Top Banner
1 Universitas Indonesia ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN SUBANG Aulia Baroroh, Tuty Handayani, Triarko Nurlambang Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ABSTRAK perubahan iklim mempengaruhi pola musim dan ketersediaan air, sehingga mengakibatkan perubahan lingkungan bagi petani padi. Perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan perubahan perilaku, yaitu adaptasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan adaptasi yang dilakukan oleh petani padi pada perbedaan wilayah ketinggian. Adaptasi yang dilakukan petani padi adalah untuk menyesuaikan diri terhadap dampak-dampak perubahan iklim pada tanaman padi. Bentuk adaptasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Perbedaan keadaan lingkungan dalam penelitian ini adalah pebedaan wilayah ketinggian, dimana mempengaruhi pula perbedaan budaya bertani yang pada akhirnya mempengaruhi perbedaan pola adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan petani berupa teknologi, sumber pendapatan, dan perubahan pola tanam, dimana wilayah ketinggian 25-500m memiliki kapasitas adaptif yang paling tinggi dan wilayah ketinggian diatas 500m memiliki kapasitas adaptif paling rendah. 1. PENDAHULUAN Dampak terhadap pertanian dan ketahanan pangan produksi beras di Indonesia sangat bergantung pada pola musim penghujan, yang berdampak sangat penting pada pertanian selama musim basah (utama) dan musim kemarau (kedua). Musim basah pada umumnya terjadi pada periode Oktober sampai Maret dan menghasilkan 60% produksi beras nasional. Musim kemarau terjadi antara April sampai September, selama periode tersebut produksi pertanian selebihnya dihasilkan. Penyimpangan musim hujan selama 1997- 1998 menyebabkan pengurangan pertanaman padi sekitar 380.000 ha (3,4% kurang dari musim basah sebelumnya). Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus merupakan penyumbang atau kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada tahun 2009 tercatat seluas 84.167 hektar atau sekitar 41,71% dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sebagai penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional, Kabupaten Subang pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai 1.128.353 ton terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013
18

ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

1 Universitas Indonesia

ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI

KABUPATEN SUBANG

Aulia Baroroh, Tuty Handayani, Triarko Nurlambang

Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

ABSTRAK

perubahan iklim mempengaruhi pola musim dan ketersediaan air, sehingga mengakibatkan

perubahan lingkungan bagi petani padi. Perubahan lingkungan yang terjadi menyebabkan

perubahan perilaku, yaitu adaptasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan

adaptasi yang dilakukan oleh petani padi pada perbedaan wilayah ketinggian. Adaptasi yang

dilakukan petani padi adalah untuk menyesuaikan diri terhadap dampak-dampak perubahan

iklim pada tanaman padi. Bentuk adaptasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Perbedaan

keadaan lingkungan dalam penelitian ini adalah pebedaan wilayah ketinggian, dimana

mempengaruhi pula perbedaan budaya bertani yang pada akhirnya mempengaruhi perbedaan

pola adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan petani berupa teknologi, sumber pendapatan,

dan perubahan pola tanam, dimana wilayah ketinggian 25-500m memiliki kapasitas adaptif

yang paling tinggi dan wilayah ketinggian diatas 500m memiliki kapasitas adaptif paling

rendah.

1. PENDAHULUAN

Dampak terhadap pertanian dan ketahanan pangan produksi beras di Indonesia sangat

bergantung pada pola musim penghujan, yang berdampak sangat penting pada pertanian

selama musim basah (utama) dan musim kemarau (kedua). Musim basah pada umumnya

terjadi pada periode Oktober sampai Maret dan menghasilkan 60% produksi beras

nasional. Musim kemarau terjadi antara April sampai September, selama periode tersebut

produksi pertanian selebihnya dihasilkan. Penyimpangan musim hujan selama 1997-

1998 menyebabkan pengurangan pertanaman padi sekitar 380.000 ha (3,4% kurang dari

musim basah sebelumnya).

Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga

di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus merupakan penyumbang atau

kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada tahun

2009 tercatat seluas 84.167 hektar atau sekitar 41,71% dari total luas wilayah Kabupaten

Subang. Sebagai penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional,

Kabupaten Subang pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai

1.128.353 ton terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 2: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

2 Universitas Indonesia

basah 1.121.600 ton dan sisanya dari ladang. Selain itu, pada tahun 2009, 43,28%

penduduk di Kabupaten Subang bekerja di bidang pertanian (Subang dalam angka 2010).

Perilaku petani padi salah satunya dipengaruhi oleh keadaan alam atau gejala perubahan

alam yang tentunya berbeda di setiap wilayah ketinggian karena tiap wilayah ketinggian

memiliki karakteristik fisik tersendiri. Gejala perubahan alam tersebut salah satunya

adalah gejala perubahan iklim global yang menimbulkan perilaku adaptasi tertentu. Oleh

karena itu, penulis ingin meneliti mengenai pola adaptasi petani padi terhadap perubahan

iklim di Kabupaten Subang pada tiga wilayah ketinggian yang berbeda, yaitu rendah,

sedang, dan tinggi.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola adaptasi yang

dilakukan oleh petani padi di Kabupaten Subang di wilayah ketinggian yang berbeda

dalam meghadapi dampak-dampak dari perubahan iklim yang terjadi.

