Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Dari segi anatomis, hidung memiliki kavum nasi yang mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial hidung adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan . 1 Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul diantara tulang rawan dengan mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang melapisinya. Abses septum jarang terjadi dan biasanya terjadi setelah trauma pada hidung. Abses septum seringkali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi kuman dan menjadi abses. Abses septum biasanya terjadi pada kedua sisi rongga hidung, dan sering merupakan komplikasi dari hematoma septum yang terinfeksi bakteri piogenik. Keadaan ini dapat menimbulkan nekrosis kartilago septum yang dapat diikuti oleh terjadinya hidung pelana. Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki. Abses septum ditemukan pada 1 | Page
28

abses septum

Dec 06, 2015

Download

Documents

Cha Dhichadher

abses septum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: abses septum

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan

yang tidak menguntungkan. Dari segi anatomis, hidung memiliki kavum nasi yang

mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding

medial hidung adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.1

Abses septum nasi adalah pus yang terkumpul diantara tulang rawan dengan

mukoperikondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang melapisinya. Abses

septum jarang terjadi dan biasanya terjadi setelah trauma pada hidung. Abses septum

seringkali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi kuman dan

menjadi abses.

Abses septum biasanya terjadi pada kedua sisi rongga hidung, dan sering

merupakan komplikasi dari hematoma septum yang terinfeksi bakteri piogenik. Keadaan

ini dapat menimbulkan nekrosis kartilago septum yang dapat diikuti oleh terjadinya

hidung pelana.

Abses septum merupakan kasus yang jarang ditemui dan biasanya terjadi pada

laki-laki. Abses septum ditemukan pada umur dibawah 31 tahun sebanyak 74%, dan 42

% mengenai umur diantara 3-14 tahun. Bagian anterior tulang rawan septum merupakan

lokasi yang paling sering ditemukan. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama tahun

1999-2004 mendapatkan 5 kasus. Pada RSUP. Dr. M. Djamil Padang didapatkan 3 kasus

abses septum selama 2 tahun (2008-2010).

Gejala abses septum nasi berupa hidung tersumbat yang progresif disertai rasa

nyeri. Rasa nyeri terutama dirasakan di daerah dorsum nasi terutama di puncak hidung.

Keluhan sistemik juga dirasakan seperti demam dan sakit kepala.

1 | P a g e

Page 2: abses septum

Penatalaksaan terbaik saai ini terdiri dari 3 yaitu drainase, antibiotic sistemik dosis

tinggi dan rekonstruksi defek septum pada fase akut. Terapi konservatif yang terdiri dari

drainase dan antibiotik saja tidak dapat mencegah terjadinya komplikasi.

Abses septum dapat berakibat serius pada hidung oleh karena menyebabkan

nekrosis kartilago septum yang kemudian menjadi destruksi. Komplikasi yang sangat

berbahaya berupa infeksi intracranial, fungsi hidung terganggu serta gangguan kosmetik

sehingga setiap abses septum nasi harus dianggap sebagai kasus emergency yang

memerlukan penanganan yang tepat dan segera.

2 | P a g e

Page 3: abses septum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI HIDUNG

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap lingkungan

yang tidak menguntungkan.

Gambar 1. Anatomi hidung bagian luar

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian – bagiannya terdiri atas : 1) pangkal

hidung, 2) batang hidung, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela 6) lubang hidung.

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk menyempitkan atau

melebarkan lubang hidung.

3 | P a g e

Page 4: abses septum

Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os. Nasalis), 2) prosesus frontalis os

maksila, 3) prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri : 1)

sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior

3) tepi anterior kartilago septum.

Gambar 2. Anatomi hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di

sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari

nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior,

konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung

dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut

meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior

Septum membagi rongga hidung atau kavum nasi menjadi kavum nasi kiri dan kanan.

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium

pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya

dilapisi oleh mukosa hidung.

4 | P a g e

Page 5: abses septum

Gambar 3. Anatomi septum nasi

Bagian tulang yang membentuk septum nasi terdiri dari:

1. Lamina Prependikularis os etmoid

Lamina prependukilaris os etmoid terletak pada bagian superior-posterior

dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribbriformis

dan krista gali.

