Top Banner
26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan yang menggambarkan kemajuan perusahaan dan disusun secara periodik. Periode yang biasa digunakan adalah tahun yang dimulai dari misalnya 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Periode seperti ini disebut dengan periode tahun kalender. Selain tahun kalender, periode akuntansi bisa juga dimulai dari tanggal selain tanggal 1 Januari. Istilah periode akuntansi yang seperti ini sering disebut dengan isilah periode tahun buku. Periode tahun buku yang digunakan dapat secara tahunan, atau menyusun laporan keuangan untuk periode yang lebih pendek misalnya bulanan, triwulan atau kwartalan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.
29

13.BAB II FIX

Jan 13, 2017

Download

Documents

dinhbao
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 13.BAB II FIX

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan

yang terjadi selama tahun buku bersangkutan yang menggambarkan kemajuan

perusahaan dan disusun secara periodik. Periode yang biasa digunakan adalah tahun

yang dimulai dari misalnya 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember.

Periode seperti ini disebut dengan periode tahun kalender. Selain tahun kalender,

periode akuntansi bisa juga dimulai dari tanggal selain tanggal 1 Januari. Istilah

periode akuntansi yang seperti ini sering disebut dengan isilah periode tahun buku.

Periode tahun buku yang digunakan dapat secara tahunan, atau menyusun laporan

keuangan untuk periode yang lebih pendek misalnya bulanan, triwulan atau

kwartalan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat

penting terutama bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap

perusahaan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk

pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.

Page 2: 13.BAB II FIX

27

2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau

laporan kemajuan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen perusahaan yang

bersangkutan. Dengan kata lain laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan

informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan

suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan

keputusan ekonomi. Berikut ini terdapat pengertian laporan keuangan dari pendapat

beberapa ahli :

Menurut Gitman (2012:55), laporan keuangan adalah

“ Financial Statements that are the primary means by which firms communicate with investors, analysts, and the rest of the business community.”

Menurut Sondhi (2003:6) bahwa :

“Financial reports often contain supplementary data that, althoughnot included inthe statement themselves, help the financial statement user to interpret the statements or adjust measuresof corporate performance (such as financial ratio) to make them more comparable”

Menurut Harahap (2004:201) mengemukakan bahwa :

“Laporan Keuangan merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.”

Sedangkan Menurut Munawir (2002:12) :

“Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.”

Page 3: 13.BAB II FIX

28

Dari beberapa pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa laporan

keuangan adalah informasi yang berkaitan tentang posisi atau keadaan keuangan

perusahaan pada periode tertentu yang nantinya akan dipakai oleh pemakainya dalam

hal pengambilan keputusan.

2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Dapat diketahui bahwa setiap laporan keuangan yang dibuat sudah pasti

memiliki tujuan tertentu. Dalam praktiknya terdapat beberapa tujuan yang

hendak dicapai, terutama bagi pemilik usaha dan manajemen perusahaan.

Disamping itu, tujuan laporan keuangan disusun guna memenuhi kepentingan

berbagai pihak yang berkepentingan terhada perusahaan.

Tujuan laporan keuangan menurut Azhari (2004:12) adalah untuk

menyajikan informasi yang menyangkut:

1. Posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu, yaitu keadaan pada

tanggal mengenai kekayaan dan sumber kekakyaan perusahaan.

2. Kinerja perusahaan selama periode tertentu, yaitu besarnya aktivitas dan

biaya untuk menjalankan aktivitas serta hasil (laba/rugi) dari aktivitas selama

periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan.

3. Perubahan posisi keuangan selama periode tertentu, yaitu perubahan

kekayaan dan sumber kekayaan selama periode tertentu.

4. Perputaran kas selama periode tertentu, yaitu menyangkut aliran kas masuk

dan keluar perusahaan selama periode tertentu.

