2
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Sinusitis mengenai sekitar 16% populasi dewasa di Amerika
Serikat, yang menyebabkan biaya kesehatan sejumlah 5,8 milyar
dollar Amerika pada tahun 1996. Mayoritas pasien datang ke unit
pelayanan kesehatan primer yaitu sebanyak 18 juta kunjungan per
tahun. Derajat gangguan aktivitas yang ditimbulkan sangat mendasar
dan sebanding dengan penyakit kronik lainnya seperti penyakit paru
obstruktif kronis, angina dan nyeri punggung.1
Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal,
intra orbital maupun intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi
intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal yang telah
dikenal sejak zaman Hippocrates. Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien
mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik.2,3 Pada era
antibiotik saat ini 17% dari penderita dengan selulitis orbita
meninggal karena meningitis dan 20% mengalami kebutaaan.4
Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era
antibiotik dimana angka kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang
dirawat dengan sinusitis akut atau kronik. Meskipun jarang,
komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari
meningitis, epidural empiema serta abses, trombosis sinus
kavernosus, dan abses serebri.5 1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai sinusitis dengan komplikasinya
meliputi anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi,
klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi
sinusitis.1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah unutk memahami mengenai
anatomi dan fisiologi sinus paranasal, definisi, etiologi,
klasifikasi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan dan komplikasi
sinusitis.1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk
ke berbagai literatur.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal.6,7 Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan
saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang
digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Rinosinusitis (termasuk
polip nasi) didefinisikan sebagai inflamasi hidung dan sinus
paranasal yang ditandai adanya dua atau lebih gejala, salah satunya
harus termasuk sumbatan hidung/ obstruksi nasi/ kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/ posterior)
nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
penurunan/ hilangnya penghidu
dan salah satu dari
Temuan nasoendoskopi:
Polip dan atau
Sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau
Edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan atau
Gambaran tomografi komputer:
Perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus.82.2
Anatomi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal
Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal,
sinus etmoid, sinus maksila, dan sinus sfenoid.Sinus-sinus ini pada
dasarnya adalah rongga-rongga udara yang berlapis mukosa di dalam
tulang wajah dan tengkorak. Pembentukannya dimulai sejak dalam
kandungan, akan tetapi hanya ditemukan dua sinus ketika baru lahir
yaitu sinus maksila dan etmoid.9 Sinus frontal mulai berkembang
dari sinus etmoid anterior pada usia sekitar 8 tahun dan menjadi
penting secara klinis menjelang usia 13 tahun, terus berkembang
hingga usia 25 tahun. Pada sekitar 20% populasi, sinus frontal
tidak ditemukan atau rudimenter, dan tidak memiliki makna klinis.
Sinus sfenoidalis mulai mengalami pneumatisasi sekitar usia 8
hingga 10 tahun dan terus berkembang hingga akhir usia belasan atau
dua puluhan.6 Dinding lateral nasal mulai sebagai struktur rata
yang belum berdiferensiasi. Pertumbuhan pertama yaitu pembentukan
maxilloturbinal yang kemudian akan menjadi kokha inferior.
Selanjutnya, pembentukan ethmoturbinal, yang akan menjadi konka
media, superior dan supreme dengan cara terbagi menjadi
ethmoturbinal pertama dan kedua.Pertumbuhan ini diikuti pertumbuhan
sel-sel ager nasi, prosesus uncinatus, dan infundibulum
etmoid.Sinus-sinus kemudian mulai berkembang. Rangkaian rongga,
depresi, ostium dan prosesus yang dihasilkan merupakan struktur
yang kompleks yang perlu dipahami secara detail dalam penanganan
sinusitis, terutama sebelum tindakan bedah.9 Tulang-tulang
pembentuk dinding lateral hidung dijelaskan dalam gambar 1.10
Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk dinding lateral hidung (1.
Nasal; 2. Frontal; 3. Etmoid; 4. Sfenoid; 5. Maksila; 6. Prosesus
palatina horizontal; 7. Konka superior (etmoid); 8. Konka media
(etmoid); 9. Konka inferior; 10. Foramene sfenopalatina; 11.
Lempeng pterigoid media; 13. Hamulus pterigoid media)10Dari
struktur di atas, dapat dilihat atap kavum nasi dibentuk oleh
tulang-tulang nasal, frontal, etmoid, sfenoid dan dasar kavum nasi
dibentuk oleh maksila dan prosesus palatina, palatina dan prosesus
horizontal. Gambar 1 menunjukkan anatomi tulang-tulang pembentuk
dinding nasal bagian lateral. Tiga hingga empat konka menonjol dari
tulang etmoid, konka supreme, superior, dan media. Konka inferior
dipertimbangkan sebagai struktur independen.10 Masing-masing
struktur ini melingkupi ruang di baliknya di bagian lateral yang
disebut meatus, seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Meatus pada dinding lateral hidung10Sebuah lapisan
tulang kecil menonjol dari tulang etmoid yang menutupi muara sinus
maksila di sebelah lateral dan membentuk sebuah jalur di belakang
konka media. Bagian tulang kecil ini dikenal sebagai prosesus
unsinatus.9 Jika konka media diangkat, maka akan tampak hiatus
semilunaris dan bulla etmoid seperti tampak pada gambar 3. Dinding
lateral nasal bagian superior terdiri dari sel-sel sinus etmoid
yang ke arah lateral berbatasan dengan epitel olfaktori dan lamina
kribrosa yang halus. Superoanterior dari sel-sel etmoid terdapat
sinus frontal.Aspek postero-superior dari dinding lateral nasal
merupakan dinding anterior dari sinus sfenoid yang terletak di
bawah sela tursika dan sinus kavernosa.10 Gambar 3. Struktur di
balik konka10Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan
sekresi dari mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi seperti
terlihat dalam gambar 4. Aliran sekresi sinus sfenoid menuju
resesus sfenoetmoid, sinus frontal menuju infundibulum meatus
media, sinus etmoid anterior \menuju meatus media, sinus etmoid
media menuju bulla etmoid dan sinus maksila menuju meatus media.
