Top Banner
Makalah Ilmiah Sinusitis Kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis. 1 Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 1
38

77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Dec 01, 2015

Download

Documents

Hashimara Senju
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus

berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar

102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera

Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama

dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung

dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-

Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut

adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.1

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga

sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit

inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat

prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang

berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk

memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis

dari penyakit rinosinusitis ini.2

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan klinis, di bantu

pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan sering secara konservatif dengan

pengobatan medika mentosa empirik dan bisa meningkat dengan tindakan operatif

pada kasus dengan komplikasi atau pada kasus kronis yang gagal dengan

pengobatan medika mentosa.1,3

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi

bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan

maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 1

Page 2: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor

predisposisi yang tak dapat dihindari. 1

1.2. TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian

yang mendalam tentang Sinusitis Kronis secara komprehensif. Diharapkan dapat

meberikan pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria

diagnosis, pemeriksaan dan pencegahan penyakit akan membantu para klinisi

dalam menegakkan diagnosis terhadap pasien – pasien Sinusitis Kronis sehingga

manajemen akan lebih terarah dan terukur.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 2

Page 3: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFENISI

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa

sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal

disebut pansinusitis.4

Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis

maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.5

Paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,

sedangkan sinusitis frontal dan sinisitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya

sinus maksila dan sinus ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan

sinus sfenoid belum.1

Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :6

- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.

- Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan.

- Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut

bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih

reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya

menjadi jaringan granulasi atau polipoid.3

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 3

Page 4: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

2.2. ANATOMI SINUS

Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung

sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),

sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung,

berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-

masing.5

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan

konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris

yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.6

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan

IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada

foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada

meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media

terdapat muara sinus ethmoid post erior dan sinus sfenoid.1,2,3

Fungsi sinus paranasal adalah : 1

Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga

udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka

pertumbuhan tulang akan terdesak.

Sebagai pengatur udara (air conditioning).

Peringan cranium.

Resonansi suara.

Membantu produksi mukus.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 4

Page 5: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Gambar 1. Sinus Paranasal 6

A. Sinus Maksilaris 6

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus

maksilaris arcus I.

Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang

apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang

dewasa.

Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika

dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 5

Page 6: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

B. Sinus Ethmoidalis 6

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari

7-15 cellulae, dindingnya tipis.

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara

hidung dan mata

Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika

terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis,

encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi

pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita

sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis 6

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewa sa ± 7cc.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Berhubungan dengan :

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 6

Page 7: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis 6

Terbentuk pada fetus usia bulan III.

Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak).

2.3.EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat

menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa

hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya

seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah.1

Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal.

Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut

menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat.2

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 7

Page 8: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan

sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun

tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi

sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain.1

Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami

infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi

saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak

dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken

dkk mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik

dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada

umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur

5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.1,2,3,4

2.4. ETIOLOGI

1. Sebab-sebab lokal 8

Sebab lokal sinusitis supurativa :

- Patologi septum nasi seperti deviasi septum.

- Hipertrofi konka media.

- Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti

air terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.

- Polip nasi.

- Tumor di dalam rongga hidung.

- Rinitis alergi dan rinitis kronik.

- Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 8

Page 9: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

2. Faktor-faktor predisposisi regional. 9

Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah:

- Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau

abses apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi

tersebut didekat dasar sinus maksilaris.

- Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor

ganas, radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-

tumor palatinum jika ada perluasan regional.

3. Faktor-faktor sistemik. 9,10

Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :

- Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.

- Diabetes yang tidak terkontrol.

- Terapi steroid jangka lama.

- Diskrasia darah.

- Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme.

Faktor etiologi pada rinosinusitis anak adalah :7, 8

1. Peradangan : infeksi saluran nafas atas dan alergi.

2. Mekanikal : deformitas septum / nasal, obstruksi Kompleks Osteo

Meatal (KOM), konka hipertropi, polip, tumor, adenoid hipertropi, benda

asing dan cleft palate.

