BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam pembangunan nasional, sektor peternakan lebih bersinggungan dengan software (perangkat lunak) yang salah satunya adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dikarenakan produk peternakan adalah sumber esensial protein hewani yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan kecerdasan manusia. Subsektor peternakan dapat dikatakan sebagai subsektor yang strategis, karena permintaaan akan protein hewani oleh masyarakat terus meningkat. Salah satu usaha dalam subsektor peternakan yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu usaha budidaya sapi potong. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil bahwa budidaya sapi potong memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani peternak atau menguntungkan secara finansial. Penelitian Soebroto (2009) menunjukkan 1
181
Embed
repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 2910... · Web view repository.unhas.ac.idBreak Even Point) dicapai pada tingkat penjualan Rp 15.200.000,- dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam pembangunan nasional, sektor peternakan lebih bersinggungan
dengan software (perangkat lunak) yang salah satunya adalah peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Hal ini dikarenakan produk peternakan adalah
sumber esensial protein hewani yang menjadi faktor penting dalam meningkatkan
kecerdasan manusia. Subsektor peternakan dapat dikatakan sebagai subsektor
yang strategis, karena permintaaan akan protein hewani oleh masyarakat terus
meningkat.
Salah satu usaha dalam subsektor peternakan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan yaitu usaha budidaya sapi potong. Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan hasil bahwa budidaya sapi potong memiliki nilai ekonomis yang
tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani peternak atau menguntungkan
secara finansial. Penelitian Soebroto (2009) menunjukkan hasil, bahwa budidaya
ternak sapi potong sangat menguntungkan karena dengan minimal 4 ekor sapi tiap
kandang, hanya dalam waktu 1 tahun, BEP (Break Even Point) dicapai pada
tingkat penjualan Rp 15.200.000,- dengan B/C ratio 1,126.
Menurut Rahim (2010) bahwa pengembangan sapi potong di Indonesia
pada saat sekarang ini maupun dimasa yang akan datang sangat menjanjikan. Hal
ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya jumlah permintaan atau kebutuhan
masyarakat terhadap konsumsi protein hewani yang bersumber dari daging. Oleh
karena itu petani peternak dan pengusaha ternak sapi potong serta instansi
1
pemerintahan sangat dituntut meningkatkan kuantitas dan kualitas sapi potong
untuk memenuhi permintaan konsumen. Kuantitas dan kualitas ternak sapi potong
dalam hal ini sapi Bali perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius,
karena ada banyak faktor yang berpengaruh dalam pengembangannya seperti
genetik dan lingkungan.
Salah satu langkah yang dilakukan untuk mempercepat laju
pengembangan sapi potong yaitu kegiatan penyuluhan pertanian. Dengan kegiatan
penyuluhan pertanian, petani yang mengusahakan sapi potong dapat mempunyai
persepsi positif terhadap sebuah teknologi. Melalui persepsi yang positif,
diharapkan petani bersedia mengubah perilaku dalam pengolahan usaha yang
dijalankan sesuai dengan anjuran teknologi dari penyuluh. Dengan penerapan
teknologi dalam usaha budidaya sapi potong yang sesuai dengan anjuran
penyuluh diharapkan petani dapat mengelolah usahanya dengan baik, dan
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak.
Suatu teknologi yang disampaikan oleh penyuluh tidak akan berguna tanpa
adanya adopsi. Demikian juga dengan teknologi dalam budidaya sapi potong yang
telah disuluhkan oleh penyuluh seperti perkandangan, pemberian pakan,
teknologi reproduksi, dan pencegahan dan pengendalian penyakit serta
pemanfaatan limbah ternak tidak akan berguna jika tidak diadopsi oleh sasaran
penyuluhan yaitu para peternak sapi potong. Terkait dengan itu, Desa Simpursia
Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo yang merupakan salah satu daerah
pengembangan sapi potong di Kabupaten Wajo yang ditunjukkan dengan jumlah
2
populasi sapi potong yang tinggi di Kecamatan Pammana yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Sapi Potong tiap Desa/Kelurahan di Kecamatan Pammana tahun 2011.
No.
Desa / Kelurahan Jumlah Populasi Sapi Potong (Ekor)
gudang pakan, menjaga sistem sanitasi, dan adanya sistem biosekuriti yang baik
(Abdurrahman dkk, 2011).
5. Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah Ternak
Menurut Ako (2010), limbah kotoran ternak dapat dimanfaatkan menjadi :
a. Limbah Ternak sebagai Pupuk Organik Kompos
b. Limbah Ternak sebagai Pupuk Organik Cair
c. Limbah Ternak sebagai Sumber Biogas
II.4 Proses Adopsi Inovasi dan Ukuran Adopsi
Adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar
hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan,
menggunakan) hal baru tersebut. Dalam proses adopsi ini, petani sasaran
mengambil keputusan setelah melalui beberapa tahapan. Pada awalnya, petani
sasaran mengetahui suatu inovasi, yang dapat berupa sesuatu yang benar-benar
baru atau yang sudah lama diketemukan tetapi masih dianggap baru oleh petani
sasaran. Jika petani sasaran tersebut menerapkan suatu inovasi, maka petani
sasaran tersebut meninggalkan cara-cara yang lama (Ibrahim dkk, 2003).
Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat
diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik
yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan
(psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang
disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan di sini
12
mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi benar-benar dapat melaksanakan
atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan
usaha taninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya
perubahan : sikap, pengetahuan, dan atau keterampilannya (Mardikanto, 2009).
Ibrahim dkk (2003) menyebutkan adopsi adalah proses yang terjadi sejak
pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut
mengadopsinya. Petani sasaran mengambil keputusan setelah melalui beberapa
tahapan dalam proses adopsi. Beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu tingkat
adopsi sangat dipengaruhi tipe keputusan untuk menerima atau menolak inovasi.
Dengan melihat tipe keputusan adopsi inovasi, proses adopsi dapat melalui empat
tahap yaitu: tahap mengetahui (knowledge), persuasi (persuasion), pengambilan
keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation).
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum
masyarakat mau manerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun
selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama
(tergantung sifat iovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun
sosial), dan aktivitas /kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Tahapan-tahapan
adopsi itu adalah : (Mardikanto, 2009).
1) Awareness, atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi
yang ditawarkan oleh penyuluh.
13
2) Interest, atau tumbuhnya minta yang seringkali ditandai oleh keinginannya
untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak/jauh tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
3) Evaluation atau penilaian terhadap baik / buruk atau manfaat inovasi yang
telah diketahui inoformasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini,
masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya
saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek-aspek sosial-budaya, bahkan
seringkali ditinjau dari aspek politis atau kesesuainnnya dengan kebijakan
pembangunan nasional dan regional.
4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya,
sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
5) Adoption atau menerima/menerpakan dengan penuh keyakinan berdasarkan
penialaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya sendiri.
Ibrahim dkk (2003) menggolongkan adopter berdasarkan kecepatan adopsi
terhadap suatu inovasi menjadi lima golongan, yaitu:
a. Inovator (golongan perintis atau pelopor).
b. Early adopter (golongan pengetrap dini).
c. Early majority (golongan pengetrap awal).
d. Late majority (golongan pengetrap akhir).
e. Laggard (golongan penolak).
Di dalam praktek penyuluhan pertanian, penilaian tingkat adopsi inovasi
biasa dilakukan dengan menggunakan tolok-ukur tingkat mutu intensifikasi, yaitu
dengan membandingkan “rekomendasi” yang diterapkan dengan jumlah dan
14
kualitas penerapan yang dilakukan di lapangan. Sehubungan dengan itu Totok
Mardikanto (1994) mengukur tingkat adopsi dengan tiga tolok-ukur, yaitu
kecepatan atau selang waktu antara diterimanya informasi dan penerapan yang
dilakukan, luas penerapan inovasi atau proporsi luas lahan yang telah “diberi”
inovasi baru, serta mutu intensifikasi dengan membandingkan penerapan dengan
“rekomendasi” yang disampaikan oleh penyuluhnya (Mardikanto, 2009).
