BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebenarnya hemofilia telah ditemukan sejak lama sekali, dan belum memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus di khitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat di khitan. Seorang dokter asal Arab, Albucasis, yang hidup pada abad ke 12 telah menulis tentang sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil. Kemudian pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal Philadelphia menulis sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu keluarga tertentu saja. Ia menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya pada pria. Ia menelusuri penyakit tersebut pada seorang wanita dengan tiga generasi sebelumnya yang tinggal dekat Plymouth, New Hampshire pada tahun 1780. Kata hemofilia pertamakali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebenarnya hemofilia telah ditemukan sejak lama sekali, dan belum
memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad
setelah masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus di khitan jika
dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat di khitan. Seorang dokter asal
Arab, Albucasis, yang hidup pada abad ke 12 telah menulis tentang sebuah
keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat
luka kecil.
Kemudian pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal
Philadelphia menulis sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu
keluarga tertentu saja. Ia menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya
pada pria. Ia menelusuri penyakit tersebut pada seorang wanita dengan tiga
generasi sebelumnya yang tinggal dekat Plymouth, New Hampshire pada tahun
1780.
Kata hemofilia pertamakali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh
Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica,
istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter
berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Sepanjang hidupnya Schonlein berusaha menjadikan kedokteran sebagai sebuah
cabang ilmu pengetahuan alam. Upaya Schonlein dalam hal inilah yang
memungkinkan kedokteran mengembangkan metode pengajaran dan praktek
kedokteran klinik.Schonlein yang adalah seorang guru besar kedokteran di tiga
universitas besar di Jerman - Wurzburg (1824 - 1833), Zurich (1833 - 1830) dan
Berlin (1840 - 1859) - adalah dokter pertama yang memanfaatkan mikroskop
untuk melakukan analisis kimiawi terhadap urin dan darah guna menegakkan
diagnosis atas penyakit yang diderita seorang pasien.
Hemofilia seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit
kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 - 1901) adalah
seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya yang ke delapan, Leopold
adalah seorang hemofilia dan sering mengalami perdarahan. Keadaan ini di
beritakan pada British Medical Journal pada tahun 1868. Leopold meninggal
dunia akibat perdarahan otak pada saat ia berumur 31 tahun. Salah seorang anak
perempuannya, Alice, ternyata adalah carrier hemofilia dan anak laki-laki dari
Alice, Viscount Trematon, juga meninggal akibat perdarahan otak pada tahun
1928.
Hal terpenting dalam sejarah hemofilia adalah keberadaan penyakit
tersebut di dalam keluarga kerajaan Rusia. Dua dari anak perempuan Ratu
Victoria, Alice dan Beatrice, adalah carrier. Mereka menyebarkan penyakit
hemofilia ke Spanyol, Jerman dan Keluarga Kerajaan Rusia.
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari
ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih
banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita
hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti
luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan
sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan
pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para
penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada
bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu
kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses
pembekuan darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita
hemofilia (Gambar 2). Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah
yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat
yang berperan dalam menghentikan perdarahan.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman
(benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
Gambar 1
a.
K
et
ik
a
m
e
n
g
al
a
m
i
p
er
d
ar
a
h
a
n
b
er
ar
ti
te
rj
a
di
lu
k
a
p
a
d
a
p
e
m
b
ul
u
h
d
ar
a
h
(y
ai
tu
sa
lu
ra
n
te
m
p
at
d
ar
a
h
m
e
n
g
al
ir
k
es
el
ur
u
h
tu
b
u
h)
,
la
lu
d
ar
a
h
k
el
u
ar
d
ar
i
p
e
m
b
ul
u
h.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar
pembuluh.
Gambar 2
Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan.
Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B
lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang. Hemofilia tidak mengenal
ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa. Hemofilia paling banyak di derita
hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya
adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini
sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia). Sebagai penyakit yang di
turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada
kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya.1.2
Rumusan MasalahKasus 3 Tn. J 20 th masuk ke unit gawat darurat dengan
keluhan perdarahan dari hidung karena terkena bola namun perdarahan tidak
berhenti walaupun sudah dilakukan penekanan. Riwayat hemofilia. Berdasarkan
kasus di atas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :Lengkapi data
yang belum ada pada kasus di atas
1. Komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus di atas adalah
2. Bagaimana penanganan medis terhadap kasus Tn. J
3. Buat diagnosa dan rencana keperawatan
4. Hal-hal apa saja yang harus diajarkan ke pasien dan keluarga
1.3 Tujuan
1. Menambah pengetahuan tentang keperawatan medikal bedah
2. Mengetahui pengertian dan gangguan sistem hematologi
3. Menambah pengetahuan ilmu keperawatan
4. Mengetahui asuhan keperawatan yang sesuai terhadap pasien hemophilia
5. Memenuhi tugas mata kuliah medikal bedah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma
darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5 ribu per
nm kibek darah) dan leukosit(sel darah putih, normalnya 5.000 sampai 10.000 per
nm kibek darah). Terdapat sekitar 500 sampai 1000 eritrosit tiap satu leukosit.
Leukosit dapat berada dlam beberapa bentuk : eusinofil, basofil, monosit, netrofil,
dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak
berinti yang disebut trombosit (normalnya 150.000 sampai 450.000 trombosit per
nm kibek darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai
45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit.
Darah terlihat sebagai cairan merah, opakdan kental. Warnanya ditentukan oleh
hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah.
Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. Darah bersirkulasi dalam system vaskuler dan berperan
sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang diabsorpsi oleh
paru dan nutrisi yang diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh untuk
metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh metabolism
sel ke paru, kulit, dan ginjal yang akan ditransformasi dan di buang keluar tubuh.
Darah juga membawa hormone dan antibodi ke tempat sasaran atau tujuan.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap berada dalam cair normal.
Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari system
vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme
pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk
menyumbat kebocoran dalam pembuluh darah.
Pembekuan yang berlebih juga sama bahayanya karena potensial
menyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini,
tubuh memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan melarutkan bekuan
yang terbentuk dalam pembuluh darah.
2.2 Patofisiologi Sistem Hematologi
Anemia. Kelainan system hematologi yang sering terjadi adalah adanya
penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini dinamakan anemia,
dapatterjadi akibat produksi ssel darah merah oleh sumsum tulang berkurang atau
tinginya penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi. Berkurangnya sel darah
merah dapat disebabkan oleh kekurangan kofaktor untuk eritropoesis, seperti
asam folat, vitamin B12 dan besi. Produksi sel darah merah jugadapat turun
apabila sumsum tulang tertekan(oleh tumor atau obat) atau rangsangan tidak
memadai karena kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal
kronis. Peningkatan penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas
system retikuloendotelial yang berlebihan (mis, hipersplenisme) atau akibat
sumsum tulang menghasilkan sel darah merah abnormal (mis, anemia sel sabit).
Karena sel darah merah dan hemoglobin sangat penting untuk menyampaikan
oksigen kejaringan maka anemia mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kelainan perdarahan. Kelainan perdarahan dapat disebabkan oleh
kekurangan trombosit ataupun factor pembekuan dalam sirkulasi darah. Fungsi
trombosit dalam plasma darah dapat terganggu akibat insufisiensi sumsum tulang,
kerusakan limfa meningkat, atau abnormalitas trombosit beredar. Kekurangan
factor pembekuan biasanya disebabkan oleh krangnya produksi factor ini dalam
hati. Hemophilia adlah kelainan yang diturunkan, disebabkan oleh kekurangan
factor pembekuan darah VIII dan IX.
Manifestasi kelainan darah. Masalah yang biasanya timbul pada pasien
dengan kelainan darah meliputi kelelahan dan kelemahan, cenderung terjadi
perdarahan, lesi ulseratif di lidah, an membrane mukosa, dispnu, nyeri tlang dan
sendi, demam, pruritus, dan kecemasan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003). Hemofilia
merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX. Faktor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin
pada daerah trauma (Hidayat, 2006). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi
kongenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor
VIII, IX atau XI yang ditentukan secara genetic (Nelson, 1999). Hemofilia
merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering
dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten (Price & Wilson,
2005). Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan
melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria
karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya
menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita
hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa
carrier. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama:
a. Hemofilia klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah
b. Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8
(Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.
2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama:
a. Christmas disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang
bernama Steven Christmas asal Kanada
b. Hemofilia kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor
IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah. Penderita hemofilia parah/ berat yang hanya memiliki kadar faktor
VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya,
dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. Penderita hemofilia
sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti
olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami
perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi
tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita
hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat
mengalami menstruasi.
B. Etiologi
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis
faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul
kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang
berlebihan setelah suatu trauma.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang
terdapat pada keadaan berikut:
1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan
faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan.
2. Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus
obstruktif, fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak
sempurna atau karena gangguan pertumbuhan bakteri usus.
3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan
lain-lain
4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat
antagonistik terhadap protrombin.
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).
C.Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B
atau penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang
diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX
adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk
pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan
bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila
kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi
bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila
kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya
bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX.
Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah
trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam
persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang
paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan
iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hampir semua pasien
hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2002).
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII
antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor
utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF
yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit.
Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang
cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat
penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin
memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan
menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem
fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang
mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan
cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan
untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit
(platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada
tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan
perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa
perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan
petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat
terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang
paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan
kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam
beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang
serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan
salah satu penyebab terbesar dari kematian. Perdarahan pada gastrointestinal
dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat
berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah.
Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001).
Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena
jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan
hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang
normal(gambar 1) dan penderita hemofilia (gambar 2). Gambar 1 dan Gambar
2 menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat
faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentikan
perdarahan.
Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang disebut
kromosom (chromosomes). Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang
panjang disebut DNA. DNA ini disusun kedalam ratusan unit yang di sebut gen
yang dapat menentukan beberapa hal, seperti warna mata seseorang. Setiap sel
terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam 23 pasang. Salah satu pasangnya
dikenal sebagai kromosom seks, atau kromosom yang menentukan jenis
kelamin manusia. Wanita memiliki dua kromosom X dalam satu pasang, dan
pria memiliki satu kromosom X, dan satu kromosom Y dalam satu pasang.
D. Manifestasi klinis
1. Masa bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4
bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal, yaitu nyeri
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
3. Sekuela jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan
kompresi saraf dan
fibrosis otot.
E.Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya
sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat
faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu
inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII
atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan
mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor
dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat
(hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari
perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar
kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti :
1. Lutut
2. Pergelangan kaki
3. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap
tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru
yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
1. Panggul
2. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang
mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius
adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak
penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka
terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal
(Betz & Sowden, 2002).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum