dis-advantaged Regions, and Transmigra-tion which stated that for the next five years the government is targeting the establishment of 5,000 units of BUM Desa (Strategic Plan of the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration for 2015-2019).

The development of BUM Desa has long been implemented by the government through various program. Sri Najiyati, a research staff for Data and Informa-tion Centre of Board of Research and Development, Education and Training,

and Information (Pusat Data dan In-formasi Badan Penelitian dan Pengem-bangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi/Pusdatin Balilatfo) of the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions, and Trans-migration, believed that having gone through an assortment of obstacles, some of BUM Desa have succeeded in evolving as they were expected. “The issue is how far the government and lo-cal administrations need to facilitate to keep community initiatives continue to grow and BUM Desa can develop sus-tainably,” she said.

It encouraged her to conduct a research on BUM Desa by taking a purposive location in a disadvantaged regency (West Lombok Regency), a regency that already has advisory program in devel-oping BUM Desa (Malang Regency), and a regency that was a disadvantaged regency one year earlier (Barito Kuala Regency).

Research

From her research which used both quantitative and qualitative approaches with explainative type of research, Naji-yati found at least eight findings. First, an average of 28.7 percent of 592 villag-es in the three regencies have had active BUM Desa. West Lombok Regency has the largest percentage of BUM Desa, i.e. 83.2%, while Malang and Barito Kuala regencies only have 14.3% and 8.7% re-spectively.

Second, an average of 40 percent of 75 villages in West Lombok, Malang, and Barito Kuala regencies had never es-tablished any BUM Desa, or had estab-lished one, but later dissolved them. As much as 36 percent of the villages have underdeveloped BUM Desa and 13.3 percent of BUM Desa was rated as de-veloping in the sense that their activi-ties increasingly showed improvement. West Lombok Regency has relatively the most developing BUM Desa, about 20 percent, when compared to the other Malang and Barito Kuala regencies who only have 8 and 12 percents respectively. BUM Desa tend to grow and develop in disadvantaged regions.

Third, the type of business developed by BUMDes were quite varied, but sav-ings and loan is the most chosen busi-ness type (86.9 percent) in the three regions. Most BUM Desa who operated solely in savings and loan business ex-perienced stagnation since most of their assets were distributed in their debitors and were hard to retrieve. On the other hand, BUM Desa which operated in oth-er business or businesses tend to grow better.

Fourth, there were several obstacles en-countered in the establishment of BUM Desa, including the limited interest of becoming administrators, the absence of advisor, difficulties in determining the type of viable businesses to be managed by BUM Desa, limited competence, and Village official’s hesitation in establish-ing BUM Desa. There were also trauma to the failure of preceedingly established BUM Desa, as well as the absence of pro-fessional advisors.

Fifth, there were obstacles in the deve-lopment of BUM Desa, including most of the preceeding BUM Desa with sav-ings and loan business whose most of loans cannot be retrieved, incompetent administrators, the absence of trainings and specific guidance for business deve-lopment with financial management format for each business type, the lack of support from village administration when BUM Desa is not considered as an urgent facility, the lack of comprehen-sion in choosing viable business type, the absence of sustainable advisory, limited interest of becoming BUM Desa administrators, and unregistered BUM Desa as a legal entity so that it cannot follow any economic association.

Sixth, the success factors of the develop-ment of BUM Desa include selecting the right business type, committed support from the village administration and re-gency/city administration, selecting the right BUM Desa administrators, and support from the community. Seventh, provincial, regency, and village adminis-trations have provided facilities in forms

of socialization and regulational as wel as technical guidance for BUM Desa, data collection of village potentials, fund allocations, monitoring as well as eval-uations, and issuance of Regent Regu-lations as well as Village Regulations. Districts were still unable of conducting advisories for the lack of fundings, man power, and competence. Several dis-tricts had provided advisories, but only to the extent of BUM Desa establish-ment. Eighth, facilitations provided by local administrations were still consid-ered insufficient.

Najiyati heavily proposed one of the research recommendations that the currently conducted facilitations need to be improved. “Those facilitations can be conducted by different levels of go-vernment, from the state government to village administration,” she said. That way, BUM Desa, the institutions which are managed in the spirit of co-operativeness and kinship will be able to manage their assets, services and businesses, all for the welfare of the vil-lage communities. l

It is hoped that the institutions which are managed in the spirit of cooperativeness and kinship will be able to manage their assets, services and businesses, all for the welfare of the village communities.

70 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 71

Page 42: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Persona Persona

low the advancement of information tech-nology. From broadcasting village news through blog, website, to more popularso-cial netw ork such as facebook and twitter.

