Page 1
Universitas Kristen Petra
11
2. LANDASAN TEORI
2.1. Bentuk
2.1.1. Pengertian Bentuk Menurut Desain Interior
“Bentuk” adalah sebuah istilah inklusif yang memiliki beberapa makna. Ia
bisa merujuk pada sebuah penampilan eksternal yang dapat dikenal, seperti kursi
atau tubuh manusia yang mendudukinya. Bentuk bisa juga secara tidak langsung
menunjuk pada sebuah kondisi khusus yakni sesuatu bertindak atau
memanifestasikan dirinya sendiri, misalnya ketika kita membicarakan tentang air
di dalam bentuk es atau uap. Di dalam seni dan desain, para seniman
menggunakan istilah untuk melambangkan struktur teratur suatu karya-cara
penataan dan pengoordinasian elemen serta bagian-bagian di dalam sebuah
komposisi untuk menghasilkan sebuah citra yang logis dan konsisten. Bentuk-
bentuk dasar lebih terujuk secara khusus pada aspek bentuk yang sangat penting
yang mengendalikan penampilannya, konfigurasinya atau disposisi relatif garis
atau kontur yang menentukan batas sebuah figur atau bentuk.
“Bentuk” adalah terminologi yang kita gunakan untuk menjelaskan kontur
dan struktur keseluruhan dari suatu volume. Bentuk spesifik suatu volume
ditentukan oleh bentuk-bentuk dan inter-relasi antara garis-garis dan bidang-
bidang yang membentuk batas-batas volume tersebut (Ching 100). Bentuk-bentuk
tersebut memiliki berbagai macam rupa yakni biasa disebut rupa bentuk.
“Rupa bentuk” adalah alat terpenting bagi kita dalam membedakan suatu
bentuk dengan lainnya, biasanya mengacu pada kontur sebuah garis, garis paling
luar sebuah bidang, atau batas dari massa tiga dimensi. Untuk masing-masing
kasus, rupa bentuk ditentukan oleh konfigurasi spesifik dari garis atau bidang
yang memisahkan suatu bentuk dari latar belakangnya atau ruang disekelilingnya.
Ada beberapa kategori besar dari rupa bentuk diantaranya :
“Rupa bentuk alami” menunjukan citra dan bentuk-bentuk alam. Rupa
bentuk ini mungkin terlihat abstrak, biasanya melalui proses penyederhanaan, dan
masih mempertahankan karateristik utama dari sumber alamnya. Ada juga rupa –
rupa bentuk yang nonbenda tidak merujuk pada suatu obyek yang spesifik atau
pada materi subyek tertentu. Beberapa rupa bentuk nonbenda mungkin berasal
Page 2
Universitas Kristen Petra
12
dari suatu proses, seperti kaligrafi, dan membawa arti simbol–simbol. yang lain
dapat bersifat geometris dan membangkitkan respon beradasarkan kualitas visual
semata.
“Rupa bentuk geometris” mendominasi lingkungan buatan manusia yaitu
desain arsitektur maupun interior. Ada dua jenis rupa bentuk geometri baik yang
jelas maupun yang sama sekali berbeda, yaitu garis lurus dan garis lengkung.
Dalam bentuknya yang paling umum, rupa bentuk dengan garis lengkung adalah
lingkaran sedangkan yang bergaris lurus meliputi berbagai bentuk polygon yang
dapat digambarkan dalam sebuah lingkaran. Dari semua itu, rupa bentuk
geometris yang paling jelas adalah lingkaran, segitiga dan bujur sangkar. Jika
diperluas ke-dimensi ketiga, rupa-rupa bentuk utama ini melahirkan rupa bentuk
bola, slinder, kerucut, piramid dan kubus (Ching 102).
“Lingkaran” adalah bentuk yang kompak, egosentris dan mempunyai
focus yang berada pada titik pusatnya. Lingkaran menggambarkan kesatuan,
kontinuitas dan keteraturan bentuk. Rupa bentuk lingkaran biasanya stabil dan
terpusat secara tersendiri dalam lingkungannya. Jika dikombinasikan dengan
garis-garis dan bentuk–bentuk lain, bentuk lingkaran dapat terlihat mempunyai
gerak yang jelas.
Garis-garis dan rupa-rupa bentuk lengkung dapat dilihat sebagai potongan atau
kombinasi dari bentuk-bentuk lingkaran. Teratur atau tidak, rupa bentuk lengkung
dapat mengekspresikan kehalusan suatu bentuk, aliran suatu gerak, atau
pertumbuhan biologis yang alamiah (Ching 103).
“Bentuk segitiga” menunjukan stabilitas. Rupa bentuk segitiga dan pola-
polanya sering digunakan dalam sistem struktur karena konfigurasinya tidak dapat
diubah tanpa harus membengkok-kan atau mematahkan salah satu sisinya (Ching
104).
“Rupa bentuk bujur sangkar” menunujukan kejernihan dan rasionalitas.
Keempat sisinya yang sama panjang dan keempat sudutnya yang saling tegak
lurus menghasilkan keteraturan dan kejernihan visual. Bujur sangkar bersifat
stabil, menjadi benda yang tenang jika berdiri pada salah satu sisinya, tetapi
menjadi dinamis jika berdiri pada salah satu sudutnya. Semua segi empat lainnya
dianggap sebagai variasi bentuk bujur sangkar, dengan tambahan pada lebar atau
Page 3
Universitas Kristen Petra
13
panjangnya. Rupa bentuk bujur sangkar merupakan norma dalam desain arsitektur
dan interior. Rupa bentuk ini mudah diukur, digambar, diproduksi dan dengan
mudah langsung dapat dicocokan dalam konstruksi (Ching 105).
1. Bentuk Ruang
1) Bujur Sangkar
Ruang yang berbentuk bujur sangkar, yang ukuran panjang dan lebarnya sama,
tampak bersifat statis dan berkarakter formal. Ukuran yang sama persis dari
keempat sisinya menjadi pusat ruangan sebagai fokusnya. Kesan terpusat ini dapat
ditegaskan dengan struktur berbentuk piramid atau kubah (dome) (Ching 29).
2) Persegi Penjang
Ruang yang ukurannya panjangnya jauh melampui ukuran lebarnya akan
mendorong terjadinya gerak mengikuti arah panjangnya. Karakter dari ruang
linier ini menjadi cocok untuk digunakan sebagai ruang galeri atau ruang
penghubung dari ruang-ruang yang lain (Ching 30).
Gambar 2.1 Bentuk Ruang bujur Sangkar Sumber : Ching (1996, p. 29)
Gambar 2.2 Bentuk Ruang Persegi panjang Sumber : Ching (1996, p. 30)
Page 4
Universitas Kristen Petra
14
2.2. Fungsi
2.2.1. Pengertian Fungsi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia “Fungsi” memiliki pengertian,
jabatan (pekerjaan) yang dilakukan; faal (kerja suatu bagian tubuh); Mat besaran
yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, besaran yang lain juga
berubah; kegunaan suatu hal; Ling peran sebuah unsur bahasa dl satuan sintakis
yang lebih luas (seperti nomina yang berfungsi sebagai subjek) (Kamus Besar
Bahasa Indonesia 400)
Fungsi dapat dikatakan merupakan kriteria utama dalam studi arsiterktur
maupun interior; suatu cara untuk memenuhi suatu keinginan. Dalam arti
sederhana, fungsi adalah kegunaan; sehingga setiap rancangan agar memenuhi
kebutuhan haruslah dapat berfungsi. Seiring dengan perkembangan dunia desain,
pengertian fungsi pun meluas (dieksplorasi), antara lain sebagai berikut. 1)
Penangkal factor lingkungan (environment filter). 2) Wadah kegiatan (container
filter). 3) Penanaman modal (capital of activities). 4) Fungsi simbolis (symbolic
function). 5) Fungsi pengarah perilaku (behavior modifier), 6) Fungsi estetis
(aesthetic function)
Sehingga dapat disimpulkan bahawa pengertian kata fungsi adalah
kegunaan suatu hal menurut keinginan masing-masing pencipta dalam
menentukan kegunaan benda tersebut ketika di ciptakan.
2.3. Makna
2.3.1. Pengertian Makna
Kata Makna menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah maksud
pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan -- afektif makna emotif; -- denotasi Ling makna kata atau kelompok
kata yg didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar
bahasa, spt orang, benda, tempat, sifat, proses, kegiatan; ber·mak·na v berarti;
mempunyai (mengandung) arti penting (dalam): kalimat itu - rangkap; -
berbilang mempunyai (mengandung) beberapa arti; mem·ber·mak·na·kan v
menjadikan bermakna; me·mak·na·kan v menerangkan arti (maksud) suatu kata,
makna dapat ditinjau dari Pola, Struktur dan bentuk dari obyek. Pola berupa
Page 5
Universitas Kristen Petra
15
pemikiran-pemikiran dan nilai. Struktur adalah kerangka yang mengepresikan
pola-pola tersebut secara teratur dan jelas dan bentuk adalah wujud dari struktur
yang terlihat secara fisik dalam sebuah karya. Bentuk dapat berupa karya dua
dimensi maupun tiga dimensi. Tatanan ruang, arsitektur bangunan, serta ornamen.
Dapat disimpulkan bahwa makna merupakan suatu obyek yang
disebabkan oleh interaksi antara subyek dan obyek yang ditinjau dari pola,
struktur dan bentuk dari obyek, dimana manusia adalah subyek dan manusia
berinteraksi dengan pola,struk dan obyek yang dilihat secara utuh dan mendalam
melalui panca indra sehingga diperoleh pengkayaan yang nantinya diketahui
maksud dari obyek, pola dan truktur tersebut. Pengerti suatu makna sangat terkait
dengan ruang dan waktu. Tanpa pemahaman ruang dan waktu maka makna akan
menjadi semakin sempit.
