Page 1
Sindrom Stevens-Jhonson
Definisi
Picture . patient of sindrom steven johnson
Syndrom Steven Johnson adalah Syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura. ( Djuanda, 1993 : 107 ).
Syndrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari eropsi
kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis ( Junadi, 1982 : 480 ).
Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel /
bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan
dengan keadaan omom bervariasi dan baik sampai buruk. ( Mansjoer, A, 2000 : 136 ).
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai Sindrom Stevens-Jhonson,
adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi
kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang
1
Page 2
disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi
yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM) (Adithan,2006).
2
Picture. Erythemamultiformedifferences, Stevens-Johnson Syndrome, Toxic EpidermalNecrolysis
Page 3
Etiologi Sindrom Stevens-Jhonson
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap
sebagai penyebab, adalah :
a. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ).
Penggunaan obat paling sering pada anak yang berkaitan dengan timbulnya sindrom ini
adalah sebagai berikut:
Carbamazepine (Tegretol – pengobatan anti kejang)
Cotrimoxazole (Septra, Bactrim dan berbagai nama generik dari trimethoprim-
sulfazoxazole). Ini adalah golongan sulfa antibiotik yang digunakan untuk
mengatasi infeksi saluran kemih dan mencegah infeksi pada telinga
Sulfadoxine dan pyrimethamine, digunakan sebagai pengobatan malaria dan pada
anak dipakai pada pasien dengan penyakit immunodefisiensi
b. Penyakit infeksi yang telah dilaporkan dapat menyebabkan sindrom ini meliputi:
Viral: herpes simplex virus (HSV)1 dan 2, HIV, Morbili, Coxsackie, cat-scratch
fever, influenza, hepatitis B, mumps, lymphogranuloma venereum(LGV),
mononucleosis infeksiosa, Vaccinia rickettsia dan variola. Epstein-Barr virus and
enteroviruses diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya sindrom ini pada anak.
Bakteri: termasuk kelompok A beta haemolytic streptococcus, cholera, Fracisella
tularensis, Yersinia, diphtheria, proteus, pneumokokus, Vincent agina, Legionaire,
Vibrio parahemolitikus brucellosis, mycobacteriae, mycoplasma pneumonia
tularemia and salmonella typhoid.
Jamur: termasuk coccidioidomycosis, dermatophytosis dan histoplasmosis.
rotozoa: malaria and trichomoniasis.
c. Neoplasma dan faktor endokrin
d. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
3
Page 4
e. Makanan : coklat
Picture. Salisilat
Patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson
Sindrom Stevens-Jhonson merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi
kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.
a. Reaksi hipersensitif tipe III
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro
presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil
yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran
( target- organ ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam
darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan.
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini
4
Page 5
mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau
kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai
memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
b. b. Reaksi hipersensitif tipe IV
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak
kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin
atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam
sampai 27 jam untuk terbentuknya.
Gambar bagan patofisiologi Sindrom Stevens-Jhonson
(Hipersensifif tipe III)
(Hipersensifif tipe IV)
Alergi Obat
Limfosit T tersintesisasi
Pengaktifan sel T Antigen antibodi aktivitas s.komplemen
Akumulasi Netrofil
Penghancuran sel-sel
5
Page 6
Melepaskan Enzim
Kerusakan Enzim & menyebabkan kerusakan jaringan
Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita
dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal
berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
a. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal,
sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi
dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
b. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh
tubuh.lesi yang spesifik berupa lesi target, bila bula <10% disebut sindrom steven
Johnson, 10-30% disebut sindrom steven Johnson-toxic epidermolysis necroticans
(SJS-TEN), lebih dari 30% disebut toxic epidermolysis necroticans (TEN). Sekitar
80% TEN penyebabnya adalah obat.
c. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah.
Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran
mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra.
Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
d. Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata
edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang
menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik
dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset
sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan
sampai 31 tahun.
Komplikasi
6
Page 7
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumia yang didapati sejumlah 80 % diantara
seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan
keseimbangan cairan elektrolit dan syok pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan
laksimasi.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membeku dalam menegakkan
diagnosis.
a. CBC ( complek blood count ) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau
leukositosis non spesifik, peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebabkan karena
infusi bakteri.
b. Kultur darah, urin dan luka merupakan indikasi bila dicurigai, penyebab infeksi.
c. Tes lainya :
Biopsi kulit memperlihatkan luka superiderma
Adanya mikrosis sel epidermis
Infiltrasi limposit pada daerah ferifaskulator
Diagnosa
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa,
mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk
target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman
serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau
sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil.Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan
C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar.Biopsi
kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa
kasus-kasus atipik.
