Top Banner
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL PERCOBAAN I PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT Disusun oleh: Kelas : C Golongan : IV Kelompok : 3 Anggita Tyaswuri FA/09305 ……………….. Naisbitt Iman Hanif FA/09308 ……………….. Candra Kirana M. FA/09311 ……………….. Lusy Andriani FA/09314 ……………….. Asisten Jaga : Yolanda dan Christine Asisten Koreksi : Yolanda LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
26

146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Oct 25, 2015

Download

Documents

iwankurniawaan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

Disusun oleh:

Kelas : C

Golongan : IV

Kelompok : 3

Anggita Tyaswuri FA/09305 ………………..

Naisbitt Iman Hanif FA/09308 ………………..

Candra Kirana M. FA/09311 ………………..

Lusy Andriani FA/09314 ………………..

Asisten Jaga : Yolanda dan Christine

Asisten Koreksi : Yolanda

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

PERCOBAAN I

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

I. Tujuan

Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap

kecepatan absorbsinya menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.

II. Dasar Teori

Obat adalah senyawa kimia yang dapat mengubah atau mempengaruhi responsivitas

sistem biologi. Aksi obat dimediasi oleh proses yang terjadi secara alami dalam tubuh

(Hollinger, 2003).

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase, yaitu:

1) Fase Farmasetik (Fase Disolusi)

Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut. Oleh karena itu, fase farmasetik (fase

disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran pencernaan, obat-obat

perlu dilarutkan agar dapat diabsopsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus

didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan dan

proses ini disebut disolusi (Kee, 1994).

2) Fase Farmakokinetik

Merupakan proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses

yang termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut:

a. Absorpsi

Absorbsi adalah proses pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari

tempat-tempat tertentu dalam organ dalam ke dalam aliran darah atau sistem

pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat

ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat baru berkhasiat apabila berhasil

mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu absorbsi yang

cukup merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan

secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Dikatakan cukup

apabila kadar obat yang telah diabsorpsi tidak melewati batas KTM, yaitu Kadar

Toksik Minimum, tetapi masih berada di dalam batas KEM, yaitu Kadar Efektif

Minimum.

Page 3: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Mekanisme absorpsi obat dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:

1. Difusi pasif

Proses perpindahan molekul obat yang bersifat spontan, mengikuti

gradien konsentrasi, dari konsentrasi tinggi (hipertonis) ke konsentrasi yang

rendah (hipotonis), berbanding lurus dengan luas permukaan absorpsi,

koefisien distribusi senyawa yang bersangkutan, dan koefisien difusi serta

berbanding terbalik dengan tebal membran.

2. Transpor aktif

Molekul ditranspor melawan gradien transportasi. Proses ini memerlukan

adanya energi dan dapat dihambat oleh senyawa analog, secara kompetitif

dan secara tak kompetitif oleh racun metabolisme.

3. Difusi terfasilitasi

Molekul hidrofil sulit untuk menembus membran yang komposisi

luarnya adalah lipid, maka berikatan dengan suatu protein pembawa yang

spesifik. Pembawa dan kompleks pembawa-substrat dapat bergerak bebas

dalam membran. Dengan demikian, penetrasi zat yang ditransport melalui

membran sel lipofil kedalam bagian dalam sel akan dipermudah.

Pergerakan partikel-partikel obat dari saluran pencernaan ke dalam tubuh

umumnya melalui difusi pasif. Dengan proses difusi pasif, obat tidak memerlukan

energi untuk menembus membran. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus

melalui kerja permukaan mukosa vili yang luas.

KTM

KEM

Kadar obat

dalam darah

Waktu

JENDELA

TERAPEUTIK

Page 4: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

b. Distribusi

Distribusi merupakan proses dimana obat menjadi berada dalam jaringan tubuh

dan cairan tubuh. Setelah obat diabsorpsi ke dalam aliran darah, untuk mencapai

tepat pada letak dari aksi, obat harus melalui membran sel yang kemudian dalam

peredaran kebanyakan obat didistribusikan melalui cairan badan.

Distribusi merupakan transfer obat yang reversibel antara letak jaringan dan

plasma. Pola distribusi menggambarkan permainan dalam tubuh oleh beberapa faktor

yang berhubungan dengan permeabilitas, kelarutan dalam lipid dan ikatan pada

makromolekul.

Distribusi obat dibedakan menjadi dua fase berdasarkan penyebarannya dalam

tubuh. Fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke dalam organ yang

perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi

fase kedua yang jauh lebih luas, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak

sebaik jaringan diatas yang meliputi otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Faktor-

faktor yang berhubungan dengan distribusi obat dalam badan antara lain:

Perfusi darah melalui jaringan

Kadar gradien, PH, dan ikatan zat dengan makromolekul

Partisi kedalam lemak

Ikatan obat dengan protein plasma

c. Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme adalah proses perubahan struktur kimia obat

di dalam tubuh yang dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah

menjadi bentuk yang lebih polar atau lebih mudah larut didalam air dan sukar larut di

dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya

obat diubah menjadi bentuk inaktif, sehingga proses biotransformasi menentukan

akhir kerja obat (Ernest, 1991).

d. Eksresi

Rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal. Adapun, rute-rute lain

meliputi empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas,

yang tidak berikatan dan larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah difiltrasi

oleh ginjal. Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.

Page 5: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Sekali obat dilepaskan ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan

akhirnya akan dieksresikan melalui urin (Kee, 1994).

Ekskresi obat melalui ginjal melalui tiga tahap yaitu:

1. Penyaringan glomerulus

Ginjal menerima ± 20-25% cairan tubuh dari jantung atau 1,2-1,5 liter

darah per menit, dan ± 10% disaring melalui glomerulus. Membran

glomerulus mempunyai karakteristik sehingga dapat dilewati oleh molekul

obat dengan garis tengah ± 40% Å, obat mudah larut dalam cairan plasma

atau obat yang bersifat hidrofil (Siswandono, 1995).

