Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam identik dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Salah satu filosofi dasar ajaran Islam dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, yaitu larangan untuk berbuat curang dan dzalim. Semua transaksi yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an taraddin minkum), dan tidak boleh ada pihak yang menzalimi atau dizalimi. Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi dan bisnis, termasuk dalam praktek perbankan. Salah satu kritik Islam terhadap praktek perbankan konvensional adalah dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya) dan prinsip al ghunmu bi al ghurmi (untung muncul bersama resiko). Dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro, bank konvensional
228

20080129100218tesis asli

Jul 02, 2015

Download

Documents

Ilham Akbar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 20080129100218tesis asli

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Islam identik dengan berkembangnya lembaga

keuangan syariah. Salah satu filosofi dasar ajaran Islam dalam kegiatan ekonomi

dan bisnis, yaitu larangan untuk berbuat curang dan dzalim. Semua transaksi yang

dilakukan oleh seorang muslim haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an

taraddin minkum), dan tidak boleh ada pihak yang menzalimi atau dizalimi.

Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi

dan bisnis, termasuk dalam praktek perbankan.

Salah satu kritik Islam terhadap praktek perbankan konvensional adalah

dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (hasil usaha muncul bersama biaya)

dan prinsip al ghunmu bi al ghurmi (untung muncul bersama resiko). Dalam

pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro,

bank konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaran

bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed

and predetermined rate). Sedangkan nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak

mendapatkan keuntungan yang fixed and predetermined juga, karena dalam

bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung yang besarnya tidak dapat

ditentukan dari awal. 1

1 Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta, IIIT Indonesia, 2003) Ed.I Cet I, hal. 40.

Page 2: 20080129100218tesis asli

Oleh karenanya mengenakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman

merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu

diharamkan. Disini bank konvensional menuntut mendapatkan untung yang fixed

and predetermined tetapi menolak untuk menanggung resikonya (al ghunmu bi

laa ghurmi / againing return without being responsible for any risk). Bank

konvensional mengharapkan hasil usaha, tetapi tidak bersedia menanggung

biayanya (al kharaj bi laa dhaman / gaining income without being responsible for

any expenses). Padahal prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip dasar dalam

teori keuangan, yakni prinsip bahwa return selalu beriringan dengan resiko (return

goes along with risk).2

Di Indonesia maupun di Dunia Islam terdapat dua aliran pemikiran

sehubungan dengan sistem keuangan dan perbankan. Aliran pertama berpendapat

bahwa bahwa bunga bank tidak tergolong riba, karena yang disebut riba adalah

pembungaan uang oleh mindering yang bunganya sangat tinggi sehingga disebut

“lintah darat”.

Tetapi aliran yang melahirkan ide bank Islam berpendapat bahwa bunga

bank itu tetap riba. Akan tetapi keberadaan bank sebagai lembaga keuangan, tidak

dilarang, bahkan diperlukan. Sehingga menjadi sebuah kewajaran, atau mungkin

keharusan jika lembaga keuangan syariah yang muncul memberikan warna baru

yang lebih menawarkan keadilan, baik kepada pemilik modal ataupun peminjam

(pengusaha).

Sebagai sebuah alternatif, bank (lembaga keuangan) syariah telah

memformulasikan sistem interaksi kerja yang dapat menghindari aspek-aspek

2 Ibid, hal 43

2

Page 3: 20080129100218tesis asli

negatif dari sistem kerja bank konvensional, yaitu dengan menerapkan beberapa

sistem, dimana harus diciptakan bank (lembaga keuangan) syariah yang tidak

bekerja atas dasar bunga melainkan atas sistem bagi hasil, antara lain yang dikenal

dalam fiqh mu’amalah sebagai transaksi mudharabah atau qiradh.3

Secara umum para fuqaha mendefinisikan mudharabah sebagai

penyerahan sejumlah modal tertentu dari seorang sahib al mal (penyandang dana)

kepada mudarib (pengusaha) agar uang tersebut dapat dikelola dan jika ada

keuntungan dibagi secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan dan jika terjadi

kerugian maka ditanggung uang modal itu oleh sahib al- mal dengan syarat-syarat

tertentu.4

Nisbah keuntungan harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu pihak

tidak diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi kepada pihak

yang lain. Selain itu proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui

pada waktu berkontrak, dan proporsi tersebut harus dari keuntungan.

Dalam kajian hukum muamallah, masalah akad (‘aqd) atau perjanjian

menempati posisi sentral, karena ia merupakan cara paling penting yang

digunakan untuk memperoleh suatu maksud, terutama yang berkenaan dengan

harta atau manfaat sesuatu secara sah.5

3 Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradah. Makna keduanya sama. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz. (Adiwarman A Karim, 2004, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 2, PT Raja Grafindo, Jakarta).

4 Al Jaziri, Kitab al- fiqh ‘ala mazahib al- Arba’ah, Juz III, (Beirut : Dar al-Fikr, 1990), hal.34

5 Musthafa Ahmad Az Zarqa, al fiqh fi Tsubih al Jadi (Beirut, Dar-al Fikr,1989) juz I hal. 55.

3

Page 4: 20080129100218tesis asli

Didalam akad atau perjanjian terdapat pernyataan atas suatu keinginan

positif dari salah satu pihak yang terlibat dan diterima oleh pihak lainnya, yang

menimbulkan akibat hukum pada obyek perjanjian.

Kesepakatan atau akad adalah salah satu bentuk perbuatan hukum atau

disebut dengan tasharruf. Mustafa Al Zarqa mendefinisikan tasharruf adalah

“segala sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’

menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum (hak dan kewajiban)”.6

Suatu tindakan dapat disebut sebagai akad atau perjanjian jika

memenuhi beberapa rukun dan syarat. Rukun akad adalah unsur mutlak yang

harus ada dan merupakan esensi dalam setiap akad. Jika salah satu rukun tidak ada

secara syariah akad dipandang tidak pernah ada. Sedangkan syarat adalah suatu

sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan esensi akad.

BMT Bina Ihsanul Fikri adalah salah satu BMT di Yogyakarta, yang

sebagaimana BMT pada umumnya berorientasi pada upaya peningkatan

kesejahteraan anggota dan masyarakat. Selama ini BMT Bina Ihsanul Fikri dalam

kaitannya dengan nasabah, telah melakukan dua kegiatan, yaitu menabung atau

menitip dan meminjamkan dana (uang).

BMT Bina Ihsanul fikri telah memberikan bantuan pembiayaan dalam

bentuk fasilitas pembiayaan mudharabah (bagi hasil), yang sedapat mungkin

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nasabahnya.

Dalam menjalin beberapa ketentuan transaksi antara BMT dan nasabah,

sistem mudharabah telah mengatur beberapa hal yang berkaitan dengan

6 Ghufron A Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, cet.1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2002), hal. 77.

4

Page 5: 20080129100218tesis asli

mekanisme kesepakatan (akad) pembiayaan mudharabah dan mekanisme

pelaksanaan bagi hasil. Aturan mengenai hal itu tentu saja secara teoritis berkiblat

pada perspektif literatur fiqh klasik muamallah tentang mudharabah yang

kemudian direaktualisasikan oleh para praktisi dan akademisi perbankan syariah

kontemporer.

Karena dalam masyarakat banyak muncul asumsi bahwa BMT dan

lembaga keuangan syariah lainnya sama saja dengan lembaga keuangan

konvensional lainnya, maka penelitian ini dibuat guna mencari solusi alternatif

bagi permasalahan tersebut, serta untuk mengetahui apakah para nasabah

memahami konsep pembiayaan mudharabah baik dari segi pemahaman arti akad

maupun sistem nisbah bagi hasilnya, sekaligus dalam rangka membangun sistem

transaksi ekonomi yang Islami (berkeadilan) dalam sebuah lembaga keuangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, persoalan yang akan

dibahas dalam tesis ini yaitu :

1. Apakah nasabah BMT telah memahami mengenai konsep pembiayaan

mudharabah dan nisbah bagi hasil pada waktu melaksanakan akad ;

2. Apakah pemahaman nasabah dalam konsep akad pembiayaan mudharabah

dan kesepakatan nisbah bagi hasil tersebut dapat menimbulkan sengketa

antara nasabah dengan pihak BMT ?

3. Bagaimana cara penyelesaian yang ditempuh jika terjadi sengketa antara BMT

dengan nasabah ?

5

Page 6: 20080129100218tesis asli

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman nasabah mengenai akad pembiayaan

mudharabah dan nisbah bagi hasil.;

2. Untuk mengetahui kemungkinan timbulnya sengketa berkaitan dengan

pemahaman nasabah mengenai konsep akad pembiayaan mudharabah dan

kesepakatan nisbah bagi hasilnya;

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik

a. Bagi institusi pendidikan

Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran sebagai pembanding

penemuan-penemuan peneliti terdahulu tentang pemahaman nasabah

mengenai akad pembiayaan mudharabah dari BMT .

b. Bagi penulis lain

Dapat dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian dan dasar atau

acuan penelitian lain.

2. Manfaat Sosial

a. Bagi BMT

Masukan bagi BMT untuk bahan pertimbangan melakukan peningkatan

kinerja dan srategi dalam pemberian fasilitas pembiayaan mudharabah

bagi nasabahnya.

6

Page 7: 20080129100218tesis asli

b. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang pemahaman nasabah mengenai akad

pembiayaan mudharabah serta nisbah bagi hasilnya dan kemungkinan

timbulnya sengketa berkaitan dengan akad pembiayaan mudharabah.

E. Telaah Pustaka

Penelitian mengenai mudharabah dan bagi hasil ini bukanlah yang pertama

yang pernah dilakukan, namun ada penelitian yang dilakukan dan mirip dengan

penelitian yang dilakukan baik oleh peneliti dari Magister Studi Islam Universitas

Islam Indonesia maupun oleh peneliti lain, antara lain sebagai berikut :

Ahmad Dahlan dalam tesisnya menemukan bahwa didalam lembaga

keuangan BMT menerapkan sistim mudarabah muqayyadah fi al-nisbah bi al-

miyyah7. Mudarabah ini mempunyai asumsi perhitungan nisbah yang ditetapkan

2,5 % atas dasar besarnya pembiayaan yang dikeluarkan pihak BMT sebagai

shohib al- mal (pemodal) sehingga mekanisme ini menyerupai perhitungan

bunga. Penemuan ini menunjukkan bahwa disini didalam aplikasi pembiayaan

mudharabah terdapat kelemahan sistim bagi hasil yang menyimpang dari sejarah

pendiriannya yang bebas bunga.

Amirudin membicarakan konsep mudarabah dalam perspektif fiqh Islam

dan praktisi perbankan syariah melalui studi perbandingan dua kasus LKS di

Ponorogo. Perspektif fiqh juga disampaikan dalam penelitiannya.8 Selain itu

7 Ahmad Dahlan, Implementasi Pembiayaan Mudarabah di BMT Mentari Bina Artha Tegal: Studi Kasus Tahun 1996-2001, Tesis (Yogyakarta : MSI UII,2002).

8 Amiruddin, Studi Perbandingan Pelaksanaan Prinsip Mudarabah pada Koperasi Pondok Pesantren al-Muslim dan Lembaga Keuangan Syariah PT Bank Perkreditan Syariah al-Mabrur Ponorogo, Tesis (Yogyakarta: MSI UII,2003).

7

Page 8: 20080129100218tesis asli

penelitian lain yang dilakukan oleh Subroto, yang mengemukakan tentang

prosedur pembiayaan mudarabah dan mekanisme pembagian keuntungan serta

menyelesaikan masalah kredit macet di 5 BMT di Ponorogo.9

Sumiyanto membicarakan mengenai atribut mudarib, ciri-ciri proyek, dan

minat BMT terhadap pembiayaan Mudarabah. Ketiganya digali dari perspektif

shahibul mal dan menggunakan analisis statistik sehingga analisisnya sangat kuat

bernuansa kuantitatif semata. Dari penelitiannya diketahui bahwa pembiayaan

mudharabah belum menjadi pola pembiayaan yang menarik bagi BMT sehingga

temuan tersebut memperkuat motivasi penelitian tesis ini.

Hikmatullah melakukan penelitian mengenai kemampuan alternatif

mudarabah atas sistim riba.10 Menurutnya bunga adalah riba dan bagi hasil yang

terdapat pada proyek mudarabah adalah sistim pengganti riba itu. Muatan

penelitiannya mengetengahkan teori alternatif yang aman dan tepat untuk

menggunakan pembiayaan mudarabah. Terkait dengan penelitian ini akan

digunakan dalam kerangka pemikiran perbaikan pada aspek pelaksanaannya.

Masudul Alam Choudhury mencermati prinsip bagi untung (profit

sharing) pada mudarabah.11 Dia mengartikan mudarabah sebagai suatu kerjasama

kemitraan yang didalamnya masing-masing menyertakan modal, pengelola

ataupun perusahaan dengan kesepakatan untuk berbagi keuntungan dalam bentuk

persentase. Dalam pandangannya, mudarabah terjadi hanya untuk memperoleh

keuntungan dari masing-masing pihak. Pandangan ini berbeda dengan pandangan 9 Subroto, Mudarabah Studi atas Teori dan Aplikasinya pada BMT di Ponorogo, Tesis

(Yogyakarta : MSI UII, 2004)10 Hikmatullah, Mudarabah Suatu Sistim Ekonomi Alternative tanpa Riba : Studi tentang

Perspektif Islam Terhadap Ekonomi , Tesis (Yogyakarta : MSI UII, 2003).11 Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory : a Study in

Social Economics (New York : St. Martin’s Press,1986).

8

Page 9: 20080129100218tesis asli

bahwa mudarabah merupakan kerjasama kemitraan dalam keuntungan maupun

kerugian. Akan tetapi penelitian ini akan sangat mempertimbangkan analisisnya

atas hubungan tingkat keuntungan (profit rate) dengan rasio pembagian

keuntungan (profit –sharing ratio) untuk mencermati kemampuan BMT

memandang kelayakan suatu proyek sekaligus kemampuan manajemennya.

Zaidi Satar (ed) mengetengahkan pemikiran dan tulisan banyak tokoh

ekonomi Islam mulai dari segi etika moral ekonomis bagi untung rugi hingga

konsekuensi maupun model investasi dinamis pembagian untung rugi. 12Ulasan

tiap bagiannya sangat mendukung dalam kerangka berpikir tentang realisasi

pemikiran moralitas kepada realitas ekonomi sehingga sistim bagi hasil sebagai

prinsip pembiayaan pada lembaga keuangan syariah selanjutnya dikenali secara

utuh.

F. Kerangka Teori

Mudharabah atau qiradh disebut juga perjanjian bagi hasil, yaitu berupa

kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta, seseorang (pihak

pertama/supplier/pemilik modal/mudharib) memberikan hartanya kepada pihak

lain (pihak kedua/pemakai/pengelola/dharib) yang digunakan untuk berbisnis,

dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi oleh

masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian, maka

ketentuannya berdasarkan syara’ bahwa kerugian dalam mudharabah dibebankan

kepada harta, dan tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja.13

12 Zaidi Satar (ed), Resource Mobilization and Investment in An Islamic Economic Framework (U.S.A : the international institute of islamic thought, 1412 H-1992 M).

13 Afazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4, (Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf,1996),hlm 380

9

Page 10: 20080129100218tesis asli

Dalam teori yang dikembangkan para pemikir dan praktisi perbankan,

dimunculkan kata amin dan wakil sebagai sebutan bagi mudharib dalam kontrak

mudharabah. Kata amin dimaksudkan agar mudharib benar-benar menjaga titipan

(modal) yang diberikan shahib al-mal kepadanya. Namun perbedaan makna amin

dalam amanah dan amin dalam mudharabah sebagai inisial dari mudharib

terdapat dalam penggantian kerugian. Dalam makna yang sebenarnya kerugian

harus ditanggung oleh amin, sedangkan dalam mudharabah kerugian dipikul oleh

shahib al-mal atau orang yang menitipkan barang.14

Begitu pula dengan wakil, penyiasatan ini muncul ketika dalam kerugian

mudharib tidak akan mendapatkan apa-apa sementara wakil tetap mendapatkan

laba sebagai renumeration tetapnya. Namun penyiasatan ini muncul dalam

konteks wakalah nya atau sistim perwakilannya dimana shahib al mal mempunyai

kewenangan apapun dalam mengatur wakil nya. Sementara mudharib sebagai

wakil tidak akan berbuat bebas karena dia hanyalah seorang agen, tangan kedua

dari shahib al-mal.15

Kesan yang mudah ditangkap dalam kaitannya dengan penyebutan itu

adalah adanya tindakan antisipatif shahibul al-mal bank syariah (baca BMT)

sekaligus penggiringan mudharib dalam sebuah ruang yang dirancang agar

mudharib tidak dapat berbuat apapun jika pada suatu saat terjadi kerugian dalam

kontrak mudharabah.

14 Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah : Mudharabah dalam Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, (Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI), 2003),Cet-1, hal 156.

15 Ibid, hal 157.

10

Page 11: 20080129100218tesis asli

Masalah amin atau wakil seharusnya ditempatkan pada porsinya yang

tepat. Penyiasatan kedua istilah tersebut untuk kepentingan pengukuhan

keberadaan sistem mudharabah dalam perbankan syariah (baca BMT) merupakan

tindakan yang mengada-ada. Perlu kiranya dimunculkan pemahaman yang benar

akan hakikat mudharabah. Mudharabah memang sebuah kerjasama yang

membutuhkan kejujuran total dari kedua belah pihak terlebih bagi mudharib.

Kejujuran yang dimaksud meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan

usaha dan pelaporan hasil usahanya. 16

Perlu dipahami, persepsi masyarakat tentang bank syari’ah masih keliru.

Bank syari’ah dipandang sebagai : 17

(1) Bank Syari’ah sebagai bank sosial (Baitul Mal) untuk membantu

pembangunan (ekonomi) umat. Implikasi kekeliruan persepsi ini

berdampak pada pemahaman masyarakat bahwa : (a) bank syari’ah tidak

boleh meminta jaminan dalam memberikan pembiayaan, (b) bank syari’ah

tidak mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada waktunya,

(c) bank syariah tidak boleh menyita jaminan.

(2) Bank Syari’ah sebagai bank bagi hasil. Implikasinya adalah pemahaman

masyarakat bahwa : (a) Untuk semua kebutuhan nasabah harus

menggunakan produk mudharabah atau musyarakah, (b) Bagi hasil yang

diberikan bank kepada nasabah harus lebih besar jika dibandingkan dengan

bunga dari bank konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan

16 Moedigdo Sigit Prakosa, Permasalahan Penerapan Mudharabah di Bank Syari’ah, Makalah disampaikan pada diskusi rutin Forum Pemberdayaan Lembaga Keuangan Syari’ah Yogyakarta, p.3.

17 Muhammad, Konstruksi, hal 172-173.

11

Page 12: 20080129100218tesis asli

harus lebih kecil daripada bunga bank, (c) bagi hasil dibayar setahun sekali,

seperti waktu pembayaran deviden, (d) Bank akan turut campur dalam

manajemen perusahaan nasabah, dan (e) Bank akan turut memiliki

perusahaan nasabah.

Kesalahan persepsi masyarakat ini bertambah parah lagi dengan sikap

sebagian karyawan bank Islam yang cenderung terlalu menyederhanakan konsep

bank Islam di lapangan, sehingga umat Islam sebagian diantara mereka lebih

senang berhubungan dengan bank konvensional, karena ketidakmampuan bank

syariah memenuhi kebutuhan umat.

Sighat al-‘aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad

berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari

pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu

pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak

pertama. Para ulama fiqh mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul

agar memiliki akibat hukum, yaitu sebagai berikut :18

a. Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas,

sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki;

b. Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul;

c. Jazmul Iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak para

pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa;

18 Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah”, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman et.al., cet.1, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001) hal 249-251.

12

Page 13: 20080129100218tesis asli

Nisbah keuntungan adalah salah satu rukun yang khas dalam akad

mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan

imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.

Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahibul al-mal

mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang

akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara

pembagian keuntungan, adapun nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam

bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai

nominal Rp tertentu.19

G. Metode Penelitian

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor BMT Bina Ihsanul Fikri yang

berlokasi di Jalan Semangu No. 26 Gedongkuning Yogyakarta. Waktu penelitian

dilaksanakan selama 3 bulan yaitu sejak bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.

2. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif disini digunakan untuk

19 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan edisi II, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004) hal.194.

13

Page 14: 20080129100218tesis asli

mengungkapkan, mengemukakan, dan memperjelas hubungan antara keterangan

dari BMT dan nasabah.

Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara obyektif.

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 51 orang nasabah pembiayaan

mudharabah. Sampel yang diambil sebanyak 12 orang nasabah dan 2 orang

karyawan BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning Yogyakarta sebagai responden.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Non

Random (Non Probability) Sampling yaitu : Pengambilan sampel bukan secara

acak atau random adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas

kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan

kepada segi-segi kepraktisan belaka.. Sampelnya adalah praktisi dan nasabah

BMT Bina Ihsanul Fikri.

Sedangkan teknik penentuan besarnya sampel menggunakan Porposive

Sampling yaitu : pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan pada ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penentuan besarnya sampel pada

penelitian ini menggunakan cara key person dari populasi penelitian yaitu :

nasabah. Dalam penelitian ini nasabah yang dijadikan responden diambil

berdasarkan : 1) Nasabah dengan umur terendah, 2) Nasabah dengan umur

tertinggi, 3) Nasabah dengan pendidikan terendah, 4) Nasabah dengan pendidikan

14

Page 15: 20080129100218tesis asli

tertinggi, 5) Nasabah yang berprofesi sebagai Pedagang, 6) Nasabah yang

berprofesi sebagai pengusaha/swasta, 7) Nasabah berjenis kelamin laki-laki, 8)

Nasabah berjenis kelamin wanita, 9) Nasabah dengan pembiayaan tertinggi, 10)

Nasabah dengan pembiayaan terendah, 11) Nasabah baru dalam pembiayaan

mudharabah, 12) Nasabah lama dalam pembiayaan mudharabah dan 2 orang

sebagai sumber yaitu karyawan BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning

Yogyakarta.

4. Pengumpulan Data

a. Metode Interview

Adapun metode yang paling tepat untuk memperoleh data adalah dengan deep

interview sebagai suatu tanya jawab lisan dimana 2 orang atau lebih berhadap-

hadapan secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dapat mendengarkan

suara dengan telinganya sendiri. Ini merupakan pengumpulan informasi yang

langsung mengenai beberapa jenis data.

b. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang diperoleh dengan sumber

pada dokumentasi antara lain catatan, laporan tertulis serta akad perjanjian.

Metode ini digunakan untuk memperoleh data dari BMT Bina Ihsanul Fikri

Yogyakarta.

c. Kuesioner (angket)

15

Page 16: 20080129100218tesis asli

Yaitu pertanyaan yang disusun secara tertulis untuk memperoleh data berupa

jawaban-jawaban dari para responden.20 Responden yang akan dimintai angket

adalah nasabah dan karyawan BMT Bina Ihsanul Fikri. Data yang diperoleh

dari angket ini merupakan sumber data utama primer dalam penelitian ini.

d. Metode Observasi

Sebagai metode ilmiah, observasi biasanya diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki

baik secara langsung maupun tidak langsung.

H. Identifikasi Variabel

Menurut Notoatmojo, Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai

ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

suatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,

pengetahuan, dan sebagainya. Di dalam penelitian ini menggunakan dua variabel

yaitu :

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, dalam

penelitian ini variabel bebasnya adalah akad pembiayaan mudharabah dan

nisbah bagi hasil.

2. Variabel terikat.

Variabel terikat adalah variabel yang terikat oleh variabel bebas, dalam

penelitian ini variabel terikatnya adalah pemahaman nasabah.

20 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet.3, (Jakarta : PT Gramedia, 1977), hal. 215.

16

Page 17: 20080129100218tesis asli

I. Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer yang diperoleh dengan wawancara dengan 12 orang nasabah

(jumlah sampel) dan 2 orang sebagai sumber di BMT Bina Ihsanul Fikri

Gedongkuning Yogyakarta.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan dan hasil kegiatan

di BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning Yogyakarta yang ada kaitannya

dengan penelitian ini.

J. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah data kualitatif yaitu

data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik, atau sifat variabel.

Sesuai dengan jenis data yang diperoleh dari penelitian tersebut maka teknik

pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik non statistik yakni

pengolahan data dengan tidak menggunakan analisa statistik, melainkan

dengan analisis kualitatif. Analis kualitatif pada penelitian ini dilakukan

secara induktif yakni pengambilan kesimpulan umum berdasarkan hasil

observasi yang khusus.