2. TINJAUAN TEORITIS

Adaptasi menurut Soemarwoto (1991), yaitu kemampuan makhluk hidup untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungannnya yang dapat terbagi menjadi beberapa cara

melalui 1. Proses fisiologis, 2. adaptasi morfologi, 3. adaptasi kultural atau perilaku yang

di dalamnnya termasuk penerapan teknologi dan pranata sosial khususnya bagi makhluk

hidup. Holahan (1982), menggambarkan dalam sebuah diagram hubungan antara kondisi

lingkungan, adaptasi psikologis, dan fenomena perilaku.

(Sumber: Holahan, 1982)

Ekologi merupakan ilmu yang memelajari mengenai interaksi makhluk hidup

dengan lingkungannya. Sedangkan Ekologi budaya mempelajari suatu cara dimana

kebudayaan digunakan untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungannya (Mark, 2010).

Selanjutnya, Mark juga menjelaskan bahwa yang menjadi pokok penekanan dalam

ekologi budaya adalah konsep perubahan dan adaptasi terhadap perubahan. Lingkungan

yang dinamis menyebabkan variasi perubahan dalam skala ruang dan waktu. Perubahan

lingkungan tersebut memerlukan repon yang membuat manusia harus beradaptasi

terhadap perubahan perubahan lingkungan yang selalu dinamis, yang memerlukan dua

Kondisi Lingkungan Adaptasi Psikologis Fenomena Perilaku

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 3: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

3 Universitas Indonesia

mekanisme, yaitu mekanisme biologis dan budaya. Dalam Ekologi budaya pula, adanya

kelangkaan sumberdaya alam membuat manusia berupaya lebih dalam mempertahankan

keberlangsungan hidupnya. Upaya-upaya tersebut dapat berupa eksploitasi sumberdaya

alam yang dapat dilihat dari adaptasi dalam bentuk teknologi di lingkungan mereka

(Steward, dalam Gunn 1980).

Pengaruh utama dari ketinggian adalah menurunnya tekanan udara seiring

dengan naiknya ketinggian (Singh, 2004). Pada daerah tropis, wilayah ketinggian

merupakan pembeda yang signifikan pada penggunaan tanah untuk pertanian (Klages

dalam Singh, 2004). Coppock (1964) menekankan bahwa ada suatu batas ketinggian

tertentu yang menguntungkan untuk lahan pertanian yang tidak dapat ditemukan pada

batas ketinggian lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertnaian tertentu

memiliki kesesuaian dengan ketinggian tertentu pula. Selanjutnya Singh juga

menjelaskan pengaruh lainnya dari semakin tingginya ketinggian terhadap pertanian

adalah menurunnya suhu udara, meningkatnya curah hujan, meningkatnya kecepatan

angin, kondisi tanah yang kurang subur, dan relief yang curam.

Dampak terhadap pertanian dan ketahanan pangan produksi beras di Indonesia

sangat bergantung pada pola musim penghujan, yang berdampak sangat penting pada

performa pertanian selama musim basah (utama) dan musim kemarau (kedua). Oleh

karena itu tejadinya perubahan iklim tentunya juga mempengaruhi produksi beras atau

pertanian padi. Beberapa indikator perubahan iklim antara lain adalah kecenderungan

peningkatan suhu udara, perubahan pola distribusi dan intensitas hujan dan peningkatan

muka laut. Perubahan-perubahan tersebut akan mengakibatkan implikasi yang serius

pada tanaman padi. Terdapat tiga faktor kerentanan pangan terkait dengan tanaman padi

akibat fenomena prubahan iklim, diantaranya adalah anomali curah hujan, persentase

luas areal sawah yang gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan hama penyakit; serta

persentase luas areal yang mengalami resiko degradasi lahan akibat erosi, banjir, atau

longsor. Kenaikan suhu udara akan meningkatkan kebutuhan air oleh tanaman untuk

melakukan evapotranspirasi, yaitu proses gabungan antara transpirasi tanaman dengan

evaporasi tanah yang terjadi bersamaan. Tingkat ketersediaan air bagi suatu pertanaman

berpengaruh pada proses pembukaan stomata dan laju fotosintesis. Salah satu indikator

dari proses ini adalah laju transpirasi tanaman, sehingga jika air tersedia cukup untuk

proses transpirasi maka laju fotosintesis akan berlangsung dengan optimal dan

sebaliknya, jika air tidak tersedia terus menerus maka tanaman akan mengalami cekaman

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 4: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

4 Universitas Indonesia

(stress) air sehingga menjadi kering dan akhirnya mati, sehingga akan mengurangi luas

panen suatu pertanaman padi (Ritchie, 1972).

