Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini bahan bakar fosil atau biasa disebut bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi sumber utama energi bagi seluruh manusia. Kenyataannya BBM adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga keberadaannya akan semakin menipis seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu perlu diadakan sumber energi baru dan terbarukan yang berbasis bahan-bahan alternatif seperti biomassa, limbah sampah dan sebagainya. . Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah melalui Dewan Riset Nasional mulai memetakan jenis sumber EBT yang akan dikembangkan yaitu biodiesel, bioetanol, dan bio-oil (Dewan Riset Nasional, 2006). Biodesel sebagai bahan bakar alternatif merupakan bahan bakar mesin diesel yang dapat
44

2 (Repaired)

Aug 11, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2 (Repaired)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini bahan bakar fosil atau biasa disebut bahan bakar

minyak (BBM) masih menjadi sumber utama energi bagi seluruh

manusia. Kenyataannya BBM adalah sumber energi yang tidak dapat

diperbaharui sehingga keberadaannya akan semakin menipis seiring

dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu perlu diadakan sumber energi

baru dan terbarukan yang berbasis bahan-bahan alternatif seperti

biomassa, limbah sampah dan sebagainya. . Untuk mengatasi

permasalahan di atas pemerintah melalui Dewan Riset Nasional mulai

memetakan jenis sumber EBT yang akan dikembangkan yaitu biodiesel,

bioetanol, dan bio-oil (Dewan Riset Nasional, 2006).

Biodesel sebagai bahan bakar alternatif merupakan bahan bakar

mesin diesel yang dapat dibuat dari minyak yang dapat diperbaharui

seperti minyak nabati atau hewani. Salah satu keunggulan menggunakan

minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel adalah produk tersebut tidak

mengandung belerang dan mengandung 11% oksigen, sehingga jika

biodiesel ini digunakan untuk transportasi, polusi yang ada akan

mengurangi karbon monoksida dan debu.

Namun dalam pembuatan biodiesel dari minyak nabati dengan

alkohol akan diperoleh hasil samping berupa gliserol. Jika pembuatan

Page 2: 2 (Repaired)

2

biodiesel meningkat, maka secara berbanding lurus hasil samping gliserol

juga akan meningkat. Ini dapat menjadi kendala yang cukup berarti jika

tidak ditanggulangi dengan cermat. Untuk itu usaha pengolahan gliserol

menjadi produk lain harus dilakukan agar nilai ekonomis dari gliserol

lebih meningkat.

1.2. Rumusan Masalah

Pada saat ini penelitian tentang biodiesel semakin berkembang

pesat, sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mencari energi

terbarukan, namun dalam pembuatan biodiesel ini akan di peroleh

produk samping berupa gliserol, maka jika pembuatan biodiesel

meningkat produksi hasil gliserol juga pun akan meningkat,

namun upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi gliserol belum

gencar dilakukan, oleh karena itu di perlukan suatu usaha untk

mencari cara untuk mengubah dan meningkatkan nilai ekonomi

gliserol menjadi senyawa lain yang lebih berguna

Katalis terbagi menjadi dua yaitu katalis padat dan cair, katalis

cair memiliki kelebihan dalam menghasilkan konversi yang besar.

Namun kekuranganya adalah dalam pengolahan limbah yang sulit

dalam proses pemisahanya. Sedangkan untuk katalis padat

memiliki kelebihan dalam proses pengolahan limbahnya, mudah

untuk di pisahkan namun kelemahanya kerja katalisator padat

tidak sebaik dari katalisator cair hal ini terkait dengan faktor dari

kemampuan penukaran ion dan sisi aktif dari katalisator. Sehingga

Page 3: 2 (Repaired)

3

permasalahannya adalah bagaimana memaksimalkan kemampuan

penukaran ion dan sisi aktif yang dimiliki katalisator padat

tersebut agar unjuk kerja dari katalisator tersebut maksimal.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai konversi gliserol menjadi gliserol karbonat

dengan menggunakan katalis padat indion 225 na dengan menggunakan

berbagai variasi yang di berikan

1.4. Ruang Lingkup

1. Bahan baku yang dipakai dalam penelitian ini adalah gliserol

teknis , Natrium Hidrogen Karbonat dan pelarut air aquades.