2. Os Vomer

Os vomer terletak pada bagian posterior-inferior. Tepi belakang os vomer

merupakan ujung bebas dari septum nasi.

3. Krista Nasalis Os Maksila

Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os

palatine.

4. Krista Nasalis Os Palatina

Tepi bawah os fomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os

palatina

5 | P a g e

Page 6: abses septum

Bagian tulang rawan terdiri dari:

1) Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

Kartilago septum melekat dengan erat oada os nasi, lamina

prependikularis os etmoid, os vomer dan krista nasalis os maksila oleh

kolagen.

2) Kolumela

Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain

oelh sekat tulang rawan dan kulit disebut kolumela.

PERDARAHAN HIDUNG

Gambar 4. Perdarahan hidung

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang

merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septum bagian

antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris)

yang masuk melalui kanalis insisivus.

6 | P a g e

Page 7: abses septum

Arteri labialis superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian

anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih

superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang

merupakan sumber perdarahan pada epistaksis.

Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis

anterior dan superior.

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di

belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari

cabang-cabang arteri fasialis.

Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke

pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian

superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan

dengan sinus sagitalis superior.

PERSYARAFAN HIDUNG

Gambar 5. Persyarafan hidung

7 | P a g e

Page 8: abses septum

Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus

etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari

nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior mendapatkan

persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum

nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus

(n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga

hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan berjalan ke septum bagian superior,

selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis

insisivus.

2. FISIOLOGI HIDUNG

Hidung memiliki fungsi antara lain :

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini

berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan

aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan

bergabung dengan aliran dari nasofaring.

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara

yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini

sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh

darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang

8 | P a g e

Page 9: abses septum

luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan

demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri

dan dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut

lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks

bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

lysozime.

4. Indra penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas

septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan

palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung

akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara

sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk

aliran udara.

9 | P a g e

Page 10: abses septum

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran

cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu

menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

3. DEFINISI

Abses septum didefinisikan sebagai kumpulan nanah antara tulang rawan septum

hidung dengan mukoperichondrium atau tulang septum dengan mukoperiosteum yang

melapisinya.

Gambar 6. Abses septum nasi

4. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian abses septum nasi tidak diketahui tetapi beberapa penelitian telah

melaporkan. Abses septum jarang ditemui dan biasanya terjadi pada laki-laki. Sebanyak

74% mengenai umur dibawah 31 tahun, dan 42 % mengenai umur diantara 3-14 tahun.

Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada bagian anterior tulang rawan septum.

Eavey menemukan tiga kasus abses septum nasi pada tinjauan 10 tahun pada

rumah sakit anak di Los Angeles. Rumah Sakit Royal Children, Melbourne Australia

melaporkan sebanyak 20 pasien abses sebtum selama 18 tahun dan RS

Ciptomangunkusumo didapatkan 9 kasus selama 5 tahun (1989-1994). Di bagian THT

FKUSU/RSUP H.Adam Malik Medan selama tahun 1999-2004 mendapatkan 5 kasus.

10 | P a g e

Page 11: abses septum

Pada anak – anak abses septum dapat terjadi tanpa ada riwayat trauma

sebelumnya. Pada umumnya perjalanan penyakit dan komplikasi akan lebih berat pada

anak disbanding orang dewasa.

5. ETIOLOGI

Trauma hidung merupakan penyebab abses septum nasi yang paling sering

ditemukan. Dapat berupa ; kecelakaan, perkelahian, olahraga, trauma saat mengorek

kotoran hidung, dan mencabut bulu hidung. Selain itu dapat juga terjadi akibat

peradangan sinus, akibat komplikasi operasi hidung, furunkel intra nasal, benda asing

maupun infeksi gigi. Variola, campak maupun skarlatina dapat juga sebagai kausa dari

abses septum.

Pasien dengan immunocompromised, diabetes mellitus, infeksi HIV, mendapat

kemoterapi juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami abses septal

dibanding orang pada umunya.

