Top Banner
Daftar Isi 1. Daftar isi …………………………………………………………. 1 2. Skenario …………………………………………………………. 2 3. Kata-kata sulit …………………………………………………. 3 4. Pertanyaan (Brainstorming) …………………………………............. 4 5. Hipotesis …………………………………………………………. 6 6. Sasaran Belajar …………………………………………………. 7 7. Pembahasan …………………………………………………………. 8 LI. 1 Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas …………………. 9 LI. 2 Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan kortikosteroid …. 26 LI. 3 Memahami dan menjelaskan berobat dalam pandangan islam …. 34 8. Daftar Pustaka …………………………………………………………. 36 1 | Page
51

A15 PBL MPT S2

Dec 08, 2015

Download

Documents

Amanda Tennyson

pbl mpt
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: A15 PBL MPT S2

Daftar Isi

1. Daftar isi …………………………………………………………. 12. Skenario …………………………………………………………. 23. Kata-kata sulit …………………………………………………. 34. Pertanyaan (Brainstorming) …………………………………............. 45. Hipotesis …………………………………………………………. 66. Sasaran Belajar …………………………………………………. 77. Pembahasan …………………………………………………………. 8

LI. 1 Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas …………………. 9LI. 2 Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan kortikosteroid …. 26LI. 3 Memahami dan menjelaskan berobat dalam pandangan islam …. 34

8. Daftar Pustaka…………………………………………………………. 36

1 | P a g e

Page 2: A15 PBL MPT S2

SKENARIO 2

REAKSI ALERGI

Seorang perempuan berusia 20 tahun, dating ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul begkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta urikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

2 | P a g e

Page 3: A15 PBL MPT S2

Kata-Kata Sulit

1. AngioedemaAngioedema merupakan reaksi alergi kulit yang akan menyebabkan pembengkakan pada area yang dipengaruhi, terjadi di jaringan bawah kulit.

2. UrtikariaUrtikaria adalah reaksi alergi yang ditandai dengan bentol-bentol merah disertai rasa nyeri dan gatal. Terjadi di dermis bagian atas

3. HipersensitivitasHipersensitivitas adalah keadaan berubahnya reaktivitas ditandai dengan reaksi tubuh berupa respon imun yang berlebih.

4. Anti-HistaminAnti-Histamin adalah agen yang melawan kerja histamine dengan cara memblok reseptor histamine.

5. Kortikosteroid Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Hormone ini berperan pada banyak system fisiologis pada tubuh.

6. AlergiAlergi adalah reaksi berlebih tubuh terhadap suatu zat seperti makanan atau obat.

3 | P a g e

Page 4: A15 PBL MPT S2

Pertanyaan (Brainstorming)

1. Mengapa terjadi bengkak pada mata dan bibir?Karena pada hipersensitivitas Tipe I, sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. Sekitar 50%-70% dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk tubuh melalui mukosa seperti selaput lender hidung, paru dan konjungtiva.

2. Mengapa ketika alergi dirasakan gatal-gatal dan timbul bentol?Karena pada saat allergen masuk , nantinya sel mast akan mengeluarkan banyak zat kimia, salah satunya histamine yang akan membuat gatal-gatal dan merah.

3. Mengapa dokter memberikan obat anti-histamin dan kortikosteroid?Obat anti-histamin berfungsi untuk menghambat penglepasan histamine di sel mast. Sedangkan kortikosteroid berfungsi sebagai anti inflamasi, juga menekan respon imun.

4. Mengapa dokter mengatakan keadaan pasien tersebut hipersensitivitas tipe cepat?Karena reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local. Juga pada gejala yang dialami pasien menunjukkan manifestasi klinis pada tipe cepat.

5. Mengapa reaksi ini terjadi setelah pasien meminum paracetamol?Karena paracetamol mengandung asetaminofen yang memiliki cincin nitrogen yang terkadang di dalam tubuh dianggap sebagai allergen. Juga reaksi obat tersebut tergantung dari respon sel dan juga genetic tiap orang.

6. Bagaimana proses terjadinya hipersensitivitas?

Hipersensitivitas dimulai karena masuknya benda asing yang beratnya kurang dari 1000 Dalton ke dalam tubuh. Susunan kimianya semakin kompleks, maka dikenali sebagai imunogen yang menyebabkan reaksi antibodi pada tubuh. Sebagai contoh pada hipersensitivitas Tipe I, ada 3 fase hipersensitivitas, yaitu:

a. Fase sensitasi, yaitu fase di mana antibodi IgE berikatan dengan spesifik reseptor pada sel mast.

b. Fase aktivase, yaitu fase di mana reeksposur ke sel mast yang menyebabkan edema/eritema.

c. Fase efektor, yaitu kompleks respon dari aktif agen yang berasal dari sel mast dan basofil.

