Top Banner
PERSAINGAN BISNIS INDUSTRI FARMASI DI TINJAU DARI SUDUT PANDANG ETIKA LINGKUNG BISNIS DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII
32

93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

Jul 25, 2015

Download

Documents

KaKang TrizNa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

PERSAINGAN BISNIS INDUSTRI FARMASI

DI TINJAU DARI

SUDUT PANDANG ETIKA

LINGKUNG BISNIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII

Page 2: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

Statement of Authorship

“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas

terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan

orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk

makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas

bahwa saya/kami menyatakan dengan jelas menggunakannya.

Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat

diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya

plagiarisme.”

Anggota Kelompok VII :

No NAMA NRP

1 Adriel Marcellus Enggai 91114305

2 Nicolas Hermawan S. 91114312

3 Andreas Iwan Hudiarto 91114314

4 Moh. Armyn Rizal 91114330

5 M. Ashar Pratama 91114331

Dosen : Tim Dosen

Surabaya, 7 Mei 2012

Adriel Marcellus

1

Page 3: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

1. Pendahuluan

a. Etika Bisnis

Etika bisnis atau Corporate ethics adalah bentuk etika terapan

atau etika profesional yang meneliti prinsip-prinsip etika dan

masalah – masalah moral yang muncul dalam lingkungan bisnis. Hal

ini berlaku untuk semua aspek bisnis dan relevan dengan perilaku

individu dan organisasi bisnis secara keseluruhan. Etika Terapan

adalah bidang etika yang berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan

etis dalam berbagai bidang seperti etika medis, teknis, hukum dan

bisnis.

Secara historikal, etika bisnis mulai mndapatkan peran pada era

tahun 1980 dan 1990, baik di dalam perusahaan besar dan dalam

akademisi. Misalnya, banyak website perusahaan yang lebih

menekankan pada komitmen untuk mempromosikan nilai-nilai sosial

non-ekonomi seperti kode etik. Dalam beberapa kasus, perusahaan

telah mendefinisikan kembali nilai-nilai inti mereka dalam

pertimbangan etika.

Etika bisnis dapat bersifat normatif dan disiplin deskriptif.

Jangkauan dan kuantitas masalah bisnis etika mencerminkan sejauh

mana bisnis dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sosial non-

ekonomi. Etika bisnis secara sederhana adalah cara-cara untuk

melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang

berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga

masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan

bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak

tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di

masyarakat. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik

sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai

manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem

2

Page 4: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Sonny Keraf

(1998) menjelaskan, bahwa prinsip etika bisnis sebagai berikut:

Prinsip otonomi;

adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil

keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa

yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

Prinsip kejujuran.

Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan

secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan

berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur

dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua,

kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan

harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern

dalam suatu perusahaan.

Prinsip keadilan;

menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai

dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional

obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle);

menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga

menguntungkan semua pihak.

Prinsip integritas moral;

terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku

bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan

tetap menjaga nama baik pimpinan/orang2nya maupun

perusahaannya.

3

Page 5: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

b. Problem etika dalam bisnis farmasi

Industri farmasi sebagai produsen yang menghasilkan obat-obatan

bersama dengan dokter memiliki peranan besar dalam aktivitas

penyembuhan suatu penyakit. Bahkan omzet obat sangat besar yaitu

50-60% dari anggaran rumah sakit (Source: Industri Farmasi, Profit

dan Etika: manajemen-rs.net/.../MRS_BAB%20XIV%20-

%20INDUSTRI%20FA...). Hal ini ditunjang bahwa sebagian obat

tidak memiliki barang pengganti/substitusi dan harus di beli untuk

kemudian dikonsumsi demi kesembuhan penyakitnya. Namun ada

beberapa obat yang memiliki dampak besar terhadap masyarakat

maka obat tersebut di subsidi oleh pemerintah sehingga masyarakat

dapat menikmati secara gratis obat tersebut. Obat-obat itu antara lain

untuk imunisasi dan beberapa penyakit menular.

Karena rata-rata obat tidak memiliki substitusi dan masyarakat ketika

menderita suatu penyakit mau tidak mau harus membeli obat yang

diresepkan oleh dokter demi kesembuhan dirinya, maka industri

farmasi adalah sektor industri yang tidak/jarang terpengaruh oleh

krisis perekonomian yang ada.

