Top Banner
LAPORAN KASUS PTERIGIUM STADIUM II + DRY EYES IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. A Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 51 tahun Agama : Islam Suku/bangsa : Papua/Indonesia Pekerjaan : IRT Alamat : Manokwari Tanggal Pemeriksaan : 17/11/2011 Rumah sakit : Poliklinik Mata RSWS ANAMNESIS KU : Rasa mengganjal pada kedua mata AT : Dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Air mata berlebihan (+) pada kedua mata dirasakan bersamaan dengan keluhan utama. Nyeri (+), Kotoran mata berlebihan (-), mata seperti berpasir (+), mata merah (-), Silau (-),gatal (-), osi merasa penglihatan kabur terutama pada malam hari. OSI merasa penglihatan kabur terutama pada malam hari. 1
44

About Pterigium

Jan 02, 2016

Download

Documents

liza_sari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: About Pterigium

LAPORAN KASUS

PTERIGIUM STADIUM II + DRY EYES

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 51 tahun

Agama : Islam

Suku/bangsa : Papua/Indonesia

Pekerjaan : IRT

Alamat : Manokwari

Tanggal Pemeriksaan : 17/11/2011

Rumah sakit : Poliklinik Mata RSWS

ANAMNESIS

KU : Rasa mengganjal pada kedua mata

AT :

Dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Air mata berlebihan (+) pada kedua mata dirasakan

bersamaan dengan keluhan utama. Nyeri (+), Kotoran mata berlebihan (-), mata seperti berpasir

(+), mata merah (-), Silau (-),gatal (-), osi merasa penglihatan kabur terutama pada malam hari.

OSI merasa penglihatan kabur terutama pada malam hari.

Riwayat mata sering merah (+)

Riwayat berobat sebelumnya (+) dengan keluhan yang sama dan diberikan obat tetes mata.

Riwayat trauma (-)

Riwayat Hipertensi dan DM disangkal

1

Page 2: About Pterigium

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

- Inspeksi

2

OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Silia Normal Normal

Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)

Konjungtiva Hiperemis (-), tampak

selaput berbentuk segitiga

dari nasal dan apex

melewati limbus dan belum

mencapai pupil

Hiperemis (-), tampak

selaput berbentuk segitiga

dari nasal dan apex

melewati limbus dan belum

mencapai pupil

Bola Mata Normal Normal

Mekanisme Muskular

- ODS

- OD

- OS

Ke segala arah Ke segala arah

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral Bulat, Sentral

Lensa Jernih Jernih

Page 3: About Pterigium

Gambar 1. Mata pasien

Gambar 2. Mata pasien Gambar 3. Mata pasien

- Palpasi

OD OS

Tensi Okuler Tn Tn

Nyeri Tekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula PreAurikuler Tidak Ada Pembesaran Tidak Ada Pembesaran

3

Page 4: About Pterigium

- Tonometri

o Tidak dilakukan pemeriksaan

- Visus

VOD : 6/6

VOS : 6/6

- Campus visual

o Tidak dilakukan pemeriksaan

- Color sense

o Tidak dilakukan pemeriksaan

- Light sense

o Tidak dilakukan pemeriksaan

- Penyinaran oblik

OD OS

Konjungtiva Hiperemis (-), tampak

selaput berbentuk segitiga

dari nasal dan apex

melewati limbus dan belum

mencapai pupil

Hiperemis (-), tampak

selaput berbentuk segitiga

dari nasal dan apex

melewati limbus dan belum

mencapai pupil

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral, RC (+) Bulat, Sentral, RC (+)

Lensa Jernih Jernih

4

Page 5: About Pterigium

- Diafanoskopi

o Tidak dilakukan pemeriksaan

- Oftalmoskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Slit lamp

o SLOD : konjungtiva hiperemis (-),tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal

dan apex melewati limbus dan belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan

normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

o SLOS : konjungtiva hiperemis (-),tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal

dan apex melewati limbus dan belum mencapai pupil kornea jernih, BMD kesan

normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

- Laboratorium

o Tidak dilakukan pemeriksaan

RESUME

Seorang Perempuan berumur 51 tahun berobat ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo Makassar dengan keluhan utama rasa mengganjal pada kedua mata. Dirasakan

sejak 1 tahun yang lalu. Air mata berlebihan (+) pada kedua mata dirasakan bersamaan dengan

keluhan utama. Nyeri (+), Kotoran mata berlebihan (-), mata seperti berpasir (+), mata merah (-),

