1.1 Latar Belakang Salah satu tugas terpenting dari seorang perawat adalah memberikan obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah klien. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan. Adapun rute pemberian obat dibedakan atas beberapa rute antara lain secara iral, parenteral, pemberian topical, inhalasi, dan intraokuler. Rute pemberian obat dipilih berdasarkan kandungan obat dan efek yang diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien. Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas salah satu rute pemberian obat yaitu rute parenteral, memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk memahami teknik pemberian obat secara injeksi. 1.1 Pengertian Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Transcript
1. 1.1 Latar Belakang Salah satu tugas terpenting dari seorang
perawat adalah memberikan obat yang aman dan akurat kepada klien.
Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang
memiliki masalah klien. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik
yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak
hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau
berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat
diberikan. Seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam memahami
kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat
dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien
menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan. Adapun
rute pemberian obat dibedakan atas beberapa rute antara lain secara
iral, parenteral, pemberian topical, inhalasi, dan intraokuler.
Rute pemberian obat dipilih berdasarkan kandungan obat dan efek
yang diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien. Maka dari itu
pada makalah ini akan dibahas salah satu rute pemberian obat yaitu
rute parenteral, memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam
jaringan tubuh. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari makalah
ini adalah untuk memahami teknik pemberian obat secara injeksi. 1.1
Pengertian Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang
harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril. 1.2 Tujuan
Injeksi Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan
efek obat yang cepat. 1.3 Indikasi Injeksi biasanya dilakukan pada
pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak
memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak
sadar atau bingung, sehingga klien tidak mampu menelan atau
mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara
injeksi.
2. Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga
disebabkan karena ada beberapa obat yang merangsang atau dirusak
getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus.
Pemberian injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal. 1.4
Peralatan Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan
jarum. Ada berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing
di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan
tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan
spuit dab jarum mana yang paling efektif. A. Spuit Spuit terdiri
dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip)
di desain tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat
pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit. Spuit, secara
umum, diklasifikasikan sebagai Luer lok atau nonLuer-lok.
Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit. Adapun
tipe-tipe spuit yaitu: a) Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1
persepuluh b) Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01
(seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml c) Spuit insulin yang
ditandai dalam unit (100) d) Spuit insulin yang ditandai dengan
unit (50) Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60
ml. Tidak lazim menggunakan spuit berukuran lebih besar dari 5 ml
untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan
menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar
disiapkan untuk injeksi IV. Perawat mengisi spuit dengan melakukan
aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung jarum tetap
terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang
bagian luar badan spuit dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan
sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril menyentuh
ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap, atau
jarum. B. Jarum Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang
tepat, jarum dibingkus secara individual. Beberapa jarum tudak
dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum terbuat sari
stainless steel dan hanya digunakan satu kali.
3. Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada
ujung sebuah spuit; batang jarum (shaft), yang terhubung dengan
bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring. Setiapum
memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang
jarum, dan ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih
tajam, sehingga meminimalkan rasa ridak nyaman akibat injeksi SC
dan IM. Panjang jarum bervariasi dari sampai 5 inci. Perawat
memilih panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe
jaringan tubuh yang akan diinjeksi obat. Semakin kecil ukuran
jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum
bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau
diinfuskan. 1.5 Proses Injeksi Memberikan injeksi merupaka prosedur
invasif yang harus dilakukandengan menggunakan teknik steril.
Setelah jarum menembus kulit, muncul resiko infeksi. Perawat
memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV.
Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk
menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Efek obat yang diberikan
secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada
kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi respons klien dengan
ketat. Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan
diinjeksi obat. Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat
dan awitan kerja obat. Sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat
harus mengetahui volume obat yang diberikan, karaktersitik dan
viskositas obat, dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di
bawah tempat injeksi. Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika
injeksi tidak diberikan secara tepat. Kegagalan dalam memilih
tempat unjeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis
tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang
selama insersi jarum. Apabila perawat gagal mengaspirasi spuit
sebelum menginjeksi sebiah obat, obat dapat tanpa sengaja langsung
di injkesi ke dalam arteri atau vena.
4. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar di tempat
yang dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan
jaringan setempat rusak. Banyak klien, khususnya anak-anak takut
terhadap injeksi. Klien yang menderita penyakit serius atau kronik
seringkali diberi banyak injeksi setiap hari. Peraway dapat
berupaya meminimalkan rasa nyeri atau tidak nyaman dengan cara: a)
Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta
ukurannya paling kecil, tetapi sesuai. b) Beri klien posisi yang
nyaman untuk mengurangi ketegangan otot c) Pilih tempat injkesi
yang tepat dengan menggunakan penanda aanatomis tubuh d) Kompres
dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anastesia lokal sebelum
jarum diinsersi e) Alihkan perhatian klien dari injeksi dengan
mengajak klien bercakap-cakap f) Insersi jarum dengan perlahan dan
cepat untuk meminimalkan menarik jaringan g) Pegang spuit dengan
mantap selama jarum berada dalam jaringan h) Pijat-pijat tempat
injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali
dikontraindikasikan 1.6 Macam-macam injeksi Pemberian obat secara
parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila
diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat
yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormone), atau tidak
direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada pasien yang
tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih
mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu,
adapula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya
merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih
dengan tepat. a. subkutan (hypodermal). Injeksi di bawah kulit
dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut
baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi
intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya
insulin pada penyakit gula. Tempat yang paling tepat untuk
melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar bagian
luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista
iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang paling sering
direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat yang
lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral
atas atau gloteus dorsal. Tempat yang dipilih ini harus bebas dari
infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot atau
saraf besar dibawahnya.
5. Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil
yang larut dalam air (0,5 sampai 1 ml). Jaringan SC sensitif
terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar.
Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang
tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit.
b. Intrakutan (=di dalam kulit) Perawat biasanya memberi injeksi
intrakutan untuk uji kulit. Karena keras, obat intradermal
disuntikkan ke dalam dermis. Karena suplai darah lebih sedikit,
absorbsi lambat. Pada uji kulit, perawat harus mampu melihat tempat
injeksi dengan tepat supaya dapat melihat perubahan warna dan
integritas kulit. Daerahnya harus bersih dari luka dan relatif
tidak berbulu. Lokasi yang ideal adalah lengan bawah dalam dan
punggung bagian atas. c. Intramuskuler (i.m), Rute IM memungkinkan
absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh
darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan
berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak
berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam
waktu 10-30 menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud
memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi
dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin.
Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak
memiliki pembuluh dan saraf. Tempat injeksi yang baik untuk IM
adalah otot Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot
Dorsogluteus, otot Deltoid. d. Intravena (i.v), Injeksi dalam
pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik,
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh
jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini
digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya,
atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak
larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau
butiran darah. Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan
terganggunya zat-zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena
dengan cara ini benda asing langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi,
misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya
ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga
kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh
karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan,
antara 50-70 detik lamanya.
6. e. Intra arteri. Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya
dilakukan untuk membanjiri suatu organ, misalnya hati, dengan obat
yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya
obat kanker nitrogenmustard. f. Intralumbal (antara ruas tulang
belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput perut),
intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah sendi)
adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung
ke tempat yang diinginkan. 1.7 Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan injeksi Pemberian obat secara injeksi dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, maka kita harus memperhatikan
beberapa hal berikut ini : a) Jenis spuit dan jarum yang digunakan
b) Jenis dan dosis obat yang diinjeksikan c) Tempat injeksi d)
Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi e) Kondisi/penyakit
klien 1.8 Cara mencegah infeksi selama injeksi Salah satu efek yang
bisa ditimbulkan dari pemberian obat secara injeksi adalah dapat
menimbulkan infeksi. Adapun cara-cara yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama injeksi dilakukan yaitu : a) Untuk
mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan cepat.