Struktur lain yang mengalirkan sekresi ke kavum nasi adalah duktus
nasolakrimalis yang berada kavum nasi bagian anterior.10
Gambar 4. Aliran sekresi sinus102.3 Etiologi dan Faktor
Predisposisi sinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA
akibat virus, infeksi bakteri, jamur, bermacam rinitis terutama
rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil. Faktor lokal
seperti anomali kraniofasial, obstruksi nasal, trauma, polip
hidung, deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan komplek
osteomeatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, juga dapat menjadi
faktor predisposisi sinusistis. Pada anak, hipertrofi adenoid
merupakan faktor penting penyebab terjadinya sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rinosinositisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh
adalah polusi udara, udara dingan dan kering serta kebiasaan
merokok.7,11 2.4 Klasifikasi SinusitisBerdasarkan beratnya
penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan
berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS)
(0-10cm):8- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat= VAS >7-10
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan
dalam VAS jawaban dari pertanyaan:
Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis
saudara?_______________________________________________________________Tidak
mengganggu
10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien
Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan
menjadi:8Akut
< 12 minggu
Resolusi komplit gejala
Kronik
> 12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut Rinosinusitis
kronik tanpa bedah sinus sebelumnya terbagi menjadi subgrup yang
didasarkan atas temuan endoskopi, yaitu:8
1. Rinosinusitis kronik dengan polip nasal Polip bilateral,
terlihat secara endopskopi di meatus media
2. Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal
Tidak ada polip yang terlihat di meatus media, jika perlu
setelah penggunaan dekongestan.82.5 Patogenesis Kesehatan sinus
dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens
dari mukosiliar di dalam kompleks osteo meatal (KOM). Disamping itu
mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan. 7
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi
gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia
menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya
bakteri patogen.7
Gambar 5. Patogenesis Sinusitis12Bila sumbatan berlangsung terus
akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi
oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi
dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid
berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan
interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila
proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar
dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai,
sehingga terjadilah polip.13Perubahan yang terjadi dalam jaringan
dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan
patologik pada umumnya secara berurutan :131. Jaringan submukosa di
infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga
mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat
edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini
biasanya tidak ada kelainan epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit
keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur
dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus
perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret.
Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental
dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4.Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat
dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe
kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang
besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi,
karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera
berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi
perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda
osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.13Perluasan
infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu
tromboflebitis dari vena yang perforasi; (2) Perluasan langsung
melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik; (3)
Dengan terjadinya defek; dan (4) melalui jalur vaskuler dalam
bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat
disebarkan dari sinus secara limfatik.132.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis
dapat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
klasifikasi EPOS. Sedangkan berdasarkan lamanya penyakit sinusitis
dibagi menjadi akut dan kronik. Berdasarkan EPOS yang dikatakan
akut adalah bila gejala berlangsung 12 minggu termasuk
rinosinusitis kronik eksaserbasi akut.7,82.6.1 Sinusitis Akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas
oleh virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan
sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut
dapat ditegakkan ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak
sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.14Penyebab
utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya
diikuti oleh infeksi bakteri , yang bila kondisi ini menetap,
sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. 7Dari
anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut ialah hidung
tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen,
yang sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau
rasa tekanan di daerah sinus yang terkena, merupakan ciri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga dirasakan di tempat
lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga
menandakan sinusitis maksila. Nyeri di antara atau di belakang
kedua bola mata dan pelipis menandakan sinusitis etmoid. Nyeri di
dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada
sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang
bola mata dan daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala,
hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan
batuk dan sesak pada anak.7,8 Gejala sugestif untuk menegakkan
diagnosis terlihat pada tabel 1. Gejala yang berat dapat
menyebabkan beberapa komplikasi, dan pasien tidak seharusnya
menunggu sampai 5-7 hari sebelum mendapatkan pengobatan.14Tabel 1.
Gejala Mayor dan Minor pada Diagnosis Sinusitis Akut3
Gejala MayorNyeri atau rasa tertekan pada muka
Kebas atau rasa penuh pada muka
Obstruksi hidung
Sekret hidung yang purulen, post nasal drip
Hiposmia atau anosmia
Demam (hanya pada rinosinusitis akut)
Gejala MinorSakit kepala
Demam (pada sinusitis kronik)
Halitosis
Kelelahan
Sakit gigi
Batuk
Nyeri, rasa tertekan atau rasa penuh pada telinga
Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala
minor ditambah dengan dua gejala minor.3Pada rinoskopi anterior
tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah di meatus medius
pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid
anterior, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis
sfenoid tampak pus di meatus superior. Pada rinoskopi posterior
tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada pemeriksaan
transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap.7Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA
dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau
batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.7
Gambar 6. Pemeriksaan Radiologi untuk Sinus
Paranasal15Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan
dengan mengambil sekret dari meatus medius atau meatus superior.
Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila. Dalam interpretasi biakan hidung, harus hati-hati, karena
mungkin saja biakan dari sinus maksilaris dapat dianggap benar,
namun pus tersebut berlokasi dalam suatu rongga tulang. Sebaiknya
biakan dari hidung depan, akan mengungkapkan organisme dalam
vestibulum nasi termasuk flora normal seperti Staphilococcus dan
beberapa kokus gram positif yang tidak ada kaitannya dengan bakteri
yang dapat menimbulkan sinusitis. Oleh karena itu, biakan bakteri
yang diambil dari hidung bagian depan hanya sedikit bernilai dalam
interpretasi bakteri dalam sinus maksilaris, bahkan mungkin memberi
informasi yang salah. Suatu biakan dari bagian posterior hidung
atau nasofaring akan jauh lebih akurat, namun secara teknis sangat
sulit diambil. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding
medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop
bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. 6,71. Sinusitis
Maksilaris Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala
sinusitis maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala
yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa
seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri
pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun
tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen
dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.7Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari
meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring.
Sinus maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi.
Transluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Pada pemeriksaan
radiologik foto polos posisi waters dan PA, gambaran sinusitis
maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa, selanjutnya
diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak
hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya
terbentuk gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi
pus.62. Sinusitis EtmoidalisSinusitis etmoidalis akut terisolasi
lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis
orbita. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal
hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di
belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis,
post nasal drip dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan pada pangkal hidung.6,73. Sinusitis FrontalisNyeri
berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri
bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di
atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada
sinusitis frontalis.74. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah
ke verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan
gejala infeksi sinus lainnya.62.6.2 Sinusitis KronisKeluhan
sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar
masa itu, gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung,
dan hipersekresi yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya
satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke
paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada
anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.6,7,13
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala
faktor predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan
keluhan-keluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik
dengan polip nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit
mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki
polip nasi. Bakteri yang memegang peranan penting dalam patogenesis
rinosinusitis kronik masih kontroversial. Organisme yang umum
terisolasi pada sinusitis kronik termasuk Staphylococcus aureus,
bakteri anaerob dan gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.13,
142.7 PenatalaksanaanTujuan dari terapi adalah membebaskan
obstruksi, mengurangi viskositas sekret, dan mengeradikasi
kuman.
