Top Banner
PENGUKURAN KREATIVITAS Kreativitas atau bakat kreatif dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes dan non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif. Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu. Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesiayang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia. Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk Indosnesia, dapat digunakan untuk mengukur bakat akademik, misalnya sejah mana seseorang mampu mengikuti pendidikan tersier. Tes untuk mengukur bakat kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk mengukur bakat dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomotorik. Tes luar negeriyang mengukut kreativitas adalah tes dari Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisionalitas dan kerncian dalam berpikir. Tes Torrance untuk mengukur berpikir kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyai bentuk verbal dan figural. Tes ini telah digunakan di Indonesia untuk tujuan peneltian. Tes lainnya untuk mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru ialah Tes Berpikir Kreatif- Produksi Menggambar (TRest forCreative Thinking-Drawing Production) dari Jellen dan Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi. Tes yang khusus di konstruksi di Indonesia ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar,1977). Tes ini disusun berdasarkan model Struktur Intelekdari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes. Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifatyang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap sub-tes terdiri dari empat butir. Pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini seperti tes Guilford mengukur kelancara, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan TKVyang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 – 18 tahun, dan pengukuran “Creative Questient”. Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi
96

6_Kreativitas All About

Nov 30, 2015

Download

Documents

Agus Saefudin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 6_Kreativitas All About

PENGUKURAN KREATIVITASKreativitas atau bakat kreatif dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan

dapat menggunakan metode tes dan non- tes. Ada pula alat untuk mengukur cirri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif. Sesuai dengan definisi USOE (U. S Office of Education) yang membedakan enam jenis bakat dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tertentu.

Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah dugunakan di Indonesia adalah tes Stanford-Binet dan Wechsler intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya. Keterbatasannya adalah kita tidak tahu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesiayang sudah banyak digunakan adalah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia yang khusus dikontruksi untuk Indonesia.

Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk Indosnesia, dapat digunakan untuk mengukur bakat akademik, misalnya sejah mana seseorang mampu mengikuti pendidikan tersier.

Tes untuk mengukur bakat kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk mengukur bakat dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomotorik. Tes luar negeriyang mengukut kreativitas adalah tes dari Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisionalitas dan kerncian dalam berpikir.

Tes Torrance untuk mengukur berpikir kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyai bentuk verbal dan figural. Tes ini telah digunakan di Indonesia untuk tujuan peneltian. Tes lainnya untuk mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru ialah Tes Berpikir Kreatif-Produksi Menggambar (TRest forCreative Thinking-Drawing Production) dari Jellen dan Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi.

Tes yang khusus di konstruksi di Indonesia ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar,1977). Tes ini disusun berdasarkan model Struktur Intelekdari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes. Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifatyang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap sub-tes terdiri dari empat butir. Pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini seperti tes Guilford mengukur kelancara, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan TKVyang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 – 18 tahun, dan pengukuran “Creative Questient”.

Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. TKF kecuali mengukur aspek kreativitas tersebut di muka, juga mengukur kreativitas sebagai kemampuan untuk kombinasi antara unsure-unsuryang diberikan.

Skala Sikap Kreatif yang juga khusus disusn di Indonesia mengukur dimensi efektif dari kreativitas, yaitu sikap kreatif, yang dioperalisasi dalam tujuh dimensi. Skala ini disusun untuk anak SD dan SMP. Skala Penilaian Anak Berbakat oleh Guru disusun oleh Renzulli dan terdiridari empat sub-skala, yaitu untuk mengukur fungsi kognitif (belajar), motivasi, kreativitas dan kepemimpinan. Sub-skala untuk kreativitas meliputi 10 butir untuk dinilai guru. Akibat kesuliatan dalam menggunakan alatdari Renzulli, maka disusun Alat Sederhana untuk Identifikasi Kreativitas, dengan format untuk Sekolah Dasar dan format untuk Sekolah Menengah. Disnilah dimensi kreativitas digabungka dengan dimensi laindari keberbakatan. Skala Nominasi Keberbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar untuk siswa SD. Ketiga skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakan dengan pengubah keberbakatan.

Sama dengan inteligensi, pengukuran kreativitas bisa diobyektifkan. Yaitu dengan memberikan suatu hal (misalnya: pinsil) untuk merangsang pemikiran manfaat dari benda tsb. (misalnya: untuk menulis, menggambar, mengorek, menggaris, melempar, batas halaman buku, mencungkil, dsb.). Makin banyak alternatif yang bisa dikembangkan, makin tinggi skornya, yang

Page 2: 6_Kreativitas All About

juga berarti makin kreatif. Skor kreativitas itu dinamakan CQ (creative quotient), yang diperoleh juga dengan cara membandingkan prestasi seseorang dengan kelompok sebayanya.

Pencarian pengukuran proses kreatif,pemikiran primer didapat menggunakan deretan pemikiran divergent.Pada satu waktu,antara peneliti dan pembelajar menggunakan tes proses kreatif untuk beberapa decade,dan tes pemikiran divergent menjadi popular mengukur dari proses dan potensial kreatif.

Tes pemikiran divergent meminta individu untuk menghasilkan beberapa respon tepat khusus, perbedaannya jelas menstandarisasi tes prestasi atau kemampuan membutuhkan satu jawaban yang benar.Diantara tes pemikiran divergent pertama yang dikeluarkan oleh Guilford(1967) structure of the intellect(SOI)divergent production test,Torrance’s (1962,1974) test of creative thinking (TTCT). Hampir semua dari tes-tes ini digunakan secara luas dalam penelitian dan pelajaran kreatifitas.

The SOI test,terdiri dari beberapa tes yang subjeknya diminta menunjukkan fakta-fakta beberapa hasil area yang berbeda.Tes SOI ini mempresentasikan beberapa aspek dari (1)ketepatan,(2)kelenturan, (3)keaslian,(4)Inovasi ide terdahulu.

Getzels dan Jackson (1962) and Wallach dan kogan (1965) mengembangkan deretan pemikiran divergent yang hampir sama dengan SOI tes.Sebagai contoh,The Instances Test meminta student list as many things that move on wheels,(Wallach dan Kogan, 1965) di variasi dari penggunan tes,student memberikan respon yang tepat “ceritakan pada saya cara berbeda penggunaan kursi”.Tes lainnya dari deretan tes kreatif memasukkan asosiasi kata,melekatkan angka atau bilangan,penyelesaian cerita, problem bangunan tugas-tugas dan interpretasi susunan gambar dan warna,dan interpretasi bermacam masalah . (Sternberg J.Robert, (1999),Handbook of Creativity, Cambridge University Press,United State of America)CONTOH - CONTOH ALAT UKUR KREATIVITAS

Tes yang mengukur kreatifitas secara langsung, sejumlah tes kreatifitas telah disusun,diantaranya tes dari Torrance untuk mengukur pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thingking : TTCT) yang mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural.Yang terakhir sudah ada yang diadaptasi untuk Indonesia,yaitu tes lingkaran(circles test) dari Torrance. Tes ini pertama kali digunakan di Indonesia oleh Utami Munandar (1977) dalam penelitian untuk disertasinya Creativity and Education, guna membandingkan ukuran kreativitas verbal dengan ukuran kreativitas figu-ral.Kemudian tahun 1988 Jurusan Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia melakukan penelitian standarisasi tes lingkaran,dan tes ini kemudian disebut tes kreatifitas figural.Ditentukan nilai baku untuk usia 10 sampai dengan 18 tahun. Tahun 1977 diperkenankan tes kreatifitas pertama yang khusus dikonstruksikan untuk Indonesia,yaitu Tes Kreatifitas Verbal oleh Utami Munandar,berdasarkan konstruk Model Struktur Intelek dari Guilford.

Tes yang mengukur Unsur-unsur kreatifitas, Kreatifitas merupakan suatu konstruk yang multi-dimensional,terdiri dari berbagai dimensi,yaitu dimensi kognitif (berfikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian),dan dimensi psikomotor (keterampilan kreatif).Masing-masing dimensi meliputi berbagai kategori,seperti misalnya dimensi kognitif dari kreatifitas-berfikir divergen-mencakup antara lain, kelancaran, kelenturan dan orisinilitas dalam berfikir,kemampuan untuk merinci (elaborasi) dan lain-lain.Untuk masing-masing unsure dikonstruksi tes tersendiri, misalnya untuk orisinalitas. Beberapa contoh tes yang mengukur orisinalitas adalah : tes menulis cerita. Tes penggunaan batu bata yang meminta subjek untuk memikirkan berbagai macam penggunaan yang tidak lazim untuk batu bata,tes purdue yang biasanya digunakan dikawasan industry juga meminta subjek untuk memberi macam-macam gagasan untuk penggunaan benda-benda yang berkaitan dengan industry.Tes yang mengukur ciri kepribadian kreatif, dari berbagai hasil ditemukan paling sedikit 50 ciri kepribadian yang berkaitan dengan kreatifitas;dari ciri-ciri ini disusun skala yang dapat mengukur sejauh mana seseorang memiliki ciri-ciri tersebut.beberapa tes mengukur ciri-ciri tersebut.Beberapa tes mengukur ciri-ciri khusus,diantaranya adalah:

1. Tes mengajukan pertanyaan,yang merupakan bagian dari tes Torrance untuk berfikir kreatif dan dimaksudkan untuk mengukur kelenturan berfikir. 

2. Tes Risk Taking,digunakan untuk menunjukkan dampak dari pengambilan risiko terhadap kreatifitas. 

Page 3: 6_Kreativitas All About

3. Tes Figure Preference dari Barron-Welsh yang menunjukkan prefensi untuk ketidakteraturan,sebagai salah satu cirri kepribadian kreatif 

4. Tes Sex Role Identity untuk mengukur sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri dengan peran jenis kelaminnya.Alat yang sudah digunakan di Indonesia ialah Ben Sex Role Inventory.

Mengatasi keterbatasan dari tes kertas dan pensil untuk mengukur kreatifitas,dirancang beberapa pendekatan alternatiF:

Daftar periksa (Checklist) dan Kuisoner, alat ini disusun berdasarkan penelitian tentang karakteristik khusus yang dimiliki pribadi kreatif. 

Daftar pengalaman, teknik ini menilai apa yang telah dilakukan seseorang dimasa lalu. Beberapa studi menemukan korelasi yang tinggi antara “laporan diri” dan prestasi kreatif dimasa depan.Format yang paling sederhana meminta seseorang menulis autobiografi singkat, yang kemudian dinilai untuk kuantitas dan kualitas prilaku kreatif. 

Bagian dari berfikir kreatif. Asumsi kita adalah bahwa kreatif proses yang bergerak salah satunya karena suatu masalah telah teridentifikasi atau karena orang berlomba-lomba untuk menghasilkan sesuatu yang sebelumnya dianggap belum ada dan tidak mungkin,atau karena seseorang ingin mengetahui apa yang mungkin jika suatu aktifitas telah berjalan,orang kemudian harus mulai berfikir tentang berbagai arah tujuannya.Sekarang kita sampai pada inti dari proses ide kreatif,dalam konteks ini,(Guilford (1950)

mengacu pada munculnya ide-ide ini tampak nyata ketika ide ini digunakan pada kesempatan sehingga berguna atau bermanfaat,Guilford berpendapat juga bahwa kelancaran ide/gagasan adalah kapasitas untuk menghasilkan sebuah angka besar Dari ide-ide dalam periode waktu yang diberikan,yang relavan dengan beberapa situasi,ini menjadi salah satu karakter berfikir positif.

Selain itu untuk menjadi lancar dalam menghasilkan ide,pemikir kreatif juga harus menjadi pemikir yang fleksibel.Pendapat Guilford,berfikir negative dapat mungkin memerlukan bahwa menjauh dari suatu kebiasaan berfikir dan meninggalkannya kemudian masuk dalam pola fikir yang baru.

Pemikir kreatif selalu menghasilkan ide yang original.Orang yang menghasilkan banyak ide-ide original, dalam pandangan Guilford adalah orang yang juga menghasilkan solusi yang kreatif untuk sebuah masalah.Guilford menyatakan kelancaran flexibilitas, originalitas dan combinasi pengukuran kedalam cara berfikir divergen.

Sejauh ini bahwa Guilford menggunakan keahliannya dengan tes IQ dan pengembangan tes untuk mengukur kapasitas berfikir,lebih lanjut lagi persamaan psikometri dengan IQ,Guilford percaya bahwa masing-masing orang mempunyai kemampuan berfikir kreatif. Ini berarti kemampuan berfikir divergen, terditribusi dengan normal diantara populasi.

Orang yang menghasilkan kemajuan - kemajuan kreatifitas (Picasso, Edison, Mozart) menjadi bagian dari kapasitas berfikir divergen untuk derajat yang luar biasa,tetapi tiap orang mempunyai beberapa kemampuan,jika satu dari kemampuan ini tidak dites dengan membuat suatu asumsi,ini bisa jadi bukan tes kreatifitas dan kepribadian kreatif,oleh karena itu tes yang lain harus diasumsikan sebagai kelanjutan diantara proses-proses. (Weisberg W.Robert,(2006), Creativity-Understanding Innovation in problem solving, science, inventions, and the arts, John Wiley & Sons,Inc)RELIABILITAS DAN VALIDITAS

Pertanyaan pertama yang mesti diajukan tentang setiap instrumen pengukuran,apakah itu bathroom scale atau kapasitas berfikir kreatif (creative-thinking capacity) apakah ini reliabel?artinya apakah test itu memberikan hasil (outcomes) yang konsisten.stabilitas test melewati berbagai administrasi disebut “test-retest reliability” mendemonstrasikan reliabilitas test-retest merupakan kepentingan kritis bagi setiap tes, karena ini berarti kita bisa memiliki rasa percaya diri dalam skor yang dihasilkan oleh orang-orang ketika mereka menggunakannya.

Bentuk lain reliabilitas menjadi penting ketika sebuah instrumen pengukuran mengandung aitem-aitem majemuk. Salah seorang menggabungkan aitem-aitem itu bersama-sama dalam men-skor tiap-tiap orang, karena lebih banyak aitem, maka skor akan lebih stabil.Itu berarti bahwa seseorang akan berharap bahwa aitem-aitem yang beragam akan memberikan support yang hampir sama,sejak mereka teleh merancang mengukur kapasitas yang sama(dalam contoh ini) kapasitas berfikir secara kreatif. Utnuk menentukan konsistensi beragam

Page 4: 6_Kreativitas All About

aitem itu pada tes,seseorang bisa memisahkan tes kedalam bagian-bagian. Seseorang lalu bisa menentukan tiap skor orang pada masing-masing bagian tes. Jika dua perangkat aitem variabel dalam mengukur kapasitas yang sama skor orang yang diberikan pada dua bagian dari tes seharusnya sama,hal ini disebut split half reliability.

Studi penelitian telah menemukan bahwa tes berfikir divergent reliable;studi memberikan hasil bahwa tes-tes tersebut beralasan bersifat konsisten,(Baron and Harington,1981) ini berarti sebagaimana dicatat kita bisa percaya diri bahwa skor seseorang bersifat representatif,performansinya walaupun demikian ada satu penyebab yang harus dikemukan disini,kadang-kadang ditemukan bahwa performance pada tes berfikir divergent dipengaruhi oleh kondisi dimana tes di berikan. Sebagai contoh jika anda memerintah orang untuk menjadi kreatif dalam respon,mereka boleh memberi skor lebih tinggi daripada bila anda tidak mengatakan sesuatu tentang menjadi kreatif pada tes. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan berfikir divergent adalah sebuah strategi yang bisa diterapkan kepada situasi pengetesan, daripada beberapa ciri menarik. Ide berubah secara otomatis atau karakteristik seseorang sehingga hal menarik dari temuan-temuan ini adalah bahwa seseorang bisa mengubah performance orang pada tes berfikir kreatif dengan mengatakan kepada mereka untuk menjadi kreatif,sebagai situasi analog,.dalam hal ini adalah ferformance pada tes intelegensi.

Kesimpulan bahwa tes-tes yang di design untuk mengukur kapasitas berfikir kreatif adalah reliable,menimbulkan pertanyaan kedua tentang apakah bahwa instrumen-instrumen mengukur? kenyataannya menggunakan tes didasarkan pada asumsi bahwa tes-tes itu mengukur kapasitas untuk berfikir secara kreatif yaitu apa yang mereka(tes-tes) design untuk mengukur pertanyaan dari apakah sebuah tes mengukur sesuatu yang didesign untuk mengukur adalah pertanyaan,apakah tes itu valid?:sebuah tes yang valid mengukur apa yang disangka benar.Jika sebuah tes tidak valid,.kemudian ini bisa menjadi reliabel tetapi akan menjadi tidak berguna,Bathroom scale bisa secara ekstreem reliabel tapi ini tidak berguna jika kita ingin mengukur IQ atau jumlah uang dalam rekening tabungan. (Weisberg W.Robert,(2006), Creativity-Understanding Innovation in problem solving, science, inventions, and the arts, John Wiley & Sons,Inc)MACAM-MACAM PENGUKURAN KREATIVITAS

PENGUKURAN KREATIVITAS BERFIKIRGuilford merupakan salah seorang ahli yang berusaha mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk mengukur kreativitas berpikir. Temuan baru Guilford merupakan kemajuan penting dalam psikologi dan pendidikan di mana kreativitas berpikir dapat diukur dan memungkinkan dihubungkan dengan gejala-gejala kejiwaan lainnya. Terdapat dua hal yang dapat disimpulkan dari instumen kreativitas berpikir yang dikembangkan oleh Guilford. 

1. Peserta didorong untuk memberikan penampilan maksimum dalam menjawab butir-butir instrumen. Oleh karenanya, instrumen yang dipakai untuk mengukur kreativitas berpikir merupakan instrumen jenis tes yang dikenal dengan tes kreativitas berpikir. 

2. Peserta tes tidak memberikan respons atas alternatif yang sudah disediakan, tapi harus memproduksi sendiri jawaban atas persoalan yang diajukan. Oleh karenanya, Guilford menyebut kreativitas berpikir dengan kemampuan memproduksi secara divergen (divergent production abilities).

Tes kreativitas berpikir mengacu kepada model struktur intelektual Guilford. Dari segi operasi, tes kreativitas berpikir mengukur kemampuan berpikir divergen. Dari segi konten, proses berpikir divergen mengolah bahan berupa figural dan simbol. Sedang dari segi produk, proses berpikir divergen yang mengolah bahan berupa figural dan simbol akan menghasilkan produk berupa unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi. Adapun butir-butir tes kreativitas berpikir itu adalah sebagai berikut :

Dari bangun berikut buatlah sebanyak mungkin gambar nyata ! (waktu Anda 1 menit).  Buatlah sebanyak mungkin kata dengan huruf awal L dan huruf akhir N! (waktu Anda 1

menit).  Buatlah sebanyak mungkin gambar dengan mengkombinasikan bangun berikut! (waktu

Anda 1 menit)  Terdapat beberapa benda sebagai berikut :

a. Anak panah

Page 5: 6_Kreativitas All About

b. Lebahc. Buayad. Ikane. Layang-layangf. PerahuDengan menuliskan huruf depannya saja, tentukan :

a. Yang dijumpai di udarab. Yang dijumpai di airc. Binatangd. Punya ekor(waktu Anda 1 menit) 

  Terdapat lima angka yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5. Kombinasikan beberapa angka yang kalau dijumlahkan hasilnya 7 sebanyak mungkin (waktu Anda 1 menit). 

  Terdapat empat bangun sebagai berikut : Kombinasikan dengan berbagai cara untuk membentuk objek sebanyak mungkin dan namailah objek itu (waktu Anda 1 menit). Misalnya: Wajah 

  Buatlah kalimat dengan petunjuk huruf berikut sebanyak mungkin (waktu Anda 1 menit). M ------ E ------ P  Misalnya : Mengapa engkau pergi.  Dari gambar berikut, buanglah tiga garis sehingga membuang dua kotak. Misalnya:

Buatlah sebuah kotak dan hiasilah sehingga menjadi lebih bagus.  Ada dua persamaan : B – C = D dan Z = A + D. Kembangkan sebanyak mungkin

persamaan baru berdasarkan kedua persamaan tersebut! Misalnya : B – C = Z - APerhitungan skor kreativitas berpikir

Dalam perhitungan skor, jawaban peserta tes atas butir-butir pertanyaan kreativitas berpikir diubah ke dalam skor kreativitas berpikir dengan cara tertentu. Pengukuran kreativitas berpikir dilakukan dengan meminta peserta tes membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir-butir tugas dalam waktu yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan dan keaslian. Menurut Ellis dan Hunt (1993 : 280), Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), Good dan Brophy (1990 : 617), Winkel (1996 : 143) dan Rakhmat (1999 : 75), respons peserta tes akan diinterpretasikan berdasarkan tingkat kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality) proses berpikir. Skor kreativitas berpikir adalah skor gabungan dari ketiga unsur.

Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan menghasilkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam waktu yang singkat.Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menghasilkan banyak gagasan pemecahan masalah dalam waktu singkat. Hal yang sama dinyatakan oleh Rakhmat (1999 : 75), kelancaran adalah kemampuan menyebutkan sebanyak mungkin.

Kelancaran tidak hanya berhubungan dengan jumlah jawaban, tapi juga kesesuaian jawaban dengan masalahnya. Tes kreativitas berpikir mendorong peserta tes menyebutkan sebanyak mungkin jawaban dalam waktu tertentu dan skor diberikan dengan menghitung jumlah semua respons yang sesuai dengan masalahnya. Menurut Ellis dan Hunt (1993 : 280), kelancaran adalah kemampuan menguraikan banyak alternatif pemecahan masalah sesuai dengan perangkat yang dipersyaratkan. Sedang menurut Munandar (1992 : 49), kelancaran adalah kemampuan memberikan banyak jawaban. Jawaban yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan masalahnya. Bukan hanya kuantitatas yang diperhatikan, tapi juga kualitasnya.

Keluwesan adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesiapan mengubah arah atau memodifikasi informasi. Keluwesan berhubungan dengan kemampuan mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan baru. Menurut Good dan Brophy (1990 : 617), keluwesan dapat mengubah dengan mudah pendekatan pemecahan masalah yang digunakan, jika masalah atau kondisi baru membutuhkan pendekatan atau perspektif baru. Pendapat sama dikemukakan oleh

Page 6: 6_Kreativitas All About

Ellis dan Hunt (1993 : 280) yang menyatakan bahwa keluwesan adalah kemampuan mengubah pendekatan dalam pemecahan masalah. Di samping itu, keluwesan memungkinkan seseorang melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Menurut Munandar (1992 : 49), keluwesan adalah kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut tinjauan.

Dalam tes kreativitas berpikir, keluwesan ditandai oleh jumlah golongan jawaban yang berbeda. Kadar keluwesan diukur dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda. Peserta tes diminta memberikan respons sebanyak mungkin, lalu skor keluwesan diberikan pada jumlah kategori atau golongan respons. Skor diberikan atas jawaban yang menunjukkan keragaman atau variasi. Menurut Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144), keluwesan diukur dengan menghitung jumlah kategori respons yang berbeda.

Keaslian membuat seseorang mampu mengajukan usulan yang tidak biasa atau unik dan mampu melakukan pemecahan masalah yang baru atau khusus. Dengan kata lain, keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan jawaban yang jarang diberikan oleh peserta tes. Jawaban original adalah jawaban yang jarang diberikan oleh anak-anak lain. Keaslian mengukur kemampuan peserta tes dalam membuat usulan yang tidak biasa atau unik. Menurut Winkel (1996 : 143), jawaban mempunyai orisinalitas apabila sangat sedikit orang yang menghasilkan pikiran seperti itu. Woolfolk dan Nicolich (1984 : 144) memberikan kriteria mengenai keaslian. Respons yang orisinal menurutnya diberikan oleh lebih sedikit dari 5 atau 10 dari 100 peserta pengambil tes. Ada pendapat yang memberikan kriteria lebih spesifik. Menurutnya, respons yang diberikan oleh 5 % dari kelompok bersifat tidak biasa, dan respons yang hanya diberikan oleh 1 % dari kelompok bersifat unikPENGUKURAN KREATIVITAS UNTUK ANAK SEKOLAH

Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl. Psych., untuk menjadi individu kreatif, dibutuhkan kemampuan berpikir yang mengalir lancar, bebas, dan ide yang orisinal yang didapat dari alam pikirannya sendiri. Berpikir kreatif juga menuntut yang bersangkutan memiliki banyak gagasan. Agar anak bisa berpikir kreatif, ia haruslah bisa bersikap terbuka dan fleksibel dalam mengemukakan gagasan. Makin banyak ide yang dicetuskannya menandakan makin kreatif si anak.

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kreativitas seorang anak, pakar pendidikan ini berupaya mengembangkan Tes Kreativitas Verbal dan Figural. Tes kreativitas verbal dilakukan pada anak berusia minimal 10 tahun karena dianggap sudah lancar menulis dan kemampuan berbahasanya pun sudah berkembang. Sedangkan tes kreativitas figural dilakukan terhadap anak mulai usia 5 tahun.Adapun unsur penilaian berfikir keratif adalah sebagai berikut:

1. Fleksibel. Anak mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda. Untuk gambar lingkaran, contohnya, anak mengasosiasikannya sebagai piring, bulan, bola, telur dadar dan sebagainya. Anak juga diminta untuk membuat sebanyak mungkin objek mati maupun hidup pada gambar lingkaran tadi. Namun, tes kreativitas ini bukan dimaksudkan sebagai tes menggambar, melainkan sebagai tes gagasan, sehingga unsur "keindahan" tidak diprioritaskan. 

2. Orisinalitas. Anak mampu memberikan jawaban yang jarang/langka dan berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya. Dari bentuk lingkaran yang sama, contohnya, anak mahir menggambarkannya sebagai wajah orang.

3.    Elaborasi. Anak mampu memberikan jawaban secara rinci sekaligus mampu memperkaya dan mengembangkan jawaban tersebut. Dia bisa melengkapi gambar wajah tersebut dengan mata, hidung, bibir, telinga, leher, rambut sampai aksesoris semisal kalung dan jepit rambut. Makin detail ornamen atau organ-organ yang digambarkannya, berarti mencirikan ia anak yang kreatif. "Jadi, anak yang kreatif tak sekadar mengemukakan ide, tapi juga dapat mengembangkan gagasan yang dilontarkannya," tandas Utami.Untuk tes kreativitas figural, ada enam topik pertanyaan yang diajukan, yaitu :

1. Tes Permulaan Kata. Misalnya kepada anak diberikan huruf "k" dan "a". Kemudian ia diminta untuk membentuk sebanyak mungkin kata yang bisa dibentuk dari kedua huruf tadi. Umpamanya anak menjawab "kami", "kapal", "karung" dan sebagainya. 