7. Apa saja macam-macam hipersensitivitas?

Hipersensitivitas dibagi 2 yaitu hiperrsensitivitas berdasarkan waktu dan hipersensitivitas menurut Gell and Coombs:

4 | P a g e

Page 5: A15 PBL MPT S2

a. Hipersensitivitas berdasarkan waktu, ada 3 yaitu hipersensitivitas tipe cepat, hipersensitivitas tipe intermediet, hipersensitivitas tipe lambat

b. Hipersensitivitas menurut Gell and Coombs, ada 4 yaitu hipersensitivitas Tipe I, hipersensitivitas Tipe II, hipersensitivitas Tipe III, dan hipersensitivitas Tipe IV

8. Bagaimana pandangan islam terhadap berobat?

Islam mewajibkan berobat jika sakit, tetapi harus sesuai dengan ketentuan islam, yaitu menggunakan obat yang halal dan lebih banyak manfaat daripada maslahatnya.

5 | P a g e

Page 6: A15 PBL MPT S2

Hipotesis

Benda asing yang masuk ke dalam tubuh, akan mengaktifkan respon imun tubuh dan ada yang tidak berdampak yaitu normal sedangkan yang berdampak menyebabkan alergi. Pada alergi inilah terjadi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah respon imun ayng berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Hipersensitivitas terbagi dua yaitu Hipersensitivitas berdasarkan waktu, ada 3 yaitu hipersensitivitas tipe cepat, hipersensitivitas tipe intermediet, hipersensitivitas tipe lambat. Dan Hipersensitivitas menurut Gell and Coombs, ada 4 yaitu hipersensitivitas Tipe I, hipersensitivitas Tipe II, hipersensitivitas Tipe III, dan hipersensitivitas Tipe IV. Pada kasus ini, hipersensitivitas tipe I gejalanya ialah angioedema dan urtikaria. Tatalaksana dari hipersensitivitas dapat diberikan obat anti histamin dan kortikosteroid. Islam juga menganjurkan untuk berobat.

6 | P a g e

Page 7: A15 PBL MPT S2

Sasaran Belajar

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitifitas

1.1. Definisi1.2. Klasifikasi

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid2.1 Antihistamin

2.1.1 Definisi2.1.2 Farmakokinnetik 2.1.3 Farmakodinamik2.1.4 Efek Samping2.1.5 Interaksi 2.1.6 Indikasi2.1.7 Kontra Indikasi

2.2 Kortikosteroid2.2.1 Definisi2.2.2 Farmakokinnetik 2.2.3 Farmakodinamik2.2.4 Efek Samping2.2.5 Interaksi 2.2.6 Indikasi2.2.7 Kontra Indikasi

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Batasan Berobat dalam Agama Islam

7 | P a g e

Page 8: A15 PBL MPT S2

LI.1. Mehamami dan Menjelaskan Hipersensitivitas

1.1. Definisi

Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi terhadap respons imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang dianggap benda asing. Hasil reaksi ini dapat berupa sutu lesi yang berbentuk ringan sebagai inflamasi lokal sampai syok menyuluruh. Hipersensitivitas terhadap antigen tubuh sendiri disebut penyakit autoimun.

(Dorland, 2010)

Suatu keadaan dengan respons sistem imun yang menyebabkan reaksi berlebihan atau tidak sesuai yang membahayakan hospesnya sendiri. Pada orang tertentu, reaksi-reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak kedua dengan antigen spesifik (alergen). Kontak pertama adalah kejadian pendahulu yang diperlukan yang dapat menginduksi sensitasi terhadap antigen spesifik tersebut.

(Jawetz et al. 2008 )

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

(Karnen Garna, 2014)

Penyebab alergi tidaklah jelas walaupun tampaknya terdapat predisposisi genetic. Predisposisi tersebut dapat berupa pengikatan IgE yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu untuk berdegranulasi , atau respon sel T helper yang berlebihan. Hasil penelitian terkini menunjukan bahwa defisiensi sel T regulatori dapat menyebabkan responsivitas berlebihan dari system imun dan alergi. Pajanan berlebihan terhadap alergen-alergen tertentu setiap saat, termasuk selama gestasi, dapat menyebabkan respon alergi.

1.2 Klasifikasi (Mekanisme, Manifestasi Klinis, Jenis-jenis mediator, Tatalaksana)

Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara.

1) Pembagian Reaksi Hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksiA. Reaksi cepat

Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local. (Karnen Garna, 2014)

Pada tipe cepat, antibody yang berperan dan proses yang timbul setelah pajanan ke suatu allergen berbeda dari respon biasa terhadap bakteri yang diperantarain oleh antibody. Allergen tersering yang memicu tipe cepat adalah serbuk sari, sengatan lebah, penisilin, makanan tertentu, jamur, debu, bulu dan serpihan kulit hewan.

8 | P a g e

Page 9: A15 PBL MPT S2

Oleh sebab yang belum jelas, allergen-alergen ini berikatan dengan dan memicu pembentukan antibody IgE dan bukan antibody IgG yang berkaitan dengan antigen bakteri. Tanpa antibody IgE tidak akan terjadi hipersensitivitas tipe cepat.

