Top Banner
ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) PENDAHULUAN Acute respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran kapiler alveoli, kerusakan difus alveoli, akumulasi protein interstisial dan edema intra alveolar, dan adanya membran hialin. Perubahan patologi tersebut disertai dengan perubahan fisiologi antara lain hipoksemia berat, peningkatan rata-rata fraksi dead-space pulmonal, dan penurunan komplians paru. ARDS relatif sering terdiagnosis pada pasien-pasien yang memerlukan ventilator mekanik lebih dari 24 jam. Pada penelitian kohort yang berbasis populasi pada 21 rumah sakit selama periode 16 bulan, 21% pasien yang memerlukan ventilator mekanik lebih dari 24 jam memenuhi kriteria persyaratan diagnosis ARDS. Surveiyang dilakukan terhadap 132 unit perawatan intensif di Eropa menunjukkan hasil yang serupa dimana 18% pasien yang terhubung ke ventilator mekanik terdiagnosis ARDS. 1 Ashbaugh dkk mendeskripsikan 12 pasien dengan gambaran tersebut pada tahun 1967, dengan menggunakan istilah adult respiratory distress syndrome untuk mendeskripsikan kondisi tersebut. Namun, definisi yang jelas tentang sindroma tersebut diperlukan agar memungkinkan dilakukan penelitian mengenai patogenesis dan terapinya. 1
16

Acute Respiratory Distress Syndrome

Oct 29, 2015

Download

Documents

dedy1986

medical
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Acute Respiratory Distress Syndrome

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME(ARDS)

PENDAHULUANAcute respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membran kapiler alveoli, kerusakan difus alveoli, akumulasi protein

interstisial dan edema intra alveolar, dan adanya membran hialin. Perubahan

patologi tersebut disertai dengan perubahan fisiologi antara lain hipoksemia berat,

peningkatan rata-rata fraksi dead-space pulmonal, dan penurunan komplians paru.

ARDS relatif sering terdiagnosis pada pasien-pasien yang memerlukan ventilator

mekanik lebih dari 24 jam. Pada penelitian kohort yang berbasis populasi pada 21

rumah sakit selama periode 16 bulan, 21% pasien yang memerlukan ventilator

mekanik lebih dari 24 jam memenuhi kriteria persyaratan diagnosis ARDS.

Surveiyang dilakukan terhadap 132 unit perawatan intensif di Eropa menunjukkan

hasil yang serupa dimana 18% pasien yang terhubung ke ventilator mekanik

terdiagnosis ARDS.1

Ashbaugh dkk mendeskripsikan 12 pasien dengan gambaran tersebut pada

tahun 1967, dengan menggunakan istilah adult respiratory distress syndrome

untuk mendeskripsikan kondisi tersebut. Namun, definisi yang jelas tentang

sindroma tersebut diperlukan agar memungkinkan dilakukan penelitian mengenai

patogenesis dan terapinya.

Pada tahun 1994, American-European ConsensusConference (AECC)

membuat definisi acute respiratory distress syndrome (ARDS). Istilah tersebut

digunakan karena sindroma ini bisa terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-

anak.2

Karena ARDS merupakan sebuah sindroma dan bukan merupakan penyakit,

para pasien di diagnosis ARDS ketika memenuhi kriteria diagnostik sebelumnya.

Tujuan potensial dari kriteria diagnostik tersebut adalah untuk mengidentifikasi

pasien-pasien dengan gambaran klinik khusus untuk tujuan epidemiologi dan

untuk memilih pasien yang akan memberikan respon terhadap terapi spesifik

untuk ARDS. Kriteria diagnosis yang digunakan untuk menentukan ARDS telah

semakin berkembang.