Selama filtrat ini dipekatkan dalam tubuli zat-zat lipofil berdifusi kembali

secara pasif pula melalui membran sel-nya ke dalam darah dan dengan

demikian menghindari ekskresi. Zat-zat hidrofil hampir tidak didifusi

kembali dan langsung dikeluarkan lewat urine. Ekskresi dapat diperlancar

dengan memperkuat disosiasi obat yang kebanyakan bersifat asam atau basa

lemah dengan derajat ionisasi agak ringan (Tjay, 2007).

2. Adsorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal

Adsorpsi kembali molekul obat dan koefisien partisi lemak atau air. Obat

yang bersifat polar, sukar larut dalam lemak, tidak diadsorpsi kembali oleh

mebran tubulus. Adsorpsi kembali pada tubular ini sangat tergantung pada

pH urin. Obat yang bersifat elektrolit lemah pada urine normal mempunyai

pH = 4,8-7,5. Sebagian besar akan terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi,

mudah larut dalam lemak, sehingga mudah diadsorpsi kembali oleh tubular.

3. Sekresi pengangkutan aktif pada tubulus ginjal

Obat dapat bergerak dari plasma darah ke urin melalui tubulus ginjal

dengan mekanisme pengangkutan aktif. Sebagai contoh, kombinasi obat

antara probenesid dengan penisilin meningkatkan masa kerja penisilin

karena probenesid dapat menghambat sekresi pengangkutan aktif penisilin

secara kompetitif sehingga ekskesi penisili menurun, kadar penisilin dalam

darah tetap tinggi dan menunjukkan aktifitas lebih lanjut (Siswandono,

1995).

3) Fase Farmakodinamik

Fase farmakodinamik merupakan fase yang mempelajari efek obat terhadap

fisiologi dan biokimia seluler serta mekanisme kerja obat. Respons obat dapat

menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer

Page 6: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

adalah efek yang diinginkan. Sedangkan, efek sekunder merupakan efek yang

diinginkan ataupun yang tidak diinginkan (Kee, 1994).

Obat dapat menimbulkan efek apabila terjadi interaksi atau kontak dengan obat

terlebih dahulu. Kontak terjadi pada tempat dimana obat diberikan. Berikut ini ada

beberapa cara pemberian obat beserta karakteristiknya:

1. Per Oral (p.o)

Pemberian obat yang rutenya melalui saluran pencernaan dan pemberian

melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling umum karena

mudah digunakan, relatif aman, murah dan praktis (dapat dilakukan sendiri tanpa

keahlian dan alat khusus). Kerugian dari pemberian obat secara peroral adalah

efeknya lama, mengiritasi saluran pencernaan, absorpsi obat tidak teratur, tidak

100% obat diserap. Tidak diserapnya obat secara 100% dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain:

Jumlah makanan dalam lambung

Kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau enzim

gastrointestinal, misalnya insulin yang harus diberikan secara peroral akan

dirusak oleh enzim proteolitik dari saluran gastrointestinal

Pada keadaan pasien muntah-muntah sehingga obat tidak dapat diabsorpsi

Dikehendaki kerja awal yang cepat

Ketersediaan hayati yaitu persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu

dosis yang diberikan dan tersedia untuk memberi efek terapeutik

Tujuan penggunaan obat melalui oral terutama untuk memperoleh efek

sistemik, yaitu obat masuk melalui pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh

setelah terjadi absorpsi obat dari bermacam-macam permukaan sepanjang saluran

gastrointestinal. Tetapi ada obat yang memberi efek lokal dalam usus atau lambung

karena obat yang tidak larut, misalnya obat yang digunakan untuk membunuh cacing

dan antasida yang digunakan untuk menetralkan asam lambung.

2. Intra Muskular (i.m)

Pemberian obat melalui suntikan dalam jaringan otot, umumnya pada otot

pantat dan otot paha (gluteus maximus) di mana tidak terdapat banyak pembuluh

darah dan saraf sehingga relatif aman untuk digunakan. Obat dengan cara pemberian

ini dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi.

Page 7: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi.

Obat yang sukar larut dalam air akan mengendap di tempat suntikan sehingga

absorpsinya lambat atau terjadi tagositosis dari partikel obat. Sebaliknya, obat yang

larut dalam air akan diabsorpsi dengan cepat. Absorpsi biasanya berlangsung dalam

waktu 10-30 menit. Namun, kecepatan absorpsi juga bergantung pada vaskularitas

tempat suntikan dengan kecepatan peredaran darah antara 0,027-0,07 ml/menit.

Molekul yang kecil langsung diabsorpsi ke dalam kapiler sedangkan molekul yang

besar masuk ke sirkulasi melalui saluran getah bening. Absorpsi obat cara suntikan

intra muskular pada pria lebih cepat daripada wanita karena pada wanita lebih

banyak terdapat jaringan adiposa.

Keuntungan pemberian obat dengan cara ini antara lain:

Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindari

Efek obat cepat

Fleksibel dan akurat jika diberikan pada penderita yang mengalami collaps,

shock, dan bagi yang sukar menelan

Serdangkan kerugiannya antara lain:

Lebih mahal

Jika terjadi efek toksik sulit diatasi

Perlu keahlian khusus dalam pemakaian obat

Terdapat efek samping berupa nyeri

3. Subkutan (s.c)

Subkutan adalah pemberian obat melalui injeksi ke dalam jaringan di bawah

kulit. Bentuk sediaan yang mungkin diberikan dengan cara ini antara lain larutan dan

suspensi dalam volume lebih kecil dari 2 ml, misalnya insulin. Obat diabsorpsi

secara lambat sehingga intensitas efek sistemik dapat diatur. Pemberian obat dengan

cara ini dilakukan bila obat tidak diabsorpsi pada saluran pencernaan atau dibutuhkan

kerja obat secara tepat, misalnya pada situasi akut. Pemberian subkutan hanya boleh

digunakan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi pada jaringan.