2. Analisis Data

Page 18: 20080129100218tesis asli

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis bivariat yaitu

analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yaitu variabel terikat dan

variabel bebas.

K. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Didalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah :

1. Form panduan wawancara tentang :

a) Persepsi nasabah tentang akad pembiayaan mudharabah

b) Persepsi nasabah tentang nisbah bagi hasil.

2. Observasi

3. Alat tulis.

L. Kelemahan dan Kesulitan Penelitian

1. Kelemahan Penelitian

Mengingat keterbatasan pengetahuan peneliti, baik tentang metode

penulisan maupun tentang pengertian tentang pemahaman nasabah, sehingga

pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, diantaranya : a) hasil dari

penelitian ini belum bisa 100 % mewakili jawaban dari seluruh nasabah

pembiayaan mudharabah di BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning

Page 19: 20080129100218tesis asli

Yogyakarta, karena jumlah sampelnya hanya 12 orang dari keseluruhan yang

berjumlah 51 orang, b) Metode pengolahan dan penyajian data dari penelitian

ini sangat sederhana sehingga belum bisa menggambarkan pemahaman

nasabah yang ada di lokasi penelitian secara lengkap dan tepat.

2. Kesulitan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh

peneliti, diantaranya : a) nasabah yang dimaksud oleh peneliti tidak selalu

bersedia setiap saat diwawancarai sehingga harus dicari waktu yang senggang,

b) keterbatasan waktu peneliti sehingga data yang diperoleh tidak bisa

langsung diolah sehingga menghambat jalannya penelitian,c) keterbatasan

penulis tentang metode analisis data sehingga pada waktu proses pengolahan

dan analisis data sering terhenti dan harus mencari buku referensi atau

bertanya kepada yang tahu.

M .Sistimatika Pembahasan

Agar pembahasan dalam tesis ini lebih terarah dan sistematis, maka

diperlukan sistematika yang dibagi menjadi beberapa pokok bahasan. Bab I yang

merupakan bab Pendahuluan memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian,

dan sistematika pembahasan. Jika bab pertama telah menjelaskan permasalahan

Page 20: 20080129100218tesis asli

mendasar sebelum penelitian, maka Bab II mengemukakan gambaran umum

mengenai BMT dan Akad Pembiayaan Mudharabah dalam kaitannya dengan

BMT sebagai lembaga keuangan syariah disamping bank Islam yang memberikan

pelayanan pembiayaan mudharabah dengan prinsip bagi hasil.

Bab III Deskripsi BMT Bina Ihsanul Fikri dan Hasil Penelitian

menyajikan laporan penelitian lapangan untuk memperjelas dan menghubungkan

segi-segi penyebab yang dihimpun. Bab IV akan diulas pembahasan tentang hasil

penelitian. Analisa kualitatif berperan menjelaskan kenyataan yang dijumpai di

lapangan berupa data sekaligus keterangan dan penjelasan pelaku BMT maupun

keterkaitannya dengan bangunan teoritis yang melandasi.

Sedangkan sebagai penutup Bab V terdiri dari kesimpulan dan saran.

Didalamnya disajikan ulang secara singkat beberapa jawaban atas permasalahan

yang mendorong diadakannya penelitian ini.

Page 21: 20080129100218tesis asli

BAB II

BMT DAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH

A. Wacana Tentang BMT

1. Pengertian BMT

BMT singkatan dari Baitul māl wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah

yaitu baitul māl dan baitul tamwil. Apabila diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia berarti rumah uang dan rumah pembiayaan. Baitul māl lebih mengarah

pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti

zakat, infaq, dan shodaqoh serta menjalankan sesuai dengan peraturan dan

amanahnya.21 Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan

penyaluran dana komersial.22

Menurut Makhalul ‘Ilmi, secara istilah pengertian baitul māl adalah

lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya

menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh

(ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur’an dan sunnah Rasul

Nya, dan pengertian dari baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang

kegiatannya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan)

maupun deposito dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim dalam

dunia perbankan.23

21 Republika Online tanggal 14 Desember 2001;22 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2,

Yogyakarta Ekonisia, 2004, hal 9623 Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,

Cet.1,Yogyakarta, UII Press,2002 hal 64.

Page 22: 20080129100218tesis asli

Sedangkan menurut Muhammad, pengertian baitul māl adalah suatu

badan yang bertugas mengumpulkan, mengelola serta menyalurkan zakat, infak,

dan shodaqoh yang bersifat social oriented, dan baitut tamwil adalah suatu

lembaga yang bertugas menghimpun, mengelola serta menyalurkan dana untuk

suatu tujuan profit oriented (keuntungan) dengan bagi hasil (qiradh/mudharabah,

syirkah/musyarakah), jual beli (bai’u bitsaman ajil/angsur, murabahah /tunda)

maupun sewa (al-al-ijarah).24

Dengan demikian BMT sesungguhnya merupakan lembaga yang bersifat

sosial keagamaan sekaligus komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan

cara menghimpun dan membagikan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infaq,

dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Disisi lain ia mencari dan

memperoleh keuntungan melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam

bentuk penghimpunan, pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya

sebagai suatu lembaga keuangan Islam.

Dilihat dari bangunan suatu kelompok, maka BMT tidak berbeda dari

ormas Islam lainnya kecuali pada bidang geraknya secara ekonomis dan bisnis

keuangan. Mulai dari tujuan, asas dan landasan, visi dan misi BMT, semuanya

terlihat sebagai organisasi keuangan orang Islam pada umumnya. Visi BMT

adalah semakin meningkatnya kualitas ibadah anggota BMT sehingga mampu

berperan sebagai wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada

khususnya dan umat manusia pada umumnya. Misi BMT adalah membangun dan

mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil

24 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta, UII Press, 2004, hal 16.

22

Page 23: 20080129100218tesis asli

dan makmur berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT. 25Disini BMT

menempati fungsi lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu

melayani nasabah usaha mikro dan kecil-bawah.

Pada awal konsepnya, BMT mempertegas ciri utamanya sebagai lembaga

yang berorientasi bisnis dan bukan lembaga sosial. Akan tetapi ia bergerak juga

untuk penyaluran dan penggunaan zakat, infaq, dan sadaqoh; ditumbuhkan dari

bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya, milik bersama

masyarakat kecil-bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik

seseorang atau orang dari luar masyarakat itu. Ciri khasnya meliputi etos kerja

bertindak proaktif (service excellence) dan menjemput bola kepada calon anggota

dan anggota; pengajian rutin secara berkala tentang keagamaan dan kemudian

tentang bisnis.26

Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi

Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena

mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil. 27 Dalam

prakteknya PINBUK menetaskan BMT dan pada gilirannya BMT menetaskan

usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat

dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir

kepentingan ekonomi masyarakat.

Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan

pendanaan yang berdasarkan sistem syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting

25 PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, (Jakarta, PT. Bina Usaha Indonesia, tt) hal 2-3.

26 Ibid, hal. 4-527 M. Dawam Raharjo, Perspektif Dkelarasi Makkah, Menuju Ekonomi Islam, Mizan,

Bandung, 1989, hal.431

23

Page 24: 20080129100218tesis asli

prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga

keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil

yang serba kekurangan baik di bidang ilmu pengetahuan atau materi, maka BMT

mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek

kehidupan masyarakat.

2. Sejarah Berdirinya BMT

Sesuatu yang revolusioner yang dilakukan oleh Rasulullah saw adalah

pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut baitul māl. Apa yang dilakukan

oleh Rasulullah tersebut merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue

collection) dan pembelanjaan (expenditure) yang transparan dan bertujuan seperti

apa yang sekarang disebut dengan welfare oriented. 28Hal ini dirasakan asing pada

masa itu, karena pajak yang dikumpulkan oleh penguasa di kerajaan-kerajaan

tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri

dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kaisar dan raja. 29

Baitul māl yang didirikan oleh Rasulullah SAW tidak mempunyai bentuk

yang formal sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi dan nyaris tanpa

birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu

Bakar ra, dimana dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam

pengelolaan baitul māl. Baru pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra,

sejalan dengan bertambah luasnya wilayah pemerintahan Islam, volume dana

yang dikelola dan keragaman kegiatan baitul māl juga bertambah besar dan

28 Muhammad, Manajemen Bank Syariah , Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2003 hal. 23.29 Muhammad Ridwan, Manajemen, hal 56.

24

Page 25: 20080129100218tesis asli

bertambah kompleks. Keadaan ini mendorong khalifah untuk membuat sistem

administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembangan ini.30

Sejak jaman Rasulullah saw baitul māl bukanlah sekedar lembaga sejenis

BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul māl merupakan lembaga pengelola

keuangan negara, maka baitul māl memainkan fungsi kebijakan fiskal

sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fiskal yang

dilakukan oleh baitul māl sejak jaman rasulullah saw memberikan dampak

langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak

pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.31

Dalam hal kebijakan moneter, sampai dengan masa pemerintahan Umar

Ibn Khattab ra, boleh dikatakan pemerintahan Islam belum memiliki sejenis bank

sentral yang mengatur kebijakan moneter, karena pada masa itu belum ada dinar

Islam yang dicetak oleh pemerintah Islam. Ketika itu dinar Romawi dan dirham

Persia yang digunakan sebagai alat bayar. Barulah di masa pemerintahan Khalifah

Ali ra, dicetak dinar Islam dalam bentuk yang khas pemerintahan Islam. Namun

karena keadaan politik saat itu mengakibatkan peredarannya sangat terbatas. Jadi

dapat dikatakan bahwa baitul māl di jaman Rasulullah saw dan Khulafaur

Rasyidin ra tidak menjalankan fungsi kebijakan moneter dalam arti mengelola

jumlah uang yang beredar. 32

Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki

sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul māl ini. Sebagian berpendapat, bahwa

30 Ibid, hal. 5931 Ibid.32 Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Jurusan SPI Fak. Adab IAIN

Suka dan LESFI, 2002,hal. 57

25

Page 26: 20080129100218tesis asli

baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai

kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat

bahwa baitul māl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini

mengingat fungsinya untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja

negara. Kalaupun lembaga baitul māl yang menurut para orientalis bukan sesuatu

yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang

dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru. 33

Penjajahan yang terjadi di negara-negara Islam membawa perubahan

dalam sistem pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun akhirnya banyak

negara Islam yang berhasil mendapatkan kemerdekaannya, namun kenyataannya

mereka hanya merdeka secara politik, karena sisa-sisa penjajahan masih

dirasakan terutama dalam bidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Sistem

ekonomi pada umumnya tidak bisa lepas dari sistim politik. Penjajahan telah

membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler, yang secara

tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan akidah dari para

pemimpinnya. Warisan ekonomi penjajahan membawa masalah seperti

pengangguran, inflasi serta terpisahnya agama dan ekonomi serta politik, yang

mengakibatkan ketidakberhasilan dalam pembangunan ekonomi. 34

Hal ini menimbulkan pemikiran di kalangan negara Islam, bahwa perlu

dicari terobosan baru sebagai solusi untuk mengatasi masalah ekonomi. Yang

menarik adalah bahwa solusi tersebut dikembalikan dan dikaitkan dengan

ideologi. Konsep ini berangkat dari kesadaran para pemimpin negara Islam bahwa

33 Muhammad Ridwan, Manajemen,, hal 56-57.34 Ibid, hal 66

26

Page 27: 20080129100218tesis asli

sistem ekonomi penjajah tidak dapat mengatasi masalah. Dalam masalah

keuangan, ditemukan terminologi baru bahwa sistem bunga yang ribawi yang

dikenalkan oleh penjajah telah menghilangkan baitul māl dalam khasanah

kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengarahkan pada sistem keuangan yang

bebas riba.35

Gerakan lembaga keuangan yang bebas riba dengan sistem modern

didirikan pada tahun 1969 oleh Abdul Hamid An Maghar di desa Mith Gramer,

tepi sungai Nil di Mesir. Meskipun akhirnya ditutup karena masalah manajemen,

akan tetapi kelahiran Bank ini telah mengilhami diadakannya Konferensi

Ekonomi Islam yang pertama pada tahun 1975 di Mekah. Dua tahun kemudian

lahirlah Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB).36

Kelahiran IDB merupakan hasil serangkaian kajian yang mendalam dari

pakar ekonomi dan keuangan juga dari para ahli hukum Islam. Negara yang

tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam menjadi motor penggerak

berdirinya IDB. Mesirlah yang pertama kali mengusulkan pendiriannya. Pada

sidang Menteri Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970,

Mesir mengusulkan perlunya pendirian Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis

dalam bentuk proposal yang berisi tentang studi pendirian Bank Islam

Internasional untuk Perdagangan dan pembangunan serta pendirian Federasi Bank

Islam.37 .

Tujuan utama IDB adalah untuk memupuk dan meningkatkan

perkembangan ekonomi dan social negara-negara anggota dan masyarakat muslim

35 Ibid, hal 6736 Ibid, hal 6737 Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 67

27

Page 28: 20080129100218tesis asli

secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan prinsip syariat Islam.

Fungsi utama bank ini berperan serta dalam modal usaha dan bantuan cuma-cuma

untuk proyek produksi dan perusahaan disamping memberikan bantuan keuangan

bagi negara-negara anggota dalam bentuk lain untuk perkembangan ekonomi dan

sosial.38

Keberadaan IDB sangat berpengaruh dalam memberikan inspirasi pada

pendirian dan perkembangan bank syariah di berbagai negara Islam.Komite ahli

IDB kemudian menyusun berbagai peraturan dan perangkat pengawasan, untuk

mengakomodasi rencana pendirian bank Syariah tersebut. Secara garis besar,

bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic

Commercial Bank ) dan Lembaga Investasi dalam bentuk International Holding

Companies. Pada periode tahun 1970 -an negara Islam telah banyak yang

mendirikan lembaga keuangan syariah, seperti Mesir, Sudan, Dubai, Pakistan,

Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada dekade 1990-

an.39

Di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakarsa mengenai bank syariah,

diawali adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada

tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil

lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyawarah Nasional IV

(MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta.

Hasil Munas membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan

38 M. Abdul Manan, Islamic Economic Theory and Practice, Terjemahan M. Nastangin, Yogyakarta, Dana Bakti Wakaf, 1993, hal 191.

39

? Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 69

28

Page 29: 20080129100218tesis asli

rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1

Nopember 1991, tim ini berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI)

yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI

belum mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan.

Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap eksis ketika terjadi krisis

ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian

dan mengatur secara luas dalam undang-undang, serta memacu segera berdirinya

bank-bank syariah lain baik dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah

(BPRS) maupun Windows Syariah untuk bank umum.40

Kehadiran BMI pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun

kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth).

Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat

dengan prosedur perbankan yang telah dibakukan oleh undang-undang. Sehingga

akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan

dapat memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah. Namun

dalam realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya

pada segelintir orang, yakni para pemilik modal. Sehingga komitmen untuk

membantu derajat kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi

hokum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur peminjaman bank umum dan

dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis. 41

Dari persoalan diatas, mendorong munculnya lembaga keuangan syariah

alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga

40 Ibid, hal. 71-72.41 Ibid, hal. 72

29

Page 30: 20080129100218tesis asli

sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian

kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang,

tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga

yang terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum

mayoritas, yakni pengusaha kecil /mikro. Lembaga yang tidak terjebak pada

permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan

untuk mencapai kemakmuran bersama. Lembaga yang tidak terjebak pada pikiran

pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut

adalah Baitul Māl Wa Tamwil (BMT).42

BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai

lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan

yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun dana

anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya pada sektor ekonomi

yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk

mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sector keuangan lain

yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank,

maka ia tidak tunduk pada aturan perbankan.43

BMT telah mampu menarik minat mereka yang berpendidikan. Dengan

mengetahui fungsi baitul māl di jaman awal Islam, maka sebenarnya mereka yang

telah terlibat dalam BMT diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan lembaga baitul māl. Menempatkan dominasi peran BMT sebagai

lembaga keuangan syariah dan atau sebagai lembaga ekonomi sektor riil, dapat

42 Ibid hal. 7343 Ibid, hal 126

30

Page 31: 20080129100218tesis asli

menjadi suatu ijtihad ummat sebagai reaksi terhadap berbagai persoalan ekonomi,

terutama marjinalisasi peran ekonomi, terutama marjinalisasi peran ekonomi

ummat di Indonesia.

3. Azas dan Dasar Hukum BMT

BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta

berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah),

kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme.44

Tujuan dari BMT adalah untuk menyediakan dana murah dan cepat guna

pengembangan usaha kecil bagi anggotanya. BMT juga bertujuan meningkatkan

kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya. 45

Pada awalnya BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk

Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

yaitu suatu lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari anggota dan

diperuntukkan bagi anggota. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mencontoh

proyek yang sering dilakukan pemerintah dalam upaya pengembangan

masyarakat.Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim

operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syari’ah sehingga produk-produk

yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah.

Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9

44 PINBUK, Modul Pelatihan Pengelola Baitut Tamwil (Jakarta, PINBUK, tt). Hal 2-3.45 Ibid

31

Page 32: 20080129100218tesis asli

tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi.46 Juga

dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan

syari’ah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT ( Lembaga

Keuangan Mikro Syari’ah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena

simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja,

sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota

tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah

selesai. 47

Peraturan operasional bank syari’ah berdasarkan undang-undang

Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dengan ketentuan pelaksanaannya seperti PP

Nomor 71 tahun 1992 tentang BPR serta PP Nomor 72 tahun 1992 yang mengatur

mengenai bank dengan prinsip bagi hasil. Kemudian Undang-undang Nomor 7

tahun 1992 tersebut telah diganti dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998.48

Gerakan BMT dicanangkan sebagai gerakan nasional oleh presiden

Soeharto pada pembukaan silaknas ICMI di Jakarta pada tanggal 7 Desember

1995.49 Dalam beberapa tahun kemudian BMT dibina dan dikembangkan oleh

PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) yang merupakan badan pekerja dari

YINBUK (Yayasan Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil). YINBUK didirikan pada

tanggal 13 Maret 1995 dengan tujuan untuk mengembangkan BMT secara meluas

dan sehat.Upaya yang dilakukan PINBUK dengan beberapa langkah kelembagaan

46 Baihaqi Abd. Madjid (Ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah : Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT, (Jakarta, PINBUK,2000), hal. 85-91.

47 Ibid, hal 92.48 Umi Pujiastuti, Pendirian dan Pengelolaan BMT di Lingkungan Pondok Pesantren,

(Jakarta, Depag, 2000), hal.6.49 Baihaqi Abd Madjid (ed), Paradigma, hal. 222.

32

Page 33: 20080129100218tesis asli

antara lain, berupa kerjasama dengan BI sejak 1995 melalui Proyek Hubungan

Kerjasama (PHBK) dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). 50

Seiring dengan perkembangan keberadaan BMT, selanjutnya PINBUK

tidak lagi menjadi satu-satunya perintis dan pendukung pendiriannya. Ormas

Islam atau lembaga keislaman juga mengambil peran mereka dalam memunculkan

BMT-BMT baru. Ormas itu antara lain ICMI, MUI, NU dan Muhammadiyah. 51

Bahkan sejak tahun 2005 pendirian BMT telah bergeser kepada perusahaan bisnis

yang disokong oleh seorang investor kuat atau kelompok bisnis. Tanda-tandanya

dapat dilihat dari kepemilikan dan kemunculan kantor kas-kantor kasnya dalam

jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Pada sisi legalitasnya terdapat

pergeseran pengakuan kewenangan legalitasnya yang semula diberikan oleh

PINBUK dengan bekerjasama dengan Departemen Koperasi dan PHBK BI

beralih menjadi kewenangan sepenuhnya Departemen Koperasi sehingga yang

bertanggungjawab membinanya secara legal tetaplah departemen koperasi.

B. Struktur Organisasi dan Mekanisme Operasional

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi BMT menunjukkan adanya garis wewenang dan

tanggungjawab, garis komando serta cangkupan bidang pekerjaan masing-masing.

Struktur ini menjadi sangat penting supaya tidak terjadi benturan pekerjaan serta

memperjelas fungsi dan peran masing-masing bagian dalam organisasi. Tentu saja

masing-masing BMT dapat memiliki karakteristik tersendiri, sesuai dengan besar

50 Ibid, hal 256.51 Muhammad (Ed), Bank Syari’ah, Analisis Kekuatan, Kelenahan, Peluang dan Ancaman,

(Yogyakarta, Ekonisia,2006), hal 144-148.

33

Page 34: 20080129100218tesis asli

kecilnya organisasi. Namun demikian, struktur organisasi dalam setiap BMT

terdiri dari :

- Musyawarah Anggota Tahunan

- Dewan Pengurus

- Dewan Pengawas Syariah

- Dewan Pengawas Manajemen

- Pengelola yang terdiri minimal terdapat Manajer, Marketing,Accounting dan

Kasir52

Gambar 3.1

Struktur Organisasi BMT

52 Tim Penyusun Pedoman BMT Jaringan Muamalat Center Indonesia, Yogyakarta, 2004.

34

Page 35: 20080129100218tesis asli

2. Mekanisme Operasional

a. Musyawarah Anggota Tahunan

Musyawarah ini dilaksanakan setiap tahun sekali, yang dihadiri oleh

semua anggota atau perwakilannya. Musyawarah ini merupakan kekuasaan

tertinggi dalam sistem manajemen BMT dan oleh karenanya berhak memutuskan :

- Pengesahan atau perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

organisasi;

- Pemilihan, pengangkatan dan sekaligus pemberhentian pengurus dan pengawas,

baik pengawas syariah maupun manajemen;

- Penetapan anggaran pendapatan dan belanja BMT selama satu tahun ;

- Penetapan visi dan misi organisasi ;

- Pengesahan laporan pertanggungjawaban pengurus tahun sebelumnya;

Musyawarah AnggotaTahunan

Dewan PengawasPengawasManajemen

Dewan PengawasSyari’ah

Manajer/Direksi

Marketing/PemasaranAccounting/Pembukuan

Teller/Kasir

35

Page 36: 20080129100218tesis asli

- Pengesahan rencana program kerja tahunan.53

b. Dewan Pengurus

Dewan Pengurus BMT pada hakekatnya adalah wakil dari anggota dalam

melaksanakan hasil keputusan musyawarah tahunan. Oleh karenanya, pengurus

harus dapat menjaga amanah yang telah dibebankan kepadanya. Amanah ini

nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada anggota pada tahun berikutnya.

Masa kerja pengurus sangat tergantung pada kepentingan organisasi. Artinya

BMT dapat menetapkan masa kerjanya 2,3,4 atau 5 tahun. Secara umum fungsi

dan peran serta tanggungjawab pengurus dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) Perencanaan

Dewan pengurus berfungsi menyusun perncanaan, baik jangka panjang

maupun jangka pendek, baik keuangan maupun non keuangan, sehingga

diperlukan pengurus yang memiliki wawasan luas, pengetahuan, dan pengalaman

bisnis, serta rasa optimis yang tinggi.

2) Personifikasi badan hukum

Dewan Pengurus merupakan personifikasi BMT baik dimuka maupun

diluar peradilan sesuai dengan keputusan musyawarah anggota. Pengurus pula

yang paling bertanggungjawab terhadap pelaksanaan AD/ART organisasi.

3) Penyediaan sumber-sumber yang diperlukan

53 Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 141

36

Page 37: 20080129100218tesis asli

Dewan Pengurus harus mengusahakan berbagai sumber (resources) yang

diperlukan agar BMT dapat berjalan dengan baik.

4) Personalia

Dewan pengurus pada dasarnya memegang kuasa atas jalannya BMT,

namun karena keterbatasan tenaga kerja dan waktu, pengurus dapat mengangkat

wakilnya si pengelola. Namun hal ini tidak mengurangi sedikitpun

tanggungjawabnya.

5) Pengawasan

Karena pengurus telah menunjuk pengelola dalam menjalankan

operasional rutin, maka fungsi pengurus terpenting berada pada fungsi

pengawasan. 54 Fungsi melekat pada semua lini kepengurusan. Baik secara

bersama-sama maupun perbidang, pengurus harus melakukan fungsi ini secara

berkala.55

c. Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas utama dalam pengawasan BMT

terutama yang berkaitan dengan sistem syariah yang dijalankannya. Landasan

kerja dewan ini berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Fungsi utama

tersebut meliputi :

1) sebagai penasehat dan pemberi saran dan atau fatwa kepada pengurus dan

pengelola mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah seperti penetapan

produk.

54 Modul Materi Umum dan Perkoperasian, Pusat Pengembangan Bisnis, LPKwu, Universitas Sebelas Maret, Solo, 2003, hal 7.

55 Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 142.

37

Page 38: 20080129100218tesis asli

2) sebagai mediator antara BMT dengan Dewan Syariah Nasional atau Dewan

Pengawas Syariah Propinsi.

3) mewakili anggota dalam pengawasan syariah.

d. Dewan Pengawas Manajemen

Dewan pengawas Manajemen merupakan representasi anggota terutama

berkaitan dengan operasional kerja pengurus. Masa kerja pengawas sama dengan

pengurus. Anggota dewan pengawas manajemen dipilih dan disyahkan dalam

musyawarah anggota tahunan. Setiap anggota BMT memiliki hak yang sama

untuk dipilih menjadi dewan pengawas manajemen. Fungsi dan peran utamanya

meliputi :

1) mewakili anggota dalam memberikan pengawasan terhadap kerja pengurus

terutama berkaitan dengan pelaksanaan keputusan musyawarah tahunan;

2) memberikan saran, nasehat, dan usulan kepada pengurus;

3) mempertanggungjawabkan hasil kerja pengawasannya kepada anggota

dalam musyawarah tahunan.56

e. Pengelola

Pengelola merupakan satuan kerja yang dibentuk oleh dewan pengurus.

Mereka merupakan wakil pengurus dalam menjalankan fungsi operasional

keseharian. Ia bertanggungjawab kepada pengurus dan jika diminta dapat

memberikan penjelasan kepada anggota dalam musyawarah anggota. Satuan kerja

pengelola dipimpin oleh manajer atau direktur diusulkan oleh pengurus dan

ditetapkan dalam musyawarah tahunan. Namun demikian, pengurus dapat

mengusulkan diadakan musyawarah bersama pengawas untuk memberikan dan

56 Ibid, hal. 143-144.

38

Page 39: 20080129100218tesis asli

mengganti direksi atau manajer, jika nyata-nyata manajer /direktur telah

melanggar aturan BMT.

Satuan kerja pengelola dapat terdiri minimal : manajer, pembukuan,

marketing dan kasir. Dalam tahap awal dan dalam permodalan yang masih sangat

terbatas, fungsi pemasaran dapat dirangkap oleh manajer, sehingga strukturnya

hanya terdiri dari manajer, kasir dan pembukuan.

1) Manajer/ Direktur

- Ia merupakan struktur pengelola yang tertinggi oleh karenanya ia yang

paling bertanggungjawab terhadap operasional BMT ;

- Manajer berfungsi merumuskan strategi dan taktik operasional dalam

rangka melaksanakan keputusan pengurus atau keputusan musyawarah

tahunan;

- Ia dapat juga mengusulkan pemberhentian dan pengangkatan karyawan ;

- Ia juga melakukan fungsi kontrol atau pengawasan terhadap kinerja

karyawan ;

- Manajer melaporkan kinerjanya kepada pengurus dalam periode waktu

tertentu minimal enam bulan sekali.57

2) Pembukuan

- Staf khusus pembukuan sedapat mungkin diangkat dari mereka yang

memahami masalah akuntansi keuangan syariah;

- Bagian ini berfungsi membuat laporan keuangan yang minimal meliputi :

laporan neraca, laba rugi, dan perubahan modal dan arus kas;

57 Ibid, hal. 145.

39

Page 40: 20080129100218tesis asli

- Ia dapat memberikan masukan kepada manajer terutama yang berkaitan

dengan penafsiran atas laporan keuangan.

- Bagian ini juga berfungsi memberikan laporan perkembangan arus kas

pembiayaan dan penghimpunan dana pada setiap periode seperti harian,

mingguan, atau bulanan.

- Bagi organisasi yang sudah berkembang, dapat membentuk unit

administrasi tersendiri yang meliputi bagian administrasi pembiayaan, dan

bagian administrasi tabungan.

- Bagian administrasi pembiayaan akan berfungsi menyediakan berbagai

kelengkapan untuk realisasi pembiayaan, dokumentasi, serta informasi

berbagai hal tentang kondisi pembiayaan tersebut. Ia juga berfungsi

mencatat angsuran supaya sesuai antara kartu angsuran yang dibawa

nasabah /anggota dengan catatan BMT.

- Bagian administrasi tabungan akan berperan dalam penyiapan buku

tabungan bagi anggota baru, pencatatan saldo pada kartu monitoring,

pemindahbukuan bagi hasil, serta catatan atas perilaku anggota penabung

termasuk jadwal pengambilan tabungan dan informasi deposito jatuh

tempo dan pengambilan tabungan besar.58

3) Marketing /Pemasaran

- Bagian ini menjadi ujung tombak BMT dalam merebut pasar;

- Ia berfungsi dalam merencanakan sistem dan strategi pemasaran meliputi :

segmentasi pasar, taktis operasional, sampai pada pendampingan

anggota/nasabah;

58 Ibid, hal 145-146

40

Page 41: 20080129100218tesis asli

- Bagian ini juga berfungsi untuk melakukan analisis usaha anggota

/nasabah calon peminjam;

- Menarik kembali pinjaman yang sudah digulirkan;

- Menjemput simpanan dan tabungan anggota ;

- Dalam keadaan tertentu (pada tahap awal dan modal masih terbatas)

fungsi marketing dapat dirangkap oleh manajer/direktur;

- Bila organisasi yang sudah berkembang, bagian marketing dapat dibagi

menjadi bagian funding atau menghimpun dana, dan financing atau

pembiayaan. Selanjutnya pada bagian funding dapat terdiri dari funding

officer–funding officer dan pada bagian financing dapat terdiri dari

account officer-account officer. Kedua bagian ini dipakai oleh kepala

bagian marketing.59

4) Kasir /Teller

- Bagian ini merupakan yang berkaitan langsung dengan bagian keuangan;

- Pada setiap hari, kasir harus melakukan pembukuan dan penutupan kas;

- Bagian ini bertugas membuat, merencanakan kebutuhan kas harian,

mencatat semua transaksi kas serta menerapkannya dalam catatan uang

keluar dan masuk;

- Staf khusus pada kasir harus terpisah dengan bagian pembukuan;

- Pada tahap awal staf kasir dapat berfungsi ganda yaitu sebagai fungsi

pelayanan nasabah atau anggota;

- Namun pada perkembangannya dapat dibentuk staf khusus yang akan

menangani masalah jasa pelayanan anggota. Bagian ini merupakan bagian

59 Ibid.

41

Page 42: 20080129100218tesis asli

terdepan dari pelayanan BMT. Ia akan memberikan penjelasan

secukupnya terhadap berbagai hal tentang BMT kepada calon anggota

/nasabah.60

Dalam perkembangannya struktur organisasi BMT dapat dirubah dan

disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Pengembangannya struktur tersebut

dapat menjadi :

- Direktur

- Manajer Operasional yang membawahi bagian kasir, pembukuan, bagian

administrasi pembiayaan- tabungan dan bagian pelayanan nasabah /anggota.

- Manajer Marketing yang membawahi bagian funding officer (FO), account

officer (AO), dan remedial (penagihan).

- Bagian pembukuan yang akan membawahi : internal audit dan staf

pembukuan.61

3. Produk dan Jasa BMT

Pendirian BMT didesain untuk bermitra dengan usaha-usaha mikro yang

tidak bisa dijamah oleh perbankan, baik konvensional maupun syariah. Selama ini

perbankan masih kesulitan untuk mengalirkan dananya ke usaha mikro, hal ini

karena jenis usaha ini dinilai kurang ekonomis untuk mendapatkan pembiayaan

dari bank. Belum lagi karena berbagai kendala seperti masalah agunan, serta

kondisi administrasi keuangan yang dinilai kurang memenuhi syarat.

60 Ibid.61 Ibid, hal 147

42

Page 43: 20080129100218tesis asli

Kegiatan utama BMT adalah menghimpun dana dan mendistribusikan

kembali kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau mark up/margin sesuai

syariah.

Dasar-dasar pengelolaan BMT dengan sistim syari’ah tidak menggunakan

bunga sebab bunga adalah riba. Komitmen ini berdasarkan pada pengertian

mengenai Q.S. 2 :278-279, 2 : 275-276, 3:130, 4:29, dan 30:39. Apalagi setelah

MUI, dalam Rakernas di Jakarta Desember 2004, menyatakan fatwanya bahwa

bunga bank haram hukumnya sebab bunga bank adalah riba. Seiring dengan

gagasan Islamisasi perbankan, maka BMT pun mempedomani prinsip bagi hasil

sebagai pengganti sistim bunga.62

Selama ini demi menjaga konsistensi lembaga keuangan yang

mengatasnamakan Islam di Indonesia terutama pada level BMT, saat ini lingkup

lembaga keuangan Islam sangat mendesak untuk mengembangkan pertukaran

pandangan mengenai kemampuan produk-produk keuangan mereka sebagai satu

kesatuan dalam kerangka pengganti sistim bunga, yang seharusnya lebih mampu

membentuk keadilan ekonomi. Upaya itu adalah kebutuhan dalam kerangka

62 Penegasan ini diketahui dari permulaan pendirian bank syari’ah dan kemudian BMT. Hingga sekarang ini penilaian bahwa bunga adalah riba mungkin cenderung berkembang kepada pandangan bahwa riba itu adalah bunga. “ Sistim bunga “ dinyatakan mempunyai dampak buruk berupa pertentangan dengan nilai akidah oleh karena perolehan keuntungan yang ditetapkan dimuka tanpa mengindahkan untung atau rugi dari usaha yang dibiayai dengan uang pinjaman; pertentangan dengan nilai keadilan yang terjadi pada peminjaman baik produktif maupun konsumtif; penyebab kejahatan moral berupa terbentuknya sifat rakus kehartaan, egoisme atau individualisme, hilangnya persaudaraan sosial dan sifat saling mengasihi, dan melemahnya etos kerja di sektor riil oleh karena pembungaan uang; penyebab kebencian dan permusuhan sesama dan penyebab kejahatan ekonomi yaitu penciptaan tingginya harga jual dan ekonomi biaya tinggi untuk pinjaman produktif dan penurunan daya beli masyarakat gara-gara pinjaman konsumtif dengan sistim bunga. Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul- Mal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta, UII Press, 2003), hal.33-34.

43

Page 44: 20080129100218tesis asli

menghilangkan kelemahan lembaga keuangan Islam karena tidak nyangkutnya

teori dengan praktik atau antara ilmu dengan kenyataan.63

Dalam pembiayaan, fungsi dan layanan BMT tidak berbeda dengan bank

syari’ah. BMT juga menjadi penyandang dana bagi pengusaha yang datang

kepadanya untuk mengajukan permohonan dana. Besar kecil dana dalam

permohonan pengusaha itu pada akhirnya mendapatkan ketetapannya dari pihak

BMT.

Jenis-jenis layanan melalui produk BMT pun tidak berbeda dari jenis

layanan bank syari’ah, yang dapat dibagi menjadi 3 :

a. Sistim jual beli

1) Ba’i Bitsaman Ajil

Penjualan barang kepada anggota dengan mengambil keuntungan

(margin) yang diketahui dan disepakati bersama, pembayaran dilakukan dengan

cara mengangsur.

2) Murobahah

Penjualan barang kepada anggota dengan mengambil keuntungan

(margin) yang diketahui dan disepakati bersama, pembayaran dilakukan dengan

cara jatuh tempo/sekaligus.

3) Ba’i As-Salam

63 Lihat pencermatan Kuntowijoyo, seputar perkembangan sejarah umat dalam Muslim tanpaMasjid, (Bandung, Mizan,2001) hal 102 dan dalam keseuruhan gagasan ilmu sosial profetiknya. Disamping itu kelemahan mendasar sistim perbankan Islam adalah tidak tahan kritik baik dalam teori maupun praktik.

44

Page 45: 20080129100218tesis asli

Penjualan hasil produksi (komoditi) yang terlebih dahulu dipesan anggota

dengan kriteria tertentu yang sudah umum. Anggota harus membayar uang muka

kemudian barang dikirim belakangan (setelah jadi).

4) Jual beli Istisna’

Penjualan hasil produksi (komoditi) pesanan yang didasarkan kriteria

tertentu (yang tidak umum) anggota boleh membayar pesanan ketika masih dalam

proses pembuatan/setelah barang itu jadi dengan cara sekaligus/mengangsur.

5) Ijaroh

Pembelian suatu barang yang dilakukan dengan cara sewa terlebih dahulu

setelah masa sewa habis maka anggota membeli barang sewa tersebut.64

b. Sistim Bagi Hasil

1). Musyarokah

Kerjasama penyertaan modal dan masing-masing menentukan jumlahnya

sesuai kesepakatan bersama yang digunakan untuk mengelola suatu usaha/proyek

tertentu.

Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarokah tidak ada jaminan, namun

untuk menghindari terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah dapat

meminta jaminan. Kerugian harus dibagi antara para anggota secara proporsional

menurut saham masing-masing dalam modal.

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan

musyarokah akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.

Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya dalam hal ini

64 Ibid, hal. 168-169

45

Page 46: 20080129100218tesis asli

ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Hal ini dapat

dijadikan dasar dalam penentuan nisbah dimana anggota BMT sebagai pengelola

usaha mendapatkan porsi yang lebih tinggi.

2). Mudharabah

Pemberian modal kepada anggota yang mempunyai skill untuk mengelola

usaha/proyek yang dimilikinya. Pembagian bagi hasil usaha ditentukan

berdasarkan kesepakatan. Modal 100 % dari shohibul maal, tidak terdapat jadwal

angsuran, bagi hasil tidak ditetapkan dimuka dan sifatnya tidak tetap, tergantung

fluktuasi keuntungan yang diperoleh.

BMT sebagai penyandang dana menanggung semua kerugian akibat dari

mudharabah kecuali jika mudharib /anggota melakukan kesalahan yang disengaja,

lalai/menyalahi perjanjian. Dalam akad ini biaya operasional dibebankan kepada

mudharib.65

c. Sistim Jasa

1). Qord

Pemberian pinjaman untuk kebutuhan mendesak dan bukan bersifat

konsumtif. Pengembalian pinjaman sesuai dengan jumlah yang ditentukan dengan

cara angsur atau tunai. Contohnya untuk biaya rumah sakit, biaya pendidikan,

biaya tenaga kerja.

2). Al-Wakalah

65 Ibid, hal 170-171

46

Page 47: 20080129100218tesis asli

Pemberian untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan

waktu tertentu. Penerima kuasa mendapat imbalan yang ditentukan dan disepakati

bersama.

3). Al-Hawalah

Penerimaan pengalihan utang/piutang dari pihak lain untuk kebutuhan

mendesak dan bukan bersifat konsumtif. BMT sebagai penerima pengalihan

hutang /piutang akan mendapatkan fee dari pengaturan pengalihan (management

fee).

4). Rahn

Pinjaman dengan cara menggadaikan barang sebagai jaminan utang

dengan membayar jatuh tempo. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhum)

ditanggung oleh penggadai (rahin). Barang jaminan adalah milik sendiri (rahin),

untuk itu hendaknya rahin bersedia mengisi surat pernyataan kepemilikan.

5). Kafalah

Pemberian garansi kepada anggota yang akan mendapatkan pembiayaan

(pelaksanaan suatu usaha/proyek) dari pihak lain. BMT mendapatkan fee dari

anggota sesuai dengan kesepakatan bersama. 66

Sejalan dengan sejarah kemunculan Bank Islam, disini diperlukan suatu

penegasan terhadap kedudukan produk-produk tersebut sebagai pengganti bunga

bank. Prinsip bagi hasil didalam BMT menjadi gagasan yang mengemuka dalam

upaya mencari pengganti bunga, dan penerapannya dilaksanakan dalam

pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

66 Ibid, hal 171-174

47

Page 48: 20080129100218tesis asli

Didalam pembahasan selanjutnya hanya akan dibatasi pembahasan

mengenai pembiayaan mudharabah.

C. Al-Mudharabah

1. Pengertian Mudharabah

Kata Mudharabah secara etimologi berasal dari kata darb. Dalam bahasa

Arab, kata ini termasuk diantara kata yang mempunyai banyak arti. Diantaranya

memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar berubah,

mencampur, berjalan, dan lain sebagainya.67 Perubahan makna tersebut

bergantung pada kata yang mengikutinya dan konteks yang membentuknya.

Menurut terminologis, mudharabah diungkap secara bermacam-macam

oleh para ulama madzhab. Diantaranya menurut madzhab Hanafi, “ suatu

perjanjian untuk berkongsi didalam keuntungan dengan modal dari salah satu

pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.”68 Sedangkan madzhab Maliki

menamainya sebagai penyerahan uang dimuka oleh pemilik modal dalam jumlah

uang yang ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan usaha dengan uang

itu dengan imbalan sebagian dari keuntungannya.69

Madzhab Syafi’i mendefinisikan bahwa pemilik modal menyerahkan

sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha dagang

dengan keuntungan menjadi milik bersama antara keduanya.70 Sedangkan

67 Al-Mu’jām al-Wasit, Al-juz’ al-awwal, Cet III, (Kairo, Majma’ al-lughah al-Arabiyah), 1972.68

? Ibn. Abidin, Radd al-Mukhtār ‘ala al-Durr al Mukhtār, juz IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turas,1987) hal 483.

69 Al-Dasuqi, Hasiyah al-Dasuqi’ala al-Sarh al-Kabir, Juz III, (Beirut : Dar al-Fikr,1989),hal 63.

70 Al-Nawawi, Riyad al-Salihin, Vol.IV, (Beirut : Dar al-Fikr,tt), hal 289.

48

Page 49: 20080129100218tesis asli

madzhab Hambali menyatakan sebagai penyerahan suatu barang atau sejenisnya

dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepada orang yang mengusahakannya

dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya.71

Mudharabah adalah akad antara pihak pemilik modal (shahibul mal)

dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.

Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah

disepakati di awal akad. 72

Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak

zaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya

Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang,73 ia

melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari

segi hukum Islam, maka praktek mudharabah ini dibolehkan baik menurut Al

Qur’an, Sunnah maupun Ijma’. 74

Dalam praktek mudharabah antara Khadijah dengan Nabi, saat itu

Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual ke Nabi Muhammad

saw ke luar negeri. Dalam kasus ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal

(shahib al-māl) sedangkan Nabi Muhammad saw berperan sebagai pelaksana

usaha (mudharib). 75

71 Al-Bahuti, Kasysyaf al-Qina,Vol.II, (Beirut : Dar al-Fikr,tt), hal.509.72 Wirdyaningsih, Bank dan asuransi Islam di Indonesia, Ed.I.Cet. 1, Jakarta, Kencana,

2005,hal.13073 Kala itu Nabi Muhammad SAW berusia kira-kira 20-25 tahun, dan belum menjadi

Nabi (Adiwarman A Karim, 2004, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi 2, PT Raja Grafindo, Jakarta) hal. 180;

74 M. Anwar Ibrahim, “Konsep Profit dan Loss Sharing System Menurut Empat Madzhab”. Makalah tidak diterbitkan, hal 1-2. Menurut Al Qur’an, lihat misalnya dalam QS (73:20). Menurut Sunnah, diantaranya hadits Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi mengakui syarat-syarat mudharabah yang ditetapkan Al Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib. Menurut ijma’, karena sistem ini sudah dikenal sejak zaman Nabi dan zaman sesudahnya. Para sahabat banyak yang mempraktekkannya dan tidak ada yang mengingkarinya.

75 Sayyid Sabbiq, Fiqus Sunnah (Terjemahan), Bandung, Al Maarif

49

Page 50: 20080129100218tesis asli

Al Qur’an membolehkan Mudharabah ini dengan mengambil dasar QS.

Al Muzammil ayat 20 : “ …..dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi

mencari sebagian karunia Allah SWT “.76 Dalam ayat tersebut terdapat kata

yadribun yang asal katanya sama dengan mudharabah, yakni dharaba yang

berarti mencari pekerjaan atau menjalankan usaha.

Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul

Mutholib jika memberikan dana kepada mitranya secara mudharabah ia

mensyaratkan supaya dananya tidak dibawa untuk mengarungi lautan, menuruni

lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut,

yang berhutang bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikannya syarat-

syarat tersebut kepada Rasullah SAW dan Rasulullah SAW dan Rasulullah pun

membolehkannya. (HR. Tabrani).77

Dari Shalih bin Shuhaib, r.a. bahwa r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan, yaitu : jual beli secara tangguh,

muqaradhah (mudharabah), serta mencampur gandum dengan tepung untuk

keperluan rumah tangga dan bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majjah no. 2280,

kitab at-Tijarah). 78

Menurut Antonio, mudharabah berasal dari kata dharib, berarti memukul

atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses

seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usahanya, secara teknis, al-

mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama 76 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an Depag RI. Al-Qur’an dan

Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra,1989), hal 990.

77 M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta, Gema Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001) hal 96.

78 Ibid.

50

Page 51: 20080129100218tesis asli

menyediakan 100 % modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak. Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik

modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian

tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus

bertanggungjawab atas kerugian tersebut.79

Sudarsono80 mengatakan juga bahwa mudharabah berasal dari kata

adhdharbu fi asdhi, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh

yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti alqoth’u (potongan), karena pemilik

memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian

keuntungan. Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua

pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara

mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal, selama kerugian itu akibat

si pengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

2. Pembiayaan Mudharabah

Dalam pembiayaan Bank Syariah dan BMT, mudharabah merupakan

suatu bentuk kerjasama usaha yang terjadi dengan satu pihak sebagai penyedia

modal sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola agar keduanya berbagi

keuntungan menurut kesepakatan bersama dengan kesanggupan untuk

79 Ibid, hal. 95. 80

? Sudarsono, Bank, hal.54-55.

51

Page 52: 20080129100218tesis asli

menanggung resiko. 81 Bagian keuntungan yang disepakati itu harus berbentuk

prosentase (nisbah) dan yang berasal dari kesepakatan kedua belah pihak. Akan

tetapi jika terjadi kerugian yang ditimbulkan dari resiko bisnis dan bukan gara-

gara kelalaian pengusaha, maka pemilik modal akan menanggung kerugian modal

itu seluruhnya (100 %) dan pengusaha terkena kerugian dari kehilangan seluruh

tenaga dan waktunya atau 0 % modal.82 Pembagian kerugian ini didasarkan pada

kemampuan menangung kerugian masing-masing yang tidak sama.

Pada konsepnya, mudharabah menggunakan prinsip bagi untung rugi

yang dianggap merupakan konsekuensi dari adanya ketidakpastian dalam kontrak

investasi. Akan tetapi, menurut Abdullah Saeed, pada kenyataannya bank Islam

(bank Syariah, istilah yang digunakan di Indonesia) hampir menghilangkan

karakter ketidaktentuan hasil usaha dalam kontrak mudharabah, melalui berbagai

pertimbangan.83

Praktek kontrak mudharabah hampir sama dengan bisnis beresiko

rendah atau bisnis yang tidak beresiko. Oleh karenanya penerapan transaksi

mudharabah dalam perbankan Islam dinilai oleh Timur Kuran terdorong untuk

menggunakan “bunga yang disamarkan (thinly disguised interest)”84 atau dengan

kata lain bisa disebut dengan bunga yang direkayasa.

Perhitungan nisbah bagi hasil sangat dipengaruhi oleh tingkat resiko

yang mungkin terjadi. Semakin tinggi tingkat resikonya, akan semakin besar

81 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah (Jakarta, Djambatan,2001). Hal 164-167. 82

? Ibid, hal 168.83 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Penerjemah. M. Ufuqul Mubin, Nurul Huda

dan Ahmad Sahidah (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003) hal. 105.84 http:// www.pupress.princeton.edu mengenai karya Timur Kuran, Islam and Mammon :

The Economic Predicaments of Islamism (Princeton : Princeton University,2004), bab I.

52

Page 53: 20080129100218tesis asli

nisbah bagi hasil dan sebaliknya. Oleh karenanya pengelola BMT harus selektif

dalam memilih usaha yang akan dibiayai. Biasanya pembiayaan Mudharabah

dapat dijalankan untuk proyek-proyek yang sudah pasti.

3. Jenis-jenis mudharabah

Secara umum, mudharabah dibagi menjadi dua yaitu mudharabah

mutlaqah (Unrestricted Investment Account) dan mudharabah muqoyyadhah

(Restricted Investment Account).85

a. Mudharabah Mutlaqah (bebas)

Mudharabah Mutlaqah atau disebut dengan (Unrestricted Investment

Account) adalah akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara shahibul maal

selaku investor dengan mudharib selaku pengusaha yang berlaku secara luas. Atau

dengan kata lain pengelola (mudharib) mendapatkan hak keleluasaan

(disrectionary right) dalam pengelolaan dana, jenis usaha, daerah bisnis, waktu

usaha, maupun yang lain.

b. Mudharabah Muqoyyadah (terikat)

Disebut juga dengan istilah (Restricted Investment Account) yaitu

kerjasama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal selaku investor dengan

pengusaha atau mudharib, investor memberikan batasan tertentu baik dalam hal

jenis usaha yang akan dibiayai, jenis instrumen, resiko, maupun pembatasan lain

yang serupa.86

85 Adiwarman, Bank, hal. 18886

53

Page 54: 20080129100218tesis asli

D. Akad Perjanjian

1. Akad Perjanjian Menurut KUHPerdata dan Hukum Islam

Dalam kajian hukum muamallah, masalah akad (aqd) atau perjanjian

menempati posisi sentral, karena ia merupakan cara paling penting yang

digunakan untuk memperoleh suatu maksud, terutama yang berkenaan dengan

harta atau manfaat sesuatu secara sah.

Ada 2 (dua) istilah dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan perjanjian,

yaitu al-aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah

ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun

atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang

lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.87

Kata al-‘aqdu terdapat dalam QS. Al Maidah (5) ayat 1 bahwa manusia

diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut Fathurrahman Djamil, istilah

al-‘aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (KUH Perdata). 88 Sedangkan istilah al-‘ahdu dapat

disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan

dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak

berkaitan dengan orang lain. 89 Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron (3) : 76,

yaitu “ sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan bertakwa,

maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa “.90

87 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamallah Konstekstual, Cet. 1 (Jakarta, Raja Grafindo Persada,2002), hal. 75.

88 Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah” dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman et al, cet.1, (Bandung, Citra Aditya Bakti,2001), hal. 247-248.

89 Ibid, hal. 248.90 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ed. Revisi, (Semarang :

Kumudasmoro Grafindo Semarang,1994), hal. 88.

54

Page 55: 20080129100218tesis asli

Perikatan dalam hukum Perdata Barat diambil dari istilah bahasa Belanda

“Verbintenis”. Istilah Hukum Perdata ini mencakup semua ketentuan dalam buku

ketiga dari KUH Perdata yang termasuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian

dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang. Ikatan hukum yang terbit dari

undang-undang ini pun ada yang terbit dari undang-undang saja dan ada yang dari

undang-undang karena perbuatan manusia yang bisa berupa perbuatan halal

maupun yang melawan hukum.91

Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan definisi akad sebagai :

“pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan

akibat hukum terhadap obyeknya”.92

Menurut Abdoerraoef mengemukakan terjadinya suatu perikatan

(al-‘aqdu) melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut :93

a. Al-‘Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan atau

tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan

orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk melaksanakan

janji tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Ali Imran : 76.

b. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang

dinyatakan oleh pihak pertama. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji

pihak pertama.

91 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta, PT. Intermasa, 1984) hal. 12292 Mas’adi, op.cit hal. 76. Lihat juga Djamil, op.cit hal.247. Ahmad Azhar Basyir, Asas

asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam), ed Revisi, (Yogyakarta, UII Press,2000) hal 65; dan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet 1, ed.2, (Semarang, Pustaka Rizki Putra,1997), hal.14.

93 Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study, (Djakarta, Bulan Bintang,1970), hal.122-123.

55

Page 56: 20080129100218tesis asli

c. Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka

terjadilah apa yang dinamakan ‘akdu’ oleh Al Qur’an terdapat dalam QS Al-

Maidah (5) :1. Maka yang mengikat masing-masing pihak sesudah

pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau ‘ahdu itu tetapi ‘akdu.

Proses perikatan ini tidak terlalu berbeda dengan proses perikatan yang

dikemukakan oleh Subekti yang didasarkan pada KUH Perdata. Menurut Subekti,

Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang

lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu “. 94

Sedangkan pengertian perjanjian menurut Subekti adalah “ suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.95 Peristiwa perjanjian ini menimbulkan

hubungan diantara orang-orang tersebut yang disebut dengan perikatan. Dengan

demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian

menerbitkan perikatan. Seperti yang tercantum dalam pasal 1233 KUH Perdata,

bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan.

Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara Hukum Islam dan

KUH Perdata adalah tahap perjanjiannya. Pada Hukum Perikatan Islam, janji

pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru

kemudian lahir perikatan. Sedangkan pada KUH Perdata, perjanjian antara pihak

pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan

94 Subekti, Hukum Perjanjian, cet 14, (Jakarta, Intermasa, 1992), hal 195 Ibid.

56

Page 57: 20080129100218tesis asli

menimbulkan perikatan diantara mereka. Menurut Abdul Gani Abdullah, dalam

Hukum Perikatan Islam, titik tolak yang paling membedakannya adalah pada

pentingnya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji

antara para pihak tersebut disepakati, dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan

kabul), maka terjadilah ‘aqdu (perikatan).96

2. Syarat dan Rukun Akad

Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat suatu rukun dan syarat

yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk

sahnya suatu pekerjaan”,97 sedangkan syarat adalah “ketentuan (peraturan,

petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan”. 98 Dalam syari’ah, rukun dan

syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi,

rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu

perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut

dan ada atau tidaknya sesuatu itu”99 Definisi syarat adalah “ sesuatu yang

tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu

sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada”.

Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul Fiqh bahwa

rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia

termasuk dalam hukum itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat yang

96 Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2005) Ed.1.Cet.1,2005) hal. 47.

97 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002) hal. 966.

98 Ibid hal. 1114.99 Abdul Azis Dahlan, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta : Ichtiar Baru van

Hoeve,1996) hal.1510

57

Page 58: 20080129100218tesis asli

kepadanya tergantung keberadaan hukum tetapi ia berada diluar hukum itu

sendiri.

Mengenai rukun perikatan atau sering disebut juga dengan rukun akad

dalam Hukum Islam, terdapat beraneka ragam pendapat dikalangan para ahli fiqh.

Dikalangan mazhab Hanafi bahwa rukun akad hanya sighat al-‘aqd, yaitu ijab dan

kabul. Sedangkan syarat akad adalah al-‘aqidain (subyek akad) dan mahallul-

‘aqd (obyek akad). Alasannya adalah al-‘aqidain dan mahallul ‘aqd bukan

merupakan bagian dari tasharruf aqad (perbuatan hukum akad). Kedua hal

tersebut berada diluar perbuatan akad. Berbeda halnya dengan pendapat dari

kalangan mazhab Syafi’i termasuk Imam Ghazali dan kalangan mazhab Maliki

termasuk Syihab al-Karakhi, bahwa al-‘aqidain dan mahallul ‘aqd termasuk

rukun akad karena hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya

akad.100

Jumhur ulama berpendapat, bahwa rukun akad adalah al-‘aqidain,

mahallul ‘aqd, dan sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa az-

Zarqa menambah maudhu’ul ‘aqd (unsur-unsur penegak akad).

Sedangkan Ash-Shidieqy berpendapat bahwa, keempat hal tersebut

merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu

akad.101

a. Subyek Perikatan (Al’Aqidain)

100 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, cet.1, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 79.

101 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet.1,ed.2,(Semarang, Pustaka Rizki Putra,1997),hal.14.

58

Page 59: 20080129100218tesis asli

Al’aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari

suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan hukum akad

(perikatan), dari sudut hukum adalah sebagai subyek hukum. Subyek hukum

sebagai pelaku perbuatan hukum seringkali diartikan sebagai pihak pengemban

hak dan kewajiban. Subyek hukum ini terdiri dari dua macam yaitu manusia dan

badan hukum dalam kaitannya dengan ketentuan dalam hukum Islam.102

1). Manusia

Manusia sebagai subyek hukum perikatan adalah pihak yang sudah dapat

dibebani hukum yang disebut dengan mukallaf. Mukallaf adalah orang yang

telah mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan Tuhan

maupun dalam kehidupan sosial. Kata “Mukallaf” berasal dari bahasa Arab

yang berarti “yang dibebani hukum” yang dalam hal ini adalah orang-

orangyang telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan

Allah SWT baik yang terkait dengan perintah maupun larangan-larangan-

Nya.103

Pada kehidupan seseorang ada tahapan untuk dapat melihat apakah seseorang

dapat dibebani hukum. Dalam Hukum Islam, kapasitas hukum seseorang

dapat dilihat dari tahapan-tahapan dalam kehidupannya (the stages of legal

capacity).104 Menurut Abdurrahman Raden Aji Haqqi, para ahli Ushul Fiqih

telah membagi kapasitas hukum seseorang ke dalam 4 tahap subyek hukum

(Stages of Legal Capacity). 105

102 Gemala Dewi, Hukum, hal.51.103 Ade Armando, dkk, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (Jakarta, PT Ichtiar Baru Van

Hoeve,tt) hal 77104 Gemala Dewi, Hukum, hal 52.105 Abdurrahman Raden Aji Haqqi, The Philosophy of Islamic Law of Transactions,

(Kuala Lumpur, Univision Press,1999), hal 94-96.

59

Page 60: 20080129100218tesis asli

a). Marhalah al-Janin (Embryonic Stage)

Tahap ini dimulai sejak masa janin sudah berada dalam kandungan hingga

lahir dalam keadaan hidup. Sebagai subyek hukum, janin disebut

“Ahliyyah Al-Wujub Al Naqisah”. Dalam tahap ini, janin dapat

memperoleh hak namun tidak mengemban kewajiban hukum

b). Marhalah al-Saba (Childhood Stage)

Tahap ini dimulai sejak manusia lahir dalam keadaan hidup hingga ia

berusia 7 (tujuh) tahun. Pada tahap ini seseorang disebut “Al-SabiyGhayr

Al-Mumayyiz”. Hak dan kewajiban yang menyangkut harta miliknya

dilaksanakan melalui walinya (Guardian).

c). Marhalah al-Tamyiz (Discernment Stage)

Tahap ini dimulai sejak seorang berusia 7 (tujuh) tahun hingga masa

pubertas (Aqil-Baligh). Pada tahap ini seseorang disebut “Al Sabiy Al-

Mumayyiz” (telah bisa membedakan yang baik dan yang buruk).

Seseorang yang mencapai tahap ini dapat memperoleh separuh

kapasitasnya sebagai subyek hukum (tanpa ijin dari walinya). Oleh karena

itu segala aktivitas /transaksi penerimaan hak yang dilakukan oleh anak

yang mumayyiz ini adalah sah (valid). Menurut Imam Muhammad Abu

Zahrah, seorang mumayyiz sudah memiliki kecakapan bertindak hukum

meskipun masih kurang atau lemah sehingga dapat disebut “ahliyyah al-

ada an-naqisah”. Sehingga tindakan hukum atau transaksi yang dilakukan

oleh seorang anak yang mumayyiz ini dapat dianggap sah selama tidak

dibatalkan oleh walinya.106

106 Ibid.

60

Page 61: 20080129100218tesis asli

d). Marhalah al-Bulugh (Stage of Puberty)

Tahap ini seseorang telah mencapai Aqil-Baligh dan dalam keadaan

normal ia telah dianggap menjadi mukallaf. Kapan seseorang dianggap

telah baligh ini terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Mayoritas

ulama menyebutkan usia 15 tahun, sedangkan sebagian kecil ulama

madzhab Maliki menyebutkan 18 tahun. Namun, ada yang memudahkan

perkiraan baligh ini dengan melihat tanda-tanda fisik, yaitu ketika seorang

perempuan telah datang bulan (haid) dan laki-laki telah mengalami

perubahan suara dan fisiknya. Seseorang dalam tahap ini disebut

“Ahliyyah Al-ada Al-Kamilah”. Orang tersebut telah memperoleh

kapasitas penuh sebagai subyek hukum. Intelektualitasnya telah matang

dan dianggap cakap, kecuali terbukti sebaliknya.

Mengenai tahap cakapnya seseorang dalam bertransaksi, sebagian ulama

kontemporer, menambahkan persyaratan satu tahapan atau kondisi

seseorang lagi sebagai tahapan ke-5 (lima) yaitu :

e). Daur al-Rushd (Satge of Prudence)

Pada tahap ini kapasitas seseorang telah sempurna sebagai subyek hukum,

dikarenakan telah mampu bertindak demi keamanan dalam mengelola dan

mengontrol harta dan usaha/bisnisnya dengan bijaksana. Pada dasarnya

kebijaksanaan (Rushd/Prudence) seseorang dapat dicapai secara

bersamaan, sebelum atau sesudah baligh, bila telah memiliki sifat-sifat

kecakapan berdasarkan pendidikan atau persiapan tertentu untuk

kepentingan bisnis, usaha, atau transaksi yang akan dilakukannya tersebut.

61

Page 62: 20080129100218tesis asli

Orang yang telah mencapai tahapan Daur ar-Rushd ini disebut orang yang

Rasyid. Diperkirakan tahapan ini dapat diperoleh setelah seseorang

mencapai usia 19,20,atau 21 tahun.107

Pada prinsipnya tindakan hukum seseorang akan dianggap sah, kecuali ada

halangan-halangan yang dapat dibuktikan. Tindakan hukum seseorang yang

telah baligh dapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan apabila dapat

dibuktikan adanya halangan-halangan (implements) sebagai berikut :108

a) Minors (masih dibawah umur) atau safih ;

b) Insanity/Junun (kehilangan kesadaran atau gila);

c) Idiocy/’Atah (Idiot);

d) Prodigality/Safah (royal,boros);

e) Unconsciousness/Ighma (kehilangan kesadaran);

f) Sleep/Naum ( tertidur dalam keadaan tidur gelap);

g) Error/Khata dan Forgetfulness/Nisyan (kesalahan dan terlupa) ; dan

h) Acquired Defects/’Awarid Muktasabah (memiliki kekurangan, kerusakan

(akal) atau kehilangan). Kerusakan atau terganggunya akal seseorang

dapat dikarenakan oleh Intoxication/Sukr (mabuk, keracunan obat, dan

sebagainya) atau karena Ignorance /Jahl (ketidaktahuan dan kelalaian).

107 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta, UII Press, 2000), hal 32.

108 Ghufron A.Mas’adi, Fiqh, hal 82.

62

Page 63: 20080129100218tesis asli

Selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, dalam suatu akad kondisi

psikologis perlu juga diperhatikanuntuk mencapai sahnya suatu akad. Ya’cub

mengemukakan syarat-syarat subyek akad adalah sebagai berikut :109

a) Aqil (berakal)

Orang yang bertransaksi haruslah berakal sehat, bukan orang gila,

terganggu akalnya, ataupun kurang akalnya karena masih dibawah umur,

sehingga dapat mempertanggungjawabkan transaksi yang dibuatnya.

b) Tamyiz (dapat membedakan)

Orang yang bertransaksi haruslah dalam keadaan dapat membedakan yang

baik dan yang buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu bertransaksi.

c). Mukhtar (bebas dari paksaan)

Syarat ini didasarkan oleh ketentuan QS. An-Nisa (4) : 29 dan Hadits Nabi

SAW yang mengemukakan prinsip An-Taraddin (rela sama rela). Hal ini

berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari paksaan dan

tekanan.

2). Badan Hukum

Badan hukum menurut Wirjono adalah badan yang dianggap dapat bertindak

dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan

perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain.110 Badan hukum ini

memiliki kekayaan yang terpisah dari perseorangan. Dengan demikian,

109 Hamzah Ya’cub, Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi, (Bandung, CV. Diponegoro, 1984) hal. 79.

110 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata,cet 8, (Bandung, Sumur Bandung,1981) hal 23.

63

Page 64: 20080129100218tesis asli

meskipun pengurus badan hukum berganti-ganti, ia tetap memiliki kekayaan

tersendiri. Yang dapat menjadi badan hukum adalah dapat berupa negara,

daerah otonom, perkumpulan orang-orang, perusahaan atau yayasan.111

Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus. Namun, terlihat dari

beberapa dalil menunjukkan adanya badan hukum dengan menggunakan

istilah al-syirkah, seperti yang tercantum dalam :

- QS An Nisa (4):12 disebutkan “ Tetapi jika saudara-saudara seibu

itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga

itu……..”112

- QS. Shād (38) :24, disebutkan “ Dan sesungguhnya kebanyakan

dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim

kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang

beriman………………”113

- Pada hadits Qudsi riwayat Abu Dawud dan al-Hakim dari Abu

Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda “ Aku (Allah) adalah

pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari

keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat

terhadap lainnya, maka Aku keluar dari keduanya”.114

Adanya kerjasama diantara beberapa orang menimbulkan kepentingan-

kepentingan dari syirkah tersebut terhadap pihak ketiga. Dalam hubungannya

111 Ibid.112 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ed.Revisi, (Semarang,

Kumudasmoro, Grafindo, Semarang, 1994), hal. 117.113 Ibid, hal. 735.114 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh, hal.192.

64

Page 65: 20080129100218tesis asli

dengan pihak ketiga inilah timbul bentuk baru dari subyek hukum yang

disebut dengan badan hukum.115

b. Obyek Perikatan (Mahallul ‘Aqd)

Mahallul’aqd adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan

padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek akad dapat berupa benda

berwujud, seperti mobil dan rumah maupun benda tidak berwujud seperti manfaat.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul’aqd adalah sebagai berikut :116

1) Obyek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan.

Suatu perikatan yang obyeknya tidak ada adalah batal, seperti menjual anak

hewan yang masih dalam perut induknya atau menjual tanaman sebelum

tumbuh. Alasannya bahwa sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin

bergantung pada sesuatu yang belum ada. Terdapat pengecualian terhadap

bentuk akad-akad tertentu, seperti salam, istishna dan musyaqah, yang

obyeknya diperkirakan ada dimasa yang akan datang. Pengecualian ini

didasarkan pada istihsan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam kegiatan

muamallat.

2) Obyek perikatan dibenarkan oleh syara’.

Pada dasarnya benda-benda yang menjadi obyek perikatan haruslah memiliki

nilai dan manfaat bagi manusia. Menurut kalangan Hanafiyah, dalam

tasharruf akad tidak mensyaratkan kesucian obyek akad. Selain itu jika obyek

115 Gemala Dewi, Hukum, hal 59116 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih, hal. 86-89 dan Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian

Syari’ah”, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, et.al.Cet.1,(Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 255-256.

65

Page 66: 20080129100218tesis asli

perikatan itu dalam bentuk manfaat yang bertentangan dengan ketentuan

syariah, seperti pelacuran, pembunuhan,117 adalah tidak dapat dibenarkan pula,

batal.

3) Obyek ada harus jelas dan dikenali.

Suatu benda yang menjadi obyek perikatan harus memiliki kejelasan dan

diketahui oleh ‘aqid. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman

diantara para pihak yang dapat menimbulkan sengketa. Jika obyek tersebut

berupa benda, maka benda tersebut harus jelas bentuk, fungsi dan keadaannya.

Jika obyek tersebut berupa jasa, harus jelas bahwa pihak yang memiliki

keahlian sejauh mana kemampuan, ketrampilan, dan kepandaiannya dalam

bidang tersebut. Jika pihak tersebut belum atau kurang ahli, terampil, mampu

maupun pandai, tetap harus diberitahukan agar masing-masing pihak

memahaminya. 118

4) Obyek dapat diserahterimakan.

Benda yang menjadi obyek perikatan dapat diserahkan pada saat akad terjadi,

atau pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, disarankan bahwa

obyek perikatan berada dalam kekuasaan pihak pertama agar mudah

menyerahkannya pada pihak kedua. Untuk obyek perikatan yang berupa

manfaat maka pihak pertama harus melaksanakan tindakan (jasa) yang

manfaatnya dapat dirasakan oleh pihak kedua, sesuai dengan kesepakatan.

117

? Yani Salma Barlinti, Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan Berdasarkan Ketentuan World Trade Organization dalam Perspektif Hukum Islam, tesis pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta, 2001), hal. 68.

118 Gemala Dewi, hukum, hal 62

66

Page 67: 20080129100218tesis asli

c. Tujuan Perikatan (Maudhu’ul’Aqd)

Maudhu’ul ‘aqd adalah tujuan dan hukum suatu akad disyari’atkan untuk

tujuan tersebut. Dalam Hukum Islam, tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT

dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam hadits. Menurut ulama fiqh,

tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai dengan ketentuan syari’ah tersebut.

Apabila tidak sesuai, maka hukumnya tidak sah.119

Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar

suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai akibat hukum, yaitu sebagai

berikut :120

1) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak

yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan ;

2) Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad;

dan

3) Tujuan akad harus dibenarkan syara’;

d. Ijab dan Kabul (sighat al-‘aqd).

Sighat al’aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad

berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari

pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu

pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak

pertama. Para ulama fiqh mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab kabul agar

memiliki akibat hukum, yaitu sebagai berikut :121

119 Faturrahman Djamil, Hukum, hal 257-258.120 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal. 99-100.121 Faturrahman Djamil, Hukum, hal 253

67

Page 68: 20080129100218tesis asli

1) Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu

jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki ;

2) Tawafuq yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul; dan

3) Jazmul Iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan

kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.

Menurut Azhar Basyir, Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara

yaitu secara :122

a. Lisan.

Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam bentuk perkataan secara jelas.

b. Tulisan.

Hal ini dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung

dalam melakukan perikatan, atau untuk perikatan-perikatan yang sifatnya

lebih sulit, seperti perikatan yang dilakukan oleh badan hukum.

c. Isyarat.

Orang cacat misalnya tuna wicara, juga dimungkinkan untuk melakukan satu

perikatan (akad) dengan isyarat, asalkan para pihak yang melakukan perikatan

tersebut mempunyai pemahaman yang sama.

d. Perbuatan.

Adanya perbuatan memberi dan menerima dari para pihak yang telah saling

memahami suatu perbuatan perikatan dan segala akibat hukumnya, disebut

dengan ta’athi atau mu’athah (saling memberi dan menerima).

122 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal. 68-71.

68

Page 69: 20080129100218tesis asli

3. Hak dan Kewajiban dalam Akad

Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam

suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain,

begitupun sebaliknya, kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak lain.

Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum

Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau

pada keduanya, yang diakui oleh syarak. Berhadapan dengan hak seseorang

terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya.123

a. Hak

1). Pengertian hak.

Menurut kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari kata hak. Salah

satunya menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk

menuntut sesuatu. Arti lain adalah wewenang menurut hukum.124 Sedangkan

menurut ulama mutākhirin “ hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan

secara syara.” Sedangkan Mustafa Az-Zarqa mengatakan bahwa “hak adalah

sesuatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu kekuasaan atau

taklif”. Ibnu Nujaim (ahli fiqh Madzhab Hanafi) mengatakan bahwa “ hak

adalah sesuatu kekhususan yang terlindungi”.125

2). Macam-macam hak.

123 Ibid, hal 19.124 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta,

PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 3.125 Ibid.

69

Page 70: 20080129100218tesis asli

Menurut ulama fiqh, dilihat dari segi pemilik hak, hak terbagi menjadi 3 (tiga)

yaitu :126

a) Hak Allah SWT

Yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri kepada Allah,

mengagungkan Nya, seperti melalui berbagai macam ibadah, jihad, dan

amar ma’ruf nahi munkar. Hak Allah disebut juga hak masyarakat karena

karena hak Allah bertujuan untuk kemanfaatan umat manusia pada

umumnya dan tidak dikhususkan bagi orang-orang tertentu. Seluruh hak

Allah tidak dapat digugurkan baik melalui perdamaian (al-shulh), maupun

pemaafan, dan tidak boleh diubah.

b) Hak Manusia

Hak ini pada hakekatnya ditujukan untuk memelihara kemaslahatan setiap

pribadi manusia. Mengenai hak manusia ini, seseorang boleh

menggugurkan haknya, memaafkannya dan mengubahnya, dan boleh pula

mewariskannya kepada ahli waris. Disini tampak adanya kebebasan

berbuat dan bertindak atas dirinya sendiri.

c) Hak Gabungan antara hak Allah dan hak Manusia.

Mengenai hak gabungan ini, ada kalanya hak Allah lebih dominan, dan

ada kalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contoh hak Allah

yang lebih dominan dalam masalah idah dan dalam hal menuduh zina

tanpa bukti yang cukup. Sedangkan hak manusia yang lebih dominan

adalah dalam pidana Qisas dalam pembunuhan atau penganiayaan dengan

sengaja, dimana dapat diganti dengan diyat yang berupa pembayaran

126 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal 20-22.