Pilihan pengobatan
Berdasarkanalgoritmapenatalaksanaansinusitisakut, pemberian
antibiotik dimulai dari lini pertama, namun pilihan antibiotik yang
dilakukan secara empiris dapat berubah sesuai pola resistensi
kuman. Sebagian besar kuman penyebab sinusitis (Streptococcus
pneumoniae) memproduksi enzim -laktamase. Mikroba golongan -laktam
hampir semua resisten terhadap penisilin,amoksisilin ataupun
kotrimoksazol. sehingga perlu dipertimbangkan untuk langsung
menatalaksana sinusitis dengan menggunakan antibiotik lini ke II,
pilihan yang dianjurkan untuk antibiotik lini II adalah Amoksisilin
klavulanat, yaitu kombinasi asam klavulanat (penghambat -laktamase)
dan amoksisilin. Pemberian Amoksisilin klavulanat ini juga penting
pada keadaan sinusitis akut yang berulang. 16Farmakodinamik
Amoksisilin klavulanat, atau yang suka disingkat dengan
Amoxiclav merupakan anti bakteri kombinasi oral yang terdiri dari
antibiotik semi sintetik amoksisilin dan penghambat beta-laktamase,
asam klavulanat. Amoksisilin adalah golongan antibiotik spektrum
luas (yaitu antibiotik yang dapat menghambat kuman gram positif
maupun gram negatif ) dan memiliki efek bakterisida, yaitu Membunuh
kuman dengan cara merusak dinding sel. Asam klavulanat adalah suatu
beta laktam yang struktur kimianya mirip golongan penicilin,
mempunyai kemampuan menghambat aktivitas berbagai enzim
beta-laktamase yang sering ditemukan pada berbagai organisme yang
resisten terhadap penicilin. 16Farmakokinetik
Kedua komponen obat ini miripnamun tidak saling menghambat.
Absorpsi klavulanat tidak dipengaruhi oleh makanan, susu, atau
antasid. Obat ini tahan terhadap suasana asam. Pada pemberian per
oral kadar tertinggi rata-rata dalam darah mencapai 3,5-3,9 ug/ml
dalam 1-2 jam setelah pemberian. Sekitar 30% terikat padaprotein
plasma, sisanya didistribusi terutama ke dalam cairan ekstrasel.
Kadar yang cukup terdapat pada empedu, cairan pleura, cairan
peritoneal, dan cairan telingatengah. Kadar dalam cairan otak
rendah, bila tidak ada peradangan mening. Pada dosis tinggi, kadar
dalam sputum cukup tinggi. Kadar dalam cairan amnion dan talipusat
mencapai sekitar 50% dari kadar dalam darah ibu. Ekskresi terutama
melalui ginjal. Setelah 6 jam pemberian, sekitar 25% sampai 40%obat
ini terdapat didalam urine dalam bentuk asal. Waktu paruh
eliminasinya sekitar1 jam. Waktu paruh ini memanjang bila ada
gangguan fungsi ginjal. (pada penderita gangguan ginjal, dosis dan
waktu pemakaian harus disesuaikan) 16Mekanisme Kerja
Formulasi amoksisilin dan asam klavulanatdalam co-amoxiclav
melindungi amoksisilin dari penghancuran oleh enzim betalaktamase
dansecara efektifmemperluas spektrum antibiotika dari amoksisilin
terhadap bakteri-bakteriyangbiasanya resisten terhadap amoksisilin
dan berbagai antibiotikbetalaktamase lainnya. Jadi co-amoxiclav
merupakan antibiotika berspektrum luas danpenghambat
enzimbetalaktamase.16Klavulanat diabsorbsi dengan baik di traktus
gastrointestinal dengan kadar puncak dalam plasma dicapai sekitar
1jam setelah pemberian per oral. Penggabungan asam klavulanat ke
dalam sediaan amoksisilin tidak berpengaruh terhadap farmakokinetik
masing masing obat. Absorbsinya juga tidak terganggu dengan adanya
susu, makanan, dan asam lambung. 16Indikasi
1) Obat alternatif untuk berbagai infeksi oleh jenis bakteri
gram-negatif dan gram-positif yang termasuk cakupan spektrum
aktivitas amoksisilin tetapi memproduksi betalaktamase, selain itu
jugakuman anaerob.
2) Infeksi akut pada telinga-hidung-tenggorokan, infeksi ringan
sampai sedang saluran nafas bawah olehH. Influenzae, M.
cattarhalisyang memproduksi beta-laktamase, yang tidak dapat
diatasi oleh kotrimoksazol atau sefalosporin oral karena alergi,
resisten, atau sebab lain.
3) Infeksi saluran kemih berulang pada anak dan dewasa oleh E.
Coli dan kumanpatogen lain yang memproduksi beta-laktamase, yang
tidak dapat diatasi oleholeh kotrimoksazol, kuinolon, atau
sefalosporin oral.
4) Infeksi jaringan lunak oleh berbagai kuman patogen penghasil
beta-laktamaseyang resisten terhadap isoksasolil penisilin, atau
sefalosporin oralgenerasipertama.
Kontra Indikasi
Alergi terhadap penisilin. Diberikan dengan hati-hati kepada
bayi yang lahir dari ibu yang mengalami hipersensitifitas terhadap
penisilin. Riwayatikterus kolestatik(ganguan fungsi hati). Tidak
boleh diberikan bersama disulfiram. 16Efek Samping
Efek samping yang paling sering timbul adalah diare dan gangguan
pencernaan. Efek samping lain : ruam kulit dan urtikaria, muntah,
abdominal discomfort, sakit kepala,vaginitis, kandidiasis,
Dilaporkan juga dapat mengganggu fungsi hati yaitu berupa
peningkatan serum transaminase (sehingga pada pasien dengan
gangguan fungsi hati berat sebaiknya jangan diberikan).16
Terapi Tambahan
Selain antibiotik untuk membunuh kuman penyebab, dibutuhkan juga
terapi tambahan lain untuk menghilangkan faktor penyebab lain,
seperti mengurangi oedema karna penyumbatan, dan lain sebagainya.
Pilihan terapi tambahan lain diantaranya.16
Dekongestana) Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan
jangka panjang)
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis
alfa adrenergik
Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek
b) Dekongestantopikal
Phenylephrine Hcl 0,5 % danoxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal.
Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan mengurangi oedema
mukosa. AntiHistamin dan Kortikosteroid
Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk
penderita sinusitis yang dicetuskan karena keadaan rhinitis
alergi.Antihistamin pilihan adalah Antihistamin golongan II yaitu
Loratadine. Anti histamin golongan II mempunyai keunggulan, yaitu
lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore, dan menghilangkan
obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus sawar darah
otak Kortikosteroid bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan
disini adalah kortikosteroid oral yaitu metil prednisolon, efek
samping berupa retensi air sangat minimal, begitupula dengan efek
terhadap lambung juga minimal.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali
bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau
bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
162.7.1 Sinusitis Akut Antibiotik merupakan kunci dalam
penatalaksanaan sinusitis supuratif akut. Amoksisilin merupakan
pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif. Vankomisin
untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.
Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromicin
dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.16Antibiotik
parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami komplikasi
seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena dapat
menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik
karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab
sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.16Pada
sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan
predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat
dapat juga dilakukan untuk mengurangi nyeri.16
Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa
untuk pelayanan kesehatan primer berdasarkan European Position
Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078Tindakan bedah
sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah nasoantrostomi
atau pembentukan fenestra nasoantral. Ekmoidektomi dilakukan pada
sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada
sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis
sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik
yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi
hidung dan ostium sinus normal bagi ahli bedah, teknik ini menjadi
populer akhir-akhir ini6.2.7.2 Sinusitis Kronis
Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau
tanpa polip hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan
dokter spesialis non THT berdasarkan European Position Paper on
Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 20078
Gambar 9. Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis
kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps 20078
Gambar 10. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan
polip hidung pada dewasa untuk dokter spesialis THT berdasarkan
European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 200782.8
Komplikasi Sinusitis
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa
rawat jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal
yang jarang kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri.
Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi
sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan
bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai
tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang
mengalami komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi
dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran bakteri yang berasal
dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang tersering
adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami
kontaminasi.17Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :17 1.
Komplikasi lokal
a) Mukokelb) Osteomielitis (Potts puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak
ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada
sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intracranial.7 CT scan merupakan
suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan
derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis
refrakter, kronik atau berkomplikasi.62.8.1 Komplikasi lokal
A. Osteomielitis
Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang
mengakibatkan osteomielitis baik di anterior maupun posterior
dinding sinus. Penyebaran infeksi dapat berasal langsung atau dari
vena yang berasal dari sinus. Osteomielitis paling banyak ditemukan
pada dinding sinus frontal. Sekali tulang terinfeksi, bisa
menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan mempermudah terjadinya
penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang berujung pembentukan
abses subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian anterior atau
posterior dari dasar sinus yang mempermudah terjadinya penyebaran
ekstrakranial atau intrakranial. Jika abses subperiosteal
berbatasan dengan dasar anterior dari tulang frontal itu disebut
dengan Pott`s puffy tumor. Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu
muncul pada usia lebih dari 6 tahun karena sinus frontalis belum
terbentuk pada usia di bawah 6 tahun.17a) Etiologi
Osteomielitis yang disebabkan karena komplikasi dari sinusitis
memiliki organisme yang sama dengan penyebab sinusitis itu sendiri.
Organisme tersering adalah Staphylococcus, Streptococcus dan
bakteri anaerob.17b) Gejala klinis
Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat
sangat berat, gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam,
dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan
bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema
supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang
menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai dengan Pott`s puffy tumor
juga ditemukan penonjolan pada dahi.6,17 Gambar 11. Gambaran Pott`s
puffy tumor pada osteomielitis18c) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran radiografi dimana tidak
hanya untuk mengkonfirmasi, tapi juga untuk mencari komplikasi
intrakranial. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas
tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh. Pada
stadium lanjut, radiogram memperlihatkan gambaran seperti
digerogoti rayap pada batas-batas sinus, menunjukkan infeksi telah
meluas melampaui sinus. Dekstruksi tulang dan pembengkakan jaringan
lunak, demikian pula cairan atau mukosa sinus yang membengkak
paling baik dilihat dengan CT scan. Tes darah rutin seperti hitung
sel memiliki nilai yang rendah dan tidak spesifik, tapi peningkatan
laju endap darah mungkin mengindikasikan adanya
osteomielitis.6,17d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari osteomielitis adalah pemberian antibiotik
intravena selama 6-8 minggu. Antibiotik yang dipilih adalah
antibiotik yang bisa mengeradikasi kuman aerob dan anaerob. Terapi
empirik yang biasa digunakan adalah kombinasi generasi ketiga
sefalosporin (ceftriaxon) dan metronidazol atau klindamisin, dan
dapat ditambahkan vankomisin, atau linezolid jika ada Streptococcus
pneumonia yang telah resisten. Terapi oral dengan
amoxicillin-clavulanat atau kombinasi cefixime dan metronidazol
atau klindamisin juga bisa digunakan. Terapi pilihan sebaiknya
sesuai dengan kultur. Jika ada abses, drainase abses adalah terapi
pilihan.17B. Mukokel
Mukokel adalah penyakit kronis berupa lesi kistik yang
mengandung mukus pada sinus paranasal. Mukokel tumbuh secara
perlahan memakan waktu tahunan untuk menimbulkan keluhan. Dan
keluhan berhubungan dengan bertambah besarnya mukokel. Sesuai
dengan pertambahan besarnya, mukokel dapat menekan dinding sinus
sehingga mengawali erosi tulang. Setelah terjadi erosi pada dinding
sinus, mukokel dapat mengenai seluruh struktur. Mukokel kebanyakan
terjadi pada sinus frontalis, diikuti dengan sinus etmoid dan
maksila. Gejala dari sinus frontal atau etmoid dapat menyebabkan
sakit kepala, diplopia dan proptosis. Bola mata yang proptosis
secara khas berpindah ke arah bawah dan luar. Mukokel sinus
maksilaris biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto
rongent sinus. Mukokel pada lokasi ini jarang menyebabkan gejala
karena sinus maksilaris luas dan mukokel jarang menjadi cukup besar
untuk menyebabkan kelainan pada tulang. Mukokel sinus maksilaris
dapat menimbulkan gejala, jika menghambat ostium sinus maksilaris.
Mukokel dapat bergejala pada setiap sinus ketika mukokel terinfeksi
membentuk mukopyocele. Gejalanya hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat. Diagnosis ditegakkan oleh CT
scan sinus. Mukokel yang mempunyai gejala ditata laksana dengan
tindakan bedah mengangkat mukokel dan membersihkan sinus.
Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang
terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan suatu drainase yang
baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsip-prinsip terapi.6,
17
Gambar 12. Gambaran MRI mukokel sinus frontal bilateral192.8.2
Infeksi orbita
Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat
operasi atau trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang
menyebar dari sinus yang terinfeksi. Oleh karena ruang orbita
dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus frontalis, etmoid, dan
maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar hingga
ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi
ke ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan
antara dinding sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan
infeksi lebih mudah menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang
paling tipis, disebut lamina papyracea yang batas lateral dan
medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada orbita biasanya
dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus
yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali
infeksi menyebar melalui dinding sinus, batas periosteal dinding
sinus berperan sebagai barrier tambahan untuk memproteksi orbita
dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses di antara dinding
dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum
rusak maka akan terbentuk abses orbita.17a) Etiologi
Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi
orbita. Dapat berupa organisme tunggal maupun organisme campuran,
anaerob maupun aerob, atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil
isolasi sama dengan yang ditemukan pada sinus terinfeksi.17b)
Diagnosis
Pada sebuah artikel Chandler menyampaikan sebuah sistem
klasifikasi dari infeksi orbita yang masih dapat digunakan hingga
kini. Infeksi orbita dibagi menjadi lima grup berdasarkan
progresifitasnya menjadi infeksi serius, yaitu :6, 17
1. Selulitis preseptal (selulitis periorbita), yaitu simple
cellulitis dari kelopak mata yang menyebabkan pembengkakan kelopak
mata. Infeksi terbatas pada kulit di depan septum orbita. Terjadi
peradangan atau reaksi edema yang ringan akibat infeksi sinus
etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak,
karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis
seringkali merekah pada kelompok umur ini.6, 17 Gambar 13. Gambaran
selulitis periorbita202. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema
difus dari garis batas orbita dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis ini
menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra
okular bergerak.6, 17
3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas
orbita dengan pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding
tulang orbita. Secara klinis pasien dengan kondisi ini mirip dengan
grup dua, tetapi terdapat proptosis yang menonjol dan kemosis.6,
17
4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus
telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada
tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokuler
mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas
abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.6, 17
5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat
penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus
dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara
patognomonik trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia,
kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan
pasien dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus
kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV, dan
VI, serta berdekatan juga dengan otak.6, 17
Gambar 14. Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada
sinusitis21Keputusan yang paling penting dalam menghadapi pasien
dengan mata yang bengkak bergantung kepada apakah ada keterlibatan
preseptal atau proses orbita. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menjadi dasar diagnosis.
Selulitis preseptal paling banyak disebabkan oleh trauma lokal.
Anamnesa dapat berhubungan dengan gigitan serangga atau trauma lain
pada kulit disekeliling mata yang menyebabkan infeksi sekunder.
Infeksi ini biasanya terjadi secara tiba-tiba. H. influenzae tipe B
menyebabkan infeksi pada kelopak mata sehingga kelopak mata bengkak
dan menutup dalam hitungan jam. Pada proses inflamasi selulitis
preseptal terdapat inflamasi lokal pada mata, ditemukannya panas,
kemerahan, indurasi dan nyeri pada penekanan. Pasien dengan kelopak
mata bengkak, merah, tidak nyeri pada palpasi, tidak indurasi
merupakan suatu reaksi alergi atau pembendungan vena karena
terdapatnya sinusitis harus diperhatikan.17
Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk
diidentifikasi dan tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya
memiliki riwayat keluar cairan dari hidung, sakit kepala atau
terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada orbita,
kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita
dapat menyerupai infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi
orbita. Kelopak mata yang bengkak tidak mengindikasikan adanya
inflamasi. Karena terbatasnya ruang pada orbita, massa inflamasi
dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi orbita yang simple
menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan nyeri bila
mata bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses
lainnya, penekanan orbita menyebabkan proptosis. Jika proses
inflamasi menekan nervus optikus dapat menyebabkan kebutaan. Pada
keadaan awal ditemukannya infeksi orbita mungkin minimal, tetapi
akan banyak ditemukan bila infeksi terus berlanjut.17c)
Pencitraan
Karena bisa terjadi tumpang tindih dalam gejala infeksi orbital,
selulitis preseptal, dan penyebab lain kelopak mata bengkak,
beberapa klinisi merekomendasikan imaging pada semua pasien dengan
pembengkakan kelopak mata. Pecitraan yang paling sering digunakan
adalah CT scan dengan atau tanpa kontras, menggunakan irisan tipis
melalui orbit dengan gambar coronal dan axial. CT scan sangat
sensitif dalam pendokumentasian infeksi ini. Pada pasien dengan
selulitis preseptal terdapat pembengkakan kelopak mata tanpa
keterlibatan orbita. Gambaran CT scan pasien dengan klasifikasi
chandler grup dua (selulitis orbital) sering menunjukkan gambaran
opaq pada sinus etmoid dengan massa tidak jelas di sisi orbital
dari lamina papyracea. Selain itu, mungkin juga terdapat peradangan
pada otot rektus. Ini adalah jenis yang paling ringan dan paling
umum dari infeksi orbital.17Grup tiga (abses subperiosteal)
menunjukkan inflamasi dengan elevasi periosteum, perpindahan otot
rektus, dan jika cukup besar, beberapa derajat proptosis mata.
Temuan untuk grup empat (abses orbital) menunjukkan material
inflamasi dalam ruang orbital dengan proptosis. MRI mungkin jenis
yang lebih baik dari studi pencitraan, tetapi dapat menjadi masalah
karena infeksi orbital sebagian besar pada anak-anak muda yang akan
membutuhkan penenang untuk prosedur ini. MRI adalah pilihan terbaik
untuk komplikasi infeksi intrakranial, seperti trombosis sinus
kavernosus (grup lima) atau abses epidural. Tidak ada nilai foto
polos sinus untuk mendiagnosis infeksi orbital.17d)
Penatalaksanaan
Sampai beberapa tahun yang lalu, banyak pertentangan dalam
bagaimana penatalaksanaan infeksi orbital. Sampai baru-baru ini,
drainase bedah dilakukan pada kebanyakan pasien. Pengobatan
komplikasi orbita sinusitis berupa pemberian antibiotik intravena
dosis tinggi dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari
rongga abses. Manfaat terapi anti koagulan pada trombosis sinus
kavernosus masih belum jelas. Pada kasus tromboflebitis septik,
masuk logika bila dikatakan terapi antikoagulan hanya akan
menyebarkan (diseminata) trombus yang terinfeksi. Perlu diingat
bahwa angka kematian setelah trombosis sinus kavernosus dapat
setinggi 80 %. Pada penderita yang berhasil sembuh, angka
morbiditas biasanya berkisar antara 60-80 %, dimana gejala sisa
trombosis sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik.62.8.3
Komplikasi Intrakranial
Komplikasi intrakranial sangat jarang, terjadi hanya satu hingga
3 kali setiap tahunnya. Penggunaan antibiotik menurunkan insiden
komplikasi ini. Komplikasi dari intrakranial meliputi (1)
meningitis, (2) abses epidural, (3) abses subdural, (4) abses otak.