Page 7: 6_Kreativitas All About

2. Tes Membentuk Kata. Kepada anak diberikan kata tertentu, semisal "proklamasi". Nah, berdasarkan kata tersebut anak diminta membentuk kata-kata lain sebanyak mungkin. Umpamanya anak akan menjawab "kolam", "lama", "silam" dan lain-lain. 

3. Tes Kalimat 3 Kata. Misalnya kepada anak diberi tiga huruf, yakni "a", "m", dan "p". Lalu mintalah ia menyusun sebanyak mungkin kalimat-kalimat yang diawali dari huruf-huruf yang diberikan tadi, dengan urutan yang boleh diubah-ubah. Umpamanya, jawabanya adalah "Ani makan pisang" atau "Mana payung Anton". 

4. Tes Kesamaan Sifat. Misalnya anak mendapat soal mengenai sifat bulat dan keras. Anak dimita untuk memikirkan dan menyebutkan sebanyak mungkin benda-benda yang memiliki sifat/ciri-ciri tersebut. Jawabannya mungkin adalah bola tenis, kelereng, roda kursi, dan sebagainya. 

5. Tes Penggunaan Tak Lazim. Contohnya, anak akan diberi benda yang ditemuinya sehari-hari. Akan tetapi, ia justru diminta untuk membuat sesuatu yang tak biasa dengan benda tersebut. Umpamanya, ketika anak diberi surat kabar, ia menggunakannya untuk membuat kapal-kapalan, topi, bola, dan sebagainya, bukan sebagai bahan bacaan. 

6. Tes Sebab-Akibat. Anak mendapat pertanyaan mengenai situasi tertentu yang dalam keadaan nyata tak pernah terjadi. Nah, mintalah anak untuk menjawab apa kira-kira akibatnya bila situasi tersebut betul-betul terjadi. Dalam hal ini, anak dituntut untuk bebas berimajinasi. Contohnya adalah pertanyaan, "Apa jadinya bila semua orang di dunia ini pandai?" atau, "Apa akibatnya jika setiap orang bisa mengetahui pikiranmu?"Menurut Utami, setiap tes tersebut terdiri dari 4 soal. Untuk tes pertama dan kedua,

setiap soal harus dijawab dalam waktu 2 menit. Sedangkan untuk tes ketiga, diberikan waktu 3 menit untuk setiap soal, sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi 4 menit.

Hasil akhir tes kreativitas ini sama halnya dengan tes IQ, yakni berupa skor. Anak yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitasnya rata-rata, skor di bawah 80 dikategorikan sangat lamban, sedangkan yang mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat unggul.

Namun dari pengalaman Utami selama ini, hanya sedikit anak yang bisa mencapai skor kreativitas yang tinggi. Kebanyakan berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali anak yang bisa mencapai skor tinggi untuk tes IQ. Menurutnya, "Hal ini disebabkan berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga anak tak terbiasa berpikir bermacam-macam arah."Selain pengukuran kreativitas yang sudah disebutkan, ada juga pengukuran skala sikap kreatif yang lebih menyangkut pada segi afektif. Menurut Utami, dari berbagai penelitian ternyata kemampuan berpikir kreatif belumlah cukup jika tanpa disertai sikap kreatif. Tanpa sikap kreatif ini katanya produk kreatif pun takkan terwujud. Jadi, berpikir kreatif itu sendiri harus disertai ciri-ciri sikap kreatif sebagai berikut:

1. Terbuka terhadap pengalaman baru, 2. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, 3. Tidak takut melakukan kesalahan ketika mengemukakan ide, 4. Imajinatif, dan 5. Berani mengambil risiko terhadap langkah yang diambil.

KREATIVITAS ANGKAPotensi kreativitas sebenarnya ada pada tiap orang dan kreativitas tersebut dapat diasah

salah satunya melalui Angka (METRIS), yaitu dalam hal kemampuan mengenali keteratutan pola bilangan. Bila daya kreativitas seseorang dalam pengenalan pola meningkat maka tentu saja dapat berimbas ke jenis kreativitas yang lain, seperti peningkatan daya kreativitas pada seni, strategi bisnis atau ilmu pengetahuan. Dengan begitu peningkatan kreativitas tersebut dapat dijadikan sebagai barometer dalam merepresentasikan potensi daya kreativitas seseorang.

Dengan perkembangan teknologi pengenalan pola pada cuaca seperti negara adidaya ‘Uncle Sam’ maka badai topan yang maha dahysatpun dapat dikenali arah pola gerakannya sehingga mampu meminimalis jatuhnya korban jiwa. Contoh di atas membuktikan betapa pentingnya kemampuan kita dalam pengenalan pola untuk kasus tertentu. Nah, kemampuan pengenalan pola tersebut dapat terus diasah, dimana salah satu caranya dapat melalui kecerdasan kreativitas metris. Apalagi ditunjang oleh fakta bahwa pengukuran kecerdasan kreativitas metris sifatnya kuantitatif sehingga kemajuannya dapat dipantau dengan lebih objektif.

Page 8: 6_Kreativitas All About

Mengapa siswa perlu belajar kecerdasan kreativitas angka (metris)? Siswa bila telah dilatih sehingga mempunyai kemampuan pengenalan pola bilangan yang baik maka kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan kuantitatif akan lebih cepat dan efisien. Kemampuan ini tentu saja akan berimbas pada kemampuan memilah-milah suatu permasalahan yang kemudian mampu berusaha mengelompokannya menjadi beberapa kelompok dengan lebih baik. Bila dalam mengklasifikasikan masalah sudah benar maka penyelesaiannya akan menjadi lebih mudah karena bisa tahu masalah mana yang lebih prioritas dan bisa tahu bagian apa saja yang tepat ditugaskan untuk menyelesaikan tiap kelompok masalah tersebut. Jadi orang yang bekerja pada bidang dimana kemampuan pengenalan pola masalah sangat dibutuhkan seperti pekejaan seorang manager, maka sangat diuntungkan apabila mempunyai kecerdasan kreativitas metris karena kemampuan pengenalan pola masalah tersebut dapat lebih terasah.

Dalam dunia kerja kreativitas seseorang sangat dibutuhkan, misalkan seorang guru dalam mengajarkan matematika kepada anak didiknya. Kita semua tahu bahwa pelajaran matematika menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Oleh karena itu pengajaran yang bentuknya konkret tidak abstrak sangat penting bagi anak untuk belajar memvisualisasi suatu angka atau bilangan. Nah disitulah letak seberapa besar kreativitas seorang guru bisa membawa materi yang diajarkan sekonkret mungkin dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi seorang pengusaha (enterprenur) kemampuan mengenali pola usaha tertentu dengan potensi profit yang akan dihasilkan pada masa yang akan datang tentu saja sangat dibutuhkan. Orang sering menyebutnya kemampuan membaca pola usaha itu sebagai intuisi bisnis. Demikian juga kemampuan menghubungan pola informasi yang satu dengan informasi yang lain sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, dunia saham. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan kemampuan tersebut sangat penting. Misalkan terbukti dalam sejarah ketika Michelson melakukan percobaan menentukan kecepatan cahaya dari berbagai arah terbukti secara eksperimen bahwa kecepatan cahaya terbukti selalu sama. Nah, informasi ini bagi sijenius Einstein mempunyai makna yang sangat spesial. Dengan kemampuan dia mengenali pola informasi dari percobaan Michelson dengan pemahaman dia saat itu maka muncul kreativitas dari pemikirannya bahwa ETER tidak perlu ada. Cahaya atau gelombang elektromagnet (gel.TV, gel.radio dll) dalam proses perambatannya tidak membutuhkan zat perantara atau ETER. Nah, jadi sudah menjadi lebih jelaskan, bahwa kemampuan mengenali keteraturan pola atau menghubungkan pola satu dengan pola yang lainnya akan memunculkan kemampuan daya kreativitas, makanya kemampuan ini sangat berguna bagi orang yang ingin sukses.

Salah satu enterpreneur yang fenomenal adalah steve jobs, pendiri perusahaan komputer apple. Setelah cukup lama tidak me-lauching produk sefenomenal komputer apple yang menekankan pada konsep grafis, namun daya kreativitasnya tidaklah meredup. Hal ini terbukti setelah apple memproduksi iPod yang laku keras dan yang lebih fenomenal adalah produk iPhonenya dengan konsep inovatifnya dimana semua tombol untuk mengoperasikan sebuah hand phone menggunakan full touch screen. Ini sungguh ide kreatif yang sangat brialian sehingga produknya selalu laris diserap oleh pasar.

Kemampuan kreativitas Angka (Metris) dapat diasah melalui peningkatan kemampuan pengenalan keteraturan pola bilangan dengan makin baik. Beberapa pola bilangan yang akan coba dikenali keteraturannya membutuhkan tingkat kreativitas tertentu mulai dari yang biasa (pola bilangan eksplisit) hingga kreativitas tinggi (pola bilangan implisit). Kelebihan dari mengasah Kreativitas melalui Angka (Metris) ini karena pengukuran kreativitas dapat dilakukan secara obyektif melalui faktor ketepatan dan kecepatan dalam mengeksekusi pola bilangan.

REFERENSIDarsono, Licen Indahwati. DETERMINAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KINERJA: SEBUAH STUDI EMPIRIS DI DUNIA PENDIDIKAN TINGGI. Unika Widya Mandala. Surabaya: 2006

http://old.nabble.com/TaManBinTaNG-%3E%3E%3E-KAKA:-Kompetisi-Asah-Kreativitas-Angka-td19196323.html. 18 Desember 2009

Page 9: 6_Kreativitas All About

Purwanto. Kreativitas Berpikir Menurut Guilford. STAIN Surakarta; 2007

Sarwono, Sarlito Wirawan. Emotional dan Spiritual Quotient untuk meningkatkan Produktivitas Kerja. www.indonesianpsychologist.blogspot.com

www.nakita.com. Mengukur Tingkat Kreativitas Si Prasekolah.18 Desember 2009

www.portalhr.com. Mitos Tentang Kreativitas. 20 Desember 2009

www.unikaatmajaya.com. Kreativitas Angka. 18 Desember 2009

www.wahyubk.blogspot.com. Pengertian Kreativitas, 16 Desember 2009

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2010/01/pengukuran-kreativitas.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 10: 6_Kreativitas All About

KONSEP KREATIVITASPosted: April 20, 2011 in Uncategorized

0PENDAHULUANPengertian KreativitasUtami MunandarKreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.  Dalam hal ini, Munandar mengartikan bahwa kreativitas sesungguhnya tidak perlu menciptakan hal-hal yang baru, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada, dalam arti sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya, adalah semua pengalaman yang telah diperoleh seorang selama hidupnya termasuk segala pengetahuan yang pernah diperolehnya. Oleh karena itu, semua pengalaman memungkinkan seseorang mencipta, yaitu dengan menggabung-gabungkan (mengkombinasikan) unsur-unsurnya menjadi sesuatu yang baru. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan berkreasi berdasarkan data atau informasi yang tersedia dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.  Jawaban-jawaban yang diberikan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi dengan memperhatikan kualitas dan mutu dari jawaban tersebut. Berpikir kreatif dalam menjawab segala masalah adalah dengan menunjukkan kelancaran berpikir (dapat memberikan banyak jawaban), menunjukkan keluwesan dalam berpikir (fleksibilitas), memberikan jawaban yang bervariasi, dan melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan. Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan  kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalias dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.

Mary MayeskyKreativitas adalah proses membawa sesuatu yang baru menjadi suatu hasil. Kreativitas adalah sebuah cara berpikir dan bertindak atau membuat sesuatu yang orisinal untuk diri sendiri dan bernilai bagi orang lain. Kreativitas berawal di dalam pemikiran seseorang dan biasanya merupakan hasil dari bentuk sebuah ekspresi yang dapat dilihat, didengar, dicium, dirasakan, atau dirasa.

WikipediaKreativitas adalah sebuah proses mental meliputi penemuan ide baru atau konsep atau sebuah hubungan baru dari idea tau konsep yang sudah ada, dihasilkan berdasarkan proses dari pemikiran yang secara sadar ataupun tidak sadar

Clark MoustatisKreativitas adalah pengalaman mengekpresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.

Conny R. SemiawanKreativitas merupakan kemampuan untuk memberi gagasan baru yang menerapkannya dalam pemecahan masalah.

Carl Rogers  (1982)Kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang ,kecenderungan untuk mengekpresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Proses kreatif sebagai “munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak dan dari kejadian,orang-orang, dan keadaan hidupnya dilain pihak.”

David CampbellKreativitas  adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: 1) Baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh, mengejutkan. 2)Berguna (useful): lebih enak , lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik/ banyak. 3)Dapat dimengerti (understandable): hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.

Britannica Concise Encyclopedia

Page 11: 6_Kreativitas All About

Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru melalui kemampuan imajinasi, sebuah solusi baru untuk sebuah masalah, sebuah metode baru atau alat, atau sebuah objek atau bentuk baru yang artistik.

Children’s Health EncyclopediaKreativitas adalah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan desain baru, membuat karya seni, menyelesaikan masalah menggunakan penyelesaian baru, atau mengembangkan ide dasar yang orisinal, baru atau pendekatan secara tidak sadar. Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat sesuatu di sebuah pemikiran baru, untuk melihat dan menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda, dan terlibat dalam pengalaman mental  dan fisik yang baru, unik, atau berbeda.

Hurlock 1978Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau suatu susunan yang baru

Alvian 1983Kreativitas adalha suatu proses upaya manusia atua bangsa untuk membangun dirinya dalalm berbagai aspek kehidupannya. Tujuan pembengunan diri itu ialah untuk menikmati kualitas kehidupan yang semakin baik.

Selo Soemardjan 1983Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dari kemampuanya untuk menciptakansesuatu yang baru.

Solso (1998)Kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi.

Drevdal  (1999)Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.

Parnes (1963)Kreativitas adalah proses berfikir dan merespon yang melibatkan hubungan dengan pengalaman sebelumnya, respon terhadap rangsangan yang berupa objek, symbol, ide-ide, orang maupun situasi dan menghasilkan paling tidak satu kombinasi yang unik.Berdasrakan pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa Kreativitas adalah proses berpikir dan bertindak untuk menciptakan atau menyusun gagasan baru, baik yang benar-benar baru (belum ada sebelumnya) ataupun yang merupakan kombinasi dari unsur/elemen yang sudah ada sehingga menghasilkan sesuatu yang baru, dapat berupa ide pemikiran maupun produk, yang bersifat unik, orisinil, berbeda dari sebelumnya sehingga dapat dijadikan sebagai pemecahan masalah ataupun dirasakan, dilihat, dinikmati dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan/atau orang lain.

NEUROBIOLOGI DALAM  KREATIVITASProses pemikiran  untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri atau otak kanan.  Pemecahan masalah adalah kombinasi dari pemikiran logis dan kreatif. Secara umum, otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan yang disebut pembelajaran akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi yang disebut dengan aktivitas kreatif.

Bagan Proses Pemikiran Otak

        Otak Kiri       Otak Kanan

Vertikal Kritis Strategis Analistis

Lateral Hasil kreatif

Keterangan:1. Berpikir Vertikal. Suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan Anda, seolah-

olah Anda sedang menaiki tangga.2. Berpikir Lateral. Melihat permasalahan Anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah melompat

dari satu tangga ke tangga lainnya.3. Berpikir Kritis. Berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai

kelayakan suatu gagasan atau produk.

Page 12: 6_Kreativitas All About

4. Berpikir Analitis. Suatu proses memecahkan masalah atau gagasan Anda menjadi bagian-bagian.  Menguji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.

5. Berpikir Strategis. Mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin.

6. Berpikir tentang Hasil. Meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.7. Berpikir Kreatif. Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan kombinasi

dari semua proses.

Pada usia dini anak masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai segi termasuk otaknya. Otak merupakan pusat dari intelegensi pada anak. Koestler telah mengemukakan suatu teori tentang istilah belahan otak kiri dan kanan yang tugas dan fungsi, ciri dan responnya berbeda terhadap pengalaman belajar, meskipun tidak dalam arti mutlak. Respon kedua belahan otak ini tidak sama, dan menuntut pada pengalaman belajarnya. Seorang anak secara genetis telah lahir dengan suatu organisme yang disebut intelegensi yang bersumber dari otaknya. Kalau struktur otak telah ditentukan secara biologis, berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya.Otak tersebut terdiri dari dua belahan otak (kiri dan kanan) yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Kedua belahan otak tersebut berfungsi tugas dan responnya berbeda dan seharusnya tumbuh dalam keseimbangan. Pada anak-anak usia dini, maka program yang dilakukan seharusnya adalah upaya memaksimalkan pengembangan otak kanan anak.  Hal ini disebabkan bahwa belahan otak kanan lebih banyak berfungsi untuk mengutamakan respon yang terkait dengan persepsi holistik, imajinatif, kreatif dan bisosiatif. Hal ini berbeda dengan otak kiri yang lebih bertugas untuk menangkap persepsi kognitif serta berpikir secara linier, logis, teratur dan lateral.  Biasanya fungsi otak kiri lebih pada bidang pengajaran yang verbalistis dengan menekankan pada segi hapalan dan persepsi kognitif saja. Untuk itulah guna mengefektifkan otak kanan anak sejak usia dini maka diperlukan “experiental learning” (belajar berdasarkan pengalaman langsung) untuk anak-anak usia dini guna lebih mengefektifkan fungsi divergennya (dimana anak-anak dibiasakan untuk selalu memberikan ide dan alternatif yang tidak homogen). Hal ini akan berdampak pada anak yang kreatif, suka berpikir beda dan penuh ide. Oleh karena itu, terdapat beberapa ciri yang bisa dilihat pada anak usia dini yang dipercaya sebagai tanda-tanda positif untuk anak yang kreatif. Kemampuan motorik yang lebih awal seperti kemampuan untuk berjalan, memanjat, memakai baju dan sepatu ataupun menyuapi diri sendiri, anak mampu bicara dengan kalimat yang lengkap, kosa kata yang banyak, daya ingat yang baik dan menunjukkan keinginan yang kuat untuk belajar dan hasrat yang besar terhadap buku ataupun gambar-gambar dibandingkan dengan anak yang lainnya. Biasanya akan terlihat dari kecenderungannya untuk menyukai permainan yang merangsang daya khayalnya, adanya daya ingat yang baik, kemampuan coba-salah dan mempu menyenangi dirinya (bersibuk diri) dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana kita dapat mengoptimalkan kemampuan otak kanan anak kita sejak usia dini. Ada beberapa motede yang dapat dipakai antara lain dengan bermain musik, bermain, menggambar, dan lain-lain. Akan tetapi terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa kreativitas memerlukan pengaktifan dan komunikasi bersama antara kedua belahan otak yang dalam kondisi normalnya tidak terhubung secara kuat. Orang-orang dengan tingkat kreatifitas tinggi yang unggul dalam inovasi kreatif cenderung berbeda dengan orang biasa pada tiga hal, yaitu:a)    Mereka mempunyai level yang tinggi dari  pengetahuan khusus / tertentub)    Mereka mampu untuk berpikir divergen yang diperantarai oleh lobus frontal.c)    Dan mereka dapat memodulasi neurotransmitters seperti norepinephrine di lobus frontal mereka.Selain memerlukan keseimbangan antara otak kanan dan kiri, di dalam otak juga terdapat bagian lain yang berpengaruh dalam kreativitas. Adapaun terdapat beberapa ahli yang telah menelitinya, antara lain:

Alice FlahertyKreativitas merupakan hasil dari interaksi antara lobus frontal, lobus temporal, dan dopamine dari system limbic. Lobus frontal dapat dipandang sebagai pihak yang berperan dalam kemunculan ide, dan lobus temporal berperan dalam menyunting dan mengevaluasi ide tersebut. Abnormalitas di lobus frontal seperti depresi dan ketakutan pada umumnya mengurangi kreativitas, sebaliknya abnormalitas di lobus temporal sering kali meningkatkan kreativitas. Aktivitas yang tinggi di lobus temporal biasanya mengurangi kinerja/aktivitas di lobus frontal dan bagitu pula sebaliknya. Level yang tinggi dari dopamine meningkatkan perilaku kebangkitan umum dan arah tujuan dan mengurangi keputusasaan dan pengaruh ketiganya mengingkatkan kemunculan ide-ide.

Vandevert (Memory kerja dan Cerebellum)Vandenvert menjelaskan  bagaimana lobus frontal dan fungsi kognitif dari cerebellum berkolaborasi untuk menghasilkan kreatifitas dan inovasi. Vandenvert menjelaskan dari bukti yang

Page 13: 6_Kreativitas All About

dapat diperhitungkan, bahwa semua proses dari memory kerja (yang bertanggung jawab untuk memproses semua pikiran) adalah dapat disesuaikan dengan model tertentu oleh cerebellum. Cerebellum, yang terdiri dari 100 milyar neuron, juga dikenal luas dalam peranannya penyesuaian dalam pergerakan tubuh. Proses memory kerja dari model penyesuaian Cerebellum, kemudian di umpan balik lobus prefrontal yang mengontrol proses memory kerja (yang kemudian pandangan kreatif atau  pengalaman “aha!” terpicu di lobus temporal). Menurut Vandervert, detail dari adaptasi kreatif dimulai di bagian depan cerebellar model, dimana merupakan control anticipatory/eksploratory dari pergerakan dan pikiran. Proses ini kemudian berkembang menjadi perenungan yang diperpanjang dari waktu ke waktu. Level baru dari bangunan control ini kemudian diumpankan kepada lobus frontal. Karena model adaptive cerebellum dalam semua pergerakan dan semua level dari pikiran dan emosi, pendekatan  Vandenvert  membantu menjelaskan kreativitas dan inovasi dalam olahraga, seni, music dan disain video games, teknologi, matematika dan keajaiban anak-anak dan pikiran secara umum.

DIMENSI KREATIVITASDimensi kreativitas menurut Rhodes (1961) terbagi menjadi empat yang dikenal disebut sebagai “The Four P’s of Creativity”. Keempat dimensi tersebut adalah person, process, product, dan press. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi (Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif, dan dengan dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product) kreatif.

Kreativitas dalam dimensi PersonKreativitas pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Guilford menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini erat kaitannya dengan bakat. Dalam mendefinisikan pribadai kreatif anak usia dini, perlu diperhatikan 4 kriteria dasar menurut Guilford (1957) dan Jackson&Messick (1965) dalam Isenberg dan Jalongo, sebagai berikut:

1. Orisinal (original), perilaku yang tidak biasa dan di luar dugaan (mengejutkan) daripada hal yang khas dan dapat diprediksi.

2. Sesuai dan berkaitan (appropriate and relevant), perilaku kreatif memiliki kesesuaian dan berkaitan dengan tujuan dari seseorang ketika ia membuat sesuatu.

3. Kelancaran (fuent) yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam bentuk yang berarti, perilaku kreatif menunjukkan kelancaran yang berkaitan dengan kreativitas dan dapat disamakan dengan kelancaran dalam berbahasa, hal ini dimaksudkan bahwa seorang anak dapat menghasilkan sebuah ide dengan mudah setelah menghasilkan ide sebelumnya.

4. Fleksibel (flexible) dalam mengembangkan dan menggunakan pendekatan yang tidak biasanya dalam memecahkan masalah.

Perilaku kreatif pada orang dewasa dan perilaku kreatif pada anak-anak adalah sesuatu yang berbeda. Kematangan kreativitas seseorang biasanya menekankan pada tiga hal yaitu, keahlian dalam kemampuan teknis dan artistik, kemampuan kreativitas seseorang, dan motivasi instrinsik. Seorang anak secara jelas memiliki pengalaman yang sedikit dibandingkan  dengan orang dewasa, oleh sebab itu mereka memiliki sedikit keahlian dan gaya bekerja mereka belum berkembang dengan baik. Berikut ini merupakan karakteristik dasar yang dimiliki oleh seorang anak yang dapat membentuknya menjadi pribadi yang kreatif:

1. Unik merupakan ciri khas cara berpikir anakMenurut Holden (1987), 3 hal keunggulan anak dalam berpikir untuk menjadi kreatif adalah:  (a) sensitivitas dalam stimulasi internal dan eksternal, (b) tidak memiliki “hinbition” (pencegahan dalam diri), (3) kemampuan “menyerap” yang baik di dalam sebuah aktivitas.

1. Imajnasi dan fantasiImajinasi dan fantasi merupakan bekal awal yang dimiliki seseorang ketika masa kanak-kanak untuk menjadi pribadi yang kreatif. Imajinasi adalah kemampuan untuk membentuk berbagai bentuk dan mencerminkan berbagai variasi pikiran/mental atau konsep pemikiran berbagai hal tentang orang, tempat, sesuatu dan situasi yang tidak nyata. Oleh karena itu, menurut Weigner (1983) imajinasi adalah masalah yang harus diselesaikan seorang anak dengan orang dewasa “it is an” atau “as if” situasi. Selain itu, menurut Weigner, fantasi adalah sebuah bagian khusus dari imajinasi untuk mencerminkan pemikiran atau konsep yang memiliki sedikit kesamaan dengan dunia nyata. Fantasi mengeksplor keadaan dalam mempercayai hal yang mustahil atau sedikit nyata.

Sedangkan Gardner (1983) menjelaskan bagaimana seorang anak memiliki kebebesan dalam berpikir, dan dengan mudah dapat bergerak termasuk dalam berbagai gaya berpikir.

Adapun karakteristik perkembangan anak dalam kemampuan berkreasi menurut Mayesky (1990) adalah sebagai berikut:

Page 14: 6_Kreativitas All About

 Usia 

 Karakteritik Perkembangan 

 Indikator 

0 – 2 tahunKreativitas dalam berekspresi melalui  kegiatan sensori dan eksplorasi dalam keadaan natural

-Bereaksi terhadap pengalaman sensory-Mengeksplor media melalui segala indera-Mampu menggambar pertama kali pada usia  12-20 bulan-Mulai mengikuti pola perkembangan secara umum.

