Top Banner
MEDIA INFORMASI PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAK Volume XV, No.1. Tahun 2021 PENGEMBANGAN ITIK DI KAWASAN FOOD ESTATE PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FOOD ESTATE SUMBA TENGAH : HARAPAN KECUKUPAN PANGAN DI NTT FOOD ESTATE PROVINSI SUMATERA UTARA ISSN 1979-7990 FOOD ESTATE
44

19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

SUKSESKAN PROGRAM VAKSIN COVID - 19MEDIA INFORMASI PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAKVolume XV, No.1. Tahun 2021

Pengembangan itik di kawasan food estate Provinsi kalimantan tengah

food estate sumba tengah : haraPan kecukuPan Pangan di ntt

food estate Provinsi sumatera utara

ISSN 1979-7990

FOOD ESTATE

Page 2: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

44 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Alamat RedaksiDirektorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternanakan dan Kesehatan HewanKanpus Kementerian Pertanian Gd. C Lt. 8 Jl. RM. Harsono No.3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta 12550Telp. +62.21.7815781-Fax: +62.21.7811385 Alamat email : [email protected]

Redaksi menerima berbagai artikel berkaitan dengan aspek perbibitan dan produksi ternak yang dikirimkan ke alamat redaksi. Redaksi berhak menyunting artikel yang akan dimuat untuk disesuaikan dengan warna Majalah Bibit. Syarat artikel yang dimuat adalah karya asli, bukan salinan, dan belum dimuat oleh media massa lain. Artikel diketik dalam format *.doc (words file) maksimal 6.000 karakter disertai file foto format *.jpeg (image) yang relevan dengan keterangan fotonya.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, Majalah Bibit edisi pertama ditahun 2021 ini hadir sesuai target, menemani para pembaca. Kehadiran Majalah Bibit Volume Keempatbelas Nomor 1 di tahun 2021, kami optimis akan selalu mendapat tempat dihati bagi para pembaca. Pergi memancing di pagi buta, Pulang sore membawa ikan, Siapa yang rajin membaca, Jadi orang sukses kemudian.

Pembaca yang sukses, Pada edisi ini, kami ingin menampilkan tema “FOOD ESTATE, UNTUK MENJAGA KETAHANAN PANGAN INDONESIA JANGKA PANJANG”, melalui artikel dalam Laporan Utama. Selain itu, tentu artikel-artikel yang mendukung tema edisi kali ini dalam rubrik laporan yang berisi Meningkatkan produktivitas PPNS Ditjen PKH, kisah sukses MT Farm, dan LSPro lakukan sertifikasi semen beku di BBIB Singosari. Artikel ini memberikan informasi terkait kegiatan Perbibitan dan Produksi Ternak di tengah kondisi pandemic covid 19.

Kebijakan yang harus dilaksanakan terkait dengan standar nasional Indonesia, dan sertifikasi cara budidaya ternak yang baik, kemudian untuk potensi dan manajemen

perbibitan terkait dengan potensi pengembangan sapi perah, beternak pembibitan sapi potong, itik mojosari, SIKOMANDAN, dan potensi peningkatan produksi daging, untuk bitopinia terkait dengan titik kritis system penggembalaan. Hal ini tentunya untuk memajukan dunia perbibitan.

Artikel yang menarik lainnya dapat ditemui dalam rubrik Sains dan Teknologi, teknologi transfer embrio, dan pemuliaan sifat-sifat reproduksi . Masih ada rubrik lain yang tak kalah menarik di serba serbit, dan renungan. Sementara informasi yang bersifat ringan berupa flash news dapat anda jumpai di sekilas info.

Marilah kita insan perbibitan dan produksi ternak khususnya penulis dan pembaca budiman, bersama sama bahu membahu, membangun perbibitan di Indonesia dengan menjadi seorang yang professional dibidangnya. Berlari cepat mengejar waktu, Terlambat absen rugilah kita, Profesional bekerja itu harus nomor satu, Bagi kemajuan bangsa kita.

Jayalah Perbibitan Indonesia

Susunan Redaksi

PelindungDirektur Jenderal Peternakan

dan Kesehatan Hewan

Penanggung JawabDirektur Perbibitan dan

Produksi Ternak

Pemimpin RedaksiRani Istriani, S.Pt

Redaktur PelaksanaDani Kusworo, S.Pt, M.Si

EditorFF. Bayu Ruikana, S.Pt, M.Sc

Ir. Marta Wirawandrh. Novi Suprihatin, M.Si

Yude Maulana Y, S.PtHarry Chakra M, S.Pt, M.Si

Anggraeni Efrika C, S.Pt, M.SiGunawan Sitanggang, S.Pt, M.Si

ReporterIan Sopian, S.Pt, M.Agr

Sumiarti, S.PtIrma, S.Pt

Desain GrafisIman Trisman, S.Pt

Fotografer/Dokumentasi Sutaryono, S.ST

Hari Purnomo Ibnu S, S.Pt

Sekretariat RedaksiTitien Widi Rustanti, S.Pt, MP

Rini Endah Wahyuni, A.MdRetno Nugraheni W, S.Pt

Yunarto

KontributorPara Koordinator Bidang

KTUWasbitnakWastukan

Manajer Puncak LSProUPT Perbibitan dan

Produksi Ternak

Konsultan MediaTristar Kreasi

Sapaan RedaksiVolume XV. NO.1 Tahun 2021

Sampul Depan:Itik Alabio dan Itik Mojosari

Sampul Belakang:Direktur Jenderal

Peternakan Dan Kesehatan Hewan

SUKSESKAN PROGRAM VAKSIN COVID - 19MEDIA INFORMASI PERBIBITAN DAN PRODUKSI TERNAKVolume XV, No.1. Tahun 2021

Pengembangan itik di kawasan food estate Provinsi kalimantan tengah

food estate sumba tengah : haraPan kecukuPan Pangan di ntt

food estate Provinsi sumatera utara

ISSN 1979-7990

FOOD ESTATE

42 Vol XIV No. 1 Tahun 2020

Memakai Masker

Mencuci Tangan

Menjaga Jarak

2M

ISSN 1979-7990

direktorat perbibitan dan produksi ternakdirektorat jenderal peternakan dan kesehatan hewan

kementerian pertanian

COVID - 19VACCINE

SUKSESKAN PROGRAM VAKSIN COVID - 19

Page 3: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

TOPIK MAJALAH BIBIT

Produksi Benih dan Bibit Ternak Program Pemuliaan Ternak Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak Pengendalian Mutu Bibit Kelembagaan Perbibitan Ternak Peningkatan SDM Perbibitan Sertifikasi Benih dan Bibit Ternak

Fungsional Pengawas Bibit Ternak Fungsional Pengawas Mutu Pakan

Liputan Utama

Oleh. IM. Unggul AbriantoPengawas Bibit Ternak Muda BPTU-HPT Pelaihari

Tahun 2020 Pemerintah telah menetapkan wilayah Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas menjadi lumbung pangan atau food estate di luar Pulau Jawa dan sebagai salah satu program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Lahan rawa di

Kalimantan Tengah dapat dikembangkan sebagai lahan pangan masa kini dan masa depan yang prospektif dalam menopang ketahanan pangan sehingga produksi pertanian dapat meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor.

Pengembangan kawasan Food Estate berbasis korporasi petani di lahan rawa Kalimantan Tengah memiliki keunggulan komparatif seperti sumber daya lahan

yang cukup luas, sumberdaya air dan iklim yang sesuai dan modal sosial budaya yang mendukung. Pengembangan kawasan Food

Estate dilaksanakan di lahan eks PLG (Proyek Lahan Gambut) dan sekitarnya, tepatnya pada lahan sawah eksisting seluas

sekitar 30.000 ha (Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha dan Kabupaten Kapuas 20.000 ha)

Pengembangan kawasan Food Estate terintregasi antara lahan utama sawah (tanaman padi/jagung)

dengan komoditas pendukung (Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) yang berada dalam

satu kawasan. Komoditas peternakan yang dapat dikembangkan adalah ternak itik. Usaha budidaya ternak itik lokal dapat menjadi usaha pokok yang memberikan

nilai tambah bagi peternak dengan cara mengintegrasikan usaha mulai dari hulu

sampai hilir (pembibitan, budidaya, pasca panen dan pemasaran) sehingga terbentuk

kawasan korporasi. Pengembangan itik di lokasi Food Estate bertujuan untuk meningkatkan

populasi itik di lokasi lahan rawa (padi), menyediakan sumber bahan pangan hewani, meningkatkan jumlah

rumah tangga peternak dan mengembangkan sumber daya genetik itik lokal dan/atau persilangan.

Penerima manfaat pengembangan itik di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas dialokasikan dalam 3 (tiga) cluster

di 15 (lima belas) kelompok ternak, dengan jumlah total ternak yang telah dikelola 7.650 ekor itik (7.500 ekor itik betina dan 150 ekor itik jantan). Adapun kriteria penerima manfaat adalah: Petani/Peternak yang aktif berusaha tani dan tergabung dalam Kelompok Tani/Kelompok Ternak/Gabungan Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Ternak yang telah disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, melakukan usaha budidaya secara mandiri yang terkoordinasi dalam satu manajemen dan agroklaster, bersedia melaksanakan kegiatan sesuai ketentuan dalam Petunjuk Teknis dan ketentuan lainnya yang telah disepakati dan diutamakan yang telah berpengalaman

PENGEMBANGAN ITIK DI KAWASAN FOOD ESTATE KABUPATEN PULANG PISAU DAN KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

6 Vol XV No. 1 Tahun 2021

28 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Potensi Perbibitan

PERAN UPTD TERNAK RUMINANSIA DALAM PENGEMBANGAN SAPI LOKAL DI SUMATERA BARAT

Oleh : Aprisal dan AzizahWasbitnak Pertama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat

Kondisi lapangan menunjukkan bahwa di UPTD ini sapi Pesisir sudah banyak melakukan kawin silang (crossing) dengan sapi bali. Hal ini menunjukkan bahwa sudah terjadi peningkatan mutu genetik sapi pesisir dan

muncul hasil sapi persilangan yaitu Basir (Bali Pesisir). Sapi Basir memiliki perkembangan yang bagus dan diharapkan tahan terhadap virus Jembrana yang selama ini sering menyerang sapi Bali. Di samping itu pengelolaan terhadap pelestarian (pemurnian) sapi lokal Pesisir dan bali juga dilakukan sebagai plasma nutfah.

Program perbaikan mutu genetik sapi lokal Pesisir dimulai dari meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang perlunya pemeliharaan dan pelestarian sumberdaya genetik sapi lokal Pesisir seperti yang diamanatkan Permentan Nomor 2908/Kpts/OT.140/6/2011 tahun 2011. Sistem penyediaan bibit dapat dilakukan dengan cara mempertahankan ternak terbaik, dimana ternak jantan terbaik (5-10%) tidak boleh keluar, sedangkan ternak betina diatas rata-rata terbaik dikawinkan dengan ternak jantan tersebut untuk mendapatkan bibit dasar, bibit induk dan bibit sebar, atau melakukan kerja sama dengan UPT BPTU HPT Padang Mengatas yang selama ini sudah melakukan pemurnian sapi pesisir untuk bisa pengadaan bibit sapi pesisir murni.

Pakan yang diberikan pada ternak sapi terdiri dari pakan hijauan, dan konsentrat. Hijauan berupa rumput lapangan di padang penggembalaan (Rumput BD), Rumput potong (Rumput gajah) dan Integrasi areal perkebunan kelapa sawit dengan luas 480 ha, sedangkan konsentrat diberikan pada sore hari setelah pulang dari penggembalaan untuk mencukupi kekurangan unsur nutrisi pada rumput lapangan. Jenis rumput yang ada di padang penggembalaan terbatas, yang dominan adalah rumput pahit (Axonopus compresus) dan rumput saruik (Elisina indica), dengan kandungan gizi yang rendah. Menurut Djaenudin dkk. (1996), untuk memacu peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak diperlukan daya

dukung pakan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Sapi Pesisir dan sapi bali dipelihara dengan sistem semi intensif, yaitu ternak siang dilepas dan malam dikandangkan, sapi Pesisir dilepas mulai dari pukul 8.00 wib sampai pukul 15.00 wib, setelah itu dimasukkan ke dalam kandang dan diberikan konsentrat. Bangunan kandang sapi permanen terbuat semen dan lantai terbuat dari beton, peralatan kandang terdiri dari tempat pakan dari semen dan tempat minum dari ember.

Berdasarkan hasil penelitian pencegahan terhadap penyakit dilakukan sanitasi kandang dan lingkungan serta melakukan vaksinasi. Penyakit yang menyerang Sapi Pesisir dan sapi bali terdiri dari Kembung (Bloat) sebesar 84,69%, dan scabies sebesar 15,31%, serta parasit darah, sapi yang terserang oleh penyakit dipisahkan dari sapi yang lain. Pencegahan penyakit di UPTD Ternak ruminansia dilakukan dengan pelaksanaan vaksin Jembrana (1 kali setahun dan booster), Pemberian obat cacing yang dilakukan sekali 6 bulan dan Pemberian vitamin oleh Petugas Medik dan Paramedik.

Prioritas strategi pengembangan usaha sapi lokal Pesisir adalah :

1. Meningkatkan Mutu Genetik. Mutu genetik ternak sapi Pesisir perlu ditingkatkan dengan memurnikan sapi Pesisir melalui seleksi dan perkawinan dan mencegah terjadinya inbreeding.

2. Mengoptimalkan fungsi Pengawas Bibit Ternak dan fasilitas pendukung yang ada. Fungsi Pengawas Bibit Ternak seperti Uji Performans, Penilaian BCS dan lain-lain dalam mendukung budidaya sapi Pesisir, dan fasilitas pendukung seperti; Medik dan Paramedik, POS IB, dan Obat-obatan perlu dioptimalkan.

3. Meningkatkan daya saing melalui pemanfaatan sumberdaya lokal. Semakin berkurangnya lahan pertanian akibat dari alih fungsi lahan, sementara

28

Sains dan Teknologi

38 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Penyediaan telur dan daging itik menjadi salah satu cara murah dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Berdasarkan Buku Statistik Peternakan Tahun 2019, produksi telur itik mencapai 321 ribu ton

atau setara dengan 6 % dari produksi telur nasional, sedangkan produksi daging itik mencapai 38,3 ribu ton dengan kontribusi masih dibawah 1 % terhadap produksi daging nasional. Sebagai sumber protein hewani, telur itik mengandung protein sekitar 12,8 % dan lemak 13,8 % sedangkan daging itik mengandung protein sebesar 20 % dan lemak 3,9 % (berbagai sumber).

Itik Mojosari yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2837 Tahun 2012 sebagai rumpun itik lokal mampu menghasilkan telur 200-220 butir/tahun. Rumpun itik Itik Mojosari, Itik Alabio dan Itik Peking Mojosari Putih (PMP) dikembangkan di BPTU-HPT Pelaihari, sedangkan untuk itik Mojosari mulai dikembangkan sejak tahun 2000.

Kegiatan pembibitan Itik Mojosari selama kurang lebih 20 tahun atau hampir 20 generasi yang meliputi: pemurnian fenotipik, pengaturan perkawinan, seleksi sifat kualitatif dan kuantitatif, dan pemeliharaan secara tertutup tanpa ada darah baru ataupun bercampur darah rumpun itik lain telah menghasilkan Itik Mojosari murni yang memiliki karakteristik sendiri yang mungkin berbeda dari daerah asalnya. Kualitas bibit Itik Mojosari produksi BPTU-HPT Pelaihari yang dihasilkan dari proses pembibitan yang sudah berlangsung lama telah memperoleh Sertifikat Kesesuaian SNI 7558-2009. Bibit Induk Itik Mojosari Meri yang kemudian diperbaharui dengan SNI 7558-2020 dari Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak pada tanggal 2 Agustus 2019.

Sebagai salah satu produsen bibit Itik Mojosari, BPTU-HPT Pelaihari telah memiliki standar produksi telur, sebagai berikut:

ITIK MOJOSARISTANDAR PRODUKSI TELUR

Oleh : I.M. Unggul AbriantoWasbitnak Muda BPTU-HPT Pelaihari

Bagian 2.

Kilas Info

Potensi Perbibitan

Laporan Utama

Sains dan Teknologi

Laporan

Bitopinia

2

Food Estate Provinsi Sumatera Utara

Food Estate Sumba Tengah : Harapan Kecukupan Pangan Di NTT

Sapi Pasundan, Plasma NutfahKebanggaan Jawa Barat

Titik–Titik Kritis Sistem Penggembalaan Ternak Sapi Dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi

Pengembangan Itik Di Kawasan Food Estate Kabupaten Pulang Pisau Dan Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah

Mengenal Pakan Kambing PE

Meningkatkan Produktifitas PPNS Ditjen PKH

Mengenal “Derper” Lebih Dekat

Antagonisme Kemampuan Reproduksi Dan ProduksiSusu Pada Sapi Perah

4

32

3

10

6

2838

15

12

14

16

Manajemen Perbibitan

Potensi Perbibitan

Sains Dan teknologi

18

8

8

22

26

30

24

Standar Nasional Indonesia (SNI) Sapi Simental Indonesia Dan (SNI) Limousin IndonesiaTelah Diterbitkan

Beternak Pembibitan Sapi Potong Usaha Yang Sangat Menjanjikan

Kunci Peningkatan Produktifitas Sapi Dan Kerbau SiKomandan

Peran UPTD Ternak Ruminansia Dalam Pengembangan Sapi Lokal Di Sumatera Barat

Pengelolaan Dan Pemanfaatan SDG Hewan Sapi Potong

Gangguan Reproduksi, Benarkah Karena IB?

Kendala Teknologi Transfer Embrio Di Indonesia

Capaian Kinerja SiKomandan Di Masa Pandemi

31

33

34

36

40

41

LSPro Lakukan Sertifikasi Semen Beku Di BBIB SingosariWujud Komitmen Menghasilkan Benih Dan Bibit Berkualitas

Sertifikasi Good Farming Practice

Belajar Dari Kesuksesan MT Farm

Potensi Pengembangan Sapi Perah Melalui Peningkatan Mutu Genetik

Ramadhan Dan Pandemi Covid Tetap Semangat Bekerja

Kebijakan PerbibitanKebijakan Perbibitan

Renungan

Bitpro in Action

1 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Page 4: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

2 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Kilas InfoTRANSFORMASI PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN ADMINISTRASI KE DALAM JABATAN FUNGSIONAL LINGKUP DITJEN PKH

Oleh: Retno NugraheniPengawas Bibit Ternak di Direktorat perbibitan dan

Produksi Ternak

Transformasi dalam rangka percepatan pelaksanaaan penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional dilaksanakan untuk mendukung penyederhanaan birokrasi, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 28 Tahun 2019. Transformasi Jabatan Struktural menjadi Jabatan Fungsional diantaranya guna efektivitas pelayanan publik yang lebih cepat dan sederhana berbasis pada kompetensi.

Kementerian Pertanian melaksanakan transformasi jabatan tersebut dengan adanya pelaksanaan pelantikan penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional pada tanggal 30 Desember 2020. Pada pelantikan ini Menteri Pertanian telah melantik 1.246 pejabat yang terdiri dari eselon 3 dan eselon 4 lingkup Kementerian Pertanian di seluruh Indonesia.

Sebanyak 188 orang eselon 3 dan eselon 4 lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan juga menjadi peserta dalam pelantikan dan pengambilan sumpah Pejabat Fungsional tersebut. Khusus untuk Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak sebagai induk dari Jabatan Fungsional Pengawas Bibit Ternak, eselon 3 dan eselon 4 yang dilantik otomatis menduduki jabatan Fungsional Pengawas Bibit Ternak kecuali untuk eselon 4 yang menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Direktorat.

Sebanyak 5 orang pejabat eselon 3 dilantik sebagai Pengawas Bibit Ternak Ahlli Madya sekaligus sebagai Koordinator Kelompok, 10 orang pejabat eselon 4 dilantik sebagai Pengawas Bibit Ternak Ahli Muda sekaligus sebagai Subkoordinator kelompok, dan 1 orang eselon 4 yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Tata Usaha diantik sebagai Fungsional Analis Pengelola Keuangan APBN Ahli Muda sekaligus sebagai Kepala Tata Usaha. Dengan adanya transformasi jabatan ini, diharapkan untuk semakin meningkatkan kinerja Kementerian Pertanian dan Ditjen PKH serta Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak khususnya dalam mewujudkan produksi benih dan bibit ternak yang berkualitas. nMD

Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) LSPRo Benih dan Bibit Ternak melayani jasa sertifikasi benih dan bibit ternak sesuai standar, secara mandiri, tidak diskriminatif, tidak memihak, menjaga kerahasiaan, dan menjamin hasil

sertifikasi dengan didukung oleh personel yang berkompeten dan profesional sehingga dapat memenuhi kepuasan pelanggan. LSPro Benih dan Bibit Ternak yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Peternakan dapat menyatakan benih atau bibit layak apabila benih atau bibit ternak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam bentuk Sertifikat Kesesuaian SNI (SPPT-SNI).

Ruang Lingkup Sertifikasi  benih/bibit ternak  yang dilaksanakan oleh LSPro  Benih dan Bibit Ternak adalah mencakup produk benih dan bibit ternak yang memenuhi Standar Nasional  Indonesia (SNI) dan LSPro telah terakreditasi KAN dengan nomor LSPr-045-IDN berlaku 2019 sampai dengan 2023.