Menurut Clarkson (1996), Industri farmasi merupakan salah satu

industri yang paling menguntungkan. Industri ini menduduki

rangking – 4 setelah industri software, perminyakan dan makanan

yang paling menguntungkan.

Indstri Farmasi yang paling untung adalah yang mampu menemukan

jenis obat baru yang disebut obat paten karena oleh undang-undang

internasional dilindungi hak patennya tidak boleh di copy oleh

industri farmasi lainnya selama 17 sampai dengan 25 tahun. Jadi

penemu obat baru tersebut dapat melakukan monopoli dan harga bisa

ditentukan oleh produsen tersebut.

4

Page 6: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

Secara diagram, menurut Reuter business Insight. Life cycle produksi

obat baru dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada fase 1, tahapan riset yang dilakukan oleh R&D hingga

mendapatkan persetujuan edar obat di masyarakat membutuhkan

waktu hingga 15 tahun. Hal ini dikarenakan proses pembuatan obat

tersebut melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: Formulasi-

pengujian kepada binatang – pengujian kepada sekelompok kecil

orang sehat – pengujian kepada sekelompok orang yang lebih

banyak dari tahap sebelumnya tetapi mempunyai penyakit untuk

menguji kemanjuran obat terhadap penyakit tersebut – pengujian

kepada kelompok yang lebih banyak lagi dengan berbagai latar

belakang untuk menguji kemanjuran dan keselamatan ketika

mengkonsumsi obat tersebut. Oleh karena panjangnya tahap riset

terhadap obat baru, maka untuk tetap memotivasi para professional

peneliti obat baru, perlu diberikan stimulan yang memadai yaitu

dengan memberikan hak paten untuk menjual secara eksklusif

dengan jangka waktu tertentu tanpa adanya pesaing dengan jenis

obat yang sama(antara 17 sampai dengan 25 tahun) sehingga

keuntungan penemu obat dapat dimaksimalkan. Baru setelah lewat

masa eksklusif, industri-industri lain berhak untuk meniru untuk

5

Page 7: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

membuat obat tersebut. Obat ini dikenal sebagai obat copy atau obat

generik. Pada saat masa ekslusif telah lewat, baru harga obat dapat

turun menyesuaikan dengan kondisi pasar yang ada, sehingga

masyarakat luas terutama yang tidak mampu dapat menikmati

khasiat dari obat tersebut.

Namun meskipun dikatakan merupakan industri yang paling

menguntungkan nomor 4, persaingan di industri farmasi sangatlah

ketat. Hal ini dipengaruhi oleh 3 hal yaitu

a. Regulasi obat

Industri obat agar bisa bertahan dalam persaingan maka harus

memiliki modal yang besar. Hal ini disebabkan adanya regulasi-

regulasi yang ketat dalam proses pembuatan obat. Pemenuhan

terhadap serangkaian regulasi yang ketat tersebut membuat

industri farmasi harus mengeluarkan modal yang besar. Bila

industri farmasi tidak memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh

regulator (Regulator Indonesia dibawah kendali Badan

Pengawasan Obat dan Makanan/BPOM, di Amerika dibawah

kendali Food and Drug Administration/FDA) maka industri

farmasi tersebut tidak akan diberikan ijin edar oleh regulator

yang ada di masing-masing negara.

b. Hak paten

Seperti penjelasan di atas, ketika industri farmasi menemukan

obat baru, maka akan diberikan hak ekslusif tanpa diganggu oleh

industri farmasi lainnya untuk memasarkan obatnya secara

maksimal. Setelah hak paten berakhir, industri-industri farmasi

lainnya bisa memproduksi obat yang sejenis yang dikenal sebagai

obat generik. Karena banyaknya industri farmasi yang

memproduksi produk serupa, maka timbul persaingan yang ketat.