II.5 Pengaruh Intensitas Penyuluhan dan Karakteristik Teknologi terhadap Proses Adopsi
Menurut Leeuwis (2009), penyuluhan merupakan suatu pelayanan atau
sistem yang membantu orang bertani, melalui prosedur yang bersifat mendidik,
dalam meningkatkan metode dan teknik berusahatani, meningkatkan efisiensi dan
pendapatan, meningkatkan tingkat kehidupan mereka, dan menaikkan standar
sosial dan pendidikan. Menurut Mardikanto dan Sri (1982) dalam Prabayanti
(2010), penyuluhan pertanian adalah usaha penerus atau penyampaian sesuatu
pesan atau amanat (message) kepada orang-orang (masyarakat) supaya mereka
menjadi tahu dan sadar akan adanya sesuatu. Tujuan penyuluhan pertanian
sebagai salah satu sistem komunikasi pada dasarnya adalah menyampaikan
informasi tentang ide-ide (inovasi) baru sedemikian rupa sehingga komunikan
menjadi berubah perilakunya dan kemudian dengan kesadarannya sendiri bersedia
menerapkan atau mempraktekkan ide-ide atau inovasi tersebut di dalam
kegiatannya sehari-hari.
Dalam kegiatan penyuluhan, pesan penyuluhan akan disampaikan ke
sasaran melalui saluran komunikasi. Menurut Rogers (2003), saluran komunikasi
15
sebagai sesuatu melalui mana pesan dapat disampaikan dari sumber kepada
penerimanya, yaitu terdiri dari interpersonal dan media massa. Penyuluhan
melalui saluran komunikasi interpersonal merupakan kegiatan penyuluhan yang
melibatkan dua orang atau lebih secara tatap muka. Mardikanto (1988) dalam
Prabayanti (2010) menyebutkan bahawa saluran antarpribadi merupakan segala
bentuk hubungan atau perukaran pesan antar dua orang atau lebih secara langsung
(tatap muka), dengan atau tanpa alat bantu yang memungkinkan semua pihak
yang berkomunikasi dapat memberikan respons atau umpan balik secara
langsung. Rogers (2003) mendefenisikan, penyuluhan melalui saluran media
massa adalah alat-alat penyampai pesan yang memungkinkan sumber mencapai
suatu audiens dalam jumlah besar yang dapat menembus batasan waktu dan
ruang. Misalnya radio, televisi, film, surat kabar, buku, dan sebagainya.
Saluran media massa lebih efektif dalam menciptakan awareness dan
menyampaikan pengetahuan mengenai inovasi kepada masyarakat luas. Dengan
luas cakupan dan kuantitas pembacanya, media massa dapat membentuk opini
yang baik dari manfaat-manfaat penggunaan suatu inovasi. Sementara itu saluran
interpersonal dalam proses adopsi inovasi ini dinilai lebih efektif untuk membujuk
seseorang dalam artian membentuk dan merubah sikap seseorang terhadap ide-ide
baru serta mempengaruhi keputusan seseorang untuk menerima (atau menolak)
ide baru tersebut. Penularan melalui saluran interpersonal ini akan lebih
menghasilkan keputusan yang segera (Rogers, 2003).
Menurut Rogers (2003), peran media massa dan komunikasi interpesonal
sangat berperan dalam penyebaran informasi untuk adopsi inovasi. Hasil
16
penelitian Setyarini (2009), bahwa semakin tinggi intensitas penyuluhan, maka
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan program.
Selain intensitas penyuluhan, yang mempengaruhi adopsi suatu teknologi
adalah karakteristik teknologi yang disampaikan. Menurut Rogers (2003),
karakteristik teknologi terdiri dari keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan,
dapat dicobakan dan dapat teramati.
Keuntungan Relatif
Apakah suatu inovasi memungkinkan petani meraih tujuannya dengan
lebih baik, atau dengan biaya yang lebih rendah daripada yang telah dilakukan
sebelumnya? Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai suatu inovasi tidak
terbatas pada keuntungan relatif yang bersifat ekonomis. Kriteria lainnya bisa
berupa keuntungan sosial (contohnya meningkatkan status sosial, tingkat
kemudahan pemakaiannya, maupun tingkat kepuasan yang diperoleh (Adjid,
2001).
Kompatibilitas/Keselarasan
Kompatibilitas berkaitan dengan nilai sosial budaya dan kepercayaan,
dengan inovasi yang diperkenalkan sebelumnya, atau dengan keperluan yang
dirasakan oleh petani. Sebagai contoh, akan sangat sulit untuk memperkenalkan
peternakan babi di wilayah umat islam, walaupun peternakan tersebut
memberikan keuntungan tinggi (Van den Ban dan Hawkins, 1999).
Kompleksitas
17
Inovasi sering gagal karena tidak diterapkan secara benar. Beberapa
diantaranya memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus. Adakalanya lebih
baik memperkenalkan sekumpulan paket inovasi yang relatif sederhana tetapi
sering berkaitan, walaupun kaitan tersebut mungkin sulit dipahami. Sapi perah
unggul umpamanya, hanya akan memproduksi banyak susu jika diberi pakan
berprotein dan berenergi tinggi. Pada gilirannya perlakuan demikian menuntut
sistem peternakan yang canggih karena jika tidak maka hasil bahkan lebih sedikit
dari sapi lokal (Adjid, 2001).
Dapat Dicoba
Kemudahan inovasi dapat dicoba oleh pengguna berkaitan dengan
keterbatasan sumberdaya yang ada. Inovasi yang dapat dicoba sedikit demi sedikit
akan lebih cepat dipakai oleh pengguna daripada inovasi yang tidak dapat dicoba
sedikit demi sedikit (Adjid, 2001).
Dapat Diamati
Petani dapat melihat dari jauh rekannya yang telah beralih memberi jagung
untuk pakan ternaknya, tetapi mungkin tidak tahu tentang sistem tata buku yang
digunakan tetangganya. Karena takut tersaingi petani mungkin tidak
menunujukkan ternak unggul miliknya kepada tetangganya. Para petani belajar
dengan cara mengamati dan diskusi mengenai pengalaman rekannya. Pengamatan
mereka sering menjadi sebab untuk memulai suatu diskusi (Adjid, 2001).
II.6 Structural Equation Modeling
SEM adalah singkatan dari model persamaan struktural (structural
equation model) yang merupakan generasi kedua teknik analisis multivariate yang
18
memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks
baik recursive maupun nonrecursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh
mengenai suatu model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda
dan analisis faktor). SEM dapat melakukan pengujian secara bersama-sama
(Bollen, 1989), yaitu: model struktural yang mengukur hubungan antara
independent dan dependent construct, serta model measurement yang mengukur
hubungan (nilai loading) antara variabel indikator dengan konstruk (variabel
laten). Dengan digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran
tersebut memungkinkan peneliti untuk : (Ramadiani, 2010).
1. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari structural equation model.
2. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis. Dalam
model persamaan struktural (SEM) mengandung 2 jenis variabel yaitu variabel
laten dan variabel teramati, 2 jenis model yaitu model struktural dan model
pengukuran serta 2 jenis kesalahan yaitu kesalahan struktural dan kesalahan
pengukuran.
SEM terdiri dari 2 bagian yaitu model variabel laten dan model
pengukuran. Kedua model SEM ini mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan regresi biasa. Regresi biasa umumnya menspesifikkan hubungan kausal
antar variabel-variabel teramati (obsserved variables), sedangkan pada model
variabel laten, hubungan kausal terjadi diantara variabel-variabel tidak teramati
(unobserved variabled) atau variabel-variabel laten (Wijanto, 2008).
19
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
III.1 Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, judul, rumusan masalah,
tujuan serta kajian teori, penelitian ini berusaha untuk mengetahui pengaruh
intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong terhadap
jenis adopsi inovasi oleh peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo. Berangkat dari teori faktor yang mempengaruhi adopsi suatu
teknologi oleh Mardikanto (2009), yang menyatakan bahwa yang termasuk faktor
yang mempengaruhi seseorang dalam mengadopsi suatu teknologi yaitu intensitas
penyuluhan dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu teknologi. Penyuluhan
melalui saluran komunikasi interpersonal dan media massa, sedangkan
karakteristik teknologi budidaya sapi potong terdiri : keuntungan relatif,
kompatabilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. Adopsi teknologi
budidaya sapi potong dipengaruhi oleh intensitas penyuluhan yang dilaksanakan
serta karakteristik atau sifat dari teknologi tersebut. Dengan adanya informasi
yang diperoleh peternak melalui media massa, maka akan menambah pengetahuan
peternak tentang teknologi budidaya sapi potong, sedangkan penyuluhan
20
interpersonal mempengaruhi atau akan mengubah sikap peternak sehingga
akhirnya akan menerapkan atau menolak teknologi yang disuluhkan.