Jangan biarkan ampul dalam keadaan terbuka b) Untuk mencegah
kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi
(mis: sisi luar ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan
perawat, bagian atas wadah obat, permukaan meja) c) Untuk mencegah
spuit terkontaminasi jangan sentuh badan pengisap (plunger) atau
bagian dalam karet (barrel). Jaga bagian ujung spuit tetap
tertututp penutup atau jarum. d) Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit
yang kotor karena kototran, drainase atau feses dengan sabun dan
air lalu keringkan. Lakukan gerakan mengusap dan melingkar ketika
membersihkan luka menggunakan swab antiseptic. Usap dari tengah dan
bergerak keluar dalam jarak dua inci. 1.9 Kontra Indikasi
7. Resiko infeksi dan obat yang mahal. Klien berulang kali
disuntik. Rute SC, IM, dan itradermal dihindari pada klien yang
cenderung mengalami perdarahan. Resiko kerusakan jaringan pada
injeksi SC. Rute IM dan IV berbahaya karena absorbsinya cepat. Rute
ini menimbulkan rasa cemas yang cukup besar pada klien , khususnya
anak-anak.
http://elizuraida.multiply.com/journal/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
laporan praktikum farmasetika " injeksi vial " LABORATORIUM
FARMASETIKA II DIPLOMA III AKADEMI FARMASI BINA HUSADA KENDARI
JURNAL PRAKTIKUM FARMASETIKA II PERCOBAAN II INJEKSI VIAL DISUSUN
OLEH : NAMA : SULASNI ATMA DESI NIM : F.10.086 KELOMPOK : IV
(EMPAT) KELAS : B
8. AKADEMI FARMASI BINA HUSADA KENDARI 2011 BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Jika obat tidak dapat diminum melalui mulut
karena ketidakmampuan untuk menelan, menurunnya kesadaran,
inaktifasi obat oleh cairan lambung atau ada tujuan untuk
meningkatkan efektivitas obat, maka dapat dipilih rute parenteral.
Pengobatan parenteral diberikan secara interdermal ( di bawah
kulit), subkutan (ke dalam jariungan lemak), intramuscular (di
dalam otot), dan intravena ( di dalam vena). Produk steril adalah
sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan unik
diantara bentuk sediaan obat terbagi bagi, karena sediaan ini
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam
tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari
tubuh, yang paling efisien yakni membran kulit dan mukosa. Sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen
toksik serta harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi dan luar
biasa. Dalam injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan
antara lain: Efek terapi lebih cepat didapat. Dapat memastikan obat
sampai pada tempat yang diinginkan Cocok unyuk keadaan darurat
Untuk obat obat yang rusak oleh cairan lambung. Pemberian preparat
parenteral terbagi dalam lima rute yang paling umum, yaitu
intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan, dan intraspinal.
Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan
kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan darurat atau
gawat darurat. Bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan
baik, tidak sadar, tidak
9. dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau
bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberiaan yang lain.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau
mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan
mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah
dosis ganda. I.2. Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari percobaan ini
adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan
injeksi vial yang isotonis dan isohidris dengan cairan tubuh. Untuk
mengetahui khasiat dan penggunaan injeksi vial tersebut. BAB II
FORMULA
10. II.1. Master Formula R/ Thiamin HCl 100 mg Piridoksin 100
mg Cianocobalamin 500 g Na.EDTA 0,05 % Metil Paraben 0,2 %
Tokoferol 0,05 % A.P.I ad 5 mL
11. II.2. Kelengkapan Resep dr. Syelomita,Sp.B SIP. 1123 / ID /
2009 Alamat : Jl. Bunga Seroja NO.17 NO. 2 Kendari 02-11-2011 R/
Thiamin HCl 100 mg Piridoksin 100 mg Cianocobalamin 500 g Na EDTA
0,05 % Metal Paraben 0,2 % Tokoferol 0,05 % A.P.I ad 5 mL Pro :
Andi Umur : Dewasa Alamat : Jln. Melati No 67 Kendari Keterangan:
NO: Nomero: Sebanyak Pro:
12. pro: untuk ad:ad:hingga II.3. Alasan Penggunaan Bahan
II.3.1. Penggunaan Bahan Aktif 1. Thiamin HCl
13. Sebagai zat aktif yang diindikasikan pada pasien yang
mengalami defisiensi thiamin. Thiamin berguna untuk pengobatan
berbagai neuritis yang disebabkan oleh defisiensi thiamin. 2.