70

Page 71: 20080129100218tesis asli

sejumlah harta oleh pihak pelaku sebagai ganti kerugian bagi pihak si

korban.

3). Kewenangan Pengadilan

Ulama Fiqh membagi masalah ini dalam dua macam :

a) Haqq Diyāni (keagamaan)

Yaitu hak-hak yang tidak boleh dicampuri (intervensi) oleh kekuasaan

kehakiman. Misalnya dalam persoalan utang yang tidak dapat

dibuktikan oleh pemberi utang karena tidak cukup alat bukti didepan

pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan didepan pengadilan,

tanggungjawab yang berutang di hadapan Allah tetap ada dan dituntut

pertanggung jawabannya di akherat kelak. Oleh sebab itu, bila lepas

dari hak kekuasaan kehakiman, seseorang tetap dituntut dihadapan

Allah dan dituntut hati nuraninya sendiri.127

b) Haqq Qadhāi

Adalah seluruh hak dibawah kekuasaan pengadilan (hakim) dan

pemilik hak itu mampu membuktikan haknya didepan hakim.

Perbedaan antara Haqq Diyani dan Haqq Qadhāi terletak pada

persoalan zahir (lahir) dan batin. Hakim hanya dapat menangani hak-

hak yang lahir (tampak nyata) atau yang dapat dibuktikan saja.

Sedangkan Haqq Diyani menyangkut persoalan-persoalan yang

tersembunyi dalam hati yang tidak terungkap didepan pengadilan.128

127 Gemala Dewi, hukum, hal 72.128 Ibid, hal. 73.

71

Page 72: 20080129100218tesis asli

Dalam kaitan dengan kedua hak ini ulama fiqh membuat kaidah yang

menyatakan “ Hakim hanya menangani persoalan-persoalan yang nyata

saja, sedangkan Allah akan menangani persoalan-persoalan yang

tersembunyi (yang sebenarnya) dalam hati.129

b. Kewajiban

Kewajiban berasal dari kata “wajib” yang diberi imbuhan ke-an. Dalam

pengertian bahasa kata wajib berarti : (sesuatu) harus dilakukan, tidak boleh

tidak dilaksanakan. 130 Wajib ini juga merupakan salah satu kaidah dari hukum

taklifi yang berarti hukum yang bersifat membebani perbuatan mukallaf. 131

Adapun pemahaman kewajiban dalam pengertian akibat hukum dari suatu

akad biasa diistilahkan dengan “iltizam”.

Secara istilah iltizam adalah :”Akibat (ikatan) hukum yang

mengharuskan pihak lain berbuat memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu

perbuatan atau tidak berbuat sesuatu”. Substansi hak sebagai taklif (yang

menjadi keharusan yang terbebankan pada orang lain) dari sisi penerima

dinamakan hak, sedang dari sisi pelaku dinamakan Iltizam yang artinya

“keharusan atau kewajiban”. Jadi antara hak dan iltizam keduanya terkait

dalam satu konsep.132

129 Ibid.130 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus, hal 1266.131 Gemala Dewi, Hukum, hal 77.132 Ibid, hal. 78.

72

Page 73: 20080129100218tesis asli

4. Penggolongan Akad

Menurut para ulama fiqih,secara garis besar akad dapat diklasifikasikan

dalam berbagai segi :

a. Dari segi penamaannya, akad dibagi menjadi dua macam yaitu :

1) Akad musammah, yaitu akad yang ditentukan nama-namanya oleh syara’

serta dijelaskan hukum-hukumnya, seperti jual beli, sewa menyewa,

perikatan.

2) Akad ghair musammah, yaitu akad yang penamaannya ditentukan oleh

masyarakat sesuai dengan keperluan mereka di sepanjang jaman dan

tempat, seperti istishna’, bai’al-wafa’, dan lain-lain.133

b. Dilihat dari bentuk atau cara melakukan akad, dibagi menjadi dua yaitu :

1) Akad-akad yang harus dilaksanakan dengan tata cara tertentu. Misalnya

akad yang menimbulkan hak bagi seseorang atas tanah.

2) Akad-akad yang tidak memerlukan tata cara. Misalnya jual beli yang tidak

perlu ditempat yang ditentukan dan tidak perlu dihadapan pejabat.134

c. Dilihat dari maksud dan tujuannya, dibagi menjadi dua yaitu :

1) Akad Tabarru’, yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni

semata-mata karena mengharap ridho dan pahala dari Allah, sama sekali

tidak ada unsur mencari ” return” atau motif. Akad yang termasuk dalam

133 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000), hal.108134

? Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqqy, Pengantar, hal 110.

73

Page 74: 20080129100218tesis asli

kategori ini adalah hibah, wakaf, wasiat,ibra, wakalah, kafalah, hawalah,

rahn,dan qirad.

2) Akad tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan

mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat telah dipenuhi

semuanya. Akad yang termasuk disisni adalah murabahah, salam,

istisna’, dan ijarah muntahiya bittamlik serta mudharabah dan

musyarakah.135

d. Dilihat dari akibat hukumnya, akad dibagi menjadi :136

1) Akad pemberian hak milik, yaitu akad yang bertujuan memberikan hak

milik seseorang kepada orang lain, baik berupa benda atau manfaat benda,

baik dengan imbalan atau tanpa imbalan, seperti jual beli, sewa menyewa,

dan lain-lain. Pemberian hak milik dengan imbalan disebut akad tukar

menukar (mu’awadhah), yang tanpa imbalan disebut akad kebajikan

(tabarru’).

2) Akad pelepasan hak (isqath), yaitu melepaskan hak dengan atau tanpa

ganti. Misalnya membebaskan pihak berutang dari kewajiban membayar

hutang (Ibra’).

3) Akad pelepasan kekuasaan (ithlaq) yaitu akad yang bertujuan untuk

melakukan sesuatu perbuatan kepada orang lain, Misalnya orang

memberikan kuasa kepada orang lain untuk bertindak atas nama orang

yang mewakilkan.

135 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta, Kencana,2004), hal.19.

136 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal.123-124.

74

Page 75: 20080129100218tesis asli

4) Akad pengikatan (taqyid) yaitu akad yang bertujuan mengikat orang dari

wewenang berbuat yang semula dimilikinya. Misalnya orang yang

mewakilkan menghentikan kekuasaan wakilnya.

5) Akad persekutuan (syirkah), yaitu akad yang bertujuan bekerjasama untuk

memperoleh suatu hasil /keuntungan. Misalnya persekutuan bagi hasil.

6) Akad pertanggungan (dhaman, takmin, atau tautsiq), yaitu akad yang

bertujuan untuk memperkuat sesuatu akad lain, seperti akad gadai sebagai

penguat akad utang piutang.

5. Berakhirnya Akad

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Selain

telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh

(pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab

sebagai berikut :

a. Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan

syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya jual beli barang

yang tidak memenuhi syarat kejelasan.

b. Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat,atau

majelis.

c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena

merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini

disebut iqalah. Dalam hubungan ini Hadits Nabi Riwayat Abu Daud

mengajarkan, bahwa barang siapa mengabulkan permintaan pembatalan orang

75

Page 76: 20080129100218tesis asli

yang menyesal atas akad jual beli yang dilakukan, Allah akan menghilangkan

kesukarannyapada hari Kiamat kelak.

d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh

pihak-pihak yang bersangkutan.

e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka

waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.

f. Karena tidak mendapat izin pihak yang berwenang;

g. Karena kematian.137

Mengenai kematian ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para fuqaha

mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang melakukan akad

mengakibatkan berakhirnya akad. Sejalan dengan perbedaan pendapat mereka

apakah hak yang ditimbulkan oleh akad itu dapat diwariskan atau tidak. Demikian

pula adanya perbedaan pendapat tentang bagaimana terjadinya akad-akad tertentu

serta sifat (watak) masing-masing.

6. Penyelesaian Perselisihan.

Penyelesaian perselisihan dalam Hukum Perikatan Islam pada prinsipnya

boleh dilakukan dengan 3 jalan, yaitu :

a. Shulhu ( jalan perdamaian).

Jalan pertama yang dilakukan apabila terjadi perselisihan dalam suatu akad

adalah dengan menggunakan jalan perdamaian (shulhu) antara kedua pihak.

Dalam fiqh pengertian shulhu adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri

perlawanan antara dua orang yang saling berlawanan, atau untuk mengakhiri

137 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih, hal 114-117.

76

Page 77: 20080129100218tesis asli

sengketa.138 Disini tampak adanya pengorbanan dari masing-masing pihak

untuk terlaksananya perdamaian. Jadi dalam perdamaian ini tidak ada pihak

yang mengalah total ataupun penyerahan keputusan kepada pihak ketiga.139

Perdamaian (shulhu) disyariatkan berdasarkan Al-Quran (QS. 49:9), Sunnah

dan Ijma’. Umar ra pernah berkata : “ Tolaklah permusuhan hingga mereka

berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan

mengembangkan kedengkian diantara mereka”.140

b. Tahkim (jalan arbitrase)

Istilah tahkim secara literal berarti mengangkat sebagai wasit atau juru damai.

Sedangkan secara terminologis tahkim berarti pengangkatan seorang atau

lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang

bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara

damai. Dalam hal ini, hakam ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bukan

oleh pihak pemerintah, tetapi ditunjuk langsung oleh dua orang yang

bersengketa. Aktivitas penunjukan itu disebut tahkim, dan orang yang

ditunjuk itu disebut hakam (jamaknya hukam). Penyelesaian yang dilakukan

oleh hakam pada abad modern ini disebut dengan arbitrase.141

Dasar hukum dari tahkim ini adalah : QS. An Nisa (4) : 35 , QS. Asy Syura

(17) : 38, QS. Ali Imran (3) : 159, Hadits Nabi Riwayat Tarmizi dari Amru

bin ‘Auf yang berbunyi : “ Kaum muslimin sangat terikat dengan

138 A.T. Hamid, Ketentuan Fiqih dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di Lapangan Perikatan (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1983) hal.135.

139 Ibid.140 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 12, terjemahan oleh H. Kamaluddin A.M, (Bandung,

PT. Al Ma’arif,1988), hal. 190.

141 Gemala Dewi, Hukum, hal 91.

77

Page 78: 20080129100218tesis asli

perjanjiannya, kecuali persyaratan (perjanjian) yang mengharamkan yang

halal atau menghalalkan yang haram “.142 Maksud dari hadits ini yaitu bahwa

dalam perjanjian dapat dicantumkan klausul arbitrase.

c. Al-Qadha (Proses Peradilan).

Al-Qadha secara harfiah antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut

istilah fiqh kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa

atau sengketa untuk menyelesaikan secara adil dan mengikat. Lembaga

peradilan semacam ini berwenang menyelesaikan perkara-perkara tertentu

yang mencakup perkara atau masalah keperdataan, termasuk didalamnya

Hukum Keluarga, dan masalah tindak pidana. Orang yang berwenang

menyelesaikan perkara pada pengadilan semacam ini dikenal dengan qadhi

(hakim).143

Sebagai ilustrasi, berikut dapat dilihat skema mengenai bagaimana

sengketa dalam akad dapat timbul dan jalan penyelesaiannya apabila

perdamaian tidak dapat diperoleh, ke lembaga mana sengketa tersebut dapat

diselesaikan.144

142 Ibid, hal 92143 Ibid

144 Ibid, hal 93.

78

Page 79: 20080129100218tesis asli

Gambar 3.2

BAGAIMANA BISA TIMBUL SENGKETA145

145 Hartono Mardjono, Menjalankan Syari’ah Islam, (Jakarta, Studia Press,2000) hal 90.

Dengan Sempurna

Tidak Sempurna

Terlaksana

Beda pendapat dengan memahami isi

Tidak terlaksana

Akan timbul Sengketa

Bagaimana menyelesaikannya

Harus dilihat apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak mengenai cara penyelesaian sengketa

Melalui Pengadilan Melalui Arbitrase

Perjanjian

79

Page 80: 20080129100218tesis asli

Penyelesaian serngketa melalui peradilan melewati beberapa proses, salah

satu proses yang penting adalah pembuktian. Alat bukti menurut hukum Islam

yaitu :

1) Ikrar (pengakuan para pihak mengenai ada tidaknya sesuatu);

2) Syahadat (persaksian);

3) Yamin (sumpah);

4) Riddah (murtad);

5) Maktubah (bukti-bukti tertulis), seperti akta dan surat keterangan;

6) Tabayyun (upaya perolehan kejelasan yang dilakukan oleh pemeriksaan

majelis pengadilan yang memeriksa);

7) Alat bukti bidang pidana, seperti pembuktian secara kriminologi ;146

Sedangkan alat bukti menurut Hukum Perdata pasal 164 HIR antara lain :147

1) Alat bukti tertulis, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan ;

2) Keterangan saksi ;

3) Pengakuan; dan

4) Persangkaan hakim/pengetahuan hakim ;

Secara umum, alat bukti menurut hukum Islam dan hukum perdata sama.

Letak perbedaan yang jelas terletak pada fungsi alat bukti sumpah (yamin) dalam

hukum Islam dengan pengakuan pada hukum Perdata dimana dalam hukum Islam

alat bukti sumpah adalah alat bukti yang berdiri sendiri (mutlak) dan mengikat

sebagai bukti yang terkait (contoh : sumpah li’an) tanpa disertai petunjuk lain.

Sedangkan menurut hukum Perdata sumpah adalah salah satu bentuk pengakuan

146 Ibid147 Ibid.

80

Page 81: 20080129100218tesis asli

yang menegaskan adanya pengaduan atau gugatan saja, sehingga sumpah tersebut

harus disertai dengan petunjuk lainnya. Dalam Hukum Islam syarat-syarat saksi

serta jumlah mereka telah jelas untuk masing-masing perkara, sedangkan dalam

Hukum Perdata Barat tidak ditentukan demikian.

E. PERJANJIAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH

1. Pengertian Akad Pembiayaan Mudharabah

Akad mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu

pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya

untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pihak pelaksana usaha, dengan tujuan

untuk mendapatkan untung. Atau singkatnya, akad mudharabah adalah

persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak

lain.148

Sedangkan menurut Muhammad, Mudharabah adalah suatu akad

(kontrak) yang memuat penyerahan modal khusus atau sema’nanya tertentu dalam

jumlah, jenis dan karakternya (sifatnya) dari orang yang diperbolehkan mengelola

harta (jaiz attashruf) kepada orang lain yang ‘aqil, mumayyiz dan bijaksana, yang

ia pergunakan untuk berdagang dengan mendapatkan bagian tertentu dari

keuntungannya menurut nisbah pembagiannya dalam kesepakatan.149

2. Syarat dan Rukun Akad Pembiayaan Mudharabah

a. Syarat Akad Pembiayaan Mudharabah

148 M. Anwar Ibrahim, hal 1.149 Muhammad, Konstruksi, hal. 47.

81

Page 82: 20080129100218tesis asli

Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut150 :

1. Bahwa modal itu harus berbentuk uang tunai, jika ia berbentuk barang

perhiasan, emas, perak, atau barang dagangan, maka tidak sah. Hal ini

sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Munzir, “ Semua orang yang ilmunya kami

jaga /hafal sepakat, bahwa seseorang tidak boleh menjadikannya sebagai

hutang bagi orang lain untuk suatu mudharabah. Namun jika modal itu berupa

barang yang akan diperdagangkan harus dihitung ke dalam nilai uang.

2. Bahwa ia diketahui dengan jelas. Maksudnya agar dapat dibedakan modal

yang diperdagangkan dengan keuntungan yang diperoleh, untuk kedua belah

pihak sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad.

3. Keuntungan yang menjadi hak pengelola usaha dengan investor harus jelas

nisbahnya (prosentasenya). Nabi Muhammad pernah bermudharabah dengan

penduduk Khaibar, dengan mengambil separo dari keuntungannya. Motif dari

perlunya nisbah ini ialah untuk menghindari kerugian tertentu dari pihak yang

bermudharabah, jika yang ditetapkan besaran nilai uang, bukan prosentase,

karena bisa jadi keuntungannya menurun sedangkan biayanya tetap.

4. Menurut Maliki dan Syafii, mudharabah itu bersifat mutlak. Artinya pemilik

modal/investor tidak membatasi kepada pengelola usaha, untuk

menggunakannya dalam usaha apa dan dimana, kapan, dan dengan siapa harus

bermuamallah. Namun Hanafi dan Hambali membolehkan mudharabah baik

dengan mutlak maupun muqoyyad. Baik dengan persyaratan tertentu atau

bebas.

150 Sayyid Sabiq, Fiqus Sunnah (Terjemahan),( Bandung, Al Ma’arif, 2001),hal 23.

82

Page 83: 20080129100218tesis asli

b. Rukun Akad Pembiayaan Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah :151

1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

2. Obyek mudharabah (modal dan kerja)

3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab- qobul)

4. Nisbah keuntungan

Ad.3.1. Pelaku

Dalam akad mudharabah minimal harus ada dua pelaku. Pihak pertama

bertindak selaku pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak

sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad

mudharabah tidak ada.

Ad.3.2. Obyek

Obyek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang

dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai obyek

mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai obyek

mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang

dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk

keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.

Ad. 3.3. Persetujuan

Faktor ketiga yaitu persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi

dari prinsip at-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus

151 Ahmad Sumiyanto, Problem dan Solusi Transaksi Mudharabah, (Yogyakarta, Magistra Insania Press,2005) hal. 3-6.

83

Page 84: 20080129100218tesis asli

secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si

pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana sedangkan

pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.

Ad. 3.4. Nisbah Bagi Hasil

Faktor yang keempat yaitu Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad

mudharabah. Faktor inilah yang membedakan akad mudharabah dengan akad

jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua

pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,

sedangkan shahib al-māl mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.

3. Permasalahan dalam Penerapan Akad Mudharabah

a. Mengenai penentuan jangka waktu

Terdapat perbedaan pendapat dari para fuqaha mengenai penentuan jangka

waktu dalam akad mudharabah. Madzhab Hanafi dan Hambali mengatakan kalau

seandainya Mudharabah ditentukan jangka waktu berlakunya, dan jika telah lewat

masa berlakunya, maka akadnya dianggap batal dengan sendirinya, adalah

diperbolehkan. 152 Madzhab Maliki dan Syafi’i mengatakan, penentuan itu tidak

dibolehkan dan tidak sah. Karena melakukan usahanya dan merusak tujuan dari

mudharabah, sebab mungkin ia tidak mendapat keuntungan dalam waktu yang

ditentukan, padahal mungkin keuntungan baru akan didapatkan setelah lewat

waktu yang telah ditentukan itu.

152 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta, UII Press,2001), hal.54-55.

84

Page 85: 20080129100218tesis asli

Perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam penentuan jangka waktu

berlakunya pengelolaan mudharabah dan lainnya sebenarnya dikembalikan

kepada ‘urf (kondisi sosio kultural dan kebiasaan) para pengusaha dalam

perdagangan. Oleh karena itu apa yang berlaku pada para pedagang yang

merupakan suatu batasan (ketentuan) yang bermanfaat bagi kepentingan maka

batasan itu diperbolehkan seperti masa berlakunya akad mudharabah, namun apa

yang mereka anggap tidak relevan dan tidak bermanfaat maka tidak sah.153

b. Kemungkinan Shahibul menarik modal mudharabah sewaktu-waktu

Mudharabah pada prinsipnya adalah akad jaiz (boleh dan tidak mengikat)

dan bukan akad lazim (wajib, harus dan mengikat) menurut semua fuqaha

madzhab. Oleh karena itu dibolehkan bagi kedua belah pihak (mudharib dan

shāhibul māl) untuk membatalkannya kapanpun mereka mau, dengan syarat

modal tersebut sudah dalam bentuk uang tunai.154

Dengan demikian shahibul māl boleh menarik kembali modalnya

sewaktu-waktu, dan mudharib mendapat kompensasi yang lazim/kompensasi

dengan standar konvensional (ujroh mitsl) atau sesuai kesepakatan antar

keduanya bila mudharib atau ‘amil telah memulai usaha kerjanya, sebab tidak

boleh ada yang dirugikan atau mendapatkan bahaya dalam kepentingannya.

Adapun jika modal tersebut masih berujud barang atau komoditi maka fasakh

(penarikan modal atau pembatalan akad) tersebut dapat dilaksanakan tetapi

mudharib masih memiliki kewenangan untuk mengelolanya sampai dapat

153 Ibid.154 Ibid, hal. 56

85

Page 86: 20080129100218tesis asli

menguangkannya agar menjadi jelas bagiannya.menurut Madzhab Hanafi dan

Syafi’i. Sedangkan madzhab Hambali membolehkan bagi kedua belah pihak

untuk sepakat menjual barang tersebut atau membaginya.155

c. Kemungkinan shahibul māl menetapkan syarat-syarat penggunaan modal

mudharib

Para ulama telah sepakat membolehkan dan mengakui syarat-syarat atau

ketentuan yang ditetapkan shahibul māl dalam penggunaan modal mudharabah

dan mereka mewajibkan kepada mudharib selaku ‘amil untuk menepatinya selama

bermanfaat bagi kepentingan syarikat dan tidak bertentangan dengan kaidah dan

hukum syarikat.Karena firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 1 dan

hadits Rasulullah SAW yang artinya : “ orang-orang muslim terikat dengan

syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau

mengharamkan yang halal”.156

d. Kemungkinan Mudharib membatalkan akad mudharabah sewaktu-waktu

Mudharib dapat membatalkan akad mudharabah sewaktu-waktu

sebagaimana shahibul māl dengan syarat sepengetahuan pihak mitranya untuk

membatalkan akad dan modal berbentuk uang tunai. Adapun modal berbentuk

barang, jika ia menuntut pembatalan, maka supaya menunggu sampai modal dan

155 Muhammad, Permasalahan Fiqhiyah dalam Penerapan Mudharabah, (Yogyakarta, Pusat Studfi Ekonomi Islam, 2003), hal.82.

156 Ibid, hal 91

86

Page 87: 20080129100218tesis asli

aset tersebut menjadi tunai, dengan demikian menjadi jelas keuntungan atau

kerugian usaha tersebut.157

e. Kemungkinan shahibul māl menetapkan sanksi dalam akad mudharabah

kepada mudharib bila ia melanggar syarat-syarat shahibul māl.

Shahibul māl diperbolehkan untuk menetapkan sanksi yang akan

diberlakukan kepada mudharib bila ia melanggar syarat-syarat shahibul māl.

Sebab hal itu termasuk dalam kesepakatan bersama yang harus dipenuhi dan

ditepati, maka jika melanggar harus menanggung akibatnya dan menjamin

kerugian yang menimpa modal atau kepentingan shahibul māl. Sebab ia adalah

wakil dari shahibul māl dalam menjalankan modal, maka tindakannya yang

terkait dengan mudharabah harus sesuai dengan ketentuan atau syarat yang

ditetapkan oleh muwakkil dalam hal ini shahibul māl.158

F. Nisbah Bagi Hasil

1. Pengertian Bagi Hasil

Menurut kamus bahasa Indonesia, bagi hasil diartikan sebagai pemberian

perolehan suatu usaha kepada mitra usaha atas keikutsertaan modal atau kerja

pengelolaan dalam jumlah yang ditentukan bersama sebelumnya. Secara rinci

pengertian kata hasil menunjuk pada perolehan atau pendapatan.159

Disini bagi hasil dapat mengandung pengertian bagi perolehan revenue

sharing bagi untung rugi profit-and loss sharing dan bagi untung (profit sharing).

157 Ibid, hal. 83158 Ibid, hal 92159 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1989) hal 300

87

Page 88: 20080129100218tesis asli

Tetapi dalam tehnik penghitungan, dikenal dua istilah bagi hasil yang terdiri dari

bagi untung (profit sharing) dan bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi untung

profit sharing adalah pembagian keuntungan usaha yang dihitung dari pendapatan

setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Didalam BMT, pola ini juga digunakan

untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaganya pada penabung (depositor).

Bagi hasil (revenue sharing) ialah bagi hasil yang dihitung dari seluruh

total pendapatan pengelolaan dana. Demikian juga, pola ini dapat digunakan

untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan Islam seperti BMT.

Karena itu sistim bagi hasil pada BMT berarti sistim yang diterapkan dalam

ekonomi yang diatas namakan Islam yang menekankan pada pembagian hasil

usaha yang besarannya sesuai dengan kesepakatan pihak-pihak yang terkait.