Keuntungan pemberian obat dengan cara ini antara lain:

Absorpsinya lambat dan diperpanjang

Efek obat lebih teratur dan cepat disbanding per oral

Fleksibel bagi penderita yang collaps dan disorientasi

Berguna pada kondisi darurat

Page 8: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Serdangkan kerugiannya antara lain:

Tidak boleh untuk obat-obat yang iritatif atau dicampur dengan vasokonstriktor

Variabel absorpsi tergantung aliran darah

4. Intra peritoneal (i.p)

Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau hati, karena dapat

menyebabkan kematian. Di dalam rongga perut, obat diabsorpsi secara cepat karena

pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan demikian

absorpsinya lebih cepat dibandingkan peroral dan intra muskular. Obat yang

diberikan secara intra peritoneal akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan

dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

5. Intra vena (i.v)

Biasanya tidak mengalami absorpsi, kadar diperoleh dengan cepat, tepat, dan

dapat disesuaikan respon serta dapat digunakan untuk larutan iritatif. Namun, cara

pemberian intravena biasanya menyebabkan efek toksik mudah terjadi dan tidak

dapat ditarik jika terjadi kesalahan perhitungan dosis, juga bagi obat yang larut dalam

larutan minyak tidak boleh diberikan karena mengendapkan konstituen darah, serta

bagi intravena penyuntikan dengan cara perlahan-lahan sambil mengawasi respon.

Selain cara pemberian, ada faktor lain yang mempengaruhi absorpsi obat, antara lain:

a. Sifat fisika-kimia obat

b. Bentuk sediaan obat

c. Dosis obat

d. Rute dan cara pemberian

e. Waktu kontak dengan permukaan absorpsi

f. Luas permukaan tempat absorpsi

g. Nilai PH cairan pada tempat absorpsi

h. Integritas membran

i. Aliran darah pada tempat absorpsi

Jumlah obat yang diabsorpsi juga dipengaruhi oleh:

a. Luas permukaan absorpsi

Semakin luas permukaan absorpsi, maka jumlah obat yang diabsorpsi semakin

banyak dan semakin sempit permukaan absorpsi maka jumlah obat yang

diabsorpsi semakin sedikit.

b. Banyaknya membran yang dilalui obat

Page 9: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Semakin banyak membran yang dilalui, maka obat yang diabsorpsi semakin

sedikit. Sebaliknya, jika membran yang dilalui sedikit maka obat yang

diabsorpsi semakin banyak.

c. Banyaknya obat yang terdegradasi

Semakin banyak obat yang terdegradasi, maka obat yang diabsorpsi semakin

sedikit, begitu pula sebaliknya.

d. Jumlah ikatan depot

Banyaknya ikatan depot obat dengan molekul tidak aktif (albumin, lemak,

tulang) berpengaruh pada jumlah obat yang diabsorpsi, yaitu semakin banyak

ikatan depot maka semakin sedikit jumlah obat yang diabsorpsi, begitu pula

dengan sebaliknya.

III. Alat dan Bahan

a) Alat

1. Sput injeksi dan jarum ( 1-2 ml )

2. Jarum berujung tumpul

3. Stopwatch

4. Timbangan

b) Bahan

1. Natrium thiopental 5mg/ml

2. Natrium thiopental 50mg/ml

3. 4 ekor mencit (Mus muculus)

IV. Cara Kerja

Empat ekor mencit ditimbang satu persatu dan diberi tanda.

Dihitung volume Na-tiopental yang akan diberikan.

Na-tiopental diberikan secaraintra peritoneal, intra muscular, sub cutan, dan per oral.

Diamati dan mencatat waktu hilangnya reflek balik badan.

Dihitung onset dan durasi waktu tidur Na-tiopental dari masing-masing percobaan.

Page 10: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Dibandingkan hasil dari masing-masing percobaan dengan menggunakan Uji Statistik

“Analisa Varian Pola Satu Arah”dengan taraf kepercayaan 95 %.

V. Data Percobaan dan Perhitungan

1) Data Percobaan

2) Perhitungan Volume Na-thiopental

Dosis = 55 mg/kg BB

Volume pemberian (Vp)=

1. Mencit I (30,6 gr) - intra peritonial

Volume pemberian = = 0,3366 ml

2. Mencit II (33,3 gr) - intra muskular

Volume pemberian = = 0,0366 ml

3. Mencit III (31,1 gr) - sub cutan

Volume pemberian = = 0,3421 ml

4. Mencit IV (40,5 gr) - per oral

Volume pemberian = = 0,4455 ml

g1000 x 5

30,6gr x 55mg

g1000 x 50

33,3gr x 55mg

g1000 x 5

31,1gr x 55mg

g1000 x 5

40,5gr x 55mg

Cara Pemberian Onset (detik) Durasi (detik)

P e r o r a l

1 . 1 .

2 . 2 .

3 . 3 .

4. 3195 4. 818

5. 326 5. 3702

Sub kutan

1 . 1 .

2. 1482 2. 1158

3. 4738 3. 735

4. 503 4. 3550

5 . 5 .

Cara Pemberian Onset (detik) Durasi (detik)

Intra muskular

1 . 1 .

2. 1556 2. 176

3. 2347 3. 912

4. 364 4. 1261

5. 2755 5. 2342

Intra peritonial

1 . 2 0 1. 2880

2. 1566 2. 805

3. 123 3 .

4 . 887 4. 263

5. 3532 5. 1291

1000grstok x

(mg)mencit badan berat x 55mg

Page 11: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Mencit Bobot Mencit (gram) Cara Pemberian Vp (ml) Stock

I 30,6 Intra Peritonial 0,3366 5

II 33,3 Intra Muscular 0.0366 50

III 31,1 Sub Cutan 0,3421 5

IV 40,5 Per Oral 0.4455 5

VI. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-

cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya dan menggunakan data farmakologi

sebagai tolok ukurnya. Pada percobaan ini terdapat empat cara pemberian yang akan

dibandingkan yaitu per oral, sub kutan, intra muskular, dan intra peritonial.

Pada percobaan ini, dilihat waktu yang diperlukan obat mulai dari proses pemberian

sampai mencapai sirkulasi sistemik dan menimbulkan efek yang disebut onset. Sedangkan,

durasi adalah waktu yang diperlukan suatu obat mulai memberikan efek sampai hilangnya

efek.

Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit. Mencit digunakan

karena gen mencit relatif mirip dengan manusia, selain itu mencit mudah dipelihara dan

reaksi obat yang digunakan ke badannya cepat terlihat. Mencit juga ekonomis dan

berkembang biak dengan cepat dan memiliki umur pendek, sekitar 2-3 tahun sehingga

dapat diamati dalam waktu yang singkat.