2. Reaksi dilakukan dalam reaktor berpengaduk merkuri dengan

sistem batch pada fasa liquid

3. Katalis yang digunakan adalah katalisator resin penukar ion Indion

225 Na

Page 4: 2 (Repaired)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gliserol

Gliserol adalah rantai alkohol trihidrik dengan susunan molekul

C3H8O

Yang sangat bermanfaat dalam bidang kimia organic. Nama gliserol di

artikan sebagai bahan kimia murni , namun dalam dunia perdagangan di

kenal dengan nama glycerin. Dalam kondisi yang murni gliserol tidak

Page 5: 2 (Repaired)

5

berbau , tidak berwarna, berbentuk cairan kental dengan rasa manis.

Glserol bersifat larutsempurna dalam air dan alcohol. Dapat terlarut

dalam pelarut tertentu(misalnya eter,etil asetat,dan dioxane) namun

bersifat tidak larut dalam hidrokarbon.

Gliserol di dapatkan dengan cara sintesis maupun di peroleh dari

hasil samping pembuatan sabun dan produksi oleokimia yang

menggunakan lemakdan minyak alami sebagai bahan bakunya. Teori

kimia menyatakan bahwa dalam satu molekul lemak terkandung gliserol

dan tiga asam lemak, dan pada umumnya lemak mengandung kurang

lebih 11% gliserol di dalamnya. Ada dua prosedur dalam memproduksi

gliserol dari lemak yaitu melalui metode saponifikasi dan

transesterifikasi (Tovbin dkk 1976). Akhir kedua proses tersebut akan

menghasikan senyawa gliserol mentah yang masih banyak mengandung

bahan pengotor seperti sisa katalis dan asam lemak bebas. Adapun

reaksinya

Page 6: 2 (Repaired)

6

Gambar 2.1 Reaksi Pembuatan Gliserol

. Gliserol sangat bermanfaat dalam dunia industry contoh sebagai

zat tambahan (aditif) dalam produk-produk rumah tangga dan kecantikan

semacam sabun,shampoo, kosmetik bahkan sebagai bahan baku peledak.

2.2 Natrium hidrogen karbonat

Natrium bikarbonat atau hidrogen karbonat atau asam karbonat

dengan rumus kimia NaHCO3, adalah bahan kimia berbentuk kristal

putih yang larut dalam air, yang banyak dipergunakan di dalam industri

makanan/biskuit (sebagai baking powder), pengolahan kulit, farmasi,

tekstil, kosmetika, pembuatan pasta gigi, pembuatan permen (candy) dan

industri pembuatan batik. Pada skala industri, natrium bikarbonat dapat

Page 7: 2 (Repaired)

7

diproduksi melalui reaksi antara natrium karbonat, air dan gas karbon

dioksida:

Na2CO3 + H2O + CO2 --> 2NaHCO3

Selain itu, natrium bikarbonat dapat pula dihasilkan dari reaksi antara

natrium klorida (NaCl), ammonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2).

2.3 Katalis

Untuk mempercepat suatu reaksi kimia banyak peneliti

mengunakan katalisator, harapannya dengan waktu yang singkat mampu

menghasilkan produk yang lebih banyak. Pada dasarnya katalisator

dibagi menjadi dua yaitu katalisator cair dan padat. Untuk katalisator

cair yang sering digunakan diantaranya adalah HCL, H2SO4, dan NaOH,

sementara untuk katalisator padat diantaranya resin penukar ion na 225,

CaO, dan MgO. Masing-masing katalisator mempunyai keunggulan dan

kelemahan masing-masing. Untuk katalisator cair ditinjau dari hasil

konversi reaksi mampu mengkonversi pereaksi menjadi produk lebih

besar dibanding katalisator padat, hal tersebut karena katalisator cair

Page 8: 2 (Repaired)

8

merupakan gugus yang aktif sehingga kemampuan penukaran ion dari

katalisator cair sangat besar. Dengan demikian dimungkinkan hasil

konversi yang dihasilkan dari reaksi juga besar. tetapi katalisator cair

mempunyai kelemahan pada unit pemisahan dan beban pengolahan

limbah sangat besar. Sementara katalisator padat mempunyai kelebihan

diantarannya mudah dalam perlakukaanya, dapat diregenerasi jika sudah

jenuh, mudah dalam pemisahan hasil , dan beban pada pengolahan

limbah sangat kecil ( Nuryoto, 2008).