Dalam perkembangannya Lembaga Keuangan Syariah biasanya memberlakukan

pola bagi hasil itu untuk pembiayaan perdagangan. Dalam hukum Islam lama

(fiqh), bagi hasil terdapat dalam mudharabah dan musyarakah (syirkah). Kedua

bentuk perjanjian keuangan itu dianggap dapat menggantikan riba, yang

mengambil bentuk bunga. 160

Antara bunga dan bagi hasil, keduanya sama-sama memberikan

keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang

sangat nyata. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut :161

160 Waqaar Msood Khan, Towards, An Interest –Free Islamic Economic System, (UK: The Islamic Foundation UK and The International Association For Islamic Economies, Islamabad,1985M-1406 H) hal.28.

161 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema Insani, 2001) hal 61.

88

Page 89: 20080129100218tesis asli

Tabel 3.1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

BUNGA BAGI HASIL

a.Penentuan bunga dibuat pada waktu

akad dengan asumsi harus selalu

untung

a.Penentuan besarnya rasio /nisbah bagi

hasil dibuat pada waktu akad dengan

berpedoman pada kemungkinan ganti

rugi

b.Besarnya prosentase berdasarkan

pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan.

b.Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan

pada jumlah keuntungan yang

diperoleh.

c. Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah

proyek yang dijalankan oleh pihak

nasabah untung atau rugi.

c.Bagi hasil bergantung pada

keuntungan proyek yang dijalankan.

Bila usaha merugi, kerugian akan

ditanggung bersama oleh kedua belah

pihak.

d.Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat sekalipun jumlah

keuntungan berlipat atau keadaan

ekonomi sedang “booming”.

d. Jumlah pembagian laba meningkat

sesuai dengan peningkatan jumlah

pendapatan.

e.Eksistensi bunga diragukan (kalau

tidak dikecam) oleh semua agama

termasuk Islam.

e.Tidak ada yang meragukan keabsahan

bagi hasil.

f.Jika terjadi kerugian ditanggung f. Jika terjadi kerugian ditanggung

89

Page 90: 20080129100218tesis asli

nasabah saja. kedua belah pihak, nasabah dan

lembaga.

Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara

shahibul māl dengan mudharib. Dengan demikian semua pengeluaran rutin yang

berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib,

dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi

antara shahibul māl dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati

sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada

pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul māl telah

dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian

akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka.162

Secara umum bagi hasil dalam mudharabah dapat digambarkan sebagai

berikut :163

Gambar 3.3. Bagi Hasil dalam Mudharabah

Perjanjian Bagi Hasil Keahlian/ Modal 100%Ketrampilan

Nisbah X % Nisbah X%

162 Muhammad, Teknik, hal 24163 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank, hal 94

Konsumen (mudharib)

Bank (Shahibul maal)Proyek /usaha

Pembagian keuntungan

90

Page 91: 20080129100218tesis asli

( sumber : Antonio, 1997:94) pengembalian modal pokok

Implementasi konsep pembiayaan bagi hasil akan menimbulkan

konsekuensi lebih lanjut bahwa seluruh kerugian dalam usaha yang dibiayai akan

ditanggung oleh bank (shahibul māl) , kecuali jika kerugian tersebut disebabkan

oleh kelalaian nasabah atau melanggar persyaratan yang telah disepakati. Selain

itu juga pihak shahibul māl harus aktif berusaha mengantisipasi kemungkinan

terjadinya kerugian nasabah sejak awal, sehingga keduanya cenderung

bekerjasama untuk mengatasi masalah yang timbul.

2. Nisbah Keuntungan

Nisbah keuntungan adalah proporsi pembagian keuntungan dari hasil

aktivitas mudharabah. Nisbah harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara

kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu.

Penentuan nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan pada porsi setoran

modal, walaupun dapat juga bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar

porsi setoran modal. 164

Ketentuan bagi untung dan bagi rugi merupakan konsekuensi logis dari

karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong ke dalam kontrak

investasi (natural uncertainty contracts). Dalam kontrak ini, return dan timing

cash flow kita tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Apabila laba bisnisnya

164 Muhammad, Konstruksi, hal 184.

Modal

91

Page 92: 20080129100218tesis asli

besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya

kecil, mereka mendapat bagian kecil juga. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika

nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase, bukan dalam bentuk nominal

rupiah tertentu.165

Menurut Madzhab Hanafi dan sebagian Madzhab Syafi’i, keuntungan

harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh (walaupun belum

dibagikan). Sedangkan, Madzhab Maliki dan sebagian Madzhab Hambali

menyebut, bahwa keuntungan hanya dapat diakui hanya ketika dibagikan secara

tunai kepada kedua pihak.166

Pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan lebih

dahulu modal yang ditanamkan shahibul māl, namun kebanyakan ulama

menyetujui bila kedua belah pihak sepakat membagi keuntungan tanpa

mengembalikan modal. Hal ini berlaku sepanjang kerjasama masih berlangsung.

Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung, bila

keuntungan telah dibagikan, setelah itu usaha mengalami kerugian, sebagian

ulama berpendapat, bahwa pengelola akan diminta menutupi kerugian tersebut

dari keuntungan yang telah dibagikan kepadanya.167

Keuntungan adalah milik bersama antara shahibul māl dan mudharib,

karena modal dan kerja adalah sejajar, saling berkepentingan, dan membutuhkan,

maka keduanya harus berhak atas keuntungan dengan nisbah masing-masing.

Dalam pembagian hasil keuntungan mudharabah, nisbah mudharib dapat

lebih besar atau sebaliknya lebih kecil daripada shahibul māl tergantung pada

165 Ahmad Sumiyanto, Problem, hal 10-11.166 Gemala Dewi,dkk, Hukum, hal. 128.167 Ibid.

92

Page 93: 20080129100218tesis asli

kesepakatan dalam akad mudharabah. Sebagaimana para ulama sepakat bahwa

keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak (shahibul māl dan mudharib)

harus dalam jumlah nisbah tertentu, jika keduanya telah sepakat bahwa

seperempat (25%) atau setengah (50 %) bagi mudharib misalnya, maka hal itu

sudah cukup dimengerti karena bagian sisa tentunya adalah bagi shahibul māl,

semuanya itu tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, baik nisbah

masing-masing sama atau lebih besar atau lebih kecil dan harus ditepati. Sebab

umat Islam terikat dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati.168

168 Muhammad, Teknik, hal 63-64.

93

Page 94: 20080129100218tesis asli

BAB III

DESKRIPSI BMT BINA IHSANUL FIKRI DAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum BMT Bina Ihsanul Fikri

1. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya

BMT Bina Ihsanul Fikri adalah lembaga keuangan mikro syariah yang

berdiri pada tahun 1996 di Gedongkuning Yogyakarta. BMT Bina Ihsanul Fikri

didirikan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) organisasi satuan

Gedongkuning yang salah satu programnya adalah pemberdayaan ekonomi

kerakyatan. Pendiriannya dilatar belakangi oleh adanya keprihatinan atas

banyaknya usaha kecil yang kebutuhan modalnya dicukupi oleh rentenir yang

memungut bunga tinggi. Disamping itu juga kecendurungan dakwah Islamiyah

yang belum mampu menyentuh kebutuhan ekonomi sehingga misi dakwah belum

terasa sempurna. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1997 BMT Bina Ihsanul Fikri

resmi berdiri dengan Badan Hukum Nomor : 159/BH/KWK.12/ V/1997 yang

berkedudukan di Jl. Semangu No. 28 Gedongkuning Yogyakarta.

Prinsip usaha BMT Bina Ihsanul Fikri dibagi menjadi dua yaitu usaha

sosial ( Baitul Māl ) dan usaha bisnis ( Baitul Tamwil ). Usaha sosial ini

bergerak dalam bidang penghimpunan dana zakat, infaq, dan shodaqoh kemudian

mentasyarufkan kepada delapan ashnaf, dengan skala prioritas untuk

94

Page 95: 20080129100218tesis asli

mengentaskan kemiskinan melalui program ekonomi produktif dan bea siswa.

Sedangkan usaha bisnisnya bergerak dalam pemberdayaan masyarakat ekonomi

kelas bawah dan intensifikasi penarikan dan penghimpunan dana masyarakat

dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka serta menyalurkannya dalam

bentuk pembiayaan (kredit) kepada pengusaha atau pedagang kecil dengan sistem

bagi hasil.

Sasaran penghimpunan dananya adalah golongan masyarakat kelas

menengah atas ( aghnia) tetapi masyarakat kelas bawah tetap diarahkan untuk

menabung sesuai dengan kesanggupannya. Sedangkan sasaran utama penyaluran

pembiayaan adalah para pengusaha dan pedagang kecil yang tidak mampu

berhubungan dengan bank, dengan pola pengembalian dananya meliputi harian,

mingguan, dua mingguan, bulanan, serta pasaran.

Antusiasme masyarakat terhadap kehadiran BMT Bina Ihsanul Fikri

menjadi semangat pengelola untuk lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan usaha

kecil, namun mereka belum bisa berbuat maksimal karena terbatasnya modal yang

dimiliki.

2. Visi dan Misi serta Tujuan BMT Bina Ihsanul Fikri.

1. BMT Bina Ihsanul Fikri mencanangkan visinya untuk menjadi lembaga

keuangan syariah yang mandiri, amanah dan profesional serta unggul di

bidangnya dalam upaya memberdayakan ekonomi umat.

95

Page 96: 20080129100218tesis asli

2. Misi BMT Bina Ihsanul Fikri adalah adalah menerapkan prinsip syariah,

membina kepedulian aghniya’ kepada dhuafa secara terpola dan

berkesinambungan menuju peningkatan kualitas kehidupan umat.

3. Tujuan BMT Bina Ihsanul Fikri adalah membangun kehidupan ekonomi umat

dengan pola syariah, menghindarkan sistem ekonomi dan keuangan dari

praktek ribawi, serta meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat.

Sedangkan untuk mencapai ketiga tujuan tersebut diatas, BMT Bina

Ihsanul Fikri menerapkan strategi sebagai berikut :

1. Penguatan Basis Anggota (jam’iyah)

BMT Bina Ihsanul Fikri melakukan pengembangan dan penguatan basis masa

keanggotaan, meningkatkan kualitas dan loyalitas anggota, membina yang

kecil dan bermitra dengan yang besar. Sebab dengan jumlah yang banyak dan

berkualitas serta memiliki loyalitas yang kuat, meskipun kecil niscaya akan

mampu memberikan akumulasi ekonomi yang besar dan relatif lebih stabil.

Atas usaha ini BMT Bina Ihsanul Fikri dalam waktu sebelas tahun telah

berhasil karena telah berkembang dan memiliki 5 kantor cabang.

2. Kemitraan Pelanggan (silaturahim)

Untuk memenangkan persaingan, BMT Bina Ihsanul Fikri telah memilih

strategi dengan cara menjalin atau membangun komunikasi bisnis dan sosial,

memperbanyak silaturahim, hubungan yang baik dan kemitraan, baik sebelum

maupun sesudah menjadi nasabah atau anggota, karena dengan kedekatan dan

96

Page 97: 20080129100218tesis asli

kehangatan bermitra akan tercipta hubungan bisnis secara transparandan adil,

sehingga kepuasan nasabah dapat tercapai.

3. Proaktif (ruhul jadid)

BMT Bina Ihsanul Fikri selalu proaktif dan progresif terhadap perkembangan

bisnis dan sosial, selalu berkreasi dalam persaingan, dan inovatif dalam

produk maupun strategi bisnis.

4. Penguatan jaringan (ukhuwah)

BMT Bina Ihsanul fikri terus mengembangkan usaha, baik secara internal

maupun eksternal melalui pembukaan jaringan (cabang,, unit, kas) pada

sentra-sentra bisnis (dimana ada BRI disitu ada BMT Bina Ihsanul Fikri),

mengambil alih managemen BMT lain yang mengalami masalah, aktif dalam

setiap organisasi yang berhubungan dengan BMT, menjalin kerjasama dengan

lembaga funding, baik bank maupun non bank di dalam maupun diluar negeri.

5. Pengembangan Sumber Daya Insani ( tarbiyah)

BMT Bina Ihsanul Fikri secara terus menerus dan berkesinambungan

membangun keyakinan bahwa bekerja merupakan ibadah dan jihad ekonomi

Islam. Peningkatan sumber daya insani ini dibangun pada semua aspek, sikap,

wawasan, dan ketrampilan dengan mekanisme proses belajar tiada henti.

3. Produk dan Jasa BMT Bina Ihsanul Fikri

1. Un it Simpan Pinjam

97

Page 98: 20080129100218tesis asli

a. Produk Penghimpunan Dana

BMT Bina Ihsanul Fikri memberikan pelayanan produk

penghimpunan dana dalam bentuk simpanan berdasarkan akad wadi’ah dan

mudharabah.

1) Tabungan Wadi’ah Domanah

Yaitu simpanan titipan murni dari ta’mir masjid atau kelompok pengajian

atau perorangan. Dana yang dititipkan akan dikelola oleh BMT Bina

Ihsanul Fikri dan nasabah akan mendapatkan bonus dengan nisbah bagi

hasil. Aplikasi dalam operasional BMT Bina Ihsanul Fikri antara lain :

Tabungan Haji, Tabungan Qurban, Tabungan Lembaga Islam, Tabungan

Walimahan, Tabungan Idul Fitri yang digolongkan dalam wadi’ah

domanah.

2) Tabungan Mudharabah

Yaitu simpanan umum, yaitu simpanan dana yang penyetoran dan

penarikannya dapat dilakukan sesuai perjanjian yang telah disepakati dan

BMT Bina Ihsanul Fikri memiliki kewenangan penuh untuk mengelola

sesuai dengan prinsip syariah. Atas produk ini penyimpan akan

mendapatkan bagi hasil setiap bulan.

Adapun produk tabungan mudharabah yang dikembangkan pada BMT

Bina Ihsanul Fikri antara lain :

a) Simpanan Umum

Yaitu bentuk simpanan yang disediakan bagi masyarakat umum dalam

bentuk tabungan BIF dimana setorannya dapat dilakukan sewaktu-

98

Page 99: 20080129100218tesis asli

waktu dan pengambilannya juga dapat setiap saat. Kepada penabung

BMT Bina Ihsanul Fikri akan diberikan nisbah /bagi hasil sesuai

dengan perjanjian setiap bulannya dan diberikan pada setiap akhir

bulan.

b) Simpanan Idul fitri

Simpanan ini digunakan untuk keperluan hari raya idul fitri dimana

setorannya dapat dilakukan sewaktu-waktu, tetapi pengambilannya

hanya dapat dilakukan pada saat hari raya idul fitri.

c) Simpanan Idul Qurban dan Aqiqah

Simpanan ini khusus untuk pelaksanaan idul qurban atau aqiqah

dimana setorannya dapat dilakukan harian atau mingguan dan

pengambilan dananya dilakukan pada waktu akan melakukan ibadah

qurban atau pada saat kelahiran seorang anak.

d) Simpanan Haji

Simpanan yang digunakan khusus untuk persiapan menunaikan ibadah

haji, pembayarannya dapat dilakukan harian atau mingguan, sedang

pengambilannya ditentukan pada saat menjelang berangkat ibadah

haji.

e) Simpanan Pendidikan

Simpanan pendidikan yang simpanannya digunakan untuk keperluan

biaya pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

Sama halnya dengan simpanan yang lain, simpanan pendidikan inipun

dapat dibayarkan secara harian atau mingguan tetapi pengambilannya

99

Page 100: 20080129100218tesis asli

hanya dapat diambil pada waktu saat menjelang kebutuhan yang

berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan dan disesuaikan

dengan kesepakatan sebelumnya.

f) Simpanan Walimah

Simpanan yang diperuntukkan untuk keperluan pernikahan atau

walimahan, khitanan atau sejenisnya. Penyetorannya dapat disetor

sewaktu-waktu baik secara harian maupun mingguan dan

pengambilannya sewaktu menjelang walimahan.

3) Deposito Mudharabah

Yaitu simpanan yang jangka waktu pengambilannya sudah dipastikan.

Atas produk ini penyimpan akan mendapatkan bagi hasil yang umumnya

lebih tinggi bila dibandingkan dengan tabungan. Deposito yang tersedia

untuk pilihan waktunya yaitu minimal 3 bulan dengan nominal minimal

Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

4) Sertifikat Bagi hasil atau Obligasi Syariah

Yaitu sejenis surat berharga atau obligasi syariah, dengan jangka waktu

minimal satu tahun. Penyimpanan akan mendapatkan bagi hasil setiap

bulan yang umumnya lebih besar dari deposito, penyimpan dapat memilih

sendiri calon peminjam (muqoyyadah) namun kelayakan usahanya tetap

menjadi kewenangan BMT, sedangkan jangka waktu yang ditentukan

minimal 1 tahun dengan nominal minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta

rupiah).

100

Page 101: 20080129100218tesis asli

5) Penyertaan Musyarakah

Yaitu sejenis sertifikat pendiri yang besarnya akan ditetapkan setiap

tahunnya. Pemegang rekening merupakan pemilik yang terbatas atas BMT

Bina Ihsanul Fikri, karena mereka tidak dapat dipilih menjadi pengurus,

tetapi dapat memilih dalam setiap Musyawarah Akhir Tahun. Jangka

waktu minimal satu tahun dan hanya dapat diambil setelah disetujui dalam

Forum Musyawarah Tahunan. Nilai per lembar penyertaan setiap tahun

akan ditinjau ulang dan sejak tahun 2004 dijual dengan harga

Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per lembarnya. Masyarakat dapat

memiliki lebih dari satu lembar akan tetapi suaranya pada Forum

Musyawarah Akhir Tahun tetap hanya satu.

6) Sertifikat Pendiri

Yaitu simpanan pokok anggota sebagai modal pada saat awal BMT Bina

Ihsanul Fikri didirikan. Pemegang Rekening ini merupakan pemilik BMT

Bina Ihsanul Fikri secara mutlak, oleh karenanya dapat dipilih dan

memilih dalam Forum Musyawarah Akhir Tahun. Sertifikat ini tidak dapat

dipindah tangankan, sehingga BMT Bina Ihsanul Fikri secara otomatis

akan menjadi pembeli langsung jika yang bersangkutan mengundurkan

diri. Besarnya nilai satu sertifikat adalah Rp. 250.000,- (dua ratus lima

puluh ribu rupiah) dan dapat memiliki lebih satu lembar, tetapi suara

dalam rapat tetap satu. Anggota baru akan terus dikembangkan dengan

cara mengangsur sesuai kesanggupan.

7) Wakaf Tunai

101

Page 102: 20080129100218tesis asli

Yaitu wakaf dalam bentuk uang yang diserahkan kepada Panti Asuhan dan

diinvestasikan di BMT Bina Ihsanul Fikri. Setiap hasil investasinya

disalurkan untuk membiayai / bea siswa sekolah anak-anak panti asuhan.

Besarnya wakaf tunai untuk masing-masing tingkatan sekolah adalah :

- SD : Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

- SLTP : Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)

- SLTA : Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)

dana wakaf ini sebagaimana kedudukan wakaf sendiri tidak akan habis

dan terus bergulir, sehingga jika penerima beasiswa wakaf yang pertama

telah selesai sekolahnya, akan dialihkan kepada anak yang lain.

2. Produk Pembiayaan /Penyaluran Dana

Untuk menjangkau umat sampai pada lapisan paling bawah, dalam bidang

pembiayaan BMT Bina Ihsanul Fikri mengembangkan produknya ke dalam :

a. Jual Beli (murobahah)

Yaitu penyediaan barang modal dan atau barang konsumtif oleh BMT Bina

Ihsanul Fikri kepada peminjam. Atas dasar akad ini BMT akan mendapatkan

keuntungan yang besarnya dihitung atas dasar kesepakatan. Ada kalanya jual

beli ini diawali dengan akad sewa beli (ijarah).

b. Bagi Hasil (mudarabah-musyarakah)

Yaitu penyediaan modal usaha atas dasar kemitraan dan patungan modal

(musyarakah) atau dapat juga semua permodalan dari BMT Bina Ihsanul

102

Page 103: 20080129100218tesis asli

Fikri (mudharabah). Atas akad ini, BMT Bina Ihsanul Fikri akan

mendapatkan bagi hasil sesuai dengan proporsi (nisbah) yang disepakati.

c. Jasa (Hiawalah-Ar-Rahn- Kafalah)

Yaitu produk jasa talangan dana yang dibutuhkan sangat cepat sementara

piutang nasabah ditempat lain belum jatuh tempo (hiwalah). BMT Bina

Ihsanul Fikri juga akan mengembangkan produk gadai syariah (Ar-Rahn)

dalam hal ini BMT Bina Ihsanul Fikri akan berperan sebagai penjamin atas

usaha nasabah terhadap pihak lain (Kafalah). Atas akad ini, BMT Bina

Ihsanul Fikri akan mendapatkan fee manajemen yang besarnya tergantung dari

kesepakatan.

d. Kebajikan (Al-Qord- Al Qordhul Hasan)

Yaitu peminjam kebajikan yang pokoknya harus kembali disebut Al-Qord.

Sedangkan dana yang bisa tidak kembali disebut Al-Qordhul Hasan. Al-Qord

sumber dananya dapat berasal dari dana produktif maupun sosial (ZIS), tetapi

Al-Qordhul Hasan dananya hanya bersumber dari dana sosial (ZIS). Namun

BMT Bina Ihsanul Fikri baru mengembangkan produk Al-Qord. Atas akad ini

BMT Bina Ihsanul Fikri akan mendapatkan fee atau infaq yang besarnya tidak

ditentukan.

4. Bentuk Sosialisasi di Masyarakat

103

Page 104: 20080129100218tesis asli

Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat penyandang dana serta

mengembangkan usahanya, juga untuk memperkenalkan keberadaan BMT Bina

Ihsanul Fikri beserta produk-produknya kepada masyarakat luas, BMT Bina

Ihsanul Fikri melakukan sosialisasi antara lain dengan cara :

1. Membagi-bagikan brosur tentang BMT Bina Ihsanul Fikri.

2. Memberi penjelasan melalui pengajian-pengajian di masjid-masjid dan

sekolah-sekolah berbasis Islam.

3. Memberikan pembinaan kepada pedagang-pedagang pasar ataupun kepada

pengrajin /pengusaha kecil, dan home industri.

4. Bekerjasama dengan instansi-instansi yang dianggap interes terhadap

perkembangan ekonomi yang Islam.

Selain meningkatkan pelayanan terhadap nasabah, BMT Bina Ihsanul

Fikri juga melakukan pembinaan ke dalam yakni meningkatkan sumber daya

karyawannya, antara lain dengan cara :

1. Setiap hari Jum’at diadakan tadarus dan majelis taklim di masing-masing

cabang dengan dipandu oleh manajer cabang masing-masing ;

2. Setiap bulan sekali diadakan pembinaan dan majelis taklim yang wajib diikuti

oleh seluruh pengurus baik pusat maupun cabang.

3. Setiap hari Rabu diadakan majelis rebon bagi para manajer cabang yang

membahas perkembangan BMT dan pertukaran informasi serta diskusi.

4. Setiap dua bulan sekali pada minggu kedua diadakan pembinaan khusus bagi

para petugas marketing..

104

Page 105: 20080129100218tesis asli

5. Setiap tiga bulan sekali diadakan pembinaan khusus bagi para kasir dan

petugas pembukuan.

Selain pembinaan rutin sebagaimana tersebut diatas, secara temporal juga

diadakan pelatihan-pelatihan secara mandiri serta pelatihan-pelatihan yang

bermitra dengan pihak luar, yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan

kinerja, pengetahuan, dan pemahaman tentang lembaga ekonomi syariah bagi

pengurus BMT Bina Ihsanul Fikri.

5. Keadaan dan Kondisi Nasabah

Sejak berdiri tahun 1997 hingga sekarang, BMT Bina Ihsanul Fikri

mengalami perkembangan yang cukup membanggakan. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah nasabah, cabang-cabang yang dimiliki, total asset dan lain sebagainya

yang setiap tahun mengalami peningkatan.