Dalam percobaan ini, digunakan obat golongan barbiturat yang memberikan efek

sedatif-hipnotik. Obat golongan barbiturat yang digunakan adalah Natrium Thiopental

yang diberikan melalui empat cara, yaitu per oral, sub cutan, intra muscular dan intra

peritoneal.

Berikut pemerian Natrium Thiopental:

Page 12: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Natrium 5-etil-5-(1-metilbutil)-2-tiobarbiturat

C12H17N2NaO2S BM : 264,32

Natrium thiopental mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0%

C11H17N2NaO2S , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian: Serbuk hablur, putih sampai hampir putih kekuningan atau kuning

kehijauan pucat; higroskopik; berbau tidak enak. Larutan bereaksi

basa terhadap lakmus, terurai jika dibiarkan, jika didihkan terbentuk

endapan.

Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat.

Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, tidak larut dalam benzena, eter

mutlak, dan dalam heksana.

Pada percobaan digunakan Natrium Thiopental untuk injeksi dengan pemerian

sebagai berikut:

Thiopentalum Natricum Pro Injectione

Tiopental Natrium untuk injeksi adalah campuran Natrium Thiopental dan

Natrium Carbonat anhidrat sebagai dapar. Mengandung tidak kurang dari 93,0% dan

tidak lebih dari 107,0% C12H17N2NaO2S, dari jumlah yang tertera pada etiket. Pada

saat akan digunakan larutan. (Anonim, 1995).

Dalam tubuh, Natrium Thiopental mengalami beberapa proses, antara lain:

1. Fase Farmakokinetik

a. Absorbsi

Natrium Thiopental yang bersifat asam lemah cepat diabsorbsi dalam

lambung dalam bentuk molekul, karena tidak terionisasi (pH lambung 1-2).

Absorbsi menjadi lebih besar larena sifatnya yang lipofil.

b. Distribusi

Distribusi Natrium Thiopental pertama-tama akan masuk ke jaringan yang

memiliki tingkat perfusi yang tinggi, yaitu dengan pasokan darahnya paling

banyak. Kemudian, terjadi distribusi ulang yang cepat ke dalam otot. Faktor

penting dalam proses distribusi adalah kelarutan dalam lipid. Thiopental akan

terikat pada protein plasma sesuai dengan kelarutannya dalam lipid.

Page 13: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

c. Metabolisme

Metabolisme Thiopental sangat lambat. Hasil metabolisme akan

didistribusikan ke hati . Rata-rata metabolismenya adalah 12% - 16% per jam

pada manusia setelah pemberian data tunggal.

Metabolisme berfungsi untuk merombak struktur senyawa obat menjadi

bentuk metabolit. Natrium Thiopental bersifat lipofil sehingga ekskresi lambat

dan waktu paruh menjadi lama.

d. Ekskresi

Obat golongan hipnotik-sedatif, metabolitnya diekskresikan melalui

ginjal. Ekskresi Natrium Thiopental melalui urin dan tidak mengalami perubahan

bentuk.

2. Fase Farmakodinamik

GABA (Gamma Amino Butyric Acid) merupakan penghambat

neurotransmitter utama pada SSP, dimana kerja obat barbiturat pada seluruh area

SSP. Reseptor GABA dibagi menjadi 2 jenis, GABA-A dan GABA-B. GABA

melakukan interaksi dengan subunit alfa atau beta yang menginisiasi terbukanya

saluran klorida akibat hiperpolarisasi membran.

Natrium Thiopental mempermudah aksi GABA pada SSP dengan memperlama

waktu terbuka saluran pintu GABA. Natrium Thiopental terikat pada reseptor

GABA-A pada sisi barbiturat yang terhubung dengan kanal ion klorida. Mekanisme

aksi obat ini dengan memperpanjang durasi pembukaan kanal ion klorida dan

memaksimalkan aliran.

Barbiturat menghambat sinaps GABAnergik. Barbiturat membantu kerja

GABA dimana sebagian mirip dengan kerja benzodiazepin. Pada dosis yang cukup

tinggi bersifat sebagai agonis GABAnergik, sehingga pada dosis tinggi menyebabkan

depresi SSP. Pada penggunaan dosis rendah, obat menimbulkan efek sedatif, yaitu

penurunan respon terhadap tingkat rangsangan yang tetap dengan penurunan

aktivitas. Pemberian dengan dosis lebih tinggi menyebabkan efek hipnotik.

Hewan uji yang diberikan injeksi natrium tiopental akan mengalami efek tidur,

dimana diamati dari hilangnya reflek balik badan. Cara pengecekan reflek balik badan

adalah, dengan membalikkan badan mencit yang sudah terlihat tidur. Jika tidak

membalikkan badan, maka reflek balik badan sudah tidak ada.

Dalam percobaan, mencit diberi tanda di ekornya untuk memudahkan pengamatan

saat pemberian obat. Sebelum diberikan obat, terlebih dahulu mencit ditimbang satu per

Page 14: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

satu kemudian ditentukan dosis Natrium Thiopental yang akan diberikan dengan rute

pemberian yang berbeda-beda.

Volume pemberian Natrium Thiopental pada setiap rute pemberian berbeda-beda

karena menyesuaikan dengan dosis maksimum tiap rute pemberian. Metabolisme mencit

akan terganggu jika cairan yang disuntikkan ke dalam tubuh terlalu pekat, karena cairan

mengalami difusi ke dalam sel dan mencit akan mengalami over dosis. Sebaliknya, pada

pemberian larutan yang terlalu encer dan volume melebihi volume maksimal yang boleh

diberikan, cairan intrasel dari mencit akan keluar dari sel.

Terdapat empat rute pemberian obat pada praktikum kali ini, yaitu per oral, sub

kutan, intra muscular, dan intra peritoneal. Berikut ini penjelasan dari metode pemberian

obat yang dilakukan :

A. Peroral

Pada pemberian Natrium Thiopental secara peroral menggunakan jarum yang

berujum tumpul. Jarum diinjeksikan melalui kerongkongan langsung menuju ke

lambung. Pada pemberian secara per oral harus dilakukan dengan hati-hati dan

dimasukkan secara perlahan-lahan. Pastikan bahwa jarum masuk ke dalam

kerongkongan dan tidak masuk kedalam tenggorokan karena dapat menyebabkan

kematian hewan uji karena obatnya masuk ke dalam saluran pernafasan. Untuk

memastikan bahwa jarum masuk ke kerongkongan dan bukan masuk ke tenggorokan

adalah dengan tidak adanya halangan saat jarum masuk ke kerongkongan. Jarum

dapat masuk dengan leluasa tanpa terhalang apapun.