2.4. Interior
2.4.1. Pengertian Interior
Kata “Interior” berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti ruang bagian
dalam (Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia 111) pada kamus besar bahasa
Indonesia halaman 542 mendefinisikan sebagai bagian dalam dari gedung (ruang
dan sebagainya) tatanan perabot (hiasan dan sebagainya) didalam ruang dan
didalam gedung. Dikarenakan Interior adalah bahasa Inggris yang berarti ruang
maka menurut Franchis D,K Ching bahwa Ruang adalah substansi materi, seperti
batu dan kayu. Walapun demikian, ruang pada umumnya berbentuk dan terispresi.
Ruang universal tidak mempunyai definisi. Pada saat suatu unsur diletakan pada
suatu bidang, barulah hubungan visualnya terbentuk. Ketika unsur-unsur lain
mulai diletakan pada bidang tersebut, terjadilah hubungan majemuk antara ruang
dan unsur-unsur tersebut maupun antara unsur yang satu dengan unsur lainnya.
Ruang oleh karenanya terbentuk dari hubungan-hubungan tersebut dan kita yang
merasakannya(Ching 10).
Page 6
Universitas Kristen Petra
16
2.5.Rumah Adat
2.5.1. Rumah Adat Suku Tolaki.
Mengenai term rumah di kalangan suku Tolaki mengenal beberapa buah
penyebutan misalnya laika, raha dan poiha. Adapun jenis-jenis rumah bagi orang
Tolaki yaitu sebagai berikut :
1. Rumah Raja (Mokole/Sangia) dikenal dengan sebutan berbagai sebutan
misalnya Laika aha, raha mbuu, laika mbuu, laika mbinati-pati atau laika
pati-pati, atau laika mbinauti. Tetapi penggunaan nama ataupun istilah
tersebut diatas berbeda-beda dalam konteks ruang dan temporal penggunaanya
(Melamba 43).
2. Rumah para bangsawan atau anakia.
3. Rumah pemangku adat seperti To’ono motuo ,Pabitara (Melamba 44).
Jenis rumah berdasarkan fungsi maka masyarakat Tolaki mengenal beberapa jenis
antara lain :
a. “Laika Mbu’u” (rumah induk atau rumah pokok)
Laika mbu’u (di konawe), laika raha (di mekongga/kolaka), artinya rumah
pokok. Disebut demikian karena bentuknya lebih besar daripada rumah biasa.
Rumah semacam ini didirikan dipinggir kebun atau ladang menjelang akan
dimulainya panen dan biasanya ditempati oleh beberapa keluarga (Melamba 52).
b.” Laika kataba”(rumah papan)
Laika kataba adalah jenis rumah papan. Bahan-bahannya terdiri dari balok
dan papan. Rumah ini didirikan dengan memakai sandi atau kode tertentu. Jenis
rumah ini masih kita temukan di daerah kabupaten Konawe di kelurahan Lawulo,
kecamatan Anggaberi yang dibangun oleh Dr. H. Takahasi Rahmani, M.Ph
(Melamba 55).
c. “Komali” (Rumah tempat tinggal Raja)
Komali adalah jenis laika owose (rumah besar), khusus untuk tempat
tinggal Raja. Rumah semacam ini tinggi dan kuat. Bahan-bahannya tetrdiri dari
kayu, bambu dan atapnya terbuat dari rumbia. Pada bagian tertentu rumah ini
ditemukan ukiran (pinati-pati) (Melamba 55).
Page 7
Universitas Kristen Petra
17
d. “Laika wuta”(rumah tinggal)
Laika wuta adalah jenis rumah tempat tinggal yang lebih kecil dari laika
landa. Bentuk atapnya seperti rumah jengki (Melamba 56).
e. ” Raha Bokeo” (rumah Raja di daerah Mekongga Kolaka)
Raha bokeo (di kolaka), adalah jenis rumah tempat tinggal raja-raja
(bokeo) Mekongga di Kolaka, ukurannya besar jumlah tiangnya 70 buah, yang
terdiri rumah induk 25 tiang, ruang tambahan (tinumba) atau ancangan 20 tiang
(otusa), teras depan (galamba) 10 tiang dan dapur (ambolu) 15 tiang (otusa).
Dimana pembagiannya : 12 (dua belas) tiang peyangga yang bermakna 12 orang
pemimpin yang berpengaruh. 30 (tiga puluh) anak tangga yang bermakna 30
helai bulu dari sayap burung Kongga berwarna coklat tua. Rumah adat bagian
depan menghadap arah Timur dengan pintu masuk agak kesamping. Pada
samping kiri, kanan dan depan, pada bagian atapnya terdapat gambar burung
Kongga, Terdapat 4 (empat) ruang/bilik, tiap ruang/bilik diperuntukkan untuk :
(1) Ruang rapat dan pertemuan bagi Raja dan ketua adat. (2) Ruang
penyimpanan benda pusaka, pakaian adat dan benda-benda penting lainnya.
(3) Ruang kerja raja. Pada ruang ini terdapat kursi yang terbuat dari kayu.
(4) Ruang untuk pelayan atau pembantu Raja. Sedangkan Raha Bokeo untuk
ukuran sedang jumlah tiangnya 27 buah, yang terdiri dari rumah induk 9 tiang,
ruang tambahan (tinumba) 6 tiang, teras depan (galamba) 3 tiang dan dapur 9
tiang, yang membedakan bentuk dan struktur adalah ukuran tinggi (meitano),
tangga (lausa), jenis ukiran (pati-patino), makna fungsinya, tata letak, struktur
bangunan, ukiran pada bumbungan rumah, dan sebagainya. Rumah Raja periode
awal sebutan Raha Mbu’u/Laika Mbuu/Laika Mbinaiyasa (rumah yang indah).
Kerajaan tradisional Mokole More Wekoila disebut Laika Mbuu atau rumah
pokok. Sesudah masa dinasti Wekoila berkuasa bangunan raja disebut Laika
Mbinati-pati atau pati-pati (Melamba 56).
2.5.2. Rumah Istana Raja atau Rumah besar suku Tolaki
Secara Antropologis, bentuk rumah manusia dikelompokan kedalam tiga
jenis, yaitu : rumah yang setengah dibawah tanah (semi-subterranian dwelling),
Page 8
Universitas Kristen Petra
18
rumah diatas tanah (surface dwelling), rumah diatas tiang (pile dwelling). Dari
sudut penggunaanya, tempat berlindung di bagi dalam tiga golongan, yaitu : tadah
angina, tenda atau gubuk yang bisa dilepas dan rumah untuk menetap memiliki
beberapa fungsi sosial; keluarga inti, keluarga besar, rumah suci, pemujaan,
berkumpul umum serta pertahanan.
Secara Universal rumah tinggal dikalangan suku bangsa Tolaki disebut
Laika (Konawe) dan Raha (Mekongga). Bangunan ini berukuran luas, besar, dan
berbentuk segi empat terbuat dari kayu dengan diberi atap dan berdiri diatas tiang-
tiang besar yang tingginya sekitar 20 kaki dari atas tanah. Bangunan ini terletak
disebuah tempat yang terbuka di dalam hutan dengan dikelilingi oleh rumput
alang-alang. Pada saat itu bangunan tingginya sekitar 60-70 kaki. Dipergunakan
Sebagai tempat bagi raja untuk menyelenggarakan acara-acara yang bersifat
seremonial atau upacara adat (Melamba 50).
2.5.3 Rumah Adat Suku Wolio
Banua tada adalah sebuatan rumah adat suku wolio. Banua Tada
merupakan rumah tempat tinggal suku wolio atau orang Buton di pulau Buton,
Sulawesi Tenggara. Kata banua dalam bahasa setempat berarti rumah sedangkan
kata tada berarti siku. Jadi banua tada dapat diartikan sebagai rumah siku.
Berdasarkan status sosial penghuninya, struktur bangunan rumah ini dibedakan
Gambar 2.3. Rumah Kepala Distrik Lambandia di daerah Mekongga/Kolaka tahun 1911. Sumber:Melamba (2011, p. 50)
Page 9
Universitas Kristen Petra
19
menjadi 3 yaitu kamali, banua tada tare pata pale, dan banua tada tare talu
pale. Kamali atau yang lebih dikenal dengan nama malige berarti mahligai atau
istana, yaitu tempat tinggal raja atau sultan dan keluarganya. Banua tada tare pata
pale yang berarti rumah siku bertiang empat adalah rumah tempat tinggal para
pejabat atau pegawai istana. Sementara itu, banua tada tare talu pale yang
berarti rumah bertiang tiga adalah rumah tempat tinggal orang biasa.
Di Kesultanan Buton, setiap sultan yang menjabat akan membangun
istananya sendiri. Dikatakan Malige sebenarnya julukan salah seorang Sultan
Buton yang saat itu menjabat, dikarenakan rumah Sultan saat itu tidak ditinggali
permaisuri (permaisuri tinggal di istana lain), maka nama istananya mengikuti
julukan sang sultan yang artinya maligai. Namun, nama Malige lebih sering
digunakan untuk nama rumah adat ini karena diantara semua istana dan rumah,
Malige-lah yang paling besar. Bila diamati dengan lebih seksama, rumah adat ini
seakan-akan terdiri dari bagian kepala, badan, dan kaki yang sarat dengan falsafah
orang Buton. Masyarakat Buton memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada
kayu terbaiknya untuk diberi emas dan menandakan lubang rahasia tersebut
sebagai pusar yang merupakan titik central tubuh manusia. Emas tersebut sebagai
perlambang bahwa sebuah rumah memiliki hati dan bagi adat Buton, hati adalah
laksana intan pada manusia. Di atas atap, terdapat ukiran nanas dan naga yang
merupakan lambang kerajaan dan kesultanan Buton. Keunikan lainnya ialah
rumah ini tahan gempa.
Menurut sejarahwan Drs. H. Hasidin Sadif . M.si ketua DPRD tingkat 3,
bahwa pada umumnya rumah terbagi menjadi 3 jenis :
1. Rumah Penduduk Biasa (Budak) : memliki atap simetris dan tiap
penyangganya hanya 3. Menggunakan bambu atau papan kayu yang dilapisi
tikar anyam yang terbuat dari rotan. Setiap 1(satu) ruangan memliki 1(satu)
jendela kiri dan kanan.
