BAB I
PENDAHULUAN
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan
serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah ke bagian
jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian. IMA
merupakan bagian dari Sindroma koroner akut yang terdiri dari IMA
dengan ST Elevasi (STEMI), iskemia miokard tanpa ST Elevasi
(NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabis (UAP). STEMI sering
menyebabkan kematian sehingga merupakan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan secepatnya.1,10 Sindrom koroner akut masih
menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. World Health
Organization (WHO) 2015 memperkirakan 17,5 juta orang yang mewakili
31% dari semua kematian global, meninggal akibat penyakit
kardiovaskuler pada tahun 2012.Dari kematian ini, diperkirakan 7,4
juta disebabkan oleh sindrom koroner akut.2 Data dari penelitian di
China pada tahun 2014 menunjukkan 14.389 pasien diagnosis sebagai
sindrom koroner akut, dengan 13,9% merupakan STEMI dan 86,0% pasien
dengan STEMI.3 Di Amerika, 683.000 pasien didiagnosa sebagai
penyakit jantung koroner pada tahun 2009.Prevalensi STEMI meningkat
25%-40% dari presentasi infark miokard.1Sindrom koroner akut
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses
aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Infark miokard
akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari sindroma
koroner akut yang umumnya terjadi jika aliran koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi dari trombus pada plak
arteroskelorosis.1 Penatalaksanaan dari sindrom koroner akut sangat
penting untuk mencegah kematian, perawatan terhadap pasien infark
miokard ditujukan untuk meminimalkan keluhan dan stres serta untuk
membatasi perluasan kerusakan miokard.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan keluhan dan tanda
klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut yang terdiri dari
angina tidak stabil (UA), non ST-elevasi miokard infark (NSTEMI)
dan ST elevasi infark miokard (STEMI).1Infark miokard akut
merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel
otot jantung mati. Aliran di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbatan koroner akut. Sumbatan pada arteri koroner
menyebabkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, yang
mana paling sering disebabkan oleh rupturnya plak dan pembentukan
trombus pada pembuluh darah koroner, sehingga terjadi penurunan
suplai darah ke miokardium.1,4Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.4,52.2.
Epidemiologi
Sindrom koroner akut masih menjadi penyebab kematian terbesar di
dunia. World Health Organization (WHO) 2015 memperkirakan 17,5 juta
orang yang mewakili 31% dari semua kematian global, meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 2012.Dari kematian ini,
diperkirakan 7,4 juta disebabkan oleh sindrom koroner akut.2Data di
Amerika Serikat pada tahun 2009 menunjukkan 683.000 pasien
diagnosis sebagai sindrom koroner akut, dengan 25%-40% merupakan
STEMI dan 30% pasien dengan STEMI diantaranya adalah wanita.1 di
China pada tahun 2014 menunjukkan 14.389 pasien diagnosis sebagai
sindrom koroner akut, dengan 13,9% merupakan STEMI dan 86,0% pasien
dengan STEMI.4 Di Indonesia, 478.000 pasien didiagnosa sebagai
penyakit jantung koroner pada tahun 2013.Prevalensi STEMI meningkat
25%-40% dari presentasi infark miokard.5
2.3. Etiologi
Penyebab utama dari sindrom koroner akut adalah aterosklerosis.
90% kasus infark miokard disebabkan akibat trombus akut yang
menyumbat arteri koroner sehingga mengakibatkan ruptur plak dan
erosi yang diperkirakan menjadi pemicu utama terjadinya trombosis
koroner.5Terjadinya arterosklerosis dipengaruhi oleh faktor-faktor
resiko yang berbeda-beda pada setiap individu. Faktor resiko
terjadinya aterosklerosis terdiri dari faktor resiko yang tidak
dapat di modifikasi dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi.4,5Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara
lain adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga yang mengalami
penyakit jantung koroner pada usia muda (30 menit dan banyak
keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.4,102.5.3
Pemeriksaan Penunjang
A. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) memberi bantuan untuk diagnosis dan
prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat
bermanfaat. EKG sebaiknya dilakukan dalam 10 menit saat kedatangan
di IGD.4,8Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI sebagai
landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien
tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara
kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST.4,8
Gambar 2.1. Evolusi EKG pada STEMIUntuk menentukan lokasi
iskemia atau infark miokard serta predileksi pembuluh koroner mana
yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan yang berhubungan
yang menunjukkan gambaran anatomi daerah jantung yang sama dan
dapat ditentukan sebagai berikut:9Lokasi InfarkGelombang Q/elevasi
ST (sadapan)Arteri koroner
Antero-septalV1, V2, V3, V4Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang LAD septal
AnteriorV3 dan V4Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
LateralV5 dan V6Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang sirkumflex
Anterior EkstensifI, aVL, V2 V6Arteri coroner kiri
Maksimal LAD
Antero lateralI, aVL, V3, V4, V5, V6Arteri coroner kiri
Cabang LAD diagonal
Cabang sirkumflex
SeptalV1, V2Arteri koroner kiri
Cabang LAD septal
PosteriorV7 V9 (V1 V2)Arteri coroner kanan
Sirkumfleks
InferiorII, III dan aVFArteri coroner kanan
Cabang desendens posterior
Cabang arteri coroner kiri
Right ventrikelV3R V4RArteri coroner kanan bagian proksimal
Tabel 2.1 Regio infark miokardB. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi
terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang
dianjurkan adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB.4Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali
nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.4,61.
CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan
CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.Pemeriksaan enzim jantung yang
lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase
(LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miocard adalah
leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/ul.4,62.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari STEMI saat ini mengacu pada guideline dari
ACC/AHA tahun 2013 dan ESC tahun 2012. Tujuan penatalaksanaan IMA
adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan
implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombolitik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang
dan tatalaksana komplikasi.1,42.6.1. Tatalaksana awal
a. Penatalaksanaan pra rumah sakitPrognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).4,6
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI
disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara
lain: 4,6,9
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi Transportasi pasien ke rumah sakit yang
mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat
yang terlatih
Melakukan terapi perfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien
biasanya bukan selama transportasi ke rumah sakit melainkan karena
lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk
meminta pertolongan pertama. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara
edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan
mengenai pentingnya tatalaksana dini.4,9Pemberian fibrinolitik
prahospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans
yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan tatalaksana
STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra
hospital belum bisa dilakukan.4,8,9b. Tatalaksana di Ruang
EmergensiTujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI
mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat
pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase
pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.4,92.6.2.
Tatalaksana umum
1. Tirah baring total dilakukan minimal 12 jam.4,5,92. Oksigen :
suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg,
interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari
diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam. 2.6.3 Tatalaksana
STEMIa. Terapi reperfusi Reperfusi dini akan memperpendek lama
oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi
ventrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.4Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk
memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door
to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.4,5,9Waktu
onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat
fibrinolitik dalam menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi
fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam
pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka
kematian.4,8Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko
perdarahan pada pasien. Jika terapi reperfusi bersama-sama
(tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko perdarahan
dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi
farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya
fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI
dapat dikerjakan.9b. Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa
didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI
efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan
beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif
dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam
jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana,
hanya di beberapa rumah sakit.4,6,8,9c. Fibrinolitik Terapi
fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.
Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan
cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue
plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK),
reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen
menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.8Aliran di
dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala
kualitatif sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in
myocardial infarction (TIMI) grading system:41) Grade 0 menunjukkan
oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena
infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras
melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke
arah distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran
arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami
infark dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena
perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan
hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan laju
mortalitas, selain itu waktu merupakan faktor yang menentukan dalam
reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita.
Keuntungan ini lebih nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam
pertama setelah timbulnya gejala, dengan anjuran pemberian
streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil yang
semaksimal mungkin.4- Indikasi terapi fibrinolitik menurut ACCF-AHA
2013:1Kelas I :
1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus
dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan
elevasi ST > 0,1 mV pada minimal 2 sandapan prekordial atau 2
sandapan ekstremitas
2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan
pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru
atau diduga baru. Kelas II a
1. Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi
fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan
EKG 12 sandapan konsisten dengan infark miokard posterior.
2. Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi
fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam
sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemi yang terus berlanjut dan
elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau minimal 2 sandapan ekstremitas.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada
dan penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian
fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena,
sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi
yang lebih disukai adalah PCI. - Kontraindikasi terapi
fibrinolitik:1Kontraindikasi absolut
1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2. Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi
AV)
3. Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam
3 jam
5. Dicurigai diseksi aorta
6. Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali
menstruasi)
7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg
atau TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau
diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk
kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit)
atau operasi besar (5 hari sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya
terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi
risiko perdarahan. Obat Fibrinolitik:1,41. Streptokinase :
merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena
terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah. Dosis streptokinase adalah 1,5 juta unit
dalam 100 cc NaCl 0,9% atau dextrose 5% diberikan secara infus
selama 30-60 menit.2. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase)
: Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1)
trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada
pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya
lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial
sedikit lebih tinggi. Dosis tPA 15 mg bolus IV, dilanjutkan 0,75
mg/kgBB dalam 60 menit. Dosis tidak boleh lebih dari 100 mg.3.
Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan
keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan
dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4. Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen
activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B
menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi
perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.
d. Terapi lainnya ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata
laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan
menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin),
anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular
Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan
Angiotensin Receptor Blocker.12.7. Komplikasi1. Disfungsi
Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non
infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.72. Gangguan
Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik
pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.3. Syok kardiogenik Syok
kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.4. Infark
ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda
Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.5. Aritmia
paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup
ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit,
iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.6.
Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis
terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.
Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik
ventrikel pada pasien STEMI.7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventrikular
10. Asistol ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum
ventrikel, ruptur dinding ventrikel.1,4,10BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
: Tn. HM No RM
: 89.13.47 Umur
: 70 tahun Jenis Kelamin
: Laki-laki Pekerjaan
: Wiraswasta Status
: Menikah Masuk RS
: 22 Mei 2015 Tanggal Pemeriksaan: 24 Mei 2015Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan utama
Nyeri dada sebelah kiri yang memberat sejak 6 jam SMRS.Riwayat
penyakit sekarang
6 jam SMRS pasien merasakan nyeri hebat pada dada kiri. Nyeri
muncul secara tiba-tiba saat pasien tidur sehingga pasien terbangun
dari tidurnya. Nyeri serasa terbakar panas di dada, menjalar ke
punggung kiri dengan durasi lebih kurang 30 menit. Nyeri tidak
berkurang dan tidak hilang dengan beristirahat.Ketika nyeri pasien
mengeluhkan sesak nafas, lemah dan berkeringat dingin. Tidak ada
batuk, mual muntah, jantung berdebar-debar, demam dan nyeri ulu
hati. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Lalu pasien dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Arifin
Achmad. Ketika di IGD, pasien masih merasakan nyeri kemudian di
rawat di CVCU RSUD Arifin Achmad bagian Kardiologi.Riwayat Penyakit
Dahulu
Hipertensi (+) Diabetes melitus () Stroke () Asma (-)Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang
sama.
Hipertensi dalam keluarga disangkal Diabetes dalam keluarga
disangkal Asma dalam keluarga disangkalRiwayat pekerjaan, sosial
ekonomi dan kebiasaan
Merokok disangkal Alkohol disangkal Pasien jarang berolahraga
dan suka mengkonsumsi makanan berlemak serta makanan
bersantan.PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan umumKesadaran
: Komposmentis Keadaan umum: Tampak sakit sedangTekanan darah:
105/60 mmHgNadi
: 109 x/menit
Nafas
: 20 x/menit Suhu
: 36,2CTinggi badan: 168 cm
Berat badan: 70 kg
IMT
: 24 (Overweight)Pemeriksaan FisikPemeriksaan Kepala dan
Leher
Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-) Edema palpebral (-) Pursed lips breathing
(-)
JVP 5-2 cmH2O
Tidak ada pembesaran KGB
PEMERIKSAAN TORAKS
1. Paru:
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
2. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan: di SIK V Linea sternalis
dextra
batas jantung kiri: 2 jari lateral SIK VI Linea axilaris
anterior
pinggang jantung pada SIK 3 linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 (+), murmur (-), gallop (-)3.
Abdomen:
Inspeksi : dinding perut tampak cembung, tidak ada venektasi
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, shiffting dullness
(-)
Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan pada
epigastrium,hepatomegali (-),
splenomegali (-)
4. Ekstremitas
Clubbing finger (-), Ekstremitas teraba hangat, CRT < 2,
Edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukosit : 15,1 103/Ul
Hb
: 14,2 g/dL
Ht
: 43,3 %
Trombosit : 243 103/UlSGOT/AST: 324 IU/LSGPT/ALT: 74 U/LGDP
: 133 mg/dl
Ureum
: 27,6 mg/dl
Creatinin: 1,29 mg/dlAlbumin: 4,09 g/dl
Globulin: 3,39 g/dl
Chol
: 177 mg/dl
HDL
: 38,4 mg/dl
LDL
: 123 mg/dl
TG
: 79 mg/dl
Ind bil
: 0,86 mg/dl
BUN
: 23,4 mg/dlEnzim Jantung
Troponin I: 29,37 ug/L EKG:
Interpretasi:
Ritme : Sinus ritme Heart Rate : 68 x permenit reguler Axis:
Normoaksis Gelombang P: lebar 2 kotak kecil PR interval: lebar 5
kotak kecil QRS durasi: 2 kotak kecil ST segmen : Gambaran ST
elevasi pada lead II, III, aVFRESUME
Tn. HM 70 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 6 jam SMRS. Nyeri muncul secara tiba-tiba saat pasien tidur.