Page 4: 13.BAB II FIX

29

2.1.3 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan

Walaupun laporan keuangan merupakan informasi yang sangat berguna bagi

berbagai pihak untuk pengambilan keputusan, tapi haruslah disadari bahwa laporan

keuangan masih mempunyai sifat dan keterbatasan, dan keduanya haruslah menjadi

pertimbangan dalam pengambilan keputusan dari hasil analisis laporan keuangan.

Menurut Harahap (2004:16) sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah

sebagai berikut:

1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas

kejadian yang telah lewat, bukan masa kini

2. Laporan keuangan bersifat umum dan bahkan bukan dimaksudkan

untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu atau pihak khusus saja

seperti untuk pihak yang akan membeli perusahaan

3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan

taksiran dan berbagai pertimbangan

4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula

penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu

mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh

secara material terhadap kelayakan laporan keuangan

5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi

ketidakpastian

6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu

peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas)

Page 5: 13.BAB II FIX

30

7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis,

dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi

dari sifat informasi yang dilaporkan

8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan

menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan

tingkat kesuksesan antar perusahaan

9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat

dikuantitatifkan umumnya diabaikan

2.2 Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input yaitu informasi

yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan

memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang

kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Analisis

laporan keuangan adalah suatu proses penguraian pos-pos laporan keuangan menjadi

unit informasi yang lebih kecil sehingga dapat dipahami dengan tujuan mengetahui

kondisi keuangan dalam proses pengambilan keputusan.

Analisis laporan keuangan sangat membantu manajemen dalam menilai

kinerja perusahaannya sehingga dapat mengambil keputusan lebih lanjut baik itu

dalam hal investasi, ekspansi, ataupun pendanaan perusahaan. Di lain pihak analisis

laporan keuangan juga membantu investor yang ingin menanamkan dananya ke

dalam perusahaan.

Page 6: 13.BAB II FIX

31

2.2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Pengertian analisis laporan keuangan menurut Soemarso (2005:380)

adalah sebagai berikut :

“Analisis Laporan Keuangan (financial statement analysis) adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.”

Sedangkan menurut Harahap (2004:189) adalah sebagai berikut :

“Analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan lain baik antara data kuantitatif, maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.” Menurut Sondhi (2003:111) :

“ Analysis financial ratios are used to compare the risk and return of different firms in order to help equity investors and creditors make intelligent investments and credit decisions.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya interpretasi atau

analisa terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat

bagi pemakai informasi, untuk mengetahui keadaan dan perkembangan

keuangan dari perusahaan. Kegiatan analisa laporan keuangan tersebut

merupakan salah satu media untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak,

lebih baik, dan lebih akurat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan dalam

proses pengambilan keputusan.

Page 7: 13.BAB II FIX

32

2.2.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Tujuan analisis laporan keuangan menurut Juliaty (2002:53) antara lain :

1. Sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau

merger,

2. Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa

datang.

3. Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi

atau masalah lainnya,

4. Sebagai alat evaluasi terhadap prestasi manajemen dalam mengelola

perusahaan.

Sedangkan menurut Munawir (2002:31) tujuan dari analisis keuangan adalah

untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan posisi keuangan

perusahaan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang bersangkutan.

Data-data yang disajikan dalam laporan keuangan akan lebih bermakna jika

disajikan untuk dua periode atau bahkan lebih dari dua periode. Hal ini

dilakukan sebagai bahan perbandingan diantara tahun-tahun sebelumnya.

2.2.3 Manfaat dan Kegunaan Analisis Laporan Keuangan

Manfaat dan kegunaan laporan keuangan menurut Harahap (2004:192)

menjelaskan sebagai berikut :

Page 8: 13.BAB II FIX

33

1. Mengetahui atau menemukan kesalahan proses akuntansi seperti

kesalahan pencatatan, kesalahan pembukuan, kesalahan jumlah, kesalahan

perkiraan, kesalahan posting dan kesalahan jurnal

2. Mengetahui kesalahan lain yang disengaja. Misalnya tidak mencatat,

pencatatan harga yang tidak wajar, menghilangkan data dan sebagainya.

