Top Banner
TUGAS KEJANG DAN GANGGUAN ELEKTROLIT Oleh: Iwing Dwi Purwandi G0099094 Pembimbing: Dr. dr. Bambang P., Sp.PD., KGH., FINASIM KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI S U R A K A R T A
22

82505029 Kejang Dan Ggn Elektrolit

Nov 26, 2015

Download

Documents

neuro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • TUGAS

    KEJANG DAN GANGGUAN

    ELEKTROLIT

    Oleh:

    Iwing Dwi Purwandi

    G0099094

    Pembimbing:

    Dr. dr. Bambang P., Sp.PD., KGH., FINASIM

    KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI

    S U R A K A R T A

  • 2011

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Keseimbangan elektrolit pada susunan saraf pusat sangat penting bagi

    otak untuk dapat berfungsi dengan baik. Regulasi keseimbangan ion

    merupakan proses penting yang melibatkan susunan molekul kompleks yang

    akan menggerakkan ion-ion ke dalam dan ke luar otak, dan melibatkan fungsi

    barier darah-otak sebagaimana mekanisme yang juga terjadi pada kedua

    membran neuron dan glia. Perubahan gradien ion yang melewati membran sel

    dapat menyebabkan efek langsung maupun tak langsung pada pelepasan

    neuron dan dapat mengakibatkan aktivitas epileptik.

    Keberagaman tingkat patologis atau kondisi seperti dehidrasi atau gagal

    ginjal juga berhubungan dengan perubahan osmolalitas plasma dan

    keseimbangan elektrolit. Kondisi ini dapat mempengaruhi sistem homeostatik

    otak dan dapat mempengaruhi fungsi dan metabolisme di otak.

    Kelainan osmolalitas dan kadar natrium mengakibatkan depresi neuronal

    susunan saraf pusat, dengan ensefalopati sebagai manifestasi klinis utama,

    dimana kelainan ini juga dapat memprovokasi iritabilitas neuronal susunan

    saraf pusat. Sebagaimana hal tersebut, hiperkalsemia dan hipermagnesemia

    juga mengakibatkan depresi neuronal dengan disertai ensefalopati.

    Sebaliknya, hipokalsemia dan hipomagnesemia menyebabkan paling banyak

    iritabilitas neuronal susunan saraf pusat yang disertai dengan kejang.

    Sedangkan kelainan potasium/ kalium jarang menimbulkan gejala pada

    susunan saraf pusat, namun mungkin berhubungan dengan kelemahan otot

    sebagai manifestasi klinis utama.

    2

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    I. KEJANG

    A. Definisi Kejang

    Kejang (konvulsi) adalah hasil dari perubahan elektrolit yang tidak

    terkontrol pada sel-sel saraf korteks cerebral dan ditandai dengan

    penurunan kesadaran, perubahan aktivitas motorik, dan/ atau fenomena

    sensorik secara tiba-tiba. Terdapat kesulitan dalam terminologi, oleh

    karena manifestasi klinis yang hampir mirip antara konvulsi dan kejang

    (seizure). Konvulsi diartikan sebagai kontraksi hebat dari otot-otot secara

    berulang-ulang dan tidak beraturan. Definisi ini kurang tepat jika kelainan

    yang terjadi hanya meliputi gangguan sensorik atau gangguan kesadaran.

    Kejang (seizure) lebih dipilih sebagai terminologi umum, oleh karena

    mencakup beberapa kelainan yang berbeda, dan dapat diklasifikasikan,

    seperti kejang sensorik atau kejang psikis.1

    B. Etiologi

    Penyebab utama kejang dapat dibagi menjadi 6 kelompok besar, yaitu:

    1. Agen toksik: insektisida, alkohol, pemberian obat-obatan tertentu

    yang berlebihan atau overdosis.

    2. Ketidakseimbangan kimiawi: Hiperkalsemi, Hipoglikemi, dan

    Asidosis

    3. Demam: infeksi akut, heatstroke

    4. Proses patologis pada otak: oleh karena trauma, infeksi, hipoksia,

    lesi pada otak yang meluas, peningkatan tekanan intakranial

    5. Eklampsia: hipertensi prenatal atau toxemia gravidarum

    6. Idiopatik: sebab-sebab yang tidak diketahui.2

    3

  • C. Klasifikasi Kejang

    Kejang telah diklasifikasikan dalam berbagai bentuk: menurut

    penyebabnya, lokasi asal kejang, bentuk klinisnya (general/umum atau

    fokal), dan lain-lain.1

    Klasifikasi kejang menurut Klasifikasi Internasional:1

    International Classification of Epileptic SeizureI. Kejang Umum (simetris bilateraldan tanpa onset local)

    A. Tonik, Klonik, atau Tonik-klonik (grand mal)

    B. Ketiadaan/ absence (petit mal)

    1. Dengan disertai kehilangan kesadaran

    2. Kompleks dengan gejala tonik, klonik, atau

    gerakan otomatis yang singkat

    C. Sindroma Lennox-Gastaut

    D. Epilepsi Myoklonik Juvenil

    E. Spasme Infantil (West syndrome)

    F. Kejang Atonik (astatik, akinetik), (biasanya dengan sentakan

    myoklonik)II. Kejang Parsial atau Fokal (kejang dimulai lokal)

    A. Sederhana/ Simple (tanpa disertai kehilangan kesadaran atau

    perubahan fungsi psikis)

    1. Motorik Asal lobus frontalis (tonik, klonik, tonik-

    klonik; jacksonian, benign childhood epilepsy; epilepsis

    parsial berlanjut)

    2. Somatosensori atau sensorik khusus (visual,

    auditori, olfaktori, gustatori, vertiginosa)

    3. Autonomik

    4. Psikis murni

    B. Kompleks (dengan disertai gangguan kesadaran)

    1. Dimulai dengan kejang parsial sederhana dan

    berlanjut dengan gangguan kesadaran

    2. Dengan gangguan kesadaranIII. Sindroma epileptik khusus

    A. Kejang myoklonus dan myoklonik

    4

  • B. Epilepsi refleks

    C. Afasia didapat dengan kelainan konvulsi

    D. Kejang demam dan kejang tipe lain pada bayi dan anak

    E. Kejang histeris

    II. KEJANG YANG DISEBABKAN OLEH KETIDAKSEIMBANGAN

    ELEKTROLIT

    Manifestasi klinis ketidakseimbangan elektrolit pada susunan saraf pusat

    dapat bermacam-macam. Secara umum yang terjadi adalah gangguan

    fungsional pada otak, dan, setidaknya pada awalnya, secara umum tidak

    berhubungan dengan perubahan morfologik pada jaringan otak. Oleh karena

    gejala neurologis dari gangguan elektrolit secara umum lebih mengarah pada

    fungsional daripada struktural, manifestasi neurologis gangguan elektrolit

    adalah reversibel. Akan tetapi, oleh karena disfungsi fungsional seperti kejang

    dapat memicu terjadinya perubahan struktural, maka penting dilakukannya

    terapi atas gangguan yang mendasari sebelum proses patologis ini menjadi

    irreversibel atau permanen.3

    Gejala utama dari depresi neuronal susunan saraf pusat dan ensefalopati

    adalah perasaan bingung dan gangguan kognitif ringan. Gejala ini dapat

    disertai dengan sakit kepala, letargi, kelemahan, tremor, dan lain-lain,

    biasanya tanpa tanda-tanda kelainan lokal pada otak atau kelainan pada

    nervus cranialis.

    Ketidakseimbangan elektrolit sering menyebabkan kejang (Tabel 1).

    Kejang biasa terjadi pada pasien dengan kelainan kadar natrium,

    hipokalsemia, dan hipomagnesemia. Pada kasus tertentu, kejang yang terjadi

    biasanya adalah kejang umum yang bersifat tonik-klonik, meskipun kejang

    parsial atau kejang tipe lain dapat terjadi. Pada semua kasus, abnormalitas

    kadar elektrolit yang berubah secara mendadak lebih sering menyebabkan

    kejang daripada perubahan yang bersifat perlahan atau bertahap. Untuk alasan

    inilah, tidak diperbolehkan koreksi level elektrolit absolut diatas atau dibawah

    level dimana kejang biasanya terjadi.

    5

  • Abnormalitas

    elektrolit

    Tingkat keseringan

    yang muncul

    Tingkat keseringan

    terjadinya kejang pada

    ketidakseimbangan yang

    akut atau beratHiponatremia +++ ++Hipernatremia ++ ++/+Hipokalsemia + ++/+Hiperkalsemia ++ +Hipomagnesemia ++ ++/+Hipokalemia +++ -Hiperkalemia ++ -+++:sering, ++:kadang-kadang, +:jarang, -:tidak pernahTabel 1: Abnormalitas elektrolit dan kejang pada praktik klinis.3