Pemberian obat secara peroral berdasarkan sistem sirkulasi sistemik tergolong

ekstravasikuler karena tidak langsung melalui pembuluh darah, tetapi melalui saluran

cerna untuk selanjutnya diabsorpsi dan menimbulkan efek. Cara pemberian ini

merupakan cara yang paling sering digunakan. Namun, memerlukan rute yang paling

lama untuk dapat menimbulkan efek. Sedangkan waktu durasi obat lebih pendek

dibandingkan dengan cara pemberian lain karena sebagian besar obat telah

diabsorbsi di sepanjang jalan pencernaan yang dilewati sehingga jumlah dan kadar

obat yang mencapai tempat aksi sedikit. Durasi oral akan mengalami first pass effect

yaitu perubahan obat dalam proses absorbsi sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

First passs effect bisa terjadi disaluran pencernaan (lambung dan usus) dan vena

portal (liver). Pada saluran pencernaan terjadi pengerusakan oleh enzim-enzim

pencernaan. Sedangkan pada liver terjadi metabolisme obat menjadi metabolit yang

umumnya lebih aktif daripada obatnya, sehingga jumlah obat yang diabsorbsi akan

Page 15: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

menjadi lebih sedikit, sehingga kadar obat dalam plasma darah (bioavibilitas) sedikit

tidak mencukupi untuk menimbulkan efek farmakologi tertentu.

Pada percobaan ini, mencit yang diberikan obat secara peroral tidak tertidur.

Hal ini dapat disebabkan karena tidak tercapainya KEM (Konsentrasi Efek

Minimum) obat. KEM adalah konsentrasi minimum obat dalam darah, dimana pada

konsentrasi tersebut obat dapat memberikan efek terapeutik. Selain itu, dapat juga

karena adanya makanan dalam lambung mencit sehingga absorpsi obat berkurang.

B. Subkutan

Subkutan merupakan cara pemberian obat dengan menginjeksikan obat ke

bawah jaringan kulit (antara kulit dengan otot) pada tengkuk mencit. Pemberian

secara sub kutan termasuk pemberian parenteral. Di gunakan untuk obat yang

absorbsinya buruk melalui saluran cerna dan untuk obat seperti insulin yang tidak

stabil dalam saluran cerna.

Kecepatan obat memasuki sirkulasi sistemik dalam cara pemberian ini

ditentukan oleh kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah kapiler. Daerah

subkutan mempunyai suplai darah yang baik dari kapiler-kapiler dan pembuluh

limpa. Setelah obat masuk ke dalam tubuh mencit, maka obat akan masuk ke dalam

cairan tubuh dan memberikan efek sistemik. Mekanisme perlintasan membran

sendiri terjadi secara difusi pasif yang disebabkan oleh gradien konsentrasi. Difusi

ini terjadi dalam jaringan penghubung yang berada di bawah daerah subkutan.

Jaringan seluler subkutan akan lebih lamban daripada intramuscular. Tidak seperti

pada pemberian injeksi intravena, dimana obat tidak mengalami absorpsi terlebih

dahulu (tidak mengalami first pass metabolism) setelah mengalami difusi melalui

jaringan penghubung baru kemudian mengalami distribusi dan menimbulkan efek.

Absorpsi ini terjadi sangat lambat dan konstan karena penyuntikan dilakukan di

jaringan lemak, dan natrium thiopental memiliki sifat larut dalam lemak, sehingga

efek tahan lama (durasi lebih panjang). Absorpsi ini biasanya lebih cepat di vastus

lateralis daripada pada gluteus maximus.

Onset pada cara pemberian melalui subkutan adalah 1 jam 18 menit 58 detik,

sedangkan durasinya adalah 12 menit 15 detik. Onset yang terjadi lebih cepat

daripada peroral tapi lebih lambat daripada intraperitonial dan intramuskular.

Page 16: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

C. Intra Muscular

Merupakan pemberian obat yang disuntikkan ke dalam otot paha (gluteus

maximus). Penyuntikan dilakukan hingga mengenai jaringan otot atau serat lintang

yang banyak dialiri darah. Penyuntikan sebaiknya tidak terlalu dalam dan tidak

terlalu dekat dengan kulit.

Otot merupakan jaringan yang terletak dibawah kulit dan terdapat pembuluh

kapiler dibawah jaringan otot. Kapiler darah dibawah otot lebih banyak dibandingkan

pada subcutan. Sehingga kecepatan absorbsi tergantung pada pasokan darah dari

jaringan. Pasokan dari otot tergantung dari aktivitas otot tersebut. Mekanisme kerja

obat hingga sampai kereseptor pada dasarnya hampir sama dengan mekanisme pada

subcutan. Cara pemberian ini juga memperkecil adanya first pass effect.

Onset pada pemberian obat melalui intramuskular adalah 39 menit 7 detik,

sedangkan durasinya adalah 15 menit 12 detik. Onset yang terjadi lebih cepat

daripada peroral dan suncutan tapi lebih lambat daripada intraperitonial dan

intramuskular.

D. Intra Peritonial

Pemberian obat secara intra peritoneal dilakukan dengan menginjeksikan

obatpada rongga perut tanpa mengenai usus ataupun hati, karena dapat

mengakibatkan kematian.Cara pemberian ini cukup efektif bila dibandingkan dengan

cara per oral, sub cutan, maupun intra peritonial. Rongga perut memiliki pembuluh

kapiler darah yang jauh lebih banyak. Hal ini dikarenakan letaknya yang berdekatan

dengan saluran pencernaan dimana proses absorbsi obat maupun zat-zat makanan

yang dimasukkan secara per oral terjadi.