Silau (-),gatal (-), osi merasa penglihatan kabur terutama pada malam hari. OSI merasa

penglihatan kabur terutama pada malam hari. Riwayat mata sering merah (+). Riwayat berobat

sebelumnya (+) dengan keluhan yang sama dan diberikan obat tetes mata. Riwayat trauma (-)

Riwayat Hipertensi dan DM disangkal

5

Page 6: About Pterigium

Pada pemeriksaan oftalmologi didapati inspeksi pada OD tampak selaput berbentuk

segitiga dari nasal dan apex melewati limbus dan belum mencapai pupil, lakrimasi (+). Pada OS

tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati limbus dan belum mencapai

pupil, lakrimasi (+). Pada pemeriksaan refraksi didapatkan VOD : 6/6 dan VOS: 6/6. Pada

palpasi tidak ditemukan kelainan. Penyinaran oblik pada OD didapatkan hiperemis (-), tampak

selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati limbus dan belum mencapai pupil,

kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+) dan lensa

jernih. Penyinaran oblik pada OS didapatkan hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga

dari nasal dan apex melewati limbus dan belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan

normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+) dan lensa jernih. Pada pemeriksaan slit

lamp OD didapatkan hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex

melewati limbus dan belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte

(+), pupil bulat, sentral, RC (+) dan lensa jernih. Pada pemeriksaan slit lamp OS didapatkan

hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati limbus dan belum

mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC

(+) dan lensa jernih.

DIAGNOSIS

o ODS Pterigium Stadium II + Dry Eyes

TERAPI

- Cendo Lyters ED 6 dd gtt 1 ODS

- C.Berry tab. 1x1

ANJURAN

Eksisi Pterigium + Graft

6

Page 7: About Pterigium

DISKUSI

Dari hasil pemeriksaan pada pasien ini, ditemukan keluhan utama rasa mengganjal pada

keuda mata. Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu. Disertai air mata berlebihan pada kedua mata.,

Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD : 6/6 VOS: 6/6. Penyinaran oblik pada

OD didapatkan hiperemis (-), tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati

limbus dan belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+),

pupil bulat, sentral, RC (+) dan lensa jernih. Penyinaran oblik pada OS didapatkan hiperemis (-),

tampak selaput berbentuk segitiga dari nasal dan apex melewati limbus dan belum mencapai

pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+) dan

lensa jernih.Pada pemeriksaan Slit Lamp, SLOD : selaput berbentuk segitiga di nasal dengan

apeks melewati limbus dan belum mencapai pupil. Kornea jernih, BMD normal, iris coklat,

kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS : selaput berbentuk segitiga di nasal

dengan apeks melewati limbus dan belum mencapai pupil. Kornea jernih, BMD normal, iris

coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. Berdasarkan hasil anamnesis dan

hasil pemeriksaan oftalmologi dapat disimpulkan bahwa pasien menderita ODS Pterigium

Stadium II dan Dry Eye.

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif

dan invasive, berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di

kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya

akan berkembang dan semakin membesar ke daerah kornea. Pterigium umumnya asimptomatis

atau akan memberikan keluhan berupa mata berair dan tampak merah serta mungkin

menimbulkan astigmat akibat adanya perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme

penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea.

Berdasarkan stadiumnya, pterygium dibagi menjadi 4, yaitu :

7

Page 8: About Pterigium

Stadium I : belum mencapai limbus

Stadium II : sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil

Stadium III : sudah menutupi pupil

Stadium IV : sudah melewati pupil

Sinar ultraviolet terutama sinar UVB beserta polutannya merupakan pencetus terjadinya

inflamasi kronik sebagai penyebab pertumbuhan jaringan pterigium, selain itu kekeringan okular

dan polusi lingkungan dapat berperan serta dalam progresivitas pterigium dan rekurensinya

Lesi biasanya terdapat di sisi nasal konjungtiva bulbi. Bisa dijumpai di sisi nasal dan

temporal pada satu mata (Pterigium dupleks)atau pada kedua mata (Pterigium bilateral)

Gejala subyektif : Rasa perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus,

masalah kosmetik.

Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika

pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterigium yang

melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 dan 2 yang

telah mengalami gangguan penglihatan. Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari,

debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi

pterigium adalah baik

Pada pasien ini diberikan air mata buatan, pemakaian air mata artificial ini diperlukan

untuk membasahi permukaan ocular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.

8

Page 9: About Pterigium

PTERIGIUM

I. DEFENISI

Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular

konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada

celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.

Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.

Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna

merah. Pterigium sering mengenai kedua mata. Menurut Hamurwono pterygium merupakan

Konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga

yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea . Pterygium berasal dari

bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya “wing” atau sayap.1

II. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi

geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk

daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 derajat.

Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah

elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini.2

Pterigium relatif jarang di Eropa. Kebanyakan pasien berasal dari daerah dengan garis

lintang 30-35 dari kedua sisi equator. Distribusi geografis ini mengindikasikan bahwa sinar

UV merupakan faktor risiko yang penting. Pterigium dilaporkan bisa terjadi pada golongan

laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan wanita. Jarang sekali orang menderita

pterigium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai

prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40 tahun dilaporkan

mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi.2

9

Page 10: About Pterigium

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Mata

Struktur dan fungsi mata sangat rumit dan mengagumkan. Secara konstan mata

menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat

dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke

otak.3

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari

luar ke dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah : 2,4

1. Sklera/kornea

2. Koroid/badan siliar/iris,

3. Retina

4. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat disebelah luar,

sclera yang membentuk bagian putih.

10

Page 11: About Pterigium

5. Di anterior (kearah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya

berkas-berkas cahaya ke anterior mata.

6. Lapisan tengah dibawah sclera adalah koroid yang sangat berpigmen dan

mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk member makan retina.

7. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang

sangat berpigmen disebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam.

8. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energy

cahaya menjadi impuls syaraf.

Struktur mata manusia berfungsi utama mengfokuskan cahaya ke retina. Semua

komponen-komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna

gelap untuk meminimalisir pembentukan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini

akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan

merangsang impuls-impuls saraf ini dan menjalarkannya ke otak.2

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris ). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu

sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis

melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan

inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior(pada forniks superior dan inferior) dan

membugkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.2

Konjungtiva palpebralis mendapat suplai darah dari arteri palpebra sedangkan

konjungtiva bulbaris mendapat suplai darah dari arteri siliaris anterior cabang dari arteri

oftalmikus. Persarafan sensorik di control oleh lakrimal, supraorbita, infraorbiatal cabang

dari nervus trigeminus cabang oftalmikus. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum

orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola

mata bergerak dan memperbesar konjungtiva sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal

bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar dengan

capsula tenon dan sclera dibawahnya kecuali limbus.2

11

Page 12: About Pterigium

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada

persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54

mm ditengah, sekitar 0,65 mm ditepi, dan diameternya sekitar11,5 mm dari anterior dan

posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda : lapisan epitel (yang bersambung

dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membrane descement

dan lapisan endotel. Sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

humor aquos, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan pertama n. trigeminus

(oftalmika).2

Gambar 2.

Anatomi

Konjungtiva Palpebra

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi

bola mata terutama kornea. 5

12

Page 13: About Pterigium

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari

tarsus.

2. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

3. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan sangat

longgar dengan jaringan di bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak. 5

Diduga pelbagai faktor risiko menyebabkan terjadinya degenerasi elastotis jaringan

kolagen dan proliferasi fibrovaskular. Dan progresivitasnya diduga merupakan hasil dari

kelainan lapisan Bowman kornea. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik

untuk kondisi ini. 5

Seringkali tidak ada gejala spesifik yang dirasakan oleh mereka dengan pterygium,

apalagi pada tahap-tahap awal. Jika puncak (apex) sudah memasuki area pupil, maka bisa

mengganggu penglihatan, di sini gejala baru pada umumnya dirasakan karena adanya

halangan pada aksis visual. 6

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan

kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada

persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54

mm ditengah, sekitar 0,65 mm ditepi, dan diameternya sekitar11,5 mm dari anterior dan

posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda : lapisan epitel (yang bersambung

dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, stroma, membrane descement

dan lapisan endotel. Sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

humor aquos, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan pertama n. trigeminus

(oftalmika).2

13

Page 14: About Pterigium

Gambar. Lapisan kornea

Kornea merupakan jaringan avskuler, bersifat transparan, berukuran 11 – 12 mm

horizontal dan 10 – 11 mm vertical, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea

memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25% dioptri (D) dari total 58,60

kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem

optic. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan

oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai

oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitass

ujung – ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan

konjungtiva.