Of course the news broadcasted are relat-ed to the condition and things happening in Karang Bajo Village, such as Citizen Identification Card (KTP) and Family Card (KK) programs, village traditional Bayan woven cloth products, and village financial report. All are presented in an orderly manner and can be easily read in Karang Bajo Village’s blog, website, and social media.

However, Kertamalip’s efforts in the vir-tual world is not free from obstacles. The father of three complained about the lack of citizen journalists who are able and willing to write for the various online portas in the village. All this time, Ker-tamalip was only assisted by the operator of Village Information System (Sistem Informasi Desa, SID) in writing and up-loading news.

Therefore, Kertamalip invites the villagers to actively participate in finding and writ-ing news. “I want the villagers to be more than readers and internet users, to also

have the initiative to develop the village through technology,” he said, wishful.

Especially now that Kertamalip’s efforts in Village Information System have been known in the national level. That way, the government as well as telecommunication service providers start giving appreciations, both in the form of awards and the strength-ening of internet connection in rural areas.

One of them is the Anugrah Telkomsel awards received by Kertamalip and twenty other figures in the celebration of Telkom-sel’s 21st anniversary last May. In his speech, Ririek Adriansyah, the President Director of Telkomsel, confirms the importance of the use of information technology in remote ar-eas. “We have constructed the infrastructure in remote areas so that the entire Indonesia can be connected,” he said. l

Kertamalip’s Village Information System

Since the first time it was es-tablished, Primadona FM radio broadcast has become the source of information for people in Karang Bajo

Village of Bayan District in North Lom-bok Regency. Noone would have thought that the village located on the foot of Mount Rinjani would have their own ra-dio station. This was the beginning of the story of Kertamalip, one of the villagers who had worked together to build Pri-madona FM, and then became its broad-caster.

Kertamalip’s experience in broadcasting information became his capital when he served as the village chief of Karang Bajo in 2004. Even Bang Ardes, Kertamalip’s broadcast name, was still devoted to broadcast local news and sasak songs when he was serving as the village chief. When the radio studio got damaged, he then turned to a technology that can reach even more people: the internet.

Not only optimally utilizing the internet connection in North Lombok, Kertamalip also keeps renewing the media used to fol-

Karang Bajo Village often receives attention for its success in optimizing the implementation of information technology.

72 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 73

Page 43: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Persona Persona

Discipline and patience are necessary in managing a social media account, let alone a government official website. Otherwise, the

content presented will be boring since it is rarely updated or is not interesting enough.

Kertamalip seems to really understand about the information system manage-ment patterns. Various sites and social network accounts of Karang Bajo Village seem to be always up-to-date and had re-ceived many responses and visits, though there are plenty news portals and account that he has to manage. Below are some of them.

BlogAddress: desakarangbajo.blogspot.co.id

Blog became the beginning of Ka-rang Bajo Village’s introduction with the information technology. The blog contains news and the villager’s ac-tivities, such as the traditional house rehabilitation program, plantation

activities, and the news of house fire incident.

WebsiteAddress:karangbajo-lombokutara.sid.web.id

according to the Village Law No. 6/2014, villages are entitled to information access through a Village Information System developed by the regency or city admin-istration. Karang Bajo then hastily devel-oped a website with web.id as domain. The site has twelve channels, such as village profile, village data, village news, village products, and village reports.

FacebookAccount name:Desa Karang Bajo, Bang Ardes

Desa Karang Bajo is the official account of the village, while Bang Ardes is Ker-tamalip’s personal account. However, most of the status in the village head’s ac-

Reviewing Karang Bajo Through The Virtual Universe

count are still about Karang Bajo. Some villagers look more comfortable inter-acting directly with their village chief in Bang Ardes account.

TwitterAccount name:@karangbajo

Since Karang Bajo’s twitter account was only made in December 2015, there has not been many activities. Another rea-son is that Facebook social network is still much more favored by the villagers. However, the administrator often shares news link from the official site karangba-jo-lombokutara.sid.web.id.

The activities of Kertamalip and Karang Bajo Village in the virtual world had re-sulted a number of awards, such as Good Governance Pioneering Viilage Chief in Village Financial Management (2015), Village Chief with Achievement in Vil-lage Information (2013), Kader Lestari Bidang Kesehatan from the Ministry of Health, and Pelita Nusantara Award which was presented by Vice President Boediono (2013).

Although Kertamalip has gained a number of achievement, he claimed that he was not satisfied yet. He wished that the go-vernment can provide more support, such as strengthening the digital infrastructure or human resources training. “Hopefully my efforts in Karang Bajo can inspire oth-er villages to take actions for the country through technology,” he ended. l

74 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 75

Page 44: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Save Village

Through the joint commitment, the vil-lagers are expected to maintain the nat-ural environment around Batuah Village from destruction.

