JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196 STUDI HISTOLOGIS USUS HALUS SAPI ACEH Histological Study Small Intestine of Aceh Cattle Adi Firmansyah 1 , Dian Masyitha 2 , Zainuddin 2 , Fitriani 2 , Ummu Balqis 4 , Fadli A. Gani 5 , Azhar 6 1 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 2 Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Email: [email protected]ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang struktur histologis usus halus sapi aceh yang terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur histologi usus halus sapi aceh. Sampel penelitian diambil dari 3 ekor sapi aceh yang telah dewasa kelamin dan berjenis kelamin jantan yang dipotong di Rumah Potong Hewan Lambaro Aceh Besar. Terhadap sampel penelitian dilakukan proses mikroteknik untuk selanjutnya dilakukan pewarnaan Hematoksilin-eosin (HE). Pengamatan terhadap struktur histologi menggunakan mikroskop cahaya binokuler pembesaran 40x, 100x, dan 400x. Hasil penelitian menunjukkan, struktur histologi duodenum, jejunum dan ileum sapi aceh tersusun atas empat lapisan, yaitu tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika serosa. Tunika mukosa duodenum, jejunum dan ileum tersusun oleh epitel silindris selapis dan terdapat sel goblet. Ketebalan tunika mukosa duodenum yaitu: (396,68±6,5 μm), Jejunum (339,46±13 μm), dan Ileum (451,92±6,5 μm). Tunika submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar, buluh darah dan saraf. Tunika submukosa duodenum terdapat kelenjar brunner dan pada ileum terdapat nodulus limfoideus dengan ketebalan duodenum yaitu: (344,4±10 μm), Jejunum (227,98±7,8 μm), dan ileum (330,35±5,7 μm). Tunika muskularis tersusun oleh otot polos sirkular dan longitudinal dengan ketebalan masing-masing yaitu, duodenum (973,47±5,5 μm), Jejunum (475,5±9,8 μm) dan ileum (670,51±13 μm). Tunika serosa merupakan lapisan paling luar dari usus halus dengan ketebalan berturut-turut yaitu, (335,34 ±7,4 μm) duodenum, (231,33±6,9 μm) jejunum dan (354,67±11 μm) ileum. Kata kunci: Usus halus, duodenum, jejunum, ileum, sapi aceh ABSTRACT A Study to detect the microscopic structure of small intestine (duodenum, jejunum and ileum) of aceh cattle. The aims of this research was to know the histological structure of the small intestine in aceh cattle. The samples were collected from 3 of male aceh cattle in Lambaro Aceh Besar abattoir. The tissue samples were processed by microtechnique and Hematoksilin-eosin (HE). Microscopic analysis was performed using binocular light microscope 40x, 100 x, and 400x. The study showed that the wall of the duodenum, jejunum, and ileum are made up of four layers, that was tunica mucosa, submucosa, muscularis, and serosa. Tunica mucosa duodenum, jejunum and ileum consisted of ephitelium simple columnar cells and goblet celss. The thick of tunica mucosa duodenum are (396,68±6,5 μm), jejunum (339,46±13 μm), and ileum (451,92±6,5 μm). The submucosa contain connective tissue, arteriole, venole and nervous. The submucosa duodenum conside of glands brunners and ileum of nodulus limfoideus and thick of tunica submucosa duodenum are (344,4±10 μm), jejunum (227,98±7,8 μm), and ileum (330,35±5,7 μm). Tunica muscularis consists of two layers of smooth muscle inner circular and longitudinal. The thick of tunica mucularis are (973,47±5,5 μm) duodenum, (475,5±9,8 