Hasil penelitan Prabayanti (2010) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi Biopestisida oleh petani di Kecamatan Mojogedang
Kabupaten Karanganyar, bahwa faktor yang mempengaruhi petani mengadopsi
biopestisida yaitu frekuensi akses saluran komunikasi baik interpersonal maupun
media massa. Petani yang frekuensi akses saluran komunikasinya tinggi, maka
semakin banyak pengetahuan mereka mengenai inovasi sehingga mereka
menerapkan atau mengadopsi inovasi tersebut. Selain itu, bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% sifat inovasi signifikan untuk menentukan adopsi biopestisida.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sifat inovasi berpengaruh terhadap adopsi
biopestisida di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Semakin baik
persepsi terhadap sifat inovasi maka peluang inovasi tersebut untuk diadopsi
semakin tinggi pula. Sifat inovasi dapat berpengaruh dalam adopsi inovasi karena
inovasi memberikan keuntungan relatif bagi adopternya. Inovasi tersebut sesuai
dengan kondisi petani dan lingkungan.
Menurut Rogers (2003), penerimaan masyarakat terhadap suatu inovasi
teknologi pertanian yang baru diperkenalkan dipengaruhi oleh lima faktor yaitu
keuntungan relatif dari teknologi yang diperkenalkan dengan apa yang sudah
diketahui dan diterapkan selama ini, keseuaian terhadap kondisi lingkungan dan
sosial budaya masyarakat setempat, tingkat kerumitan dari teknologi yang
diperkenalkan, dapat dicoba dan mudah diamati. Kelima faktor tersebut
merupakan karakteristik dari teknologi yang diidentifikasi sebagai persepsi dari
21
Intensitas Penyuluhan (IP)
Karakteristik Teknologi (KT)
Jenis Adopsi Inovasi (AD)
PM
KO
PI
PLPL
PP
REE
PK
KD
KR
OB
TR
KU
pengadopsi inovasi yang mempunyai pengaruh adopsi inovasi. Menurut teori
inovasi Rogers, persepsi individu akan membentuk sikap terhadap inovasi, yang
pada akhirnya mengarah pada keputusan untuk mengadopsi atau menolak.
Secara ringkas, kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
Keterangan :
: menjelaskan pengaruh variabel independen (IP dan KT)
terhadap variabel dependen (AD)
22
atau : menunjukkan nilai dari variabel laten (IP,
KT, dan AD) direfleksikan oleh masing-masing variabel observasi
III.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho = intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong
tidakberpengaruh secara signifikan terhadap jenis adopsi inovasi peternak di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo
Ha = intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong
berpengaruh secara signifikan terhadap jenis adopsi inovasi peternak di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Januari sampai dengan 25 Juli
2012 dan pengambilan data bertempat di Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo yang melalui beberapa tahapan yang dapat dilihat pada
Lampiran 1.
IV.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif eksplanatori yaitu
jenis penelitian yang sifatnya menjelaskan pengaruh antara variabel independen
yaitu intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi terhadap variabel
dependen yaitu jenis adopsi inovasi oleh peternak.
IV.3 Jenis dan Sumber Data
24
Jenis data yang digunakan adalah jenis data kuantitatif yaitu intensitas
penyuluhan. Jenis data kualitatif yaitu persepsi peternak terhadap karakteristik
teknologi dan adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi potong
(perkandangan, teknologi reproduksi, teknologi pengendalian dan pencegahan
penyakit, dan pemanfaatan limbah ternak). Oleh karena jenis penelitian ini adalah
jenis penelitian kuantitatif, maka data yang sifatnya kualitatif dikuantitatifkan.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung dengan
responden dengan menggunakan kuesioner seperti data identitas responden,
tanggapan responden terhadap variabel penelitian.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
seperti data monografi desa dan data populasi ternak sapi potong di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana.
IV.4 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak sapi potong di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo yang berjumlah 141 orang.
Adapun ukuran sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 103 orang peternak
yang ditentukan dengan menggunakan rumus pengambilan sampel menurut Isaac
dan Michael dan penentuan sampel dilakukan dengan metode Simple Random
Sampling (Sarjono dan Winda, 2011).
25
Diketahui :
S = jumlah sampel yang dicariN = 141 peternak P = proporsi populasi (0,50)d = tingkat akurasi 0,50X2 = tabel nilai chi-square sesuai tingkat kepercayaan 0,95 3,841
Perhitungan
S = X NP (1-P)d2 (N-1) + X P (1-P)
S = 3,841 x 141 x 0,5 (1-0,5)((0,05)2 (141-1)) + (3,841 x 0,5 (1-0,5))
S = 135,39525 = 103,3354 dibulatkan menjadi 103 0,35 + 0,96025
IV.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian.
2) Wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan responden dengan bantuan
kuesioner atau daftar pertanyaan.
IV.6 Analisa Data
Untuk mengetahui ukuran adopsi teknologi budidaya sapi potong
digunakan metode analisis deskriptif yang dibantu dengan teknik skoring data
yang bersifat ordinal. Ukuran adopsi peternak dicari dengan menggunakan metode
analisa penilaian dengan skor, untuk mencari adopsi peternak terhadap komponen
teknologi (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan
pengendalian penyakit, serta pemanfaatan limbah) dalam budidaya sapi potong,
yaitu :
26
1) Tinggi, apabila sampel melakukan segala upaya untuk
menerapkan setiap komponen teknologi dalam budidaya sapi
potong.
2) Sedang, apabila sampel tidak sepenuhnya mengeluarkan
upaya untuk menerapkan komponen teknologi dalam budidaya
sapi potong.
3) Rendah, apabila sampel tidak mengeluarkan upaya dalam
menerapkan teknologi dalam budidaya sapi potong.
Teknik analisis data dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong terhadap
jenis adopsi inovasi oleh peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo adalah dengan menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM) dengan menggunakan program lunak LISREL 8.30.
Adapun prosedur dalam analisis SEM adalah sebagai berikut :
a) Menyusun diagram jalur
Diagram jalur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 2) :
Keterangan simbol-simbol dari Gambar 2. adalah sebagai berikut :
: adalah tanda yang menunjukkan variabel laten/unobserved variable yaitu
variabel yang tidak diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui
dimensi-dimensi atau indikator-indikator yang diamati.
: adalah tanda yang menunjukkan variabel terukur/observed variable yaitu
27
y1
y2
y3
Y4
Y5
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
variabel yang datanya harus dicari melalui lapangan, misalnya melalui
instrumen-instrumen.
: menunjukkan adanya pengaruh yang dipotesakan antara dua variabel,
variabel yang dituju oleh anak panah merupakan variabel dependen.
Gambar 2. Diagram Jalur Pengaruh Intensitas penyuluhan dan Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong terhadap Adopsi Peternak.
X1 : intensitas penyuluhan interpersonalX2 : intensitas penyuluhan media massaX3 : persepsi peternak terhadap keuntungan relatif teknologiX4 : persepsi peternak terhadap kompatabilitas teknologiX5 : persepsi peternak terhadap kerumitan teknologiX6 : persepsi peternak terhadap triabilitas teknologiX7 : persepsi peternak terhadap observabilitas teknologi : ksi 1, intensitas penyuluhan (variabel laten eksogen 1) : ksi 2, persepsi peternak terhadap karakteristik teknologi
(variabel laten eksogen 2) Y1 : jenis adopsi perkandanganY2 : jenis adopsi pakanY3 : jenis adopsi teknologi reproduksiY4 : jenis adopsi teknologi pencegahan dan pengendalian penyakitY5 : jenis adopsi teknologi pemanfaatan limbah ternak i-j gamma, f aktor loading untuk variabel laten i-j lamda, faktor loading untuk variabel teramati1 : eta 1, jenis adopsi inovasi ij : error term untuk variabel laten eksogen ij : error term untuk variabel laten endogen : kesalahan dalam persamaan
Untuk mengetahui variabel laten, variabel observasi dan indikator
pengukuran pengaruh intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya
sapi potong terhadap jenis adopsi inovasi oleh peternak di Desa Simpursia
Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Variabel Independen dan Indikator Pengukuran Variabel
29
No.
VariabelLaten
VariabelObservasi Indikator Pengukuran
1. Intensitas Penyuluhan (1)/(IP)
- Intensitas penyuluhan interpersonal (PI)
- Frekuensi peternak dalam mengikuti penyuluhan interpersonal baik melakukan kontak dengan penyuluh maupun pertemuan kelompok tani dan orang-orang yang memberi informasi mengenai teknologi (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, pemnfaatan limbah) dalam budidaya sapi potong dalam jangka waktu satu tahun.
Lanjutan Tabel 2.
No.
VariabelLaten
VariabelObservasi Indikator Pengukuran
2. Karakteristik teknologi budidaya sapi potong (2)
- Intensitas Penyuluhan Media Massa (PM)
- Kentungan relatif (X3)
- Kompatabilitas (X4)
- Frekuensi petenak dalam mencari dan mendapatkan informasi mengenai teknologi (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, pemnfaatan limbah) dalam budidaya sapi potong melalui media seperti televisi, radio, surat kabar, brosur dalam jangka waktu satu tahun.