(Sherwood, 2014)

B. Reaksi Intermediet

Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi inimelibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen dan atau sel NK (Natural Killer)/ ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa:

i) Reaksi transfuse darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun

ii) Reaksi Arthrus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonephritis, artritis rheumatoid dan LES.

C. Reaksi Lambat

Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH (Delayed Type Hypersensitivity), sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.

1) Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell and Coombs

Tipe/mekanisme Gejala Contoh

I / IgE

Anafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi, nausea, muntah, sakit abdomen, diare

Penisilin dan β-laktam lainnya, enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin

II / sitotoksik (IgG dan IgM)

Agranulositosis

Anemia hemolitik

Trombositopenia

Metamizol, fenotiazin

Penisilin, sefalosporin, β-laktam, kinidin, metildopa

Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, kinin, kinidin, parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat emas

III / kompleks imun (IgG Panas, urtikaria, atralgia, β-laktam, sulfonamid,

9 | P a g e

Page 10: A15 PBL MPT S2

dan IgM)limfadenopati

Serum sickness

fenotiazin, streptomisin

serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit

IV / hipersensitivitas selular

Eksim (juga sistemik) eritema, lepuh, pruritus

Fotoalergi

Fixed drug eruption

Lesi makulopapular

Penisilin, anestetik lokal, antihistamin topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben), desinfekstan

Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik

Barbiturat, kinin

Penisilin, emas, barbiturat, β-blocker

V / reaksi granuloma GranulomaEkstrak alergen, kolagen larut

VI / hipersensitivitas stimulasi

(LE yang diinduksi obat?)Resistensi insulin

Hidralazin, prokainamidAntibodi terhadap insulin (IgG)

A. Hipersensitivitas Tipe IDefinisi

Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan allergen. (Karnen Garna, 2014)

Pasien-pasien dengan alergi saluran nafas musiman sebagai akibat inhalasi tepungsari, serpihan kulit hewan dan spora jamur. Selain itu dapat juga dicetuskan makanan tertentu seperti buah-buahan, udang, ikan, produk-produk susu, coklat, kacang-kacangan dan obat-obatan.

Mekanisme

Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi yang terjadi karena terpapar antigen spesifik yang dikenal sebagai alergen. Terpapar dengan cara ditelan, dihirup, disuntik, ataupun kontak langsung. Perbedaan antara respon imun normal dan hipersensitivitas tipe I adalah adanya sekresi IgE yang dihasilkan oleh sel plasma. Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil (banyak molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1). Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu pelepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil. Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.

10 | P a g e

Page 11: A15 PBL MPT S2

Pada reaksi Tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. Urutan kejadian reaksi Tipe I adalah sebagai berikut:

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

MediatorSel mast mengandung banyak mediator primer atau proformed antara lain:

a. Histamin

Puncak reaksi Tipe I terjadi dalam 10-15 menit. Histamine merupakan komponen utama granul sel mast dan sekitar 10% dari berat granul. Histamine yang merupakan mediator primer yang dilepas akan diikat oleh reseptornya. Ada 4 reseptor histamine (H1,H2,H3,H4) dengan distribusi yang berbeda dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamine, menunjukkan berbagai efek. (Karnen Grana, 2014)

Histamin menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokontriksi, dan meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosin (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit)

11 | P a g e

Page 12: A15 PBL MPT S2

serta faktor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya, triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah komponen komplemen untuk menghasilkan faktor kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya, C3a). (Arwin, 2008)

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1Mediator EfekHistamin H1: permeabilitas vaskuler meningkat, vasodilatasi, kontraksi otot

polosH2: Sekresi Mukosa Gaster Aritmia JantungH3: SSP (regulator?)H4: Eosinofil (?)

ECF-A Kemotaksis eosinofilNCF-A Kemotaksis neutrofilEosinophil chemotactic Kemotaktik untuk eosinofilNeutrophil chemotactic Kemotaktik untuk neutrofilProtease Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh

darah, pembentukan produk pemecah komplemenPAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paruHidrolase asam Degradasi matriks ekstraselulerNCA Kemotaksis neutrofilBK-A Kalikrein : kininogenaseProteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah komplemen

yang menimbulkan koagulasi (?)Enzim Kimase, triptase, proteolisis

b. Prostaglandin dan Leukotrin

Fase lambat sering timbul setelah fase cepat hilang yaitu antara 6-8 jam. PG dan LT merupakan mediator sekunder yang kemudian dibentuk dari metabolisme asam arakidonat atas pengaruh fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih menonjol dan berlangsung lebih lama disbanding dengan histamine. Leukotrien C4 dan D4 merupakan agen vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten; pada dasar molar, agen ini beberapa ribu kali lebih aktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular dan alami menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil, dan monosit.

Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme hebat serta meningkatkan sekresi mukus. Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain, mengakibatkan agregasi trombosit, pelepasan histamin dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaltik untuk neutrofil dan eosinofil.(Arwin, 2008)

12 | P a g e

Page 13: A15 PBL MPT S2

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1Mediator EfekLTR (SRS-A) Peningkatan permeabilitas vascular,

vasodilatasi, sekresi mucus, kontraksi oto polos paru, kemotaktik neutrofil

PG Vasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi trombosit, kemotaktik neutrofil, potensial mediator lainnya

Bradikinin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Sitokin BervariasiIL-1 dan TNF-a Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM

pada sel endotel venulIL-3, IL-5, IL-6, IL-10, TGF-B dan GM-CSF Berbagai efek dapat dilihat di sitokinIL4, PMN, demam TNF-a Aktivasi monosit, eosinofil, demamFGF FibrosisInihibitor Protease Mencegah kinaseLipoksin BronkokonstriksiLeukotrin (LTC4 LTD4 LTE4) Kontraksi otot polos (jangka lama),

meningkatkan permeabilitas, kemotaksisLeukotrin B4, 15 –HETE Sekresi MukusPAF Kemotaksis (terutama eosinofil),

bronkospasme(Karnen Grana, 2014)

c. Sitokin

Beberapa sitokin berperan dalam manifestasi klinis reaksi Tipe I. sitokin-sitokin tersebut mengubah lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi seperti neutrophil dan eosinophil. IL-4 dan IL-1 3 meningkatkan produksi IgE oleh sel B. IL-5 berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinophil. Kadar TNF-α yang tinggi dan dilepas sel mast berperan dalam renjatan anafilaksis. (Karnen Grana, 2014)

Sitokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui kemampuannya merekrut dan mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mast dan diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B. (Arwin, 2008)

Manifestasi Klinis

Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Sering kali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, bisa lebah atau penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal,urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus.

13 | P a g e

Page 14: A15 PBL MPT S2

Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.

a. Reaksi lokal

Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

b. Reaksi sistemik – anafilaksisiAnafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja.

Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan

pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.(Karnen Grana, 2014)

Jenis Alergi Alergen Umum GambaranAnafilaksis Obat, serum, kacang-

kacanganEdema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian

Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merahRinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasalAsma Polen, tungau debu rumah Konstriksi bronkial, peningkatan

produksi mukus, inflamasi saluran nafas

Makanan Kerang, susu, telur, ikan, Urtikaria yang gatal dan potensial

14 | P a g e

Page 15: A15 PBL MPT S2

bahan asal gandum menjadi anafilaksisEkzem atopi Polen, tungau debu runah,

beberapa makananInflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

B. Hipersensitivitas Tipe II

Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi antibody dengan determinan antigen yang merupakan bagian dari membrane sel. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcy-R dan juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC.

(Karnen Grana, 2014)

Mekanisme

REAKSI YANG BERGANTUNG PADA KOMPLEMEN

Sel normal terinfeksi oleh antigen → IgG berikatan dengan antigen → Sel diopsonisasi agar mudah di fagosit → Pengaktifan komplemen yang menghasilkan C3B dan C4B yang dapat meningkatkan fagositosis → Sel yang diopsonisasi dikenali oleh Fc receptor → Sel di fagositosis oleh makrofag dan neutrofil

15 | P a g e

HipersensitivitasTipe II

Reaksi yang bergantung pada Komplemen

Reaksi yang bergantung pada ADCC

Disfungsi Sel akibat antibodi

Page 16: A15 PBL MPT S2

Antibodi terikat pada jaringan ekstraseluler (membrane basal atau matriks) → Pengaktifan komplemen → Menghasilkan C5a dan C3a C5a menarik neutrofil dan monosit → Leukosit aktif melepaskan bahan perusak → Kerusakan Jaringan

Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal dan matriks), kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel. Antibodi yang terikat tersebut akan mengaktifkan komplemen, yang selanjutnya menghasilkan terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama juga berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif, melepaskan bahan-bahan perusak (enzim dan intermediate oksigen reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan jaringan. Reaksi ini berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ grafts.

REAKSI YANG BERGANTUNG PADA ADCC

Pertama, sel target mengekspresikan protein asing atau antigen. Lalu antigen ditangkap oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B aktif dan berubah menjadi sel plasma.Lalu sel plasma menghasilkan antibody. Antibody akan berikatan dengan sel killer yang memiliki reseptor antibody. Sel killer bersana dengan antibody yang menempel di permukaannya selanjutnya menyerang sel target yang memasang antigennya di permukaannya. Antibody berikatan dengan antigen di permukaan dan selanjutnya menyebabkan sel target tersebut lisis

16 | P a g e

Page 17: A15 PBL MPT S2

DISFUNGSI SEL AKIBAT ANTIBODI

Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Contohnya yaitu pada penyakit miastenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin dalam motor end-plate otot-otot rangka mengganggu transmisi neuromuskular disertai kelemahan otot. Jadi antibodi mem-block reseptor asetikolin yang berfungsi dalam kontraksi otot.

Contoh lainnya yaitu yang terjadi pada Graves disease. Graves disease adalah penyakit yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Akibatnya, Sel tiroid akan memproduksi hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme).

(Kumar,2007)

Manifestasi Klinik

Reaksi Tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi klinik:

a. Reaksi transfusiSejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen. Bila darah individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular- Reaksi dapat cepat/ lambat- Reaksi cepat:

Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM.

Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.

Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik.

Gejala khas:Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria.

- Reaksi lambat:

17 | P a g e

Page 18: A15 PBL MPT S2

Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain.

Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai

antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy

b. Reaksi Antigen Rhesus

Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi.

(Baratawidjaja, 2014)

c. Anemia hemolitik

Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

Reaksi ObatObat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang

menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel darah merah.

Sindrom GoodpasturePada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal

glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen.

Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi.

18 | P a g e

Page 19: A15 PBL MPT S2

(Karnen Grana, 2014)

C. Hipersensitivitas Tipe III

Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrophil

19 | P a g e

Page 20: A15 PBL MPT S2

MekanismeDalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh

eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:- Agregasi trombosit- Aktivasi makrofag- Perubahan permeabilitas vaskuler- Aktivasi sel mast- Produksi dan pelepasan mediator inflamasi- Pelepasan bahan kemotaksis- Influks neutrofil

2. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks

imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi

karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

http://medchrome.com/wp-content/uploads/2011/08/type-3-hypersensitivity.jpg

20 | P a g e

Page 21: A15 PBL MPT S2

Immune Complex Formation Adanya antigen di dalam pembuluh darah

memicu respon imun yang membuat dilakukannya produksi antibodi, sekitar satu minggu sesudah injeksi protein. Pada reaksi hipersensitivitas tipe III, antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks antigen antibodi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi.

(seperti gambar)

Immune Complex Deposition Kompleks imun akan mengendap pada

jaringan tertentu seperti endotel, kulit, ginjal dan persendian. Organ yang darahnya tersaring pada tekanan tinggi untuk membentuk cairan lain seperti urin dan cairan sinovial lebih sering terserang sehingga meningkatkan kejadian kompleks imun pada glomerulus dan sendi. Neutrofil dan leukosit mulai digerakkan ke tempat reaksi dan menimbulan obstruksi aliran darah. Aktivasi sistem komplemen, menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh mastosit.

Immune Complex-Mediated InflammationC3a dan C5a yang terbentuk pada aktivasi komplemen meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah yang menimbulkan edema. C3a dan Ca berfungsi sebagai fakor kemotaktik. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti kolagenase proteinase, kolegenase, enzim pembentuk kinin dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi pendarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

Reaksi tipe III mempunyai 2 bentuk :a. Reaksi Arthus

Pada reaksi bentuk arthus, ditemukan eritema ringan dan edema dalam 2-4 jam sesduah suntikan. Reaksi tersebut menghilang keesokan harinya. Suntikan selanjutnya menimbulkan edema yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan dan nekrosis. Hal tersebut disebut fenomena arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun. Reaksi arthus membutuhkan antigan dan antibodi dalam jumlah besar.

21 | P a g e

Page 22: A15 PBL MPT S2

Antigen yang disuntikkan akan membentuk kompleks yang tidak larut dalam sirkulasi dan mengalami pengendapan. Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

b. Reaksi serum sicknessReaksi serum sickness ditemukan sebagai konsekuensi imunasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus. Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin.

2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)

3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.

4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan.

5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

Manifestasi KlinisManifestasi klinis hipersensitivitas III yaitu :

a. Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiformeb. Demamc. Kelaianan sendid. Limfadenopati

22 | P a g e

Page 23: A15 PBL MPT S2

e. Sindrom lupus eritematosus sistemikf. Glomerulonefritis

Penyakit oleh kompleks imun

Penyakit Spesifitas antibody

Mekanisme Manifestasi klinopatologi

Lupus eritematosus DNA, nucleoprotein

Inflamasi diperantarai komlplemen dan

reseptor Fc

Nefritis, vaskulitis, arthritis

Poliarteritis nodosa Antigen permukaan virus

hepatitis B

Inflamasi diperantarai komplemen dan

reseptor Fc

Vaskulitis

Glomreulonefritis post-streptokokus

Antigen dinding sel streptokokus

Inflamasi diperantarai komplemen dan

reseptor Fc

Nefritis

D. Reaksi Tipe IVDefinisi

Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi :

- Delayed Type Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak

dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.

- T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8

+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

5.1. Mekanisme

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.

23 | P a g e

Page 24: A15 PBL MPT S2

Reaksi yang terjadi di hipersensitivitas ini dapat dibagi menjadi beberapa 2 tahap: Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+ sel T CD4+ mengenali susunan peptida yang ditunjukkan oleh sel dendritik dan mensekresikan IL2 yang berfungsi sebagai autocrine growth factor untuk menstimulasi proliferasi antigen-responsive sel T. Perbedaan antara antigen-stimulated sel T dengan TH1 atau Th17 adalah terrlihat pada produksi sitokin oleh APC saat aktivasi sel T. APC (sel dendritik dan makrofag) terkadang akan memproduksi IL12 yang menginduksi diferensiasi sel T menjadi TH1. IFN-γ akan diproduksi oleh sel TH1 dalam perkembangannya. Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23; yang akan berkolaborasi dengan membentuk TGF- β untuk menstimulasi diferensiasi sel T menjadi TH17. Beberapa dari diferensiasi sel ini akan masuk kedalam sirkulasi dan menetap di memory pool selama waktu yang lama (Abbas, 2004).