μm) jejunum and (670,51±13 μm) ileum. The tunika serosa forms the outermost layer with thick (335,34 ±7,4 μm) duodenum, (231,33±6,9 μm), jejunum and (354,67±11 μm) ileum. Keyword: Small intestine, duodenum, jejunum, ileum, sapi aceh PENDAHULUAN Sapi aceh ditetapkan sebagai rumpun sapi asli Indonesia pada tahun 2011 oleh Menteri Pertanian RI melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907/Kpts/OT.140/6/2011, bahwa sapi aceh mempunyai keseragaman bentuk, fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan, sehingga perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan keunggulannya untuk kepentingan pemuliaan (Permentan Nomer 2907, 2011). Sapi Aceh yang telah berkembang biak dengan baik di Provinsi Aceh mempunyai pola warna yang bervariasi mulai warna merah bata, kuning langsat, putih hingga berwarna hitam, dengan warna dominan adalah merah bata (Rasyid dkk., 2017). Beberapa keunggulan sapi aceh antara lain mempunyai adaptasi yang baik pada iklim ekstrim dan wilayah marginal, reproduksinya baik dan tahan terhadap penyakit di wilayah tropis (Abdullah dkk., 2007). Menurut Yusmadi dkk., (2014) sapi aceh tahan terhadap kondisi pakan yang jelek dan juga tahan terhadap serangan ekto dan endo parasit. Sistem pencernaan sapi berbeda dengan ternak kecil misalnya unggas, sistem pencernaan sapi salurannya cukup panjang. Hal ini dikarenakan sapi memiliki lambung ganda yang khas yaitu 189
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
STUDI HISTOLOGIS USUS HALUS SAPI ACEH
Histological Study Small Intestine of Aceh Cattle
Adi Firmansyah1, Dian Masyitha
2, Zainuddin
2, Fitriani
2, Ummu Balqis
4, Fadli A. Gani
5, Azhar
6
1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Tunika submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar, buluh darah dan saraf. Tunika submukosa duodenum terdapat
kelenjar brunner dan pada ileum terdapat nodulus limfoideus dengan ketebalan duodenum yaitu: (344,4±10 µm),
Jejunum (227,98±7,8 µm), dan ileum (330,35±5,7 µm). Tunika muskularis tersusun oleh otot polos sirkular dan
longitudinal dengan ketebalan masing-masing yaitu, duodenum (973,47±5,5 µm), Jejunum (475,5±9,8 µm) dan ileum
(670,51±13 µm). Tunika serosa merupakan lapisan paling luar dari usus halus dengan ketebalan berturut-turut yaitu,
(335,34 ±7,4 µm) duodenum, (231,33±6,9 µm) jejunum dan (354,67±11 µm) ileum. Kata kunci: Usus halus, duodenum,
jejunum, ileum, sapi aceh
ABSTRACT
A Study to detect the microscopic structure of small intestine (duodenum, jejunum and ileum) of aceh cattle.
The aims of this research was to know the histological structure of the small intestine in aceh cattle. The samples were
collected from 3 of male aceh cattle in Lambaro Aceh Besar abattoir. The tissue samples were processed by
microtechnique and Hematoksilin-eosin (HE). Microscopic analysis was performed using binocular light microscope
40x, 100 x, and 400x. The study showed that the wall of the duodenum, jejunum, and ileum are made up of four layers,
that was tunica mucosa, submucosa, muscularis, and serosa. Tunica mucosa duodenum, jejunum and ileum consisted of
ephitelium simple columnar cells and goblet celss. The thick of tunica mucosa duodenum are (396,68±6,5 µm), jejunum
(339,46±13 µm), and ileum (451,92±6,5 µm). The submucosa contain connective tissue, arteriole, venole and nervous.
