Page 1
BAB I
STATUS PASIEN POLIKLINIK
RSUDZA BANDA ACEH
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 42 tahun
Alamat : Lhok Sukon, Aceh Utara
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Aceh
Nomor CM : 1-03-54-93
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 15 Januari 2015
ANAMNESA
Keluhan Utama
Tidak dapat melihat pada ½ luar mata kiri dan dingin disertai kebas-kebas
pada sebelah badan kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSUDZA dengan keluhan tidak dapat melihat
pada ½ luar mata kiri secara perlahan. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Mata merah dan nyeri tidak dirasakan pasien. Pasien juga mengeluh dingin hingga
berkeringat disertai kebas-kebas pada sebelah badan kiri dimulai dari kepala
sampai ujung kaki yang memberat beberapa minggu ini sehingga pasien harus
menggunakan penutup kepala dan sarung tangan untuk mengurangi rasa dingin.
sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe. Serangan
kedinginan dan kebas-kebas dapat kambuh sebanyak 5 kali dalam sehari. Pasien
pernah mengalami stroke 6 bulan yang lalu dan mengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kiri namun 2 bulan setelah itu pasien sembuh dari kelemahan
anggota gerak dan dilanjutkan dengan keluhan seperti sekarang ini. Saat itu
tekanan darah 210 mmHg. Riwayat trauma disangkal.
1
Page 2
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat stroke 6 bulan yang lalu
2. Riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu.
3. Riwayat diabetes disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
1. Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
2. Riwayat Hipertensi disangkal.
3. Diabetes Melitus disangkal.
4. Riwayat Stroke disangkal.
Riwayat Pemakaian Obat
Pasien pernah dirawat di RSUD Cut Meutia Lhokseumawe tetapi pasien
lupa nama obat yang diberikan saat itu
Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien merupakan seorang petani. Pasien menyukai makanan-makanan
bersantan dan sering minum kopi sebelum bekerja. Riwayat terpapar racun
disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,4oC
Pernafasan : 18 x/menit
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 161 cm
Keadaan Gizi : Normoweight (IMT 22,30 kg/m2)
2
Page 3
Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : Cepat
Parut/skar : Tidak dijumpai
Sianosis : Tidak dijumpai
Ikterus : Tidak dijumpai
Udema : Tidak dijumpai
Anemia : Tidak dijumpai
Spider naevi : Tidak dijumpai
Kepala
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Wajah : Simetris, udema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-),
refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm
Telinga : Serumen(-/-)
Hidung : Sekret(-/-)
Mulut
Bibir : Simetris, bibir kering (-), mukosa kering (-),
sianosis (-)
Lidah : Dalam batas normal
Tonsil :T1-T1
Faring :Dalam batas normal
Leher
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : TVJR-2cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid
(-)
Thorax
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest.
Dinamis : Pernafasan torakoabdominal, retraksi suprasternal (-),
3
Page 4
retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : sf Kanan sf Kiri
Depan normal normal
Belakang normal normal
Perkusi : Kanan Kiri
Depan Sonor Sonor
Belakang Sonor Sonor
Auskultasi : Kanan Kiri
Depan vesikuler vesikuler
Belakang vesikuler vesikuler
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, LMCS
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III
Kiri : ICS V, Linea MidClavicula Sinistra
Kanan : Linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi Jantung I > Bunyi Jantung II, murmur tidak
dijumpai, gallop tidak dijumpai
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi tidak dijumpai, vena kolateral tidak
dijumpai
Palpasi : Nyeri tekan tidak dijumpai, defans muscular tidak
dijumpai
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)/(-)
4
Page 5
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik 5x/menit, kesan normal
Genitalia
Tidak diperiksa
Anus
Tidak diperiksa
Tulang Belakang
Bentuk : Simetris
Kelenjar Limfe Inguinal
Pembesaran KGB : Tidak dilakukan
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis negatif negatif negatif negatif
Oedema negatif negatif negatif negatif
Status Psikiatri
Sikap dan tingkah laku : dalam batas normal
Persepsi dan pola pikir : dalam batas normal
STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 M6 V5 = 15
Pupil : isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm
Reflek Cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal (TRM) : Kaku Kuduk (-), Laseque Test (-),
Kernig Sign (-)
Nervus Cranialis
Kelompok Optik Kanan Kiri
Nervus II (visual)
- Visus
5
