Top Banner
BAB III DASAR PEMBORAN DAN PROBLEM PEMBORAN 3.1. Tujuan Pemboran Tujuan utama dari operasi pemboran adalah membuat lubang secara cepat, murah, dan aman hingga menembus formasi produktif. Lubang hasil pemboran tersebut dinamakan “ lubang sumur “ (well bore), setelah dipasang pipa selubung (casing) dan disemen, maka langkah selanjutnya adalah memasang fasilitas peralatan produksi untuk memproduksikan minyak atau gas dari formasi produktif. Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran yang akan digunakan, perencanaan lumpur dan hidrolikanya, perencanaan casing, perencanaan penyemenan dan perencanaan peralatan penunjang lainnya. 3.2. Sistem Peralatan Pemboran Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi menjadi lima sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem putar, sistem sirkulasi, sistem pencegah sembur liar dan sistem penunjang. 3.2.1. Sistem Tenaga Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari powersuplayequipment, yang dihasilkan oleh mesin mesin besar yang biasa dikenal dengan nama primemover” dan distributionequipment yang berfungsi untuk meneruskan tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran. Hampir semua rig menggunakan internalcombustionengine, dimana penggunaan primemover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan
114

84437627 Bab III Barnz Mpd

Oct 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 84437627 Bab III Barnz Mpd

BAB III

DASAR PEMBORAN

DAN PROBLEM PEMBORAN

3.1. Tujuan Pemboran

Tujuan utama dari operasi pemboran adalah membuat lubang secara cepat, murah,

dan aman hingga menembus formasi produktif. Lubang hasil pemboran tersebut

dinamakan “ lubang sumur “ (well bore), setelah dipasang pipa selubung (casing)

dan disemen, maka langkah selanjutnya adalah memasang fasilitas peralatan

produksi untuk memproduksikan minyak atau gas dari formasi produktif.

Untuk mendapatkan efisiensi yang besar dan hasil yang optimum, perlu

adanya perencanaan yang sangat matang dan cermat dalam suatu kegiatan

pemboran. Perencanaan yang dimaksud meliputi perencanaan peralatan pemboran

yang akan digunakan, perencanaan lumpur dan hidrolikanya, perencanaan casing,

perencanaan penyemenan dan perencanaan peralatan penunjang lainnya.

3.2. Sistem Peralatan Pemboran

Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi

menjadi lima sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem

putar, sistem sirkulasi, sistem pencegah sembur liar dan sistem penunjang.

3.2.1. Sistem Tenaga

Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari powersuplayequipment,

yang dihasilkan oleh mesin – mesin besar yang biasa dikenal dengan nama

“primemover” dan distributionequipment yang berfungsi untuk meneruskan

tenaga yang diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran.

Hampir semua rig menggunakan internalcombustionengine, dimana

penggunaan primemover ditentukan oleh besarnya tenaga pada sumur yang

didasarkan pada casing program dan kedalaman sumur. Tenaga yang dihasilkan

Page 2: 84437627 Bab III Barnz Mpd

primemover besarnya berkisar antara 500 – 5000 Hp. Jumlah primemover yang

diperlukan dalam suatu operasi pemboran sangat bervariatif, tergantung dari

jumlah tenaga yang diperlukan. Pada umumnya suatu operasi pemboran

memerlukan dua atau tiga buah mesin. Sedangkan untuk pemboran yang lebih

dalam memerlukan tenaga yang lebih besar, sehingga primemover yang

diperlukan dapat mencapai empat unit. Adapun prinsip kerja primemover adalah

flexibility, yang dapat dinyatakan dalam persamaan :

W = F x S……………………………………………………………...(3-1)

Keterangan :

W = Kerja (work), lb ft

F = Gaya, lb.

S = Jarak, ft

Primemover sebagai sistem daya penggerak harus mampu mendukung

keperluan fungsi angkat, putar, pemompaan, penerangan, dan lain – lain. Dengan

demikian perencanaan dan pemilihan tipe dan jenis primemover yang

dipergunakan harus memperhatikan hal tersebut.

Two Engines Three Engines Four Engines

Gambar.3.1. Jenis Prime Mover

Page 3: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar.3.2. Sistem Transmisi Mekanik

Keterangan :1. Diesel Engine2. Control Unit3. Drawwork Assembly4. Rotary System5. Mud Pump6. Driller's Console

Gambar.3.3. Sistem Transmisi Elektrik

Page 4: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.2.2. Sistem Angkat

Sistem angkat (hoistingsystem) merupakan salah satu komponen utama dari

peralatan pemboran. Fungsi utama sistem ini adalah memberikan ruang kerja yang

cukup untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor dan peralatan

lainnya. Sistem angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

1. SupportingStructure.

Supportingstructure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas titik

bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan – peralatan pemboran

dan juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran. Supportingstrucure

terdiri dari drillingtower (derrick atau mast), sub structiure dan rigfloor.

Drillingtower atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga jenis,

yaitu :

a) Conventional atau standartderrick.

b) PortableSkidMast.

c) Mobile atau trailermountedtypemast.

Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit, akan

tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini banyak

digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan lantai yang luas

untuk tempat pipa – pipa pemboran. Untuk memindahkan derrick ini harus dilepas

satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali di suatu tempat yang telah

ditentukan letaknya.

Menara tipe portable posisi berdirinya dari bagian yang dikaitkan satu

dengan lainnya dengan menggunakan las maupun scrup. Tipe ini dapat juga

didirikan dengan cara ditahan oleh telescoping dan diperkuat oleh tali–tali yang

ditambatkan secara tersebar. Dibandingkan tipe derrick, tipe menara ini lebih

murah, mudah dan cepat dalam pendiriannya, transportnya murah, tetapi dalam

penggunaannya terbatas pada pemboran yang tidak terlalu dalam.

Page 5: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam standar 4A dan

menara kayu tercantum standar 4B. Sedangkan untuk tipe mast termasuk dalam

4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas lantai dan

tinggi lantai bor.

Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis pembebanan, yaitu :

1) CompressiveLoad

2) WindLoad

Windload dapat dihitung dengan persamaan :

p = 0.004.V2 ……………………………………………..…………(3-2)

Keterangan :

P = Windloads, lb/ft2

V = kecepatan angin, mph

Sedangkan compressiveload dapat dihitung dari jumlah berat yang diderita

hook ditambah dengan jumlah berat menara itu sendiri (yang diderita oleh kaki –

kaki pada substructure).

Raising leg

Raising Track

Crownblock

Block Line

A Frame

Drawworks

Engines

a. Standart(front view)

b. Portable(side view)

Gambar.3.4. Menara Bor Standar Derric

Page 6: 84437627 Bab III Barnz Mpd

hydrolic ram

drawwork

engine

escopingmast

Stand In

Packed

Gambar.3.5. a. Standart Rig; b. Portable Rig

Gambar.3.6. Mobile / Trailer Mounted Type Mast

2. HoistingEquipment.

Peralatan pengangkatan terdiri dari :

a) Drawwork

Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork, seorang

driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga merupakan

rumah atau tempat dari gulungan drillingline.

Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang harus dilayani,

biasanya didisain dengan horsepower (Hp) dan kedalaman pemboran, dimana

kedalamannya harus disesuaikan dengan drillpipe-nya.

Horsepoweroutputdrawwork yang diperlukan untuk hoisting (pengangkatan

travelingblock dan beban – bebannya) adalah :

Page 7: 84437627 Bab III Barnz Mpd

e

1 x

33000

Vh .W Hp ……………………………………………………(3-3)

Keterangan :

W = Hookload, lb

Vh = Kecepatan naik travelingblock, ft/min

E =Effisiensihook ke drawwork, umumnya 80% - 90%, tergantung dari

jumlah line dan kondisi bantalan kerekan (sheavebearing).

Gambar.3.7. Skema Instalasi Drawwork

b) Overheadtools

Overheadtool merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri dari

crown block, traveling block, hook dan elevator.

c) Drilling line

Drilling line terdiri dari reveed drilling line, dead line, dead line anchor dan

storage and suplay.

Drillingline digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook. Drillingline

terbuat dari baja dan merupakan kumpulan kawat baja yang kecil dan diatur

sedemikian rupa hingga merupakan suatu lilitan. Lilitan ini terdiri dari enam

Page 8: 84437627 Bab III Barnz Mpd

kumpulan dan satu bagian tengah yang disebut “core” dan terbuat dari berbagai

macam bahan seperti plastic dan textile.

drilling lines

travelling block

crown block

water table

Hook

latch forelevator link

safety latch for hook

Gambar.3.8. Over-head Tools

dead lineanchor

supply reel(storage)

fast line

reeveddrilling line

Gambar.3.9. Drilling Line

Page 9: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.2.3. Sistem Putar

Fungsi utama dari sistem putar (rotarysystem) adalah untuk memutar

rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor

suatu formasi. Rotarysystem terdiri dari tiga sub komponen, yaitu :

1. Rotaryassembly.

Peralatan putar berfungsi untuk :

a) Memutar rangkaian pipa bor selama operasi pemboran berlangsung.

b) Menggantungkan rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang dipasang

(dimasukkan) pada rotary table ketika disambung atau melepas bagian-bagian

drill pipe.

Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crownblock diatas lubang,

terdiri dari :

a) Meja putar ( rotary table ).

b) Top drive.

c) Masterbushing.

d) Kelly bushing.

e) Rotary slip.

2. Rangkaian pipa pemboran.

Rangkaian pipa bor menghubungkan antara swivel dan mata bor, berfungsi

untuk :

a) Menaik turunkan mata bor.

b) Memberikan beban diatas pahat untuk penembusan ( penetration ).

c) Meneruskan putaran ke mata bor dan

d) Menyalurkan fluida pemboran yang bertekanan ke mata bor.

Rangkaian pipa bor, meliputi :

1) Swivel.

2) Kelly.

3) Drill Pipe.

Page 10: 84437627 Bab III Barnz Mpd

4) HWDP.

5) Drill Collar.

3. Mata bor atau bit.

Mata bor merupakan peralatan yang langsung menyentuh formasi, berfungsi

untuk menghancurkan dan menembus formasi, dengan cara memberi beban pada

mata bor. Jenis-jenis mata bor terdiri dari :

a) Drag Bit.

Gambar.3.11. Drag Bit

b) Roller-Cone ( Rock Bit ).

Gambar.3.12. Roller-Cone (Rock Bit)

Page 11: 84437627 Bab III Barnz Mpd

c) Diamond Bit.

API Connection(Upper Section)

AlignmentTreads

Gage Section

Shank Bore

Pin Chamfer

Bit Breaker Slots

(hairpin)

Bit Breaker Slots

(wrap-around)

Junk Slot

Gage Broaches

Diamond Pad

Diamond

Low PressureCollectors

High PressureFeeders Cone Angle

Steel Blank

Gage Chamfer

O.D.R

Trapper

Nose

Gage Point

Weld

Gambar.3.13. Skema Penampang Diamond Bit

Sistem putar yang digunakan pada pemboran minyak terbagi menjadi dua,

yaitu :

a) Sistem Putaran Konvensional ( menggunakan rotary table ).

Digerakkan oleh power yang sama, yang digunakan pada sistem angkat. Bisa

digunakan bersama-sama atau sendiri-sendiri. Pada sistem konvensional ini

memerlukan alat yang disebut Kelly.

b) Sitem Putar Modern ( Top Drive ).

Merupakan sistem putar tetapi sudah tidak menggunakan rotary table ( meja

putar ) tetapi sudah mempunyai mesin penggerak sendiri yang terpisah dengan

sistem angkat. Pada sistem putar terdapat pipa putar yang mentransmisikan

putaran dari meja putar ke bit / pahat.

Page 12: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Kelly

PenampangKelly

Master Bushing

Gambar.3.14. Skema Rotary Table Dengan Master Bushing

Gambar.3.15. Skema Sistem Putar Dengan Rotary Table

Page 13: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar.3.16. Skema Sistem Putar Dengan Top Drive

3.2.4. Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi terdiri dari empat sub-komponen utama, yaitu :

1. Fluida Pemboran.

Fluida pemboran adalah merupakan suatu campuran cairan (liquid) dari

beberapa komponen yang terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat

(clay), bahan-bahan kimia (chemical additives), gas, udara, busa maupun

detergen. Dilapangan fluida pemboran dikenal sebagai ” lumpur ”.

Dalam penentuan komposisinya ditentukan oleh kondisi lubang bor dan jenis

formasi yang di tembus mata bor. Ada dua hal penting dalam penentuan

komposisi lumpur pemboran, yaitu :

a) Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju

penembusan.

b) Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk

mengontrol kondisi di bawah permukaan, seperti masuknya fluida formasi

bertekanan tinggi (dikenal sebagai ” kick ”). Bila keadaan ini tidak dapat

diatasi akan menyebabkan terjadinya semburan liar (blowout).

Page 14: 84437627 Bab III Barnz Mpd

2. Tempat Persiapan.

Ditempatkan pada sistem sirkulasi dimulai yaitu dekat pompa Lumpur.

Tempat persiapan meliputi :

a) Mud house.

b) Steel mud pits / tanks.

c) Mixing hopper.

d) Chemical mixing barrel.

e) Bulk mud storage bins.

f) Water tanks.

g) Reserve pit.

3. Peralatan Sirkulasi.

Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam system sirkulasi,

turun kerangkaian pipa bor dan naik ke annulus membawa serbuk bor

kepermukaan menuju conditioning area sebelum kembali ke mud pits untuk

sirkulasi kembali.

Peralatan sirkulasi terdiri dari beberapa komponen khusus :

a) Mud pit

b) Mud pump.

c) Pump dischangeandreturn lines.

d) Stand pipe.

e) Rotary house.

4. Conditioning Area.

Ditempatkan dekat rig. Area ini terdiri dari peralatan-perlatan khusus yang

digunakan untuk “ clean up “ Lumpur pemboran setelah keluar dari lubang bor.

Fungsi utama peralatan-peralatan ini adalah untuk membersihkan Lumpur bor dari

serbuk bor (cutting) dan gas-gas yang terbawa.Ada dua metode pokok untuk

memisahkan cutting dan gas. Pertama yaitu menggunakan prinsip gravitasi,

dimana Lumpur dialirkan melalui shale shaker dan setling tanks. Kedua yaitu

Page 15: 84437627 Bab III Barnz Mpd

secara mekanik, dimana peralatan-peralatan khusus yang dipasang pada mud pits

dapat memisahkan Lumpur dan gas. Peralatannya terdiri dari :

a) Settling tanks: merupakan bak terbuat dari baja digunakan untuk menampung

lumpur bor selama conditioning.

b) Reserve pits : merupakan kolam besar yang digunakan untuk menmpung

cutting dari dalam lubang bor dan kadang-kadang untuk menampung

kelebihan lumpur bor.

c) Mud-gas separator : merupakan suatu peralatan yang memisahkan gas yang

terlarut dalam lumpur bor dalam jumlah besar.

d) Shale shaker : merupakan peralatan yang memisahkan cuttings yang besar dari

lumpur bor.

e) Desander : merupakan peralatan yang memisahkan butir-butir pasir dari

lumpur.

f) Desilter: merupakan peralatan yang memisahkan partikel-partikel cutting yang

berukuran paling halus dari lumpur.

g) Degasser : merupakan peralatan yang secara kontinyu memisahkan gas

terlarut dari lumpur.

Gambar.3.17. Sistem Sirkulasi

Stand Pipe

Discharge

Line

Swivel

Hose

Drill

String

Annulus

Flow Line

Mud Pump

Suction

Line

Mud Tanks

Centrifuge

Desilter

Desander

Shale

Shaker

Page 16: 84437627 Bab III Barnz Mpd

DesanderShakerTank

Degasser Desilter

Mixing Hopper

Slush Pump

Suction Tank

Gambar.3.18. Skema Recondition Area

Open Valve

OpenValve

Close Valve

Hubungan Paralel

CloseValve

OpenValve

Close Valve

Hubungan Seri

Gambar.3.19. Aliran Pompa Lumpur

Page 17: 84437627 Bab III Barnz Mpd

overflow pipe

feed

upper housing

feed section liner

bottom sectionliner

valve holder

valve

clamp ring

Gambar.3.20. Skema Penampang Desander

Gambar.3.21. Skema Penampang Desilter

Page 18: 84437627 Bab III Barnz Mpd

API Standard Rotary ConnectionLH

Swivel Sub

Swivel Stem

RotaryDrilling Hose

Ext. Line-pipeThread

Int. Line-pipeThread

Goose-neck

15

Gambar.3.22. Skema Penampang Swivel

3.2.5. Sistem Pencegah Semburan Liar

Sistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk

menahan tekanan dari lubang bor. Peralatan ini disediakan pada operasi pemboran

karena peramalan tekanan tidak selalu memungkinkan.

Apabila formasi mempunyai tekanan yang besar dan kolom lumpur tidak

dapat mengimbanginya maka akan terjadi “kick”, yaitu intrusi fluida formasi yang

bertekanan tinggi yang masuk ke dalam lubang bor. Kick yang tidak terkendali

dapat mengakibatkan terjadinya blow out. Jadi blowout selalu diawali dengan

adanya kick.

Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk menutup ruang annular

antara drillpipe dan casing bila terjadi gejala kick. Sistem peralatan ini bekerja

secara pneumatic (biasanya dipakai dengan menggunakan udara dan gas) dan

secara mekanik.

BOP sistem terdiri dari BOP stack, accumulator dan supportingsystem. BOP

stack terdiridarirangkaian annular preventer, pipe ram preventer, drilling spools,

blind ram preventer dan casing head. Kesemuanya ini disetkan pada

Page 19: 84437627 Bab III Barnz Mpd

surfacecasing. Sedangkan tipe dan ukurannya disesuaikan dengan kondisi tekanan

lubang bor dan disesuaikan dengan ke ekonomiannya.

1. BOP Stack dan Accumulator.

Ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung di bawah rotary

table pada lantai bor. BOP stack meliputi :

a) Annular preventer.

Ditempatkan paling atas dari susunan BOP stack. Annular preventer berisi

rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang

dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.

b) Pipe ram preventer.

Digunakan untuk menutup lubang annulus baik lubang pada waktu rangkaian

pipa bor berada pada lubang bor.

c) Drilling spool.

Terletak diantara preventers ( pada casing head ). Berfungsi sebagai tempat

pemasangan choke line ( yang mensirkulasikan “kick” keluar dari lubang bor).

Ram preventer pada sisa-sisanya mempunyai “cutlets” yang digunakan untuk

maksud yang sama.

d) Blind ram preventer.

Digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak

berada pada lubang bor.

e) Casing head.

Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai

pondasi BOP stack.

Accumulator biasanya ditempatkan agak jauh dari rig dengan pertimbangan

keselamatan, fungsi utamanya adalah menutup dengan cepat valve BOP stack

pada saat terjadi bahaya. Bekerja dengan ” high pressure hydroulis ”.

Page 20: 84437627 Bab III Barnz Mpd

2. Supporting Sistem, meliputi :

a) Choke manifold.

Choke manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet

yang dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP stack

dengan ”hig pressure line”, disebut ”choke line”.

Bila dihidupkan, choke manifold membantu menjaga back pressure dalam

lubang bor untuk mencegah terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor

dapat dialirkan dari BOP stack ke sejumlah valve (yang membatasi aliran dan

langsung ke reserve pits), mud-gas separator atau mud conditioning area back

pressure dijaga sampai lubang bor dapat di kontrol kembali.

b) Kill line.

Kill line bekerja pada BOP stack biasanya berlawanan, berlangsung dengan

choke manifold dan choke line. Lumpur berat dipompakan melalui kill line

ke dalam Lumpur bor sampai tekanan hidrostatik Lumpur dapat mengimbangi

tekanan formasi.

Gambar.3.23.Skema Penampang BOP

Page 21: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3. Peralatan Penunjang

Peralatan penunjang membantu pelaksanaan maupun penyelesaian suatu sumur

pemboran.Dalam operasi pemboran, keberadaan material pemboran sangat

dibutuhkan karena akan mendukung berhasilnya operasi pemboran. Beberapa

material utama yang perlu disiapkan adalah lumpur pemboran, semen pemboran,

dan casing.

3.3.1. Lumpur Pemboran

Peranan Lumpur Pemboran adalah salah satu faktor penunjang dalam

pemboran baik pemboran eksplorasi maupun pengembangan. Kontrol terhadap

sifat fisiknya merupakan pekerjaan yang rutin sewaktu operasi pemboran untuk

memperkecil kemungkinan terjadinnya hole problem.