Tetapi kelemahan katalisator padat kemampuan penukaran ion

dan sisi aktifnya terbatas. Hal ini menyangkut permukaan aktif, dan

diameter katalis yang kecil. Ketika diaduk dengan kecepatan tertentu

justru katalisator ikut aliran pengadukan dan jika dilakukan secara

kontinyu pressure drop cukup besar , sehingga proses difusi terganggu

yang berujung pada konversi yang kecil.

2.3.1 Resin Penukar Ion

Resin penukar ion merupakan katalisator murah dan mudah dalam

perlakuannya. Sebelum digunakan resin sebaiknya dicuci dengan air

suling sampai tidak berwarna, tujuannya untuk menghilangkan

Page 9: 2 (Repaired)

9

impurities, kemudian dikeringkan dalam pengering selama 2 hari dengan

suhu 353.15 K pada kondisi vakum ( Bozek dkk 2006). Sedangkan

Popken dkk (2000) melakukan pada suhu 90◦ C selama 2 hari pada

kondisi vakum, jika dilakukan diatas 90◦ C akan menghilangkan sulfonic

acid dalam bentuk SO3. Banyak jenis resin yang dapat digunakan

sebagai katalisator misalnya amberlyst, purolite, dan indion. Pada

penelitian ini menggunakan indion 225 Na.

Indion 225 Na adalah resin penukar kation (bersifat asam) yang

berbentuk manic-manik dengan dengan kapasitas yang tinggi. Hal ini

berdasarkan pada susunan molekul polistiren yang saling menyilang dan

memiliki strukur berupa jel. Bentuk standar ion dari resin ini adalah Na.

Dalam aplikasinya Indion Na 225 digunakan secara luas dalam

bentuk natrium untuk proses penjernihan air. Resin itu juga dapat

digunakan dalam two-stages de ionisasi sebagai penukar kation dalam

siklus hydrogen.Adapun karakteristik indion na 225 dapat di lihat di

grafik bawah ini

Tabel 2.1 Karakteristik Resin penukar ion Indion 225 Na

Karakteristik Indion 225 Na

Bentuk Manik-manik emas kekuning-kuningan

Page 10: 2 (Repaired)

10

gugus fungsional Asam Sulfonat (-SO3)

Bentuk Standar Ion Na +

kapasitas penukaran total 2 mek/ml

kemampuan menahan kelembapan 43 - 50 %

Tipe matrix stiren divinilbenzene kopolimer

Range Ukuran Partikel (0.3-1.2) mm

bekerja pada Ph 0-14

temperatur maksimum operasi 120 C

2.4 Gliserol Karbonat

Gliserol karbonat (4-hydroxymethyl-1,3-dioxolan-2-one)

merupakan senyawa dwifungsi yang di dalamnya terdapat sebuah gugus

karbonat siklik dan sebuah gugus hidroksi nucleophilic, senyawa ini

masih terbilang baru dalam dunia industri kimia, namun mampu

menawarkan sejumlah potensi yang menarik untuk di kembangkan,

karena senyawa turunan gliserol ini memiliki kegunaan yang cukup

beragam mulai dari elastomer, surfaktan, perekat, tinta, cat, pelumas,dan

Page 11: 2 (Repaired)

11

elektrolit. Senyawa ini juga merupakan zat antara (intermediet) penting

Dari polikarbonat, polyester, poliuretan, dan poliamide

Lembaga penelitian INRA di Toulouse, peranis telah

mengembangkan penggunaan gliserol karbonat sebagai biolubricant yang

tahan terhadap oksidasi, hidrolisis, dan tekanan. Selain itu sintesa

senyawa gliserol karbonat menjadi senyawa turunannya yaitu gliserol

karbonat estertelah di teliti memiliki satbilitas termal dan oksidasi yang

baik , senyawa tersebut mampu meningkatkan kemampuan surfaktan

terhadap pengurangan tegangan antar muka minyak.