Page 6
- Lapangan pandang
Periemeter normal ½ lateral kiri tidak
dapat melihat (lampiran 1)
- Melihat warna buta warna (-) buta warna (-)
Nervus III (otonom)
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Bentuk Pupil bulat bulat
- Reflek Cahaya positif positif
- Nistagmus negatif negatif
- Strabismus negatif negatif
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)
- Lateral negatif positif
- Atas positif positif
- Bawah positif positif
- Medial positif positif
- Diplopia negatif negatif
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
- Membuka Mulut : baik
- Menggigit dan mengunyah : baik
Nervus VII (fungsi motorik)
- Mengerutkan dahi : baik
- Menutup Mata : baik
- Menggembungkan pipi : baik
- Memperlihatkan gigi : baik
- Sudut bibir : simetris
Nervus IX (fungsi motorik)
- Bicara : baik
6
Page 7
- Reflek menelan : baik
Nervus XI (fungsi motorik)
- Mengangkat bahu : baik
- Memutar kepala : baik
Nervus XII (fungsi motorik)
- Artikulasi lingualis : baik
- Menjulurkan lidah : baik
Kelompok Sensoris
Nervus I (fungsi penciuman) : baik
Nervus V (fungsi sensasi wilayah) : baik
Nervus VII (fungsi pengecapan) : baik
Nervus VIII (fungsi pendengaran) : baik
Badan
Motorik
- Gerakan Respirasi : torakoabdominal
- Gerakan Columna Vertebralis : simetris
- Bentuk Columna Vertebralis : kesan simetris
Sensibilitas
- Rasa Suhu : normal
- Rasa nyeri : normal
- Rasa Raba : normal
Anggota Gerak Atas
Motorik Kanan Kiri
- Pergerakan aktif aktif
- Kekuatan 5555 5555
- Tonus positif positif
Reflek s Kanan Kiri
7
Page 8
- Bisceps positif positif
- Trisceps positif positif
Anggota Gerak Bawah
Motorik Kanan Kiri
- Pergerakan aktif aktif
- Kekuatan 5555 5555
- Tonus positif positif
Kanan Kiri
- Patella positif positif
- Achilles positif positif
- Babinski negatif negatif
- Chaddok negatif negatif
- Gordon negatif negatif
- Oppenheim negatif negatif
Sensibilitas
- Rasa Suhu : tidak normal pada badan sebelah kiri
- Rasa nyeri : normal
- Rasa Raba : normal
Gerakan Abnormal : tidak ditemukan
Fungsi Vegetatif
- Miksi : normal
- Defekasi : normal
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan status
neurologis
1. Diagnosa Klinis : Hemianopsia
2. Diagnosa Etiologi : post stroke
3. Diagnosa Topis :Cerebral Infarction dan Kista encefalomaceal
8
Page 9
4. Diagnosa Patologi : -
5. Diagnosa banding :
TERAPI
Non farmakologis
Konservatif : mengistirahatkan pasien
Operatif : craniotomy pengangkatan kista
Farmakologis
Citicolin 2x500 mg tablet
Amlodipin 1x10 mg tablet
Gabapentin 2x300 mg tablet
Mecobalamin 3x500mg tablet
Sohobion 1x1
Edukasi
1. Penjelasan mengenai keadaan pasien
2. Mengistirahatkan kepala yang sakit post operasi dan jangan terlalu banyak
menggerakkankepala yang sakit.
3. Mengatur pola hidup sehat, menghindari mkan makanan yang bersifat
kasinogenik.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
GAMBARAN RADIOLOGI (lampiran 2)
9
Page 10
DISKUSI KASUS
Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem
pembuluh darah yang disebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi. Penyebab
kerusakan neuron yang cukup sering dijumpai adalah karena hipoksia. Hipoksia
adalah berkurangnya tekanan oksigen didalam alveoli, sehingga terjadi
hipoksemia yang dapat menyebabkan hipoksis jaringan otak. Hipoksis serebri
dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada neuron, sel glia, myelin,
selendotel pembuluh darah. Perubahan yang terjadi pada Infark serebri tergantung
dari lamanya Infark,pada 3 jam pertama fokus-fokus yang berwarna pucat di
kortikal bersatu/bergabung membentuk suatu daerah iskemik yang luas. Secara
makroskopis, Infark serebri yang kurang dari 12 jam sulit/tidak dapat diketahui
dengan CT Scan. Jaringan Infark selanjutnya menjadi jaringan nekrotik kemudian
menjadikolaps dikelilingi oleh edem, sehingga gyrus menjadi datar dan sulkus
menghilang. Girus cingulus mungkin bergeser dibawah falk serebri dan terjadi
herniasi girus hippokampus melalui tentorium menekan a. Serebri posterior,
menyebabkan iskemik lobus oksipitalis, apabila aliran darah lancar kembali dapat
terjadi Infark berdarah. Perubahan awal yang terlihat dengan mata biasa adalah
pembengkakan pada masa kelabu dan masa putih, massa putih tampak pucat dan
pada tahap awal sulit membedakan dengan yang normal, daerah ini disebut daerah
iekemik nekrosis. Perubahan-perubahan yang terjadi karena iskemik merupakan
kelanjutan perubahan yang terjadi karena hipoksia. Tidak ada perubahan secara
mikroskopik dalam 6 jam setelah serangan. Setelah 2-3 bulan bahan bahan
nekrotik diserap dan terjadi rongga, leptomening yang menutupinya menjadi lebih
tebal dan pada tahap lanjut korteks tertekan dan ventrikel menjadi dilatasi.