Respon terhadap diferensiasi sel T efektor apabila terjadi pajanan antigen yang berulang akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sel TH1 akan mensekresikan sitokin (umumnya IFN-γ) yang bertanggung jawab dalam banyak manifestasi dari hipersensitivitas tipe ini. IFN-γ mengaktivasi makrofag yang akan memfagosit dan membunuh mikroorganisme yang telah ditandai sebelumnya. Mikroorganisme tersebut mengekspresikan molekul MHC II, yang memfasilitasi presentasi dari antigen tersebut. Makrofag juga mensekresikan TNF, IL1 dan kemokin yang akan menyebabkan inflamasi. Makrofag juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat respon dari TH1. Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi makrofag untuk mengeliminasi antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus menerus maka inflamasi kan berlanjut dan jaringan yang luka akan menjadi semakin luas. TH17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan bisa juga oleh self-antigen dalam penyakit autoimun. Sel TH17 akan mensekresikan IL17, IL22, kemokin, dan beberapa sitokin lain. Kemokin ini akan merekrut neutrofil dan monosit yang akan berlanjut menjadi proses inflamasi. TH17 juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri (Abbas, 2004).

Reaksi sel T CD8+ sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen. Kerusakan jaringan oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak penyakit yang dimediasi oleh sel T, sepert diabetes tipe I. CTLs langsung melawan histocompatibilitas dari antigen tersebut yang merupakan masalah utama dalam penolakan pencakokan. Mekanisme dari CTLs juga berperan penting untuk melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan memperlihatkan molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari sel T CD8+. Pembunuhan sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut dan juga akan berakibat pada kerusakan sel (Abbas, 2004).

Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang  terinfeksi yang dimediasi oleh sel T melibatkan perforins dan granzymes yang merupakan granula seperti lisosom dari CTLs. CTLs yang mengenali sel target akan mensekresikan kompleks yang berisikan perforin , granzymes, dan protein yang disebut serglycin yang dimana akan masuk ke sel target dengan endositosis. Di dalam sitoplasma sel target perforin memfasilitasi pengeluaran granzymes dari kompleks. Granzymes adalah enzim protease yang memecah dan mengaktivasi caspase, yang akan menginduksi apoptosis dari sel target. Pengaktivasian CTLs juga mengekspresikan Fas Ligand, molekul yang homolog denga TNF, yang dapat berikatan dengan Fas expressed pada sel target dan memicu apoptosis. Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN-γ) yang terlibat dalam reaksi inflamasi dalam DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terekspos oleh beberapa agen

(Abbas, 2004).Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasi

24 | P a g e

Page 25: A15 PBL MPT S2

Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan

melepas sitokin yang menyebabkan :

http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/immunology/lectures/files/images/type4_hypersensitivity.jpg

- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.

- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar.

- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8

+ yang teraktivasi.

Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasela. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh

antibodi.b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.

25 | P a g e

Page 26: A15 PBL MPT S2

c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosisa. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang

merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan

menimbulkan nekrosis jaringan.

Respon hipersensitivitas Dematitis kontak

Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak

berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).

Hipersensitivitas tuberkulin

Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4

+.

Reaksi Jones Mote

Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.

Penyakit CD8+ (T cell Mediated Cytolysis)

Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh

sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respos CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid

2.1. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin

26 | P a g eAntihistamin

AH1

AH2

CTM (klorfeniramin)

Terfenadin, Astemizol, Loratadin, Akrivastin, Setirizin

Generasi I

Generasi II

Page 27: A15 PBL MPT S2

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Antagonis Reseptor Antihistamin dibedakan menjadi 2 yaitu AH1 dan AH2.

A. Antagonis Reseptor H1 (AH1)

FARMAKODINAMIKAH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan. Obat AH1 dibedakan menjadi 2 yaitu AH1 generasi pertama dan AH2 generasi kedua. Obat AH1 generasi pertama adalah klorfeniramin (CTM). AH1 generasi kedua tidak menyebabkan efek samping karena tidak menembus sawar otak sehingga tidak menyebabkan efek pada SSP seperti kantuk, inkoordinasi, dll. Contoh obat AH1 generasi kedua adalah terfenadin, astemizol, loratasin, akrivastin, dan setirizin. Obat antihistamin yang digunakan untuk anestesi local adalah prometazin dan pirilamin.

FARMAKOKINETIKEfek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya. Meminum obat saat makan akan mengurangi efek samping.