    Diagnosis yang tepat dari kejang akibat abnormalitas elektrolit dimulai

    dengan evaluasi kimiawi serum yang lengkap, termasuk pengukuran elektrolit

    serum, khususnya natrium, kalsium, dan magnesium. Pemeriksaan ini harus

    selalu menyertai diagnosis awal yang ditetapkan pada pasien dewasa dengan

    kejang yang pertama kali. Pemeriksaan elektrolit penting dilakukan pada

    kondisi tersebut, sama pentingnya dilakukan pada pasien usia tua yang

    seringkali mengalami gangguan metabolik, seperti hiponatremia atau

    hipoglikemia. Antara 15-30% kejang simptomatis akut yang terjadi pada

    pasien dikarenakan oleh gangguan atau toksikasi metabolik. Selanjutnya,

    identifikasi dan koreksi terhadap ketidakseimbangan elektrolit yang

    menyebabkan kejang sangat diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan

    mortalitas akibat hal tersebut. Suatu penelitian melaporkan, pada 375 kasus

    dewasa dengan Status Epileptikus (SE), 10% darinya memiliki kelainan

    metabolik sebagai penyebab utama kejang yang terjadi, dan pada 10% pasien

    ini, angka mortalitas yang dilaporkan mencapai 40%.3

    Terapi kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit dibedakan menurut

    penyebab yang mendasarinya, dan harus didukung dengan pemeriksaan

    lainnya. Pada sebagian besar kasus ketidakseimbangan elektrolit, terapi

    dengan antikonvulsan (Anti Epileptic Drug) tidak dibutuhkan selama

    penyebab yang mendasarinya diperbaiki. Pemberian AED jangka panjang

    tidak diperlukan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pemberian AED

    6

  • itu sendiri secara umum tidak efektif untuk menangani kejang jika

    ketidakseimbangan elektrolit masih didapatkan dan belum dikoreksi.4

    A. HIPONATREMIA

    Hiponatremia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi natrium

    dalam serum sampai level

  • hiponatremia akut, penurunan natrium serum yang cepat dapat

    mengalahkan mekanisme proteksi ini, dan menyebabkan

    pembengkakan otak dan berkembangnya gejala neurologis.3

    Di masa lalu, telah diasumsikan bahwa kemungkinan kerusakan

    otak dari hiponatremia berhubungan langsung dengan penurunan cepat

    kadar natrium plasma atau terutama tingkat rendah natrium plasma.

    Studi terbaru menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang

    mempengaruhi hasil, termasuk usia dan jenis kelamin individu (dengan

    anak-anak dan perempuan menstruasi adalah yang paling rentan).

    Dengan demikian diperkirakan bahwa wanita memiliki risiko kematian

    atau kerusakan neurologis permanen 25 kali lipat dibandingkan dengan

    laki-laki, sebagai akibat dari hiponatremia. Hipoksia dan iskemia

    merusak mekanisme adaptif otak terhadap hiponatremia dan

    memperburuk edema serebral. Hal ini secara klinis penting, karena

    juga mempengaruhi pengobatan pasien kejang secara cepat dan tepat.3

    Akhirnya, proses adaptasi oleh otak ini juga merupakan sumber

    risiko demielinasi osmotik. Koreksi dari hiponatremia memicu proses

    "de-adaptasi", selama reakumulasi elektrolit secara cepat dalam sel

    otak, tetapi masuknya kembali osmolytes organik terjadi jauh lebih

    lambat. Oleh karena itu pada pasien dengan hiponatremia kronis, telah

    dihipotesiskan bahwa koreksi natrium serum yang cepat -sebelum

    penyesuaian kembali konsentrasi osmolytes intraseluler terjadi-

    mengakibatkan hilangnya cairan dari neuron dan glia; proses ini

    disertai dengan bahaya provokasi terjadinya sindrom demielinasi

    osmotik (osmotic demyelination syndrome), terkait dengan demielinasi

    pons dan extrapontine. Namun, beberapa peneliti telah menunjukkan

    bahwa ODS tidak tergantung pada tingkat koreksi dari hiponatremia

    saja tetapi juga pada proses yang menyertainya (misalnya:

    alkoholisme, cedera otak anoxic, atau disfungsi hati yang berat).3

    Penyebab/ Etiologi Gangguan ElektrolitHiponatremia Hiponatremia Dilusional (penyebab umum)

    8

  • - Gangguan kapasitas ekskresi cairan pada

    ginjal

    - Agen diuretik

    - Insufisiensi adrenal

    - Hipotiroidisme

    - Diare

    - Gagal jantung kongestif

    - Sirosis

    - Gagal ginjal

    - Syndrome of inappropriate secretion of

    antidiuretic hormone (SIADH) (dapat disebabkan

    oleh kanker, beberapa gangguan SSP,dan beberapa

    obat)

    Asupan cairan yang berlebihan

    - - Keracunan cairan

    - - Susu formula bayi yang encer

    Lain-lain

    Hiperglikemia, manitolHipernatremia Net Water Loss (penyebab umum)

    - Gangguan akses terhadap air (sering terlihat pada orang tua, pada bayi, dan pasien dewasa yang mengalami confusion

    - Diare (umumnya terlihat pada bayi)