Pada tahun 2021 LSPro Benih dan Ternak telah dilakukan akreditasi/assesmen bersamaan dengan penambahan ruang lingkup pada tanggal 8 – 9 Februari 2021 yang dilakukan secara remote audit oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), dengan tim asesmen Rosmawaty Peranginangin (Asesor Kepala), Habib Nurhasan (Asesor); Tati Arityanti (Asesor). Pandemi Covid-19 telah merubah berbagai bidang di kehidupan manusia baik bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Kebijakan baru KAN di tengah pandemi Covid-19 diantaranya adalah memberlakukan penggunaan asesmen jarak jauh (remote assessment).

Dari hasil remote audit terdapat perbaikan yang dapat meningkatkan kinerja LSPro Benih dan Bibit Ternak ke depannya serta mempertahankan status akreditasi KAN.

Sobat....... semangat buat tim personil LSPro Benih dan Bibit Ternak dan tetap dapat mempertahankan status akreditasi....bersama kita bisa nMD

BIBIT BERSERTIFIKAT PENDAPATAN MENINGKAT

Oleh : SintaPengawas Bibit Ternak di Direktorat perbibitan dan Produksi Ternak

ASESMEN KAN 2021

Page 5: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Potensi Perbibitan

Oleh: Harry Chakra MahendraPengawas Bibit Ternak di Direktorat perbibitan dan Produksi Ternak

Sapi Pasundan merupakan sapi lokal yang ada di Jawa Barat. Sapi ini berasal dari hasil persilangan antara Bos sundaicus/ banteng/sapi bali, dengan sapi jawa, sapi madura dan sapi sumba ongole dan telah beradaptasi lebih dari 10

(sepuluh) generasi. Hal ini diketahui karena terdapat gen khas sapi bali, sapi sumba ongole, dan sapi madura pada sapi pasundan. Sapi ini memiliki sebaran asli geografis di wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi Kabupaten Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu dan Purwakarta.

Sapi Pasundan dipelihara secara turun-temurun dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat peternak selama ratusan tahun, serta telah dijadikan sebagai sumber modal kehidupan masyarakat. Sapi ini telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian (SK Mentan) Nomor: 1051/Kpts/SR.120/10/2014 tanggal 13 Oktober 2014 tentang Penetapan Rumpun Sapi Pasundan. Dikeluarkannya SK Mentan tersebut menunjukkan bahwa sapi ini perlu dipertahankan sebagai plasma nutfah Indonesia dan perlu dikembangkan di masyarakat. Pengembangan Sapi Pasundan sebagai pemenuhan daging nasional merupakan suatu langkah yang tepat di saat negeri ini masih mengalami kekurangan daging sapi. Sebagai ternak lokal, tentu Sapi Pasundan memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh sapi lainnya yang sudah lama hidup di lingkungan tropis.

Sapi Pasundan memiliki tubuh berbentuk segi empat dengan kaki yang panjang dan kecil, serta tanduk yang umumnya pendek. Warna tubuh sapi Pasundan dominan merah bata namun terdapat warna putih pada bagian pelvis dan keempat kaki bagian bawah (tarsus dan carpus) dengan batasan yang tidak kontras. Terdapat garis belut atau garis punggung sepanjang punggung dengan warna lebih tua dari warna dominan. Beberapa Sapi Pasundan jantan dapat mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi hitam sesuai dengan dewasa kelamin (perubahan hormon androgen).

Sapi Pasundan memiliki keunggulan yaitu lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan cuaca. Hal ini tentu akan memberikan dampak positif terhadap sistem kesehatannya karena dengan lebih mudah beradaptasi. Oleh karena itu, kemampuan tubuh ternak lokal ini dalam merespon perubahan cuaca juga akan semakin baik, sehingga ternak tidak mudah stres. Selain itu, sapi ini mempunyai prosentasi karkas yang cukup baik yaitu berada pada kisaran 50 % (Warstek.com, 2018) dengan bobot potong 300-350 kg dan mempunyai potensi untuk menghasilkan daging dengan kualitas premium. Keunggulan sapi Pasudan yang lain adalah mampu menyesuaikan diri dengan kondisi agroekosistem di Provinsi Jawa Barat. Sistem reproduksi sapi Pasudan juga cukup baik karena mempunyai rentang beranak yang relatif stabil dengan selalu menghasilkan ternak yang mempunyai nilai kondisi tubuh di atas tiga pada skala lima. Selain itu, sapi Pasundan juga memiliki ketahanan terhadap penyakit malignant catarrhal fever (MCF).

Dalam upaya menjaga dan melestarikan plasma nutfah asli Indonesia ini, terdapat empat unsur yang terlibat. Keempat

unsur tersebut adalah Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, UPTD Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Potong (BPPIBTSP) Ciamis Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar, serta Kelompok Peternak Binaan. Keterlibatan keempat unsur tersebut antara lain dalam penyediaan benih sapi Pasundan unggul dan pengembangan berbasis peternak

BET Cipelang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Ditjen PKH yang memiliki tugas dan fungsi sebagai balai yang memproduksi embrio untuk mendapatkan ternak sapi yang berkualitas dan selanjutnya akan dijadikan sapi donor sebagai penghasil embrio. Saat ini donor sapi Pasundan sudah ada di BET Cipelang, donor sapi lokal (plasma nutfah) lainnya yang ada yaitu Sapi Aceh, Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi Ongole. Hasil embrio sapi pasundan unggul yang dihasilkan dapat diaplikasikan di peternak binaan maupun dibesarkan sendiri oleh BET Cipelang untuk dijadikan pejantan di BIB Lembang maupun di BPPIBTSP.

BIB Lembang juga memiliki peran dalam pengembangan plasma nutfah ini dengan menghasilkan semen beku sapi Pasundan. Semen beku sapi Pasundan yang ada di BIB Lembang sebagai alternatif pejantan selain yang ada di BPPIBTSP. Karena, pejantan sapi Pasundan yang dimiliki oleh BIB Lembang tidak sebanyak yang miliki oleh BPPIBTSP. Namun masing-masing memberikan kontribusi bagi pengembangan sapi Pasundan di Jawa Barat. Total pejantan sapi Pasundan yang tersertifikasi sebanyak 9 ekor (2 di BIB Lembang dan 7 di BPPIBTSP). Sementara stock produksi semen beku sapi Pasundan dari kedua balai yaitu sebanyak 110.262 dosis dan semen beku yang telah didistribusikan dan digunakan oleh peternak sapi Pasundan di Jawa Barat sebanyak 10.421 atau 9,45% dari stock produksi.

Sementara itu, populasi sapi Pasundan yang ada di UPTD BPPIBTSP ini sampai dengan Juli 2020 sebanyak 236 ekor yang terdiri atas pedet 31 ekor (18 jantan dan 13 betina), muda 56 ekor (28 ekor jantan dan 28 ekor betina) dan dewasa 149 ekor (Bull 11 ekor, Jantan 26 ekor, 112 ekor betina induk). Selain itu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat untuk menggenjot populasi sapi pasundan adalah dengan menggandeng 15 kelompok binaan di 13 kabupaten untuk melestarikan dan memuliakan plasma nutfah sapi Pasundan di Jabar. Kelompok tersebut tersebar di kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Pangandaran, Garut, Majalengka, Kuningan, Sumedang, Subang, Purwakarta, Sukabumi, Cianjur, Bogor dan Cirebon. Kelima-belas kelompok tersebut rata-rata memiliki ternak antara 20-30 ekor, sehingga total sapi pasundan di kelompok binaan sebanyak 300 – 450 ekor.

Pembinaan secara berkelanjutan terus dilakukan melalui kegiatan berupa sosialisasi semen beku sapi pasundan, workshop sapi pasundan, monitoring kelompok sapi pasundan, dan materi mengenai rekording. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan itu merupakan upaya dalam meyelamatkan dan mengembangkan sapi Pasundan di Jawa Barat. Sehingga nantinya terjadi percepatan pertumbuhan populasi dan perbaikan mutu genetik sapi Pasundan, serta nantinya plasma nutfah Jawa Barat ini dapat berkembang di luar sebaran asli geografisnya. nYMY

SAPI PASUNDAN, PLASMA NUTFAH KEBANGGAN JAWA BARAT

Vol XV No. 1 Tahun 2021 3

Page 6: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Laporan Utama

Oleh : Ilham HabibiPengawas Bibit Ternak di UPT.IB Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara

4 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Presiden Republik Indonesia meninjau perkembangan pembangunan kawasan lumbung pangan ( Food Estate ) dalam kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada Selasa 27 Oktober 2020. Kawasan lumbung pangan yang ditinjau berada di Desa ria-ria Kecamatan Pollung Kabupaten

Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Pengembangan lumbung Pangan dengan luas keseluruhan mencapai 30.000 hektare guna meningkatkan ketahanan panagan nasional khusunya ketahanan pangan local. Dalam proyek pengembangan lumbung pangan di Sumatera Utara, Presiden ingin proyek pengembangan Food Estate proses bisnis terintegrasi , pengolahan lahan lokasi pengembangan 215 hektare tersebut melibatkan tujuh kelompok tani yang menaungi 169 petani diDesa ria-ria.

Di sela-sela kunjungan Bapak Presiden Jokowi Dodo dan turut didampingi Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo,Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Gubernur Sumatera Utara Edy Ramayadi .

Gubernur Sumatera Utara meyakini dengan kehadiran Presiden Joko Widodo ke Sumatera Utara guna meresmikannya Food Estate, akan menjadi awal mula dari konsep agrarisnya Sumatera Utara yang selama ini juga telah menjadi salah satu Provinsi yang produktif di sector pertanian. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan ada tujuh perusahaan swasta yang siap berinvestasi untuk mendukukung pengembangan kawasan Food Estate , adapun ke tujuh perusahaan tersebut telah menanamkan modal untuk pengembangan kawasan Food Estate diantaranya perusahaan PT Indofood,PT Calbee Wings,PT Champ,PT Semangat Tani

Maju Bersama,PT Agra Garlica, PT Agri Indo Sejahtera, dan PT Karya Tani Semesta.

Menteri Pertanian menjelaskan bahwa proyek Food Estate ini bertujuan membangun kawasan horticultura

terpadu yang berdaya saing, ramah lingkungan dan modern , Pengembangan Food Estate ini juga

bertujuan untuk membentuk kelembagaan ekonomi petani .

Disamping peninjauan lumbung pangan ( Food Estate ) Presiden bersama

Ibu Negara Iriana Joko Widodo berkunjung ke Desa Persingguran Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

Presiden Republik Indonesia meninjau langsung proyek

percontohan pengembangan ternak sapi jenis Sapi Belgian Blue yang

diberikan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia sebanyak 8 ekor (6

Jantan & 2 Betina) yang di datangkan dari BPTU-HPT Sembawa pada Tahun 2020, demi

mendukung program pengembangan ( Food Estate ) di Kabupaten Humbang Hasundutan

Provinsi Sumatera Utara.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, M.Azhar Harahap,SP,M.MA,

FOOD ESTATE PROVINSI SUMATERA UTARA

Page 7: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Laporan Utama

Vol XV No. 1 Tahun 2021 5

beserta jajaran SKPD terkait terus mendukung dan berbenah untuk mengembangkan food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara.

Melalui Program Menteri Pertanian, Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu Provinsi yang sangat mendukung untuk pengembangan food estate demi ketahanan Pangan Nasional khususnya Ketahan Pangan Local, Potensi Kabupaten Humbang Hasundutan sangat mendukung baik dari segi pertanian maupun peternakan, maka Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara mengintruksikan segenap SKPD terkait khususnya Kepala UPT-IB ‘ Ibu Yuliana Dewi,SPt,MM, selaku pimpinan puncak Pelayanan Inseminasi Buatan untuk melakukan percepatan pengembangan pelayanan Inseminasi Buatan Sapi dan Kerbau melalui Program Sikomandan di Kabupaten Humbang Hasundutan .

Dengan ditetapkannya Kabupaten Humbang Hasundutan Salah satu food estate yang ada di Provinsi Sumatera Utara, maka dengan adanya Program Sikomandan mudah-mudahan Kabupaten Humbang Hasundutan bersama Instasi terkait terus bekerjasama untuk meningkatkan Populasi Sapi dan Kerbau adapun data populasi Sapi Potong dan Kerbau saat ini di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah,

Tabel.1.Data Populasi Sapi Potong ( sumber . Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Humbang Hasundutan ).

NO Kecamatan 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Pakkat 565 585 603 613 664 684

2 Onan Ganjang 114 124 135 140 157 154

3 Sijampolang 543 571 598 603 669 709

4 Doloksanggul 26 19 26 31 36 36

5 Lintongnihuta 2 6 4 14 16 18

6 Paranginan - 15 8 8 6 4

7 Baktiraja - - - - - -

8 Pollung 4 5 6 6 11 29

9 Parlilitan 20 14 8 8 6 4

10 Tarabintang 8 31 52 60 62 63

11 Humbang Hasundutan 1,282 1,370 1,440 1,483 1,627 1,701

Tabel.2. Data Populasi Kerbau

NO Kecamatan 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Pakkat 1,684 1,663 1,706 1,696 1,728 1,778

2 Onan Ganjang 738 738 741 751 782 807

3 Sijampolang 367 341 351 348 354 361

4 Doloksanggul 1,219 1,201 1,211 1,229 1,279 1,331

5 Lintongnihuta 2,349 2,433 2,466 2,491 2,586 2,655

6 Paranginan 563 609 629 644 676 696

7 Baktiraja 257 229 234 224 227 225

8 Pollung 1,827 1,912 1,934 1,944 2,004 2,076

9 Parlilitan 1,730 1,743 1,763 1,816 1,858 1,913

10 Tarabintang 241 216 225 228 241 246

11 Humbang Hasundutan 10,975 11,085 11,260 11,371 11,736 12,088

Mudah-mudahan dengan adanya Food Estate di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dan di dukung dengan Program Sikomandan (Sapi, Kerbau Komiditi Andalan Negeri) mendongkrak perkembangan Populasi Peternakan khususnya di kawasan food estate Kabupaten Humbang Hasundutan demi tercapainya ketahanan Pangan Asal hewani. nMD

Page 8: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Liputan Utama

Oleh. IM. Unggul AbriantoPengawas Bibit Ternak Muda BPTU-HPT Pelaihari

Tahun 2020 Pemerintah telah menetapkan wilayah Kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas menjadi lumbung pangan atau food estate di luar Pulau Jawa dan sebagai salah satu program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Lahan rawa di

Kalimantan Tengah dapat dikembangkan sebagai lahan pangan masa kini dan masa depan yang prospektif dalam menopang ketahanan pangan sehingga produksi pertanian dapat meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor.

Pengembangan kawasan Food Estate berbasis korporasi petani di lahan rawa Kalimantan Tengah memiliki keunggulan komparatif seperti sumber

daya lahan yang cukup luas, sumberdaya air dan iklim yang sesuai dan modal sosial budaya yang mendukung. Pengembangan

kawasan Food Estate dilaksanakan di lahan eks PLG (Proyek Lahan Gambut) dan sekitarnya, tepatnya pada lahan sawah

eksisting seluas sekitar 30.000 ha (Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha dan Kabupaten Kapuas 20.000 ha)

Pengembangan kawasan Food Estate terintregasi antara lahan utama sawah (tanaman padi/jagung)

dengan komoditas pendukung (Hortikultura, Perkebunan, Peternakan) yang berada dalam

satu kawasan. Komoditas peternakan yang dapat dikembangkan adalah ternak itik. Usaha budidaya ternak itik lokal dapat menjadi usaha pokok yang memberikan

nilai tambah bagi peternak dengan cara mengintegrasikan usaha mulai dari hulu

sampai hilir (pembibitan, budidaya, pasca panen dan pemasaran) sehingga terbentuk

kawasan korporasi. Pengembangan itik di lokasi Food Estate bertujuan untuk meningkatkan

populasi itik di lokasi lahan rawa (padi), menyediakan sumber bahan pangan hewani, meningkatkan jumlah

rumah tangga peternak dan mengembangkan sumber daya genetik itik lokal dan/atau persilangan.

Penerima manfaat pengembangan itik di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas dialokasikan dalam 3 (tiga) cluster

di 15 (lima belas) kelompok ternak, dengan jumlah total ternak yang telah dikelola 7.650 ekor itik (7.500 ekor itik betina dan 150 ekor itik jantan). Adapun kriteria penerima manfaat adalah: Petani/Peternak yang aktif berusaha tani dan tergabung dalam Kelompok Tani/Kelompok Ternak/Gabungan Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Ternak yang telah disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, melakukan usaha budidaya secara mandiri yang terkoordinasi dalam satu manajemen dan agroklaster, bersedia melaksanakan kegiatan sesuai ketentuan dalam Petunjuk Teknis dan ketentuan lainnya yang telah disepakati dan diutamakan yang telah berpengalaman

PENGEMBANGAN ITIK DI KAWASAN FOOD ESTATE KABUPATEN PULANG PISAU DAN KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

6 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Page 9: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Liputan Utamabeternak itik. Adapun rincian kelompok penerima manfaat sebagai berikut:

No Nama Kelompok

Kabupaten Kecamatan Desa

1 Berkat Mufakat Kapuas Dadahup Bentuk Jaya

2 Karya Mukti Kapuas Dadahup Bentuk Jaya

3 Sri Rejeki Kapuas Dadahup Bentuk Jaya

4 Jaya Makmur Kapuas Dadahup Bentuk Jaya

5 Suka Jadi Kapuas Dadahup Bentuk Jaya

6 Ruhui Rahayu Pulang Pisau Maliku Tahai Baru

7 Rukun Selalu Pulang Pisau Maliku Tahai Baru

8 Rukun Karya Tani Pulang Pisau Maliku Tahai Baru

9 Situ Harjo Pulang Pisau Maliku Tahai Baru

10 Maju Bersama Pulang Pisau Maliku Tahai Jaya

11 Maju Bersatu Pulang Pisau Maliku Tahai Jaya

12 Sumber Mulyo Pulang Pisau Pandih Batu Belanti Siam

13 Tunas Jaya Pulang Pisau Pandih Batu Belanti Siam

14 Karya Dadi Pulang Pisau Pandih Batu Pantek

15 Tunas Harapan Pulang Pisau Pandih Batu Sanggang

BPTU-HPT Pelaihari turut serta dalam kegiatan pengembangan itik di lokasi Food Estate dengan mendistribusikan kepada setiap kelompok penerima manfaat berupa bantuan ternak itik, bahan pembuatan kandang, pakan dan obat-obatan/ vitamin disamping pendampingan teknis.

Itik yang diterima setiap kelompok penerima manfaat sejumlah 510 ekor (500 ekor betina dan 10 ekor jantan) dengan kriteria itik lokal dan/atau persilangan jenis petelur, umur siap produksi minimal umur 4 (empat) bulan, telah divaksin AI dan memiliki sertifikat veteriner/ Surat Keterangan Kesehatan Hewan. Bantuan pakan setiap kelompok sebanyak 6.100 kg dengan rincian pakan itik grower (17-20 minggu) sebanyak 1.950 Kg dan pakan itik layer (21-28 minggu) sebanyak 4.150 kg. Pakan yang diberikan berupa pakan komplit pabrikan untuk itik petelur sesuai SNI dan memiliki Nomor Pendaftaran Pakan (NPP). Paket bantuan bahan pembuatan kandang diberikan kepada setiap kelompok untuk dibuat satu unit kandang dengan ketentuan: 1) cukup untuk menampung semua itik dewasa, 2) berbentuk panggung, 3) memiliki alas, dinding dan atap, serta sirkulasi udara yang baik, 4) memudahkan proses produksi, pembersihan, pemberian pakan serta penanganan kesehatan hewan, 4) dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Bantuan Obat-obatan dan Vitamin yang diberikan berupa antibiotik, desinfektan, vitamin anti stres dan perangsang produksi telur.

Analisa usaha dari budidaya itik petelur pun cukup menjanjikan seperti terlihat dalam Tabel Analisa Usaha Pemeliharaan 500 Ekor dalam 1 Periode. Setiap kelompok penerima manfaat diharapkan dapat memperoleh keuntungan perbulan dari budidaya itik petelur sebesar Rp 2.240.000,- dari penjualan telur segar, keuntungan yang diterima oleh kelompok dapat meningkat menjadi Rp.8.800.000,- apabila telur segar diolah lebih lanjut menjadi telur asin.

Saat ini, kelompok penerima manfaat sudah menikmati hasil dari budidaya ternak itik, yang produksi telurnya sudah mencapai 200 butir perhari dari 500 ekor induk dengan umur berkisar 6-7 bulan, produksi telur akan semakin meningkat sampai dicapai puncak produksi di 90 %. Kelompok, yang dibimbing oleh penyuluh dan petugas dinas setempat, sudah memulai pembuatan telur asin untuk meningkatkan nilai jual telur itik. Kemajuan juga terlihat dalam hal pemasaran dengan memanfaatkan penjualan online dan sistem COD (Cash On Delivery) langsung ke konsumen dengan difasilitasi oleh dinas setempat. Kelompok secara mandiri sudah bisa membeli pakan itik sendiri dari hasil penjualan telur dan telur asin setelah bantuan pakan habis diberikan.

Semakin mandiri kelompok penerima manfaat dalam mengelola usaha ternak itik mulai dari hulu sampai hilir (pembibitan, budidaya, pasca panen dan pemasaran) menjadi salah satu indikator keberhasilan peningkatan usaha peternakan. Yuk beternak itik….nMD

Usaha budidaya ternak itik lokal dapat menjadi

usaha pokok yang memberikan nilai tambah

bagi peternak dengan cara

mengintegrasikan usaha mulai dari hulu sampai hilir

(pembibitan, budidaya, pasca

panen dan pemasaran)

sehingga terbentuk kawasan korporasi.

