Top Banner
Case Report HIPERBILIRUBINEMIA Oleh: Vyola Regina 0910311008 Pembimbing Dr.Gustina Lubis, Sp. A (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 1
42

245677283 Case Ikterus Neonatorum Ola

Nov 09, 2015

Download

Documents

meikaayu

fytghjkj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Case ReportHIPERBILIRUBINEMIA

Oleh:Vyola Regina 0910311008

PembimbingDr.Gustina Lubis, Sp. A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASPADANG2014

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

1.1 DefenisiHiperbilirubinemia adalah kadar bilirubun serum total 5 mg/dl (86 mmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonyugasi pada jaringan. Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum > 5 mg/dl.Hiperbilirubinemia merupakan keadaan yang sering ditemukan pada bayu cukup bulan (50-70%) maupun bayi prematur (80-90%). Sebagian besar fisiologis dan tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi karena potensi toksis dari bilirubin maka semua neonatus harus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat. Kadar bilirubin tak terkonjugasi bayi baru lahir (BBL) pada minggu pertama >2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Sedangkan pada BBL yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak lebih tinggi dan lebih lama, demikian juga penurunannya jika tidak diberikan fototerapi. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan sampai 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin.Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut ;1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek, penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan

1.2 PatofisiologiPembentukan bilirubinBilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut, terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat larut. Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme hemeglobin dari eritrosit. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labelled didalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase), dan heme bebas.Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan otang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada BBL disebabkan masa hidup eritrosit lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degenerasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat.Transportasi BilirubinPembentukan bilirubin yang terjadi di RES, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Pada bayi kecil bulan, ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan beresiko terjadinya neurotoksisitas.Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endolaplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun.Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Setelah berada di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.Mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat menghidrolisis menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin. Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin glukoronida yang berlebih dan konsetrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam mekonium. BBL relatif kekurangan flora bakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi urobilinogen yang akan meningkatkan pool bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktifitas -glukoronidase mukosa yang tinggi dan ekskresi monoglukorinida terkonjugasi.Pada ikterus fisiologis, peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar bilirubin serum, disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas -glukoronidase yang tinggi dan penurunan motilitas usus halus.

Gambar 1. Fisiologi bilirubin

Faktor-faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologisDasarPenyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubinPeningkatan sel darah merahPenurunan umur sel darah merahPeningkatan early bilirubin

Peningkatan resirkulasi melalui enterohepatik shuntPeningkatan aktifitas -glukoronidaseKurang adanya flora bakteriPengeluaran mekonium yang terlambat

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari plasmaDefisiensi protein karier

Penurunan metabolisme hepatikPenurunan aktifitas UDPGT

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early dan late. Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum, sedangkan bentuk late onset berhubungan dengan kandungan ASI yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Pengaruh late onset berhubungan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu 2-20-pregnandiol yang mempengaruhi aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak unsaturated, atau -glukoronidase atau adanya faktor lain yang meningkatkan jalur enterohepatik.Faktor etiologi yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI :1. Asupan cairan Kelaparan Frekuensi menyusui Kehilangan berat badan/dehidrasi2. Hambatan ekskresi bilirubin hepatik Pregnandiol Lipase-free fatty acid Unidentified inhibitor3. Intestinal reabsorbtion of bilirubin Pasase mekonium terlambat Pembentukan urobilinoid bakteri Beta-glukoronidase Hidrolisis alkaline Asam empeduPenyebab neonatal hiperbilirubinemia indirekDasarPenyebab

Peningkatan produksi bilirubinIncompabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)

Peningkatan penghancuran hemoglobin Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galaktosemia) Sepsis

Peningkatan jumlah hemoglobin Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA) Keterlambatan klem tali pusat

Peningkatan sirkulasi enterohepatik Keterlambatan pasase meko-nium, ileus mekonium, meconium plug syndrome Puasa atau keterlambatan minum Atresia atau stenosis intestinal

Perubahan clearance bilirubin hatiImaturitas

Perubahan produksi atau aktifitas uridine diphosphoglucoronyl transferase Gangguan metabolik/endokrine

Perubahan fungsi dan perfusi hati Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi Sepsis Obat-obatan dan hormon

Obstruksi hepatik Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik) Statis biliaris (hepatits, sepsis) Bilirubin load berlebihan

1.3 DiagnosisAnamnesis 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisiintra uterin, infeksi intranatal) 2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi 3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 4. Riwayat inkompatibilitas darah 5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa

Pemeriksaan Fisik Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 1000mikro mol/L (1mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.Klasifikasi hiperbilirubinemia