Persaingan yang ketat antara industri farmasi ini kadang-kadang

6

Page 8: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

menjurus ke suatu hal yang kurang beretika seperti melakukan

kolusi dengan dokter, rumah sakit ataupun apotik. Kolusi ini

dilakukan dengan cara melobi dokter ataupun rumah sakit untuk

meresepkan obat dengan merek industri farmasi tertentu dan bila

mencapai target, maka mereka akan diberikan kompensasi yang

memadai oleh industri farmasi tersebut. Kompensasi bisa mulai

dari pemberian perangkat elektronik, rumah mewah, mobil

mewah hingga jalan-jalan ke luar negeri bersama gratis atas biaya

industri farmasi tersebut. Hal ini dapat rawan memicu dokter

untuk menyalahgunakan profesi mereka demi keuntungan pribadi

dengan mengabaikan hak pasien untuk medapatkan obat yang

manjur dan murah.

c. Sistem Distribusi

Sistem distribusi obat-obatan di industri farmasi sangat unik

dibandingkan industri-industri di sektor lainnya. Distribusi

dilakukan dengan cara dari produsen harus melalui distributor

dan tidak boleh di jual secara langsung ke konsumen. Dari

distributor dengan konsep ”Detailing” akan memasarkan obat

dengan menemui dokter yang sedang praktek di rumah sakit

ataupun praktik pribadi di rumah. Detailer ini akan melobi dokter

untuk menggunakan obat merk tertentu dengan imbalan tertentu.

Dari hal ini, maka harga obat akan susah ditekan karena biaya

kompensasi untuk dokter dibebankan kepada harga obat serta

industri farmasi baru sulit bertahan karena kalah dengan industri

farmasi lainnya yang sudah lama exists dan memiliki jaringan

yang luas dengan dokter-dokter yang ada.

Karena susahnya industri farmasi baru bersaing dengan industri-

industri farmasi yang telah lebih dahulu berdiri serta persaingan

antara industri-industri farmasi yang telah establish membuat

7

Page 9: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

persaingan menjadi semakin tidak sehat. Kesulitan dalam bersaing

didalam industri farmasi diperkuat oleh pendapat Sudirman-salah

seorang anggota GP Farmasi Indonesia yang mengatakan bahwa

porsi produksi obat terbagi menjadi 3 bagian yaitu 2 BUMN yaitu

Kimia Farma dan Indo Farma masing-masing memperoleh

prosentase 5%, PMA yang berjumlah 40 masing masing memperoleh

2,5% dan 200 Industri Swasta Lokal masing-masing memperoleh

0,22%. Dari data ini semakin nampak bahwa dengan ketatnya

persaingan membuat tiap industri farmasi melakukan trik-trik

penjualan yang menjurus kearah yang tidak sehat.

Trik-trik persaingan penjualan dapat dilakukan dengan melakukan

kolusi antara industri farmasi dengan dokter maupun industri farmasi

dengan rumah sakit. Kolusi dengan rumah sakit dapat dilakukan

dengan cara ikut terlibat dalam mensponsori seminar yang diadakan

oleh rumah sakit serta memberikan bantuan dana dalam merayakan

ulang tahun rumah sakit tersebut. Dibalik kegiatan itu, rumah sakit

diminta menggunakan produk dari industri farmasi yang

menyumbang sejumlah dana tersebut. Kolusi dengan dokter

dilakukan oleh seorang medical representative (Medrep) dimana

fungsi awalnya adalah melakukan edukasi obat ethical industri

farmasi nya kepada rumah sakit maupun apotik. Namun fungsi itu

semakin bergeser dimana Medrep juga ditugaskan oleh industri

farmasi untuk melakukan pendekatan kepada dokter. Pendekatan itu

dilakukan dengan tujuan agar dokter mau menggunakan obat mereka

dengan cara me-resep-kan jenis obat sesuai dengan penyakit si

pasien tetapi dengan merk-merk tertentu dan sebagai imbalannya bila

memenuhi target dokter akan diberi sesuatu materi tertentu. Otomatis

dengan aktifitas tersebut, biaya yang dikeluarkan akan

diperhitungkan di dalam harga obat, sehingga harga obat semakin

8

Page 10: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

melambung tinggi. Bukti kolusi yang dilakukan oleh industri farmasi

dan dokter ini terbukti dengan diperiksanya 50 dokter oleh IDI dan

20 orang diantaranya telah menjalani sidang (TEMPO 4 Agustus)

Kerja sama dengan apotik juga dilakukan dengan memberikan

diskon dalam jumlah besar serta oleh medrep akan dibantu untuk

memasarkan obat yang ditawarkan melalui jaringan dokter yang

dikenalnya. Oleh medrep, dokter tersebut diminta untuk

mengarahkan pasien membeli obat di apotik tertentu. Dari jaringan

distribusi ini, otomatis apotik semakin diuntungkan namun lagi-lagi

biaya yang dikeluarkan harus dibebankan ke harga obat sehingga

harga obat semakin mahal.