Dispenza memberikan istilah pada supurasi septum akibat trauma sebagai abses

septum primer, sedangkan penyebab lainnya dianggap sebagai abses septum nasi

sekunder. Abses septum dapat terjadi secara spontan pada pasien sindrom

imunodefisiensi didapat.

6. PATOGENESIS

Patogenesis abses septum biasanya tergantung dari penyebabnya. Penyebab yang

paling sering adalah terjadi setelah trauma, sehingga timbul hematoma septum. Trauma

pada septum nasi dapat menyebabkan pembuluh darah sekitar tulang rawan pecah. Darah

berkumpul di ruang antara tulang rawan dan mukoperikondrium yang melapisinya,

menyebabkan tulang rawan mengalami penekanan, menjadi iskemik dan nekrosis,

sehingga tulang rawan jadi destruksi. Darah yang terkumpul merupakan media untuk

pertumbuhan bakteri dan selanjutnya terbentuk abses.

Bila terdapat daerah yang fraktur atau nekrosis pada tulang rawan, maka darah

akan merembes ke sisi yang lain dan menyebabkan hematoma bilateral. Hematoma yang

besar akan menyebabkan obstruksi pada kedua sisi rongga hidung. Kemudian hematoma

11 | P a g e

Page 12: abses septum

ini terinfeksi kuman dan menjadi abses septum. Selain dari trauma ada beberapa

mekanisme yang dapat menyebabkan timbulnya abses septum, yaitu penyebaran

langsung dari jaringan lunak yang berasal dari infeksi sinus. Disamping itu penyebaran

infeksi dapat juga dari gigi dan daerah orbita atau sinus kavernosus. Pada beberapa

kondisi abses septum bisa diakibatkan trauma pada saat operasi hidung.

7. GEJALA KLINIS

Gejala abses septum berupa hidung tersumbat yang progresif disertai rasa nyeri yang

hebat. Terutama dirasakan didaerah dorsum nasi terutama dipuncak hidung. Disamping

itu, dijumpai gejala sistemik berupa demam dan sakit kepala.

Gambar 7. Hypertrofi abses

septum nasal

8. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Sebagian besar mempunyai riwayat trauma. Trauma septum nasi dan mukosa dapat

terjadi tanpa adanya cedera hidung luar. Abses septum nasi sering timbul 24-48 jam

setelah trauma, terutama pada dewasa muda dan anak

Perlu ditanyakan riwayat perasi hidung sebelumnya, gejala peradangan hidung

dan sinus paranasal, furunkel intra nasal, penyakit gigi dan penyakit sistemik. Akibat

trauma hidung, terkadang pada inspeksi masih tampak kelainan berupa eskoriasi, laserasi

kulit, epistaksis, deformitas hidung, eritema, edema dan ekimosis. Pada palpasi

12 | P a g e

Page 13: abses septum

ditemukan nyeri. Pada pemeriksaan hidung dalam, terlihat pembengkakan septum

berbentuk bulat pada satu atau kedua rongga hidung terutama mengenai bagian paling

depan tulang rawan septum, berwarna merah, licin, dan pada perabaan terdapat fluktuasi

dan nyeri tekan.

Identifikasi abses septum nasi sangat mudah bagi para ahli, tetapi tidak jarang

dokter gagal dalam mengamati keadaan ini. Karena kegagalan dalam mengidentifikasi

hematma atau abses septum nasi cukup banyak, maka diperlukan pemeriksaan intra nasal

yang teliti. Jika penderita tidak kooperatif, misalnya pada anak – anak, pemeriksaan dapat

dilakukan dapat dilakukan anestesi umum.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, seluruh septum nasi harus diperiksa dari

kaudal septum nasi sampai nasofaring. Tampak pembengkakan unilateral ataupun

bilateral, mulai tepat dibelakang kolumella meluas ke posterior dengan jarak bervariasi.

Gambar 8. Destruksi central katilago oleh inflamasi pada superior dan caudal

Perubahan warna menjadi kemerahan atau kebiruan pada daerah septum nasi yang

membengkak menunjukkan suatu hematoma. Daerah yang dicurigai dipalpasi dengan

forsep bayonet atau aplikator kapas untuk memeriksa adanya fluktuasi dan nyeri tekan.

Pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan.

Untuk memastikan abses septum nasi cukup dengan aspirasi pada daerah yang

paling fluktuasi. Pada aspirasi akan didapatkan pus pada abses septum nasi, sedangkan

dari hematoma septum nasi akan keluar darah.

13 | P a g e

Page 14: abses septum

Beberapa penulis menyarankan tindakan rutin berupa aspirasi sebelum diberikan

tindakan operatif. Pus yang diperoleh sebaiknya diperiksakan di laboratorium untuk

menentukan jenis kuman dan tes sensitifitas terhadap antibiotik. Selain bernilai

diagnostik, aspirasi juga berguna untuk mengurangi ketegangan jaringan di daerah abses

septum nasi dan mengurangi kemungkinan komplikasi ke intrakranial.

Pemeriksaan laboratorium darah akan menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan

foto rontgen sinus paranasal atau CT scan harus dilakukan untuk mencari etiologi

ataupun komplikasi.

Pada pemeriksaan foto waters tampak perselubungan pada kavum nasi bilateral.

Pada pemeriksaan CT Scan sinus paranasal dapat ditemukan penebalan jaringan lunak

yang melibatkan vestibularis, distal nasal septum, dinding lateral hidung bilateral,

hypondense pada pinggir anterior nasal septum.

Pada pemeriksaan USG yang dilakukan secara tranversal pada hidung pasien

didapatkan sebuah massa heterogen yang tampak pada kedua septum. Dengan

pemeriksaan USG dapat diketahui ukuran dari massa abses tersebut.

Umumnya, abses septum yang dihasilkan berupa pus yang seropurulent dan

banyak mengandung jaringan granulasi. Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan

jaringan granulation yang inflamasi dengan langhan’s cell and nekrosis.

14 | P a g e

Page 15: abses septum

9. DIAGNOSIS BANDING

Hematoma septum

Septum deviasi

Furunkulosis

Vestibulitis

10. KOMPLIKASI

Deformitas dan gangguan fungsi hidung akibat abses septum nasi dapat dibedakan

dalam tiga proses di bawah ini :

1. .Hilangnya sanggahan mekanik dari kartilago piramid dan lobul

2. Retraksi dan atrofi jaringan ikat

3. Gangguan pertumbuhan hidung dan muka bagian tengah.

Selain kosmetik, abses septum nasi dapat juga menimbulkan komplikasi yang

berat dan berbahaya bila terjadi penjalaran infeksi ke intrakranial berupa meningitis,abses

otak dan empiema subaraknoid.

Penjalaran ke intrakranial dapat melalui berbagai jalan.

1. Melalui pembuluh-pembuluh vena dari segitiga berbahaya, yaitu daerah di

dalam garis segitiga dari glabela ke kedua sudut mulut. Vena-vena tersebut

melalui vena angularis, vena oftalmika, vena etmoidalis, yang akan bermuara

di sinus kavernosus

2. Infeksi masuk melalui mukosa hidung kemudian melalui pembuluh limfe atau

pembuluh darah bermuara di sinus longitudinal dorsalis dan sinus lateralis.

3. Melalui saluran limfe dari meatus superior melalui lamina kribriformis dan

lamina perpendikularis os etmoid yang bermuara ke ruang subaraknoid.

4. Invasi langsung dapat terjadi pada saat operasi, erosi lokal diduga dapat juga

merupakan jalan atau kebetulan ada kelainan kongenital.

5. Selubung perineural diduga dapat juga merupakan jalannya penjalaran infeksi,

dalam hal ini selubung olfaktorius yang menuju intrakranial melalui lamina

kribriformis.

15 | P a g e

Page 16: abses septum

Penjalaran infeksi ke organ-organ di sekitar hidung dapat juga melalui saluran

limfe dan selubung saraf olfaktorius sehingga terjadi infeksi ke orbita dan sinus

paranasal.

Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan destruksi tulang rawan dan tulang

hidung sehingga terjadi deformitas yang berupa hidung pelana,retraksi kolumella,dan

pelebaran dasar hidung. Nekrosis pada setiap komponen septum nasi dapat menyebabkan

terjadinya perforasi septum nasi.

Kerusakan tulang rawan akibat hematoma atau abses, akan digantikan oleh

jaringan ikat. Kontraktur jaringan dan hilangnya penyangga pada bagian dorsum hidung

merupakan komplikasi abses septum yang dapat menimbulkan hidung pelana, retraksi

kolumela dan pelebaran dasar hidung. Kadang – kadang dapat timbul fasial selulitis.

Bila infeksi tidak diterapi dengan antibiotika yang adekuat dapat timbul perforasi

septum, penyebaran infeksi melalui darah sehingga dapat timbul meningitis, thrombosis

sinus kavernosis dan sepsis.

11. PENATALAKSAAN

Hematoma atau abses septum nasi harus dianggap sebagai kasus darurat dalam

bidang THT dan tindakan penanggulangannya harus segera dilakukan untuk mencegah

komplikasi. Penatalaksanaan abses septum nasi yang dianjurkan saat ini yaitu drainase,

antibiotik parenteral dan rekonstruksi defek septum. Untuk nyeri dan demam diberikan

analgetik.

Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk menyangga dorsum nasi, memelihara

keutuhan dan ketebalan septum, mencegah perforasi septum yang lebih besar dan

mencegah obstruksi nasal akibat deformitas.

Bila operasi harus ditunda oleh beberapa sebab, maka drainase, kultur bakteri dan

pemberian antibiotic harus tetap dilakukan dan rekonstruksi dalam 3 – 5 hari kemudian.

Penicillin sistemik merupakan obat pilihan yang diberikan pada hari pertama.

Insisi dan drainase abses septum nasi dapat dilakukan dalam anestesi lokal atau

anestesi umum. Sebelum insisi terlebih dahulu dilakukan aspirasi abses dan dikirim ke

laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas.

16 | P a g e

Page 17: abses septum

Insisi dilakukan 2 mm dari kaudal kartilago kira-kira perbatasan antara kulit dan

mukosa (hemitransfiksi) atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri septum

nasi. Septum nasi dibuka secara perlahan-lahan tanpa merusak mukosa. Jaringan

granulasi, debris dan kartilago yang nekrosis diangkat dengan menggunakan kuret dan

suction. Sebaiknya semua jaringan kartilago yang patologis diangkat. Dilakukan

pemasangan tampon anterior dan pemasangan salir untuk mencegah rekurensi.

Insisi yang luas dilakukan pada abses dan dibuat drainase untuk mengeluarkan

darah atau pus serta serpihan kartilago, dengan bantuan suction. Dilakukan pemasangan

tampon anterior untuk menekan permukaan periosteum dan perikondrium. Drain

dipasang 2 – 3 hari untuk jalan keluar pus serta serpihan kartilago yang nekrosis.

Antibiotik sistemik dosis tinggi diberikan segera setelah diagnose ditegakkan dan dapat

di lanjutkan sampai 10 hari

Drainase bilateral merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan perforasi

septum nasi. Pada abses bilateral atau nekrosis dari tulang rawan septum nasi dianjurkan

untuk segera melakukan eksplorasi dan rekonstruksi septum nasi dengan pemasangan

implan tulang rawan.

BAB III

KESIMPULAN

Abses septum relative jarang ditemukan, sering didahului oleh trauma hidung.

Abses septum biasanya terjadi pada kedua sisi rongga hidung, dan sering merupakan

komplikasi dari hematoma septum yang terinfeksi bakteri piogenik.

17 | P a g e

Page 18: abses septum

Pada umumnya penyebab utama dikarenakan trauma pada hidung 75 % kasus dan

dilaporkan penyebab abses septum nasi yang lain karena tindakan operasi, benda asing,

sinusitis, infeksi pada gigi atau furunkulosis pada hidung.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala

abses septum berupa hidung tersumbat yang progresif disertai rasa nyeri yang hebat.

