Top Banner
Sindrom Stevens-Jhonson Definisi Picture . patient of sindrom steven johnson Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ). Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi, 1982 : 480 ). 1
25

87429434 Sindrom Steven Johnson

Aug 12, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Sindrom Stevens-Jhonson

Definisi

Picture . patient of sindrom steven johnson

Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir

orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada

kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ).

Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi

kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi, 1982 : 480 ).

Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel /

bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan

dengan keadaan omom bervariasi dan baik sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 ).

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai Sindrom Stevens-Jhonson,

adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi

kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang

1

Page 2: 87429434 Sindrom Steven Johnson

disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi

yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).

2

Picture. Erythemamultiformedifferences, Stevens-Johnson Syndrome, Toxic EpidermalNecrolysis

Page 3: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Etiologi Sindrom Stevens-Jhonson

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap

sebagai penyebab, adalah :

a. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).

Penggunaan obat paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini

adalah sebagai berikut:

Carbamazepine (Tegretol – pengobatan anti kejang)

Cotrimoxazole (Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-

sulfazoxazole). Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk

mengatasi infeksi saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga

Sulfadoxine dan pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada

anak dipakai pada pasien dengan penyakit immunodefisiensi

b. Penyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi:

Viral: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch

fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV),

mononucleosis infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and

enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.

Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella

tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire,

Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia

tularemia and salmonella typhoid.

Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis.

rotozoa: malaria and trichomoniasis.

c. Neoplasma dan faktor endokrin

d. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)

3

Page 4: 87429434 Sindrom Steven Johnson

e. Makanan : coklat

Picture. Salisilat

Patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson

Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi

kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.

a. Reaksi hipersensitif tipe III

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro

presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil

yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran

( target- organ ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam

darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan.

Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam

jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan

menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini

4

Page 5: 87429434 Sindrom Steven Johnson

mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau

kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai

memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta

penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.

b.    b. Reaksi hipersensitif tipe IV

Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak

kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin

atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.

Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam

sampai 27 jam untuk terbentuknya.

Gambar bagan patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson

(Hipersensifif tipe III)

(Hipersensifif tipe IV)

Alergi Obat

Limfosit T tersintesisasi

Pengaktifan sel T Antigen antibodi aktivitas s.komplemen

Akumulasi Netrofil

Penghancuran sel-sel

5

Page 6: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Melepaskan Enzim

Kerusakan Enzim & menyebabkan kerusakan jaringan

Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya

bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita

dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal

berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

a. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal,

sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi

dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

b.  Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh

tubuh.lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula <10% disebut sindrom steven

Johnson, 10-30% disebut sindrom steven Johnson-toxic epidermolysis necroticans

(SJS-TEN), lebih dari 30% disebut toxic epidermolysis necroticans (TEN). Sekitar

80% TEN penyebabnya adalah obat.

c. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah.

Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran

mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra.

Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.  

d.  Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata

edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat

menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang

menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik

dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset

sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan

sampai 31 tahun.

Komplikasi

6

Page 7: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara

seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan

keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan

laksimasi.

Pemeriksaan Penunjang

Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan

diagnosis.

a. CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau

leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena

infusi bakteri.

b. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.

c. Tes lainya :

Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma

Adanya mikrosis sel epidermis

Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator

Diagnosa

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa,

mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk

target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan

laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman

serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau

sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil.Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan

C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar.Biopsi

kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa

kasus-kasus atipik.

Diagnosis Banding

7

Page 8: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis

hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk dari pada SSJ.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan

Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tanda kehilangan cairan

berat dan mesti diterapi sebagai pasien SSJ sama dengan pasien luka bakar.

Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.

Luka kulit diobati sebagai luka bakar.

Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas

hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.

Penatalaksanaan SSJ bersifat simtomatik dan suportif.Mengobati lesi pada mulut dangan

mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri.daerah yang mengalami

pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution

Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi.Obat penyebab

harus dihentikan.

Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.

Seluruh pengobatan harus dihentikan, khususnya yang diketahui menyebabkan reaksi SJS.

Penatalaksanaan awalnya sama dengan penanganan pasien dengan luka bakar, dan perawatan

lanjutan dapat berupa suportif (misalkan cairan intravena) dan simptomatik (misalkan

analgesik, dll), tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit ini.