3.3.1.1.Fungsi Lumpur pemboran

Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat – sifat lumpur yang cocok

dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran. Dalam hal ini

lumpur yang diharapkan dapat memenuhi fungsi – fungsi sebagai berikut :

a) Sebagi Media Pengangkatan Cutting

Pada bagian pertambahan sudut, cutting sampai kedasar lubang bor dengan

jarak jatuh yang pendek. Oleh karena itu pembersihan lubang memerlukan

perencanaan hidrolika dan sistem lumpur yang cocok. Lumpur dengan viskositas

dan gel strength rendah baik untuk pengangkatan cutting berukuran kecil.

Sedangkan lumpur dengan viskositas dan gel strength besar cocok untuk

pengangkatan cutting ukuran besar.

b) Membentuk mud cake yang tipis dan licin

Untuk menghindari gesekan yang berlebihan dan terjepitnya rangkaian peralatan.

Sistem lumpur yang dipilih harus mempunyai sifat fluid loss kecil dan

karakteristik mud cake yang baik dengan harga koefisien friksi relatif kecil.

Page 22: 84437627 Bab III Barnz Mpd

c) Menahan cutting saat sirkulasi berhenti

Sifat gel strength lumpur yang dipilih harus memadai dalam menahan

cutting. Pengendapan cutting memperbesar gesekan, mempersulit kerja mekanis

bit serta dapat menyebabkan terjepitnya pipa.

d) Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkaian pipa

Bit dan rangkaian peralatan yang rebah pada dasar lubang akan menjadi

panas karena efek gesekan dan putaran yang kontinyu. Sistem lumpur dengan

panas jenis yang memadai diperlukan agar peralatan tidak menjadi rusak dan bit

tahan lebih lama.

e) Media logging

Dalam pemboran horizontal digunakan MWD system yang dapat mencatat

resistivity dan radioaktivitas formasi. Sensor MWD memerlukan media

penghantar elektrolit untuk dapat mencatat data dengan baik. Water base mud dan

emulsion muddapat digunakan untuk tujuan ini.

f) Mengimbangi tekanan formasi

Lumpur dengan densitas tertentu diperlukan untuk mengimbangi tekanan

formasi. Densitas lumpur yang besar akan memberikan tekanan hidrostatis yang

besar pula dan sebaliknya.

g)Membersihkan dasar lubang bor

Fluida dengan kandungan padatan (solid content) yang rendah merupakan fluida

yang paling baik untuk membersihkan lubang bor.

h) Media informasi

Pada operasi pemboran, lumpur dapat dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya

kandungan hidrokarbon berdasarkan mud log. Analisa cutting untuk mengetahui

jenis formasi yang sedang dibor.

Page 23: 84437627 Bab III Barnz Mpd

i) Mencegah gugurnya dinding lubang bor.

Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak runtuh,

sebab jika lubang bor kosong kemungkinan dinding akan runtuh. Adanya kolom

lumpur pada lubang bor memberikan tekanan hidrostatik untuk menhan gugurnya

dinding lubang bor.

3.3.1.2. Jenis – Jenis Lumpur Pemboran

Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan dengan

kebutuhan tergantung dari keadaan formasinya. Jenis lumpur yang tidak sesuai

akan menyebabkan problem pemboran.

Dibawah ini akan diberikan beberapa jenis lumpur pemboran berdasarkan fasa

fluidanya, yaitu :

3.3.1.2.1 Water Base Mud

Bila bahan dasar dari lumpur adalah air maka lumpur tersebut disebut dengan

water base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar maupun air asin.

Lumpur yang mempunyai bahan dasar air tawar disebut fresh water mud, dan bila

bahan dasarnya air asin disebut salt waterbase mud.

a) Fresh Water Mud

Fresh Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan

kadar garam yang kecil (kurang dari 1000 ppm = 1 % berat garam), dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

a. Spud mud

Spud Mud digunakan untuk formasi bagian atas konduktor casing. Fungsi

utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan (formasi atas).

Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite

(yield 100 bbl/ton) atau lempung (clay) air tawar yang lain menaikkan viskositas

dan gel strength pada zona-zona loss. Kadang-kadang perlu lost circulation

material, tetapi densitasnya harus kecil.

Page 24: 84437627 Bab III Barnz Mpd

b. Natural mud

Natural Mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dari fasa cair. Sifat-

sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe lumpur

yang digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing

(permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran, sifat-sifat lumpur yang

lebih baik diperlukan dan natural mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan

additif-additif koloidal. Beratnya sekitar 9.1 – 10.2 ppg, dan viskositasnya 35 – 45

detik.

c. Bentonite – treated mud

Adalah lumpur yang dibuat dari campuran bentonite, clay dan air. Lumpur

ini banyak digunakan dalam pemboran untuk menembus formasi yang bertekanan

tinggi. Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat

koloidal inorgis untuk mengurangi filtration loss dan mengurangi tebal mud cake.

Bentonite juga menaikkan viskositas dan gel strength dan gel yang mana dapat

dikontrol dengan thiner.

b) Salt Water Mud

Lumpur ini digunakan terutama untuk pemboran garam massif (salt dome)

atau salt stringer (lapisan-lapisan formasi garam) dan kadang kadang bila ada

aliran garam yang dibor. Filtrat lossnya besar dan mud cake-nya tebal bila tidak

ditambahkan organic colloid pH lumpur di bawah 8, karena itu perlu preservatif

untuk menahan fermentasi starch. jika salt mud-nya mempunyai pH yang lebih

tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi padatan sukar dicapai karena

flukolasi oleh clay. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan attapulgite

sebagai pengganti bentonite.

a. Unsaturated salt water mud

Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang tak

jenuh kegaramannya ini. Kegaraman (salinity) lumpur ini ditandai oleh:

1. Filttrate loss benar kecuali ditreated dengan organic colloid.

2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali dengan thinner.

Page 25: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3. Suspensi yang buruk kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic colloid.

Lumpur ini bisa di foaming, yaitu berbusa (gas menggelembung) yang dapat

diredusir dengan :

1. Menambah soluble surface active agents.

2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength.

Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea

water mud ini.

c) Saturated salt water mud

Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat pula

berada disitu dalam jumlah yang berlain-lainan. Saturated salt water mud dapat

digunakan untuk membor formasi-formasi garam dimana rongga-rongga yang

terjadinya karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dan hal

ini dicegah oleh penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya. Lumpur ini

bisa juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk pengenceran

dan pengaturan volume.

Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organic colloid mud menyebabkan

tidak perlunya memasang casing diatas salt beds (formasi garam). Filtrate loss-

nya biasa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic colloids. Saturated salt water

muds bisa dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg. Dengan menambahkan organic

colloids agar filtration loss-nya kecil, lumpur ini biasanya untuk memberi formasi

di bawah salt beds, walaupun resistivitinya yang rendah buruk bagi electric logs.

Gabungan dari non ionic surfactan menyebabkan pengontrolan filtrasi dan

low properties yang lebih mudah dan murah, terutama pada densitas tinggi.

Saturated salt water muds ini dapat pula dibuat dari fresh water atau brine mud.

Jika dibuat dari fresh water mud, maka paling tidak separuh dari lumpur semula

harus dibuang. Ini diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan

penambahan lebih kurang 125 lb garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki

pengontrolan filtration loss suatu organic colloid dan presentative dapat

Page 26: 84437627 Bab III Barnz Mpd

ditambahkan. Jika lumpurnya dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh)

sekitar 20 lb/bbl attapulgit ditambahkan bersama dengan organic colloid dan

mungkin presentatif. Lumpur ini densitasnya 10,3 ppg dan akan naik sampai

sekitar 11 ppg selama pemboran berlangsung. Pemeliharaanya termasuk

penambahan air asin untuk mengurangi viskositas, attapulgite untuk menambah

viskositas dan organic colloids untuk mengontrol filtrasi. Jika saturated salt water

muds digunakan untuk membor shale maka kontrol viskositas, gel dan filtrasi

dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit lime.

d) Sodium silicate mud

Adalah lumpur yang fasa cairnya mengandung sekitar 55% volume larutan

natrium silicate dan 55% volume larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan

untuk pemboran pada saat menemui lapisan salt.

3.3.1.2.2 Emulsion Mud

Lumpur jenis ini terbagi menjadi 2 yaitu : Oil in water emulsion mud dan

Water in oil emulsion mud.

1. Oil In Water Emulsion Mud

Pada lumpur ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai

fasa kontinyu. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud.

Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume

filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss

berkurang. Keuntungannya adalah bit bisa tahan lama, penetrasi rate naik,

pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas

dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi), water loss turun, mud cake tipis dan

mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string.

Viskositas dan gel strength lebih mudah dikontrol bila emulsifier juga bertindak

sebagai thinner. Umumnya oil in water emulsion mud dapat bereaksi dengan

penambahan zat dan adanya kontaminasi seperti juga lumpur aslinya.

Page 27: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Semua minyak dapat digunakan (crude) tetapi lebih baik bila digunakan

minyak/refinery oil yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a) Uncracked (tidak terpecah-pecah molekulnya), supaya lebih stabil

b) Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api.

c) Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusak karet-karet dipompa

(circulation sytem)

d) Pour point rendah, agar dapat digunakan untuk bermacam-macam temperatur.

Suatu keungulan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorensinya lain

dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk

pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran

tersebut. Adanya karet-karet yang rusak dapat juga dicegah dengan penggunaan

karet sintetis.

1)Fresh water oil in water emulsion mud

Adanya lumpur yang mengandung NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur

emulsi ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water

base mud diikuti dengan jumlah minyak biasanya 5 – 25% volume, jenis

emulsifier bukan sabun lebih disukai karena dapat digunakan dalam lumpur yang

mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifier-nya dalam effisiensi.

Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk)

Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara

periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung prosentase clay yang

tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah

kenaikkan viskositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya

pengontrolan maka lumpur ini disukai orang.

2) Salt water oil in water emulsion mud

Mengandung paling sedikit 60.000 ppm NaCl fasa airnya. Emulsifikasi

dilakukan dengan emulsifier agent organic. Lumpur ini biasanya mempunyai pH

di bawah 9, dan sesuai dengan yang digunakan untuk daerah-daerah dimana perlu

Page 28: 84437627 Bab III Barnz Mpd

dibor garam massive atau lapisan-lapisan garam. Seperti di Kansas, Rocky

Mountain, Dakota dan Kanada Barat.

Emulsi ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga pada fresh water

emulsion, yaitu:

1) Densitasnya kecil

2) Filtrat loss sedikit dan mud cake tipis serta lubrikasi lebih baik.

Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan

dengan penambahan surface active agent tertentu. Maintenance lumpur ini

biasanya seperti pada salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier,

minyak dan surface active deformer (anti foam).

2. Water in Oil Emulsion Mud

Lumpur jenis ini berbahan dasar bentonite + 40 % air + 50 % solar atau

menggunakan crude oil + emulsifier + additive.

3.3.1.2.3Oil Base Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyu. Komposisi diatur

agar kadar airnya rendah (3 – 5%) volume. Reaktif lumpur ini tidak sensitive

terhadap kontaminan. Tetapi air adalah kontaminan karena memberi efek negatif

bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength,

mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan

zat-zat kimia.

Faedah oil in base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah

minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitive baik

terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (jadi juga untuk completion

mud). Kegunaan terbesar adalah pada saat komplesi dari work over sumur.

Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drillpipe yang terjepit, sehingga

mempermudah pemasangan casing dan liner.

Page 29: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tangki besi untuk

menghindarkan kontaminasi air, rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan

bahaya api berkurang.

Oil base emulsion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai fasa kontinyu

dan air sebagai fasa terbesar. Umumnya oil base mud, yaitu filtratnya minyak dan

karena itu tidak menghidratkan shale atau clay yang sensitive. Perbedaan

utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air ditambahkan sebagai tambahan

yang berguna (bukan kontaminan). Air yang teremulsi dapat antara 15 – 50 %

volume, tergantung densitas dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam

pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur ini, maka lumpur ini

mempunyai sifat-sifat lain dari oil base mud, yaitu dapat mengurangi bahaya api,

toleran pada air, dan pengontrolan flow properties-nya dapat seperti pada water

base mud.

3.3.1.2.4. Gaseous Drilling Fluid

Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan gas

atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor. Keuntungan

cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat

menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting atau padatan-padatan) yang mana

merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya

cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada

bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-zone dengan

tekanan rendah.

Suatu cara pertengahan antara lain lumpur cair dengan gas adalah aerated

mud drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi

lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk zona lost circulation),

mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.

Page 30: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Tabel III-2.

Komponen Lumpur Pemboran4)

Liquids Water Based Oil Based Gaseous

Drilling Fluid

Fresh water Low Gravity – SG = 2.5 Low gravity Air or Natural

Gas

Salt Water Non Reactive Solids :

sand, chert, limestones,

some shales

Amine-

treated clays,

asphalt,

gilsonite – SG

= 1.1

Aerated Muds

Oil Reactive Solids :

clays

High gravity Foam

Mixtures of

these fluids

High gravity Barite

Barite – SG = 4.2 Iron ore

Iron ore – SG = 4.7 -

5.1

3.3.1.3.Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Komposisi dari Lumpur bor akan menentukan sifat-sifat serta performance

dari lumpur itu sendiri. Sistem pengontrolannya harus dikoreksi terhadap formasi

selama operasi pemboran berlangsung, hal ini dimaksudkan agar Lumpur bor

bekerja sesuai dengan harapan.

Page 31: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar.3.24.

1. Mud Balanced. 2. Fann VG Meter. 3. Filter Press.

3.3.1.3.1. Densitas

Densitas atau berat jenis, didefinisikan sebagai berat lumpur per satuan

volume total lumpur. Densitas ini menyebabkan kemungkinan untuk membantu

dalam pengaturan tekanan-tekanan di lubang subsurface formasi, sehingga dalam

operasi pemboran densitas lumpur ini harus selalu dikontrol terhadap kondisi

formasinya agar diperoleh kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang

diharapkan terhadap formasi yang dibor. Densitas lumpur yang relatif berat bagi

suatu formasi kemungkinan akan menyebabkan terjadinya lostcirculation,

sebaliknya jika densitas lumpur relatif kecil dapat menyebabkan terjadinya blow

out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan menambahkan zat-zat

aditif, yang bersifat menaikkan maupun menurunkan densitas lumpur.

Additif yang biasa digunakan untuk memperbesar harga densitas antara lain :

Tabel. III-3. SG Additif

Additif SG

Barite 4.3

Limestone 3.0

Galena 7.0

Bijih Besi 7.0

Page 32: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur bor, pada

umumnya dipakai additif seperti :

a. Air

b. Minyak

Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan mengurangi kadar

padatan di permukaan. Permukaan densitas lumpur dapat dilakukan dengan satu

sirkulasi dan viscositasnya harus kecil, karena dengan penambahan berat lumpur

terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur bor akan dipengaruhi oleh

temperatur, densitas akan turun jika temperatur naik. Besarnya densitas lumpur

akan menentukan tekanan hidrostatik dari kolom

lumpur, berdasar persamaan berikut :

depth0520Pm m . ……………………………………………(3-4)

Keterangan :

Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi.

Ρm = densitas lumpur, ppg.

Depth = kedalaman, ft.

Tabel III-4.

Densitas Komponen Lumpur

Page 33: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.1.3.2. Viskositas

Viskositas adalah sifat fisik yang mengontrol besarnya shear stress akibat

adanya pergeseran antar lapisan fluida. Viskositas dapat pula didefinisikan

sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser) dan shear rate (laju

penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian seperti air, perbandingan

shear rate dengan shear stress ini sebanding dan konstan (gambar 3.2), sedangkan

lumpur pemboran adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan

shear stress dengan shear rate tidak konstan, disebut viskositas semu (apparent

viscosity) serta memberikan hubungan variasi yang luas

Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk :

1. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus

2. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.

3. Membantu mengontrol swab-pressure dan surge pressure.

Gambar 3.25

Grafik Shear Stress vs Shear Rate Untuk Fluida Newtonian

Page 34: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.25

Grafik Shear Stress vs Shear Rate Untuk FluidaNon-Newtonian

Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate

Harga Shear stress dan Shear Rate yang masing-masing dinyatakan dalam

bentuk penyimpangan skala penunjuk (Dial Reading) dan rpm motor pada Fann

VG meter Gambar 3.46, harus diubah menjadi shear stress dan shear rate dalam

satuan dyne/cm2 dan detik

-1 agar diperoleh harga satuan viskositas dalam satuan

cp.

Persamaannya sebagai berikut :

= 5,007 x C ………………………………………………. .(3-5)

= 1,704 x RPM ………………………………………………...(3-6)

Keterangan :

Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)

Viscosita = shear stress, dyne/cm2

= shear rate, detik-1

C = dial reading, derajat

RPM = revolution per minute dari rotor

Page 35: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Untuk setiap harga shear rate dihitung berdasarkan hubungan :

Va = 100x

……………………………………………….. (3-7)

Va = RPM

C) x (300 ……………………………………………….. (3-8)

Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point

Untuk menentukan Plastic Viscosity (VP) dan Yield Point (YP) dalam suatu

lapangan, digunakan persamaan bingham plasticGambar 3.46 sebagai berikut :

Vp = 300600

300600

……………………………………………….. (3-9)

Dengan menggunakan Persamaan (3-5), dan Persamaan(3-6) dimasukkan

kedalam Persamaan (3.7), didapatkan :

VP = C600

– C300

……...………………………………………..(3-10)

YP = C600

– VP ………………..…………………………....(3-11)

Keterangan :

Vp = plastic viscosity,cp

Yp = yield point Bingham, lb/100 ft2

C600

= dial reading pada 600 rpm, derajat

C300

= dial reading pada 300 rpm, derajat

Pertimbangan-pertimbangan yang tidak langsung adalah sebagai berikut :

1. Laju pemboran adalah besar dengan kadar padatan yang rendah atau lumpur

yang encer.

2. Lumpur dapat dikentalkan untuk memperkecil erosi pada formasi shale yang

tidak kompak, karena pembentukan aliran turbulen dengan lumpur yang encer

dapat mengakibatkan erosi lubang sehingga terjadi pembesaran lubang.

Page 36: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :

1. Penetration rate turun

2. Pressure loss tinggi terlalu banyak gesekan.

3. Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing

yang berhubungan dengan blow out.

4. Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan

Viskositas yang terlalu rendah menyebabkan :

1. Pengangkatan cutting tidak baik

2. Material-material pemberat lumpur diendapkan

Untuk mengencerkan lumpur dapat dilakukan dengan pengenceran dengan

air atau dengan penambahan thinner (zat-zat kimia), sedangkan penambahan

viskositas dapat dilakukan dengan penambahan zat-zat padat/bentonite pada water

base mud dan air atau asphalt pada oil base mud

Gambar 3.26.

Plot Model Bingham Plastik.

Page 37: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.1.3.3. Gel Strength

Di waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan

diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur

akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan

oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar

inilah yang disebut gel strength.

Di waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel

strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan

turun. Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan terlalu berat

kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai sirkulas. Walaupun pompa

mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur dengan

daya yang besar, karena formasi bisa pecah. Misalnya sirkulasi berhenti untuk

penggantian bit. Agar formasi tidak pecah di dasar lubang bor, maka sirkulasi

dilakukan dengan secara bertahap, dan sebelum melakukan sirkulasi, rotary table

diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.

Gel strength dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu progressive gel dan

fragile gel. Tipe yang pertama adalah tipe gel strength yang pada mulanya rendah

tetapi semakin tinggi dengan bertambahnya waktu, gel strengthnya meningkat

terus menerus sampai mencapai angka tertinggi. Hal ini sering terjadi pada lumpur

yang mempunyai kadar padatan yang tinggi. Tipe ini tidak diharapkan, karena

akan mendatangkan banyak kesulitan dalam operasi pemboran, seperti :

diperlukan tekanan pompa yang besar untuk memulai sirkulasi kembali . Tipe

yang kedua adalah tipe gel strength yang pada kondisi awalnya relatif sudah

tinggi dan hanya mengalami kenaikkan yang sangat sedikit saja seiring dengan

bertambahnya waktu. Tipe ini hanya memerlukan tenaga pompa yang tidak begitu

besar untuk memulai sirkulasi, sehingga penghematan tenaga dan optimasi

pemboran diharapkan dapat terpenuhi.