Onset pada pemberian obat melalui intraperitonial adalah 2 menit 3 detik,

sedangkan durasinya tidak diperoleh karena mencit tidak bangun. Hal ini dapat

disebabkan karena kesalahan dalam penyuntikan sehingga melukai organ dalam

mencit dan akhirnya mencit tidak bangun.

Pada percobaan ini, diperoleh nilai onset berturut-turut dari yang paling cepat adalah

intra peritonial, intra muskular, sub kutan, lalu per oral. Hal ini sesuai dengan teori.

Sedangkan pada durasi, tidak terdapat teori yang pasti karena durasi obat juga dapat

dipengaruhi oleh kondisi fisik tiap mencit yang berbeda-beda. Pada percobaan, diperoleh

durasi berturut-turut dari yang tercepat adalah intra muskular, lalu sub kutan.

Page 17: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Analisis Data Statistika

Data hasil praktikum ini dianalisis dengan uji analisa varian pola searah (ANOVA)

dengan taraf kepercayaan 95 % dan p = 0,05. Pengujian dilakukan dengan uji Shapiro-

Wilk, karena jumlah data (N) kurang dari 50. Pengujian menggunakan aplikasi SPSS.

Langkah 1 : Menguji normalitas distribusi data

Diperoleh output sebagai berikut:

Hipotesis

H0 = Distribusi sampel normal

H1 = Distribusi sampel tidak normal

Pengambilan Keputusan

Jika probabilitas > 0,05 ; maka H0 diterima distribusi sampel normal

Jika probabilitas < 0,05 ; maka H0 ditolak distribusi sampel tidak normal

Berdasarkan tabel Tests of Normality Shapiro-Wilk untuk N<50, dengan N = 15 :

Nilai sig. (significance) onset > 0.05; maka H0 diterima, distribusi sampel normal

Nilai sig. (significance) durasi > 0.05 ; maka H0 diterima, distribusi sampel normal

Langkah 2 : Dilakukan Test of Homogeneity of Variances

Metode ini digunakan untuk melihat apakah sampel-sampel data mempunyai varian

yang sama.

Tests of Nor mality

,364 3 . ,801 3 ,116

,301 3 . ,912 3 ,425

,252 3 . ,965 3 ,640

,304 3 . ,908 3 ,411

,308 3 . ,902 3 ,391

,334 3 . ,860 3 ,267

,250 3 . ,967 3 ,651

,223 3 . ,985 3 ,765

Perlakuan

P.O

S.C

I.M

I.P

P.O

S.C

I.M

I.P

Onset

Duras i

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova

Shapiro-Wilk

Lilliefors Signif icance Correctiona.

Page 18: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

ANOVA

1108598 3 369532,667 ,134 ,937

21997751 8 2749718,833

23106349 11

684042,9 3 228014,306 ,149 ,928

12280100 8 1535012,500

12964143 11

Betw een Groups

Within Groups

Total

Betw een Groups

Within Groups

Total

Onset

Duras i

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Diperoleh output sebagai berikut:

Hipotesis

H0 = Varian dari sampel-sampel adalah identik

H1 = Varian dari sampel-sampel adalah tidak identik

Pengambilan Keputusan

Jika probabilitas > 0,05 ; maka H0 diterima varian dari sampel-sampel adalah

identik

Jika probabilitas < 0,05 ; maka H0 ditolak varian dari sampel-sampel adalah tidak

identik

Berdasarkan tabel Test of Homogeneity of Variances :

Nilai sig. (significance) onset > 0.05; maka H0 diterima, varian dari sampel-sampel

adalah identik

Nilai sig. (significance) durasi > 0.05 ; maka H0 diterima, varian dari sampel-sampel

adalah identik

Langkah 3 : dilakukan uji One Way ANOVA

Uji ANOVA dilakukan setelahuji normalitas distribusi dan varian dilakukan. Uji

ANOVA bertujuan untuk menguji pakah keempat rute pemberian mempunyai rata-rata

(mean) yang sama baik untuk onset maupun durasinya.

Diperoleh output sebagai berikut:

Test of Homogeneity of Variances

2,150 3 8 ,172

,411 3 8 ,750

Onset

Durasi

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Page 19: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Hipotesis

H0 = Distribusi rata-rata populasi adalah identik.

H1 = Distribusi rata-rata populasi adalah tidak identik.

Pengambilan Keputusan

Jika probabilitas > 0,05 ; maka H0 diterima distribusi rata-rata populasi adalah

identik

Jika probabilitas < 0,05 ; maka H0 ditolak distribusi rata-rata populasi adalah

tidak identik

Berdasarkan tabel One Way ANOVA:

Nilai sig. (significance) onset > 0.05; maka H0 diterima, distribusi rata-rata populasi

adalah identik

Nilai sig. (significance) durasi > 0.05 ; maka H0 diterima, distribusi rata-rata populasi

adalah identik

Hasil ini dipertegas dengan analisis Post Hoc (Tukey HSD Multiple Comparison)

berikut :

Page 20: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Multiple Com parisons