Kompres saline atau Burow solution untuk menutupi luka kulit yang

terkelupas/terbuka.Alternatif lainnya untuk kulit adalah penggunaan calamine

lotion.Pengobatan dengan kortikosteroid masih kontroversial semenjak hal itu dapat

menyebabkan perburukan kondisi dan peningkatan resiko untuk terkena infeksi sekunder. Zat

lainnya yang digunakan, antara lain siklofosfamid dan siklosporin, namun tidak ada yang

berhasil.

Pemberian immunoglobulin intravena menunjukkan suatu hal yang menjanjikan dalam

mengurangi durasi reaksi alergi dan memperbaiki gejala. Pengobatan suportif lain diantaranya

penggunaan anestesi nyeri topikal dan antiseptic, yang dapat menjaga lingkungan tetap

hangat, dan penggunaan analgesic intravena. Seorang oftalmologis atau optometris harus

dikonsultasikan secepatnya,

8

Page 9: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Oleh karena SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam bola mata yang

kemudian menyebabkan vaskularisasi kornea dan terganggunya penglihatan, dan gangguan

mata lainnya. Diperlukan pula adanya program fisioterapi setelah pasien diperbolehkan

pulang dari rumah sakit.

Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40

mg sehari.Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara

tepat dan cepat.Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason

intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.Pasien steven-Johnson berat harus segera

dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan

umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara

cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason

intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan

harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian

obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan

Cl).Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500

mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari

kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan

nanadrolon.Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat

badan).

Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan

kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan

bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak

dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.Untuk itu

dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi

perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari

berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan

purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari

dan hemostatik.

9

Page 10: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Topikal

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase.Untuk lesi di kulit yang

erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

Infus dan Transfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukaratau

tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.

Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak

memberi perbaikan dalam 2 – 3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah banyak 300 cc

selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus

dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena

sehari dan hemostatik.

Prognosis

Steven-Johnsons Syndrome (dengan < 10% permukaan tubuh terlibat) memiliki angka

kematian sekitar 5%.Resiko kematian bisa diperkirakan dengan menggunakan skala

SCORTEN, dengan menggunakan sejumlah faktor prognostic yang dijumlahkan.Outcome

lainnya termasuk kerusakan organ dan kematian

Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)

Definisi

Nama lain – Sindrom Lyell, epidermolisis nekrotikan kombustiformis – adalah penyakit kulit

akut dan berat dengan gejala khas berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan

pada selaput lendir di orifisium dan mata.

Epidemiologi

1. Internasional : Insiden rata-rata necrolysis epidermal toksik adalah 0,5-1,4 kasus per juta

penduduk per tahun.

2. Rasio wanita-pria 1,6:1

10

Page 11: 87429434 Sindrom Steven Johnson

3. Semua kelompok usia bisa terkena tapi rata-rata 46-63 tahun lebih sering pada usia

lanjut karena kecenderungan penggunaan multiple medications

Etiologi

1. Alergi obat (drug-induce); penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide,

tertasiklin, analgesic/antipiretik (mis; derivate salisil/pirazolon, metamizon, metampiron,

dan parasetamol), klorpomazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu.

Atau bisa di golongkan sbb:

Antibakteri sulfonamides

Kloramfenikol

Makrolid (eritromisin)

Penisilin

Kuinolon (siprofloksasin,trovafloxacin)

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs

Fenilbutazon dan oxybutazone

Oxicams (piroksikam, tenoxicam) lebih sering

Ibuprofen, indometasin, sulindac, dan tolmetin

Anticonvulsants Antikonvulsan

Fenobarbital, fenitoin, carbamazepine, dan asam valproat

Lamotrigin

Allopurinol Allopurinol

Topical and systemic corticosteroids Topikal dan sistemik kortikosteroid

2. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),

3. Neoplasma,

4. Pasca vaksinasi,

5. Radiasi dan

6. Makanan

Penegakan diagnosis

Anamnesis

1. Gejala prodromal (2-3 hari)

11

Page 12: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Malaise, ruam, demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, sakit kepala, anoreksia,

mual dan muntah, dengan atau tanpa diare.