Piridoksin Sebagai zat aktif yang digunakan untuk mencegah ataupun
mengobati defisiensi Vit. B6 juga diberikan bersama Vit. B1
lainnya, atau lebih dikenal sebaga multivitamin B.kompleks. 3.
Cianokobalamin Sebagai zat aktif yang digunakan untuk mencegah
ataupun mengobati defisiensi Vit. B12 juga memiliki fungsi yang
sama dengan Vitamin B lainnya, atau sebagai multivitamin
B.kompleks. 4. -Tokoferol Sebagai zat aktif yang berfungsi
antioksidant sebagai penangkal radikal bebas dan mencegah
terjadinya zat zat yang mudah teroksidasi. II.3.2. Penggunaan Bahan
Tambahan 1. Metil Paraben Digunakan sebagai zat tambahan yang
berfungsi sebagai pengawet. 2. Na.EDTA Digunakan sebagai
pengompleks dalam membentuk kompleks ion logam yang mengkatalis
reaksi oksidasi. 3. Aqua Pro Injeksi Sebagai pelarut dalam sediaan
steril. BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1. Landasan Teori Menurut
Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril ierupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir.(FI.III.1979) Sedangkan menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah
100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang bisa
diberikan
14. secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena
berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler.(FI.IV.1995) Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul,
ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan
steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki
kapasitas atau volume 0,5 mL 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa
takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk
bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau
pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial
ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh
jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena
memberikan beberapa keuntungan : 1. Efek terapi lebih cepat . 2.
Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan. 3. Cocok
untuk keadaan darurat. 4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan
lambung. Syarat-syarat injeksi vial sebagai berikut : 1. Steril,
yaitu sediaan vial harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat
pathogen yang dapat mengurangi khasiat sediaan vial. 2. Bebas bahan
partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak
larut agar tidak terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat
digunakan. 3. Mengandung zat pengawet, sediaan vial memungkinkan
pengambilan secara berulang. Umtuk itu, harus digunakan bahan
pengawet untuk mempertahankan khasiat zat aktif. 4. Stabil, tidak
berubah khasiat obat setelah pengambilan obat secara berulang kali
dan tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan vial. 5. Harus
isotonis, sediaan vial merupakan sediaan parenteral. Untuk itu,
sediaan vial harus isotonis atau sesuai dengan pH darah agar tidak
terjadi hipertonis (penyempitan pembuluh darah) atau hipotonis
(pembesaran pembuluh darah) yang dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah.(Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
III.2. Uraian Bahan 1. Thiamin Hydrochloridum (FI. Edisi III hal
598)
15. Nama Resmi : THIAMINI HYDROCHLORIDUM Sinonim : Thiamin
Hidrokloridum, Vit.B1 Pemerian : Hablur kecil, bau khas lemah,
mirip ragi, rasa pahit. Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar
larut dalam etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam eter P, dan
dalam benzena P, dan larut dalam gliserol P. Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. K/P : Antineuritikum
yaitu sebagai penekan fungsi kerja saraf pusat dan sebagai komponen
Vit. B kompleks. 2. Pyridoxin (FI. Edisi III hal 541) Nama Resmi :
PYRIDOXIN Sinonim : Piridoxin Hidroksida Pemerian : Hablur putih,
atau tidak berwarna, tidak berbau, rasa asin. Kelarutan : Mudah
larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak
larut dalam eter P. K/P : Komponen Vit. B kompleks. 3.