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang melakukan

interpretasi terhadap fenomena sosial yang ditemukan di lapangan secara mendalam,

menekankan pada makna, dan tidak menekankan pada generalisasi. Data yang terkumpul

berupa kata-kata atau gambar dan tidak menekankan pada angka. Peneliti bersifat

sebagai instrumen kunci sehingga subjektivitas peneliti dianggap sah sebagai bagian dari

pembahasan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana petani padi

di Kabupaten Subang beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim terkait dengan

ketinggian wilayah pertanian padi tersebut. Bila dimasukkan dalam ranah disiplin ilmu

geografi, penelitian ini dapat dikelompokkan dalam human geography dan perilaku

keruangan atau spatial behavior. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan analisis induktif

dengan melakukan pendekatan ekologis, dimana dalam analisis selalu menekankan

pengaruh lingkungan terhadap manusia, dalam hal ini pengaruh dampak perubahan iklin

terhadap perilaku petani padi. Penelitian ini juga menekankan upaya pengungkapan fakta

dan mendeksripsikan adaptasi yang dilakukan petani-petani padi di Kabupaten Subang

terhadap perubahan iklim secara mendalam dalam usahanya untuk tetap bertani padi dan

bertahan hidup. Adaptasi yang diamati mencakup perubahan perilaku petani padi dalam

menyesuaikan perubahan lingkungan yeng terkait dengan dampak-dampak dari

perubahan iklim. Perubahan lingkungan tersebut dapat berupa perubahan ketersediaan air,

perubahan populasi hama, dan perubahan musim. Dalam pertanian padi, ketersediaan air,

musim, dan hama merupakan hal yang sangat berpengaruh. Pemahaman petani padi

bagaimana melakukan adaptasi dipengaruhi oleh pengalaman bertani dan pengetahuan

lingkungan yang dimiliki oleh petani. Adaptasi yang dilakukan tentunya akan berbeda

pada ketinggian yang berbeda pula karena tiap perbedaan ketinggian memiliki

karakteristik lingkungan yang berbeda, sehingga memunculkan perilaku adaptasi yang

berbeda pula.

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 5: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

5 Universitas Indonesia

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, dampak perubahan iklim di Kabupaten Subang terhadap pertanian

digambarkan dalam skema dibawah:

Bentuk Adaptasi Terhadap Pergeseran Musim

Wilayah Ketinggian 0-25 m

Wilayah ini merupakan wilayah dataran rendah dengan luas 92.639,7 hektar. Sampel

di wilayah dataran rendah di Kecamatan Ciasem, Desa Sukamandi dan Desa Margasari,

dimana memiliki luas lahan pertanian padi yang paling luas dan jumlah penduduk yang

bermata pencaharian petani padi terbanyak di wilayah dataran rendah Kabupaten Subang.

Sawah padi di wilayah dataran rendah, khususnya di sepanjang wilayah pesisir

Kabupaten Subang tidak memiliki pergantian tanaman, sepanjang tahun hanya ditanami padi,

dengan sebagian besar berupa sawah irigasi. Air irigasi tersebut dialirkan dari Waduk

Jatiluhur. Terjadinya penurunan jumlah bulan basah dari periode tahun 1996-2000 hingga

Perubahan

Iklim

Peningkatan

suhu rata-

rata

Perubahan pola

dan inensitas

curah hujan

Iklim

Ekstrem

Peningkatan

Populasi Hama

Perubahan

Ketersediaan air

Perubahan musim /

jumlah bulan basah

Banjir

Kekeringan

Gagal Penen

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 6: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

6 Universitas Indonesia

periode 2006-2009 tidak berpengaruh banyak terhadap pertanian padi di wilayah dataran

rendah karena pertanian padi di wilayah tersebut merupakan sawah irigasi. Pasokan air yang

didapat dari Jatiluhur tersebut dialirkan sepanjang musim. Dalam hal ini, petani padi tidak

mengalami perubahan lingkungan akibat dampak perubahan iklim yang terkait dengan

ketersediaan air, sehingga tidak ada perubahan perilaku unuk melakukan adaptasi. Oleh

karena itu, petani tetap melakuakan pola tanam yang sama tiap tahunnya, yaitu memuali

musim tanam padi yang pertaman pada bulan Oktober, selama 110-120 hari dan dipanen pada

bulan Januari. Setelah itu, sawah didiamkan selama satu bulan. Masa tanam yang kedua

dimulai pada bulan Maret dan panen pada bulan Juni. Lalu sawah didiamkan selama 2 – 3

bulan sampai menunggu datangnya masa tanam berikutnya. Selama tanah didiamkan

menunggu masa tanam, petani biasanya pergi ke daerah lain untuk menjadi petani pekerja

agar mendapatkan uang.

