Top Banner
1 KASUS 2 Seorang mahasiswa 18 tahun laki-laki dirawat di rumah sakit karena demam dan sakit perut. Mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan. Hasil X-Ray menunjukkan dada dan abdomen normal. Leukosit 24.000/μL dan tes laboratorium lain meliputi tes fungsi hati, pancreas, dan fungsi ginjal menunjukkan hasil normal. Pasien pulang kembali ke rumah tetapi nyeri abdomen dan muntah terus menerus dan suhu tubuh 38 0 C. Kemudian pasien kembali lagi ke rumah sakit, tidak ada riwayat penggunaan alcohol, pengobatan trauma atau infeksi. Hasil pengkajian menunjukkan: temperature 38 0 C, nadi 100x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan fisik tampak sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada abdomen. Paru-paru dan jantung normal, abdomen tampak distensi, nyeri difus pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat dipalpasi kaku dengan palpasi. Bising usus kurang terdengar dan frekuensi dibawah normal. Hasil laboratorium: hematokrit 45%, leukosit 20.000/μL, serum amylase normal, tes fungsi hati, elektrolit dan fungsi ginjal normal. Dari CT-Scan memperlihatkan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi kedalam pelvis. Kemudian pasien dibawa ke ruang operasi. Pada pembedahan tampak apendik berlubang dengan abses periapendik meluas ke daerah panggul 300 mL berbau busuk. Pasien dipasang ileustomy. Diobati dengan gentamisin, ampisilin, dan metronidazol selama 2 minggu. Hasil kultur cairan abses E. coli, Bakterioide fragile, Viridians streptococci, dan enterococci. STEP 1 1. Abses? (Mentari) Jawab : Kerusakan jaringan (Azmi) Keluarnya nanah (Wiwi) 2. Difus? (Hannifah) Jawab : Menyebar (Maryam)
39

86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

Jan 21, 2016

Download

Documents

Tywa Leo
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

1

KASUS 2

Seorang mahasiswa 18 tahun laki-laki dirawat di rumah sakit karena demam dan

sakit perut. Mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan.

Hasil X-Ray menunjukkan dada dan abdomen normal. Leukosit 24.000/µL dan tes

laboratorium lain meliputi tes fungsi hati, pancreas, dan fungsi ginjal menunjukkan hasil

normal. Pasien pulang kembali ke rumah tetapi nyeri abdomen dan muntah terus menerus

dan suhu tubuh 380 C.

Kemudian pasien kembali lagi ke rumah sakit, tidak ada riwayat penggunaan alcohol,

pengobatan trauma atau infeksi. Hasil pengkajian menunjukkan: temperature 380 C, nadi

100x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan fisik tampak

sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada abdomen. Paru-paru dan jantung normal,

abdomen tampak distensi, nyeri difus pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat

dipalpasi kaku dengan palpasi. Bising usus kurang terdengar dan frekuensi dibawah normal.

Hasil laboratorium: hematokrit 45%, leukosit 20.000/µL, serum amylase normal, tes

fungsi hati, elektrolit dan fungsi ginjal normal. Dari CT-Scan memperlihatkan terkumpul

cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi kedalam pelvis.

Kemudian pasien dibawa ke ruang operasi. Pada pembedahan tampak apendik

berlubang dengan abses periapendik meluas ke daerah panggul 300 mL berbau busuk.

Pasien dipasang ileustomy. Diobati dengan gentamisin, ampisilin, dan metronidazol selama

2 minggu. Hasil kultur cairan abses E. coli, Bakterioide fragile, Viridians streptococci, dan

enterococci.

STEP 1

1. Abses? (Mentari)

Jawab : Kerusakan jaringan (Azmi)

Keluarnya nanah (Wiwi)

2. Difus? (Hannifah)

Jawab : Menyebar (Maryam)

Page 2: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

2

3. Ileustomy? (Lilis)

Jawab : Pembedahan pengangkatan ileus (Putri)

4. Periapendiks? (Wiwi)

Jawab : Disekitar atau disekeliling apendiks (Hannifah)

5. Distensi? (Azmi)

Jawab : Penekanan (Maryam)

Teregang (Mentari)

6. Metronidazol? (Sherly)

Jawab : Salah satu jenis antibiotic (Agustian)

Obat untuk mengatasi fungi (Putri)

7. Viridians streptococci? (Sherly)

Jawab : Jenis bakteri yang dapat menginfeksi tubuh (Agustian)

8. Enterococci? (Putri)

Jawab : Bakteri yang menginfeksi tubuh dan tidak seharusnya berada di tubuh (Azmi)

9. Periumbilical? (Maryam)

Jawab : Disekitar atau disekeliling umbilicus (Hannifah)

10. Ekstensi? (Mentari)

Jawab : Cairan yang menggumpal memanjang (Putri)

STEP 2

1. Mengapa nyerinya difus? (Azmi)

2. Apa yang menyebabkan selalu muntah? (Mentari)

3. Penyebab cairan terkumpul di kuadran kanan bawah sampai pelvis? (Putri)

4. Kenapa apendiks berlubang? (Maryam)

5. Mengapa leukosit turun? (Agustian)

6. Mengapa abdomen kaku pada saat palpasi? (Wiwi)

7. Diagnosa medis? (Sherly)

8. Penyebab bau busuk? (Lilis)

9. Penyebab bising usus tidak terdengar? (Mentari)

10. Indikasi ileustomy? (Maryam)

Page 3: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

3

11. Peran perawat? (Wiwi)

12. Penatalaksanaan pascaoperasi? (Lilis)

13. Manfaat obat-obatan yang dikonsumsi klien? Dan adakah obat lain? (Sherly)

14. Penatalaksanaan selain ileustomy? (Mentari)

15. Etiologi penyakit? (Azmi)

16. Faktor resiko? (Putri)

17. Data laboratorium normal? Dan mengapa tidak ada komplikasi pada daerah sekitar?

(Wiwi)