Page 38: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.27.

Perbedaan Tipe Progresive Gel dan Fragile Gel

3.3.1.3.4. Yield Point

Titik keliatan (yield point) adalah sifat mengagar yang menunjukkan

besarnya tekanan minimal yang yang harus diberikan kapada fluida agar fluida

tersebut dapat bergerak. Tekanan ini akibat dari gaya tarik-menarik antara

partikel-partikel di dalam lumpur. Titik keliatan adalah parameter fluida dinamik,

sedangkan sifat menggagar (gel strength) adalah parameter fluida static.

Titik keliatan (yield Point) di lapangan disebutkan dalam satuan lb/100ft2,

dan diukur dengan fann VG meter. Harga YP pada Fann VG meter adalah

pembacaan skala pada putaran 300 rpm dikurangi harga PV. Harga biasa

digunakan antara 3 sampai 15 lb/ft2. Untuk fluida Newtonian harga YP adalah

nol. Kenaikan Yp yang berlebihan adalah akibat flukolasi YP yang tinggi baik

untuk pembersihan lubang, tetapi akan menimbulkan kehilangan tekanan yang

besar.

Page 39: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Yield point merupakan salah satu komponen yang menyebabkan keengganan

fluida untuk mengalir, dimana besaran ini merupakan hasil dari gaya tarik-

menarik antar partikel di dalam Lumpur yang dinyatakan dalam satuan lb/100ft3.

gaya tarik-menarik ini berasal dari muatan negatif dan positif yang terletak di atas

atau berdekatan dengan permukaan partikel. Besaran ini diukur dalam kondisi

yang dinamis, berbeda dengan gaya agar diukur pada kondisi statis.

Besarnya gaya ini tergantung dari:

1. Sifat-sifat permukaan pada Lumpur.

2. Konsentrasi volume padatan.

3. Lingkungan listrik dan padatan.

Kenaikkan yield point terjadikarena:

1) Karena kemasukan kontaminan yang dapat larut seperti, misalnya garam,

semen, anhydrite atau gypsum yang menetralisir muatan negatif partikel-

partikel clay.

2) Karena kemasukan padatan lembab ke dalam sistem hal ini akan

menyebabkan jarak antar partikel semakin dekat sehingga gaya tarik-menarik

semakin membesar.

3) Karena mengebor shale yang dapat menghidrate atau juga mengebor clay yang

mengakibatkan penambahan padatan reaktif ke dalam sistem sehingga

meningkatkan gaya tarik-menarik yang disebabkan oleh peningkatan jumlah

muatan dan semakan dekatnya jarak antar partikel.

3.3.1.3.5. Filtration Loss

Filtration loss adalah kehilangan sebagian dari fasa cair (filtrat) lumpur

masuk kedalam formasi permeabel. Pengukurannya dilakukan dengan standar

filter press, dimana lumpur ditempatkan pada silinder yang dasarnya dipasang

kertas saring, dan bagian atas tabung diberikan tekanan udara/gas. Selanjutnya

volume filtrat lumpur dan tebal mud cake dicatat. API filtration rate (statik)

Page 40: 84437627 Bab III Barnz Mpd

adalah volume (cc) filtrat/30 menit pada tekanan 100 psig. Ketebalan mud cake

biasanya diukur dalam satuan 1/32 inch.

Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap formasi maupun

lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage

(pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak / gas) dan lumpur akan

kehilangan banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak memperkecil

lubang bor (pressure loss akan naik, pressure surges/swabbing akan membesar).

3.3.1.4. Sifat Kimia Lumpur Pemboran

Sifat kimia lumpur pemboran merupakan tingkat reaktifitas lumpur terhadap

kondisi formasi yang ditembus, terutama berkaitan dengan kandungan kimiawi

partikel-partikelnya. Seperti sifat fisik lumpur, sifat kimia juga sangat menentukan

fungsi lumpur, karena performance lumpur dapat berubah dengan adanya

pengaruh dari efek kimia partikelnya. Perubahan sifat kimia yang tidak sesuai

maksud tujuan pemboran akan menyulitkan pengontrolan lumpur sehingga

treatment terhadap sifat kimia harus selalu diperhatikan selama sirkulasi

dilakukan. Semua sifat kimia diharapkan mempu memberikan keuntungan yang

menunjang fungsi lumpur pemboran.

3.3.1.4.1. Padatan

Terdapatnya padatan atau solid dalam lumpur pemboran dalam jumlah yang besar

dapat mengakibatkan korosi dan abrasi pada peralatan pemboran seperti pompa

lumpur, drillstring, casing dan sebagainya. Sebagai contoh padatan yang sering

dijumpai adalah pasir, yang mana kadar pasir dalam lumpur dihitung dengan alat

yang disebut sand screen set. Set terdiri dari 200 meshsive dengan diameter 2.5

inc yang dilengkapi dengan sebuah corong untuk memasang saringan (screen)

serta sebuah gelas yang disebut dengan glass measuring tube. Kadar pasir

dinyatakan dalam persentase yang dapat diamati pada dasar gelas pengukur yang

mempunyai pembagian skala dari 0 – 20% volume. Sehingga dalam pengukuran

harus dipastikan bahwa kadar pasir dari total volume lumpur lebih kecil dari 20%

Page 41: 84437627 Bab III Barnz Mpd

agar tidak menimbulkan problem kepasiran yang mengganggu rate produksi dan

merusakkan peralatan pemboran. Kadar pasir tidak boleh terlalu tinggi karena

dapat menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya :

a. Padatan memiliki sifat yang abrasive atau mengikis, oleh karena peralatan

yang disirkulasi akan terkikis ketika dilalui padatan solid lumpur.

b. Padatan dapat menyebabkan berat jenis lumpur akan naik dan hal ini

menyebabkan kerja dari pompa lumpur akan semakin berat.

3.3.1.4.2. pH

pH sebagai salah satu sifat kimia lumpur pemboran merupakan penting di

dalam treatment pada suatu operasi pemboran. Untuk mengukur pH suatu lumpur

ada dua cara, yaitu :

1. Modified colorimetric method dengan menggunakan paper strip.

2. Electrometric method dengan menggunakan glass electrode.

Paper strip method tak dapat dipercaya apabila konsentrasi garam dari contoh

sangat tinggi, sedangkan electrometic method akan mempunyai kesalahan besar

untuk larutan yang mengandung ion Na dalam konsentrasi yang tinggi, selain itu

diperlukan koreksi temperatur yang harus dilakukan dengan pengukuran pH

secara electrometric.

Konsentrasi ion hidrogen lumpur pemboran lebih tepatnya digambarkan

sebagai harga pH yang menunjukkan harga konsentrasi antara 1 – 14. Harga

tersebut mengindikasikan kondisi asam dan basa lumpur, jika harga pH lebih kecil

dari 7 menunjukkan bahwa lumpur asam, berharga 7 berarti lumpur netral,

sedangkan jika lebih dari 7 menunjukkan lumpur basa.

3.3.1.4.3. Kesadahan

Kesadahan lumpur pemboran dilakukan dengan menyelidiki ion Ca dalam

lumpur, dimana kesadahan total lumpur adalah keadaan dimana berlaku sebagai

total hardness. Dengan keadaan demikian lumpur mengandung ion Ca dan Mg

Page 42: 84437627 Bab III Barnz Mpd

yang terlalu banyak dalam air dapat diidentikkan dengan sabun, jika sabun tidak

berlarut dalam air maka air tersebut mengandung garam kalsium dan garam

magnesium (air sadah). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadahan total lumpur

yaitu terkontaminasinya lumpur dengan Ca dan Mg sebagai berikut :

a. Pemboran memasuki formasi anhidrat gipsum.

b. Penambahan hard make up water.

c. Persenyawaan dengan partikel yang mengandung Ca.

d. Influks air formasi memiliki kandungan Ca yang tinggi.

Apabila kesadahan lumpur tinggi maka akan mengakibatkan yield point

rendah, terjadinya water loss yang tinggi dan gel strength rate yang terlalu besar

sehingga untuk mengatasinya memerlukan banyak bentonite untuk membentuk

gel lumpur yang memadai.

3.3.1.4.4. Alkalinitas

Alkalinitas atau keasaman lumpur ditempatkan dengan harga pH-nya, akan

tetapi karakteristik lumpur dapat berfluktuasi meskipun pH-nya tetap.

Berdasarkan pengalaman diketahui ada korelasi antara sumber alkalinitas di dalam

lumpur terhadap sifat-sifat lumpur yang bersangkutan.

1) Jika sumbernya hanya berasal dari OH-, menunjukkan lumpur stabil dan

kondisinya baik.

2) Jika sumbernya berasal dari OH- dan CO

-23, menunjukkan lumpur stabil dan

kondisinya baik.

3) Jika sumbernya hanya berasal dari CO-2

3, menandakan lumpur tidak stabil

tetapi masih bisa dikontrol.

4) Jika sumbernya berasal dari CO-2

3 dan HCO-3, berarti lumpur tidak stabil dan

sulit untuk dikontrol.

5) Jika sumbernya hanya berasal dari HCO-3, kondisi dari lumpur sangat jelek

dan sulit untuk dikontrol.

Page 43: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.1.4.5. Salinitas

Penentuan salinitas (kadar Cl) dalam lumpur diperlukan terutama jika

pemboran melalui daerah yang mana garam dapat terkontaminasi dengan fluida

pemboran yaitu daerah yang terdapat kubah-kubah garam. Jika terjadi kandungan

chlor melebihi 6,000 ppm sebaiknya program penggunaan lumpur diubah sesuai

dengan keasaman. Kandungan Cl yang terlalu besar juga mempengaruhi dalam

operasi logging karena harus diadakan koreksi untuk menginterpretasi

loggingnya. Kandungan Cl di dalam lumpur dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Salt mud jika kandungan Cl antara 10,000 – 31,500 ppm.

b. Saturated salt mud jika kandungan Cl 31,500 ppm.

Cara penanggulangan kerusakan lumpur yang diakibatkan oleh ion chlor

antara lain adalah :

a. Jika mud cake terlalu tebal dan filtration loss terlalu besar dapat diperbaiki

dengan menambah organic koloid.

b. Jika pH dibawa dibawah 8, maka perlu preserfatif untuk menahan fermentasi

starch.

Jika padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay suspensi dapat

diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite.

3.3.1.5. Komposisi Lumpur Pemboran

Secara umum lumpur pemboran terdiri dari 3 komponen atau fasa pembentuk

sebagai berikut :

1. Fasa cair (air atau minyak)

2. Fasa padat (reactive solids dan inert solids)

3. Bahan kimia (additive)

Page 44: 84437627 Bab III Barnz Mpd

1. Fasa Cair

Fasa cair Lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau

campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air tawar

dan air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air asin tidak

jenuh dan air asin jenuh. Sekitar 75% Lumpur pemboran menggunakan air

karena mudah didapat, murah, mudah dikontrol jika terdapat padatan-padatan

(solid content) dan merupakan fluida yang paling baik sebagai media penilaian

formasi. Istilah oil-base muds digunakan jika kandungan minyaknya lebih besar

dari 95%. Sedangkan emulsion muds mempunyai komposisi minyak 50-70%

(sebagai fasa kontinyu) dan air 30-50% (sebagai fasa diskontinyu).

1) Reactive Solid

Reactive solid atau fasa padatan yang bereaksi dengan sekelilingnya membentuk

koloid yang merupakan suspensi yang reaktif terdispersi dalam fasa kontinyu

(sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay yang berukuran 10-20

Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan

menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas,

viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss.

Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan untuk lumpur menjadi tiga,

yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite.

Montmorillonite yang paling sering digunakan karena kemampuannya yang

mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous bercampur dengan fresh

water. Dalam literature pemboran manual, montmorillonite direferensikan dengan

bentonite, karena bentonite identik dengan clay montmorillonite.

Montmorillonite merupakan material berbentuk seperti plat atau lempengan tipis

dengan ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,1 mikron. Semakin kecil ukuran

partikelnya, maka semakin luas bidang kontak antara partikel solid dengan media

cairannya, sehingga interconnected properties (sifat saling berhubungan) dengan

medianya besar, maka reaktifitasnya menjadi lebih tinggi terhadap fasa cair

lumpur pemboran. Seperti yang dijelaskan oleh Roger, bentonite merupakan

Page 45: 84437627 Bab III Barnz Mpd

koloid yang sangat reaktif yang mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi lumpur

pemboran. Sedangkan clay attapulgite, yang dapat swelling dalam air asin,

biasanya digunakan dalam kondisi lumpur salt water.

Clay yang merupakan reactive solid dapat didefinisikan sebagai padatan

yang diameternya kurang lebih 2 mikron yang mampu menyerap air sehingga

mempunyai kemampuan swelling. Kemampuan swelling ini dipengaruhi oleh

gaya differensial yang bekerja pada partikel clay, yang merupakan hasil dari gaya

tolak-menolak antara ion-ion sejenis dan gaya tarik-menarik antara ion-ion tak

sejenis di permukaan plat clay. Distribusi gaya-gaya tersebut ditentukan oleh sifat

water-base mud yang dikontrol oleh jenis elektrolit yang terlarut dan derajat pH

pada fasa gas, yaitu dengan menambahkan zat-zat additive lumpur pemboran.

Kemampuan bentonite untuk hidrasi kemudian terdispersi akan mengurangi

keberadaan elektrolit dalam air, ketika bentonite ditambahkan fresh water terjadi

empat kondisi kesetimbangan antara bentonite dengan air, yaitu: aggregation

(penggumpalan), flocculation, dispersion (menyebar), dan deflocculation.

Dikarenakan bentonite kurang begitu mampu menghidrasi pada kondisi

dimana air mengandung elektrolit yang tinggi, maka clay jenis lainnya harus

digunakan untuk memberikan sifat rheologi lumpur. Larutan elektrolit

menghambat pertukaran antara ion-ion positif dengan negatif pada fasa gas. Clay

attapulgite dipakai sebagai pengganti bentonite untuk memperbaiki sifat rheologi

lumpur saat menemui air dengan kandungan elektrolit yang tinggi. Jenis clay ini

berbeda dengan bentonite dalam hal bentuk partikel-partikelnya, yang kecil

silindris dan menyerupai jarum daripada menyerupai plat. Viskositas yang

dibentuk attapulgite sepenuhnya tergantung pada pertalian jalinan dari partikel-

partikel menyerupai jarum tersebut. Pada permukaan formasi yang porous

deposisi partikel tersebut akan mencegah pergerakan air

Page 46: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.28.

Kondisi Kesetimbangan antara Clay Montmorillonite

dengan Partikel Air

Karena dari beberapa jenis clay difungsikan untuk memberikan sifat rheologi

lumpur, maka yield point clay mutlak diketahui untuk melakukan klasifikasi dan

kualitas lumpur. Yield point clay didefinisikan sebagai sejumlah berat dalam

barrel dari lumpur yang memiliki viskositas tertentu, biasanya memilki standard

sebesar 15 cp, yang dibutuhkan oleh satu ton clay (bbl mud/ton clay).

Penambahan clay akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga menaikkan

harga yield pointnya.

Umumnya clay digolongkan menjadi tiga, yaitu: high-yield clay (Na-

montmorillonite, attapulgite dan asbestos), medium-yield clay (Ca-

montmorillonite) dan low-yield clay (dry lake clay). Berdasarkan standard yang

dipakai, high – yield bernilai 45 bbl mud/ton clay atau lebih besar dari 15 cp,

medium – yield bernilai 20-40 bbl mud/ton claya dan low – yield bernilai 20 bbl

mud/ ton clay. Persamaan berikut akan memudahkan dalam menentukan yield

point :

625Wt

2000tonclaybblmudYield

mf .)/(

………………………...…(3-12)

Page 47: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Keterangan :

Wtf = berat fraksi clay dalam lumpur.

m = berat jenis lumpur, lb/cuft.

Clay dengan perbedaan kemampuan mengadsorbsi cation akan

memperlihatkan kesamaan dalam rata-ratanya dan untuk membedakannya hanya

dengan standart test yang ada. Seperti pada hasil tes untuk bentonite yang

ditunjukkan pada Tabel III-4

Tabel III-5.

Bentonite Spesifikasi API

Requirement API Standart 13.A

Viscometer Dial Reading at 600

RPM

Yield Point, lb/100ft2

Filtrate

Wet screen analysis Residu

on US Sieve No. 200

Moisture

Yield

30 cp min.

3 x Plastic viscosity max.

Maximum 13.5 ml.

2.5 % max.

10 % max. as shipped from point of

manufacture

91.8 bbls of 15 cp mud per ton of dry bentonite

2) Inert Solid

Non-reactive solid merupakan zat padat yang tidak bereaksi (inert solid). Non-

reactive solid meliputi padatan-padatan dengan berat jenis rendah (low-gravity)

dan berat jenis tinggi (high-gravity). Padatan low gravity meliputi : pasir, chert,

Page 48: 84437627 Bab III Barnz Mpd

limestone, dan dolomite, berbagai macam shale, dan campuran dari berbagai

macam mineral. Padatan-padatan ini berasal dari formasi yang dibor dan terbawa

oleh lumpur, dan biasannya mempunnyai ukuran yang lebih besar dari 15 mikron,

dan bersifat abrasif, sehingga dapat merusak peralatan sirkulasi lumpur, seperti

liner pompa, oleh karena padatan tersebut harus segera dibuang. Menurut

Klasifikasi API, pasir adalah setiap padatan yang berukuran lebih besar dari 74

mikron; meskipun demikian setiap padatan yang berukuran lebih kecil dari pasir

juga dapat merusak peralatan.

Padatan dengan berat jenis tinggi (high-gravity solid) ditambahkan ke dalam

lumpur untuk menaikkan densitas. Padatan tersebut biasanya disebut sebagai

material pemberat (weighting material), dan lumpur pemboran yang mengandung

padatan tersebut sebagai ”lumpur berat”. Ada beberapa jenis high-gravity solid

yang pada saat ini banyak digunakan yaitu:

1. Barite (BaSO4) yang mempunnyai SG 4.2 dan digunakan untuk membuat

lumpur dengan berat jenis sampai 10 ppg (1.19 kg/l). Barite lebih banyak

digunakan dibanding dengan bahan pemberat yang lain, karena harganya

murah dan tingkat kemurniannya cukup baik.

2. Lead sulphide, seperti galena yaitu digunakan sebagai material pemberat

karena SG-nya tinggi, yaitu antara 6.5 sampai 7.1 dan dapat menghasilkan

densitas lumpur sampai 35 ppg (4.16 kg/l).

3. Bijih besi, mempunyai SG ±5, tetepi lebih erosif dibanding dengan bahan

pemberat lainnya. Selain itu, bijih besi juga mengandung bahan-bahan yang

beracun.

3) Fasa Kimia

Didalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka

ada material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat

lumpur agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi

pemboran. Berikut ini akan disebutkan beberapa bahan kimia tersebut, yaitu untuk

Page 49: 84437627 Bab III Barnz Mpd

tujuan : menaikkan berat jenis lumpur, menaikkan viskositas, menurunkan

viskositas, menurunkan filtration loss dan lain-lain.

Tabel III-6.

Additif Lumpur Pemboran

Additif Fungsi Additif Nama

Weighting Agent

(Material Pemberat)

Menaikkan Densitas 1. Barite

2. Galena

3. Kalsium Karbonat

Pengental Menaikkan Viskositas 1. Wyoming Bentonite

2. Attapulgite

Pengencer Menurunkan Viskositas 1. Kalsium Ligno

Sulfat

2. Fosfat

Fluid Loss Reducer Menurunkan Filtration

Loss

CMC

Lost Circulation

Material

Mengatasi Loss

Circulation

1. Milmica

2. Kwik Seal

Corrosion Control Mengontrol korosi NO2

PH Adjuster Mengontrol PH NaOH

Flucoolant Mempercepat

Pengendapan Serbuk

Bor

1. Fluxit

2. Baroflac

Emulsifier Fas Kimia Untuk

Emulsi Minyak dan Air

1. Mogco Mul

2. Trimulsi

3. Atlasol

4. Imco-Ceox

Page 50: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.2. Casing

Setelah lubang dibuat hingga kedalaman tertentu, casing diturunkan ke

dalam lubang bor dan kemudian disemen. Casing adalah suatu pipa baja yang

diturunkan sepotong demi sepotong ke dalam lubang. Antara sepotong casing satu

dengan yang lainnya disambung dengan sistem ulir. Secara umum casing

berfungsi untuk menghindari kesulitan–kesulitan yang timbul pada pemboran

selanjutnya. Penamaan dari casing berdasarkan fungsi dari casing tersebut.