1

Page 2: Acute Respiratory Distress Syndrome

I S I

Definisi

 Penjelasan resmi mengenai ARDS dibuat pada tahun 1967 dan terdiri dari

kasus 12 pasien dengan onset akut dispneu, takipneu, hipoksemia berat, gambaran

abnormalitas radiografi toraks, dan penurunan komplians sistem pernapasan

statik. Dengan meningkatnya ketersediaan kateterisasi arteri pulmonal di ICU,

ARDS dapat diketahui sebagai bentuk non kardiogenik dari edema paru, yang

ditandai dengan akumulasi protein dan sel di alveolus dengan tekanan atrium kiri

tetap normal. Selanjutnya, beberapa definisi ARDS digunakan pada awal tahun

1980 yang memerlukan setidaknya empat gambaran klinik dasar, tiga diantaranya

dibuat berdasarkan kriteria fisiologi dan radiografi yang diambil dari kasus awal :

hipoksemia (berbagai derajat keparahan), penurunan komplians sistem

pernapasan,dan abnormalitas radiografi toraks (seringkali merupakan jenis dan

derajat yang ill-defined ). Keempat kriteria diagnosis tersebut biasanya merupakan

dokumentasi dari tekanan oklusi arteri pulmonal sebesar 18 mmHg atau kurang

dengan menggunakan kateter arteri pulmonal.3

Satu hal bahwa kriteria diagnostik yang terlalu ketat tersebut yang

memerlukan pemasangan kateter arteri pulmonal hanya akan

mengidentifikasi pasien-pasien dengan ARDS berat dan dengan prognosis yang

sangat buruk. Pemasangan kateter arteri pulmonal juga dapat menunda diagnosis

dari ARDS. karena kurang lebih 50% pasien ARDS harus terdiagnosis dalam 24

jam pertama, penundaan terapi untuk memasukkan kateter arteri pulmonal terlebih

dahulu dapat menekan keberhasilan intervensi terapi. Terlebih, sebuah uji klinik

berskala besar telah menunjukkan bahwa kateter arteri pulmonal tidak

mempengaruhi perbaikan kondisi pasien yang kritis termasuk pasien ARDS.3

Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai

dengan infiltrat di kedua lapangan paru dan hipoksemia berat setelah

menyingkirkan penyebab kardiogenik. Dengan kriteria tersebut, beratnya

hipoksemia untuk mendiagnosis suatu ARDS ditentukan berdasarkan rasio PaO2

2

Page 3: Acute Respiratory Distress Syndrome

/FiO2, rasio tekanan parsial oksigen di darah arteri pasien dengan fraksi oksigen

di udara inspirasi. Pada ARDS, rasio tersebut kurang dari 200. Jika masihkurang

dari 300, maka disebut sebagai acute lung injury (ALI). Edema paru oleh sebab

kardiogenik dapat disingkirkan dengan kriteria klinik atau dengan tekanan wedge

kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien yang terpasang kateter Swan-

Ganz.2

Gambar 1.Gambaran radiografi foto toraks anteroposterior (AP) pada pasien yang mengalami gagal napas selama 1 minggu dengan diagnosis ARDS. Tampak terpasang pipa endotrakhea, kateter vena sentral subklavia kiri di vena kava superior, dan gambaran bercak opasitas di kedua lapangan paru yang terkumpulsebagian besar di lapangan paru tengah dan bawah.2

Etiologi

Terdapat lebih dari 60 penyebab ARDS yang telah dilaporkan. ARDS dapat

disebabkan oleh proses inflamasi atau cedera pada paru. Kondisi

tersebutmengakibatkan tubuh memproduksi faktor-faktor inflamasi yang

menyebabkan proses inflamasi di paru. Sekali terjadi inflamasi, alveolus

selanjutnya tidak dapat melaksanakan proses oksigenasi yang normal.Proses

inflamasi pada alveolus mengakibatkan penumpukan cairan dalam alveolus.

Cairan ini mencegah lewatnya cukup oksigen ke peredaran darah. Cairantersebut

juga membuat paru menjadi berat dan kaku dan menurunkan kemampuan paru

untuk mengembang. Level oksigen dalam darah dapat sangat rendah,walaupun

penderita menerima oksigen dari ventilator mekanikal melalui endotrakheal tube.

3

Page 4: Acute Respiratory Distress Syndrome

Gambar 2. Perbedaan alveoli normal dan ARDS

Beberapa faktor risiko yang dapat mengakibatkan timbulnya acute respiratory

distress syndrome :

1. Faktor sirkulasi

Sindroma sepsis, sindroma syok oleh berbagai sebab, pankreatitis

multitrauma berat, pasca tranfusi darah, bypass kardiopulmonal, edema

pulmonar neurogenic, dan obat-obatan seperti heroin, paraquat, aspirin,

protamine, dan heparin.