2 – 4 tahun

Kreativitas dalam berekspresi melalui kegiatan manipulate dan berorientasi pada kegiatan menemukan (discovery) dan kemampuan perkembangan

-Mengeksplor dan memanipulasi bahan-bahan Berpengalaman pada permainan eksplorasi dan kegiatan seni-Sering mengulang kegiatan-Mulai memberi nama dan mengerti symbol.-Menilai bahwa hasil tidaklah begitu penting-Dapat merusak produk yang dihasilkan selama proses pembuatan-Mampu melihat “bentuk” dalam selama kegiatan

4 – 6 tahunKreativitas dalam berekspresi menjadi lebih kompleks dan representasional

-Membuat berbagai simbol untuk menggambarkan berbagai perasaan dan ide-     Mampu merepresentasikan apa yang ia telah ketahui, bukan apa yang ia telah lihat-Mulai menciptakan kegiatan secara detail dan realistik secara bertahap.-Menciptakan definisi dari bentuk dan ukuran-Sering melakukan kegiatan tanpa terencana dan melakukan kegiatan dengan hati-hati-Mulai jarang merusak kegiatan ataupun hasil produk selama proses berlangsung

Kreativitas dalam dimensi ProsesKreativitas pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.“Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking” (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001). Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Selain pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan proses terbentuknya kreativitas sebagai berikut :Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu:1)    Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.2)    Tahap Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.3)    Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”.4)    Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.Dari dua pendapat ahli diatas memandang kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif dan variatif (divergensi berpikir). Proses kegiatan kreatif bagi anak usia dini merupakan sebuah

Page 15: 6_Kreativitas All About

program yang memberikan kesempatan dan tempat untuk mereka mengekspresikan pikiran, ide, perasaan, aksi, dan kemampuan dalam berbagai penggunaan media dan aktivitas. Adapun menurut Mayesky (1990) prinsip yang perlu di perhatikan dalam melakukan proses kreativitas untuk anak usia dini adalah:1)    Memperhatikan proses bukanlah hasil (product)Tujuan utama kegiatan kreativitas bukanlah terlihat dari produk yang dihasilkan melainkan proses ketika berkreasi tersebut. Dalam proses kretivitas tersebut dapat terlihat menggambarkan pengalaman dan perasaan anak. Alasan lainnya mengapa proses krativitas lebih penting daripada produk yang dihasilkan adalah seorang anak belum memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menggunakan material. Oleh karena itu, sebaiknya kegiatan kreativitas memberikan kesempatan kepada anak untuk berekspresi berdasarkan kemampuan anak untuk mengkonstruk sesuatu melalui cara mereka sendiri.2)    Memperhatikan kebutuhan anakKegiatan kreativitas harus memperhatikan kebutuhan anak, disesuaikan dengan usia, kemampuan, dan minat.  Adapun hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:- Menyiapkan area yang dapat memfasilitasi pengalaman kreatif anak- Menyiapkan material-material sehingga anak mendapatkan pengalaman berkreasi setiap hari- Menyiapkan kegiatan seni secara mingguanKreativitas dalam dimensi PressKreativitas menekankan pada faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Definisi Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan rumusannya sebagai berikut : “The initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought” Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya terhadap perubahan atau perkembangan baru. Dalam mengembangkan kreativitas untuk anak usia dini, lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan. Jika lingkungan sekitar anak aman dan mampu menstimulasi maka lingkungan dapat meningkatkan kreativitas anak. Hal ini disebabkan anak secara natural selalu ingin mengetahui dan mencari tahu tentang lingkungan sekitar mereka. Oleh karena itu, lingkungan sekitar anak sebaiknya menjadi lingkungan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi dan mendapatkan pelajaran serta memberikan kesempatan untuk anak berkreasi. Maxim (1985) menjelaskan tentang lingkungan yang mampu menstimulasi tindakan kreatif anak adalah lingkungan yang memperhatikan beberapa aspek di bawah ini:- Keterbatasan waktu sebaiknya dihapus dalam kegiatan yang mana anak terlibat secara lebih jauh.- Kebebasan, hal ini membangun keadaan dimana anak terdorong untuk berkespresi.- Anak mampu mengemukakan ide dan terstimulasi kemampuan berpikir lainnya.- Menghilangkan kondisi yang membuat stress dan cemas dalam lingkungan. Lingkungan harus dikondisikan dengan suasana yang menyenangkan.Selain itu, lingkungan yang mampu menstimulasi kegiatan kreativitas harus menyediakan berbagai material, sejak anak membutuhkannya dalam kegiatan manipulasi secara fisik sebagai kegiatan pembelajaran.Definisi Kreativitas dalam dimensi ProductDefinisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. “Creativity is the ability to bring something new into existence”(Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001) Definisi yang berfokus pada produk kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, 1999; yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.KARAKTERISTIK PRIBADI KREATIFMenurut Davis (1999), terdapat 115 karakter atau ciri-ciri yang ditemukan pada orang yang kreatif. Namun  tidak setiap orang kreatif memiliki ke 15 karakter tersebut. Di sini ada beberapa contoh beberapa tokoh-tokoh yang kreatif namun para guru, professor atau pengawasnya TIDAK mengenali karakter mereka- Thomas Edision dibilang bodoh untuk melakukan segala sesuatuoleh gurunya- Albert einsten baru bisa berbicara umur 4 tahun dan membaca umur 7 tahun- Walt Disney dipecat oleh editor Koran karena ia tidak memiliki “ide” yang bagus- Charles Darwin berprestasi buruk ketika kecil dan gagal ketika kuliah kedokteranKe-15 karakter  yang akan dibahas lebih lanjut adalah:Sadar bahwa ia kreatif

Page 16: 6_Kreativitas All About

Sebagian besar orang-orang yang kratif menyadari akan kekreatifannya. Mereka memiliki kebiasaan melakukan hal yang kreatif dan meraka menyukai menjadi kretif. Davis (1999), mengatakan bahwa dalam meningkatkan kratifitas kita dan mengajarkannya kepada orang lain. Mengapa kesadaran kalau kreatif itu penting? Karena karakter ini dapat mendorong kepada karakter ini dapat mendorong kepada karakter-karakter yang lain. Ketika seseorang membangun kesadaran akam kreatif maka secara alam bawah sadar ia akan terbawa keperilaku dan bagaimana ia berfikir, ketika seseorang sadar bahwa ia kreatif, ia akan memilki rasa percaya diri yang tinggi. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini- Buat anak-anak murid melangkah melewati batasan- Tanyakan pertanyaan yang memancng- Minta mereka membuat sesuati dari barang bekas- Katakana pada murid berulang kali bahwa mereka bisa lebih kreatif- Guru selalu mengatakan diawal pelajaran “hai, apa kabarmu murid-muridku yang kreatif ?” mereka akan termotivasi untuk berfikirOrisinilTradiff dan Stemberg (1988) mengatakan bahwa orisinalitas dan imajinasi yang baik biasa diasosiasikan dengan orang yang kreatif. Ada beberapa strategi untuk membangin atau mengembangkan sifat orisinal ini- Guru memberikan dorongan kepada murid- Guru memberikan ide-ide liar untuk mengembangkan atau memberikan ide-ide lain- Dalam tugas, beri kesempatan bagi murid untuk mengeluarkan banyak ide- Menyelenggarakan perlombaan yang meliputi motivasi originalitasIndependenOrang yang kreatif berani berbeda dari yang lain, melakukan perubahan, menonjol, menentang tradisi, dan membelokkan beberapa peraturan (bukan dalam arti melakukan hal negatif).Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini- Guru mengeajarkan murd untuk melakukan pekerjaan mereka secara mandiri dengan tema yang berbeda- Guru meluangkan waktu diluar jam pelajaran untuk mendengarkan masalah murid- Guru menyemangati murid- Membuat murid berfikir bahwa “saya bisa melakukan ini”- Murid diperbolehkan mengatur, merencanakan acara-acara sekolahBerani ambil resikoSifat ini berhubungan ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang belum jelas, baik itu situasi, masalah, jawaban dan lain-lain. Hal yang belum jelas itu memiliki resiko. Orang kreatif akan berani mengambil resiko dengan tetap menghadapi masalah. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini.- Guru membebaskan murid untuk mengemukakan ide-ide mereka- guru memberikan tanggapan yang positif kepada anak yang berani ambil resiko dan puji mereka- berikan kesempatan kepada murid untuk mengambil resiko yang tidak akan mempengaruhi nilai mereka, sehingga bisa merasa nyaman untuk mengambil resiko tersebut.Penuh energiOrang yang kreatif memilikii tipikal sebagai orang yang penuh energy. Biasanya ia pantang menyerah, berkomitmen penuh akan sesuatu dan memiliki loyalitas. Thomas Edison melakukan ratusan kali percobaan yang gagal hingga akhirnya menemukan bola lampu. Jika ia tidak memiliki energy yang melimpah mungkin ia akan menyerah. Ada beberapa strategi untuk membangun dan mengembangkan sifat ini:- guru mengetahui kegairahan bekerja yang dimiliki murid. Kenali bahasa penyelesaiannya dan motivasinya- selalu menyemangati murid untuk melakukan yang terbaik- menjadi teladan untuk murid penuh dengan energi ketika mengajarRasa ingin tahuOrang yang kreatif memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kuat. Ia mempertanyakan segala sesuatu dan mempertahankan rasa ingin tahu mereka.Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini :- Guru memberikan objek nyata pada murid dan membiarkan murid-murid untuk bertanya- Guru memberikan kertas kosong dan tanyakan apa yang ingin dipelajari pada saat itu- Berikan pertanyaan terbuka (dengan kalimat,”bagaimana jika?”, apabila, kalaw?’ dll)Punya rasa humorSifat lain yang biasanya ditemukan pada orang kreatif adalah selera humor yang tinggi. Dalam mengahadapi masalah, rasa humor dapat menghadirkan suasana yang relaks. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Minta anak untuk berfikir: jika kamu adalah (professor Einsten, SBY, tutup kloset, dsb) apa yang akan kamu pikirkan/lakukan?..- Berikan banyak permainan- Menyeling pelajaran atau ketika mengajar dengan lelucon/cerita lucu

Page 17: 6_Kreativitas All About

- Mengadakan hari kostum lucuMemiliki kapasitas untuk berfantasiKemampuan berimajinasi dan berfantasi adalah sifat yang sering ditemukan pada orang yang kreatif. Imajinasi diperlukan untuk menjembatanai dari sesuatu yang sudah diketahui kesesuatu yang belum diketahui.Tertarik pada hal yang rumit, kompleks dan belum jelasOrang yang kreatif biasanya akan tertarik pada hal-hal yang rumit, kompleksitas, ketidak jelasan, fantasi dan kemisteriusan. Sifat ini merupakan hal yang penting karena seseorang akan menemukan tantangan-tantangan yang baru. Kerumitan, ketidakjelasan dan kekompleksan itulah yang membuat kreatifitasnya terasah. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Murid membuat cerita yang sangat imajinatif yang dibuat oleh murid sendiri- Murid bermain dengan pikiran yang imajinatif, seperti : bagaimana jika…? Menantang situasi yang ada.- Membacakan dongeng- Minta murid-murid untuk membuat sesuatu yang seperti mainan yang belum pernah ada sebelumnya.ArtistikOrang kreatif biasanya menganggap dirinya artistic walaupun dirinya tidak bisa menggambar. Mengembangkan jiwa artistik akan penting untuk membantu kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Jiwa artistik akan membantu kita untuk memberikan nilai lebih pada ide atau karya kita.Berfikir terbukaBerfikiran terbuka merupakan tingkah laku kreatif yang utaman juga. Ini merupakan keinginan untuk menerima ide-ide baru dan melihat sebuah masalah dari sudut pandang yang berbeda. Ada beberapa strategi untuk membangun atau mengembangkan sifat ini:- Permainan pern “jika aku menjadi “…….- Memperbanyak diskusi debat- Membaca banyak buku untuk menambah wawasanCermat dan telitiSifat ini secara teori akan membuat orang terorganisir, disiplin dan komitmen penuh pada apa yang akan dikerjakan.Butuh waktu menyenderiBeberapa orang yang kreatif memilih untuk bekerja sendiri disbanding bekerja di kelompok. Dengan sendiri ia bisa melibatkan kemandirian kreatifnya.Mudah mengertiOrang kreatif biasanya mudah mengerti akan suatu masalah. Ia dapat melihat hubungan-hubungan dari data atau informasi yang didapatnya.EmotionalAda beberapa orang yang dianugerahi dengan kemampuan berimajinasi dan berfantasi yang hebat, meramal, berpuisi dan lain. Orang –orang ini memiliki emosi yang sangat mendalam dan memiliki kepedulian yang tinggi mengenai mana yang benar dan salah.DAFTAR PUSTAKAIsenberg, Joan.P & Marry Renck Jalongo. Creative Expression And Play In The Early Chilhood Curriculum. 1993. Toronto: Maxwell Macmillan Canada.Mayesky, Mary. Creative Activities for Young Children. 1990. USA: Delmat Publisher Inc.Munandar, S.C. Utami. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah (Petunjuk Bagi Guru dan Orangtua). 1992. Jakarta: Gramedia.Oka, Aloysius dan Della Alamsyah. Buku Ajar Mata Kuliah Kreativitas (Pribadi yang Kreatif). Jakarta:KredoSuryani, Lilis. Buku Ajar Mata Kuliah Kreativitas. 2007. Jakarta: UNJwww.wikipedia.org/wiki/ Creativity www. creativity atwork.com/articlesContent/ meaning

(Sumber: http://abdiplizz.wordpress.com/2011/04/20/konsep-kreativitas/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 18: 6_Kreativitas All About

Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas SiswaOleh: Hj. Atit Suryati

Kepala sekolah di SD Negeri Cangkuang II-IV kecamatan Dayeuhkolot kabupatenBandung.Abstrak: Salah satu bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah berpuisi dengan standar kompetensi agar siswa memiliki kemampuan menulisdan membaca yang melibatkan aspek lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi, dan gagasan. Berpuisi sangat penting dalam membangun karakter siswa karena mengandung unsur seni. Di dalamnya ada aspek rasa keindahan, baik sebagai karya tulis maupun dalam penyajiannya, sehingga dengan berpuisi kecerdasan intelektual, emosional, dan bahkan spiritual siswa dapat tumbuh dan berkembang. Namun demikian, pada umumnya siswa kurang motivasi terahadap materi berpuisi ini, di samping mendapat kesulitan dalam menulisnya juga dalam membacanya, hal ini disebabkan karena kurang penguasaan kosa kata, keberanian rendah dan rasa malu tinggi, pola komunikasi guru-siswa searah, dan budaya belajar yang masih senang menerima. Implementasi pendekatan kontekstual yang selalu terkait dengan dunia empirik siswa, pola komunikasi yang bersifat negosiasi-bukan instruksi, partisipasi siswa tinggi, konstruksivis, dan penciptaan suasana yang nyeman-menyenangkan ternyata dapat mengubah siswa menjadi bergairah dalam berpuisi.Kata Kunci: pendekatan kontekstual, kreativitas

A. PendahuluanPuisi dapat diartikan sebagai hasil karya tulis yang mengandung unsur seni. Mengapa dikatakan demikian ? Karena puisi adalah hasil buah fikir manusia (karya) dalam bentuk tertulis (tidak dalam bentuk lain, misal patung atau lukisan) yang penuh dengan unsur keindahan (rasa-emosi). Jika salah satu saja dari karakteristik tersebut hilang, misalkan unsur seni, tidak lagi disebut puisi, melainkan karya tulis biasa seperti halnya pengumuman, laporan, atau berita.Dalam berpuisi, baik waktu menulis, mambaca, maupun mendengarkannya, ada nuansa khusus sehingga emosional penulis, pembaca, ataupun pendengarnya terbawa hanyut oleh jiwa dari puisi itu. Lain halnya dengan sajian bahasa yang sifatnya informasi (mungkin) tidak akan menyentuh unsur afektif individu. Dengan demikian, melalui berpuisi sekaligus dapat membangkitkan dan mengembangkan (Bloom, BS dalam Erman, 2003) potensi emosional (affektive, rasa-budi) sekaligus kemampuan berfikir (cognitive, akal-fikir), dan ketrampilan psikis (psychomotoric). Dengan berpuisi, lengkaplah pengembangan potensi individu tersebut di atas, karena ketiganya selalu terbawa serta.Lain halnya dengan cabang mata pelajaran lain yang konon cenderung lebih memberikan penekanan pada salah satu aspek jatidiri manusia, terutama aspek kognitif. Bahayanya, bila unsur dominan dalam pembelajaran adalah kognitif atau psikomotorik dikhawatirkan manusia menjadi robot-komputer, sebaliknya bila tanpa kognitif cenderung hewani, dan bila hanya afektif yang dominan cenderung emosional dan tidak rasional.Pembelajaran membaca dan menulis puisi untuk siswa kelas V SD, yang melibatkan ketepatan aspek ( Depdiknas, 2003) lafal, intonasi, kebermaknaan, ekspresi, dan gagasan sangatlah penting bagi siswa dalam mengembangkan ketiga potensi di atas, agar pembelajaran benar-benar menjadi aktivitas memanusiakan manusia secara utuh. Inilah hakekat sebenarnya dari pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh Goldman (dalam Erman, 2004) bahwa, kecerdasan individu terbagi ke dalam kecerdasan intelektual (IQ) pada otak kiri dan kecerdasan emosional (EQ pada otak kanan yang saling mempengarahui, di mana IQ berkontribusi untuk sukses hanya sekitar 20% sedangkan EQ bisa mencapai 40%. Pembelajaran berpuisi yang melibatkan otak kiri-kanan, bahkan kecerdasan intelektual (SQ), kedudukannya menjadi sangat penting dalam melatih dan mengembangkan ketiga kecerdasan tersebut untuk setiap individu (siswa) dalam mengembangkan kompetensinya secara terpadu.Namun demikian, puisi sebagai bagian tak terpisahkan dari pelajaran bahasaIndonesia, sampai sekarang ini dirasakan kurang mendapat perhatian dari siswa. Mereka seakan tidak merasa antusias bahkan terlihat rasa keengganan untuk berpuisi, hal ini mungkin disebabkan karena mereka kurang terbiasa untuk berapreasiasi yang melibatkan aspek akal, rasa, dan ketrampilan. Selain daripada itu pelaksanaan pembelajaran lain masih kurang menuntut hal seperti itu. Pada umumnya pembelajaran dilaksanakan dengan pola guru memberikan segalanya kepada siswa dan siswa tinggal menerima konsep yang sudah jadi, tinggal mendengar, mencatat, memahami, dan mengingatnya. Karena ketidakbiasaan tersebut, pembelajaran puisi yang menuntut kreativitas menjadi sesuatu yang menuntut usaha lebih dari siswa. Atau mungkin pula belum tumbuhnya kesadaran guru dan siswa akan peran berpuisi yang bisa mengembangkan IQ, EQ, dan SQ.Hal ini ditandai bahwa kebanyakan siswa (atau bahkan guru) enggan untuk berperan aktif dalam kegiatan yang menuntut penampilan, baik berpidato, berpuisi, atau bahkan bernyanyi. Bukankah bernyanyi pada hakekatnya adalah berpuisi dengan iringan nada ? Karena apa terjadi demikian? Biasanya yang terjadi adalah karena masalah sepele, yaitu tidak biasa dan tidak membiasakan berkomunikasi, sehingga yang tumbuh adalah rasa rendah diri, pemalu, dan rasa takut salah. Padahal salah adalah bagian dari belajar, tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan, dan tidak pernah salah adalah cirinya tidak belajar. Dengan berpuisi (menulis dan mengkomunikasikan) siswa akan terlatih dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berkreasi (kreativitas) melalui kegiatan eksplorasi, inkuiri, penalaran, dan komunikasi.Padahal, menurut teori belajar mutakhir (Peter Sheal, dalam Erman, 2004: 7) mengemukakan bahwa belajar yang paling bermakna hingga mencapai 90 % adalah dengan cara melakukan-mengalami dan mengkomunikasikan. Agar pembelajaran sesuai dengan prinsip tersebut, materi pelajaran haruslah disesuaikan dan diangkat dari konteks aktual yang dialami siswa dalam kehidupannya. Di sinilah guru

Page 19: 6_Kreativitas All About

dituntut untuk membelajarkan siswa dengan memandang siswa sebagai subjek belajar, yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangunpengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. Pembelajaran dengan sintaks seperti ini (Depdinas, 2002) menyebutnya dengan istilah Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL).Dengan pola CTL tersebut di atas, yang bisa memfasilitasi keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar yang tinggi, diharapkan kemampuan kreativitas siswa pada pembelajaran berpuisi, dalam arti menulis dan mengkomunikasikan hasil puisinya, menjadi meningkat. Sehingga siswa merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya masing-mnasing, yang pada gilirannya nanti minat belajar meningkat, siswa belajar dengan antusias, dan dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan.Dari uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, judul proposal penelitian ini,yang diajukan penulis untuk penyusunan skiripsi adalah, Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Kreativitas Siswa dalam Berpuisi. Kata implementasi pendekatan kontekstual sebagai variabel bebas (idependen, stimulus) di atas mengandung pengertian pelaksanaan, jadi penulis akan melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai unsur inovasi dalam pembelajaran. Peningkatan kemampuan kreativitas sebagai variabel tak bebas (dependen, respons, terikat) dimaksudkan sebagai unsur solusi masalah yang terjadi di lapangan (kelas nyata), sedangkan berpuisi sebagai variabel perantara (intervening) dimaksudkan adalah menulis puisi dan mengkomunikasikannya.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah1. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian ini dirumuskan, apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam berpuisi ? Secara lebih terinci rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi ?

b. Apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi ?

c. Unsur-unsur apa saja yang dapat diungkapkan siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi ?

d. Bagaimana pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual ?

2. Pembatasan MasalahPermasalahan tersebut di atas bisa ditinjau dari berbagai aspek sehingga pembahasannya bisa sangat luas tetapi dangkal dan kurang terarah. Agar penelitian ini bisa tuntas dan terfokus, sehingga hasil penelitiannya akurat, permasalahan tersebut di atas akan dibatasi pada hal-hal tersebut di bawah ini.

a. Subjek penelitian adalah pada siswa kelas V (sesuai kurikulum) SD Cangkuang Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung semester genap tahun ajaran 2006-2007, sebanyak 5 kali pertemuan @ 2 jam pelajaran (lima RPP)

b. Implementasi (pelaksanaan) pendekatan kontekstual dalam penelitian ini menggunakan model klasikal dan kelompok (koperatif), model klasikal dengan menggunakan teknik probing-prompting yaitu metode tanya jawab yang menyajikan serangkaian pertanyaan kepada siswa yang sifatnya menggali dan menuntun sehingga siswa dapat diarahkan untuk membangun konsep (constructivism), melalui eksplorasi, inkuiri, dan penalaran. Juga digunakan model koperatif dengan menggunakan tipe Investigasi Kelompok (Group Investigastion), STAD (Student Teams Achievement Division), atau TPS (Think Pairs Share)

c. Kemampuan kreativitas dalam berpuisi dimaksudkan sebagai kemampuan siswa dalam menggali, menemukan, dan presentasi ide baru yang orisinal. Dimulai dengan objek konkret dari lingkungan sekitar siswa, diangkat dan disusun dalam kata-kata indah sistematik sehingga menjadi puisi sesuai dengan pemaknaan siswa terhadap objek tersebut. Hal ini menyangkut tema, diksi, tipografi, amanat, dan gaya bahasa. Setelah itu mereka mengkomunikasikannya dengan cara presentasi-menyajikan (dibaca atau ditalar) sesuai dengan kemampuan apresiasi yang dikembangkannya. Hal ini menyangkut lafal, intonasi, ekspresi, improvisasi, pemaknaan, rima, irama, dan keindahan.

C. Tujuan PenelitianSetiap rencana dari suatu aktivitas tentu memiliki tujuan khas masing-masing, sesuai yang ingin dicapainya sehingga pelaksanaannya bisa terarah, terpola, dan sistematik. Demikian pula dengan penelitian ini memiliki tujuan, yaitu:1. Untuk mengetahui apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi2. Untuk mengetahui apakah implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi3. Untuk mengetahui unsur-unsur apa saja yang dapat diungkapkan siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi

Page 20: 6_Kreativitas All About

4. Untuk mengetahui bagaimana pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual5. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, minat, suasana, dan kreativitas siswa sehingga kesadaran terhadap pentingnya pembelajaran berpuisi meningkat

D. Manfaat PenelitianMenyimak uraian pada tujuan penelitian tersebut di atas, dan dengan tercapainya tujuan tersebut dapat dipetik manfaat penelitian, yaitu:1. Bagi guru; jika implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis dan mempresentasikan puisi, ini adalah pembelajaran inovatif yang mungkin bisa diterapkan pada materi lain?2. Bagi siswa; akan tumbuh kesadaran bahwa dengan belajar puisi dapat menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual sebagai instrumen untuk membentuk pribadi positif. Di samping itu kompetensi kreativitas, sikap, dan minat siswa adalah salah satu unsur dari kecakapan hidup (life skill) yang harus digali melalui pembelajaran.3. Bagi dunia pendidikan; bahwa paradigma sekarang berubah dari pengajaran menjadi pembelajaran, yang berarti bahwa siswa belajar tidak cukup dengan memperhatikan, menulis, membaca, dan berlatih tetapi pembelajaran adalah membelajarkan siswa (sebagai subjek) dengan cara melakukan-mengalami-mengkomunikasikan. Mulai dari kehidupan nyata siswa diangkat menjadi konsep.

E. Anggapan DasarAnggapan dasar (asumsi) adalah pernyataan yang diyakini kebenarannya oleh peneliti tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu, sebagai titik tolak untuk melakukan rencana dan aktivitas. Kenapa demikian ? Karena secara common sense mudah untuk menerima kebenaran tersebut. Begitu pula dalam rencana kegiatan penelitian ini, penulis akan bertitik tolak dari anggapan dasar berikut ini:1. Peneliti memiliki kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, dan pendekatan pembelajaran ini tepat digunakan untuk siswa tingkat SD2. Dengan pengetahuan dan pengalaman dalam belajar bahasa sejak kelas I SD, siswa SD kelas V memiliki kemampuan untuk menulis dan mempresentasikan puisi hasil karyanya3. Banyak benda-benda sekitar (local materials) kehidupan siswa untuk diangkat menjadi karya satra dalam bentuk puisi.