Vol XV No. 1 Tahun 2021 7

Page 10: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

8 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Sains dan Teknologi

KENDALA TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO DI INDONESIA Oleh : Ilyas, S.Pt

Pengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Laju perkembangan pertambahan penduduk Indonesia sangat berkorelasi dengan kebutuhan penambahan akan sumber protein hewani yang berupa daging merah.

Kebutuhan akan sumber tersebut Indonesia belum bisa dapat mencukupi kebutuhan produksi dalam negeri, sejak lama Indonesia telah mengimpor daging dan ternak potong bakalan.

Hal tersebut sangat dirasakan sekali pada saat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, dengan melonjaknya nilai tukar dolar terhadap rupiah yang mengakibatkan untuk pembayaran sapi impor dari luar negeri sangat tinggi. Hal ini menyebabkan pengalihan penyediaan sapi bakalan dari dalam negeri yang mengakibatkan menguras populasi ternak sapi yang ada.

Pengeluaran/eksploitasi ternak potong (sapi) dalam negeri menjadi salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan pangan hewani daging merah nasional. Hal ini ternyata berdampak

secara langsung kepada produksi ternak nasional dengan menurunnya kuantitas dan kualitas ternak potong (low profile) karena secara umum terjadi seleksi negatif dalam kegiatan penyediaan dan perdagangan bakalan sapi potong (Supriatna et al. 2005). Di beberapa daerah peternakan sapi perah rakyat, sudah terlihat ada penurunan kuantitas dan kualitas sapi perah (Supriatna et al. 2007, Noor et al. 2008). Demikian pula pada ternak kerbau yang dipelihara rakyat di daerah sudah tampak banyaknya kerbau albino dan kerbau dengan tanduk mengarah ke bawah yang merupakan indikasi adanya dampak inbreeding yang negatif (Sianturi 2012).

Transfer Embrio adalah merupakan salah satu metode bioteknologi reproduksi yang dapat mempercepat peningkatan kualitas ternak sapi (peningkatan Genetik). Transfer embrio pada ternak sapi sudah dapat dijalankan/diaplikasikan oleh beberapa perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM),

Page 11: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Sains dan Teknologi

Universitas Brawijaya (UB), Universitas Airlangga (UNAIR), lembaga-lembaga penelitian seperti Balai Penelitian Ternak (BALITNAK), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta perusahaan peternakan swasta.

Sementara itu di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, sebagai balai yang mempunyai tugas dan fungsi untuk memproduksi embrio ternak (sapi). Secara institusional BET mulai operasional sejak tahun 1994 yang diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yaitu bapak Tri Sutrisno. Pelaksanaan TE sebenarnya sudah diperkenalkan di Indonesia sejak awal dasawarsa 1980-an yaitu di PT. Berdikari dan PT. Gita Karya Utama.

Selaku produsen embrio, BET Cipelang telah memproduksi embrio insitu (pembuahan di dalam tubuh sapi atau donor) dengan keberhasilan produksi dan respon yang variatif. Jumlah rata-rata embrio yang dapat dipanen sebanyak 4-5 embrio per program superovulasi, dengan angka kebuntingan 20-30%. Berdasarkan perhitungan ekonomis, biaya untuk menghasilkan ternak sapi dari kegiatan TE jauh lebih murah dibandingkan dengan mendatangkan (impor) seekor donor ataupun bull dari negara lain sehingga optimal dalam menghemat devisa negara.

Kendala yang sangat mencolok dalam pelaksanaan TE adalah kekurangan waktu dalam mempersiapkan resipien, kekurangan peralatan produksi dan aplikasi, hormon untuk produksi dan sinkronisasi, serta obat-obatan. Selain itu, pasokan air yang sesuai dengan persyaratan dalam pembuatan medium flushing masih sangat tergantung seluruhnya dari luar negeri (impor). Kegiatan program TE ini lebih sesuai apabila dilaksanakan/diterapkan pada perusahaan peternakan, atau UPT Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sedangkan untuk aplikasi TE di peternakan rakyat, petugas harus selektif dan penuh pertimbangan dalam menentukan calon lokasi, calon peternak, penyiapan resipien terkait dengan jenis rumpun dan status reproduksinya, serta ada/tidaknya dukungan pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil analisa sementara, kendala

terbesar dalam pelaksanaan program aplikasi TE di Indonesia, adalah kesulitan petugas TE dalam mencari/ menyediaan resipien yang memenuhi syarat agar laik transfer. Menurut Mahon dan Rawle (1987), resipien yang laik transfer hanya mencapai 44,5% sedangkan menurut Supriatna et al. (1995) dapat mencapai 61,3%. Selain itu Mahon dan Rawle (1987) berpendapat bahwa bangsa/rumpun ternak sapi resipien memiliki pengaruh terhadap angka kebuntingan hasil dari kegiatan aplikasi transfer embrio.

Kegiatan TE masih menjadi alternatif yang terbaik dalam menghasilkan ternak unggul murni sehingga kendala di atas harus dapat dicarikan solusi teknisnya. Salah satu titik kunci adalah pada perbaikan pada penyiapan resipien dan dukungan dari stake holder terkait. Apabila hal itu dapat diminimalkan permasalahannya maka hasil TE akan dapat lebih baik lagi. nHCM

Transfer Embrio adalah

merupakan salah satu metode bioteknologi reproduksi yang dapat

mempercepat peningkatan

kualitas ternak sapi (peningkatan

Genetik)

Vol XV No. 1 Tahun 2021 9

Page 12: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

10 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Laporan

Dalam upaya pemeliharaan ternak, Menurut Parakkasi (1999) ada 3 sistem pemeliharaan ternak, yaitu Sistem Intensif, Ekstensif dan Sistem Mix Farming Sistem .

1. Sistem Intensif dibagi menjadi dua yaitu :

a. Sapi dikandangkan terus menerus dengan metode pemberian pakan secara cut and carry, Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemberian pakan secara ekstensif telah berkurang . Keuntungan system ini adalah dengan penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibandingkan dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya adalah modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan.

b. Sistem dikandangkan pada malam hari, kemudian pada siang hari digembalakan. Ini disebut sistem pemeliharaan semi intensif.

2. Sistem pemeliharaan ekstensif adalah pemeliharaan ternak di padang penggembalaan , pola pertanian menetap atau dihutan. Sistem ekstensif biasanya aktivitas perkawinan , pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama. Daerah yang luas padang rumputnya , tandus atau iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian maka dapat dilakukan usaha peternakan secara ekstensif. Beberapa peternak melepaskan ternaknya di lapangan tanpa memperhatikan kecukupan pakannya dan keadaan padang rumput.

3. Sistem pemeliharaan mix farming system yaitu sistem pertanian campuran yaitu petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan pakan yang ada di alam atau disekitar usaha pertanian. Mix farming system merupakan dasar pelaksanaan

integrasi sawit - sapi.

4. Jadi, untuk pemeliharaan ternak sapi dengan penggembalaan, maka ada beberapa titik kritis yang harus diperhatikan peternak :

1. Kegiatan penyemprotan dengan pestisida pada lahan sawit merupakan kegiatan rutin untuk mencegah pertumbuhan hama, gulma, dan penyakit pada tanaman sawit. Pada saat penyemprotan, sebaran droplet pestisida bisa mengenai rerumputan dibawah pohon sawit yang bisa saja dimakan oleh ternak. Hal ini bisa menyebabkan keracunan pada sapi. Selain kegiatan penyemprotan pestisida, tanaman sawit juga diberikan pupuk secara rutin, untuk kawasan dataran rendah yang bukan lahan gambut ataupun berpasir dapat dilakukan dengan pemberian pupuk metode benam, sehingga dapat mencegah sapi memakan pupuk yang disebar.

2. Binatang liar disekitar lokasi penggembalaan

Pelepasan sapi dipadang penggembalaan harus dilakukan pengawasan, karena adanya hewan liar, seperti anjing yang bisa memangsa anak sapi yang masih kecil.

3. Pemasangan perangkap babi untuk daerah perburuan.

Kebiasaan petani yang melakukan pemasangan perangkap terhadap hewan pemangsa tumbuhan pertaniannya juga dapat mengancam jiwa ternak sapi. Jika sapi yang dilepas ke lokasi penggembalaan di lahan perkebunan masyarakat, harus dipastikan tidak ada perangkap. Peternak harus menyisir lokasi penggembalaan di plot-plot di dalam kawasan integrasi.

4. Kondisi hijauan pada padang penggembalaan. Beberapa kondisi padang penggembalaan :

TITIK – TITIK KRITIS SISTEM PENGGEMBALAAN TERNAK SAPI DENGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI

Oleh : AzizahPengawas Bibit Ternak di SumBar

Page 13: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

a. Dengan sistem penggembalaan yang tidak ada pembuatan paddock sehingga terjadi continuoe grazing adalah penggembalaan ternak dimana ternak menyenggut/merumput pada padang

b. rumput yang sama untuk waktu yang lama (sepanjang tahun) secara terus menerus (tidak ada pembagian paddock).

c. Over-grazing  adalah grazing yang berlebihan disebabkan persediaan pakan yang lebih sedikit (under stocking  ) dengan jumlah ternak yang digembalakan sehingga terjadi eksploitasi padang rumput/pastura secara berlebihan, biasanya terjadi pada sistem penggembalaan continue pada musim kemarau.

d. Undergrazing adalah grazing yang berlebihan disebabkan persediaan pakan yang lebih sedikit (under stocking  ) dengan jumlah ternak yang digembalakan sehingga terjadi eksploitasi padang rumput/pastura secara berlebihan, biasanya terjadi pada sistem penggembalaan continue pada musim kemarau.

e. Rotational grazing adalah penggembalaan ternak yang intensif dimana ternak menyenggut/merumput pada padang rumput dalam paddock  secara bergiliran dari padang rumput yang satu ke padang rumput yang lain ataudari

paddock yang satu ke paddock yang lain kemudian kembali ke padang rumput/paddock semula setelah kondisi tanaman kembali siap di senggut. Ini salah satu metode penggembalaan yang efektif.

5. Kondisi cuaca yang tidak menentu sepanjang tahun yang menyebabkan ketersediaan hijauan atau kebutuhan air di lokasi penggembalan tidak selalu tersedia. Peternak harus menyiapkan pakan cadangan atau pakan konsentrat untuk memenuhi kebutuhan pakan seperti pembuatan silase ataupun pakan konsentrat pabrikan.

6. Kondisi padang penggembalaan yang ada lobang , parit besar ataupun lumpur dalam dapat menyebabkan ternak jatuh masuk ke lobang dan bisa mengakibatkan kematian ternak.

7. Sapi induk bunting tua ataupun sapi induk beranak yang tidak diawasi dengan baik di lokasi pengembalaan, sehingga bisa terjadi kelahiran di lokasi penggembalaan yang tidak di tangani dengan baik sehingga bisa menyebabkan kematian anak ataupun induk pada saat melahirkan sapi, apalagi untuk kelahiran dengan kondisi distokia ataupun kesulitan yang bukan kelahiran normal.

8. Kondisi pagar ataupun pintu untuk plot area penggembalaan yang rusak yang bisa mengakibatkan ternak keluar dari pengawasan dan bisa merusak tanaman masyarakat disekitar area penggembalaan. nMD

Laporan

Vol XV No. 1 Tahun 2021 11

Page 14: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

12 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Laporan

MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PPNS DITJEN PKH Oleh: Dani Kusworo

Penyidik PNS dan Pengawas Bibit Ternak Ahli

Dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa PENYIDIK adalah: a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia; b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil

(PNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Jadi PPNS adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang memiliki tugas dalam hal penyelidikan dan penyidikan atas pelanggaran atau kejahatan (sesuai Undang-Undang yang menjadi kewenangannya) yang dilakukan oleh oknum (tersangka), dan melimpahkan berkas hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan di Pengadilan.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen PKH mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan penyelidikan (pengawasan, pengamatan, penelitian dan pemeriksaan) serta penyidikan tindak pidana bidang peternakan dan kesehatan hewan dengan mengacu pada UU peternakan no 41 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Selain itu dijelaskan dalam pasal 84 ayat (1) undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, PPNS mempunyai wewenang sesuai undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koodinasi dan pengawasan penyidik POLRI. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara RI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan dari tanggungjawabnya meliputi peternakan dan Kesehatan hewan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Keberhasilan Penindakan sangat terkait erat dengan kinerja para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), sehingga diperlukan PPNS yang kompeten dan profesional dalam bekerja. Namun permasalahan yang terpenting pada PPNS adalah kurangnya mengoptimalkan PPNS yang ada sehingga pengalaman menjadi kurang, serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan yang melandasi seseorang PPNS untuk bekerja (UU. No.8 /1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 junto undang-undang nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan perundangan lain mengenai perbibitan, pakan, budidaya, kesehatan masyarakat veteriner dan kesehatan hewan).

Oleh karena itu, PPNS yang ada sekarang harus benar-benar dioptimalkan keberadaannya, sehingga semakin memahami tugas dan fungsinya dengan benar, dan akan lebih berpengalaman dalam penindakan. Apabila ada kasus tindak pidana di bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, agar pimpinan segera mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan

dan ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penyidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka diperlukan bimbingan teknis kepada Para Penyidik Pegawai Negeri SIpil lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kegiatan Bimbingan teknis PPNS dilaksankan di Hotel Royal Bogor pada tanggal 9 sd 10 November 2020. Jumlah peserta hadir di tempat pelaksanaan acara di Hotel Royal Bogor 20 orang dan hadir melalui zoom meeting 80 orang. Peserta yang hadir adalah PPNS Ditjen PKH adalah PPNS Pusat dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dan selebihnya hadir melalui video conference.

Bapak Dirjen PKH memberikan arahan bahwa saat ini kinerja PPNS PKH masih biasa saja cenderung tidak produktif karena hanya bergerak jika ada laporan. Kedepannya PPNS PKH diharapkan lebih aktif berkiprah menegakkan UU PKH. Dirjen PKH mengharapkan melalui bimtek ini para PPNS lebih semangat dan wawasan PPNS PKH akan meningkat.

Beberapa kendala yaitu komitmen dan dukungan baik moril maupun materiil dari pimpinan, belum adanya struktur organisasi yang mewadahi PPNS PKH, kurangnya keterampilan dan pengalaman PPNS PKH, kurangnya keberanian dan kepercayaan diri PPNS PKH, dan masalah legalitas PPNS sebagai syarat formil yaitu pelantikan PPNS dan perpanjangan KTP PPNS. Beberapa tantangan PPNS PKH meliputi pasar bebas,

Page 15: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Laporan

pengawasan postborder, maraknya peredaran produk hewan dan obat hewan secara online, pengawalan program dan kebijakan PKH, dan keterbatasan PPNS baik jumlah maupun kualitas.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan terobosan melalui pengembangan sarana peternakan dan kesehatan hewan, penjaminan mutu, pengawasan terhadap penyediaan dan peredaran sarana peternakan dan penindakan terhadap pelanggaran dan kejahatan dibidang peternakan dan kesehatan hewan. Penindakan perlu dilakukan dalam rangka menjamin ketersediaan dan peredaran sarana peternakan dan kesehatan hewan yang bermutu, aman dan sesuai peraturan.

Keberhasilan Penindakan sangat terkait erat dengan kinerja para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sehingga diperlukan PPNS yang kompeten dan profesional dalam bekerja. Namun permasalahan yang terpenting pada PPNS adalah Kurangnya keberanian dalam menindak, dan pengalaman yang kurang, serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan yang melandasi seseorang PPNS untuk bekerja (UU. No.8 /1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 junto undang-undang nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan perundangan lain mengenai perbibitan, pakan, budidaya, kesehatan masyarakat veteriner dan keswehatan hewan).

Didalam undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan disebutkan secara jelas tentang pelanggaran dan kejahatan (tindak pidana) yang terjadi dibidang peternakan dan kesehatan hewan, antara lain:

Peran Penyidik PNS dalam peningkatan produksi dan peredaran sarana prasarana peternakan dan Kesehatan Hewan jangan hanya sebatas meningkat jumlahnya saja, tapi

bagaimana dapat meningkatkan kualitas juga, produk yang dihasilkanpun harus sesuai dengan standar, dibutuhkan PPNS yang mandiri, mampu menawarkan ide-ide kreatif untuk kemajuan Peternakan dan Kesehatan Hewan kedepannya

Untuk menjadikan PPNS yang kompeten dan profesional, maka diperlukan pendidikan dan pelatihan untuk membekali mereka sebelum menjalankan tugas-tugasnya, diantaranya diklat dasar PPNS, bimbingan teknis PPNS, dan diklat lain yang mendukung. Selain itu, pengalaman seorang PPNS dilapangan, dapat mengasah ketajaman berpikir, kemampuan menganalisis masalah dan bertindak cepat dalam dalam melaksanakan tugas yang diembannya.

PPNS harus menjadi agen perubahan dan pembaharuan sosial di lingkungan masyarakat, khususnya bidang peternakan dan kesehatan hewan, sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran masyarakat peternak, bertanggungjawab secara profesional dan terus menerus meningkatkan kompetensi /kecakapan baik substansive metodologis maupun sosial melalui pendidikan teknis/ fungsional.

Keberhasilan Penyelidikan dan penyidikan sangat terkait erat dengan kinerja para PPNS. Sehingga diperlukan PPNS yang kompeten dan profesional dalam bekerja. Namun permasalahan yang terpenting pada PPNS adalah kurangnya keberanian dalam menindak, dan pengalaman yang kurang, serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan yang melandasi seseorang PPNS untuk bekerja, sehingga dengan penggunaan seragam dan peningkatan skill pengawasan, menjadikan PPNS lebih berani dalam bertindak.

Akhirnya diharapkan agar Penyidik PNS dapat mengetahui perannya dengan baik dan benar, memahami betul Peraturan Perundangan yang menjadi pijakannya bergerak, sehingga setiap kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik dan penuh semangat, wallahualam. nSTG

Vol XV No. 1 Tahun 2021 13

Page 16: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Laporan

Oleh : Sinta P & Harry Cakra M Pengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Permintaan pasar terhadap domba terus meningkat terutama untuk kebutuhan pasar domestik seperti pemotongan harian untuk pedagang sate, kurban dan aqiqah. Selain itu adanya permintaan pasar luar negeri yang semakin terbuka dan

meningkat juga menjadi suatu peluang pengembangan. Besarnya permintaan dan peluang pasar baik secara domestik maupun luar negeri ini belum dapat direspon dengan baik karena keterbatasan produksi domba siap potong dan bakalan domba untuk budidaya. Keterbatasan bakalan domba potong tersebut karena belum berjalannya kegiatan pembibitan dan pembiakan di peternak (sektor hulu). Hal tersebut perlu segera ditangani dengan menjaga ketersediaan bibit domba agar terjadi kesinambungan usaha dari sektor hulu sampai ke Hilir.

Indonesia memiliki banyak rumpun domba lokal yang berkualitas seperti Domba Garut, Domba Ekor Gemuk, Domba Ekor Tipis dan lain lain. Namun demikian, ketersediaan bibit domba lokal tersebut masih belum cukup meningkatkan produksi dan produktivitas domba dalam rangka pemenuhan permintaan pasar domestik dan luar negeri. Berdasarkan keterbatasan tersebut maka ada upaya memasukkan atau mengitroduksikan domba Dorper yang merupakan domba tipe pedaging dengan tingkat produktivitas dan daya adaptasi yang tinggi.

Saat ini informasi mengenai perkembangan domba Dorper di Indonesia sangat terbatas dan sulit diperoleh. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya laporan dan penelitian mengenai karakteristik dan pola pertumbuhan domba Dorper di Indonesia, yang pemeliharaannya masih secara tertutup (closed housed). Sementara itu potensinya sebagai domba penghasil daging saat cukup baik. Potensi ini perlu dilihat sebagai peluang dalam peningkatan produksi daging domba di Indonesia. Pengembangan dan peningkatan produktivitas ternak domba inipun nantinya tidak akan terlepas dari penyediaan bibit jantan maupun betina. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai domba Dorper berdasarkan negara asalnya.Karakteristik Domba Dorper

Domba Dorper merupakan jenis bangsa komposit yang berasal dari Afrika Selatan hasil dari persilangan Domba Persia berkepala hitam (Black-Headed Persian) dengan Domba Dorset (Dorset Horn). Domba ini merupakan salah satu jenis domba tak bertanduk yang paling subur dengan badan yang panjang, bulat, dan dalam, serta perpaduan rambut bulu dan rambut wol tipis dan pendek. Ada dua jenis utama Domba Dorper, yaitu Black Headed Dorper dan White Dorper. Asal-usul genetik dari kedua varian dari breed ini adalah sama, warna yang berbeda hanya dipilih karena preferensi kesukaan.

Domba Dorper memperlihatkan kemampuan adaptasi yang luar biasa, ketangguhan fisik, tingkat reproduksi dan pertumbuhan serta kemampuan mengasuh anak yang tinggi. Bobot hidup sekitar 36 kg dapat dicapai oleh domba ini pada umur 3 – 4 bulan, sedangkan untuk jantan dewasa dapat mencapai bobot hidup 110 hingga 130 kg, dan domba betina bisa mencapai bobot hidup 80 sampai 110 kg. Badan domba ini memiliki karakteristik dalam, lebar, panjang, dan padat berisi. Karakteristik teknis tersebut memiliki peran penting dalam pemuliaan domba terutama dari sisi ekonomi.