INDIKASI- Untuk alergi debu yang tidak parah- Mengatasi urtikaria akut, dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan serangga- Untuk anti muntah pasca bedah atau hamil dan setelah radiasi- Untuk paralisis agintans (Parkinson)- Untuk mabuk perjalanan- Kontraindikasi untuk pasien penderita penyakit hati

EFEK SAMPING- Mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan ekspektorasi (sehingga tidak efektif

untuk penderita asma

27 | P a g e

1. Simetidin2. Ranitidin3. Famotidin4. Nizatidin

Page 28: A15 PBL MPT S2

- Sedasi (mengantuk parah). Namun ada obat non-sedasi yaitu Astemizol, Terfenadin, Loratadin

- Vertigo, Insomnia, Tremor, Nafsu makan menurun, inkoordinasi, pandangan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, lemah, penat, mulut kering, disuria, hipotensi, sakit kepala, dll.

- Astemizol yang berlebihan menyebabkan gemuk- Pemberian astemizol, terfenadin yang diberikan bersama makrolida (eritromisin) seperti

ketokonazol, itrakonazol akan menyebabkan keadaan fatal yaitu aritmia ventrikel.Golongan dan Contoh Obat

Dosis Dwasa Masa Kerja Aktivitas Antikolinergik

ANTIHISTAMIN GENERASI IEtanolamin-Karbinoksamin 4-8 mg 3-4 jam +++-Difenhidramin 25-50 mg 4-6 jam +++-Dimenhidrinat 50 mg 4-6 jam +++Etilenediamin-Pirilamin 25-50 mg 4-6 jam +-Tripelenamin 25-50 mg 4-6 jam +Piperazin-Hidroksizin 25-100 mg 6-24 jam ?-Siklizin 25-50 mg 4-6 jam --Meklizin 25-50 mg 12-24 Jam -Alkilamin-Klorfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +-Bromfeniramin 4-8 mg 4-6 jam +Derivat Fenotiazin-prometazin 10-25 mg 4-6 jam +++Lain-Lain-siprogeptadin 4 mg ± 6 jam +-mebhidrolin napadisilat

50-100 mg ± 4 jam +

ANTIHISTAMIN GENERASI II-astemizol 10 mg < 21 jam --faksofenadin 60 mg 12-24 jam -Lain-Lain-loratadin 10 mg 24 jam --setirizin 5-10 mg 12-24 jam

B. Antagonis Reseptor H2 (AH2)AH2 menghambat sekresi asam lambung. AH2 dibedakan menjadi 4 golongan yaitu :1. Simetidin2. Ranitidin3. Famotidin4. Nizatidin

28 | P a g e

Page 29: A15 PBL MPT S2

1. SIMETIDIN DAN RANITIDIN

FARMAKODINAMIKSimetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

FARMAKOKINETIKAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Masa paruh simetidin adalah 2 jam sedangkan masa paruh ranitidine adalah 1,75-3 jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal dan pasien yang mempunyai penyakit hati.

INDIKASIEfektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.Untuk melakukan pencegahan digunakan dosis yang lebih kecil, sedangkan untuk mencegah kekambuhkan dosis nya setengah.

EFEK SAMPINGEfek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

2. FAMOTIDIN

FARMAKODINAMIKFamotidin merupakan AH2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

FARMAKOKINETIKFamotidin mencapai kadar puncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.

INDIKASIEfektifitas Obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.

EFEK SAMPING

29 | P a g e

Page 30: A15 PBL MPT S2

Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

3. NIZATIDIN

FARMAKODINAMIKPotensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

FARMAKOKINETIKKadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

INDIKASIEfektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion. Kontraindikasi : Kehamilan & Ibu menyusui

EFEK SAMPINGEfek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

2.2. Memahami dan Menjelaskan Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah hormon kelas steroid yang dihasilkan di korteks adrenal. Kortikosteroid terlibat dalam berbagai sistem fisiologis seperti respon stres, respon imun dan regulasi inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein, kadar elektrolit darah, dan tingkah laku.Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

FARMAKODINAMIK- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu

juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.

- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.

Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Contohnya adalah kortisol.

Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Contohnya adalah aldosteron atau desoksikortikosteron.

- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

30 | P a g e

Page 31: A15 PBL MPT S2

- Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respons jaringan terhadap hormon lain.

FARMAKOKINETIK Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan

lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein. Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik. Untuk

mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

INDIKASIDari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan :1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan

error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.2. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,

tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi

dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi

kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,

mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

EFEK SAMPING

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

1. Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.

2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3. Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah

31 | P a g e

Page 32: A15 PBL MPT S2

4. Tulang Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

5. Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosisakneiformis, purpura, telangiektasis

6. Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7. Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8. Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

9. Kelenjaradrenal bagiankortek

Atrofi, tidak bisa melawan stres

10. MetabolismeProtein dan Karbohidrat

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gulameninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

11. Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

12. Sistemimmunitas

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

- Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenal akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.

- Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.

- Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.

- Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.