2. Pneumonia

Bakteri, virus, legionella, dan protozoa.

3. Kontusio paru

Trauma.

4. Cedera aspirasi

 Asam lambung, merokok, bahan kimiaGastric

5. Embolisasi

Cairan amnion, emboli lemak.

Penyebab ARDS dapat juga dikelompokkan menjadi dua, yaitu cedera paru

langsung dan cedera paru tidak langsung. Cedera paru langsung disebabkan oleh

4

Page 5: Acute Respiratory Distress Syndrome

pneumonia, aspirasi, kontusio paru, penetrasi paru, emboli lemak, tenggelam,

trauma inhalasi, dan edema paru reperfusi akibat transplantasi paru sedangkan

cedera paru tidak langsung dapat disebabkan sepsis, trauma berat disertai

syok hipovolemi, overdosis obat, bypass kardiopulmoner, pankreatitis akut, dan

transfusi. Insidensi ARDS berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :

1. Sindroma sepsis 43%

2. Tranfusi berulang 40%

3. Tenggelam 37,5 %

4. Kontusio pulmonum 30 %

5. Aspirasi 26 %

6. Fraktur multipel 23%

7. Overdosis obat 13%

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Sindroma penyakit ADRS ini dapat dikonfirmasi dari beberapa kriteria diagnosis

diantaranya:

1. Onsetnya berlangsung cepat

2. Biasanya menginisiasi suatu kondisi klinis tertentu ( sepsis dan luka bakar)

3. Ditemukan infiltrat paru bilateral pada gambaran foto toraks dada

4. Tekanan arteri pulmoner < 18 mmHg dan tanpa ada tanda klinik dari

CHF(Congestive Heart Failure)

5. Kegagalan Oksigenasi, yang ditandai dengan

6. PaO2 /FiO2 < 200 pada keadaan stabil setelah pasien beradaptasi dengan

ventilasi standar.

Tanda dan gejala yang sering timbul :

Nafas yang cepat dan sulit ( takipnea dan dispnea)

Nafas pendek-pendek (shortness of breathing)

Tekanan darah yang rendah ( low blood pressure)

Denyut Jantung yang cepat (takikardi)

Penurunan Kesadaran dan Sulit Berkonsentrasi

5

Page 6: Acute Respiratory Distress Syndrome

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis

diantaranya :

1. Pemeriksaan X-Ray Toraks

Dapat digunakan untuk melihat adanya infiltrat atau cairan yang mengisi

alveolus pada kedua paru. Infiltrasi lokasinya terpusat pada region

perihilir  paru .Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar

infiltratmenjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.

2. BGA ( Blood Gas Analyzer)

Analisa gas darah arteri berguna untuk mengkaji status oksigenasi

klien(tekanan oksigen arterial [PaO2]), ventilasi alveolar (tekanan

karbondioksida arterial [PaCO2]), dan juga untuk menilai keseimbangan

asam basa. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi

monitoring hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi pasien, terapi

oksigen, dan untuk mengevaluasi respon tubuh pasien terhadap tindakan

dan terapi misalnya pada saat pasien menjalani weaning dari penggunaan

ventilator. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur

komponen gas didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang diperoleh

mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi jaringan.

Nilai rujukan pemeriksaan penunjang :

pH darah arteri 7,35 ± 7,45

PaO2 80 ± 100 mmHg

PaCO2 35 ± 45 mmHg

HCO3- 22 ± 26 mEq/l

Base Excess (B.E) -2,5 ± (+2,5) mEq/l

O2 Saturasi 90 ± 100 %

3. Pemeriksaan darah

Untuk melihat kondisi dari keadaan organ seperti ginjal

dengan pemeriksaan ureum, kreatinin. Berkurangnya oksigen dari

sindroma ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ seperti ginjal.