Terutama dirasakan didaerah dorsum nasi terutama dipuncak hidung. Disamping itu,

dijumpai gejala sistemik berupa demam dan sakit kepala. Pada pemeriksaan rinoskopi

anterior, seluruh septum nasi harus diperiksa dari kaudal septum nasi sampai nasofaring.

Tampak pembengkakan unilateral ataupun bilateral, mulai tepat dibelakang kolumella

meluas ke posterior dengan jarak bervariasi.

Pemeriksaan secara pasti untuk menentukan abses septum nasi dengan cara

aspirasi berupa pus, dan sekaligus pemeriksaan kultur dan sensitifitas untuk mengetahui

jenis kuman serta menentukan jenis antibiotic intravena yang tepat. Pada umumnya

pathogen berupa Streptococcus aureus.

Penatalaksanaan abses septum nasi yang dianjurkan saat ini yaitu drainase,

antibiotik parenteral dan rekonstruksi defek septum. Untuk nyeri dan demam diberikan

analgetik. Penanganan hematoma septum yang terlambat dapat menghambat aliran darah

yang merupakan suplai makanan ke kartilago septum, sehingga dapat menyebabkan

nekrosis iskemia kartilago septum nasi

Untuk menghindari komplikasi yang berakibat fatal, maka dokter yang menangani

kasus seperti ini harus mempunyai pengetahuan luas mengenai patologi, komplikasi dan

tindakan rekonstruksinya. Komplikasi yang berat dihubungkan dengan keterlambatan

diagnosis, terapi, terjadinya abses septum nasi, destruksi kartilago dan kultur bakteri yang

positif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman, BJ. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum Nasi.

Padang : Bagian Telinga Hidung Tenggorok FK Andalas / RSUP dr. M

Djamil 1-6

18 | P a g e

Page 19: abses septum

2. Broek, V.D. 2010. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan

Telinga. Jakarta ; EGC. 96 – 102

3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.

Tangerang ; Binarupa Aksara. 1 - 17

4. Haryono, Y. 2006. Abses Septum Dan Sinusitis Maksila. Medan : Majalah

Kedokteran Nusantara 39 (3). 359 – 361

5. Brain, D. 1997. The Nasal Septum. In : Mackay, IS, Bull, TS, Rhinology.

London : Butterworth Heinemann. 1 – 8

6. Iskandar, N. 1993. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.

Jakarta : FK UI. 100 – 103

7. Joseph, CKC. 2013. Spontaneous Nasal Septal Abscess Presenting As

Complete Nasal Obstruction. Hong Kong : Departement Of

Otoerhinolaryngology, Head & Neck Surgery The University Of Hong Kng,

Queen Marry Hospital. 79 – 81

8. Hilger, PA. 1997. Penyakit Hidung. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT Edisi

Keenam. Jakarta : EGC. 208

9. Soetjipto, D. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta : FK UI. 118 – 122

10. Hilger, PA. 1997. Anatomi Hidung dan Fisiologi Terapan. BOIES Buku Ajar

Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta : EGC 173 – 188.

11. Colman, BH. 1993. Disease Of The Nasal Septum. In : Hall & Colman’s

Diseases Of The Nose, Throat, and Ear, and Head and Neck. Singapore :

ELBS. 19

12. Ibrahim, SH. 2000. Haematoma and Abscess of Nasal Septum, Clinical

Features and Surgical Treatment Outcomes. Turkey ; Clinic Of surgrry. 275 –

281

13. Wulandari. RR. 2012. PENATALAKSANAAN ABSES SEPTUM NASI

ODONTOGENIK. Palembang : Bagian Telinga Hidung Tenggorok FK

UNSRI. 1 - 9

14. Forde. R. 2012. Idiopathic nasal septal abscess. West Indian med. j. vol.61 no.8 

19 | P a g e

Page 20: abses septum

15. Kenyon. G. 2013. Nasal Anatomy and Analysis. Ortholaryngology Clinic ; An

International Journal. 34 – 42

16. Debnama. J.M. Nasal Septal Abscess in Patients with Immunosuppressio.

Texas ; The University of Texas M.D. Anderson Cancer Center. 1 - 3

20 | P a g e