The submucosa duodenum conside of glands brunners and ileum of nodulus limfoideus and thick of tunica submucosa
duodenum are (344,4±10 µm), jejunum (227,98±7,8 µm), and ileum (330,35±5,7 µm). Tunica muscularis consists of
two layers of smooth muscle inner circular and longitudinal. The thick of tunica mucularis are (973,47±5,5 µm)
duodenum, (475,5±9,8 µm) jejunum and (670,51±13 µm) ileum. The tunika serosa forms the outermost layer with thick
(335,34 ±7,4 µm) duodenum, (231,33±6,9 µm), jejunum and (354,67±11 µm) ileum. Keyword: Small intestine,
duodenum, jejunum, ileum, sapi aceh
PENDAHULUAN
Sapi aceh ditetapkan sebagai rumpun sapi asli Indonesia pada tahun 2011 oleh Menteri Pertanian RI melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907/Kpts/OT.140/6/2011, bahwa sapi
aceh mempunyai keseragaman bentuk, fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan, sehingga perlu dilindungi, dilestarikan dan
dikembangkan keunggulannya untuk kepentingan pemuliaan (Permentan Nomer 2907, 2011). Sapi Aceh yang telah berkembang biak dengan baik di Provinsi Aceh mempunyai pola
warna yang bervariasi mulai warna merah bata, kuning langsat, putih hingga berwarna hitam,
dengan warna dominan adalah merah bata (Rasyid dkk., 2017). Beberapa keunggulan sapi aceh
antara lain mempunyai adaptasi yang baik pada iklim ekstrim dan wilayah marginal, reproduksinya
baik dan tahan terhadap penyakit di wilayah tropis (Abdullah dkk., 2007). Menurut Yusmadi dkk.,
(2014) sapi aceh tahan terhadap kondisi pakan yang jelek dan juga tahan terhadap serangan ekto
dan endo parasit. Sistem pencernaan sapi berbeda dengan ternak kecil misalnya unggas, sistem pencernaan
sapi salurannya cukup panjang. Hal ini dikarenakan sapi memiliki lambung ganda yang khas yaitu
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
teridiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Hall, 2009). Keunikan lambung yang dimiliki sapi sehingga sapi di golongkan kedalam hewan ruminansia (Yuliayanto dan Cahyo, 2010).
Secara umum saluran pencernaan sapi dimulai dari rongga mulut, esofagus, lambung (rumen,
retikulum, omasum, abomasum), usus halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar (sekum, kolon, rektum) dan anus (Colville dan Bassert, 2009).
Saluran pencernaan merupakan saluran yang berperan penting dalam penyerapan nutrisi
seperti protein yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan otot atau daging. Saluran pencernaan
menyediakan air, elektrolit, dan makanan secara terus menerus pada tubuh. Hal tersebut dapat
dicapai melalui pergerakan makanan melalui saluran pencernaan, sekresi getah pencernaan,
absorpsi hasil pencernaan, air dan elektrolit, sirkulasi darah melalui organ-organ pencernaan untuk
membawa zat-zat yang diabsorbsi, dan pengaturan semua fungsi pencernaan oleh saraf dan hormon
(Telford dan Bridgman, 1995. Disitasi Selan dkk., 2016). Organ pencernaan yang berfungsi dalam proses penyerapan nutrisi adalah usus halus. Usus
halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya proses pencernaan dan absorbsi produk
pencernaan dan mempunyai peranan penting dalam transfer nutrisi (Suprijatna dkk., 2008). Usus
halus terletak antara lambung dan usus besar yang merupakan tempat utama terjadinya pencernaan
secara kimia dan penyerapan nutrisi. Secara anatomis usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus, pada
duodenum terjadi proses pencernaan kimiawi. Jejunum terletak diantara duedenum dan ileum,
sedangkan Ileum merupakan usus yang terletak antara jejunum dan usus besar. Fungsi utama ileum
adalah untuk penyerapan air sehingga penyerapan zat makanan akan lebih maksimal (Colville dan
Bassert, 2008). Secara umum struktur histologi usus halus (duodenum, jejunum dan ileum) tersusun atas
lapisan mukosa, submukosa, muskularis dan serosa atau adventitia (Lesson dkk., 1996). Lapisan
mukosa terdiri dari lamina epitelia, lamina propria, dan muskularis mukosa. Lapisan submukosa
terdiri atas jaringan ikat padat tidak beraturan, pembuluh darah, limfe saraf dan juga ditandai
dengan adanya kelenjar brunners. Lapisan muskularis terdiri dari dua lapisan otot polos yang
tersusun memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkuler). Sedangkan Lapisan serosa terdiri dari
jaringan ikat longgar, pembuluh darah dan sel adiposa (Poulsen, 2000). Studi tentang struktur histologi usus halus (duodenum, jejunum dan ileum) sudah pernah
dilaporkan, diantaranya pada sapi bali (Susari dkk., 2009). Selain pada sapi bali studi histologis
usus halus juga juga pernah dilaporkan oleh (Rajput, 2006) pada domba gaddi dan penelitian yang
dilakukan oleh (Korkmaz dan Kum 2016) pada unta, serta penelitian yang dilakukan (Andleeb dkk.,
2009) pada kambing goddi. Studi tentang struktur histologi usus halus sapi aceh belum pernah
dilaporkan, oleh karena itu penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk melengkapi informasi
tentang struktur histologi usus halus sapi aceh dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-
Eosin (HE).
MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yaitu untuk mengetahui struktur histologi
jaringan usus terutama usus halus sapi aceh. Sampel dikumpulkan dari 3 ekor sapi aceh yang dipotong di rumah potong hewan Lambaro Aceh Besar. Sampel kemudian dibuat menjadi preparat
histologi dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), lalu hasil pewarnaan diukur menggunakan software toupview yang dipadukan dengan mikroskop Olympus CX31.
Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk gambaran histologi dan tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Histologi Duodenum
190
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap stuktur histologi duodenum sapi aceh tersusun atas
empat lapisan yaitu, tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tunika
mukosa duodenum sapi aceh terdiri dari tiga lapisan utama yaitu, lamina epitelia, lamina propria
dan lamina muskularis mukosa. Tiga lapisan ini membentuk vili usus yang mengarah ke lumen.
Pada Lamina epitelia mukosa duodenum dilapisi oleh epitel silindris selapis. Selain epitel silindris
selapis juga banyak dijumpai adanya sel goblet, kripta liberkuhn dan sel paneth. Hal ini sesuai
dengan yang dilaporkan Verdiglione dkk., (2002) dari hasil penelitiannya pada sapi dan penelitian
yang dilakukan Kumar dkk., (2013) pada kambing, serta sesuai dengan yang dilaporkan Susari dkk.,
(2009) pada sapi bali. Hal ini menyimpulkan bahwa struktur histologi duodenum sapi aceh sama
dengan struktur histologi sapi bali dan sapi lainnya serta hewan ruminansia lain seperti pada
kambing. Sel goblet tersebar diantara sel epitel silindris selapis dan kripta liberkuhn. Sel goblet ini
berukuran lebih kecil dari kripta liberkuhn. Fungsi utama sel goblet adalah menghasilkan musin
yang berfungsi sebagai sekret untuk melindungi epitel mukosa saluran pencernaan dari kerusakan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, makanan dan sekresi pencernaan berlebih (Korkmaz, 2016).
Kripta liberkuhn terletak diantara lamina propria dan memiliki lumen yang luas. Pada bagian
membran basal kripta liberkuhn terdapat paneth sel. Menurut Andleeb (2016), Sel paneth adalah sel
berbentuk piramid dengan nukleus yang bulat. Panet sel ini menghasilkan immunoglobulin, lisozim
dan enzim bakteriolitik yang berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan alami usus halus
dari mikroorganisme patogen (Ouellette dkk., 2000). Lamina propria duodenum sapi aceh memperlihatkan lapisan tipis tersusun atas jaringan
ikat, terletak diantara sel-sel liberkuhn dan lamina epitelia mukosa duodenum. Pada lamina propria
ini banyak di temukan adanya limfosit. Limfosit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan yang
spesifik terhadap mikroorganisme patogen pada usus halus (Deshmukh, 2003). Lamina muskularis
mukosa duodenum sapi aceh terdiri atas otot polos yang terlihat sangat jelas dan seragam pada
lapisan mukosa dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-eosin. Berbeda halnya dengan
penelitian Parveen dkk., (2014) pada domba, Said dan Moussa (2015) pada kambing,
mengungkapkan bahwa tunika muskularis mukosa pada duodenum tidak tersusun jelas dan merata
disetiap lapisan mukosa duodenum. Struktur histologi duodenum sapi aceh dapat dilihat pada
gambar 1.
A B
Gambar 1. A. Struktur histologi duodenum sapi aceh. B. Tunika mukosa duodenum sapi aceh. Tunika mukosa (Tmk), tunika submukosa (Tsm), tunika muskularis (Tmu), tunika serosa (Tse),
lamina epitelia (Le), lamina propria (Lp), lamina muskularis mukosa (Lm), kripta liberkuhn (Kl), sel goblet (Sg), epitel silindris selapis (Es), sel paneth (Sp) dan limfosit (Li). Pewarnaan HE,
perbesaran 40 dan 400 kali.