6

Page 7: Acute Respiratory Distress Syndrome

Untuk membantu menegakkan diagnosis dari ADRS, seringkali

digunakan penilaian secara kuantitatif berdasarkan skor LSI ( Lung Score

Injury).Sebenarnya LSI merupakan penilaian untuk Acute Lung Injury

(ALI) yangmerupakan suatu keadaan yang dapat mengawali Acute Distress

Respiratory Syndrome (ADRS).

Tabel 1.The lung injury score (Skor Murray)

X-Ray Toraks Tidak ada konsolidasi alveolar Konsolidasi alveolar terbatas pada 1

kuadran Konsolidasi alveolar terbatas pada 2

kuadran Konsolidasi alveolar terbatas pada 3

kuadran Konsolidasi alveolar terbatas pada 4

kuadran

01

2

3

4

Hipoksemia PaO2/FiO2 ≥ 300 PaO2/FiO2 225-299 PaO2/FiO2 175-224 PaO2/FiO2 100-174 PaO2/FiO2 < 100

01234

Skor PEEP (ketika terventilasi) ≤ 5 cmH2O 6-8 cmH2O 9-11 cmH2O 12-14 cmH2O ≥ 15 cmH2O

01234

Skor respiratory system compliance (jika tersedia) Komplians ≥ 80 ml/cmH2O Komplians 60-79 ml/cmH2O Komplians 40-59 ml/cmH2O Komplians 20-39 ml/cmH2O Komplians ≤ 19 ml/cmH2O

01234

Hasil akhirnya adalah penjumlahan dari semua skor dibagi dengan jumlah

komponen yang digunakan. (Tanpa cedera 0, cedera Paru ringan-sedang 0,1-2,5,

cedera Paru berat (ARDS) >2,5).

Pengobatan

7

Page 8: Acute Respiratory Distress Syndrome

Yang dilakukan sekarang ini adalah menempatkan pasien ARDS di ICU

dengan dukungan ventilator mekanik dan cairan.

Antibiotika

Jika terjadi sepsis akibat ARDS, terapi empirik antibiotik mesti dimulai selagi

kultur dikerjakan. Kultur yang dipakai bisa berasal dari sputum atau aspirasi

trakea. Kultur ini membantu mendeteksi superinfeksi paru secara dini serta

memantau terapi antibiotik. Setelah hasil kultur tersedia, terapi antibiotika yang

memadai harus segera diberikan. Untuk memperkuat imunitas pencernaan,

sebaiknya dalam 48 hingga 72 jam pasien sudah harus dibiasakan makan dengan

saluran pencernaan normal (jalur enteral).

Kortikosteroid

Dikarenakan ARDS berhubungan dengan peradangan paru-paru, steroid

kadang digunakan. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar,

metilprednisolon 30mg/kg BB secara intravena setiap 6 jam. Steroid digunakan

karena beberapa manfaat seperti dosis moderat steroid yangdiberikan dalam 7 hari

atau lebih setelah terjadinya ARDS dapat meningkatkanfungsi paru-paru dan

kelangsungan hidup meningkat. Namun dibalik semua manfaat tersebut, steroid

diduga membuka peluang terjadinya infeksi paru. Hal ini yang menjadikan

kortikosteroid sebagai sebuahkontroversi.

Manajemen cairan

Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil bahwa fungsi pulomer dan

hasilnya akan lebih baik bila pasien kehilangan berat badan atau terjadi penurunan

pulmonary wedge pressure dikarenakan diuresis atau restriksi cairan.

Posisi Pronasi

Pasien ARDS memiliki distribusi paru-paru yang tidak seragam. Oleh

karenanya, demi menjaga efektivitas pernapasan ARDS, telah terbukti

bahwa posisi pasien yang dibaringkan secara tengkurap akan mengalami

perbaikan yang berarti. Kemungkinan posisi ini memperbesar perfusi dan

pertukaran gas seperti pada keadaan normal, serta membebaskan atelektasis.

Meski menelungkupkan pasien juga tidak mudah dikerjakan, namun posisi seperti

ini telah lama diaplikasikan dan membawa hasil yang tidak buruk bagi pasien.

