Page 1
11
Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Brand
Merek (Brand) merupakan janji institusi agar secara konsisten
memberikan features, benefit dan service kepada para pelanggan. Merek juga
dianggap sebagai internalisasi sejumlah kesan yang diterima masyarakat yang
menciptakan adanya tempat khusus dalam benak masyarakat terhadap manfaat-
manfaat emosional yang dirasakan (Knapp, 2001). Aaker (1991) menggambarkan
merek sebagai logo, nama atau bahkan paket yang membedakan produk atau
layanan dari penyedia yang berbeda. Merek juga mencerminkan kualitas jasa yang
merupakan sumber kekuatan untuk membentuk kepercayaan konsumen pada
merek tertentu (Campbell, 2002). Menurut Kotler dan Keller (2007), konsumen
dapat mengevaluasi produk atau jasa identik secara berbeda tergantung pada
bagaimana suatu produk atau jasa diberi merek. Merek merupakan salah satu
indikator identitas produsen, dari sini lah para konsumen mengingat suatu produk
atau jasa.
2.1.1 Brand Awareness
Brand awareness adalah dimensi dasar dalam ekuitas merek. Berdasarkan
cara pandang konsumen, sebuah merek tidak memiliki ekuitas hingga konsumen
menyadari keberadaan merek tersebut. Mencapai kesadaran akan merek adalah
tantangan utama bagi merek baru. Mempertahankan tingkat kesadaran akan merek
yang tinggi adalah tugas yang harus dihadapi oleh semua merek (Shimp, 2000, p.
11).
Di sisi lain, Keller (1993) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek
merek terhadap respons konsumen terhadap aktivitas pemasaran yang terkait
dengan produk tertentu. Keller (1993) dan East (1997) juga menggambarkan
bahwa brand awareness adalah kemampuan mengenali dan mengingat sebuah
merek dan perbedaannya dari merek lain di lapangan (dalam Mulyono, 2016 p.
164). Seiring dengan kesadaran merek, konsumen mengaitkan merek dengan
produk tertentu, tujuannya adalah untuk memiliki dan menjadi kekuatan yang
Page 2
12
Universitas Kristen Petra
tercipta di benak konsumen (Aaker, 1996).
Gambar 2.1 Tingkatan Brand Awareness menurut David Aaker
Sumber : Aaker (1997)
Sebagaimana diketahui, ada 4 tingkatan Brand Awareness menurut Aaker
(1991) yaitu tingkatan Brand Awareness yang paling rendah adalah unaware of a
brand (tidak menyadari merek) selanjutnya brand recognition (pengenalan merek)
atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan,
selanjutnya, brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan
pengingatan kembali merek tanpa bantuan karena konsumen tidak perlu dibantu
untuk mengingat merek, lalu, merek yang disebut pertama kali pada saat
pengenalan merek tanpa bantuan yaitu top of minds (kesadaran puncak pikiran).
Top of mind adalah Brand Awareness tertinggi dari berbagai merek yang ada
dalam pikiran konsumen.
Unsur dasar yang paling mendasar dari brand awareness adalah
pengenalan nama merek. Untuk memberikan layanan pendidikan, nama institusi
tersebut adalah Brand. Ini menjadi tantangan dalam membangun brand awareness
sebuah brand yang dimiliki oleh institusi. Bila siswa atau pelanggan tidak
memiliki pengalaman dengan penyedia layanan pendidikan, maka tidak akan ada
deskripsi asosiasi untuk membantu pengenalan dan penarikan kembali. Atribut
dan manfaat yang terkait dengan merek harus memiliki karakteristik tersendiri,
untuk dapat memiliki perbedaan dengan komplemen (Webster dan Keller, 2004).
Page 3
13
Universitas Kristen Petra
Kesadaran merek merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
perilaku calon mahasiswa dalam memilih universitas serta melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Aaker (1997) terdapat empat indikator yang dapat digunakan
untuk mengetahui seberapa jauh konsumen sadar akan suatu brand, yaitu :
a. Recall, yaitu seberapa banyak konsumen dapat mengingat berbagai
macam brand.
b. Recognition, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali suatu
brand termasuk dalam kategori tertentu.
c. Purchase, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu
brand dalam alternatif pilihan ketika akan membeli produk/jasa.
d. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat
suatu brand ketika sedang menggunakan produk/jasa pesaing.
Saat ini belum ada literatur yang membahas khusus tentang skala
pengukuran brand awareness dari sebuah universitas. Oleh sebab itu Pinar et al.