Diagnosis Banding
7
Page 8
Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis
hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk dari pada SSJ.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Perawatan prehospital: paramedis harus mengetahui adanya tanda-tanda kehilangan cairan
berat dan mesti diterapi sebagai pasien SSJ sama dengan pasien luka bakar.
Perawatan gawatdarurat harus diberikan penggantian cairan dan koreksi elektrolit.
Luka kulit diobati sebagai luka bakar.
Pasien SSJ semestinya diberikan perhatian khusus mengenai jalan nafas dan stabilitas
hemodinamik, status cairan, perawatn luka dan kontrol nyeri.
Penatalaksanaan SSJ bersifat simtomatik dan suportif.Mengobati lesi pada mulut dangan
mouthwashes, anestesi topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri.daerah yang mengalami
pengelupasan harus dilindungi dengan kompres salin atau burrow solution
Penyakit yang mendasari dan infeksi sekunder perlu diidentifikasi dan diterapi.Obat penyebab
harus dihentikan.
Penggunaan obat-obat steroid sistemik masih kontroversial.
Seluruh pengobatan harus dihentikan, khususnya yang diketahui menyebabkan reaksi SJS.
Penatalaksanaan awalnya sama dengan penanganan pasien dengan luka bakar, dan perawatan
lanjutan dapat berupa suportif (misalkan cairan intravena) dan simptomatik (misalkan
analgesik, dll), tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit ini.
Kompres saline atau Burow solution untuk menutupi luka kulit yang
terkelupas/terbuka.Alternatif lainnya untuk kulit adalah penggunaan calamine
lotion.Pengobatan dengan kortikosteroid masih kontroversial semenjak hal itu dapat
menyebabkan perburukan kondisi dan peningkatan resiko untuk terkena infeksi sekunder. Zat
lainnya yang digunakan, antara lain siklofosfamid dan siklosporin, namun tidak ada yang
berhasil.
Pemberian immunoglobulin intravena menunjukkan suatu hal yang menjanjikan dalam
mengurangi durasi reaksi alergi dan memperbaiki gejala. Pengobatan suportif lain diantaranya
penggunaan anestesi nyeri topikal dan antiseptic, yang dapat menjaga lingkungan tetap
hangat, dan penggunaan analgesic intravena. Seorang oftalmologis atau optometris harus
dikonsultasikan secepatnya,
8
Page 9
Oleh karena SJS sering menyebabkan pembentukan jaringan parut di dalam bola mata yang
kemudian menyebabkan vaskularisasi kornea dan terganggunya penglihatan, dan gangguan
mata lainnya. Diperlukan pula adanya program fisioterapi setelah pasien diperbolehkan
pulang dari rumah sakit.
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40
mg sehari.Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara
tepat dan cepat.Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason
intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.Pasien steven-Johnson berat harus segera
dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan
umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara
cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan
harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian
obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan
Cl).Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500
mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan
nanadrolon.Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat
badan).
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan
kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan
bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak
dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.Untuk itu
dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari
berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan
purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari
dan hemostatik.
9
Page 10
Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase.Untuk lesi di kulit yang
erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
Infus dan Transfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan / elektron dan nutrisi penting karena pasien sukaratau
tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun.
Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan darrow. Bila terapi tidak
memberi perbaikan dalam 2 – 3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah banyak 300 cc
selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus
dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena
sehari dan hemostatik.
Prognosis
Steven-Johnsons Syndrome (dengan < 10% permukaan tubuh terlibat) memiliki angka
kematian sekitar 5%.Resiko kematian bisa diperkirakan dengan menggunakan skala
SCORTEN, dengan menggunakan sejumlah faktor prognostic yang dijumlahkan.Outcome
lainnya termasuk kerusakan organ dan kematian
Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
Definisi
Nama lain – Sindrom Lyell, epidermolisis nekrotikan kombustiformis – adalah penyakit kulit
akut dan berat dengan gejala khas berupa epidermolisis yang menyeluruh, disertai kelainan
pada selaput lendir di orifisium dan mata.
Epidemiologi
1. Internasional : Insiden rata-rata necrolysis epidermal toksik adalah 0,5-1,4 kasus per juta
penduduk per tahun.
2. Rasio wanita-pria 1,6:1
10
Page 11
3. Semua kelompok usia bisa terkena tapi rata-rata 46-63 tahun lebih sering pada usia
lanjut karena kecenderungan penggunaan multiple medications
Etiologi
1. Alergi obat (drug-induce); penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide,
tertasiklin, analgesic/antipiretik (mis; derivate salisil/pirazolon, metamizon, metampiron,
dan parasetamol), klorpomazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu.