18. Kenapa hasil kultur cairan terdapat bakteri-bakteri seperti pada kasus? (Sherly)

19. Indikasi operasi? (Nisa)

20. Pertimbangan pre dan post operasi? (Ibu Ovi)

STEP 3 dan 4

1. Karena pengobatan yang tertunda, sehingga abses dan penyakitnya meluas (Wiwi)

2. Karena adanya radang pada abdomen, sehingga proses pencernaan terganggu, lalu

terjadi penekanan kembali ke atas esophagus, jadi makanan keluar kembali (Wiwi)

Karena adanya radang, menyebabkan suplai darah berkurang ke daerah lain,

sehingga proses pencernaan terganggu, sehingga terjadi muntah (Nisa)

3. – (LO)

4. Adanya feses yang terjebak di apendiks terlalu lama, sehingga apendiks menjadi

rusak, kemudian berlubang (Putri)

Karena inflamasi, sehingga apendiks kekurangan suplai darah, dan menyebabkan

apendiks gangrene, sehingga berlubang (Mentari)

5. Karena sel darah putih banyak yang mati ketika melawan bakteri (Putri)

6. Karena adanya massa pada abdomen (Sherly)

Karena adanya inflamasi (Maryam)

7. Apendiksitis (Nisa)

Abses apendiks (Agustian)

8. Karena abses yang lama dibiarkan, maka terjadilah respons inflamasi, sehingga

menyebabkan bau (Mentari)

9. Karena adanya penumpukan cairan (Wiwi)

10. Agar abses tidak menyebar ke daerah sekitar (Hannifah)

Page 4: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

4

11. Perawat sebagai care provider dan counselor (Azmi)

Perawat sebagai kolaborator bersama petugas medis lain (Lilis)

12. (Isi sama dengan no. 20)

13. Karena kurangnya aktivitas (Mentari)

14. – (LO)

15. – (LO)

16. – (LO)

17. Tidak adanya komplikasi pada daerah sekitar dikarenakan apendiks merupakan

organ lokal, bukan sistemik, sehingga tidak menyebar ke organ lain (Mentari)

18. Karena bakteri yang terdapat dalam feses terjebak di apendiks (Mentari)

19. Agar abses tidak meluas (Agustian)

20. Pre operasi : skin test (Nisa)

Pengkajian TTV harus normal dan melakukan puasa (Agustian)

X-Ray paru dan jantung dan melakukan pendekatan dengan klien

(Hannifah)

Post operasi : perawatan luka dan pemberian antibiotic secara teratur (Azmi)

STEP 5

Mind Map

Tanda dan Gejala

Diagnosa Medis

KONSEP

1.Definisi

2.Etiologi

3.Manifestasi Kinis

4.Klasifikasi

5.Komplikasi

6.Pencegahan

7.Prognosis

8.Faktor Resiko

PENATALAKSANAAN

1.Pemeriksaan Diagnostik

2.Farmakologi

3.Non-Farmakologi

4.Pembedahan

PATOFISIOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

2.Analisa Data

3.Diagnosa Kepewatan

dan Nursing Care Plan/

Intervensi Keperawatan

LO

Asuhan Keperawatan Pre

dan Post Operasi

Page 5: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

5

A. KONSEP

1. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membran serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut

maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada

palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritoneum adalahselaput tipis

dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.

Peritonitis adalahinflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder,

kronis atau akut yang diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau

kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus (misal:sirosis dengan acites, sistem

urinarius) sekunder inflamasi dari saluran GI, ovarium/uterus, cedera traumatik atau

kontaminasi bedah.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang

melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering

disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti

rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang

steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung

dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar, yang

seing menginfeksi biasanya bakteri yang hidup pada kolon. Pada wanita sangat

dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau

rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

2. Etiologi

- Infeksi bakteri di peritoneum

- Inflamasi zat kimiawi

- Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi yang sering menyebabkan

peritonitis adalah perforasi lambung usus, kadang empedu atau apendiks. Sebenarnya

peritoneum ini sangat kebal terhadap infeksi, jika penyabaran tidak terjadi terus

menerus tidak akan terjadi peritonitis, dan peritonitis cenderung mengalami

penyembuhan bila diobati

- Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual

Page 6: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

6

- Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis

kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlomidia)

- Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (acites) dan

mengalami infeksi

- Peritonitis dapat terjadi setelah melakukan suatu pembedahan. Cedera pada kandung

empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan

bakteri kedalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk

menyambungkan bagian usus

- Dianalisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.

Penyebab biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan didalam perut

- Iritasi tanpa infeksi, misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk

bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa

infeksi

- Luka pada dinding perut seperti karena pisau/luka tembak

- Robeknya kehamilan ektopik

3. Manifestasi Klinik

- Mual

- Muntah

- Demam tinggi (39.4 C)

- Nyeri tumpul di abdomen

- Bisa terbentuk beberapa abses

- Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pipa jaringan

(perlengketan,adhesi) yang dapat menyumbat usus

- Dehidrasi

- Nyeri tajam saat bergerak/batuk

- Nyeri menyebar ke bahu

- Itirasi diafragma

- Distensi abdomen

- Adanya nyeri lepas saat di palpasi

- Suara bising usus menghilang

- Diare

Page 7: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

7

- Disuria bila peritonitis pelvik

- Rigiditas abdominal

- Oerubahan kebiasaan usus (konstipasi)

- Anoreksia

- Kulit dingin

- Motilitas intenstinal menurun

- Meningkatnya produksi keringat

- Cegukan

- Hipokalemia

- Hipotensi

- Pucat

- Ileus paralitik

- Napas dangkal

- Takikardi

- Malaise / kelelahan

- Nyeri abdomen mendadak parah, difusi

4. Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peritonitis bakterial primer.