8

Page 9: Acute Respiratory Distress Syndrome

Inhalasi Nitrit Oksida (NO)

Inhalasi NO menurunkan kemungkinan terjadi hipertensi pulmonal serta

memperbaiki oksigenasi arterial tanpa menyebabkan hipotensi sistemik. NOsangat

potensial berfungsi sebagai vasodilator selektif pulmoner. Namun sampaisekarang

masih dipertanyakan keamanan penggunaan senyawa NO untuk pasien ARDS

akut, mengingat NO bersifat toksik termasuk pada paru.

Terapi surfaktan

Pemberian surfaktan sintetik tidak memberi hasil yang memuaskan,sementara

surfaktan alami terbukti memberi efek yang sangat baik meskipun tergolong

jarang digunakan. Sehingga dianjurkan untuk tidak diberikan secara rutin.

Ventilasi mekanik

Kebanyakan pasien memerlukan intubasi endotrakea dan ventilasi buatan

dengan ventilator mekanis. Intubasi endotrakea dan PPV face mask dikerjakan

jika frekuensi napas lebih dari 30 kpm atau jika FiO2 lebih besar dari 60%.

Tindakan ini dapat menjaga PO2 arteri tetap berada sekitar 70 mmHg selama

lebih dari beberapa jam. Sebagai alternatif intubasi, continous positive

airway pressure (CPAP) dapat memberikan PEEP pasien ARDS sedang atau berat

secara efektif. Pemasangan masker napas ini mesti dipertimbangkan pada pasien

yang mengalami penurunan kesadaran karena berisiko aspirasi dan mesti

digantikan dengan ventilator jika pasien mengalami perburukan gejala ARDS.

Pengaturan ventilator secara konvensional pada ARDS ialah kisaranvolume tidal

10 hingga 15 mL/kg, PEEP 5-10 cmH2O, FiO2 ≤ 60%, dengan

mode pengontrolan yang dipicu oleh pasien (patient-triggered assisted-control

mode).Terdapat beberapa pendapat yang menyakan bahwa ventilator dengan

tekanan dan volume yang tinggi dapat memperburuk keadaan paru pasien ARDS,

namun sampai sekarang pendapat ini belum bisa dibuktikan.

PEEP (Positive End-Expiratory Pressure)

Ventilasi dilakukan secara intermiten dengan irama awal sebesar 10 hingga 12

napas per menit tentunya dengan PEEP. Justru PEEP yang terlalu rendah yang

dapat merusak paru karena menyebabkan bagian distal paru yang tidak stabil

dipaksa untuk terbuka dan tertutup berulang-ulang.Masalah ini dapat diatasi

9

Page 10: Acute Respiratory Distress Syndrome

dengan penyetelan volume tidal yang rendah(hanya 6 sampai 8 mL/kg) namun

PEEP yang lebih tinggi (antara 10 hingga 18cmH2O). Tujuan penyetelan volume

tidal yang kecil ialah mencegah pernapasan berlebih yang dipaksa oleh ventilator

akibat titik infleksi (defleksi) yang melebihi batas kurva tekanan napas pasien

tersebut, keadaan ini bisa juga menyebabkan overdistensi paru. Akibatnya, paru-

paru tetap akan bertambah kaku, serta terjadi peningkatan tekanan plateau

ventilator karena tekanan yang diperlukan untuk menjaga paru dan inflasi dinding

dada telah habis terpakai. Untuk alasan teknis,titik infleksi atas paru sering tidak

dihitung secara langsung. Taktiknya, dengan mengatur tekanan plateau ventilator

tidak lebih dari 25 hingga 30 cmH2O.

PENUTUP

10

Page 11: Acute Respiratory Distress Syndrome

Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS) didefinisikan sebagai kondisi

akut yang ditandai dengan infiltrat di kedua lapangan paru dan hipoksemia

berat setelah menyingkirkan penyebab kardiogenik.

Diagnosis ARDS ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan

penunjang, dan sistem skoring khusus.

Fokus utama dalam pengelolaan ARDS mencakup identifikasi dan perawatan

kondisi yang mendasarinya. perawatan harus diberikan untuk mengimbangi

disfungsi pernapasan parah yang didalamnya mencakup intubasi dan ventilasi

mekanik.

11