- Skor yang diukur dari persepsi peternak terhadap keuntungan realtif teknologi budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak).
- Skor yang diukur dari persepsi peternak terhadap kesesuaian teknologi budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi
30
- Kerumitan (X5)
reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak) dengan kebutuhan dan kondisi peternak setempat.
- Skor yang diukur dari persepsi peternak terhadap kerumitan teknologi budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak) untuk diterapkan.
Lanjutan Tabel 2.
No.
VariabelLaten
VariabelObservasi Indikator Pengukuran
- Triabilitas (TR)
- Observabilitas (OB)
- Skor yang diukur dari persepsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak) untuk dapat dicobakan.
- Skor yang diukur dari persepsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi
31
reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak) dapat teramati.
Sumber : Prabayanti, 2010.
Untuk mengukur karakteristik teknologi (perkandangan,
pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian
penyakit, dan pemanfaatan limbah kotoran ternak) yaitu dengan
melihat bagaimana persepsi peternak terhadap karakteristik
yang melektat pada teknologi tersebut dengan menggunakan
skala Likert dengan kriteria sebagai berikut :
Sangat Baik: 4Baik : 3Buruk : 2Sangat buruk : 1
Tabel 3. Variabel Dependen dan Indikator Pengukuran Variabel
No. VariabelLaten
VariabelObservasi Indikator Pengukuran
1. Jenis Adopsi inovasi teknologi budidaya sapi potong oleh peternak
- Adopsi teknologi perkandangan
- Adopsi teknologi pakan
- Adopsi teknologi reproduksi
- Skor yang diukur dari upaya yang dilakukan peternak dalam menerapkan teknologi perkandangan sesuai dengan syarat-syarat perkandangan
- Skor yang diukur dari upaya yang dilakukan peternak dalam pemberian pakan dasar, pakan tambahan dan mineral pada sapi
- Skor yang diukur dari upaya yang dilakukan peternak dalam menerapkan teknologi IB
32
- Adopsi teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit
- Adopsi pemanfaatan limbah
- Skor yang diukur dari upaya yang dilakukan peternak dalam melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit seperti vaksinasi, sanitasi dan pengobatan jika diperlukan.
- Skor yang diukur dari upaya yang dilakukan peternak dalam memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dan pupuk organik
Sumber : Syafrudin. 2002.
IV. 7 Penilaian persepsi peternak terhadap karakteristik komponen teknologi budidaya sapi potong untuk setiap Indikator Pengukuran.
Untuk mengetahui penilaian setiap variabel teramati dan indikator
pengukuran persepsi peternak terhadap karakteristik komponen teknologi
budidaya sapi potong berdasarkan interval kelas adalah sebagai berikut :
a. Persepsi peternak terhadap keuntungan relatif teknologi
Untuk mengetahui persepsi peternak terhadap keuntungan relatif yang
dimiliki oleh tiap komponen teknologi budidaya sapi potong adalah sebagai
berikut :
Nilai tertinggi = skor tertinggi jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 4 x 103 x 6 = 2472
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 1 x 103 x 6 = 618
Interval Kelas = 2472−618
4 = 1854
4 = 463,5
Dari nilai tersebut dapat dibuat kategori sebagai berikut :
Sangat baik : 2008,9 - 2472Baik : 1545,2 – 2008,8Buruk : 1081,6- 1545,1
33
Sangat buruk : 618-1081,5
b. Persepsi peternak terhadap kompatabilitas teknologi
Untuk mengetahui persepsi peternak terhadap kompatabilitas yang
dimiliki oleh tiap komponen teknologi budidaya sapi potong adalah sebagai
berikut :
Nilai tertinggi = skor tertinggi jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 4 x 103 x 6 = 2472
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 1 x 103 x 6 = 618
Interval Kelas = 2472−6184 =
18544 = 463,5
Dari nilai tersebut dapat dibuat kategori sebagai berikut :
Sangat baik : 2008,9 - 2472Baik : 1545,2 – 2008,8Buruk : 1081,6- 1545,1Sangat buruk : 618-1081,5
c. Persepsi peternak terhadap kerumitan teknologi
Untuk mengetahui persepsi peternak terhadap kerumitan yang dimiliki
oleh tiap komponen teknologi budidaya sapi potong adalah sebagai berikut :
Nilai tertinggi = skor tertinggi jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 4 x 103 x 6 = 2472
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 1 x 103 x 6 = 618
Interval Kelas = 2472−618
4 = 1854
4 = 463,5
34
Dari nilai tersebut dapat dibuat kategori sebagai berikut :
Sangat baik : 2008,9 - 2472Baik : 1545,2 – 2008,8Buruk : 1081,6- 1545,1Sangat buruk : 618-1081,5
d. Persepsi peternak terhadap triabilitas teknologi
Nilai tertinggi = skor tertinggi jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 4 x 103 x 6 = 2472
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 1 x 103 x 6 = 618
Interval Kelas = 2472−618
4 = 1854
4 = 463,5
Dari nilai tersebut dapat dibuat kategori sebagai berikut :
Sangat baik : 2008,9 - 2472Baik : 1545,2 – 2008,8Buruk : 1081,6- 1545,1Sangat buruk : 618-1081,5
e. Persepsi peternak terhadap observabilitas teknologi
Nilai tertinggi = skor tertinggi jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 4 x 103 x 6 = 2472
Nilai terendah = skor terendah x jumlah responden x jumlah pertanyaan
= 1 x 103 x 6 = 618
Interval Kelas = 2472−618
4=¿ 1854
4 = 463,5
Dari nilai tersebut dapat dibuat kategori sebagai berikut :
Sangat baik : 2008,9 - 2472Baik : 1545,2 – 2008,8
35
Buruk : 1081,6- 1545,1Sangat buruk : 618-1081,5
IV. 8 Konsep Operasional
1) Jenis Adopsi inovasi adalah kemampuan peternak dalam melaksanakan atau
menerapkan jenis inovasi atau serangkaian paket teknologi budidaya sapi
potong yang dianjurkan oleh penyuluh kepada petani peternak. Pengukuran
adopsi menggunakan teknik skoring yaitu adopsi rendah denga skor 1, adopsi
sedang dengan skor 2, dan adopsi tinggi dengan skor 3.
2) Paket teknologi yang diterapkan dalam budidaya sapi potong terdiri dari : (a)
perkandangan, (b) pakan, (c) teknologi perkembangbiakan/reproduksi, (d)
pencegahan dan pengendalian penyakit, (e) pemanfaatan limbah ternak.
3) Perkandangan adalah bangunan yang dibuat sebagai tempat berlindung dari
pangaruh luar dan tempat untuk memperoleh makan dan minum. Tingkat
adopsi perkandangan diukur dengan kriteria : (a) melakukan perkandangan
dengan memperhatikan persyaratan perkandangan diberi skor 3,
(b) melakukan perkandangan seadanya tanpa memperhatikan persyaratan
letak, ukuran dan bahan kandang diberi skor 2, dan (c) ternak dipelihara
tanpa dikandangkan diberi skor 1.
4) Pakan sapi potong merupakan makanan yang mengandung cukup zat-zat yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sapi potong. Tingkat
adopsi pakan diukur dengan kriteria : (a) pakan yang diberikan pada sapi
potong lengkap yang terdiri dari pakan dasar berupa hijauan berkualitasr,
pakan tambahan dan mineral diberi skor 3, (b) pakan yang diberikan yaitu
36
pakan dasar dan pakan tambahan atau pakan dasar dan mineral diberi skor 2,
(c) pakan yang diberikan kepada sapi potong hanya akan dasar saja tanpa
pakan tambahan dan mineral.
5) Teknologi reproduksi merupakan teknologi yang diterapkan dalam reproduksi
sapi potong sebagai upaya peningkatan kualitas ternak sapi potong. Kriteria
pengukurannya yaitu (a) setiap mengawinkan sapi hanya dengan IB diberi
skor 3, (b)mengawinkan sapi dengan kawin alami dan pernah melakukan IB
diberi skor 2, (c) sapi dikawinkan secara alami diberi skor 1.
6) Pencegahan dan pengendalian penyakit merupakan upaya yang dilakukan
dalam memelihara ternak agar terhindar dari penyakit dan melakukan upaya
dalam mengendalikan penyakit yang menjangkiti sapi potong. Kriteria yang
diukur yaitu (a) melakukan sanitasi serta vaksinasi secara teratur dan
pengobatan jika diperlukan, (b) melakukan sanitasi saja atau vaksinasi saja
atau pengobatan jika ternak sakit diberi skor 2, (c) peternak tidak melakukan
upaya dalam mencegah dan mengendalikan penyakit.