Tabel Pola tanam padi wilayah ketinggian 0-25m

Bulan

Kegiatan Lahan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Penaburan Benih

Pemeliharaan (pempukan, pengairan, penyiangan

Panen

masa tanam pertama (musim hujan)

masa tanam kedua (musim kemarau)

Pada wilayah ini, setelah panen yang kedua yaitu pada bulan Juni, tanah di bera atau

didiamkan, tidak ditanami apapun untuk selama 2-3 bulan sampai mulai masa tanam

berikutnya. Selama 2-3 bulan tersebut, petani padi baik pemilik maupun penggarap pergi ke

daerah lain untuk menggarap sawah padi. Hal tersebut dilakukan agar tetap mendapatkan

pendapatan selama menunggu masa tanam di wilayah dataran rendah Kabupaten Subang.

Petani yang melakuakn migrasi ke daerah lain adalah petani petani laki-laki. Sedangkan

untuk petani perempuan, saat menunggu masa panen, mereka pun mencari tambahan

pendapatan seperti berjualan nasi uduk, gorengan, dan lain-lain.

Dalam hal ini, petani melakukan migrasi sebagai bentuk adaptasi akibat dari faktor

ekonomi, yaitu makin tingginya pengeluaran untuk keperluan, modal pertanian, seperti makin

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 7: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

7 Universitas Indonesia

tingginya penggunaan pupuk dan obat hama. Faktor utama yang menyebabkan mobilitas

petani saat menunggu masa tanam adalah kerentanan rumah tangga. Secara umum rumah

tangga petani termasuk rentan karena cenderung bertumpu pada satu komoditas utama, yaitu

padi, yang memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap dampak dari perubahan

iklim. Perubahan iklim yang terjadi membuat rumah tangga petani menjadi semakin rentan

akibat penurunan produksi pertanian yang berdampak terhadap penurunan pendapatan, serta

meningkatnya kebutuhan modal, mendorong mereka untuk melakukan mobilitas ke daerah

lain.

Wilayah Ketinggian 25 – 500m

Pada wilayah ini, sampel diambil di Kecamatan Cipunagara, dan Kecamatan Cijambe.

Pada ketinggian 25-100 m sebagian besar sawah padi merupakan sawah tadah hujan. Lalu

untuk ketinggian 100-500 mdpl, sebagian besar sawah merupakan sawah irigasi. Terjadinya

pergeseran datangnya bulan basah dan penurunan jumlah bulan basah memiliki pengaruh

yang lebih besar terhadap sawah tadah hujan dibandingkan dengan sawah irigasi.

Pada sawah tadah hujan, masa tanam padi dimulai saat musim hujan atau bulan basah

tiba. Terjadinya pergeseran datangnya musim hujan mempengaruhi pola tanam padi di

wilayah ini. Pada periode tahun 1980-1985 hingga poeriode tahun 1996-2000 dimana jumlah

bulan basah dalam setahun 6 bulan dan datangnya bulan basah bulan Oktober – November,

masa tanam padi di wilayah ini dimulai pada bulan Oktober atau November pula mengikuti

datangnya bulan basah. Namun pada periode 2006 – 2009, awal bulan basah datang pada

pulan Desember, sehingga masa tanam pertama pada sawah tadah hujan pun dimulai apda

bulan Desember, seperti yang diutarakan oleh informan berikut

Berdasarkan hasil wawancara informan dengan mengaitkan data jumlah bulan bulan

basah pada Tabel. 5.4, maka didapatkan pola tanam padi sebagai berikut:

Tabel 5.6 Pola tanam wilayah ketinggian 25-500m periode 1991-2005

Bulan

Jenis Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Irigasi

Tadah hujan

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 8: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

8 Universitas Indonesia

Tabel 5.7 Pola tanam wilayah ketinggian 25-500m periode 2006- sekarang

Bulan

Jenis Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Irigasi

Tadah hujan

masa tanam pertama (musim hujan)

masa tanam kedua (musim kemarau)

kacang/ mentimun/ bayam/ semangka

(Sumber: Pengolahan Data, 2012)

Terjadinya pergeseran musim tanam padi yang pada awalnya masa tanam pertama

dilakukan pada Bulan Oktober menjadi Bulan November baru melakukan masa tanam padi

merupakan perilaku adaptasi akibat adanya dampak perubahan iklim, yaitu pergeseran

datangnya bulan basah. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian terhadap keadaan

lingkungannya, dimana petani melakukan masa tanam menyesuaikan dengan datangnya

bulan basah atau msim hujan. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan datangnya musim

hujan maka petani pun menyesuaikan dalam memulai melakukan masa tanam padinya. Hal

tersbebut mengindikasikan adanya perubahan perilaku petani dalam melakukan penyesuaian

terhadap keadaan lingkungan.

Baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi, pergeseran musim membuat

pergeseran masa tanam padi pertama. Pada periode tahun 2000-2005, masa tanam pertama

untuk sawah irigasi dimulai pada bulan Oktober, dan pada sawah tadah hujan dimulai pada

bulan November. Namun sejak periode tahun 2006 hingga kini, masa tanam pertama untuk

sawah irigasi dimulai pada bulan November dan untuk sawah tadah hujan pada bulan

Desember.