Usia

Ikterus terlihat padaDerajat ikterus

Hari 1Hari 2Hari 3dstSetiap ikterus yang terlihatLengan dan tungkaiTangan dan kaki

Ikterus berat

Ikterus usia 3-13 hari

Ikterus lutut/siku/lebihIkterus segera setelah lahirIkterus pada hari pertamaIkterus pada usia 14 hari

Bayi kurang bulanTinja pucat(-)Tanda patologis (-)Ikterus patologis

Ikterus fisiologis

Peter Cooper, A. Suryono, Indarso F., Managing Newborn Problems : A Guidefor doctor, nurses and midwises, WHO, 2008)

Faktor resiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 minggu1. Faktor resiko major Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko tinggi Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobin direk yang positif atau penyakit hemolitik lainnya Umur kehamilan 35-36 minggu Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi Sefalhematom atau memar bermakna ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan berlebihan Ras Asia timur2. Faktor resiko minor Sebelum pulang, kadar bilirubin total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko sedang Umur kehamilan 37-38 minggu Sebelum pulang, bayi tampak kuning Riwayat anak sebelumnya kuning Bayi makrosomia dari ibu DM Umur ibu 25 tahun Laki-laki3. Faktor resiko kurang Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko rendah Umur kehamilan 41 minggu Bayi mendapat susu formula penuh Kulit hitam Bayi dipulangkan setelah 72 jam1.4 ManajemenStrategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi; pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.1. Strategi pencegahan hiperbirubinemia(1) Pencegahan primer Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi(2) Pencegahan sekunder Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa. Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum keluar RS dan tindak lanjut yang memadai. Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.(3) Evaluasi laboraturium Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam(4) Penyebab kuning Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestatis Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukan evaluasi tambahan mencari penyebab kolestatis Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau asal etnis/geografis yang menunjukan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi buruk.(5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat(6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit RS harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua mengenai kuning, perlunya monitor terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukanBayi Keluar RSHarus dilihat saat umur

Sebelum umur 24 jam72 jam

Antara umur 24 27,9 jam96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam120 jam

(7) Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI Observasi semua fese awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses keluar dalam waktu 24 jam Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

2. Penggunaan Farmakologi(1) Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan inkompabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan tindakan transfusi ganti(2) Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas dan konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin(3) Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin yang merupakan analog sintesis heme. Zat ini efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, yang diperlukan untuk katabolisme heme manjadi biliverdin.(4) Tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum.(5) Pemberian inhibitor -glukoronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang.

3. Foto Terapi dan Transfusi tukarPenatalaksaan fototerapi pada bayi dengan hiperbilirubinemia Lakukan pemeriksaan laboraturium Bilirubin total dan direk Golongan darah (ABO Rh) Tes antibodi direk (Coombs) Serum albumin Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi Jumlah retikulosit ETCO (bila tersedia) G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan geografis atau respon terhadap terapi kurang) Urinalisis Bila anamnesis dan tampilan klinis menunjukan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, dan liquor untuk protein, glukosa, hitung jenis dan kultur Tindakan Bila bilirubin total 25 mg atau 20 mg pada bayi sakit atau bayi 38 mingguBayi 35 36 minggu sehat atau > 38 minggu dengan risiko tinggi atau penyakit hemolitik isoimun atau defisiensi G6PDBayi 35 37 minggu dengan risiko tinggi atau penyakit hemolitik isoimun atau defisiensi G6PD8.07.2

6.80.940.84

0.80

Apabila nilai TSB mencapai level transfusi tukar, segera kirim contoh darah untuk pemeriksaan golongan darah dan crossmatch. Darah yang digunakan untuk transfusi adalah modifikasi darah lengkap (eritrosit dan plasma) yang telah dicocokkan (crossmatched) dengan darah ibu dan sesuai dengan darah bayi.Komplikasi transfusi tukar :1. Hipokalsemia dan hipomagnesia2. Hipoglikemia3. Gangguan keseimbangan asam basa4. Hiperkalemia5. Gangguan kardiovaskular Perforasi pembuluh darah Emboli Infark Aritmia Volume overload arrest6. Perdarahan Trombositopenia Defisiensi faktor pembekuan7. Infeksi8. Hemolisis9. Graft-versus host disease10. Lain-lain : hipoterma, hipertermia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis nekrotikans.