7) Pemanfaatan limbah ternak adalah upaya yang dilakukan dalam mengolah
limbah untuk dimanfaatkan menjadi biogas atau pupuk organik. Kriteria yang
diukur yaitu : (a) melakukan pengolahan limbah menjadi biogas dan pupuk
organik diberi skor 3, (b) memanfaatkan limbah ternak ke tanaman tanpa
diolah terlebih dahulu diberi skor 2, (c) tidak memanfaatkan limbah ternak
dan tidak mengolahnya menjadi pupuk dan biogas diberi skor 1.
8) Intensitas penyuluhan adalah frekuensi peternak dalam mengakses saluran
komunikasi untuk memperoleh informasi mengenai teknologi budidaya sapi
37
potong baik melalui penyuluhan interpersonal maupun penyuluhan media
massa dalam satu tahun.
9) Intensitas penyuluhan interpersonal adalah frekuensi peternak dalam
mengakses saluran komunikasi dengan melakukan kontak dengan penyuluh
maupun pertemuan dengan kelompok tani atau orang-orang yang
memberikan informasi tentang teknologi budidaya sapi potong
(perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pengolahan limbah ternak) dalam satu tahun.
10) Intensitas penyuluhan media massa adalah frekuensi dalam mencari dan
mendapatkan informasi mengenai teknologi (perkandangan, pakan, teknologi
reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengolahan limbah
ternak) dalam budidaya sapi potong melalui media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, dan brosur dalam jangka waktu satu tahun.
11) Karakteristik teknologi adalah sifat-sifat yang melekat pada teknologi
budidaya sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi,
pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengolahan limbah ternak) yang
dapat mempengaruhi peternak dalam mengadopsi teknologi tersebut.
Karakteristik teknologi terdiri dari : keuntungan relatif, kompatabilitas,
kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas.
12) Keuntungan relatif adalah tingkat dimana teknologi budidaya sapi potong
(perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pengolahan limbah ternak) dianggap sebagai suatu teknologi
yang memberikan keuntungan secara teknis dan ekonomi bagi peternak yang
38
diukur melalui persepsi peternak terhadap keuntungan relatif yang dimiliki
oleh teknologi budidaya sapi potong.
13) Kompatabilitas (kesesuaian) adalah tingkat kesesuaian teknologi budidaya
sapi potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan
pengendalian penyakit serta pengolahan limbah ternak) dengan kondisi
peternak setempat yang diukur melalui persepsi peternak terhadap kesesuaian
teknologi budidaya sapi potong.
14) Kerumitan (complexity) adalah tingkat dimana teknologi budidaya sapi
potong (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan
pengendalian penyakit serta pengolahan limbah ternak) dirasa sulit atau
tidaknya untuk diterapkan oleh peternak yang diukur dari persepsi peternak
terhadap tingkat kerumitan teknologi.
15) Dapat dicobakan (triability) adalah tingkat dapat dicobanya teknologi
(perkandangan, pakan, teknologi reproduksi, pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pengolahan limbah ternak) dalam budidaya sapi potong yang
diukur melalui persepsi peternak terhadap teknologi dapat dicobakan.
16) Dapat dilihat (observability) adalah tingkat mudah atau tidaknya pengamatan
suatu inovasi atau teknologi (perkandangan, pakan, teknologi reproduksi,
pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengolahan limbah ternak)
dalam budidaya sapi potong yang diukur melalui persepsi peternak terhadap
teknologi yang dapat dilihat dan diamati melalui orang lain yang menerapkan
teknologi tersebut.
39
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V.1 Letak dan Keadaan Geografis
Desa Simpursia merupakan salah satu desa dari beberapa Desa dan
kelurahan di wilayah Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo dengan batas
wilayah sebagai berikut :
Bagian utara : Desa Patila
Bagian timur : Desa Lempa
Bagian selatan : Desa Wecudai
Bagian barat : Desa Patila
Jarak Desa Simpursia dari ibukota kecamatan adalah 5,3 km dan jarak dari
ibukota kabupaten Wajo adalah 7 km. Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun Sareppao, Dusun Totelle, dan
40
Dusun Calodo. Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo memiliki
ketinggian dari permukaan laut 33 meter.
V.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan
Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo memiliki luas
12,46 km2 atau 1.246 Ha. Penggunaan lahan di Desa Simpursia Kecamatan
Pammana Kabupaten Wajo dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penggunaan lahan di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
No. Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)1. Sawah 261 20,952. Pekarangan 59 4,743. Tegal/kebun 280 22,474. Ladang 371 29,775. Lainnya 275 22,07
Total 1.246 100Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo,
2011.
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan penggunaan lahan terbesar di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo adalah ladang dengan
persentase 29,07%. Sedangkan penggunaan lahan terendah yaitu pekarangan
dengan persentase 4,74%. Penggunaan lahan untuk ladang yaitu digunakan untuk
menanam jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, kacang hijau. Penggunaan
lahan untuk tegal/kabun yaitu digunakan untuk menanam kelapa, kakao, jambu
mete, kapok, dan kemiri. Penggunaan lahan untuk pekarangan yaitu tanaman obat
41
dan berbagai jenis bunga. Jenis pengairan sawah di Desa Simpursia Kecamatan
Pammana Kabupaten Wajo yaitu sawah pengairan setengah teknis dan sawah
tadah hujan.
V.3 Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten
Wajo dapat digambarkan dengan melihat jumlah penduduk dan mata pencaharian
penduduk. Jumlah penduduk di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten
Wajo yaitu sebanyak 2.051 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki berjumlah
947 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1.094 jiwa.
Adapun mata pencaharian penduduk di Desa Simpursia Kecamatan
Pammana Kabupaten Wajo dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Mata pencaharian penduduk di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
No. Nama Dusun Komposisi PendudukPetani Industri Jasa Perdagangan
Perkandangan 0,83 7,05 1,96Pakan 0,78 6,75 1,96Reproduksi 0,51 4,62 1,96Pencegahan dan pengendalian penyakit
0,70 6,20 1,96
Pemanfataan limbah ternak sapi
0,72 6,33 1,96
Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2012.
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa semua variabel indikator
(observed variable) yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel laten yang
digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai muatan faktor ≥0,5 dan nilai t-
hitung lebih besar dari nilai kritis 1,96. Dari hasil tersebut menunjukkan semua
indikator valid yaitu variabel teramati (variable observed) dapat dikatakan valid
mengukur variabel laten.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas (realibility) menunjukkan kekonsistenan suatu alat ukur.
Untuk mengukur reliabilitas alat ukur dalam SEM (Structural Equation Modeling)
72
yang akan digunakan adalah Construct Reliability dan Variance Extract dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil perhitungan Reliabilitas dan Variance Extract
Variabel Reliability Construct Variance Extract Intensitas Penyuluhan 0,74 0,58Karakteristik Teknologi 0,77 0,53Jenis Adopsi 0,84 0,52 Sumber : Data Primer yang Telah Diolah, 2012.
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui ringkasan hasil perhitungan
reliabilitas dari model pengukuran dalam penelitian ini yang memperlihatkan
bahwa semua nilai Construct Reliability (CR) ≥ 0,7 dan Variance Extract (VE) ≥
0,5. Menurut Wijanto (2008), evaluasi terhadap reliabilitas (reliability) dari model
pengukuran dalam SEM dengan menggunakan Construc Reliability yang nilainya
≥ 0,7 dan Variance Extract dengan nilai ≥ 0,5. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa reliabilitas model pengukuran adalah baik. ada pun
perhitungan Construct Reliabulity dan Variance Extract dapat dilihat pada
Lampiran 10.
VII.3 Uji Normalitas
Menurut Soedjono (2005), uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah data yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pemeriksaan dilakukan
dengan melihat nilai Z score pada setiap indikator. Z score dikatakan normal
apabila -2,58 ≤ Z score ≤ 2,58, jika berada di luar interval tersebut diindikasi
bahwa ada tanggapan responden pada indikator tersebut yang tidak normal.
Apabila pada suatu indikator ada yang tidak normal, maka akan dicari tanggapan
responden yang menyebabkan ketidaknormalan tersebut dan akan diberi
73
penjelasan. Jadi pada uji normalitas tidak ada pengeluaran responden dari
indikator. Responden tetap dipertahankan untuk analisis-analisis berikutnya. Nilai
Z score dari tiap indikator dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Uji Normalitas Data Penelitian
Variabel Z-ScoreSkewness Kurtosis
Penyuluhan Interpersonal -0,306 -2,331Penyuluhan Media Massa -1,618 -1,378Keuntungan Relatif -2,055 0,958Kompatabilitas -2,253 0,666Kerumitan -2,078 -0,328Triabilitas -1,556 -0,854Observabilitas 0,509 -2,470
Sumber : Output Lisrel, 2012.
Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan bahwa semua data memiliki nilai Z-
score berada pada interval -2,58 ≤ Z score ≤ 2,58. Hal ini berarti bahwa semua
data berdistribusi normal, jadi dapat dilanjutkan untuk pengujian dengan
menggunakan SEM.
VII.4 Uji Multikolinier
Uji multikolinier dilakukan untuk mengetahu ada tidaknya hubungan antara
konstruk pada suatu variabel. Pada bagian ini akan diuji multikolinier tiga variabel
yaitu : intensitas penyuluhan, karakteristik teknologi, dan jenis adopsi. Menurut
Garson (2003) dalam Soedjono (2005) apabila korelasi antar konstruk lebih kecil
dari 0,85 tidak terkena multikolinier. Uji multikolinier dapat dilihat pada Gambar
berikut :
74
Gambar 8. Hasil Ouput Lisrel Diagram Jalur Pengaruh Intensitas Penyuluhan dan Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong Terhadap Jenis Adopsi Inovasi oleh Peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
Analisis pertama dilakukan uji multikolinier intensitas penyuluhan yang
terdiri dari 2 indikator, yaitu penyuluhan interpersonal dan penyuluhan media
massa. Berdasarkan hasil output Lisrel pada Gambar menunjukkan seluruh
korelasi antar variabel lebih kecil dari 0,85 maka dikatakan bahwa antar indikator
variabel intensitas penyuluhan tidak terdapat multikolinier. Jadi indikator
pembentuk kedua konstruk tersebut betul-betul indipendent.
Analisis kedua dilakukan uji multikolinier karakteristik teknologi yang
terdiri dari 5 indikator, yaitu keuntungan relatif, kompatabilitas, kerumitan,
triabilitas dan observabilitas. Berdasarkan hasil output Lisrel pada Gambar
menunjukkan seluruh korelasi antar variabel lebih kecil dari 0,85 maka dikatakan
bahwa antar indikator variabel karakteristik teknologi tidak terdapat multikolinier.
Jadi indikator pembentuk kelima konstruk tersebut betul-betul indipendent.
75
Analisis ketiga dilakukan uji multikolinier jenis adopsi inovasi yang terdiri
dari 5 indikator, yaitu perkandangan, teknologi pakan, teknologi reproduksi,
pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengolahan limbah. Berdasarkan hasil
output Lisrel pada Gambar menunjukkan sepluruh korelasi antar variabel lebih
kecil dari 0,85 maka dikatakan bahwa antar indikator variabel karakteristik
teknologi tidak terdapat multikolinier. Jadi indikator pembentuk kelima konstruk
tersebut betul-betul indipendent.
VII.5 Analisis Structural Equation Modelling (SEM) Pengaruh Intensitas Penyuluhan dan Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong terhadap Jenis Adopsi Inovasi Peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.
Untuk mengetahui pengaruh intensitas penyuluhan dan karakteristik
teknologi budidaya sapi potong terhadap jenis adopsi inovasi oleh peternak di
Desa Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo dilakukan dengan
menggunakan analisis Struktural Equation Modelling (SEM) antara variabel
independen yaitu intensitas penyuluhan (IP) dan karakteristik teknologi budidaya
sapi potong (KT) dengan variabel dependen yaitu jenis adopsi inovasi (AD). Hasil
analisis Structural Equation Modelling (SEM) pengaruh intensitas penyuluhan
dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong terhadap jenis adopsi inovasi
dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Nilai-t dan Koefisien pada Model Structural Equation Modelling (SEM)
Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari
variabel intensitas penyuluhan terhadap jenis adopsi. Hal ini dapat dilihat dari
nilai-t dari variabel intensitas penyuluhan yang lebih besar dari nilai kritis yaitu
3,54 ≥ 1,96 serta koefisien dari intensitas penyuluhan sebesar 0,59 yang memiliki
arah koefisien positif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
intensitas penyuluhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap jenis adopsi
inovasi diterima. Begitu pun dengan variabel karakteristik teknologi berpengaruh
signifikan terhadap jenis adopsi inovasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai-t dari
variabel karakteristik teknologi yang lebih besar dari nilai kritis yaitu 2,30 ≥ 1,96
serta koefisien dari karakteristik teknologi sebesar 0,28 yang memiliki arah
koefisien positif. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
karakteristik teknologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap jenis adopsi
inovasi diterima.
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel IP
dan KT berpengaruh secara simultan terhadap variabel AD dengan nilai R2 sebesar
0,62. Artinya, besarnya pengaruh variabel IP dan KT secara simultan terhadap
variabel AD adalah sebesar 62% dengan parameter estimate (error variance)
sebesar 0,38.
Error merupakan perbedaan antara nilai-nilai yang diamati dan nilai-nilai
yang diprediksi pada masing-masing kasus. Dalam penelitian ini diperoleh nilai
77
error sebesar 0,38 atau 38%. Maksudnya pada penelitian ini, terlihat bahwa
variabel AD (jenis adopsi) dipengaruhi oleh variabel IP (Intensitas Penyuluhan)
dan KT (Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong). Dalam kenyataannya
variabel jenis adopsi tidak hanya dipengaruhi oleh variabel intensitas penyuluhan
dan karakteristik teknologi saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
tidak masuk pengujian dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
terdapat error yaitu sebesar 38%.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan tingkat signifikansi pengaruh
variabel IP terhadap variabel AD dan variabel KT terhadap variabel AD, dimana
dari matriks tersebut, dapat diketahui bahwa t-value (thitung) variabel IP sebesar
3,54 dan t-value (thitung) variabel KT sebesar 2,30. Sementara itu, t-tabel adalah
sebesar 1,96. Dengan demikian, diperoleh kesimpulan bahwa variabel IP
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel AD karana nilai thitung (variabel
IP) > ttabel yaitu 3,54 > 1,96. Selain itu, variabel KT juga berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel AD karena nilai thitung (variabel KT) > ttabel yaitu 2,30 >
1,96.
VII.6 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan intensitas penyuluhan memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap jenis adopsi inovasi. Artinya tinggi
rendahnya intensitas penyuluhan yang diikuti oleh peternak, maka jenis adopsi
inovasi peternak akan semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kemampuan peternak dalam mengadopsi suatu teknologi, maka diperlukan adanya
penyuluhan yang lebih intensif.
78
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Prabayanti (2010) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
mengadopsi suatu teknologi yaitu frekuensi akses saluran komunikasi baik
interpersonal maupun media massa. Petani yang frekuensi akses saluran
komunikasinya tinggi, maka semakin banyak pengetahuan mereka mengenai
inovasi sehingga mereka menerapkan atau mengadopsi inovasi tersebut.
ditambahkan pula oleh Hanafi (1986) yang menyatakan bahwa kecepatan adopsi
juga dipengaruhi oleh gencarnya usaha-usaha promosi yang dilakukan oleh agen
pembaharu. Usaha keras agen pembaharu itu ditandai dengan lebih seringnya
mereka berada di lapangan daripada di kantor. Mereka lebih sering mengadakan
kontak dengan kliennya, terutama kontak-kontak pribadi untuk menyebarkan ide
baru. Lebih banyak anggota masyarakat yang mereka hubungi, dan lebih beragam
jalan yang ditempuh untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi peternak terhadap karakteristik
teknologi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jenis adopsi
inovasi. Artinya tinggi rendahnya persepsi peternak terhadap karakteristik
teknologi budidaya sapi potong, maka akan mempengaruhi peternak untuk
memutuskan menerapkan inovasi tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Rogers (2003) yang menyatakan bahwa, penerimaan masyarakat
terhadap suatu inovasi teknologi pertanian yang baru diperkenalkan dipengaruhi
oleh lima faktor yaitu keuntungan relatif dari teknologi yang diperkenalkan
dengan apa yang sudah diketahui dan diterapkan selama ini, keseuaian terhadap
kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat, tingkat kerumitan dari
79
teknologi yang diperkenalkan, dapat dicoba dan mudah diamati. Kelima faktor
tersebut merupakan karakteristik dari teknologi yang diidentifikasi sebagai
persepsi dari pengadopsi inovasi yang mempunyai pengaruh adopsi inovasi.
Menurut teori inovasi Rogers, persepsi individu akan membentuk sikap terhadap
inovasi, yang pada akhirnya mengarah pada keputusan untuk mengadopsi atau
menolak.