3. Sistemik : fibrosis kistik, sindroma Kartagener, imunodefisiensi.

4. Lain-lain : berenang atau menyelam.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 9

Page 10: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Menurut Lanza di kutip oleh Siow Jin Keat, penyebab multi faktor

rinosinusitis yaitu :9

1. Faktor penderita.

Genetik / kondisi kongenital (fibrosis kistik dan sindrome immotil silia),

alergi / kondisi imun, anatomi yang abnormal, penyakit sistemik (endokrin &

metabolik), mekanisme saraf, neoplasma.

2. Faktor lingkungan.

Virus / infeksi, trauma, kimia noxiuos dan iatrogenik (obat-obatan dan

pembedahan).

2.5. PATOGENESIS

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lender

tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi didalam sinus,

sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus

menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri

pathogen.7

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir

sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan

jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat

menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis.Polipoid berasal dari edema

mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang

sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang

sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil

membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip. 8,9

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,

yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :7

1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering.

Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 10

Page 11: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan

pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan

epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui

epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel

dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur

dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental

dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya

pengeluaran leukosit memakan waktu 10 – 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe

purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih

mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap,

kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka

terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis

dan akan diganti dengan nekrosis tulang.

Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu

tromboflebitis dari vena yang perforasi ; (2) Perluasan langsung melalui bagian

dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik ; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4)

Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah

infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.10

Pada sinusitus kronik perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut

supuratif yang mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan

mukosa dapat granular, berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan

seperti bantal dan lain-lain. Pada kasus lama terdapat penebalan hiperplastik.

Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak tulang

yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 11

Page 12: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

beberapa kasus didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah

diabsorpsi.10

Pemeriksaan mikroskopik pada bagian mukosa kadang-kadang

memperlihatkan hilangnya epitel dan kelenjar yang digantikan oleh jaringan ikat.

Ulserasi pada mukosa sering dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada

nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat meluas ke periosteum, sehingga

mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial

tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit atau kepingan atau lempengan

tulang yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di

permukaan tulang.4

Terjadinya sinusitis secara kronis tak lepas dari proses inflamasi yang

terdapat pada sinus paranasal. Manusia memiliki empat pasang sinus paranasal

yang terdiri dari epitel kolumnar semu dengan silia. Di sela-sela epitel tersebut

terdapat sel goblet yang terus menjaga kelembaban daerah sinus. Mukosa sinus

menempel langsung pada tengkorak yang sering sekali menyebabkan penyebaran

infeksi ke daerah orbita dan kompartemen intrakranial. Biasanya penyebaran

infeksi ini terjadi pada pasien sinusitis akut yang tidak sempurna

pengobatannya.2,3

Sinus paranasal itu sendiri sebenarnya merupakan invaginasi dinding

saluran napas ke dalam rongga-rongga tengkorak. Tidak terlalu jelas mengapa

bentuk anatomis sinus paranasal seperti ini, namun fungsi yang diketahui hingga

saat ini ialah sebagai rongga resonansi dan penyeimbang tekanan udara dalam

tubuh. Invaginasi sinus ini terbagi menjadi sinus frontal, maksila, etmoid, dan

sfenoid. Daerah sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior bermuara

ke dalam hidung melalui kompleks osteomeatal yang terletak lateral dari meatus

medial. Sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid membuka menuju meatus

superios dan resesus sfenoetmoidal. Sedangkan ostium dari sinus maksila

tersambung ke rongga hidung melalui saluran kecil yang dinamakan

infundibulum. Saluran ini terletak di bagian tertinggi dari sinus, padahal letak

maksila agak sedikit lebih ke bawah dari rongga hidung. Dengan demikan saluran

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 12

Page 13: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

ini melawan gaya gravitasi untuk mengalirkan mukus ke dalam rongga hidung.

Lantai sinus maksila pun bersentuhan langsung dengan prosesus alveolaris gigi

geligi. Akibatnya, infeksi gigi akan mudah menyebar menuju sinus maksila.