Pada beberapa kasus, gaya tekan terhadap kornea dapat menyebabkan astigmatisme

kornea yang parah. Pterygium yang tumbuh secara pasti semakin ke dalam yang juga

menyebabkan perlukaan pada jaringan konjungtiva dapat mengganggu gerakan bola mata

secara bertahap; pasien akan mengalami pandangan berganda pada abduksi (saat meman-

dang menjauhi aksis tubuh, misal ke kanan atau ke kiri). 7

Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,

avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, 14

Page 15: About Pterigium

dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan

endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan

kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan

pada epitel. Kerusakan sel –sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat

transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea

lokal sesaat yang akan menghilang bila sel – sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari

lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonitas ringan lapisan air mata tersebut, yang

mungkin merupakan factor lain dalam menarik air dari stroma kornea superficial dan

membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.

Gambar. Fisiologi kornea

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut – lemak dapat melalui

epitel utuh dan substantia larut – air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat

melalui kornea, obat harus larut – lemak dan larut – air sekaligus.

Epitel adalah sawar yang efesien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam

kornea. Namun sekali kornea in cedera, stroma avaskuler dan membrane bowman mudah

terkena infeksi oleh berbagai macam organism, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur.

15

Page 16: About Pterigium

IV. HISTOLOGI

Secara histologis, pterygium menujukkan perubahan yang sama dengan pinguekula.

Epitel dapat saja normal, akantotik, hiperkeratosis atau bahkan  displasia. Pemeriksaan

sitologi pada permukaan sel pterygium terlihat abnormal dan  menunjukkan peningkatan

densitas sel goblet dengan metaplasia squamosa juga menunjukkan adanya permukaan

sitologi yang abnormal pada area lain di konjungtiva bulbi pada area tanpa adanya

pterygium. Substansia propria menunjukkan degenerasi elastotik jaringan kolagen seperti

yang dilaporkan oleh Austin dkk2 seperti elastodisplasia dan elastodistropi. Kolagen

selanjutnya menghasilkan maturasi dan degenarasi abnormal. Sumber serat atau fiber

kemungkinan berasal dari fibroblast yang mengalami degenerasi.2

V. ETIOLOGI

Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium. Disebutkan

bahwa  radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar UV-B merupakan

sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih

embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel),

perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan

berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan

patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan

fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal,

menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia.2

Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan

lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang yang banyak

menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering

mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas

di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani,

nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium

memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter).7

16

Page 17: About Pterigium

Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya

pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan

disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah

penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping

(side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut. Teori lainnya

menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang menyerupai tumor. Karakteristik ini

disebabkan karena adanya kekambuhan setelah dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang

diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit). Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan

apoptosis  ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan

yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degeneratif.2

1. Paparan sinar matahari (UV)

Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan

terjadinya pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada

populasi yang berada pada daerah dekat equator dan pada orang –orang yang

menghabiskan banyak waktu di lapangan.

2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)

Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan

kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).

UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa

apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya

peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan

patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan

fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat

pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.

Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :1

1. Usia

Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada

usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat

17

Page 18: About Pterigium

pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga 5. Di RSUD AA tahun 2003-2005

didapatkan usia terbanyak 31 – 40 tahun yaitu 27,20% .

2. Pekerjaan

Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar

UV.

3. Tempat tinggal

Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya.

Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad

terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian

pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan

5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko

penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.

4. Jenis kelamin

Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.

5. Herediter

Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal

dominan .

6. Infeksi

Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.

7. Faktor risiko lainnya

Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu

seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.