    - Insensible water loss yang tidak terganti (kulit dan respirasi)

    - Kehilangan air dari tractus urinarius (melalui lengkung diuretik, diabetes insipidus, diuresis osmotik, penyakit ginjal intrinsik)

    Asupan natrium hipertonik

    9

  • Intervensi klinis (misalnya: infus natrium

    hipertonik, enema saline hipertonik)

    Medapatkan asupan natrium secara tidak sengaja

    Hipokalsemia Defisiensi vitamin D (penyebab umum)

    - Gagal ginjal kronis (penurunan produksi calcitriol ginjal)

    - Kegagalan hepar (penurunan produksi calcidiol)

    - Asupan makanan yang kurang- Obat antiepilepsi (penngkatan

    metabolisme calcidiol dalam hepar)- Malabsorpsi usus

    Defisiensi Hormon Paratiroid

    - Hipoparatiroidisme (pasca operasi, idiopatik, sindroma Di George)

    - Hipomagnesemia Obat

    - Kalsitonin- Bifosfonat

    Lainnya

    Pankreatitis akut, transfusi masif dengan darah

    transfusi yang mengandung sitratHiperkalsemia Kelebihan PTH (hormon paratiroid) (penyebab

    umum)

    - Hiperparatiroidisme primer: adenoma, hiperplasia

    - Hiperparatiroidisme tersier- Sekresi PTH ektopik

    Penyakit ganas (penyebab umum)

    - Kanker sel skuamosa, kanker ginjal, kanker ovarium, dll (sekresi PTH-

    10

  • related protein)- Multiple myeloma, kanker payudara

    (hiperkalsemia osteolitik lokal)

    Obat

    - Golongan thiazid Pemberian vitamin D yang terlalu

    banyak - Kelebihan iatrogenik atau

    konsumsi pasien sendiri yang berlebihan- Sarkoidosis

    LainnyaTirotoksikosis, penyakit Addison, gagal ginjal, dll

    Hipomagnesemia Asupan makanan yang tidak adekuat (sayuran hijau, buah-buahan, ikan, daging, sereal)

    Berkurang penyerapan gastrointestinal (penyebab umum)

    - Diare- Penyalahgunaan laksatif - Malabsorpsi- Penyakit usus halus

    Wasting dari ginjal (penyebab umum)

    - Disfungsi tubular oleh karena Alkohol

    - Obat: diuretik loop dan thiazid, aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B, pentamidin

    - Nekrosis Tubular- Asidosis tubulus ginjal

    Lainnya

    Sirosis, hungry bone syndrome

    11

  • Tabel 2 : Penyebab gangguan elektrolit.3

    2. Hiponatremia dan obat antiepilepsi (AED)

    Hiponatremia telah dikaitkan dengan beberapa AED, seperti

    carbamazepine (CBZ) dan oxcarbazepine (OXC), dan kadang-kadang

    dengan valproate (VPA) dan lamotrigin (LTG).

    Frekuensi hiponatremia pada pasien yang menerima terapi OXC

    (suatu 10-ketoanalog CBZ) bahkan lebih tinggi daripada mereka yang

    menerima CBZ. Prevalensi berkisar dari 1,8% sampai 40% dengan

    CBZ dan 23% sampai 73% dengan OXC, dimana prevalensi ini

    tergantung pada populasi pasien yang dipelajari. Beberapa faktor risiko

    telah dilaporkan yang dapat meningkatkan risiko hiponatremia

    berhubungan dengan obat-obatan tersebut antara lain adalah: usia tua,

    polifarmasi, menstruasi, pembedahan, penyakit ginjal yang mendasari,

    kondisi kejiwaan, dan jenis kelamin perempuan, antara lain.

    Mekanisme dimana CBZ dan OXC menyebabkan hiponatremia

    tidak sepenuhnya jelas, namun sebuah proses perifer yaitu induksi

    reabsorpsi air yang berlebihan di tubulus kolektikus diperkirakan

    menjadi penyebabnya.

    Saat ini tidak ada tampilan yang konsisten ada pada asosiasi

    antara dosis CBZ atau OXC dan hiponatremia. Sangat mungkin

    bahwa tingkat kerentanan individu berpengaruh pada kasus-kasus di

    mana CBZ atau OXC menyebabkan hiponatremia simtomatik.

    Hiponatremia sekunder untuk CBZ dan OXC lebih umum dalam

    praktek klinis daripada yang terlihat pada percobaan klinik, tetapi

    sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik.