Ruam eritema, ada rasa terbakar, hangat, timbul bercak atau bintik yang awalnya

terpisah.

Mulai simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh tubuh dan lesi tadi

menjadi bergabung.

2. Setelah prodromal : Konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%)

biasanya berlangsung dari hari ke hari selama 3 minggu dan muncul sebelum terjadinya

peluruhan/pengelupasan penuh pada dermis.

3. Fase akut TEN (8-12 hari) : demam persisten, pengelupasan epidermis umum dan

keterlibatan selaput lendir Tampak pengelupasan kulit dalam lembaran-lembaran dan

meninggalkan karakteristik lembab, dan gundul pada dermis.

Pada fase ini biasanya eritema menghilang, tapi lesi pada mukosa memanjang hingga

1-3 minggu. Tapi lesi yang sudah necrolysis jarang berulang.

4. Nyeri generalisata pada ruam kulit.

5. Penurunan BB (akibat kurang gizi).

6. Riwayat pengobatan dan konsumsi obat-obatan.

7. Riwayat penyakit dan infeksi.

8. Riwayat makanan.

9. Bisa ada keluhan yang disebabkan komplikasi, seperti pneumonia, perdarahan

gastrointestinal, dll.

Terlihat krusta hemoragik pada bibir yang khas

Pemeriksaan Fisik

1. Sakit berat

2. Kesadaran menurun sampai koma

3. Demam sangat tinggi (hiperpireksia)

12

Page 13: 87429434 Sindrom Steven Johnson

4. Biasanya gagal napas akut

5. Hipotensi sekunder akibat hipovolemia

6. Takikardia

7. Kelainan kulit awal

Kelainan kulit mulai dari eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel

Timbul macula dan papul eritematosa kecil (morbiliformis) diserta bula yang lunak

(flaccid) yang dengan cepat meluas dan bergabung

Sampai terjadi erosi dan ekskoriasi

Purpura pada wajah, ekstremitas dan badan

8. Khas lesi pada TEN : terjadinya Epidermolisis epidermis terlepas dari dasarnya

(menyerupai luka bakar)

Mudah dilihat pada kulit yang sering terkena tekanan; punggung, aksila, dan bokong

Adanya anda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa yaitu jika kulit ditekan

dan digeser maka kulit akan terkelupas

9. Kelainan kulit sampai meliputi mukosa atau selaput lendir

Mata : konjungtivitis (umumnya terkena 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit)

Saluran pernapasan (Buccal, nasal, faring, dan trakeobronkial) dan saluran pencernaan

(Esophagus dan perineal) dapat terjadi penipisan dan erosi

Genitalia (Vagina, uretra, dan mukosa anus) juga mengalami penipisan dan erosi

Penipisan dan erosi mukosa biasanya mendahului sebelum terjadi nekrolisis epidermis

(sudah dijelaskan pada anamnesis)

10. Kuku terlepas

Pada sebagian pasien biasanya kelainan kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura tanpa

disertai erosi, vesikel, dan bula.

Pemeriksaan Penunjang

1. Tidak ada tes laboraorium yang spesifik kultur darah, kulit dan urin memantau

keadaan keseimbangan elektrolit, adanya gagal ginjal, dan sepsis

2. Biopsi - Analisis histopatologi diagnosis pasti : adanya nekrosis epitel epidermis dan

adanya infiltrasi secara limfasitik dan perivaskular terlihat pada dermis

3. Rontgen dada melihat keterlibatan paru ; bronkopneumonia, penyakit paru interstisial

difuse

13

Page 14: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Diagnosis Banding

1. SJS

2. Toxic shock syndrome

3. Dermatitis kontak akibat insektisida

4. Staphylococcus scalded skin syndrome

5. Akut generalized exanthematous pustlosys ; luka bakar akibat zat kimia, terbakar pada

mata, thermal burn

6. Eritema multiform

Penatalaksanaan

Terapi prehospital (mirip seperti menangani luka bakar)

1. Suplemen O2 dengan face-mask, intubasi endotrakeal bila ada apnea

2. Cegah hipotermia dengan rewarming device dan selimut

3. Pada severe TEN, minimalkan pencemaran dan penguapan pada kulit tutup pasien

dengan sterile coverings (penutup steril)