Namun jika tidak ada infeksi, biasanya rongga sinus akan tetap steril meskipun

terdapat jutaan kuman di dalam rongga hidung.3

Sinusitis terjadi jika kompleks osteomeatal di hidung mengalami

obstruksi mekanis, baik itu akibat edema mukosa setempat atau akibat berbagai

etiologi semisal ISPA atau rhinitis alergi. Keadaan ini membuat statis sekresi

mukus di dalam sinus. Stagnasi mukosa ini membentuk media yang nyaman untuk

pertumbuhan patogen. Awalnya, terjadi sinusitis akut dengan gejala klasik dan

biasanya terdiri dari satu macam bakteri aerob saja. Jika infeksi ini dibiarkan

terus-menerus, akan tumbuh pula berbagai flora, organisme anaerob, hingga

kadang tumbuh jamur di dalam rongga sinus. Sebagian besar kasus sinusitis

kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak

mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesisi sinusitis kronis saat ini

sebenarnya masih dipertanyakan juga. Infeksi sinus yang berulang dan persisten

dapat terjadi tidak hanya akibat timbunan bakteri, tapi memang dari lahir orang

tersebut sudah mengalami imunodefisiensi kongenital atau penyakit lain seperti

fibrosis kistik.7

2.6. TANDA DAN GEJALA

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,

umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus

dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia

menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan

tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik, sehingga

mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan

sinusitis akut tidak sempurna.2,4

A. Gejala Subjektif

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 13

Page 14: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :1,2,3

- Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal

(post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit

tersumbat.

- Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

- Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba

eustachius.

- Ada nyeri atau sakit kepala.

- Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

- Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau

bronkhiektasis atau asma bronkhial.

- Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif

Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat

pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret

kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan

polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret

purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.4,5,6

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan

etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris.

Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.8,9

2.7. DIAGNOSIS

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 14

Page 15: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :7

1. Anamnesis yang cermat

2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

3. Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada

daerah sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.

4. Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan

Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan

tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara

menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh

permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus

maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan

posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

5. Pungsi sinus maksilaris

6. Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam

sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan

bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis

akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi

terganggu.

7. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan

sinoskopi.

8. Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-

endoskopi.

9. Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat

dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis

akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 15

Page 16: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus

dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).7

Gambar 2. CT – Scan dan Sinoskopi 4

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :4

a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada

pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya

dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat

menyebabkan gambaran air-fluid level.

b.Polip yang mengisi ruang sinus

c. Polip antrokoanal

d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 16

Page 17: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa

jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai

perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

f. Tumor

2.8. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding antara lain :7

Fever of Unknown Origin

Gastroesophageal Reflux Disease

Rhinitis Allergic

Rhinocerebral Mucormycosis

Sinusitis Acute

2.9. KOMPLIKASI

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan

derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan

ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.7

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,

namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat

menimbulkan infeksi isi orbita.7

Terdapat lima tahapan :7

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 17

Page 18: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi

sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena

lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali

merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi

isi orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang

orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.

Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang

lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan

kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang

makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui

saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis

septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :7

- Oftalmoplegia.

- Kemosis konjungtiva.

- Gangguan penglihatan yang berat.

- Kelemahan pasien.

- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan

dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 18

Page 19: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam

sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut

sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,

ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan

mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai

pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke

lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan

penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. Piokel adalah mukokel terinfeksi,

gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua

mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.7

3. Komplikasi Intra Kranial

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis

akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau

langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus

frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. 7,8

b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,

sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien

hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu

menimbulkan tekanan intra kranial.7

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid

atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.9

c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka

dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi

komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah

pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.7

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 19

Page 20: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang

frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat.

Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.7,8

2.10. PENATALAKSANAAN

Terapi untuk sinusitis kronis :6,10

a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai

dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik

mencukupi 10-14 hari.

b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut

lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan,

diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan

antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali

dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik).

Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu

BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

c. Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

d. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis

ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

e. Pembedahan

a. Radikal

- Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

- Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 20

Page 21: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Gambar 3. FESS 6

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

- Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

b. Non Radikal

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan

membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

Menurut Manning, terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :10

1. Operasi sinus tidak langsung

Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus

seperti : septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi,

tonsiloadenoidektomi dan irigasi sinus.

2. Operasi sinus langsung

Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut seperti :

etmoidektomi, operasi Luc dan bedah sinus endoskopik fungsional atau FESS.

Bedah Sinus Endoskopik

fungsional (FESS)

Teknik ini dapat juga dilakukan pada anak karena lebih fisiologis dan aman

serta lebih efektif.