F. Kajian Pustaka1. Hakekat PembelajaranParadigma interaksi guru-siswa di sekolah sekarang telah berubah, dari pengajaran (instructional, teaching-instruksional) menjadi pembelajaran (learning), dari guru sebagai subjek (pemain) dan siswa objek (penonton) menjadi siswa sebagai subjek dan guru menjadi sutradara. Dalam pengajaran yang berkonotasi aktivitas guru dengan pola informasi, contoh, tanya-jawab, latihan, tugas, dan evaluasi memandang siswa sebagai wadah kosong yang perlu diisi pengetahuan (sekedar tahu ?) sebanyak-banyaknya, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, berminat atau tidak berminat, yang penting materi (tugas) selesai tersampaikan.Sebaliknya, dalam konteks pembelajaran, memandang siswa sebagai subyek, jadi berkonotasi pada aktivitas siswa (minds-on dan hands-on). Mengapa demikian ? Karena pada pembelajaran, yaitu membelajarkan siswa – membuat siswa belajar,berasumsi bahwa siswa telah memiliki bekal (potensi) berupa intelektual, emosional, dan spiritual yang perlu dikembangkan dengan fasilitasi dari guru. Jadi belajar dapat dipandang sebagai pengembangan potensi tersebut secara optimal. Prinsip pembelajaran yang dijadikan pedoman adalah (Erman, 2001) siswa pemain – guru sutradara, siswa mengalami-melakukan-mengkomunikasikan, negosiasi – bukan instruksi, konstruksivis dari daily life, orientasi pada kompetensi (pangabisa) tidak sekedar teori, dan nyaman-menyenangkan.2. Hakekat Siswa SDPada umumnya usia siswa SD berkisar pada umur 6 sampai dengan 12 tahun. Piaget (dalam Erman, 2001) mengemukakan bahwa pada usia ini siswa baru memiliki kemampuan berfikir konkrit, yang berarti bahwa mereka bisa belajar secara bermakna (meaningfull) jika menggunakan benda konkrit dari dunia mereka. Oleh karena itu, hindarilah pembelajaran yang sifatnya dominan verbal agar tidak verbalisme.Pendapat lain, Bruner (dalam Erman, 2001) mengemukakan bahwa siswa akan belajar efektif jika memanipulasi benda konkrit, yang secara intuitif akan melekat pada diri siswa. Pembelajaran menurut Bruner dengan menggunakan pendekatan spiral, dimulai dari hal konkrit ke abstrak – dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks - dari hal yang mudah ke yang sukar. Ini berarti bentuk spiral tersebut vertikal dari bawah ke atas, mulai dengan diameter kecil dan makin membesar. Hal ini sesuai dengan kondisi kemampuan berfikir siswa SD yang masih konkrit dan sederhana.Jika tidak demikian siswa akan merasa terbebani dengan pengajaran yang bersifat transmisi (searah). Ini akan berakibat fatal, karena pada saat berikutnya kondisi kognitif dan afektifnya terganggu sehingga akan menimbulkan kelelahan, ketakmampuan, kebosanan, kekesalan, kekecewaan, ketakutan, dan stres. Pada tahap lanjut dari kondisi seperti ini muncullah prilaku acuh tak acuh, menghindar, bahkan membenci. Kondisi ini seringkali terjadi karena salah memandang siswa secara utuh, parahnya hal ini tidak disadari oleh guru, dan ini bukanlah pembelajaran tetapi lebih cenderung pada pemerkosaan terhadap potensi siswa.Menurut Ace Suryadi (Pikiran Rakyat, 09 Maret 2007: 25) dikemukakan bahwa, kecerdasan anak akan berkembang pesat melalui interaksi intensif dengan lingkungan sekitar. Jika tidak, kecerdasan anak justru tidak akan berkembang, interaksi dengan lingkungan sekitar merupakan komponen pentuing untuk melejitkan kecerdasan anak. Sedangkan Maman Djauhari (Kompas, 23 Februari 2007)

Page 21: 6_Kreativitas All About

membelajarkan anak tanpa didasari dengan pengalaman konkrit dari dunia sekitarnya hanya mencapai tingkat mengetahui tanpa makna dan untuk dilupakan.3. Kecerdasan GandaGoldman (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa, struktur otak sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Sel saraf otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, abstrak, dan simbolik yang berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20%. Otak kanan berkenaan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistik, emosi, kesadaran, spasial, musik-puisi, keindahan-keburukan, dan kreativitas yang berkontribusi untuk sukses individu sebesar 40%. Ary Ginanjar (2005) mengemukakan bahwa ada kecerdasan ketiga yaitu kecerdasan spiritual (SQ, Spiritual Quotient) yang juga akan berkontribusi terhadap sukses individu, sehingga tidak cukup seorang individu hanya dengan IQ dan EQ, melainkan akan lebih sempurna jika ketiganya, yaitu IESQ.Goldman (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa struktur otak sebagai instrumen kecerdasan akan bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan terlalu tinggi-kompleks, bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, misalnya dengan kenakalan dan lamunan. Sebaliknya bila kerja otak tinggi karena tuntutan banyak akan menimbulkan kecemasan, yang bisa dinetralisir (relaksasi) dengan penciptaan suasana kondusif, nyaman dan menyenangkan.Gardner (dalam Erman, 2004) mengemukakan tentang kecerdasan lain, yaitu kecerdasan ganda (tuple) dalam akronim Slim n Bill, yaitu: Spasial-verbal, berpikir dengan ruang dan gambar; Linguistik-verbal, berpikir dengan kalimat-berbahasa; Interpesonal, berpikir dengan berkomunikasi; Musikal-ritmik, berpikir dalam musik dan ritmik; Natural, berpikir berbasis kontekstual-realistik; Body-kinestik, berpikir dengan mengalami-melakukan; Intrapersonal, metakognitif – berpikir reflektf; Logis, berpikir dengan bernalar.4. Pendekatan KonstekstualPendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.Dengan prinsip penmbelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikontruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan fasilitasi dari guru. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya, sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk bekal kehidupannya. Di sinilah tugas guru untuk mengatur strategi pembelajaran dengan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru dan memanfaatkannya. Siswa menjadi subjek belajar sebagai pemain dan guru berperan sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator.Pembelajaran dengan cara seperti di atas disebut pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning, CTL), yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif.Pembelajaran dalam sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut di atas, ini tidak sulit kalau sudah terbiasa, yang penting ada kemauan kuat untuk mengubah dan meningkatkan kualitas diri. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut pelaksanaan pembelajaran model CTL tersebut, karena orientasinya pada proses sehingga siswa memiliki kompetensi-kemampuan-pangabisa, tidak sekedar mengetahui dan memahami. Jangan lupa bahwa kondisi emosional individu akan mempengaruhi pemikiran dan prilakunya, oleh karena itu CTL akan terlaksana dengan optimal jika guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman dan menyenangkan.5. Pembelajaran Klasikal dan KoperatifIstilah klasikal ( Erman, dkk. 2001) bisa diartikan sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah lama terjadi, bisa juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di kelas selama ini, yaitu pembelajaran yang memandang siswa berkemampuan tidak berbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Model yang digunakan adalah pembelajaran langsung (direct learning). Pembelajaran klasikal tidak berarti jelek, tergantung proses kegiatan yang dilaksanakan, yaitu apakah semua siswa berartisipasi secara aktif terlibat dalam pembelajaran, atau pasif tidak terlibat, atau hanya mendengar dan mencatat. Pembelajaran klasikal yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode tanya jawab dengan teknik probing-prompting agar partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, indikator dari pendekatan kontekstual tetap diperhatikan.

Page 22: 6_Kreativitas All About

Pembelajaran koperatif (cooperative learning) adalah pembelajaran dengan (Erman, 2004) cara mengelompokkan siswa secara heterogen (dalam hal kemampuan, prestasi, gender, minat, dan sikap) agar dalam kerja kelompok dinamis. Dalam kelompok mereka bisa saling berbagi (sharing) rasa, ide, pengetahuan, pengalaman, tanggung jawab dan saling membantu, sehingga mereka bisa belajar berkomunikasi-bersosialisasi. Dengan berkelompok mereka akan berlatih pengendalian diri melalui belajar tolerans dengan menghargai pendapat orang lain, berempati dengan merasakan perasaan orang lain, mengikis secara bertahap perasaan malu dan rendah diri tanpa alasan, dan inilah pelatihan kecerdasan emosional sehingga EQ siswa bisa meningkat. Dasar pembelajaran koperatif adalah fitrah manusia sebagai mahluk sosial dengan prinsip belajar adalah bahwa hasil pemikiran dan hasil kerja banyak orang relatif lebih baik daripada hasil sendiri.Pembelajaran koperatif yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe STAD (Erman, 2004) dengan sintaks (tata urutan aktivitas belajar) sebagai berikut: pengarahan, sajian guru secara klasikal, buat kelompok (4-5 orang), berikan bahan belajar (LKS), diskusi-bekerja kelompok, presentasi hasil kelompok dan diskusi kelas, refleksi pelaksanaan pembelajaran, kuis individual, penghargaan pada kelompok/individu, buat skor kemajuan belajar siswa, tindak lanjut. Tipe koperatif lain yang kan digunakan adalah TPS dengan sintaks sebagai berikut: pengarahan, sajian guru secara klasikal, berikan bahan belajar (LKS), diskusi-bekerja kelompok secara berpasangan 2 orang siswa pada satu meja (think-pairs-share), presentasi hasil kelompok dan diskusi kelas (share), refleksi pelaksanaan pembelajaran (share), kuis individual, penghargaan pada kelompok/individu, buat skor kemajuan belajar siswa, tindak lanjut.Pembelajaran puisi dengan pola seerti tersebut di atas, dimulai dengan pembelajaran langsung secara klasikal, kerja kelompok 4-5 orang, dan kemudian berkelompok berpasangan 2 orang, dan ada kuis individual, dimaksudkan agar pembelajaran ini secara bertahap dari bimbingan oleh guru secara totalitas, bimbingan oleh teman dalam kelompok banyak oarng kemudian dikurangi, dan akhirnya adalah kemandirian.6. Kemampuan KreativitasKata kreativitas (creativity) bermakna mempunyai sifat kreatif (creative) yang berasal dari kata to create (mencipta). Berdasarkan etimologi kemampuan kreativitas berarti kemampuan menciptakan sesuatu (ide-cara-produk) yang baru. Jadi, konotasi kreativitas berhubungan dengan sesuatu yang baru yang sifatnya orisinal.Kajian kreativitas merupakan kajian yang kompleks sehingga bisa menimbulkan berbagai pandangan-pendapat, tergantung dari sisi mana mereka membahasnya dan teori yang menjadi acuannya. Kemampuan kreativitas menurut Munandar (dalam Reni, A, 2001) berkenaan dengan tiga hal, yaitu mengkombinasi, memecahkan masalah, dan operasional. Kemampuan mengkombinasi berdasarkan data atau unsur-unsur yang ada, kemampuan memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ada menemukan keragaman solusi dengan penekanan pada aspek kualitas dan efektivitas, kemampuan operasional berdasarkan pada \aspek kelancaran-keluwesan-orisinalitas.Ausubel (dalam Hamalik, 2002) kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Aspek lain dari kreativias adalah kemampuan berpikir divergen, yaitu meliputi orisinalitas, fleksibilitas, kualitas, dan kuantitas. Maltzman (dalam Hudoyo), 2000) menambahkan bahwa kreativitas dapat dibentuk dan dilatih dalam proses pembelajaran yang berprinsip pada konstruksivis, melalui penyelidikan, konjektur, penemuan, dan generalisasi. Thorrance (dalam Hamalik, 2002) kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan siap dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian muncullah beragam alternatif solusi. Sejalan dengan itu, Gagne (dalam Ruseffendi, 2001) kreativitas akan muncul pada diri individu bila ada tantangan baru yang solusinya tidak rutin.Ditinjau dari segi kemampuan aktivitas otak dalam kaitannya dengan kreativitas, ternyata potensi tersebut memang telah tersedia. Buzan (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa otak mengolah informasi dalam bentuk hubungan fungsional antar konsep, berupa peta konsep, sehingga terjalin kaitan antar konsep yang satu dengan konsep lainnya. Inilah yang dimaksud dengan struktur kognitif dari Piaget (dalam Erman, 2001) di mana skemata baru akan terbentuk dalam sistem kerja otak dan terkait dengan skemata lain yang sudah terbentuk. Dengan pola sepeti ini, proses belajar siswa diusahakan agar tidak hanya berasimilasi (menyerap pengetahuan) akan tetapi dikombinasikan dengan akomodasi (mengkonstruksi pengetahuan). Kemampuan otak dalam memproses informasi tersebut, sebagai potensi individu -anugrah dari Alloh Swt, Buzan (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa otak dapat memproses informasi sebanyak 600 –800 kata permenit. Dengan kemampuan otak yang begitu hebat, patut kita syukuri dengan memanfaatkannya dalam kegiatan positif, yaitu dengan cara belajar pada setiap situasi untuk membekali diri. Jika tidak, dan dibiarkan menganggur, maka otak dengan sendirinya akan bekerja pada hal-hal yang kurang bermanfaat seperti berangan-angan dan melamun.Selanjutnya Munandar (dalam Reni A, 2001) mengemukakan bahwa ciri-ciri kemampuan kreativitas adalah sebagai berikut:

a. Aptitude; berpikir lancar yang menyangkut keragaman (gagasan, saran, pertanyaan, jawaban), kelancaran komunikasi, kecepatan bekerja, melihat kekurangan; berpikir luwes yang menyangkut menghasilkan keragaman (gagasan, jawaban, pertanyaan, sudut pandang, alternatif, interpretasi, aplikasi, pertimbangan, arah pikir); berpikir rasional (ungkapan baru-unik, kombinasi inovatif, cara inovatif, generalisasi); ketrampilan elaborasi (mengembangkan gagasan, merinci objek, merinci solusi, memiliki rasa estetika, menyempurnakan); ketrampilan menilai (menentukan patokan, mengambil keputusan, pertimbangan, merancang, dan kritis).

Page 23: 6_Kreativitas All About

b. Afektif; kuriositi, rasa ingin tahu (perhatian, kepekaan, pertanyaan, dorongan, keberanian, bereksperimen); imajinatif (membayangkan, meragakan, meramalkan, cermat); tertantang (terdorong, tertarik, keterlibatan, mandiri, ulet, mencoba), berani ambil resiko ( tahan kritik, tidak ragu, bertahan pendapat, mengakui kesalahan, menerima tugas, keyakinan); menghargai (arahan, bimbingan, pendapat, hak, kewajiban, prestasi, eksistensi, sejawat-siapapun, kebebasan, kesempatan)

Pengembangan kreativitas siswa bisa dilakukan dengan cara memberikan bimbingan dalam memecahkan masalah melalui klasifikasi, brainstorming, dan ganjaran.7. Pembelajaran BerpuisiPembelajaran berpuisi pada kalimat di atas dimaksudkan sebagai pembelajaran yang berkenaan dengan menulis puisi dan mempresentasikannya, dua hal yang tidak terpisahkan karena orientasi dari pembelajaran adalah kompetensi berpuisi. Jadi konotasinya adalah kemampuan siswa dalam praktek, dengan penekanan pada aspek kinerjanya. Dalam pembelajaran ini, siswa kelas V SD tidak perlu penekanan secara teori tentang istilah-istilah dalam berpuisi akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana praktek membuat dan mempresentasikan puisi, yang materinya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari, dengan menggunakan pembendaharaan kata yang luas, susunan kata-kalimat yang logis, gaya bahasa yang tepat, dan memuat unsur esensial puisi yaitu rima, ritme, diksi, larik, amanat, irama, dan tipografi.Pada pertemuan pertama, setelah pembukaan pembelajaran, dengan memotivasi dan apersepsi tentang materi puisi pada semester ganjil, guru membacakan contoh puisi (diambil dari buku sumber) kemudian siswa menanggapinya melalui tanya jawab lisan. Selanjutnya guru melaksanakan pembelajaran, dalam hal ini aspek bimbingan guru masih dominan, sehingga model yang digunakan adalah pembelajaran langsung dengan metode tanya-jawab teknik probing-prompting. Namun demikian, dengan penggunaan model ini aktivitas siswa tetap tinggi melalui kegiatan investigasi (penyelidikan), konjektur (menduga), inkuri (menemukan), brainstorming (urun pendapat), dan konstruksivis (membangun konsep). Mereka secara bersama menyusun suatu puisi yang kemudian mencoba mempresentasikannya dengan improvisasi dan apresiasi masing-masing.Sintaks pembelajaran tersebut adalah:

a. Kegiatan PendahuluanMemfokuskan perhatian dan memotivasi siswa, apersepsi, informasi kompetensi dasar, manfaat materi bahan ajar, serta rencana aktivitas pembelajaran.

b. Kegiatan IntiGuru memperlihatkan setangkai bunga melati yang masih segar kepada seluruh siswa, kemudian serangkaian pertanyaan diajukan secara teratur kepada seluruh siswa berkenaan dengan bunga melati tersebut. Misalnya, siapa yang tahu nama bunga ini ? siswa menjawab serempak dan guru memintanya kepada seorang siswa dan menuliskannya di papan tulis. Kemudian guru memberikan probing (pertanyaan menggali), apa yang engkau ketahui tentang bunga melati ini ? (mungkin siswa merenung atau bingung dalam memberikan jawabannya, karena pertanyaan tersebut sangat terbuka), kemudian guru memberikan prompting dengan pertanyaan bimbingan-terarah-fokus, apa warnanya ?, bagaimana baunya ?, bagaimana ukurannya ?, di mana tumbuhnya ? apa manfaatnya ? apakah semua orang menyenanginya ? , dan semacamnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya tidak diberikan sekaligus, namun secara berkala tergantung jawaban siswa pada pertanyaan sebelumnya. Pemberian teknik probing-prompting dilakukan fleksibel sehingga siswa terarah-terbimbing-tergali pengetahuannya. Semua jawaban siswa dituliskan pada papan tulis.Kemudian dengan pengarahan dari guru siswa dibimbing untuk menghaluskan dan menyempurnakan jawaban-jawaban siswa pada papan tulis, dengan cara memberi jiwa pada kalimat-kalimat yang telah ditulis dan diberi hiasan kata-kalimat estetika, yaitu dengan menganggap bahwa bunga melati itu sesuatu yang hidup, dengan cara menyebutnya menggunakan kata ‘engkau’. Target hasil penyempurnaan jawaban siswa yang tertulis pada papan tulis, melalui serangkaian tanya jawab yang sifatnya menggali, terarah, dan terbimbing adalah sebuah puisi seperti berikut ini.MELATIMelati, engkau bertubuh kecil tetapi engkau mungil menarik hatiengkau berwarna putih bersih dan berbau harum mewangidi mana engkau berada selalu menambah asridi mana engkau tinggal selalu menebar harum pada sekitarkepada engkau setiap orang senang dan sayang……………..Melati, aku ingin jadi sepertimumeski aku masih kecil aku ingin menarik hatipikir dan hati ini ingin putih bersih sepertimunamaku ingin pula harum mewangidi mana aku berada aku ingin disenangidi mana aku tinggal aku ingin bergunaaku ini disayangi setiap orangSetelah puisi tersebut jadi, kemudian guru mendeklamasikannya dengan penuh improvisasi, dengan intonasi dan ritme yang menggugah jiwa, sehingga kata demi kata, baris demi baris, jiwa puisi itu meresap masuk ke dalam akal dan rasa mereka (siswa). Selanjutnya, setelah jeda sebentar, setelah siswa mencermati jiwa puisi tersebut, guru memberi kesempatan kepada beberapa siswa untuk mendeklamasikannya bergiliran.

Page 24: 6_Kreativitas All About

Kemungkinan lain guru menugaskan siswa untuk membayangkan tentang benda yang paling banyak disenangi oleh kebanyakan orang termasuk siswa, misalkan ‘televisi’. Dengan teknik probing-prompting melalui brainstorming seperti di atas, dengan menganggap diri mereka sebagai televisi, jadi sebutannya sekarang bukan ‘engkau’ melainkan ‘aku’, guru mengarahkan siswa untuk menulis puisi seperti berikut ini.SIAPAKAH AKU ?Aku bukan asli Indonesiajadi bukan suku Jawa ataupun Sundatapi kebanyakan orang kepadaku merasa sukahingga aku sering ikut berkumpul bersama merekaAku punya tentang segala beritaaku punya tentang segala ilmu pengetahuanaku bisa menghibur dengan segala caradan aku bisa memberi tontonan dan tuntunanHanya sayangterkadang aku merasa kasihanpenggemarku seringkali keterlaluanmereka lupa bekerja dan lupa belajarmereka sungguh terlalumeski malam telah terlampau larutpadahal mata telah terkantuktak tahu waktu mau terus bersamaku……….Aku bukan wanita bukan pula lelakiaku hanyalah hasil produksiaku hasil karya canggih abad inimanusia menyebutku televisiDari puisi yang telah dibuat bersama (mungkin tidak persis-tepat seperti di atas), guru membahas puisi tersebut tentang contoh-contoh dari istilah dasar puisi, seperti tema,gaya bahasa, rima, ritme, diksi, larik, tipografi, amanat, dan irama. Begitu pula dalam presentasinya di kenalkan mana yang disebut dengan apresiasi, improvisasi, intonasi, penjiwaan, imajinasi, gerak, mimik, dan jeda-tempo.

c. Kegiatan PenutupGuru kembali bertanya-jawab dengan siswa untuk menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada hari itu sekaligus mangadakan refleksi, kemudian memberikan arahan untuk menyiapkan kegiatan pada pertemuan yang akan datang dan memberikan tugas untuk menulis puisi dengan tema (judul) benda dari dalam atau sekitar rumah (permainan) mereka.Dari kegiatan tersebut, secara implisit indikator-indikator pembelajaran kontekstual terakomodasi dan terlaksana.Pada kegiatan pembelajaran pertemuan berikutnya, sajian pelajaran menggunakan model koperatif. Pada pertemuan kedua dan ketiga dengan koperatif tipe STAD dengan sintaks (erman, 2004): pengarahan, sajian guru secara klasikal, buat kelompok 4-5 siswa, berikan bahan belajar (LKS), siswa berdiskusi-bekerja kelompok, presentasi hasil kelompok dan diskusi kelas, refleksi pelaksanaan pembelajaran, kuis individual, penghargaan pada kelompok/individu, buat skor kemajuan belajar siswa, tindak lanjut. Rencana tema (judul) puisi pada pertemuan kedua adalah tentang ‘buku’ dan pada pertemuan ketiga tentang ‘pensil’. Pada pertemuan keempat dan kelima menggunakan tipe koperatif lain yaitu TPS dengan sintaks: pengarahan, sajian guru secara klasikal, berikan bahan belajar (LKS), siswa berdiskusi-bekerja kelompok secara berpasangan 2 orang siswa pada satu meja (think-pairs), presentasi hasil kelompok dan diskusi kelas (share), refleksi pelaksanaan pembelajaran, kuis individual, penghargaan pada kelompok/individu, buat skor kemajuan belajar siswa, tindak lanjut. Rencana judul puisi pada pertemuan keempat adalah tentang ‘guru’ dan pada pertemuan kelima tentang ‘ibu’.Pada pertemuan keenam diadakan evaluasi hasil belajar (post-test) dengan cara guru menugaskan siswa untuk membuat puisi yang berjudul ‘air’, semua siswa membuat puisi dengan judul yang sama. Evaluasi ini tidak bersifat pengetahuan melainkan kemampuan menulis dan mempresentasikan puisi, sesuai dengan amanat kurikulum.Perlu dicatat bahwa, pada akhir pertemuan kesatu-kedua-ketiga siswa ditugaskan untuk melatih diri menulis puisi dengan judul dibuat sendiri dari lingkungan kehidupannya secara berkelompok, pada akhir pertemuan keempat-kelima tugas yang serupa yang dikerjakan secara individu. Aktivitas pemblajaran tidak perlu selalu dilakukan di dalam ruang kelas, bisa juga dilaksanakan di halaman sekolah atau tempat lain yang memungkinkan. Penilaian proses dilakukan terhadap aktivitas siswa (menulis dan mempresentasikan) serta portofolio berupa hasil karya siswa, sebagai reward hasil karya siswa ditempel pada dinding kelas.8. Hipotesis TindakanBerdasarkan kajian teori yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, ternyata bahwa pendekatan kontekstual dapat membelajarkan siswa secara optimal, karena semua komponen dari CTL, yaitu daily life, modeling, questioning, inquiry, constructivism, learning community, authentic assessment, dan reflection dalam suasana kondusif, nyaman dan menyenangkan, bisa membangun kecerdasan siswa secara utuh yaitu IQ, EQ, maupun SQ. Kondisi ini seraca langung akan mempengaruhi kemampuan kreativitas siswa, sehingga hipotesis penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

a. Implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi

Page 25: 6_Kreativitas All About

b. Implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi

c. Sebagian besar unsur-unsur dasar (indikator) dalam menulis dan mempresentasikan puisi dapat diungkapkan oleh siswa

d. Pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual sangat baik (positif)

9. Metodologi Penelitiana. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V tahun ajaran 2006-2007, di lingkungan SD Cangkuang II kecamatan Dayeuhkolot kabupaten Bandung, yang berlokasi di desa Cangkuang Kulon sebanyak 37 orang. Karakteristik siswa di Lingkungan sekitar sekolah tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan pekerjaan orang tua pada umumnya adalah pegawai negeri, pegawai swasta, dan wiraswasta-pedagang kecil. Siswa lulusan SD Negeri Cangkuang dan pada umumnya menjadi siswa di SMP Negeri dan Swasta sekitar daerah jalan Cibaduyut, Palasari, Kopo, dan Sukarno Hatta, tapi banyak juga yang tidak melanjutkan studi karena alasan ekonomi orang tua.

b. Metode PenelitianMetode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan tindakan berupa pelaksanaan pendekatan kontekstual, yang merupakan suatu inovasi pembelajaran yang sama sekali belum pernah diterapkan pada pembelajaran di SD Cangkuang II kecamatan Dayeuhkolot kabupaten Bandung.

c. Instrumen PenelitianInstrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu instrumen pelaksanaan penelitian (pembelajaran) dan instrumen pengumpul data hasil penelitian. Instrumen pelaksanaan pembelajaran terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 5 kali pertemuan @ 2 jam pelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS), sedangkan instrumen pengumpul data berupa Instrumen kinerja siswa berkenaan dengan kemampuan kreativitas dalam menulis dan mempresentasikan puisi. Instrumen ini memuat penilaian terhadap komponen-indikator kreativitas pada penulisan dan presentasi puisi. Skor penilaian yang digunakan adalah cara yang lazim dilakukan di SD, yaitu skala 0 –10. Instrumen pengumpul data penelitian yang lain adalah berupa angket untuk mengetahui pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pembelajaran berpuisi.10. Hasil PenelitianSetelah data terkumpul melalui observasi dan angket, ternyata semua hipotesis yang diajukan dapat diterima, hal ini berarti bahwa:

a. Implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam menulis puisi. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan pemeriksaan hasil karya tulisan puisi dengan aspek kemampuan kreativitas menulis puisi, yaitu perbendaharaan kata, gaya bahasa, tema, rima, diksi, tipografi, amanat, irama, imajinasi dan ilusi pada setiap pertemuan menunjukkan nilai rerata yang makin meningkat.

b. Implementasi pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dalam mempresentasikan puisi . Hal ini terlihat dari hasil observasi pada presentasi-penampilan dalam setiap pertemuan dengan aspek kemampuan kreativitas dalam presentasi puisi, yaitu kepercayaan diri, kekuatan penjiwaan, kejelasan lafal kata-kalimat, intonasi, ekspresi, apresiasi, gerak fisik, mimik muka, pengendalian diri, dan penggunaan media menunjukkan nilai rerata yang makin meningkat.

c. Sebagian besar unsur-unsur dasar (indikator) dalam menulis dan mempresentasikan puisi dapat diungkapkan oleh siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil karya tulis puisi dan observasi pada kegiatan menulis dan presentasi puisi hasil karya siswa di kelas menunjukkan makin lengkapnya unsur puisi yang terkandung pada hasil karya siswa.

d. Pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran berpuisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual sangat baik (positif). Hal ini terlihat dari hasil angket yang diisi oleh siswa, dengan pengolahan data menggunakan skala Likert, mempunyai nilai rerata 4,6 jadi mendekati nilai sangat baik (5)

11. RekomendasiPembelajaran puisi yang sebelumnya dengan menggunakan pembelajaran ekspositori (ceramah bervariasi) kurang diminati oleh siswa, hal ini terlihat dari keengganan dan keslulitan mereka untuk menulis dan mempresentasikannya. Dalam menulis pada umumnya buntu pemikiran sedangkan pada presentasi terasa hambar tidak dijiwai, apalagi bila ditinjau secara detail berkenaan dengan unsur-unsur puisi. Ternyata dengan penggunaan pendekatan kontekstual yang dimulai dengan dunia empirik siswa secara aktual, dengan objek puisi diambil dari dunia siswa sehari-hari, meskipun pada mulanya belum terbiasa lama kelamaan secara bertahap, lambat laun siswa menunjukkan gairah belajar yang meningkat. Hal ini ditandai dengan makin lengkapnya unsur puisi yang muncul, makin dijiwainya pada waktu presentasi sehingga unsur seninya makin tampak. Hal yang lebih penting lagi, suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan dapat tercipta, kecerdasanintelektual , emosional, dan spiritual siswa dapat ditumbuhkembangkan secara optimal.Dari pengalaman tersebut, penulis yakin dengan mengimplementasikan pendekatan konstekstual untuk mata pelajaran lainpun akan memiliki nilai lebih dan positif, meskipun pada tahap awal akan ada kendala. Hal ini biasa karena mengubah suatu kebiasaan perlu waktu dan kesabaran, secara bertahap akan menjadi lebih baik. Insya Alloh.