2.4.1 Reaksi pembuatan gliserol karbonat

Untuk menaikkan status ekonomi dan fungsi gliserol sekaligus

mengurangi kelebihan produksi, konversi menjadi akrolein, propilen

glikol, 1,3-propanediol, asam gliserik, maupun gliserol karbonat adalah

sekian cara yang telah dikembangkan. Khususnya gliserol karbonat

(hydroxymethyl dioxolanone), senyawa turunan gliserol ini paling

menarik perhatian karena memiliki kegunaan yang cukup beragam mulai

dari elastomer, surfaktan, perekat, tinta, cat, pelumas, and elektrolit. 

Page 12: 2 (Repaired)

12

Senyawa ini juga merupakan zat antara (intermediet) penting dari

polikarbonat, poliester, poliuretan, dan poliamide.

Sampai saat ini gliserol karbonat dibuat melalui reaksi gliserol

dengan fosgen. Fosgen merupakan zat yang sangat beracun dan korosif

sehingga proses ini sangat jauh dari konsep kimia hijau. Oleh karena itu

dipikirkan cara yang lebih hijau yaitu reaksi transesterifikasi gliserol

dengan dialkil karbonat atau etilen karbonat menggunakan katalis basa,

misalnya NaOH atau Na2CO3. Penelitian terkini banyak memusatkan

perhatian pada optimasi sistem katalis yang semula berupa katalis basa

homogen (larut bersama pereaksi) beralih menjadi katalis basa heterogen

(tidak larut) dengan alasan kenyamanan proses pemisahan dan

pendaurulangan.

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Pembentukan Gliserol Karbonat

Page 13: 2 (Repaired)

13

Upaya untuk mengembangkan proses yang lebih hijau juga dilakukan

misalnya pada sintesa gliserol karbonat mulai dengan bahan baku

gliserol, dan gas CO2 dikatalisis kompleks timah . Rute satu tahap ini

(bandingkan dengan transesterfikasi yang melibatkan proses penyiapan

dialkil karbonat terlebih dahulu) walau tampak sangat menjanjikan tapi

masih memerlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan katalis yang

awet dan kondisi reaksi terbaik.

2.5 Penelitian yang pernah di lakukan

Sudah banyak penelitian yang telah di lakukan untuk

mensintesa gliserol menjadi gliserol karbonat diantaranya (Laszlo

Seeman dkk, 2011) mengolah gliserol karbonat dari gliserol dengan urea,

temperature yang di gunakan 140 C dengan tekanan rendah, variasi

katalis yang di gunakan ZnCl2, MgCl2, ZnNO3.6H2O, CaCl2.2H2O dan

alumina yield terbesar yang di dapatkan (75.1 63.4 72.2) untuk katalis

ZnCl2, ZnNO3, Mg Cl2. (Takagaki dkk. 2010) yang meneliti

pembuatan gliserol karbonat dari gliserol dan

dialkilkarbonat dengan katalis padat hidrotalsit. Penelitian

Page 14: 2 (Repaired)

14

dilakukan pada suhu 100oC, waktu reaksi 1 jam,

perbandingan pereaksi antara gliserol dan

dimetilkarbonat masing-masing 2 mmol dan 10 mmol,

variasi tipe pelarut yaitu dimetilformamid,

dimetillasetamid dimetil sulfosid, dan asetonitril masing-

masing 5 ml, dan katalisator 0,1 gram. Hasil penelitian

menunjukan konversi tertinggi diperoleh dengan

menggunakan pelarut dimetilformamid yaitu sebesar 75

% dan yield gliserol karbonat sebesar 75 %.