-67,33333 1353,937 1,000 -4403,1168 4268,4501

-52,33333 1353,937 1,000 -4388,1168 4283,4501

659,66667 1353,937 ,960 -3676,1168 4995,4501

67,33333 1353,937 1,000 -4268,4501 4403,1168

15,00000 1353,937 1,000 -4320,7834 4350,7834

727,00000 1353,937 ,947 -3608,7834 5062,7834

52,33333 1353,937 1,000 -4283,4501 4388,1168

-15,00000 1353,937 1,000 -4350,7834 4320,7834

712,00000 1353,937 ,950 -3623,7834 5047,7834

-659,66667 1353,937 ,960 -4995,4501 3676,1168

-727,00000 1353,937 ,947 -5062,7834 3608,7834

-712,00000 1353,937 ,950 -5047,7834 3623,7834

-67,33333 1353,937 ,962 -3189,5181 3054,8514

-52,33333 1353,937 ,970 -3174,5181 3069,8514

659,66667 1353,937 ,639 -2462,5181 3781,8514

67,33333 1353,937 ,962 -3054,8514 3189,5181

15,00000 1353,937 ,991 -3107,1847 3137,1847

727,00000 1353,937 ,606 -2395,1847 3849,1847

52,33333 1353,937 ,970 -3069,8514 3174,5181

-15,00000 1353,937 ,991 -3137,1847 3107,1847

712,00000 1353,937 ,613 -2410,1847 3834,1847

-659,66667 1353,937 ,639 -3781,8514 2462,5181

-727,00000 1353,937 ,606 -3849,1847 2395,1847

-712,00000 1353,937 ,613 -3834,1847 2410,1847

-273,66667 1011,604 ,993 -3513,1772 2965,8439

397,33333 1011,604 ,978 -2842,1772 3636,8439

62,66667 1011,604 1,000 -3176,8439 3302,1772

273,66667 1011,604 ,993 -2965,8439 3513,1772

671,00000 1011,604 ,908 -2568,5105 3910,5105

336,33333 1011,604 ,986 -2903,1772 3575,8439

-397,33333 1011,604 ,978 -3636,8439 2842,1772

-671,00000 1011,604 ,908 -3910,5105 2568,5105

-334,66667 1011,604 ,987 -3574,1772 2904,8439

-62,66667 1011,604 1,000 -3302,1772 3176,8439

-336,33333 1011,604 ,986 -3575,8439 2903,1772

334,66667 1011,604 ,987 -2904,8439 3574,1772

-273,66667 1011,604 ,794 -2606,4285 2059,0952

397,33333 1011,604 ,705 -1935,4285 2730,0952

62,66667 1011,604 ,952 -2270,0952 2395,4285

273,66667 1011,604 ,794 -2059,0952 2606,4285

671,00000 1011,604 ,526 -1661,7619 3003,7619

336,33333 1011,604 ,748 -1996,4285 2669,0952

-397,33333 1011,604 ,705 -2730,0952 1935,4285

-671,00000 1011,604 ,526 -3003,7619 1661,7619

-334,66667 1011,604 ,749 -2667,4285 1998,0952

-62,66667 1011,604 ,952 -2395,4285 2270,0952

-336,33333 1011,604 ,748 -2669,0952 1996,4285

334,66667 1011,604 ,749 -1998,0952 2667,4285

(J) Perlakuan

S.C

I.M

I.P

P.O

I.M

I.P

P.O

S.C

I.P

P.O

S.C

I.M

S.C

I.M

I.P

P.O

I.M

I.P

P.O

S.C

I.P

P.O

S.C

I.M

S.C

I.M

I.P

P.O

I.M

I.P

P.O

S.C

I.P

P.O

S.C

I.M

S.C

I.M

I.P

P.O

I.M

I.P

P.O

S.C

I.P

P.O

S.C

I.M

(I) Perlakuan

P.O

S.C

I.M

I.P

P.O

S.C

I.M

I.P

P.O

S.C

I.M

I.P

P.O

S.C

I.M

I.P

Tukey HSD

LSD

Tukey HSD

LSD

Dependent Variable

Onset

Duras i

Mean

Dif ference

(I-J) Std. Error Sig. Low er Bound Upper Bound

95% Conf idence Interval

Terlihat dari kolom Mean difference, bahwa seluruh data tidak berbeda bermakna. Jika

ada data yang menunjukkan perbedaan signifikan, akan ada tanda asterik (*) pada angka

Page 21: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

di kolom tersebut. Selain itu, dari kolom signifikansi (Sig.) juga dapat dilihat bahwa

rata-rata keempat rute pemberian varian tidak berbeda signifikan (p atau Sig. > 0,05)

dan H0 pada durasi maupun onset diterima.

Uji Homogeneous Subsets

Uji Homogeneous subsets digunakan untuk merangkum perbedaan rata-rata. Grup rata-

rata yang tidak berbeda satu sama lain (Sig. < 0,05) akan berada dalam satu kolom.

Sedangkan, grup rata-rata yang berbeda satu sama lain, akan berada pada kolom

berbeda.

Diperoleh output sebagai berikut :

Hipotesis

H0 = Data percobaan adalah tidak berbeda bermakna

H1 = Data percobaan adalah berbeda bermakna

Pengambilan Keputusan

Onset

3 1514,0000

3 2173,6667

3 2226,0000

3 2241,0000

,947

Perlakuan

I.P

P.O

I.M

S.C

Sig.

Tukey HSDa

N 1

Subset

for alpha

= .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Durasi

3 1143,3333

3 1478,0000

3 1540,6667

3 1814,3333

,908

Perlakuan

I.M

I.P

P.O

S.C

Sig.

Tukey HSDa

N 1

Subset

for alpha

= .05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.a.

Page 22: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Jika probabilitas > 0,05 ; maka H0 diterima data percobaan adalah tidak berbeda

bermakna

Jika probabilitas < 0,05 ; maka H0 ditolak data percobaan adalah berbeda

bermakna

Berdasarkan tabel Homogeneous subsets:

Nilai sig. (significance) onset > 0.05; maka H0 diterima, data percobaan tidak berbeda

bermakna

Nilai sig. (significance) durasi > 0.05 ; maka H0 diterima, data percobaan tidak

berbeda bermakna

Dari hasil analisis data secara statistik, diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang

nyata (signifikan) antara onset maupun durasi dari keempat cara pemberian obat. Hal ini

menunjukkan bahwa kecepatan absorbs obat yang mempengaruhi onset dan durasi tidak

hanya dipengaruhi oleh cara pemberian, melainkan faktor-faktor lain yang salah satunya

adalah faktor biologis dari mencit itu sendiri.

VII. Jawaban Pertanyaan

1. Apakah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi obat dari saluran cerna?

Jawab:

a. Faktor obat

o Kemampuan obat melintasi membran sel saluran cerna yang tersusun atas lipid

bilayer.

o Kelarutan obat.

Agar dapat diabsorbsi, obat harus dapat larut dan melepaskan zat aktifnya, kecuali

bila obat sudah dalam bentuk larutan saat diberikan ke dalam tubuh. Obat yang

diberikan dalam bentuk larutan akan lebih cepat diabsorbsi karena tidak perlu

melewati fase pelarutan. Obat yang sukar larut dan sukar teion (bentuk molekul)

lebih mudah diabsorbsi oleh membran lipid, sesuai prinsip “like disolves like”.

o Bentuk sediaan obat.