VI. JENIS DAN KLASIFIKASI PTERYGIUM

Stadium I : belum mencapai limbus

Stadium II : sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil

Stadium III : sudah menutupi pupil

Stadium IV : sudah melewati pupil

18

Page 19: About Pterigium

Gambar 3. Pterigium stadium 1 Gambar 4. Pterigium stadium 2

Gambar 5. Pterigium stadium 3 Gambar 6. Pterigium stadium 4

Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :1

1. Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)

2. Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat

VII. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi

fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi kolagen

abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan

hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan

tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa

dihancurkan oleh elastase. 8

Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang berubah

menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini

membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stroma yang berfoliferasi sebagai

jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea

serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas. Terjadinya pterigium

19

Page 20: About Pterigium

berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet, kekeringan, inflamasi dan paparan angin

dan debu atau factor iritan lainnya. UV-B yang bersifat mutagen terhadap gen P53 yang

berfungsi sebagai tumor suppressor gene pada stem sel di basal limbus. Pelepasan yang

berlebih dari sitokin seperti transforming growth factor beta (TGF-β) dan vascular

endothelial growth factor (VEGF) yang berperanan penting dalam peningkatan regulasi

kolagen, migrasi sel angiogenesis. Selanjutnya terjadi perubahan patologi yang terdiri dari

degenerasi kolagen elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular supepithelial. Pada kornea

nampak kerusakan pada membrane bowman oleh karena bertumbuhnya jaringan

fibrovaskuler, yang sering kali disertai dengan adanya inflamasi ringan. Epitel bisa normal,

tebal atu tipis dan kadang-kadang terjadi dysplasia. 8

Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi

fibrovaskuler, dengan permukaan yang menutupi epithelium. Histopatologi kolagen

abnormal pada daerah degenerasi elastotik menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin

memperlihatkan adanya basofil. 9

Pterigium memiliki tiga bagian : 10

1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada kornea yang

kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan

bowman pada kornea. Gari zat besi (iron line/stocker’s line) dapat dilihat pada bagian

anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.

2. Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan vesicular

yang tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.

3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ), lembut,

merupakan area vesicular pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung.

Badan ini menjadi tanda yang khas untuk dilakukan koreksi pembedahan.

20

Page 21: About Pterigium

Gambar 7 : pterigium8

VIII. MANIFESTASI KLINIS

Pterygium dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Pterygium  dapat hanya terdiri

atas sedikit vaskular dan tidak ada tanda-tanda pertumbuhan. Pterygium dapat aktif dengan

tanda-tanda hiperemia serta dapat tumbuh dengan cepat.

Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun

(asimptomatik). Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan  berupa iritasi, perubahan

tajam penglihatan, sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan tajam penglihatan

dapat timbul bila pterygium menyeberang axis visual atau menyebabkan meningkatnya

astigmatisme. Efek lanjutnya yang disebabkan membesarnya ukuran lesi menyebabkan

terjadinya diplopia yang biasanya timbul pada sisi lateral. Efek ini akan timbul lebih sering

pada lesi-lesi rekuren (kambuhan) dengan pembentukan jaringan parut. Pterigium dapat

tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi

benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi aksis visual yang akan

memberikan keluhan gangguan penglihatan.2,4

IX. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama

sekali (asimptomatik).Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

a. Mata sering berair dan tampak merah.

21

Page 22: About Pterigium

b. Merasa seperti ada benda asing

c. Timbul astigmatase akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,

biasanya astigmatase with the rule ataupun astigmatase irregular sehingga menganggu

penglihatan.

d. Pada stadium yang lanjut ( derajat III dan IV ) dapat menutupi pupil dan aksis visual

sehingga tajam penglihatan menurun.8,11,12

Pemeriksaan Fisik

Pterigium bisa berupa berbagai macam perubahan fibrofaskular pada permukaan

konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang pada konjungtiva nasal

dan akan meluas ke kornea nasal meskipun bersifat sementara dan juga pada lokasi yang

lain.

Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 katagori umum, sebagai berikut :

1. Kelompok kesatu pasien yang mengalami pterygium berupa ploriferasi minimal dan

penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih

dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh

setelah dilakukan eksisi.

2. Pada kelompok kedua pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan

terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Ptrerygium dalam grup ini

mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang

lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi.

Pemeriksaan Oftalmologis

a. Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala yang mengarah ke

kornea dan badan.

b. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang oleh

pertumbuhan pterigium dan dapat menjadi gradasi.

-Stadium 1 : Jika hanya terbatas pada limbus kornea

-Stadium 2: Sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati

kornea.

22

Page 23: About Pterigium

-Stadium 3: Sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

-Stadium 4: sudah melewati pupil sehingga menganggu penglihatan. 8,11,12

X. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium. Pinguekula

merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua, terutama yang

matanya sering mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Yang

membedakan pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline

dan jaringan elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang. 1,7

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.

Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga

konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak

sekunder penyakit peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian

apapun pada kornea dan biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara

horizontal pada posisi jam 3 atau jam 9. 9

Gambar. Pinguekula

23

Page 24: About Pterigium

Gambar 9 : Pseudopterigium

Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium

Pterigium Pseudopterigium

Etiologi Proses degenerasi Proses inflamasi

Umur Sering terjadi pada

orang tua

Terjadi pada semua umur

Lokasi Pada konjungtiva nasal

atau temporal

Dapat terjadi pada semua sisi

dari konjungtiva

Stadium Progresif, regresif atau

stationer

Biasanya stasioner

Tes sondase Negative Positif

Table 1. Perbedaan pterigium dan pseudopterigium 9

Sikatrik kornea merupakan penyembuhan luka pada kornea, baik akibat radang ,

maupun trauma. Ada 3 jenis sikatrik kornea, yaitu :

1. Nebula

Penyembuhan akibat keratitis superfisialis. Kerusakan kornea pada membrana

Bowman sampai 1/3 stroma .Pada pemeriksaan terlihat seperti kabut di kornea, hanya

dapat dilihat di kamar gelap dengan focal ilumination dan bantuan kaca pembesar.

24

Page 25: About Pterigium

Gambar. Sikatrik kornea - Nebula

2. Makula

Penyembuhan akibat ulkus kornea. Kerusakan kornea pada 1/3 stroma sampai 2/3

ketebalan stroma. Pada pemeriksaan terlihat putih di kornea, dapat dilihat di kamar

dengan focal ilumination / batere tanpa bantuan kaca pembesar.

Gambar. Sikatrik kornea – Makula

3. Lekoma

Penyembuhan akibat ulkus kornea . Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan

stroma. Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan. Apabila ulkus kornea sampai

tembus ke endotel, akan terjadi perforasi, dengan tanda Iris prolaps, COA dangkal, TIO

menurun. Sembuh menjadi lekoma adheren (lekoma disertai sinekhia anterior)

25

Page 26: About Pterigium

Gambar. Sikatrik kornea - Lekoma

XI. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila

pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.

Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan

bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmaisme ireguler atau

pterigium yang telah menutupi media penglihatan. 4,9

Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering

dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan

bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata

buatan dalam bentuk salep. Bila vasokonstriktor maka perlu control 2 minggu dan bila

terdapat perbaikan maka pengobatan dihentikan. 4,9

b. Tindakan operatif

Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan dengan

indikasi:

1. Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.

2. Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vascular.

3. Mata terasa mengganjal.

4. Visus menurun, terus berair.26

Page 27: About Pterigium

5. Mata merah sekali.

6. Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.

7. Alasan kosmetik.

8. Mengganggu pergerakan bola mata.

9. Mendahului operasi intra okuler

Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti pengggunaan sinar

radiasi β atau terapi lainnya untuk mencegah kekambuhan seperti mitomycin C. 7

Jenis Operasi pada Pterigium antara lain 8:

- Bare sclera : bertujaun untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan

sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan

yang dapat mencapai 40-75%.

- Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini

dilakukan bila luka pada konjuntiva relative kecil.

- Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk

memungkinkan dilakukannya penempatan flap.

- Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk

membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas

eksisi.

- Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva

bulbi bagian superior.