Nekrosis neuron yang disebabkan hipoksia mengakibatkan pelepasan
lisosom dan konstituen ke dalam area sekitar. Lisosom menyebabkan likuefaksi
sel dan sel sekitarnya, debris sehingga kadangkala membentuk seperti kista.
Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan
pada susunan saraf optikus dan pada unsur non saraf seperti kornea, lensa, korpus
vitreum. Lobus occipital merupakan pengaturan primer untuk visual manusia.
Pada pemeriksaan fungsi saraf optikus salah satu pemeriksaannya adalah
pemeriksaan lapangan pandang yag disebut perimetri. Ada beberapa macam
10
Page 11
kelainan untuk lapangan pandang misalnya hemianopsia (heteronim) bitemporal
atau binasal yang disebabkan oleh lesi di khiasma optika, hemianopsia homonim
(kanan atau kiri) yang disebabkan oleh lesi di radiasi optik atau korteks optik.
11
Page 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Saraf Pusat
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus.
1.Sereburum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemis-
fer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing
hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus.
a. Lobus parietal
Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum.
Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang
oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf
sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali
segala jenis rangsangan somatik.
b. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan
dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari
Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-
otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area
asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus
oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus
12
Page 13
lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan lobus temporal
berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik
secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan
penting dalam kemampuan.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal.
Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata
Gambar.2.1 susunan area otak
2. Cerebellum
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Sere-
belum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak
dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum
adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Serebelum juga men-
gontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi
tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh.
3.Batang otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk men-
gontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan
13
Page 14
dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul
berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan
menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
B. Tumor Otak (neoplasma)
Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma yang berasal
dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik yang be-
rasal dari tempat lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda dengan neoplasma
yang timbul di tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang secara hitologis
jinak, dapat menyebabkan kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Se-
lain itu, berbeda dengan neoplasma yang timbul di luar SSP, bahkan tumor otak
primer yang secara histologis ganas jarang menyebar kebagian tubuh lain. Pada
kasus kanker, terdapat sekumpulan sel normal atau abnormal yang tumbuh tak
terkontrol membentuk massa atau tumor. Pada saat tumor otak terjadi, pertum-
buhan sel yang tidak diperlukan secara berlebihan menimbulkan penekanan dan
kerusakan pada sel-sel lain di otak dan mengganggu fungsi otak bagian tersebut.
Tumor tersebut akan menekan jaringan otak sekitar dan menimbulkan tekanan
oleh karena tekanan berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang se-
hat, serta area sekitar saraf. Sebagai hasilnya, tumor akan merusak jaringan otak.
Tumor otak intrakranial dapat diklasifikasikan menjadi tumor otak be-
nigna dan maligna. Tumor otak benigna umumnya ektra-aksial, yaitu tumbuh dari
meningen, saraf kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik
pada substansi otak. Meskipun dinyatakan benigna secara histologis, tumor ini da-
pat mengancam nyawa karena efek yang ditimbulkan. Tumor maligna sendiri
umumnya terjadi intra-aksial yaitu berasal dari parenkim otak. Tumor maligna
dibagi menjadi tumor maligna primer yang umumnya berasal dari sel glia dan tu-
mor otak maligna sekunder yang merupakan metastasis dari tumor maligna di
bagian tubuh lain.