1. Perkembangan Nasabah

Jumlah nasabah BMT Bina Ihsanul Fikri setiap tahun mengalami

kenaikan, hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3.2. Jumlah Nasabah BMT Bina Ihsanul Fikri tahun 2006

No. Data 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1. Penabung 1.139 1.287 1.400 1.896 4.113 4.983 5.493

2. Peminjam 550 645 675 763 2.467 3.029 4.837

* data per 31 Desember 2006

105

Page 106: 20080129100218tesis asli

2. Sektor Ekonomi Anggota / Nasabah

Pemanfaatan pembiayaan nasabah dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel. 3.2.2. Pemanfaatan pembiayaan nasabah

No. Sektor Ekonomi Prosentase

1. Perdagangan 52,42 %

2. Pertanian 12,99 %

3. Industri 4,41 %

4. Konsumtif 12,73 %

5. Jasa 17,45 %* data per 31 Desember 2006

3. Perkembangan Profil Keuangan

Perkembangan keuangan pada BMT Bina Ihsanul Fikri dari tahun ke

tahun terus meningkat, hal ini dapat dilihat sebagaimana tabel berikut :

Tabel 3.2.3. Perkembangan Keuangan BMT Bina Ihsanul Fikri

tahun 2000-2006

Keterangan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Laba 8.074 13.698 12.145 14.600 22.384 46.613 51.252

106

Page 107: 20080129100218tesis asli

Simpanan 532.420 692.425 961.272 1.739.755 4.338.543 8.628.471 51.252

Pembiayaan 412.246 504.320 606.300 1.146.335 3.561.737 8.813.398 8.813.398

Asset 436.035 508.046 726.493 1.275.900 4.053.192 4.179.249 5.154.944

Kondisi CS CS CS S S S S

Tumbuh 41,5 % 43 % 75,6 % 76 % 177 % 56,6 % 64,4 %

* Data per 31 Desember 2006

6. Kendala Operasional Yang Dihadapi dan Solusi Penyelesaiannya

BMT Bina Ihsanul Fikri telah mengalami perkembangan yang cukup

pesat, tetapi tidak lepas dari kendala-kendala yang dihadapi dalam

operasionalnya, antara lain :

1. Pemahaman masyarakat khususnya umat Islam yang masih

keliru penilaiannya terhadap lembaga keuangan syariah.

2. Adanya pendapat sebagian masyarakat yang menilai bunga

bank konvensional itu bukan riba.

3. Keterbatasan sumber daya insani yang profesional dan

memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang lembaga keuangan syariah.

4. Kurangnya kepercayaan sebagian masyarakat pemilik dana

terhadap lembaga keuangan mikro syariah, yang disebabkan tidak adanya

Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dari pemerintah atau Bank Indonesia.

Disamping kendala-kendala tersebut diatas, melihat perkembangan BMT

Bina Ihsanul Fikri yang mengalami peningkatan yang cukup pesat, apalagi

melihat potensi pasar yang terbuka luas serta mulai tumbuhnya kesadaran

masyarakat akan kelebihan perekonomian dengan sistim syariah, sehingga

107

Page 108: 20080129100218tesis asli

memungkinkan BMT Bina Ihsanul Fikri berkembang sebagai lembaga keuangan

syariah yang cukup berperan di masa depan.

B. Hasil Wawancara

Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan seluruh responden

yang berjumlah 12 orang nasabah, untuk mencari kebenaran tentang informasi

atau data yang diperoleh peneliti melalui wawancara pada responden, peneliti

melakukan wawancara dengan 2 orang sebagai sumber yaitu : (1) seorang petugas

administrasi dan informasi dan (2) seorang petugas marketing.

Adapun pertanyaan yang diajukan peneliti kepada responden dan sumber

yaitu :

1. Apakah Saudara mengerti apa yang dimaksud dengan pembiayaan

mudharabah ?

2. Bagaimana sistem pengelolaan modal yang diterapkan dalam pembiayaan

mudharabah ?

3. Bagaimana prosedur pembuatan laporan perkembangan usaha Saudara

setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna penghitungan nisbah

bagi hasil ?

4. Bagaimana Saudara menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

5. Bagaimana prosedur penentuan bagi hasil dalam akad pembiayaan

mudharabah ?

108

Page 109: 20080129100218tesis asli

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Berikut ini kutipan hasil wawancara kepada 12 responden :

Responden No.1

Wawancara dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12 Juli 2007 jam 09.15 sampai

dengan 09.30 WIB bertempat di BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning

Yogyakarta dengan seorang nasabah dengan kategori nasabah dengan umur tertua.

Berikut kutipan hasil wawancaranya :

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud

dengan pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Tidak tahu, saya hanya tahu mengajukan pinjaman dan diberi

pinjaman modal, tetapi saya tidak tahu apa nama akadnya.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistim pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, saya hanya menerima pinjaman modal dan

melakukan usaha saya semampu saya sendiri. Dan selama ini tidak

ada masalah dengan pihak BMT.

109

Page 110: 20080129100218tesis asli

3. Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan

perkembangan usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada

BMT guna penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, memang pada waktu akad petugas BMT

menerangkan bahwa setiap bulan saya harus melaporkan

keuntungan yang saya dapat dari usaha saya ini kepada petugas

BMT. Katanya untuk menghitung pembagian keuntungan yang

harus saya setor bersama angsuran pengembalian modal.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam

akad pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang paham.

Alasan : Saya hanya diberi tahu pada waktu akad, ada pembagian

keuntungan yang ditawarkan kepada saya. Tetapi karena saya

tidak paham, maka perhitungannya saya serahkan pada petugas

BMT.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu.

Responden No. 2

110

Page 111: 20080129100218tesis asli

Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Juli 2007 jam 10.15 sampai

dengan 10.45 WIB bertempat di BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning

Yogyakarta dengan seorang nasabah dengan kategori nasabah dengan umur

termuda.

Berikut kutipan hasil wawancaranya :

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud

dengan pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang

diberikan oleh BMT untuk modal usaha. Modal yang diberikan

100 % berasal dari BMT dan saya hanya berkewajiban untuk

mengelola usaha saya.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistim pengelolaan modalnya ?

Jawab : Paham.

Alasan : setahu saya pihak BMT tidak memberi batasan mengenai usaha

yang saya jalankan. Jadi saya juga menjalankan usaha saya

berdasarkan keinginan dan kemampuan saya.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Paham.

Alasan : Sebenarnya saya tidak begitu paham prosedurnya, tetapi saya tahu

setiap bulan ada kewajiban melaporkan keuntungan yang saya

peroleh dari usaha yang saya kelola.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

111

Page 112: 20080129100218tesis asli

Alasan : Menurut keterangan petugas BMT, dalam pembiayaan

mudharabah tidak ada bunga, tetapi ada pembagian keuntungan

yang disebut dengan nisbah bagi hasil.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi

hasil dalam akad pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ketika akad dilakukan, telah disepakati pembagian keuntungan

yang diperoleh tiap bulan berdasarkan prosentase.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam

akad pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya didalam akad pembiayaan itu disebutkan jika terjadi

perselisihan antara BMT dengan nasabah akan diselesaikan di

Pengadilan Agama.

Responden No. 3

Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Juli 2007 jam 11.15 sampai

dengan 11.30 WIB bertempat di Wonocatur Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan pendidikan tertinggi.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Maksud pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang

diberikan oleh BMT sebagai modal usaha, dimana modal usaha

yang diberikan berupa keseluruhan modal usaha. Sedangkan

nasabah sebagai penerima modal berkewajiban menjalankan

usahanya

112

Page 113: 20080129100218tesis asli

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ya setahu saya sistem pengelolaan modalnya diserahkan

sepenuhnya kepada nasabah, kecuali nasabah yang diberi

pembiayaan dalam jumlah besar maka sistem pengelolaannya

diatur bersama dengan pihak BMT.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Paham.

Aalasan : Setiap bulan saya membuat laporan perkembangan usaha saya.

Memang dalam pembiayaan mudharabah diperlukan adanya

kejujuran nasabah, sehingga saya juga berusaha jujur dengan

memberikan laporan sesuai dengan kenyataan.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Menurut pemahaman saya bagi hasil adalah perhitungan

pembagian keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan usaha

dengan modal dari pembiayaan mudharabah.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Pada saat melaksanakan akad pembiayaan mudharabah, pihak

BMT telah menjelaskan tentang adanya pembagian keuntungan

yang akan diperoleh sebagai hasil usaha, dan pembagian

keuntungan tersebut akan dibagi antara pihak BMT selaku

113

Page 114: 20080129100218tesis asli

pemberi modal dengan nasabah berdasarkan perhitungan

prosentase. Besarnya bagian masing-masing juga disepakati pada

saat akad dilaksanakan.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya biasanya jika terjadi perselisihan akan diselesaikan

secara intern oleh pihak BMT melalui jalan damai, akan tetapi

jika tidak terjadi penyelesaian, didalam akad disebutkan akan

diselesaikan melalui proses di Pengadilan Agama.

Responden No. 4.

Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2007 jam 11.00 sampai

dengan 11.25 WIB bertempat di Kranggan Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan pendidikan terendah.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak paham maksudnya, yang saya tahu saya mendapat

bantuan modal untuk usaha saya, dengan pinjaman tanpa bunga.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistim pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, usaha saya hanya usaha kecil, saya malah bingung

dengan penjelasan yang diberikan oleh karyawan BMT, jadi saya

hanya menjalankan usaha saya semampu saya saja.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

114

Page 115: 20080129100218tesis asli

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Ketika menandatangani akad, saya diberitahu oleh karyawan BMT

bahwa dalam pemberian modal ini saya diberi kewajiban

melaporkan keuntungan yang saya peroleh tiap bulan, untuk

menghitung jumlah uang yang harus saya angsur kepada pihak

BMT. Tetapi saya tidak pernah membuat laporan, saya hanya

memberikan laporan secara lisan kepada karyawan BMT dan

mereka yang membantu saya menghitung jumlah uang yang harus

saya bayar sebagai angsuran bulanan.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Kurang paham.

Alasan : Saya tidak tahu.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya juga tidak paham.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak paham.

Responden No. 5

Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 Juli 2007 jam 14.00 sampai

dengan 14.1d5 WIB bertempat di Wonocatur Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan jenis pekerjaan swasta/menjahit.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

115

Page 116: 20080129100218tesis asli

Jawab : Paham.

Alasan : Yang dimaksud pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang

diberikan oleh BMT sebagai modal usaha, dimana modal usaha

yang diberikan berupa keseluruhan modal usaha. Sedangkan

nasabah sebagai penerima modal berkewajiban menjalankan

usahanya

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ya setahu saya sistem pengelolaan modalnya diserahkan

sepenuhnya kepada nasabah, kecuali nasabah yang diberi

pembiayaan dalam jumlah besar maka sistem pengelolaannya

diatur bersama dengan pihak BMT.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setiap bulan saya membuat laporan perkembangan usaha saya.

Memang dalam pembiayaan mudharabah diperlukan adanya

kejujuran nasabah, sehingga saya juga berusaha jujur dengan

memberikan laporan sesuai dengan kenyataan.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Menurut pemahaman saya bagi hasil adalah perhitungan pembagian

keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan usaha dengan modal

dari pembiayaan mudharabah.

116

Page 117: 20080129100218tesis asli

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Pada saat melaksanakan akad pembiayaan mudharabah, pihak BMT

telah menjelaskan tentang adanya pembagian keuntungan yang akan

diperoleh sebagai hasil usaha, dan pembagian keuntungan tersebut

akan dibagi antara pihak BMT selaku pemberi modal dengan

nasabah berdasarkan perhitungan prosentase. Besarnya bagian

masing-masing juga disepakati pada saat akad dilaksanakan.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya biasanya jika terjadi perselisihan akan diselesaikan

secara intern oleh pihak BMT melalui jalan damai, akan tetapi jika

tidak terjadi penyelesaian, didalam akad disebutkan akan

diselesaikan melalui proses di Pengadilan Agama.

Responden No. 6

Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 14.00 sampai

dengan 14.20 WIB bertempat di Kranggan Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan jenis pekerjaan dagang di pasar.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak paham maksudnya, yang saya tahu saya mendapat

bantuan modal untuk usaha saya, dengan pinjaman tanpa bunga.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistim pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

117

Page 118: 20080129100218tesis asli

Alasan : Saya tidak tahu, usaha saya hanya usaha kecil, saya malah bingung

dengan penjelasan yang diberikan oleh karyawan BMT, jadi saya

hanya menjalankan usaha saya semampu saya saja.

3. Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Ketika menandatangani akad, saya diberitahu oleh karyawan BMT

bahwa dalam pemberian modal ini saya diberi kewajiban

melaporkan keuntungan yang saya peroleh tiap bulan, untuk

menghitung jumlah uang yang harus saya angsur kepada pihak

BMT. Tetapi saya tidak pernah membuat laporan, saya hanya

memberikan laporan secara lisan kepada karyawan BMT dan

mereka yang membantu saya menghitung jumlah uang yang harus

saya bayar sebagai angsuran bulanan.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Tanpa alasan.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang paham.

Alasan : Tanpa alasan.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Tidak tahu.

118

Page 119: 20080129100218tesis asli

Responden No. 7

Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 10.00 sampai

dengan 10.20 WIB bertempat di Gedongkuning Yogyakarta dengan seorang

nasabah dengan kategori nasabah penerima modal pembiayaan kecil.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya mengerti namanya akad mudharabah, namun apa yang

dimaksud dengan pembiayaan mudharabah saya tidak paham.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, selama ini saya malah tidak pernah tahu yang

dimaksud dengan sistem pengelolaan modal dalam pembiayaan

mudharabah yang saya terima. Pihak BMT juga tidak pernah

memberi tahu, mungkin karena pembiayaan yang saya terima

cuma sedikit, jadi tidak perlu pengelolaan yang rumit.

3. Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Setiap bulan saya hanya melaporkan keuntungan yang saya

peroleh kepada karyawan BMT untuk dihitung prosentase bagi

hasilnya.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Kurang Paham.

119

Page 120: 20080129100218tesis asli

Alasan : Setahu saya nisbah bagi hasil adalah perhitungan pembagian

keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah yang saya

peroleh dari usaha yang saya kelola setiap bulannya..

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak paham prosedurnya, hanya pada waktu akad dijelaskan

oleh pihak BMT bahwa dalam pembiayaan mudharabah tidak ada

bunga, tetapi diganti dengan pembagian keuntungan yang

diperoleh dari hasil usaha, yang pembagiannya dihitung berdasar

prosentase. Tetapi prosedurnya bagaimana saya kurang paham,

jadi saya manut perhitungan dari karyawan BMT.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya juga kurang paham. Setahu saya diselesaikan secara intern

dengan pihak BMT.

Responden No. 8

Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 10.00 sampai

dengan 10.30 WIB bertempat di Gedongkuning Yogyakarta dengan seorang

nasabah dengan kategori nasabah penerima modal pembiayaan besar.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ya saya mengerti maksudnya, dimana disini BMT bertindak

selaku pemberi dana (shahibul māl) dan saya selaku nasabah

sebagai pengelola usaha (mudharib). Disini tidak diterapkan sistim

120

Page 121: 20080129100218tesis asli

bunga tetapi ada perhitungan bagi hasil sebagai pembagian dari

keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistim pengelolaan modalnya ?

Jawab : Paham.

Alasan : Sepengetahuan saya mengenai sistem pengelolaan dananya, dana

100 % berasal dari pihak BMT, sedang saya selaku nasabah

tinggal mengelola usaha yang telah disepakati dengan pihak BMT.

Disini karena modal yang saya peroleh besar, maka pihak BMT

juga ikut memberikan arahan dalam pengelolaan usaha saya.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Paham.

Alasan : Saya paham, setiap bulan saya membuat pembukuan mengenai

keuntungan yang diperoleh dalam pengelolaan usaha saya,

sehingga dalam memberikan laporan mengenai perkembangan

usaha saya bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Nisbah bagi hasil adalah sistem perhitungan pembagian

keuntungan yang diperoleh setiap bulannya antara pihak BMT

selaku shahibul māl dengan nasabah selaku mudharib.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Bagi hasil kan perhitungannya sudah disepakati pembagiannya

berdasar prosentase yang disepakati di awal akad. Jadi setiap bulan

121

Page 122: 20080129100218tesis asli

pembagian bagi hasil hanya tinggal didasarkan pada prosentase

yang telah disepakati tersebut.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Jika ada perselisihan didalam akad telah ditunjuk penyelesaiannya

melalui Pengadilan Agama.

Responden No. 9

Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2007 jam 09.00 sampai

dengan 09.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan kategori wanita.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ketika mencari modal untuk usaha saya, saya diberitahu oleh

karyawan BMT bahwa saya mendapat pembiayaan mudharabah.

Menurut penjelasan yang saya terima, BMT akan memberi modal

100 % yaitu sejumlah modal yang saya perlukan, dengan

pembagian keuntungan usaha yang dihitung setiap bulan sebagai

pengganti sistem bunga.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, selama ini pihak BMT tidak menentukan sistem

apa yang harus saya pakai dalam mengelola usaha saya. Jadi saya

selama ini menjalankan usaha sesuai dengan sistem saya sendiri.

122

Page 123: 20080129100218tesis asli

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Disamping alasan saya kurang paham, juga karena jumlah modal

yang saya terima hanya kecil, dan usaha saya juga masih kecil,

meski saya tahu ada kewajiban membuat laporan perkembangan

usaha yang saya kelola, tetapi saya merasa tidak perlu membuat

laporan secara tertulis dan terperinci. Jadi saya melaporkan

keuntungan yang saya peroleh setiap bulan secara lisan dan

menyerahkan perhitungan prosentase keuntungannya kepada

BMT.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya kurang begitu paham. Tapi menurut yang saya dengar nisbah

bagi hasil adalah perhitungan pembagian keuntungan dari hasil

pengelolaan modal pembiayaan mudharabah.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang paham.

Alasan : Saya tidak paham, pada waktu akad dijelaskan oleh pihak BMT

bahwa dalam pembiayaan mudharabah ada pembagian keuntungan

berdasarkan prosentase yang waktu itu juga saya sepakati

pembagiannya.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang paham.

123

Page 124: 20080129100218tesis asli

Alasan : Setahu saya diselesaikan secara damai saja.antara nasabah dengan

pihak BMT.

Responden No. 10

Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2007 jam 09.00 sampai

dengan 09.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan kategori laki-laki.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya memang nasabah pembiayaan mudharabah, saya tahu

namanya akad mudharabah dari penjelasan karyawan BMT,

namun apa yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah saya

tidak paham.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak tahu, selama ini modal yang saya dapat saya kelola

berdasarkan pengetahuan dan kebutuhan saya , dan pihak BMT

selama ini juga tidak mengharuskan ada aturan atau sistem yang

harus saya ikuti.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak paham, tapi saya tahu ada kewajiban untuk melaporkan

keuntungan yang diperoleh guna menghitung prosentase bagi

hasilnya. Usaha saya termasuk usaha kecil, jadi saya belum

membuat pembukuan keuangan, jadi laporan yang saya buat pun

hanya berdasar perkiraan jumlah keuntungan yang saya peroleh

124

Page 125: 20080129100218tesis asli

tiap bulan, jadi bukan keuntungan dengan perhitungan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Ya saya tahu, nisbah bagi hasil adalah perhitungan pembagian

keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah yang saya

peroleh dari usaha yang saya kelola setiap bulannya..

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya tidak mengerti prosedurnya, hanya pada waktu akad

dijelaskan oleh pihak BMT bahwa dalam pembiayaan mudharabah

ada perhitungan pembagian keuntungan yang diperoleh dari hasil

usaha, yang pembagiannya dihitung berdasar prosentase. Tetapi

karena saya kurang paham, jadi saya serahkan perhitungannya

pada BMT.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Saya membaca di akad perjanjian, bahwa jika ada perselisihan

akan diselesaikan melalui Pengadilan Agama.

Responden No. 11

Wawancara dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 28 Juli 2007 jam 11.00 sampai

dengan 11.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan kategori nasabah baru..

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

125

Page 126: 20080129100218tesis asli

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Pada waktu akad saya diberi penjelasan namanya akad

mudharabah, namun sebagai nasabah baru apa yang dimaksud

dengan pembiayaan mudharabah saya masih belum paham.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya juga tidak tahu, selama ini saya baru mengenal istilah

pembiayaan mudharabah sehingga saya juga belum tahu yang

dimaksud dengan sistem pengelolaan modal dalam pembiayaan

mudharabah yang saya terima. Pihak BMT juga tidak pernah

memberi tahu, sehingga saya mengelola modal yang saya terima

ya sebisa saya saja.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Kurang Paham.

Alasan : Saya diberi penjelasan bahwa setiap bulan ada kewajiban untuk

melaporkan keuntungan usaha yang saya kelola, tetapi karena

masih belum paham maka saya minta tolong pihak BMT untuk

menghitungkan prosentase bagi hasilnya.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya nisbah bagi hasil adalah perhitungan pembagian

keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah yang diperoleh

dari usaha yang dikelola setiap bulannya..

126

Page 127: 20080129100218tesis asli

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Saya tahu karena pada waktu akad dijelaskan oleh pihak BMT

bahwa dalam pembiayaan mudharabah ada pembagian keuntungan

yang diperoleh dari hasil usaha, yang pembagiannya dihitung

berdasar prosentase.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Kurang paham.

Alasan. : Setahu saya diselesaikan secara damai saja.antara nasabah dengan

pihak BMT.

Responden No. 12

Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 30 Juli 2007 jam 09.00 sampai

dengan 09.30 WIB bertempat di Umbulharjo Yogyakarta dengan seorang nasabah

dengan kategori nasabah dengan kategori nasabah lama.

1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan. : Ya saya mengerti, pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan

yang diberikan untuk mengelola usaha, dimana 100 % modalnya

berasal dari BMT. Tidak ada perhitungan bunga tetapi ada

perhitungan bagi hasil setiap bulannya.

2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui

mengenai sistem pengelolaan modalnya ?

Jawab : Paham.

Alasan : Yang saya tahu, selama ini hanya dijelaskan oleh pihak BMT

bahwa meski 100 % modal dari BMT tetapi saya diberi kebebasan

127

Page 128: 20080129100218tesis asli

untuk mengelola usaha saya sendiri, asal tidak menyimpang dari

syariat Islam.

3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna

penghitungan nisbah bagi hasil ?

Jawab : Paham.

Alasan : Ya saya tahu, setiap bulan saya membuat laporan perhitungan

keuntungan yang saya peroleh meski dalam bentuk yang

sederhana. Yang penting bisa untuk menghitung prosentase

pembagian keuntungannya.

4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian

nisbah bagi hasil?

Jawab : Paham.

Alasan : Menurut penafsiran saya nisbah bagi hasil adalah perhitungan

pembagian keuntungan dari hasil usaha yang dikelola mudharib

dari modal pembiayaan mudharabah yang diperoleh.

5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad

pembiayaan mudharabah ?

Jawab : Paham.

Alasan : Prosentase pembagian keuntungan kan sudah disepakati pada

awal akad, jadi tiap bulan tinggal dihitung dengan keuntungan

yang diperoleh.

6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad

pembiayaan mudharabah ini ?

Jawab : Paham.

Alasan : Setahu saya dulu melalui arbitrase, tetapi di akad yang baru

disebutkan jika ada sengketa akan diselesaikan di Pengadilan

Agama.