Terjadinya pergeseran musim ini membuat petani padi tidak mengistirahatkan lahan

sawahnya setelah panen masa tanam padi yang pertama, yang bisanya dilakukan selama

bulan februari untuk sawah irigasi dan bulan Maret untuk sawah tadah hujan. Terjadinya

pergeseran musim tersebut juga membuat petani padi sawah tadah hujan menanami tanaman

lain di sawah lebih lama dari dua bulan menjadi tiga bulan sambil menunggu musim hujan

tiba, seperti yang dilakuakn oleh salah satu informan, Bu Juju. Tanaman yang ditanam adalah

kacang panjang, mentimun, bayam, semangka, dan jagung. Untuk kacang panjang, mentimun

dan bayam hanya butuh waktu satu bulan untuk bisa dipanen hasilnya, dimana sawah sedang

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 9: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

9 Universitas Indonesia

tidak ditanami padi tetapi ditanami tanaman lain yaitu kacang panjang dan juga bayam. Tidak

semua petani menanam tanaman yang sama. Hasil dari tanaman tersebut sebagian dikonsumsi

sendiri dan sebagian lagi dijual.

Wilayah Ketinggian > 500 m

Di wilayah ini, sampel diambil di Kecamatan Cisalak, Desa Cisalak, yang memiliki

ketinggian . Lahan sawah di wilayah ini semuanya merupakan sawah irigasi yang dialiri dari

Ci lamantan. Di wilayah ini, padi tidak ditanam sepanjang waktu, hanya pada saat musim

hujan dengan curah hujan tertinggi saja. Selebihnya, tanah ditanami sayur-sayuran, seperti

wortel, kol, kubis, tomat dan lain-lain.Terjadinya pergeseran musim pun meyebabkan

pergeseran masa tanam padi karena jumlah curah hujan tinggi juga bergeser.

Tabel Pola tanaman wilayah ketinggian > 500m periode 1991-2005

Bulan

Tanaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Padi

Kol

Sawi

Wortel

Tabel Pola tanaman wilayah ketinggian > 500 m periode 2006- sekarang

Bulan

Tanaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Padi

Kol

Sawi

Wortel

Masa tanam padi di wilayah ini mengikuti bulan dengan intnsitas curah hujan

tertinggi dan menggunakan irigasi sederhana yang dialirkan dari Ci Lamantan. Sekitar

periode 1991-2005, mata tanam padi dimulai pada bulan November. Lalu seiring terjadinya

pergeseran musim, masa tanam padi pun turut bergeser. Pada periode 2006 hingga sekarang,

masa tanam padi dimulai pada bulan Januari. Setelah panen padi, sawah dikeringkan dan

berganti dengan tanaman lainnya, yaitu sayur-sayuran. Oleh karena terjadinya pergeseran

musim, maka masa tanam sayuran pun turut bergeser. Urutan dan jenis sayuran yang ditanam

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 10: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

10 Universitas Indonesia

pada wilayah tersebut tidak sama setiap tahunnya. Hal tersebut tergantung pada permintaan

pasar karena tida seperti padi yang hasilnya sebagian untuk pribadi dan sebagian dijual

namun tidak keluar daerah. Untuk sayuran, hasilnya dijual hingga ke kecamatan-kecamatan

lain di Kabupaten Subang.

Sama seperti pada wilayah ketinggian 25-500m, dimana terjadi perubahan perilaku

petani padi yang menggeser masa tanam padi. Hal tersebut merupakan bentuk penyesuaian

terhadap keadaan lingkungannya, yaitu datangnya musim hujan. Hanya saja, berbeda pada

wilayah dataran rendah, pada wilayah ini tanaman padi bukan merupakan tanaman pertanian

yang utama karena faktor keadaan lingkungan yang kuran atau tidak sesuai dengan syarat

tumbuh tanaman padi. Oleh karena itu penggunaan tanah untuk sawah padi tidak seluas di

wilayah dataran rendah. Hal tersebut yang menyebabkan petani padi di wilayah ini tidak

memiliki kapasitas adaptif yang tinggi terhadap dampak dari perubahan iklim, tidak seperti

petani di wilayah dataran rendah.

Adaptasi Terhadap Perubahan Ketersediaan Air

Perubahan ketersediaan air akibat pergeseran musim, penurunan intensitas hujan serta

kenaikan suhu tentunya memiliki pengaruh bagi pertanian padi yang dalam budidayanya

sangat bergantung pada ketersediaan air. Namun pengaruh yang dirasakan tidak sama antara

padi sawah irigasi dengan padi padi sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan memiliki tingkat

kerentanan yang lebih tinggi akibat perubahan ketersediaan air dibandingkan dengan sawah

irigasi. Di Kabupaten Subang, sawah tadah hujan banyak tersebar di bagian tengah. Pada

wilayah ini, perubahan ketersediaan air menjadi hal yang sangat berpengaruh pada pertanian

padi di wilayah ini. Perubahan ketersediaan air yang menunjukkan kecenderungan penurunan

ketersediaan air dikarenakan datangnya musim hujan semakin tidak pada waktunya, serta