2.2.4 Sifat dan Keterbatasan Analisis Laporan Keuangan

Sifat-sifat Analisis Laporan Keuangan menurut Harahap (2004:194) sebagai

berikut :

1. Fokus laporan adalah laporan laba-rugi, neraca, arus kas, yang

merupakan akumulasi transaksi dari kejadian historis dan penyebab

terjadinya dalam suatu perusahaan

2. Prediksi, analisis harus mengkaji implikasi kejadian yang sudah

berlalu terhadap dampak dan prospek perkembangan keuangan

perusahaan di masa yang akan datang

3. Dasar analisis adalah laporan keuangan yang memiliki sifat dan

prinsip tersendiri sehingga hasil analisis sangat tergantung pada

kualitas laporan ini. Penguasaan pada sifat akuntansi, prinsip

akuntansi, sangat diperlukan dalam menganalisis laporan keuangan

Sedangkan keterbatasan Analisis Laporan Keuangan menurut Harahap

(2004:201) adalah sebagai berikut:

Page 9: 13.BAB II FIX

34

1. Laporan dapat bersifat historis, yaitu merupakan laporan keuangan

atas kejadian yang telah lewat

2. Laporan keuangan menggambarkan nilai harga pokok atau nilai

pertukaran pada saat terjadinya transaksi, bukan harga pada saat ini

3. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk

memnuhi kebutuhan pihak tertentu

4. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan

taksiran dan berbagai pertimbangan dalam memilih alternatif dari

berbagai pilihan yang ada sama-sama dibenarkan tetapi menimbulkan

perbedaan angka laba maupun asset

5. Akuntansi tidak mencakup informasi yang tidak material

6. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi

ketidakpastian bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang

ridak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih

alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling

kecil

7. Laporan keuangan disusun dengan menggambarkan istilah-istilah

teknis, dan pemakaian laporan diasumsikan memahami bahasa teknis

akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan

8. Akuntansi didominasi informasi kuantitatif

9. Perubahan dalam tenaga beli uang jelas ada, akan tetapi hal ini tidak

tergambar dalam laporan keuangan

Page 10: 13.BAB II FIX

35

2.3 Kebangkrutan

Bangkrut dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana

perusahaan berada di dalam keadaan insolvensi, tidak mampu melunasi

kewajibannya dengan sumber daya yang dimilikinya, yang dinyatakan pailit

sesuai dengan hukum yang berlaku. Sedangkan kebangkrutan atau kepailitan,

didefinisikan sebagai suatu prosedur yuridis untuk melikuidasi secara resmi

kegiatan suatu perusahaan yang dilaksanakan di bawah pengadilan.

Keterlibatan pemerintah dibutuhkan untuk menjamin pembayaran kewajiban

perusahaan pada pihak luar maupun pengembalian modal para pemegang

saham.

2.3.1 Pengertian kebangkrutan

Masalah kesulitan keuangan selalu memunculkan kemungkinan risiko

kebangkrutan dalam suatu perusahaan. Mengetahui kondisi kesehatan

keuangan perusahaan sangat penting dilakukan oleh investor dan kreditor

dalam pengambilan keputusan investasi dan kreditnya.

Menurut Gitman (2012:738),

“ bankruptcy is business failure that occurs when the stated value of a

firm’s liabilities exceeds the fair market value of its assets.”

Sedangkan menurut Martin,et. Al, 1995;376 dalam Umaris

(2005;2003) yang berasal dari jurnal Adnan dan Dicky , mengatakan bahwa

Page 11: 13.BAB II FIX

36

kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam beberapa arti,

yaitu :

1. Kegagalan Ekonomi

Berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan

perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Kegagalan terjadi bila arus kas

sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan.

Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya

historis investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

2. Kegagalan Keuangan

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang

membedakan antara dasar arus kas ada dua bentuk:

1 Insolvensi teknis (technical insolvency)

Perusahaan dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi

kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktiva melebihi total

utang, atau terjadi suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau

lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar

terhadap utang lancar yang ditetapkan atau rasio kekayaan bersih

terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi

bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga atau

pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.