27

Page 28: About Pterigium

Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa dilakukan pada

pasien rawat jalan dengan menggunakan anestesi local, bila perlu diperlukan dengan

memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam

hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotik atau

antinflamasi.8,9,10

XII. KOMPLIKASISalah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterigium adalah astigmat karena

pterigium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme

penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada meridian horizontal pada

kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran dari meridian

horizontal itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat terbentuknya “tear meniscus”

antara puncak kornea dan peninggian pterigium. Astigmat yang ditimbulkan oleh

pterigium adalah astigmat “with the rule “ dan irregular astigmat10. Komplikasi lain yang

dapat disebabkan yaitu mata kemerahan, iritasi, luka kronik dari konjungtiva dan kornea

Komplikasi intra-operatif dapat terjadi perforasi kornea atau sclera dan trauma pada

28

Gambar 10 : Jenis-jenis operasi pterigium4

a. Bare sclerab. Simple closurec. Sliding flapd. Rotational flape. Conjungtival

graft

Page 29: About Pterigium

muskulus rektus medial atau lateral. Komplikasi post-operatif bisa terjadi infeksi,

granuloma dan sikatriks kornea.6

XIII. PROGNOSISPrognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Prosedur dapat

ditoleransi dengan baik oleh pasien, dan disamping rasa tak nyaman pada hari- hari

pertama post-operatif, pasien bisa melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48 jam. 9

DRY EYES

Dry eyes merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidaknyamanan dalam

pengelihatan penderita yang disebabkan karena kekurangan kelembaban, lubrikasi dan agen

dalam mata. Saat ini, dry eyes lebih sering terjadi dibandingkan pada masa-masa lampau. Hal

ini dapat distimulasi oleh berbagai aspek lingkungan seperti udara yang dapat mengiritasi mata

dan lapisan air mata menjadi kering. Penderita dry eyes sering merasakan ketidaknyamanan

dalam mata sehingga mereka sering mengeluhkan perasaan seperti iritasi, tanda-tanda

inflamasi sering merasa ada benda asing di mata. Penderita dengan Dry eyes kronis didiagnosis

oleh dokter jika keluhan dry eyes terjadi berulang sehingga menurunkan jumlah air mata yang

menyebabkan gejala bertahan dalam periode yang lama. Penderita dry eyes sering dijumpai

pada mereka yang sering menggunakan komputer dalam jangka panjang.13

Keluhan pada Sindrom Dry eye: 13

- Rasa kering, berpasir/gatal.

- Rasa terbakar

- Mata merah

- Penglihatan kabur

- Sensasi benda asing di mata

- fotofobia

29

Page 30: About Pterigium

Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan diatasi berdasarkan penyebabnya,

tetapi sementara mencari penyebabnya dapat juga diatasi terlebih dahulu keluhan lainnya

seperti kering, gatal dan rasa terbakar. Tujuan utama dari pengobatan sindrom  dry eye adalah

penggantian cairan mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata buatan sebagai pelumas

air mata. 13

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.p.2-7,117.

2. Fisher, Jerome P. Pterigium. [online]. 2011 Maret 7. [cited 2011 November 22]. Available

from : hhtp://www.emedicine.com/article.htm

3. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22] Available from :

http://www.dokter-online.org/index.php.htm

4. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and

Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In : External Disease and Cornea.

San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366.

5. Finger, Paul T. pterigium [online]. 2010. [cited 2011 November 22]. Available from :

http://www.eyecancer.com/default.aspx.htm

6. Drakeiron. Pterigium. [online]2009. [cited 2011 November 22]. Available from :

http://drakeiron.wordpress.com/info-pterigium.htm

7. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 November 22]. Available from :

http://PPM.pdf.com/info-pterigium.htm

8. Riri Julianti, Pterigium.[online]2009.[cited 2011 November 22]. Available from :

http://facultyofmedicine.riau.com/prosedures/pterigium.html

9. Khurana,AK. Disease of the Conjungtiva. In : Comprehensive Opthalmology 4th edition.

New Delhi:New Age International.2007. p80-1

10. Maheswari,sejal.Pterigium-inducedcornealrefractive changes.[online]2007 [cited 2011

November 22]. Available from : http//:www.ijo.in/article.asp?issn

30

Page 31: About Pterigium

11. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :

Thieme Stutgart. 2000

12. Fritz. Anatomi dan Fisiologi Mata. [online] 2009. [cited 2011 November 22] Available from

: http://article-mata.org/index.php.htm

13. Dahl Andrew. Dry Eyes Syndrome. [online] 12/5/2007 [cited 2011 November 22] available

from URL: http://www.emedicinehealth.com/dry_eye_syndrome/page18_em.htm#Authors

and Editors

31