The same problem occurs in Talau Vil-lage of Pangkalan Kuras District in Pelal-awan Regency, Riau Province. Rawin, a former Village Chief of Talau explained that at the palm oil company site, two creeks known as Pagai and Pabadean Rivers were dying. The creeks were for-merly wide and deep, with clear water. Both creeks were the source of livelihood for the villagers who lived from fishing. But now, the creeks are shallow and dirty as the result of the company’s activities.

Therefore, the village community de-manded that the creeks’ banks were re-stored by the company to make fish pro-duction more reliable. They also urged that Plantations Loan from Members Pri-mary Cooperative and electricity for the village community were implemented.

The strategy taken to advance a village has to be adapted to the kinds of prob-lems faced. Teupin Raya Village, which faces more of internal factor like the awareness on education, should receive different treatment to Batuah and Talau vilages, who face environmental prob-lems and are dealing with private compa-nies. Strict regulation on land users is be-lieved to help the economy of the natives who had stayed earlier in their business area. l

The development and wel-fare of village communities are determined by many factor, both internal and external, from access of

information, infrastructure, level of education, environmental conditions, corporate interventions, the role of go-vernment, to natural disasters. All of the aspects must be identified so that problems obstructing the advancement of the villages can be identified and re-solved.

Let us just take Teupin Raya Village in Pi-die Regency, Aceh Province for an exam-ple. Although the village has rice fields, rivers, and fertile swap area, the welfare of its people is still relatively poor. One of the causes is the low level of education in the village.

From the information found in a report of Field Practice Program (Kuliah Kerja Nyata, KKN) from students of University of Syiah Kuala (Unsyiah) in Banda Aceh (ninth period, 2015), educational aspect, or in this case the lack of it, holds an im-portant role in obstructing the advance-ment of Teupin Raya Village. In general, people of productive age in the village have only gone to high school at the

most. Many youngsters have decided not to continue their education to colleges or universities.

To overcome the issue, there needs to be a synergy between the government, pri-vate sector, the community, and the ac-ademics, like the field practice programs conducted by universities. A field prac-tice program from Unsyiah, as an exam-ple, which organizes tutoring programs for village children who do not use their spare time for studying.

A different case occurs in Batuah Village of Seranau District in East Kotawaringin Regency, Central Kalimantan. The set-tlement in Batuah Village follows the contour of River Mentaya, but they of-ten lack clean water. The poor quality of water is very likely due to the natural condition around the village has been damaged.

Hanafi Efendi from Tenggarong, East Kalimantan, revealed that Batuah Village was at first known as a pepper plantation center. However, since the issuance of the Mining Business License in Batuah, the number of pepper plantations is di-minishing since many of them have been sold to the mining company.

As an addition, cases of forest fire and bush fire are often happen in Batuah Vil-lage. In October 2015, for example, there was a fire for three and a half hour which have burned 3.5 hectares of soil. The inci-dent had added to the long list of fire inci-dents in the region. There were atleast six cases happened within a month.

To overcome the environmental damage, the local administration in cooperation with Puter Indonesia Foundation and United States Agency for Internation-al Development (USAID) had initiated the Natural Conservation Agreement (Kesepakatan Konservasi Alam, KKA).

Save Village

Batuah, Talau, Teupin Raya

Three Villages To Look For Solutions

76 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 77

Page 45: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Save Village

Had Pelambik Dam Was Not Built

One of the locals named Uju Hardi (45 years old) said that his family would live at Kabul Village should Central Lombok’s

Pelambik Dam was not built. However, dam construction could not wait any lon-ger that the former President Soeharto finally inaugurated the operation of the dam in October 16, 1994.

Back in 2005, as the second phase open-ing of UPT Mekar Sari, Uju and his family decided to move to Padasan Village that was occupied by 70 families. “I live a bet-ter life here. Although we had a vast land before, yet we could not earn sufficient money,” he said.

In that one-hectare width area, Uju plants rice, corn, soybean, cashew, and mahoga-ny. “Now I can earn 8 million rupiahs per year. The amount is higher than before of 2 million rupiahs in the first 6 months,” he continued. Aside from rice, Uju also gets another income from his cornfield of evenly 5 tons in every 3 months. “The income is around 10 million rupiahs,” he added. His face beams.

Uju also involves his wife and his other 4 family members to cultivate the farm. No other people are invited. “We do this in order to get maximum result,” he ex-plained.