Page 12: 13.BAB II FIX

37

2 Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan

Kebangkrutan didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan

bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus

kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan juga

sering disebut likuidasiperusahaan atau penutupan perusahaan atau

insolvabilitas. Likuiditas atau pembubaran perusahaan senantiasa

berakibat penutupan perusahaan, tetapi likuiditas tidak selalu berarti

perusahaan bangkrut.

Dari pengertian menurut para ahli, penulis menyimpulkan bahwa

kebangkrutan merupakan bentuk kegagalan usaha yang merupakan keadaan

yang tidak muncul secara tiba-tiba, baik itu ketidakmampuan untuk memenuhi

kewajibannya pada saat jatuh tempo maupun masalah lain yang menimbulkan

pertanyaan mengenai kelangsungan hidup usaha. Hal tersebut tergantung

kepada kondisi dan keadaan tertentu yang bersifat saling bergantung.

2.3.2 Penyebab Kebangkrutan

Menurut Gitman (2012:738), ada beberapa faktor-faktor utama penyebab

kebangkrutan, yaitu:

1. Mismanagement, which accounts for more 50 percent of all case.

Overexpansion, poor financial actions, an ineffective sales forces, and high

production costs can all singly or in combination failure.

Page 13: 13.BAB II FIX

38

2. Economic Activity, especially economic downturns can contribute to

the failure of firm. If the economic goes into a recession, sales may decrease

abruptly, leaving the firm with high fixed costs and insufficient revenues to

cover them. Rapid rises in interest rates just prior to a recession can further

contribute to cash flow problems and make it more difficult for the firm to

obtain and maintain needed financing.

3. Corporate Maturity, firms lie individuals do not have infinite lives.

Like a product, a firm goes through thevstages of birth, growth, maturity, and

eventual decline. Effective management planning should help the firm to

postpone decline and ultimate failure.

Sedangkan sebagaimana dikutip oleh Peter dan Yosep (2011) menyatakan,

suatu perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan itu sendiri dapat

berasal dari tiga faktor, yaitu:

1. Faktor umum

1) Sektor Ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala

inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku

bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang

asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya

dengan perdagangan luar negeri.

2) Sektor Sosial

Page 14: 13.BAB II FIX

39

Faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung

padaperubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan

terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan

karyawan. Faktor sosial lain yang berpengaruh yaitu kekacauan di

masyarakat.

3) Sektor Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang

ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan

implementasi yang tidak terencana, sistemnya tidak terpadu dan para manajer

pengguna kurang profesional.

4) Sektor Pemerintah

Kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan

industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang yang berubah, kebijakan

undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

2. Faktor eksternal perusahaan :

1) Sektor pelanggan

Perusahaan harus mengidentifikasi sifat konsumen, untuk menghindari

kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang, menemukan

Page 15: 13.BAB II FIX

40

konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah

konsumen berpaling ke pesaing.

2) Sektor pemasok

Perusahaan dan pemasok harus tetap bekerjasama dengan baik karena

kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan

pembelinya tergantung pada seberapa besar pemasok ini berhubungan dengan

perdagangan bebas.

3) Sektor Pesaing

Perusahaan juga jangan melupakan persaingan karena kalau produk

pesaing lebih diterima dimasyarakat, maka perusahaan akan kehilangan

konsumen dan hal tersebut akan berakibat menurunnya pendapatan

perusahaan.

3. Faktor internal perusahaan

Faktor-faktor ini biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijakan

yang tidak tepat di masa yang lalu dan kegagalan menajemen untuk berbuat

sesuatu pada saat yang diperlukan. Seperti terlalu besarnya kredit yang

diberikan pelanggan dan manajemen yang tidak efisien.