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang

berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,

imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,

lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal

atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan

Page 8: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

8

peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya

infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh

bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis.

3. Peritonitis non bakterial akut

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

4. Peritonitis bakterial kronik (tuberkulosa)

Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau

tractus urinarius.

5. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)

Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan

granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat

terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter.

Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.

5. Komplikasi

Komplikasi dari peritonitis adalah penyakit sekunder atau gejala. Jika tidak ditangani

dengan baik dan awal, peritonitis dapat memiliki banyak komplikasi seperti:

Peristaltik isi usus berhenti bergerak.

Ileus paralitik; yang berarti penyumbatan usus.

Asites : Cairan dari kebocoran aliran darah ke rongga perut terjadi karena karena

faktor antibakteri menurun dalam cairan asites seperti pelengkap .

Dehidrasi: kekurangan yang berlebihan cairan dan mineral dari tubuh. Akibat cairan

yang bergeser ke dalam rongga peritoneum, dapat menyebabkan dehidrasi berat dan

ketidakseimbangan elektrolit.

Page 9: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

9

Shock septic: tubuh tidak memiliki cukup darah. Syok septik adalah jenis sepsis yang

menyebabkan penurunan besar dalam tekanan darah. Hal ini menyebabkan gejala-gejala

syok, seperti:

dingin kulit

detak jantung meningkat

Bakteri Gram-negatif adalah penyebab paling umum infeksi yang luar biasa

menyebabkan syok septik. Namun, baru-baru ini telah terjadi meningkatnya insiden infeksi

berat ( sepsis ) dan syok septik disebabkan bakteri gram positif dan infeksi jamur.

Mikroorganisme ini memproduksi zat beracun berbagai yang bertanggung jawab untuk

memicu serangkaian peristiwa yang disebut respon inflamasi.

Bakteri Gram-negatif (yaitu, Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, Serratia,

Pseudomonas, Bacteroides, Proteus) memproduksi zat yang disebut endotoksin sebuah.

Bakteri Gram positif (yaitu, Staphylococcus aureus) memproduksi racun yang dikenal

sebagai leukocidin, yang diduga merusak sel-sel darah putih yang sangat penting untuk

sistem kekebalan tubuh. Kedua endotoksin dan leukocidin meningkatkan kelangsungan

hidup bakteri atau jamur. Selain itu, mereka bertanggung jawab untuk memicu serangkaian

reaksi fisiologis yang akhirnya mengakibatkan shock dan komplikasi yang terkait

(derangements metabolik, kegagalan organ, gangguan perdarahan, dll). Asal-usul anatomi

yang paling umum dari infeksi menyebabkan syok septik adalah saluran pernapasan bagian

bawah (25%), saluran kemih (25%), jaringan lunak (15%), dan saluran pencernaan (15%)

(Sharma).

Sepsis dapat mengganggu banyak proses vital tubuh, termasuk tekanan darah,

pernapasan dan fungsi organ, dan dapat mengakibatkan kematian.

Pengobatan biasanya memerlukan masuk ke unit perawatan intensif (ICU) di mana

fungsi organ tubuh akan didukung sedangkan infeksi diobati.

Septikemia; darah keracunan.

Darah keracunan adalah komplikasi yang paling serius dari peritonitis. Hal ini dapat

terjadi jika peritoneum menjadi terinfeksi dan infeksi menyebar ke dalam darah dan

kemudian ke organ lain.

Page 10: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

10

Jika sepsis tidak diobati, dapat maju ke tahap yang lebih serius yang dikenal sebagai

sepsis berat. Sepsis parah terjadi ketika satu atau lebih organ yang rusak akibat infeksi, atau

ketika ada kerugian yang signifikan dari suplai darah ke jaringan dan organ.

Gejala sepsis biasanya berkembang cepat dan mencakup:

demam atau suhu tinggi di atas 38C (100.4F)

panas dingin

detak jantung cepat

cepat pernapasan

Gagal ginjal, paru-paru atau hati

Abses: dapat terbentuk sebuah benjolan berisi nanah, yang dibuat oleh tubuh

selama infeksi. Sebuah abses subdiaphragmatic adalah akumulasi lokal nanah dalam rongga

perut tepat di bawah diafragma. Mungkin ada lebih dari satu situs dari akumulasi nanah

(abses multiple-ruang). Abses Subdiaphragmatic diklasifikasikan menjadi dua kelompok:

mereka yang penyebabnya tidak dapat ditemukan (abses primer), dan mereka yang

penyebabnya adalah nyata (abses sekunder). Sebagian besar abses subdiaphragmatic

adalah sekunder. Abses juga dapat diketik sebagai salah satu yang berkembang secara

perlahan dan berlangsung untuk jangka waktu lama (kronis), atau satu yang dimulai tiba-

tiba dan ada untuk waktu yang singkat (akut). Abses subdiaphragmatic akut adalah jauh

lebih umum. Abses subdiaphragmatic kronis cenderung tanpa gejala dan hadir selama 6

bulan atau lebih. Abses Subdiaphragmatic terjadi pada sisi kanan rongga perut sedikit lebih

sering daripada di sebelah kiri. Kadang-kadang mereka ditemukan pada kedua sisi (bilateral).

Mortalitas sangat tinggi pada individu dengan abses subdiaphragmatic yang tetap

tidak diobati. Konservatif (nonsurgical) pengobatan yang terdiri dari dukungan nutrisi dan

hasil terapi antibiotik pada tingkat ketahanan hidup miskin. Pengobatan operatif tanpa

antibiotik meningkatkan kelangsungan hidup, ketika menggunakan antibiotik dalam

kombinasi dengan operasi mengurangi mortalitas secara substansial.