Pasien pada umumnya memiliki lebih dari satu komplikasi
intrakranial, seperti abses epidural/subdural terjadi bersamaan
dengan abses otak atau meningitis. Berikut ini frekuensi relatif
jumlah komplikasi intrakranial dari sinusitis.17Tabel 2. Frekuensi
Komplikasi Intrakranial17Komplikasi intrakranialFrekuensi relatif
(%, range)
Meningitis34 % (17 54)
Abses otak27 % (0 50)
Abses epidural23 % (0 44)
Abses subdural24 % (9 86)
Persentase pasien dengan > 1 komplikasi intracranial28 %
Banyak studi yang telah memperlihatkan bahwa sejumlah besar
komplikasi ini lebih sering terjadi pada pria (lebih dari 3 : 1
pria/wanita). Penyebab hal ini tidak diketahui secara pasti , tapi
berlaku bahwa pada setiap golongan umur dan mungkin terkait dengan
jenis kelamin, memiliki perbedaan anatomi dan drainase vena
sinus.17
Gambar 15. Lokasi komplikasi intrakranial dari sinusitis22a)
Patogenesis
Patogenesis dari komplikasi intrakranial ini mirip dengan
terjadinya komplikasi pada infeksi infraorbital. Infeksi
intrakranial bisa berkembang dari penyebaran luas melalui invasi
dinding sinus menuju tulang yang terkontaminasi, dan kemudian ke
struktur intrakranial melalui osteitis atau cacat congenital atau
defek traumatik. Berbeda dengan infeksi orbital, metode tersering
dari komplikasi intrakranial ini adalah melalui penyebaran emboli
septik via vena diploik kalvaria dan tidak adanya katup pada sistem
vena juga bertanggung jawab terhadap drainase dari wajah bagian
tengah dan sinus paranasal.17Walaupun banyak komplikasi ini muncul
bersamaan dengan pansinusitis, beberapa infeksi intrakranial muncul
dari peradangan sinus yang spesifik. Meningitis sering muncul dari
sinusitis etmoid atau sfenoid. Trombosis sinus cavernous juga
berhubungan dengan sinusitis etmoidalis atau sfenoidalis. Sinusitis
frontalis paling sering berhubungan dengan perkembangan abses
ekstra aksial dan intraserebral.17b) Manifestasi KlinisManifestasi
klinis komplikasi intrakranial sangat sulit untuk ditentukan,
karena biasanya penderita memiliki lebih dari satu komplikasi.
Disamping itu, tanda dan gejala rinosinusitis juga saling tumpang
tindih dengan gejala infeksi intrakranial. Sakit kepala di daerah
frontal atau retro-orbital gejala yang paling sering muncul,
terjadi kira-kira 70 % pada penderita dengan komplikasi
intrakranial yang muncul akibat sinusitis. Kebanyakan dari pasien
mengalami demam (>38,50C). Pasien juga memilki gejala
peningkatan tekanan intrakranial, antara lain perubahan fungsi
mental, muntah, dan fotofobia. Iritasi araknoid mungkin akan
memperlihatkan adanya kekakuan nuchal. Gejala neurologik yang
selanjutnya muncul akibat komplikasi ini adalah kejang, paresis
fokal, dan palsi nervus kranial. Berikut ini beberapa gejala/tanda
yang muncul dari infeksi intrakranial sebagai akibat dari
komplikasi sinusitis.17Tabel 3. Manifestasi Klinik Komplikasi Intra
Kranial17 Sakit kepala (%)69
Demam (%)60
Perubahan status mental (mulai dari kebingangan hingga
obtundasi) (%)41
Mual/muntah (%)30
Palsi nervus kranial (%)18
Kejang (%)17
Tanda neurologik fokal lainnya (hemiparesis/hemiplegia, afasia,
ataksia, defisit motor/sensoris) (%)17
Kekakuan nuchal (%)10
c) DiagnosisSebelum menggunakan teknik neuroimaging dengan CT
scan atau MRI, diagnosis lesi desak ruang dari infeksi intrakranial
pertama kali ditegakkan dari evaluasi gejala kilinik. CT scan dan
MRI merupakan teknik pelengkap, dimana masing-masingnya membantu
memberikan informasi diagnostik dan juga manajemen utama dari
komplikasi intrakranial. CT scan bisa mendemonstrasikan kebanyakan
kasus supuratif intrakranial dan merupakan suatu teknik pilihan
untuk mengevaluasi keterlibatan tulang. CT scan merupakan modalitas
imaging pertama untuk mengevaluasi dari komplikasi intrakranial
yang berasal dari sinusitis. Dan untuk perencanaan dalam bedah
sinus, karena CT scan memiliki kemampaun yang lebih untuk
menggambarkan air-bone, dan airsoft tissues. Disisi lain, MRI
memiliki resolusi yang lebih baik untuk patologi intrakranial dan
memiliki akurasi diagnostik yang lebih tinggi dalam mendiagnostik
infeksi intrakranial. Dalam salah satu studi yang membandingkan CT
scan dan MRI dalam mendiagnostik komplikasi intrakranial dari
sinusitis, CT scan mendiagnostik 36 dari 39 kasus (92%), sedangkan
MRI 100 %. MRI juga mampu mendeteksi meningitis pada 17 kasus
sedangkan CT scan hanya 3 kasus. 17Penggunaan kontras pada CT scan
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan insufisiensi ginjal
atau pada penderita yang alergi. Oleh karena itu MRI merupakan
metode pertama yang digunakan sebagai alat diagnostik pada
penderita insufisiensi ginjal atau penderita yang alergi terhadap
kontras. Jika pada pasien tersebut MRI merupakan kontraindikasi,
seperti adanya implantasi alat-alat yang bersifat magnetik atau
kontraindikasi lainnya, pasien insufisiensi ginjal bisa diberikan
terlebih dahulu renal protective sebelum penggunaan kontras. 17
1. Meningitisa) Gejala Klinis
Meningitis sering muncul dengan gejala sakit kepala. Kebanyakan
dari pasien juga mengalami demam dan lebih dari setengahnya
disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain termasuk muntah, perubahan