Pest Wild BoarIn the contrary, Durme (40 years old), a homesteader at Jogor Village UPT Mekar Sari is currently facing challenge. From his field, Durme can only get 5 sacks of rice at harvest time. One sack weights 50 kilograms with the price of Rp 10,000 per kilogram. “That’s only when you’re lucky,” he said.

Durme and other people in the village are facing the same problems. Pest wild boars are attacking their rice. Each and every night, Durme goes back to his rice field to protect his paddies from wild boars.

“If we don’t protect our rice, those wild boars will consume all of our paddy in one night,” he said. Once they come, Durme explained, there are 2-3 wild boars coming down from Bile Tengak Mountain that is situated around 1 ki-lometer away from the transmigration area. “The boars are big. It takes 4 peo-ple to carry one.”

The question then rises: how to cast away those wild boars? “We will throw stones when wild boars coming by. They will leave right away,” Durme answered. He has been living in Jogor Village UPT Mekar Sari for twelve years. But far be-fore that, Durme can still vividly recall the moment when his Father was doing ngagum or seeking for government’s va-cant land to be occupied for living and farming. “It’s probably like the right to use. The land still belongs to the govern-ment, yet people can live and do farming there,” he said.

Moving forward, Durme continued, the homesteaders in the area are strongly in need of water supply from the drilled wells to irrigate the fields. On the other hand, Uju also hopes to get certificate on the residential and business land status in order to able to run his business seam-lessly. l

Remembering those hard days, Sunarto looked very thoughtful. He was the resident of Wonosari be-fore joining Transmigrasi

Swakarsa program in 1987 and moved to Lunang-Silaut, Pesisir Selatan Regen-cy, West Sumatera. The condition in the district was terrible. The village has no electricity, lack of infrastructure, and the

water shortage still became a big issue at that time.

“I walk alone in the dark, using only an oil lamp to help me see the road. The neigh-borhood was far away, I was completely alone,” he said thoughtfully.

The situation happened twenty eight years ago. Today Silaut has become a de-veloped transmigration zone. The main road to Silaut District has already cov-ered by asphalt pavement. The residents can use some means of transportation, such as rent car.

They also have overcome the flood prob-lem. The houses are no longer built on stilts. They build houses with cements and concrete brick. Sunarto is not alone anymore. He was chosen as the village head or Wali Nagari Pasir Binjai for two periods successively, leading 804 male residents and 839 female residents.

The education level of the residents has grown drastically. There are 16 scholars already in Nagari Pasir Binjai. It is sup-ported especially by education facilities in the districts.

From the economics aspect, Silaut has grown significantly. It happens since the local government make the policy to change the focus of food farming into plantation. They grew palm since 1997 and raising their financial condition right away.

The Road to ProsperityNot only Silaut, Lunang District also grew its economic aspects because there are a lot of residents who work on palm plantation. “Lunang transmigrants are developing. They can build their own mosque and a lot of them has made the pilgrimage to Mecca,” said Jumari, Wali Nagari Lunang 3. These transmigrants’ story should inspire more people. Thus, transmigration still become a vital part of developing a nation.

“Now I’m still thinking about the future. The palm plantation will stop growing one day. So what happens next? That’s become my biggest concern today,” said Slamet Riyadi, Wali Nagari Silaut 1.

According to Slamet, transmigration is a great program and make a significant results, especially in raising his pros-perity. Slamet speaking as one of the residents who desperately need a form of program that can be a solution of many issues. It is not just about migrat-ing people to remote area. This become homework that should be taken care of by The Ministry of Village, Develop-ment of Disadvantaged Regions and Transmigration, and also other insti-tutions, companies, local governments, and the society. l

Despite dealing with several hiccups, lack of water supply for example, the income of local people hikes after moving themselves to transmigration area.

Lunang-Silaut were districts covered by woods in West Sumatera. To get to Padang-Bengkulu main road, the Silaut transmigrants have to walk for approximately a day.

Save Village

A Glimpse of Light from Lunang-Silaut

78 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 79

Page 46: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

programs called Nawacita, President Joko Widodo and his Vice President Jusuf Kalla plan to develop Indonesia from the periphery by strengthening the regions and villages within the Uni-tary State.

The synergy with the natural resource can be seen at Panglipuran Village. The village wishes to preserve its cultural an-cestry. Its name is derived from penge-ling and pura which means a sacred shrine for remembrance. The village is situated on 700 meters height above the sea level with 985 people living in 234 families. They are evenly distributed in 76 yards on each side of the total area of 112 hectares. Although Bali is popular-ly known for its enchanting beaches, in the contrary, Panglipuran Village offers a beautiful and tranquil home, far from the hustle and bustle of the modern city life.