Di luar Afrika Selatan, domba Dorper juga banyak diternakkan dan dikembangkan di Australia sejak tahun 1996. Alasan utama dari jenis domba ini dikembangkan di Australia karena memiliki sifat reproduksi dan produksi yang baik. Domba ini juga dianggap kuat dan cocok untuk kondisi lingkungan penggembalaan di Australia karena terbiasa menghadapi kondisi lingkungan negara asalnya yaitu di Afrika Selatan.

Di negara Kanguru ini, domba ini banyak dipelihara di daerah gurun, kawasan beriklim tropis benua ini serta daerah selatan Australia yang bercurah hujan tinggi. Domba ini bahkan terbukti mampu berkembangbiak di daerah berhawa sangat dingin dan lembab seperti Tasmania. Domba ini sangat mudah beradaptasi dengan

kemampuan tinggi untuk berkembang, tumbuh, berproduksi dan berkembangbiak di lingkungan yang curah hujannya tidak teratur dan rendah. Serta memiliki kemampuan untuk merumput dan menjelajah yang menunjukkan bahwa domba ini akan mengkonsumsi tanaman yang jarang dimakan oleh Merino.

Domba Dorper memiliki kulit tebal, yang sangat dihargai di pasaran dan mampu melindungi domba pada bawah kondisi iklim yang keras. Hasil pengolahan kulit memiliki kontribusi sebanyak 20 % dari total pendapatan di di Afrika Selatan. Tidak seperti Merino, Domba ini tidak membutuhkan pemotongan bulu sehingga lebih tahan terhadap penyakit serangan lalat yang biasa mengghinggapi badan domba yang selesai potong bulu.

Domba Dorper di Indonesia, saat ini yang dipelihara masih sesuai dengan gambaran karakter domba Dorper di Asutralia. Namun, nantinya diharapkan akan muncul laporan-laporan hasil penelitian terkait karakteristik teknis khas dari domba Dorper telah dipelilhara dan dikembangkan di Indonesia. Karena, karekteristik domba ini mungkin akan mengalami adaptasi agar sesuai dengan negara tropis merupakan habitat yang cocok bagi Domba Dorper, dengan cuaca dan iklim suhu rendah terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Dengan karakteristik domba Dorper memiliki kemampuan merumput maka ternak akan mudah menyesuaikan untuk konsumsi makanan. Peluang Pengembangan

Indonesia mempunyai beberapa jenis domba yang terbukti mempunyai kemampuan yang tinggi dalam adaptasi terhadap lingkungan, tahan terhadap ektoparasit maupun pakan berkualitas rendah. Salah satunya adalah Domba Garut yang terkenal dengan kualitas kulitnya yang terbaik di dunia.

Tren perkembangan budidaya domba mengalami perkembangan yang positif. Indikasi tersebut terlihat dari terbukanya peluang pasar baik dalam negeri maupun pasar ekspor di wilayah regional ASEAN yang memberikan dampak positif pada gairah peternak untuk melakukan budidaya domba di Indonesia. Walaupun, secara umum proses budidaya tersebut masih bersifat subsistem, belum memperhitungkan factor biaya dan kualitas dalam pemeliharaannya.

Cepatnya tren tersebut masih belum dapat mendongkrak peningkatan produksi daging domba secara nasional. Kendala yang umum dirasakan adalah rendahnya pertambahan bobot badan ternak domba lokal yang ada. Hal ini yang perlu dicarikan solusi sehingga terjadi peningkatan produksi daging domba. Upaya yang banyak dilakukan para pemulia domba adalah dengan melakukan persilangan antar rumpun domba sehingga memperoleh sifat heterositas dari tetuanya.

Peluang persilangan ini dapat diterapkan pada domba Dorper. Upaya persilangan terhadap domba Dorper telah dilakukan dengan mengawinkan domba Dorper Betina dengan Domba Garut Jantan. Upaya persilangan ini diharapkan dapat memberikan nilai heterositas pada persilangannya. Sifat yang diharapkan dari perkawinan tersebut adalah pertumbuhan yang cepat dan tinggi dari dombna Garut, serta peningkatan bobot badan dari domba Dorper.

Keberadaan domba Dorper selain untuk menambah keragaman domba yang ada di Indonesia juga dimaksudkan memberikan peluang peningkatan daging domba melalui efek heterosis melalui introduksi sumber genetik pedaging. Kedepan pengembangan-pembiakan domba secara komersial melalui introduksi sumber genetik pedaging dari domba Dorper diharapkan menjadi alternatif solusi permasalahan restoking dan produksi domba.

Persilangan domba Dorper dengan domba Garut menunjukkan performa yang lebih baik dibanding domba Garut murni. pola warna domba Dorper relatif dominan, namun penyebaran belang juga dipengaruhi warna induk. Apabila warna kulit domba induk putih, maka anaknya berwarna seperti warna domba Dorper. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh heterosis benar-benar terlihat pada performa domba silangan. nYMY

MENGENAL “DORPER” LEBIH DEKAT

14 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Page 17: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Laporan

Oleh : Lusi HerafitriWastukan Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

MENGENAL PAKAN KAMBING PE

Susu memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Permintaan susu semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi susu.

Kebutuhan konsumsi susu nasional dipenuhi dari impor sebesar 73%, sedangkan produksi susu lokal bisa memenuhi sebesar 23% (cetak biru persusuan Indonesia 2013 – 2025). Dari jumlah tersebut 99,81% berasal dari susu sapi dan 0,19% berasal dari susu kambing.

Oleh sebab itu, usaha ternak kambing perah masih mempunyai peluang besar untuk dikembangkan, dimana Kambing Peranakan Ettawa menjadi salah satu komoditi pilihan.

Usaha ternak kambing perah ini mempunyai banyak keuntungan antara lain membutuhkan modal yang relatif lebih kecil dan harga susu kambing masih relatif tinggi dengan tingkat produksi susu antara 1,5-3 liter per ekor/hari (Matualesi, 2017) sehingga tingkat keuntungannya juga lebih tinggi.

Kebutuhan nutrien ternak ditentukan oleh hidup pokok dan tingkat produksinya. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Apabila pakan yang diperoleh melebihi dari kebutuhan hidup pokok maka sebagian kelebihan akan digunakan untuk produksi.

Pemberian nutrien kepada ternak terutama protein kasar, apabila sudah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka akan dapat meningkatkan produktivitasnya.

Ternak yang mendapatkan protein ransum lebih tinggi akan mempunyai pertambahan bobot badan (PBB) yang lebih tinggi dan lebih efisien dalam menggunakan pakan.

Kebutuhan protein tertinggi diperlukan saat ternak berada pada status pertumbuhan awal, melahirkan dan awal laktasi.

Selain itu protein dibutuhkan pula untuk produksi susu khususnya untuk produksi kasein. Kebutuhan protein kasar ransum untuk hidup pokok (maintenance) adalah 4,15 g/W kg 0,75 sedangkan untuk kebutuhan produksi susu adalah 77 g/kg susu dengan kadar lemak 4,5% (NRC, 1981), sehingga produksi susu akan sangat ditentukan oleh protein dalam ransum.

Disamping protein, ternak juga memerlukan energi untuk pemeliharaan tubuh, memenuhi kebutuhannya akan energi mekanik untuk gerak otot, dan sintesa jaringan-jaringan baru.

Bila hewan dalam keadaan kekurangan makanan, ia tetap memerlukan energi untuk melaksanakan fungsi normal dari tubuh, misalnya aktivitas kerja, otot-otot, kerja kimia, untuk sintesa enzym-enzym essensial dan hormon yang penting untuk proses-proses kehidupan, dan lain-lain. Energi yang diperlukan untuk kepentingan-kepentingan tersebut diperoleh dari hasil katabolisme zat-zat cadangan dalam tubuh, misalnya : glikogen, lemak dan protein.

Permasalahan yang terjadi di tingkat peternak adalah produktivitas kambing perah rata-rata masih rendah. Hal ini disebabkan kualitas ransum, bibit dan tatalaksana pemeliharaan yang belum optimal. Salah satu upaya pemecahan masalah rendahnya produksi susu adalah dengan meningkatkan kualitas

ransum pada saat laktasi. Peningkatan kualitas ransum terutama kandungan Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrients (TDN) diperlukan pada saat laktasi. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya proses metabolisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susunya. Ransum yang biasanya diberikan pada kambing di tingkat peternak pada umumnya memiliki kandungan protein kasar antara 9 – 12%, dengan kisaran tersebut perkembangan mikroba rumen tidak optimal, karena mikroba rumen akan dapat berkembang dengan baik pada saat kadar protein kasar ransum yang diberikan pada ternak sebesar 13,4%. (Ilmu Makanan Ternak, 1992)

Pakan kambing terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang digunakan sebagai pakan, dapat berupa hijauan segar maupun hijauan kering. Disamping itu, harus memenuhi persyaratan sebagai pakan antara lain tidak mengandung racun dan bermanfaat bagi ternak untuk kelangsungan hidupnya.

Mengamati karakteristik ternak kambing pada saat makan tidak bersifat grazing (merumput) tetapi lebih bersifat browsing (pilih-pilih) atau selektif sehingga lebih menyukai mengkonsumsi kelompok hijauan legume (daun) baik itu legume pohon (gamal, lamtoro, kaliandra) dan legume merambat (sentro, siratro) dibandingkan kelompok hijauan graminae (rumput).

Kombinasi yang dianjurkan untuk pakan hijauan ternak kambing dengan ratio antara legum dan rumput (70% : 30%). Hijauan pakan ternak yang telah teruji mudah tumbuh dan berproduksi tinggi yaitu legume gamal (Gliricedea Sepium), rumput raja (Penisetum Purpuphoides) dan rumput gajah (Penisetum Purpureum), dengan perbandingan tersebut nilai nutrisi yang terkandung dalam daun dan rumput akan saling melengkapi.

Berdasarkan tinjauan dari beberapa literatur dengan pemupukan dan perawatan yang normal dalam keadaan segar produksi rumput gajah rata-rata 80 ton/ha/tahun dan legum gamal 30 ton/ha/tahun. Rumput gajah dengan umur potong 50 hari sangat baik diberikan pada ternak kambing, selain itu untuk rumput gajah sebelum diberikan pada ternak kambing dichopper terlebih dahulu supaya meningkatkan palatabilitas (kesukaan).

Dalam satu tahun rumput gajah dapat dipanen 7 kali dengan rata-rata umur potong 50 hari. Lebih lanjut untuk legum gamal dalam satu tahun gamal dapat dipanen 4 kali dengan rata-rata umur potong 90 hari. Legume lainnya seperti daun nangka, angsana, lamtoro dan kaliandra cocok ditanam pada pembatas lahan hijauan pokok yang berfungsi sebagai pagar hidup sekaligus dapat mensubtitusi kurang lebih 10% dari hijauan pokok pada saat musim kemarau.

Daerah tropis yang suhunya relatif lebih panas mempunyai kualitas hijauan yang cenderung lebih rendah, sehingga untuk pemenuhan zat-zat gizi yang tidak tersedia di dalam pakan hijauan dipenuhi melalui pakan konsentrat.

Jenis bahan pakan penyusun konsentrat antara lain dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas kecap, bungkil kedelai, polard, onggok, dan lain-lain. Pakan konsentrat berfungsi sebagai penambah energi, disamping mengandung protein lebih dari 20% dan kandungan serat kasar kurang dari 18% serta mudah dicerna. nFBR

Vol XV No. 1 Tahun 2021 15

Page 18: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

16 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Bitopinia

Oleh: Amalia Puji RahayuWasbitnak Muda Dinas Pertanian, Perikanan, dan

Pangan Kabupaten Semarang

Keuntungan ekonomi besar yang diperoleh dengan efisiensi usaha dan waktu yang singkat merupakan

impian bagi semua jenis usaha yang kita lakukan…tak terkecuali usaha peternakan sapi perah. Semua peternak sapi perah tentunya ingin memelihara sapi perah yang memiliki efisiensi reproduksi dan produksi susu tinggi sehingga diharapkan akan memberikan keuntungan yang besar bagi peternak pemeliharanya. Beragam upaya dilakukan untuk mendapatkan ternak impian, salah satunya dengan melakukan pemuliaan ternak.

Pemuliaan ternak, selain untuk meningkatkan produksi juga harus diarahkan untuk meningkatkan sifat ekonomis lainnya seperti sifat reproduksi. Performa reproduksi yang baik akan menunjukkan nilai

efisiensi reproduksi yang tinggi. Efisiensi reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor ternak untuk bunting dan menghasilkan keturunan yang layak. Efisiensi reproduksi yang rendah tidak hanya dapat disebabkan oleh faktor gangguan reproduksi, fisiologis (hormonal), atau manajemen reproduksi, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Kemajuan genetik yang rendah untuk sifat-sifat reproduksi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu : 1) program seleksi yang lebih menekankan seleksi pada sifat produksi, bukan pada sifat reproduksi; dan 2) sifat-sifat reproduksi umumnya memiliki heritabilitas yang rendah sebagai salah satu dampak seleksi alam. Seleksi yang diarahkan pada perbaikan suatu sifat, tidak menjamin keberhasilan yang sama pada sifat lainnya. Sebagai contoh, jika penekanan seleksi diarahkan pada sifat/

fungsi produksi susu yang tinggi melal ui suatu proses biologis maka sifat/fungsi lain seperti fertilitas, pergerakan, kekebalan tubuh, dan lain-lain tentu akan terpengaruh.

Berbagai penelitian melaporkan adanya korelasi genetik yang “negative” antara produksi susu dengan performa reproduksi. Nilai korelasi genetik yang dilaporkan pada berbagai penelitian diantaranya : (i) produksi susu dengan conception rate (CR) yaitu tingkat sapi yang bunting pada IB pertama) setelah beranak dilaporkan sebesar −0,49, artinya semakin tinggi produksi susu semakin rendah CR-nya; (ii) antara produksi susu dengan service per conception (0,23 - 0,48), dengan lama kawin lagi setelah beranak (0,12 – 0,60), dengan masa kosong dan calving interval (0,21 – 0,71), artinya, semakin tinggi produksi susu maka semakin

ANTAGONISME KEMAMPUAN REPRODUKSI DAN PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

Page 19: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

bwBitopinia

tinggi S/C serta semakin panjang lama kawin lagi setelah beranak, masa kosong dan calving interval (CI), dimana hal ini kurang menguntungkan secara ekonomis.

Penurunan performa reproduksi sebagai konsekuensi dari seleksi terus-menerus untuk meningkatkan produksi susu juga dilaporkan di banyak negara lainnya, misalnya terjadi peningkatan masa kosong per laktasi selama 40 hari di Selandia Baru; peningkatan CI dari <13 bulan menjadi >14,5 bulan dan S/C dari 2,0 menjadi >3,5 dari tahun 1980-2000 di Amerika Serikat; peningkatan CI dari 371 hari menjadi 450 hari dan S/C dari 1,7 kali menjadi 2,3 kali dari tahun 1988 - 2002 di Mesir. Fertilitas yang semakin rendah mengakibatkan kerugian ekonomis dan dapat menyebabkan afkir dini. Penurunan sifat fertilitas akibat seleksi untuk produksi susu dapat diminimalkan dengan mempertimbangkan fertilitas dalam program seleksi. Hal ini karena meskipun heritabilitas sifat-sifat reproduksi umumnya rendah, namun korelasi genetiknya dengan sifat produksi susu berdampak nyata. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan sifat ini ketika memilih tetua untuk

program pemuliaan.

Pertimbangan performa reproduksi sebagai kriteria seleksi dapat diterapkan dengan metode indeks seleksi. Metode indeks seleksi adalah seleksi yang diberlakukan pada ternak dengan menerapkan indeks terhadap sifat-sifat yang menjadi kriteria seleksi. Metode indeks seleksi ini telah diterapkan di berbagai negara, diantaranya adalah Selandia Baru, Norwegia, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, dsb. Sebagai contoh, Selandia baru menerapkan New Zealand Animal Evaluation Limited - Breeding Worth (NZAEL-BW) dengan memperhitungkan 7 sifat yaitu produksi susu, produksi lemak susu, produksi protein susu, bobot hidup, skor sel somatik, fertilitas, dan daya hidup). Norwegia menerapkan Nordic TMI (Total Merit Index) dengan memperhitungkan 13 sifat, diantaranya fertilitas anak betina dari induk yang diseleksi. Kecermatan seleksi untuk sifat-sifat reproduksi dapat ditingkatkan dengan pengukuran lebih dari satu sifat pada individu, penggunaan informasi silsilah, dan peningkatan ukuran kelompok keturunan. Upaya lebih lanjut perlu dilakukan dalam mengendalikan lingkungan produksi untuk

menghindari lambatnya laju kemajuan genetik produksi susu akibat hubungan antagonisme antara produksi susu dan fertilitas ternak.

Pemanfaatan metode indeks seleksi pernah dilaporkan di di BPTU-HPT Indrapuri untuk menseleksi sapi potong (sapi Aceh) dan dinyatakan bahwa metode ini dapat digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi ternak yang lebih akurat. Ke depan, diharapkan metode ini dapat digunakan juga pada sapi perah terutama pada balai pembibitan ternak, seperti BBPTU-HPT Baturraden. Recording yang lengkap, serta telah adanya berbagai penelitian mengenai heritabilitas sifat-sifat produksi maupun reproduksi, dapat digunakan sebagai database untuk menghitung faktor pembobot dan persamaan indeks seleksi yang diperlukan dengan melibatkan akademisi dan peneliti. Dengan memperhitungkan kemampuan produksi sekaligus reproduksi melalui metode indeks seleksi ini, diharapkan ternak-ternak hasil seleksi beserta keturunan-keturunannya adalah benar-benar ternak yang tidak hanya produksi susunya yang tinggi tetapi juga memiliki kemampuan reproduksi yang baik. nNS

Vol XV No. 1 Tahun 2021 17

Page 20: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

18 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Sains dan Teknologi

Oleh : Harry Chakra MahendraPengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

GANGGUAN REPRODUKSI, BENARKAH KARENA IB?

Inseminasi buatan (IB) adalah salah bioteknologi dalam bidang reproduksi ternak yang memungkinkan adanya proses perkawinan ternak betina tanpa perlu seekor pejantan. Kegiatan IB ini merupakan suatu rangkaian proses

terencana dan terprogram karena terkait dengan persebaran genetik ternak di masa yang akan datang. Keuntungan IB pada sapi di Indonesia antara lain peningkatan mutu genetik yang lebih cepat karena menggunakan semen dari pejantan unggul, dapat menghemat biaya pemeliharaan pejantan lain dan penularan penyakit kelamin dari ternak yang diinseminasi dapat dibatasi atau dicegah.

Sebagian besar peternak telah mengenal kegiatan IB terutama yang berdomisili di wilayah Pulau Jawa. Kegiatan IB telah menjadi sarana utama dalam pola pengembangbiakan ternak sapi. Kondisi kandang dan skor kondisi tubuh (SKT) ternak yang beragam memberikan tantangan tersendiri bagi petugas IB. Kondisi di atas sulit ditemui pada peternakan di masyarakat karena berkaitan dengan kemampuan finansial peternak dalam membangun kandang dan pemberian pakan. Bahkan sering ditemui juga oleh petugas saat melakukan IB, ternak-ternak betina yang kondisi kandang penuh dengan kotoran serta tanpa tersedia kandang jepit. Kondisi lapangan seperti itu yang jauh dari kata “higienis“ dan rentan terkontaminasi agen penyakit menimbulkan pertanyaan apakah pelaksanaan IB akan dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada ternak secara langsung?.

Tujuan Inseminasi Buatan

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam Pasal 1 nomor (18) telah menjelaskan pengertian dan tujuan kegiatan IB. Berdasarkan pasal tersebut diperoleh penjelasan bahwa IB merupakan teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting.

Tujuan ini sejalan dengan semangat kegiatan SIKOMANDAN yang telah berjalan sejak tahun 2020, yang menjadikan IB sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan populasi melalui peningkatan kebuntingan dan kelahiran ternak. Capaian yang diperoleh SIKOMANDAN dengan adanya peningkatan kegiatan IB di Indonesia adalah terjadinya peningkatan kelahiran ternak sapi di Indonesia. Berdasarkan data iSIKHNAS tahun 2020, pelaksanaan IB di Indonesia sebanyak 4.385.912 ekor (175,79%) dan tingkat kelahiran sebesanyak 2.300.730 ekor (114,43%).

Capaian kegiatan SIKOMANDAN ini, memberikan tanda bahwa kegiatan IB memiliki kontribusi dalam pencapaian peningkatan populasi sapi di Indonesia. Populasi sapi di Indonesia di tahun 2020 sebanyak 18,035 juta ekor atau naik (3,09%) dari tahun sebelumnya yaitu 17,495 juta ekor. Hal ini tentu saja tak lepas dari peran serta petugas IB sebagai ujung tombak kegiatan yang bersentuhan langsung dengan peternak. Kompetensi petugas dilapangan dengan latar belakang pendidikan berbeda ternyata tetap memberikan dampak positif dalam memenuhi tujuan pelaksanaan IB.

Bagi Petugas IB yang memiliki latar belakang Sarjana Peternakan atau D3 Peternakan, bekal kompetensi IB telah masuk ke dalam kurikulum pada Fakultas Peternakan, yaitu dalam mata kuliah reproduksi ternak, mata kuliah manajemen reproduksi ternak, dan mata kuliah teknologi reproduksi.