Kolusi lainnya adalah yang dilakukan oleh oknum dokter yang

merangkap sebagai staf pengajar dan spesialis senior dimana dalam

melakukan penelitian obat-obatan baru yang disponsori oleh industri

farmasi tertentu, sengaja diarahkan dengan data-data yang telah

disiapkan oleh industri farmasi sponsor ke arah yang

menguntungkan industri farmasi tersebut. Hal ini menyimpang dari

kriteria penelitian yang disebut EBM (Evidence Base Medicine).

Sehingga seolah-olah, dokter tersebut menjadi seorang marketer

industri farmasi tersebut.

2. Strategi Pemasaran dalam Bisnis Industri Farmasi ditinjau dari

Sudut Pandang Etika

a. Perusahaan farmasi yang menjalankan etika bisnis secara

berkelanjutan sebenarnya akan memiliki beberapa keuntungan,

antara lain :

* Bisnis ini akan meet demands of business stake holder, dimana

bisnis farmasi harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan

kepentingan semua pihak yang terkait yang berkepentingan

9

Page 11: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

(stakeholders) dijamin, diperhatikan, dan dihargai. bisa dilihat

juga secara jelas bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis yang

bisa berelevansi dalam interaksi bisnis dari sebuah bisnis

dengan berbagai pihak terkait. Misalnya, perusahaan yang

mampu menyejahterahkan karyawannya, maka secara etika

perusahaan ini telah bertanggung jawab dalam memperlakukan

karyawan secara beretika dan akhirnya mampu menciptakan

citra di masyarakat dan komunitas sebagai perusahaan yang

beretika. Dan saat suatu perusahaan mampu menjaga standar

standar etika di masyarakat, konsumen akan merespon hal

tersebut secara positif dan mampu meningkatkan profit

perusahaan. Sebagai contoh: perusahaan farmasi yang salah

dalam pembuatan obat, sehingga obat yang beredar di

masyarakat adalah obat yang rusak, maka peran QA dalam

suatu pabrik farmasi akan melakukan penarikan barang secara

keseluruhan pada no batch obat tersebut.

* Dalam etika bisnis sebagai enchance business performance,

dimana perusahaan yang mampu mengakomodir etika bisnis

secara berkelanjutan maka akan meningkatkan kualitas

karyawan, meningkatkan penjualan dan mendapatkan loyalitas

konsumen. Pada bisnis farmasi yang mampu menjaga etika

tidak hanya sekedar profit oriented, tapi mengutamakan patient

oriented, maka dampak etika bisa dirasakan langsung oleh

konsumen.

* Comply with regal requirements, etika bisnis seringkali juga

menjadi kebutuhan standar-standar hukum suatu perusahaan.

Bisnis farmasi di Indonesia, memliki beberapa landasan

diantaranya Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009,

dimana perusahaan bisnis farmasi memliki batasan dalam

10

Page 12: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

menjalankan bisnis farmasinya, seperti larangan hukum

mengedarkan narkoba, dsb. Selain itu juga masih ada berbagai

peraturan etika tentang hak konsumen.

* Prevent or minimize harm, dimana bisnis farmasi tidak boleh

melakukan kesalahan yang dapat merugikan masyarakat,

berbagai pihak yang berinteraksi dengan perusahaan dan

lingkungan sekitar. Misalnya limbah perushaan farmasi harus

mengikuti berbagai peraturan regulator sehingga tidak

mencemari dan berbahaya bagi lingkungan, karena limbah

pabrik farmasi jika tidak diproses terlebih dahulu memiliki

resiko merusak ekosistem lingkungan, sangat kesehatan

masyarakat sehingga berdampak pada citra perusahaan

menurun dan akhirnya menjadi merugikan.

* Promote personal morality, dimana bisnis setiap orang memiliki

persepsi dan pandangan yang berbeda – beda dalam hal etika.

Bisnis farmasi yang mampu menjangkau semua pemikiran

tersebut maka akan dapat menjalankan etika bisnis secara

maksimal. Karena jika hal ini tidak dijaga, maka tidak menutup

kemungkinan karyawan akan mengundurkan diri di karenakan

tidak setuju dengan persepsi etika perusahaan yang berbeda.