Cianocobalamin (FI. Edisi III hal 185-186) Nama Resmi :
CIANOCOBALAMINUM Sinonim : Sianokobalamin Pemerian : Hablur atau
sebuk hablur merah tua, tidak berbau, bentuk anhidrat, sangat
hidroskopis. Kelarutan : Agak sukar larut dalam etanol (95%) P,
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam
aseton P. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
cahaya. K/P : Vitamin, anti oksidant yaitu untuk mencegah
terjadinya oksidasi oleh udara . 4. Aethylendiamin (FI. Edisi III
hal 71)
16. Nama Resmi : AETHYLENDIAMINUM Sinonim : Etilendiamin
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, atau agak kuning, bau
mirip amoniak. Kelarutan : Dapat larut dalam air dan etanol (95%)
P. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung cahaya. K/P
: Pelarut Teofillina. 5. Nipagin (FI.Edisi III, Hal 378) Nama Resmi
: METHILYS PARABEN Sinonim : Metil P hidroksida benzoat, nipagin
Pemerian : Serbuk hablur halus, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan : Larut
dalam 500 bagian air, dalam 350 bagian etanol (95%) P dan dalam 60
bagian gliserol P panas, dan 40 bagian minyak lemak nabati panas
jika dididihkan larutan tetap jernih. Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik. K/P : Zat tambahan, zat pengawet. 6. Tokoferol (FI.
Edisi III hal 606) Nama Resmi : TOCOPHEROLUM Sinonim : Vitamin E
Pemerian : Tidak berbau, atau sedikit berbau, tidak berasa atau
sedikit berasa alfa tokoferol atau asetat seperti minyak, kuning,
jernih, pada suhu 75% C dingin, bentuk padat. Kelarutan : Alfa
tokoferol asam saksianat, praktis tidak larut dalam larutan alkali,
larutan etanol (95%) P, eter P. aseton P, dan dalam minyak, sangat
mudah larut dalam kloroform P, bentuk lain alfa tokoferol, praktis
tidak larut dalam etanol (95%) P.
17. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. K/P : Antioksidan
: penangkal radikal bebas dan mencegah. 7. Aqua Pro Injection (FI.
Edisi III hal 97) Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION Sinonim : Aqua
untuk injeksi Pemerian : Keasaman, kebasaan, ammonium, besi,
tembaga, timbal, kalsium klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi
menurut syarat yang tertera pada aqua destillata. Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik. K/P : Sebagai pelarut untuk injeksi (zat
tambahan)
18. BAB IV METODE KERJA IV.1. Alat dan Bahan IV.1.1. Alat yang
digunakan : 1. Autoklaf 2. Batang pengaduk 3. Botol Vial 4. Gelas
kimia 5. Gelas ukur 6. Kapas 7. Spoit 5 CC 8. Tali godam 9.
Timbangan IV.1.2. Bahan yang digunakan : 1. -tokoferol 2. Aluminium
foil 3. Aqua Pro Injeksi 4. Cianocobalamin 5. Metil Paraben 6.
Na-EDTA 7. Pyridoxin 8. Thiamin HCL
19. IV.2. Perhitungan Bahan Vial yang akan dibuat, yaitu
sebanyak 5 vial @5 mL. Sehingga perhitungannya, antara lain : 1.
Volume Vial yang dibuat = 5 x 5 = 25 mL Dilebihkan 5% = x 25 =1,25
mL Total = 25 + 1,25 = 26,25 mL 2. Thiamin HCl = 5 x 100 = 500 mg =
0,5 g Dilebihkan 5% = x 0,5 = 0,025 g Total = 0,5 + 0,025 = 0,525 g
3. Pyridoxin = 5 x 100 = 500 mg = 0,5 g Dilebihkan 5% = x 0,5 =
0,025 g Total = 0,5 + 0,025 = 0,525 g 4. Cianocobalamin = 5 x 500g
= 2500 g = 0,0025 g Dilebihkan 5% = x0,0025 = 0,000125 Total =
0,0025 + 0,000125 = 0,002625 g 5. Na EDTA 0,05% = x 5 x 5 vial=
0,0125 g Dilebihkan 5% = x 0,0125 = 0,000625 g Total = 0,0125 +
0,000625 = 0,013125 g 6. Metil paraben 0,2% = x 5 x 5 vial = 0,05 g
Dilebihkan 5% = x 0,05 = 0,0025 g Total = 0,05 + 0,0025
20. = 0,0525 g 7. Tokoferol 0,05% = x 5 x 5 vial = 0,0125 g
Dilebihkan 5% = x 0,0125 = 0,000625 g Total = 0,01875 + 0,0009375 =
0,0196875 g 8. API yang digunakan = 26,25 ( 0,525 + 0,525 +
0,002625 + 0,013125 + 0,0525 + 0,0196875 ) = 26,25 1,1379375 =
25,112063 g = 25 mL IV.3. Cara Kerja 1. Disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. 2. Disterilisasi semua alat-alat yang akan
digunakan dengan menggunakan autoklaf. 3. Ditimbang semua bahan
yang akan digunakan : Timbang thiamin HCl sebanyak 0,525 g Timbang
pyridoxin sebanyak 0,525 g Timbang cianocobalamin sebanyak 0,002625
g Timbang Na EDTA sebanyak 0,013125 g Timbang nipagin sebanyak
0,0525 g -tokoferol sebanyak 0,0196875 g Ukur A.P.I sebanyak
25,112063 mL 4. Dilarutkan thiamin HCl dalam gelas kimia dengan
sedikit A.P.I, aduk sampai homogen (larutan I). 5. Dilarutkan
pyridoxin dalam gelas kimia dengan sedikit A.P.I, aduk sampai
homegen (larutan II). 6. Dilarutkan cianocobalamin dalam gelas
kimia dengan sedikit A.P.I, aduk sampai homogen (larutan III). 7.
Dicampur ketiga larutan tersebut dalam gelas kimia.
21. 8. Tambahkan metil paraben aduk hingga homegen, tambahkan
hasil pengenceran Na EDTA aduk hingga homogen, tambahkan kurang
lebih 3 tetes Vit. E aduk hingga homogen. 9. Setelah itu dicukupkan
volumenya dengan A.P.I 10. Diambil masing-masing 5 mL ke dalam vial
dengan menggunakan spoit. 11. Ditutup dan dibungkus dengan
aluminium foil, lalu ikat dengan tali godam. 12. Disterilkan
diautoklaf dengan posisi terbalik pada suhu 1210 C selama 15 menit.
13. Keluarkan, beri etiket, brosur dan kemasan. BAB V PEMBAHASAN
Pada praktikum Farmasetika II, sediaan yang dibuat adalah sediaan
steril. Pada praktikum sebelumnya salah satu sediaan steril yang
telah kami buat yaitu sediaan Infus. Selanjutnya, pada praktikum
kali ini kami melanjutkan membuat sediaan seril lainnya yaitu
sediaan injeksi. Sediaan injeksi terbagi lagi menjadi dua bagian,
yaitu sediaan injeksi vial dan sediaan injeksi ampul. Yang kami
telah buat adala sediaan injeksi vial. Hal pertama yang dilakukan
sebelum proses pembuatan sediaan adalah sterilisasi alat. Dimana
kami melakukan sterilisasi alat pada autoklaf pada suhu 121o C
selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan persiapan bahan bahan yang
akan digunakan.
22. Kemudian melakukan penimbangan bahan bahan, dimana seluruh
bahan yang akan digunakan harus dilebihkan sebanyak 5%. Hal
tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya hilangnya volume bahan
pada saat pembuatan sediaan tersebut. Selanjutnya lakukan
penimbangan bahan diatas gelas arloji dimulai dari Thiamin HCl
sebanyak 0,525 gram, Pyridoxin HCl sebanyak 0,525 gram dan
Cianocobalaminum sebanyak 0,002625 gram. Kemudian dicampur ketiga
bahan tersebut dalam gelas kimia 100 mL lalu larutkan dengan aqua
pro injeksi secukupnya. Bilas gelas arloji dikarenakan masih adanya
bahan yang melengket pada permukaan gelas arloji. Selanjutnya
dilakukan penimbangan terhadap Na.EDTA sebanyak 0,013125 gram lalu
masukkan ke dalam campuran diatas dan ditimbang pula Methyl Paraben
sebanyak 0,0525 dan masukkan pula pada campuran diatas. Aduk dengan
batang pengaduk hingga larut dan tercampur homogen. Kemudian
teteskan dengan tokoferol sebanyak 1 tetes. Aduk hingga homogen.
Masukkan campuran tersebut dalam gelas ukur 25 mL lalu sambil
disaring. Kemudian dicukupkan volumenya dengan aqua pro injeksi.
Ambil pipet 1 cc kemudian tambahkan 1,25 cc aqua pro injeksi dalam
gelas ukur. Aduk hingga homogen campuran tersebut. Setelah itu
dipipet sebanyak 5,25 mL larutan tersebut, masukkan kedalam vial.
Tutup dengan tutup karet dan lapisi dengan alluminium foil. Ikat
dengan tali godam. Lakukan sterilisasi pada autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit dengan cara membalikkan wadah vial kebawah.
Setelah sediaan disterilisasikan, maka sediaan harus dites
kejernihannya, antara lain menggunakan kertas putih dan kertas
hitam. Kertas putih digunakan untuk melihat bila dalam sediaan
terdapat partikel hitam atau berwarna. Sedangkan kertas hitam
digunakan untuk melihat bila terdapat partikel putih . Selain itu
pemeriksaan sediaan steril atau tidak, dilihat dari warna sediaan
tersebut. Bila larutan jernih, berarti sediaan tersebut sudah
steril. Namun bila sediaan berubah warna maka sediaan tersebut
tidak steril. Setelah melakukan ketiga aspek tersebut, maka hal
yang selanjutnya dilakukan adalah uji keseragaman bobot. Tekhnik
dalam uji keseragaman bobot yaitu dicuci bagian luar wadah dengan
air dan dikeringkan . Ditimbang satu persatu satu dalam keadaan
terbuka. Lalu dikeluarkan isi wadah, dicuci dengan air lalu dengan
etanol (95%), dikeringkan pada suhu
23. 105oC pada oven hingga bobot tetap. Didinginkan dan
ditimbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang
tidak lebih dari 2 kali batas tertentu. Tabel Keseragaman Bobot
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan dalam % Tidak
lebih dari 120 mg 10 Antara 120 mg dan 300 mg 7,5 300 mg atau lebih
5 Tabel keseragaman volume Volume pada etiket Volume tambahan yang
dianjurkan untuk cairan Encer Kental 0,5 mL 0,10 mL 0,12 mL 1,0 mL
0,10 mL 0,15 mL 2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL 5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL 10,0
mL 0,50 mL 0,70 mL 20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL 30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL
50,0 mL atau lebih 2% 3%
24. Setelah dilakukan pengujian sediaan steril dengan
memperhatikan kelima kategori tersebut, yaitu pemeriksaan
kebocoran, pemeriksaan kejernihan, pemeriksaan warna, uji
keseragaman bobot dan uji keseragaman volume, maka hal yang
dilakukan yaitu memberikan etiket, brosur, dan kemasan yang cocok.
DAFTAR PUSTAKA Anonim.2011.PENUNTUN PRAKTIKUM FARMASETIKA
II.AKADEMI FARMASI BINA HUSADA Anief, Muhammad. 2000. ILMU MERACIK
OBAT TEORI DAN PRAKTEK. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Ditjen POM.1979.FARMAKOPE INDONESIA EDISI III.Jakarta : Departemen
Kesehatan RI. Ditjen POM.1995.FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV.Jakarta
: Departemen Kesehatan RI.
Formulasisteril.blogspot.com.2008.Available at
pendahuluan-vial.Diakses pada bulan 5 tahun 2008
25. LAMPIRAN KELOMPOK VIAL VOLUME VIAL + ISI VIAL KOSONG NETTO
KET I 1 5,2 mL 14,6457 g 9,5586 g 5,0871 g 2 5,2 mL 15,2799 g
9,2793 g 6,0006 g 3 5,2 mL 18,0614 g 9,3207 g 8,7407 g 4 5,3 mL
15,1168 g 12,8042 g 2,3126 g 5 5,1 mL 14,8834 g 9,6003 g 5,2831 g
II 1 5,2 mL 15,2902 g 9,6726 g 5,6176 g 2 5,2 mL 15,0618 g 9,9071 g
5,1547 g 3 5,2 mL 13,7814 g 6,6496 g 7,1318 g 4 5,1 mL 15,1057 g
9,5986 g 5,5071 g 5 5,2 mL 14,8115 g 9,5985 g 5,213 g III 1 5,2 mL
11,7869 g 6,5973 g 5,1896 g 2 5,1 mL 11,5874 g 6,4125 g 5,1749 g 3
5,1 mL 11,0999 g 6,4641 g 4,6358 g 4 5,1 mL 11,2334 g 6,3323 g
4,9011 g 5 5,2 mL 11,2540 g 6,3908 g 4,8632 g IV 1 5,3 mL 16,9602 g
11,4577 g 5,5025 g 2 5,2 mL 16,8931 g 11,6915 g 5,2016 g 3 5,3 mL
16,8316 g 11,4938 g 5,3378 g 4 5,3 mL 16,8303 g 11,6025 g 5,2278 g
5 5,2 mL 16,8834 g 11,6851 g 5,1983 g V 1 5,2 mL 14,9101 g 9 g
5,9101 g 2 5,1 mL 14,7219 g 9,9184 g 4,8035 g
26. 3 5,2 mL 15,5944 g 10,0094 g 5,585 g 4 5,2 mL 14,3311 g
9,8134 g 4,5177 g 5 5,3 mL 16,8320 g 9,3933 g 7,4387 g VII 1 5,2 mL
14,9532 g 9,5921 g 5,3611 g 2 5,2 mL 16,6503 g 11,7905 g 4,8599 g 3
5,1 mL 16,7073 g 11,7788 g 4,9285 g 4 5 mL 15,7491 g 11,4234 g
4,3257 g 5 5,2 mL 15,0465 g 9,7861 g 5,2604 g VIII 1 5,1 mL 11,3704
g 6,4137 g 4,9567 g 2 5,2 mL 11,6788 g 6,4803 g 5,1985 g 3 5,2 mL
11,5997 g 6,4646 g 5,1351 g 4 5,3 mL 11,4871 g 6,4428 g 5,0443 g 5
5,2 mL 11,7852 g 6,4363 g 5,3489 g IX 1 5,2 mL 15,1396 g 9,8405 g
5,2991 g 2 5,2 mL 14,8510 g 9,7034 g 5,1476 g 3 5,1 mL 14,8949 g
9,9483 g 4,9466 g 4 5,1 mL 15,1638 g 10,0386 g 5,1252 g 5 5,1 mL
14,9511 g 9,9966 g 4,9545 g Perhitungan : Bobot yang tertera pada
etiket antara 120 mg dan 300 mg, sehingga batas penyimpangannya
yaitu 7,5%. Sehingga perhitungannya yaitu : Yang dibuat 5 vial ~
5,2857 g Batas penyimpangan = 7,5 % X 5,2857 g = 0,3964 g = 5,2857
g + 0,3964 = 5,6821 g = 5,2857 g 0,3964 g = 4,8893 g Jadi rangenya
= 4,8893 5,6821 ( pH asam )