Operasi ini di indikasikan pada :6

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 21

Page 22: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

1. Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi.

2. Sinusitis rekuren akut.

3. Sinusitis kronis yang gagal dengan terapi medika mentosa.

Tujuan operasi FESS ini untuk membersihkan kelainan di komplek ostio

meatal karena daerah ini adalah tempat primer terjadi infeksi sinus paranasal

sehingga ventilasi dan aliran mukosa silia menjadi normal kembali melalui

jalan alami.7

Lusk dan Muntz melakukan operasi FESS pada 36 kasus sinusitis pada

anak dan 71% di anggap sembuh oleh orang tuanya setelah follow up selama

sedikitnya 1 tahun.1

Sebelum dilakukan operasi FESS harus dilakukan pemeriksaan CT Scan

untuk mengetahui lokasi dan perluasan penyakit serta kelainan anatomi pada

sinus.1,3,5,7,8,10

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 22

Page 23: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus

disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut

pansinusitis.

Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,

sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya

sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan

sinus sfenoid belum.

Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila

terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan

akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat

dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih

kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.

Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum,

hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga

hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi

ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media

untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan

berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan

mukosa serta kerusakan silia.

Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung

dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4

minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan.

Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam

dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang

berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 23

Page 24: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

rasa nyeri di daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga

ditempat lain karena nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut

tanda-tanda radang akut demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah

reda. Sedangkan pada sinusitis kronis selain gejala-gejala di atas sering

ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk

menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT Scan.

Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk

mengetahui adanya abses gigi.

Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik

selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang

diberikan berupa golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan

analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada

komplikasi ke orbita atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret

tertahan oleh sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.

3.2. SARAN

Dibutuhkan banyak pendekatan medis untuk mengontrol atau

memodifikasi penanganan sinusitis kronik. Infeksi saluran pernapasan atas

memegang kunci timbulnya sinusitis, dari yang akut hingga menjadi kronis.

Karenanya, pasien terutama anak-anak, mesti dididik untuk menjaga kesehatan,

rajin berolah raga, dan biasakan makan sayur atau buah. Akan lebih baik lagi jika

mampu menghindarkan diri dari debu-debu, asap rokok, serta iritan kimia

lingkungan lainnya.

Pemberian antihistamin, kromolin, steroid topikal, atau imunoterapi

mungkin perlu untuk mencegah timbulnya rhinitis alergi, lagi-lagi terutama pada

anak-anak. Pencegahan GERD dapat bermanfaat untuk mencegah eksaserbasi

penyakit saluran napas dan saluran cerna, semisal asma dan sinusitis kronik. Siapa

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 24

Page 25: 77636938 Makalah THT Sinusitis Kronis

Makalah Ilmiah

Sinusitis Kronik

tahu ada pasien juga dengan status imunodefisiensi, maka perlu diberikan terapi

peningkatan status imun agar kondisi sinusitis kroniknya dapat membaik.

Gejala-gejala superfisial sinusitis, biasanya berupa pilek yang tak sembuh-

sembuh, pada prinsipnya dapat dikurangi dengan dekongestan, steroid topikal,

antibiotik, irigasi salin normal ke hidung, kromolin tropikal, atau mukolitik.

Semua obat ini tidak menyembuhkan, tapi dapat membantu memotivasi pasien

untuk bisa sembuh. Agar cepat reda, kelembaban sekresi mukus dari sinus harus

tetap dijaga, edema mukosa mesti dikurangi, serta viskoditas mukus sebaiknya

dikurangi.

Untuk terapi pembedahan, prosedurnya dinamakan Functional Endoscopic

Sinus Surgery (FESS). FESS mampu menghilangkan penyakit dengan cara

mengembalikan aerasi dan drainase yang adekuat pada pasien, menguatkan

komplek osteomeatal, namun tidak meninggalkan jejas dan rasa tidak nyaman

dalam bernapas. FESS mampu mengembalikan kesehatan sinus dengan gejala

kekambuhan kurang dari 10% pasien. Setelah itu, pasien mesti dilanjutkan dengan

terapi medis berkelanjutan dan pemantauan yang baik.

Departemen Ilmu Kesehatan THT – KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 25