It started in 1990 when the students from the University of Udayana conducted a Community Service Program, building small gardens and environmental mana-gement in the area. After that, the elders, youths, and the representatives from lo-

cal government discussed on how to spur the tourism potential in the village. It was in 1993 the village is set as Tourist Village of Panglipuran by Decree Regent No. 115, 29 April 1993.

Another example is Celuk Village that continues to explore its potentials to de-velop itself. Celuk Village is known as sil-versmith and goldsmith village as most of the people there work as craftsmen. Lo-cated in the district of Sukawati, Gianyar, it takes about 1-hour travel time from Ngurah Rai Airport to the eastern side via By Pass Ngurah Rai. Along the road, art shops line up offering variety of silver and gold handicrafts.

The craftsmen there only produce high quality handicrafts and are also able to produce in large quantities. Almost all of the families and local people there are skilled in creating creative designs. It is not surprising then that their products have penetrated all levels of markets, from nationwide to worldwide. Not only jewelries, the village also produces sou-venirs and export commodities such as ring, bracelet, necklace, earrings, studs, brooch, and many more.

Having this situation, the support from local government is key to grow the vil-lage. The government has expressed its commitment to develop the area. Bali’s Governor I Made Mangku Pastika explained that the farming in the pro-vince focuses on the Integrated Farm-ing System (Simantri) that combines technology and farming. The system is

a breakthrough that aims to speed up the farming technology adoption as a pi-lot model in accelerating the transfer of technology to the rural people.

The integration is a zero-waste oriented and produces 4 Fs namely food, feed, fer-tilizer, and fuel. The governor also said that the cow manure waste, both in the liquid and solid forms, will be separated and managed well to be bio urine, biogas, and organic fertilizer. l

Save Village Save Village

From Village to the Nation

An old saying ‘a developed village will later improve its country as well’ is not just a mere idea. To build a strong country, a nation

should develop its bottom government structure as its solid foundation.

Developing a village requires a synergy between natural resources and human resources along with the support from related stakeholders. In accordance with the third point of government nine

The natural resources potential should be synced with human resources along with the support from stakeholder in order to accelerate village development.

80 Info Desa Agustus, 2016 Agustus, 2016 Info Desa 81

Page 47: AGUSTUS 2016...(BUM Desa), pembentukan Kader Pem-berdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Center). Itulah tema liputan

Indonesia was taken by surprise when a great invention in agri-cultural science called Google Microbes, which have the ability to fertilise a great variety of soils,

were discovered for the first time. This type of microbes, which has been pat-ented by its inventor, Ali Zum Mashar, can fertilise barren land and increase soil productivity.

Named BIOP 2000Z, these microbes per-forms a unique way of functioning. They can find and discover the hidden poten-tial in the soil like a Google search engine, with a quite short period of time needed to restore the soil condition.

Using the conventional method, a piece of ex-mining land needs at least 30 years for reclamation, but it is not the case when these microbes are used. It is es-timated to take only three years for ex-mining land to restore its soil fertility.

This research has been tested in the area of Kerengpangi, Central Kalimantan. Kerengpangi, which is a gold mining site, can be restored by using 3 litres of these microbes per hectare.

These microbes have been developed for rice paddies, guava tress and papayas. “Then, we also mix these microbes with catfish food. As a result, the catfish can grow larger in a shorter period of time and it also eliminates the pond odour, even if the water remains unchanged from the beginning to harvest time,” he said.

Ali’s microbes can also be mixed with ani-mal feed for farm animals such as cows. “Their bodies will grow faster and it will also result in fast reproduction,” he said. No wonder, Ali’s invention - the organic fertiliser BIOP 2000Z - receives a lot of ap-preciations from many people.

Besides, Ali added, his invention is called Google Microbes because it can indepen-dently search for the target piece of land that can be fertilised. “This uses the bio-perforation technology, which fertilises

the land by injecting microbes into the soil with the help of solar energy and wa-ter,” said Ali.

Moreover, the fertiliser becomes one of the solutions in growing the passion of farmers to reproduce soy products. The Doctor of Economics Study in Environ-mental Resources Programme said that the fertiliser can fertilise and grow soy-beans until it reaches a gigantic size of almost four metres high, with its number of pods reaching 300 pieces.

In the hands of Ali, even deserts in the Mid-dle East can be converted into fertile farm-ing areas. He worked with the professor of King Faisal University in Saudi Arabia, Nabil Y Kurashi, for the project, which has now resulted in green areas that are used as the centre of cultivation for a variety of commodities. l

This type of microbes can find and discover the hidden potential in the soil.

Save Village

Building Soil Fertility With “Google” Microbes

82 Info Desa Agustus, 2016