Page 16: 13.BAB II FIX

41

2.3.3 Model Prediksi Kebangkrutan

Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi untuk memberikan pandauan bagi

pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami

kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Karena kebangkrutan

merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, maka untuk

mengantisipasi munculnya kesulitan keuangan yang dapat memberikan

peringatan dini dimana manajemen akan sangat terbantu. Manajemen bisa

melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk

menghindari kebangkrutan.

Terdapat beberapa metode prediksi kebangkrutan menurut Peter and

Yoseph (2011:5-7) yaitu :

1. Altman Model (U.S. – 1968)

Edward I. Altman (1968) merupakan orang pertama dengan sukses

menggunakan step-wise multiple discriminate analysis, untuk mengembangkan

suatu model prediksi dengan tingkat akurasi yang tinggi. Penelititan ini

menggunakan 66 perusahaan, 33 perusahaan gagal dan 33 perusahaan sukses,

tingkat keakurasian Model Altman mencapai 95,0%. Model Altman digunakan

sebagai berikut:

Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

Keterangan:

Z = Bankruptcy Index

Page 17: 13.BAB II FIX

42

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest And Taxes/Total Asset

X4 = Market Value Of Equity / Book Value Of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant

analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat

menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada

masa mendatang dan yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

b. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami

kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.

Terdapat 3 metode Altman Z-Score, yaitu :

1. Altman Z-score 1968 original (untuk perusahaan Go Public)

2. Altman Z-score 1983 (untuk perusahaan non Go Public)

3. Altman Z-score 1995 (untuk semua perusahaan)

2. Springate (Canadian – 1978)

Model ini dikembangkan tahun 1978 di S.F.U oleh Gordon L.V.

Springate, mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Altman dalam U.S.

Page 18: 13.BAB II FIX

43

Springate yang menggunakan step-wise multiple discriminate analyses untuk

memilih empat dari 19 rasio keuangan yang terkenal paling baik yang

membedakan antara bisnis yang berhasil dan mereka yang benar-benar gagal.

Model Springate digunakan dengan cara:

Z = 1.03A + 3.07B + 0.66C + 0.4D

Z < 0.82; diklasifikasikan perusahaan GAGAL

Dimana:

A = Working Capital / Total Assets

B = Net Profit before Interest and Taxes / Total Assets

C = Net Profit before Taxes / Current Liabilities

D = Sales / Total Assets

Tingkat akurasi model ini mencapai 92.5% dengan menggunakan test pada 40

perusahaan yang menggunakan Springate. Botheras (1979) melakukan test

dengan Model Springate pada 50 perusahaan dengan rata-rata aktiva sebesar

$2.5 miliar dan menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 88.0%. Sands

(1980) melakukan test dengan Model Springate pada 24 perusahaan dengam

rata-rata aktiva sebesar $63.4 miliar dan menghasilkan tingkat keakurasian

sebesar 83.3%.

3. Fulmer Model (U.S. – 1984)

Fulmer (1984) menggunakan step-wise multiple discriminate analyses

untuk mengevaluasi 40 rasio keuangan yang menerapkan pada 60 sampel

Page 19: 13.BAB II FIX

44

perusahaan, 30 gagal dan 30 sukses. Rata-rata aktiva pada perusahaan sebesar

$ 445,000. Model ini menggunakan cara:

H = 5.528 (V1) + 0.212 (V2) + 0.073 (V3) + 1.270 (V4) – 0.120 (V5) + 2.335

(V6) + 0.575 (V7) + 1.083 (V8) + 0.894 (V9) – 6.075

H < 0; diklasifikasikan perusahaan GAGAL

Dimana:

V1 = Retained Earnings / Total Assets

V2 = Sales / Total Assets

V3 = EBT / Equity

V4 = Cash Flow / Total Debt

V5 = Debt / Total Assets

V6 = Current Liabilities / Total Assets

V7 = Long Tangible Total Assets

V8 = Working Capital / Total Debt

V9 = EBIT / Interest

Fulmer melaporkan 98% tingkat keakurasian dengan mengklasifikasikan

perusahaan pada satu tahun periode kegagalan dan 81% tingkat keakurasian

lebih dari satu tahun periode bangkrut.