Catheter Tract Infection (pada orang-orang dengan dialisis terkait peritonitis)

Dialisis adalah metode mekanis mengeluarkan produk limbah dan kelebihan cairan

dari darah bila ginjal tidak mampu untuk melakukannya (gagal ginjal). Dua bentuk dialisis

adalah hemodialisis dan dialisis peritoneal. Hemodialisis siklus darah melalui mesin yang

Page 11: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

11

menyaring darah dan mengembalikannya ke tubuh dibersihkan dari limbah. Siklus dialisis

peritoneal cairan ke dalam dan keluar dari perut menggunakan membran sendiri perut

individu (peritoneum) sebagai filter. Pada kasus peritonitis, dapat memungkinkan terjadinya

infeksi pada saluran kateter.

6. Pencegahan

Cara terbaik dengan menghilangkan gejala penyakit ini. Bila pasien mendapatkan

perawatan peritoneal dialisis parawat harus membantu mencegah terjadinya peritonitis

dengan cara membersihkan seluruh kateter dengan cara aseptik dan cuci tangan sebelum

dan sesudah melakukan tindakan. Tekhik aseptik juga dilakukan pada pasien pasca opreasi

yang lukanya rentan terhadap infeksi.

7. Prognosis

Mortalitastetaptinggiantara 10%-40%.

Prognosalebihburukpadausialanjutdanbila peritonitis sudahberlangsunglebihdari 48

jam.

Lebihcepatdiambiltindakanlebihbaikprognosanya.

Prognosis untuk peritonitis local danringanadalahbaik, sedangkanpada peritonitis

umumprognosisnyamematikanakibatorganismevirulen.

8. FaktorResiko

Apendisitis

Divertikulitis

Kantung empedu gangrenosa, neoplasma abdominal atau luka tembus

Ulser peptik

Kantung empedu mengalami perforasi atau ruptur

Perforasi traktur GI

Ruptur tuba falopi, kandung kemih, ulser gastrik atau pelepasan enzim pankreatik

Obstruksi Strangulasi

Volvulus

Page 12: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

12

B. PENATALAKSANAAN

1. Pemeriksaan Diagnostik

Computed Tomography Scan / Sinar-X yang menunjukan distensi edematosa dan

bergas pada usus kecil dan mendukung diagnosis

Dalam perforasi organ viseral, sinar-X menunjukan udara dalam rongga abdominal

Sinar-X dada bisa menunjukan diagfragma yang naik

Studi darah : leukosistosis (>20.000)

Parasentesis : menunjukan adanya bakteri, eksudat, darah, pus, atau urin

Laparotomi : untuk identifikiasi penyebab dasar

Tes darah : untuk uji adanya bakteri dalam darah

Sampel cairan dari perut : identifikasi penyebab infeksi

Peningkatan Hematokrit adanya asidosis metabolik

Tuberculosis peritonitis: cairan peritoneal banyak protein (3gr/100ml), banyak

limfosit, basil tuberkel dengan kultur

Pemeriksaan X-Ray: ileus merupakan penemuan yang khas pada peritonitis, usus halus

dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat memperlihatkan di kasus-kasus

perforasi

Radiologis: untuk perkiraan pasien dengan abdomen akut dengan 3 posisi

2. Penatalaksanaan Farmakologi-Non Farmakologi

Penatalaksanaan peritonitis menurut Baughman, Diane C & JoAnn Hackley (2000)

adalah sebagai berikut:

1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit merupakan focus utama dari

penatalaksanaan medis

2. Analgesik untuk nyeri, antiemetic untuk mual dan muntah

3. Intubasi dan penghisapan usus untuk menghilangkan distensi abdomen

4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi

5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan

6. Terapi antibiotic massif (sepsis merupakan penyebab kematian utama)

Page 13: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

13

7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan

diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.

FARMAKOLOGI

1. Ampisilin

Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi

Indikasi : Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-

producting organism); bakteri yang disebabkan oleh

streptococci, pneumococci nonpenicillinase-

producting staphilocochi, listeria, meningococci;

turunan H. Influenzae, salmonella, Shigella, E. coli,

Enterobakter, dan Klebsiella

Dosis dewasa : Oral 250 – 500 mg tiap 6 jam

IM. IV 50 – 100 mg/kg BB/hari setiap 6 jam

Penyesuaian dosis : ClCr > 50 mL/menit diberikan setiap 6 jam

ClCr 10 – 50 mL/menit diberikan setiap 6 – 12 jam

ClCr < 10 mL/menit diberikan setiap 12 – 24 jam

Lama pemberian : Lama pemberian ampicilin tergantung pada tipe dan

tingkat kegawatan serta tergantung juga pada respon

klinis dan bakteri penginfeksinya

Cara pemberian : Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan

untuk mempertahankan kadar obat dalam plasma.

Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk

memaksimalkan absorbsi (1 jam sebelum makan dan

2

jam setelah makan)

Kontraindikasi : Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif

terhadap amocsicillin, penisilin, atau komponen lain

dalam sediaan.