    Hiponatremia, jika terjadi, cenderung berkembang dalam 3 bulan

    pertama pemberian obat. Pemantauan rutin natrium plasma tidak

    diperlukan, kecuali untuk pasien dengan penyakit lain atau obat-obatan

    yang merupakan predisposisi terjadinya hiponatremia (misalnya:

    penyakit ginjal, diuretik) dan mungkin juga dianjurkan pada pasien

    12

  • yang menunjukkan gejala terkait (penglihatan kabur, lemah, sakit

    kepala, kebingungan, dan memburuknya kejang).3

    Pengobatan dapat meliputi penghilangan faktor-faktor pencetus

    (Seperti diuretik atau AINS) atau restriksi cairan, pengurangan dosis,

    dan jika diperlukan, penghentian terapi CBZ atau OXC, harus

    dipertimbangkan pada tingkat natrium mencapai 120-125 mEq / L.

    3. Gambaran klinis

    Manifestasi dari hiponatremia hipotonik berkaitan erat dengan

    disfungsi SSP dan lebih mencolok ketika penurunan konsentrasi

    natrium serum cukup besar atau terjadi dengan cepat (dalam hitungan

    jam). Secara umum, gejala hiponatremia akan sebanding dengan

    keparahan edema serebral. Hiponatremia kronis kurang memiliki

    kecenderungan untul menginduksi gejala-gejala tersebut; kira-kira

    setengah dari pasien dengan hiponatremia kronis tidak menimbulkan

    gejala atau asimtomatik, bahkan dengan konsentrasi natrium serum

    kurang dari 125 mEq / L. Gejala yang ada jarang timbul sampai kadar

    natrium serum kurang dari 120 mEq / L dan biasanya lebih

    berhubungan dengan nilai sekitar 110 mEq / L atau lebih rendah dari

    itu. Usia anak-anak memiliki risiko tinggi terjadinya hiponatremia

    simtomatik, oleh karena mereka memiliki rasio ukuran otak-cranium

    yang lebih besar.

    Komplikasi hiponatremia yang parah dan berkembang pesat

    meliputi kejang, biasanya tonik-klonik umum. Kejang umumnya

    terjadi jika konsentrasi natrium plasma menurun secara cepat sampai

  • neurologis terkait dengan hiponatremia mungkin membutuhkan

    beberapa hari setelah dilakukannya koreksi terhadap kelainan

    elektrolit, terutama pada pasien yang lebih tua.3

    4. Pengobatan

    Pengobatan untuk hiponatremia simtomatik akut harus cepat

    karena proses patologis otak dapat terjadi secara cepat dan irreversible,

    bahkan ketika gejala klinis yang muncul hanyalah ringan. Cairan

    garam hipertonik (3%), merupakan pengobatan yang paling umum

    untuk hiponatremia simtomatik akut, yang akan menyebabkan

    penurunan volume otak secara cepat, sehingga dapat menurunkan

    tekanan intrakranial. Pengobatan harus menargetkan kenaikan natrium

    serum menjadi lebih dari 120-125 mEq / L. Yang penting disini adalah

    pengobatan agresif hiponatremia dengan larutan garam hipertonik

    dapat juga berbahaya, karena pendekatan ini dapat memprovokasi

    penyusutan otak yang memicu ODS dan dapat menyebabkan disfungsi

    neurologis termasuk quadriplegia, pseudobulbar palsy, kejang, koma,

    dan bahkan kematian.

    Berdasarkan data yang tersedia, tampaknya bijaksana untuk

    mengkoreksi konsentrasi natrium pada tingkat rata-rata 0,5mEq/L/jam.

    Namun, pada wanita muda yang memiliki risiko terjadinya henti nafas,

    gejala sisa neurologis yang parah, dan kematian, rata-rata koreksi yang

    digunakan adalah 12mEq/L/h, dengan tingkat koreksi lebih tinggi

    diperkirakan dapat ditoleransi dengan baik pada anak-anak. Semakin

    banyak bukti menunjukkan bahwa lesi demielinasi otak dapat terjadi

    pada pasien meskipun koreksi hiponatremia telah dilakukan secara

    hati-hati. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi adanya faktor

    risiko tambahan untuk terjadi demielinasi otak, seperti hipokalemia,

    hypophosphatemia, kejang yang diinduksi hipoksemia, dan malnutrisi

    berupa defisiensi vitamin B, dan supaya dilakukan pendekatan

    pengobatan yang sesuai.3

    B. HIPERNATREMIA

    14

  • Hipernatremia didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum

    dalam plasma > 145 mEq/L. Sedangkan hiponatremia dapat menyebabkan

    kejang, hipernatremia lebih mungkin merupakan hasil dari aktivitas kejang

    (misalnya kejang tonik-klonik umum). Glikogen intraseluler

    dimetabolisme menjadi laktat di otot selama kejang. Oleh karena laktat

    secara osmotik lebih aktif dari glikogen, maka osmolalitas intraseluler

    serat otot akan meningkat, dan air bergerak ke dalam sel, menyebabkan

    hipernatremia. Penyebab hipernatremia yang paling sering dikutip dalam

    Tabel 2.