Begitu juga dengan konsumen, bila memliki sudut pandang

yang berbeda dengan perusahaan tentang etika, maka tidak

menutup kemungkinan, membuat loyalitas konsumen akan

menurun.

b. Analisa Problem Etika di Bisnis

Ada 5 nilai dalam kaitannya dengan etika yang berlaku umum yaitu :

tidak membahayakan, tidak memihak/adil, jujur, menghormati hak

orang lain dan melakukan tugas/tindakan secara bertanggung jawab.

11

Page 13: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

Berkaitan dengan 5 nilai tersebut, ada metoda penalaran etika yang

dapt digunakan untuk tujuan analisa strategi pemasaran obat di tinjau

dari sudut pandang etika.

a. Etika Moralitas

Etika dari masa ke masa memiliki sudut pandang yang berbeda-

beda. Tetapi bila kita melihat nilai moral terbaru yaitu dari

Robert Solomon (1942-2007) dimana moral yang baik adalah

yang memiliki karakter jujur, percaya dan ketabahan dan

dikaitkan dengan 5 nilai umum di atas, maka strategi penjualan

obat-obatan farmasi yang biasanya di mana tugas penjualan di

delegasikan kepada detailer, yang dilakukan dengan cara kolusi

bersama dengan dokter, rumah sakit maupun apotik akan dapat

menyebabkan nilai-nilai etika yang ada kemungkinan besar

dilanggar. Sebagai contoh untuk nilai moral ”Jujur ”. Ketika

detailer memberikan iming-iming suatu hal yang menggiurkan

bagi dokter dengan syarat bisa memenuhi target pemberian resep

kepada pasien dengan obat dari perusahaan tempat detailer

bekerja, maka dokter pun akan berusaha mencari pembenaran

bahwa pasien memang butuh obat tersebut meskipun tidak terlalu

membutuhkan dan seharusnya yang dibutuhkan untuk lebih

manjur adalah obat lain dengan harga yang bisa lebih murah.

Serta sebagai dokter kita juga telah melanggar kepercayaan

pasien karena mereka yakin bahwa kesembuhan pasien ada di

tangan dokter. Walaupun dari tindakan dokter tersebut tidak

membahayakan si pasien namun dokter tidak memiliki karakter

kejujuran, memihak kepada detailer serta tidak memiliki tindakan

bertanggung jawab dan menodai kepercayaan pasien. Hal ini

yang menyebabkan kolusi antara detailer dan dokter

kemungkinan besar akan menimbulkan masalah etika. Strategi-

12

Page 14: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

strategi yang lain dimana apabila industri farmasi membangun

kedekatan dengan instansi rumah sakit, dokter dengan

memberikan dukungan dalam bentuk dana untuk berbagai

keperluan instansi rumah sakit maupun dokter akan sangat dekat

sekali dengan perilaku yang menyimpang secara etika walaupun

secara bisnis hal itu tidaklah salah. Karena dengan membangun

kolusi atau hubungan terlalu dekat dapat menyebabkan konflik

kepentingan. Hal ini terjadi karena instansi rumah sakit ataupun

dokter akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu mendahulukan

pencapaian bonus yang di janjikan oleh industri farmasi bila

berhasil memenuhi target ataukah mengutamakan pasien

sehingga dapat sembuh kembali dengan biaya seefisien mungkin.

Dilema-dilema seperti ini yang memicu IPMG (International

Pharmaceutical Manufacturers Group) menyusun buku pedoman

yang mengatur tentang kode etik pemasaran produk farmasi.

Namun buku pedoman ini sangat lemah sekali karena sanksinya

hanya berupa sanksi moral tanpa adanya sanksi hukum yang

jelas. Buku pedoman ini juga tidak akan mengurangi kolusi

antara detailer dan dokter ataupun instansi rumah sakti karena

strategi ini sangat susah untuk dibuktikan.

b. Hak-hak Manusia

Hak-hak manusia yang paling dasar adalah hak untuk hidup,

aman, bebas berpendapat, kebebasan, mendapatkan informasi

yang benar, menghargai sesama. Manusia adalah makhluk yang

paling berharga. Sehingga dalam kasus kolusi antara detailer dan

dokter yang mengarah ke deal-deal tertentu adalah tidak beretika.

Karena dengan adanya deal tersebut, mereka tidak menghargai

sesama dalam hal ini adalah pasien, dimana pasien berhak

mendapatkan suatu obat yang benar-benar dibutuhkan mereka

13

Page 15: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

dengan harga paling ekonomis sehingga tidak makin

memberatkan pasien yang sudah menderita karena penyakitnya.