3.3.2.1. Fungsi Casing

Beberapa fungsi utama dari casing antara lain adalah sebagai berikut :

1) Mencegah keguguran dinding sumur.

2) Mencegah kontaminasi air tanah oleh lumpur pemboran.

3) Menutup zone bertekanan abnormal dengan zone lost.

4) Membuat diameter sumur tetap.

5) Mencegah hubungan langsung antar formasi.

6) Tempat dudukan BOP, peralatan produksi

3.3.2.2. Klasifikasi Casing

Tipe–tipe casing di dalam ilmu teknik perminyakan baik itu untuk sumur-

sumur gas ataupun minyak adalah sebagai berikut :

1. Conductor Casing

Pada umumnya casing ini berdiameter besar, yaitu 16” sampai 30” dan

dipasang dengan cara dipancangkan biasa dengan menggunakan vibrating

hammer. Letak kedalaman pemasangan umumnya antara 90 hingga 150 ft. adapun

fungsi dari conductor casing adalah sebagai pelindung di on-shore apabila tanah

dekat permukaan tidak cukup kuat atau mudah gugur, seperti rawa–rawa, gambut

dan sebagainya.

Page 51: 84437627 Bab III Barnz Mpd

2. Surface Casing

Casing ini biasanya dipasang sampai kedalaman 150 meter atau hingga

mencapai 200 meter, dengan diameter 13 3/8” atau 16”. Pemasangan casing ini

memiliki tujan :

1) Kontrol caving.

2) Memudahkan handling aliran lumpur yang kembali dalam lubang bor.

3) Melindungi lapisan air tawar yang bisa merusak lumpur bor atau lapisan

produktif yang berada di bawahnya.

4) Tempat kedudukan BOP dan well head.

Casing ini bertujuan untuk menjaga formasi supaya tidak runtuh. Setelah

conductor casing dipasang dan dilanjutkan dengan pemboran tahap selanjutnya,

formasi lubang terbuka, jika terlalu panjang akan cenderung untuk runtuh juga.

Umumnya diambil patokan bahwa lubang terbuka maksimal 2/3 dari

kedalaman lubang. Casing yang dipasang agar lubang yang terbuka tidak runtuh

setelah conductor casing dipasang disebut surface casing. Selain itu pada surface

casing pertama kali dipasang peralatan pencegah semburan liar (BOP). Mengingat

lubang yang makin dalam tekanan formasi umumnya akan semakin besar,

sehingga dikhawatirkan akan terjadi kick pada saat pemboran selanjutnya. Jika

terjadi kick saat sedang melanjutkan pemboran dan BOP terpasang, kick akan

dapat dikendalikan dengan baik.

3. Intermediate Casing

Pemasangan casing ini sangat dipengaruhi oleh kedalaman sumur dan

kondisi geologi pada daerah–daerah yang spesifik. Tujuan utama dari pemasangan

casing ini untuk menutup lapisan yang dapat menyebabkan :

1) Rusaknya kondisi lumpur bor sehingga sulit dikontrol dan mahal (salt,

gypsum, heaving shales dan lain–lain).

2) Bahaya terhadap kemajuan pemboran dengan kemungkinan pipa terjepit,

pembesaran lubang yang berlebihan atau bahaya pekerjaan memancing yang

lain.

Page 52: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Intermediate casing berfungsi untuk menutup formasi yang berbahaya bagi

operasi pemboran selanjutnya. Formasi yang membahayakan tersebut antara lain

adalah formasi bertekanan tinggi, formasi yang menimbulkan lost circulation,

formasi yang mudah runtuh dan lain–lain. Jika formasi yang membahayakan ini

dibiarkan saja atau tidak ditutup maka operasi pemboran selanjutnya akan

terganggu. Jika telah dipasang intermediate casing, dilanjutkan pemboran

selanjutnya dan ditemukan lagi formasi yang membahayakan dan dipasang

kembali casing untuk menaggulanginya, maka casing tersebut masih disebut

sebagai intermediate casing.

Conductor casing dan surface casing disemen hingga permukaan,

sedangkan intermediate casing disemen lebih kurang 100 meter di atas sepatu

casing (casing shoe).

4. Production Casing

Casing ini adalah rangkaian yang terdalam dan terakhir, tergantung jenis

penyelesaian sumurnya, casing ini dipasang sampai atap lapisan produktif atau

sampai dasar lapisan produktif. Bila lebih dari satu lapisan produktif, casing ini

berfungsi juga untuk memisahkan lapisan yang satu dengan lapisan yang lain.

Casing ini biasanya berdiameter 7” atau 6 5/8” atau 5 1/2 “. Bila production

casing dipasang sampai puncak formasi produktif, komplesinya disebut dengan

open hole completion. Bila production casing menembus lapisan produktif

kemudian disemen dan diperforasi, komplesinya disebut dengan perforated

completion.

Casing ini disemen lebih kurang 100 meter di atas lapisan produktif dan

kira–kira 100 atau 200 meter di atas sepatu casing sebelumnya.

5. Liner

Liner dipasang untuk sumur–sumur yang dalam sebagai pengganti

production casing, yaitu casing yang digantungkan pada casing sebelumnya.

Page 53: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Alasan pemasangan liner ini adalah untuk menghemat casing dan kekuatan

menara untuk menurunkan casing. Kalau menara tidak sanggup menahan casing

yang cukup berat karena sangat panjang, maka dipasang liner saja.

3.3.2.3. . Sifat Fisik pada Casing

Seperti halnya drill pipe maupun drill collar, casing juga mempunyai

spesifikasi yang menyatakan ciri dari suatu casing, adapun spesifikasi tersebut

meliputi grade, panjang, diameter, berat nominal dan tipe sambungan.

1. Grade

Casing dibagi menjadi beberapa grade sesuai dengan grade baja pada

casing. Tiap grade memiliki komposisi yang berbeda–beda, sehingga strength

yang dimilikinya juga berbeda–beda.

Sifat–sifat fisik casing seperti minimum yield strength dan ketahanan

casing terhadap korosi yang disebabkan oleh gas–gas korosif ditentukan oleh

komposisi bahan casing.

Pembagian grade casing yang diberikan oleh API adalah F-25, H-40, J-55,

N-80, P-110. Sedangkan pada grade casing di luar grade yang diakui API adalah

K-55, C-55, dan V-150. Semakin tinggi grade casing, yield strength tersebut

ditentukan oleh komposisi bahan casing. Dengan demikian semakin tinggi grade

casing semakin besar pula kemampuan untuk menahan gaya–gaya yang bekerja

pada casing (burst dan collaps pressure).

Pada umumnya semakin rendah grade casing semakin tahan casing

terhadap kerapuhan hydrogen sulfide (H2S). Hal ini perlu dipertimbangkan

terutama dalam merencanakan casing untuk sumur–sumur gas. Dalam

merencanakan casing yang akan dipasang pada sumur–sumur gas sebaiknya

dipakai grade H-40, J-55, atau K-55 apabila gas H2S diperkirakan dapat

menimbulkan kerapuhan pada casing.

Page 54: 84437627 Bab III Barnz Mpd

2. Range panjang casing

Panjang dari casing diukur mulai dari ujung coupling hingga ujung thread,

merupakan panjang casing bersama coupling. Range panjang casing dapat dilihat

pada table 3-4.

Tabel 3–4

Range Length Of API Casing

Range Length Range

(ft)

Minimum Length

(ft)

Maximum Length

Variation (ft)

1

2

3

16-25

25-34

34 or more

18

28

36

6

5

6

Dari uraian di atas, suatu casing dapat ditulis sebagai berikut : casing 7”

OD, 23 lb/ft,, N-80 LT & C,R-1, yang artinya casing mempunyai diameter luar

7”, berat nominal 23 lb/ft, grade N-80 dengan tipe sambungan adalah long thread

and coupling dan length range I.

3. Diameter casing

Casing mempunyai tiga macam diameter, yaitu:

1) diameter luar (OD)

2) diameter dalam (ID)

3) diameter drift (DD)

Drift diameter adalah drift maksimal suatu benda yang dapat dimasukkan

ke dalam casing. Drift diameter lebih kecil daripada diameter dalam. Diameter ini

berguna untuk menentukan diameter bit untuk melanjutkan pemboran setelah

rangkaian casing terpasang. Diameter casing diukur pada body casing bukan pada

sambungan atau coupling.

Page 55: 84437627 Bab III Barnz Mpd

4. Berat nominal casing

Berat nominal suatu casing menyatakan berat casing beserta couplingnya

per satuan panjang. Pada umumnya berat nominal dinyatakan dalam satuan lb/ft.

API mengeluarkan standart yang dapat digunakan untuk merencanakan

pemasangan casing, dimana standart yang dikeluarkan tersebut dari dua macam

ukuran yaitu dalam ukuran satuan British dan satuan matric.

5. Tipe sambungan casing

Antara satu casing dengan lainnya disambung dengan menggunakan ulir

(thread). Ada tiga macam sambungan dari casing, yaitu :

a) Round thread and coupling

Round thread and coupling mempunyai bentuk ulir seperti huruf v dan

mempunyai 8 sampai 10 ulir setiap inch. Tipe sambungan ini ada dua macam,

yaitu long thread and coupling dan short thread and coupling. Long thread and

coupling memnpunyai tension strength 30% lebih kuat dari short thread and

coupling.

b) Butters thread and coupling

Sambungan ini mempunyai bentuk ulir seperti trapezium dan mempunyai

lima ulir setiap inch. Butters thread and couplings digunakan untuk tension load

yang besar, atau untuk rangkaian casing yang panjang.

c) Extreme line casing

Sambungan ini mempunyai thread yang menyatu dengan body casing.

Bentuk thread atau ulirnya adalah berbentuk trapezium atau square dan

mempunyai lima ulir setiap inch. Extreme line casing ini mempunyai ketahanan

yang besar terhadap kebocoran. Diameter yang mempunyai lima ulir setiap inch

adalah untuk ukuran 5 5/8 “ sampai 10 ¾”. Sedangkan untuk diameter yang lebih

kecil dari 7”mempunyai ulir sebanyak enam buah setiap inch. Ketiga jenis

sambungan casing diperlihatkan dalam Gambar 3.24

Page 56: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.29

Tipe Sambungan Casing

3.3.2.4. Pembebanan yang Terjadi pada Casing

Pembebanan yang terjadi pada casing, pada dasarnya meliputi tiga macam

gaya, yaitu :

1. Tekanan Burst

Suatu rangkaian casing yang berada dalam sumur secara serentak akan

menerima tekanan yang berasal dari kolom fluida di dalam casing (Pi), dan

tekanan yang berasal dari kolom fluida di luar casing (Pe). Kedua macam tekanan

ini bekerja dengan arah yang saling berhadapan. Pada kasus tertentu Pi dapat lebih

besar atau lebih kecil dari pada Pe. Dikatakan mempunyai tekanan burst bila harga

Pi lebih besar daripada harga Pe. Beban burst dapat berasal dari tekanan

hidrostatik lumpur, tekanan pada saat penyemenan, stimulasi dan semua kondisi

Page 57: 84437627 Bab III Barnz Mpd

yang menyebabkan (Pi-Pe) berharga positif. Tekanan burst adalah tekanan

minimal (Pi-Pe) yang dapat menyebabkan pecahnya atau meledaknya casing.

2. Tekanan Collapse

Adalah tekanan yang berasal dari luar casing (Pe) dimana disebabkan oleh

tekanan hidrostatik kolom lumpur di annulus, well kick. Tekanan collapse adalah

tekanan minimal yang dikenakan pada casing (Pi-Pe) sehingga menyebabkan

casing hancur.

3. Beban Tension

Beban tension adalah beban yang ditimbulkan oleh berat rangkaian casing.

Setiap sambungan casing harus menanggung rangkaian casing yang tergantung di

bawahnya. Jadi beban tension terbesar terdapat di permukaan dan mengecil

sampai nol di suatu titik pada rangkaian casing. Pada saat casing dimasukkan ke

dalam sumur maka lumpur yang berada di dalam lubang bor akan memberikan

gaya apung terdapat suatu titik netral pada rangkaian casing tersebut. Di atas titik

netral casing berada pada kondisi tension sedangkan di bawahnya casing berada

dalam kodisi compression. Apabila beban tension pada casing sudah melampaui

minimal yield strengthnya, maka casing akan mengalami deformasi permanent,

deformasi ini akan terjadi pada sambungan casing.

4. Beban Biaksial

Gaya–gaya yang bekerja pada casing di dalam sumur, terjadi secara

kombinasi. Beban burst dan collapse terjadi secara bersamaan dengan beban

tension dan compression. Terlihat bahwa adanya beban tension akan menurunkan

collapse resistence dan menaikkan burst resistence, sedangkan beban compression

adalah sebaliknya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat

kondisi dasar yang perlu diperhatikan dalam perencanaan casing, yaitu :

1. Bila tekanan dalam > tekanan luar, terjadi pembebanan burst.

2. Bila tekanan dalam < tekanan luar, terjadi pembebanan collapse.

3. Bila tension > minimum yield strength, terjadi deformasi permanent.

4. Tension akan menurunkan collapse resistence.

Page 58: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.2.5. Perhitungan pada Casing

Secara garis besar rangkaian casing yang direncanakan untuk dipasang

pada suatu sumur harus memenuhi persyaratan, yaitu mampu menahan beban

burst, callapse, tension compresi, puntiran dan tidak mudah terkena korosi dan

kerapuhan serta tidak ada kebocoran pada sambungan.

Langkah pertama untuk memilih casing yang memenuhi persyaratan

tersebut di atas adalah menentukan kondisi apa yang dapat membuat masing–

masing beban mencapai harga terbesar dan kemudian didistribusikan terhadap

kedalaman. Dengan membuat masing–masing beban mencapai harga terbesar,

maka akan diperoleh rangkaian casing yang paling kuat.

Pada metode maximum load maka kondisi tersebut berturut–turut adalah

untuk beban burst pada saat sumur mengalami kick, dan untuk beban collapse

pada saat sumur mengalami lost circulation. Kondisi ini adalah kondisi terburuk

yang dialami oleh rangkaian casing.

Burst pada metode maximum load merupakan kriteria pertama dalam

menentukan pemilihan casing. Hasil perencanaan ini kemudian diuji mengikuti

urutan terhadap beban collapse, tension dan terakhir beban biaxial. Sehingga bila

asalah satu langkah pengujian yang tidak dapat dipenuhi, maka desain harus

diulang dari beban burst dan selanjutnya kembali seperti langkah semula, diuji

terhadap beban collapse, tension dan biaxial hingga terpenuhi semuanya.

3.3.2.5.1. Surface Casing

a) Beban Burst

Beban burst untuk surface casing ditimbulkan oleh kolom gas yang

mengisi seluruh panjang casing. Karena tekanan injeksi pada kedalaman surface

casing relatif rendah, maka batas tekanan maximum di permukaan dapat

diabaikan, atau dapat diartikan bahwa tekanan peralatan BOP lebih besar dari

Page 59: 84437627 Bab III Barnz Mpd

tekanan gas di permukaan. Sehingga batasan tekanan maksimum hanya terdapat

pada kaki casing sebesar tekanan injeksi.

IP = 0.052 (Gfr + SF) D…………………………………...…………(3-48)

IP = 0.052 (Gfr + 1) Ls ………………………………………………(3-49)

dimana :

IP = Tekanan injeksi pada kaki casing, psi.

Gfr = Gradient tekanan rekah, ppg.

SF = Safety Factor, 1 ppg.

D = Kedalaman, ft.

Ls = Panjang surface casing, ft.

Dengan menganggap gradient hidrostatik gas sebesar 0.115 psi/ft maka

tekanan gas dipermukaan adalah tekanan injeksi dikurangi tekanan hidrostatik

gas.

Ps = IP – (0.052 g Ls) …………………………………………...…(3-50)

= {0.052 (Grf + 1) – 0.115}Ls ……………………………...…….(3-51)

Secara grafis desain untuk surface casing ini dapat dilihat pada Gambar 3.25.

a. beban collapse = resultan, karena didalam casing kosong.

b. garis desain = a x desain faktor.

Garis yang menghubungkan titik Ps dan titik IP disebut garis beban burst. Pada

kenyataannya casing juga mendapat tekanan dari luar yang sifatnya membantu

casing untuk menahan beban burst. Pada metode maksimum load beranggapan

bahwa tekanan luar casing minimal sebesar tekanan hidrostatik kolom air asin.

Jadi :

Pe = 0.052 f Ls……………………………………………………...…..(3-52)

Page 60: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Pe = 0.465 Ls……………………………………………………………..(3-53)

Dengan Pe merupakan tekanan di luar casing, sehingga resultan beban burst sama

dengan beban burst dikurangi tekanan di luar casing. Garis desain diperoleh dari

mengalikan resultan dengan desain faktor. Garis desain ini merupakan kekuatan

burst minimal casing yang harus dipasang.

Dimana :

Ls = panjang surface casing,ft.

g = densitas gas, ppg

m = densitas lumpur. Ppg.

f = densitas fluida, ppg.

IP = tekanan injeksi, psi

Pfr = tekanan rekah, psi.

Pf = tekanan formasi, psi.

Pe = tekanan di luar casing, psi.

Gambar 3.30

Beban Burst Pada Surface Casing

Page 61: 84437627 Bab III Barnz Mpd

b) Beban Collapse

Pada surface casing umumnya penyemenan dilakukan sampai permukaan.

Tinggi kolom semen ini memberikan beban collapse pada casing yang besarnya

sama dengan tekanan hidrostatik semen. Karena kedalaman surface casing relatif

dangkal, lost circulation yang terjadi dapat memungkinkan kolom lumpur turun

hingga di bawah kaki casing, ini berarti bahwa di dalam casing kosong, tidak ada

fluida yang membantu casing menahan collapse. Kondisi seperti ini merupakan

kondisi terburuk beban collapse untuk surface casing.

Gambar 3.31

Beban Collapse Pada Surface Casing

3.3.2.5.2. Intermediate Casing

a. Beban Burst

Beban burst di dalam intermediate casing dibentuk oleh dua macam fluida

yaitu lumpur terberat yang akan digunakan dan gas. Dengan menggunakan

densitas lumpur terberat dalam perhitungan maka berarti tekanan hidrostatis pada

casing lebih besar, sehingga diharapkan dapat diperoleh casing dengan kwalitas

yang paling kuat. Beban burst pada intermediate casing dapat dilihat pada Gambar

3.32.

Page 62: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.32

Beban Burst Pada Intermediate Casing

Keterangan gambar :

Li = panjang intermediate casing, ft

Hm = tinggi kolom lumpur terberat, ft.

Hg = tinggi kolom gas, ft

f = densitas fluida, ppg.

Pe = tekanan di luar casing, psi.

C = resultan = A – B

D = garis desain = C x desain factor.

B = batas tekanan maksimum untuk intermediate casing.

- Di Permukaan

Ps = PBOP

Page 63: 84437627 Bab III Barnz Mpd

- Di Kaki Casing

IP = 0.052 (Gfr + 1) D………………………………………………………..(3-54)

IP = 0.052 (Gfr + 1) Li……………………………………...………………..(3-55)

Dengan :

Ps = tekanan di permukaan, psi.

Gfr = gradient tekanan rekah, ppg

Li = panjang intermediate casing, ft

D = kedalaman, ft

IP = tekanan injeksi, psi

Dengan kedua batasan tekanan maksimum tersebut akan ditentukan berapa

tinggi kolom masing–masing fluida sehingga memberikan beban burst yang

terbesar. Untuk lumpur dan gas yang berada di dalam intermediate casing, maka :

Hm + Hg = Li

Dengan :

Hm = tinggi kolom lumpur terberat, ft.

Hg = tinggi kolom gas, ft.

Dengan menganggap gradient hidrostatis gas sebesar 0.115 psi/ft, maka :

IP = Ps + 0.0052 (Gfr + 1) Li ………………………………...……………...(3-56)

0.0052 (Gfr + 1) Li = (0.052 m Hm) + (0.115 Hg)…………………………(3-57)

Persamaan di atas merupakan persamaan dengan dua variable yang tidak

diketahui (Hm dan Hf), sehingga

Page 64: 84437627 Bab III Barnz Mpd

m

mfr

ρ 0.0520.0052

Li ρ 0.0052PsLi 1G 0.0052Hg

……………………...……(3-58)

Terdapat dua kemungkinan kedudukan kolom gas dan lumpur di dalam

casing. Pertama kolom gas berada di atas dan lumpur di bawah, kedua kolom gas

berada di bawah dan kolom lumpur di atas. Dari dua kemungkinan tersebut dapat

dilihat dengan jelas bahwa kemungkinan kedua memberikan beban burst yang

paling besar. Dalam perhitungan maka kemungkinan kedua yang dipakai.