( Vievile dkk., 1998) juga telah melakukan

penelitian tentang gliserol karbonat dibuat dengan

mengkarbonisasi secara langsung gliserol dengan gas CO2

secara kontinyu dengan katalisator resin penukar ion

Amberlyst A26 dan Zeolit pada kondisi superkritis dan

pelarut yang digunakan aseton dan metanol, tetapi

konversi yang dihasilkan sangat kecil. (Kim dkk., 2007)

telah melakukan penelitian pembuatan gliserol karbonat

dengan katalisator berbasis enzim lipase jenis Novozym

Page 15: 2 (Repaired)

15

435. Penelitian dilakukan pada suhu 40- 60oC, kecepatan

pengadukan 2000 rpm , waktu reaksi 30 jam, pelarut

methanol dan perbandingan pereaksi antara gliserol dan

dimetilkarbonat 6:3, 6:6 dan 6:18 mmol . Konversi

tertinggi diperoleh pada suhu 60oC dan perbandingan

perekasi 6:3 mmol sebesar 96 %. Kitakawa dkk., 2007

memproduksi biodiesel dengan menggunakan resin

penukar ion jenis anionik dengan reaktor kontinyu,

dimana percobaan dilakukan dengan diameter unggun 11

mm dan tinggi 150-170 mm, suhu 50OC, perbandingan

triolein dan etanol 1:10, berat resin 2,97 – 37,9 gram , dan

residence time 60 menit dengan konversi mendekati

100%

Nuryoto dkk., 2010 telah meneliti esterifikasi gliserol dan

asam asetat pada pembuatan triacetin dengan katalisator indion 225 Na,

dan juga meneliti uji performa resin penukar ion pada pembuatan

triacetin, yang dilakukan dengan katalisator resin penukar ion yang

sama yaitu Indion 225 Na. Hasil penelitian menunjukan bahwa indion

Page 16: 2 (Repaired)

16

225 Na akan efektif bekerja pada kisaran suhu 100oC, waktu reaksi 90

menit, perbandingan pereaksi antara asam asetat dan gliserol 7 gmol

asam asetat/gmol gliserol atau 2,3 kali kebutuhan stoikiometrinya. Hasil

konversi tertinggi berbasis gliserol sebesar 93%.

Dan Nuryoto dkk., 2012 telah melakukan penelitian

pemanfaatan gliserol hasil samping Biodiesel menjadi gliserol

karbonat dengan pelarut

aquadest dan pereaksi natrium hidrogen karbonat serta menggunakan

katalisator indion 225 Na dengan waktu proses operasional selama

90 menit, komposisi gliserol aquadest dan natrium hidrogen karbonat

3:1:3, 3:1:5, 3:1:7 mol/volume, ukuran diameter katalisator 20,25,

dan 30 mesh, konsentrasi katalisator (1-9)%, dan temperatur proses

(60-100)o C. Hasil terbaik yang diperoleh adalah komposisi bahan

baku dengan pelarut dan pereaksi sebesar 3:1:3 mol/volume gliserol,

ukuran diameter 30 mesh, konsentrasi katalisator 1%, dan dengan

temperatur proses 100oC dengan konversi terbesar mencapai 30%.

Page 17: 2 (Repaired)

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tahap Penelitian

Penelitian ini secara umum terdiri atas tahap persiapan, tahap

reaksi, analisa produk, dan pengolahan data. Alur penelitian ditunjukkan

pada bagan di bawah ini

:3.1.1 Tahap Persiapan

3.1.1.1 Pre-treatment Gliserol Teknis

Page 18: 2 (Repaired)

18

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahap Pre-Treatment Gliserol Teknis

3.1.1. 2 Pre- treatment resin penukar ion Indion 225 Na

Resin indion 225 Na

Di aktifasi dengan cara di rendam di larutan HCL dengan kadar tertentu

Gliserol Teknis

Evaporasi Gliserol Teknis

Menganalisa Kadar dan Densitas

Page 19: 2 (Repaired)

19

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Pre-Treatment Resin

Penukar Ion Indion 225 Na

3.1.2 Tahap Reaksi

Kemudian di aduk selama proses aktifasi selama 1 jam

Setelah itu di bilas dengan air aquades hingga bersih

Memasukkan Gliserol dengan volum tertentu ke dalam reaktor dan di panaskan pada suhu tertentu

Dan di keringkan di dalam oven pada uhu 80-90 C

Page 20: 2 (Repaired)