Kecepatan absorbsi obat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari bahan

pembawa bentuk obat dan juga kelarutan dalam cairan tubuh. Bentuk sediaan

berpengaruh terhadap kecepatan penyerapan obat yang secara tidak langsung

mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Ukuran partikel bentuk sediaan

Page 23: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

mempengaruhi penyerapan obat. Makin kecil ukuran partikel makin besar luas

permukaan yang bersinggungan dengan pelarut sehingga kecepatan larut obat

semakin besar.

o pKa obat atau pKb obat.

o Kemempuan difusi obat

Obat lipofilik akan dapat berdifusi melewati membran sel yang tersusun oleh

lipid.

o Konsentrasi obat

Semakin tinggi dosis obat akan lebih cepat diabsorbsi sampai batas dosis

maksimal saat seluruh reseptor sudah ditempati oleh molekul.

o Banyak ikatan dengan depot

Semakin banyak ikatan dengan depot, obat yang diabsorbsi target semakin sedikit.

b. Faktor penderita

o Sirkulasi darah pada tempat absorbs

o Rute penggunaan obat.

o Luas area untuk diabsorbsi

o Umur penderita

o Kecepatan transit obat di lumbung dan usus

o Tegangan permukaan

o Kemampuan obat melewati hepar

2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi obat!

Jawab:

Onset adalah waktu yang diperlukan untuk dimulainya efek obat, sejak obat

diberikan sampai muncul efek. Durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai

terjadinya efek hingga efek itu hilang (lamanya efek).

Onset akan ditentukan oleh lamanya absorbsi. Lamanya absorbsi tergantung pada

jalur perjalanan obat sampai ke tempat aksinya. Untuk cara pemberian obat yang

mempunyai jalur perjalanan panjang, misalnya per oral maka absorbsi obatnya pun lama

dan onset atau timbulnya efek juga lama. Hal ini berkebalikan dengan cara pemberian

secara intravena dimana obat tidak perlu mengalami absorbsi, tetapi langsung masuk ke

sirkulasi darah. Cara pemberian juga akan mempengaruhi durasi obat karena durasi obat

tergantung dari banyak sedikitnya obat yang diabsorbsi. Makin banyak obat yang

Page 24: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

diabsorbsi pada daerah target aksi, makin lama durasi obatnya. Sehingga dapat dikatakan

bahwa cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi.

3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing cara pemberian obat!

Jawab:

Cara

pemberian

Keuntungan Kerugian

Per oral o Mudah diberikan dan

bisa dilakukan sendiri

oleh pasien

o Tidak memerlukan

keahlian khusus serta

tidak memerlukan

komplikasi yang

berkaitan dengan jarum

o Relatif aman

o Praktis

o Tidak memerlukan

sterilitas tinggi

o Lebih ekonomis

o Timbulnya efek lama (onset

lama)

o Tidak sesuai bagi pasien yang

muntah, diare, tidak sadar, dan

tidak kooperatif

o Kurang cocok untuk obat yang

rasanya tidak enak dan iritatif

o Mengalami metabolisme lintas

pertama sebelum benar-benar

didistribusi ke tempat aksi

sehingga kadar zat aktifnya

berkurang

o Absorbsi bervariasi dan kadar

obat dalam darah tidak bisa

diprediksikan

Sub cutan o Kerja obat terus

menerus, long time

release

o Kecepatan absorbsi obat

seragam

o Berguna pada kondisi

darurat

o Absorbsi tergantung pada aliran

darah

o Tidak cocok untuk obat yang

mengiritasi

o Tidak boleh digunakan untuk

obat yang iritatif dan dicampur

dengan vasokonstriktor

Intra muscular o Kecepatan absorbsi obat

seragam

o Onset pendek

o Cocok untuk obat yang

o Lokal iritasi di tempat injeksi

o Kecepatan absorbsi tergantung

kecepatan aliran darah ke otot

o Perlu keahlian khusus dalam

Page 25: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

iritatif bila diberikan

secara sub cutan

o Obat dilepas pelan-

pelan

pemakaian obat

o Jika ada efek toksik sukar

dihindari

Intra

peritoneal

o Absorbsi paling cepat

jika dibandingkan

dengan pemberian i.m,

s.c, dan p.o

o Sesuai bagi pasien yang

sukar menelan obat

o Cara pemberiannya berbahaya

dan hanya boleh dilakukan pada

hewan

o Kemungkinan infeksi sangat

besar

VIII. Kesimpulan

1. Cara pemberian obat mempengaruhi absorpsi yang pada akhirnya mempengaruhi

onset dan durasi.

2. Kecepatan absorpsi obat dipengaruhi oleh sifat kelarutan obat dalam air atau lipid.

3. Efek obat dapat terjadi bila kadar obat dalam darah melampaui KEM.

4. Pada percobaan ini, digunakan Na-thiopental yang merupakan obat golongan

barbiturat yang memberikan efek sedatif-hipnotik.

5. Secara teoritis, urutan waktu onset menurut cara pemberian adalah i.p < i.m < s.c <

p.o.

6. Dari hasil praktikum, diperoleh urutan waktu onset menurut cara pemberian, yaitu i.p

< i.m < s.c.

7. Durasi obat tiap pemberian tidak bisa diprediksi, karena juga dipengaruhi oleh kondisi

fisik masing-masing mencit.

IX. Daftar Pustaka.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Ernest, Mutschler, 1991, DinamikaObat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi Edisi

V, ITB Press, Bandung.

Hollinger, M.A., 2003, Introduction to Pharmacology, 2nd

Ed, Taylor & Francis Group,

Philadelphia

Kee, J.L., dan Evelyn R. Hayes, 1994, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Page 26: 146063167 Farmakologi Eksperimental Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat

Siswandono, MS dan Bambang Soekardjo, SU, 1995, Kimia Medisinal 1, Airlangga

University Press, Surabaya.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-Efek Sampingnya, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Yogyakarta, 27 Maret 2013

Mengetahui, Praktikkan,

Asisten Praktikum

Anggita Tyaswuri (09305) ………..

Naisbitt Iman H. (09308) ………..

Candra Kirana M. (09311) ………..

Lusy Andriani (09314) ………..