2. Rumah pejabat atau keturun pejabat : memiliki atap bersusun dan mempunyai
4(empat) tiang penyangga. 1(satu) ruangan kadang-kadang memiliki 2(dua)
jendela kiri dan 2(dua) kanan
Page 10
Universitas Kristen Petra
20
3. Rumah Sultan : memiliki atap yang berususun 2(dua), Malige biasanya
bertingkat 3(tiga). Sama seperti rumah pejabat dan biasanya menyesuaikan
besaran ruangan.
Atap terbuat dari rumbia dan hipa-hipa. Cara menyusunya harus secara
islami yang melambangkan sholat yakni kanan yang menutup, seperti bersedekah.
Ruangan secara garis besar wajib terbagi menjadi 3 bagian yaitu depan tengah dan
belakang .
a. Ruangan depan digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu laki-laki.
b. Ruang tengah untuk perempuan saja yang menggunakan kecuali kepala
keluarga.
c. Dan belakang digunakan untuk memingit serta menjadi dapur.
Untuk rumah bertingkat lantai 1(satu) menjadi ruang utama , lantai 2(dua)
menjadi ruang peraduan atau untuk bertemu keluarga serta termasuk kamar anak-
anak. dan lantai 3(tiga) menjadi kamar tidur untuk sang putri dan juga untuk
kegiatan sehari-hari putri-putri raja seperti memenenun dan menganyam. Pintu
yang berada ditengah hanya boleh digunakan oleh Sultan. Serta diruangan kedua
atau ruang tengah memliki jendela yang sangat besar berupa jendela geser yang
hanya boleh dibuka ketika melakukan pingitan atau lamaran, dan jendela itu
hanya digunakan oleh calon suami yang dilihat dari tingkatan atau kedudukannya
dimasyarakat serta statusnya di dalam hubungan pelamaran. Rata-rata rumah
penduduk semua pintunya menghadap kerumah sultan1).
2.6.Kepercayaan
2.6.1. Kepercayaan Suku Tolaki.
Masa lalu suku Tolaki menganut kepercayaan berupa :
a. Sainga Mbuu (Dewa Pokok), Sangia Wonua (dewa negeri), Sangia Mokora
(Dewa Pemusnah Alam).
b. Kepercayaan Animisme, kepercayaan roh-roh mendiami semua benda.
c. Tradisi Pengayauan, mongae (mengayau atau penggal kepala).
1) Wawancara dengan Drs. H. Hasidin Sadif . M.si ketua DPRD tingkat 3
Page 11
Universitas Kristen Petra
21
Meskipun pada saat ini mereka sudah menganut agama Islam dan Kristen,
tetapi sisa-sisa kepercayaan itu masih hidup, bersifat sinkretisme yaitu konsep
kepercayaan agama samawi bercampur dengan kepercayaan lama (Melamba 39).
2.6.2. Kepercayaan Suku Woilo
Hampir semua orang Wolio beragama Islam. Namun, terdapat kepercayaan
terhadap roh-roh. Selain itu, di tingkat pusat juga dikenal suatu aliran yang
disebut Sufi. Melalui ajaran Sufi ini, mereka melakukan meditasi untuk mencari
visi dari Allah atau mencari hal-hal yang tersembunyi di luar akal mereka.
Reinkarnasi juga dipercaya oleh banyak dari mereka sebagai akibat dari ajaran
Hindu yang masih melekat. Roh-roh jahat yang dapat menimbulkan penyakit, roh-
roh penolong yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk adalah roh-roh yang
mereka percayai. Selain itu mereka juga percaya adanya roh para leluhur yang
dapat menolong atau dapat menimbulkan penyakit tergantung dari tingkah laku
atau kebiasaan mereka (Kadir 11).
2.7. Kepercayaan Terhadap Simbol Kebudayaan
2.7.1. Kepercayaan Terhadap Simbol Kebudayaan suku Tolaki, Kalo Sara.
Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan Tolaki terdapat satu
simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau
persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka disebut:
“KALO SARA” serta kebudayaan Tolaki ini yang lahir dari budi, tercermin
sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi ketentraman, kesejahteraan
kebersamaan dan kehalusan pergaulan dalam bermasyarakat. Didalam berinteraksi
sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur lainnya yang merupakan
filosofi kehidupan yang menjadi pegangan, adapun filosofi kebudayaan
masyarakat Tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain
sebagai berikut :
- Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap keputusan lembaga
adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan
secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa
maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat Tolaki, misalnya
Page 12
Universitas Kristen Petra
22
dalam masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat Tolaki akan
menghormati dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat
Tolaki merupakan masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
- Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya malu sejak dulu merupakan inti dari
pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat Tolaki yang setiap saat, dimanapun
berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa
dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah
jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas
dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap
pribadi masyarakat Tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan
terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk
menjadi yang terdepan.
- Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan
budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling
hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan
masyarakat Tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai berikut:
a. “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya : Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang
lain akan banyak sopan kepadanya.
b. “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie
Pinekasara”
Artinya : Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan
dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat
maka ia akan dikenakan sanksi/hukuman.
c. “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya : Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan
kebaikan.
d. Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka
tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat Tolaki dalam menghadapi
setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat, pesta
pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
Page 13
Universitas Kristen Petra
23
warga negara, selalu bersatu, bekerjasama dan saling tolong menolong.
- Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri
sebagai orang Tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu”
(budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat
sifat mandiri, kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang Tolaki .
Rumah Komali dengan titik pusat tiang Petumbu; Perwujudan “KALO”,
Simbol kesatuan Persatuan manusia & alam suku Tolaki (Kalo: lingkaran konsep
dasar) . Secara harafiah “Kalo” adalah suatu benda yang berbentuk lingkaran,
cara-cara mengikat yang melingkar, dan pertemuan-pertemuan atau kegiatan
bersama di mana para pelaku membentuk lingkaran. Kalo dapat dibuat dari rotan,
emas, besi, perak, benang, kain putih, akar, daun pandan, bambu dan dari kulit
kerbau. Pembuatan kalo pada dasarnya adalah dengan jalan mempertalikan atau
mempertemukan kedua ujung dari bahan-bahan tersebut pada suatu simpul. Kalo
meliputi osara (adat istiadat) yang berkaitan dengan adat pokok dalam
pemerintahan, hubungan kekeluargaan-kemasyarakatan, aktivitas agama
kepercayaan, pekerjaan-keahlian dan pertanian (Tarimana 20).
Dari berbagai jenis kalo, yang dikenal luas adalah yang terbuat dari rotan,
kain putih dan anyaman. Lingkaran rotan adalah simbol dunia atas, kain putih
adalah simbol dunia tengah dan wadah anyaman yang berebentuk persegi empat
adalah simbol dunia bawah. Kadang-kadang juga ada yang mengatakan bawah
lingkaran rotan itu adalah simbol matahari, bulan dan bintang-bintang; Kain putih
adalah langit dan wadah anyaman adalah simbol permukaan bumi. Mereka juga
mengekspresikan bahwa lingkaran rotan adalah simbol Sangia Mbu’u (Dewa
Tertinggi), Sangia I Losoanooleo (Dewa di Timur) dan Sangia I Tepuliano
Wanua (Dewa penguasa kehidupan di bumi), dan wadah anyaman adalah simbol
Sangia I Puri Wuta (Dewa di Dasar Bumi). Kalo juga adalah simbol manusia:
lingkaran rotan adalah simbol kepala manusia, kain putih adalah simbol badan
dan wadah anyaman adalah simbol tangan dan kaki (angota).
Demikianlah kalo pada pola pikir dan mentalitas Tolaki menyangkut
seluruh aspek kehidupan mereka. Kalo juga merupakan ekspresi konsepsi orang
Tolaki mengenai unsur-unsur manusia, alam, masyarakat dan hubungan selaras
antar manusia dan antara manusia dengan unsur-unsur tersebut, termasuk dalam
Page 14
Universitas Kristen Petra
24
komunitas dan pola permukiman, organisasi kerajaan dan adat dan norma agama
yang mengatur tata kehidupan mereka. Akhirnya dapat dikatakan bahwa kalo
melambangkan keselarasan dalam kesatuan-persatuan antara segala hal yang
bertentangan dan tampak bertentangan dalam alam tempat berhuni manusia
Tolaki. Melihat apa yang dapat disumbangkan konsep kalo tersebut bagi
pengembangan filsosofi arsitektur permukiman rakyat, sudah sepantasnya untuk
diketahui lanjut dari manakah asal-usul kalo
Kalo sebagai lambang kesatuan/persatuan suku Tolaki adalah lambang
kebersamaan diiringi oleh ketulusan tanpa egoisme, untuk hidup dalam suatu
situasi yang dinamis, di mana setiap orang dalam berbagai perbedaan suku, ras
dan agama hidup dalam satu lingkaran yang terjalin dan tersimpul dengan kuat.
Tentunya hal ini harus dipahami sebagai bentuk kebersamaan yang tidak mudah
lepas hanya karena adanya perbedaan pemikiran yang mengakibatkan timbulnya
kesalah pahaman atau bahkan yang lebih parah dari itu, yakni timbulnya
pertikaian.
Lambang-lambang yang dipercaya selain kalo sara adalah sebagai berikut:
1. Kerbau memiliki makna kesejahteraan dan kemakmuran. Serta
melambangkan keberanian dan kekuatan.
2. Segitiga menyimbolkan bahwa masyarakat Tolaki menjunjung tinggi
kekerabatan. Simbol keagungan dan kesempurnaan
3. Lingkaran yang bermakna kesucian dunia atas yang diaplikasikan pada loteng
tempat tinggal anak gadis.
Fungsi ruang di sakralkan, di manifestasikan dengan atap yang melengkung dan
bentuk segitiga (Tarimana 28).