(2013) mengembangkan item skala untuk dimensi university brand equity dari
literatur mengenai pengukuran brand equity serta beberapa penelitian brand
lainnya. Skala dimensi brand awareness yang dikembangkan oleh Pinar et al.
(2013) adalah :
a. The university is well-known
b. The university’s logo is instantly recognizable
c. The university is among the first to come to mind when one thinks of
all universities in the country
Literatur yang diambil oleh Pinar et al. (2013) merupakan hasil penelitian dari
Lassar et al., 1995; Aaker, 1996; Netemeyer et al., 2004; Buil et al., 2008; Tong
and Hawley , 2009, Yaker et al., 2000; Yoo et al., 2000; dan Yoo dan Donthu,
2001.
2.1.2 Brand Image
Merek dapat membuat sebuah citra terhadap perusahaan. Brand Image
adalah persepsi dan kepercayaan yang dipegang oleh konsumen, sebagaimana
tercermin dalam asosiasi yang tersimpan dalam ingatan konsumen (Kotler dan
Page 4
14
Universitas Kristen Petra
Keller, 2007). Assael (1987) menyatakan bahwa image adalah persepsi total
subjek yang terbentuk dengan mengolah informasi dari berbagai sumber dari
waktu ke waktu. Aaker (1997) mendukung pernyataan Assasel dengan
berpendapat bahwa image adalah total impresi dari apa yang dipikirkan seseorang
atau sekelompok orang atas suatu obyek. Kotler dan Armstrong (2008) juga
mengatakan bahwa “Brand Image adalah keyakinan tentang merek tertentu”. Citra
atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang
objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari
dari keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen.
Di lain pihak, Kotler dan Keller (2012) menegaskan bahwa upaya untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan sebenarnya merupakan intisari
dari pemasaran.
Menurut Aaker (1996), ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam
membentuk brand image, antara lain :
a. Recognition yaitu tingkat dikenalnya sebuah brand oleh masyarakat.
b. Reputation merupakan nama baik dari sebuah brand.
c. Affinity adalah hubungan emosional antara brand dengan pelanggan
yang membuat konsumen menyukai brand tersebut.
d. Brand Loyalty ialah tingkat loyalitas pelanggan terhadap brand
lembaga.
Sedangkan menurut Shimp (2000) brand image dapat diukur dari tiga hal, yaitu :
a. Atribut, adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari brand yang
diiklankan.
b. Manfaat, dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan
pengalaman.
c. Evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana
konsumen menambahkannya pada hasil konsumsi.
Mourad, Ennew, dan Kortam (2011) mendukung pernyataan Shimp (2000)
dengan menyatakan ada faktor - faktor yang mempengaruhi brand image,
diantaranya adalah :
a. Atribut layanan yang digunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi
suatu layanan. Atribut yang dipilih adalah harga, kualitas, manfaat
Page 5
15
Universitas Kristen Petra
dan layanan purna jual
b. Atribut penyedia berfokus pada fitur penyedia yang akan
mempengaruhi persepsi konsumen terhadap nilai yang diterima.
Atribut pilihan adalah kualitas staf dan hubungannya dengan
pelanggan, lokasi, ukuran, sejarah dan reputasi internasional.
c. Atribut simbolis didefinisikan sebagai citra sosial, posisi pasar dan
kepribadian.
Jadi brand image atau citra merek akan terbentuk dalam jangka waktu tertentu,
sebab ini merupakan akumulasi persepsi terhadap suatu objek, apa yang
terpikirkan, diketahui dan dialami yang masuk kedalam memori seseorang
berdasarkan masukan-masukan dari berbagai sumber sepanjang waktu.
2.1.3 Purchase Decision
Pengambilan keputusan merupakan aktifitas yang disadari dilakukan
manusia setiap hari. Namun berapa kali dalam sehari mengambil keputusan, orang
mungkin tidak menyadarinya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan
pada berbagai pilihan hidup. Manusia harus memilih satu di antara pilihan
tersebut yang dianggap paling baik. Proses dalam menentukan pilihan yang
dianggap paling baik dinamakan pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Suryadi dan Ramdhani (2002) yang mengatakan pengambilan
keputusan merupakan suatu bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan
yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan
harapan akan menghasilkan sebuah keputusan terbaik.