Sebagaimana diketahui di luar casing juga terdapat tekanan yang membantu

casing dalam menahan beban burst minimal sebesar gradient hidrostatis air asin =

0.465 psi/ft, jadi

Pe = 0.052 f Li……………………...………………………………(3-59)

b. BebanCollapse

Beban collapse pada intermediate casing terdiri atas tekanan hidrostatik

lumpur saat casing dipasang dan tekanan hidrostatis semen. Secara keseluruhan

ditunjukan oleh garis OP1P2 pada Gambar 3.28.

P1 = 0.052 m1 Lme .................................................................................... (3-60)

Dan

P2 = 0.052 (m1Lme + s Hs)……………………………………………….(3-61)

Kondisi terburuk terjadi apabila lumpur terberat mengalami lost

circulation, sehingga kolom lumpur dalam casing akan berkurang. Lost circulation

terjadi antara lain karena turunnya gradient tekanan formasi. Tetapi perlu diingat

bahwa batas minimum gradient tekanan formasi adalah sebesar gradient tekanan

hidrostatis air asin, atau sebesar 0.465 psi/ft. Karena pada metode maksimum load

selalu mencari kondisi terburuk untuk setiap pembebanan, maka dianggap

gradient tekanan formasi turun sampai ke batas minimumnya ini. Pada interval

kedalaman lubang yang belum dicasing dapat dipahami bahwa tekanan formasi

terkecil akan berada tepat di bawah kaki casing. Sehingga kolom lumpur terberat

Page 65: 84437627 Bab III Barnz Mpd

dalam casing akan turun sampai terdapat kesetimbangan anatar tekanan hidrostatis

lumpur dengan tekanan formasi di bawah kaki casing. Dengan demikian hal ini

akan memberikan tinggi kolom lumpur tersisa (Lm2) di dalam casing yang paling

kecil. Jadi tekanan formasi minimum pada kaki casing :

P sub 3 = 0.465 D2……………………………………………………………(3-62)

Dan tekanan hidrostatis lumpur terberat pada kaki casing setelah lost adalah :

P3 = 0.052 m Lm2………………………………………………………….(3-63)

m2

22m23

ρ 0.052

D 0.465D ρ 0.052D

……………………………………………...(3-64)

2

m3

3 D ρ

8.9421D

………………………………………………………….(3-

65)

dimana :

D2 = kedalaman kaki casing, ft

D3 = kedalaman puncak kolom Lumpur terberat adalah setelah lost, ft

Gambar 3.33

Beban Collapse Pada Intermediate Casing

Page 66: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.2.5.3.Production Casing

a. Beban Burst

Pada production casing perhitungan beban burst tidak lagi didasarkan

kepada kondisi saat sumur mengalami kick, dan dengan demikian batasan tekanan

maksimum di permukaan dan di kaki casing tidak dipergunakan.

Karena pada tahap ini sumur telah berproduksi, maka pembebanan pada

casing diakibatkan pula oleh masalah yang timbul ketika sumur tersebut

berproduksi. Pada sumur produksi umumnya ruang antara tubing dengan

production casing diisi oleh suatu cairan yang biasa dikenal dengan packer fluid.

Densitas packer fluid ini sama dengan densitas fluida yang terdapat di luar

production casing (air asin) atau sekitar 9 ppg. Dengan demikian pada kondisi

normal tekanan hidrostatis kedua fluida pada casing akan saling meniadakan,

sehingga casing tidak menerima beban burst maupun collapse. Kondisi terburuk

untuk burst adalah apabila terdapat kebocoran pada pipa tubing dekat permukaan

dan mengakibatkan fluida produksi, diambil contoh gas akan masuk ke dalam

packer fluid.

Dengan mengabaikan kehilangan tekanan di sepanjang tubing maka

tekanan gas tersebut pada packer fluid di permukaan sama dengan tekanan dasar

sumur. Beban burst pada production casing ditunjukkan oleh garis (a).

Tekanan di permukaan :

Ps = BHP……………………………………………………...……………...(3-66)

Pcs = Ps + 0.052 Pf Lpd…………………………………………………….(3-67)

Dimana :

BHP = tekanan dasar sumur, psi.

Pcs = tekanan di kaki casing, psi.

pf = densitas packer fluid, ppg.

Page 67: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Lpd = panjang production casing, ft

Umumnya densitas packer fluid dipakai yang ringan agar tidak

menimbulkan beban burst yang besar pada kaki casing. Tekanan di luar casing

sebagaimana diketahui adalah minimal sebesar tekanan hidrostatis air asin.

Pe = 0.052 f . Lpd…………………………………………………………...(3-68)

Gambar 3.34

Beban Burst Pada Production Casing

Keterangan gambar :

THP = Tubing Head Pressure, psi.

PF = densitas packer fluid, ppg

F = densitas fluida, ppg.

Ps = tekanan di permukaan, psi.

Pe = tekanan di luar casing, psi.

a = beban burst, psi.

b = tekanan di luar casing, psi

Page 68: 84437627 Bab III Barnz Mpd

c = resultan = a – b

d = garis desain = c x desain factor

b. Beban Collapse

Seperti pada intermediate casing maka beban collapse pada production

casing juga terdiri atas tekanan hidrostatis lumpur saat casing dipasang dan

tekanan hidrostatis semen di annulus. Pada Gambar 3.30. beban collapse

ditunjukkan oleh garis OP1P2.

Gambar 3.35

Beban Collapse Pada Production Casing

Keterangan Gambar :

m = densitas lumpur saat casing dipasang, ppg

s = densitas semen, ppg.

Lm = tinggi kolom lumpur, ft.

Hs = tinggi kolom semen, ft.

Page 69: 84437627 Bab III Barnz Mpd

D = kedalaman, ft.

P = tekanan, psi.

Dimana :

P1 = 0.052 m Lm…………………………………………………………(3-69)

Sebagaimana disebutkan pada sub bab sebelumnya, ruang antara tubing

dengan production casing diisi oleh packer fluid. Kondisi terburuk terjadi apabila

penyekat di dasar sumur bocor sehingga seluruh kolom packer fluid menghilang.

Dan dengan demikian casing menahan beban collapse tanpa mendapat bantuan

tekanan dari dalam. Pada Gambar 3.29. karena di dalam casing kosong, maka :

OP1P2 = resultan (a)

Garis desain (b) = a x desain factor.

3.4.5.1. Beban Tension

Beban tension sebagaimana diketahui adalah beban dari berat rangkaian

casing yang digantung di dalam sumur. Tetapi dengan adanya lumpur di dalam

sumur tersebut akan memberi gaya apung terhadap casing, sehingga berat casing

di dalam lumpur lebih ringan bila dibandingkan dengan berat lumpur di udara.

Akibat lain dari adanya gaya apung ini adalah bahwa pada sebagaian rangkaian

casing tepatnya pada bagian bawah casing berada pada kondisi compressive dan

selebihnya dalam kondisi tension. Titik netral merupakan titik pada rangkaian

casing yang tidak berada dalam kondisi kompressi maupun tension. Distribusi

beban tension pada rangkaian casing dapat digambarkan sebagai berikut.

Untuk beban tension di permukaan dapat digambarkan dalam bentuk

persamaan sebagai berikut :

Ts = W1 + BF1 + W2 + BF2 + W3 + BF3…………………………………….(3-70)

Page 70: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Titik netral sebagaimana dijelaskan di atas adalah titik pada rangkaian casing

dimana beban axial sama dengan 0 (nol). Letak kedalaman titik netral dapat

ditentukan dengan persamaan berikut :

1

1

11 D x

W

BFDTn ……………………………………………...…………..(3-71)

Dengan Tn adalah letak kedalaman titik netral dalam ft. untuk

mendapatkan garis desain tension maka dilakukan sebagai berikut :

1. Tambahkan pada garis beban tension beban over pull sebesar 100.000 lbs.

Over pull merupakan factor keamanan, apabila rangkaian casing terjepit

sehingga diperlukan gaya tambahan untuk melepasnya.

2. Kalikan garis beban tension dengan desain factor 1.6 maka garis desain

tension dipilih mana yang memberikan harga lebih besar di antara keduanya.

Pada Gambar 3.31 :

a = garis beban tension

b.= garis beban tension + 100.000 lbs.

c. = garis beban tension x 1.6

Pada gambar tersebut b dan c berpotongan sehingga garis desain tension

adalah yang bercetak tebal. Garis desain tension dipergunakan untuk menguji

body yield strength dan joint strength casing yang dipakai. Selain itu juga akan

dipakai dalam perhitungan beban biaxial.

3.4.5.2. Beban Biaxial

Pengaruh beban biaxial terhadap casing seperti yang ditunjukan oleh

Gambar 4.32. dapat diterangkan sebagai berikut, misalnya terdapat suatu

rangkaian casing dengan burst dan collapse rating tertentu dan berada di dalam

lumpur, maka pada casing bagian atas tension akan menyebabkan kenaikan bursrt

rating dan penurunan collapse rating. Sedangkan pada bagian bawah compression

akan menyebabkan penurunan burst rating dan menaikan collapse rating suatu

casing pada beban tension tertentu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut :

Page 71: 84437627 Bab III Barnz Mpd

1. Tentukan factor beban biaxial

Strength YieldBody

ionBeban tensX …………………...……………………….(3-72)

2. Masukan harga X ini ke dalam Gambar 3.32. dan tentukan factor collapse

strength Y.

3. Maka collapse rating hasil koreksi terhadap beban tension adalah Y x

Collapse Rating.

3.3.3. Semen Pemboran

3.3.3.1. Fungsi Penyemenan

1. Primary Cementing

Primary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan segera

setelah casing dipasang. Di dalam primary cementing ini, pertimbangan teknis dan

ekonomis tidak dapat dikesampingkan. Tujuan dari primary cementing adalah :

a. Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan lapisan–lapisan yang

lainnya.

b. Mencegah terjadinya aliran fluida (air, minyak atau gas) dari satu lapisan ke

lapisan yang lain.

c. Memberi kekuatan pada lapisan yang lemah.

d. Melindungi casing dari korosi.

e. Melindungi casing terhadap tekanan dari luar.

f. Memberi kekuatan pada casing.

g. Mencegah terjadinya blow out dari annulus.

Primary cementing yang buruk dapat menyebabkan semen gagal

mengisolasi zona–zona yang diinginkan. Kegagalan ini memberi pengaruh–

pengaruh :

1. Stimulasi yang tidak efektif.

2. Kesalahan dalam evaluasi reservoir.

3. Adanya hubungan dengan fluida yang tidak diinginkan.

4. Pengangkatan fluida yang berlebihan.

Page 72: 84437627 Bab III Barnz Mpd

5. Akumulasi gas di dalam annulus.

2. Secondary Cementing

Secondary cementing adalah penyemenan tahap kedua setelah primary

cementing diaksanakan. Penyemenan tahap kedua ini bersifat memperbaiki dan

membantu penyemenan tahap pertama karena penyemenannya kurang sempurna.

Secondary cementing merupakan proses pendorongan bubur semen dibawah suatu

tekanan tertentu kedalam ruang kosong, seperti perforasi, rekahan, celah

dibelakang casing, maupun zona yang porous. Operasi ini banyak dilakukan

dalam pekerjaan complesi dan work over dengan tujuan :

1. Untuk mengontrol GOR tinggi, dengan membatasi zona minyak dengan zona

gas. GOR ini perlu dikontrol untuk memperbaiki produksi minyak.

2. Untuk mengotrol produksi air atau gas yang berlebihan. Zona air atau gas

biasanya dapat di squeeze untuk memperkecil intrusi air atau gas.

3. Memperbaiki kebocoran casing, semen dapat diselipkan melalui lubang akibat

korosi pada casing.

4. Untuk menyekat zona lost circulation.

5. Untuk mencegah migrasi fluida lain kedalam zona yang diproduksikan (block

squeezing).

6. Untuk mengisolasi zona-zona permanent completion. Hal ini lazim

dipraktekan di beberapa area. Setelah suatu sumur dengan banyak zona

produksi, kemudian dipasangi pipa dan masing–masing zona diisolasi dengan

semen.

7. Untuk memperbaiki primary cementing, persoalan yang dihasilkan adalah dari

adanya channeling. Penyemenan yang tidak mencukupi pada primary

cementing seringkali dapat diatasi dengan secondary cementing.

8. Untuk menutup perforasi lama, atau zona produksi pada open hole

completion.

Page 73: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.3.2. Macam - Macam Penyemenan

3.3.3.2.1. Primary Cementing

Pada primary cementing, semen ditempatkan di sekitar casing (di luar

casing) untuk mengikatkan casing dengan formasi. Sebagai contoh perencanaan

penyemenan konstruksi sumur adalah seperti pada Gambar 3.33.

Volume annulus dihitung untuk menentukan jumlah semen yang

diperlukan untuk melakukan operasi penyemenan. Perhitungan ini memungkinkan

service company untuk menentukan total waktu yang diperlukan untuk

mencampur dan memompakan semen serta mendorongnya ke dalam annulus.

Caliper log harus di run dan volume semen harus disesuaikan

memompakan semen serta mendorong ke dalam annulus. Caliper log harus di run

dan volume semen harus disesuaikan dengan ukuran lubang yang sebenarnya.

Untuk menghitung semen (slurry) yang diperlukan dapat dihitung dengan

persamaan :

hdiH doDo Ki4

πVb 222 ……………………...…………...(3-73)

dimana :

Vb = volume slurry yang dibutuhkan

D = diameter lubang bor, in

do = diameter luar casing, in.

di = diameter dalam casing, in

H = tinggi zona yang disemen, ft.

h = panjang shoes, ft.

ki = safety factor.

Page 74: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.37

Profil Penyemenan Casing Pada Suatu Sumur

Atau dapat pila dihitung volume annulus sebagai berikut :

Vo = 0.5454 (D2 – do

2)…………………………………...…………….(3-74)

Vo di atas mempunyai satuan cuft/100 ft, bila dijadikan bbl/ft menjadi :

Vo = 0.09714 (D2

– do2)………………………………… .……………(3-75)

Sedangkan untuk menentukan jumlah semen kering yang dibutuhkan dapat

direncanakan dengan rumus :

DaDs

DaDb

BB

BB Bdsq

……………………………………………...…….(3-76)

Page 75: 84437627 Bab III Barnz Mpd

dimana :

q = Banyaknya semen kering yang dibutuhkan, cufft atau m3

BDs = Berat semen kering.

BDb = Berat jenis slurry

BDa = Berat jenis air.

Untuk menghitung total waktu yang diperlukan untuk penyemenan adalah sebagai

berikut :

Tp = T1 + T2 + T3…………………………………………………..…………(3-77)

Dimana :

T1 = waktu untuk pemompaan slurry

T2 = waktu untuk pemompaan spencer

T3 = waktu pemasangan peralatan

Dalam menentukan tinggi kolom semen di annulus digunakan temperature

survey pada beberapa jam setelah penyemenan. Temperature survey dapat

digunakan karena semen tersebut mengeluarkan panas hidrasi. Selain itu dapat

juga digunakan ratio cative tracer survey, sonic log, gamma ray density log dan

sebagainya. Dengan perhitungan dapat dicari tinggi kolom semen dengan

persamaan :

WmWc 0.052

PfPsH

………………………………...…………….(3-78)

dimana :

H = tinggi kolom semen, ft

Ps = tekanan dorong pompa di permukaan, psi

Page 76: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Pf = tekanan friksi, psi

Wc = densitas slurry, ppg

Wm = densitas Lumpur, ppg

3.3.3.2.2. Squeeze Cementing

Pada squeeze cementing, semen didorong oleh tekanan. Squeeze

cementing dibagi menjadi dua, yaitu squeeze cementing dengan high pressure dan

dengan low pressure.

Di dalam high pressure, casing sering tidak kuat menahan tekanan, karena

itu perlu diberikan tekanan imbangan pada annulus drill pipe – casing di atas

packer, karena pada operasi ini dipasang packer untuk mengarahkan tekanan ke

formasi. Tekanan yang harus dikerjakan dapat dihitung dengan persamaan :

PB = Ps + Pc + 0.052 D (Wc – Wm)……………………...……………(3-79)

Persamaan ini menunjukan bahwa tekanan di annulus (PB) di atas packer

ditambah collapse pressure casing yang diijinkan (Pc) harus sama dengan squeeze

pressure di permukaan (Ps) ditambah dengan deferensial oleh semen (Wc =

density semen, ppg dan Wm = density lumpuir, ppg). D adalah kedalaman packer,

ft.

Tekanan untuk mengimbangi yang diperbolehkan adalah :

PBmax = 0.8 PB – 0.052 D (Wc – Wm)……………………………...…………(3-80)

Selama operasi penyemenan, kadang–kadang terjadi pengangkatan casing

ke permukaan. Kondisi ini akan terjadi apabila :

a) Casing yang digunakan sangat ringan.

b) Casing yang digunakan pendek.

c) Diameter casing terlalu besar.

d) Densitas semen terlalu tinggi.

e) Displacement fluida dengan density rendah.

Page 77: 84437627 Bab III Barnz Mpd

f) Tekanan fraksi annulus tinggi.

g) Bridging di annulus.

h) Terjadi back pressure.

Pada kondisi 2 sampai 5 biasanya ditemui pada saat penyemenan surface

casing atau conductor casing. Gaya angkat ini dapat dihitung dengan persamaan :

^F = (Ph x A) – (Wc – Wd)…………………………………………………..(3-81)

Pada saat pemompaan :

^F = {(Ph x A) + (Pp x A)} – (Wc + Wd)……………………………………(3-82)

Dimana :

Ph = tekanan hidrostatis fluida sumur.

^F = deferential pressure, psi.

A = luas penampang annulus, m2

Wc = berat casing, lb

Wd = berat fluida dalam casing, lb

Pp = tekanan pompa, psi

Jika ^F bernilai positif maka casing tersebut permanent atau dapat diset

pada formasi. Dengan demikian pengaturan pompa diatur sedemikian hingga

dapat mengatasi hal tersebut.

3.3.3.2.3. Plug Back Cementing

Plug back cementing direncanakan untuk open hole completion dengan

alasan dan pertimbangan :

1. Untuk sumur abondenmen.

Page 78: 84437627 Bab III Barnz Mpd

2. Pemasangan whipstock menggunakan Ottawa cement plug untuk

menutup zona crooke hole atau terdapat fish dimana whipstock akan

diset-kan dengan mantap.

3. Penempatan plug semen di muka zona loss.

4. Shutt-off untuk zone air.

Cementing plug dilakukan dengan pemompaan slurry melalui drill pipe

atau tubing yang terbuka ujungnya. Semen plug ditempatkan di sumur dengan

membuat imbangan pada kolom fluidanya, yaitu membuat kolom slurry yang

sama tingginya dengan fluida yang sedang didorong di dalam dan di luar drill pipe

atau tubing tersebut.

Teknik penyemenan ini digunakan klep back pressure agar semen tidak

mengalir balik. Setelah pendorongan semen pada rate maksimal (lebih cepat dari

kecepatan plug flow), drill pipe diangkat secara lambat samapai ke puncak plug

dan semen atau bubur semen yang kelebihan direserved-out-kan. Dengan

demikian thickening time semennya dapat lebih cepat.

3.3.3.3. Klasifikasi Semen Pemboran

Menurut API semen dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan,

yaitu :

- Class A : digunakan dari permukaan sampai 6000 ft.

- Class B : digunakan dari permukaan sampai 6000 ft untuk keadaan

dimana diperlukan sulfate – resistance yang moderat sampai

tinggi.

- Class C : digunakan dari permukaan sampai untuk keadaan yang

memerlukan high early strength.

- Class D : digunakan dari kedalaman 6000 – 100000 ft dan kondisi

dengan temperature dan tekanan tinggi.

Page 79: 84437627 Bab III Barnz Mpd

- Class E : digunakan dari kedalaman 6000 – 14000 ft untuk kondisi

dengan temperatu dan tekanan tinggi.

- Class F : digunakan dari 10000 – 16000 ft untuk kondisi dimana

tekanan dan temperature yang sangat tinggi.