Nyeri dirasakan seperti trbakar dan panas, menjalar ke punggung
kiri dengan durasi lebih kurang 30 menit. Nyeri tidak berkurang dan
tidak hilang dengan beristirahat. Ketika nyeri pasien mengeluhkan
sesak nafas, lemah dan berkeringat dingin. Lalu pasien dibawa ke
Pusksmas dan dirujuk ke RSUD Arifin Achmad. Ketika di IGD, pasien
masih merasakan nyeri kemudian di rawat di CVCU RSUD Arifin Achmad
bagian Kardiologi.Pada pemeriksaan fisik kepala dan leher tidak
ditemukan kelainan. Pemeriksaan fisik jantung, paru, abdomen nyeri
tekan epigastrium dan ekstremitas dalam batas normal. Dari
pemeriksaan penunjang yang dilakukan, terdapat peningkatan SGOT
(324 IU/L), peningkatan LDL (123 mg/dl), peningkatan gula darah
puasa (133 mg/dl), dan peningkatan enzim jantung yaitu Troponin I
29,37 ug/L. Dari pemeriksaan EKG didapatkan ST elevasi pada II,
III, aVFDAFTAR MASALAH
Akut STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) InferiorRencana
Penatalaksanaan Oksigen 3 Liter IVFD Nacl 0,9 % 12 tpm, drip
dopamin 0,9cc/jam ISDN 3x10 mg
Inj. Arixtra 1x2,5 Inj. Omeprazole 2x40 mg Aspilet 2x70mg
Clopidogrel 1x75 mg Simvastatin 1x20mg Siapkan reperfusi segera
dengan fibrinolitik.
Striptokinase 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 ml dextrose,
diberikan 30 menit-60 menit (jika tidak ada kontraindikasi) Jika
ada kontraindikasi, lakukan PCIPEMBAHASANBerdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
bahwa pasien mengalami infark miokard akut dengan ST elevasi.
Diagnosis infark miokard akut dengan ST elevasi ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan yang dialami pasien
yaitu nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba, dirasakan seperti
terbakar dan menjalar ke punggung kiri. Nyeri tidak berkurang dan
tidak hilang dengan beristirahat. Pasien juga mengeluhkan gejala
sistemik seperti, lemah, dan keringat dingin. Hal ini sesuai dengan
salah satu kriteria infark miokard akut yaitu nyeri dada yang
bersifat substernal dengan durasi nyeri lebih dari 20 menit, tidak
hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat, disertai penjalaran,
mual, muntah dan keringat dingin. Namun pada pasien ini tidak ada
riwayat muntah.
Dari anamnesis juga didapatkan pasien suka mengkonsumsi makanan
berlemak dan bersantan serta jarang berolahraga. Hal ini merupakan
faktor resiko yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di arteri
koroner. Pembentukan plak ini menyebabkan sirkulasi darah di
jantung mengalami gangguan dan jika dibiarkan dapat terjadi ruptur
plak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi adhesi dan agregasi
platelet sehingga menyebabkan terbentuknya trombus yang tiba-tiba
dapat terjadi oklusi total atau parsial dari arteri koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya infark pada miokard.
Hasil pemeriksaan fisik dari pasien ini tidak ditemukan
kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan
enzim-enzim jantung meningkat (troponin I). Dari gambaran EKG
ditemukan adanya ST elevasi pada lead II,III dan aVF yang
menandakan adanya infark di bagian inferior.Penatalaksanaan pada
pasien saat datang ke IGD adalah pasien diposisikan semi fowler dan
diberikan Oksigen 3 liter. Pasang IVFD Ringer laktat 300cc
dilanjutkan dengan drip dopamin 0,9cc/jam, berikan ISDN 5 mg,
sebanyak 3x selang 5 jam, aspirin 160 mg, clopidogrel 300 mg dan
morfin 2-4 mg (IV). Siapkan reperfusi segera dengan fibrinolitik.
Striptokinase 1,5 juta unit dilarutkan dalam 100 ml dextrose,
diberikan 30 menit-60 menit (jika tidak ada kontraindikasi). Dapat
juga diberikan alteplase 30 mg (iv), dalam 30 menit kemudian
diberikan dengan dosis 0,75 mg/kgbb, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb
dalam 30 menit kemudian (jika tidak ada kontraindikasi). Jika ada
kontraindikasi, langsung siapkan Percutaneous Coronary
Interventions (PCI).123