BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998). Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan
mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu
(Mochtar, R, 1998). Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di
Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S.
Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-
1962) 3% dari seluruh persalinan.
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus
marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975
adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu
menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta
1
BAB II
PERDARAHAN ANTEPARTUM
II. 1 Definisi
Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada trimester terakhir kehamilan. Penyebab
utama perdarahan antepartum ialah plasenta previa dan solution plasenta.
Yang dimaksud dengan pendarahan antepartum ialah perdarahan pada triwulan terakhir dari
kehamilan. Perdarahan antepartum dapat berasal dari 1
Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta), atau
perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, seperti insersio velamentosa,
rupture sinus marginalis dan plasenta sirkumvalata.
Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya kelainan serviks
dan vagina ( polip servisis uteri, varices vulva, ca porsionis uteri) dan trauma.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta,
sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks
biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih
berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan
prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.
2
II. 2 Plasenta Previa
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Sejalan dengan
bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara
dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala 1 bisa mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal,
baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.
Berdasarkan letaknya, plasenta previa dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta (plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri intemum.)
2. Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup (plasenta
plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri intemum).
3. Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
(plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum).
4. Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.2
3
Epidemiologi
Penyebab blatosiksta berimplantasi pada segmen bawah Rahim belum diketahui dengan
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blatokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
Rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor risiko bagi terjadinya plasenta
previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada
perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia
akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi
sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritrobastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.5
Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
1) Usia Ibu
Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Lebih dari 169.000
pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 198 sampai 1999, inseiden plasenta meningkat
secara bermakna disetiap kelompok usia. Insidennya adalah 1 dari 1500 untuk wanita
berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun.
Hasil penelitian menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko
plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih
lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.
4
2) Multiparitas
Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih, Babinski dkk. (1999)
melaporkan bahwa insiden plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastic
dibandingkan dengan insiden pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih dari
169.000 wanita di Parkland Hospital, insidennya untuk wanita para 3 atau lebih adalah 1
dari 175.
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta
tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.
3) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut (dari
previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).
Terdapat peningkatan insiden plasenta previa lima kali lipat pada wanita Swedia
dengan riwayat section caesarea. Di Parkland, insiden meningkat dua kali lipat pada
riwayat section caesarea minimal satu kali.
4) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
5) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
6) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
7) Ibu merokok
William dkk menemukan risiko relatif kejadian plasenta previa meningkat 2-4 kali pada
wanita yang merokok. Hal tersebut terjadi karena karbondioksida yang terhisap mampu
menyebabkan hipertrofi dari plasenta serta menyebabkan peradangan dan berkurangnya
vaskularisasi plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan dari plasenta.
Gambaran Klinis
Perdarahan tanpa nyeri dan berulang
Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kemudian kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian. Pada setiap
pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir.
5
Pada plasenta letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan.
Perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat
dengan segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas. Dengan
demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Bisa juga bertambah karena
serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa rapuh dan mudah mengalami
robekan.
Warna perdarahan merah segar.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
Timbulnya perlahan-lahan.
His biasanya tidak ada.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
Denyut jantung janin ada.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri biasanya
baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan
kembali. Jika plasenta terletak pada ostium internum, pada pembentukan segmen bawah uterus
dan dilatasi ostium internum akan mengakibatkan robekan pada tempat pelekatan plasenta yang
diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus. Pendarahan tersebut diperberat
lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot miometrium segmen bawah uterus untuk
mengadakan kontaksi dan retraksi agar bisa menekan pembuluh darah yang rupture
sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi pelepasan plasenta dari dalam uterus yang
kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat daerah
pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan
kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari
tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah plasenta
dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi
yang jelek dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen
bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian
6
bahwa uterus dan serviks yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang
melekat itu secara manual.