- Class G : digunakan sebagai dasar penyemenan mulai dari permukaan

sampai 8000 ft sesuai dengan perbuatannya, tetapi dapat

digunakan untuk kondisi kedalaman dan temperatur yang

rangenya besar, asalkan ditambahkan accelerator dan

retarder.

3.3.3.4. Sifat Fisik Semen Pemboran

Sifat–sifat semen yang perlu diketahui demi kelancaran operasi pemboran

dan optimasi di dalam pemakaiannya adalah sebagai berikut :

1. Strength

Dari segi teknis, strength semen diharuskan memenuhi syarat – syarat :

menahan pipa selubung, mengisolasi zona–zona permeable, menahan gocangan–

goncangan pemboran dan memberikan kekuatan yang cukup setelah adanya

kontaminasi lumpur.

2. Water Cement Ratio

Water Cement Ratio (WCR) adalah perbandingan antara jumlah semen

dan air yang dicampurkan untuk mendapatkan sifat campuran semen (slurry) yang

diharapkan.

Makin kecil butiran semen (makin besar surface areanya), maka semakin

besar pula kekuatan permulaannya atau waktu pemompaan (thickening time) akan

makin pendek.

3. Densitas

Umumnya densitas dibuat sama dengan densitas lumpur pada saat

penyemenan, yang dimaksudkan agar tetap dapat mengimbangi tekanan formasi

Page 80: 84437627 Bab III Barnz Mpd

dari bawah dan juga tidak terjadi lost circulation. Untuk mengurangi densitas

semen ditambahkan zat–zat bentonite, expanded parlite diesel dan lain–lain, dan

untuk menambah densitas semen biasanya ditambahkan barite, ilmenite atau pasir.

4. Thickening Time

Slurry harus tetap cair agar dapat dipompakan sampai di tempat dimana

semen harus mengeras dalam waktu yang ditentukan pula. Thickening time ini

adalah waktu yang diperlukan bagi bubur semen untuk mencapai consistency 100

poise, yang dianggap sebagai batas dimana semen masih dapat dialirkan. Dalam

hidrasinya semen makin lama akan semakin mengeras dan naik viscositasnya.

5. Filtrasi

Hilangnya cairan (water loss) akan terjadi pada semen apabila bubur

semen bertemu dengan zona–zona permeable. Karena hal ini maka bubur semen

akan mengalami kehilangan cairan (dehidrasi) yang disebut dengan flash set.

Untuk mencegah terjadinya filtration loss sering ditambahkan bentonite pada

bubur semen.

6. Permeabilitas

Karena semen juga digunakan untuk pemisahan zona–zona di belakang

selubung, maka permeabilitasnya harus sekecil mungkin. Adanya air yang

berlebihan dapat menyebabkan permeabilitasnya besar.

7. Perforasi

Perforasi dilakukan pada saat semen masih agak basah, karena apabila

dilakukan pada saat semen sudah keras akan dapat mengakibatkan pecahnya

semen. Makin rendah kekuatan semen (strength), maka akan semakin baik pula

hasil perforasinya.

8. Korosi

Adanya formasi – formasi air asin/tanah dapat menyebabkan rusaknya

semen karena air asin/tanah mrngandung Na2SO4, MgSO4 dan MgCl2. Temperatur

yang tinggi dapat menahan serangan garam – garam ini.

Page 81: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.3.3.5. Komposisi dan Pembuatan Semen

Pada penyemenan diperlukan zat–zat tambahan untuk mendapatkan suatu

sifat khusus yang diharapkan dapat sesuai dengan kondisi lubang bor. Zat additive

adalah bahan selain air dan semen yang ditambahkan pada bubur semen yang

digunakan untuk memberikan variasi yang lebih luas pada sifat–sifat semen.

Adapun fungsi additive adalah sebagai berikut :

1. Mempercepat dan memperlambat (retarder) pada waktu pengerasan.

2. Memperbesar kekuatan semen.

3. Menaikkan densitas.

4. Menaikan volume bubur semen.

5. Mengurangi kehilangan sirkulasi

6. Mengurangi kehilangan fasa cair.

7. Memperbesar daya tahan.

8. Memperkecil kekentalan.

Dari sifat–sifatnya, maka additive dapat dibedakan menjadi beberapa bagian,

yaitu:

a. Extander

Extender adalah jenis additive yang dipakai untuk menambahkan volume

bubuur semen tiap sak semen, sehingga yield dari air naik karena adanya

penambahan air ini maka extender juga berpengaruh terhadap penurunan densitas.

Beberapa keuntungan penggunaan extender adalah: membuat bubur semen lebih

murah, menambah yield, kadang–kadang mencegah filtration loss dan mengurangi

densitas bubur semen. Bubur semen ditambah additive ini adalah dari kelas semen

A, B, G atau H, karena mempunyai densitas lebih dari 15 lb/gallon, maka dapat

dikurangi dengan menambahkan air dan extender. Penggunaan additive ini ketika

melakukan penyemenan dengan kolom semen yang panjang pada annulus.

Page 82: 84437627 Bab III Barnz Mpd

b. Accelerator

Bubur semen ditambahkan accelerator digunakan untuk penyemenan

daerah yang dangkal, dimana fungsi dari additive ini adalah mempercepat

waktu pengerasan semen dan menambah kekuatan semen.

c. Retarder

Retarder adalah additive semen yang dipakai untuk mencegah cepatnya

pengerasan semen.

d. Heavy weight additive

Merupakan material yang digunakan untuk menaikkan densitas bubur

semen. Penambahan ini sering dilakukan jika selama operasi pemboran

menemukan tekanan yang tinggi.

e. Additive untuk mengotrol lost circulation

Additive ini ditambahkan untuk mencegah masuknya bubur semen ke

dalam formasi. Adapun cara untuk mencegah lost circulation itu adalah dengan

mengurangi densitas bubur semen dan menambah material yang berfungsi sebagai

sumbat daerah lost circulation.

f. Filtration control additive

Fungsi utama dari additive ini adalah mengontrol aliran air dari bubur

semen masuk ke dalam formasi, mencegah dehidration yang belum tepat,

melindungi formasi yang sensitive terhadap air filter semen.

g. Cement dispersant atau friction reducer

Additive ini berguna untuk memperbaiki sifat–sifat aliran bubur semen,

karena penambahan zat ini dapat menurunkan viskositas dan dapat dipompakan

secara turbulen dengan tekanan rendah, sehigga tenaga pompa yang digunakan

kecil, yang dapat menghindari terjadinya lost circulation dan dehidration.

3.4. Problem Pemboran

Operasi Pemboran yang telah direncanakan dengan matang tidak selalu

berjalan dengan baik, terkadang dijumpai hambatan dalam operasi pemboran. Ada

Page 83: 84437627 Bab III Barnz Mpd

beberapa problem yang menghambat operasi pemboran tersebut. Problem-

problem yang berhubungan dengan pemboran biasanya disebabkan karena

ganggauan terhadap tegangan tanah (earth stress) di sekitar lubang bor yang

disebabkan oleh pembuatan lubang itu sendiri dan adanya interaksi antara lumpur

pemboran dengan formasi yang ditembus. Problem pemboran tersebut harus

ditangani dengan cermat. Problem pemboran dapat diklasifikasikan dalam empat

bagian dasar, yaitu :

3.4.1. Problem Shale

Shale(serpih) adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan

kompaksi sedimen untuk jangka waktu yang sangat lama. Serpih ini komposisi

utamanya adalah lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quartz dan

feldspar. Berdasarkan kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan yang kompak

atau batuan yang lunak dan tidak kompak, yang biasanya disebut serpih lempung

atau serpih lumpur. Serpih ini juga dapat berada dalam bentuk metamorphic

seperti slate, phylite, mica schist.

Dalam pemboran, ada dua jenis serpih yang biasa dijumpai, yaitu serpih

yang tidak kompak (sering disebut lempung) dan serpih yang kompak. Pemboran

yang menembus formasi shale tidak kompak akan menemui permasalahan,

terutama pemboran yang menembus formasi yang tidak kompak. Problem tersebut

adalah runtuhnya formasi shale ke dalam lubang bor. Formasi yang runtuh dapat

menyebabkan : lubang bor membesar, pipa bor terjepit, penyemenan yang kurang

sempurna, bertambahnya kebutuhan lumpur dan kesulitan logging.

Gejala yang timbul yang sering tampak bila sedang mengalami masalah

shale:

1. Tekanan pompa naik

2. Serbuk bor bertambah

3. Air filtrasi bertambah banyak

4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang bor

5. Terjadi gumpalan pada pahat (bit bailing)

Page 84: 84437627 Bab III Barnz Mpd

6. Terjadi perubahan sifat-sifat lumpur, antara lain : berat lumpur bertambah,

viscositas lumpur naik, dan bertambahnya air tapisan.

3.4..1.1 Penyebab Shale Problem

Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokan dari segi lumpur

maupun dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari

kelompok mekanis antara lain :

1. Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.

2. Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.

3. Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swabbing) pada

waktu cabut dan masuk pahat (tripping).

4. Adanya tekanan dari dalam formasi.

5. Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang bor dan

masalah shale berkaitan dengan dua masalah pokok, ialah tekanan formasi dan

kepekaan terhadap lumpur atau air filtrasi.

Lapisan shale tufa mempunyai sifat sangat komplek dan mudah runtuh

jika keseimbangannya (konsentrasinya) terganggu oleh air tapisan lumpur bor

yang masuk kedalam lapisan shale tersebut, sehingga hal ini menyebabkan yield

strength-nya (gaya tarik menarik) menjadi berkurang.

Kecenderungan lapisan shale untuk runtuh tergantung pada beberapa

faktor, antara lain :

1. Kadar clay dalam lapisan shale cukup tinggi (clay mudah mengembang

bila kena air tapisan).

2. Kemiringan lapisan shale, semakin besar kemiringannya maka cenderung

untuk runtuh semakin besar pula.

3. Tekanan kompaksi shale, dimana tekanan kompaksi shale lebih besar dari

tekanan hidrostatik lumpur pemboran.

4. Pola aliran turbulen di annulus dapat membantu mengerosi lapisan shale.

Page 85: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Reaksi clay pada cairan terutama tergantung dari jenis clay, ion-ion yang

ada dan keadaan fisik yang bersangkutan. Karena clay merupakan material yang

reaktif, maka ion-ion yang ditambahkan pada reaksi kimia clay dan air sangat

berpengaruh terhadap sifat reaktifnya. Ion yang berubah dapat berupa ion positif

maupun negatif. Dalam hal ini dispertion clay karena thinner, adalah tambahan

anion pada permukaan clay (partikel clay). Misal Na+ dan Ca

++, kedua ion ini

saling tukar tempat dan penukarannya tergantung dari jenis kation yang ada dan

konsentrasi relatif kationnya. Misalnya kation-kation akan menggantikan tempat

satu dengan yang lainnya dalam konsentrasi yang sama sebagai berikut :

Al+++

> Ba++

> Mg++

> Ca++

> H+> K

+> Na

+

Yang berarti bahwa Ca lebih mudah mengambil tempat Na daripada

sebaliknya. Penukaran ion-ion tergantug dari pH, temperatur dan kapasitas

materialnya. Dalam hal ini montmorillonite, makin cepat penukarannya, tetapi

makin tinggi pH-nya, kelarutan Ca++

mengecil, maka demikian pula penukarannya

diperlambat, dalam hal ini :

Ca++

+ NaOH ----- Ca(OH)2 + Na+ + OH

-

Terlihat bahwa penambahan NaOH menaikkan pH dan sebagaian Ca++

akan mengendap karenanya.

Muatan listrik pada permukaan clay sangat penting sekali. Suatu sistem

dispersi adalah dimana permukaan-permukaan clay menjadi muatan-muatan

negatif yang dominan, sehingga masing-masing partikel saling tolak menolak.

Pada flokulasi, gaya tolak menolak ini dinetralisir dan clay akan

menggumpal dan menjebak air bebas di dalamnya sebagai tambahan dari

mengikat air, sehingga sistem kekurangan air dan viscositasnya naik, demikian

pula gel strengthnya.

Tendensi dari clay untuk terbentuk kembali jika gaya tolak menolak telah

dinetralkan merupakan sifat clay dan terutama terjadi karena pecahnya valensi

pengikat, atau muatan-muatan permukaan yang terbentuk karena grinding

(pengahancuran) dan sirkulasi. Gaya-gaya ini dapat mengakibatkan flokulasi

lumpur bila tidak dilawan. Untuk menghilangkan material-material tertentu pada

pengendapan, misalnya pada pemboran melalui formasi gypsum atau anhydrite

Page 86: 84437627 Bab III Barnz Mpd

(CaSO4) akan terjadi kontaminasi lumpur oleh ion calcium, maka direncanakan

pembuangan ion Ca++

dengan zat kimia. Zat kimia ditambahkan sehingga bila

berdisosiasi, ion negatif akan berkombinasi dengan Ca++

untuk membentuk

senyawa calcium yang tidak terlarut, maka Ca++

akan hilang dari larutan.

Misalnya pada kontaminasi dengan CaSO4 tadi, umumnya ditambahkan soda abu

(Na2CO3). Dengan mengabaikan reaksi lain

Na2CO3 + CaSO4 ------- CaCO3 + Na2SO4

Tetapi karena Na2SO4 juga merupakan kontaminan yang akan tinggal

dalam larutan, maka bila formasi anhydrite yang dibor tebal, maka ion sulfat juga

perlu dihilangkan, dalam hal ini ditambahkan BaCO3.

BaCO3 + CaSO4 ------ CaCO3 + BaSO4

Bila kontaminasi Ca dikarenakan oleh semen, maka senyawa utamanya

adalah Ca(OH)2 , maka dipakai soda abu,

Na2CO3 + Ca(OH)2 ------- CaCO3 + 2 NaOH

3.6.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Problem Shale

Problem shale yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor,

faktor tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian :

a.Faktor Mekanis

Faktor-faktor mekanis yang mempengaruhi terjadinya problem shale

sebagian besar diakibatkan oleh pengaruh erosi yang disebabkan oleh aliran

lumpur pemboran di annulus. Erosi serpih secara langsung berhubungan dengan

tingkat turbulensi di annulus dan viskositas lumpur.

Pengaruh mekanis yang lain adalah pecah/rusaknya serpih yang

diakibatkan oleh adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan (swbbing)

pada saat masuk dan cabut pahat (tripping), dan caving yang diakibatkan oleh

pergerakan horizontal lapisan serpih. Pengaruh lebih lanjut adalah kenyataan

bahwa operasi pemboran mengganggu sistem tekanan (stress) di dalam tanah,

yang lebih lanjut akan mengakibatkan gerakan dinamis di dalam lapisan serpih.

Page 87: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gerakan ini akan mengakibatkan pecah/rusaknya lapisan serpih di sekitar sumur

menjadi bagian-bagian kecil yang akan jatuh ke dalam lubang.

b. Faktor Hidrasi

Sejumlah faktor berpengaruh di dalam hidrasi serpih. Untuk tujuan

praktis, gaya hidrasi serpih dan hidrasi osmosis dapat ditandai dan ditentukan

secara kuantitatif. Gaya hidrasi serpih berhubungan dengan kompaksi pada

lapisan serpih. Hidrasi osmosis berhubungan dengan dengan perbedaan salinitas

antara lumpur pemboran dan air formasi pada lapisan serpih.

Selama sedimentasi, lapisan serpih terkompaksi secara progresif oleh

berat overbuden.Gaya kompaksi ini akan mengeluarkan sejumlah besar air yang

terserap dan air dari dalam pori batuan serpih. Gaya kompaksi ini sama dengan

matrik stress (tekanan overbuden– tekanan pori). Pemboran lapisan serpih

melepaskan gaya kompaksi pada sekitar lubang bor dan sebagai hasilnya akan

timbul gaya hidrasi serpih. Gaya hidrasi serpih besarnya kira-kira sama dengan

matrik stress.

Hidrasi osmosis terjadi jika salinitas air formasi lebih besar daripada

salinitas lumpur pemboran. Pada lumpur berbahan dasar air, permukaan serpih

bertindak sebagai membran semi permiable dimana hidrasi osmosis terjadi. Pada

lumpur yang berbahan dasar minyak, membran semi permiable-nya adalah oil

film (lapisan tipis minyak) dan lapisan emulsifer di sekitar water droplet. Karena

hidrasi osmosis tergantung kepada perbedaan salinitas antara air formasi lapisan

serpih dan lumpur pemboran, proses ini dapat menghasilkan gaya adsorbsi

maupun desorbsi. Gaya adsorbsi timbul jika salinitas air formasi pada lapisan

serpih lebih besar daripada salinitas lumpur pemboran dan demikian sebaliknya.

Adsorbsi air oleh serpih biasanya akan menghasilkan dispersi dan

swelling.Dispersi terjadi jika serpih terbagi-bagi menjadi partikel-partikel kecil

dan masuk ke lumpur pemboran sebagai padatan (solids). Swelling terjadi akibat

peningkatan ukuran dari mineral silika yang menyusun struktur lempung dan jika

tekanan swelling yang timbul ini meningkatkan hoop stress disekitar lubang bor

Page 88: 84437627 Bab III Barnz Mpd

menjadi lebih besar daripada yield strength serpih, maka destabilisasi lubang bor

akan terjadi. Destabilisasi lubang bor ini bentuknya adalah caving.

c. Faktor-faktor Selain Mekanis dan Hidrasi

Shale problem telah dihubungkan dengan berbagai macam faktor yang

mempercepat runtuhnya serpih ke dalam lubang bor. Lapisan serpih yang miring

terbukti lebih mempunyai kecenderungan untuk runtuh dibandingkan lapisan

serpih horizontal. Hal ini dikarenakan selama adsorpsi air, ekspansi serpih terjadi

pada arah yang tegak lurus terhadap bedding plane, yang pada akhirnya akan

menghasilkan runtuhan serpih yang lebih besar jika bagian ini miring dengan

sudut yang tinggi.

Proses runtuhan pada brittle shale (serpih getas) yang tidak mengandung

lempung aktif dijelaskan dengan adanya penembusan antara bedding planedan

microfissure dari serpih. Hal ini akan menghasilkan tekanan swelling yang tinggi

yang memecahkan gaya kohesi diantara rekahan di permukaan yang menyebabkan

serpih ini akan terjatuh. Pada serpih yang abnormal atau geopressure, kandungan

air batuan lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Sebagai tambahan, plastisitas

serpih menjadi tidak noramal (tinggi) sebanding dengan berat overburden. Oleh

karena itu, jika pemboran menembus lapisan serpih yang abnormal, serpih ini

akan masuk ke dalam lubang sebagai akibat adanya perbedaan antara tekanan

formasi dan tekanan hidrostatik lumpur.

3.4.1.3. Pencegahan Problem Shale

Problem shale, dalam hal ini adalah Sloughing shale berhubungan

langsung dengan adsorbsi air dari lumpur pemboran, maka perubahan dalam jenis

atau komposisi kimia lumpur akan memberikan pemecahan untuk masalah ini.

Penggunaan oil based mudtelah terbukti berhasil mengurangi terjadinya

sloughing shale. Keberhasilan ini berdasarkan fakta bahwa fasa minyak

memberikan adanya membran di sekitar lubang yang mencegah adanya kontak

antara air dan serpih.

Fasa air pada oil based mud dapat juga mempersiapkan sedemikian

hingga konsentrasi garamnya sesuai dengan lapisan yang ditembus. Dalam hal ini,

Page 89: 84437627 Bab III Barnz Mpd

gaya osmosis atau dehidrasi sama dengan gaya hidrasi serpih dan tekanannya,

yang menyebabkan air mengalir diantara lumpur dan serpih adalah nol. Lumpur

potassium chloride polymer juga telah terbukti berhasil mencegah terjadinya

sloughing shale. Lumpur jenis ini mengurangi swelling serpih yang diakibatkan

penggantian ion sodium, Na+ (dengan kation exchange) oleh ion potassium (K

+)

yang memungkinkan lembaran-lembaran lempung menjadi terikat lebih kuat.

Dispersi juga dikurangi sebagai akibat diperbaikinya tepian serpih yang rusak oleh

polymer. Jenis lumpur lain yang terbukti berhasil untuk mengurangi masalah ini

diantara lain adalah : lime-mud, gyp-mud, calcium choride dan silicate mud,

surfactant mud, polymer mud, lignosulphonate mud dan lain-lain.

Cara pencegahan yang lain adalah dengan meminimalkan waktu

dibiarkannnya lubang yang mengandung serpih dalam keadaan tidak dicasing.