    1. Patofisiologi Susunan Saraf Pusat

    Mekanisme adaptif otak yang sama yang merespon perubahan

    hipoosmotik pada osmolalitas juga berlaku sama pada kondisi

    hipernatremia. Dalam beberapa menit setelah terjadi hipernatremia,

    hilangnya cairan dari sel-sel otak menyebabkan penyusutan otak dan

    peningkatan osmolalitas intraseluler sel otak. Sel segera merespon

    untuk memerangi penyusutan ini dan merubah tekanan osmotik dengan

    menggerakkan elektrolit melintasi membran sel, menyebabkan restitusi

    parsial dari volume otak dalam beberapa jam (adaptasi cepat).

    Normalisasi volume otak diselesaikan dalam beberapa hari (adaptasi

    lambat) sebagai hasil dari akumulasi intraseluler osmolytes.

    Meskipun sebagian besar perubahan osmolalitas otak pada

    hiponatremia kronis dapat dipertanggungjawabkan oleh perubahan

    osmolytes organik, sedikit akumulasi dari osmoles ini terjadi dengan

    hipernatremia akut (berkembangnya pergeseran elektrolit organik

    terjadi secara signifikan lebih lambat daripada perubahan natrium

    serum). Oleh karena itu derajat gangguan SSP pada hipernatremia

    terutama berhubungan dengan tingkat di mana natrium serum

    meningkat. Pada keadaan hipernatremia akut (dalam hitungan jam),

    cairan akan hilang dari otak, dan penyusutan volume otak akut

    (terutama pada bayi) akan berakibat terjadinya ensefalopati

    hipernatremik. Pada kondisi hipernatremia kronis, sel-sel Susunan

    Saraf Pusat mengakumulasikan osmolit-osmolit organik, dan

    15

  • penyusutan otak diminimalkan, sebagai gejala SSP. Dalam teori,

    koreksi cepat dari kondisi hipernatremia memungkinkan terjadinya

    edema serebral, oleh karena pengambilan cairan oleh sel-sel otak

    melebihi hilangnya akumulasi elektrolit dan osmolit organik. Oleh

    karena itu, terapi agresif dapat membawa risiko neurologis yang serius

    oleh. karena edema serebral.

    Namun, faktor utama yang bertanggung jawab terhadap

    ensefalopati hipernatremik dan gangguan fungsi saraf pada kondisi ini

    belum dipahami dengan baik. Ensefalopati hipernatremik dan kematian

    dapat terjadi meskipun tidak ada perubahan patologis pada SSP (selain

    penyusutan otak dan peningkatan kandungan NaCl dalam otak).

    Peneliti memiliki hipotesis bahwa kombinasi dari hiperosmolalitas dan

    penyusutan seluler menyebabkan perubahan dari struktur sinaptik dan

    fungsi sel-sel otak, yang mengarah ke kondisi ensefalopati.3

    2. Gambaran klinis

    Sama seperti hiponatremia, gejala hipernatremia yang utama

    adalah gejala neurologis dan terutama terkait dengan tingkat di mana

    natrium serum meningkat. Hipernatremia kronis kemungkinan kurang

    menginduksi gejala-gejala neurologis daripada hipernatremia akut.

    Peningkatan nilai natrium secara perlahan hingga mencapai kadar

    setinggi 170 mEq/L, sering ditoleransi dengan baik. Gejala yang parah

    biasanya memerlukan peningkatan akut konsentrasi natrium plasma >

    158-160mEq/L (dalam hitungan jam). Nilai >180 mEq/L berhubungan

    dengan tingkat kematian yang tinggi, terutama pada orang dewasa.

    Penyusutan otak yang disebabkan oleh hipernatremia dapat

    menyebabkan rupturnya pembuluh darah otak, dengan perdarahan

    intraserebral dan subarachnoid fokal, yang kemudian dapat

    memprovokasi kejang. Pada bayi hipernatremik, kejang-kejang

    biasanya tidak ada, kecuali dalam kasus pemberian natrium loading

    atau rehidrasi agresif yang kurang hati-hati.