4. Blasztk System (Canadian 1984)

Ini hanya merupakan metode prediksi kegagalan bisnis bukan

dikembangkan menggunakan multiple discriminate analyses. Merupakan

sistem yang dikembangkan oleh William Blasztk pada 1984. Inti sari dari

sistem ini adalah menghitung rasio keuangan untuk mengevaluasi perusahaan,

bobot dan perbandingan dengan rasio untuk rata-rata perusahaan industri yang

Page 20: 13.BAB II FIX

45

sama dengan diberikan oleh Dunn & Bradstreet. Salah satu kekuatan metode

ini adalah membandingkan perusahaan dengan industri sejenis dan

mengevaluasinya.

2.3.4 Model Altman Z-score

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan model

analisis yang merupakan gabungan dari beberapa rasio keuangan. Salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Edward I Altman pada tahun

1966 untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Dalam studinya,

Altman mengambil sampel 66 perusahaan dimana setangah dari sampel

tersebut merupakan perusahaan yang telah bangkrut. Selanjutnya dipilih 22

rasio yang potensial untuk dievaluasi yang dikelompokan dalam 5 kelompok,

yaitu Liquidity, Profitability, Leverage, Solvency, dan Activity. Selanjutnya dari

22 variabel tersebut kemudian dipilih yang merupakan kombinasi terbaik untuk

memprediksi kebangkrutan. Berdasarkan metode Multiple Discriminant

Analysis, koefisien dari kelima rasio keuangan tersebut kemudian di tentukan

penjumlahan dan perkalian antara masing-masing koefisien dengan rasio

keuangan menghasilkan nilai multivariate. Oleh Altman nilai multivariate ini

dinamakan Z-Score. Metode Altman Z-Score sendiri terbagi tiga macam fungsi

diskriminan, antara lain :

a. Original Z-score 1968 (for public manufacturer)

Page 21: 13.BAB II FIX

46

Altman menghasilkan model kebangkrutan yang pertama. Persamaan

kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik

manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu :

Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

Keterangan:

Z = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Market Value of Equity / Book Value of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant

analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat

menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak

pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

b. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami

kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.

Dimana Z-score dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan

perusahaan-perusahaan dengan tingkat akurasi 72% duat tahun

Page 22: 13.BAB II FIX

47

sebelum kebangkrutan dan 95% pada satu tahun sebelum

kebangkrutan terjadi.

b. Altman Z-score 1983 (for private manufacturer)

Pada tahun 1983, Altman mengembangkan model untuk perusahaan

manufaktur yang tertutup. Variable X4 pada fungsi ini menggunakan nilai

buku stockholder’s equity karena tidak memiliki market value of equity.

Sehingga didapat persamaan :

Z = 0,717XI + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Keterangan:

Z = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant

analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat

menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak

pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Jika nilai Z < 1,23 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

Page 23: 13.BAB II FIX

48

b. Jika nilai 1,23 < Z < 2,90 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami

kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,90 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.

c. Altman Z-score 1995 (for private general firm/non manucfaturing

firm)

Kemudian Altman mengembangkan model ketiga, model ini

digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan-perusahaan

non manucfaturing seperti usaha-usaha kecil, retail, sales, wholesaler,

dan sektor jasa. Model ini mengeliminasi nilai X5 (sales to total

assets) karena selalu berubah-ubah secara signifikan dalam industri.

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Keterangan:

Z” = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Total Liabilities

Page 24: 13.BAB II FIX

49

Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai

Z-score model Altman Modifikasi yaitu:

a. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

b. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami

kebangkrutan).

c. Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut

2.3.4.1 Rasio Keuangan dalam Model Altman Z-score

Dalam jurnal Endri (2009) menyatakan bahwa rasio keuangan yang

dianalisis yang terdapat pada model Altman Z-score, yaitu:

a. Net Working Capital to Total Assets ( X1 )

Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang

dimilikinya. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar

dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif

kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban

jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup

untuk menutupi kewajiban tersebut.