Gangguan Reproduksi dan Inseminasi Buatan

Gangguan reproduksi didefinisikan sebagai kondisi dimana fungsi reproduksi hewan jantan atau betina terganggu sementara sehingga berdampak pada menurunnya efisien reproduksi. Gangguan ini ditandai dengan efisiensi reproduksi dan produktifitas yang rendah. Dampak adanya gangguan reproduksi dapat dilihat dari tingginya service per conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), dan rendahnya angka kelahiran yang berakibat pada penurunan pendapatan peternak.

Page 21: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Sains dan Teknologi

Penanganan gangguan reproduksi ini bukan ranah kerja petugas IB, namun sebagian besar peternak sering meminta saran atau berkonsultasi akan kondisi ternaknya ke petugas

IB. Petugas IB yang berlatar belakang peternakan, mampu memberikan penjelasan yang baik kepada peternak karena pengetahuan dasar reproduksi yang diperolehnya disertai pengalaman kerja di lapangan. Saran yang diberikan kepada peternak umumnya berupa cara menangani gangguan reproduksi pada induk sapi potong secara mandiri dengan peralatan yang sederhana.

Hasil uji petik laporan iSIKHNAS 2020 mengenai gangguan reproduksi melalui situs https://www.isikhnas.com/id/root?id=42, tanggal 3 Februari 2021, diperoleh informasi bahwa ada 1.570 kasus gangguan reproduksi di pulau Jawa, sebagaimana tabel berikut:

Diagnosa kasus gangguan reproduksi terbanyak di pulau Jawa berdasarkan tabel di atas, yaitu Hipofungsi ovari, Endometritis, Silent Heat, Retensio Secundinarum dan Distokia. Kasus-kasus yang terjadi di lapangan umumnya kerena faktor cacat lahir, hormonal, malnutrisi dan perawatan pra/post partum yang tidak benar. Sementara tidak ada diagnosa yang menyatakan bahwa kegiatan pelayanan IB menjadi penyebab langsung terjadinya gangguan reproduksi. Pengobatan atau perawatan ternak sapi betina yang mengalami gangguan reproduksi umumnya menggunakan terapi hormonal, perbaikan kualitas pakan, dan peningkatan kebersihan kandang/ternak.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa pelaksanaan IB oleh petugas dengan beragam latar belakang di lapangan menunjukkan adanya keberhasilan dalam peningkatan produksi ternak dan tidak berkaitan langsung dengan kasus gangguan reproduksi. Kegiatan IB ini sangat mendukung fungsi peternakan dan Kesehatan hewan sehingga posisi kompetensi IB ini perlu tetap dijaga agar menjadi domain peternakan dan Kesehatan hewan. nFBR

No Diagnosa Kasus Jumlah Persen

1 Hipofungsi ovari 343 21,8%

2 Endometritis 251 16,0%

3 Silent Heat 218 13,9%

4 Retensio Secundinarum 208 13,2%

5 Distokia 188 12,0%

6 Pyometra 86 5,5%

7 Corpus Luteum Persisten 73 4,6%

8 Prolap vagina 57 3,6%

9 Delayed Pubertas 51 3,2%

10 Metritis 36 2,3%

11 Kawin berulang 18 1,1%

12 Vaginitis 12 0,8%

13 Anestrus Post Partus 11 0,7%

14 Cervicitis 8 0,5%

15 Sistik Luteal 6 0,4%

16 Sistik ovari 3 0,2%

17 Nimpomania 1 0,1%

  Jumlah 1570  

Vol XV No. 1 Tahun 2021 19

Page 22: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

20 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Kebijakan Perbibitan

Oleh : Dani Kusworo dan Retno NugraheniPengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia merupakan salah satu rumpun lokal Indonesia yang telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia, memegang peranan penting dalam

sosial budaya dan pemenuhan daging di Indonesia. Sapi ini memiliki potensi besar dalam penyediaan daging untuk memenuhi gizi masyarakat dan sebagai hewan kurban.

Sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia merupakan salah satu sapi lokal indonesia yang telah menjadi ternak pilihan di banyak provinsi di Indoensia. Sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia termasuk sapi berukuran besar, dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan, pemeliharaan secara sederhana, dan tahan terhadap beberapa penyakit dan parasit.

Dibeberapa daerah seperti di Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo dan Temanggung, kedua jenis sapi ini dipelihara dengan cara di kreman (di dalam ruangan tertutup), dan hampir didaerah lain, pemeliharaan kedua sapi ini secara intensif. Dengan memelihara secara intensif, otomatis pemberian pakan harus tidak boleh berubah-ubah baik jumlah maupun kualitas pakannya, karena dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ataupun perkembangan.

Dalam hal bentuk fenotif sapi simmental indonesia memiliki warna tubuh merah kekuningan sampai krem kombinasi putih, kepala dominan putih dengan variasi merah; moncong berwarna putih sampai krem; tidak bertanduk atau memiiki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak kesamping; ujung ekor berwarna putih sampai krem dan kuku kaki putih sampai krem (SNI 7651-8:2020 tentang Bibit sapi Simental Indonesia).

Bentuk fenotif sapi limousin Indonesia memiliki warna rambut cokelat muda sampai dengan cokelat tua; moncong berwarna putih sampai krem; tidak bertanduk atau memiliki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak kesamping (SNI 7651-9-2020 tentang Bibit sapi limoousin Indonesia).

Didalam SNI sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia terdapat persyaratan bibit, yaitu memiliki silsilah, sehat, tidak cacat, organ reproduksi normal, secara kualitatif (fenotif ) sesuai dengan SNI, untuk ukuran tubuh memenuhi standar persyaratan kuantitatif, untuk jantan libido dan kualitas sperma baik dan untuk betina memiliki reproduksi yang baik.

Standar Nasional Indonesia bibit sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia disusun untuk memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen

Standar naSional indoneSia(Sni) Sapi Simental indoneSia dan limouSin indoneSia telah diterbitkan

Page 23: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Kebijakan Perbibitan

21

akan mutu bibit sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia; meningkatkan produktivitas sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia dan meningkatkan kualitas genetik sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia. Standar disusun oleh Komite Teknis (KT) 65-16 : Bibit dan Produksi Ternak.

Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu cara menjaga kualitas benih dan bibit ternak. Benih dan bibit ternak yang belum memenuhi SNI akan menyebabkan penurunan kualitas genetik ternak dimasa depan. Disamping itu, SNI merupakan sarana perlindungan bagi konsumen terhadap benih dan bibt ternak yang tidak berkualitas. Sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia merupakan salah satu sapi lokal yang telah ada di seluruh wilayah Indonesia sejak lama, untuk itu perlu segera ditetapkan rumpunnya oleh Menteri Pertanian, yang merupakan salah satu amanah dalam Undang-Undang N0 18 tahun 2009 juncto undang-undang no 41 tahun 2014 untuk melindungi ternak lokal dalam upaya peningkatan kuantitas dan kualitas bibit sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia.

Undang-Undang telah mengatur bahwa produk pertanian harus memiliki sertifikat bibit atau

memenuhi SNI. Oleh karena itu setelah penerbitan SNI sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia ini agar semua produsen sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia agar segera mendaftarkan untuk sertifikat bibit.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas mutu genetik sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia, pemerintah telah menyiapkan, memproduksi dan distribusi semen beku dari sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia di 12 balai inseminasi buatan yang telah tersertifikasi oleh LSPro Benih dan Bibit Ternak. Selain itu, Direktorat Jenderal Peternakan memiliki Unit Pelaksana Teknis yang mengembangkan sapi Simental dan limousine, yaitu BPTU-HPT Padang Mangatas, BET Cipelang, BIB Lembang dan BBIB Singosari.

Ke depan diharapkan dapat meningkatkan minat peternak dalam beternak bibit sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia, menata manajemen peternakannya dan mendukung program pemerintah, semoga sapi simmental Indonesia dan sapi limousine Indonesia semakin berperan dalam memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri..........Amin nFBR

Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu cara menjaga kualitas benih dan bibit

ternak. Benih dan bibit ternak yang belum memenuhi SNI akan

menyebabkan penurunan kualitas genetik ternak dimasa depan

Vol XV No. 1 Tahun 2021 21

Page 24: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

22 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Potensi Perbibitan

PEMBIBITAN SAPI POTONGUSAHA YANG SANGAT MENJANJIKAN

Oleh : Dani Kusworo dan Sinta PoetriPengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Indonesia masih membutuhan banyak bibit sapi potong, hal ini dikarenakan bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan sapi bakalan dan daging terutama dalam mendukung swasembada daging sapi. Cara yang utama untuk meningkatkan keseimbangan penyediaan dan kebutuhan ternak sangat tergantung pada ketersediaan bibit yang berkualitas. Oleh karena itu upaya perbaikan mutu dan penyediaan bibit yang memenuhi standar dalam jumlah yang cukup dan tersedia secara berkelanjutan serta harga terjangkau harus diupayakan secara terus menerus.

Potensi ternak sapi potong di Indonesia masih luar biasa, dan pangsa pasar dalam negeri pun sudah sangat terbuka tapi mengapa potensi tersebut belum mampu membangkitkan dunia peternakan di Indonesia? Hal ini dikarenakan peternakan sapi potong masih dikelola secara tradisional, kualitas ternak yang kurang baik serta manajemen pemeliharaan ala kadarnya sehingga tidak mengherankan apabila sapi yang dipelihara memiliki pertambahan bobot harian yang sangat rendah. Disamping itu skala kepemilikan berkisar 2 – 3 ekor/ rumah tangga, kondisi ini jelas sangat merugikan peternak sendiri karena kurang mendapatkan hasil yang memuaskan. Untuk

mengembangkan sapi saja masih berat, ataupun bertahan memerlukan upaya yang besar, sehingga peternak lebih dominan memilih menjual sapi mereka untuk dijadikan usaha yang lain yang cepat menghasilkan uang misalnya membeli motor kreditan dan beralih profesi menjadi ojek.

Prospek usaha pembibitan sapi potong mempunyai peluang yang besar, hal ini terlihat dari tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia yang terus meningkat setiap tahun-nya, karena peningkatan jumlah penduduk, jumlah pendapatan dan bertambahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya gizi. Namun demikian apabila dibandingkan dengan masyarakat di kawasan Asia Tenggara tingkatan Indonesia dalam mengkonsumsi daging sapi tergolong masih sangat rendah. Proyeksi konsumsi daging sapi dan kerbau tahun 2020 meningkat 3,91% dari tahun 2019 yaitu dari angka 2,56 kg/konsumsi/tahun menjadi 2,66 kg/konsumsi/tahun (Susenas BPS). Namun dampak pandemi Covid 19 pada tahun 2020 yang berlangsung sampai saat ini terjadi penurunan konsumsi daging sapi dan kerbau karena daya beli masyarakat yang rendah dan banyak terjadi PHK.

Belajar dari Bangsa Korea, dimana lima puluh tahun yang lalu, bobot hidup sapi potong lokal mereka tak lebih dari 350

Page 25: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Potensi Perbibitan

Kg, namun berkat kerja keras mereka bobot hidup sapi-sapi tersebut saat ini mampu mencapai 800 Kg bahkan 1 Ton lebih. Teknologi apa yang dipergunakan di Korea, jawabannya adalah rekording yang akurat dan kemampuan telusur dari produk hidup hingg produk olahan, seleksi ketat induk, inseminasi buatan, dan manajemen pemeliharaan yang baik. Sebenarnya teknologi ini juga sudah dikenal oleh Bangsa Indonesia lima puluh tahun yang lalu dan sudah menghasilkan guru-guru besar serta Profesor di bidang peternakan, namun sayang, ternak dan peternak kita masih sama seperti 50 tahun yang lalu. Hal ini kontradiktif dengan kondisi di Indonesia banyak sapi-sapi yang belum mencapai bobot optimum sudah dipotong karena terdesak dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Sapi-sapi yang dipotong di RPH mayoritas BB nya baru mencapai 250 kg/ekor, apabila dilakukan penggemukan 6 bulan agar mencapai bobot lebih dari 400 kg/ekor maka akan membawa dampak mengurangi jumlah ternak yang dipotong.

Program pembibitan yang bisa di andalkan melalui pengaturan perkawinan dengan menggunakan ternak-ternak unggul, baik kawin alam maupun kawin suntik (insemenasi buatan). Selain itu untuk jangka panjang disetiap kabupaten/kota diharapkan terbentuk Wilayah Sumber Bibit (Wilsumbit). Sehingga dimasa mendatang memiliki provinsi yang menjadi salah satu pusat penghasil bibit ternak unggul di Indonesia dan konsisten dalam pelaksanaannya yang didukung dengan stake holder terkait. Upaya peningkatan kualitas multi genetik antara lain peningkatan mutu genetik bibit ternak sapi potong, hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan serta mempunyai nilai strategis dalam mendukung percepatan laju produksi. Sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi secara berkelanjutan.

Pembinaan kelompok pembibitan ternak sapi potong diwilayah sumber bibit merupakan salah satu upaya untuk memperkuat kelompok pembibit sapi potong, kegiatan ini diharapkan kelompok di Wilsumbit dapat menghasilkan ternak-ternak bakalan yang nantinya dipelihara untuk menjadi ternak potong. Khusus untuk sapi-sapi betina akan dijadikan bibit untuk induk dan pejantan hasil seleksi dijadikan bibit pejantan unggul.

Selain itu dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit sapi potong dan mencegah berkurangnya ternak sapi potong betina produktif perlu dilakukan pengendalian terhadap pemotongan ternak ruminansia betina produktif yang dilakukan dibeberapa RPH/TPH law enforcement lebih ditegakkan.

Upaya lainnya dengan kegiatan uji performan, yaitu metode pengujian untuk memilih ternak bibit berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran dan penimbangan serta penilain. Uji tersebut menjadi salah satu metode pemilihan calon pejantan atau induk unggul dalam satu kelompok ternak bibit yang efektif dengan dukungan pencatatan identifikasi dan mutasi ternak dapat dikontrol serta diawasi dengan baik. Melalui uji tersebut pejantan sapi potong dan betina unggul akan terpilih secara akurat, kemudian diprogramkan untuk peremajaan (replacement) dan pada gilirannya akan berdampak pada perbaikan produktifitas bibit ternak.

Dalam mewujudkan suatu peternakan yang berkelanjutan dengan melakukan disiplin secara ketat melalui pola pembibitan dan pemeliharaan ternak secara terpadu, diantaranya adalah dengan melakukan sistem pencatatan (rekording) yang jelas, akurat dan disiplin, seleksi induk yang berkualitas secara ketat, inseminasi buatan maupun embrio transfer, manajemen pemeliharaan yang menunjang pada usaha peternakan sapi yang menguntungkan (profitable).

Harapan besar dan cita-cita untuk dapat mewujudkan tersedianya sapi potong kualitas bibit yang baik, sehingga pada akhirnya dapat memberikan nilai tambah pada usaha peternakan dan membantu pemerintah guna mengurangi ketergantungan impor bakalan dari negara lain.

Impian kami suatu saat nanti, Indonesia tidak lagi mendatangkan ratusan ribu ekor sapi potong Brahman Cross dari Australia, namun kita dapat memenuhi kebutuhan sapi potong dari dalam negeri sendiri dengan memberdayakan peternakan rakyat yang ada di Indonesia. nMW

Ayo beternak bibit sapi potong..Mari Bangga dengan Produk Peternakan Dalam Negeri..

Vol XV No. 1 Tahun 2021 23

Page 26: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

24 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Manajemen Perbibitan

CAPAIAN KINERJA SIKOMANDAN DI MASA PANDEMI

Oleh : Sinta P, Khairudin, dan TriyantoPengawas Bibit Ternak dan Pengawas Mutu PakanDirektorat Perbibitan dan Produksi Ternak

Permintaan daging sapi dan kerbau harus diimbangi dengan pertumbuhan populasi dan produktivitas sapi dan

kerbau dalam negeri, sehingga kebutuhan daging dalam negeri dapat dipenuhi dari usaha peternakan rakyat sedangkan impor secara bertahap dapat dikurangi. Penyediaan daging nasional saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri karena pertumbuhan populasi dan produktivitas sapi dan kerbau dalam negeri masih rendah atau belum optimal.

Sapi potong dan kerbau merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat diminati masyarakat yang sebagian besar diusahakan dalam skala kecil atau sebagai usaha sambilan. Sistem peternakan rakyat sebagai usaha yang terintegrasi dalam sistem usaha tani di pedesaan, mampu menjadi penopang ekonomi keluarga. Dengan banyaknya peternak yang terlibat pada usaha peternakan, diharapkan kondisi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan populasi disamping menumbuhkan ekonomi kerakyatan terutama di pedesaan. Usaha peternakan juga akan mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi hulu dalam penyediaan input produksi dan ekonomi hilir dalam kegiatan distribusi, pemasaran, pengolahan hasil dan jasa keuangan. Oleh karena itu pembangunan peternakan diarahkan dalam satu sistem agribisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir yang saling bersinergi baik secara vertikal maupun horizontal.

Kegiatan Sapi Kerbau Andalan Negeri (SIKOMANDAN ) merupakan kesinambungan dari kegiatan Upsus Siwab dengan cakupan output kegiatan

yang diperluas, bukan hanya sekedar pada penambahan populasi akan tetapi juga sampai dengan penyediaan produksi dalam negeri. Untuk itu, proses bisnis kegiatan SIKOMANDAN meliputi 4 (empat) proses kegiatan yang terintegrasi dan saling menunjang menjadi satu kesatuan kegiatan yang berkelanjutan. Proses bisnis tersebut antara lain peningkatan kelahiran, peningkatan produktivitas, keamanan dan mutu pangan, serta distribusi dan pemasaran.

Proses Bisnis SIKOMANDAN

Proses bisnis harus saling bersinergi dan memperkuat dalam menghasilkan output tersedianya daging sapi dan/atau kerbau untuk masyarakat. Keempat proses bisnis tersebut yakni:

1. Pada proses bisnis peningkatan kelahiran ini kegiatan utama meliputi identifikasi akseptor, pelayanan perkawinan inseminasi buatan (IB), pemeriksaaan kebuntingan dan pelaporan kelahiran. Untuk menunjang kegiatan tersebut penyediaan input bahan (Semen Beku, N2 Cair, Kontainer, dan bahan lainnya) dan biaya operasional (BOP dan insentif pelaporan) disiapkan baik melalui anggaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Untuk menjamin keberhasilan kegiatan maka perlu didukung dengan kegiatan pengendalian penyakit termasuk penanganan gangguan reproduksi, pemberian vitamin dan pengobatan untuk menekan angka kematian,

2. Proses bisnis peningkatan produktivitas untuk meningkatkan

produktivitas sapi dan kerbau dalam menghasilkan daging. Proses ini dilakukan melalui kegiatan penyediaan pakan secara cukup pada penggemukan sapi dan kerbau sebelum dipotong. Kegiatan bertujuan untuk menghasilkan produksi daging yang optimal, ditunjang dengan kegiatan pengendalian penyakit sehingga ternak dapat tumbuh dengan baik dan menekan angka kematian.

3. Proses Bisnis Keamanan dan Mutu Pangan bertujuan untuk menghasilkan produk daging yang aman dan berkualitas. Tahapan ini merupakan kegiatan hilir untuk menghasilkan daging melalui pemotongan sesuai dengan aspek Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).

4. Proses Bisnis Distribusi dan Pemasaran bertujuan untuk menjamin tersedianya daging di seluruh wilayah secara cukup. Tujuan ini agar dapat tercapai maka diperlukan kegiatan identifikasi dan pemetaan kemampuan produksi maupun kebutuhan pada setiap daerah dengan ditunjang kemudahan sarana distribusi serta informasi kebutuhan pasar.

Capaian SIKOMANDAN

Kinerja peningkatan kelahiran melalui optimalisasi reproduksi melalui IB dan Kawin Alam secara kumulatif Januari-Desember 2020 mencapai 3.545.199 akseptor (142,09%) dari target 2.495.007 akseptor. Realisasi kebuntingan 1.891.426 ekor (107,64%) dari target 1.757.130 ekor. Realisasi kelahiran 2.300.730

Page 27: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Manajemen Perbibitan

ekor (114,43%) dari target tahunan 2.010.661 ekor, dengan alokasi semen beku target 4.648.547 dosis realisasi 4.648.547 dosis (100,00%).

Keamanan dan mutu pangan dengan didukung kegiatan Pengendalian Pemotongan betina produktif dengan capaian kegiatan dari Januari- Desember 2020 total ternak betina yang masuk ke Rumah Potong Hewan (RPH) sebanyak 140.463 ekor, dengan rincian sebanyak 131.630 ekor (93,71%) merupakan ternak betina tidak produktif dan 8.833 ekor (6,24%) ternak betina produktif. Dari 8.833 ekor ternak betina produktif ini sebanyak 7.733 ekor (87,55%) dilakukan pemotongan dan sebanyak 1.100 ekor (12,45 %) berhasil ditolak untuk dipotong/berhasil dikendalikan.

Dukungan kesehatan hewan yakni kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan

menular pada sapi/kerbau di fokuskan pada 3 (tiga) jenis penyakit yaitu Brucellosis, Antraks dan Jembrana dengan target vaksin sebesar 380.100 dosis, Penanganan Gangguan Reproduksi serta Pengamatan dan Identifikasi Penyakit Hewan.

SIKOMANDAN sebagai salah satu kegiatan utama dalam peningkatan populasi dan produksi sapi-kerbau harus dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah terkait pusat maupun daerah untuk menterjemahkan, merumuskan dan mengimplementasikan strategi dan upaya untuk mensukseskan program tersebut. Dalam upaya pelaksanaan SIKOMANDAN maka ditetapkan Penanggungjawab Supervisi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang mendampingi pelaksanaan kegiatan di daerah.