Pengambilan keputusan secara luas dilihat sebagai proses pemecahan
masalah yang dilakukan oleh pelamar dalam proses pembuatan pilihan. Model
pengambilan keputusan telah dilakukan dan di kembangkan oleh apa yang biasa
disebut perilaku pembelian konsumen. Menurut Sir Francis Bacon (dalam Hasan,
2004, p. 25) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan terdiri dari 6
tahap, yaitu:
1. Merumuskan atau mengidentifikasi masalah yang merupakan suatu
usaha untuk menemukan permasalahan yang sebenarnya,
Page 6
16
Universitas Kristen Petra
2. Mengumpulkan informasi yang relevan, merupakan pencarian
faktor-faktor yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui
penyebab timbulnya masalah,
3. Mencari alternatif tindakan, merupakan pencarian kemungkinan
yang dapat ditempuh berdasarkan data dan permasalahan yang ada,
4. Analisis altematif, merupakan penganalisisan setiap altematif
menurut kriteria tertentu yang sifatnya kualitatif atau kuantitatif,
5. Memilih altematif terbaik, memilih alternatif terbaik yang dilakukan
atas kriteria dan skala prioritas tertentu, dan
6. Melaksanakan keputusan dan evaluasi hasil, Merupakan tahap
melaksanakan atau mengambil tindakan. Umumnya tindakan ini
dituangkan pada rencana tindakan. Evaluasi hasil memberikan
masukan atau umpan balik yang berguna untuk memperbaiki suatu
keputusan atau merubah tujuan semula karena telah terjadi
perubahan-perubahan.
Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam pembelian konsumen. Proses pengambilan keputusan tersebut merupakan
sebuah pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri atas lima tahap yaitu
sebagai berikut (Gambar 1.2): (Kotler dan Keller, 2012)
Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Sumber : Kotler dan Keller, Marketing Management (2012)
1. Identifikasi Masalah : Identifikasi masalah adalah tahap pertama dari
proses pengambilan keputusan pembelian. Proses pembelian dimulai
saat pembeli mengenal sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan
tersebut dapat dipengaruhi oleh rangsangan internal dan eksternal.
Rangsangan internal dapat dipicu oleh kebutuhan paling dasar yang
umumnya berada di dasar hierarki Maslow, yaitu kelaparan, haus,
Page 7
17
Universitas Kristen Petra
seks, dan sebagainya. Sedangkan untuk rangsangan eksternal
contohnya adalah iklan yang dirancang dengan baik atau berbicang
dengan teman bisa mempengaruhi keputusan pembelian seseorang.
2. Pencarian informasi : Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan
terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak mengenai
produk atau jasa yang ia butuhkan. Semakin banyak produk atau
layanan yang memiliki nilai lebih tinggi, informasi yang dicari oleh
konsumen cenderung lebih menyeluruh. Ada dua tingkatan
keinginan pada konsumen yang tergugah kebutuhannya. Yang
pertama disebut perhatian tinggi. Pada tahap ini, seseorang menjadi
lebih mudah menerima informasi tentang produk atau jasa. Tingkat
berikutnya adalah pencarian informasi yang lebih aktif. Konsumen
pada tahap ini umumnya mencari bahan bacaan, berdiskusi dengan
teman, mencari informasi di internet dan sebagainya.
3. Evaluasi Alternatif : Tahap berikutnya dari proses pengambilan
keputusan pembelian adalah evaluasi dari alternatif yang ada. Pada
proses ini, konsumen memproses informasi telah sampai pada
pilihan merek. Tingkat kompleksitas proses evaluasi dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya yang penting adalah :
● Pengalaman Konsumen
● Pertimbangan pentingnya produk atau jasa
● Biaya jika membuat keputusan yang salah
● Kompleksitas alternatif yang dievaluasi
● Pentingnya keputusan yang diambil
4. Keputusan Pembelian : Dalam tahap ini, konsumen memutuskan
perilaku pembelian yang nyata dan memiliki beberapa kemungkinan:
● Keputusan membeli produk atau jasa
● Keputusan untuk tidak membili produk atau jasa
● Keputusan untuk menunda pembelian
● Keputusan mengganti produk atau jasa yang diinginkan
dengan produk atau jasa yang lain
Bila konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan
Page 8
18
Universitas Kristen Petra
menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut
jenis produk atau jasa, merek, penjual, kuantitas, waktu pembelian,
dan cara pembayarannya.
5. Perilaku Pasca-Pembelian : Pada tahap ini, konsumen menganalisa
sejauh mana keputusan pembelian yang diambil baik atau tidak.
Jawabannya terletak pada hubungan antara harapan konsumen
dengan nilai produk atau jasa yang dirasakan.
Proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya diterapkan pada
keputusan pembelian sebuah produk tetapi juga dalam keputusan pemilihan
pendidikan, dalam hal ini pendidikan tinggi. Patterson et al. (1998) menyatakan
bahwa pendidikan tinggi adalah layanan murni dan ditandai oleh kontak
interpersonal, kompleksitas, divergensi, dan penyesuaian interpersonal yang lebih
besar daripada bisnis layanan lainnya (dalam Cubillo, Sánchez, dan Cerviño,
2006). Sebagian besar atribut kualitas di pendidikan tinggi tidak dapat dirasakan,
atau diuji terlebih dahulu. Sifat ini membawa kesulitan dalam evaluasi suatu
program, terutama untuk siswa internasional (Cubillo, Sánchez, dan Cerviño,
2006). Maka dari itu, pengambilan keputusan menjadi faktor yang utama dalam
pemilihan pendidikan tinggi pada akhirnya.
Pada umumnya, orangtua selalu membantu para siswa dalam memilih
pendidikan mana yang akan anaknya ambil untuk melanjutkan masa depan calon
mahasiswa. Mowen dan Minor (2002, p. 102) menyatakan bahwa tingkat
keterlibatan konsumen dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh kepentingan
personal yang dirasakan yang ditimbulkan oleh stimulus, produk, harga, promosi,
lokasi. Lamb (2001) menyatakan bahwa “tingkat keterlibatan dalam pembelian
tergantung pada lima faktor yaitu : pengalaman sebelumnya, minat, resiko, situasi
dan pandangan sosial. Pemilihan institusi ditentukan oleh beberapa faktor seperti
reputasi akademis institusi, kualitas dan keahlian fakultas, daya tarik dan atmosfir
pengajarannya (Cubillo, Sánchez, dan Cerviño, 2006). Maniu (2014) menyatakan
bahwa proses pengambilan keputusan memilih perguruan tinggi terdiri dari
beberapa langkah :
● Motivasi Keinginan
Fase pertama adalah menyadari kebutuhan untuk mengikuti institusi
Page 9
19
Universitas Kristen Petra
pendidikan tinggi. Fase ini dapat ditentukan oleh kebutuhan siswa
saat ini yang berhubungan dengan aspirasi dan harapan siswa itu
sendiri atau kebutuhan yang ditentukan oleh situasi tertentu, seperti
tuntutan dari orangtua atau lingkungan sekitarnya.
● Evaluasi Pencarian
Setelah mendapatkan motivasi untuk mengikuti institusi perguruan
tinggi, hal yang dilakukan adalah pencarian informasi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Langkah ini meliputi
mengidentifikasi pilihan dan mengevaluasi pilihan tersebut.
● Keputusan Pemilihan
Langkah terakhir terdiri dari memutuskan untuk mendaftarkan diri
atau tidak di institusi yang dipilih dengan segala konsekuensinya.
2.2
Penelitian Terdahulu
Page 10
20
Universitas Kristen Petra
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Page 11
21
Universitas Kristen Petra
Page 12
22
Universitas Kristen Petra
Page 13
23
Universitas Kristen Petra
Enam dari delapan jurnal dari penelitian sebelumnya dilakukan dalam
konteks higher education atau pendidikan tinggi. Dua lainnya dilakukan dalam
konteks customer based brand equity. Penelitian terdahulu yang membahas
tentang brand awareness menyatakan bahwa orangtua atau murid memilih
sekolah yang tidak asing di benak orangtua, memiliki nama yang dikenal, dan
mudah dikenali (Tong dan Hawley, 2009; Pinar et al., 2013).
Dari penelitian terdahulu didapatkan bahwa brand image dapat diukur dari
citra dan kesan yang diciptakan oleh sebuah institusi (Mulyono, 2016; Cubillo,
Sánchez, dan Cerviño, 2006; Schlesinger, Cervera, dan Pérez-Cabañero, 2016).
Sedangkan untuk pemilihan jurusan di Universitas dapat diukur dari citra
Universitas, program yang ditawarkan, dan alasan pribadi (Cubillo, Sánchez, dan
Cerviño, 2006). Disisi lain, dalam penelitian Ahmad dan Buchanan (2017)
pemilihan jurusan di Universitas diukur dengan kualitas pendidikan yang
ditawarkan, gelar yang diperoleh setelah menyelesaikan studi, penawaran
konsentrasi studi dari jurusan, program on the job training yang ditawarkan,
fasilitas dan laboratorium yang dimiliki, biaya pendidikan, reputasi dari staf
pengajar, dan rekomendasi dari keluarga atau kerabat.