Efek samping : SSP demam, penisilin enchepalitis, kejang

Kulit eritema multiform, rash, utikaria

GI lidah hitam berambut, diare, enterochollitis,

Page 14: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

14

glossitis, mual, pseudomembranouscollitis, sakit

mulut

dan lidah, stomatitis, muntah

Hematologi agranulositosis, anemia, eosinophilia,

leucopenia, thrombocytopenia purpura

Hepatik AST meningkat

Renal interstisial nephritin (kejang)

Respiratory laringuela stidor

Miscellaneous anaphylaxis

2. Gentamisin

Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi

Indikasi : Gram-negatif (Pseudomonas, Proteus, Serretia) dan

gram-positif (Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi

saluran napas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi

saluran urin, abdomen, endokarditis, dan septicemia

penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri

endokarditis dan tindakan bedah

Dosis dewasa : Diberikan secara I.V atau I.M

Konfensional 1 – 2,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 – 12

jam untuk mendapatkan kadar puncak secara cepat

pada terapi

Dosis tunggal 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Gentamisin & Aminoglikosida

Lain

Efek samping : SSP neurotosisitas (vertigo, ataxia)

Cardiovaskuler edema

Ginjal nefrotoksik (meningkatkan klirens keratin)

Kulit rash, gatal, kemerahan

Page 15: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

15

Neuromuskular & Skeletal gait instability

Optic ototoksisitas (vestibular)

3. Metronidazol

Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi

Indikasi : Infeksi anaerobic (termasuk gigi), termasuk protozoa,

eradikasi Helicobacter pylori; infeksi kulit

Dosis : Infeksi anaerobic (pengobatan biasanya selama 7 hari

dan 10 hari untuk penggunaan antibiotika pada

pengobatan colitis).

Oral dosis awal 800 mg kemudian 400 mg setiap 8

jam atau 500 mg setiap 8 jam selama 3 hari

Infus I.V lebih dari 20 menit, 500 mg setiap 8 jam

Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap metronidazol, turunan

nitromidazol, atau komponen yang ada dalam

persediaan

Efek samping : SSP mengantuk, sakit kepala, pusing, ataksia,

pheripheral neuropathy, transient epilepsy-form

seizure

GI mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah

kasar, dan gangguan saluran pencernaan

Kulit rash, eritema multiform, pruritus, utikaria,

angiodema dan anafilaksis

Hematologi trombositopenia, anemia aplastik,

leukopenia

Hepatik abnormalitas tes fungsi hati, hepatitis,

jaundice

Renal urin berwarna gelap

4. Cefotaxim

Pemberian I.V minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari

5. Kombinasi 1 gr amoxicillin dan 0,2 gr asam klavunat

Page 16: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

16

Diberikan I.V 4 kali sehari

6. Ofloxacin

Diberikan secara oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin peroral ini

menguntungkan bagi pasien PBS (Peritonitis Bakterial Skunder) tanpa komplikasi

yang tidak perlu dirawat

7. Profilaksis

Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh

dari PBS maka Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.

PEMBEDAHAN

Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti pada

apendektomi untuk apendiks yang terinflamasi atau reseksi kolon untuk inflamasi

divertikulum. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan

drainase terhadap abses. (Ester, Monika. 2001)

Ileustomy adalah pembedahan dengan memotong ileum dan membentuk stoma.

Produk ileustomy biasanya berbentuk cair, sehingga akan banyak cairan dan mineral yang

hilang terutama sodium (Na) dan Kalium (K).

Indikasi ileustomy yaitu untuk :

1. Infeksi yang menyebabkan patologi usus halus (kolitif ulseratif, enteritis regional,

peritonitis, dsb)

2. Keganasan pada daerah usus halus

3. Trauma abdomen (rupturnya jejunum atau ileum)

Pembedahan ileustomy dilakukan dalam dua tahap. Operasi pertama melibatkan

kolektomi abdomen, pembuatan kantung ileum, mukosektomi rectum, anastomosis ileoanal

dan membuat pemngalihan ileustomy. Operasi kedua dilakukan untuk menurunkan

ileustomy sementara dalam upaya untuk mengembalikan kontinuitas aliran feses.

1. Penatalaksanaan Pra-Operasi

a. Informasi pasien

Page 17: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

17

Perawat harus memberitahukan pada pasien bahwa operasi stoma

(ileustomy) telah sangat lazim dan perlu menggali persepsi pasien mengenai

stoma guna menghilangkan mitoe-mitos yang tidak benar.

Informasi yang harus diberikan kepada pasien berupa:

Posisi stoma : Memerlukan pembahasan tentang aktivitas olahraga, jenis

pakaian, nilai-nilai etnik, dan hal-hal lain seperti itu

Fungsi stoma : Jelaskan bahwa fungsi ini tidak bisa diatur secara sadar

Diet : Tidak ada diet khusus. Anjurkan untuk kembali makan dan minum

secara normal

Bau : Peralatan stoma adalah kedap bau. Ajarkan dan latihlah cara

mengganti peralatan hingga pasien dan keluarganya merasa mantap

b. Lokasi stoma

c. Panjang stoma

Ileustomy panjangnya harus 2,5 – 5,0 cm dan membentuk corong;

pada bentuk ini, bahan eksresi berbentuk cair

d. Pertimbangan keluarga

2. Penatalaksanaan Post-Operasi

a. Peralatan

Peralatan untuk perawatan pascabedah harus memenuhi syarat-

syarat berikut:

Memiliki drain; guna menghindari pembuangan dari abdomen yang

masih nyeri pada 2 – 3 hari pertama pascabedah

Transparan; agar perawat dapat memantau warna dan kondisi stoma

dalam 48 jam pertama

Kedap bau; menambah kenyamanan pasien, terutama bila ada nausea

pascabedah

Peralatan yang permanen haruslah:

Menempel rapat pada stoma (dapat ditentukan dengan memakai kartu

pengukur) dan harus dinilai ulang dalam beberapa bulan pertama jika

terjadi penciutan lebih lanjut

Page 18: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

18

Tidak bocor; dibuat dari bahan kedap bau

Mudah dan cepat dipakai; ringan, nyaman, dan tidak menyumbat

Dapat didrainase untuk kotoran yang cair atau kemih

b. Informasi pasien

Stoma dapat membesar, tapi perlahan-lahan akan menyusut

Tidak ada sensasi pada stoma, karena tidak ada syarafnya

Stoma akan selalu tampak merah

Stoma akan sedikit berdarah jika tergosok (ini normal)

c. Gangguan pada kulit

Problem-problem psikologik

NON-FARMAKOLOGI

Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua

penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).

Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:

1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan

terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,

anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia

(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,

extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran

cerna yang tidak teratasi.

4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengeliminasi sumber infeksi.

2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Page 19: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

19

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien

untuk tindakan bedah a.l :

1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.

2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.

4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.

5. Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis a.l :

1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari

pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.

2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,

lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,

dan jaringan yang nekrosis.

3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.

4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi a.l:

1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.

2. Pemberian antibiotic

3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,

dan tidak ada distensi abdomen.

1) Terapi

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna

dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb)

atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-

tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume

intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan

Page 20: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

20

mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus

dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.

a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik

berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil

kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi

penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus

tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang

selama operasi.

b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan

masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi,

insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk

mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran

gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat

dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan

larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak

terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal

povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak

dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria

menyebar ketempat lain.

d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu

dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat

masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi

kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis

terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

2) Pengobatan

Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama

bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada

peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,

Page 21: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

21

pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu

beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien

yang mencakup tiga fase yaitu :

1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk

intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup

aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian

dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan

menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,

aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif

ditempat ruang operasi.

2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau

dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan

dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan

pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga

keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada

menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam

peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas

meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.

3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir

dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan

mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif

langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital

serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan

yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan

pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan

memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan

evaluasi diuraikan.

Page 22: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

22

Page 23: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

23

C. PATOFISIOLOGI

Page 24: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

24

D. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Biodata Pasien :

- Nama : -

- Usia : 18 tahun

- Jenis Kelamin : laki-laki

- Alamat : -

- Pekerjaan : Mahasiswa

- Diagnosa Medis : Peritonitis

Anamnesa

- Keluhan Utama :

mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan

- Riwayat Penyakit Sekarang :

mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan

- Riwayat Penyakit Masa Lalu : -

- Riwayat Kesehatan Keluarga: -

- Riwayat Pengobatan :

Pasien dipasang ileustomy dan diobati dengan gentamicin, ampisilin dan

metronidazol

- Riwayat BioPsikoSosial Spiritual :

* Biologi : distensi pada abdomen

* Sosial : karena klien seorang mahasiswa kuliah klien menjadi

terganggu

* Psikologi : pasien akan merasa cemas terkait dengan penyakitnya

* Spiritual : klien bisa kesulitan melakukan ritual ibadahnya

Page 25: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

25

- Pola Aktivitas : tidak kuliah karena harus dirawat yang disebabkan nyeri difus

di abdomen

- Status Ekonomi : -

- Pemeriksaan Fisik :

* Antropometri : BB= 20 kg ; TB= 135 cm

* Keadaan Umum :

- tampak sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada abdomen

- paru-paru dan jantung normal

- abdomen nampak distensi

- nyeri difus pada periumbical dan kuadran bawah kanan saat

dipalpasi kaku dengan palpasi

* TTV : Suhu= 38 C - ; TD=110 / 70 mmHg - ; RR= 24x/menit - ; HR=

100x/menit-

* Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil

Leukosit 1 dan 2 24000/µl , 20000/ µl

hematokrit 45 %

Serum amilase normal

Tes fungsi ginjal, hati,

dan elektrolit

normal

Hasil kultur cairan abses e-coli, bakteroide fragile,

viridians streptococci dan

enterococci

*Pemeriksaan penunjang

- X-Ray dada dan abdomen normal

Page 26: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

26

- CT-Scan memperlihatkana terkumpul cairan di kuadran kanan bawah

dengan ekstensi ke dalam pelvis

- pada pembedahan tampak apendik berlubang

Analisa Data

1. PRE OPERASI

No Data Etiologi Masalah

1. DS : - nyeri difus pada

abdomen

DO : - RR24x/menit,

HR 100 x / menit , S 38

C, ditensi abdomen,

abses apendik

PERITONITIS

bradikinin

Invasi langsung ke ujung saraf

Merangsang hipotalamus

Menekan syaraf nyeri

GANGUAN RASA NYAMAN NYERI

Nyeri

2. DS : -

DO :

- apendik berlubang

dengan abses

periumbilical

- leukosit 24000/ µl

dan 20000/ µl

- S= 38 C

- hasil kultur cairan

abses e-coli,

bakteroida fragile,

Konsumsi rendah serat

Pengerasan isi usus

Mukus membendung

Obstruksi sekret mucus

Tekanan intra lumen & menghambat

aliran limfae

edema

Infeksi

Page 27: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

27

viridians streptococci

dan enterococci

iskemi

Aliran arteri terganggu

Infark dinding apendiks diikuti

nekrosis/ gangren dinding apendiks

perforasi

PERITONITIS

Infeksi tersebar ke peritonium

INFEKSI

3. DS : muntah setelah

makan, dan muntah

terus menerus

DO :

- bising usus tidak

terdengar

- frekuensi bising usus

menurun

PERITONITIS

Infeksi tersebar ke peritonium

Mengeluarkan pita-pita fibrinosa

Obstruksi usus

Ileus peristaltik

malabsorpsi

kontipasi

Perut terasa penuh

Gangguan

pemenuhan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

Page 28: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

28

anorexsia

GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI

2. POST OPERASI

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Nyeri difus yang

menetap pada

abdomen

DO: Pemasangan

ileustomy, S=38 C

PERITONITIS

bradikinin

Invasi langsung ke ujung saraf

Merangsang hipotalamus

Menekan syaraf nyeri

GANGUAN RASA NYAMAN NYERI

Nyeri

2 DS :

DO: Pemasangan

ileustomy, leukosit

20000/ µl

Infark dinding apendiks diikuti

nekrosis/ gangren dinding apendiks

Indikasi bedah

Pemasangan ileustomi

RESTI INFEKSI

Resiko tinggi infeksi

3 DS :

DO: pemasangan

Infark dinding apendiks diikuti

nekrosis/ gangren dinding apendiks

Resiko tinggi

Perdarahan

Page 29: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

29

ileustomy

Indikasi bedah

Pemasangan ileustomi

RESTI PERDARAHAN

Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional

1. Nyeri

berhubungan

dengan

inflamasi,

distensi

abdomen,

spasme ditandai

dengan klien

mengeluh sakit

perut dan nyeri

difus yang

menetap pada

abdomen

Tupen : Dalam 3

x 24 jam

intensitas nyeri

berkurang.