Patofisiologi
7
Perubahan perfusi jaringan
Hipovolemia
Kekurangan volume cairan
hipoksia Resiko cedera
Bayi lahir dengan BB rendah/ kematian
(gawat janin)
Cemas
Mudah diinvasi oleh pertumbuhan trofoblas
Plasenta akan melekat lebih kuat
Plasenta berkembang menutupi ostium interna
Implantasi abnormal
Kelainan pada rahim (atrofi, cacat)
anemia
Lahir tidak dapat normal (lahir sesar)
Isthmus uteri tertarik (melebar)menjadi dinding cavum uteri (SBR/ Segmen Bawah Rahim )
Implantasi embrio (embryonic plate) pada bagian bawah (kauda) uterus
Servik membuka dan mendatar
FaktorPendukung
Multiparitas, gemeli
Usia ibu saat kehamilan
Riwayat kehamilan (Caesar)
Merokok
LaserasiDesidua lepas dari plasenta
PerdarahanDinding rahim
tipis
Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa
alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada
multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan
dari pemeriksaan hematokrit.
2. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah beku.
Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.
3. Palpasi
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau mengolak ke
samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel
4. Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya normal
5. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
6. Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan
8
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk menegakkan
diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin.
Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah
tidak dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan USG rutin untuk
kehamilan dengan plasenta previa partial atau total dianjurkan setelah 32 minggu,
walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.
7. Pemeriksaan letak plasenta secara langsung
Diagnosis plasenta previa dahulunya jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis,
kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta teraba.
(Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG, pemeriksaan tersebut tidak lagi
dilakukan).
Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita
tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan
seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat
menimbulkan perdarahan hebat.
Tata Laksana
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam trimester kedua atau
trimester ketiga harus dirawat dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah, dan faktor Rh.
a. Perawatan Konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan TBJ <2500 gram atau umur kehamilan <37
minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan:
o Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam.
o Perdarahan dalam trimester kedua , periksa tanda hypovolemia seperti hipotensi dan
takikardia, mungkin pasien ini telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih
9
berat daripada penampakannya secara klinis. Transfuse darah yang banyak perlu
diberikan ( PRC (Packed Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%).
o Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila
usia kehamilan <35 minggu atau TBJ < 2000 gram.
o Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
o Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
o Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif.
o Pemeriksaan USG, Hb, dan Hematokrit.
Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan pengawasan
konserpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak
ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh
melakukan senggama.
o Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasihat:
- Istirahat
- Dilarang koitus
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Kontrol tiap minggu
o Perdarahan pada trimester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat
baring lebih lama dalam rumah sakit hingga pasien melahirkan. Jika pada waktu
masuk terjadi perdarahan yang banyak, perlu segera di terminasi bila keadaan janin
sudah viable. Bila perdarahannya tidak sampai sedemikian banyak, pasien
diistirahatkan sampai kehamilan 36 minggu dan bila pada amniosintesis
menunjukkan paru janin telah mantang, terminasi dapat dilakukan dan jika perlu
melalui section caesarea.
b. Perawatan Aktif
10
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan >500 cc dalam
30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila:
o Perkiraan berat bayi > 2000 gram.
o Gawat janin.
o Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram.
o Perdarahan aktif
Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas
ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan
ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun
menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan
buatan (tindakan).
II.3 Solutio Plasenta
Definisi
Solutio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum waktunya yaitu sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga. Plasenta
secara normal terlepas setelah anak lahir. Ada juga yang mengartikan solutio plasenta merupakan
pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan
lahirya anak.
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental
haemorrhage dan prematur separation of the normally implanted placenta.
11
Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta :
1. Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
2. Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
3. Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.
4. Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar
dibawah selaput ketuban.
5. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang
plasenta.
Perdarahan Keluar Perdarahan Tersembunyi
Pelepasan plasenta biasanya
inkomplit
Darah mengalir keluar
Pelepasan plasenta biasanya komplit
Darah terkumpul dibelakang plasenta
Terbentuk hematom retroplacenta
Tanda lebih khas dan lebih berbahaya
Secara klinis berdasarkan tanda klinis yang menyertainya :