Daftar Pustaka

Page 26: 6_Kreativitas All About

Ary Ginanjar A. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, ESQ, Jakarta: Penerbit Arga.Depdiknas (2003). Kurikulum 2004; Standar Kompetensi Kelas V Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Puskur Dit PTK-SDDepdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning.Jakarta: Direktorat PLPErman, S. Ar. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika. Bandung: LPMP Jawa Barat.Erman, S.Ar, dkk. (2001). Common Text Book, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-FPMIPA UPIErman, S.Ar. (2002). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.Hamalik, Oemar (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.Jakarta: Bumi Aksara.Maulana, Soni Farid (2004). Menulis Puisi Satu Sisi. Bandung: Pustaka Khalifah.Maman Sulaeman, Maman (2006). Analisis Struktur Karya Satra Fiksi. Bandung: Uninus.Ruseffendi, ET (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang.Sudjana (1980) Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.Suharsimi Arikunto (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.Sumber: Educare: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 5, No. 2

Page 27: 6_Kreativitas All About

Peranan Orangtua dalam Pengembangkan Kreativitas

Dalam lingkungan anak, orangtualah yang menjadi tokoh terdekat. Anak dilahirkan dari pasangan orangtua yang kemudian merawat, mendidik, serta memberikan kasih sayang kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bilamana anak mencontoh orangtuanya an menganggap mereka sebagai tokoh yang paling baik, setidaknya sampai mereka mulai memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas. Apapun bentuk perilaku yang ditunjukkan orangtua pada anaknya akan berdampak pada kepribadian anak (Faw dan Belkin,1989). Selain itu, keluarga tetaplah merupakan sekolah utama di tengah masyarakat yang akan menghasilkan individu-individu yang mandiri serta kreatif, yang siap menghadapi cobaan-cobaan hidup (Ikeda,1978).

Menurut Amabile (1989), dalam keluarga yang kreatif, orangtua terlibat secara intelektual dalam proses perkembangan anak-anaknya. Mereka berdiskusi mengenai berbagai hal, bertanya, berasumsi, menyelidiki, dan mengeksplorasi. 

Pada umumnya, rumah yang kreatif adalah rumah di mana anak dan orang dewasa yang ada di dalamnya memiliki ‘kebiasaan-kebiasaan kreatif’. Mereka selalu mempertanyakan apa yang dilihat, berusaha menemukan cakrawala baru dalam menjawab suatu persoalan, berusaha menemukan cara baru untuk melakukan apapun yang mereka lakukan.

Amabile (1989) juga memberikan beberapa garis umum bagi orangtua untuk pengembangan kreativitas anak di rumah, yaitu:KebebasanOrangtua yang memberikan kebebasan pada anak, orangtua yang seperti ini menjauhi sikap yang otoriter, tidak selalu mengendalikan anak-anaknya serta tidak merasa cemas dengan apa yang dilakukan oleh anaknya.Rasa hormatAnak yang kreatif umumnya memiliki orangtua yang menghargai dan menghormati keberadaan mereka sebagai individu. Orangtua dapat menunjukkan keyakinan atas kemampuan anak-anaknya dan percaya akan keunikan anaknya. Anak-anak ini secara alami akan mengembangkan rasa percaya diri serta dapat bersikap orisinal.Kedekatan emosional yang secukupnyaKeluarga dengan anak yang kreatif pada umumnya tidak memiliki hubungan emosional yang terlalu dekat. Bahkan pada umumnya hubungan antara anak dan orangtua agak longgar. Kuncinya adalah sikap yang tidak terlalu berlebihan sehingga anak tidak terlalu tergantung pada orangtua, namun di lain pihak mereka perlu mengetahui bahwa mereka dicintai serta diterima oleh orangtuanya.Nilai dan bukan peraturanOrangtua dari anak-anak yang kreatif tidak terlalu menjejali peraturan pada anak-anaknya dibandingkan dengan orangtua dari anak-anak yang tidak begitu kreatif. Peraturan yang diterapkan bersifat lebih mendasar dan khusus, misalnya dalam jumlah jam belajar, kebebasan yang menekankan agar anak tidak mengancam kebebasan oranglain, namun yang pasti adalah diperlukannya peraturan yang spesifik. Anehnya, banyak orangtua dari keluarga yang kreatif merasa bahwa mereka tidak mempunyai masalah apapun sehubungan dengan upaya penegakkan disiplin anak.

Page 28: 6_Kreativitas All About

Prestasi dan bukan angkaOrangtua dari anak-anak kreatif menilai tinggi prestasi anak. Mereka mendorong anak-anaknya untuk tampil sebaik mungkin dan mencapai hal-hal yang baik. Namun di pihak lain, mereka tidak menekankan perlunya anak memperoleh angka yang baik di rapornya. Dalam sebuah studi yang dilakukan untuk melihat perbedaan antara ‘anak-anak kreatif’ dan orangtua ‘anak-anak yang tidak begitu kreatif’, tampak bahwa orangtua anak-anak yang kreatif menilai bahwa memperoleh nilai yang tertinggi di kelas serta mempunyai IQ yang tingi, tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan imajinasi dan kejujuran.Kemandirian, orangtua aktifSebagai orangtua, sikapnya terhadap diri sendiri merupakan hal yang perlu diperhatikan karena ia menjadi model utama bagi anaknya. Mereka umumnya memiliki beragam jenis minat baik di dalam maupun di luar rumah tangga.Menghargai kreativitasAnak-anak kreatif pada umumnya merasa bahwa orangtua mereka sangat mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang kreatif, dan orangtua mereka sangat senang melihat anak-anaknya menampilkan kreativitas. Dalam keluarga yang kreatif, orangtua mengolah kreativitas anak-anaknya dengan les, peralatan dan pengalaman baru yang menarik.VisiOrangtua dari anak-anak yang kreatif mengekspresikan visi yang jelas mengenai anaknya sebagai individu yang mandiri, dengan hak untuk dihargai dan dikasihi, yang dapat diharapkan mampu menunjukkan sikap yang bertanggungjawab jika dituntut demikian. Selain itu, mereka juga dilihat mampu untuk melakukan hal-hal yang luar biasa, kreatif, dengan bakat serta skill apapun yang mereka miliki.Rasa humorSalah satu aspek yang secara potensial juga penting adalah kemampuan menertawakan kejadian-kejadian, situasi-situasi tertentu ataupun diri sendiri. Hasil penelitian menemukan bahwa anak-anak yang kreatif berasal dari keluarga yang dalam interaksi sesama anggota keluarganya selalu dipenuhi oleh humor. Dalam keluarga-keluarga yang seperti ini, selalu ada ‘lelucon-lelucon tetap’ ataupun permainan-permainan lucu.

Dari uraian diatas tampak di sini besarnya peran orangtua dalam menumbuhkan minat dan kreativitas anak. Dimana orangtua terlibat dalam proses perkembangan anaknya dan senantiasa menjadikan rumah sebagai sarana pengembangan kreativitas tanpa batas.    (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/peranan-orangtua-dalam-pengembangkan.html diunduh tanggal 17 Mei 2013)

Page 29: 6_Kreativitas All About

Ciri-Ciri Perilaku Kreatif

Perilaku kreatif memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan perilaku yang umum. Perilaku kreatif seakan-akan “abnormal” karena terkadang tidak lazim ada pada lingkungan tertentu. Hal ini yang membuat, orang kreatif mendapat stigma “gila”. Tetapi, stigma ini akan menghilang jika sebuah perilaku kreatif sudah menjadi kebiasaan dalam suatu masayarakat tertentu.

Banyak ahli yang sudah merumuskan ciri-ciri perilaku kreatif. Di bawah ini akan dijelaskan satu-persatu.Ciri-ciri perilaku kreatif yang dikemukakan oleh Torrence (dalam Utami Munandar, 1988) adalah:

1. Berani dalam pendirian, berarti ia berani mempertahankan pendiriannya meskipun tidak sama dengan kebanyakan orang.

2. Memiliki sifat ingin tahu3. Mandiri dalam berpikir dan menilai sesuatu4. Menjadi orang yang berpikir dengan tugas-tugasnya5. Bersifat intuitif atau mendasarkan pada gerak hati dalam pemenuhan

kebutuhan6. Orang yang teguh7. Tidak mudah menerima penilaian dari orang lain, meskipun banyak orang

yang menyetujuinya.Sedangkan Guilford (dalam Munandar, 1988) mengemukakan ciri-ciri individu yang kreatif ditentukan dari:

1. Flexibility, yaitu bagaimana keterbukaan seseorang pada gagasan baru, pengalaman dan kemampuan menggabungkan ide (dengan evaluasi mingguan, bulanan, tahunan)

2. Fluency, yaitu bagaimana seseorang menuangkan ide -ide kreatif secara lancar (dengan cara memusyawarahkan ide-ide dengan karyawan)

3. Redefinition, yaitu kemampuan seseorang dalam merespon sesuatu yang unik (seperti seorang pimpinan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh karyawan ataupun keluarga karyawan.

Page 30: 6_Kreativitas All About

4. Originality, yaitu kemampuan seseorang dalam menangkap esensi dari informasi yang ditampilkan dalam bentuk figura/yang tertuang dalam judul karya (memberikan bonus apabila karyawan memiliki prestasi kerja)

5. Elaboration, yaitu kemampuan memperluas ide serta kemampuan asosiatif untuk mengolah stimulus abstrak menjadi nyata.

Sementara itu dinyatakan oleh Utami Munandar (1988) bahwa karakteristik orang kreatif berdasarkan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Orang yang bebas dalam berpikir2. Orang yang memiliki daya imajinasi3. Bersifat ingin tahu4. Ingin mencari pengalaman baru5. Mempunyai inisiatif6. Bebas dalam mengemukakan pendapat7. Memiliki minat yang luas dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat8. Memiliki kepercayaan pada diri sendiri yang cukup besar.9. Tidak mau menerima pendapat orang lain begitu saja10. Tidak pernah bosan, dalam arti jarang putus asa dan akan selalu mencoba

lagi sampai dapat memecahkan masalahnya.Dari uraian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri perilaku kreatif antara lain:

1. Berani dalam berpendirian, yaitu individu yang memiliki keberanian untuk menyatakan dan mempertahankan pendapat, yang diyakini kebenarannya meskipun bertentangan dengan sebagian besar orang lain.

2. Tidak pernah berputus asa, yaitu orang yang tidak pernah bosan untuk mencoba dan mencoba lagi, sampai ia dapat menemukan jawaban masalahnya atau dapat memecahkan masalah yang dilakukan.

3. Mempunyai inisiatif, yaitu orang yang selalu tampil di depan dalam menghadapi persoalan dan tidak pernah ragu untuk memulai sesuatu dimana orang lain ragu melakukannya serta selalu menjadi pencetus dalam pemecahan masalah.

4. Menyukai pengalaman baru, yaitu orang yang suka mencari pengalaman untuk menambah wawasan dan pengetahuan serat menyukai tantangan yang menguji kemampuan.

5. Mempunyai daya cipta, yaitu orang yang mempunyai ide -ide serta mampu mewujudkan dalam perilaku dan mampu menciptakan hal-hal dan suasana baru dalam interaksinya dengan lingkungan.

6. Mempunyai minat luas, yaitu orang yang tertarik dalam berbagai hal dan berusaha menguasainya sebisa mungkin.

7. Memiliki rasa percaya diri, yaitu orang yang memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya bekerja sendiri, bersikap optimis dan dinamis.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/ciri-ciri-perilaku-kreatif.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 31: 6_Kreativitas All About

KREATIVITAS DAN INOVASI GURU DALAM PEMBELAJARAN9 Juni 2010 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·

Beberapa Konsep DasarA. Pengertian InovasiInovasi adalah an idea, practice or object that perceived as new by an individual or other unit of adoption.Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa  ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997 : 381) Inovasi diartikan sebagai penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, misalnya gagasan, metode atau alat.Menurut Peter Drucker (1997 : 84), innovation as “change that creates a new dimention of performance”. Inovasi sebagai suatu perubahan yang menimbulkan dimensi baru dalam penampilannya.Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, inovasi merupakan sebuah temuan baru baik dalam bentuk ide, barang atau jasa yang berbeda dari sebelumnya dalam lingkun gan tertentu, dalam arti kreasi, dimensi dan penampilannya. Kemudian temuan baru itu diproses, dikenalkan secara sistematis dengan maksud agar dimilii oleh individu lain supaya terjadi perubahan, sehingga perubahan hasil inovasi tersebut menjadi kepuasan pada pihak yang menggunakannyaB. Pengertian KreativitasBeberapa pengertian kreativitas  :Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak dibuat oleh orang lain, sesuatu yang baru dan memiliki daya gunaKreativitas adalah membuat sesuatu yang abstrak menjadi nyata, sesuatu yang potensial menjadi aktualKreativitas adalah kombinasi dari tiga hal, yaitu :

o Penalaran (thinking)o Kecakapan (skills)o Motivasi

Kreativitas adalah orisinalitas, artinya bahwa produk, proses, atau orangnya, mampu menciptakan sesuatu yang belum diciptakan oleh orang lain. Kreativitas juga dapat dispesifikkan dalam dunia pendidikan, yang dinamakan oleh Torrance dan Goff (1990) sebagai kreativitas akademik (academic creativity), Kreativitas akademik ini menjelaskan cara berpikir guru atau siswa dalam belajar dan memproduksi informasi. Berpikir dan belajar kreatif memuat kemampuan untuk mengevaluasi (kemampuan untuk menangkap akar masalah, ketidakkonsistenan dan elemen yang hilang), berpikir divergen (fleksibilitas, originalitas dan elaborasi) dan redefinisi. Belajar secara kreatif adalah hal yang alami karena berkaitan sifat manusia yang selalu ingin tahu. Psikologi belajar telah menunjukkan bahwa individu yang menghadapi hal baru akan mengalami ketidakseimbangan dalam dirinya. Dengan demikian peluang untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut secara kreatif terbuka bagi semua orang.Kreativitas tidak selalu dimiliki oleh guru berkemampuan akademik dan kecerdasan yang tinggi. Hal ini dikarenakan kreativitas tidak hanya membutuhkan keterampilan dan kemampuan, kreativitas juga membutuhkan kemauan atau motivasi. Keterampilan, bakat, dan kemampuan tidak langsung mengarahkan seseorang guru melakukan proses kreatif tanpa adanya faktor dorongan atau motivasi. Apakah perbedaan antara kreativitas dan inovasi? Inovasi dapat diartikan sebagai proses penyempurnaan produk atau proses yang sudah ada. Negara Jepang adalah negara yang inovatif karena terus menerus menciptakan beragam produk otomotif, elektronik atau industri yang menguasai pasar dunia. Negara Inggris dan Jerman adalah negara yang kreatif karena banyak ilmuwan mereka banyak memenangkan hadiah Nobel. Kreativitas adalah jantung dari inovasi. Tanpa kreativitas tidak akan ada inovasi. Semakin tinggi kreativitas, jalan ke arah inovasi semakin lebar pula.C. Konsep dan Makna Pembelajaran

Page 32: 6_Kreativitas All About

Istilah pembelajaran digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Menurut Gagne, Briggs dan Wager (1992) yang diungkap Paulina Panen (1999,1.5) , ”pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”.Konsep Pembelajaran menurut Corey, yang diungkap Syaiful Sagala (2003 : 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau mengahasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset dari pendidikan.Kegiatan pembelajaran adalah merupakan perpaduan antara aktivitas belajar dengan aktivitas mengajar. Menurut Teori Gestalt, yang diungkap E. Kusmana Pachrudin (1985 : 3 ) menyatakan : “ Belajar adalah proses interkasi antara berbagai potensi yang ada dalam diri siswa dengan aneka potensi yang datang dari guru, siswa lainnya,  fakta-fakta yang dihadapinya, konsep-konsep yang diketahuinya serta lingkungan yang melandasi proses belajarnya”.Berdasarkan pengertian belajar tersebut maka kegiatan mengajar harus diberi makna sebagai aktivitas yang dilakukan guru dalam menyiapkan berbagai konsep, fakta, masalah dan lingkungan belajar yang akan sanggup memberi kemudahan kepada potensi yang ada pada diri siswa sebagai subyek ajar dalam mencapai tujuan belajarnya.Kegiatan pembelajaran tidak hanya berlangsung dalam konteks tatap muka antara guru dan siswa di dalam kelas, interaksi siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara phisik. Siswa dapat belajar melalui bahan ajar cetak, modul, buku, LKS, program radio, program televisi atau media lainya. Tentu saja guru tetap memainkan peranan penting dalam merancang setiap kegiatan pembelajaran.Dari pengertian diatas, kita dapat mengetahui bahwa ciri utama pembelajaran adalah meningkatkan dan mendukung proses belajar siswa, sedangkan ciri lainnya adalah adanya interaksi. Interaksi tersebut terjadi antara siswa yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, siswa lainnya, tutor, media atau sumber belajar lainnya. Ciri lainnya adanya saling keterkaitan antara komponen-komponen seperti tujuan, materi, kegiatan dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan/kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu. Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang dianggap esensi yang harus dibahas dalam pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan pembelajaran mengacu pada penggunaan metode, model dan media dalam rangka membahas materi sehingga siswa menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Evaluasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menilai keberhasilan pembelajaran. Baik materi,  kegiatan maupun evaluasi dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran.Sedangkan Syaiful Sagala (2003 : 63 ) mengatakan “Pembelajaran mempunyai dua karakteristik  yaitu Pertama , dalam proses pembelajaran melibatkan mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh npengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.D. Prinsip Prinsip PembelajaranBelajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Oleh karena itu, guru perlu memberikan motivasi kepada siswa , untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan kemampuan yang dimilikinya dalam membangun ide , gagasan. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberikan kemudahan belajar, agar proses belajar lebih memadai. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong terjadinya prakarsa, motivasi belajar pada peserta didik.Oleh karena itu dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip pembelajaran berikut ini :1) Berpusat pada siswa, Kegiatan belajar yang memusatkan perhatian pada siswa diindikasikan oleh tingginya perhatian terhadap keragaman yang dimiliki siswa, baik keragaman kemampuan, bakat, minat, sikap maupun latar belakang ekonomi, sosial dan keluarga.2)    Melibatkan siswa secara aktif,  Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar. Oleh karena itu kegiatan belajar harus dirancang yang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif, aktif mendengar, aktif melihat, aktif bertanya, aktif menemukan informasi, aktif melakukan dan aktivitas lainnya yang memungkinkan terjadi perubahan pada diri siswa.Mel Silberman (1990;2) menyatakan :“Apa yang saya dengar, saya lupa.Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.Apa yang saya dengan, lihat dan tanyakan atau diskusikan denganbeberapa teman lain, saya mulai paham.Apa yang saya dengan, lihat dan tanyakan atau diskusikan dan lakukan ,saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan.Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai.

Page 33: 6_Kreativitas All About

3) Belajar dengan melakukan (learning by doing), Siswa tidak hanya dicekoki dengan sejumlah informasi, tetapi harus lebih banyak diberi kesempatan, tantangan untuk menerapkan, mempraktekan konsep atai teori yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari.4) Mengembangkan kemampuan sosial, Pemahaman siswa dalam penguasaan kompetensi akan lebih meningkat , apabila diberi kesempatan dan peluang untuk mengemukakan berbagai gagasannya terhadap siswa lain atau guru dengan cara berdiskusi, saling bertanya, saling menjelaskan.5) Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri dan kreatif, oleh karena itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran.6) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, Kegiatan belajar mengajar perlu dirancang agar mampu mendorong dan melatih siswa untuk mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapinya.7) Mengembangkan kreativitas siswa, Kegiatan pembelajaran perlu dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk berkreasi secara berkesinambungan8) Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, Kegiatan pembelajaran perlu dirancang agar siswa mampu mamnfaatkan ilmu dan teknologi yang terus berkembang secara dianamis.9) Menumbuhkan kesadran siswa sebagai warga negara yang baik, Kegiatan pembelajaran perlu memberikan wawasan nilai moral dan sosial yang dapat membekali siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, baik terhadap lingkungan sosialnya maupun lingkungan alamnya.10) Belajar Sepanjang Hayat, Kegiatan pembelajaran harus mampu membekali siswa dengan keterampilan yang meliputi rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama, sehingga mendorong siswa untuk terus belajar , baik formal maupun nonformal, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.E.  Dasar Peningkatan Kreativitas dan Kemampuan Inovasi pada Guru1. Pembelajaran

o Pembelajaran merupakan kegiatan pemaknaan dunia nyata secara menyeluruh dengan cara menginterpretasikan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya

o Pembelajaran sejati adalah lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan

o Belajar pada kehidupan secara nyata dan kontekstual yang memberikan kesempatan siswa untuk memecahkan masalah yang ada dengan caranya sendiri

2. Prinsip Belajar Aktifa)    Authentic/raw datab)    Siswa memiliki otonomic)    Relevan-bermakna-menarikd) Membutuhkan prior knowledgee)    Aktifitas yang menantangf) Guru sebagai fasilitator dan co-learnerg)    Social interaction and dialogueh)    Problem & evidence based learningi)      Bermacam perspektifj)      Kolaborasi-negosiasiF.  Pengertian Media PembelajaranBeberapa pengertian media pembelajaran, yaitu  :

1. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm, !982}

2. Sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, media, video, slide, dan sebagainya.

3. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat lunak.

Kreativitas dan Inovasi guru dalam PembelajaranA. Manfaat Produk Kreativitas dan Inovasi Guru dalam PendidikanDalam proses belajar dan mengajar, kreativitas dalam pembelajaran merupakan bagian dari suatu sistem yang tak terpisahkan dengan peserta didik dan pendidik. Peranan kreativitas guru tidak sekedar membantu proses belajar mengajar dengan mencakup satu aspek dalam diri manusia saja, akan tetapi mencakup apek-aspek lainnya yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Secara umum kreativitas guru memiliki fungsi utama yaitu membantu menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan efisien. Namun fungsi tersebut dapat dispesifikkan menjadi beberapa macam antara lain :1. Kreativitas guru berguna bagi peningkatan minat siswa terhadap mata pelajaran.Produk kreativitas guru diharapkan akan memberikan situasi yang nyata pada proses pembelajaran. Selama ini siswa dituntut untuk memiliki kemampuan verbalisme yang tinggi pada hal-hal yang abstrak. Verbalisme adalah hal sangat sulit sekali dan membosankan bagi siswa jika

Page 34: 6_Kreativitas All About

terus menerus dipacu di sekolah. Penerapan produk kreativitas guru misalnya berupa instrumen yang mampu mengajak siswa belajar ke dunia nyata melalui visualisasi akan mampu menurunkan rasa bosan siswa dan meningkatkan minatnya pada mata pelajaran.2.Kreativitas guru berguna dalam transfer informasi lebih utuh.Hasil inovasi berupa instrumen bantu pendidikan akan memberikan data atau informasi yang utuh, hal ini terlihat pada aktifnya indera siswa, baik indera penglihatan, pendengaran dan penciuman, sehingga siswa seakan-akan menemui situasi yang seperti aslinya. Produk kreativitas guru akan melengkapi gambaran abstrak yang sebelumnya dipahami siswa dan membetulkan pemahaman yang salah mengenai informasi yang didapatkan dari teks. Pada kasus penerapan produk kreativitas guru pada laboratorium, dengan memanipulasi objek dan situasi penelitian sedemikian rupa, maka objek dan situsi tersebut seakan-akan sesuai dengan fenomena-fenomena yang dipelajari oleh siswa.3. Kreativitas guru berguna dalam merangsang siswa untuk lebih berpikir secara ilmiah dalam mengamati gejala masyarakat atau gejala alam yang menjadi objek kajian dalam belajar.Produk kreativitas guru sangat penting dalam pengembangan kerangka berpikir ilmiah berupa langkah rasional, sistematik, dan konsisten. Hasil-hasil kreativitas guru akan merangsang siswa untuk membantu siswa dalam mengidentifikasi masalah, observasi data, pengolahan data serta perumusan hipotesis. Kegiatan tersebut tidak  hanya memperkuat ingatan terhadap informasi yang diserap, tetapi juga berfungsi sebagai pembentukan unsur kognitif yang menyangkut jenjang pemahaman.4. Produk kreativitas guru akan merangsang kreativitas siswa.Kreativitas guru dapat digunakan secara mandiri oleh siswa, dimana siswa dapat mengembangkan kreativitasnya serta imajinasi dan daya nalarnya dalam memahami materi yang diajarkan. Siswa akan memiliki kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan keunikan dalam berpikir.B. Wadah Kreativitas dan Inovasi Guru dalam PembelajaranKreativitas dan inovasi guru dapat diarahkan pada dua komponen pembelajaran di kelas, yaitu produk kreativitas dan hasil inovasi yang mendukung manajemen kelas serta hasil kreativitas dan hasil inovasi dalam bentuk media pembelajaran.1. Kreativitas dalam Manajemen KelasManajemen kelas adalah aktifitas guru dalam mengelola dinamika kelas, mengorganisasikan sumber daya yang ada serta menyusun perencanaan aktifitas yang dilakukan di kelas untuk diarahkan dalam proses pembelajaran yang baik. Dalam hal manajemen kelas, kreativitas guru dalam manajemen kelas diarahkan untuk:

o Membantu siswa di kelas dapat belajar secara kolaboratif dan kooperatifo Menciptakan lingkungan akademik yang kondusif dalam proses belajar

2. Kreativitas Guru dalam Penggunaan Media PembelajaranMedia belajar adalah alat atau benda yang dapat mendukung proses pembelajaran di kelas. Fungsi Media Belajar (1) membantu siswa dalam memahami konsep abstrak yang diajarkan, (2) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (3) Mengurangi terjadinya mis understanding, (4) Memotivasi guru untuk mengembangkan pengetahuan. Dalam hal media belajar, kreativitas guru dalam media  belajar diarahkan untuk:

1. Mereduksi hal-hal yang terlalu abstrak dalam materi belajar2. Membantu siswa mengintegrasikan materi belajar ke dalam situasi yang nyata

C. Peranan Guru Dalam meningkatkan Kreativitas SiswaSetiap orang memiliki potensi untuk melakukan aktifitas yang kreatif. Setiap siswa baru yang memasuki proses belajar, dalam benak mereka selalu diiringi dengan rasa ingin tahu. Guru pada tahap ini diharapkan untuk merangsang siswa untuk melakukan apa yang dinamakan dengan learning skills acquired,  misalnya dengan jalan memberi kesempatan siswa untuk bertanya (questioning), menyelidik (inquiry), mencari (searching), menerapkan (manipulating) dan menguji coba (experimenting). Kebanyakan yang terjadi di lapangan adalah aktifitas ini jarang ditemui karena siswa hanya mendapatkan informasi yang bagi mereka adalah hal yang abstrak. Rasa ingin tahu siswa harus dijaga dengan cara memberikan kesempatan bagi mereka untuk melihat dari dekat, memegangnya serta mengalaminya.Guru diharapkan mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendemontsrasikan perilaku yang kreatif. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kreativitas siswa antara lain :

1. Guru menghargai hasil-hasil pikiran kreatif siswa2. Guru respek terhadap pertanyaan, ide dan solusi siswa yang tidak biasa (unusual)3. Guru menunjukkan bahwa gagasan siswa adalah memiliki nilai yang ditunjukkan dengan

cara mendengarkan dan mempertimbangkan. Padatataran ini, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada orang lain.