Atau bisa di golongkan sbb:
Antibakteri sulfonamides
Kloramfenikol
Makrolid (eritromisin)
Penisilin
Kuinolon (siprofloksasin,trovafloxacin)
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Fenilbutazon dan oxybutazone
Oxicams (piroksikam, tenoxicam) lebih sering
Ibuprofen, indometasin, sulindac, dan tolmetin
Anticonvulsants Antikonvulsan
Fenobarbital, fenitoin, carbamazepine, dan asam valproat
Lamotrigin
Allopurinol Allopurinol
Topical and systemic corticosteroids Topikal dan sistemik kortikosteroid
2. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),
3. Neoplasma,
4. Pasca vaksinasi,
5. Radiasi dan
6. Makanan
Penegakan diagnosis
Anamnesis
1. Gejala prodromal (2-3 hari)
11
Page 12
Malaise, ruam, demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, sakit kepala, anoreksia,
mual dan muntah, dengan atau tanpa diare.
Ruam eritema, ada rasa terbakar, hangat, timbul bercak atau bintik yang awalnya
terpisah.
Mulai simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh tubuh dan lesi tadi
menjadi bergabung.
2. Setelah prodromal : Konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%)
biasanya berlangsung dari hari ke hari selama 3 minggu dan muncul sebelum terjadinya
peluruhan/pengelupasan penuh pada dermis.
3. Fase akut TEN (8-12 hari) : demam persisten, pengelupasan epidermis umum dan
keterlibatan selaput lendir Tampak pengelupasan kulit dalam lembaran-lembaran dan
meninggalkan karakteristik lembab, dan gundul pada dermis.
Pada fase ini biasanya eritema menghilang, tapi lesi pada mukosa memanjang hingga
1-3 minggu. Tapi lesi yang sudah necrolysis jarang berulang.
4. Nyeri generalisata pada ruam kulit.
5. Penurunan BB (akibat kurang gizi).
6. Riwayat pengobatan dan konsumsi obat-obatan.
7. Riwayat penyakit dan infeksi.
8. Riwayat makanan.
9. Bisa ada keluhan yang disebabkan komplikasi, seperti pneumonia, perdarahan
gastrointestinal, dll.
Terlihat krusta hemoragik pada bibir yang khas
Pemeriksaan Fisik
1. Sakit berat
2. Kesadaran menurun sampai koma
3. Demam sangat tinggi (hiperpireksia)
12
Page 13
4. Biasanya gagal napas akut
5. Hipotensi sekunder akibat hipovolemia
6. Takikardia
7. Kelainan kulit awal
Kelainan kulit mulai dari eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel
Timbul macula dan papul eritematosa kecil (morbiliformis) diserta bula yang lunak
(flaccid) yang dengan cepat meluas dan bergabung
Sampai terjadi erosi dan ekskoriasi
Purpura pada wajah, ekstremitas dan badan
8. Khas lesi pada TEN : terjadinya Epidermolisis epidermis terlepas dari dasarnya
(menyerupai luka bakar)
Mudah dilihat pada kulit yang sering terkena tekanan; punggung, aksila, dan bokong
Adanya anda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa yaitu jika kulit ditekan
dan digeser maka kulit akan terkelupas
9. Kelainan kulit sampai meliputi mukosa atau selaput lendir
Mata : konjungtivitis (umumnya terkena 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit)
Saluran pernapasan (Buccal, nasal, faring, dan trakeobronkial) dan saluran pencernaan
(Esophagus dan perineal) dapat terjadi penipisan dan erosi
Genitalia (Vagina, uretra, dan mukosa anus) juga mengalami penipisan dan erosi
Penipisan dan erosi mukosa biasanya mendahului sebelum terjadi nekrolisis epidermis
(sudah dijelaskan pada anamnesis)
10. Kuku terlepas
Pada sebagian pasien biasanya kelainan kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura tanpa
disertai erosi, vesikel, dan bula.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tidak ada tes laboraorium yang spesifik kultur darah, kulit dan urin memantau
keadaan keseimbangan elektrolit, adanya gagal ginjal, dan sepsis
2. Biopsi - Analisis histopatologi diagnosis pasti : adanya nekrosis epitel epidermis dan
adanya infiltrasi secara limfasitik dan perivaskular terlihat pada dermis
3. Rontgen dada melihat keterlibatan paru ; bronkopneumonia, penyakit paru interstisial
difuse