Tunika submukosa sapi aceh terlihat sangat jelas dan tebal, tersusun atas jaringan ikat,
pembuluh darah arteri dan vena, saraf, juga terdapat nodulus limfoid dengan pusat germinal. Pada tunika submukosa juga dijumpai adanya kelenjar intestinal duodenal (brunners). Kelenjar brunners
pada duodenum sapi aceh terlihat sangat banyak pada lapisan submukosa. Lumen kelenjar brunner
191
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
sangat lebar dan kelenjar menunjukkan lobulus yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang terdiri dari
serat kolagen dan retikuler. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Salehi dan Sharifabad (2015),
dari hasil penelitiannya pada kerbau Iranian. Menururt Krause (2000) dan Verdiglione dkk., (2002)
menyatakan bahwa fungsi utama kelenjar brunner adalah melindungi lapisan mukosa duodenum
dari isi lambung yang sangat asam, karena kelenjar brunner mengandung glikoprotein mucin netral
atau asam atau kombinasi kedua jenis mucin. Tunika muskularis sapi aceh tersusun atas dua lapisan otot polos yang tersusun sirkuler
dalam dan longitudinal luar. Diantara dua lapisan otot ini dijumpai adanya pleksus saraf
mesenterika dan buluh darah. Menurut Eurell dan Frappier, (2006) kombinasi dari dua lapisan otot
ini menyebabkan kontraksi otot serta menghasilkan gerakan peristaltik usus yang berfungsi untuk memecah makanan serta membawanya ke organ pencernaan selanjutnya.
Tunika serosa duodenum terdapat sel adiposa, terdapat pembuluh darah dan jaringan ikat longgar. Menurut Bansal dkk., (1993b) menyatakan inervasi jaringan ikat ini dilakukan oleh
mesotelium. Tunika submukosa, muskularisa dan serosa duodenum sapi aceh dapat dilihat pada gambar 2.
A B
Gambar 2. A. Tunika submukosa duodenum sapi aceh. B. Tunika Muskularis dan Serosa
Struktus Histologi Ileum Sapi Aceh Secara garis besar struktur histologi ileum sapi aceh tidak berbeda dengan struktur histologi
duodenum dan jejunum. Tunika mukosa yang terdiri atas lamina epitelia, lamina propria dan lamina
muskularis mukosa. Lamina epitelia dilapisi oleh epitel silindris selapi dan sel goblet. Lamina
propria terdapat jaringan ikat, saraf, serta banyaknya limfosit. Sedangkan lamina muskularis
mukosa terdiri atas serat otot polos yang jelas dan seragam. Hal ini didukung oleh penelitian Hasan
dan Mousa (2015), pada kambing. Ileum memiliki vili yang panjang dibandingkan dengan duodenum dan jejunum. Ciri khas
ileum adalah adanya sebaran nodulus limfoid yang berukuran besar dan banyak dibandingkan dengan duodenum dan jejunum. Nodulus limfoid membentuk agregasi pada tunika submukosa
193
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
untuk membentuk nodulus lymphoideus aggregatus submucosus (payer’s patch). Setiap nodulus
limfoideus memperlihatkan adanya pusat germinal (Traumann dan Fiebiger, 2002). Pada penelitian
ini dijumpai adanya nodulus limfoideus pada tunika submukosa dalam jumlah yang sangat banyak
sepanjang tunika submukosa dan dengan ukuran yang beragam. Menurut Newberry (2008),
menyatakan bahwa nodulus limfoideus ini merupakan penghasil antibodi dan bertindak sebagai
makrofag serta membentuk sawar imunologik pada ileum. Adanya nodulus limfoideus pada ileum
dalam jumlah yang sangat banyak ini kemungkinan berhubungan dengan ketahanan tubuh sapi aceh
yang tahan terhadap kondisi pakan yang jelek. Tunika muskularis ileum tidak berbeda dengan duodenum dan jejunum yang tersusun dari
otot polos melingkar dan memanjang. Tunika muskularis ileum sapi aceh tidak banyak terdapat
jaringan ikat longgar sebagaimana jejunum, serta terdapat otot polos sirkular dan otot polos
longitudinal. Tunika serosa ileum sapi aceh terdiri atas jaringan ikat longgar serta sedikit pembuluh
darah perifer. Struktur histologi ileum sapi aceh yang terdiri dari empat lapisan dapat dilihat pada
gambar 5.