4. Control cairan daan status paru resusitasi cairan intravena

Perawatan di RS - UGD

1. Rawat di rumah sakit di ruang perawatan luka bakar yang steril dan lakukan perawatan

teliti untuk menghindari infeksi

2. Hentikan pemakaian obat-obatan yang dicurigai

3. Tujuan utama pengobatan:

a. Mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dengan resusitasi cairan pakai RL

atau kristaloid, bila perlu transfuse darah dengan mempertahankan tekanan darah

arteri (ABP>65 mmHg), tekanan vena sentral (CVP 8-12 mmHg),dan saturasi oksigen

(Svco2> 70%) untuk perfusi jaringan yang cukup dan perfusi ginjal cek keluaran

urin, fisiologi urin output 0,5-1 ml/kgBB/jam (pakai kateter folley)

b. Control suhu tubuh

c. Control nyeri pemberian analgesic yang memadai

d. Cegah infeksi sekunder

Balut daerah erosi kulit pembalut pelindung nonadherent seperti kasa minyak

bumi.

14

Page 15: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Pengobatan topical sulfadiazine perak (krim dermazin, silvadene) untuk

mencegah infeksi kuman gram negative dan positif

AB profilaksis diberi jika memang ada suspected sepsis atau staphylococcal

scalded skin syndrome.

4. Untuk TEN

a. Kortikosteroid berupa deksametason 4-6 x 5 mg sehari (seperti pada SSJ yang berat),

pada kasus yang sangat berat dapat diberikan deksametason 40 mg sehari. Tapi cegah

efek samping kortikosteroid dengan :

ACTH (synacyhen depot) dosis 1 mg/ minggu, diberikan hanya pada pemakaian

kortikosteroid jangka panjang.

Intravenous human immunoglobulin (IVIg) 16,5 gr IM seminggu setelah

pemberian kortikosteroid yang diulangi /minggu membantu mencegah

kerusakan lebih lanjut dari system kekebalan pada kulit.

b. Cyclosporine A

c. Plasmapheresis or hemodialysis

d. Anti-tumor necrosis factor anti-TNF monoclonal antibodies agent

e. Anti-apoptotic

Insulin & Insulin-like growth factor (IGF) ligand activating PKB (protein

kinase B)

Zinc mengintegrasikan struktur dan fungsi sel, antioksidan, dan membrane

stabilizer

Granulocyte colony-stimulating factor efektif pada TEN yang berhubungan

dengan leucopenia dan neutropenia

5. Terapi nutrisi karena ada kesulitan makan akibat lesi di daerah oral.

Perhatian

1. Kortikosteroid dapat menekan s.imun dan mencetus infeksi serius jadi harus dipantau

pemakaiannya jgn berlebih.

2. Pendekatan tim untuk diagnosis dan manajemen, melalui spesialis kulit,

dermatopathologist, ahli bedah luka bakar, dan sebuah intensivist.

Prognosis

Dubia ad malam

15

Page 16: 87429434 Sindrom Steven Johnson

Tingkat kematian diperkirakan 10-70%, tergantung pada agresivitas strategi

pengobatan.

Penyebab infeksi lebih baik prognosisnya ketimbang akibat alergi obat.

Jika sembuh, biasanya memiliki gejala sisa jangka panjang pada kulit (gangguan

pigmentasi 88% kasus)

Prediksi resiko kematian dengan (SCORTEN = severity of illness score TEN) :

Komplikasi

Kehilangan cairan/darah

Gangguan keseimbangan elektrolit

Syok

Sepsis

Kebutaan karena gangguan lakrimasi dan kekeringan

Perdarahan gastrointestinal

Pneumonia , bronkopneumonia

Inflamasi kronis; fibrosis, entropion, trichiasis, symblepharon

Nekrosis tubular akut akibat ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan

glomerulonefritis

Multi system organ failure (30%)

Hiperpigmentasi, hipopigmentasi

Perubahan pada kuku; Pigmentation nail, permanent anochya, dysthropic nail (50%)

Striktur esophagus, intestinal, bronchial, uretra, dan anal.

16

Page 17: 87429434 Sindrom Steven Johnson

17