Sudut kemiringan lubang harus dikurangi (diusahakan lurus) dan swab serta

surge effect harus dikurangi untuk menghindari terjadinya rekahan pada bagian

lubang terbuka.

Kecepatan fluida yang tinggi di annulus harus dihindari untuk

mengurangi terjadinya erosi lubang dan sloughing shale secara mekanis.

3.4.2.Pipa Terjepit (Pipe Sticking)

Definisi pipa terjepit adalah keadaan dimana bagian dari pipa bor atau

setang bor (drill collar) terjepit (stuck) di dalam lubang bor. Dalam kenyataannya

operasi pemboran tidak selalu berjalan dengan lancar, seringkali pipa bor terjepit.

Penyebab terjepitnya rangkaian pipa bor pada sumur pemboran adalah karena

adanya differential sticking maupun mechanical sticking, jika hal ini terjadi, maka

gerakan pipa akan terhambat dan pada gilirannya dapat mengganggu kelancaran

operasi pemboran. Adapun penyebab terjadinya pipe sticking antara lain, partikel

padatan pada lubang bor yang meliputi serbuk bor dan runtuhan/caving,

differential pressure, dan key-seat

Page 90: 84437627 Bab III Barnz Mpd

3.4.2.1. Mekanisme Terjadinya Pengendapan Padatan Di Lubang Bor

Dalam hal ini yang dimaksud dengan partikel (padatan) didalam lubang bor

yang dapat mengakibatkan rangkaian pipa bor terjepit adalah serbuk bor yang

tidak terangkat ke permukaan dan runtuhnya formasi (caving).

Serbuk bor yang tidak terangkat dengan baik ke permukaan akan

membentuk tumpukan serbuk bor dalam lubang bor (cutting bed) sehingga akan

menyebabkan rangkaian pipa terjepit. Pengangkatan serbuk bor ini berhubungan

dengan sifat fisik lumpur dan hidrolikanya terutama mengenai kecepatan lumpur

di annulus. Pada pemboran berarah, penambahan sudut kemiringan lubang bor

akan mengurangi kemampuan pembersihan serbuk bor (hole cleaning)

Runtuhan material yang menimbun dan menjepit pipa bor dapat dikarenakan

caving. Caving adalah peristiwa terjadinya guguran atau runtuhan dinding lubang

bor (biasanya pada formasi shale dan formasi yang tidak kompak). Pada

umumnya lapisan shale yang dapat mengakibatkan peristiwa caving dapat

digolongkan menjadi tiga, yaitu :

a. Sloughing Shale

Merupakan shale yang rapuh dan dikenal dengan istilah britlle,

mempunyai rekahan-rekahan kecil dan bidang perlapisan. Selama operasi

pemboran berlangsung, rekahan dan bidang perlapisan terinvasi oleh filtrat

lumpur bor sehingga menjadi tidak stabil.

Sloughing shale biasanya tidak berhubungan dengan sifat-sifat kimia,

tetapi lebih banyak sifat fisik atau mekanik. Shale ini bersifat lebih keras dan

terdapat retakan (microfracture). Shale penyebab Sloughing biasanya tidak

banyak beraksi atau berhidrasi dengan air, tetapi mudah runtuh. Problem ini

semakin besar bila lapisan miring dan juga basah oleh air atau lumpur.

b. Plastic Shale

Merupakan shale yang mempunyai sifat plastik dan tidak menghidrasi air

filtrat lumpur bor. Plastic shale mempunyai kecenderungan untuk menempel pada

Page 91: 84437627 Bab III Barnz Mpd

permukaan pahat atau drill collar, dengan demikian dapat menyebabkan bit

bailling dan cenderung dapat menjepit rangkaian pipa bor.

c. Swelling Shale

Merupakan shale yang mengandung bentonite (sodium montmorillonite)

atau clay dalam jumlah yang relatif banyak. Mempunyai sifat menghidrasi air

filtrat lumpur pemboran dan shale tersebut mengembang (swelling) sehingga

mudah runtuh. Jenis shale tersebut berupa lempengan berupa ion Na+ yang

mempunyai ion terhidrasi yang tinggi. Atom Na+ yang terdapat pada basal plane

cenderung untuk menyerap air (terhidrasi). Karena ada lapisan ini maka lapisan-

lapisan pada shale akan terdorong pada jarak yang lebih jauh.

Dalam studi pemboran yang lebih mendalam, ditegaskan bahwa hidrasi

dan swelling berhubungan langsung dengan kandungan montmorillonit.

Terabsorbsinya air pada shale, maka air akan masuk diantara lempengan.

Lempengan shale (shale terhidrasi) yang menyebabkan diameternya menjadi besar

dinamakan swelling.

Terjepitnya rangkaian pipa juga bisa disebabkan oleh perlapisan selang-

seling antara batuan keras dan batuan lunak yang terdapat pada formasi batuan

dan mempunyai resistensi yang berbeda, dimana batuan yang lunak akan

mengalami wash out (pencucian) oleh air filtrat lumpur bor. Sisi shale yang tidak

mengalami wash out dapat patah dan runtuh akibat gesekan rangkaian pipa

pemboran pada saat tripping. Patahan tersebut bila tertimbun di lubang bor dapat

mengakibatkan rangkaian pipa bor terjepit.

3.4.2.2.Differential Pipe Sticking

Differential sticking adalah peristiwa terjadinya jepitan akibat dari tekanan

kolom lumpur yang lebih besar dari tekanan formasi (Ph > Pf), sehingga

mengakibatkan terdapatnya mud cake yang terlalu tebal pada dinding lubang bor.

Terjadinya differential sticking pada dasarnya terjadi pada drill collar karena drill

collar merupakan beratan pada drill string yang selalu menempel pada lubang bor.

Penempelan pada dinding dipengaruhi oleh perbedaan yang besar antara tekanan

Page 92: 84437627 Bab III Barnz Mpd

kolom lumpur dengan tekanan formasi dan adanya deviasi lubang bor,. Ketika

ROP makin tinggi, maka perbedaan tekanan kolom lumpur dengan tekanan

formasi semakin besar, adanya cutting yang banyak di annulus, selain itu deviasi

lubang yang semakin besar akan memperbesar gaya rekat dari drill collar (contact

area)

Sedangkan sebab-sebab umum terjadinya differential sticking adalah :

1. Berat jenis lumpur yang terlalu tinggi, sehingga menyebabkan beda tekanan

hidrostatik kolom lumpur dengan tekanan formasi akan semakin tinggi,

dimana semakin besar beda tekanan tersebut maka akan semakin

mempertinggi gaya jepitan.

2. Mud cake yang tebal akibat water loss yang tinggi karena menembus formasi

yang porous dan permeable. Kondisi semacam ini juga memperluas kontak

area.

Persamaan untuk menghitung differential force, yaitu :

DF = (Hs - Pf) x kontak area x faktor gesekan ................................................ (3-1)

dimana :

DF = Differential Force

Hs = tekanan hidrostatik lumpur pemboran

Pf = tekanan formasi

Kontak area (area of contact) merupakan hasil perkalian antara ketebalan zone

permeable dengan ketebalan mud cake, atau seringkali dinyatakan sebagai :

Kontak area = h x t .......................................................................................... (3-2)

Faktor gesekan (friction faktor) dinotasikan f, besarnya bervariasi dimana salah

satu faktor yang mempengaruhi adalah komposisi mud cake, dengan

mensubstitusikan persamaan (3-2) ke dalam persamaan (3-1) didapatkan :

DF = (Hs – Ps) x (h x t) x f .............................................................................. (3-3)

Page 93: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Dalam satuan lapangan persamaan (3-3) menjadi :

DF = (Hs – Pf) psi x h(ft x 12 in/ft) x t (in) x f ................................................ (3-4)

DF = 12 (Hs – Pf) x h x t x f ............................................................................ (3-5)

Besarnya gaya differensial sangat sensitif untuk berubah terutama pada nilai

kontak area dan faktor gesekan, yang keduanya (kontak area dan faktor gesekan)

merupakan fungsi waktu. Semakin lama pipa dibiarkan berada dalam keadaan

statis, tebal mud cake akan meningkat. Demikian halnya dengan faktor gesekan

yang akan meningkat dengan semakin banyaknya air yang ditapiskan dari mud

cake.

Gambar 3.39

Terjadinya Differential Pipe Sticking

Page 94: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.40

Gambaran Skematis Differential Pipe Sticking

Gambar 3.41

Perkembangan Differential Pipe Sticking Menurut Waktu

(a) kondisi awal; (b) setelah beberapa jam

Page 95: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gaya differensial ini juga sangat sensitif untuk berubah dalam hal

besarnya perbedaan tekanan (Hs – Pf). Dalam operasi pemboran yang normal

diusahakan terdapat overbalance pressure antara 100 sampai dengan 200 psi (6.8

– 13.6 bar). Kenaikan overbalance pressure yang tinggi dapat ditimbulkan oleh

hal-hal sebagai berikut :

a. Kenaikan tiba-tiba dari berat lumpur pemboran yang akan meningkatkan

tekanan hidrostatik lumpur dan pada akhirnya akan meningkatkan besarnya

overbalance pressure.

b. Pemboran yang melalui reservoir yang akan terdeplesi dan adanya regresi

tekanan.

Regresi tekanan terjadi pada operasi pemboran pada saat gradien tekanan formasi

menurun sementara gradien tekanan lumpur pemboran tetap untuk menahan

tekanan formasi pada formasi batuan yang ada diatasnya. Gambar 3.4

menunjukkan gambaran tentang keadaan yang mungkin terjadi pada saat awal

terjadinya differential sticking dan beberapa jam sesudahnya.

3.4.2.3.Mechanical Pipe Sticking

Mechanical pipe sticking merupakan salah satu jenis pipe sticking yang

disebabkan karena operasional pemboran kurang baik atau karena sebab mekanis

pada saat pemboran sedang berlangsung. Mechanical pipe sticking lebih

disebabkan driller yang kurang berhati-hati dalam melakukan pemboran dan

karena peralatan yang kurang baik.

Pipa dapat terjepit secara mekanis bila :

1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus

disekitar rangkaian bor.

2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau

tight spot atau dasar lubang.

3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).

Cutting yang tidak terangkat dengan baik oleh lumpur pemboran akan

menumpuk atau terakumulasi didasar lubang, sehingga dengan berjalannya waktu

Page 96: 84437627 Bab III Barnz Mpd

maka semakin lama akan menjepit rangkaian drill string. Pengangkatan cutting

efektifitasnya terletak pada lumpur pemboran dan kecepatan di annulus.

Lumpur yang mempunyai viscositas dan gel strenght tinggi akan baik

dalam pengangkatan cutting, sebaliknya lumpur yang terlalu encer dan

mempunyai gel strenght kecil akan sulit untuk mengangkat cutting karena tidak

baik dalam pengangkatan cutting yang pada akhirnya akan menjepit rangkaian

drill string.

Pengontrolan sifat fisik dan rheologi lumpur pemboran sangat perlu untuk

mengimbangi jumlah cutting yang ada, sehingga dalam lumpur pemboran pasti

akan ditambah bermacam-macam additif yang mempunyai fungsi tertentu.

Kecepatan di annulus juga mempengaruhi pengangkatan cutting dimana

kecepatan pengangkatan cutting harus lebih besar dari kecepatan pengendapan

cutting sehingga cutting akan terangkat keatas dengan baik.

3.4.2.4.Key Seat

Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut kemiringan

lubang secara mendadak dan berada pada formasi yang lunak, tool joint drill pipe

membuat lubang tambahan yang merupakan perluasan dari lubang utama yang

dibuat oleh bit,. Selama operasi pemboran berlangsung, berat pada pahat yang

diberikan melalui pipa bor mempunyai gaya tegang (tension), untuk mendapatkan

kondisi rangkaian pipa bor menjadi tetap lurus atau vertikal. Selama pemboran,

drill pipe selalu dijaga berada dalam keadaan tension (tertarik) dan pada saat

memasuki bagian dog leg, drill pipe berusaha untuk menjadi lurus, sehingga

menimbulkan gaya lateral. Gaya lateral ini mengakibatkan sambungan drill pipe

(tool joint) menggerus formasi yang berada pada busur dog leg, dan menimbulkan

lubang baru sebagai akibat diputarnya rangkaian pemboran. Lubang ini disebut

sebagai “Key Seat”.

Page 97: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.42

Key Seat

a. Mekanisme Terjadinya Key Seat

Pada operasi pemboran yang memiliki dog leg yang besar, maka drill pipe

akan menempel atau menekan pada dinding denngan tekanan yang cukup besar,

sehingga akan menggerus formasi. Pada sudut dog leg, dengan berputarnya

rangkaian pipa bor, maka menyebabkan kikisan yang lama kelamaan akan

bertambah sehingga akan membentuk lubang baru dengan bentuk seperti lubang

kunci. Ketika pengangkatan pipa bor keatas, drill collar atau tool joint akan macet

atau terjepit pada lubang tersebut, jenis jepitannya disebut key seat. pada jepitan

jenis ini umumnya sirkulasi masih bisa dilakukan dengan normal, tetapi saat cabut

terjadi hambatan yang akhirnya terjadi jepitan.

Gambar 3.43

Pembentukan Key Seat pada Lubang

Page 98: 84437627 Bab III Barnz Mpd

b. Tanda-Tanda Terjadinya Key Seat

Key seat ini terbentuk bila formasi yang ditembus lunak dan berat yang

tergantung dibawah dog leg cukup besar untuk menimbulkan gaya lateral. Sebagai

tanda terjadinya key seat ini adalah jika rangkaian dapat diturunkan tetapi tidak

bisa ditarik. Tanda yang lain adalah naiknya drag, semakin kerasnya suara rotary

table dan masih bisa dilakukannya sirkulasi 100%.

3.4.3.Hilang Lumpur (Lost Circulation)

Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke

dalam formasi. Hilang lumpur ini merupakan problem lama di dalam pemboran,

yang meskipun telah banyak penelitian, tetapi masih banyak terjadi dimana-mana,

serta kedalaman yang berbeda-beda. Hilang lumpur tejadi karena dua faktor,

yakni : faktor mekanis dan faktor formasi. Hilang lumpur ditandai dengan tidak

kembalinya lumpur yang digunakan dalam operasi pemboran ke permukaan pada

saat operasi pemboran berlangsung. Tidak kembalinya lumpur bor ke permukaan

dikarenakan tekanan hidrostatis lumpur melebihi tekanan formasi.

3.4.3.1.Mekanisme Terjadinya Lost Circulation

Pada waktunya terjadinyalost circulation ini, permukaan lumpur di mud pit

turun, karena tekanan hidrostatik lumpur lebih besar daripada tekanan formasi

yang sedang dibor. Kerugian dari lost circulation ini adalah hilangnya lumpur,

penurunan tekanan permukaan lumpur didalam lubang bor yang dapat berakibat

terjadinya blow out pada formasi jika bertekanan tinggi, tidak didapatinya serbuk

bor (cutting) untuk sample log, hilang waktu dan biaya serta menimbulkan

kerusakan formasi.

3.4.3.2.Sebab-Sebab Lost Circulation

Faktor-faktor yang menyebabkan lost circulation dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor formasi. Faktor formasi dapat

meliputi coarsely permeable formation, cavernous formation dan fractured

formation.

Page 99: 84437627 Bab III Barnz Mpd

1. Faktor Mekanis

Hilang lumpur terjadi jika tekanan hidrostatik lumpur naik hingga

melebihi tekanan rekah formasi, yang akan mengakibatkan adanya crack

(rekahan) yang memungkinkan lumpur (fluida) mengalir ke dalamnya. Hilang

lumpur ini terjadi jika besar lubang pori lebih besar daripada ukuran partikel

lumpur pemboran. Pada prakteknya, ukuran lubang pori yang didapat

mengakibatkan terjadinya hilang lumpur berada pada kisaran 0.1 - 1.00 mm. Pada

lubang bagian permukaan, hilang lumpur atau hilang sirkulasi dapat menyebabkan

wash out yang besar, yang dapat menyebabkan rig pemboran yang digunakan

menjadi ambles. Laju penembusan yang tinggi akan menghasilkan keratan bor

yang banyak dan bila tidak terangkat dengan cepat akan menyebabkan kenaikan

densitas lumpur yang pada akhirnya akan menaikkan tekanan hidrostatik.

Kebanyakan perusahaan minyak membatasi laju penembusan di lubang

permukaan untuk mengurangi equivalent circulating density di annulus yang pada

akhirnya akan membatasi tekanan dinamis pada formasi yang ditembus. Oleh

karena itu, diperlukan pengamatan sifat-sifat lumpur pemboran yang teliti untuk

mendeteksi adanya kenaikan densitas lumpur yang tiba-tiba.

Hilang lumpur juga terjadi sebagai akibat kenaikan tiba-tiba dari tekanan

hidrostatik lumpur yang disebabkan kenaikan berat lumpur yang mendadak atau

gerakan pipa. Penurunan pipa yang cepat akan menyebabkan fluida memberikan

tekanan tambahan (surging) pada annulus. Tekanan total sebagai akibat surge

effect dan tekanan hidrostatik lumpur dalam keadaan tertentu akan menjadi cukup

tinggi untuk merekahkan formasi yang belum dicasing. Pada lubang intermediate,

kebanyakan kasus hilang lumpur disebabkan karena memasuki zona deplesi

dimana tekanan reservoirnya lebih kecil daripada formasi diatasnya, kenaikan

tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur sebagai akibat surging effect dapat

merekahkan formasi yang lemah dan akan menyebabkan terjadinya hilang

sirkulasi.

2. Faktor Formasi

a) Coarsely Permeable Formation.

Page 100: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel. Namun tidak semua

jenis formasi ini menyerap lumpur. Untuk dapat menyerap lumpur perlu keadaan,

antara lain tekanan hidrostatis lumpur harus lebih besar daripada tekanan formasi,

formasi harus permeabel, disamping ada pengertian bahwa lumpur mampu masuk

ke dalam formasi bila diameter lubang atau pori-pori sedikitnya tiga kali lebih

besar dari diameter butiran atau partikel padat dari lumpur. Jadi kalau lumpur

sampai dapat masuk ke dalam formasi, berarti lubang atau celah-celah cukup

besar.

b) Cavernous Formation.

Hilang lumpur ke dalam reef, gravel ataupun formasi yang mengandung

banyak gua-gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat

pada formasi batu kapur (limestone dan dolomite).

c) Fractured Formation.

Ini merupakan celah-celah atau rekahan dalam formasi. Bila hilang lumpur

tidak terjadi pada formasi permeabel ataupun batuan kapur, biasanya ini terjadi

karena celah-celah atau retakan tersebut. Fracture ini dapat terjadi alamiah tetapi

dapat juga terjadi karena sebab-sebab mekanis (induced fractures).

Penentuan tekanan rekah formasi dapat dilakukan dengan beberapa

metode dan test, salah satu metode adalah Hubbert and Willis method, yang

menganggap 31 s/d ½ dari tekanan overburden berpengaruh efektif terhadap

tekanan rekah.

D

P

D

P

D

Pobf 2

3

1 ........................................................................................ (3-6)

Keterangan :

Pf : tekanan rekah, psi

Pob : tekanan overburden, psi

P : tekanan formasi, psi

D : kedalaman, ft

Page 101: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.44

Berbagai Macam Lost Circulation

Selain menggunakan metode, penentuan tekanan rekah formasi juga

dapat menggunakan test. Test yang digunakan adalah leak-off test. Prinsipnya

yaitu memberikan tekanan sedikit demi sedikit terhadap lumpur kemudian diplot

terhadap volume lumpur (dalam barrel). Hasilnya yaitu didapat kenaikan tekanan

dengan bertambahnya volume lumpur tersebut dan pada suatu kedalaman akan

mencapai angka maksimal, setelah mencapai angka maksimal tersebut maka

tekanan akan turun. Tekanan maksimum tersebut merupakan tekanan rekah dari

formasi yang ditest.

3.4.3.3.Klasifikasi Zona Lost Circulation

Zona hilang Lumpur dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Seepage Loss

Seepage loss adalah apabila hilang lumpur dalam jumlah relatif kecil, kurang

dari 15 bbl/jam (40 lpm). Dapat terjadi pada setiap jenis formasi yang terdiri dari

pasir porous dan gravel, rekah alami (natural fracture) dan pada formasi yang

terdapat rekahan (batu gamping) serta induced fracture (rekah bukan alami).