1. Klasifikasi tumor otak menurut WHO
14
Page 15
Klasifikasi Tumor Otak Primer Menurut WHO
Tabel 1. Klasifikasi Grading Tumor Otak
Menurut WHO (World Health Organization
Classification of Tumors of the Nervous
System, 2007) I
II III IV
Astrocytic tumors
Subependymal giant cell astrocytoma X
Pilocytic astrocytoma X
Pilomyxoid astrocytoma X
Diffuse astrocytoma X
Pleomorphic xanthoastrocytoma X
Anaplastic astrocytoma X
Glioblastoma X
Giant cell glioblastoma X
Gliosarcoma X
Oligondendroglial tumors
Oligodendroglioma X
Anaplastic oligodendroglioma X
Oligoastrocytic tumors
Oligoastrocytoma X
Anaplastic oligoastrocytoma X
Ependymal tumors
Subependymoma X
Myxopapillary ependymoma X
Ependymoma X
Anaplastic ependymoma X
Choroid plexus tumors
Choroid plexus papilloma X
Atypical choroid plexus papilloma X
Choroid plexus carcinoma X
Other neuroepithelial tumors
Angiocentric glioma X
15
Page 16
Chordoid glioma of the third ventricle X
Neuronal and mixed neuronal-glial tumors
Gangliocytoma X
Ganglioglioma X
Anaplastic ganglioma X
Desmoplastic infantile astrocytoma and
ganglioglioma
X
Dysembryoplastic neuroepithelial tumor X
Central neurocytoma X
Extraventricular neurocytoma X
Cerebellar liponeurocytoma X
Paraganglioma of the spinal cord X
Papillary glioneuronal tumor X
Rosette-forming glioneural tumor of the
fourth ventricle
X
Pineal tumors
Pineocytoma X
Pineal parenchymal tumor of
intermediate differentiation
X X
Pineoblastoma X
Papillary tumor of the pineal region X X
Embryonal tumors
Medulloblastoma X
CNS primitive neuroectodermal tumor
(PNET)
X
Atypical teratoid/rhabdoid tumor X
Tumors of the cranial and paraspinal nerves
Schwannoma X
Neurofibroma X
Perineurioma X X X
Malignant peripheral nerve sheath tumor
(MPNST)
X X X
16
Page 17
Meningeal tumors
Meningioma X
Atypical meningioma X
Anaplastic/malignant meningioma X
Hemangiopericytoma X
Anaplastic hemangiopericytoma X
Hemangioblastoma X
Tumors of the sellar region
Craniopharyngioma X
Granular cell tumor of the
neurohypophysis
X
Pituicytoma X
Spindle cell oncocytoma of the
adenohypophysis
X
2.Epidemiologi.
Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4% dan
prevalensi penyakit tumor secara umum di Lampung yaitu sebesar 3,6 %. Ada ke-
cenderungan prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering
dijumpai pada wanita. Tumor ganas merupakan penyebab kematian ketujuh pada
semua umur dengan proporsi 5,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kese-
hatan Depkes RI, 2008).
3.Diagnosis
Evaluasi yang baik untuk pasien yang dicurigai menderita tumor otak
memerlukan riwayat yang lengkap, pemeriksaan fisik yang tepat terutama pe-
meriksaan neurologi, dan pemeriksaan pencitraan neurologi yang tepat untuk
mendiagnosisnya.
Pencitraan memegang peranan sentral dalam diagnosis, karakterisasi, sur-
vailen, dan monitoring terapi tumor intrakranial. Meskipun beberapa massa in-
trakranial memiliki fitur radiologi yang cukup khas untuk memungkinkan diagno-
sis, pencitraan secara konvensional memiliki keterbatasan dalam membedakan tu-
mor otak dari penyakit non-neoplastik lain yang dapat hadir sebagai space occu-
17
Page 18
pying lesions (SOL). Untuk peningkatan massa perifer, diferensial diagnosis
utama yaitu high grade dan tumor otak sekunder, lesi inflamasi atau demielinasi
dan abses. Tidak adanya peningkatan lesi dapat mewakili low grade gliomas
(LGGs), ensefalitis virus dan anomali perkembangan, seperti focal displasia corti-
cal. Selain analisis histokimia, dalam metode in situ untuk pemeriksaan tumor
otak termasuk MRI, x-ray scan, CT scan, dan positron emission tomography
(PET), yang dilakukan sebelum dan setelah operasi untuk menentukan lokasi dan
bentuk lesi.