A B
Gambar 5. A. Struktur histologi Ileum sapi aceh potongan transversal. B. Struktur histologi Ileum
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
Berdasarkan data diatas, hasil pengukuran ketabalan setiap lapisan usus halus yaitu tunika
mukosa, submukosa, muskularis dan serosa sapi aceh, tunika mukosa ileum memiliki lapisan yang
lebih tebal dibandingkan dengan tunika mukosa duodenum dan jejunum. Hal ini sesuai dengan
penelitian Susari dkk., (2009) yang menyatakan bahwa ileum sapi bali memiliki lapisan yang lebih
tebal dari duodenum dan jejunum. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rajput
(2006), pada kambing, menyatakan bahwa jejunum memiliki lapisan yang lebih tebal dibandingkan
duodenum dan jejunum. Hasil pengukuran tunika submukosa, duodenum memiliki lapisan yang paling tebal
dilanjutkan dengan ileum dan jejunum. Hal ini dikarenakan pada lapisan submukosa duodenum
terdapat kelenjar intestinal yaitu brunners dan pada ileum terdapat nodulus limfoideus dalam jumlah
yang banyak, berbeda dengan jejunum yang memilki nodulus limfoideus yang relatif sedikit. Hal ini
didukung oleh penelitian Rajut, (2006) pada domba goddi dan penelitian Susari dkk., (2009) pada
sapi bali. Pada tunika muskularis sapi aceh, hasil pengukuran yang paling tebal terdapat pada bagian
duodenum, selanjutnya ileum dan jejunum. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan susari
dkk., 2009 pada sapi bali yang menyatakan ileum memiliki lapisan yang lebih tebal dibandingkan
dengan duodenum dan jejunum. Sedangkan pada tunika serosa, hasil pengukuran lapisan usus yang
paling tebal terdapat pada bagian ileum, dilanjutkan dengan duodenum dan jejunum.
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa struktur histologis usus halus sapi
aceh terdiri dari empat lapisan yaitu, tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tebal masing-masing lapisan usus halus (duodenum, jejunum dan ileum) berturut- turut adalah tunika mukosa (396,68±6,5 µm) duodenum, (339,46±13 µm) jejunum dan (451,92±6,5
dan (670,51±13 µm) ileum. Sedangkan tunika serosa memiliki ketebalan (335,34±7,4 µm)
duodenum, (231,33±6,9 µm) jejunum dan (354,67±11 µm) ileum.
Saran Mengingat masih sedikitnya informasi mengenai sapi aceh khususnya pada bidang anatomi
mikro, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait organ lain pada sapi aceh seperti usus besar, pankreas, hati, ginjal, kelenjar pertahanan dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah. M.A.N., 2008. Hubungan Kekerabatan Sapi Aceh dengan Menggunakan Daerah Displacement-
loop. Jurnal Agripet 8(2). Andleeb. R., R. Rajesh, K. Massarat, M.A. Baba, F.A. Dar. J. Massuood. 2016. Histomorphological Study of
the Small Intestine in Gaddi Goat. Indian Journal of Veterinary Anatomy. 28(2). Colville, T dan J.M. Bassert. 2008. Clincal Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians, Second
Edision. Elsevier, United State Of America. Colville, T dan J.M. Bassert. 2009. Clincal Anatomy and Physiology for Veterinary Technicians, Thirt
Edision. Elsevier, United State Of America. Deshmukh, S. 2003. “A textbook of histology” Dominant publisher, New Delhi, 1st edisi. 170 – 183.
Eurell, J. dan B. L. Frappier. 2006. In “Textbook of Veterinary Histology”. Lea and Febiger, Philadelphina.
6th Edisi. 153 – 193. Hall. J.B., 2009. Nutrition and Feeding of the Cow-Calf Herd: Digestive System of the Cow. Virginia
Polytechnic Institute and State University. Hassan S. A., and E. A. Moussa. 2015. Light And Scanning Electron Microscopy Of The Small Intestine Of
Goat (Capra hircus). Journal of Cell and Biology. 9(1). Hasanzadeh, S. and Monazzah, S. (2011) Gross morphology, histomorphology and histomorphometry of the
jejunum in the adult river buffalo. Iranian J. Vet. 12(2): 99-106.
195
JIMVET E-ISSN : 2540-9492 September 2019, 3(4):189-196
Kiernan, J. A. 1990. Histological and Histochemichal Method: Theory and Practise. 2nd Ed. Pergamon Press, New York.
Korkmaz, D. dan S. Kum. 2016. A Histological And Histochemical Study Of The Small Intestine Of The Dromedary Camel (Camelus dromedarius). Journal of Camel Practice and Research. 23(1): 111-116.
Krause W.J. 2000. Brunner's glands: A structural, histochemical and pathological profile. Progress In Histochemistry and Cytochemistry. 35(4): 259-367.
Kumar, P., Kumar, Pawan, Singh, J. and Poonia, A. 2013. Histological architecture and histochemistry of duodenum of the sheep (Ovis aries). Indian Journal of Veterinary Anatomy. 25(1): 30-32.
Newberry, R.D. 2008. Intestinal lymphoid tissues: Is variety an asset or a liability. Curr. Opin. Gastroenterol. 24: 121-128.
Ouellette, A., D.P. Satchell, M. M. Hsiech, S.I. Hagen, M.E. Selsted, 2000. Characterization of luminal
Paneth cell a-defensins in mouse small intestine. Journal of Biological Chemistry. 275: 33969-
33973.
Parveen, K., K. Pawan, G. Singh, A. Poonia dan T. Parkash. 2014. Histological architecture and histochemistry of jejunum of sheep (ovis aries). Haryana Vet. 53 (1): 55-57.
Permentan. 2011. Surat Keputusan Kementerian Pertanian Nomor : 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Sapi Aceh.
Poulsen, D.F. 2000. Histology and Cell Biology, Examination and Board Riview, Fourth Edition. McGRAW-Hill Companies. Singapore.
Rasyid. A., Y. Adinata, Yunizar, dan L. Affandhy. 2017. Karakteristik Fenotip dan Pengembangan Sapi Aceh di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal MADURANCH. 2(1).
Rajput, R. 2006. Anatomical Studies On The Intestines Of Gaddi Sheep. Thesis. Department of Anatomy
and Histology, College of Veterinary and Animal Sciences. CSK Himachal Pradesh Krishi
Vishvavidyalaya, Palampur~176 062 (H.P.)
Said, A.H. dan E. A. Moussa. 2015. Light and scanning electron microscopy of small intestine of goat.
Journal of cell and animal biology. 9(1): 1-8. Salehi, F dan M. Sharifabad. 2015. Histochemical Study Of Brunner Glands In Iranian Buffalo. Journal Of
Zoology. 4(3). 2319-3883. Selan, Y.N., F.A. Amalo, D.L. Kusindarta, R. Widayanti, M.A. Gelolodo. 2016. Anatomy Study On Small
Intestine Of Pteropus vampirus From Timor Island. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Supartini. N., dan H. Darmawan. 2012. Strategi Pemberdayaan Peternakan dalam Usaha Konservasi Sapi Jawi Pandaan di Kecamatan Prigen Kecamatan Pasuruan. Jurnal Buana Sains 12(2): 27-34.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono., R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak . Penebar Swadaya, Jakarta. Susari, N.N.W., N.L.E. Setiasih, dan N.K. Suwiti, 2009. Struktur Histologi Duodenum, Jejenum dan Ileum
Sapi Bali. Jurnal Veteriner; 10: 36-40. Trautman, A. dan J. Fiebiger. 2002. “Fundamentals of the histology of domestic animals”. Greenworld
Publishers, Lucknow, 1st
. India Reprint. 180 – 216.
Verdiglione R, C.L. Mammola dan U. Filotto. 2002. Glycoconjugate histochemistry of bovine Brunner glands. Journal Annals of Anatomy. 184: 61-69.
Yuliyanto, P dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. penebar swadaya, Jakarta. Yusmadi, Muhtar, dan S. Arniaty. 2014. Perbandingan daya tahan tubuh sapi aceh dengan sapi brahman
cross. Prosiding Seminar Nasional Peternakan. Kontribusi Ternak Lokal dalam Menunjang Kecukupan Protein Hewani. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. 10-19.