20

Gambar 3.3 Diagram Alir Tahap Reaksi

3.2 Prosedur Penelitian

Memasukkan Natrium hidrogen karbonat ke dalam reaktor

Memanaskan campuran yang berada didalam reaktor sampai suhu yang diinginkan dan memulai pengadukan

Mengambil sampel konsentrasi gliserol awal ( Go) kemudian dianalisa

Memasukkan katalis Indion 225 Na

Mengambil sampel konsentrasi gliserol bebas ( Gb) setiap 10 menit kemudian dianalisa

Proses reaksi dihentikan setelah 30 menit

Page 21: 2 (Repaired)

21

3.2.1 Tahap Pendahuluan

( pre-treatment resin penukar ion)

Pada tahapan ini dilakukan pre-treatment resin penukar ion

indion 225 Na dengan melakukan pengaktifasian resin dengan cara di

rendam di larutan HCL dengan kadar tertentu kemudian diaduk selama

satu jam, setelah itu pencucian resin dengan menggunakan air suling

sampai tidak berwarna , kemudian ditiriskan . Setelah ditiriskan

kemudian dilakukan pengeringan dengan oven sekitar suhu 89-90 C dan

pengayakan sesuai dengan diameter resin yang diinginkan.

Pre-Treatment Gliserol

Pre-treatment gliserol mengacu pada penelitian Nuryoto dkk., 2012

dengan cara gliserol teknis dievaporasi melalui pemanasan dengan

suhu

(100 -110) C selama 90 menit. Hasil evaporasi ditentukan densitas

dan kadar

3.2.2 Tahap Reaksi

Page 22: 2 (Repaired)

22

Gliserol, aquadest (sebagai pelarut), dan Natrium Hidrogen

Karbonat sebagai pereaksi dengan volume dan massa tertentu dipanaskan

sampai suhu tertentu dalam reaktor labu leher tiga sambil pengaduk

dijalankan. Mengambil sampel untuk dianalisis konsentrasi gliserol

awal (Go)Selanjutnya katalisator dimasukkan dan waktu dicatat

sebagai waktu awal

Reaksi. Setiap selang waktu 10 menit sampel diambil untuk

dianalisis gliserol bebas (Gb). Reaksi dihentikan setelah waktu reaksi

30 menit. Percobaan diulangi dengan mempelajari pengaruh

kecepatan pengadukan dan pengaktivasian katalisator Indion 225 Na

terhadap produksi gliserol karbonat.

3.2.3 Tahap Analisa

Analisis hasil dilakukan dengan cara volumetri :

1. Sebelum katalisator dimasukan (t= 0 menit)

- konsentrasi gliserol awal (Go) menggunakan asam periodat

2. Setelah katalisator dimasukan (t= 10 menit – 30 menit)

- konsentrasi gliserol sisa (Gb) mengunakan asam periodat

Page 23: 2 (Repaired)

23

Perhitungan konversi didasarkan dengan persamaan :

XG= Go-Gb x 100%

Go

dengan :

Go= konsentrasi gliserol awal, %

Gb= konsentrasi gliserol bebas, %

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Gliserol ( C3H5(OH)3) .

2. Natrium Hidrogen Karbonat ( NaHCO3)

3. Katalisator Indion 225 Na

4. Pelarut air Aquades ( H20)

3.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;

1. Pemanas mantel.

2. Labu leher tiga

Page 24: 2 (Repaired)

24

3. Pengaduk merkuri

4. Termometer

5. Pendingin balik\

6. Motor pengaduk

7. Pengambilan sampel

8. Penampung sampel

3.3.3 Gambar rangkaian alat

Gambar 3.4 Rangkaian Alat Pembuatan Gliserol Karbonat

Page 25: 2 (Repaired)