intensitas hujan yang menurun pula. Karena hal tersebut, kerentanan akan kekeringan dan

resiko gagal panen semakin tinggi, sehingga petani melakukan strategi adaptasi untuk

menanggulangi hal tersebut. Bentuk adaptasi yang dilakukan petani dalam mengatasi

penurunan ketersediaan air tersebut adalah dengan menggunakan pompa untuk mendapatkan

air yang berasal dari air tanah. Pompa tersebut bekerja dengan menyedot air tanah, lalu pada

pompa dipasangi selang berdiameter ±10cm untuk mengalirkan air ke seluruh lahan sawah

agar tetap mendapatkan air yang cukup hingga tiba masa panen. Penggunaan pompa tersebut

makin banyak digunakan petani sejak terjadinya kemarau panjang pada tahun 1997/1998

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 11: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

11 Universitas Indonesia

(Fenomena El Nino). meskipun sejak tahun tersebut hingga kini makin banyak petani yang

menggunakan pompa, namun tidak semua petani memiliki pompa. Bagi petani yang tidak

memiliki pompa sendiri, mereka menumpang menggunakan pompa petani lain dengan

menggunakan selang tambahan dan membayar Rp 15.000 / jam.

Penggunaan pompa air dan mesin oven padi merupakan bentuk adaptasi petani

terhadap dampak perubahan iklim dalam bentuk teknologi untuk melakukan penyesuaian

terhadap perubahan lingkungan berupa perubahan ketersediaan air. Adanya kelangkaan

sumberdaya alam, dalam hal ini adalah air, membuat manusia berupaya lebih dalam

mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Upaya-upaya tersebut dapat berupa eksploitasi

sumberdaya alam yang dapat dilihat dari adaptasi dalam bentuk teknologi di lingkungan

mereka (Steward, dalam Gunn 1980). Upaya ekspoitasi dalam hal ini adalah eksploitasi air

dari air tanah akibat kelangkaan air yang diakibatkan oleh dampak perubahan iklim, yang

dilakukan dalam bentuk adaptasi teknologi, yaitu penggunaan pompa air.

Pola Adaptasi Petani Terhadap Dampak Perubahan Iklim

Adaptasi petani padi terhadap dampak dari perubahan iklim, merupakan perilaku dan

pengalaman keruangan petani padi dalam berinteraksi dengan perubahan lingkungannnya.

kondisi saat ini yang terjadi merupakan suatu hasil dari proses yang sudah berlangsung sejak

dulu, melalui berbagai macam perubahan. Perubahan-perubahan bisa berlangsung dalam

jangka pendek atau dalam jangka panjang (Daldjoeni, 1992). Perubahan iklim merupakan

perubahan yang terjadi dalam jangka panjang. Perubahan ini menyebabkan petani memiliki

perilaku untuk mengadakan perubahan dan tanggapan terhadap kondisi lingkungan yang

berubah, seperti pola musim, intensitas hujan, ketersediaan air, dan populasi hama.

Perubahan-perubahan tersebut mendesak petani untuk melakukan adaptasi unruk tetap

melestarikan hidupnya yang bertumpu pada sektor pertanian, terutama pertanan padi.

Unsur-unsur alam dalam suatu wilayah memberikan suatu proses yang menghasilkan

ciri khusus dalam wilayah tersebut. Ciri khusus tersebut dapat berupa vegetasi, curah hujan,

serta kondisi sosial budaya. Dalam hal ini, perbedaan kondisi fisik wilayah akan memberikan

dampak yang berbeda terhadap budaya bertani, jenis sawah, sawah irigasi atau tadah hujan,

serta jenis tanaman pertanian yang ditanam. Hal ini juga menyebabkan dengan adanya

dampak perubahan iklim yang sama, petani di wilayah dengan kondisi fisik yang berbeda

akan menghasilkan bentuk-bentuk adaptasi yang berbeda pula.

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 12: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

12 Universitas Indonesia

Secara umum, Wilayah Kabupaten Subang bagian utara yang meniliki ketinggian 0-

25 m merupakan sawah irigasi teknis yang dialiri dari Waduk Jatiluhur. Pada wilayah ini,

tanaman pertanian yang ditanam adalah padi sepanjang tahun, tanpa ada pergiliran tanaman.

Masa tanam padi yang pertama dilakukan pada Bulan Oktober, dan panen pada Bulan Januari.

Lalu tanah diistirahatkan satu bulan dan memulai masa tanam kembali pada Bulan Maret dan

panen pada Bulan Juni. Di wilayah ini, terdapat BB Padi yang sering kali melakukan

penelitian dan penyuluhan kepada petani-petani padi yang ada di wilayah tersebut. Hal

tersebut menampah pngetahuan petani mengenai padi dan perbahan lingkungannya. Oleh

karena itulah petani padi di wilayah ini memiliki pengetahuan mengenai lingkungan yang

lebih dibandingkan dengan wilayah lain di Kabupaten Subang. Adanya perubahan musim di

wilayah ini tidak mempengaruhi pola tanam karena ketersediaan air selalu ada dari aliran

irigasi. Terjadinya peningkatan populasi hama menyebabkan petani meningkatkan intensitas

penggunaan pupuk dan pestisida agar tidak mengalami gagal panen akibat serangan hama.