Tupan : Dalam 7

x 24 jam nyeri

dapat sangat

berkurang

bahkan terasa

minim sekali

Mandiri :

a. Selidiki laporan nyeri,

catat lokasi, lama,

intensitas (skala 0-10)

dan karakteristiknya

(dangkal, tajam, konstan)

b. Pertahankan posisi semi

fowler sesuai indikasi

a. Perubahan dalam

lokasi atau

intensitas tidak

umum tetapi dapat

menunjukkan

terjadinya

komplikasi. Nyeri

cenderung menjadi

konstan, lebih

hebat, dan

menyebar ke atas ;

nyeri dapat lokal

bila terjadi abses

b. Memudahkan

drainase cairan

atau luka karena

Page 30: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

30

c. Berikan tindakan

kenyamanan, contoh

pijatan punggung, napas

dalam, latihan relaksasi

atau visualisasi

d. Berikan perawatan mulut

dengan sering. Hilangkan

rangsangan lingkungan

yang tak menyenangkan

Kolaborasi :

e. Berikan obat sesuai

indikasi :

Analgetik, narkotik

Antiemetik, contoh

hidrokzin (Vistaril)

Antipiretik, contoh

asetaminofen (Tylenol)

gravitasi dan

membantu

meminimalkan

nyeri karena

gerakan

c. Meningkatkan

relaksasi dan

mungkin

meningkatkan

kemampuan

koping pasien

dengan

memfokuskan

kembali perhatian

d. Menurunkan mual

atau muntah yang

dapat

meningkatkan

tekanan atau nyeri

intraabdomen

e. Menurunkan

ketidaknyamanan

sehubungan dengan

demam atau

menggigil

Menurunkan laju

metabolik dan

Page 31: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

31

iritasi usus

karena toksin

sirkulasi atau

lokal, yang

membantu

menghilangkan

nyeri dan

meningkatkan

penyembuhan.

Catatan : nyeri

biasanya berat

dan memerlukan

pengontrol nyeri

narkotik.

Analgesik

dihindari selama

proses

diagnostik

karena dapat

menutupi tanda

dan gejala

Menurunkan

mual atau

muntah, yang

dapat

meningkatkan

nyeri abdomen

2. Infeksi yang

berhubungan

dengan proses

Mengurangi

infeksi yang

terjadi,

Mandiri

a. Catat faktor resiko

individu contoh trauma

a. Mempengaruhi

pilihan intervensi

Page 32: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

32

inflamasi di

daerah

peritoneum

meningkatnya

kenyamanan

pasien

Kriteria hasil:

- Meningk

atnya

penyemb

uhan

pada

waktunya

, bebas

drainase

purulen/

eritema,

tidak

demam

- Menyata

kan

pemaha

man

penyeba

b

individu/

faktor

resiko

abdomen, apendisitis

akut, dialisa peritoneal.

b. Kaji tanda vital dengan

sering, catat tidak

membaiknya/berlanjutn

ya hipotensi, penurunan

tekanan nadi, takikardia,

demam, takipnea

c. Catat perubahan status

mental contoh bingung,

pingsan.

d. Pertahankan teknik

aseptik ketat pada

perawatan drein

abdomen, luka insisi /

terbuka, dan sisi

invasive. Bersihkan

dengan betadine atau

larutan lain yang tepat.

e. Observasi drainase

b. Tanda adanya

syok aseptik,

endotoksin

sirkulasi

menyebabkan

vasodilatasi,

kehilangan cairan

dari sirkulasi, dan

rendahnya status

curah jantung

c. Hipoksemia,

hipotensi, dan

asidosis dapat

menyebabkan

penyimpangan

status mental.

d. Mencegah meluas

dan membatasi

penyebaran

organisme

infektif/

kontaminasi

silang.

e. Memberikan

Page 33: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

33

pada luka/drein

f. Pertahankan teknik

steril bila pasien

dipasang kateter, dan

berikan perawatan

kateter/kebersihan

perineal rutin

g. Awasi/batasi

pengunjung dan staf

sesuai kebutuhan.

Berikan perlindungan

isolasi bila

diindikasikan

Kolaborasi :

h. Ambil contoh/awasi

hasil pemeriksaan seri

darah, urine, kultur

luka

i. Bantu dalam aspirasi

informasi tentang

status infeksi.

f. Mencegah

penyebaran,

membatasi

pertumbuhan

bakteri pada

traktus urinarius.

g. Menurunkan

risiko terpajan

pada/menambah

infeksi sekunder

pada pasien yang

mengalami

tekanan imun

h. Mengidentifikasi

mikroorganisme

dan membantu

dalam mengkaji

keefektifan

program

antimicrobial

i. Dilakukan untuk

Page 34: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

34

peritoneal, bila

diindikasikan

j. Berikan antimicrobial,

contoh gentamicin

(baramycin); amikasin

(cleocin);

lavaseperitoneal/IV

membuang cairan

dan untuk

menidentifikasi

organisme infeksi

sehingga terapi

antibiotik yang

tepat dapat

diberikan.

j. Terapi

ditunjukkan pada

bakteri anaerob

dan hasil aerob

garam negatif.