25

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel berubah

Variasi pengadukan ( 500,600 700 rpm) dan

variasi aktifasi resin HCL (3%, 5% dan 7%),dan

variasi tanpa aktifasi resin

2 .Variabel tetap

waktu reaksi ( 30 menit). Konsentrasi katalis (1%),

perbandingan komposisi pereaksi dan pelarut ( 3 gliserol: 1

natrium bikarbonat: 3 air) dan mesh katalis resin campuran

3.5 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama enam bulan adapun

kegiatan dapat dilihat pada table 3.1 di bawah ini

Table 3.1 Agenda Kegiatan Penelitian

Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1 Studi Literatur            

Page 26: 2 (Repaired)

26

2 Penulisan Proposal            

3 persiapan bahan            

4 Running        

5 analisa dan pengolahan

data

         

 

6 penyusunan laporan            

7 seminar proposal            

8 seminar hasil            

DAFTAR PUSTAKA

Nuryoto, Hary Sulistyo, Suprihastuti Sri Rahayu, Sutijan,2010., “Uji Performa katalisator Resin Penukar Ion Untuk Pengolahan Hasil Samping Pembuatan Biodisel menjadi Triacetin:, Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses , 4-5 Agustus 2010, Semarang

Nuryoto,Hary Sulistyo, Suprihastuti Sri Rahayu, Sutijan, 2010., “Esterifikasi Gliserol dan Asam asetat Dengan katalisator Indion 225 Na”, Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-16, 27 Mei 2010, Yogyakarta.

Kim C.S., Kim Y.H., Lee H., Yoon D.Y., and Song B.K., 2007., ”Lipase – catalyzed synthesis of glycerol carbonat from renewable glycerol and

Page 27: 2 (Repaired)

27

dimethyl carbonat through transesterification”, Elsivier, ScinceDirect, Jurnal of Molecular catalysis.

Kitakawa N.S., Honda H., Kuribayashi H., Toda T., Fujukumura T., Yonemoto T., 2007.” Biodiesel production using anionic ion-exchange resin as heterogeneous catalyst”, Biosource Technology,Elsivier, Science Direct.

\

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan katalis padat indion Na 225

dan menvariasikan variable kecepatan pengadukan dan konsentrasi aktifasi HCL

dengan harapan mendapatkan kondisi operasi optimum yang dapat mendekati

konversi dengan penggunaan katalisator cair (homogeneous catalyst).

4.1 Pengaruh Kecepatan Pengadukan

Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap jalanya proses reaksi, hal itu

dikarenakan pengadukan dapat memperbesar kemungkinan tumbukan antar molekul

zat-zat yang bereaksi, ini menyebabkan reaksi yang terjadi semakin cepat. Pengaruh

variasi kecepatan pengadukan 500 rpm, 600 rpm dan 700 rpm terhadap konversi

gliserol dapat disajikan di table 1 dan grafik 1 dibawah ini

Page 28: 2 (Repaired)

28

Tabel 1 Pengaruh kecepatan pengadukan

(Suhu 100 C, Perbandingan komposisi pereaksi ( 3 gliserol: 1 natrium hydrogen

karbonat: 3 air)

Waktu (menit)

Konversi gliserol pada berbagai variasi pengadukan

500 rpm 600 rpm 700 rpm0 0 0 010 0,058204334 0,187306502 0,26934984520 0,130022918 0,174942704 0,24458204330 0,141176471 0,243697479 0,297096054

Gambar. 1 Hubungan antara konversi dan waktu pada berbagai variasi

kecepatan pengadukan

Dari table 1 dan gambar 1 di atas konversi optimum diperoleh pada

kecepatan pengadukan 700 rpm yaitu sebesar 29,7%, sedangkan pada kecepatan

pengadukan 600 dan 500 rpm konversi yang dihasilkan lebih kecil dari kecepatan

pengadukan 700 rpm yaitu sebesar 24,3% dan 14,1% . Hal ini dikarenakan fungsi dari

Page 29: 2 (Repaired)

29

pengadukan yaitu untuk memperbesar kemungkinan tumbukan antar molekul zat-zat

yang bereaksi, ini menyebabkan terjadinya reaksi semakin besar (Prausnitz, et

al.,1999). Selain itu pengadukan akan berpengaruh pada hambatan eksternal dalam

diffusitas . jika pengadukan diperbesar akan menambah turbulensi yang akan

menyebabkan berkurangnya lapisan film sehingga hambatan eksternal akan semakin

kecil (Fogler, 2006)