128

Page 129: 20080129100218tesis asli

Hasil wawancara responden tersebut dapat digambarkan dengan tabel

sebagai berikut :

Tabel 3.3. Rekapitulasi Jawaban Hasil Wawancara Peneliti dengan

Responden mengenai pemahaman akad pembiayaan mudharabah

No Item pertanyaan mengenai

Jawaban Responden

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Pengertian nasabah mengenai akad pembiayaan mudharabah

KP P P KP P KP KP P P KP KP P

2. Pengertian nasabah tentang sistem pengelolaan modal pembiayaan mudharabah

KP P P KP P KP KP P KP KP KP P

3. Pengertian nasabah mengenai prosedur pembuatan laporan perkembangan usaha

KP P P KP P KP KP P KP KP KP P

129

Page 130: 20080129100218tesis asli

Tabel 3.3.2. Rekapitulasi Jawaban Hasil Wawancara Peneliti dengan

Responden mengenai pemahaman Nisbah bagi hasil

No Item Pertanyaan mengenai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Penafsiran nisbah bagi hasil KP P P KP P KP KP P P P P P

2. Pengertian mengenai prosedur penentuan bagi hasil

KP P P KP P KP KP P KP KP P P

3. Pengertian mengenai cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan

KP P P KP P KP KP P KP P K

P

P

Untuk mempermudah memahami tabel 1 dan tabel 2 yaitu tabel

Rekapitulasi Jawaban Hasil Wawancara Peneliti dengan Responden mengenai

pemahaman akad mudharabah dan nisbah bagi hasil, maka dapat disederhanakan

seperti terlihat pada tabel 3 sebagai berikut :

130

Page 131: 20080129100218tesis asli

Tabel 3.3.3. : Jumlah Jawaban Responden

No Item Pertanyaan mengenaiPaham (P) Kurang

Paham (KP)

Total

1. Pengertian nasabah mengenai akad pembiayaan mudharabah

6 6 12

2. Pengertian nasabah tentang sistem pengelolaan modal pembiayaan mudharabah

5 7 12

3. Pengertian nasabah mengenai prosedur pembuatan laporan perkembangan usaha

5 7 12

4. Penafsiran nisbah bagi hasil 8 4 12

5. Pengertian mengenai prosedur penentuan bagi hasil

6 6 12

6. Pengertian mengenai cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan

5 7 12

Jumlah42 30 72

Berdasarkan tabel 3 tersebut, disini dapat digambarkan dalam bentuk grafik

sebagai berikut :

131

Page 132: 20080129100218tesis asli

Gambar 3.3. Rekapitulasi Hasil wawancara nasabah pembiayaan

Mudharabah di BMT Bina Ihsanul Fikri Gedongkuning Yogyakarta

132

Page 133: 20080129100218tesis asli

Rekapitulasi Hasil Wawancara Nasabah Pembiayaan Mudarobah BMT Bina Insanul Fikri Gedong Kuning Yogyakarta

6

5 5

8

6

5

6

7 7

4

6

7

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 2 3 4 5 6

Nomor Item Pertanyaan

Jum

lah

Paham Kurang Paham

BAB IV

PEMBAHASAN

133

Page 134: 20080129100218tesis asli

A. Akad Pembiayaan Mudharabah

Dari penelitian, didapat hasil bahwa ada faktor internal dan eksternal yang

dapat mempengaruhi nasabah dalam memahami akad pembiayaan mudharabah

dan nisbah bagi hasil. Didalam penelitian ini, faktor internal yang mempengaruhi

pemahaman nasabah mengenai akad pembiayaan mudharabah dan nisbah bagi

hasil meliputi 6 hal yaitu : umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, jumlah

pembiayaan, dan lama menjadi nasabah. Sedangkan faktor eksternal adalah

penjelasan yang diperoleh dari BMT mengenai akad pembiayaan mudharabah dan

nisbah bagi hasil. Pemahaman mengenai akad pembiayaan mudharabah dibagi

menjadi 3 item yaitu pemahaman mengenai akad pembiayaan mudharabah,

pemahaman tentang pengelolaan usaha, pemahaman tentang kewajiban membuat

laporan, sedang pemahaman mengenai nisbah bagi hasil dibagi menjadi 3 yaitu

pemahaman tentang nisbah bagi hasil, pemahaman tentang kesepakatan

pembagian keuntungan, pemahaman tentang penyelesaian sengketa, dimana

keenam hal ini dijadikan oleh penulis sebagai indikator dalam menilai seorang

nasabah paham atau kurang paham mengenai akad pembiayaan mudharabah dan

nisbah bagi hasil. Berikut ini adalah pembahasan dari hasil wawancara dengan

responden :

1. Pemahaman Nasabah mengenai Akad Pembiayaan Mudharabah

134

Page 135: 20080129100218tesis asli

Dari 12 responden, 6 orang menyatakan kurang paham dan 6 orang

menyatakan paham. Faktor eksternal yaitu penjelasan dari pihak BMT

memegang peran yang sangat penting. Karena dari faktor inilah nasabah yang

biasanya masih awam mulai diperkenalkan mengenai pembiayaan

mudharabah dan nisbah bagi hasil. Disini faktor internal yang mempengaruhi

adalah faktor usia, pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah pembiayaan, jenis

kelamin dan lama menjadi nasabah.

Nasabah yang menyatakan kurang paham mengaku sudah diberi

penjelasan secara garis besar oleh pihak shahibul māl (BMT), tetapi mereka

hanya mengerti mendapat pinjaman modal dari BMT untuk mengelola usaha,

namun tidak mengerti nama dan maksud akadnya karena menurut mereka

istilahnya masih awam bagi mereka.

Responden yang mempunyai umur muda, tingkat pendidikan yang

lebih tinggi, nasabah yang menerima pembiayaan besar, dan nasabah lama

mengaku memahami penjelasan yang diberikan oleh pihak BMT mengenai

maksud akad pembiayaan mudharabah, dimana dipahami akad pembiayaan

mudharabah adalah suatu bentuk kemitraan, disini pihak BMT bertindak

selaku penyerta modal ( shahibul māl ) sedangkan nasabah sebagai pengelola

modal, dengan perhitungan pembagian keuntungan dari hasil usaha tersebut.

Akad mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana

satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah

modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pihak pelaksana usaha,

dengan tujuan untuk mendapatkan untung. Atau singkatnya, akad

135

Page 136: 20080129100218tesis asli

mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak

dengan kerja dari pihak lain.

Dalam pembiayaan mudharabah, sebagian besar nasabah tidak

memahami apa yang dimaksud dengan mudharabah begitu juga dengan sistim

bagi hasil yang diterapkan, tetapi karena kebutuhan modal maka mereka

kemudian menyepakatinya;

Dari hasil penelitian ini, didapat hasil bahwa nasabah yang tidak

paham tentang akad pembiayaan mudharabah ini juga tidak memahami bahwa

akad yang dilakukan memiliki akibat hukum. Bahwa dilihat dari pendapat

para ulama, bahwa ijab kabul akan memiliki akibat hukum jika memenuhi

kehendak para pihak secara pasti, juga apabila tujuan yang terkandung dalam

pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki

(Jala’ul ma’na). Sehingga jika para nasabah tidak memahami akad

pembiayaan mudharabah yang dilakukan, maka seharusnya bisa dianggap

akad tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Namun selama ini didalam

pelaksanaan akad di BMT, termasuk akad pembiayaan mudharabah, jika

nasabah sudah menandatangani akad, maka berlaku seperti dalam akad di

Bank Konvensional, bahwa nasabah dianggap tahu tentang akad pembiayaan

mudharabah dan nisbah bagi hasilnya ;

Dalam hal ini, terlepas dari paham atau tidak pahamnya nasabah

tentang isi dan maksud dari akad tersebut, tetap berlaku azas yaitu apabila ia

telah menanda tangani akad tersebut berarti ia dianggap mengerti dan

memahami akad tersebut. Ia telah dianggap sepakat dan menyetujui akad

136

Page 137: 20080129100218tesis asli

tersebut beserta seluruh akibat hukumnya. Akad tersebut mengikat bagi kedua

belah pihak, dan sebagai konsekuensinya menimbulkan hak dan kewajiban

yang mengikat bagi kedua belah pihak, yaitu bagi pihak BMT dan nasabah

serta.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Sumiyanto, yang

membicarakan mengenai atribut mudharib, ciri-ciri proyek dan minat BMT

terhadap pembiayaan mudharabah. Dari penelitiannya diketahui bahwa

pembiayaan mudharabah belum menjadi pola pembiayaan yang menarik bagi

BMT. Penelitian ini memperkuat pendapat tersebut dimana nasabah

pembiayaan mudharabah ternyata kurang paham dengan maksud pembiayaan

ini, sehingga BMT sebagai shahibul māl mempunyai resiko yang besar

dalam hal terjadi kerugian. Dengan demikian menjadikan akad pembiayaan

mudharabah prosentasenya lebih kecil dibanding dengan akad pembiayaan

lain.

2. Pengertian nasabah tentang sistem pengelolaan modal pembiayaan

mudharabah

Tentang sistem pengelolaan modal, 5 responden menyatakan paham

sedang 7 responden menyatakan kurang paham. Nasabah yang mempunyai

tingkat pendidikan lebih tinggi mengaku paham. Nasabah dengan jumlah

pembiayaan modal besar juga mengaku paham karena pihak BMT memang

lebih memantau perkembangan pengelolaan usahanya daripada nasabah

dengan pembiayaan kecil. Selain itu juga nasabah yang telah lama menjadi

137

Page 138: 20080129100218tesis asli

nasabah sudah mengetahui tentang sistem pengelolaan modal dalam

pembiayaan mudharabah.

Responden yang menyatakan paham merasa penjelasan yang

diberikan oleh pihak BMT sudah cukup jelas. Bahwa didalam pembiayaan

mudharabah, pihak nasabah sebagai pengelola modal kerja mempunyai hak

kebebasan dalam mengelola modal yang diberikan, karena sistem pengelolaan

modalnya 100 % diserahkan kepada nasabah selaku mudharib, asal tidak

bertentangan dengan ketentuan syariat Islam.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sumiyanto yang menyatakan bahwa

sistem pengelolaan modal didalam pembiayaan mudharabah adalah pemilik

modal menyerahkan modalnya sebagai obyek mudharabah, sedangkan

pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai obyek mudharabah. Modal

yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai

uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian,

ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.

Responden yang kurang paham menyatakan bahwa mereka merasa

penjelasan yang diberikan oleh BMT kurang terperinci, sehingga mereka

melaksanakan usahanya berdasarkan persepsi mereka sendiri. Diantara

responden itu juga ada yang tidak memahami bahwa nasabah diberi kebebasan

dalam mengelola usahanya. Sehingga sering timbul kekhawatiran adanya

intervensi pihak BMT dalam mengelola usahanya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad, bahwa persepsi

masyarakat tentang Bank Syari’ah (baca BMT) masih keliru. Selama ini

138

Page 139: 20080129100218tesis asli

masih ada pemahaman nasabah bahwa pihak bank (baca BMT) akan turut

campur dalam manajemen perusahaan/usaha.

Penanganan seluruh kegiatan usaha dilakukan oleh nasabah

(mudharib). BMT sebagai penyedia modal tidak akan mencampuri

manajemen usaha, tetapi mempunyai hak untuk melakukan kontrol atau

pengawasan. Dalam hal ini sangat diperlukan penguasaan dan pemahaman

atas karakteristik resiko usaha nasabahnya, akan semakin ketat pengawasan

dan kontrol yang harus dilakukan oleh pihak BMT guna mengantisipasi hal-

hal yang tidak diharapkan.

3. Pengertian nasabah mengenai prosedur pembuatan laporan perkembangan

usaha

Dari item ini 7 responden menyatakan kurang paham, 5 lainnya

menyatakan paham. Pada umumnya nasabah/responden sudah mengetahui

bahwa pada akhir periode usaha, Mudharib harus mengembalikan modal

kepada shahibul māl ditambah dengan sejumlah keuntungan dari hasil usaha.

Besarnya keuntungan tersebut didasarkan pada nisbah bagi hasil yang telah

disepakati bersama sebelumnya. Besarnya keuntungan tersebut dihitung

berdasar laporan bulanan yang dibuat oleh nasabah.

Responden yang menyatakan kurang paham mengaku selama ini juga

telah membuat laporan mengenai perkembangan usahanya setiap bulan,

namun diakui kadang tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dikarenakan

diantara mereka ada yang benar-benar tidak mengerti cara perhitungannya,

139

Page 140: 20080129100218tesis asli

ada yang memang dengan sengaja membuat laporan yang tidak sesuai dengan

kenyataan dengan alasan karena tidak mempunyai sistem pembukuan yang

baik, sehingga tidak punya data keuangan yang baik.

Menurut hasil wawancara penulis dengan karyawan BMT sebagai nara

sumber, pihak BMT memang tidak memberikan keharusan bagi nasabah

untuk membuat laporan secara tertulis, hal ini terutama bagi nasabah dengan

jumlah pembiayaan kecil. Karena mereka yang menerima pembiayaan dalam

jumlah kecil sebagian besar adalah para pedagang di pasar yang

pendidikannya rendah. Selain tidak bisa mereka juga beralasan malas untuk

membuat laporan secara tertulis. Sehingga mereka cukup memberi laporan

kepada petugas BMT secara lisan, dan petugas BMT yang akan menghitung

berapa besar pembagian keuntungan yang diperoleh pada bulan itu. Disini

yang diperlukan adalah kejujuran nasabah dan kepercayaan dari BMT.

Adapun bagi nasabah dengan jumlah pembiayaan yang besar, pihak

BMT mewajibkan adanya laporan secara tertulis dan tertib. Pihak BMT juga

mengharuskan adanya catatan pembukuan yang tertib dan terperinci tentang

keuntungan yang diperoleh dalam pengelolaan usaha tersebut. Hal ini

dimaksudkan untuk mengamankan pembayaran kembali dari nasabah. Oleh

karena itu maka administrasi atas segala transaksi penjualan dan pendapatan

usaha diupayakan setransparan dan serapi mungkin. Mengingat pencatatan

tersebut nantinya akan menjadi dasar ketika melakukan perhitungan bagi

hasil.

140

Page 141: 20080129100218tesis asli

Menurut peneliti, sejalan dengan pendapat Moedigdo, perlu kiranya

dimunculkan pemahaman yang benar akan hakikat mudharabah. Mudharabah

memang sebuah kerjasama yang membutuhkan kejujuran total dari kedua

belah pihak terlebih bagi mudharib. Kejujuran yang dimaksud meliputi hal-hal

yang berkaitan dengan pengelolaan usaha dan pelaporan hasil usahanya.

B. Nisbah Bagi Hasil

1. Pemahaman mengenai Nisbah bagi hasil

Pada umumnya nasabah sudah pernah mendengar istilah nisbah bagi hasil

dalam transaksi di BMT, hanya maksud dari nisbah bagi hasil yang kadang belum

dipahami. Dari hasil penelitian terdapat 4 orang yang menyatakan kurang paham

mengenai nisbah bagi hasil, sedang 8 responden lainnya menyatakan paham.

Responden yang kurang paham menyatakan pernah mendengar istilah nisbah bagi

hasil pada saat akan melakukan akad pembiayaan mudharabah, tetapi maksud

sebenarnya mengaku tidak tahu. Mereka mempunyai persepsi bahwa didalam

pembiayan mudharabah tidak ada bunga dan sebagai gantinya adalah dengan cara

bagi hasil. Akan tetapi bagaimana prosedur pelaksanaan nisbah bagi hasil itu,

responden tersebut menyatakan kurang paham, karena yang lebih penting bagi

mereka adalah mendapat pinjaman modal untuk usahanya, sedang untuk bagi

hasilnya dipercayakan pada perhitungan yang dilakukan oleh pihak BMT.

Sedangkan 8 responden yang paham menyatakan bahwa bagi hasil adalah

sistem pembagian keuntungan antara pihak BMT dan sebagai penyandang dana

dengan nasabah selaku mudharib didalam pembiayaan mudharabah. Bagi hasil

141

Page 142: 20080129100218tesis asli

dipahami sebagai pengganti bunga yang diyakini mengandung unsur riba yang

diharamkan. Sehingga responden merasa lebih aman untuk bertransaksi dengan

pembiayaan mudharabah karena bebas dari riba dalam sistim konvensional.

Menurut Gemala, pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan

mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul māl, namun

kebanyakan ulama menyetujui bila kedua belah pihak sepakat membagi

keuntungan tanpa mengembalikan modal. Hal ini berlaku sepanjang kerjasama

masih berlangsung. Didalam prakteknya di BMT Bina Ihsanul Fikri

Gedongkuning, jika bulan yang bersangkutan nasabah tidak mendapatkan

keuntungan, maka nasabah tetap berkewajiban untuk membayar angsuran modal.

Dalam pandangan ilmu ekonomi Islam, bagi hasil merupakan prinsip

pembagian untung bagi kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih dengan peran

serta masing-masing pihak dalam bentuk modal ataupun keahlian yang disebut

dengan mudharabah. Keuntungan adalah milik bersama antara shahibul māl dan

mudharib, karena modal dan kerja adalah sejajar, saling berkepentingan, dan

membutuhkan, maka keduanya harus berhak atas keuntungan dengan nisbah

masing-masing.

Perhitungan nisbah bagi hasil sangat dipengaruhi oleh tingkat resiko

yang mungkin terjadi. Semakin tinggi tingkat resikonya, akan semakin besar

nisbah bagi hasil dan sebaliknya. Oleh karenanya pengelola BMT harus selektif

dalam memilih usaha yang akan dibiayai. Biasanya pembiayaan Mudharabah

dapat dijalankan untuk proyek-proyek yang sudah pasti.

142

Page 143: 20080129100218tesis asli

2. Pemahaman dalam Penentuan Nisbah Bagi Hasil

Dari hasil penelitian didapat hasil 6 Responden menyatakan kurang

paham, sedangkan 6 responden menyatakan paham.

Responden yang kurang paham menyatakan tidak tahu pasti sistem yang

diterapkan dalam penentuan bagi hasil dalam akad mudharabah. Mereka mengaku

mengerti adanya penentuan prosentase bagi hasil pada saat dibacakan akad

pembiayaan mudharabah. Pada waktu akad pihak BMT telah mempunyai standar

prosentase yang ditawarkan kepada nasabah, dan responden tinggal

menyetujuinya karena merasa tidak tahu prosedurnya, dan menyerahkan kepada

pihak BMT untuk menentukan prosentase pembagian keuntungannya.

Responden yang paham menyatakan bahwa bagi hasil antara pihak BMT

dengan nasabah ditentukan berdasarkan prosentase yang disepakati pada awal

akad pembiayaan mudharabah. Setiap bulan jumlah bagi hasil yang diterima tidak

sama besarnya karena bergantung pada keuntungan yang didapat mudharib dari

pengelolaan usahanya, yang dihitung berdasarkan laporan yang dibuat mudharib

setiap bulannya.

Dalam penelitian ini juga ditemukan persepsi /pemahaman nasabah yang

keliru mengenai bagi hasil. Seperti apa yang dikemukakan oleh Muhammad,

bahwa nasabah menganggap bagi hasil yang diberikan oleh bank (baca BMT)

kepada nasabah harus lebih besar dibandingkan dengan bunga dari bank

konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan harus lebih kecil dari

bunga bank.

143

Page 144: 20080129100218tesis asli

Dalam pembagian hasil keuntungan mudharabah, nisbah mudharib dapat

lebih besar atau sebaliknya lebih kecil daripada shahibul māl tergantung pada

kesepakatan dalam akad mudharabah. Sebagaimana para ulama sepakat bahwa

keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak (shahibul māl dan mudharib)

harus dalam jumlah nisbah tertentu, jika keduanya telah sepakat bahwa

seperempat (25%) atau setengah (50 %) bagi mudharib misalnya, maka hal itu

sudah cukup dimengerti karena bagian sisa tentunya adalah bagi shahibul māl,

semuanya itu tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, baik nisbah

masing-masing sama atau lebih besar atau lebih kecil dan harus ditepati.

3. Pemahaman Penyelesaian Sengketa

Responden yang menyatakan paham ada 5 responden, sedang yang

kurang paham ada 7 responden. Responden yang paham menyatakan bahwa

didalam akad pembiayaan mudharabah yang dilakukan telah disebutkan bahwa

jika terdapat perselisihan akan ditentukan melalui Pengadilan Agama. Sedang 7

nasabah lainnya mengaku tidak tahu karena tidak memperhatikan isi akadnya.

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik pemahaman bahwa responden yang

kurang paham juga kurang memahami bahwa penandatanganan akad pembiayaan

mudharabah tersebut menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan,

disamping juga mempunyai konsekuensi hukum.

Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan definisi akad sebagai :

“pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan

akibat hukum terhadap obyeknya”.

144

Page 145: 20080129100218tesis asli

Menurut pendapat ulama, jalan pertama yang dilakukan apabila terjadi

perselisihan dalam suatu akad adalah dengan menggunakan jalan perdamaian

(shulhu) antara kedua pihak. Jika tahap pertama ini belum berhasil dilakukan

dengan cara mengangkat seorang atau lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh

dua orang atau lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka

perselisihkan secara damai. Dalam hal ini, seseorang yang ditunjuk langsung oleh

dua orang yang bersengketa disebut hakam. Penyelesaian yang dilakukan oleh

hakam pada abad modern ini disebut dengan arbitrase.

Apabila tidak juga mencapai penyelesaian, diserahkan kepada Al-Qadha

yang artinya secara harfiah antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut

istilah fiqh kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau

sengketa untuk menyelesaikan secara adil dan mengikat. Al-Qadha secara harfiah

antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah fiqh kata ini berarti

menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk

menyelesaikan secara adil dan mengikat, yang dalam hal ini adalah menjadi

wewenang Pengadilan Agama.

Didalam akad pembiayaan mudharabah yang dilakukan di BMT Bina

Ihsanul Fikri, didalam akad sudah disebutkan bahwa apabila timbul perselisihan

akan diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Meskipun pada prakteknya apabila

terjadi perselisihan tetap lebih dahulu melakukan perdamaian (shulhu) antara

BMT dengan nasabah. Dan apabila tidak mencapai kesepakatan barulah ditempuh

jalan melalui Pengadilan Agama, meskipun dalam prakteknya sampai sekarang

masih belum pernah ada yang prosesnya sampai di Pengadilan Agama, karena

145

Page 146: 20080129100218tesis asli

selama ini masih diselesaikan secara intern antara pihak BMT dengan nasabah.

Hal ini didasarkan pada pertimbangan mengingat jumlah pembiayaan yang

diberikan masih relatif kecil, sehingga jika dilihat dari pertimbangan waktu, biaya

dan tenaga dirasakan kurang efisien. Juga dengan tingkat pendidikan dan

pemahaman nasabah yang masih rendah, proses perdamaian secara intern

dirasakan lebih memungkinkan dan lebih menguntungkan dalam penyelesaian

perselisihan yang terjadi selama ini.

B A B V

KESIMPULAN DAN SARAN

146

Page 147: 20080129100218tesis asli

a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa :

1. Pada waktu melakukan akad tidak semua nasabah memahami maksud

pembiayaan mudharabah dan nisbah bagi hasilnya. Hal ini didasarkan pada 6

hal yang dijadikan tolok ukur penelitian oleh peneliti dalam mengukur tingkat

pemahaman nasabah yaitu pemahaman nasabah mengenai akad pembiayaan

mudharabah dan nisbah bagi hasil, pemahaman mengenai nisbah bagi hasil,

pemahaman mengenai kewajiban membuat laporan perkembangan hasil

usaha nasabah setiap bulan, pemahaman mengenai sistem pengelolaan modal,

pemahaman mengenai kesepakatan prosentase penentuan bagi hasil, dan

pemahaman penyelesaian sengketa.

2. Bahwa adanya ketidakpahaman nasabah mengenai maksud dan prosedur

dalam akad pembiayaan mudharabah ini menurut peneliti bisa menimbulkan

sengketa antara pihak BMT dengan nasabah. Hal ini dikarenakan

ketidakpahaman nasabah akan menimbulkan perbedaan persepsi antara pihak

BMT sebagai shahibul māl dengan pihak nasabah selaku mudharib.

3. Bahwa tidak semua nasabah mengerti mengenai prosedur penyelesaian

apabila terjadi sengketa antara pihak BMT dengan nasabah. Sebagian nasabah

tidak memahami bahwa akad yang dilakukan menimbulkan hak dan

kewajiban yang mempunyai akibat hukum bagi kedua belah pihak. Sebagian

nasabah mempunyai persepsi bahwa penyelesaian sengketa cukup hanya

dengan jalan damai saja seperti yang dilakukan selama ini, dan tidak

147

Page 148: 20080129100218tesis asli

memperhatikan bahwa didalam akad telah pula disebutkan bahwa

penyelesaian sengketa dilakukan di Pengadilan Agama.

B. Saran-saran

1. Bahwa dalam memberikan suatu layanan pembiayaan mudharabah dengan

suatu akad, pihak BMT perlu lebih meningkatkan atau mengintensifkan dalam

menjelaskan maksud akad tersebut, termasuk mengenai prosedur pengelolaan

modalnya, pembuatan laporannya, dan juga pengertian bagi hasilnya secara

lebih terperinci, sehingga lebih memudahkan bagi nasabah untuk melakukan

hak dan kewajibannya dengan benar. Bisa juga diberikan tambahan fasilitas

pendampingan / bimbingan bagi nasabah yang membutuhkan.

2. Bahwa perlu lebih disosialisasikan bahwa akad yang dilakukan mempunyai

konsekuensi hukum, dimana apabila ada perselisihan / sengketa, jika jalan

damai tidak diperoleh kesepakatan, maka sesuai akad yang sudah disepakati,

bisa diselesaikan melalui jalur hukum yaitu melalui Pengadilan Agama.

148

Page 149: 20080129100218tesis asli

149

Page 150: 20080129100218tesis asli

150

Page 151: 20080129100218tesis asli

151