Lapis Lima Makna Bukkaweng pada Tradisi Khatam Alquran untuk Memperingati Maulid Nabi Muhammad Suku Mandar di Sulawesi Barat Dahri Dahlan
Lapis Lima Makna Bukkaweng pada Tradisi Khatam Alquranuntuk Memperingati Maulid Nabi MuhammadSuku Mandar di Sulawesi Barat
Dahri Dahlan
PendahuluanMandar sebagai salah satu suku
bangsa juga memiliki banyak tradisi, termasuk tradisi maulidan yang menggunakan materi bukkweng dan barakkaq pada penyelenggaraannya.
Lapis lima makna pada Bukkaweng di Mandar
MandarSuku yang mendiami prov. Sulawesi
Barat; mandar, manda’= wai/air; dikenal sebagai pelaut; memakai bahasa Mandar yang terbagi ke dalam beberapa dialek; serumpun dengan Bugis, Makassar, Toraja; Islamisasi 1603; Balanipa sbg ibukota Kerajaan; Raja disebut Mara’dia, kaum bangsawan disebut Tomakaka’, lazim disebut Daeng (di Makassar Daeng bisa berarti kakak/ panggilan hormat pada laki2).
Bukkaweng
Batang pisang kepok (loka manurung) lengkap dengan buah yang ditempatkan di rumah, digunakan sebagai salah satu syarat utama untuk melaksanakan acara maulidan Nabi Muhammad, biasanya dibungkus kertas menarik dan dihiasi dengan barakkaq (bab berikut)
Tempat bukkaweng : pusat tiang rumah/ posiq arriang (ilustrasi): posi lopi, roppong
AnalisisEmpirik : pisang banyak di Mandar, populer,
Kaori Kaymatshu (2003).Simbolik : pisang yang sudah dikemas, tidak
semua jenis pisang, ditempatkan di pusat tiang rumah (lihat gambar).
Dunia pemaknaan: bentuk, historis, legenda Tomanurung (4 suku besar), mitos
Dunia ide: berkah Muhammad vs Pisang yang penuh berkah + barakkaq (sifat subur) Islam & tradisi
WV: berkah alam = berkah Tuhan, rumah bagi suku Mandar.
PenutupKeyakinan yang kuat dan faktor alam
yang sangat mendukung eksistensi sebuah tradisi
Tersirat daya tawar terhadap gagasan baru yang datang dari luar, semisal agama Islam yang pernah masuk di Mandar.
Syariat Islam dan tradisi Mandar yang sudah berbaur menimbulkan banyak materi yang memiliki kandungan makna yang cukup dalam, baik dari segi filosofis, sosiologis, dan mitos.
Catatan:Ada banyak jenis pisang di Mandar, tetapi yang
menjadi pilihan utama adalah pisang kepok. Pada beberapa ritual juga disertakan jenis pisang lain, seperti pisang Ambon, pisang susu dsb.
Paling tidak ada 3 jenis ketupat di Mandar, dan yang digunakan pada barakkaq adalah jenis ketupat Nabi, bentuknya kecil persegi 8 yang cenderung bundar.
Mandar memiliki tradisi posiq atau pusat. Selain pada tiang rumah, juga terdapat posiq pada perahu dan rumpon (sejenis rakit untuk tempat menangkap ikan, ditanam di laut lepas).
Beberapa orang menggunakan uang selembaran (Rp.1000 – Rp.2000) sebagai bandera pada barakkaq.
DP dan NS Alimuddin, Muhammad Ridwan. (tanpa tahun) Kebudayaan Bahari
Mandar (naskah, telah diterbitkan dalam Orang Mandar Orang Laut, 2004 oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta).
Syah, Tanawali Aziz. 1998. Sejarah Mandar III. Yayasan Al-Aziz. Ujung Pandang.
Thohir, Mudjirin. (tanpa tahun) slide bahan ajar m.k. Teori Kebudayaan tahun 2011.
Tim Prima Pena, 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gita Media Press.
Narasumber Yuli (55), pelaku ritual, tinggal di Lego, kec. Balanipa Polman,
Sulbar Andi Maslia (40), pelaku ritual, tinggal di Pambusuang, kec.
Balanipa Polman, Sulbar Muhammad Ridwan Alimuddin (35) peneliti budaya, tinggal di
Pambususang, kec. Balanipa Polman, Sulbar. Gassing (64), tetuah Mandar, tinggal di Kota Mamuju, Sulbar.