Hal ini selaras dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dengan

menggunakan berbagai variasi kecepatan pengadukan. Gangadwala.et al.(2003)

melakukan variasi kecepatan pengadukan 200 rpm, 360 rpm dan 1300 rpm. Pada 200

rpm dan 360 rpm fraksi mol asam asetat pada 1000 detik turun dari 0,5 menjadi

0,28. Setelah kecepatan dinaikan menjadi 1300 rpm fraksi mol asam asetat turun

menjadi 0,25. Tzong Liu, et al (2001) melakukan variasi kecepatan pengadukan 400

rpm, 600 rpm dan 1000 rpm. Konversi asam propioanat yang di hasilkan pada 400

rpm dan 1000 rpm sebesar 0,42 dan 0,47

4.2Pengaruh konversi terhadap konsentrasi aktifasi katalis indion Na 225

Katalisator berfungsi menurunkan energy aktifasi. Jika jumlah katalisator

dinaikan, energy aktifasi akan menurun sehingga laju reaksi akan meningkat. Katalis

secara umum terbagi menjadi dua yaitu katalis padat dan cair, katalis cair memiliki

kelebihan dalam menghasilkan konversi yang besar. Namun kekuranganya adalah

dalam pengolahan limbah yang sulit dalam proses pemisahanya. Sedangkan untuk

katalisator padat mempunyai kelebihan diantarannya mudah dalam

perlakukaanya, dapat diregenerasi jika sudah jenuh, mudah dalam

pemisahan hasil , dan beban pada pengolahan limbah sangat kecil

( Nuryoto, 2008). Namun kelemahanya kerja katalisator padat tidak sebaik dari

katalisator cair hal ini terkait dengan faktor dari kemampuan penukaran ion dan sisi

aktif dari katalisator. Sehingga permasalahannya adalah bagaimana memaksimalkan

Page 30: 2 (Repaired)

30

kemampuan penukaran ion dan sisi aktif yang dimiliki katalisator padat tersebut

agar unjuk kerja dari katalisator tersebut maksimal.

Untuk itu diperlukanlah pengaktifasian katalisator indion Na 225 dengan

larutan HCL. Pengaruh konsentrasi aktifasi HCL terhadap besarnya konversi gliserol

dapat disajikan di tabel dan grafik bawah ini

Tabel 2 Pengaruh variasi aktifasi konsentrasi HCL

(Suhu 100 C, Perbandingan komposisi pereaksi ( 3 gliserol: 1 natrium hydrogen

karbonat: 3 air, pengadukan 700 rpm)

waktu (menit)

Konversi gliserol pada berbagai variasi konsentrasi HCL

3% 5% 7%Tanpa

aktifasi0 0 0 0 0

10 0,156763404 0,269349845 0,275862069 0,02222222220 0,14086661 0,244582043 0,310344828 0,07863247930 0,211165765 0,297096054 0,318266542 0,099415205

Page 31: 2 (Repaired)

31

Gambar. 2 Hubungan antara konversi dan waktu pada berbagai variasi

aktifasi konsentarsi HCL

Dari table 2 dan grafik 2 diatas, konversi optimum terjadi pada pengaktifasian

katalis dengan HCL 1,5 N yaitu sebesar 31,8% sedangkan pada pengaktifasian HCL

1 N dan 0.5 N nilai konversi yang dihasilkan lebih kecil yaitu sebesar 29,7% dan

21,1%. Hal ini dapat dijelaskan , fungsi dari pengaktifasian HCL pada katalisator

berfungsi untuk menggantikan gugus Na+ pada katalis indion Na 225 dengan gugus

H+ pada HCL, sehingga katalis ini dapat berfungsi dengan pereaktan NaHCO3, jika

tidak diaktifasi katalis ini tidak akan bekerja karena NaHCO3 memiliki gugus Na+,

hal ini bisa dilihat pada variasi tanpa pengaktifasian katalis konversi yang dihasilkan

lebih kecil dari katalis yang di aktiafsi dengan HCL yaitu sebesar 9,9%

Page 32: 2 (Repaired)

32