2.7.2. Kepercayaan Terhadap Simbol Kebudayaan suku Wolio.
Nanas menjadi simbol yang sering digunakan masyarakat dikarenakan
nanas dapat tumbuh dimana saja dan itupun serupa mencerminkan masyarakat
Buton yang dapat hidup dimana saja. Dikarenakan nanas adalah tanaman buah
yang dapat hidup di segala tempat baik di tanah subur maupun tandus dengan
aroma yang sangat harum dan mempunyai rasa yang cukup manis, serta
mempunyai daun yang berduri – duri, yakni nanas memiliki kulit yang kasar dan
Page 15
Universitas Kristen Petra
25
memiliki isi yang manis seperti sifat dan karakter orang Buton walapun terlihat
kasar tetapi memiliki hati dan sifat yang manis (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan 131). Tanaman ini pada masa lalu banyak tumbuh di sekitar perkampungan
Wolio (Kelurahan Melai Kota Bau – Bau) yang saat itu sebagai Ibukota
Kesultanan Buton. Disamping sebagai tumbuhan peliharaan tetapi juga sebagai
tanaman benteng pertahanan. Karena itu tumbuhan nanas mempunyai bagian –
bagian yang mengandung makna, yaitu :
1. Pada bagian atas mempunyai daun mahkota menggambarkan payung dan
dianggap sebagai pimpinan yang senantiasa mengayomi rakyatnya, dan juga
melambangkan kerajaan / pemerintahan bahwa putra sultan tidak boleh
langsung diangkat menjadi raja tetapi dari pilihan dan orang yang layak saja
dan sudah disepakati secara sara dapat menjadi raja.
2. Pada bagian buah terdapat sisik yang sangat banyak sebagai rakyat umum
dengan mendiami 72 Kadie (wilayah);
3. Daun yang berduri adalah gambaran jiwa untuk mempertahankan diri dari
segala gangguan keamanan dan ketertiban dari manapun datangnya.
4. Buah yang manis adalah mencerminkan kebaikan dengan menempatkan
prinsip kerendahan hati, sopan santun tutur kata dan tidak menyakiti orang
lain;
5. Pada bagian pangkal bawah buah nanas terdapat daun yang melebar adalah
landasan berpijak seluruh masyarakat yaitu sara patanguna (empat prinsip
hidup):
a. Pomae maeka : Saling takut sesama manusia;
b. Popia piara : Saling memelihara sesama manusia;
c. Pomaa maasiaka : Saling menyayangi sesama manusia;
d. Poangka angkataka : Saling menghargai sesama manusia;
Oleh karena itu simbol ini adalah makna hubungan antar sesama manusia
dengan mengedepankan prinsip keadilan, persatuan dan kesatuan, juga hubungan
antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya. (Lakebo dkk.,112-114).
Page 16
Universitas Kristen Petra
26
2.8. Bagian – bagian rumah Tradisional Tolaki
Secara vertikal maupun horizontal tiang dianalogikan sebagi tubuh manusia.
Tampak dari atas bagian depan dianalogikan sebagai tangan kanan dan kiri dan
tengahnya dagu. Bagian tengah dianalogikan dua lutut dan tengahnya tali pusar,
Pada bagian belakang dianalogikan dua kaki kiri dan kanan dan ditengahnya alat
vital (penis).
Tampak dari depan atau disebut fasad bagian bawah atau rangka dan lantai
dianalogikan dengan dada dan perut manusia. Bagian loteng atau bagian atas
dianalogikan punggung manusia sedangkan penyangga dianalogikan sebagai
tulang punggung manusia. Sedangkan atap adalah rambut atau bulu. Bagian atap
dianalogkan muka dan panggul manusia (Melamba 88).
2.8.1. Tiang O’Tusa
Bangunan tradisional Tolaki adalah bangunan bertiang, yaitu tiang rumah
yang bentuknya bulat dan untuk rumah papan (kataba) tiangnya berbentuk balok
(segi empat). Tiang utama tusa I’tonga atau tusa petumbu letaknya tepat
ditengah-tengah rumah yang merupakan tiang utama atau tiang raja. Tusa huno
adalah tiang yang terdapat pada keempat sudut rumah induk (botono), merupakan
tiang pokok rumah tersebut. Tiang ini tidak boleh bersambung, harus utuh sampai
ketutup tiang, tiangnya terletak diantara tiang yang satu dengan yang lainya
disebut totoro (tiang pendukung) tiang penopang yang disebut o’suda (Posudo).
Jumlah tiang di daerah Mekongga dengan di Konawe disesuikan dengan bentuk
rumah (Melmaba 64).
a. Parumbaru, tiang berjumlah 9 buah
b. Raha Mbuu, tiang berjumlah 25 buah
c. Raha Bokeo, (rumah raja Mekongga tiang berjumlah 27 dan 70 buah.
Page 17
Universitas Kristen Petra
27
Tabel 2.1 Perbedaan Jumlah Tiang Pada Raha Bokeo Berukuran Besar dan
Sedang
Rumah Berukuran besar
Rumah Berukuran sedang
Rumah induk (butono) 25 tiang Rumah induk (butono) 9 tiang
Ruang tambahan (tinumba) 20 tiang Rumah tambahan (tinumba) 6 tiang
Teras depan (galamba) 10 tiang Teras depan (galamba) 3 tiang
Dapur (amboulu) 15 tiang Dapur (amboulu) 9 tiang
Total : 70 buah tiang Total 27 buah tiang
Sumber : Melamba (2011, p 63-65)
Untuk rumah mokole atau laika sorume berjumlah ratusan. Tiang
tambahan disebut totoro atau tusa-tusa , hanya sampai ke rasuk atau gelagar.
Agar tidak miring, dipasang tiang pembantu ke dinding lainnya disebut osudo
atau posudo atau sukebra. Bahan untuk otusa kayu bayam (upi), kayu besi
(nona), biti dan sebagainya. Tiang totoro dan osudo atau posudo menggunakan
kayu biasa. Tiang-tiang lainnya menggunakan kayu keras agar bertahan lama. Jika
susah menemukan kayu maka pohon kelapa (kaluku) dapat dipergunakan sebagai
tiang , seperti halnya kataba. Tiang tersebut pada bagian yang akan ditancapkan
dibakar agar tidak dimakan rayap dan anai-anai. Ukuran tiang tidak ditentukan.
Jumlah ukuran tergantung besar kecilnya rumah. Pemilik rumah yang mampu,
tiangnya dibuat persegi empat, jika kurang mampu semuanya berbentuk bulat.
Laika Mbuu (rumah induk) 90 buah, angka 9 adalah angka ganjil disamakan
struktur kerajaan Konawe yaitu Tolu Eto Lausa, sio sowu ananiawo artinya 300
anak tangga atau 300 kepala keluarga, 900 rakyat jelata. Laika sorume berjumlah
ratusan dan biasanya jumlah tiang ganjil ( konanggoa ).
Rumah pada orang Tolaki memiliki kolong rumah yang tingginya diukur
dengan kepala tidak menyentuh lantai rumah jika manusia maupun hewan
pelirahaan berada di kolong rumah (ini berlaku bagi rumah-rumah rakyat).
Setiap tiang terdapat posudo (penopang pendukung), dan totoro hal ini
dianalogikan bahwa baik dalam pemerintahan pemimpin harus didukung oleh
Page 18
Universitas Kristen Petra
28
rakyatnya, dan makna lain yang terkandung adalah halnya dalam rumah tangga
bahwa kepemimpinan rumah tangga harus didukung antara ayah, ibu dan anak
(Melamba 63).
2.8.2 Lantai Ohoro
Sebelum Ohoro (lantai) dipasang ada beberapa susunan dibawah lantai
yaitu; Powuatako , kayu yang dipasang pada bagian bawah sebagai tempat
pemasangan Ohoroi (lantai). Terdiri dari kayu bulat ataupun balok. Kemudian
Porumbuhi diletakan membujur, selanjutnya sumaki ataua polandangi (agak
jarang dipasang), setelah itu baru dipasang Ohoro (lantai) yang terbuat dari bambu
(kowuna), batang pinang (kuwe inea), Opisi (Semacam pohon pinang), papan
(odopi),kayu-kayu kecil, tangkai daun sagu (tangge ndawaro) (Melamba 65).
2.8.3. Dinding Orini
Dinding Rumah umumnya terbuat dari bambu yang dianyam (salabi) atau
disusun, kayu-kayu kecil, tangkai sagu (tangge ndawaro), kulit kayu dan papan.
Dinding disini dianalogikan sebagai kulit karena merupakan bagian terluar dari
sebuah rumah yakni rumah dianggap sebagai analog dari Tubuh manusia. Bentuk
pemasangan dinding (orini) pada rumah adat Tolaki (laika mbuu, laika sara) jika
bumbungnya miring maka dinding dipasang miring sekitar 15 derajat. Dinding
dalam bentuk salabi sinolana, ada beberapa macam model sinolana yaitu Solana
dua lembar dan Solana tiga lembar dari sini munculah Solana pinemata-mata
(bentuk mata), pinepuhe (bentuk pusat), dan pinehiku (bentuk siku). Pada Salabi
Sinola biasa digunakan untuk menutup lubang sisip (powire) (Melamba 66).
2.8.4. Pintu Otambo
Pintu juga disebut Otambo yakni pintu yang pada umunya berbentuk
persegi panjang. (Melamba 67) Pintu depan rumah adalah analogi dari mulut dan
pintu belakang adalah analog dari dubur. Pada pintu depan di tempatkan sedikit
kesamping agar orang luar tidak dapat langsung masuk ke rumah. Menurut
kepercayaan pada suku Tolaki agar mencegah masuknya hawa jahat yang
berkaitan dengan ilmu hitam.
Page 19
Universitas Kristen Petra
29
2.8.5. Tangga Lausa
Tangga terdiri dari kayu bulat yang ditarik beberapa tingkatan (biasanya
5(lima) sampai dengan 7(tujuh) tingkatan) menurut tinggi rendahnya rumah. Ada
juga tangga yang diikat pada dua batang kayu, jumlah anak tangga sama dengan
jenis tangga yang pertama. Pada umumnya tangga menghadap ke jalan umum.