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa secara
simultan intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya sapi potong
berpengaruh secara signifikan terhadap jenis adopsi inovasi oleh peternak di Desa
Simpursia Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo yaitu sebesar 62%. Sisanya
yaitu sebesat 38% merupakan pengaruh yang datang dari faktor-faktor lain yang
tidak menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Dengan penyuluhan yang
diikuti oleh peternak baik penyuluhan interpersonal maupun penyuluhan media
massa maka akan menambah pengetahuan peternak mengenai teknologi yang
disampaikan dalam penyuluhan pertanian/peternakan sehingga peternak akan
mengadopsi teknologi tersebut. Begitupun dengan karakteristik atau sifat yang
dimiliki oleh paket teknologi budidaya sapi potong akan mempengaruhi peternak
dalam menerima atau menolak teknologi tersebut.
BAB VIII
PENUTUP
80
VIII.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa intensitas penyuluhan dan karakteristik teknologi budidaya
sapi potong berpengaruh secara signifikan terhadap jenis adopsi inovasi
(perkandangan, pakan, reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit dan
pemanfaatan limbah) oleh peternak di Desa Simpursia Kecamatan Pammana
Kabupaten Wajo.
VIII.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan, yaitu :
1. Diperlukan adanya peningkatan intensitas penyuluhan yang diberikan kepada
peternak mengenai penerapan teknologi dalam budidaya sapi potong agar
peternak dapat memperbaiki pengelolaan usaha sapi potong yang mereka
jalankan dan penyuluh diharapkan mampu memotivasi peternak untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan untuk menambah pengetahuan
peternak.
2. Sebaiknya teknologi yang disampaikan kepada petani peternak merupakan
teknologi yang memiliki karakteristik yang mudah diterapkan sehingga
teknologi tersebut dapat diadopsi oleh peternak.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan meneliti faktor yang mempengaruhi
peternak dalam mengadopsi suatu teknologi budidaya sapi potong.
DAFTAR PUSTAKA
81
Aceh, Rais. 2010. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos(Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu,Kabupaten Serdang Bedagai). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Abdurrahman, HA. Shodiq Saifullah. Ahmad Projo Saputro. 2011. Desa Mandiri Usaha Sapi Potong dan Perannya Mendukung Swasembada Daging 2014. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Adjid, Dudung. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Jakarta.
Ako, Ambo. 2010. Pengembangan Hijauan Pakan Unggul Melalui Pemanfaatan Limbah Ternak dalam Upaya Mendukung Pengembangan Ternak Sapi yang Ramah Lingkungan. Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar tetap dalam Bidang Pemuliaan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin pada hari : Rabu, 3 November 2010 di Makassar.
Anonim. 2008. Seri Buku Inovasi Teknologi Budidaya Sapi Potong. Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian.
Anonima .2011. Pengembangan Sapi Potong Melalui IB. http://bertani.wordpress.com/peternakan/pengembangan-sapi-potong-melalui-ib/. Diakses pada Tanggal 10 Maret 2012.
Efendy, Jauhari. 2003. Tesis Hubungan Karakteristik Peternak dan Aktivitas Jaringan Komunikasi dalam Proses Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan (IB) (Kasus pada Kelompok Peternak Sapi Madura Barokah Desa Manding Selatan Kecamatan Manding Kabupaten Sumenep Jawa Timur). Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Husnah, N. Repelita Kallo. 2010. Studi Adopsi dan Dampak Diseminasi Teknologi Penggemukan Sapi Mendukung Farmer Managed-Extension Activities
82
(FMA) di Provinsi Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
Ibrahim, J.T., Armand Sudiyono, dan Harpowo. 2003. Komunikasi dan Penyuluhan Pertanian. Banyumedia Publishing. Malang.
Leeuwis. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan Berpikir Kembali tentang Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Khairunas. Firwan Tan. Fuad Madrisa. 2006. Strategi Pengembangana Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Tanah Datar. Pasca Sarjana Universitas Andalas.
Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press). Surakarta.
Nasution, Z. 2004. Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Prabayanti, Harning. 2010. Skripsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Biopestisida oleh Petani di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar. Fakulta Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rahab. 2009. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol.6 No.12 : Hubungan Karakteristik Teknologi dengan Kemungkinan Usaha Kecil Mengadopsi TI. Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.
Rahim, L. 2010. Aplikasi Ultrasonografi dalam Pemuliaan Ternak Sapi. Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar tetap dalam Bidang Pemuliaan Ternak pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin di Depan Rapat Senat Terbuka Luar Biasa Universitas Hasanuddin pada hari : Rabu, 3 November 2010 di Makassar.Singarimbun, dan Effendi. 2006. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Ramadiani. 2010. Structural Equation Model untuk Analisis Multivariate Menggunakan LISREL. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Rogers, Everet. 2003. Diffusin of Innovation Fifth Edition. Free Press. New York.
Sarjono, dan Winda. 2011. SPSS vs LISREL Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. Salemba Empat. Jakarta.
83
Setyarini, Dewi. 2009. Skripsi Pengaruh Intensitas Penyuluhan terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Penghijauan Kota : Studi Kasus Kecamatan Kota Kabupaten Wajo. Universitas Indonesia. Jakarta.
Sihombing, U.H. 2010. Skripsi Peranan Kelompok Tani dalam Peningkatan Status Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah (Studi Kasus : Desa Rumah Pil-Pil, Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang). Fakultas Pertanian Universitas Pertanian. Medan.
Soebroto, N. 2009. Titik Impas (BEP) Usaha Budidaya Ternak Sapi Potong(Studi Kasus di Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten). Jurnal Vol.5 No. 1 Maret 2009 : 92-95.
Soedjono. 2005. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 7 : Pengaruh Budaya terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Surabaya.
Sugeng. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syafrudin. 2002. Tesis Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Undang-undang Republik Indonesia No. 16. 2006. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Van den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
PENGARUH INTENSITAS PENYULUHAN DAN KARAKTERISTIK TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI POTONG TERHADAP JENIS ADOPSI
INOVASI OLEH PETERNAK DI DESA SIMPURSIA KECAMATAN PAMMANA KABUPATEN WAJO
Nama :Umur :Pendidikan :Lama Beternak :Pekerjaan :J.Tang. Keluarga` :
I. Intensitas Penyuluhan
1. Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan pertanian/peternakan serta kegiatan kelompok tani selama 1 tahun terakhir ini?Jawab:
2. Berapa kali anda mengikuti penyuluhan pertanian/peyuluhan serta kegiatan kelompok tani yang diadakan di Desa/Kecamatan tempat anda tinggal?Jawab:
3. Apakah anda pernah memperoleh informasi tentang teknologi yang diterapkan dalam budidaya sapi potong melalui media massa (seperti televisi dan radio)?Jawab :
4. Berapa kali anda mengekases informasi tersebut dalam jangka waktu 1 tahun terakhir ini?Jawab :
II. Jenis Adopsi Inovasi Teknologi dalam Budidaya Sapi Potong
No. Teknologi yang Diterapkan
Pengukuran Skor
1. Perkandangan a. melakukan perkandangan dengan memperhatikan persyaratan perkadangan seperti letak dan bahan pembuatan kandangb. melakukan perkandangan tanpa memperhatikan persyaratan perkandangan
3
2
1
124
c. ternak dipelihara tanpa dikandangkan 2. Pakan a. pemberian pakan kepada ternak sapi potong secara
lengkap yang terdiri dari pakan dasar atau hijauan, pakan tambahan dan mineral. b. pemberian pakan kepada ternak sapi potong berupa pakan dasar dan pakan tambahan atau pakan dasar dan mineral c. hanya melakukan pemberian pakan hijauan saja
3
2
1
3. Reproduksi a. mengawinkan sapi potong dengan kawin suntik atau IBb. melakukan kawin alami dan IBc. sapi dikawinkan secara alami saja.