D. Pemanfaatan Komputer sebagai Wahana Pendukung KreativitasKomputer dewasa ini telah dilengkapi dengan kemampuan yang tak tertandingi oleh peralatan lain, baik dari segi kecepatan maupun keluwesan penggunaannya. Dalam kaitannyan dengan peningkatan mutu pendidikan, tidak salah jika komputer menjadi pilihan tepat sebagai media

Page 35: 6_Kreativitas All About

pembelajaran. Salah satu mata pelajaran yang dapat dibantu dengan berbagai fasilitas di dalam komputer adalah matematika dan IPA (Fisika, Kimia dan Biologi) atau yang lebih akrab disebut dengan MIPA. Mata pelajaran matematikan dan IPA adalah mata pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sehingga selama ini ditakuti siswa sekolah, padahal mata pelajaran matematika dan IPA adalah ilmu dasar yang mutlak harus dikuasai sebagai langkah awal dalam meletakkan landasan penguasaan teknologi. Konsep MIPA tidak mungkin dapat dikuasai hanya dengan membaca buku ataupun menghafal rumus-rumus saja.Disamping cara ini sangat memerlukan waktu dan tenaga yang banyak, cara-cara seperti ini dapat menyebabkan berbagai macam miskonsepsi. Oleh karena itu untuk mengatasi persoalan tersebut, siswa harus dibawa sedekat mungkin dengan peristiwa alam, misalnya dengan metode eksperimental atau metode demonstrasi. Dalam hal ini, komputer menjadi media yang cocok untuk menunjang cara pengajaran seperti itu. Hal ini dikarenakan komputer memiliki beberapa karakteristik, antara lain :

1. Komputer dapat digunakan dimana saja dan kapan saja2. Dapat dipakai dalam proses belajar mengajar baik secara klasikal maupun individual3. Mudah dan murah pembuatannya4. Komputer dapat memvisualisasikan fenomena alam seperti proses aslinya5. Komputer mampu melakukan simulasi, perhitungan data untuk digunakan kapan saja

Secara spesifik, penggunaan komputer sebagai media bantu pendukung pembelajaran yang kreatif, memiliki beberapa tujuan antara lain :

1. Pelajar lebih mudah memahami konsep-konsep yang diajarkan. Kemampuan siswa dalam hal aplikasi, analisis dan sintesis dapat terus dibina.

2. Pelajar lebih berminat dan giat mempelajari mata pelajaran3. Mengurangi terjadinya salah konsep dan verbalisasi, misalnya menghafal4. Memotivasi guru untuk mengembangkan pengetahuan dan profesinya

Namun, meskipun banyak keuntungan yang bisa diperoleh, upaya komputerisasi media pendidikan benyak menemui hambatan. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya guru yang mau dan mampu menyusun sebuah aplikasi presentasi atau program pembelajaran. Selain itu sedikitnya pengetahuan guru tentang pemrograman dan kurang tersedianya perangkat lunak pembelajaran juga menjadi kendala yang perlu segera diatasi. Pada dasarnya, banyak guru yang telah mampu mengoperasionalkan komputer. Namun patut disayangkan penggunaan komputer masih sebatas sebagai sarana bantu administratif dan bukan untuk keperluan belajar yang menjadi tugas utamanya.DAFTAR  PUSTAKASuhardan, Dadang  ;(2010) Inovasi dan Kreativitas Pendidikan,  hand out perkuliahanTim Dosen Administrasi Pendidikan UPI  ;(2009) Manajemen Pendidikan, Alfa Beta, BandungSusilana, Rudi ; (2007), Media Pembelajaran, CV. Wacana Prima, Bandungwww. google.com

(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2010/06/09/kreativitas-dan-inovasi-guru-dalam-pembelaran/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 36: 6_Kreativitas All About

Peranan Orangtua dalam Pengembangkan Kreativitas

Dalam lingkungan anak, orangtualah yang menjadi tokoh terdekat. Anak dilahirkan dari pasangan orangtua yang kemudian merawat, mendidik, serta memberikan kasih sayang kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bilamana anak mencontoh orangtuanya an menganggap mereka sebagai tokoh yang paling baik, setidaknya sampai mereka mulai memasuki lingkungan pergaulan yang lebih luas. Apapun bentuk perilaku yang ditunjukkan orangtua pada anaknya akan berdampak pada kepribadian anak (Faw dan Belkin,1989). Selain itu, keluarga tetaplah merupakan sekolah utama di tengah masyarakat yang akan menghasilkan individu-individu yang mandiri serta kreatif, yang siap menghadapi cobaan-cobaan hidup (Ikeda,1978).

Menurut Amabile (1989), dalam keluarga yang kreatif, orangtua terlibat secara intelektual dalam proses perkembangan anak-anaknya. Mereka berdiskusi mengenai berbagai hal, bertanya, berasumsi, menyelidiki, dan mengeksplorasi. 

Pada umumnya, rumah yang kreatif adalah rumah di mana anak dan orang dewasa yang ada di dalamnya memiliki ‘kebiasaan-kebiasaan kreatif’. Mereka selalu mempertanyakan apa yang dilihat, berusaha menemukan cakrawala baru dalam menjawab suatu persoalan, berusaha menemukan cara baru untuk melakukan apapun yang mereka lakukan.

Amabile (1989) juga memberikan beberapa garis umum bagi orangtua untuk pengembangan kreativitas anak di rumah, yaitu:KebebasanOrangtua yang memberikan kebebasan pada anak, orangtua yang seperti ini menjauhi sikap yang otoriter, tidak selalu mengendalikan anak-anaknya serta tidak merasa cemas dengan apa yang dilakukan oleh anaknya.Rasa hormatAnak yang kreatif umumnya memiliki orangtua yang menghargai dan menghormati keberadaan mereka sebagai individu. Orangtua dapat menunjukkan keyakinan atas kemampuan anak-anaknya dan percaya akan keunikan anaknya. Anak-anak ini secara alami akan mengembangkan rasa percaya diri serta dapat bersikap orisinal.Kedekatan emosional yang secukupnyaKeluarga dengan anak yang kreatif pada umumnya tidak memiliki hubungan emosional yang terlalu dekat. Bahkan pada umumnya hubungan antara anak dan orangtua agak longgar. Kuncinya adalah sikap yang tidak terlalu berlebihan sehingga anak tidak terlalu tergantung pada orangtua, namun di lain pihak mereka perlu mengetahui bahwa mereka dicintai serta diterima oleh orangtuanya.Nilai dan bukan peraturanOrangtua dari anak-anak yang kreatif tidak terlalu menjejali peraturan pada anak-anaknya dibandingkan dengan orangtua dari anak-anak yang tidak begitu kreatif. Peraturan yang diterapkan bersifat lebih mendasar dan khusus, misalnya dalam jumlah jam belajar, kebebasan yang menekankan agar anak tidak mengancam kebebasan oranglain, namun yang pasti adalah diperlukannya peraturan yang spesifik. Anehnya, banyak orangtua dari keluarga yang kreatif merasa bahwa mereka tidak mempunyai masalah apapun sehubungan dengan upaya penegakkan disiplin anak.

Page 37: 6_Kreativitas All About

Prestasi dan bukan angkaOrangtua dari anak-anak kreatif menilai tinggi prestasi anak. Mereka mendorong anak-anaknya untuk tampil sebaik mungkin dan mencapai hal-hal yang baik. Namun di pihak lain, mereka tidak menekankan perlunya anak memperoleh angka yang baik di rapornya. Dalam sebuah studi yang dilakukan untuk melihat perbedaan antara ‘anak-anak kreatif’ dan orangtua ‘anak-anak yang tidak begitu kreatif’, tampak bahwa orangtua anak-anak yang kreatif menilai bahwa memperoleh nilai yang tertinggi di kelas serta mempunyai IQ yang tingi, tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan imajinasi dan kejujuran.Kemandirian, orangtua aktifSebagai orangtua, sikapnya terhadap diri sendiri merupakan hal yang perlu diperhatikan karena ia menjadi model utama bagi anaknya. Mereka umumnya memiliki beragam jenis minat baik di dalam maupun di luar rumah tangga.Menghargai kreativitasAnak-anak kreatif pada umumnya merasa bahwa orangtua mereka sangat mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang kreatif, dan orangtua mereka sangat senang melihat anak-anaknya menampilkan kreativitas. Dalam keluarga yang kreatif, orangtua mengolah kreativitas anak-anaknya dengan les, peralatan dan pengalaman baru yang menarik.VisiOrangtua dari anak-anak yang kreatif mengekspresikan visi yang jelas mengenai anaknya sebagai individu yang mandiri, dengan hak untuk dihargai dan dikasihi, yang dapat diharapkan mampu menunjukkan sikap yang bertanggungjawab jika dituntut demikian. Selain itu, mereka juga dilihat mampu untuk melakukan hal-hal yang luar biasa, kreatif, dengan bakat serta skill apapun yang mereka miliki.Rasa humorSalah satu aspek yang secara potensial juga penting adalah kemampuan menertawakan kejadian-kejadian, situasi-situasi tertentu ataupun diri sendiri. Hasil penelitian menemukan bahwa anak-anak yang kreatif berasal dari keluarga yang dalam interaksi sesama anggota keluarganya selalu dipenuhi oleh humor. Dalam keluarga-keluarga yang seperti ini, selalu ada ‘lelucon-lelucon tetap’ ataupun permainan-permainan lucu.

Dari uraian diatas tampak di sini besarnya peran orangtua dalam menumbuhkan minat dan kreativitas anak. Dimana orangtua terlibat dalam proses perkembangan anaknya dan senantiasa menjadikan rumah sebagai sarana pengembangan kreativitas tanpa batas.    (Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/11/peranan-orangtua-dalam-pengembangkan.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 38: 6_Kreativitas All About

PROFESIONALISME GURU29 April 2013 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·PROFESIONALISME GURUA. Profesional dan Profesionalisme GuruIstilah profesi ditinjau secara etimologis berasal dari kata “Proffesion” kata tersebut berakar dari bahasa latin “Profesus” yang berarti mampu atau ahli dalam suatu pekerjaan (Sanusi, 1991: 18). Sedangkan menurut Sutisna (1987:302) profesi adalah merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi dalam Liberal Art dan Science yang biasa meliputi pekerjaan mental yang ditunjang oleh kepribadian dan sikap profesional. Cogan (Djuariah, 2001: 56) mengemukakan bahwa: “profesi adalah suatu keterampilan yang didasarkan pada struktur teoritis tertentu dari beberapa bagian ilmu pengetahuan tersebut”.Pribadi (Hamalik, 2002: 2) mengungkapkan bahwa: “profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada jabatan atau suatu pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”. Dari batasan-batasan tersebut dapat diasumsikan tidak semua pekerjaan disebut suatu profesi karena profesi itu suatu pekerjaan yang berlandaskan kepada konsep dan teori tertentu, sedangkan teori akan bisa didapat melalui pendidikan tinggi, hal ini senada dengan pendapat Ali (1989:35) bahwa profesi itu menuntut beberapa syarat sebagai berikut :1. Menuntut adanya keterampilan yang berlandaskan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam;2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan keprofesiannya;3. Menuntut adanya tingkat pendidikan tinggi;4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya;5. Memungkinkan pengembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.Untuk membedakan antara pekerjaan yang termasuk profesi dan bukan profesi, Sanusi (Sutjipto, 1999:17) mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi sebagai berikut :1) Suatu jabatan yang mempunyai fungsi dan signifikasi sosial yang menentukan (Crucial);2) Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu;3) Keterampilan/keahlian itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah;4) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematis dan eksplisit.5) Memerlukan tingkat pendidikan perguruan tinggi dalam waktu yang lama;6) Jabatan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional;7) Berpegang teguh kepada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi;8) Mempunyai kebebasan dalam memberikan Judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya;9) Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi ekonomi dan bebas dari campur tangan orang luar;10) Mempunyai prestise atau pengakuan yang tinggi dalam masyarakat dan memperoleh imbalan.Adapun jabatan guru adalah suatu profesi, karena jabatan tersebut memiliki ciri dan karakteristik sebagaiman tersebut diatas dan lebih jelasnya sebagaimana dikemukakan oleh National Education Association (Sutjipto, 1999:18) sebagai berikut :1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual;2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus;3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama;4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan;5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup;6. Jabatan yang menentukan standarnya sendiri;7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan sendiri;8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.Dari ungkapan diatas dapat diasumsikan bahwa ciri pokok profesi itu adalah : pertama Pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses pendidikan, kedua pekerjaan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat, ketiga adanya organisasi profesi, dan keempat mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pekerjaan profesi. Kata profesional berasal dari kata sifat yang memiliki arti pencaharian, dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian (Usman, 2001:14). Sedangkan menurut Mc Leod (Muhibbin, 1995:230) kata profesional berarti orang yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesiensi sebagai mata pencaharian. Sementara itu Sanusi (1991:19) mengungkapkan bahwa istilah profesional merujuk kepada dua hal: Pertama Orang yang menyandang suatu profesi yang merupakan suatu model bagi konsepsi suatu pekerjaan yang sangat diinginkan dan dicita-citakan, kedua penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam kontek orang yang menyandang suatu profesi seperti guru, maka Wahab (Muharam, 2001: 40) mengemukakan tentang makna profesional adalah orang yang memiliki :(1) kemampuan profesional, (2) mampu melakukan upaya-upaya profesional, ahli dalam pekerjaanya, (3) profesional dalam bidangnya dan unggul dalam pekerjaannya, (4) mencurahkan

Page 39: 6_Kreativitas All About

waktu yang cukup untuk pekerjaan, (5) memiliki motivasi dan komitmen yang tinggi, (6) memiliki kesesuaian keahlian dalam pekerjaannya, (7) dapat memenuhi kesejahteraaan dengan kemampuan profesional yang dimilikinya.Sedangkan profesional dalam kontek penampilan dikalangan tenaga kependidikan adalah menunjukan kepada performance guru yang dalam melaksanakan tugasnya penuh tanggungjawab. Tanggungjawab profesional guru sebagaimana diungkapkan Satori (Djuariah, 2001 ) meliputi :1. Merencanakan kegiatan pembelajaran;2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran;3. Menilai nilai hasil proses dan hasil pembelajaran;4. Memanfaatkan hasil penelitian bagi peningkatan pelayanan pembelajaran;5. Memberikan umpan balik secara tepat, teratur dan terus menerus kepada peserta didik;6. Melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar;7. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan;8. Memgembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran;9. Memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia;10. Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode, dan teknik);11. Melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran.Dalam KBBI (1996:786) dinyatakan bahwa profesionalisme berarti mutu, kwalitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Sementara itu Muhibbin (2000:230) mengungkapkan bahwa profesionalisme dapat dipahami sebagai kwalitas dan tindak-tanduk khusus yang merupakan ciri orang profesional. Hal ini dapat diasumsikan bahwa yang harus dipertanggungjawabkan oleh orang yang profesional itu adalah mutu dari kinerjanya, Sartika (2000:47) mengungkapkan bahwa mutu adalah suatu proses yang disusun untuk meningkatkan hasil-hasil produk. Dalam kontek pendidikan yang berkaitan dengan masalah ini adalah guru dalam rangka peningkatan kelas atau nilai peserta didik.Menurut pendapat Engkoswara (1995) bahwa kriteria efektivitas dalam dunia pendidikan adalah :1. Prestasia. Masukan yang merata sebagai realisasi prinsip demokrasi pendidikan.b. Keluaran yang banyak, bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunanc. Nilai ekonomi yang bagi keluaran khsususnya tamatan.2. Prosesa. Menggairahkan dan memberi motivasi siswa belajarb. Semangat dan disiplin kerja yang tinggi para tenaga kependidikanc. Memiliki kepercayaan yang tinggi dari berbagai pihak.Dari pengertian di atas dapat diambil benang merahnya bahwa pada prinsipnya efektivitas pengelolaan sumber daya manusia itu berorientasi pada upaya mewujudkan tujuan dan proses dengan cepat ditandai dengan jumlah personil, semangat kerja, waktu pelaksanan program, fasilitas yang digunakan, pengunaan biaya, terpenuhinya sumber daya manusia yang tepat secara kuantitas maupun kualitas dengan kinerja yang tinggi. Seorang kepala sekolah haruslah mempunyai visi. Visi tersebar karena suatu proses yang menguatkan, yang meningkatkan kejelasan antusiasme, komunikasi dan komitmen. Visi yang muncul juga dapat mati karena para kepala sekolah dan guru terlalu sibuk dengan tuntutan dari realitas saat ini dan kehilangan fokusnya terhadap visi. Faktor yang membatasi pada kasus ini adalah waktu dan energi untuk memfokuskan pada suatu visi.Sedangkan Peter Jarvis dalam bukunya Profesional Education menyatakan bahwa seorang pimpinan pada dasarnya adalah yang harus berpengetahuan dalam bidang tersebut didefinisikan sebagai berikut ….. “Knowledge is the certainty that phenomena are real and that they prossess certain characteristics. Dijelaskan kembali oleh Ayer (Jarvis, 2000: 66) the necessary and sufficient condition for knowledge that something is the case are first that what one is said to know be true, secondly that one be sure of it, and thirdly that one should have the right to be sure”. Lain lagi pendapat Gode (Daryanto, 2001: 73), bahwa seorang guru harus profesional digambarkan yang mempunyai tujuh karakteristik yang dominan antara lain sebagai berikut :1. Orang yang selalu memegang prinsip;2. Applicable, selalu dapat mencari solusi sederhana terhadap serumit apapun masalah yang timbul;3. Pandangan atau keahlian yang diterapkan selalu seiring dengan kehendak masyarakat sehingga tidak menimbulkan gejolak;4. Selalu menempatkan pada posisi dimana dia selalu dapat memecahkan masalah;5. Harus kreatif membangun ide-ide yang baru6. Selalu menerima kesepakatan yang telah diputuskan7. Pengetahuannya dan pengalamannya yang luas selalu menjadi pemecah masalah yang buntu sulit dipecahkanMenurut pendapat Peter M. Senge (1996:135) kemandirian seorang pimpinan penguasaan manajemen dan kefasihannya akan paradigma keilmuan jelas merupakan jiwa dari organisasi pembelajar yang menginginkan kemajuan dan sanggup bersaing sepanjang zaman. Senada

Page 40: 6_Kreativitas All About

dengan pendapat tersebut Robert Fritz (Senge, 1996:137).Sepanjang sejarah, hampir setiap kebudayaan telah memiliki seni, arsitektur, sajak, dongeng, gerabah dan pahatannya. Keinginan untuk mencipta tidak dapat dibatasi oleh kepercayaan, kebangsaan , kewajiban, latar belakang pendidikan, atau masa. Dorongan itu ada dalam diri manusia tidak dapat dibatasi dalam seni, tetapi dapat meliputi semua aspek dari kehidupan, mulai dari yang keduniawian, sampai dengan yang mendasar.Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya. Ghizeli dan Stogdile (Purwanto, 1987:31) mengemukakan lima sifat yang perlu dimiliki oleh seorang guru sebagai pemimpin yaitu kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenagan diri, dan kepribadian. Sedangkan Thierauf (Purwanto, 1987:31) mengemukakan bahwa : “Adanya 16 sifat utama seorang pimpinan yang baik antara lain : Kecerdasan, inisiatif, khayal, bersemangat, optimis, individualisme, keberanian, keaslian, kesediaan menerima, kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar, kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi”. Mouton (Purwanto, 1987:37) memberikan lima jenis gaya kepemimpinan pendidikan berdasarkan perbedaan perlakuannya sebagai berikut :1. Improveshed management. Pemimpin berprilaku dengan meberikan perhatian yang rendah, baik terhadap proses maupun terhadap bawahan.2. Country club management. Pemimpin berprilaku memberikan perhatian rendah terhadap proses tetapi perhatian tinggi terhadap bawahan.3. Task or authorian management. Pemimpin berprilaku memberikan perhatian yang tinggi terhadap proses tetapi memberikan perhatian rendah terhadap bawahan.4. Middle road management. Pemimpin berprilaku memberikan perhatina yang seimbang terhadap proses maupun terhadap bawahan.5. Team or democratic management. Pemimpin berprilaku memberikan perhatian yang tinggi, baik terhadap proses, maupun terhadap bawahan.Pendapat Sutarto (Purwanto, 1995:39). Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan antara lain sifat pribadi pemimpin, sifat pribadi bawaha, sifat pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan organisasi, kegiatan yang dilakukan, motivasi kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman pemimpin maupun bawahan, adat, kebiasaan, tradisi, budaya, lingkungan kerja, tingkat pendidikan pemimpin, maupun bawahan, budaya lingkungan kerja, lokasi organisasi di kota besar, kota kecil atau desa, politik, keamanan yang sedang berlangsung disekitarnya. Selanjutnya Fred Fielder menyatakan seorang pemimpin akan cenderung berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda. Menurut pendekatan ini, ada tiga variable yang menentukan efektif tidaknya kepemimpinan, yaitu :1. Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin.2. Derajat struktur tugas3. Kedudukan kekuasaan pimpinan. Masih menurut Fielder pemimpin dengan bawahannya merupakan variable yang terpenting dalam menentukan situai yang menguntungkan. Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi yang menguntungkan, dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh melalui wewenang formal merupakan dimensi penting ketiga dari situasi.Pendekatan sifat-sifat sangat diperlukan dalam kepemimpinan pendidikan, mengingat bahwa kepala sekolah dan guru-guru ataupun para pendidik lainnya perlu memiliki sifat-sifat yang baik yang sesuai dengan norma-norma yang dituntut oleh pendidikan. Sebagai pendidik, guru dan pendidik lainnya diharapkan dapat menjadi suri tauladan, dapat memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak-anak didiknya. Kepala sekolah dituntut agar memiliki sifat-sifat yang baik untuk dapat memberi bimbingan, sekaligus memberi contoh kepada guru-guru dan para siswanya. Para pemimpin pendidikan, termasuk kepala sekolah dan guru-guru perlu menyadari bahwa tiap lembaga pendidikan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga memerlukan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Setiap guru yang berpengalaman akan mengetahui bahwa setiap kelas memiliki semangat dan suasana yang berlain-lainan. Maka dengan demikian diperlukan cara pelayanan dan cara mengajar yang bervariasi atau bagaimana memimpin murid-muridnya menjadi manusia yang diinginkan sesuai dengan visi dan misi sekolah yang bersangkutan.Menurut Peter Drucker (2001:348) seorang guru adalah juga sebagai seorang pemimpin yang harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :1. Kesadaran diri sendiri yang lebih tinggi. Sebuah pemahaman yang komprehensif atau kekuatan dan kelemahan seseorang, bagaimana hal tersebut dipandang oleh orang lain, dan bagaimana mereka mempengaruhi orang lain adalah sangat penting. Efek tersebut adalah seperti bercermin pada beberapa cermin sekligus untuk melihat dirinya sendiri seperti apa yag dilihat orang lain.2. Kebiasaan meminta umpan balik. Adalah melalui dorongan akan umpan balik yang jujur namun konstruktif dari orang lain, atasan, rekan, dan laporan langsung, para pemimpin dapat mengembangkan kesadaran diri sendiri yang dapat menjadi dasar perubahan dan aksi pribadi. Umpan balik ini biasanya, meskipun tidak selalu, dapat diperoleh melalui alat-alat umpan balik

Page 41: 6_Kreativitas All About

yang canggih diisi oleh orang tersebut atau orang lain yang telah divalidasi secara teliti untuk ketepatan dan konsistensi dalam hubungannya dengan maksud kegunaannya.3. Haus akan belajar. Mudah menerima pengetahuan baru dan kemauan untuk mengubah persfektif dan perilaku seseorang yang berdasarkan hal itu dapat merupakan hal penting dan tantangan tersendiri. Tantangannya adalah bagaimana belajar dari pengalaman secara konsisten, dan menyesuaikan perilaku seseorang.4. Integrasi antara kerja dan kehidupan pribadi. Memimpin dan hidup berhubungan erat, karena pemimpin-pemimpin yang efektif harus mempunyai keyakinan diri yang kuat sebagai manusia seutuhnya, tidak hanya sebagai orang yang diidentifikasikan oleh karier guru atau status pekerjaan. Dewasa ini tidak ada batas yang jelas antar kehidupan di rumah dan pekerjaan. Tuntutan keluarga dan masyarakat harus seimbang atau mungkin lebih tepatnya, terintegrasi dengan tuntutan pekerjaan. Hal itu berarti guru haruslah menjadi dirinya sendiri dan merasa nyaman dalam semua konteks tersebut dan menyelaraskan situasi-situasi diatas, karena mereka memperoleh kekuatan dari sumber nilai-nilai kepribadian yang sama. Guru haruslah mencari sebuah pase dimana ia dapat dan memperbaharui diri, baik mental maupun spiritual.5. Menghormati perbedaan pada orang lain. Agar menjadi efektif dalam lingkungan global yang sedang tumbuh, pemimpin global harus sadar akan adanya, dan sensitif terhadap, orang dan situasi yang jauh berbeda. Dalam hal ini perbedaan sensitivitas terahadap perbedaan bahasa, kebiasaan budaya, yang dengan sendirinya penting. Dalam pengertian kemampuan untuk menemukan kecocokan dan sintesa dalam sudut pandangan yang sangat berbeda, dan memberi kesempatan bagi persfektif dan nilai-nilai orang lain.Menurut Robbin (1977: 90) dengan kekecualian isu perbedaan pria dan wanita agaknya tidak ada isyu yang lebih merupakan mitos dan spekulasi dari pada dampak senioritas pada kinerja pekerjaan. Bukti menunjukkan bahwa masa kerja dan kepuasan saling berkaitan secara positif. Memang, bila usia dan masa kerja diperlakukan secara terpisah, tampaknya masa kerja akan merupakan peramalan yang lebih konsisten dan mantap dari kepuasan kerja daripada usia kronologis. Aspek-aspek perangkat kompetensi profesionalisme guru adalah yang berkaiatan dengan tugas guru dalam mengelola proses pembelajaran. Kompetensi profesional guru berdasarkan pendapat Satori (Herawan, Dedi . 2004.:40) dapat dikelompokan sebagai berikut :1). Kemampuan merencanakan pembelajaran yang meliputi :(1). Kemampuan penguasaan kurikulum ke dalam program semester(2). Kemampuan penguasaan bahan pembelajaran dan penguasaan struktur konsep-konsep keilmuan.(3).Kemampuan menyusun perenanaan mengajar atau membuat satuan pembelajaran.2). Kemampuann melaksanakan proses pembelajaran yang meliputi hal-hal sebagai berikut :(1) Kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan teknik, gaya/seni dan prosedur mengajar yang sesuai.(2) Kemampuan menciptakan dialog kreatif dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.(3) Kemampuan membuat dan menggunakan alat bantu mengajar sederhana secara efektif dan efesien.(4) Kemampuan menggunakan dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media mengajar(5) Kemampuan membimbing dan melayani siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar.(6) Kemampuan mengatur waktu dan menggunakan secara efesiens untuk menyelesaikan program-program belajar siswa(7) Kemampuan memberikan bahan pembelajaran dengan memper-hatikan perbedaan karakteristik individu diantara siswa baik kelompok maupun perorangan.(8) Kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran, baik kegiatan kokorikuler maupun ekstrakurikuler, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pembelajaran siswa.3). Kemampuan menilai hasil belajar mengajar, yang meliputi(1). Kemampuan menyusun kisi-kisi dan soal sebagai alat penilaian.(2). Kemampuan menilai proses dan hasil belajar(3) Kemampuan untuk memberikan umpan balik untuk perbaikan hasil pembelajaran maupun perbaikan pembelajaran secara teratur dan berkesinambungan.Muhibin (2000:230) yang mengemukakan bahwa “kewenangan guru dalam menjalankan keprofesionalannya dituntut memiliki keanekaragaman kompetensi yang bersifat psikologis sebagai berikut : (1) kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta), (2) kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa), (3) kompetensi psikomotorik (kecakapan ranah karsa). Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sekelompok atau sejumlah ikatan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang memfasilitasi tugas guru.