13
Page 14
Diagnosis Banding
1. SJS
2. Toxic shock syndrome
3. Dermatitis kontak akibat insektisida
4. Staphylococcus scalded skin syndrome
5. Akut generalized exanthematous pustlosys ; luka bakar akibat zat kimia, terbakar pada
mata, thermal burn
6. Eritema multiform
Penatalaksanaan
Terapi prehospital (mirip seperti menangani luka bakar)
1. Suplemen O2 dengan face-mask, intubasi endotrakeal bila ada apnea
2. Cegah hipotermia dengan rewarming device dan selimut
3. Pada severe TEN, minimalkan pencemaran dan penguapan pada kulit tutup pasien
dengan sterile coverings (penutup steril)
4. Control cairan daan status paru resusitasi cairan intravena
Perawatan di RS - UGD
1. Rawat di rumah sakit di ruang perawatan luka bakar yang steril dan lakukan perawatan
teliti untuk menghindari infeksi
2. Hentikan pemakaian obat-obatan yang dicurigai
3. Tujuan utama pengobatan:
a. Mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dengan resusitasi cairan pakai RL
atau kristaloid, bila perlu transfuse darah dengan mempertahankan tekanan darah
arteri (ABP>65 mmHg), tekanan vena sentral (CVP 8-12 mmHg),dan saturasi oksigen
(Svco2> 70%) untuk perfusi jaringan yang cukup dan perfusi ginjal cek keluaran
urin, fisiologi urin output 0,5-1 ml/kgBB/jam (pakai kateter folley)
b. Control suhu tubuh
c. Control nyeri pemberian analgesic yang memadai
d. Cegah infeksi sekunder
Balut daerah erosi kulit pembalut pelindung nonadherent seperti kasa minyak
bumi.
14
Page 15
Pengobatan topical sulfadiazine perak (krim dermazin, silvadene) untuk
mencegah infeksi kuman gram negative dan positif
AB profilaksis diberi jika memang ada suspected sepsis atau staphylococcal
scalded skin syndrome.
4. Untuk TEN
a. Kortikosteroid berupa deksametason 4-6 x 5 mg sehari (seperti pada SSJ yang berat),
pada kasus yang sangat berat dapat diberikan deksametason 40 mg sehari. Tapi cegah
efek samping kortikosteroid dengan :
ACTH (synacyhen depot) dosis 1 mg/ minggu, diberikan hanya pada pemakaian
kortikosteroid jangka panjang.
Intravenous human immunoglobulin (IVIg) 16,5 gr IM seminggu setelah
pemberian kortikosteroid yang diulangi /minggu membantu mencegah
kerusakan lebih lanjut dari system kekebalan pada kulit.
b. Cyclosporine A
c. Plasmapheresis or hemodialysis
d. Anti-tumor necrosis factor anti-TNF monoclonal antibodies agent
e. Anti-apoptotic
Insulin & Insulin-like growth factor (IGF) ligand activating PKB (protein
kinase B)
Zinc mengintegrasikan struktur dan fungsi sel, antioksidan, dan membrane
stabilizer
Granulocyte colony-stimulating factor efektif pada TEN yang berhubungan
dengan leucopenia dan neutropenia
5. Terapi nutrisi karena ada kesulitan makan akibat lesi di daerah oral.
Perhatian
1. Kortikosteroid dapat menekan s.imun dan mencetus infeksi serius jadi harus dipantau
pemakaiannya jgn berlebih.
2. Pendekatan tim untuk diagnosis dan manajemen, melalui spesialis kulit,
dermatopathologist, ahli bedah luka bakar, dan sebuah intensivist.
Prognosis
Dubia ad malam
15
Page 16
Tingkat kematian diperkirakan 10-70%, tergantung pada agresivitas strategi
pengobatan.
Penyebab infeksi lebih baik prognosisnya ketimbang akibat alergi obat.
Jika sembuh, biasanya memiliki gejala sisa jangka panjang pada kulit (gangguan
pigmentasi 88% kasus)
Prediksi resiko kematian dengan (SCORTEN = severity of illness score TEN) :
Komplikasi
Kehilangan cairan/darah
Gangguan keseimbangan elektrolit
Syok
Sepsis
Kebutaan karena gangguan lakrimasi dan kekeringan
Perdarahan gastrointestinal
Pneumonia , bronkopneumonia
Inflamasi kronis; fibrosis, entropion, trichiasis, symblepharon
Nekrosis tubular akut akibat ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan
glomerulonefritis
Multi system organ failure (30%)
Hiperpigmentasi, hipopigmentasi
Perubahan pada kuku; Pigmentation nail, permanent anochya, dysthropic nail (50%)
Striktur esophagus, intestinal, bronchial, uretra, dan anal.
16