Koordinasi antar instansi, antar penangungjawab supervisi, antar

dinas, antar bidang diperlukan untuk bekerjasama, bersinergi dalam menjalankan program SIKOMANDAN sehingga timbul harmonisasi pemahaman untuk besama-sama membangun dan mensejahterakan peternak agar berdaya saing. Dengan demikian SIKOMANDAN sebagai upaya menjadikan sapi-kerbau sebagai sumber bahan pangan khususnya daging harus dapat dilakukan secara keberlanjutan secara berjenjang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satu kegiatan ekspos atau gebyar pameran hasil- kegiatan SIKOMANDAN adalah panen pedet atau output peningkatan kelahiran. nHCM

Dengan Semangat “SIKOMANDAN” Jayalah Peternakan Indonesia

Stay Safe, Stay Health Untuk Para Petugas……………

PERJALANAN CAPAIAN PROSES BISNIS PENINGKATAN KELAHIRAN MELALUI KEGIATAN OPTIMALISASI REPRODUKSI

TargeT

TargeT

TargeT

TargeTrealisasi

realisasi

realisasi

realisasipelayanan

pelayanan

pelayanan4.385.912

3.545.199

2.346.217

2.010.6612.300.730

Vol XV No. 1 Tahun 2021 25

Page 28: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

26 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Potensi Perbibitan

KUNCI PENINGKATAN PRODUKTIFITAS SAPI DAN KERBAU PADA KEGIATAN SIKOMANDAN

Oleh : TriyantoPengawas Mutu Pakan di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Peningkatan Produksi Sapi dan Kerbau Sebagai Komoditas Andalan Negeri yang disebut SIKOMANDAN adalah kegiatan yang terintegrasi untuk meningkatkan hasil produksi sapi dan kerbau secara berkelanjutan

berbasis teknologi. Kegiatan ini merupakan kesinambungan Upsus Siwab dengan cakupan output kegiatan yang diperluas, bukan hanya sekedar pada penambahan populasi akan tetapi juga sampai dengan penyediaan produksi dalam negeri secara terintegrasi dan berkelanjutan dari hulu sampai ke hilir untuk pemenuhan kecukupan protein hewani.

Proses bisnis kegiatan Sikomandan yang meliputi 4 (empat) proses kegiatan yang terintegrasi dan saling menunjang menjadi satu kesatuan kegiatan yang berkelanjutan. (1) Peningkatan Kelahiran melalui Optimalisasi Reproduksi baik IB maupun Kawin Alam (KA), (2) Peningkatan Produktivitas melalui kegiatan penyediaan pakan secara cukup serta penggemukan sapi dan kerbau sebelum dipotong, sehingga dihasilkan produksi daging yang optimal. Jaminan proses bisnis (1) dan (2) melalui kegiatan pengendalian penyakit termasuk penanganan gangguan reproduksi, serta pemberian vitamin dan pengobatan untuk menekan angka kematian dan optimalisasi pertumbuhan; (3) Keamanan dan Mutu Pangan, merupakan kegiatan hilir untuk menghasilkan daging melalui pemotongan sesuai dengan aspek Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH); (4) Distribusi dan Pemasaran diperlukan kegiatan identifikasi dan pemetaan kemampuan produksi maupun kebutuhan pada setiap daerah dengan ditunjang kemudahan sarana distribusi serta informasi kebutuhan pasar.

Dalam pelaksanaannya, keempat proses bisnis harus saling bersinergi dan memperkuat dalam menghasilkan output tersedianya daging sapi dan/atau kerbau untuk masyarakat. Secara skematis bentuk keterkaitan antar proses bisnis sebagaimana dalam bagan.

Peningkatan Produktivitas

Peningkatan produktivitas adalah kelanjutan dari proses bisnis peningkatan kelahiran. Kegiatan ini lebih ditekankan pada penyiapan anak sapi/kerbau output peningkatan kelahiran melalui optimalisasi reproduksi baik IB dan Kawin Alam. Pedet jantan sebagai calon bakalan yang nantinya menjadi sapi/kerbau siap potong sesuai dengan potensi optimalnya untuk menghasilkan daging dan anak betina sebagai calon indukan untuk menambah akseptor.

Peningkatan produktivitas dilakukan melalui tunda potong dan pemenuhan pakan. Tunda potong dilakukan terhadap sapi dan kerbau jantan yang belum mencapai berat optimal untuk dipotong dan dilakukan dengan cara penggemukan. Penggemukan dilakukan dengan cara pemberian hijauan pakan dan pakan konsentrat secara cukup, pemberian vitamin dan supplemen dan menjamin kesehatan ternak sapi dan kerbau dari penyakit hewan. Kegiatan tunda potong dilatarbelakangi masih kurang maksimalnya berat potong sapi bakalan di masyarakat/peternak (berdasarkan survey karkas di RPH) masih kurang optimal sehingga diharapkan ada penambahan berat badan atau berat karkas dengan kegiatan ini.

Pemenuhan pakan berupa pemenuhan hijauan pakan ternak dan pemenuhan pakan konsentrat. Pemenuhan hijauan pakan ternak dilakukan melalui pengembangan dan penanaman hijauan pakan berkualitas, pengembangan dan pemeliharaan padang penggembalaan, komersialisasi Hijauan Pakan Ternak (HPT) melalui Unit Usaha Hijauan Pakan Ternak (UHPT). Pemenuhan pakan konsentrat melalui pengembangan pakan olahan dan bahan pakan dan pemanfaatan hasil ikutan produk pertanian. Pemenuhan pakan yang berkualitas baik dalam bentuk hijauan segar maupun pakan lengkap (konsentrat) yang murah dan mudah diperoleh harus terus digalakkan dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang dilakukan oleh peternak secara mandiri berbasis kelompok ternak.

Keberhasilan upaya tunda potong tercermin dengan tumbuhnya kegiatan usaha penggemukan yaitu berkembangnya kelompok-kelompok peternak di usaha penggemukan sapi/kerbau. Untuk mendorong kegiatan tersebut, pemerintah telah menyediakan fasilitas pembiayaan melalui kredit bersubsidi (KUR = Kredit Usaha Rakyat) serta asuransi ternak yang dapat meminimalisir resiko. Selain itu, peternak dapat memanfaatkan skema pembiayaan lain, seperti Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan program kemitraan BUMN dan pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UMKM, Financial Technology (Fintech); maupun pembiayaan mandiri (misalnya dari Koperasi atau Perseroan Terbatas) milik peternak; dan pembiayaan komersial lainnya yang terjangkau. Tatacara pengajuan dan persyaratan memperoleh fasilitasi pembiayaan dan asuransi diatur tersendiri sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Page 29: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Potensi PerbibitanPeningkatan produktivitas pedet betina sebagai calon

indukan dilakukan dengan manajemen pemeliharaan yang baik oleh peternak kemudahan akses dan terjangkau dalam pemenuhan pakan yang berkualitas baik hijauan maupun pakan tambahan/konsentrat sehingga performan reproduksi berkembang dengan baik.

Sumber Data Kegiatan Proses Bisnis Produktivitas

Kegiatan optimalisasi reproduksi SIKOMANDAN melalui IB maupun Kawin Alam (KA) dengan output utama yakni kelahiran pedet. Output kegiatan Optimalisasi Reproduksi menjadi kunci utama atau sumber data kegiatan peningkatan produktivitas maupun kegiatan selanjutnya. Realisasi data kelahiran kumulatif Januari sampai dengan bulan 31 Desember 2020 mencapai 2.300.730 ekor atau 114,43% dari target tahunan 2.010.661 ekor. Realisasi kelahiran masing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Data kelahiran diatas seharusnya menjadi basis data/cikal bakal dalam perhitungan perencanaan kegiatan atau acuan pengambilan kebijakan peningkatan produktivitas sapi dan kerbau di masing-masing wilayah/provinsi.

Data kelahiran diatas selanjutnya dipisahkan jenis kelamin baik jantan maupun betina sehingga dapat dipergunakan sebagai basis perhitungan perencanaan kegiatan. Sebagai ilustrasi contoh pada tabel sampling 15 provinsi sebagai berikut:

Data kelahiran sapi Potong berdasarkan jenis kelamin di 15 Provinsi di Indonesia

Implementasi Peningkatan Produktivitas Ditjen PKH

Pada tahun 2020 dalam upaya untuk mendukung program SIKOMANDAN dalam hal penyediaan hijauan pakan ternak direncanakan kegiatan gerbang patas (gerakan penanaman dan pengembangan pakan berkualitas), pemeliharaan padang pengembalaan dan unit usaha hijauan pakan ternak, serta Unit Pengolahan Pakan di Kelompok.

Adanya dampak pandemi Covid-19 adanya refokusing anggaran untuk penanganan covids 19 sehingga kegiatan yang masih ada yakni kegiatan penanaman dan pengembangan hijauan pakan berkualitas dan unit pengolahan pakan dikelompok. Kegiatan penanaman dan pengembangan hijauan pakan berkualitas dengan penyesuaian output dan anggaran hanya teralokasikan seluas 91 hektar yang terdapat di Provinsi Jawa Timur, Bali, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, Maluku Utara. Selain itu ada juga kegiatan Unit Pengolahan Pakan di kelompok ternak dengan output tumbuhnya unit pengolah pakan konsentrat maupun produksi silase di Provinsi Lampung dan NTB yang selanjutnya lebih dikenal menjadi Bank Pakan sehingga diharapkan terjadi kemandirian kelompok dalam penyediaan pakan.

Output kegiatan diatas apabila dikaitkan dengan kegiatan utama usaha peningkatan produktivitas SIKOMANDAN yakni pemenuhan pakan memang belum optimal atau sesuai dengan yang diharapkan akan tetap menjadi salah satu usaha pengungkit atau pendorong kegiatan yang bersumber dari APBN. Usaha untuk mengoptimalkan kegiatan lain yakni dengan mendorong berbagai sumber pembiayaan yang saling terintegrasi baik APBN, APBD/pembiayan daerah, Perbankan maupun pihak swasta. nYMY

Data Realisasi Kelahiran Komulatif 1 Januari sd 31 Desember 2020

NO PROVINSI KELAHIRAN

TARGET LAHIR %

1 LAMPUNG 81.744 126.031 154,18

2 JAWA TIMUR 775.746 1.029.400 132,70

3 KALIMANTAN SELATAN 20.428 26.831 131,34

4 DI YOGYAKARTA 33.156 43.278 130,53

5 NUSA TENGGARA BARAT 91.804 112.344 122,37

6 RIAU 22.728 27.120 119,32

7 SUMATERA UTARA 94.816 112.618 118,78

8 JAWA BARAT 65.394 75.242 115,06

9 NUSA TENGGARA TIMUR 57.408 63.963 111,42

10 PAPUA BARAT 3.495 3.625 103,72

11 BALI 57.000 58.654 102,90

12 JAMBI 19.329 19.747 102,16

13 SULAWESI BARAT 9.825 9.869 100,45

14 JAWA TENGAH 287.534 286.068 99,49

15 ACEH 42.448 41.385 97,49

16 KALIMANTAN TENGAH 9.379 8.954 95,47

17 BENGKULU 14.487 13.775 95,09

18 SULAWESI TENGGARA 30.772 28.902 93,92

19 BANGKA BELITUNG 1.354 1.253 92,54

20 SULAWESI TENGAH 29.600 26.284 88,80

21 SUMATERA BARAT 47.157 41.046 87,04

22 KALIMANTAN BARAT 16.188 13.832 85,44

23 SULAWESI UTARA 13.038 11.083 85,01

24 SUMATERA SELATAN 27.962 23.707 84,78

25 MALUKU 5.703 4.650 81,53

26 DKI JAKARTA 929 664 71,47

27 KALIMANTAN UTARA 2.047 1.405 68,64

28 KEPULAUAN RIAU 1.368 925 67,60

29 GORONTALO 27.080 17.088 63,10

30 SULAWESI SELATAN 88.494 54.901 62,04

31 KALIMANTAN TIMUR 13.333 7.820 58,65

32 PAPUA 7.305 3.825 52,36

33 BANTEN 6.415 2.856 44,52

34 MALUKU UTARA 5.195 1.585 30,51

TOTAL 2.010.661 2.300.730 114,43

Sumber: iSIKHNAS 2020

No Provinsi Betina Jantan Jumlah Potensi Penggemukan (Klp)

1 Aceh 20.071 18.390 38.461 2

2 Bali 20.959 21.298 42.260 10

3 DIY 22.925 22.561 45.510 17

4 Gorontalo 10.079 8.096 18.175 6

5 Jawa Barat 24.790 31.028 55.818 17

6 Jawa Tengah 24.790 31.028 55.818 17

7 Jawa Timur 376.289 332.273 708.562 152

8 Kalimantan Selatan 10.699 10.220 20.919 3

9 Kalimantan Timur 1.258 963 2.221 -

10 Lampung 52.273 48.750 101.023 19

11 NTB 53.423 47.522 100.945 19

12 Sulawesi Selatan 27.057 26.637 53.694 6

13 Sulawesi Tenggara 16.240 12.447 28.687 2

14 Sumatera Barat 20.610 22.015 42.625 7

15 Sumatera Utara 56.178 55.383 111.561 22

  Total 737.641 688.611 1.426.279 299

  % 52 48  

Sumber: iSIKHNAS 2020

Vol XV No. 1 Tahun 2021 27

Page 30: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

28 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Potensi Perbibitan

PERAN UPTD TERNAK RUMINANSIA DALAM PENGEMBANGAN SAPI LOKAL DI SUMATERA BARAT

Oleh : Aprisal dan AzizahWasbitnak Pertama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat

Kondisi lapangan menunjukkan bahwa di UPTD ini sapi Pesisir sudah banyak melakukan kawin silang (crossing) dengan sapi bali. Hal ini menunjukkan bahwa sudah terjadi peningkatan mutu genetik sapi pesisir dan

muncul hasil sapi persilangan yaitu Basir (Bali Pesisir). Sapi Basir memiliki perkembangan yang bagus dan diharapkan tahan terhadap virus Jembrana yang selama ini sering menyerang sapi Bali. Di samping itu pengelolaan terhadap pelestarian (pemurnian) sapi lokal Pesisir dan bali juga dilakukan sebagai plasma nutfah.

Program perbaikan mutu genetik sapi lokal Pesisir dimulai dari meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang perlunya pemeliharaan dan pelestarian sumberdaya genetik sapi lokal Pesisir seperti yang diamanatkan Permentan Nomor 2908/Kpts/OT.140/6/2011 tahun 2011. Sistem penyediaan bibit dapat dilakukan dengan cara mempertahankan ternak terbaik, dimana ternak jantan terbaik (5-10%) tidak boleh keluar, sedangkan ternak betina diatas rata-rata terbaik dikawinkan dengan ternak jantan tersebut untuk mendapatkan bibit dasar, bibit induk dan bibit sebar, atau melakukan kerja sama dengan UPT BPTU HPT Padang Mengatas yang selama ini sudah melakukan pemurnian sapi pesisir untuk bisa pengadaan bibit sapi pesisir murni.

Pakan yang diberikan pada ternak sapi terdiri dari pakan hijauan, dan konsentrat. Hijauan berupa rumput lapangan di padang penggembalaan (Rumput BD), Rumput potong (Rumput gajah) dan Integrasi areal perkebunan kelapa sawit dengan luas 480 ha, sedangkan konsentrat diberikan pada sore hari setelah pulang dari penggembalaan untuk mencukupi kekurangan unsur nutrisi pada rumput lapangan. Jenis rumput yang ada di padang penggembalaan terbatas, yang dominan adalah rumput pahit (Axonopus compresus) dan rumput saruik (Elisina indica), dengan kandungan gizi yang rendah. Menurut Djaenudin dkk. (1996), untuk memacu peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak diperlukan daya

dukung pakan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Sapi Pesisir dan sapi bali dipelihara dengan sistem semi intensif, yaitu ternak siang dilepas dan malam dikandangkan, sapi Pesisir dilepas mulai dari pukul 8.00 wib sampai pukul 15.00 wib, setelah itu dimasukkan ke dalam kandang dan diberikan konsentrat. Bangunan kandang sapi permanen terbuat semen dan lantai terbuat dari beton, peralatan kandang terdiri dari tempat pakan dari semen dan tempat minum dari ember.

Berdasarkan hasil penelitian pencegahan terhadap penyakit dilakukan sanitasi kandang dan lingkungan serta melakukan vaksinasi. Penyakit yang menyerang Sapi Pesisir dan sapi bali terdiri dari Kembung (Bloat) sebesar 84,69%, dan scabies sebesar 15,31%, serta parasit darah, sapi yang terserang oleh penyakit dipisahkan dari sapi yang lain. Pencegahan penyakit di UPTD Ternak ruminansia dilakukan dengan pelaksanaan vaksin Jembrana (1 kali setahun dan booster), Pemberian obat cacing yang dilakukan sekali 6 bulan dan Pemberian vitamin oleh Petugas Medik dan Paramedik.

Prioritas strategi pengembangan usaha sapi lokal Pesisir adalah :

1. Meningkatkan Mutu Genetik. Mutu genetik ternak sapi Pesisir perlu ditingkatkan dengan memurnikan sapi Pesisir melalui seleksi dan perkawinan dan mencegah terjadinya inbreeding.

2. Mengoptimalkan fungsi Pengawas Bibit Ternak dan fasilitas pendukung yang ada. Fungsi Pengawas Bibit Ternak seperti Uji Performans, Penilaian BCS dan lain-lain dalam mendukung budidaya sapi Pesisir, dan fasilitas pendukung seperti; Medik dan Paramedik, POS IB, dan Obat-obatan perlu dioptimalkan.

3. Meningkatkan daya saing melalui pemanfaatan sumberdaya lokal. Semakin berkurangnya lahan pertanian akibat dari alih fungsi lahan, sementara

28

Page 31: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Potensi Perbibitan

sub-sektor peternakan dituntut untuk meningkatkan produksi dan produktivitas agar permintaan bisa dipenuhi, maka salah satu alternatif kedepan adalah melakukan pengembangan ternak sapi Pesisir dalam sistem usaha tani ternak yang dikenal dengan Integrasi tanaman ternak, seperti pengembangan ternak sapi dilahan tanaman sawit.

4. Pengembangan kawasan sentra pembibitan sapi Pesisir. Pengembangan kawasan sentra pembibitan/budidaya ternak sapi Pesisir perlu dikembangkan di daerah pertanian dan perkebunan memiliki potensi dari ketersediaan pakan. Pengembangan kawasan sentra pembibitan yang dilakukan baik ditingkat provinsi maupun kabupaten berpotensi untuk menambah jumlah ternak yang ada sehingga akan mempercepat pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau.

5. Investasi modal usaha. Peningkatan modal usaha menjadi prioritas kelima untuk pengembangan usaha

ternak sapi Pesisir. Masih terbatasnya kemampuan UPTD dalam mengakses investor, terbatasnya bantuan pemerintah melalui penguatan DAK, sementara itu sumberdaya yang dimiliki masih memungkinkan untuk pengembangan usaha ternak sapi. Oleh karena itu, diperlukan investor usaha berupa bantuan Pengembangan Usaha Pembibitan untuk ternak sapi Pesisir, dan kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri serta sumber dana yang lain yang sah dan tidak mengikat. Dengan adanya investor dan kerja sama dengan pihak lain, akan memacu usaha pembibitan/budidaya ternak sapi Pesisir dengan cara penambahan skala usaha ternak dibidang perbibitan/budidaya ternak sapi Pesisir.

Untuk itu dengan adanya fungsional bibit , pakan dan medik veteriner diturunkan untuk mendampingi proses pengembangan UPTD Ternak Ruminansia sebagai sumber bibit sapi lokal di Sumatera Barat akan mampu menghasilkan sapi sapi yang berkualitas. (MW)

Vol XV No. 1 Tahun 2021 29

Page 32: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

30 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Kebijakan Perbibitan

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 48 Tahun 2011 jelas menerangkan bagaimana urgennya pengelolaan dan pemanfaat sumber daya genetik hewan. Mulai dari memberikan identitas terhadap

hewan ternak asli, ternak lokal maupun terhadap ternak introduksi. Bagi ternak yang sudah lama berada dan beradaptasi di Indonesia, dengan karakteristik keunggulan yang dimiliki sangat diperlukan pengelolaan dan pemanfaatannya, inilah yang dikenal penetapan rumpun/galur ternak.

Penetapan/pelepasan rumpun galur bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat baik Pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat secara umum terhadap sumber daya genetik hewan (SDGH) yang sudah lama berkembang biak dan beradabtasi di daerah, untuk dimanfaatkan dan lestarikan. Dengan adanya penetapan dan pelepasan rumpun/galur tersebut dapat memberikan perlindungan terhadap SDGH lokal/asli Indonesia dari kemungkinan pengambilan secara ilegal rumpun atau galur ternak unggul atau yang telah terbentuk di suatu wilayah.

Sampai saat sudah 83 rumpun/galur yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, sebanyak 13 rumpun merupakan sapi lokal/asli Indonesia atau 17,3% dari penetapan/pelepasan yang telah dilakukan. Adapun rumpun sapi yang sudah ditetapkan diantaranya adalah sapi Bali, sapi PO, sapi PO Kebumen, sapi pesisir, sapi pasundan, sapi aceh, sapi madura, sapi Sumbawa, sapi jabres, sapi Rote, sapi sumba Ongole, sapi Donggal serta sapi Kuantan. Yang secara umum sapi lokal Indonesia memiliki keunggulan diantaranya daya adaptasi yang baik dengan

lingkungannya, mampu bertahan dengan kondisi pakan terbatas, tahan terhadap penyakit tertentu, dapat berproduksi dengan baik dan lainnya (masing-masing rumpun/ galur ternak mempunyai karakteristik spesifik.

Untuk meningkatkan pengelolaan sumber genetik sapi lokal/ asli di Indonesia, Pemerintah bersama pemerintah daerah/masyarakat berupaya untuk membentuk area/wilayah tertentu untuk menghasilkan bibit yang baik. Ini yang dikenal dengan wilayah sumber bibit. Dalam pelaksaannya pengelolaan wilayah sumber bibit sebagaimana diamanatkan oleh UU maupun PP sangat dibutuhkan keseriusan semua pihak baik Pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat/peternak karena adanya nilai khusus yang akan dihasilkan yakni bibit. Pada saat ini untuk membentuk dan menjaga wilayah sumber bibit ternak tidaklah mudah, diperlukan peran serta semua pihak terutama pemerintah untuk konsisten melakukan pendampingan, termasuk alokasi anggaran sebagaimana yang diamanatkan dalam PP 48 tahun 2011. Disamping itu peran pemerintah daerah dalam pendampingan, pembinaan terhadap peternak area wilayah sumber bibit, serta peran serta peternak untuk meningkatkan kemampuan dan konsistensi melakukan pencatatan. Selain itu pengaturan perkawinan di wilayah sumber bibit perlu dilakukan agar tidak terjadi peningkatan perkawinan sedarah dalam waktu yang lama yang mengakibatkan penurunan genetik dan reproduksinya. Hal ini sekaligus tantangan bagi Pemerintah untuk bisa melaksanakan regulasi yang ada, konsisten melakukan pendampingan dan pembinaan serta pelaksanaan recording secara berkelanjutan dan terdokumentasi dengan baik. nYMY

Oleh : ZuljismanPengawas Mutu Pakan di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SDGH SAPI POTONG

Page 33: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Vol XV No. 1 Tahun 2021 31

Oleh : SutaryonoTim Teknis LSPro Benih dan Bibit Ternak

LSPRO LAKUKAN SERTIFIKASI SEMEN BEKU DI BBIB SINGOSARI WUJUD KOMITMEN MENGHASILKAN BENIH DAN BIBIT BERKUALITAS

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya menghasilkan benih dan bibit berkualitas. Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Bab V Pasal 13 ayat (6) dikatakan bahwa setiap benih atau bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak benih atau bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulannya dan selanjutnya di ayat (7) dikatakan sertifikat layak benih atau bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih atau bibit yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh Menteri.

Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH memiliki tugas melaksanakan produksi dan distribusi semen berasal dari ternak unggul. UPT ini terletak di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Semen merupakan spermatozoa dan plasma semen yang berasal dari pejantan unggul yang dapat digunakan untuk proses pembuahan sedangkan semen beku berasal dari semen segar yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga beku dan disimpan di dalam nitrogen cair pada suhu -196ºC dalam kontainer kriogenik.

Dalam melakukan produksinya dan untuk memperoleh semen beku yang berkualitas maka BBIB Singosari selalu berusaha melaksanakan kaidah-kaidah perbibitan seperti identifikasi, pencatatan (recording) maupun seleksi. Pelaksanaan dan penerapan Good Breeding Practices (manajemen bull) yang optimal, Standar Nasional Indonesia (SNI) serta didukung dengan sistem manajemen mutu yang berkelanjutan Selanjutnya agar memperoleh sertifikat Kesesuaian SNI keseluruhan ketentuan tersebut dinilai oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) Benih dan Bibit Ternak dengan beberapa tahapan. Tahapan itu diantaranya pengecekan kelengkapan dan kebenaran administrasi, audit kecukupan, audit kesesuaian di produsen, pengujian sampel hingga pada tahap akhir nantinya ada rapat penentuan atau rapat Komisi Teknis. Beberapa contoh penilaian kesesuaian yang harus dipenuhi misalnya seperti persyaratan mutu semen beku yang ada di SNI diantaranya motilitas spermatozoa minimum 40%, gerakan

individu spermatozoa minimum 2 dan jumlah sel spermatozoa minimum 25 juta per dosis.

LSPro Benih dan Bibit Ternak merupakan lembaga penilai kesesuaian yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI. LSPro Benih dan Bibit Ternak dibentuk berdasarkan Permentan Nomor 75 tahun 2011 tentang lembaga sertifikasi produk bidang pertanian dan saat ini sudah mendapat Akreditasi dari Komite Akeditasi Nasional (KAN) sejak tahun 2015.

Dengan jaminan mutu yang baik selain distribusi produknya ke banyak daerah di Indonesia, BBIB Singosari sudah mampu mengekspor semen beku ke beberapa negara antara lain Malaysia, Kyrgistan, Madagaskar, Timor Leste, Palestina. Hal ini juga membuktikan bahwa benih semen beku berkualitas yang sesuai standar memiliki peran penting dan strategis di pasar global. Di tahun 2020 target produksi semen beku BBIB Singosari bisa menghasilkan 3.000.000 dosis dan realisasi sampai desember 3.807.739 dosis (127%) dengan jumlah bull 220 ekor.

Sampai saat ini semen beku yang dihasilkan BBIB Singosari sebagian besar sudah memenuhi SNI 4869.1:2017 Semen beku-Bagian 1: Sapi. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan yang diberikan oleh LSPro Benih dan Bibit Ternak melalui proses sertifikasi dan diterbitkannya sertifikat kesesuaian SNI yaitu sebanyak 202 bull baik eksotik maupun lokal sehingga layak untuk diedarkan sesuai regulasi yang ada dan hal ini otomatis mendukung program pemerintah dalam peningkatan mutu serta populasi sapi melalui optimalisasi program inseminasi buatan seperti program SIKOMANDAN (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri) yang menggunakan semen beku berkualitas sesuai SNI. nSTG

Page 34: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

32 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Laporan Utama

FOOD ESTATE SUMBA TENGAH: HARAPAN KECUKUPAN PANGAN DI NTT

Oleh : FF Bayu RuikanaPengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari 4 pulau besar yaitu Flores,

Sumba, Timor dan Alor, yang sering disebut FLOBAMORA. Dengan kondisi iklim yang terkenal dengan musim kemarau panjang, masalah pangan menjadi tantangan tersendiri.

Salah satu upaya untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan konsep menciptakan daerah sumber pangan yang terintegrasi. Daerah terpilih tersebut adalah Kabupaten Sumba Tengah, kabupaten muda pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat yang diresmikan 22 Mei 2007.

Lokasi food estate tersebut dibagi dalam 5 zona. Zona satu berada di Desa Umbu Pabal dan Wairasa, zona dua dan tiga masing-masing di Desa Umbu Pabal Selatan dan Dasa Elu. Sementara zona empat terdapat di Desa Makatakeri, Anakalang, Wailawa, dan Malinjak. Sedangkan zona lima masuk dalam wilayah Desa Tana Modu. Desa-desa tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Katikutana, Katikutana Selatan, dan Umbu Ratu Nggay Barat.

Food estate Sumba Tengah bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan menambah frekuensi panen tanaman pangan menjadi 2 kali, dari sebelumnya hanya sekali setahun. Bantuan sarana dan prasarana sudah dimulai sejak semester kedua 2020,

berupa penyediaan sumur bor, alsintan, pupuk, dan lain-lain. Tentu saja, dengan konsep integrasi atau integrated farming maka bukan hanya tanaman pangan (padi dan jagung) yang menjadi komoditas utama, tetapi juga dengan komoditas lain yaitu itik, kelapa, jeruk, dan lainnya.

Seluruh komoditas dikelola dari hulu – hilir, sehingga hasil produksi sudah siap dipasarkan. Dengan demikian keterlibatan seluruh kekuatan Kementerian Pertanian yang tercermin dalam peran eselon 1 sesuai fungsi dan komoditas sangat diutamakan. Seluruh eselon 1 terlibat sesuai dengan bidangnya, antara lain tanaman pangan, peternakan dan kesehatan hewan, perkebunan, prasarana dan sarana pertanian, hortikultura. Dukungan teknologi berasal dari Badan Litbang Pertanian, sedangkan dukungan dalam mengembangkan kelompok petani/gabungan kelompok petani ke arah korporasi dipimpin oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian.

Dengan komoditas itik, Ditjen Peternakan dan Kesehatan berpartisipasi dalam kegiatan food estate Sumba Tengah. Kementerian Pertanian melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan memberi bantuan bibit ternak itik sebanyak 10.000 ekor. Tahap pertama, itik tiba di Kabupaten Sumba Tengah 15 Februari 2021 sebanyak 6.500 ekor terdiri dari Day Old Duck (DOD) dan itik dara,

sisanya akan dikirim pada tahap kedua mendatang. Pengiriman bantuan itik ini dilakukan oleh BPTU HPT Pelaihari, salah UPT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memliki tugas dalam produksi itik.

Dalam hal hilirisasi budidaya itik petelur ini diarahkan ke produksi telur asin. Dengan umur itik yang sudah didistribusikan sebagian besar berupa DOD, maka 4-5 bulan mendatang diharapkan telur sudah mulai diproduksi. Seterusnya, peran dan kerjasama seluruh eselon II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan akan menentukan keberhasilan budidaya itik sampai dengan pasca panen hasil telur itik.

Food Estate merupakan terobosan yang diharapkan akan dapat menjadi jalan untuk mengatasi tantangan pangan di Sumba Tengah dalam jangka panjang. Program “Super Prioritas” Kementerian Pertanian ini menjadi sumbangsih nyata untuk upaya meningkatkan taraf hidup dan mengangkat derajat kemiskinan di Sumba Tengah. Demikian pentingnya, maka Kementerian Pertanian telah menunjuk Tim Detasering yang terdiri dari tenaga ahli terbaik di Kementerian Pertanian, untuk memastikan keberhasilan kegiatan Food Estate. Inilah upaya nyata Kementerian Pertanian dalam membangun bangsa Indonesia. nMW

Page 35: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

SERTIFIKASI GOOD FARMING PRACTICE

Oleh : FF Bayu Ruikana dan SutaryonoPengawas Bibit Ternak di Dit. Perbibitan dan Produksi Ternak

Kebijakan Perbibitan

Di era perdagangan bebas global, termasuk di dalamnya ASEAN telah berdampak timbulnya persaingan yang lebih ketat

dalam pemasaran produk. Indonesia sebagai warga dunia juga mengalami hal tersebut. Produk impor akan semakin banyak, sedangkan peluang ekspor cukup banyak tantangan terkait dengan jaminan mutu produk yang menjadi persyaratan negara importir. Produsen dalam negeri harus segera melakukan perbaikan kualitas produk, apabila tidak ingin menajdi penonton di era globalisasi perdagangan.

Untuk menjawab tantangan ekspor produk yang semakin ketat, maka produsen sudah seharusnya menerapkan Good Farming Peractice atau Tatacara Beternak yang Baik. Hal ini tentu menjadi pola yang tidak bisa ditolak. Penyebabnya adalah tuntutan negara tujuan ekspor dalam menjaga produk pangan agar mudah ditelusuri apa yang diproduksi, darimana asal produk, siapa yang memproduksi, bagaimana diproduksi, dan kapan diproduksi.

Indonesia telah memilik GFP sebagai acuan dalam berbudidaya ternak. Namun, selama ini kurang diterapkan karena belum adanya tuntutan dari negara tujuan ekspor. Pemerintah mulai menyiapkan agar pelaku usaha tidak kaget, apabila negara tujuan ekspor mewajibkan adanya sertifikasi GFP. Untuk itu, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menerbitkan petunjuk teknis penilaian kesesuaian GFP yang bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan akan mampu telusur produk peternakan yang akan diekspor.

Konsep sertifikasi mengadopsi sebagian tata cara sertifikasi benih dan bibit ternak yang telah diterapkan melalui Lembaga Sertifikasi Produk. Tentu saja, perlu berbagai penyesuaian, karena usaha peternakan budi daya lebih beragam dalam skala usaha dan kemampuan. Sebagai tahap awal, proses sertifikasi GFP belum menjadi kewajiban. Saat ini baru

sebatas dalam memenuhi kebutuhan persyaratan ekspor. Tetapi ke depan, sertifikasi ini akan menjadi kebutuhan bila seluruh produsen dan konsumen sudah merasakan manfaat sertifikasi.

Dalam pelaksanaannya, audit akan dilaksanakan mulai dari dokumen perijinan lokasi, kemudian audit kesesuaian terhadap pelaksanaan pedoman budidaya ternak yang baik. Tentu saja prosedur sertifikasi ini berlaku untuk semua ternak yang sudah ada GFPnya, misalnya sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, itik, dan lain-lain. Prinsip sertifikasi terhadap semua jenis ternak sama, yaitu audit dokumen dan audit kesesuaian berdasarkan GFP.

Audit kesesuaian ini juga memeriksa kesesuaian lokasi, perkandangan, bangunan lainnya, peralatan, pakan, dan asal bibit. Kemudian audit terhadap pelaksanaan biosecurity mulai dari penanganan penyakit, desinfektasi orang dan barang, perkandangan, kendaraan, dan lain-lain. Yang juga sangat penting adalah audit terhadap penanganan limbah.

Contoh salah satu perusahaan yang sudah mengajukan sertifikasi adalah peternakan yang bergerak di farm ayam ras petelur.

PT. Agung Abadi Putra Mandiri merupakan salah satu perusahaan ayam ras petelur yang sudah melakukan penerapan Good Farming Practices. Perusahaan ini berkedudukan di Sumatera Barat dengan wilayah cakupan distribusi wilayah Sumatera hingga Jakarta dengan membidik pasar untuk hotel, bakery dan supermarket. Dalam melakukan usaha perluasan bisnisnya ke pasar manca negara salah satu syaratnya perusahaan tersebut harus sudah melakukan proses produksinya sesuai acuan GFP dan mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktorat

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, untuk itu kegiatan audit GFP terhadap perusahaan tersebut perlu dilakukan.

Proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan ini telah menerapkan sistem closed house dengan standar teknologi Big Dutchman dari Jerman. Keunggulan dari teknologi tersebut diantaranya bisa memberikan kenyamanan pada ternak, mengurangi terjadinya penyakit, menciptakan efisiensi peternakan serta kualitas telur yang baik. Begitu juga standar keluaran telur yang dihasilkan oleh perusahaan ini cukup bagus, salah satunya dengan menajemen pakan yang baik, serta meminimalisir pemakaian antibiotik sehingga aman untuk dikonsumsi.

Diharapkan dengan penerapan GFP secara baik, maka produk berupa ternak, telur atau karkas dapat diterima di pasar luar negeri. nYMY

Permohonan (Melampirkan profil usaha peternakan min. memuat komoditi, populasi dan lokasi budidaya ternak)

Penilaian GFP (prasarana dan Sarana, polapemeliharaan/pola produksi, kesehatan dan kesejahteraan hewan,pelestarian fungsi lingkungan hidup dan SDM)

Pemeriksaan dokumen

Dirjen PKH/Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten/Kota

Laporan dan rekomendasi kepada Dirjen PKH/Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten/Kota

Dirjen PKH/Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten/Kota : - Menerbitkan Sertifikat;

atau Menolak

Penugasan Tim Penilai

Alur Sertifiaksi GFP :

Vol XV No. 1 Tahun 2021 33

Page 36: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Kebijakan Perbibitan

BELAJAR DARI KESUKSESAN MT FARM

Oleh : Harry Chakra MahendraPengawas Bibit Ternak di Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak

Hobi yang membawa Hoki, mungkin itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kisah Budi Susilo Setiawan dalam menggapai sukses melalui mitra tani sejahtera atau MT Farm. Minatnya di bidang wirausaha

mendorong pria kelahiran Solo 39 tahun silam ini bercerita dan tiga orang kawannya untuk membangun usaha mikro agribisnis berbasis peternakan domba yang fokus di bagian penggemukkan domba dan pengalengan olahan daging domba. Berbekal ilmu yang diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB, Budi menekuni hobinya dalam beternak domba dan sukses mengelola MT Farm. Usaha kerasnya itu menjadikan MT Farm salah satu peternakan yang cukup berkembang dalam usaha penggemukan dan penjualan domba di wilayah Jawa Barat.

Pada awalnya Budi menjalankan usahanya dengan membantu menjualkan ternak domba milik temannya. Kemudian pada tahun 2002, Budi mulai memelihara 10 ekordomba di kawasan Parung Bogor Jawa Barat. Melihat prospek bisnisdomba yang semakin baik, Budi bersama tiga temannya yaitu Amrul Lubis, M Afnan W dan Bahrudin merintis usaha mikro MT Farm untuk memperkuat bisnisnya. Dengan berdirinya MT Farm, bisnis peternakan dambanya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

“Saya memulai menjalankan bisnis ternak domba sejak 2002 dengan memelihara 10 ekor. Kemudian pada 2005 merawat 500 ekor, dan tahun 2019 memelihara lebih dari 1000 ekor,” cerita Budi saat Tim Majalah Bibit mengunjunginya di Bogor.

Usaha ternak domba milik Budi kian menguntungkan, terutama ketika Idul Adha tiba. Pemesanan hewan kurban mampu mengantongi pundi-pundi keuangan Budi dan peternakan lainnya di kawasan tersebut. Saat ini, Budi memiliki kurang lebih 50 mitra peternak (plasma) di kawasan tersebut dan kelompok mitra peternak di Kalianda Lampung dan Kediri Jawa Timur.

“Satu kelompok mitra peternak di Lampung dan Jawa Timur berisi sekitar 20-25 peternak,” ucapnya.

Konsep kemitraan yang dijalankan oleh MT Farm adalah dengan modelling Inti-Plasma. Inti memiliki tugas utama sebagai market regulator, system support dan pembinaan. Sementara, plasma memiliki tugas utama melaksanakan produksi secara optimal berdasarkan surat perjanjian kerjasama (kontrak) dengan MT Farm.

Sebagai market regulator, MT Farm mengembangkan pemasaran dengan

menggandeng perusahaan lain sebagai captive market untuk hewan kurban, diantaranya PT.

Indosat, Bank Syariah Mandiri (BSM), Baitul Maal Muamalat, PT. Coca Cola dan Circle K.

Budi berharap pemerintah turut hadir dan berperan sebagai market regulator bagi usaha peternakan domba, sehingga dapat membantu mengatasi permasalahan dasar di peternak rakyat yaitu pemasaran”, kata Budi menjelaskan harapannya.

Prospek pasar domba tahun 2020

Menurut Budi, prospek pasardomba tahun 2020 masih bagus karena masih terjadi kekurangan pasokan. Peternak perlu dibina ke arah peningkatan produksi domba yang sesuai dengan standar dan lebih memperhatikan masalah pemasaran. Masalah pemasaran ini bukan sekedar terkait penjualan namun juga pada aspek keamanan (pembayaran) dan masalah sosial yang menjadi dampaknya.

Aspek keamanan pembayaran, dikarenakan adanya tengkulak yang memberikan dampak ketidak pastian dalam berusaha di bidang peternakan. Uang ataupun modal yang tertahan di tengkulak akan membuat peternak sulit mengembangkan usahanya. Sementara dampak sosial terkait dengan kondisi masyarakat yang tidak semua dapat menerima keberadaan peternakan di wilayahnya karena berbagai alasan.

Selain untuk pemasaran dalam negeri,domba juga memiliki peluang untuk di ekspor ke luar Indonesia. Negara yang telah mulai membeli domba asal Indonesia adalah Malaysia dan Uni Emirat Arab. Selain kedua negara tersebut, wilayah Asia, Afrika, dan Pasifik juga merupakan pasar ekspor yang sangat menjanjikan untuk komoditas ternakdomba.

Pasar Inilah yang menjadi sasaran pengembangan usaha pengalengan hasil olahan daging domba MT Farm. Demi menggapai mimpinya, maka MT Farm terus memperbanyak kemitraan selain dengan Kemitraan yang sudah ada juga dengan pelaku eksportir.

Budi juga memberikan saran agar pemerintah membuat program jangka panjang dengan membentuk standar operasional pemeliharaan yang diterapkan ke semua peternak khususnya domba. Hal ini juga termasuk dalam rangka membuka pasar ekspor domba dai pasar ASEAN dan Timur Tengah.

Integrated farming system

Sebagai langkah efisiensi usaha CV Mitra Tani Farm miliknya, Budi mengembangkan usaha peternakan dan pertanian secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Konsep pengolahan ternak di MT Farm sendiri sudah mulai dilakukan secara terpadu yaitu dengan menggunakan sistem manfaat, semua yang ada pada domba seperti daging, kulit, tulang kepala sampai dengan kotoran dapat dimanfaatkan tanpa ada yang dibuang.

Pengelolaan limbah dari kotoran domba dilakukan dengan bekerja sama dengan para petani di sekitar wilayah Tegal Waru. Kotoran tersebut diubah pupuk untuk tanaman sayuran organik dan menjadi biogas. Pupuk hasil pengolahan limbah

34 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Page 37: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Kebijakan Perbibitan

35

kotoran tersebut dimanfaatkan oleh petani untuk memperbaiki kualitas tanah di lahan tanam sayuran. Sementara hasil biogas dimanfaatkan untuk menyalakan api dan genset untuk areal peternakan.