C. Nervus optikus
Nervus optiks tersusun dari serabut-serabut aferen sel-sel ganglion di
stratum optikum dan retina. Lapisan pertama retina adalah stratum optikum
tersebut. Lapisan sel retina kedua dan ketiga terdiri dari sel antara yang
menghantarkan impuls penglihatan dari batang dan kerucut ke sel di stratum
optikum. Lapisan retina yang mengandung batang dan kerucut merupakan lapisan
yang terdalam.
Impuls penglihatan dicetuskan oleh batang dan kerucut sebagai jawaban
atas perangsangan terhadap dirinya. Batang merupakan alat penangkap ransang
penglihatan pada keadaan kurang teang(sore hari). Sedangkan kerucut adalah alat
penangkap rangsang penglihatan pada keadaan terang benderang. Jumlah batang
lebih besar daripada kerucut. Tetapi di daerah retina yang dinamakan makula,
disitu lebih banyak terdapat kerucut daripada batang. Menatapkan mata kepada
sesuatu berarti menempatkan mata dalam sikap yang sedemikian sehingga sinar
berproyeksi pada makula. Disitu retina paling peka terhadap cahaya. Makula atau
makula lutea terletak disebelah temporal dari papil nervus optikus. Warnanya
lebih pucat dari bagian retina lainnya. Pusatnya lebih pucat lagi dan dikenal
sebagai fovea sentralis.
Serabut-serabut aferen sel-sel di stratum optikum berjalan secara mendatar
dan semuanya menuju ke satu tempat. Disitu mereka membelok ke belakang
sehingga mereka dalam keseluruhan membentuk berkas saraf yang disebut nervus
optikus. Tempat serabut-serabut tersebut membelok ke belakang dikenal sebagai
papila nervi optisi atau diskus optikus. Serabut-serabut nervus optikus yang
berasal dari daerah makula merupakan penghantar impuls penglihatan utama. Dari
18
Page 19
makula mereka menuju ke bagian temporal dari papil nervus optikus. Serabut-
serabut nervus optikus dari kuadrant atas dan bawah bagian temporal dalam
perjalanan mereka menuju diskus tergeser oleh serabut-serabut makular ke atas
dan bawah diskus optikus. Semua serabut optikus dari bagian nasal retina
semuanya terkumpul pada bagian nasal dari diskus.
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh batang dan kerucut sebagai
gelombang cahaya. Gelombang ini mencetuskan impulsyang dihantarkan oelh
serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi pada
makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya diluar makula
menelurkan penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh
kedua mata terletak pada tempat di kedua makula secara setangkup. Apabila
proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat
gambaran penglihatan yang kembar (diplopia).
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di
depan tuber sinerum (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan tergabung
menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan perjalanannya
ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior. Tempat kedua nervi optisi
bergabung menjadi suatu berkas dinamakan kiasma. Disitu serabut-serabut
optikus yang menghantarkan impuls visual dari belahan nasal dari retina
menyilang garis tengah. Sedangkan serabut-serabut nervus optikus yang
menghantarkan impuls dari belahan tempotral dari retina tetap pada sisi yang
sama. Setelah mengadakan pergabungan tersebut, nervus optikus melanjutkan
perjalanannya sebagai traktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut-
serabut nervus optikus dari kedua belah sisi itu berdasar, karena nervus optikus
ialah berkas saraf optikus (sebelum kiasma) yang terdiri dari seluruh serabut
optikus yang berasal dari retina mata kiri atau kanan. Sedangkan traktus optikus
ialah berkas serabut optikum yang sebagian berasal dari belahan nasal sisi
kontralateral dan sebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.
19
Page 20
Gambar 2.2 lintasan impuls visual dan medan penglihatan akibat pelbagai lesi di lintasan visual
Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale
merupakan jaras visual, sdangkan yang berakhir di kolikulus superior
menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks optosomatik. Apa
yang dimaksud dengan refleks tersebut adalah gerakan reflektorik atas jawaban
terhadap rangsang visual, misalnya gerak otot sfingter pupilae pada penyinaran
mata dengan cahaya lampu.
Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale penghantaran impuls
visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut-serabut genikulokalkarina, yaitu
juluran neuron korpus genikulatum laterale yang menuju ke korteks kalkarinus.