mental status, dan kejang. Pada beberapa kasus pasien muncul,
dengan gejala palsi nervus karanialis.17b) Bakteriologi
S. pneumonia adalah organisme tersering penyebab meningitis.
Penyebab lainnya adalah S. aureus (terkhususnya pada sinusitis
sfenoid). Jarang H. influenza, Neisseria meningitides dan batang
aerob gram negatif sebagai penyebab meningitis akibat komplikasi
dari sinusitis ini. Patogen utama pada pasien AIDS adalah
Cryptococcus neoformans.17c) Diagnosis
Walaupun meningitis sering didiagnosis dengan pemeriksaan punksi
lumbal dan analisa dari cairan serebrospinal (CSS) pemeriksaan
punksi lumbal pada meningitis yang disertai dengan lesi desak ruang
sangat beresiko untuk terjadinya herniasi uncus trans tentorial,
terkhususnya ketika massa berada pada fosa tempral. CT scan dapat
digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan apakah ada lesi
desak ruang atau tidak sebelum melakukan punksi lumbal pada
meningitis.17d) Tatalaksana
Meningitis tanpa lesi desak ruang (konfirmasi dengan CT scan
atau MRI) diobati dengan menggunakan antibiotik. Ketika meningitis
berkembang dengan cepat, terkhususnya pada pneumokokus sebagai
patogen utama, terapi antibiotik dapat dimulai segera setelah
diagnosis suspek atau didahului dengan neuro-imaging atau punksi
lumbal ditegakkan. Pemberian deksametason sebelum atau bersamaan
dengan pemberian pertama dosis antibiotik dapat menurunkan angka
kematian. Deksametason juga dapat diberikan pada edema serebri
akibat sekunder dari infeksi intrakranial. Antibiotik pilihan
pertama adalah generasi ketiga dari cefalosporin (cefotaxime atau
ceftriaxone) intra vena dikombinasi dengan vancomicin untuk
mengeradikasi S. pneumonia yang resisten. Pada pasien AIDS dan
kontraindikasi untuk punksi lumbal amphotericin B dapat digunaakan
sebagai terapi inisial untuk melawan Cryptococus.172. Abses Otaka)
Tampilan Klinis
Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal dari abses otak.
Lebih lanjut, akan muncul rasa mual dan muntah yang juga sering
ditemukan. Perubahan status mental, termasuk kebingungan, penurunan
mentalitas dan atau perubahan perilaku merupakan gejala yang
mengkhawatirkan (alarming symptoms) dimana gejala-gejala ini
menunjukkan proses yang serius dari infeksi intrakranial sedang
terjadi dan bukan gejala dari sinusitis atau penyebab sakit kepala
dan demam lainnya. Kejang juga bisa terjadi pada abses
intaserebral.17b) Bakteriologi
Pada abses intrakranial dan ekstra aksial sering ditemukan
organisme yang multipel, aerob dan anaerob termasuk Fusobacternum
spp, anaerobik dan mikroaerofilik streptokoki, Propionibacterium
spp., Eikenella correoens dan Staphylococcus spp.17c) Dianosis
CT scan dapat mendemonstrasikan abses serebral dengan adanya
densitas yang rendah pada parenkim otak yang terlibat. MRI juga
bisa memperlihatkan gambaran awal dari serebritis yang merupakan
fase dari pembentukan abses.17
Gambar 16. Gambaran CT scan abses otak 23
d) Tatalaksana
Abses intrakranial ditatalaksana dengan cara, (1) pemberian
segera antibiotik parenteral spektrum luas, (2) drainase abses dan
(3) drainase sinus yang terinfeksi. Antibiotik empirik pilihan yang
sering digunakan adalah kombinasi dari generasi ketiga cefalosporin
(cefotaksim atau ceftriakson), penisilinase-resisten penisilin dan
metronidazol. Vankomisin dapat digunakan sebagai pengganti
penisilinase-resisten penisilin untuk melawan S. pneumonie.
Antibiotik intravena diberikan berkelanjutan selama 4 8 minggu
untuk menjaga kadar obat tetap tinggi dalam cairan
serebrospinal.17
Drainase sinus dilakukan dengan open technique, atau biasanya
dengan teknik endoskopi dan diikuti dengan drainase intrakranial.
Walaupun abses serebral yang kecil bisa diobati dengan antibiotik,
abses yang lebih besar harus didrainase dengan teknik operasi
kraniotomi terbuka atau dengan CT-localized neddle drainage
procedure, bergantung kepada lokasi abses. Karena kejang dapat
terjadi pada abses serebral, profilaksis antikonvulsan diberikan
segera setelah diagnosis ditegakkan.173. Abses Extra-Axial (Abses
Subdural dan Epidural)a) Gejala Klinis
Pasien dengan abses subdural biasanya bermanifestasi klinis
sakit kepala, demam dan meningismus. Kemunduran status neorologik
dapat berkembang dengan cepat, disertai dengan penurunan kesadaran
dan timbulnya kejang. Abses epidural berkembang secara tersembunyi,
dan gejalanya mungkin tidak spesifik dan tumpang tindih dengan
gejala sinusitis. Pasien mungkin tidak memperlihatkan gejala selama
beberapa minggu, hingga penurunan status neurologik atau kejang
baru terlihat.17b) Bakteriologi
Bakteri dari abses subdural dan epidural sama dengan bakteri
yang menyebabkan abses intraserebral.17c) Diagnosis
MRI dipertimbangkan sebagai modalitas pertama untuk mendiagnosis
abses epidural dan subdural. Bila MRI tidak ada atau pasien memilki
kontraindikasi, CT scan dengan kontras dapat digunakan sebagai
pengganti MRI.17
Gambar 13. Gambaran CT Scan abses epidural 24
Gambar 14 Gambaran MRI dari abses subdural 24d) Tatalaksana
Abses subdural di drainase dengan operasi kraniotomi. Abses
epidural secara tradisional juga di drainase dengan bedah saraf.
Bagaimanapun juga, terapi konservatif telah disarankan untuk abses
epidural yang kecil, menggunakan endoskopi untuk drainase sinus dan
antibiotik intravena selama 6 minggu.17
BAB IIIKESIMPULAN
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Rinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan
saling terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang
digunakan saat ini adalah rinosinusitis. Komplikasi akibat sinus
paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun intra
kranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit
yang berpotensi fatal yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates.
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal
(KOM). Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain komplikasi
lokal, orbital dan intrakranial. Komplikasi lokal antara lain
mukokel dan osteomielitis (Potts puffy tumor). Komplikasi orbital
adalah inflamatori edema, abses orbital dan trombosis sinus
cavernosus. Komplikasi intrakranial antara lain meningitis dan
abses subperiostealDAFTAR PUSTAKA1. Leung, Katial. The Diagnosis
and Management of Acute and Chronic Sinusitis. 20082. Soh, dr.
Kevin. Orbital Complication of Sinogenic Origin : A case study of
20 patients. Worlds Article in Ear,Nose and Throat. USA. 20103.
Mekhitarian Neto, et al. Acute Sinusitis in Children- a
Retrospective Study of Orbital Complication. Article of
Otorhinolaryngology. Vol.73. No.1. Sao Paulo.20074. Rianil A.
Selulitis Orbita Sebagai Komplikasi Sinusitis. Jakarta : Bagian THT
FKUI/ RSUPNCM. 1998.
5. Brook I. Microbiology and Antimicrobial Treatment of Orbital
and Intracranial Complication of Sinusitis in Children and Their
Management. USA : IJPO 73. 2009; page 1183-66. Hilgher PA. Penyakit
Sinus Paranasalis. Dalam: Adams, Boies, Higler. Buku Ajar Penyakit
THT Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. hal 240-53
7. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. 2007; hal 170-38. Fokkens W, Lund V, Mullol J.
European Position Paper on Nasal Polyps. 20079. Quinn FB. Paranasal
Sinus Anatomy and Function. 09 Januari 2009.Diunduh dari
http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Paranasal-Sinus-2002-01/Paranasal-sinus-2002-01.htm.
10. Norman W. Nasal Cavity, Paranasal Sinuses, Maxillary Division
of Trigeminal Nerve. 2009. Diunduh dari
http://home.comcast.net/~wnor/lesson9.htm. 11. Naclerio R, Gungor
A. Etiologic Factors in Inflammatory Sinus Disease dalam Disease of
the sinuses diagnosis and management. Kennedy DW. London : B.C
Decker. 2001; hal 47-53. 12. Netter, Frank H. A Collection Of
Medical Illustration. Di unduh dari www.netterimages.com13.
Ballenger. J. J., Infeksi Sinus Paranasal. Penyakit Telinga, Hidung
dan Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 13 (1). Jakarta : Binaputra
Aksara. 1994; hal : 232 41
14. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis
and Treatment in Otolaringology. 2nd Edition. New York :
Departement of Otolaringology New York University School Of
Medicine. 2007.15. Ramanan RV. Sinusitis Imaging : Imaging.
Departement of Radiology The Apollo Heart Centre India. Diunduh
dari http : //eMedicine-Radiology.com. Tanggal 23 November 2010.
16. Byron J. Rhinosinusitis : Current Concepts and Management.
Dalam Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2001.17. Schwartz G,
White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and Their
management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management. Brook
I. New York : Taylor and Francis Group. 2006; hal : 269-88.18.
Faust Russell. Complications of Sinusitis. 19 April 2010. Diunduh
dari www.boogordoctor.com19. Sakae VA. Bilateral Frontal Sinus
Mucocele. 1 Mei 2006. Diunduh dari www.scielo.br.com20. Goldbert C.
Periorbital Selullitis. 25 Agustus 2005. Diunduh dari
www.meded.ucsd.edu.com21. Garryty James. Preceptal and Orbital
Selullitis. September 2008. Diunduh dari www.merckmanuals.com22.
Dimitri A. Infection of the Nervous System. Agustus 2010. Diunduh
dari www.neuropathologyweb.org23. Hanus R. Infections of the
Nervous System I. 20 April 2004. Diunduh dari
www.inf3.if1.cuni.cz24. Lenaard N. Brain Abscess Imaging. 30
November 2009. Diunduh dari www.emedicine.com
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah sa
tunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek;
sekret hidung anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di
wajah;
Penghidu terganggu/ hilang
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Gejala kurang dari 5 hari atau membaik setelahnya
Common cold
Pengobatan simtomatik
Tidak ada perbaikan setelah 14 hari
Rujuk ke dokter spesialis
Teruskan terapi untuk 7-14 hari
Perbaikan dalam 48 jam
Steroid topikal
Sedang
Rujuk ke dokter spesialis
Tidak ada perbaikan dalam 48 jam
Antibiotik + steroid topikal
Berat
Gejala menetap atau memburuk setelah 5 hari
Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat
Edema periorbita
Pendorongan letak bola mata
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Penurunan visus
Nyeri frontal unilateral atau bilateral
Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung anterior/ posterior;
nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Penghidu terganggu/ hilang
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak direkomendasikan
Tersedia Endoskopi
Polip
Rujuk Dokter Spesialis THT jika Operasi Dipertimbangkan
Ikuti skema polip hidung Dokter Spesialis THT
Ikuti skema Rinosinusitis kronik Dokter Spesialis THT
Tidak ada polip
Pemeriksaan Rinoskopi Anterior
Foto Polos SPN/ Tomografi
Komputer tidak direkomendasikan
Endoskopi tidak tersedia
Lanjutkan terapi
Perbaikan
Reevaluasi setelah 4 minggu
Steroid topikal
Cuci hidung
Antihistamin jika alergi
Rujuk spesialis THT
Tidak ada perbaikan
Investigasi dan intervensi secepatnya
Pikirkan diagnosis lain :
Gejala unilateral
Perdarahan
Krusta
Gangguan penciuman
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Pendorongan letak bola mata
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal
Ringan VAS 0-3
Steroid topikal Intranasal cuci hidung
Gagal setelah 3 bulan
Perbaikan
Tindak lanjut Jangka Panjang + cuci hidung
Steroid topikal
Makrolide jangka panjang
Sedang atau berat VAS >3-10
Steroid topikal
Cuci hidung
Kultur & resistensi Kuman
Makrolid jangka panjang
Gagal setelah 3 bulan
Tomografi Komputer
Operasi
Perlu investigasi dan intervensi cepat
Pertimbangkan diagnosis lain :
Gejala unilateral
Perdarahan
Krusta
Kakosmia
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau
pilek yang tidak jernih; nyeri bagian frontal, sakit kepala;
Gangguan Penghidu
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi
Komputer
Tes Alergi
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta;
misal Asma
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung tersumbat atau
sekret hidung berwarnar; nyeri bagian frontal, sakit kepala;
Gangguan Penghidu
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Pertimbangkan Tomografi
Komputer
Tes Alergi
Pertimbangkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit penyerta;
misal ASA
Ringan VAS 0-3
Sedang VAS 3-7
Steroid topikal (spray)
Steroid topikal tetes hidung
Dievaluasi setelah 3 bulan
Perbaikan
Lanjutkan Steroid Topikal
Evaluasi setiap 6 bulan
Tidak membaik
Berat VAS > 10
Steroid oral jangka pendek
Steroid topikal
Evaluasi setelah 1 bulan
Perbaikan
Tidak membaik
Tomografi Komputer
Operasi
Tindak lanjut
Cuci hidung
Steroid topikal + oral
Antibiotika jangka panjang
Perlu investigasi dan intervensi cepat
Pertimbangkan diagnosis lain :
Gejala unilateral
Perdarahan
Krusta
Kakosmia
Gejala Orbita
Edema Periorbita
Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Edem frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis fokal
PAGE 35