Hal tersebut menyebabkan kerentana pada faktor ekonomi karena pengeluaran untuk modal

bertambah. Untuk mengatasi hal itu, pada waktu menunggu masa tanam setelah panen yang

kedua dimana lahan sawah sedang diistirahatkan selama 2-3 bulan, petani pergi ke daerah

lain untuk menjadi petani penggarap agar mendapatkan pendapatan lebih.

Selanjutnya pada wilayah ketinggian 25-500 m, sebagian besar sawah di wilayah ini

merupakan sawah tadah hujan. Masa tanam padi di wilayah ini bergantung pada datangnya

musim hujan. Oleh karena itu, terjadinya perubahan pola musim sangat berpengaruh terhadap

pola tanam di wilayah ini. Pada saat ini, masa tanam yang pertama dilakukan pada Bulan

Desember karena bulan basah atau musim hujan baru mulai pada Bulan Desember.

Perubahan pola musim juga mengakibatkan permasalahan ketersediaan air di wilayah ini

yang menyebabkan kebutuhan akan air untuk pertanian padi pun meningkat. Hal tersebut

membuat petani mencari alternatif lain untuk mendapatkan air selain dari air hujan. Dalam

hal ini, petani menggunakan air tanah dengan menggunakan pompa. Adanya kebutuhan akan

air yang meningkat, membuat semakin banyaknya petani yang menggunakan pompa untuk

mendapatkan air tanah agara kebutuhan akan air pada tanaman pertanian tercukupi. Dalam

masalah peningkatan populasi hama, petani di wilayah ini merubah kebiasaan dari yang biasa

menggunakan pestisida, berubah menjadi menggunakan solar dan rinso untuk menanggulangi

masalah hama pengganggu tanaman. Hal tersebut karena meningkatnya populasi hama

menyebabkan kebutuhan akan pestisida menigkat, sehingga meningkatkan pula kerentanan

terhadap faktor ekonomi. Oleh karena itu, petani mencari alternatif untuk mengurangi

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 13: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

13 Universitas Indonesia

kerentanan ekonomi tersebut dengan menggunakan solar dan rinso karena harga nya yang

jauh lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan pembasmi hama.

Selanjutnya untuk wilayah dengan ketinggian > 500m, pada wilayah ini, pertanian

padi bukan merupakan komoditas utama dalam sektor pertanian. Hal tersebut, dimana luas

sawah di Kabupaten Subang bagian selatan tidak seluas di bagian tengah dan utara. Pertanian

yang menjadi komoditas utama di wilayah ini adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.

Pertanian padi di wilayah ini hanya ditanam sekali dalam setahun, dimana saat memiliki

curah hujan tertinggi dalam setahun. Pada saat ini, tanaman padi baru ditanam pada Januari

dan panen pada Bulan April. Setelah itu, lahan sawah ditanami sayur-sayuran seperti wortel,

kol, sawi, dan lain-lain. Pertanian padi di wilayah ini tidak mengalami permasalahan

ketersediaan air karena menggunakan aliran irigasi dari Ci Lamantan. Wilayah ini memiliki

budaya pertanian yang berbeda dengan wilayah lainnya karena faktor fisik dan alam yang

berbeda. Pada wilayah ketinggian > 500 m, kurang cocok untuk peranian padi. Petani di

wilayah ini menanam padi untuk memenuhu kebutuhan pangan sehari-harinya, bukan sebagai

komoditas yang dijual ke luar daerah. Oleh karena itu, permasalahan yang timbul pada

pertanian padi akibat dampak dari perubahan iklim, tidak menimbulkan perubahan perilaku

petani yang berarti.

5.KESIMPULAN

Adaptasi dilakukan petani padi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan yang diakibatkan oleh dampak dari perubahan iklim. Bentuk adaptasi yang

dilakukan oleh petani padi tidak sama di setiap wilayah ketinggian karena tiap wilayah

ketinggian memiliki karakteristik fisik wilayah tertentu dan tingkat kesesuaiannya masing-

masing terhadap pertanian padi. Adanya perbedaan budaya pertanian serta kondisi fisik

lingkungan menyebabkan perbedaan pula bentuk dan tingkat kapasitas adaptif di tiap wilayah

ketinggian yang berbeda.

Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani pada ketinggian 0-25m berupa

peningkatan intensitas penggunaan obat hama akibat dari meningkatnya populasi hama.