Tiang tangga berbentuk bulat atau pipih. Menurut tradisi anak tangga jumlahnya
ganjil, bilangan genap kurang baik. Angka ganjil disebut konanggoa yang berarti
sangat baik mendapatkan rejeki tiada henti dan tidak akan nada keganjilan
didalam rumah. Kiri dan kanan tangga ada kalanya diberi tangan tangga dan
dipasang tali pengikat yang pada umumnya berbahan rotan. Jarak antara anak
tangga menurut kebiasaan sekitar satu hasta atau aso siku.
Pada tangga bulat anak tangganya diikat ke induk tiang. Susunan anak
tangga mengandung makna tertentu. Anak tangga yang disusun dengan pangkal
kayu terletak disebelah kanan ikatan tangga. Talinya tidak boleh terputus mulai
dari anak tangga terbawah. Kepala tangga ( ulu lausa ) yang bersandar ke jenang
pintu , melambangkan kepala rumah tangga senantiasa menjaga martabat dan
keselamatan keluarganya. Tangga pipih terbuat dari papan tebal biasanya
digunakan untuk tangga bagi rumah Kataba , anak tangga menembus tiang tangga
melobangi tiang kanan dan kiri tanga. Tangga takikan terbuat dari kayu bulat dan
tangga tersebut memiliki porumboru (tempat berpegangan) yang terbuat dari
sebatang bambu (kowuna) atau kayu bulat (kasu buboto).
Jumlah anak tangga menunjukan kedudukan pemiliknya. Anakia
mempunyai 7(tujuh) anak tangga. Abdi atau Ata memiliki 5(lima) anak tangga.
Sedangkan budak yang dibebaskan memiliki 4(empat) anak tangga. Tangga Raha
Bokeo (rumah raja) jumlahnya 7(tujuh) tingkatan hal ini menggambarkan jumlah
pemerintahan daerah. Sedangkan pada Laika Mbu’u ( rumah induk ) / Laika aha
(rumah besar) di Mekongga jumlahnya harus ganjil.
Angka Ganjil dianggap baik karena memiliki unsur-unsur tidak dapat
saling berpasangan untuk berposisi satu sama lain, tetapi satu unsur dapat
mempengaruhi dua unsur lainnya yang mungkin bersaingan. Angka Genap
dianggap kurang baik karena unsur-unsurnya dapat saling membagi diri menjadi
dua pasang atau menjadi satu lawan satu dapat menimbulkan perpecahan.
Page 20
Universitas Kristen Petra
30
Pada tangga, terdapat leher tangga woroko lausa menempel pada
pouatako, yang dianggap seperti kepala rumah tangga yang bersandar ke jenang
pintu, yang sama artinya dengan melambangkan kepala rumah tangga menjaga
martabat dan keselamatan keluarga (Melamba 67-70).
2.8.6. Kasua Olaho
Olaho adalah perlengkapan rumah bagian atas yang bahanya terbuat dari
bambu dipasang pada bagian atas rumah, tempat atap dipasang atau melekat.
Jumlah kasua Olaho harus ganjil ada juga sesuai dengan jumlah tulang belakang
manusia dan rumah sebagai badan manusia (Melamba 70).
2.8.7. Jendela Lomba-Lomba
Dimanfaatkan sebagai penyinaran dan tempat mengintai musuh. Pada
Laika Mbu’u berjumlah 6-7 lubang jendela. Rumah orang Tolaki berjumlah
4(empat) lubang yang dianalogikan dua unsur o’biri telinga dan dua unsur totopa
ketiak. Menurut kepercayaan Tolaki dalam meletakan jendela (lomba-lomba)
ditempatkan searah terbitnya matahari dan terbenamnya. Kepercayaan aliran hulu
dan hilir sungai ibarat rejeki (Melamba 72)
2.8.8. Loteng Lembe-lembe, owaha, dan para-para
a) Lembe-lembe adalah loteng bagian atas dibawah nambea, sebagai tempat para
gadis memingit (meuanggi), juga berfungsi sebagai tempat menyimpan
barang-barang pusaka berharga.
b) O’waha adalah loteng yang terletak diatas dapur.
c) Para-para adalah loteng yang terletak dibagian dekat dapur sebagai tempat
penyusunan peralatan dapur. (Melamba 73).
Page 21
Universitas Kristen Petra
31
2.8.9 Fungsi bagian ruangan
Rumah masyarakat Tolaki pada umumnya memiliki konsep pembagian
ruang. Bagian depan rumah sangat luas untuk aktivitas menerima tamu. Dapur
biasanya diletakan dibagian belakang rumah atau disebelah rumah.
Keterangan:
I. Ruangan tempat menerima tamu (bagian muka).
II. Ruangan tempat menerima tamu (bagian dalam).
III. Kamar tidur.
IV. Ruang pertemuan adat.
V. Kamar tidur.
VI. Dapur ruang makan.
Rumah orang Tolaki pada umunya berukuran 5x7 meter atau 7x9 meter
sebagai induk rumah ( botono Laika). Pada tahap berikutnya disambung dengan
bangunan tambahan pada sisi rumah induk sehingga menjadi lebih besar.
(Melamba 76).
2.8.10 Pandangan Bangunan Rumah Bagi Orang Tolaki
Dilihat secara vertikal rumah pada orang Tolaki terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a) Bagian bawah/kolong bermakna sebagai aplikasi dari dunia bawah (puriwuta),
yang dimaksud untuk menghindari banjir, tempat binatang ternak, tempat
bersantai, tempat menyimpanan alat pertanian, agar rumah menjadi dingin dan
terhindar dari binatang buas.
Gambar 2.4 Denah Rumah Adat menurut H. Abdul Hamid (Sumber : Melamba (2011, p. 76)
Page 22
Universitas Kristen Petra
32
b) Bagian atas merupakan tempat ruang yang berfungsi sebgai tempat
beraktivitas
c) Bagian tengah mewaikili dunia tengah sebagai pandangan falsafah
perwujudan alam semesta.
Dilihat secara horizontal bagian depan rumah berbentuk simetris,
berkaitan dengan bentuk formil. Sedangkan asimetris terkait dengan dinamis.
Makna tersebut terkait dengan sifat orang Tolaki yang dinamis dan formil.
Pandangan orang Tolaki mengenai limasan atau perisai melengkung dibagian
tengah pada atap bukanlah bidang patahan dimana merupakan cermin aktivitas
dibawah atap yang merupakan perwujudan dari lingkaran Kalo yang memiliki
hirarki tertinggi diantara semua bentuk diwujudkan dalam konfigurasi kalo.
Bentuk lengkungan simbol dari tanduk kerbau juga adopsi dari bentuk atap
klenteng. Bentuk lengkung merupakan simbol dari tanduk kerbau. Rumah
dianalogikan terdiri dari dunia bawah (kolong rumah), dunia tengah (ruang
tengah rumah) dan dunia atas (loteng) (Melamba 82-86).
2.9. Bagian – bagian rumah Tradisional Suku Wolio
Rumah tradisional suku Wolio seperti istana Malige. Pembagian tata
ruangan tersebut mengandung unsur pemaknaan sebagai berikut:
• Disebut Sasambiri disimbolkan sebagai penggambaran pribadi Sultan yang
selalu terbuka kepada rakyatnya. Hal ini terlihat pada penempatan pintu
utama dan pintu belakang yang fungsi umumnya untuk keluar-masuknya
orang kedalam istana.
• Disebut bamba dan tanga disimbolkan sebagai rongga perut, berfungsi
sebagai tempat berkumpulnya tamu dan menampung segala persoalan yang
ditujukan kepada Sultan maupun keluarganya. Bamba biasanya digunakan
untuk tamu yang bukan kerabat dekat Sultan sedangkan tanga digunakan
untuk kerabat dekat Sultan.
• Disebut suo disimbolkan sebagai rongga dada dan kepala. Hal ini
dihubungkan dengan penempatan kamar utama yang berfungsi sebagai
tempat peraduan Sultan. Suo berhubungan dengan tradisi masyarakat
setempat yang disebut po’suo. Tradisi ini berbentuk acara ritual yang
Page 23
Universitas Kristen Petra
33
ditujukan kepada gadis untuk dipingit karena dianggap sudah dewasa (aqil
baligh), pantas berkeluarga2).
Penghuni istana disimbolkan sebagai nyawa atau roh pada manusia.
Hubungan antara tubuh atau jasad dengan roh manusia mengandung pemahaman
saling menjaga dan saling merawat dan memelihara. Pembagian ruangan yang
telah disebutkan dibatasi oleh tetengkala (papan pisah). Tetengkala berfungsi
sebagai pembatas dan tanda kejelasan fungsi ruangan dalam istana Malige. Fungsi
pemisahan dimaksud dimisalkan tentang tamu laki-laki ditempatkan diruangan
bamba sedangkan tamu wanita diruangan tanga3).
Satu hal yang menarik pada rumah pejabat kerajaan/kesultanan dengan
masyarakat biasa adalah peninggian lantai rumah yang berbeda-beda, peninggian
lantai setiap ruangan ini merupakan pola awal konstruksi yang sudah menjadi
aturan pokok jika ingin membangun sebuah rumah di Buton. Ruangan semakin ke
belakang semakin tinggi sama dengan badan perahu antara haluan dan buritan
atau posisi sujud dalam shalatnya seorang Islam. Sedangkan pembagiannya
tergantung luas dan besar bangunan. Untuk fungsi dapur dan kamar mandi harus
terpisah dengan induk bangunan, dan susunan lantainya lebih rendah dari lantai
bangunan utama. Pada Kamali/Istana Malige bangunan untuk dapur dan kamar
mandi dibangun terpisah dan hanya dihubungkan oleh satu tangga. Dapur dan
kamar mandi secara simbolis adalah dunia luar yang keberadaannya jika
dianalogikan pada tubuh manusia adalah pembuangan. Tampak bangunan terbagi
3 (tiga) sebagai ciri 3 (tiga) alam kosmologi yakni, alam atas (atap), alam tengah
atau badan rumah dan alam bawah atau kaki/kolong. Masing-masing bagian
tersebut dapat diselesaikan sendiri-sendiri tetapi satu sama lain dapat membentuk
suatu struktur yang kompak dan kuat dimana keseluruhan elemennya saling
berkaitan dan berdiri di atas tiang-tiang yang menumpu pada pondasi batu alam,
dalam bahasa Buton disebut sandi. Sandi tersebut tidak ditanam, hanya diletakkan
begitu saja tanpa perekat. Sandi berfungsi meletakkan tiang bangunan, antara
sandi dan tiang bangunan diantarai oleh satu atau dua papan alas yang ukurannya
disesuaikan dengan diameter tiang dan sandi. Fungsinya untuk mengatur
2) Wawancara dengan Drs. H. Hasidin Sadif . M.si ketua DPRD tingkat 3 3) Dalam Ishak Kadir wawancara dengan Alm. La Ode Saidi
Page 24
Universitas Kristen Petra
34
keseimbangan bangunan secara keseluruhan. Penggunaan batu alam tersebut
bermakna simbol prasejarah dan pemisahan alam (alam dunia dan alam akhirat)
konsep dualisme, walaupun sebenarnya jika ditinjau dari fungsinya lebih bersifat
profan. Konstruksi lainnya adalah balok penghubung yang harus diketam halus
adalah penggambaran budi pekerti orang beriman, sebagai analogi bagi penghuni
istana (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 135).
2.9.1. Makna Konstruksi pada Kamali/Istana Malige
Kamali/Istana Malige dalam penataan struktur bangunannya, didasari oleh
konsep kosmologis sebagai wujud keseimbangan alam dan manusia. Di sisi lain
keberadaannya merupakan media penyampaian untuk memahami kehidupan
masyarakat pada zamannya (kesultanan) dan sebagai alat komunikasi dalam
memahami bentuk struktur masyarakat, status sosial, ideologi dan gambaran
struktur pemerintahan yang dapat dipelajari melalui pemaknaan lambang-
lambang, simbol maupun ragam hiasnya secara detail.
1. Atap
Atap yang disusun sebagai analogi susunan atau letaknya posisi kedua
tangan dalam shalat, tangan kanan berada di atas tangan kiri. Pada sisi kanan kiri
atap terdapat kotak memanjang berfungsi bilik atau gudang. Bentuk kotak tersebut
menunjukkan adanya tanggung jawab Sultan terhadap rakyat. Menurut hasil
wawancara bahwa plafon yang diberi hiasan berarti sedang diadakannya acara.
2. Balok (Kasolaki)
Balok penghubung yang harus diketam halus adalah penggambaran budi
pekertinya orang beriman, sebagai analogi bagi penghuni istana.
3. Tiang (Tutumbu)
Tiang Istana dibagi menjadi 3 (tiga) yang pertama disebut Kabelai (tiang
tengah), disimbolkan sebagai ke-Esa-an Tuhan yang pencerminannya diwujudkan
dalam pribadi Sultan. Kabelai ditandai dengan adanya kain putih pada ujung
bagian atas tiang. Penempatan kain putih harus melalui upacara adat (ritual)
karena berfungsi sakral. Kedua adalah tiang utama sebagai tempat meletakkan
tada (penyangga). Bentuk tada melambangkan stratifikasi sosial atau kedudukan
pemilik rumah dalam Kerajaan/Kesultanan. Tiang lainnya (ketiga) adalah tiang
Page 25
Universitas Kristen Petra
35
pembantu, bermakna pelindung, gotong royong dan keterbukaan kepada
rakyatnya. Ketiga tiang ini di analogikan pula sebagai simbol kamboru-mboru
talu palena, atau maksudnya ditujukan kepada tiga keturunan (Kaomu/kaum)
pewaris jabatan penting yakni Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha. Pada
masa kesultanan Buton bentuk tiang rumah golongan Walaka menggunakan
bentuk tiang bundar. Sedangkan tiang segiempat hanya digunakan pada rumah
golongan Kaomu dan pejabat sultan. Selain berfungsi sebagai struktur penopang
rumah juga memiliki makna simbolis bagi penghuninya. Tiang segiempat pada
Kamali / Malige merupakan simbol dari pemerintahan sultan yang mengurus
banyak hal. Berbeda dengan masyarakat biasa, tiang yang digunakan adalah tiang
bundar sebagai simbol masyarakat biasa tidak memikirkan dan mengurus banyak
susu dalam kehidupan. Bentuk Tada Kampero hanya boleh digunakan pada
rumah golongan Kaomu dan pejabat sultan. Tada yang digunakan pada tiang
tengah rumah tingal golongan Walaka hanya terdapat pada satu tiang saja.
4. Tangga dan Pintu (Oda, bamba)
Tangga dan pintu mempunyai makna saling melengkapi. Tangga depan
berkaitan dengan posisi pintu depan, sebagai arah hadap bangunan yang
berorientasi timur-barat bermakna posisi manusia yang sedang shalat. Pemaknaan
ini berkaitan dengan perwujudan Sultan sebagai pencerminan Tuhan yang harus
dihormati, dan secara simbolis mengingatkan pada perjalanan manusia dari lahir,
berkembang dan meninggal dunia. Berbeda dengan tangga dan pintu bagian
belakang yang menghadap utara disimbolkan sebagai penghargaan kepada arwah
leluhur (nenek moyang/asal-usul). Pada dasarnya, daun pintu menggunakan
konstruksi geser. Dibagian Pintu terdapat tetengkala yaitu pada bagian bawah
pintu dinaikan setinggi 30-40 cm dimaksudkan sebagai batas ruang bagi orang
lain. Tangga pada bagian depan difungsikan untuk tamu dan tangga pada bagian
belakang difungsikan oleh anggota keluarga. Apa bila rumah memiliki tempat
teras untuk bermusywarah (kaompu) dengan posisi peletakan menyamping atau
tegak lurus. Jika tidak ada teras, maka tangga bersandar langsung pada badan
rumah dengan posisi perletakan tangga tegak lurus dengan badan rumah. Jumlah
anak tangga selalu dibuat ganjil.
Page 26
Universitas Kristen Petra
36
5. Lantai (Lante)
Struktur permukaan pada lantai rumah suku Wolio memiliki perbedaan
level ketinggian antara ruang satu dengan ruang lainnya. Ketidakrataan
permukaan dari lantai-lantai itu mencerminkan sifat khas manusia yang memiliki
nafas yang naik-turun. Sehingga antara ruang satu dengan yang lainnya dihentikan
dengan irama naik turunya nafas manusia. Lantai yang terbuat dari kayu jati
melambangkan status sosial bahwa sultan adalah bangsawan dan melambangkan
pribadi sultan yang selalu tenang dalam menghadapi persoalan. Sedangkan pada
umumnya material lantai yang digunakan antara lain adalah bambu yang dibelah-
belah atau menggunakan papan kayu. Menurut hasil wawancara pada bagian
depan kamar raja memiliki rongga-rongga lantai yang berfungsi sebagai
permandian mayat. Hal ini bermakna sebagai kepemimpinan raja harus mengingat
kematian sehingga tidak melanggar dari tujuan sebagai raja yaitu memimpin
rakyat. Perbedaan rongga pada lantai pun memiliki arti yang berbeda, pada tiap
ruangan di artikan sebagai keset kaki untuk menyucikan diri.
6. Dinding (rindi)
Dinding sebagai penutup atau batas visual maupun akuistik melambangkan
kerahasiaan, ibarat alam kehidupan dan kematian. Dinding dipasang rapat upaya
untuk mengokohkan dan prinsip Islam pada diri Sultan sebagai khalifah. Dinding
rumah untuk kaum bangsawan(kaomu) mempunyai ciri khas yaitu terdapat garis
tora (balok tempat bertumpunya balok kuda-kuda) langsung dari atas kebawah.
Sedangkan dinding masyarakat biasa terdapat garis tora yang terputus.
7. Jendela (balo-balo bamba)
Jendela (balo-balo bamba) berfungsi sebagai tempat keluar masuknya
udara dan cahaya dalam rumah. Pada bagian atasnya terdapat bentuk hiasan balok
melintang memberi kesan adanya pengaruh Islam yang mendalam. Begitu pula
pada bagian jendela lain yang menyerupai kubah. Dan lain-lain. Serta daun
pintunya menggunakan konstruksi geser (Lakebo dkk,. 1981).
Page 27
Universitas Kristen Petra
37
2.10. Bagian-bagian Desain Interior
1. Tiang
Sebuah tiang menandakan adanya sebuah titik dalam ruang, menjadikan
titik tersebut terlihat nyata dan menjadi ukuran untuk pembagi arah horisontalnya.
Dua buah tiang membentuk sebuah membran ruang yang dapat kita lalui. Dengan
menyangga sebuah balok, tiang-tiang tersebut menjadi garis tepi sebuah bidang
datar transparan (Ching 150).
2. Langit-langit
Langit-langit yang rendah mempunyai konotasi mirip gua dan bersifat
intim. Langit-langit adalah elemen yang menjadi naungan dalam desain interior,
dan menyediakan perlindungan fisik maupun psikologis untuk semua yang ada
dibawahnya. Batang-batang lurus dapat menciptakan pola-pola garis sejajar, garis,
atau radial. Pola langit-langit apapun juga akan cenderung menarik perhatian dan
tampak lebih rendah dari sebenarnya sebagai akibat bobot visualnya. Oleh karena
mengarahkan mata, pola linier juga dapat menegaskan dimensi ruang yang sejajar
dengan pola-pola tersebut. Slab adalah bidang struktur horizontal yang terbuat
dari beton berulang. Slab mampu menerima beban terpusat maupun beban merata
dengan baik karena gaya-gaya yang bekerja dapat menyebar ke seluruh arah
bidang slab dan merambat bebas terhadap penyangga slab (Ching 192).
Gambar 2.5 Bentuk Kolom membentuk ritme dan bidang datar transparant
Sumber : Ching (1996, p. 150)
Page 28
Universitas Kristen Petra
38
3 .Lantai
Lantai adalah bidang ruang interior yang datar dan mempunyai dasar yang
rata. Lantai pada umumnya terdiri dari deratan balok anak yang membentang di
antara balok induk atau dinding pemikul. Rangka horizontal ini kemudian dilapisi
dengan lantai dari suatu material struktur seperti kayu lapis atau plat baja yang
dapat dibentangkan diantara balok-balok anak. Lantai dasar dan balok-balok anak
tersebut cukup kuat sehingga dapat bekerja sama sebagai satu unit struktur yang
mampu menahan tekanan dan menyalurkan beban. (Ching 163) warna yang
hangat memberi kesan aman. Warna dingin dan terang memberikan kesan yang
luas dan menonjolkan lantai yang halus fan mengkilat. Lantai kayu dikagumi
karena berkesan hangat, tampak alami dan menyatu dengan daya tarik
kenyamanan, kelenturan dan durabilitasnya. Lantai kayu juga mudah perawatnya
dan jika rusak dapat diperbaiki kembali atau diganti (Ching 168).
4. Dinding
Dinding adalah elemen arsitektur yang penting untuk setiap bangunan.
Secara tradisional, dinding telah berfungsi sebagai struktur pemikul lantai diatas
permeukaan tanah, langit-langit dan atap. Menjadi muka bangunan. Memberi
proteksi dan privasi pada ruang interior yang dibentuknya. Lubang bukaan pada
Gambar 2.6 Struktur lantai sebagai Langit-langit Sumber : Ching (1996, p. 192)
Page 29
Universitas Kristen Petra
39
atau antara bidang-bidang dinding memungkinkan kontinuitas dan gerak sirkulasi
fisik kita diantara ruang-ruang tersebut, sekaligus sebagai jalan masuk cahaya,
panas dan suara. Semakin besar ukurannya, lubang bukaan juga mulai mengikis
kesan terkurung yang ditimbulkan oleh dinding-dinding, dan secara visual
memperluas ruang karena menarik masuk ruang-ruang didekatnya (Ching 176).
5. Bukaan pada dinding
Bukaan jendela dan pintu pada dinding cenderung melemahkan integritas
strukturnya. Setiap bukaan harus dibentangkan oleh balok pendek yang terdapat
pada bagian atas dari bukaan tersebut yang disebut ‘ambang’ untuk menampung
beban dinding diatasnya. Pintu merupakan akses fisik dari suatu ruang ke ruang
yang lain. Jika pintu ditutup, maka akan tertutup juga hubungan dengan ruang
yang berdekatan. Jika dibuka, menjadi pengubung visual, spasial dan akustik antar
ruang-ruang tersebut. Bukaan pintu yang besar mengurangi intergritas tertutupnya
ruang dan memperkuat hubungannya dengan ruang-ruang disebelahnya atau
ruang-ruang luar. Jendela yang dibingkai pada dinding menarik perhatian kita
karena cahaya terang dan pandang keluar, tetapi tetap mempertahankan kesan
terkurung akibat adanya bidang-bidang dinding.
Daun jendela penutup memiliki panel-panel yang kokoh, biasanya terbuat
dari kayu, diberi engsel untuk membuka dan menutup seperti pintu dengan ukuran
kecil. Panel-panel biasanya mempunyai kisi-kisi yang dapat diatur sehingga
penyaringan cahaya dan pandangan keluar dapat dikendalikan. Daun jendela
penutup memberikan penampilan yang bersih,teliti dan rapi. Jika ditutup, daun
jendela penutup menambah kesan tertutup. Gril adalah layar dekoratif dari kayu
atau metal yang dapat digunakan untuk menutup pandangan, menyaring cahaya
Gambar 2.7 Daun jendela dan gril Sumber : Ching (1996, p. 204)
Page 30
Universitas Kristen Petra
40
atau menyebarkan ventilasi. Tingkat penutupan, penyaringan atau penyebarannya
tergantung pada jarak dan orientasi masing-masing batang gril tersebut. Dapat
dibuat mati atau diubah-ubah dan desain motif dapat menjadi elemen visual yang
penting (Ching 204).
6. Tangga
Tangga juga penting sebagai penghubung ruang. Tangga luar yang berada
didepan pintu masuk utama dapat memisahkan wilayah pribadi dari lalu lintas
umum serta memperkuat aktivitas memasuki ruang perantara, misalnya teras.
Anak tangga yang lebar dan tidak terlalu tinggi dapat dianggap sebagai undangan,
sebaliknya tangga yang sempit dan tinggi mengarah ketempat tempat yang
bersifat pribadi. Tinggi dan lebar anak tangga harus sesuai dengan kebutuhan
gerak tubuh kita. Kemikiringannya, jika curam dapat membuat proses naik
melelahkan secara fisik dan menakutkan secara psikologis dan dapat
menimbulkan bahaya pada saat menuruninya. Lorong tangga harus cukup lebar
agar dapat menjadi tempat lewat yang nyaman. Peraturan bangunan menetapkan
lebar minimum, bagaimanapun lebar lorong tangga harus mampu memberikan
tanda-tanda visual apakah tangga tersebut dimaksudkan untuk umum atau
perorangan (Ching 228).
7. Perabot Ruang
Perabot adalah salah satu kategori elemen desain yang pasti selalu ada di
hampir semua desain interior. Perabot menjadi perantara antara arsitektur dan
manusianya. Menawarkan adanya transisi bentuk dan skala antara ruang interior
dan masing-masing individu. Selain memenuhi fungsi-fungsi khusus, perabot
menyumbang karakter visual dari suatu tatanan interior. Bentuk, garis, warna,
Gambar 2.8 Dimensi Tangga Sumber : Ching (1996, p. 228)
Page 31
Universitas Kristen Petra
41
tekstur dan skala masing-masing benda maupun pengaturan spasialnya,
memainkan peranan penting dalam membangun sifat ekspresi dari suatu ruang
(Ching 240).
8. Garis
Garis horizontal dapat mewakili unsur stabilitas, ketenangan, atau bidang
datang dimana kita berdiri atau bergerak. Garis vertikal dapat mengekspresikan
suatu keadaan yang setimbang dengan gaya gravitasi. Sebuah garis lengkung
menunjukan gerak yang dibelokkan oleh gaya-gaya literal. Garis lengkung
cenderung mengekspresikan gerak yang halus. Tergantung dari orientasinya, garis
lengkung ini dapat terdorong keatas atau menunjukan soliditas dan keterkaitannya
dengan tanah. Lengkung kecil dapat mengekspresikan keinginan bermain energy,
tanpa pola-pola pertumbuhan biologis (Ching 92).
9. Ritme
Prinsip dasar dari ritme didasarkan pada pengulangan elemen-elemen
dalam ruang dan waktu. Pengulangan ini tidak hanya menimbulkan kesan visual
tetapi juga membangkitkan suatu kesinambungan ritme gerak yang dapat diikuti
oleh mata dan pikiran orang yang memandang di sepanjang jalan dalam sebuah
komposisi atau disekitar ruangan (Ching 150).
2.11. Makna Simbolis pada dekorasi Rumah Tradisional Tolaki
Kebutuhan akan Ornamen bersifat psikologis . Pada manusia terdapat
perasaan yang dinamakan “horror vacut” yaitu perasaan yang tidak dapat
membiarkan tempat atau bidang kosong. Motif-motif dominan bercorak spiral dan
bergaris lengkung ditahtakan/diukirkan/digoreskan pada bentuk dasar benda-
benda tradisional. Dekorasi seperti itu tampak diseluruh permukaan benda dengan
bentuk-bentuk yang geometris dan diulang-ulang, ditempatkan berhadapan satu
sama lain, dalam variasi yang teratur. Menurut informan dari penjaga Raha Bokeo
bahwa beberapa ornamen yang ia ketahui memiliki arti seperti pentup atap bagian
fasad berarti tombak dan background dasar dari ukiran kalo sara adalah parang
yang digunakan untuk berperang.
Gaya ornamen dari dongson menggambarkan komposisi simetris. Corak
Ragam hias pada masyarakat Tolaki motifnya menggambarkan beberapa bentuk
Page 32
Universitas Kristen Petra
42
Gambar 2.10 Bentuk ukiran model pakis yang diukir pada sebuah kayu.
Sumber : Melamba (2011, p. 94)
menyerupai motif-motif tumbuhan flora dan motif binatang dan religi. Pada Laika
dikalangan bangsawan suku Tolaki pada masa lalu terdapat ragam hias pinati-pati
artinya diukir dan ukiran (pati-pati) yang diukir pada lesplang rumah (laho saba).
2.11.1. Ragam Hias bermotif flora (tumbuh-tumbuhan)
a) Pati-pati pinetaulu mbaku, Tumbuhan Pakis
Ukiran Motif yang menyerupai tumbuhan pakis yang mirip dengan kepala
pakis (taulu mbaku) yang sementara tumbuh. Motif ini biasanya dipasang pada
pertemuan lesplang atau pada bumbungan rumah bagian depan dan belakang.
Pucuk pakis yang belum mekar melambangkan sifat wanita yang pemalu dan
lemah lembut (Melamba 94).
b) Pati-pati pinepea, biji padi
Ukiran motif yang berbentuk bulir padi atau biji padi. Makna dari motif ini
adalah bahwa biji padi sebagai makanan pokok suku Tolaki dan padi sangat
diagungkan diantara makanan pokok lainya, dan Dewa yang dari padi disebut
Sanggoleo (Melamba 95).
c) Pati-pati pinewulele orodu, bunga wulele orodu.
Ukiran yang menyerupai bunga yang tumbuh pada bekas perladangan atau
dihutan (Melamba 96).
Gambar 2.12 Bentuk ukiran model bunga. Sumber : Melamba (2011, p. 96)
Gambar 2.9 Ukiran Pinati pati yang ditemukan pada salah satu bagian
rumah orang Tolaki. Sumber : Melamba (2011, p. 94)
Gambar 2.11 Bentuk ukiran model padi Sumber : Melamba (2011, p. 95)
Page 33
Universitas Kristen Petra
43
d) Pati-pati pinehiku, lengan atau siku manusia
Ukiran yang bermotif menyerupai siku lengan tangan pada manusia
(ohiku) . Menyerupai gelombang yang berbentuk kerucut berbentuk gelombang
dan juga berbentuk gerigi (Melamba 96).
e) Pati-pati pinetaopuho, daun tapuho dan Pati-pati pinetumbu lobani,
tumbuhan daun
Ukiran yang menyerupai daun taupuho daun tersebut merupakan sejenis kayu
yang daunya biasanya digunakan untuk sayur untuk makanan serta ukiran yang
menyerupai tumbuhan daun (Melamba 98).
2.11.2. Ragam Hias bermotif fauna (Binatang/Hewan)
Beberapa bentuk hiasan mempergunakan hewan sebagai motifnya,
penggambaran detail dari hewan di samarkan. Misalnya ukiran pinekae ura-ura
(menyerupai tangan udang) pinetole-tolewa (motif menyerupai kupu-kupu)
pineulembopa ( motiv menyerupai ulat besar) (Melamba 99).
Gambar 2.14 Bentuk ukiran tumbuhan daun Sumber : Basrin Melamba (2011, p. 98)
Gambar 2.15 Bentuk ukiran pinekae ura-ura
Sumber : Melamba (2011, p. 99)
Gambar 2.16 Bentuk ukiran pinetole-tolewa
Sumber : Melamba (2011, p. 100)
Gambar 2.13 Bentuk ukiran daun Sumber : Melamba ( 2011, p. 98)
Page 34
Universitas Kristen Petra
44
Selain itu terdapat motif gambar penetotono (motif menyerupai manusia)
terdapat pada rumah juga dalam wadah siwole uwa (talen persegi empat yang
digunakan untuk Kalo Sara) dan juga motif pinemata-mata, yaitu motifnya
menyerupai mata (Melamba 101).
2.12. Makna Simbolis pada dekorasi Kamali/Istana Malige
Makna simbolis pada dekorasi Kamali/Istana Malige terbagi dua yakni
yang berbentuk hiasan flora dan fauna, diantaranya adalah:
1. Nanas merupakan simbol kesejahteraan yang ditumbuhkan dari rakyat.
Secara umum simbol ini menyiratkan bahwa masyarakat Buton agar
mempunyai sifat seperti nanas, yang walaupun penuh duri dan berkulit tebal
tetapi rasanya manis.
2. Bosu-bosu adalah buah pohon Butun (baringtonia asiatica) merupakan
simbol keselamatan, keteguhan dan kebahagiaan yang telah mengakar sejak
masa pra-Islam. Pada pemaknaan yang lain sesuai arti bahasa daerahnya
bosu-bosu adalah tempat air menuju pada perlambangan kesucian mengingat
sifat air yang suci.
3. Ake merupakan hiasan yang bentuknya seperti patra (daun). Pada Istana
Malige, Ake dimaksudkan sebagai wujud kesempurnaan dan lambang
bersatunya antara Sultan (manusia) dengan Khalik (Tuhan). Konsepsi ini
banyak dikenal pada ajaran tasawuf, khususnya Wahdatul wujud.
4. Motif atau ornamen yang digunakan oleh suku wolio tidak pernah
menyerupai mahluk hidup hanya daun dan bunga karena dianggap pamali
mengikuti suatu mahluk yang bernyawa menjadi berhala. Bunga-bunga yang
Gambar 2.17 Bentuk ukiran pinetotono Sumber : Melamba (2011, p. 101)
Gambar 2.18 Bentuk ukiran pinemata-mata
Sumber : Melamba (2011, p. 101)
Page 35
Universitas Kristen Petra
45
digunakan oleh suku wolio kerajaan Buton sebagai lambang yang sakral dalm
suatu ornamen rumah adalah bunga yang sering berinteraksi di
kemasyarakatan dan bernilai filososfi (Wawancara Hasidin Sadif 21 Februari
2014). Antara lain adalah :
- Cempaka
- Melati ( Kambampuu)
- Kamboja
- Ambalagi
- Flamboyan (Manuru)
- Kembang (Kamba).
a. Cempaka ; cantik dan anggun diharapkan seorang istri yang cantik dan
berperilaku anggun
b. Melati / Kambampuu : Perkawinan merupakan sesuatu yang wajib , dengan
lambang melati ini berharap tidak bermain-main dalam menjalin hubungan
dengan bersungguh-sungguh (mpuu-mpuu ) dengan harapan pernikahan yang
tulus dengan sepenuh hati.
c. Kamboja : merupakan bunga yang harum, diharapkan rumah tangga yang
terjalin dari pernikahan ini akan diliputi keharuman keluarga.
d. Kambalagi (lestari) : Sama dengan melati yang memiliki makna yang sangat
bagus dan diharapkan pernikahan ini akan lestari seperti Bungan kambalagi.
e. FLAMBOYAN (Manuru) : flamboyan merupakan bunga yang dianggap suku
wolio adalah bunga yang abadi yakni bunganya lebih tahan lama dibanding
bunga lainya yang mudah layu sehingga diharapkan dalam pernikahan ini
akan kekal abadi dalam hubungan berumah tangga.
f. Kembang (Kamba) yang berbentuk kelopak teratai melambangkan kesucian.
Karena bentuknya yang mirip pola matahari, orang Buton biasa menyebutnya
lambang Suryanullah (surya=matahari, nullah=Allah). Bentuk ini adalah
tempat digambarkannya kala pada masa klasik, dan merupakan
pengembangan sinar Majapahit pada masa pra Islam di Buton,
Terdapatnya naga pada bumbungan atap, melambangkan kekuasaan, dan
pemerintahan. Naga adalah binatang mitos yang berada di langit, bukan muncul
dari dalam Bumi.
Page 36
Universitas Kristen Petra
46
Naga diletakan dipuncak atas atap karena tempat tinggal baga berada di
langit. Selain itu posisi naga dipasang muka dan belakang dimaksudkan agar
supaya penghuni rumah terhindar dari segala macam ancaman terutama angin
jahat. Terdapatnya tempayan berlambangkan kesucian. Tempayan ini mutlak
harus ada di setiap bangunan kamali maupun rumah rakyat biasa (Lakebo
dkk.,112-114).
2.13. Warna
2.13.1. Warna Menurut Suku Tolaki
Pada masa awal Pemerintahan Kerajaan Mekongga warna tidaklah begitu
penting, walaupun diketahui persis bahwa sarung yang digunakan turun oleh
Larumbalangi warna yang menonjol adalah warna kuning karena disemua
kerajaan menganggap warna kuning adalah lambang langit dan dahulu kala hanya
Raja yang boleh memakai pakaian serba kuning (Arifin 10).
Warna Pakian aparat Kerajaan:
- Warna Kuning : Pakaian kebesaran raja Bokeo
- Warna Putih : Pakaian kebesaran Sapati bagian Kesejahteraan
- Warna merah : Pakaian kebesaran Kapita bagian Keamanan
- Warna Hitam : Pakaian kebesaran Pabitara bagian Juru Bicara.
2.13.2. Warna Menurut Suku Wolio
Rumah biasa tidak diberi warna menggunakan warna kayu. Sedangkan
rumah Sultan ataupun pejabat biasanya menggunakan warna biru dan putih
wawancara dengan (Lakebo dkk., 120).
- Biru : Warna kesukaan Kerajaan yang melambangkan langit yang luas .
- Putih : Suci
Gambar 2.19 Ragam Hias rumah tradisional Buton Sumber : Lakebo,1981
Page 37
Universitas Kristen Petra
47
- Hijau : Segar
- Kuning : Kemulian dan keagungan
- Hitam : Agung ( biasa diaplikasikan pada kain)
- Merah : Berani.
2.13.3. Pengertian Warna dan Psikologi Warna Secara Umum.
Warna merupakan aspek pendukung di dalam penampilan visual suatu
ruang. Warna mempunyai kekuatan untuk mengubah suatu citra ruang. Ruang
yang sempit dapat kelihatan lebih luas atau obyek yang kurang bagus dapat
terlihat lebih bagus. Dalam ruang pamer, tata warna sangat berpengaruh karena
warna dapat mempengaruhi perasaan dan situasi ruangan. Warna cerah dapat
menimbulkan daya tarik tertentu yang lebih baik, sedangkan warna gelap tidak
baik digunakan untuk area pamer karena daya tariknya kecil (Pile 53).
Warna dapat mempengaruhi psikologi manusia. Dalam hal ini, yang
dipengaruhi adalah emosi manusia (Jay 5). Penggunaan warna dalam ruang juga
menentukan kesan yang ditimbulkan oleh ruangan tersebut. Warna juga
mempunyai kekuatan untuk memiliki keindahan dengan memberi pengalaman
keindahan. Hal ini berhubungan dengan harmonisasi dimana kita jumpai efek
yang menyenangkan oleh paduan dua warna atau lebih. (Lohanda dan Monita 3)
Pengaruh warna pada rasa keindahan ini disebut sebagai fungsi estetis dari warna,
yaitu:
a. Merah
Warna yang terkuat dan menarik perhatian, bersifat agresif, dan lambang
primitif. Warna ini diasosiasikan sebagai darah, marah, berani, bahaya, kekuatan,
kejantanan, dan kebahagiaan.
b. Kuning
Kumpulan dua fenomena penting yaitu matahari sebagai sumber
kehidupan dan emas sebagai kekayaan alam mulia. Kuning melambangkan
kesenangan dan kelincahan juga intelektual. Kuning memaknakan kemuliaan
cinta serta pengertian mendalam dalam hubungan antar manusia.
c. Biru
Page 38
Universitas Kristen Petra
48
Berkarakter sejuk, pasif, tenang, dan damai. Goete menyebutnya sebagai
warna yang mempesona, spiritual, monotheis, kesepian. Biru melambangkan
kesucian, harapan, dan kedamaian.
d. Putih
Berkarakter positif, merangsang, cemerlang, ringan, dan sederhana. Putih
melambangkan kesucian, polos, jujur, dan murni.
e. Hitam
Melambangkan kegelapan, misteri, warna mati yang merupakan kebalikan
dari warna putih. Namun hitam bersifat tegas, kukuh, formal, dan berkesan
berstruktur kuat.