“Dengan sistem beternak terpadu yang diterapkan MT Farm, peternak dan masyarakat sekitarnya dapat menikmati manfaat yang lebih besar,” papar Budi kepada Tim Majalah Bibit.

Pengembangan usaha CV Mitra Tani ternyata tidak hanya berhenti di sini, perluasan usaha dilakukan dengan memberikan bisnis katering dan kebutuhan hewan kurban untuk acara aqiqah. Lembaga-lembaga aqiqah di wilayah Jabodetabek yang saat ini telah menjadi mitra perusahaan antara lain: Fajar Harapan, Ihsan Indotama, Cahaya Sejahtera, Al Amien Aqiqah di Jakarta Selatan, serta Nurul Aqiqah di Depok.

Seiring berjalannya waktu, Budi terus melebarkan lini bisnis ternak ke bahan makanan olahan hingga aksesoris berupa tas, jaket, topi dan sendal. Bahkan bahan makanan olahan akan diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Timur Tengah dan Afrika

Magang di MT Farm

Budi menjelaskan bahwa, MT Farm terbuka untuk kegiatan magang dan pelatihan. Menurut Budi, pemilihan lokasi MT Farm yang dekat dengan Kampus IPB Darmaga memang dimaksudkan untuk percepatan dalam memperoleh informasi terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta agar terhubung secara akademik dengan kampus.

Ada empat jenis magang yang dapat dilaksanakan di MT farm, yaitu magang dalam rangka tugas kuliah, magang untuk menjadi mitra (plasma), magang secara pribadi, dan magang dalam rangka khusus terapi.

Untuk Magang dalam rangka tugas kuliah, sudah banyak perguruan tinggi yang mengirimkan anak didiknya ke MT Farm. Beberapa perguruan tinggi yang secara rutin melaksanakan magang di MT farm yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Lampung, Universitas Diponegoro, Universitas Gajah Mada, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Tarumanegara, dan Universitas Sumatera Utara. Selain itu MT Farm juga telah menerima pemagang dari Australia, Malaysia dan Jepang.

Magang khusus terapi tidak dibuka secara umum, namun ada beberapa orang atau lembaga yang datang ke Farm dengan membawa orang yang ketergantungan obat, memiliki autis ataupun gangguan jiwa.

“Beternak membutuhkan interaksi yang baik dengan ternaknya, sehingga orang-orang yang mengalami ketergantungan obat, autis ataupun gangguan jiwa masih dapat berinteraksi saat memberi makan atau memandikan ternak domba. Kegiatan itu walaupun terlihat aneh namun berdampak positif bagi mereka”, penjelasan Budi terkait magang khusus tersebut.

Sukses sebagai peternak domba, Budi pun memberikan tips menjalankan bisnis ternak. Setidaknya, seorang berusaha di bidang peternakan ternak harus mampu menjawab tiga tantangan antara lain membuat kenyamanan bagi mitra peternak terutama sistem panen yang jelas, kedua mengenai regulasi market dan terakhir sumber permodalan yang baik.

Dengan berbagai pasang surutnya usaha di domba, Budi menunjukkan kegigihannya sehingga sampai pada titik dimana sekarang mulai mengembangkan usahanya secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Semangat ini tentunya dapat ditiru oleh pembaca sehingga peternakan domba kita semakin berjaya di masa depan. Mari bersama kita tapaki jejak Budi dalam mengembangkan peternakan domba. nNS

Vol XV No. 1 Tahun 2021 35

Page 38: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

36 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Komoditas susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat diperlukan tubuh manusia, khususnya bagi anak-anak dalam usia pertumbuhan. Oleh karenanya beberapa pakar menyatakan

bahwa susu mempunyai peran penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya lost generation, serta berperan dalam perekonomian nasional dan menciptakan lapangan kerja. Sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945 bahwa Pemerintah Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu Pemerintah mempunyai kewajiban diantaranya penyediaan pangan hewani asal ternak yang bergizi tinggi dalam jumlah cukup, terjangkau masyarakat, aman dan halal. Berbagai upaya harus kita lakukan untuk memenuhi amanat tersebut, diantaranya pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2019 masih berkisar 16,23 liter per kapita/tahun. Jumlah ini tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya se-Asia. Kurangnya jumlah konsumsi susu di Tanah Air, juga dipengaruhi oleh pertumbuhan sapi perah yang belum memadai. Menurut Data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan populasi sapi perah Nasional pada tahun 2019 sebanyak 561.061 ekor dengan produksi susu sebanyak 996.442 ton, sementara kebutuhan susu nasional tahun 2019 mencapai 4.332,88 ribu ton, produksi susu segar dalam Negeri (SSDN) hanya mampu memenuhi 22

persen dari kebutuhan nasional.

Padahal susu termasuk minuman sehat yang dianjurkan untuk dikonsumsi selama pandemi COVID-19,. Menurut Nutrition Data, susu mengandung vitamin B2, B12, dan D yang mendukung sistem imun tubuh. Dalam secangkir susu (244 gram) bisa menyumbang sekitar 25 persen kebutuhan harian akan jenis vitamin tersebut. Dengan begitu, daya tahan tubuh pun meningkat sehingga dapat terhindar dari virus dan penyakit.

Sebagian besar susu yang dihasilkan peternak diserap oleh industri pengolahan susu (IPS) dan hanya sebagian kecil (<5%) yang dipasarkan dalam bentuk susu segar langsung kepada konsumen. Harga susu ditingkat peternak sekitar Rp. 6500/liter, tergantung dari kualitas susu terutama kandungan bakteri atau Total Plate Count (TPC) dan kadar total solid (TS). Karena harga susu relative rendah maka peternak kurang bergairah untuk meningkatkan produksi susu sesuai potensi genetik sapi yang diperkirakan telah mencapai 20 liter/hari. Produksi susu yang rendah tersebut ternyata juga dibarengi dengan kualitas susu yang belum memenuhi standar SNI terutama untuk TPC. Selama era reformasi sampai sekarang penanganan peternakan sapi perah kurang mendapat prioritas dari pemerintah, antara lain dengan dihilangkannya kebijakan BUSEP (bukti serap) yang dianggap tidak sesuai dengan jiwa perdagangan bebas. Mengingat susu merupakan produk komoditas yang cukup strategis dan merupakan kebutuhan penting bagi anak-anak

Potensi Perbibitan

POTENSI PENGEMBANGAN SAPI PERAH MELALUI PENINGKATAN MUTU GENETIK

Oleh: Elma Rohliharni Saragih dan Fahmi NuzarwanPengawas Bibit Ternak di Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak

Page 39: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Potensi Perbibitandalam usia pertumbuhan, pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih besar, baik dalam aspek budidaya, pasca panen, pemasaran maupun promosi minum susu segar.

Pengembangan agribisnis sapi perah yang saat ini didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala kecil 3-4 ekor/KK, sudah dan akan terus dilakukan pemerintah, dengan harapan agar produktivitas dan produksinya meningkat. Saat ini rata-rata produksi susu masih sangat rendah, yaitu 10 liter/ekor/hari, yang jauh dari potensi genetiknya. Pemerintah telah melakukan peningkatan mutu genetik melalui importasi induk maupun pejantan unggul. Perkawinan sapi perah di Indonesia sebagian besar melalui IB dengan menggunakan pejantan unggul impor, atau hasil uji zuriat yang dilakukan BBPTU Sapi Perah Baturraden dan B/BIB-Nasional bersama masyarakat peternak sapi perah. Bila di beberapa perusahaan swasta terdapat sapi yang mampu berproduksi lebih dari 30 liter/ekor/hari, dan rata-rata produksi susu mereka sudah di atas 25 liter/ekor/hari, maka patut diduga sapi perah rakyat hasil IB mempunyai potensi genetik yang baik atau sangat baik, dan mampu berproduksi rata-rata 20 liter/ekor/hari atau bahkan lebih.

Banyak hal yang mempengaruihi hasil produksi susu, selain dari aspek lingkungan, pakan juga dianggap salah satu faktor utama yang menyebabkan produksi susu rendah. Dibeberapa lokasi peternakan dengan skala usaha kecil, ternak sebagian besar tidak memperoleh asupan pakan sesuai kebutuhannya, sehingga ternak tidak mampu berproduksi dengan maksimal, dan Kualitas susu biasanya kurang baik, sehingga hal ini mempengaruhi harga penjualan susu menjadi rendah. Harga pakan dan harga jual susu di tingkat peternak tidak sebanding, sehingga keuntungan yang diperoleh peternak sangat kecil. Sementara peternak dengan skala besar justru mampu menghasilkan susu yang lebih berkualitas, sehingga juga memperoleh harga yang lebih baik. Oleh sebab itu kunci

utama untuk memperbaiki produktivitas sapi, meningkatkan produksi susu dan menambah pendapatan peternakan adalah dengan menjaga kualitas pakan, menekan biaya pakan, dan meningkatkan harga jual susu segar di tingkat peternak. Hal-hal tersebut di atas harus dibarengi dengan upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip good farming practices (GFP), serta memperbaiki mutu genetik secara berkelanjutan. Namun justru yang paling krusial, atau titik ungkit untuk meningkatkan produksi susu justru pada insentif harga.

Secara umum telah diketahui bahwa performans atau produksi sapi dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi dari kedua faktor tersebut. Namun dalam kenyataan di lapang, rumus tersebut berpotensi untuk berubah, apabila didukung oleh pemerintah melalui kebijakan yang dibuat.

Lebih dari tiga dasawarsa pengembangan sapi perah di Indonesia, pemerintah telah menyediakan bibit unggul berupa elite bull yang didatangkan dari hampir seluruh penjuru dunia (Eropa, Amerika, Australia, Jepang, dsb). Pejantan unggul tersebut dipelihara di Balai Inseminasi Buatan sebagai donor untuk menghasilkan semen beku. Inseminasi Buatan (IB) pada sapi perah sudah mencakup lebih dari 95 persen, artinya secara genetik telah terjadi up grading sapi perah di Indonesia. Walaupun breeding program, breeding strategy dan breeding policy untuk sapi perah di Indonesia perlu terus disempurnakan, namun dapat diduga sapi-sapi perah yang dipelihara masyarakat secara genetik (G) mempunyai kemampuan produksi susu yang cukup tinggi.

Untuk itu agar mutu genetik sapi perah dapat dimaksimalkan, harus selaras dan sejalan antara performans; faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor manajemen, serta kebijakan. Sehingga kedepan produksi susu peternak dapat meningkat dan mengurangi ketergantungan impor susu. Semoga. nMD

Vol XV No. 1 Tahun 2021 37

Page 40: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Sains dan Teknologi

38 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Penyediaan telur dan daging itik menjadi salah satu cara murah dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Berdasarkan Buku Statistik Peternakan Tahun 2019, produksi telur itik mencapai 321 ribu ton

atau setara dengan 6 % dari produksi telur nasional, sedangkan produksi daging itik mencapai 38,3 ribu ton dengan kontribusi masih dibawah 1 % terhadap produksi daging nasional. Sebagai sumber protein hewani, telur itik mengandung protein sekitar 12,8 % dan lemak 13,8 % sedangkan daging itik mengandung protein sebesar 20 % dan lemak 3,9 % (berbagai sumber).

Itik Mojosari yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2837 Tahun 2012 sebagai rumpun itik lokal mampu menghasilkan telur 200-220 butir/tahun. Rumpun itik Itik Mojosari, Itik Alabio dan Itik Peking Mojosari Putih (PMP) dikembangkan di BPTU-HPT Pelaihari, sedangkan untuk itik Mojosari mulai dikembangkan sejak tahun 2000.

Kegiatan pembibitan Itik Mojosari selama kurang lebih 20 tahun atau hampir 20 generasi yang meliputi: pemurnian fenotipik, pengaturan perkawinan, seleksi sifat kualitatif dan kuantitatif, dan pemeliharaan secara tertutup tanpa ada darah baru ataupun bercampur darah rumpun itik lain telah menghasilkan Itik Mojosari murni yang memiliki karakteristik sendiri yang mungkin berbeda dari daerah asalnya. Kualitas bibit Itik Mojosari produksi BPTU-HPT Pelaihari yang dihasilkan dari proses pembibitan yang sudah berlangsung lama telah memperoleh Sertifikat Kesesuaian SNI 7558-2009. Bibit Induk Itik Mojosari Meri yang kemudian diperbaharui dengan SNI 7558-2020 dari Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak pada tanggal 2 Agustus 2019.

Sebagai salah satu produsen bibit Itik Mojosari, BPTU-HPT Pelaihari telah memiliki standar produksi telur, sebagai berikut:

ITIK MOJOSARISTANDAR PRODUKSI TELUR

Oleh : I.M. Unggul AbriantoWasbitnak Muda BPTU-HPT Pelaihari

Bagian 2.

Page 41: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Sains dan Teknologi

Data laporan yang sudah ada di dalam ISIKHNAS

Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa: Itik Mojosari mulai bertelur pada umur 20 minggu, produksi telur sebesar 10 % dicapai pada umur 22 minggu, fase puncak produksi berkisar pada umur itik 30 - 35 minggu (10-15 minggu produksi), puncak produksi mencapai 90 % selama 4-6 minggu, masa produksi tahap pertama dapat mencapai 48 minggu, produksi telur minimal 60 %, apabila dipelihara dengan baik dapat mencapai 72 %, itik layer dapat diafkir pada umur 72 minggu. Apabila Itik Mojosari akan digunakan sebagai indukan dan untuk dapat mencapai fertilitas di atas 90%, maka dapat ditambahkan pejantan dengan perbandingan jantan : betina 1:7.

Standar produksi telur dapat dicapai apabila didukung dengan kualitas indukan dan manajemen pemeliharaan yang baik meliputi: tata kelola, perkandangan dan pakan. Itik layer yang baik dapat dipersiapkan semenjak fase starter dan grower. Kunci pemeliharaan itik petelur di fase starter dan grower adalah bukan pemberian pakan sebanyak-banyaknya agar tumbuh besar secepat-cepatnya, karena hal tersebut dapat menyebabkan kegemukan dan bertelur dini pada itik yang berdampak buruk terhadap produksi telur. Kunci pemeliharaan di fase starter dan grower adalah keseragaman umur dan berat badan. Berat badan dipertahankan dalam standar tertentu tetapi keseragaman tinggi (Lihat Tulisan Itik Mojosari Bagian 1, Standar Pertumbuhan). Keseragaman umur dan berat badan yang tinggi (diatas 90%) membuat itik bertelur secara bersama-sama, mencapai puncak produksi secara bersamaan dan setelah puncak produksi menurun secara lambat (persistensi bagus).

Kunci tata kelola pemeliharan itik layer adalah kestabilan dan ketenangan itik untuk bertelur. Salah satu sifat itik adalah mudah stres yang diakibatkan gangguan pemeliharaan seperti suara gaduh, cuaca ekstrim, binatang masuk kandang, pergantian pekerja, pergantian pakan, dll. Stres pada itik menyebabkan penurunan produksi telur secara cepat dan memerlukan waktu lama untuk bisa pulih.

Manajemen perkandangan sebaiknya menggunakan sistem all in all out atau digunakan selama masa pemeliharaan dari awal hingga afkir. Pilihan kandang dapat berupa kandang panggung atau kandang lantai/postal. Kandang sebaiknya beratap keseluruhan dan bisa ditambahkan umbaran terbatas untuk bernaung, tetapi tetap memungkinkan masuknya sinar matahari dan sirkulasi udara yang baik. Disediakan tempat sarang telur yang kering, dapat menggunakan alas sekam, jerami, dll. Daya tampung 4 ekor/meter persegi kandang. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat stres pada itik adalah membagi itik dalam kelompok kecil dengan kandang yang bersekat-sekat, apabila ada gangguan di salah satu sekat, yang terganggu hanya di sekat tersebut dan tidak menggangu keseluruhan itik dalam satu kandang.

Manajemen pemberian pakan dapat menggunakan pakan jadi pabrikan untuk itik petelur atau formulasi pakan sendiri menggunakan bahan pakan lokal yang sesuai kebutuhan itik petelur. Kebutuhan gizi itik layer untuk Protein Kasar minimal 17 % dengan jumlah pemberian 138-150 gram/hari/ekor. Konsumsi pakan disesuaikan dengan produksi telur, saat puncak bisa diberi pakan lebih banyak dibanding saat lainnya. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum (tersedia terus menerus)

Manfaat yang bisa diperoleh ketika kita sudah memiliki standar acuan, kita bisa mengetahui pelaksanaan kegiatan di lapangan apakah sudah berjalan baik atau tidak, sebagai contoh evaluasi produksi telur di salah satu kandang:

Keterangan Warna merah= standar produksi

Warna biru = realisasi produki

Berdasarkan grafik diatas, secara umum standar produksi telur tercapai dan persistensi produksi telur bagus. Pada minggu ke-29 terjadi penurunan produksi telur cukup mencolok, segera dilakukan evaluasi penyebabnya, apabila tidak ada perubahan manajemen pemeliharaan dan pakan, biasanya penurunan produksi tersebut disebabkan gangguan binatang liar yang masuk ke kandang (biawak, monyet, ular, dll....Kalimantan Bro.. dan Sis....). Setelah gangguan sudah bisa dihilangkan, itik diberikan tambahan vitamin anti stres sehingga produksi kembali normal sesuai standar.

Itik Mojosari sudah menjadi rumpun itik lokal Indonesia dan memiliki standar kesesuaian SNI, mari kita jaga kelestarian dan kemurniannya sehingga di masa datang produktifitasnya sebagai penghasil daging dan telur semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. nAEC

Tulisan Itik Mojosari ini Bagian 2 setelah tulisan Bagian 1. Standar Pertumbuhan, sampai ketemu di Bagian 3. Standar Bobot Potong

Vol XV No. 1 Tahun 2021 39

Page 42: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

Renungan

40 Vol XV No. 1 Tahun 2021

RAMADHAN DAN PANDEMI COVID TETAP SEMANGAT BEKERJA Bekerja di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmah, bulan penuh berkah dan maghfirah/ampunan. Dengan melaksanakan puasa mendorong kita untuk melakukan banyak aktivitas kebaikan/amal sholeh. Karena muslim yang baik menyadari bahwa setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan yang dilandasi dengan keihklasan dan iman kepada Allah, maka aktivitas tersebut akan diganjar dengan pahala disisi Allah. Bahkan diriwayatkan dalam hadist rasulullah saw bahwa barangsiapa yang melakukan 1 kebaikan dibulan Ramadhan, maka akan lipat gandakan pahalanya.

Termasuk bekerja mencari nafkah, tentu juga akan dinilai sebagai kebaikan dan akan mendapatkan ganjaran pahala. Bahkan orang yang bekerja mencari nafkah sama dengan orang yang berjihad dijalan Allah. Jadi disaat kita bekerja , mari kembali perbaharui niat kita agar waktu yang dihabiskan, tenaga yang dipakai, kringat yang keluar senantiasa mengharap ridho Allah.

Pandemi Convid 19Setahun lebih sudah seluruh negeri di dunia ini

dilanda pandemi Convid 19. Dan ini merupakan puasa

kedua yang akan kita jalani ditengah pandemi. Peristiwa pandemi ini memberikan banyak pelajaran dan hikmah dalam kehidupan kita baik secara pribadi maupun berbangsa.

Ditengah Convid 19, yang sepertinya belum akan berakhir pada Ramadhan tahun ini, menjadikan ruang bagi kita untuk tetap beramal, beribadah, bekerja dan beramal sholeh. Pandemi Convid 19, telah mengakibatkan ruang aktivitas manusia menjadi terbatas yang juga berdampak perekonomian masyarakat lebih luas menjadi turun. Bahkan berbagai sektor kehidupan, salah satunya meningkatnya angka kemiskinan, meningkatnya pengangguran dan lainnya. Dibulan Ramadhan ini adalah bulan berbagi, dari kuat kepada yang lemah, yang makmur kepada pra sejahtera, yang mampu kepada yang tidak/belum mampu. Sinergi kebaikan dari semua pihak tentu akan membawa kebahagian kepada saudara-saudara kita yang lemah, dan ini adalah ladang amal sholeh bagi kita semua, serta menjadi kebahagian bagi kita yang bisa sharring kebaikan. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat, khairunnas anfa’unnas.

Semoga Ramadhan tahun ini menjadi yang terbaik, aamiin. nMD

Oleh : ZuljismanPengawas Mutu Pakan di Dit. Perbibitan

dan Produksi Ternak

Page 43: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

1

Bitpro in Action

1 2

3 4

5

67

8

9

Vol XV No. 1 Tahun 2021 41

1 Food Estate Kalimantan Tengah2 Kegiatan Food Estate di NTT3 Kegiatan Pengembangan Itik Pada Areal Food

Estate4 Kunjungan Dirbitpro dan Dirjen PDN Kemendag

ke BBIB Singosari5 Pelaksanaan Survelen Akreditasi KAN6 Pengawasan Wasbitnak ke Breeder Unggas

7 Penyerahan cinderamata dari BBIB Singosari kepada Dirjen PDN Kemendag

8 Persiapan Tim LSPRo untuk survelen akreditasi kan 2021

9 Rapat Perunggasan

Page 44: 19 N DP R OG R A M VAKSIN C VI - Pertanian

42 Vol XV No. 1 Tahun 2021

Memakai Masker

Mencuci Tangan

Menjaga Jarak

2M

ISSN 1979-7990

DIREKTORAT PERBIBITAN DAN PRODuKSI TERNAKdirekToraT jenderal peTernakan dan kesehaTan hewan

kemenTerian perTanian

COVID - 19VACCINE

SUKSESKAN PROGRAM VAKSIN COVID - 19