Lavase dapat

digunakan untuk

membuang

jaringan nekrotik

dan mengobati

inflamasi yang

terlokalisasi/

menyebar dengan

buruk

3. Perubahan

Nutrisi Kurang

dari Kebutuhan

Tupen : 3 x 24

jam intensitas

muntah setelah

Mandiri :

a. Auskultasi bising usus,

catat bunyi tak ada atau

a. Meskipun bising

usus sering tak

Page 35: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

35

berhubungan

dengan

penekanan

dinding

apendiks,

hipersekresi

gaster

makan

berkurang.

Tupan : Dalam 7

x 24 jam pola

makan klien

normal dan tidak

muntah lagi

setelah makan.

hiperaktif

b. Ukur lingkar abdomen

c. Timbang berat badan

dengan teratur

d. Kaji abdomen dengan

sering untuk kembali ke

bunyi yang lembut,

penampilan bising usus

normal, dan kelancaran

flatus

Kolaborasi :

ada, inflamasi /

iritasi usus dapat

menyertai

hiperaktivitas

usus, penurunan

absorpsi air dan

diare

b. Memberikan bukti

kuantitas

perubahan distensi

gaster / usus dan /

atau akumulasi

asites

c. Kehilangan atau

peningkatan dini

menunjukkan

perubahan hidrasi

tetapi kehilangan

lanjut diduga ada

deficit nuitrisi

d. Menunjukkan

kembalinya fungsi

usus ke normal

dan kemampuan

untuk memulai

masukan per oral

Page 36: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

36

e. Awasi BUN, protein,

albumin, glukosa,

keseimbangan nitrogen

sesuai indikasi

Tambahkan diet sesuai

toleransi, contoh cairan

jernih sampai lembut

e. Menunjukkan

fungsi organ dan

status / kebutuhan

nutrisi. Kemajuan

diet yang hati-hati

saat masukan

nutrisi dimulai lagi

menurunkan risiko

iritasi gaster

Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi

Keperawatan

Rasional

1. Resiko infeksi b.d.

tindakan

perawatan luka

yang tidak steril

Tupen : Setelah

2x24 jam tidak

terjadi infeksi.

Dengan kriteria :

keadaan

temperature

normal, leukosit

normal

Tupan : Setelah

5x24 jam tanda-

tanda dan pajanan

infeksi tidak ada

- Pantau suhu

dengan tanda-

tanda infeksi

lainnya

- Cuci tangan

sebelum dan

sesudah

perawatan luka

- Gunakan teknik

aseptik yang

cermat untuk

semua procedure

invasive

- Tempatkan klien

pada ruangan

yang nyaman dan

- Mendeteksi

kemungkinan

infeksi

- Meminimalkan

pajanan pada

organism infektif

- Untuk mencegah

kontaminasi

silang/

menurunkan

resiko ionfeksi

- Meminimalkan

terpaparnya

pasien dari

sumber infeksi

- Mencegah

penyebaran,

Page 37: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

37

bersih

- Perhtahankan

teknik steril saat

pasien akan

dipasang kateter

dan perawatan

luka ileustomy

Kolaborasi :

- Ambil

contoh/awasi hasil

pemeriksaan

darah dan urine

membatasi

pertumbuhan

bakteri pada

traktus urinarius

dan daerah

ileustomy.

- Membantu dalam

mengkaji

keefektifan

program

antimikrobakteria

l

2. Resiko

perdarahan

berhubungan

dengan

kontinuitas

jaringan

Tupen : dalam 1x24

jam perdarahan

dapat dicegah

Tupan : dalam 3x24

jam tidak terjadi

perdarahan

- Kaji ABCD

- Kaji tekanan

darah

- Kaji hemoglobin

- untuk

mengetahui

keadaan klien

- untuk

mengetahui

keadaan klien

- untuk

mengetahui perlu

atau tidaknya

transfusi

3. Gangguan nyeri

akut b.d luka

insisi setelah

pembedahan

Tupen : Setelah

1x24 jam, tidak

muncul tanda-tanda

nyeri akut

Tupan : setelah

- Kaji dan catat

kondisi keluhan

nyeri klien (P, Q, R,

S, T)

- Kaji nyeri, catat

- Mengindikasi

kebutuhan

intervensi dan

tanda-tanda

komplikasi

- Membantu

Page 38: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

38

7x24 jam, luka

sembuh tanpa rasa

nyeri

lokasi,

karakterikstik dan

intensitas nyeri

- Ajarkan teknik

relaksasi

Kolaborasi

- Pemberian

analgesic sesuai

dengan keluhan

evaluasi derajat

ketidaknyamanan

klien

- Mengalihkan

focus perhatian

terhadap nyeri

- Manajemen nyeri

Daftar Pustaka:

Baughman, Diane C. & JoAnn Hackley. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku untuk Brunner

dan Suddarth. Jakarta : EGC.

Ester, Monika. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta :

EGC.

Walsh, T. Declan. 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC.

Dongoes.M,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC

William Lippincott.2011.NURSING memahami berbagai macam penyakit. Jakarta : Indeks

Page 39: 86551629 Makalah Kasus 2 Peritonitis

39

http://scribd.com/doc/53721931/Askep-Peritonitis

http://scribd.com/doc/58007317/Peritonitis

http://scribd.com/doc/24987318/Peritonitis-Radang-selaput-rongga-perut-Definisi-peritonitis

http://penyakit.peritonitis.blogspot.com

http://boe2702.blogspot.com/2010/12/makalah-peritonitis.html

http://nursecharisma.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-dengan-klien.html

http://medicastore.com/penyakit/497/peritonitis-radang-selaput-rongga-perut.html

http://dinkes.tasikmalayakota.go.id

http://www.kalbe.co.id