LAPORAN KASUS

Seorang bayi laki-laki berusia 4 hari dirawat di ruang Perinatologi RSUD dr. M. Djamil sejak tanggal 3 Januari 2014 dengan Keluhan Utama : NBBLR 1700 gram, PBL 41 cmRiwayat Penyakit Sekarang : NBBLR 1700 gram (SMK) kurang bulan (33-34 minggu) PB 41 cm lahir seccio caessarea atas indikasi Ibu placenta previa totalis, ditolong dokter, A/S : 7/8. Ibu plasenta previa, ketuban jernih Demam tidak ada, kejang tidak ada Muntah tidak ada Sesak napas tidak ada Kebiruan tidak ada Injeksi Vit. K telah diberikan Buang air kecil sudah keluar Mekonium sudah keluar Bayi sudah diberikan injeksi vitamin K Riwayat demam dan nyeri buang air kecil pada ibu saat hamil tidak ada Riwayat keputihan gatal berbau pada ibu saat hamil tidak ada Ibu dirawat di bagian kebidanan dengan plasenta previa Riwayat perdarahan sebelum persalinan sebanyak 200 cc, darah merembes.

Riwayat Kehamilan Ibu G2P0A1H0 Presentasi bayi : letak kepala Pemeriksaan antenatal oleh dokter ahli kebidanan, teratur HPHT lupa, Taksiran partus 25 Januari 2014 ( dari hasil USG) Penyakit selama kehamilan : tidak ada Komplikasi selama kehamilan : perdarahan Pemeriksaan terakhir saat hamil : tekanan darah 110/80 mmHg, T 36,8 C, Hb 9,7 g%, leukosit 11.700/mm. Makan: Nasi 3 kali sehari Daging 2x seminggu Ikan : hampir tiap hari Sayur : 5-6 kali semingguTelur : 3 kali seminggu Kulitas dan kuantitas cukup Riwayat mengkonsumsi obat-obatan kehamilan tidak ada Riwayat merokok saat hamil tidak ada, minum alkohol tidak ada Riwayat mendapat penyinaran pada kehamilan tidak ada . Riwayat trauma tidak ada Riwayat keguguran pada usian kehamilan 3 bulanPemeriksaan Fisik Kesan Umum Keadaan : aktif Frekuensi Jantung : 148 x/menit Frekuensi nafas : 52 x/menit BB : 1700 gr PB : 41 cm Sianosis : tidak ada Ikterus : tidak ada Suhu : 36,8 0 c Kepala Bentuk : normochepal Ubun-ubun besar : datar, 1,5 x 1,5 cm Ubun-ubun kecil : 1 x 1 cm Jejas persalinan : tidak ada Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Telinga : tidak ditemukan kelainan Hidung : nafas cuping hidung tidak ada Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada Leher : tidak ditemukan kelainan Thoraks Bentuk : normochest, retraksi tidak ada Jantung : frekuensi 148x/menit, bising tidak ada Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen Permukaan : datar Kondisi : lemas Hati : x Limpa : S tidak teraba Tali pusat : segar Distensi tidak ada Bising usus (+) normal Umbilikus : tidak hiperemis Genitalia Kelainan : tidak ada Kedua testis telah turun Ekstremitas Atas : akral hangat perfusi baik Bawah : akral hangat perfusi baik Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan Kulit : teraba hangat, tidak ada kelainan Refleks Neonatal Moro (+) Rooting (+) Isap (+) Pegang (+)

Ukuran Lingkar kepala : 31 cm Lingkar dada : 26,5 cm Lingkar perut : 23 cm Simpisis kaki : 16 cm Panjang lengan : 14 cm Panjang kaki : 18 cm Kepala simpisis : 25 cm

RESUME

NBBLR 1700 gram (SMK) PB 42 cm, kurang bulan (33-34 minggu) lahir seccio caessarea ai/ Ibu plasenta previa totalis, A/S: 7/8 Ibu plasenta previa, ketuban jernih Jejas persalinan tidak ada Kelainan kongenital tidak ada Penyakit sekarang : NBBLR 1700 gram

Manajemen : ASI 8 x 10 cc / OGTRawat tali pusat Rencana : periksa Gula Darah

Follow Up 4/01/2014S/ demam tidak ada, kejang tidak ada Sesak napas tidak ada Kuning tidak ada, kebiruan tidak ada Muntah tidak ada BAB dan BAK biasaO/ aktif, HR : 156x/menit RR: 44x/menit T: 37 CMata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterikTelinga : tidak ditemukan kelainan Hidung : nafas cuping hidung tidak adaMulut : sianosis sirkum oral tidak ada Leher : tidak ditemukan kelainan Thoraks Bentuk : normochest, retraksi tidak ada Jantung : frekuensi 156x/menit, bising tidak ada Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen Distensi tidak ada Bising usus (+) normalUmbilikus : tidak hiperemis Genitalia : tidak ada kelaiananEkstremitas Atas : akral hangat perfusi baik Bawah : akral hangat perfusi baik Kulit : teraba hangat, tidak ada kelainanLaboratorium : GDR : 57 mg/ dlKesan : hemodinamik stabilManajemen : ASI 8 x 10 cc / OGTRawat tali pusat