    Meskipun pemberian natrium yang cepat dapat menyebabkan

    kejang, kejang lebih sering ditemukan selama koreksi yang cepat dari

    16

  • hipernatremia. Pada pasien dengan hipernatremia berkepanjangan,

    edema serebral mungkin muncul ketika osmolalitas dinormalkan

    secara tiba-tiba; koreksi ini dapat menyebabkan kejang, koma, dan

    kematian. Kejang terjadi pada 40% pasien dengan hipernatremia

    berat yang diberi cairan infus hipotonik secara cepat.3

    3. Pengobatan

    Tujuan dari pengobatan hipernatremia adalah untuk mengisi

    kembali cairan tubuh, sehingga memulihkan homeostasis osmotik dan

    volume sel pada tingkat yang dapat menghindari komplikasi yang

    signifikan. Kecepatan koreksi tergantung pada kecepatan

    berkembangnya hipernatremia dan gejala yang menyertainya. Tingkat

    koreksi pada hipernatremia kronis tidak boleh melebihi 0,5-

    0,7mEq/L/jam, angka ini dapat mencegah edema serebral dan kejang.

    Penurunan yang ditargetkan dalam konsentrasi natrium serum pada

    pasien dengan hipernatremia, kecuali pada pasien yang gangguannya

    telah berkembang terlalu lam adalah 10 mEq/L/hari. Hipernatremia

    akut dapat diobati lebih cepat; pada pasien tersebut, dengan

    pengurangan konsentrasi natrium serum yang sesuai yaitu 1 mEq/L/h.

    Pasien dengan hipernatremia dapat diobati dengan cairan

    hipotonik (larutan garam hipotonik atau larutan dekstrosa). Pemberian

    yang lebih disukai untuk mengelola cairan adalah lewat oral (atau

    melalui selang makan), jika pendekatan ini tidak layak, cairan harus

    diberikan secara intravena. Karena risiko serebral edema meningkat

    dengan volume infusan yang diberikan, volume harus dibatasi, sesuai

    dengan kebutuhan untuk memperbaiki hipertonisitas. Normal saline

    (Natrium klorida 0,9%) hanya tepat diberikan dalam kasus frank

    circulatory compromise, karena cairan ini menghasilkan ekspansi

    volume yang efektif.3

    C. HIPOKALSEMIA

    17

  • Hipokalsemia didefinisikan sebagai tingkat kalsium plasma <

    8,5mg/dl atau konsentrasi kalsium terionisasi < 4,0mg/dl. Penyebab

    hipokalsemia dirangkum dalam Tabel 2.

    1. Presentasi klinis

    Gejala-gejala hipokalsemia dipengaruhi oleh derajat

    hipokalsemia dan kecepatan penurunan konsentrasi kalsium terionisasi

    dalam serum. Hipokalsemia akut terutama akan meningkatkan

    eksitabilitas neuromuskular dan terjadinya tetani. Pada SSP,

    manifestasi hipokalsemia akut yang biasa didapatkan adalah kejang

    dan perubahan status mental. Kejang tonik-klonik umum, motorik

    fokal, dan (lebih jarang) atipikal atau akinetik dapat terjadi pada

    hipokalsemia dan mungkin satu-satunya gejala yang muncul. Status

    epileptikus nonkonvulsif yang disebabkan karena hipokalsemia juga

    telah dilaporkan.

    Kejang dapat terjadi tanpa tetani otot pada pasien dengan

    hipokalsemia. Kejang terjadi pada 20-25% pasien dengan

    hipokalsemia akut sebagai kondisi darurat medis, dan pada 30-70%

    dari pasien dengan hipoparatiroidisme simptomatik.3

    2. Pengobatan

    Urgensi pengobatan tergantung pada tingkat keparahan gejala

    dan tingkat hipokalsemia. Akut hipokalsemia adalah kondisi darurat

    yang membutuhkan perhatian yang cepat, dan pasien dengan gejala

    hipokalsemia harus segera diobati karena sangat terkait dengan

    tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Pengobatan dengan

    kalsium intravena adalah terapi yang paling tepat. Dosis 100 sampai

    300 mg kalsium elemental harus diinfus (iv) dalma waktu lebih dari 10

    sampai 20 menit. Infus drip kalsium harus dimulai pada 0,5 mg/kg/jam

    dan berlangsung selama beberapa jam, dengan pemantauan ketat kadar

    kalsium. Pengobatan untuk kejang hipokalsemik dalah pengganti

    kalsium (calcium replacement); dan AED biasanya tidak diperlukan.

    AEDs mungkin menghapuskan baik tetani yang jelas sedang terjadi

    maupun tetani laten, sedangkan kejang hipokalsemik mungkin masih

    18

  • menetap. Yang jelas, pengobatan hipokalsemia harus diarahkan pada

    gangguan yang mendasari, dan sediaan kalsium oral sering diresepkan

    untuk pengobatan rawat jalan.3

    D. HIPERKALSEMIA

    Hiperkalsemia jauh lebih sering didapatkan daripada hipokalsemia.

    Namun, berbeda dengan hipokalsemia, kejang jarang berhubungan dengan

    hiperkalsemia (kadar kalsium serum dari 10,5 mg/dl).Etiologi dari

    hiperkalsemia dirangkum pada Tabel 2.

    1. Gambaran klinis

    Gejala hiperkalsemia berat yang paling umum adalah gangguan

    sistem saraf dan fungsi pencernaan. Gejala hiperkalsemia tergantung

    pada penyebab yang mendasari, kecepatan berkembangnya penyakit

    yang mendasari, dan kesehatan fisik secara keseluruhan dari pasien itu

    sendiri. Sebuah peningkatan pesat sampai hiperkalsemia sedang (12-

    13,9 mg/dl) sering mengakibatkan disfungsi neurologis yang khas,

    sedangkan hiperkalsemia kronis yang berat ( 14 mg/dl) dapat

    menyebabkan gejala neurologis yang minimal.

    Perubahan status mental berupa letargia, kebingungan, jarang

    koma adalah manifestasi neurologis utama pada hiperkalsemia.

    Hiperkalsemia dikaitkan dengan penurunan rangsangan membran

    saraf, dan dengan demikian jarang menyebabkan kejang. Namun,

    hiperkalsemia yang menyebabkan hipertensi ensefalopati dan

    vasokonstriksi telah dihipotesiskan dapat menimbulkan kejang.

    Vasokonstriksi serebral reversibel pada pasien dengan kejang oleh

    karena hiperkalsemia telah ditunjukkan oleh angiografi serebral.3

    2. Pengobatan

    Indikasi terapi mendesak untuk hiperkalsemia biasanya

    mencerminkan adanya manifestasi klinis dan penyebab yang

    19

  • mendasari, daripada tingkat kalsium serum. Hiperkalsemia berat harus

    ditangani secara agresif. Pengobatan sering memerlukan hidrasi dan

    pemberian agen hipokalsemik seperti bifosfonat intravena (misalnya,

    pamidronat atau zoledronate) atau kalsitonin. Ini adalah obat yang

    digunakan untuk menurunkan tingkat kalsium serum, dengan

    mekanisme aksi yang beragam (misalnya: penghambatan resorpsi

    tulang baik normal maupun abnormal).

    Hiperkalsemia Akut atau Simptomatik

    Koreksi cepat dan terkontrol: pertama, rehidrasi kuat dengan

    normal saline harus dimulai, pada tingkat 200-500 ml/jam, dengan

    monitoring overload cairan. Kemudian 20 -40 mg furosemid diberikan

    intravena, setelah rehidrasi telah dicapai. Pertimbangkan pemberian

    bifosfonat intravena: pamidronat (60-90 mg iv selama periode 2-jam)

    atau zoledronate (4 mg iv selama periode 15-menit). Lini kedua:

    glukokortikoid, kalsitonin, mithramycin, galium nitrat.

    Hiperkalsemia Kronis atau Asimptomatik

    Pengobatan gangguan yang mendasari dengan diet hipokalsemik.

    Pertimbangkan bifosfonat oral.3

    E. HIPOMAGNESEMIA

    Hypomagnesemia didefinisikan sebagai konsentrasi magnesium

    plasma

  • biasanya tonik klonik umum, dapat terjadi pada neonatus dan orang

    dewasa yang berhubungan dengan hipomagnesemia parah, pada

    tingkat

  • gangguan ini diperlukan untuk mengontrol kejang dan mencegah

    kerusakan otak permanen, sebagaimana AED sendiri umumnya tidak

    efektif. Semua dokter harus menyadari kondisi klinis yang ada dan

    memiliki pemahaman mengenai gangguan medis yang mendasari,

    sehingga dapat memberikan mengendalikan penyakit dan memulai inisiasi

    terapi yang cepat dan tepat.3

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Ropper AH dan Brown RH. Dalam: Adams and Victors Principles

    of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill. 2005: 271-272.

    2. The Rehabilitation Research Center at Santa Clara Valley Medical

    Center. Seizures. California: National Institute on Disability and

    Rehabilitation Research. 2004.

    3. Guerra LC, Moreno MCF, Chozas JML, dan Bolanos RF.

    Electrolytes disturbances and seizures. Dalam: Epilepsia. Department of

    Internal Medicine Hospital de la Merced, Spain. 2006, 47(12): 1990-1998.

    4. Saybasili H dan Arslan RB. Epileptiform activity induction with

    electrolyte imbalance in brain slices: Mechanisms involved in control.

    Institute of Biomedical Engineering, Bogazici University, Turkey. 2001.

    5. Takeda A, Sakurada N, Kanno S, Ando M, dan Oku N. Vulnerability

    to seizures induced by potassium dyshomeostasis in the hippocampus in aged

    rats. Dalam: Journal of Health Science, 2008, 54(1): 37-42.

    22

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI