Top Banner
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Wacana Wacana yang dalam bahasa Ingris disebut discourse, merupakan rekaman peristiwa yang utuh tentang komunikasi. Biasanya wacana merupakan unit kebahasaan yang labih besar dari pada kalimat dan klausa dan mempunyai hubungan antara unit kebahasaan yang satu dengan yang lain (Busri: 2010). Banyak dan berbagai macam devinisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak devinisi dan berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, sehingga dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer, 2007: 267). Menurut Alwi dkk (2003: 419) wacana adalah rentatan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proporsisi yang satu dengan proporsisi yang lain dan membentuk satu kesatuan. Alwi dkk juga menyatakan bahwa untuk membicarakan sebuah wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat, jadi ketika seoarang peneliti ingin meneliti tentang wacana maka peneliti wajib paham tentang ilmu kalimat atau yang lebih dikenal dengan sebutan sintaksis. Wacana merupakan suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik (atau lainnya). Wacana dapat juga dikatakan seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan kedaan suatu kepaduan atau rasa kohesi bagi pendengat atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang 13
27

13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

Apr 07, 2019

Download

Documents

dinhthuan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wacana

Wacana yang dalam bahasa Ingris disebut discourse, merupakan rekaman

peristiwa yang utuh tentang komunikasi. Biasanya wacana merupakan unit

kebahasaan yang labih besar dari pada kalimat dan klausa dan mempunyai

hubungan antara unit kebahasaan yang satu dengan yang lain (Busri: 2010).

Banyak dan berbagai macam devinisi tentang wacana telah dibuat orang.

Namun, dari sekian banyak devinisi dan berbeda-beda itu, pada dasarnya

menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, sehingga dalam

hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer,

2007: 267).

Menurut Alwi dkk (2003: 419) wacana adalah rentatan kalimat yang

berkaitan yang menghubungkan proporsisi yang satu dengan proporsisi yang lain

dan membentuk satu kesatuan. Alwi dkk juga menyatakan bahwa untuk

membicarakan sebuah wacana dibutuhkan pengetahuan tentang kalimat, jadi

ketika seoarang peneliti ingin meneliti tentang wacana maka peneliti wajib

paham tentang ilmu kalimat atau yang lebih dikenal dengan sebutan sintaksis.

Wacana merupakan suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan

dalam perilaku linguistik (atau lainnya). Wacana dapat juga dikatakan

seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan kedaan suatu

kepaduan atau rasa kohesi bagi pendengat atau pembaca. Kohesi atau kepaduan

itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang

13

Page 2: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

14

dirasakan oleh pendengar atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan

wacana tersebut

Peristiwa komunikasi yang berupa wacana, dapat dibedakan berdasarkan

saluran yang digunakan atau pun berdasarkan hal yang dipentingkan. Berdasarkan

sarana yang disalurkan ada wacana yang menggunakan bahasa lisan (spoken

discourse) ada wacana yang menggunakan bahasa tulis (written discaurse).

Berdasarkan hal yang dipentingkan ada wacana yang bersifat transaksional, jika

yang dipentingkan isi komunkasi itu ada wacana yang bersifat interaksional, jika

yang dipentingkan hubungan timbal balik (Budiman, 2004: 1).

2.2 Klasifikasi Wacana

2.2.1 Wacana Berdasarkan Bentuk

Para ahli telah membuat penjelasan tentang wacana secara beragam,

demikian pula halnya apabila mengklafikasikan sebuag wacana. Berdasarkan

bentuknya atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana deskriptif, naratif,

ekspositoris, persuasif dan argumentatif (Darma, 2014:27).

a. Wacana Deskripsi (Pemerian)

Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan

sesuatu yang berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman perasaan

penulisnya. Sasaranya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptnya daya

khayal (imajinasi) pembaca sehingga dia seolah-olah melihat, mengalami, dan

merasakan apa sendiri apa yang ditulis. Deskripsi adalah suatu bentuk wacana

yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca

dapat mencintrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang

Page 3: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

15

dilukiskan itu sesuai dengan cintra penuliisanya. Wacana ini memberikan

bermakusd menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat gerak -

geriknya, atau sesuatu yang lain kepada pembaca (Darma, 2014:27).

b. Wacana Narasai (Penceritaan atau Pengisaha)

wacana narasi (Pencintraan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang

menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Wacana ini berusaha

menyampaikan urutan terjadinya (kronologis), dengan memberikan arti sebuah

kajian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca memetik hikmah dari cerita

itu. Sasaranya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada

pembeca menegenai fase, langkah urutan, atau rangkaian terjadinya sesuatu hal

(Darma, 2014: 34).

Darma (2014: 35) mengatakan tujuan wacana narasi secara fundamental

ada dua, yaitu Pertama hendak memberikan informasi atau wawasan dan

memperluas pengetahuan pembaca, kedua hendak memberikan pengalaman

elastis kepada pembaca. Tujuan Pertama menghasilkan jenis narasi informasional

atau narasi ekspotoris dan tujan kedua menghasilkan jenis narasi artistis atau

narasi sugestif.

c.Wacana Eksposisi (paparan)

Wacana eksposisi adalah wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan,

menyanpaikan, atau menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau

menambah pengetahuan dan pandangan pembacanya. Sasaranya adalah

menginformasikan sesuatu tampa ada maksud mempengaruhi pikiran, perasaan,

Page 4: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

16

dan sikap pembecanya. Fakta dan ilustrasi yang disampaikan penulis sekedar

memperjelas apa yang akan disampaikan (Darma, 2014: 35).

Darma (2014:35) mengatakan tujuan wacana ekposisi adalah untuk

memberitahu, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu. Dalam wacana

eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama informasi. Informasi dapat

berupa data faktual, suatu analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap

seperangkat fakta, dan mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang

berpegang teguh pada pendirian yang hkusus, yang harus selalau kita ingat adalah

bahwa tujuan utama wacana eksposisi itu semata-mata untuk membagikan

informasi, dan sama sekali tidak mempengaruhi pembaca.

d. Wacana Persuasi

Persuasi adalah ragam wacana yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap

dan pendapat pembaca mengenai suatu hal yang disampaikan penulisnya (Darma,

2014: 37). Berbeda daengan argumentasi yang pendekatanya bersifat rasional dan

diarahkan untuk mencapai kebenaran, persuasi lebih menggunakan pendekatan

emosional, seperti argumentasi, persuasi juga menggunakan bukti atau fakta.

Hanya saja dalam persuasi bukti-bukti itu digunakan seperlunya atau kadang-

kadang dimanipulasi untuk menimbulkan kepercayaan pada diri pembaca bahwa

apa yang disampailam penulis itu benar.

Wacana persuasif adalah wacana yang berisi paparan berdaya–bujuk,

atau pun berdaya-himbau yang dapat membengkitkan ketergiuran pembaca untuk

menyakini dan menuruti himbauan implicit maupun eksplisit yang di lontarkan

oleh penulis. Dari pengertian persuasi tersebut, tentunya sudah bisa di gunakan

Page 5: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

17

persuasi dengan argumentasi. Logika merupakan unsur primer dalam wacana

argumentasi. Sebaliknya dalam wacana persuasi, di samping logika, perasaan

juga memegang perang penting. Keterlibatan unsur logika dalam wacana persuasi

itu menyebabkan persuasi sering menggunakan prinsip-prinsip argumentasi.

Sebaliknya, kita akan bisa menenrima ide orang lain itu atau ide itu tidak di sertai

penalaran. Oleh karena itu, struktur wacana persuasi kadang-kadang sama dengan

wacana argumentasi, tetapi diksinya berbeda. Diksi wacana argumentasi mencari

efek tanggapan penalaran, sedangkan diksi wacanapersuasi mencari efek

tanggapan emosional.

Disamping itu, wacana argumentasi memiliki ciri khas ialah wacana yang

berupaya membuktikan suatu kebenaran sebagi di gariskan dala proses penalaran

penulis. Sebaliknya persuasi berupaya ,mencapai suatu persetujuan atau

persesuaian kehendak penulis dengan pembaca, ia merupakan proses untuk

menyakinkan pembacanya supaya pembaca mau menerima apa yang di inginkan

penulis.

2.2.2 Wacana Berdasarkan Media Penyampaianya

1) Wacana Tulis

Mulyana (2005: 51) mengatakan wacana tulis adalah jenis wacana yang

disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat

dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih

merupakan media yang sangat efektif dan efesien untuk menyampaikan berbagai

gagasan, wawasan ilmu pengetahuan, atau apapun yang mewakili kreativitas

manusia.

Page 6: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

18

2) Wacana Lisan

Mulyana (2005: 52) mengatakan wacana lisan adalah jenis wacana yang

disampaikan secara lisan atau langsung secara verbal. Jenis wacana ini sering

disebut tuturan atau ujaran. Willi Emonsend (dalam Mulyana, 2005: 52) dalam

bukunya yang berjudul spoken discourse (wacana lisan) secara tidak langsung

menyebutkan bahwa wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis.

Beberapa kelebihan diantaranya; bersifat salami (natural) dan langsung,

mengandung unsur-unsur prosidi bahas (lagu, intonasi), memiliki sifat

suprasential ( di atas sruktur kalimat), dan berlatar kontekstual.

2.2.3 Wacana Berdasarkan Jumlah Penutur

a) Wacana Dialog

Mulyana (2005: 53) mengatakan wacana dialog adalah jenis wacana yang

dituturkan oleh dua oarang atau lebih. Jenis wacana ini bisa berbentuk tulis

ataupun lisan. Darma (2014:40) menjelaskan wacana dialog adalah wacana yang

dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan dalam telepon, wawancara, teks

drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian percakapan dengan

tambahan unsur kohesi dan koherensi. Komponen analisis meliputi analisis

wacana dialog, yang membahas unsur dialog, seperti unsur kerja sama

percakapan, tindak tutur (speech acts), penggalan percakapan (adjency pairs),

pembukaan dan penutupoan percakapan, percakapan lanjutan (repairs), sifat

rangkaian perbuatan, unsur tata bahasa percakapan, ahli kode, (code switch),

giliran Percakapan, (trun talking), dan topik percakapan.

Page 7: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

19

b) Wacana Monolog

Mulyana (2005: 53) menjelaskan wacana monolog adalah jenis wacana

yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki

dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar dan

pembacanya. Penuturanya bersifat satu arah dan tidak memihak penutur. Beberapa

bentuk wacana monolog anatara lain adalah pidato, pembaca puisi, khotbah

jumat, pembaca berita dan sebagainya.

2.3 Unsur Pendukung Wacana

2.3.1 Kata

Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap

kata berdasarkan arti ototnografi. Menurtu mereka kata adalah satuan bahasa yang

memiliki satu pengertia; atau kata adalah dereten huruf yang diapit oleh dua buah

spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer, 2007:162).

Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan

terkecilnya morfem); dalam tataran sintaksis kata adalah satuan terkecil, yang

secara hierarki menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar,

yaitu frase. Kata sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, yaitu dalam hubunganya

dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase,

klausa, dan klimat (Chaer, 2007:219).

2.3.2 Frase

Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prekatif;

gabunga itu dapat rapat, dapat renggang (Kridalaksana, 2011:66). Frase lazim

didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat

Page 8: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

20

nonprodukatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisisisalah satu

fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2007:229).

2.3.3 Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa sekelompok kata yang

sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi

untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 2011:124).

Klausa adalah satuan sintaksis yang berupa runtutan kata-kata

berkonstuksi predekatif. Artinya di dalam rekontroksi itu ada komponen, berupa

kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain sebagai objek. Dan

sebagai keterangan. Selain berfungsi sebagai predikat yang harus ada dalam

rekontroksi klausa ini. Fungsi subjek boleh dikata wajib.

2.3.4 Kalimat

Satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi

final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana,

2011:103). Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan, atau tulisan,

yang mengungkup pikiran yang utuh . dalam wujud lisan, kalimat diucapkan suara

naik turun, dan keras lebur, disela jeda, dan diakhiri yang dikuti oleh kesenyapan

yang mencengah terjadi perpaduan atupun asimilisasi bunyi ataupun proses

mofologi lainya. Dalalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan

huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru;

sementera di dalamnya disertakan pula seperti tanda baca komo, titik dua, tanda

pisah, dan spasi. Tanda titik, tanda tanya dan tanda seru sepadan dengan dengan

intonasi akhir. Sedangkan tanda baca lain sepadan dengan dengan jeda, spasi

Page 9: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

21

mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sebagai kesenyapan. Wacana

akan terbentuk jika ada dua awacana atau lebih, yang letaknya berurutan

berdasarkan kaidah kewacanaan (Alwi, Hasan, dkk. 2003: 311).

2.4 Syarat Wacana Yang Baik

Kridalaksana (2011: 259) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan

bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal

tertinggi atau terbesar. Pembahasan berikutnya adalah mengenai persyaratan

terbentuknya wacana. Setelah mengetahui pengertian-pengerti awacana dari para

ahli, maka persayaratan wacana juga akan diketahui. Misalnya saja dari Tarigan

(2009: 19) yang menyebutkan wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan

tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi

yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata

disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari pengertian ini sudah diketahui bahwa

wacana memiliki syarat dari ungkapan “dengan koherensi dan kohesi yang

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata,” dapat ditemukan

syarat, yakni koherensi dan kohesi.

Akan tetapi itu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat dari

terbentuknya wacana. Oka dan Suparno (dalam Khusumuddin, 2015)

menyebutkan jika wacana akan terbentuk bila memenuhi tiga syarat pokok, yakni

topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Sedangkan menurut

Widowson (dalam Khusumuddin, 2015) wacana mempunyai dua hal penting,

yaitu proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).

Berikut ini penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana.

Page 10: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

22

a. Topik

Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan

tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada

satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu

tujuan.

b. Kohesi dan Koherensi

Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara

unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohesi), sehingga tercipta

pengertian yang baik (koherensi).

c. Proporsional

Prosorsional yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin

dijabarkan dalam wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah

seimbang.

d. Tuturan

Tuturan yang dimaksud adalah pengungkapan suatu topik yang ada dalam

wacana. Baik tutur tulis atau tutur lisan. tuturan kaitannya menjelaskan suatu

topik yang terdapat dalam wacana dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang

proporsional di dalamnya.

2.5 Kohesi Gramatikal

Kohesi dalam wacana diartiakan sebagai kepaduan bentuk yang secara

sruktural digunakan untuk membentuk ikatan sintaktikal. Konsep kohesi pada

dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata

atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki

Page 11: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

23

keterkaiatan secara padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi termasuk dalam

aspek sruktur internal sruktur wacana. (Mulyana, 2005:26).

Menurut Tarigan (2009:93) kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam

wacana, dengam demikian, jelaslah bahwa kohesi merupakan organisasi

sintaksis, merupakan wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat unyuk

menghasilkan tuturan. Hal ini berarti kohesi adalah hubungan antar kalimat

dalam sebuah wacana, baik dalam starata gramatikal maupun dalam starata

leksikal Gutwisky ( dalam Tarigan, 2009:93)

Gramatikal suatu wacana merupakan analisi wacana dari segi bentuk atau

struktur lahir wacana. Analisis wacana dari aspek gramatikal atau kohesi

gramatikal meliputi referensi (pengacuan), substitusi (penggantian), elipsis

(pelesapan), deksis dan konjungsi (perangkaian).

2.5.1 Referensi

Mulyana (2005: 144) mengatakan referensi berarti sistem penunjukan atau

acuaan. Yaitu unsur atau bagian yang satu menunjuk kebagian lainya. Pola

penunjukan ini bersifat anaforis dan kataforis. Anafora artinya menunjuk ke

unsur yang disebutkan sebelumnya. Katafora menunjuk ke unsur yang akan

disebutkan kemudian.

Menurut Halliday dan Hasan (dalam Arifin, 2012:22) membagi referensi

menjadi dua yaitu, referensi eksofora dan referensi endofora.

1. Referensi eksofora adalah pengacuan terhadap anteseden di luar bahasa

seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya atau acuan kegiatan.

(Rani dkk dalam Siregar, 2009).

Page 12: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

24

Contoh: Mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinyaPada contoh di atas dia merujuk pada seseorang yang bereda di luar

bahasa atau yang tidak mempunyai rujukan bahasa.

2. Referensi endofora adalah pengacuan terhadap anteseden yang terdapat di

dalam teks. (Rani dkk dalam Siregar, 2009). Endofora dibedakan menjadi

dua, yaitu referensi anafora dan referensi katafora. Referensi anafora

adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah

disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana (Kridalaksana,

2011:13).

Contoh: Nadia hari ini tidak masuk kuliah. Ia ikut ibunya pergi keSurabaya.

Pada contok di atas Ia mengacu pada Nadia yang didepanya.

Referensi katafora adalah referensi yang diacu (anteseden) yang dituturkan

sesudah pronomina (Siregar, 2009).

Contoh: Seperti kulitnya mata Nadia juga khas

Pada contok diatas nya mengacu pada enteseden Nadia yang terdapat

pada klausa kedua klimat tersebut.

Djajasudarma (2010:49) mengatakan referensi dalam analisis wacana harus

dipertimbangkan sebagai sikap atau langkah pembicara dan penulis. Referensi

dapat berupa endofora (anafora dan katafora) dan eksfora. Endefora bersifat

tekstual, referensi (acuan) ada didalam teks, sedangkan eksfora bersifat situsional

(acuan atau referensi berada di luar teks). Endofora terbagi atas anafora dan

katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuan (referensi). Anafora merujuk silang

pada unsur yang disebutkan terdahulu, anafora menujuk silang pada unsur yang

disebutkan kemudian.

Page 13: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

25

Eksfora memilik hubungan dengan interpentasi kata melalui situasi

(kekadaan, peristiwa, dan proses). Interpentasi yang terlatak di dalam teks itu

sendiri disebut endofora. Anafora lebih berupaya dalam bahasa untuk membuat

rujuk silang dengan kata (unsur) yang disebutkan (sebelumnya) upaya yang

digunakan dapat berupa nomina, sedangkan dipahami sebagai upaya untuk

membuat rujukan dengan hal kalimat (unsur) yang dinyatakan. Unsur yang

disebutkan terdahulu akan merujuk silang pada unsur yang akan disebutkan

kemudian.

Mujianto (2010:82) menambahkan referensi atau pengacuan sebenarnya

juga dapat mengacu ke acuan yang ada di luar teks (yang disebut eksofora),

namun kalau demikan referensi (eksofora) tidak merupakan bagian dari sarana

kohesi walaupun tentu saja merupakan bagian dari koherensi. Sebagai sarana

kohesi, referensi mengacu kepada bagian lain teks (yang disebut endofora), baik

yang ada sebelumnya (yang disebut endofora), baik yang ada sebelumya, (yang

disebut anafora) atau kadang-kadang kebegian teks sesudahnya (yang disebut

katafora).

Kata-kata yang digunakan untuk melakukan referensi (pengacuan)

meliputi berbagai jenis pronomina, terutama pronomina persona dan pronomona

penunjuk. Dalam bahasa Indonesia, pronomina persona diperinci sebagai berikut:

Page 14: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

26

Jenis Bentuk

Tunggal Jamak

Persona Pertama saya, aku kami, kita

Persona Kedua Kamu, engkau, anda kalian, kamu sekalian

Persona Ketiga dia, ia, beliau Mereka

(Arifin, 2012: 25)

Dalam bahasa Indonesia, pronomina penunjuk ada tiga macam, yaitu:

1. pronomina penunjuk umum yakni: ini, itu dan anu

2. pronomina penunjuk tempat yakni: sini, disitu, disana, disini

3. pronomina penunjuk ikhwal yakni: begitu dan demikian ( Siregar, 2009).

2.5.2 Substitusi

Substitusi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal. Substitusi

merupakan suatu unsur gramatikal yang menyatakan hubungan antarkata dan

bukan hubungan dalam makna. Ini berarti butir substitusi mempunyai fungsi

struktural yang sama dengan apa yang digantikannya dan dapat diganti oleh butir

interpretasi (Parera dalam Apriliadi 2012). Substitusi merupakan salah satu sarana

untuk menciptakan hubungan kohesif tanpa melakukan pengulangan pada unsur

bahasa yang sama. Hal demikian terjadi karena penggantian dilakukan pada

unsur-unsur bahasa yang memiliki makna yang berbeda namun mengacu pada

referent yang sama.

Substitusi adalah proses atau penggantian unsur bahasa oleh unsur lain

dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau

Page 15: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

27

untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana dalam Apriliadi, 2012)

Substitusi merupakan suatu bentuk penggantian antara unsur bahasa yang satu

dengan unsur bahasa yang lain sehingga menjadikan suatu wacana menjadi

kohesif dan koheren. Substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih

bersifat hubungan kata dan makna (Junaiyah dan Arifin dalam Apriliadi, 2012)

Mulyana (2005: 144) mengatakan substitusi adalah pola penggantian

unsur. Artinya, unsur yang satu digantikan dengan unsur yang lainnya.

Penggantian dimaksudkan antara lain untuk evesiensi dan ektivitas bahasa. Lebih

dari itu, sebagian substitusi sengaja digunakan penulis wacana untuk memperoleh

efek variatif dalam berbahasa. Penggantian dikenal sebagai substitusi.

Penggantian adalah pertukaran bagi segmen kata, frase atau klausa oleh kata yang

lainya. Penggantian ini juga ada penggantian nomina, penggantian verba, dan

penggantianklausa (Darama, 2014: 57).

Contoh: Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulissampaikan kepada pembingbing srikipsi, yaitu Porf. Dr. Suwardi danDr. Afendi widayat, M.A. Atas bimbingan beliau berdua penuis mampumenyelesaikan Skripsi ddengan baik.

Frase beliau berdua pada kalimat kedua merupakan bentuk yang

menggantikan unsur lain yang disebutkan sebelumya yaitu pembimbing skripsi.

Pola penggantian itu menyebabkan kedua kalimat tersebut berkaitan secara

kohesif.

2.5.2.1 Jenis-jenis Substitusi

1) Substitusi Nominal

Substitusi nominal, yaitu penggantian satuan lingual yang berkategori

nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori sama.

Page 16: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

28

Substitusi nominal adalah substitusi suatu nomina, baik leksikal, maupun frasal,

dengan nomina lain, baik leksikal maupun fasal (Halliday dan Hasan dalam

Arifin, 2012: 34). Substitusi nomina leksikal adalah unsur tersulihnya adalah

nomina, sedangkan penyulihanya mumgkin berupa nomina mungkin juga berupa

frase nomina. Contoh substitusi dengan unsur tersulihnya berupa nomina:

(1) Sibuk sendiri Udin menangkap kecoak yang bersarang dalam kompordengan kertas koran yang dilipat-lipat. (2) Satu saja belum dapat yanglainya sudah berlarian terus bersembunyi di belakang bupet. Nominakecoak pada (a) disulih oleh yang lainya pada (b) secara anaforis. Nominakecoak dalam (1) dan bentuk yang lainya dalam (2) tidak mengacu padaacuan yang sama melainkan ke spesies yang sama, yaitu kecoak.

Substitusi nomina frasal adalah unsur tersulihnys berupa frase nominal,

sedangkan penyulihanya mungkin nomina, mungkin numeralia, mungkin juga

frase nominal, atau frase dengan kata penyerta yang. Contoh:

(1) “ Baiklah, Ibu. (2) sudahkah siap segala alat perkakasnya?” (3) “sudah, Asri; sekalinya sudah disiapkan oleh Asnah, dan segala karib-bait,ipar-besan kita sudah dipanggilnya belaka. (4) Sebagaimana kau lihatsetengahnya sudah bermalam di sini. (5) Yang lain-lain tentu datangsebentar lagi. “(N. St. Iskandar Salah Pilih Hal. 73)

Dalam contoh di atas kata sekalinya pada (3) menggantikan frase alat

perkakasnya pada (2). Frase numeralia setengahnya dalam (4) dan Yang lain-lain

dalam (5) menggantikan frase segala karib-bait, ipar-besan kita pada (3)

Contoh lain: (1) ” Menurut keterangan Kyai Bondan, hanya dua orang yangmemperoleh jurus terakhir itu. (2) Yang seorang aku tahu, orang yangmenangkapku sewaktu aku merampok Ndara Asisten Wedeno Baturetno.(3) Yang lain aku todak tahu,” (Pandir Kelana. Suro Buldog, Hal. 73).

Dalam contoh di atas kata yang lain dalam kalimat (3) Yang lain

menggantikan frase hanya dua orang yang memperoleh jurus terakhir itu pada

kalimat (1).

Page 17: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

29

2) Substitusi Verbal

Substitusi verbal merupakan penggantian satuan lingual yang berkategori

verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.

Substitusi verbal adalah substitusi suatu verba, baik leksikal, maupun

frasal, dengan verba lain, baik leksikal maupun fasal (Halliday dan Hasan dalam

Arifin, 2012: 35). Substitusi verba leksikal adalah substitusi yang unsur

tersulihnya berupa frase verbal mungkin juga berupa verba dengan kata-kata lain

seperti sama, demikan, dan begitu. Contoh:

(1) Ketika masih bocah, kulihat anak-anak berenang di sungaidengan telanjang bulat. (2) Aku pun melakukan hal yang sama.

Leksem verba berenang pada (1) disulih oleh frase verbal melakukan hal

yang sama pada (2) secara kataforis. Adapun substitusi verba frasal unsur

tersulihnya berupa frasa verbal, sedangkan penyulihanya mungkin berupa frasa

verbamungkin juga berupa verba.

(1) Keesokan harinya saya harus bisa memberikan kepestian. (2)Saya harus menerima kasih sayangnya.

Frase verbal harus bisa memberikan kepestian pada (a) disulih oleh frasa

verbal juga, yaitu harus menerima kasih sayangnya pada (b) secara kataforis.

3) Substitusi Frasal

Substitusi frasal yaitu penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata

atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Substitusi frasal ini

misalnya tampak pada wacana di bawah ini.

Djo Koplak dan Ali Djohamzah kebagian KKN di daerah Rembang. Semulakeduanya tenang-tenang saja, tapi begitu ditempatkan di daerah Terjanbarulah keduanya nyengir. Selain daerahnya gersang, sepi, setiap harimereka hamper dipastikan tajk ketemu sayur-mayur, itu yang membuat Ali

Page 18: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

30

lemas, karena dia terbiasa dengan menu sayur-mayur, kini berubah denganmenu ikan laut.Tidak itu saja, di desa tempat mereka KKN, keduanya dianggap orangsuper, bias mngatasi segalanya, bahkan ada yang menganggapnya sakti,bisa mengobati, dan lainnya. Tentu saja hal ini membuat repot dua sahabatitu. Sering keduanya direpotkan hal-hal yang di luar dugaan.

frasa Djo Koplak dan Ali Djohamzah yang terletak pada kalimat pertama

paragraf pertama disubstitusi dengan frase dua sahabat pada kalimat kedua

paragraf kedua.

4) Substitusi Klausa

Substitusi klausa adalah penggantian klausa dengan kata-kata yang

menunjukkan kesamaan seperti demikan, atau begitu. Substitusi klausal

menggantikan seluruh klausa yang disebut sebelumnya baik secara positif (Arifin,

2012:35). Contoh:

(1) “Astaga ! Kalau begitu hari sudah pukul ....ya baik lah, ibu. (2) Segerasaya datang.” (3) Setelah berkata demekian, Asnah pun segera menukarpakaianya dengan pakaian sehari-hari di dalam rumah (N. St. IskandarSalah Pilih Hal. 83)

Dalam kalimat (3) terdapat frase berkata demekian menggantikan seluruh

klausa pada (1) dan (2), contoh lain:

(1) Dik Pran, aku yang murtad, murid yang berhianat. (2) Aku perampok,pembunuh, “ kata Mudasir penuh penyesalan. (3) “ Jangan begitu, kang. (4)masih banyak kesempatan untuk memperbaiki diri, “aku menanggapi.(Pandir Kelana. Suro Buldog, Hal. 73)

Dalam contoh di atas terdapat kata begitu pada kalimat (3) menggantikan

seluruh klausa pada (1) dan (2).

5) Substitusi dengan Metafora

Penyulihan lain dalam wacana bahasa Indonesia adalah substitusi melalui

metafora. Bahwa substitusi macam ini mempunyai konteks tertentu dapat

Page 19: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

31

dimaklumi karena tidak setiap hal dapat dinyatakan dengan metafora. Ungkapan

memerangi kebodohan umpamanya, merupakan hubungan forik antara verba

memerangi dan kebodohan karena kebodohan dianggap sebagai musuh. Jadi,

metafora ialah cara menyatakan sesuatu dengan memakai kata atau frase yang

artinya berbeda benar dari arti yang biasa. Contoh:

(1) Jika Halimah tumbuh menjadi gadis cantik, hal itu tidak mengherankan,karena ibunya dulu juga bunga SMA kami(2) Orang sebodoh Ogah belum pernah aku jumpai, tetapi keledai itu betul-betul menjengkelkan.

Bunga merupakan metafora bagi gadis cantik, dan orang yang bodoh

diibaratkan keledai. Hubungan kedua frasa dengan katayang bersangkutan pada

contoh di atas merupakan hubungan metaforis dan kohoresianya tetap terjaga

karenanya.

2.5.3 Elipsis dan Paralisme

Sarana lain untuk meniciptakan kohesi adalah penggunaan elipsis. Elipsis

merupakan penghilangan bagian kalimat karena bagian yang dihilangkan itu

dianggap sudah diketahui sehingga tidak perlu disebutkan lagi. Karena bagian

yang dihilangkan itu sebenarnya sudah diketahui, maka elipsis sering disebut

penggantian dengan nol (substitution by zero). Elipsis perlu dianggap sebagai

sarana kohesi karena bagian yang dilesapkan/dihilangkan itu sebenarnya dapat

dicari pada bagian kalimat sebelumnya. Dengan demikian, elipsis

menghubungkan bagian kalimat dengan bagian kalimat yang lain (Budimam,

2004: 34).

Page 20: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

32

Kridalaksana (2011:56) mengatakan elipsis adalah peniadaan kata atau

satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau

konteks luar bahasa.

Gaya penulisan wacana yang menggunakan elipsis biasanya mengandaikan

bahwa pembaca atau pendengar sudah mengetahui sesuatu, meskipun meskipun

sesuatu itu tidak disebutkan secara eksplisit.

Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan ketika sayamenghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih Tuhan.

Kalimat kedua yang berbunyi Terima kasih Tuhan sebenarnya

merupakan kalimat elips. Ucapan tersebut muncul karena sesuatu yang muat

dalam kalimat sebelumnya. Yaitu kenyakinan bahwa Tuhan memberikan

kekuatan …. Dan seterusnya kepada penulis skirpsi. Unsur yang hilang adalah

subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi.

Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan ketika sayamenghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunanskripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih Tuhan.

2.5.3.1 Jenis-jenis elipsis

(1) Elipsis Nominal

Elipsis nominal adalah pelepasan nomina, baik leksikal maupun frasal,

dengan nomina lain, baik leksikal maupun fasal (Halliday dan Hasan dalam

Arifin, 2012: 39). Elipsis nomina leksikal adalah pelepasan nomina, misalnya:

(1) Ia lebih cantik dari segala hal yang ada di Milan. (2) Bahkan, kolibri

yang merancau-rancu di pucuk-pucuk Sibbaldia, bungkam ketika

melihatnya berlari. (3) ø Manis seperti madu dan baru saja

Page 21: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

33

melompat dari ferrari merah marun (Andrea Hirata, Andesor.

Hal 225).

Pada kalimat (1) contoh di atas terdapat subjek kalimat ia. Subjek tersebut

kemudian dilepaskan dalam kalimat (3). Contoh lain:

(1) Orang desa adalah orang yang hidupnya susah dan pas-pasan.(2) Jika punyak kelebihan rezekisedikit saja ø ingin berbagi kepadasesame (Habiburrahman El-Shirazy. Ayat-ayat Cinta. Hal. 116).

Pada kalimat (1) terdapat frase nomina Orang desa, sedangkan

padakalimat (2) frase tersebut dilepaskan.

(2) Elipsis Verbal

Elipsis verbal adalah pelepasan unsur bahasa, yang berupa verba, baik

leksikal maupun frasal, dengan nomina lain, baik leksikal maupun fasal (Halliday

dan Hasan dalam Arifin, 2012: 40). Misalnya:

(1) Maka tertawalah Ali, (2) Tarmin juga ø.

yang dilepaskan pada klausa kedua adalah verba tertawa. Hubungan

tertawa pada klausa pertama dan tertawa pada klausa kedua yang dilepaskan

adalah koklafikasi. Tertawa yang dilakukan Ali tidak sama betul dengan tertawa

yang dilakukan Tarmin. Sedangkan elipsis verbal frasal adalah pelepasan unsur

bahasa yang berupa frasa verbal. Contohnya sebagai berikut.

(1) “ Apa akibatnya jika dilawan?” kata Wibisana. (2) Siapa ø ?”Rahwana balik bertanya. (3) “Pandawa! (4) Rebut tahtanya! (5)Bentuk pemerintahan baruyang adil dan bijaksana, “kataWibisana.

Klausa (2) melepaskan frase verbal jika dilawan yang diungkapkan dalam

pertanyaan (1). Klausa nonelipsnya adalah siapa yang melawan.

Page 22: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

34

(3) Elpsis Klausa

Elipsis klausa adalah pelepasan suatu klausa seluruhnya ataupun

sebagian (Halliday dan Hasan dalam Arifin, 2012: 41). Contoh elipsis klausal

seluruhnya sebagai berikut:

(1) Ini ayam ibu, bukan” kata Yuyun. (2) betul ø” kataku.Pada kalimat (2) terjadi pelepasan klausal Ini ayam ibu. Pada (2) hanya

terdapat jawaban betul tampa menyebutkan kembali klausa Ini ayam ibu.

Penjawab tidak perlu mengulangi frase nomina yang sudah ditanyakan.

Contoh elipsis klausa sebagian: (1) “Tidak bertengkar dengan teman-teman ?” tanya ibu. (2) “ Tidak, ø jawab Zia.

Pada contoh di atas, klausa (1) Tidak bertengkar dengan teman-teman

dilepaskan sebagian sehingga muncul pada (2) hanya kata Tidak. Jadi unsur yang

dilepaskan adalah bertengkar dengan teman-teman.

(4) Elipsis tataran lain

Yang dimaksud dengan elipsis tataran lain disini adalah elipsis selain

nomina, verba dan klausa, seperti elipsis numeralia, adjectiva, atau adverbia.

Sebagai contoh:

(1) pekerjaan sudah selesai?” (2) “ sudah lama selesai. Makanya akujunuh, mau apa? Terus jadi lapar”. (3) Tapi aku belum ø. Silahkanmakan sendiri” (Ahmad Tohari. Orang-orang proyek. Hal. 54).

Pada contoh kalimat (2) di atas terdapat frase adjectiva lapar . pada

kalimat (3) adjectiva tersebut dilepaskan.

Page 23: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

35

2.5.4 Konjungsi

Konjungsi atau kongjungtor, yang juga dinamakan kata sambung adalah

kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahas yang sederajat, kata dengan

kata, frasa denga frasa, atau klausa dengan klausa (Alwi, dkk, 2003: 296).

Kridalaksana (2011:131) menjelaskan konjungsi adalah partikel yang

digunakan untuk menggabungkna kata dengan kata frase dengan frase klausa

dengan klausa kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf.

Konjungsi merupakan salah satu kohesi gramatikal yang dilakukan dengan

cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain. Unsur-unsur yang

dirangkaikan dapat berupa kata, frasa, klausa, kalimat, alinea, topik pembicaraan

dan alih topik atau pemarkah disjungtif (Suryani, 2012).

Konjungsi merupakan sarana kohesi yang paling tampak secara lahiriah.

Konjungsi terutama berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian teks baik

berupa kata, frasa, klausa, maupun kalimat sehingga membentuk satu kesatuan.

Pembahasan konjungsi dalam penelitian ini dipusatkan pada hubungan

antarklausa dan antarkalimat.

Dilihat dari segi fungsinya dalam kalimat, konjungsi dapat dibeda-bedakan

menjadi (1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi korelatif, (3) konjungsi

subordinatif, dan (4) konjungsi antarkalimat.

konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur

atau lebih yang sama pentingnya, atau memiliki status yang sama (Alwi, dkk,

2003:297). Konjungsi koordinatif yang sering digunakan adalah:

dan: Penanda hubungan penambahan

Page 24: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

36

serta: penanda hubungan pendapingan

atau: penanda hubungan pemelihan

tetapi: penanda hubungan perlawanan

melainkan: penanda hubungan perlawanan

padahal: penanda hubungan pertentangan

sedangkan: penanada hubungan pertentangan

kunjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, frasa

atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama, konjungsi kolrelatif terdiri

atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang

dihubungkan (Alwi, dkk, 2003:298). Konjungsi korelatif yang sering digunakan

adalah; “baik … maupun …”, “tidak hanya …, tetapi juga…”, “demikian …

sehingga …”, dan “jangankan …, … pun …”.

Konjungsi subordinatif adalah konjongsi yang menghubunghkan dua

klausa, atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah

satu dari klausa itu merupakan anak kalimat. (Alwi, dkk, 2003:299). Kelompok

konjongsi sobordnatif yaitu:

1. Konjungsi subordinatif waktu:

a. Sejak, semenjak, sedari.

b. Sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama,serta,

sambil, demi.

c. Setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, sesuai.

d. Hingga, sampai

2. Konjungsi subordinatif syarat: Jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.

Page 25: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

37

3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya,

sekiranya.

4. Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.

5. Konjungsi subordinatif konsesif: biarpun, meski(pun), walau(pun), sekalipun,

sungguhpun, kendali(pun).

6. Konjungsi subordinatif pembandingan: seakan-akan, seolah-olah,

sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih.

7. Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

8. Konjungsi subordinatif hasil: sehingga, sampai, (-sampai), maka(nya).

9. Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.

10. Konjungsi subordinatif: dengan tanpa.

11. Konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa.

12. Konjungsi subordinatif atributif: bahwa.

13. Konjungsi subordinatif perbandinga: sama… dengan, lebih… dari(pada).

Seperti halnya dengan kelompok konjungsi koordinatif, dalam kelompok

konjungsi subordinatif ada pula anggota yang termasuk dalam kelompok

preporsisi. Kata seperti sebelum dan karena dapat diukiti oleh klausa dan dapat

pula diikuti oleh kata. Dalam hal yang pertama kata-kata itu bertindak sebagai

konjungsi, dalam hal yang kedua preporsisi. Kata sebalum pada kalimat Dia

berangkat sebelum saya datang, dan Dia berangkat sebelum pukul lima. Masing-

masing merupakan konjungsi dan preporsisi (Alwi dkk, 2003:300).

Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang menghubungkan kalimat

yang satu dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, kunjungsi macam itu selalu

Page 26: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

38

melalui satu kalimat dengan kalimat yang baru dan tentu saja huruf pertamanya

ditulis dengan huruf kapital (Alwidkk, 2003:300). Contoh penggunaan konjungsi

anatar kalimat:

Biarpun demikai/begitu

Sekalipun demikian/ begitu

Walaupun demikan/begitu

Meskipun demikan/begitu

Sungguhpun demikian/begitu

Kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya

Sesungguhnya, bahwasanya.

Malah(an), bahkan

(akan) tetpi, namum,

Kecuali itu

Dengan demikian

Oleh kerena itu, oleh sebeb itu

Sebelum itu.

Konjungtor antarkalimat yang biasa digunakan di antaranya adalah “selain

itu”, “sesudah itu”, “sebaliknya”, dan “oleh karena itu” yang masing-masing

menandai hubungan penambahan, urutan waktu, kebalikan, dan akibat.

Perhatikanlah efek kepaduan wacana yang ditimbulkan oleh penggunaan

konjungtor antarkalimat. Selain yang sudah disebutkan di atas, masih banyak lagi

konjungtor antarkalimat yang sering digunakan, yang meliputi berbagai

hubungan, seperti:

Page 27: 13 BAB II 2.1 Pengertian Wacana - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/35962/3/jiptummpp-gdl-rusdiyanau-47803-3-babii.pdf · drama, dan sebaginya. Ada sepuluh unsur aspek pengkajian

39

a. Penambahan: lagi pula. di samping itu, juga, kecuali itu,

selanjutnya, bahkan, apalagi, malah,

b. Kontras: namun demikian, meskipun demikian, meskipun begitu,

biarpun demikian, biarpun begitu, tetapi, akan tetapi,

c. Konsekuensi/akibat: akibatnya, jadi, maka, maka dari itu,

makanya, oleh sebab itu,

d. Sebab: soalnya, habis, maklum (lah)

e. Contoh: misalnya, umpamanya, sebagai contoh/misal

f. Perincian: pertama, kedua, selanjutnya, kemudian, akhirnya

g. Urutan waktu: kemudian, sebelumnya, sebelum itu, sementara itu,

lalu, lantas