Tidak ada perubahan pola musim terkait dengan ketersediaan air karena pada wilayah ini

kebutuhan air dipasok dari aliran irigasi Jatiluhur. Lalu pada ketinggian 25-500m, dimana

pada ketinggian tersebut sebagian besar merupakan sawah tadah hujan, bentuk adaptasi yang

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 14: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

14 Universitas Indonesia

dilakukan berupa penggunaan pompa, pergeseran musim tanam padi, dan penggunaan solar

dan detergen. Ketinggian 0-25m dan 25-500m merupakan wilayah dengan padi sebagai

tanaman pertanian utama. Sedangkan pada ketinggian >500m, padi bukanlah tanaman

pertanian utama, sehingga adaptasi yang dilakukan oleh petani padi pada ketinggian tersebut

hanya berupa pergeseran masa tanam padi akibat dari pergeseran musim. Oleh karena itu

petani pada ketinggian >500m kurang adaptif terhadap dampak perubahan iklim terhadap

pertanian padi karena pertanian padi bukanlah komoditas utama pertanian pada wilayah

ketinggian tersebut.

KEPUSTAKAAN

Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. (2010). Subang Dalam Angka Tahun 2010 . Subang.

Bell, P. (1978). Environmental Psychology. Philadelphia: W.B.Saunders Co.

Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Chambers, R. (1989). Editorial Introduction: Vulnerability, Coping and Policy. IDS Bulletin-

Institute of Development Studies.

Daldjoeni, N. (1982). Pengantar Geografi untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah Bandung:

Penerbit Alumni.

Deka, et. al,. (2012). Climate Change And Impacts On Crop Pets. New Delhi: IARI.

Dewan Nasional Perubahan Iklim. (2010). Indonesia’s Greenhouse Gas Abatement Cost

Curve .Jakarta: DNPI.

Fisher, J.D. (1984). Environmental Phschology. New York: Holt, Rinehart& Winston.

Golledge, Reginald dan Stimson, Robert. (1992). Spatial Behavior: A Geographic Prespecive.

London: The Guilford Press.

Gunn, Michael. (1980). Cultural Ecology: A Brief Overview. Lincoln: University of Nebraska.

Hadikusumah. (1993). Studi Perubahan Muka Air Laut di Cilacap . Puslitbang Oseanografi

LIPI.

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 15: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

15 Universitas Indonesia

Handoko, Y. Sugiarto, dan Y. Syaukat. (2008). Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi

Pangan Strategis: Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan

pembangunan SEAMEO BIOTROP untuk kemitraan. Bogor: SAMEO Biotrop.

Hilmanto, R. (2010). Etnoekologi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Holahan. (1982). Environmental Phsycology. New York: Random House.

IPCC, (2012): Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate

Change Adaptation. A Special Report of Working Groups I and II of the

Intergovernmental Panel on Climate Change.Cambridge University Press, Cambridge.

Karupaiah, V. (2012). Impact of Climate Change on Population Dynamics of Insect Pest.

New Delhi: IDOSI Publications.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. (2009). Penyusunan Informasi Tematik untuk

Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Isu Prioritas Nasional Bidang

Pangan, Kesehatan dan Fenomena Iklim Ekstrim. Jakarta.

Lavell, A., (1999a): Environmental degradation, risks and urban disasters. issues and

concepts: Towards the definition of a research agenda. In: Cities at Risk:

Environmental Degradation, Urban Risks and Disasters in Latin America [Fernandez,

M.A. (ed.)]. A/H Editorial, La RED, US AID, Quito, Ecuador, pp. 19-58.

Ritchie. (1972). Pathogenesis of Virulent. ND in Chickens, Journal of Veterinary Medical

Assosiation. 161: 169-179.

Oldeman, L. R, (1975). An Agro-Climatic Map of Java. Bogor: Institute for Agriculural.

Sandy, I Made. (1987). Iklim Regional Indonesia. Jakarta: Jurusan Geografi FMIPA-UI.

Sarwono. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.

Singh, Jasbir., dan, Dhillon, SS. (2004). Agricultural Geography. New Delhi: Tata McGraw-

Hill Publishing.

Soemarwoto, O .(1991). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit

Djambatan.

Subejo. (2004). Peranan Social Capital Dalam Pembangunan Ekonomi: Suatu Pengantar

untuk Studi Social Capital di Perdesaan Indonesia. Maalah Agro Ekonomi Vol. 11 No

1 Juni 2004.

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 16: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

16 Universitas Indonesia

Mark, Sutton. Q., dan Anderson, E. N. (2007). Introduction To Cultural Ecology. Toronto:

Rowman & Littlefield Publishers, inc.

Tumiwa, Fabby. (2010). Strategi Pembangunan Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim:

Status Kebijakan Saat Ini. Jakarta: Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2009 Tentang Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika. DPR RI.

Witoelar, Rachmat. (2010). Panduan Observasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: DNPI.

Wolf, Eric R. (1996). Petani Suatu Tinjauan Antropologis. Jakarta: Rajawali.

Yunus, Hadi Sabari. (2009). Metodologi Penelitian Wilayah Konptemporer. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 17: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

17 Universitas Indonesia Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013

Page 18: ADAPTASI PETANI PADI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DI …

18 Universitas Indonesia

Adaptasi petani …, Aulia Baroroh, FMIPA UI, 2013