Page 102: 84437627 Bab III Barnz Mpd

b. Partial Loss

Partial loss adalah hilang lumpur dalam jumlah yang relatif besar, lebih besar

dari 15 bbl/jam atau sekitar 15 – 500 bbl/jam (40 – 1325 lpm). Dapat terjadi

umumnya pada jenis formasi yang terdiri dari pasir yang porous dan gravel, serta

kadang-kadang terjadi pada batuan yang mengandung rekahan (natural fracture

dan fracture induced).

c. Complete Loss.

Complete loss adalah lumpur yang tidak keluar kembali dari lubang bor.

Dapat terjadi pad batu pasir gravel, rekah secara alami (natural fracture) dan pada

formasi yang banyak terjadi rekahan.

3.4.3.4.Penentuan Tempat Lost Circulation

Biasanya jika terjadi hilang lumpur selama dilakukan operasi pemboran,

lost ciculation material (LCM) akan disemprotkan sepanjang zona yang diduga

menjadi tempat hilang lumpur untuk mengatasinya. Akan tetapi, pada kasus

hilang lumpur yang parah, penentuan letak zone hilang lumpur atau sering disebut

“thief” harus ditentukan agar cara mengatasinya lebih efektif. Ada beberapa

metode yang telah terbukti berhasil digunakan dalam hal ini antara lain:

a. Temperature Survey

Alat perekam suhu diturunkan ke dalam lubang dengan menggunakan

wireline untuk memberikan data suhu pada kedalaman tertentu. Pada kondisi

normal, kenaikan temperatur akan berbanding lurus dengan kenaikan kedalaman.

Trend. Sejumlah lumpur dingin kemudian dipompakan ke dalam lubang dan

dilakukan survey yang lain. Lumpur dingin ini akan menyebabkan peralatan

survey merekam temperatur yang lebih rendah daripada sebelumnya, sampai pada

“thief” dimana terjadi hilang lumpur. Di bawah “thief” level lumpurnya statis dan

suhunya lebih tinggi bila dibandingkan dengan “thief”. Dari keterangan diatas

menunjukan bahwa log suhu yang baru akan menunjukkan anomali sepanjang

Page 103: 84437627 Bab III Barnz Mpd

“thief” dan letak zone ini dapat ditentukan dari pembacaan kedalaman dimana

terjadi perubahan garis pada gradiennya.

b.. Radioactive Tracer Survey

Pertama kali gamma ray log dijalankan untuk mendapatkan

radioaktivitas formasi normal dan bertindak sebagai dasar untuk perbandingan.

Kemudian sejumlah kecil bahan radioactive dimasukkan ke dalam lubang

disekitar daerah dimana kemungkinan terdapat “thief". Gamma Ray Log yang

kedua kemudian dijalankan dan dibandingkan dengan log dasar (gamma ray

pertama). Titik (kedalaman) terjadinya hilang lumpur ditunjukan dengan

penurunan radioaktivitas log kedua yang disebabkan karena bahan radioaktif yang

kedua hilang (masuk) ke formasi.

Gambar 3.46

Prinsip Temperature Survey

Page 104: 84437627 Bab III Barnz Mpd

c. Spinner Survey

Kumparan yang dipasang pada ujung kabel diturunkan ke dalam lubang

untuk menentukan kemungkinan letak zone hilang lumpur. Kumparan ini akan

berputar karena adanya gerakan vertikal lumpur yang kemungkinan terjadi karena

di dekat “thief”. Kecepatan rotor direkam dalam sebuah film sebagai rangkaian

titik dan spasi. Metode ini terbukti tidak efektif jika digunakan sejumlah besar

LCM dalam lumpur.

3.4.4.Kick Dan Semburan Liar

Pemboran sumur merupakan suatu kegiatan yang padat modal dan

berteknologi tinggi, serta mempunyai resiko yang besar. Salah satu resiko adalah

apabila pemboran tidak menghasilkan atau “dry hole”, meskipun secara teknis

pemboran berjalan dengan lancar. Namun ada kalanya hambatan terjadi pada

proses pemboran itu sendiri. Hambatan yang paling merugikan apabila terjadi

semburan liar, yang sering diikuti dengan terbakarnya seluruh instalasi pemboran.

Semburan liar atau “Blow Out” ini adalah peristiwa mengalirnya fluida formasi

dari dalam sumur secara tidak terkendali. Kejadian ini dimulai dengan masuknya

sedikit gas dari formasi ke dalam lubang bor, yang biasanya disebut well kick.

Bila well kick tidak bisa diatasi secara baik maka dapat terjadi semburan liar.

3.4.4.1.Sebab-Sebab Terjadinya Well Kick

Well kick adalah suatu kejadian dimana cairan formasi masuk ke dalam

lubang bor. Bila well kick ini tidak segera ditangani secara benar akan dapat

mengakibatkan semburan liar. Sebab-sebab terjadinya kick, secara garis besar

adalah bila tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi.

Dalam melakukan pemboran dan aktivitas lain dalam operasi pemboran, maka

tekanan hidrostatis lumpur harus lebih besar daripada tekanan formasi supaya

tidak terjadi kick. Adapun sebab-sebab tekanan hidrostaik lumpur tidak dapat

mengimbangi tekanan formasi adalah :

1. Berat jenis lumpur pemboran turun.

Dalamhal ini tekanan hidrotatis lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi.

Page 105: 84437627 Bab III Barnz Mpd

...... Ph = 0.052 x D x w .................................................................................. (3-7)

Dimana :

Ph = tekanan hidrotatis lumpur, psi

D = kedalaman lubang bor, ft

w = berat lumpur, lbs/gal

Berat jenis lumpur turun diakibatakan bercampurnya fluida formasi

dengan lumpur bor. Masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor akan

menyebabkan berat lumpur turun. Masuknya fluida lumpur pemboran dapat

disebabkan karena :

a. Swabbing Effect.

Swab effect terjadi apabila pencabutan rangkaian peralatan pemboran

terlalu cepat, sehingga antara rangkaian peralatan pemboran dan dinding lubang

bor laksana piston. Ruang dibawah pahat yang ditinggalkan oleh drill string

menjadi kosong dan fluida formasi akan terhisap ke dalam lubang sumur.

Ditambah lagi dengan viscositas lumpur yang besar (lumpur kental),

maka gerakan lumpur yang ada di atas pahat terlambat mengisi ruangan di bawah

pahat. Akibat masuknya fluida formasi ke dalam lubang dan bercampur dengan

lumpur bor, menyebabkan berat jenis lumpur akan turun hal ini dapat menurunkan

tekanan hidrostatik lumpur bor.

b. Menembus Formasi Gas.

Pada waktu menembus formasi, cutting yang dihasilkan mengandung

gas, walaupun pada mulanya tekanan hidrostatik lumpur dapat membendung gas

supaya tidak masuk ke dalam lubang sumur, tetapi gas dapat masuk ke dalam

lubang bersama cutting. Gas keluar dari cutting masuk ke dalam lumpur, makin

lama gas makin banyak sehingga dapat menurunkan berat jenis dari lumpur bor.

Kalau hal ini terjadi, maka tekanan hidrostatik lumpur tidak dapat lagi

membendung masuknya gas ke dalam sumur secara lebih besar.

2. Tinggi kolom lumpur turun.

Bila formasi pecah atau ada celah-celah atau rekah-rekah pada lapisan di

dalam lubang, maka lumpur bor akan masuk ke dalam lapisan yang pecah atau

bercelah tersebut. Akibat turunnya tinggi kolom di annulus tersebut, maka tekanan

Page 106: 84437627 Bab III Barnz Mpd

hidrostatik lumpur juga akan turun pula. Adapun yang menyebabkan lumpur bor

masuk ke dalam formasi yaitu:

a. Squeeze Effect.

Jika sewaktu menurunkan rangkaian peralatan pemboran (drill string)

terlalu cepat, maka lumpur yang berada di bawah rangkaian (bit) terlambat naik ke

annulus diatas bit. Ini menyebabkan lumpur di bawah bit tertekan ke formasi,

karena kondisi antara rangkaian bor dengan lubang bor seperti sebuah piston.

Squeeze effect dapat mengakibatkan pecahnya formasi dan lumpur bor akan

masuk ke dalam formasi.

b. Berat Jenis Lumpur Yang Tinggi.

Karena berat jenis lumpur yang digunakan tinggi, maka tekanan

hidrostatik lumpur menjadi besar. Bila menemui lapisan yang tekanan rekahnya

kecil, maka formasi akan rekah sehingga lumpur dapat masuk ke dalam formasi.

c. Viskositas Lumpur Yang Tinggi.

Bila viskositas lumpur tinggi, maka disaat sirkulasi pressure loss di

annulus cukup tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan formasi pecah bila formasinya

tidak kuat.

d. Gel Strength Lumpur Yang Tinggi.

Gel strength sangat penting disaat tidak ada sirkulasi, karena dapat

menahan cutting dan menjaga material pembawa lumpur tidak menumpuk di

dasar lubang. Jika gel strength terlalu tinggi, untuk memulai sirkulasi kembali

setelah berhenti memerlukan tenaga pompa yang cukup besar. Bila formasi tidak

sanggup menahan tekanan pompa yang besar, maka formasi akan pecah.

e. Pemompaan Yang Mengejut.

Pemompaan yang mengejut akan dapat menyebabkan formasi pecah,

bila formasi tidak kuat. Disaat bit menembus formasi yang telah rekah akibat

pemompaan yang mengejut, maka lumpur akan mengisi rekahan dan celah

tersebut, sehingga jika lumpur masuk ke formasi cukup besar, permukaan lumpur

di annulus akan turun dan selanjutnya tekanan hidrostatik akan turun.

3. Hilang Lumpur.

Page 107: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Hilang lumpur pada saat tertentu terlalu besar, sehingga permukaan lumpur

dalam lubang bor turun, dan tekanan hidrotatis lumpur dapat menjadi lebih kecil

daripada tekanan formasi. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas

formasi terlalu besar, formasi yang bergua (cavernous), mungkin pula karena ada

celah-celah atau rekahan di dalam formasi.

4. Abnormal Pressure.

Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat tinggi,

dan melebihi tekanan hidrotatis lumpur. Suatu formasi yang bertekanan abnormal

mempunyai gradien tekanan lebih dari 0.465 psi/ft.

3.4.4.2.Tanda-Tanda Terjadinya Well Kick

Sangat perlu untuk mengetahui tanda-tanda yang menunjukkan adanya

well kick sehingga bisa dilakukan penanggulangan sedini mungkin. Tanda-tanda

terjadinya well kick dalam operasi pemboran dapat diketahui dari beberapa

parameter yang satu sama lain saling mendukung, antara lain :

Saat sedang dilakukan pemboran :

1. Laju penembusan tiba-tiba naik

Dengan mengecilnya tekanan defferential di dasar sumur

formasilumpur PPP , maka laju penembusan akan relatif makin besar karena

tekanan formasi akan membantu proses pemecahan batuan dan tekanan lumpur

sebaliknya.

2. Volume di tangki lumpur naik

Masuknya fluida formasi ke dalam sumur maka akan terangkat ke

permukaan dan akan bercampur dengan lumpur sehingga akan menambah jumlah

total volume lumpur yang terukur pada tangki lumpur.

3. Di flow line laju alir, temperatur naik dan berat jenis lumpur turun

Pada laju alir dari pompa konstan dari formasi masuk fluida formasi ke

dalam sumur maka akan menambah volume pada annulus, begitu pula di flow line

relatif lebih cepat dari laju alir kalau tidak ada cairan formasi yang masuk

Page 108: 84437627 Bab III Barnz Mpd

kedalam sumur. Ketika pemboran akan memasuki daerah abnormal, gradien

temperatur normal yang ada diatasnya, seperti ditunjukkan Gambar 3.10.

Gambar 3.47.

Tekanan Differential

Begitu pula berat jenis lumpur yang terukur di flow line akan relatif

lebih kecil, hal ini terjadi pada saat memasuki daerah abnormal karena biasanya

pahat menembus dulu daerah shale yang banyak mengandung gelembung-

gelembung gas sehingga bila bercampur dengan lumpur pemboran akan

menurunkan berat jenisnya. Penurunan berat jenis ini dapat pula dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut :

1

m

mc

dd ..................................................................................... (3-8)

Keterangan :

dmc = berat jenis lumpur setelah tercampur gas

= perbandingan antara volume lumpur dan gas di permukaan

4. Tekanan pompa untuk sirkulasi turun dengan kecepatan pompa naik

Pada saat lumpur di annulus tercampuri fluida formasi yang

menyebabkan menurunya berat jenis lumpur di annulus, maka kesetimbangan

Page 109: 84437627 Bab III Barnz Mpd

tekanan hidrostatis dalam pipa dengan tekanan hidrostatis annulus terganggu

dimana tekanan hidrostatis di annulus lebih kecil daripada tekanan hidrostatis

dalam pipa bor, sehingga tekanan hidrostastis lumpur dalam pipa bor seolah-olah

ikut membantu mendorong lumpur di annulus sehingga tekanan pompa yang

diperlukan relatif turun dan lumpur di dalam pipa relatif lebih cepat daripada

kondisi sebelumnya.

Gambar 3.48

Laju Pemboran VS Tekanan Differential

5. Beratan pahat bor turun dan putaran naik

Ketika pahat bor menembus formasi relatif lebih cepat karena tekanan

differential yang turun maka pahat tersebut akan lebih cepat “tergantung”

sehingga berat pahat bor (weight on bit) relatif cepat untuk mengecil, dan

putarannya pun akan relatif cepat karena laju penembusan yang naik tersebut.

6. Hadirnya gelembung-gelembung pada lumpur

Proses kejadian ini terjadi pada saat akan memasuki daerah abnormal

dimana sebelumnya pahat bor menembus lapisan shale yang banyak mengandung

gelembung-gelembung gas pada pori-pori impermeable.

7. Berat jenis shale relatif turun

Pada kondisi normal, semakin dalam sumur berat jenis shale akan

semakin besar karena semakin kompak, tetapi ketika mau memasuki daerah

Page 110: 84437627 Bab III Barnz Mpd

abnormal maka pahat bor memasuki daerah shale yang impermeable dan

berporositas tinggi terisi gelembung-gelembung gas sehingga berat jenis relatif

turun dari sebelumnya, seperti terlihat pada

Gambar 3.49

Kedalaman VS Temperatur

8. D-eksponen relatif turun

Metode d-eksponen ini adalah salah satu cara untuk melihat kondisi

pemboran walaupun besarnya putaran, laju penembusan dan berat pahat bor

berubah-ubah besarnya selama operasi pemboran berlangsung. Dari prinsip ini

diharapkan akan menjadi parameter penunjuk adanya suatu perubahan jenis

formasi. Prinsip dasarnya adalah :

Dpa

WdNR .......................................................................................... (3-9)

Akhirnya dikembangkan menjadi suatu persamaan d-eksponen, sebagai berikut :

bd

W

NR

d

610

12log

60log

..................................................................................... (3-10)

Keterangan :

R = laju penembusan, ft/hour

Page 111: 84437627 Bab III Barnz Mpd

N = putaran, rpm

W = berat pahat bor, lbs

db = diameter pahat, inch

Karena pada saat pemboran berlangsung berat jenis lumpur berubah,

apalagi ketika masuk daerah abnormal, maka harga “d” harus dikoreksi terhadap

perubahan berat jenis lumpur sebagai berikut :

ma

mn

cd

ddd .................................................................................................. (3-11)

Keterangan :

dc = d-eksponen yang sudah dikoreksi

dmn = berat jenis lumpur normal, ppg

dma = berat jenis lumpur nyata, ppg

Saat sedang penyambungan pipa, pompa dihentikan (round-trip), maka tanda-

tandanya adalah sebagai berikut :

1. Aliran tetap ada walaupun pompa telah dihentikan.

Setelah pompa berhenti, tetap terlihat ada aliran di lubang bor. Ini

menunjukkan adanya aliran fluida formasi yang masuk ke dalam sumur, karena

yang normal hal ini tidak boleh terjadi.

2. Volume lumpur di tangki lumpur bertambah.

Kondisi dan karakteristiknya sama dengan pada tanda selama pemboran

berlangsung. Umumnya terlihat setelah penyambungan selesai dan dimulai lagi

pemboran.

3. Tekanan pompa untuk sirkulasi semakin turun dengan bertambahnya

pipa.

Tekanan pompa untuk sirkulasi turun karena kolom lumpur di annulus

yang telah tercampur kick lebih ringan daripada kolom lumpur yang ada di dalam

pipa bor. Semakin bertambah pipa yang disambung, tekanan pompa untuk

sirkulasi semakin menurun.

4. Berat jenis lumpur di flow line turun.

Kondisinya sama seperti ketika berlangsung pemboran.

Page 112: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Gambar 3.51

Kedalaman VS ds

3.4.4.3.Peralatan Deteksi Well Kick

Peralatan standard :

1. Pit level indikator, dipakai level-measuring transducer pada setiap tangki

lumpur, sehingga volume lumpur di tangki selalu dapat dicatat.

2. Pump stroke counter, alat penghitung jumlah langkah pompa ini sangat perlu

untuk pengendalian kick atau semburan liar.

3. Flow indicator, pada flow line untuk mengamati adanya atau besarnya aliran

pada flow line.

4. Trip tank, untuk mengamati jumlah lumpur yang keluar atau masuk lubang

bor pada waktu operasi cabut atau masuk pahat.

5. Gas chromatograph, untuk menganalisa gas.

Dalam hal inilah peralatan semburan liar akan berfungsi untuk mengatasi

kick dan semburan. Untuk itu diperlukan peralatan yang baik dan mempunyai

tekanan kerja yang sesuai.

3.4.4.4.Jenis Fluida Kick

Menurut jenis cairan formasi yang masuk ke dalam lubang, fluida kick

yang terjadi dapat di bagi menjadi :

Kick dengan fluida cairan

Page 113: 84437627 Bab III Barnz Mpd

Kick karena gas

a. Kick dengan fluida cairan

Kick dengan fluida cairan disebut juga sebagai liquid formation kick yang

dapat berupa fluida air formasi atau minyak dengan gradien antara 0.4 – 0.5 psi/ft.

Apabila fluidanya bercampur dengan gas maka gradiennya akan berkisar 0.2 – 0.4

psi/ft. Pengamatan terhadap fluida cairan yang masuk liquid formation kick dapat

dilakukan melalui tekanan pipa bor dan tekanan selubung. Kedua tekanan tersebut

akan tetap dan cenderung menurun karena cairan tidak bersifat mengembang.

Akibat lain sewaktu sumur ditutup tidak akan menyebabkan terjadinya rekahan

pada formasi di sekitar sepatu selubung.

b. Kick karena gas

Kick dengan fluida gas disebut juga formation gas kick yang mempunyai

gradient 0.005 – 0.2 psi/ft. Kick dengan fluida gas yang perlu diperhatikan adalah

gas yang berasal dari formasi dengan permeabilitas tinggi. Umumnya kick yang

terjadi tidak ditandai dengan penambahan volume di tangki lumpur. Gradient gas

relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan lumpur sehingga mudah bermigrasi ke

permukaan. Gas yang mengalir ke permukaan akan mengembang dengan

berkurangnya tekanan. Besarnya perubahan tekanan dan volume sesuai dengan

Hukum Boyle, yaitu bila tekanan berkurang separuhnya maka volumenya akan

bertambah dua kali lipatnya dan demikian sebaliknya. Gas akan tetap bermigrasi

ke atas tanpa mengalami pengembangan walaupun sumur dalam keadaan tertutup.

Hal ini sangat berbahaya karena dengan tekanan dan volume yang sama atau tetap

maka tekanan dasar lubang akan sama dengan penjumlahan tekanan awal sumur

pada kondisi awal ditambah dengan tekanan yang sama dari gelembung gas.

Selain dari kick dengan fluida cairan gas, dikenal pula adanya semburan

antar lapisan yang berasal dari formasi bertekanan ke formasi yang lemah dan

sebagian kecil fluida yang masuk ke permukaan. Semburan antar formasi ini

disebut juga sebagai underground blow out. Cara menentukan semburan antar

formasi ini dapat diketahui pada waktu menutup blow out preventer. Mula-mula

Page 114: 84437627 Bab III Barnz Mpd

tekanan pipa bor dan tekanan selubung meningkat kemudian menurun lagi dan

berfluktuatif. Fluktuasi tekanan pipa bor dan tekanan casing ini merupakan

indikator terjadinya semburan antar formasi atau underground blow out