����������� �� ������� = ��������� �� �

��� �������

Page 25: 13.BAB II FIX

50

b. Retained Earnings to Total Assets ( X2 )

Rasio ini yang memperllihatkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan

merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.

Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan

perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para

pemegang saham. Perubahan laba ditahan terjadi karenak pemegang

saham biasa mengizinkan perusahaan menginvestasikan kembali laba

yang tidak diberikan sebagai dividen.

��� ��� �������� ������� = ��� ���� ��

��� �������

c. Earning Before Interest and Tax to Total Asset ( X3 )

Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga

dan pajak.

� ������������� �� ������ ������ = ����

��� �������

Page 26: 13.BAB II FIX

51

d. Book Value of Equity to Book Value of Debt ( X4 )

Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

nilai buku kewajiban – kewajibannya dari nilai pasar modal sendiri.

������ =����� ����������

��� � !����

e. Sales to Total Assets ( X5 )

Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume

bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total akivanya.

STA = "#$%&

'()#$*&&%)&

Namun pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Altman

Modifikasi, maka X4 diganti menjadi Book Value of Equity to Book Value

of Debt dan mengehilangkan X5. Karena dalam pengunaanya dapat

digunakan dalam memprediksi kebangkrutan semua perusahaan.

2.3.5 Model Springate (1978)

Model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V.

Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate

mengunakan step – wise multiple discriminate analysis untuk memilih empat

dari 19 rasio keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan

Page 27: 13.BAB II FIX

52

yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman. Keempat rasio tersebut

adalah WCTA, EBITTA, EBTCL dan STA. Metode Springate merumuskan

sebagai berikut :

S=1.03A + 3.07B +0.66C +0.4D

Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang

terdapat pada metode Springate yaitu:

� = ������ �� �

��� �������

� =���+����!������������ �� ���

��� �������

� = ���+����!������ ���

������ !����

� =, ���

��� �������

Dengan nilai cut-off untuk perhitungan metode springate sebagai berikut :

a. Z < 0,82 , maka perusahaan dinyatakan bangkrut (perusahaan menghadapi

ancaman kebangkrutan yang serius)

b. Z > 0,82 , maka perusahaan dinyatakan tidak bangkrut (perusahaan tidak

mengalami masalah dengan kondisi keuangan)

Penggunaan metode ini di ujikan oleh Springate pada 40 perusahaan dengan

tingkat keakuratan sebesar 92,5% (Adnan dkk. : 2012)

Page 28: 13.BAB II FIX

53

2.3.5.1 Rasio Keuangan dalam Model Springate

Dalam jurnal Adriana (2011) menyatakan bahwa rasio keuangan yang

dianalisis yang terdapat pada model Springate, yaitu:

a. Rasio modal kerja terhadap total aset (A)

Merupakan selisih antara aset lancar dengan liabilitas lancar dibandingkan

dengan total aset.

� = ������ �� �

��� �������

b. Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset (B)

Merupakan rasio yang membandingkan laba sebelum bunga dan pajak

(earning before interest and tax) dengan total aset.

� =���+����!������������ �� ���

��� �������

c. Rasio laba sebelum pajak terhadap total liabilitas lancar (C)

Merupakan rasio yang membandingakan laba sebelum pajak (earning before

tax) dengan total liabilitas lancar.

� = ���+����!������ ���

������ !����

Page 29: 13.BAB II FIX

54

d. Rasio penjualan terhadap total aset (D)

Merupakan rasio yang membandingkan penjualan dengan total aset.

� =, ���

��� �������

Kedua metode tersebut dipilih oleh peneliti dikarenakan mampu untuk

memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Sebab kedua metode tersebut

memiliki indikator-indikator penelitian yang berbeda-beda. Sehingga nantinya

akan menjadi suatu perbandingan dalam menentukan kebangkrutan suatu

perusahaan.