(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2013/04/29/profesionalisme-guru/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 42: 6_Kreativitas All About

PEMBAHARUAN PENDIDIKAN25 Maret 2012 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·Pembaharuan pendidikan adalah suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya) serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pembaharuan di bidang pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan dengan tujuan untuk memperoleh hal yang lebih baik. Secara luas tujuan pembaharuan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Lebih meratanya pelayanan pendidikan;

2. Lebih serasinya kegiatan belajar dengan tujuan;

3. Lebih efisiensi dan ekonomisnya pendidikan;

4. Lebih efektif dan efisiennya system penyajian;

5. Lebih lancer dan sempurnanya system informasi kebijakan;

6. Lebih dihargainya unsur kebudayaan nasional;

7. Lebih kokohnya kesadaran, identitas, dan kesadaran nasional;

8. Tumbuhnya masyarakat gemar belajar;

9. Tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna, dan mudah diperoleh; dan

10. Meluasnya kesempatan kerja.

Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, karena:

1. bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapat pendidikan, yang secara kumulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai.

2. berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus-menerus, dan dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (life long education).

3. Berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

Tantangan-tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang, baik dari luar maupun dari dalam system pendidikan itu sendiri, yaitu di antaranya:

1. Sumber-sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang

ada secara efektif dan efisien.

Page 43: 6_Kreativitas All About

2. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik, dan sebagainya.

3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap dan belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa yang akan dating.

4. Masih kabur dan belum mantapnya konsepsi tentang pendidikan dan interpretasinya dalam praktek.

Keseluruhan tantangan dan persoalan tersebut memerlukan pemikiran kembali yang mendalam dan pendekatan baru yang progresif. Pendekatan ini harus selalu didahului dengan penjelajahan yang melalui percobaan, dan tidak boleh semata-mata atas dasar coba-coba. Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali harus mampu memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan dengan cara yang tradisional atau komersial. Gagasan dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan inilah yang dinamakan pembaharuan pendidikan. Dengan kata lain, timbulnya pembaharuan disebabkan oleh adanya persoalan dan tantangan seperti tersebut di atas.

Kemajuan teknologi yang kita kenal atau kita pakai hingga sekarang ini merupakan hasil suatu proses pembaharuan. Pembaharuan dalam hal ini menunjukkan suatu proses yang membuat suatu objek, ide, atau praktek baru muncul untuk diserap oleh seseorang, kelompok, atau organisasi. Proses ini mempunyai beberapa tahapan antara lain :

1. Invention (Penemuan)

Invention meliputi penemuan-penemuan/penciptaan tentang suatu hal yang baru. Sperti kata pepetah “tak ada yang baru di muka bumi ini”, invention biasanya merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Akan tetapi, pembaharuan yang terjadi dalam pendidikan kadang-kadang menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Contohnya ialah abjad pelajaran yang pertama, yang ditemukan oleh seorang inventor James Pitman.

Tempat terjadinya invention bias saja di dalam maupun di luar sekolah. Kebanyakan pembaharuan dari tipe hardware berasal dari luar sekolah. Sebaliknya, banyak invention terjadi di dalam sekolah ketika para guru berupaya untuk mengubah situasi atau menciptakan cara-cara baru untuk memecahkan cara-cara lama. Pembaharuan pada tingkat ruang kelas semacam ini biasanya berskala kecil dan tidak tinggi atau, dengan kata lain, sangat sederhana, namun pada waktunya ia akan disistemasasikan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan. Pembaharuan yang merupakan bahan pelajaran akan dipraktekkan, dan yang merupakan bahan pelajaran akan dipraktekkan, dan yang merupakan prinsip pengajaran akan disismatisasikan. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berbeda seperti penerbit, biro pengembang kurikulum, atau in-service training.

2. Development (Pengembangan)

Pembaharuan biasanya harus mengalami suatu pengembangan sebelum ia masuk ke dalam dimensi skala besar. Development sering sekali bergandengan dengan riset sehingga prosedur “research dan development” (R dan D) adalah yang biasanya digunakan dalam pendidikan Research danDevelopment meliputi berbagai aktivitas, antara lain riset

Page 44: 6_Kreativitas All About

dasar, seperti pencarian dan pengujian teori-teori belajar.

3. Diffusion (Penyebaran)

Konsep diffusion sering kali digunakan secara sinonim dengan konsep dissemination, tetapi di sini diberikan konotasi yang berbeda. Definisi diffusion menurut Reger (1962) adalah “persebaran suatu ide baru dari sumber inventation-nya kepada pemakai atau penyerap yang terakhir”. Kalau istilah diffusion adalah netral dan betul-betul memaksudkan persebaran suatu pembaharuan, dissemination digunakan di sini untuk menunjukkan suatu pola difusi yang terencana, yang di dalamnya beberapa biro (agency) mengambil langkah-langkah khusus untuk menjamin agar suatu pembaharuan akan mencapai jumlah pengadopsi (penyerap pembaharuan) paling banyak.

(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2012/03/25/pembaharuan-pendidikan/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 45: 6_Kreativitas All About

MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH24 Maret 2012 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·

Konsep manajemen dan manajerial pun sebenarnya

agak berbeda. Manajerial merupakan salah satu bagian dari manajemen. Meskipun demikian, keduanya saling melengkapi. Beberapa perbedaan antara manajemen dan manajerial mcnurut John P. Kotter (dalam Goetsch dan Davis, 1994: 209) antara lain adalah sebagai berikut.

1.Manajemen berhubungan dengan usaha menanggulangi kompleksitas, sedangkan manajerial menanggulangi perubahan.

2.Manajemen berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran untuk mengatasi kompleksitas, sedangkan manajerial mengenai penentuan arah perubahan melalui pembentukan visi.

3.Manajemen mengembangkan kemampuan untuk melaksanakan rencana melalui pengorganisasian dan penyusunan staf, sedangkan manajerial mengarahkan orang untuk bekerja berdasarkan visi.

4.Manajemen menjamin pencapaian rencana melalui pengendalian dan pemecahan masalah, sedangkan manajerial memotivasi dan mengilhami orang agar berusaha melaksanakan rencana.

Di atas sudah dijelaskan mengenai perbedaan antara manajemen dan manajerial. Tentunya antara manajer selaku orang yang melaksanakan aktivitas manajemen dan pemimpin yang melaksanakan manajerial juga memiliki beberapa perbedaan. Dalam konteks TQM, manajer yang sukses adalah manajer yang dapat menggabungkan karakteristik manajer dan pemimpin secara tepat. Berikut ini adalah perbandingan antara pemimpin dan manajer : 1) Manajer mengelola; pemimpin melakukan inovasi; 2) Managers are copies; leaders are originals; 3) Manajer memelihara; pemimpin mengembangkan; 4) Manajer berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada manusia; 5) Manajer mangandalkan pengendalian; pemimpin mengilhami; 6) Manajer menggunakan pandangan jangka pendek; pemimpin menggunakan pandanganjangka panjang; 7) Manajer menekankan aspek bagaimana dan kapan; pemimpin aspek apa dan mengapa; 8) Manajer manerima status quo; pemimpin menantangnya; 9) Manajer melakukan sesuatu dengan benar; pemimpin melakukan sesuatu secara tepat. Terdapat sejumlah perbedaan tugas pemimpin dibandingkan dengan manajer dalam manajemen kualitas. Perbaikan terus-menerus pada produk, pelayanan, dan proses dapat dipercepat bila setiap tantangan menjadi keadaan tetap setiap hari. Pemimpin dapat merumuskan atau menyusun rencana dalam menghadapi tantangan dengan membentuk jawaban pada enam pertanyaan yang fundamental.

Page 46: 6_Kreativitas All About

Departemen Pendidikan Nasional menjabarkan secara rinci tugas dan fungsi kepala sekolah seperti yang tertuang dalam Pedoman Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (Depdiknas Prop. Jabar, 1999), yang biasa disingkat dengan EMASLIM (Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan motivator). Sebagai Pendidik (Educator), kepala sekolah harus mampu membimbing dan mengembangkan kemampuan, baik bagi dirinya sendiri, maupun bagi guru, karyawan, dan siswanya, sehingga dicapai suasana kegiatan belajar mengajar yang dapat menghasilkan mutu pendidikanyang memuaskan. Sejalan dengan hal ini, Adler (dalam Permadi, 1999 : 24) menegaskan bahwa : “The quality of teaching and learning that goes In a school is largely determind by the quality of principals leadership“. (Mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu manajerial kepala sekolah). Sebagai Manajer, kepala sekolah harus mampu menyusun program dan menggerakan stafnya, serta dapat mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada di lingkungan sekolahnya. Wardiman (1998 : 33) mengemukakan bahwa :

Manajer sekolah adalah pemimpin yang berhubungan langsung dengan sekolah. Ia adalah panglima pengawal pendidikan yang melaksanakan fungsi kontrol berbagai pola kegiatan pengajaran dan pendidikan di dalamnya. Suksesnya sebuah sekolah tergantung pada sejauh mana pelaksanaan misi yang dibebankan di atas pundaknya, kepribadian dan kemampuannya dalam bergaul dengan unsur-unsur masyarakat.1. Perencanaan

Dalam menyusun rencana sekolah yang baik, ada tahapan yang harus dikerjakan kepala sekolah, yaitu : 1) Mengkaji kebijakan yang relevan; 2) Menganalisa kondisi sekolah; 3) Merumuskan tujuan yang hendak dicapai; 4) Keterlibatan Komite Sekolah dan guru dalam merumuskan tujuan sekolah; 5) Mengumpulkan data dan informasi yang terkait; 6) Menganalisis data dan informasi yang terkait; 7) Merumuskan alternative dan memilih alternative program yang sesuai dengan kondisi sekolah; 8) Menentukan skala prioritas dalam rencana sekolah; 9) Menindaklanjuti penetapan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan; 10) Membuat jadwal sosialisasi kepada warga sekolah pada tahun pelajaran; dan 11) Melaksanakan evaluasi program yang telah dilaksanakan.2. Pengorganisasian Sekolah

Untuk menjalankan program sekolah agar kegiatan itu berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka terlebih dahulu hendaknya mengorganisasikan orang yang akan melaksanakan supaya dapat bekerja dengan efektif dan efisien serta tanggung jawab terhadap apa yang akan dikerjakannya. Gorton (dalam Sagala, 2000: 4) mengemukakan bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi yang terdapat sejumlah orang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah, yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Sekaitan dengan pendapat tersebut, memberikan gambaran bahwa sekolah sebagai satuan pendidikan terdepan yang berusaha mentransformasikan ilmu, pengetahuan, ide, gagasan norma dan hokum, dan nilai-nilai kepada siswa., hal ini memerlukan pengelolaan yang professional. Untuk dapat mengelola sekolah secara professional sesuai dengan harapan pelanggan diperlukan suatu tim (organisasi) yang kompak dari semua unsur yang terkait dalam meningkatkan mutu layanan peningkatan pendidikan, karena kualitas organisasi sekolah akan turut mempengaruhi output dari lembaga tersebut.3. Menggerakkan Warga Sekolah

Tugas kepala sekolah selanjutnya adalah menggerkan orang-orang dalam organisasi sekolah untuk bekerja secara optimal. Salah satu cara untuk dapat mengaktifkan guru beserta staf yang lainnya adalah dengan melalui sistem penerapan motivasi. Artinya tugas kepala sekolah pada tataran ini adalah harus dapat merangsang, memberi keyakinan, menciptakan kondisi agar semua warga sekolah terinspirasi untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan

Page 47: 6_Kreativitas All About

kepadanya.

Pada prinsipnya orang akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu, jika diberi : 1) Keyakinan akan kemampuan mengerjakan program sekolah; 2) Keyakinan program tersebut memberi manfaat bagi dirinya; 3) Keyakinan program sekolah dapat meningkatkan prestasi dan prestise warga sekolah; 4) Keyakinan melaksanakan program sekolah lebih penting dari aktivitas sekolah lainnya; 5) Keyakinan tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi dirinya; 6) Memotivasi guru melaksanakan program tersebut; 7) Keyakinan bekerja berpedoman pada program sekolah akan memberikan hasil yang lebih baik; 8) Keyakinan apabila ada hubungan antar teman dalam organisasi akan harmonis.4. Mengawasi Pembelajaran/Supervisi

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu melakukan supervise terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Sergoivani dan Sttarat (1993) (dalam Mulyasa, 2004: 111) menyatakan bahwa : “supervision is a process desained to help teacher and supervisor leam more about their practice; to better able to use their knowledge ang skills to better serve parent and schools; and to make the school a more effective learning community“.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa supervise merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif. Adapun cara melaksanakan pengawasan agar berhasil baik ada beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan yaitu : 1) Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada pada tenaga kependidikan; 2) Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan; 3) Instrumen dan metoda obeservasi dikembangkan bersama guru dan kepala sekolah; 4) Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru; 5) Supervise dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan dari pada memberi saran dan pengarahan; 6) Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu : pertemua awal, pengamatan dan umpan balik; 7) Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor sebagai perubahan prilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan; dan 8) Dalam pelaksanannya, kepala sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan prinsip-prinsip : (1) hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis, (2) dilaksanakan secara demokratis, (3) berpusat pada tenaga kependidikan (guru), (4) dilakukan berdasarkan tenaga kependidikan (guru), dan (5) merupakan bantuan professional.(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2012/03/24/manajerial-kepala-sekolah/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 48: 6_Kreativitas All About

PERENCANAAN STRATEGIK SEKOLAH24 Maret 2012 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·

Kegiatan perencanaan disekolah tidak dapat dihindari. Setiap sekolah mesti melakukan kegiatan perencanaan untuk menyelenggarakan program sekolah dan jika sekolah itu ingin mencapai yang terbaik, maka sekolah itu harus menggunakan rencana strategik. Kegiatan perencanaan biasanya dilakukan oleh kepala sekolah bersama orang-orang yang dipercaya oleh kepala sekolah, atau orang yang bersedia bekerja sama dengan kepala sekolah. Secara konsep atau teoritik perencanaan disusun oleh kepala sekolah bersama wakil kepala sekolah dibantu oleh personal sekolah lainnya termasuk guru.

Kegiatan perencanaan selalu dianggap merupakan kegiatan rutin tahunan dan dapat dikerjakan dengan cara-cara yang sederhana, karena secara umum program penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan manajemen pendidikan di pemerintahan daerah kabupaten atau kota, beranggapan bahwa penyusunan perencanaan adalah pekerjaan yang sederhana dan tidak membutuhkan tenaga ahli perencanaan secara khusus, karena tidak efisien atau dianggap sebagai pemborosan. Namun jika diamati apakah misi sekolah sesuai dengan visi, apakah program sekolah yang dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi, apakah tujuan tertuang dalam perencanaan, apakah target dapat tercapai, apakah strategi yang direncanakan dapat dijalankan dan dikendalikan, maka hal ini termasuk pola berfikir strategis yang akan membawa dampak pada jangka panjang dan bagi perencanaan sekolah harus memiliki kemampuan yang khusus yang berkaitan dengan analisis kebijakan dalam rangka memenangkan persaingan.

Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan dengan cara yang optimal dalam pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh dari suatu negara. Terdapat empat hal yang menyangkut perencanaan pendidikan yaitu :

o Tujuan yang akan dicapai dalam perencanaan

o Keadaan yang terjadi sekarang

o Alternatif pilihan kebijakan dan prioritas dalam mencapai tujuan, dan

o Strategi penentuan cara yang terbaik untuk mencapai tujuan

Perencanaan timbul akibat kompleksitas tinggi yang terjadi pada masyarakat karena teknologi modern. Permasalahan penduduk, kebutuhan sumber daya manusia, ekologi, menurunnya sumber daya alam dan aplikasi pengembangan ilmu yang serampangan-semua itu menuntut institusi pendidikan untuk mencari solusinya. Apabila organisasi pendidikan dapat memecahkan masalah ini maka, perencanaan menjadi sesuatu yang perlu dan kemampuan merencanakan menjadi suatu keharusan.

Hakikat perencanaan pendidikan dalam mencapai efisiensi proses pemecahan masalah memerlukan sedikitnya tiga tujuan, yaitu : untuk mengetahui kebenaran atas fakta-fakta yang

Page 49: 6_Kreativitas All About

diperoleh dari berbagai pihak, untuk menentukan langkah pelaksanaan yang berorientasi ke masa depan, dan untuk menyakinkan secara rasional pihak-pihak tertentu yang berkepentingan terhadap pendidikan. Para perencana paling sedikit harus memiliki empat dimensi. Pertama, jenis tugas secara teknis atau administratif. Kedua, mengadakan komunikasi dengan klien yang dilayaninya. Ketiga, mengenal misi, tugas, dan fungsi organisasi yang dilayaninya. Keempat, orientasi masalah meliputi aktivitas-aktivitas yang diarahkan terhadap proses sosial dan aktivitas yang diarahkan pada lingkungan fisik.

Karakteristik perencanaan :

1. Perencanaan pendidikan awalnya merupakan suatu proses rasional. Hal ini ditandai dengan pengembangan aktivitas belajar masyarakat yang terorganisir. Perencanaan pendidikan berhubungan dengan tujuan sosial alat dan sasaran, proses dan pengawasan.

2. Perencanaan pendidikan merupakan konsep dinamis yang membawa kerangka teoritis “cybernetics” (ilmu komunikasi dan pengawasan), yang menjelaskan bahwa suatu perencanaan bukan merupakan konstruksi yang kaku (rigid).

Perencanaan harus fleksibel, tidak boleh statis atau menumpuk, secara berlebihan pada lingkungan tersebut, perencanaan harus selaras dengan dinamika pergerakan lingkungan. Pertanyaanya adalah utilitas yang didefinisikan sebagai “pilihan pribadi”. Memang hgampir tidak mungkin perencanaan lingkungan yang seluruhnya berguna untuk setiap orang. Namun ada fleksibilitas mengenai manusia yang memungkinkan mereka untuk mennyeseuaikan lingkungannya dengan struktur psikologis, ketimbang hanya pasif menyesuikan diri dengan lingkungan. Singkatnya proses desain adalah empat aktivitas penting : 1) Definisi; 2) Analisis; 3) Sintesis; dan 4) Modifikasi.

Aktivitas ini muncul secara berurutan, yaitu, pertama definisi masalah, kedua analisis variabel yang relevan, ketiga sintesis variabel yang relevan dimasukan kedalam desain tentatif. Keempat, modifikasi sampai bentuk final yang disepakati. Metode-metode modern memang mengilhami para perencana pendidikan sebagai dasar untuk melakukan proses perencanaan pendidikan, akan tetapi dengan menurunnya kemampuan manusia dapat menghambat proses perencanaan itu sendiri. Analisis yang dilakukan dalam prosedur perencanaan desain pendidikan harus nerdasarkan pada:

o Prosedur Perencanaan Pendidikan

o Perkembangan sketsa rencana

o Berorientasi jangka pendek (per bulan)

o Beranjak dari survey yang pernah dilakukan

o Menggunakan data terbaru

o Melibatkan kolaborasi demokratis (pemerintah dan swasta)

o Metode Perencanaan Pendidikan

o Penguatan tujuan (mengetahui apa yang diinginkan oleh orang-orang)

Page 50: 6_Kreativitas All About

o Mengenali beberapa kemungkinan yang timbul dengan memperhatikan aspek sosial, manusia, psikologi, ekonomi, dan budaya)

o Memperhitungkan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah publik

o Determinasi akan kebutuhan pendidikan (apa yang mendukung terwujudnya tujuan tersebut)

o Kondisi dan fasilitas pendidikan saat ini

o Kelangkaan fasilitas gedung dan program pelayanan

o Program-program yang berhubungan dengan kebutuhan pendidikan

o Jadwal (aturan dan program apa yang harus diikuti)

o Perubahan fisik (gedung baru atau renovasi)

o Sumber daya legislatif, administratif, dan finansial

o Organisasi dan opini publik

o Rencana-Rencana Pendidikan

o Pernyataan masyarakat yang berhubungan dengan:

o Ukuran (besar atau kecilnya populasi)

o Dasar ekonomi

o Kehidupan masyarakat

o Pengaturan letak gedung

o Data, diagram, dan peta yang meliputi:

o Estimasi populasi

o Program pertumbuhan ekonomi, melalui langkah-langkah pencapaian pekerja maksimum yang dikaitkan dengan beberapa masalah seperti demobilisasi, stabilitas pekerja, standar hidup dan keamanan, dan sebagainya.

o Program pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan perumahan, pendidikan, rekreasi, kesehatan, kesejahteraan, dan sebagainya.

o Program pembangunan sarana fisik (bangunan) yang meliputi tanah, transportasi, kepadatan penduduk, area bisnis, dan sebagainya.

o Program perencanaan yang sukses

Page 51: 6_Kreativitas All About

(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2012/03/24/perencanaan-strategik-sekolah/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 52: 6_Kreativitas All About

MUTU SEKOLAH

24 Maret 2012 · by Iwan Ridwansyah · Bookmark the permalink. ·

Pengertian mutu mengandung makna derajat

(tingkat) keunggulan suatu produk (hasil

kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa;

baik yang tangiblemaupun yang  intangible.Dalam

konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini

mengacu pada proses pendidikan dan hasil

pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang

bermutu terlibat dari berbagai input, seperti;

bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik),

metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru),

sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta

penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan

berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar

mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik

konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun

yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.

Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada

setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10

tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes

kemampuan akademis (misalnya Ulangan Umum, Ujian Nasional). Dapat pula prestasi di bidang

lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu

misalnya: komputer, beragam jenis teknik, dan jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi

yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati,

kebersihan, dan sebagainya.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses

yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih

dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu

lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin

dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan

hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk

mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek

kemampuan akademik atau “kognitif” dapat dilakukan benchmarking(menggunakan titik acuan

standar, misalnya : NUN oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada

tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra

kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk

memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RKAS harus

merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

 Konsep Mutu Sekolah

Suatu sekolah yang berorientasi pada “mutu” dituntut untuk selalu bergerak dinamis penuh upaya

inovasi, dan mengkondisikan diri sebagai lembaga atau organisasi pembelajar yang selalu

Page 53: 6_Kreativitas All About

memperhatikan tuntutan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Untuk itu sekolah

dituntut untuk selalu berusaha menyempurnakan desain atau standar proses dan hasil pendidikan

agar dapat menghasilkan “lulusan” yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Sehubungan dengan

upaya peningkatan mutu, terdapat lima kekuatan pokok yang dapat mendorong gerak lembaga

sekolah mencapai “mutu” pendidikan yang diharapakan yaitu: (a) Kepemimpinan yang efektif; (b)

Desain/standar yang tepat; (c) Sistem yang efektif; (d) Kesadaran dan motivasi personal; (e)

Lingkungan yang kondusif.

a.   Kepemimpinan sekolah, yaitu pihak penyelenggara dan pengelola  sekolah atau kepala

sekolah dituntut untuk dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, pandai memimpin,

memahami prinsip pendidikan, serta berwawasan mutu. Bila unsur pimpinan sekolah dapat

melaksanakan fungsinya secara baik maka dapat dipastikan sekolah yang bersangkutan akan

lebih cepat mencapai kemajuan. Terbukti telah banyak sekolah yang semula kurang bermutu

tetapi setelah dipimpin oleh kepala sekolah yang efektif ternyata sekolah itu dapat bergerak

maju, semakin meningkat mutunya. Sehubungan dengan itu banyak orang berpendapat bahwa

lebih dari 50% kemajuan sekolah dipengaruhi oleh faktor kepala sekolahnya.

b.   Desain/standar yang tepat, yaitu kurikulum dan perangkat pendidikan  lainnya tentu

dituntut untuk memenuhi standar mutu yang sesuai dengan harapan masyarakat. Mengingat

kondisi masyarakat yang dinamis maka desain/standar itu pun harus selalu disesuaikan

dengan kedinamisan tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut, sehingga sekolah dapat selalu

tampil unggul.

c.   Sistem yang berjalan efektif, maksudnya adalah hal-hal yang menyangkut pelaksanaan

birokrasi yang berlaku yaitu pelaksanaan ketentuan, peraturan, prosedur, dan juga kriteria

dapat berjalan efektif sesuai dengan azasnya. Sebagai sebuah sekolah yang memberikan

layanan pendidikan tentu dituntut untuk melaksanakan fungsinya secara tertib dan tersistem.

Proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan secara tertib, konsisten,

dan konsekuen sesuai desain/standarnya akan dapat menjamin tercapainya mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Sebagaimana peran

kepala sekolah, faktor penerapan sistem yang efektif juga sangat berpengaruh terhadap

suksesnya layanan sekolah dan pencapaian peningkatan mutu pendidikan.

d.   Kesadaran dan motivasi personal, maksudnya setiap individu yang terlibat dalam kegiatan

di sekolah baik peserta didik, guru, maupun personal lainnya perlu menyadari bahwa mereka

memiliki kebutuhan pribadi terhadap keberadaan sekolah, sehingga mereka dituntut memiliki

tanggung jawab terhadap kelancaran penyelenggaraan sekolah. Dengan adanya kesadaran

pribadi untuk saling bekerjasama dan bertanggung jawab atas fungsi masing-masing yang

didorong oleh kebutuhan pribadi tersebut, maka hal itu akan menjadi faktor pendorong gerak

maju sekolah. Tanpa adanya faktor pendorong ini maka sekolah akan tutup karena tak ada lagi

yang mau mengajar dan belajar di sekolah tersebut.

Page 54: 6_Kreativitas All About

e.   Lingkungan yang kondusif, artinya dengan terwujudnya suatu lingkungan sekolah yang

nyaman menyenangkan tentu akan memberikan dorongan terhadap peningkatan mutu

kegiatan pendidikan di sekolah. Semakin baik dan lengkap fasilitas sekolah tentu akan semakin

membantu dalam peningkatan mutu dan pencampaian tujuan pendidikan.

Ke-lima faktor pendorong terhadap gerak majunya sekolah tersebut di atas satu dengan yang

lainnya akan saling mempengaruhi, artinya bila terjadi peningkatan mutu di salah satu faktornya

maka akan meningkatkan mutu pada faktor lainnya. Dan, sekolah hendaknya memperhatikan

benar terhadap ke-lima faktor penentu peningkatan mutu tersebut.

Dengan diterapkannya manajemen mutu sekolah dalam bentuk pelaksanaan program peningkatan

mutu secara berkesinambungan diharapkan sekolah akan memperoleh kemanfaatan-kemanfaatan

antara lain sebagai berikut:

1. Fokus sasaran akan lebih jelas, dengan tujuan dan standar yang jelas;

2. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan kegiatan lainnya akan lebih efektif, terhindar

dari adanya kesalahan-kesalahan;

3. Mengurangi pemborosan waktu, tenaga, dan biaya;

4. Menghasilkan lulusan yang memenuhi standar/bermutu;

5. Nama baik sekolah dan kepercayaan masyarakat meningkat; dan

6. Kesejahteraan personal meningkat.

1. Mutu dan Indikator Mutu Pendidikan

Mutu pada dasarnya berkaitan dengan produk/barang dan jasa/kinerja dapat diidentifikasi ke dalam dua kelompok yang berkepentingan, Nasution (2005:112) yaitu

1. Pihak produsen, yang menyatakan sesuatu barang atau produk dan .jasa dipandang memiliki

mutu apabila:

a.     menunjukan kesesuaian dengan spesifikasi/rancang bangun yang telah

ditetapkan (conformance to spesification).

Page 55: 6_Kreativitas All About

b.     Menunjukan kecocokan dengan maksud atau peruntukannya (Fitnes for

purpose or use)

c.    Menunjukkjan tanpa cacat atau kelemahan (zero defect).

d.     Benar/tepat untuk pertama kalinya dan seterusnya (right‘first time and

every time)

2. Pihak pelanggan, yang menyatakan bahwa suatu barang dan jasa dipandang bermutu

apabila:

a.     Memuaskan pelanggan (customers satisfaction)

b.    Memenuhi jauh diluar apa yang diharapkan pelanggan(exceeding

corturner expectation)

c.    Menyenangkan/menggairahkan pelanggan (delighting the costumer).

Didasari oleh konsep yang dikemukakan oleh Yoseph S.Martinice tentang dimensi mutu suatu

barang produk maka dapat dikemukakan di sini beberapa dimensi mutu sekolah atau kriteria-

kriteria mutu sekolah sebagai berikut:

Dimensi Mutu Barang Produk(Yoseph S.Martinice)

Dimensi Mutu Sekolah

1. Bermanfaat, tepat,

sesuai fungsinya.

2.1. Sekolah melaksanakan kegiatan sesuai fungsinya sebagai lembaga pendidikan.

Page 56: 6_Kreativitas All About

1. Memiliki keistimewaan. 2. 1. Sekolah memiliki nilai

kelebihan/ keunggulan.

3. Handal, tahan lama / tidak cepat rusak 1. Terpercaya sebagai

sekolah yang baik, yang

menghasilkan tamatan

bermutu.

1. Memiliki kemudahan

dalam penggunaan/

pemakaian.

2. 1. Fasilitas memenuhi

standar dan kondisi

sekolahnya nyaman, me-

nyenangkan.

5. Penampilannya manarik. 1. Penampilan fisik dan

kegiatan sekolahnya

menarik.

6. Mengesankan1. Profil sekolah

mengesankan, favorit.

(Sumber: http://readwansyah.wordpress.com/2012/03/24/mutu-sekolah/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 57: 6_Kreativitas All About

Sikap Sosial Yang Tidak Menguntungkan Perkembangan Kreativitas

Faktor sosial yang sering menghalangi perkembangan kreativitas. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas ini merupakan racun dalam pengembangan kreativitas itu sendiri. Dibeberapa budaya, sikap sosial ini bahkan mengubur kreativitas anak sehingga yang muncul adalah perilaku yang “lazim”. Sikap sosial yang tidak menguntungkan perkembangan kreativitas juga banyak dipengaruhi oleh hubungan keluarga dan pola asuh dalam keluarga.Faktor penghambat perkembangan kreativitas ini terwujud dalam dua bentuk umum, yaitu:

1. Sikap yang tidak positif terhadap anak yang kreatif2. Kurangnya penghargaan sosial bagi kreativitas.

Dalam membahas sikap sosial yang tidak positif, Torrance mengatakan “terlepas dari kenyataan bahwa anak- anak ini mempunyai banyak gagasan yang hebat, mereka dengan cepat dikatakan mempunyai gagasan yang aneh, tidak masuk akal, atau nakal. Sulit untuk menentukan apa perkembangan kepribadian, maupun bakat kreatif bagi mereka di masa mendatang. Walaupun humor dan kelincahan mereka mungkin menarik anak lain untuk menjadi teman, sifat-sifat ini tidaklah selalu membuat mereka “mudah dalam pergaulan”. Kenyataannya sifat-sifat ini mungkin membuat perilaku mereka lebih sulit diramalkan dan ini mungkin membuat kehadiran mereka dalam sebuah kelompok merepotkan. Anak-anak segera melihat bahwa kreativitas kurang penting dibandingkan IQ yang tinggi untuk memenuhi tuntutan sekolah. Mereka juga menyadari bahwa sekolah lebih mendorong dan menghargai cara berpikir konvergen atau konvensional daripada cara berpikir divergen yang potensial kreatif. Dengan demikian, kemungkinannya adalah bahwa “potensi masa muda” (yang menurut Terman dan Oden kemudian berkembang sepenuhnya pada kelompok ber-IQ tinggi) tidak akan berkembang sepenuhnya pada kelompok yang kreatif (Meitasari, 2000).

Sikap sosial yang menghambat dan kurangnya penghargaan tidak saja mengurangi kreativitas, tetapi bahkan lebih buruk lagi, seringkali menunjang perilaku menyimpang dengan mengembangkan konsep diri yang tidak positif pada anak. Meskipun beberapa anak tertentu yang kreatif mungkin menarik diri dari kelompok

Page 58: 6_Kreativitas All About

sosial yang berpendapat kurang baik tentang diri mereka, anak lain mungkin membalas dengan bersikap menyulitkan atau membalas dendam (Meitasari, 2000).(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/sikap-sosial-yang-tidak-menguntungkan.html diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 59: 6_Kreativitas All About

Faktor-faktor yang Menghambat Kreativitas

Faktor-faktor yang menghambat kreativitas adalah hal-hal yang membuat tindakan kreatif tidak bisa dimunculkan. Faktor penghambat krativitas ini, bahkan bisa membunuh kreativitas, jika faktor penghambat tersebut tidak disingkirkan.Menurut Munandar (2009) terdapat beberapa hal yang dapat menghambat pengembangan kreativitas yaitu:

1. Evaluasi, menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi.

2. Hadiah, pemberian hadiah dapat merubah motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.

3. Persaingan (kompetisi), persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain dan bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini dapat mematikan kreativitas.

4. Lingkungan yang membatasiKendala lain yang juga diungkapkan oleh Munandar, yang merupakan faktor yang menghambat kreativitas, yaitu:Kendala dari rumahMenurut Amabile (dalam Munandar, 2009) lingkungan keluarga dapat menghambat kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat pembunuh kreativitas yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi dan pilihan atau lingkungan yang terbatas.Kendala dari sekolahAda beberapa hal yang dapat menghambat kreativitas antara lain:

1. Sikap guru, tingkat motivasi instrinsik akan rendah jika guru terlalu banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru member lebih banyak otonomi.

2. Belajar dengan hafalan mekanis, hal ini dapat menghambat perkembangan kreativitas siswa karena materi pelajaran hanya cocok untuk menjawab soal pilihan ganda bikan penalaran.

3. Kegagalan, semua siswa pernah mengalami kegagalan dalam kegagalan mereka tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas.

4. Tekanan akan konformitas, anak-anak usia sekolah dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas.

Page 60: 6_Kreativitas All About

5. Sistem sekolah, bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan kreativitas yang tinggi sekolah bisa sangat membosankan.

Kendala konseptualAdams (dalam Munandar, 2009) menggunakan istilah conceptual blocks yaitu dinding mental yang merintangi individu dalam pengamatan suatu masalah serta pertimbangan cara-cara pemecahannya. Kendala itu memiliki dua sifat yaitu eksternal dan internal.Kendala yang bersifat eksternal antara lain:Kendala kulturalKendala kultural, menurut Adams (Munandar, 2009) ada beberapa contoh kendala kultural yaitu:

Berkhayal atau melamun adalah membuang-buang waktu. Suka atau sikap bermain hanyalah cocok untuk anak-anak. Kita harus berpikir logis, kritis, analitis dan tidak mengandalkan pada

perasaan dan firasat. Setiap masalah dapat dipecahkan dengan pemikiran ilmiah dan dengan uang

yang banyak. Ketertarikan pada tradisi. Adanya atau berlakunya tabu.

Kendala lingkungan dekatKendala lingkungan dekat (fisik dan sosial), contoh kendala lingkungan dekat:

Kurang adanya kerja sama dan saling percaya antara anggota keluarga atau antara teman sejawat.

Majikan (orang tua) yang otokrat dan tidak terbuka terhadap ide- ide bawahannya (anak).

Ketidaknyamanan dalam keluarga atau pekerjaan. Gangguan lingkungan, keributan atau kegelisahan. Kurang adanya dukungan untuk mewujudkan gagasan-gagasan.

Kendala yang bersifat internal antara lain:Kendala perceptualKendala perceptual, kendala perceptual dapat berupa:

Kesulitan untuk mengisolasi masalah. Kecenderungan untuk terlalu membatasi masalah. Ketidakmampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Melihat apa yang diharapkan akan dilihat, pengamatan stereotip memberi

label terlalu dini. Kejenuhan, sehingga tidak peka lagi dalam pengamatan. Ketidakmampuan untuk menggunakan semua masukan sensoris.

Kendala emosionalKendala emosional, kendala ini mewarnai dan membatasi bagaimana kita melihat, dan bagaimana kita berpikir tentang suatu masalah. Sebagai contoh:

Tidak adanya tantangan, masalah tersebut tidak menarik perhatian kita. Semangat yang berlebih, terlalu bermotivasi untuk cepat berhasil, hanya

dapat melihat satu jalan untuk diikuti. Takut membuat kesalahan, takut gagal, takut mengambil resiko.

Page 61: 6_Kreativitas All About

Tidak tenggang rasa terhadap ketaksaan (ambiguity) kebutuhan yang berlebih akan keteraturan dan keamanan.

Lebih suka menilai gagasan, daripada member gagasan. Tidak dapat rileks atau berinkubasi.

Kendala imajinasiKendala imajinasi, hal ini menghalangi kebebasan dalam menjajaki dan memanipulasi gagasan-gagasan. Contoh:

Pengendalian yang terlalu ketat terhadap alam pra-sadar atau tidak sadar. Tidak memberi kesempatan pada daya imajinasi. Ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari fantasi.

Kendala intelektualKendala intelektual, hal ini timbul bila informasi dihimpun atau dirumuskan secra tidak benar. Contoh:

Kurang informasi atau informasi yang salah. Tidak lentur dalam menggunakan strategi pemecahan masalah. Perumusan masalah tidak tepat.

Kendala dalam ungkapanKendala dalam ungkapan, misalnya:

Keterampilan bahasa yang kurang untuk mengungkapkan gagasan. Kelambatan dalam ungkapan secara tertulis.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menghambat kreativitas terdiri dari kendala dari rumah, kendala dari sekolah dan kendala konseptual.

(Sumber: http://www.psychologymania.com/2012/07/faktor-faktor-yang-menghambat.html diunduh: Jum’at, 17 Mei 2013)

Page 62: 6_Kreativitas All About

materi perkembangan peserta didik

MAR 16

Posted by nesti

PERKEMBANGAN KREATIVITAS

A. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK

Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif

individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan

otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori

Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia

itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left

hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri

mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak

belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).

Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya ini (Clark, 1983: 24)

mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan belahannya itu sebagaimana

tertera pada table berikut ini.

Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan

(Clark, 1983: 24)

No. Belahan Otak Kiri

(Left Hemisphere)

1.Math, history, language

2.Verbal, limit sensory, input

3.Sequential, measurable

4.Analytic

5.Comparative

6.Relational

7.Referential

8.Linier

9.Logical

10.Digital

11.Scientific, technological

Belahan Otak Kanan

(Right Hemisphere)

Page 63: 6_Kreativitas All About

1.Self , elaborates and increases variabels,

2.inventive

3.Nonverbal perception and expressiveness

4.Spatial

5.Intuitive

6.Holistic

7.Integrative

8.Nonreferential

9.Gestalt

10.Imagery ,Better at depth perception

11.facial recognition

Mystical, humanistic

B. PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM

Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut

pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas

adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236)

menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri

seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berpikir

konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam

memikirkan sesuatu dengan pandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.

Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari

berbagai alternative jawaban terhadap suatu persoalan.

Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas

adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas

dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.” Utami

Munandar (1992: 51) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan

kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya.

Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan kreativitas sebagai proses

munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-

sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun

keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan

kreativitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-

gagasan baru yang dapat berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin

melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu

yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.

Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu, Rodhes (Torrance, 1981)

mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam empat kategori, yaitu

product, person, procces, dan press.

Page 64: 6_Kreativitas All About

Product menekankan kreativitas dari hasil karya kreatif, baik yang sama sekali baru

maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan sesuatu yang baru. Person

memandang kreativitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang

kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana

proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya

perilaku kreatif. Adapun press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang

mendukung timbulnya kreativitas pada individu.

Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh

individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama

sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi

sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk

menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara

berpikir divergen.

C. PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE

Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan faktor lingkungan bagi

berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia mengatakan bahwa agar

potensi kreatif individu dapat diwujudkan, diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong

dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri individu itu sendiri. Menurut Torrance

(1981: 48), kreativitas itu bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau

kemampuan kreatif yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari

hubungan interaktif dan dialektis antara potensi kreatif individu dengan proses

belajar dan pengalaman dari lingkungannya.

Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu sebagai proses kemampuan

memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam

hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan mengomunikasikan hasil-

hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang

telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu diperlukan adanya dorongan

dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif yang telah ada dalam dirinya.

Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara faktor lingkungan dengan potensi

kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat mempercepat berkembangnya kreativitas

pada individu yang bersangkutan.

D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS

Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis (Torrance, 1981; Dedi Supriadi,

1989). Pendekatan psikologis lebih melihat kreativitas dari segi kekuatan yang ada

dalam diri individu sebagai faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu

pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah

pendekatan holistik.

Page 65: 6_Kreativitas All About

Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk menjelaskan konsep

kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindra, dan

intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi

thinking, feeling, sensing, dan intuiting.

Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat diukur serta dikembangkan melalui

latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Feeling menunjuk pada

suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi emosional. Sensing menunjuk pada

suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada diciptakan suatu produk baru yang

dapat dilihat atau didengar oleh orang lain. Intuiting menuntut adanya suatu tingkat

kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan cara membayangkan, berfantasi, dan

melakukan terobosan ke daerah prasadr dan tak sadar.

Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari

proses interaksi sosial, di mana individu dengan segala potensi dan disposisi

kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang

meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga.

Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan pendekatan sosiologis,

pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang kemudian dilaporkan

dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of Culture (Dedi Supriadi, 1989:

84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan tiga konfigurasi, yaitu waktu,

ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban. Berdasarkan analisis yang dilakukan,

Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi

dalam sejarah merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961, dan 1966, kembali

menekankan dominannya peranan sosial dalam perkembangan kreativitas (Dedi

Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan kebudayaan Barat, Gray

menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, dan peranan keluarga yang

kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan kreativitas. Penelitian

Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India, Cina, Jepang, dan Negara-

negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam setiap

perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas

secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang kreatif. Sebaliknya, ada juga

periode-periode tertentu yang justru mengekang berkembangnya kreativitas.

Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi

perkembangan kreativitas, yaitu

1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,

2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,

3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,

4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan

5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.

Page 66: 6_Kreativitas All About

E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS

Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif maka

kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori

yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat

tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Sensori-Motoris

Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada

tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama

dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan

lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan

kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan

berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan

tindakannya.

Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki

kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan

anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap

objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum

memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan

pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki

kemampuan berbahasa.

Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi

pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup

menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat

mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-

simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.

2. Tahap Praoperasional

Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi

sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai

oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh

pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang

diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.

Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat

egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam

lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean

Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah

mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki

kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun

dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan

peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik.

Page 67: 6_Kreativitas All About

Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan

menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah

menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan

manusia.

3. Tahap Operasional Konkret

Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai

menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya.

Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan,

termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena

egosentrisnya sudah semakin berkurang.

Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor

memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut.

1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.

2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.

3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.

4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.

5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang

akan datang.

6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih

memerlukan bantuan ojek-objek konkret.

4. Tahap Operasional Formal

Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut

Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak

teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang

dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin

dilindungi.

Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring

dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut

Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan

kreativitas.

Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas, antara lain

sebagai berikut.

1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional

berdasarkan pemikiran logis.

2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional

berdasarkan pemikiran logis.

3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.

4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.

5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel

dalam menghadapi masalah yang kompleks.

Page 68: 6_Kreativitas All About

6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.

7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).

8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.

F. TAHAP-TAHAP KREATIVITAS

Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan proses kreatif, yaitu persiapan,

inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.

1. Persiapan (Preparation)

Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan

yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum

ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif

pemecahan masalah.

2. Inkubasi (Incubation)

Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari

masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar

melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.

3. Iluminasi(Illumination)

Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru

serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi

atau gagasan baru.

4. Verifikasi(Verivication)

Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen

serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan

pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran

selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus

diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi

harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.

G. KARAKTERISTIK KREATIVITAS

Piers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreativitas adalah sebagai

berikut.

1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.

2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.

3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.

4. Memiliki ketekunan yang tinggi.

5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.

6. Penuh percaya diri.

7. Memiliki kemandirian yang tinggi.

Page 69: 6_Kreativitas All About

8. Bebas dalam mengambil keputusan.

9. Menerima diri sendiri

10. Senang humor.

11. Memiliki intuisi yang tinggi

12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.

13. Toleran terhadap ambiguitas.

14. bersifat sensitif.

Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri kreativitas, antara lain sebagai

berikut.

1. Senang mencari pengalaman baru.

2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.

3. Memiliki inisiatif.

4. Memiliki ketekunan yang tinggi.

5. Cenderung kritis terhadap orang lain.

6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.

7. Selalu ingin tahu.

8. Peka atau perasa.

9. Enerjik dan ulet.

10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.

11. Percaya kepada diri sendiri.

12. Mempunyai rasa humor.

13. Memiliki rasa keindahan.

14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.

Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas adalah sebagai berikut.

1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.

2. Memiliki kemandirian yang tinggi.

3. Cenderung sering menentang otoritas.

4. Memiliki rasa humor.

5. Mampu menentang tekanan kelompok.

6. Lebih mampu menyesuaikan diri.

7. Senang berpetualang.

8. Toleran terhadap ambiguitas.

9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.

10. Menyukai hal-hal yang kompleks.

11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.

12. Memiliki memori dan atensi yang baik.

13. Memiliki wawasan yang luas.

14. Mampu berpikir periodik.

15. Memerlukan situasi yang mendukung.

16. Sensitif terhadap lingkungan.

17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Page 70: 6_Kreativitas All About

18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.

19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.

Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai

berikut.

1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.

2. Tekun dan tidak mudah bosan.

3. Percaya diri dan mandiri.

4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.

5. Berani mengambil risiko.

6. Berpikir divergen.

H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS

Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan

rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang

memengaruhi perkembangan kreativitas.

Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

kreativitas adalah.

1. Usia;

2. Tingkat pendidikan orang tua;

3. Tersedianya fasilitas dan

4. Penggunaan waktu luang.

Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas dalam dua

kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor-faktor

yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut.

1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.

2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.

3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.

4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.

5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya,

merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji

hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.

6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas

secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi,

lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya

dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang

dimilikinya.

7. Posisi kelahiran.

8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan

sekolahnya, dan motivasi diri.

Page 71: 6_Kreativitas All About

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah

sebagai berikut.

1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko,

atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.

2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.

3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan

penyelidikan.

4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.

5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.

6. Otoritarianisme.

7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.

Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979) mengemukakan adanya pengaruh

keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut.

1. Orang tua yang memberikan rasa aman.

2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar

rumah.

3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.

4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.

5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari

lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu

lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat

berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam

keluarga tersebut.

Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak atau

remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas yaitu,

1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;

2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;

3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu

bernilai;

4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas

prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;

5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan

kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.

Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi antara orang tua dan anak

(remaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu

1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;

2. Membatasi rasa ingin tahu anak;

3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);

4. Terlalu banyak melarang anak;

5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;

Page 72: 6_Kreativitas All About

6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;

7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.

Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang tua dengan anak atau remaja

yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi

stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan kehidupan sejati (a living

relationship) dan saling tukar pengalaman(coexperiencing).

I. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF

Anak-anak kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau kelebihan dibandingkan

dengan anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu mulus dalam perkembangan

psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika tidak mendapatkan penanganan

secara baik justru seringkali menimbulkan masalah pada dirinya. Berkenaan dengan

ini. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah masalah yang sering timbul atau

dialami oleh anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut.

1. Pilihan karier yang tidak realistis

Anak-anak kreatif sering kali cenderung memiliki pilihan karier yang tidak realistis,

kurang populer, dan tidak lazim. Merka juga memiliki banyak alternatif dalam

menentukan karier yang akan ditempuhnya dan bahkan cenderung berubah-ubah.

Kondisi psikologis seperti ini jika tidak mendapatkan bimbingan secara baik dapat

mengarahkan dirinya kepada pilihan karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat

menimbulkan frustasi jika pilihannya tidak disadari oleh pemahaman yang cukup

mengenai jenis karier yang akan dipilihnya.

2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya

Anak-anak kreatif kadang-kadang mengalami hambatan. Mereka cenderung kritis,

memiliki pendapatnya sendiri, berani mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap

pemikiran orang lain tidak mudah percaya, memiliki keinginan yang seringkali

berbeda dengan teman-teman pada umumnya, serta tidak begitu senang untuk

melekatkan diri kepada otoritas.

3. Perkembangan yang tidak selaras

Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi kreatifnya itu,

dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak kretif. Masalah yang timbul disebut

dengan istilah uneven development (perkembangan yang tidak selaras) antara

kematangan intelektual dengan perkembangan aspek-aspek emosional dan

sosialnya.

4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal

Page 73: 6_Kreativitas All About

Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh orang besar yang sangat

diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa berada dekat di lingkungan

sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang jauh dan sulit dijangkau. Jika

tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan sulit dijangku. Jika tokoh idealnya

berada ditempat yang jauh, anak-anak kreatif cenderung berusaha untuk dapat

menjangkau melalui cara mereka sendiri. Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan

informasi dapat mengakibatkan anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh

ideal yang salah.

J. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN IMPLIKASINYA BAGI

PENDIDIKAN

Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan anak-anak biasa

lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu, mereka sangat memerlukan perhatian

khusus di sini bukan berarti mereka harus mendapatkan perlakuan istimewa,

melainkan harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya agar

tidak sia-sia. Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan

pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya

perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak kanan.

Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan

diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi

pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan

pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak

berkembang secara maksimal.

Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi

(1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya.

Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses

kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak

kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative

relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami pikiran dan perasaan

anak.

2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa

mengalami hambatan.

3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing

di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan

dinamika perkembangan dirinya.

4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari

ancaman, dan suasana saling menghargai.

5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu

kepada anak.

6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan

bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.

Page 74: 6_Kreativitas All About

7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara

seimbang dalam proses bimbingan.

Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk

membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :

1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;

2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;

3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan

gagasan-gagasan nya;

4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah

menghukumnya;

5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;

6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI REMAJA: Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

(Sumber: http://hana3.wordpress.com/2009/03/16/materi-perkembangan-peserta-didik/ diunduh Jum’at, 17 Mei 2013)