2.3 Hubungan Antar Konsep
Brand awareness merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi perilaku calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi. Keller
(1993) dan East (1997) menggambarkan brand awareness adalah kemampuan
mengenali dan mengingat sebuah merek dan diferensiasinya dari merek lain di
lapangan (dalam Mulyono, 2016). Hyun dan Kim (2011) menyatakan kesadaran
konsumen yang lebih besar terhadap sebuah merek akan lebih mudah untuk
menciptakan citra merek yang positif. Mulyono (2016) juga menyatakan bahwa
semakin tinggi brand awareness mahasiswa terhadap suatu institusi atau
universitas maka brand image institusi akan semakin meningkat. Secara umum,
brand awareness dan brand image mempunyai hubungan yang positif satu
dengan yang lainnya.
Brand awareness adalah tingkat pengetahuan merek yang paling
mendasar, yang melibatkan setidaknya identifikasi nama merek atau struktur yang
Page 14
24
Universitas Kristen Petra
telah dikembangkan pada informasi yang terperinci. Brand awareness adalah
batasan mendasar dan paling utama pencarian terkait merek dan merupakan
kemampuan konsumen untuk mengenali dan mengingat merek dalam situasi yang
berbeda (Shahid, Hussain, dan Zafar, 2017). Keller (2002) menjelaskan brand
awareness dikembangkan karena paparan berulang terhadap produk atau jasa.
Keller (1993) mengakui bahwa brand awareness sebagai gabungan pengaruh
pengenalan merek dan top of mind awareness. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Lin dan Chang (2003) menyatakan bahwa brand awareness memainkan
peran penting dalam mempengaruhi pilihan konsumen.
Brand image adalah jumlah pendapat, gagasan, dan kesan yang dimiliki
oleh calon mahasiswa dari sebuah universitas. Brand image dapat sangat
mempengaruhi keputusan untuk memilih institusi perguruan tinggi (Cubillo,
Sánchez, dan Cerviño, 2006). Pemilihan institusi ditentukan oleh beberapa faktor
seperti reputasi akademis institusi, kualitas dan keahlian tenaga pengajar fakultas,
daya tarik dan atmosfir pengajarannya (Cubillo, Sánchez, dan Cerviño, 2006).
Pendapat calon mahasiswa tentang citra universitas terbentuk dari mulut ke mulut,
pengalaman masa lalu, dan kegiatan pemasaran universitas (Ivy, 2001). Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Cubillo, Sánchez, dan Cerviño (2006) didapatkan
hasil salah satunya adalah brand image dari universitas berpengaruh secara positif
terhadap calon mahasiswa memilih universitas untuk melanjutkan studinya.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa brand awarerness memiliki
pengaruh yang positif terhadap brand image. Kesadaran konsumen yang lebih
besar terhadap sebuah merek, akan lebih mudah untuk menciptakan brand image
yang positif (Mulyono, 2016). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cubillo,
Sánchez, dan Cerviño (2006) brand image yang positif berpengaruh secara
signifikan terhadap pemilihan universitas oleh calon mahasiswa. Dari hasil-hasil
penelitian terdahulu, dapat ditarik garis bahwa brand awareness dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan universitas oleh calon
mahasiswa melalui brand image.
Page 15
25
Universitas Kristen Petra
2.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Page 16
26
Universitas Kristen Petra
2.5 Model Penelitian
Gambar 2.4 Model Penelitian
2.6 Hipotesa
H1 : Terdapat hubungan positif dan signifikan antara brand awareness
Manajemen Perhotelan Universitas Kristen Petra terhadap brand
image Manajemen Perhotelan Universitas Kristen Petra
H2 : Terdapat hubungan positif dan signifikan antara brand awareness
Manajemen Perhotelan Universitas Kristen Petra terhadap
pengambilan keputusan pemilihan jurusan Manajemen Perhotelan
di Universitas Kristen Petra.
H3 : Terdapat hubungan positif dan signifikan antara brand image
Manajemen Perhotelan Universitas Kristen Petra terhadap
pengambilan keputusan pemilihan jurusan Manajemen Perhotelan
di Universitas Kristen Petra.
H4 : Terdapat hubungan positif dan signifikan antara brand awareness
melalui brand image Manajemen Perhotelan Universitas Kristen
Petra terhadap pengambilan keputusan pemilihan jurusan
Manajemen Perhotelan di Universitas Kristen Petra.