Juga ketika terjadi kolusi yang menjurus kearah negative, maka

biaya yang dikeluarkan untuk memanjakan dokter otomatis akan

dibebankan kepada konsumen melalui harga obat yang sangat

mahal. Hal ini didukung adanya peraturan Pemerintah Indonesia

yang hanya mengatur batas maksimal untuk obat generik namun

tidak mengatur batas harga obat paten. Celah ini dimanfaatkan

oleh detailer dan dokter dengan memberikan resep obat dengan

menyebutkan merek tertentu (obat tersebut merupakan obat

paten) ditambah dengan ketidaktahuan konsumen bahwa ada

alternatif yang lebih murah yaitu obat generik dengan kandungan

bahan aktif yang sama dengan obat paten tersebut, sehingga

konsumen terpaksa membeli obat dengan harga yang jauh lebih

mahal. Yang dikhawatirkan adalah, ketika yang membutuhkan

obat tersebut adalah masyarakat yang tidak mampu dan tidak

memiliki asuransi sehingga dengan terpaksa tidak membeli obat

yang diresepkan oleh dokter dan tidak berani bertanya kepada

dokter karena merasa kurang percaya diri sehingga berakibat

fatal/kematian pada individu tersebut, maka hal ini sungguh

sangat tidak beretika karena hak manusia untuk hidup, hak untuk

merasa aman dan kebebasan untuk memilih obat yang lebih

murah dengan tingkat kemanjuran yang sama telah dilanggar oleh

aktivitas kolusi antara detailer dan dokter tersebut. Hal ini juga

melanggar hak untuk mendapatkan informasi yang sebenar-

benarnya karena dokter tidak memberikan penjelasan yang

sebenar-benarnya (hanya penjelasan sepotong untuk

menjustifikasi bahwa obat yang diresepkan benar) mengenai obat

14

Page 16: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

apa yang sebenarnya perlu diminum demi kesembuhan pasien

nya.

c. Keadilan

Dengan adanya kolusi antara detailer dan dokter dimana secara

legal aspek tidak melanggar, namun dari sisi pasien akan

berpotensi memperoleh kerugian, apakah hal tersebut adil bagi

pasien ? Sehingga apakah bisa dikatakan kolusi tersebut

beretika ? Di tinjau dari sisi individu yang berperan dalam

industri obat maupun mitra pemasarannya, ketika penjualan obat

meningkat, maka karyawan dan pengusaha di industri obat akan

semakin sejatera begitu juga dokter yang menjadi mitranya,

namun di sisi yang lain, konsumen ataupun masyarakat pada

umumnya akan merasakan bebannya karena harga obat juga

dipengaruhi oleh budget yang dikeluarkan untuk aktivitas kolusi,

sehingga semakin mahal dan dapat menyebabkan tidak terbelinya

obat oleh pasien karena ketidakmampuan secara ekonomi.

Sumber dari SWA mengatakan bahwa untuk aktivitas promosi

dan pemasaran mengambil 10% dari penjualan dan untuk obat

ethical yaitu obat yang dilarang untuk diiklankan dialokasikan

sampai dengan 50% untuk aktivitas promosi dan pemasaran.

3. Analisa dan Kesimpulan

Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan diatas

antara lain :

a. Industri-industri farmasi PMA yang tergabung dalam

International Pharmaceuticals Manufacturer Group (IPMG)

membuat kode etik tentang pemasaran produk farmasi di Indonesia.

Aturan-aturan yang dikeluarkan meliputi materi promosi, prosedur

dan tanggung jawab perusahaan. Beberapa aturan yang diterapkan

15

Page 17: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

adalah dilarang memberikan uang atau sejenisnya kepada

professional medis dan sponsorship dan bantuan hanya boleh

diberikan kepada organisasi saja. Namun kode etik ini tidak

memiliki dampak hukum, tetapi hanya memberikan sanksi moral

dimana nama baik perusahaan tersebut akan tercemar di dunia

internasional dan hanya berupa pemberian surat peringatan atau

dikeluarkan dari keanggotaan saja.

b. Pada tanggal 11 Juni 2007 di gedung Departemen

Kesehatan, terjadi penandatanganan bersama mengenai etika

promosi obat antara Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI)

dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Penandatangan kesepakatan

tersebut selain dihadiri sejumlah pengusaha, pengurus IDI juga

dihadiri pemerintah yang diwakili oleh Drs. Richard Panjaitan Apt.,

SKM, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes.