32 | P a g e

Page 33: A15 PBL MPT S2

http://www.bmb.leeds.ac.uk/teaching/icu3/lecture/24/image82.gif

KLASIFIKASI OBAT KORTIKOSTEROID

Masa bekerja Nama obat

Short Acting (8-12 hours) - Cortisone- Hydrocortisone

Intermediate Acting (18-36 hours) - Prednisolone- Triamcinolone- Methylprednisolone- Fludrocortisone

Long Acting (36-54 hours) - Dexamethasone- Betamethasone

Short Acting

1. CortisoneCortisone adalah jenis steroid yang diproduksi secara alami oleh kelenjar dalam

tubuh yang disebut kelenjar adrenal. Cortisone berfungsi untuk meredakan inflamasi. Efek samping yang biasa ditimbulkan adalah rasa nyeri.

2. HydrocortisoneHydrocortisone adalah kostikosteroid topical yang mempunyai efek anti-inflamasi,

anti alergi dan antipruritus pada penyakit kulit. Indikasi pemberian obat ini adalah untuk penderita dermatitis atopi, dermatitis alergik, dermatitis kontak, pruritus anogenital dan neurodermatitis. Hydrocortisone tidak boleh diberikan kepada penderita yang hipersensitif, herpes simplex, varicella dan infeksi jamur. Efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat ini adalah rasa terbakar, gatal, kekeringan, atropi kulit dan infeksi sekunder

Intermediate Acting1. Prednisolone

Prednisolone diberikan untuk pasien penekanan jangka pendek peradangan pada gangguan alergi dan pengobatan jangka pendek peradangan pada mata . Efek samping yang ditimbulkan adalah mual, dyspepsia, malaise, cegukan, reaksi hipersensitifitas termasuk anafilaksis, dll.

2. TriamcinoloneTriamcinolone mempunyai efek antiinflamasi dan pembentukan glikogen yang lebih

besar, dan berkurangnya efek samping retensi garam. Efek samping yang dapat timbul adalah fraktur spontan, ulkus peptik/tukak lambung, perubahan cushingoid, purpura, flushing, sering berkeringat, jerawat, striae, hirsutisme, vertigo, sakit kepala, tromboembolisme, nekrosis aseptik, pangkreatitis akut, kelemahan otot, esofagitis ulseratif, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, katarak subkapsular.

3. Methylprednisolone

33 | P a g e

Page 34: A15 PBL MPT S2

Methylprednisolone adalah suatu obat glukokortikoid alamiah (memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Methylprednisolone dikontraindikasikan pada infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif terhadap komponen obat.

4. FludrocortisoneFludrocortisone merupakan mineralokortikoid yang paling banyak digunakan.

Mempunyai aktivitas retensi garam yang kuat dan efek anti-inflamasi yang berarti walaupun digunakan dalam dosis yang sedikit.

Long Acting

1. DexamethasoneObat ini digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk Anti inflamasi,

Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya, Alergi dermatitis, Penyakit kulit, dll. Pengobatan yang berkepanjangan dapat mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis, dan penghambatan pertumbuhan anak. Penimbunan garam, air dan kehilangan potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan glucocorticoid lainnya. Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering terjadi.

2. BetamethasoneBetamethasone digunakan untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yan

responsive terhadap kortikosteroid. Penggunaan kostikosteroid topical dapat menyebabkan efek samping local seperti kulit kering, gatal-gatal, rasa terbakar, iritasi, hipopigmentasi, dermatitis alergi, dll.

LI.3 Memahami dan menjelaskan batasan berobat dalam agama Islam

MaslahahKitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah

yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu

Kemasalahatan menurut manusia, dan Kemaslahatan menurut syari‟at.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, “Obatilah dia.”

Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah ada kebaikan dalam ilmu kedokteran?” Rasullah menjawab, “Ya,”

34 | P a g e

Page 35: A15 PBL MPT S2

Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Panggilkan dokter.” Lalu Hilal bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya?” “Ya,” jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf: V/21)

Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, “Panggilkan dokter!” kemudian ada yang bertanya, “Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah?” “Ya,” jawab beliau.

Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)

Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ Mereka bertanya,’Apa itu?’ Rasulullah menjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))

Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)

Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158)

Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat  dan kebaikan.

Misal : Allah melarang minuman keras dan judi  karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya,  sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219

35 | P a g e

Page 36: A15 PBL MPT S2

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya

kamu berfikir”,

Daftar Pustaka

Akib, Arwin AP, dkk., 2008. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi 2. Jakarta:IDAI

Baratawidjaja, Karnen Garna. 2014. Imunologi Dasar Edisi Sebelas. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dorland, W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacological Basis Of Therapeutics 11th ed. McGraw Hill, New York.Kumar. Cotran. Robbins . 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit

Setiabudi, Rianto. Dewoto, H.R. dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Sherwood, L. 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. EGC: Jakartahttp://allergycliniconline.com/2012/06/03/antihistamin-medikamentosa-alergi-jenis-dan-farmakokinetiknya/

http://thifalblog.wordpress.com/2011/02/11/agama-ini-dibangun-untuk-kebaikan-dan-maslahat-dalam-penetapan-syariatnya-dan-untuk-menolak-kerusakan/

http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/obat_dari_kortikosteroid.htm

36 | P a g e

Page 37: A15 PBL MPT S2

quran.com

37 | P a g e