Korteks tersebut ialah korteks perseptif visual primer (area 17). Setibanya impuls
visual disitu terwujudlah suatu perasaan (sensani) visual sederhana. Dengan
perantaraan korteks area 18 dan 19 perasaan visual itu mendapat bentuk dan arti,
yakni suatu penglihatan.
20
Page 21
Patofisiologi nervus optikus
Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan
pada susunan saraf optikus yang disebut gangguan optalmoneurologik dan
kerusakan pada unsur non saraf seperti kornea, lensa, korpus vitreum.
Ujuan pemeriksaan nervus optikus yaitu:
a. Mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menentukan apakah kelainan
pada visus disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf..
b. Mempelajari lapangan pandang
c. Memeriksa funduskopi
Pemeriksaan kasar
a. Ketajaman penglihatan
Secara kasar ketajaman penglihatan (aculty of vision) diperiksa dengan jalan
membandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa.(dalam hal ini,
ketajaman penglihatan pemeriksa tentulah harus “normal” dan biasany memang
demikian. Kalau tidak, pemeriksa telah mengoreksinya, misalnya dengan kaca
mata atau telah mengetahui kekurangannya). Pasien disuruh mengenali benda
yang letaknya jauh (misalnya jam dinding dan diminta untuk menyatakan pukul
berapa)dan membaca huruf-huruf yang ada di buku atau koran. Bila ketajaman
mata pasien sama dengan pemeriksa. Maka hal ini dianggap normal.
b. Lapangan Pandang
Secara kasar pemeriksaan lapangan pandang dilakukan dengan jalan
membandingkan dengan kampus penglihatan pemeriksa (yang dianggap
normal),yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini, penderita
disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1
meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus
ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas. Sedangkan pemeriksa harus
menutup mata kanannya. Kemudian penderita disuruh untuk melihat terus
(memfiksasi matanya) pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu
melihat ke mata kanan penderita. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari
tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dengan penderita. Gerakan
dilakukan dari arah luar ke dalam.
21
Page 22
Jika penderita mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi
tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
Bila sekitarnya ada gangguan kampus penglihatan, maka penderita akan
lebihdahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari
semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.
Pemeriksaan yang teliti
a. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6
meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan
menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan
refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh
pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya
bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya adalah 1/300,
sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya)
maka visusnya 1/∞
b. Lapangan pandang
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke
semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi,
ke medial 60o, ke atas 50 – 60o dan ke bawah 60 – 75o. Terdapat dua jenis
pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.
Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks
sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang
atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri
centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna
yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis
retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
22
Page 23
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian
medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan
lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral.
c. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus
okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk lonjong, warna jingga
muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di
bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah
muncul di bagian tengah, bercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan
vena berkelok-kelok. Perbandingan besar vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:2.
23
Page 24
BAB III
KESIMPULAN
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater
disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis
terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri
membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus.
Infark serebri adalah kematian neuron-neuron, sel glia dan sistem
pembuluh darah yang disebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi. Penyebab
kerusakan neuron yang cukup sering dijumpai adalah karena hipoksia. Nekrosis
neuron yang disebabkan hipoksia mengakibatkan pelepasan lisosom dan
konstituen ke dalam area sekitar. Lisosom menyebabkan likuefaksi sel dan sel
sekitarnya, debris sehingga kadangkala membentuk seperti kista.
Neoplasma sistem saraf pusat (SSP) mencakup neoplasma yang berasal
dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik yang
berasal dari tempat lain. Neoplasma SSP primer sedikit berbeda dengan
neoplasma yang timbul di tempat lain, dalam artian bahwa bahkan lesi yang
secara hitologis jinak, dapat menyebabkan kematian karena penekanan terhadap
struktur vital.
24
Page 25
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, M. Sidharta P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT.Dian
Rakyat
2. Lumbantobing, S.M. 2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan
Mental
3. Snell, Richard S. 2006. Anantomi Klinik. Jakarta:EGC
4. SWARTZ, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
5. Laaguilli, Jawad. 2014. Simple Intraparenchymal Cyst of the Cerebellum.
Departement of Neurosurgery Mohammed V Millitary Teaching Hospital
Morocco: PAN African Medical Journal
6. Japardi, Iskandar. 2003. Artrositoma:insidens dan pengobatan.
Medan:Journal Kedokteran Tri Sakti.
25
Page 26
Lampiran 1
Perimetri
26
Page 27
Lampiran 2
CT-Scan non kontras
27
Page 28
Lampiran 2
CT-Scan Kontras
28