6/01/2014S/ demam tidak ada, kejang tidak ada Sesak napas tidak ada Kuning sampai paha kebiruan tidak ada intake masuk, toleransi baik BAB dan BAK jumlah cukupO/ aktif, HR : 140x/menit RR: 44x/menit T: 37 CMata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterikHidung : nafas cuping hidung tidak adaMulut : sianosis sirkum oral tidak ada Leher : tidak ditemukan kelainan Thoraks Bentuk : normochest, retraksi tidak ada Jantung : frekuensi 140x/menit, bising tidak ada Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen Distensi tidak ada Bising usus (+) normalEkstremitas Atas : akral hangat perfusi baik Bawah : akral hangat perfusi baik Kulit : teraba hangat, ikterik sampai pahaLaboratorium : Hb 14,6 gr/dlLeukosit 4500 /mmTrombosit 225.000 /mmKesan : Ikterik Neonatorum grade IVRencana : pemeriksaan Bilirubun total, Bilirubin I dan II Cross matchManajemen : ASI 8 x 10 cc / OGTHasil laboratorium : Bilirubin Total 12, 13 mg/dl Bilirubin I : 11,77 mg/dl Bilirubin II : 0,36 mg/dlKesan : HiperbilirubunemiaRencana : fototerapi sesuai grafik AAP Coomb Test

7/01/2014S/ demam tidak ada, kejang tidak ada Sesak napas tidak ada Kuning masih tampak membayang sampai paha kebiruan tidak ada intake masuk, toleransi baik. Anak telah diberi ASI OD, menyusu kuat BAB dan BAK jumlah cukupO/ aktif, HR : 136x/menit RR: 40x/menit T: 36,7 CMata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterikHidung : nafas cuping hidung tidak adaMulut : sianosis sirkum oral tidak ada Leher : tidak ditemukan kelainan Thoraks Bentuk : normochest, retraksi tidak ada Jantung : frekuensi 136x/menit, bising tidak ada Paru : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Abdomen Distensi tidak ada Bising usus (+) normalEkstremitas : akral hangat perfusi baik Kulit : teraba hangat, ikterik sampai pahaKesan : Ikterik Neonatorum grade IVManajemen : ASI ODFoto terapi

DISKUSI

Telah dirawat seorang bayi laki- laki dengan diagnosis kerja NBBLR 1700 gram dan Ikterus Neonatorum grade IV. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang.Dari pemeriksaan didapatkan bayi berat lahir rendah yaitu 1700 gram sesuai masa kehamilan, kurang bulan (33-34 minggu) lahir seccio caessarea ai/ Ibu plasenta previa dengan A/S : 7/8. Dalam hal ini berat bayi lahir rendah disebabkan oleh prematuritas walaupun sesuai dengan usia kehamilan. Selain itu dari pemeriksaan fisik pada umur 3 hari ditemukan ikterik sampai ke paha.MEKANISMEFaktor Resikolahir preterm Berat badan lahir rendah

Imaturitas hepar Belum diberi ASI Defisiensi G6PD

Sel hepatosit belum matang motilitas usus lisis eritrosit Enzim glukonil transferase Albumin Siklus enterohepatik meningkat

Kenaikan bilirubin serum

Ikterik neonatorum

Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan Hb 14,6 gr/dl, Leukosit 4500 /mm, Trombosit 225.000 /mm, Bilirubin Total 12, 13 mg/dl, Bilirubin I : 11,77 mg/dl, Bilirubin II : 0,36 mg/dl. Dari hasil laboratorium didapatkan kesan hiperbilirubinemia.Berdasarkan data tersebut ditegakkan diagnosis kerja pada pasien ini NBBLR 1700 gram dan Ikterus Neonatorum grade IV. Kepada pasien saat ini diberikan ASI OD dan fototerapi sesuai grafik AAP. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan bilirubin ulang untuk evaluasi hasil terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Antonius H. Pudjiadi, dkk, 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ed II. IDAIGuyton, Arthur C; John E Hall. 2007. Textbook of Medical Physiology edisi 11. Terjemahan; Dian Ramadhani; Fara Indriyani; Frans Dany; Imam Nuryanto; Srie Sisca Prima Rianti; Titiek Resmisari; Joko Suryono. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteranedisi 11. Jakarta: EGCLatief, Abdul, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : CV Sagung SetoM Sholeh Kasim Hariarti, dkk, 2010. Buku Ajar Neonatologi. IDAISylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta : EGC29