321
4. Pencegahan dan pengendalian penyakit
a. melakukan sanitasi, vaksinasi, dan pengobatan pada sapi jika diperlukanb. melakukan sanitasi saja, vaksinasi saja, atau pengobatan ternak jika ternak sakit.c. tidak melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit pada sapi
3
2
1
5. Pemanfaatan limbah ternak
a. melakukan pengolahan limbah menjadi biogas ata pupuk organik b. memanfaatkan limbah ternak tanpa diolah lebih dulu c.tidak mengolah dan tidak memanfaatkan limbah ternak
321
III. Persepsi Peternak terhadap Karakteristik Teknologi Budidaya Sapi Potong
No Pertanyaan Jawaban1. Persepsi terhadap Keuntungan Relatif
a. Bagaimana persepsi anda terhadap keuntungan relatif yang dimiliki oleh teknologi perkandangan : apakah dengan teknologi perkandangan mempermudah dalam pemeliharaan sapi milik bapak serta biaya pembuatan kandang dapat dijangkau ?b. bagaimana persepsi anda terhadap keuntungan relatif teknologi pakan : apakah dengan memberikan pakan yang berkualitas dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sapi potong milik anda dengan biatya masih dijangkauc.bagaimana persepsi anda terhadap keuntungan relatif teknologi reproduksi : apakah dengan IB memperbaiki kualitas sapi yang anda miliki serta biayanya dapat dijangkau?d. bagaimana persepsi anda terhadap keuntungan relatif teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit : apakah dengan melakukan vaksinasi dan sanitasi dapat menyehatkan sapi serta untuk melaksanakannya biaya dapat dijangkau?
SB
SB
SB
SB
SB
B
B
B
B
B
BU
BU
BU
BU
BU
SBU
SBU
SBU
SBU
SBU
125
e. bagaiamana persepsi anda terhadap keuntungan relatif pemanfaatan limbah dengan biogas : apakah dapat menambah pendapatan dan untuk mengolahnya biayanya dapat dijangkau?f. bagaiamana persepsi anda terhadap keuntungan relatif teknologi pemanfaatan limbah dengan pupuk kompos : apakah dengan mengolah limbah menjadi pupuk kompos dapat menambah pendapatan dan untuk mengolahnya biayanya dapat dijangkau?
SB B BU SBU
2. Persepsi terhadap Kompatabilitas a. menurut anda apakah menerapkan teknologi perkandangan tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat yang setempat?b. menurut anda apakah pemberian pakan berkualitas pada sapi potong yang anda pelihara tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat yang setempat?c. jika anda menerapkan teknologi IB dalam pemeliharaan sapi potong tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat yang setempat?d. jika anda menerapkan teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit seperti vaksinasi dan sanitasi tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat yang setempat?e. jika anda memanfaatkan limbah ternak dengan mengolahnya menjadi biogas tidak bertentangan dengan masyarakat setempat?f. jika anda memanfaatkan limbah ternak dengan mengolahnya menjadi pupuk kompos tidak bertentangan dengan masyarakat setempat?
SB
SB
SB
SB
SB
SB
B
B
B
B
B
B
BU
BU
BU
BU
BU
BU
SBU
SBU
SBU
SBU
SBU
SBU
3. Persepsi terhadap Kerumitan a. bagaimana persepsi anda : apakah pembuatan kandang mudah dilakukan?b. bagaimana persepsi anda : apakah pemberian pakan pada sapi potong mudah untuk dilakukan? c. bagaimana persepsi anda : apakah mudah untuk melakukan IB termasuk menghubungi petugas IB?d. bagaimana persepsi anda : apakah pelaksanaan teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit seperti vaksinasi dan sanitasi mudah untuk dilakukan?e. bagaimana persepsi anda : pengolahan limbah menjadi biogas mudah untuk dilakukan?f. bagaimana persepsi anda : pengolahan limbah menjadi pupuk kompos mudah untuk dilakukan?
SB
SB
SB
SB
SB
SB
B
B
B
B
B
B
BU
BU
BU
BU
BU
BU
SBU
SBU
SBU
SBU
SBU
SBU
4. Persepsi terhadap Triabilitas a. bagaimana persepsi anda terhadap triabilitas teknologi perkandangan : apakah setelah anda mengetahui adanya teknologi perkadangan, kemudian dapat mencoba untuk menerapkannya juga dalam pemeliharaan sapi anda?b. apakah pemberian pakan hijuan yang berkualitas dapat
SB
SB
B
B
BU
BU
SBU
SBU
126
anda coba terapkan dalam pemeliharaan sapi potong?c. apakah teknologi IB dapat anda cobakan dalam usaha pemeliharaan sapi potong yang anda kelolah?d. apakah setelah anda mengetahui teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit, kemudian anda dapat mencoba untuk menerapkannya?e. apakah pengolahan limbah menjadi biogas dapat anda coba untuk terapkan?f. apakah pembuatan pupuk kompos dapat anda coba untuk terapkan?
SB
SB
SB
SB
B
B
B
B
BU
BU
BU
BU
SBU
SBU
SBU
SBU
5. Persepsi terhadap Observabilitas a. menurut anda apakah penerapan teknologi perkandangan mudah untuk diamati?b. menurut anda apakah penerapan teknologi pemberian pakan berkualitas pada sapi potong mudah untuk diamati?c. menurut anda apakah pelaksanaan IB mudah untuk diamati?d. menurut anda apakah penerapan teknologi pencegahan dan pengendalian penyakit mudah untuk diamati?e. menurut anda apakah pengolahan limbah menjadi biogas mudah untuk diamati?f. menurut anda apakah pembuatan pupuk kompos mudah untuk diamati?
SB
SB
SBSB
SB
SB
B
B
BB
B
B
BU
BU
BUBU
BU
BU
SBU
SBU
SBUSBU
SBU
SBU
Keterangan :
SB = Sangat Baik
B = Baik
BU = Buruk
SBU = Sangat Buruk
127
Lampiran 13. Kriteria Pengukuran Indikator Berdasarkan Jawaban Responden
1. Persepsi Peternak terhadap Keuntungan Relatif yang Dimiliki oleh Teknologi
Budidaya Sapi PotongSangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Penerapan paket teknologi memberikan banyak manfaat yang dirasakan peternak dengan biaya yang dikeluarkan dapat dijangkau oleh peternak, serta menghemat waktu jika menerapkan teknologi dalam budidaya sapi potong
Penerapan paket teknologi memberikan manfaat yang dirasakan peternak dengan biaya yang dikeluarkan dapat dijangkau oleh peternak, namun tidak menghemat waktu peternak
Ada manfaat yang dirasakan oleh peternak jika menerapkan paket teknologi namun biaya yang akan dikeluarkan tidak dapat dijangkau oleh peternak
Tidak ada manfaat yang dirasakan oleh peternak jika menerapkan paket teknologi dan biaya yang akan dikeluarkan tidak dapat dijangkau oleh peternak
2. Persepsi Peternak terhadap Kompatabilitas yang Dimiliki oleh Teknologi Budidaya Sapi PotongSangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Penerapan paket teknologi sangat sesuai dengan kebutuhan peternak dan tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat setempat
Penerapan paket teknologi sesuai dengan kebutuhan peternak dan tidak bertentangan dengan kondisi masyarkat setempat
Penerapan paket teknologi tidak sesuai dengan kebutuhan peternak namun tidak bertentangan dengan kondisi masyarakat setempat
Penerapan paket teknologi tidak sesuai dengan kebutuhan peternak dan juga bertentangan dengan kondisi masyarakat setempat
128
3. Persepsi Peternak terhadap Kerumitan yang Dimiliki oleh Teknologi Budidaya Sapi PotongSangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Penerapan paket teknologi sangat mudah untuk dilakukan tanpa menguras banyak tenaga dan pikiran peternak
Penerapan paket teknologi mudah untuk dilakukan tanpa menguras banyak tenaga dan pikiran peternak
Penerapan paket teknologi sulit untuk dilakukan karena menguras tenaga peternak
Penerapan paket teknologi sulit untuk dilakukan karena menguras banyak tenaga dan pikiran peternak
4. Persepsi Peternak terhadap triabilitas yang Dimiliki oleh Teknologi Budidaya Sapi PotongSangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Paket teknologi sangat mudah dipelajari dan dicoba untuk diterapkan sedikit demi sedikit
Paket teknologi dapat dipelajari dan dicoba untuk diterapkan sedikit demi sedikit
Peternak merasa sulit untuk mencoba sedikit demi sedikit untuk menerapkan teknologi yang disampaikan
Peternak merasa sangat sulit untuk mencoba sedikit demi sedikit untuk menerapkan teknologi yang disampaikan
5. Persepsi peternak terhadap observabilitas yang Dimiliki oleh Teknologi Budidaya Sapi PotongSangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk Penerapan paket teknologi sangat mudah diamati baik melalui peternak lain yang mengadopsi dan peternak dapat mengamati hasil dari penerapan teknologi tersebut
Penerapan paket teknologi mudah diamati baik melalui peternak lain yang mengadopsi dan peternak dapat mengamati hasil dari penerapan teknologi tersebut
Paket teknologi dapat diamati melalui peternak lain yang mengadopsi namun peternak sulit mengamati hasil dari penerapan teknologi tersebut
Paket teknologi tidak dapat diamati oleh peternak melalui peternak lain yang mengadopsi dan peternak juga merasa sulit mengamati hasil dari penerapan teknologi