Terdapat 7 poin yang disepakati yaitu beberapa di antaranya adalah :

- Dokter dilarang menjuruskan pasien membeli obat tertentu

- Dukungan indutri farmasi pada pertemuan ilmiah dokter tidak

boleh dikaitkan dengan kewajiban mempromosikan obat industri

farmasi tersebut.

- Industri farmasi dilarang memberikan honorarium kepada

dokter

- Donasi pada profesi kedokteran tidak boleh dikaitkan dengan

penulisan resep atau penggunaan produk dari industri farmasi

tertentu

Namun penandatangan bersama itu sifatnya adalah hanya untuk

mengingatkan saja. Tidak ada sanksi hukum yang mendukung

dibelakangnya. Sanksi nya hanya secara moral saja. Dan menurut

beberapa sumber majalah SWA, kesepakatan ini dibuat karena GPFI

dan IDI makin gerah, sebab muncul efek domino dari terjadinya

16

Page 18: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

pelanggaran etika menyebabkan harga obat melambung tinggi dan

ujungnya, konsumen berteriak keras selain itu juga muncul rumor

bahwa kesepakatan itu dibuat hanyalah karena akhir-akhir ini,

persaingan dalam memasarkan obat menjadi semakin tidak sehat,

dimana mereka jor-jor an memperebutkan dokter, rumah sakit,

apotik dan apoteker.

Kesimpulannya adalah selama tidak adanya sanksi hukum yang

mendukung terhadap cara-cara pemasaran obat, maka apabila hanya

mengandalkan kepedulian pemasaran yang beretika saja, maka

dilapangan akan masih banyak dijumpai praktik-praktik kolusi

karena dari sifat bisnis itu sendiri yaitu mencari keuntungan

semaksimal mungkin demi kelangsungan dan perkembangan

perusahaan.

Saran dari kelompok dimana elemen inti yang diperlukan dalam

membangun etika antara dokter dan perusahaan farmasi adalah:

Komitmen top management dan Lini Manager di bawahnya dalam

perusahaan farmasi adalah kunci dalam perusahaan dimana mereka

adalah pembuat keputusan yang akan dijalankan para pegawai,

dimana keputusan ini mempengaruhi tidakan pegawai, apakah

pegawai akan melakukan tindakan yang melanggar etika atau tidak.

Oleh karena itu moral pengambil keputusan harus dibangun sehingga

dapat lebih bertanggung jawab dalam mengambil keputusan-

keputausan dalam perusahaan farmasi. Selain itu medical

representative sebagai ujung tombak dalam pemasaran produk

farmasi juga harus dibangun kepribadiannya sehingga memiliki

integritas yang tinggi, berdedikasi, dan jujur. Membangun

kepribadian dapat dilakukan dengan training-training mengenai

17

Page 19: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

moralitas serta penyampaian komitmen dan kebijakan dari

pengambil keputusan dalam menjalankan bisnisnya.

Making ethics juga harus melibatkan pihak regulator atau Badan

POM dan Kementerian Kesehatan yang bisa melakukan Law

enforcement apabila terjadi penyimpangan terhadap etika dengan

sanksi yang jelas seperti menjalankan Peraturan Pemerintah 51 Pasal

24 Tahun 2009 dimana pemberian wewenang kepada apoteker untuk

mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang lebih murah

tetapi memiliki kemanjuran yang sama dengan persetujuan dokter

dan atau pasien. Dengan adanya kolaborasi antara dokter dan

apoteker diharapkan dapat mengurangi pelanggaran etika yang

terjadi dan masyarakat semakin diuntungkan.

18

Page 20: 93606115 Etika Bisnis Dalam Industri Farmasi

DAFTAR PUSTAKA

John R Boatright, Ethics and the Conduct of Business, 6th ed. Upper Saddle

River, NJ : Prentice Hall, 2009.

Etika Bisnis; tuntutan dan relevansinya. DR.A. Sonny Keraf. Jakarta;

Penerbit Kanisius,1998

http://bj.sisfo.net/art/artikel.php. diakses tanggal 7 april 2012

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp. diakses tanggal 7

april 2012

19